PENGEMBANGAN METODE KAJIAN RISIKO IKLIM FOKUS ANAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN METODE KAJIAN RISIKO IKLIM FOKUS ANAK"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN METODE KAJIAN RISIKO IKLIM FOKUS ANAK Temuan Kunci 1. Perubahan iklim dapat berdampak terhadap capaian Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak 2. Diperlukan sebuah metode untuk menilai tingkat risiko kota surabaya terhadap dampak perubahan iklim 3. Metode kajian risiko iklim fokus anak dikembangkan berdasarkan kondisi biofisik, sosial dan ekonomi kota Surabaya 4. Metode yang dikembangkan ditujukan untuk memetakan wilayah berpotensi kejadian bencana 5. Metode kajian risiko iklim yang dikembangkan bermanfaat sebagai self assessment kota surabaya untuk penyusunan strategi pembangunan adaptif perubahan iklim fokus anak 6. Prioritas pelaksanaan aksi Perubahan Iklim dan Kejadian Bencana Indonesia adalah negara yang rentan terhadap bencana alam geologis termasuk bencana yang terkait iklim (climate related hazards). Dalam beberapa dekade terakhir, frekuensi bencana yang terkait iklim (bencana hidrometeorologis), seperti banjir, kekeringan dan angin puting beliung meningkat. Fenomena tersebut, dapat terjadi karena pola curah hujan yang tidak menentu dan terkait dengan konsekuensi perubahan iklim global. Fenomena perubahan iklim juga telah menjadi perhatian dunia dikarenakan adaptasi sebaiknya potensi dampak negatif pada kehidupan disesuaikan dengan masyarakat. Memahami potensi dampak perencanaan pembangunan tersebut, Pemerintah Indonesia telah tingkat kota dan kelurahan cukup aktif melakukan berbagai kajian di Kota Surabaya penilaian risiko dampak perubahan iklim (ICCSR 2010) dalam upaya Anak-anak belajar langsung menanam untuk mengenalkan aksi pelestarian lingkungan sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko bencana Kerjasama : mengidentifikasi langkah-langkah Penyusun: adaptasi untuk mengurangi potensi dampak negatif perubahan iklim. Perdinan, Yon Sugiarto, Ujang Sehabudin, Impron, Tri Atmaja, Ryco F Adi, Enggar Y Arini 1

2 Dokumen nasional adaptasi perubahan iklim juga sudah dikeluarkan (BAPPENAS 2013). Walaupun demikian, kajiankajian dampak iklim tersebut lebih diarahkan pada dampak wilayah dan/atau sektor, sementara kajian yang secara khusus fokus pada kehidupan anak masih relatif jarang atau dirasakan kurang. Kajian UNICEF (2011) melaporkan bahwa perubahan iklim dapat memiliki dampak negatif terhadap kehidupan anak-anak sebagai kelompok dengan jumlah populasi sekitar sepertiga total populasi dunia. Dibandingkan dengan kelompok orang dewasa, anak-anak lebih rentan terhadap dampak negatif perubahan lingkungan, misalnya: kualitas udara yang buruk dan udara panas lingkungan, dikarenakan kondisi fisik, kognitif dan fisiologi yang belum matang. KOTA SURABAYA Jumlah Kecamatan : 31 Jumlah Kelurahan : 154 Dampak Perubahan Iklim pada Anak Kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal anak-anak berkontribusi terhadap kerentanan dan tingkat risiko anakanak terhadap dampak suatu kejadian bencana. Misalnya, anak-anak yang tinggal di wilayah-wilayah pesisir kota diidentifikasi memiliki risiko bencana cukup tinggi. Dampak perubahan iklim global yang disinyalir dapat meningkatkan frekuensi kejadian bencana terkait iklim (e.g., banjir, kekeringan, longsor, dan angin puting beliung) diproyeksikan dapat meningkatkan tingkat risiko suatu wilayah terhadap dampak dari peningkatan frekuensi kejadian bencana tersebut. Keadaan ini dapat berdampak negatif terhadap kehidupan anak-anak di wilayah rentan bencana. Anak-anak masuk dalam kelompok rentan dari dampak perubahan iklim (Unicef, 2011) Dengan pertimbangan tersebut perlu dilakukan kajian untuk mengukur tingkat risiko dampak perubahan iklim dengan fokus kehidupan anakanak (Child Centered Risk Assessment). Kajian ditujukan untuk memetakan lokasi-lokasi berisiko tinggi dan mengidentifikasi langkah-langkah adaptasi berdasarkan faktor-faktor berkontribusi besar terhadap kerentanan dan risiko suatu wilayah/lokasi. Langkah adaptasi tersebut dilakukan dalam upaya mengantisipasi dampak negatif perubahan iklim. Kajian tersebut juga sejalan dan dapat mendukung implementasi Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim yang telah diluncurkan Pemerintah Indonesia (BAPPENAS 2013). Inisiatif pelaksanaan kajian risiko perubahan iklim fokus anak juga cukup inovatif di Indonesia dengan pertimbangan kurangnya informasi mengenai metode dan hasil kajian-kajian perubahan fokus anak di Indonesia. 27,6 % 45,1 % Persentase jumlah anak terhadap jumlah penduduk di kota Surabaya (BPS, 2010) Rasio jumlah anak terhadap jumlah angkatan kerja di kota Surabaya (BPS, 2010) Tujuan Kegiatan ditujukan untuk mengembangkan metode kajian risiko iklim fokus anak dengan memetakan tingkat kerentanan/ risiko wilayah dan mengidentifikasi dominan faktor yang berkontribusi terhadap tingkat kerentanan/ risiko. Pemanfaatan hasil kajian risiko ditujukan untuk penyusunan langkahlangkah adaptasi perubahan iklim 2

3 Pengembangan Metode Kajian Risiko Bencana terkait Iklim Fokus Anak Pengembangan metode kajian risiko dilakukan melalui kerjasama dengan Gugus Tugas Layak Anak (GTLA) dan PEMKOT Surabaya. Metode kajian risiko disusun untuk tiga jenis bencana terkait iklim yang relatif sering terjadi di kota Surabaya, yaitu: banjir, kekeringan dan angin puting beliung. Metode kajian risiko dikembangkan berdasarkan konsep risiko yang dilaporkan IPCC (2014) dan PERKA BNPB 02/2012. Risiko bencana iklim (R) suatu wilayah diukur berdasarkan indeks ancaman (H), kerentanan (S/C) dan keterpaparan (E). Indeks ancaman mengukur potensi kejadian suatu jenis bencana pada suatu wilayah, sementara kedua indeks lainnya mengukur tingkat ketahanan masyarakat dalam menghadapi suatu kejadian bencana terkait iklim. Teknik yang dikembangkan berdasarkan pendekatan nilai ambang batas untuk indeks ancaman, keterpaparan dan kerentanan (fungsi dari sensitivitas dan kapasitas). H E R C S Perubahan iklim masa depan diproyeksikan berdasarkan model iklim global (BCC dan CESM) dengan menggunakan skenario emisi Representative Carbon Pathway (RCP) 4.5. Luaran dari kegiatan penyusunan metode ini adalah indikator-indikator penyusun kajian risiko iklim, dengan indikator kerentanan dan keterpaparan disusun untuk menganalisis kerentanan dan risiko fokus anak. 3

4 Kondisi Iklim Wilayah dan Proyeksi Perubahan Iklim Suhu udara rata-rata harian Kota Surabaya berkisar antara o C. Kota Surabaya yang berada di wilayah tropis menyebabkan variasi suhu udara relatif rendah. Suhu udara minimum berkisar antara o C sedangkan maksimum berkisar antara o C. Suhu udara rendah cenderung terjadi pada bulanbulan kering (Juni, Juli dan Agustus) sedangkan suhu udara tinggi terjadi pada bulan Oktober dan November. Hal ini mengindikasikan terjadi lag suhu udara kurang lebih dua sampai tiga bulan dari puncak musim kemarau yang umumnya terjadi pada bulan Juli sampai Agustus di wilayah Indonesia. Kota Surabaya memiliki pola curah hujan monsunal. Musim hujan terjadi sekitar bulan November sampai April. Curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari sedangkan curah hujan minimum terjadi pada Agustus. Proyeksi suhu udara dan curah hujan di Kota Surabaya dilakukan dengan menggunakan data Worldclim keluaran dari model BCC dan CESM dengan skenario RCP 4.5. Proyeksi dibagi menjadi dua periode masa depan, yaitu periode 2030 ( ) dan 2050 ( ). Hasil proyeksi dikeluarkan secara terpisah untuk suhu maksimum, suhu rata-rata, dan suhu minimum dan curah hujan. Suhu udara rata-rata dan curah hujan tahunan di Kota Surabaya berdasarkan data Worldclim (baseline) serta proyeksinya untuk tahun 2030 dan 2050 Peningkatan intensitas curah hujan di musim hujan berpotensi menyebabkan banjir. Sementara, rendahnya total curah hujan tahunan menunjukkan total curah hujan musim kemarau menjadi lebih rendah atau terjadi musim kemarau yang lebih panjang " Peta hasil proyeksi suhu udara pada gambar di atas menunjukkan adanya peningkatan suhu udara di masa depan. Peningkatan suhu ini berlaku umum untuk seluruh Kota Surabaya. Peningkatan suhu yang terjadi berkisar antara 1 hingga 1.5 ⁰C dari kondisi baseline ke tahun proyeksi (2030 dan 2050). Wilayah yang memiliki suhu tertinggi berada pada wilayah utara kota Surabaya. Proyeksi rataan curah hujan tahunan menunjukkan potensi penurunan total curah hujan pada tahun 2030 dan 2050 dibandingkan kondisi baseline. Curah hujan tahunan memiliki nilai maksimum mencapai 1730 mm pada kondisi baseline, sementara pada tahun proyeksi mengalami penurunan sekitar mm. Total curah hujan pada musim hujan diproyeksikan mengalami kenaikan dari kondisi baseline sekitar 0 20 mm. Hal ini menunjukan adanya potensi cuaca ekstrim yang muncul di musim-musim tertentu. 4

5 Potensi Bencana terkait Iklim Tingkat bencana banjir di kota surabaya pada saat ini bervariasi antara tingkat sedang sampai tinggi antara ,83. Indeks pada peta menunjukkan potensi wilayah mengalami kejadian banjir. Tingkat ancaman bencana banjir tertinggi di Kota Surabaya berada pada wilayah Timur (Kel. Keputih) dan sebagian wilayah Utara dan tengah (Kel. Sawahan, Simolawang dan Tambakrejo). Wilayah selatan Kota Surabaya relatif aman dari ancaman banjir. Sebagian wilayah tengah kota juga memiliki tingkat ancaman yang tinggi. Banjir Kekeringan Tingkat bahaya bencana kekeringan di Kota Surabaya berada pada rentang Sebaran tingkat ancaman kekeringan tinggi berada pada wilayah Selatan sampai Barat Kota Surabaya. Sebagian wilayah pantai Utara (mulai Kec Pakal sampai Bulak) dan Timur (Kec. Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut dan Gununganyar) memiliki tingkat ancaman kekeringan yang rendah sampai sedang. Kelurahan Sawahan, Simolawang dan Tambakrejo merupakan tiga kelurahan dengan tingkat bahaya bencana banjir dan kekeringan yang tinggi. Puting Beliung Tingkat bahaya bencana puting beliung berada ada selang rendah (0.34) sampai tinggi (0.80). Sebaran tingkat bahaya bencana puting beliung cenderung sama dengan kekeringan kecuali sebagian wilayah Barat Daya Kota Surabaya. Hasil proyeksi di tahun 2030 dan 2050 menunjukkan bertambahnya jumlah daerah yang mengalami peningkatan indeks ancaman bencana banjir. Peningkatan jumlah curah hujan di musim hujan menyebabkan wilayah yang mengalami peningkatan potensi kejadian Potensi ancaman bencana terkait iklim di Kota Surabaya pada saat ini (baseline) banjir akan bertambah walaupun berdasarkan luaran proyeksi iklim, secara tahunan curah hujan mengalami penurunan yang kecil. Di tahun 2030 dan 2050 wilayah yang mengalami peningkatan ancaman banjir semakin meluas terutama di wilayah Timur dan Utara Kota Proyeksi bahaya banjir dengan model BCC dan skenario RCP4.5 Surabaya. Untuk kajian lebih lanjut, penentuan nilai ambang batas berdasarkan nilai indeks diperlukan untuk menentukan wilayah rentan kejadian banjir. Potensi ancaman bencana banjir di Kota Surabaya pada tahun proyeksi 2030 dan

6 Keterpaparan dan Kerentanan Wilayah Dalam rangka pengembangan metodologi, dilakukan analisis tingkat keterpaparan (exposure) berdasarkan pendekatan standarisasi (interval) dan nilai median. Kedua pendekatan ini memberikan karateristik hasil yang berbeda. Sebagai contoh, berdasarkan metode standarisasi, mayoritas kelurahan di wilayah Kota Surabaya memiliki tingkat keterpaparan sangat rendah (SR), sedangkan jika menggunakan metode median, mayoritas kelurahan tergolong sedang (S). Berdasarkan metode median, terdapat sejumlah kelurahan yang tingkat keterpaparannya tergolong tinggi (T), sedangkan pada metode selang tidak ada. Dengan demikian, metode median relatif lebih memberikan gambaran tingkat keterpaparan yang lebih bervariasi dan realistis. Analisis selanjutnya dilakukan menggunakan normalisasi nilai median. Tingkat keterpaparan per kelurahan di Kota Surabaya dengan metode standarisasi (kiri) dan median (kanan) Wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi sebagian besar berada pada wilayah Utara Kota Surabaya sebagai dampak kurangnya sub indikator kesiapsiagaan bencana, jumlah fasiltas umum yang tersedia serta tingkat kesejahteraan keluarga dan masyarakat yang rendah Tingkat kerentanan (vulnerability) diturunkan dari komponen sensitivitas dan kapasitas adaftif, dianalisis dengan pendekatan normalisasi nilai median. Kerentanan berkorelasi positif dengan sensitivitas; semakin sensitif suatu daerah semakin tinggi tingkat kerentanannya bila terjadi bencana. Mayoritas kelurahan di Kota Surabaya memiliki tingkat sensitivitas sedang. Jumlah kelurahan untuk setiap tingkat kerentanan di Kota Surabaya Tingkat kerentanan per kelurahan di Kota Surabaya 6

7 Risiko Bencana terkait Iklim Saat Ini Penilaian risiko bencana iklim dihitung masingmasing berdasarkan pada bahaya bencana banjir, kekeringan dan puting beliung. Hasil penilaian risiko di Kota Surabaya menunjukkan bahwa indeks risiko untuk masing-masing bencana banjir, kekeringan dan puting beliung pada saat ini (baseline) bervariasi antara tingkat rendah sampai tinggi. Risiko Bencana Banjir Baseline Berdasarkan normalisasi median, sebaran nilai risiko bencana banjir berada antara Sebagian besar Kota Surabaya bagian utara memiliki tingkat risiko sedang sampai tinggi. Kelurahan yang memiliki tingkat risiko bencana banjir tinggi adalah Lontar, Simomulyo, Simolawang, Sidotopo, Pegirian, Wonokusumo dan Gading. Beberapa daerah dengan tingkat risiko bencana banjir tinggi, seperti kelurahan Lontar dan Simomulyo lebih sebagai dampak dari tingkat kerentanan dan keterpaparan yang tinggi walau tingkat ancaman bencana banjir ada dikategori sedang. Dalam hal ini, faktor sosial dan ekonomi wilayah memiliki kontribusi yang tinggi terhadap risiko bencana di wilayah tersebut. Risiko Bencana Kekeringan Baseline Tingkat risiko bencana kekeringan memiliki nilai antara Sebaran wilayah dengan tingkat risiko tinggi juga berada pada lokasi yang memiliki tingkat risiko bencana banjir tinggi. Hal ini dapat berarti bahwa sebagian besar wilayah di Kota Surabaya bagian utara memiliki potensi tinggi bencana banjir dan kemarau setiap tahun. Risiko Bencana Puting Beliung Baseline Secara umum sebaran tingkat risiko bencana puting beliung juga mengikuti tingkat risiko bencana lainnnya dengan selang antara Sampai saat ini, kajian mengenai penyebab dan proses kejadian puting beliung masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu kontribusi tingkat kerentanan dan keterpaparan menjadi lebih kuat dari tingkat bahaya bencana yang dihitung. Risiko bencana terkait iklim pada saat ini (baseline) di Kota Surabaya 7

8 Proyeksi Risiko Bencana terkait Iklim Perubahan intensitas, pola, dan distribusi curah hujan dapat meningkatkan bahaya Banjir BCC RCP Banjir BCC RCP Banjir CESM RCP Banjir CESM RCP terkait iklim baik untuk bencana banjir, kekeringan dan angin puting beliung. Hasil penilaian risiko di Kota Surabaya berdasarkan proyeksi menggunakan model iklim BCC dan CESM dengan skenario RCP 4.5 pada tahun 2030 dan 2050 menunjukkan hasil sebagai berikut : a. Risiko Bencana Banjir Sebaran indeks risiko banjir untuk setiap kelurahan pada model proyeksi iklim memberikan hasil yang tidak banyak Kekeringan BCC RCP Kekeringan BCC RCP Kekeringan CESM RCP Kekeringan CESM RCP Puting Beliung BCC RCP Puting Beliung BCC RCP Puting Beliung CESM RCP Puting Beliung CESM RCP berbeda baik untuk proyeksi tahun 2030 maupun Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua model dan kedua tahun proyeksi. Jika dibandingkan dengan kondisi baseline, terdapat peningkatan risiko banjir pada wilayah Kota Surabaya bagian Timur di tahun proyeksi 2030 dan b. Risiko Bencana Kekeringan Sebaran indeks risiko kekeringan untuk setiap kelurahan pada model proyeksi iklim memberikan hasil tidak banyak berbeda baik untuk proyeksi tahun 2030 maupun Jika dibandingkan dengan kondisi baseline, tidak terdapat peningkatan risiko kekeringan yang jelas pada tahun 2030 dan c. Risiko Bencana Angin Puting Beliung Sama dengan bencana banjir dan kekeringan, distribusi indeks risiko puting beliung untuk setiap kelurahan pada model proyeksi iklim memberikan hasil yang tidak berbeda jelas baik untuk proyeksi tahun 2030 maupun Risiko bencana terkait iklim pada tahun proyeksi 2030 dan 2050 di Kota Surabaya 8

9 Pengembangan Pilihan Adaptasi Tingkat Kota Penyusunan pilihan adaptasi didasarkan pada prioritas komponen sensitivitas dan keterpaparan. Berdasarkan kriteria ketiga komponen tersebut, maka dihasilkan jumlah kelurahan untuk masing-masing komponen. Pengembangan pilihan adaptasi dilakukan dengan memanfaatkan hasil pemetaan tingkat risiko iklim wilayah untuk menunjukkan lokasi-lokasi prioritas. Dengan menggunakan peta risiko dapat diidentifikasi wilayah-wilayah berisiko tinggi terhadap kejadian bencana terkait iklim. Berdasarkan analisis, direkomendasikan langkah adaptasi yang secara langsung berkaitan erat dengan anak, yaitu: program wajib belajar pendidikan dasar, pengembangan fasilitas pendidikan anak fasilitas dan tenaga kesehatan penataan lingkungan tempat tinggal, seperti perumahan. Langkah adaptasi tersebut secara umum telah disusun oleh Pemkot Surabaya sebagaimana tercantum dalam RTRW. Program adaptasi yang tercantum dalam RTRW Kota Surabaya pada dasarnya sejalan dengan langkah adaptasi hasil analisis. Walaupun belum secara spesifik menyebutkan lokasi kelurahan Program adaptasi yang tercantum dalam RTRW Kota Surabaya pada dasarnya sejalan dengan langkah adaptasi hasil analisis pelaksanaan program tersebut, hanya menyatakan seluruh Kota Surabaya. Dengan demikian, langkah adaptasi yang disusun dapat memberikan arahan program dan lokasi kepada Pemkot Surabaya untuk melaksanakan program adaptasi sehingga sasarannya lebih efektif. Misalnya saja untuk program pembangunan fasilitas pendidikan SD diprioritaskan pada 81 kelurahan, fasilitas kesehatan di 81 kelurahan, pengembangan sistem informasi bencana alam di 105 kelurahan, dan sosialisasi kebencanaan di hampir seluruh kelurahan. Jumlah kelurahan berdasarkan indikator prioritas sensitivitas, keterpaparan dan kapasitas di Kota Surabaya 9

10 Pengembangan Pilihan Adaptasi Tingkat Kelurahan Pengembangan pilihan adaptasi dilakukan dengan memanfaatkan hasil pemetaan tingkat risiko iklim wilayah untuk menunjukkan lokasi-lokasi prioritas. Dengan menggunakan peta risiko dapat diidentifikasi wilayah-wilayah berisiko tinggi terhadap kejadian bencana terkait iklim. Wilayah-wilayah tersebut kemudian dapat dijadikan target pelaksanaan pilihan adaptasi. Pilihan adaptasi untuk wilayah-wilayah target tersebut disusun berdasarkan identifikasi indikator yang berkontribusi besar terhadap tingkat risiko iklim. Penyusunan pilihan adaptasi dilakukan dengan memetakan faktor-faktor berkontribusi besar terhadap komponen risiko (i.e., sensitivitas, kapasitas adaptasi, dan keterpaparan) yang dipergunakan untuk mengukur ketahanan wilayah (resiliensi) dalam menghadapi dampak kejadian iklim. Identifikasi faktor-faktor dominan tersebut dapat dilakukan untuk masing-masing kelurahan di wilayah Kota Surabaya, khususnya kelurahan dengan tingkat risiko iklim tinggi. Proses identifikasi dilakukan dengan menggunakan petal chart. Analisis petal chart menunjukkan indikator sensitivitas dan keterpaparan yang memiliki nilai tinggi atau indikator kapasitas adaptif yang memiliki nilai rendah sehingga perlu diintervensi dengan pilihan adaptasi yang ada. Pada kasus dibeberapa kelurahan seperti Simolawang, faktor dominan yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat keterpaparan adalah populasi anak" Pada kasus dibeberapa seperti Kelurahan Simolawang, faktor dominan yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat keterpaparan adalah populasi anak. Untuk mengurangi tingkat keterpaparan, intervensi adaptasi perlu diarahkan untuk mengatasi masalah populasi anak yang relatif tinggi. Untuk sensitivitas, dapat dilihat bahwa kedua faktor memiliki kontribusi yang seimbang. Sementara untuk kapasitas adaptif, akses telekomunikasi harus menjadi perhatian utama karena nilainya yang sangat kecil dibanding akses kesehatan, air minum, pendidikan dan akses listrik. Pengambil kebijakan selanjutnya dapat menyelaraskan pilihan adaptasi dengan perencananaan program pembangunan agar pilihan adaptasi terpilih dapat mendukung target pembangunan, khususnya target capaian Kota Layak Anak. Contoh petal chart untuk identifikasi faktor-faktor dominan terhadap tingkat Sensitivitas, Kapasitas Adaptasi, dan Keterpaparan untuk Kelurahan Simolawang (kiri), tambakdono (tengah) dan Sidodadi (bawah), Kota Surabaya Seluruh kelurahan diharapkan dapat memiliki contoh petal chart di atas sehingga masing-masing dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dan disinergikan dengan rencana atau program kerja jangka pendek dan panjang. 10

11 Evaluasi Penggunaan Metode Kajian Risiko Hasil pengembangan metode untuk penilaian risiko terhadap bencana terkait iklim yang dihasilkan telah dianalisis lebih lanjut menggunakan data-data yang tersedia untuk menghasilkan peta-peta risiko bencana terkait iklim. Selanjutnya telah diidentifikasi pula berbagai indikator penting untuk ditindaklanjuti melalui penyusunan langkah-langkah adaptasi. Hasil pengembangan metode penilaian risiko diharapkan juga telah memenuhi sebagian besar indikator terkait anak yang penting. Oleh karena itu dilakukan evaluasi dalam bentuk FGD bersama anak-anak dari dua sekolah yang menjadi pilot project dalam upaya pencapaian kota layak anak di Surabaya. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar data penyusun indikator seperti kepadatan anak serta fasilitas terkait anak (sekolah, taman bermain, sarana kesehatan, pasar) baik dalam hal ketersediaan maupun jarak memiliki kontribusi penting dalam penilaian risiko dan merupakan aspek penting bagi anak dalam menilai kelayakan kotanya. Diseminasi dan Pelatihan Validasi penilaian risiko bersama siswa sekolah dasar di kota surabaya Diseminasi hasil kegiatan dilakukan sebagai upaya sosialiasi hasil pengembangan metode penilaia risiko kepada pemerintah kota Surabaya khususnya gugus tugas kota layak anak serta seluruh pihak terkait dalam penanganan bencana di kota Surabaya. Diseminasi juga dilakukan untuk memberikan gambaran bagaimana hasil penilaian risiko yang telah dilakukan dan bagaimana pemerintah daerah merespon hasil penilaian tersebut dalam upaya mengantisipasi besaran risiko untuk meminimalisasi kerugian yang besar di masa depan. Respon pemerintah daerah ini diharapkan dapat dilakukan dalam bentuk penyusunan program-program pembangunan sebagai terjemahan dari langkah adaptasi yang disusun untuk menindakanjuti hasil penilaian risiko saat ini dan di masa depan. Peningkatan kapasitas dalam bentuk pelatihan juga dilakukan selama dua hari dengan peserta anggota gugus tugas layak anak di Kota Surabaya. Peserta belajar dari mulai konsep dasar sains perubahan iklim, melakukan analisis penilaian risiko bencana terkait iklim dan menindaklanjutinya dengan menyusun langkah-langkah adaptasi untuk kemudian diterjemahan dalam bentuk program pembangunan. 11

12 12

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN AKSI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Disampaikan pada Rapat Koordinasi ProKlim Manggala Wanabakti, 26 April

Lebih terperinci

Sintesis Dasar: Adaptasi Perubahan Iklim, Pengurangan Risiko Bencana, dan Pembangunan Daerah

Sintesis Dasar: Adaptasi Perubahan Iklim, Pengurangan Risiko Bencana, dan Pembangunan Daerah Sintesis Dasar: Adaptasi Perubahan Iklim, Pengurangan Risiko Bencana, dan Pembangunan Daerah Sumber: BPBD Kabupaten Selayar, 2012 Wilmar Salim, Ph.D. Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung Disampaikan

Lebih terperinci

Presentasi Ekspose ICCTF

Presentasi Ekspose ICCTF Presentasi Ekspose ICCTF Judul Pelaksana Fokus Area Strategi Managemen Pertanian Berbasis Iklim: Penguatan Ketahanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim (CAMS-CRCC) Departemen GEOMET FMIPA IPB Adaptasi

Lebih terperinci

Kementerian PPN/Bappenas

Kementerian PPN/Bappenas + Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) Kementerian PPN/Bappenas Perubahan Iklim dan Dampaknya di Indonesia 2013 + OUTLINE 2 I. LATAR BELAKANG II. III. IV. HISTORI KONDISI IKLIM INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN AKSI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.521, 2016 KEMEN-LHK. Perubahan Iklim. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016

Lebih terperinci

Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim

Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim Ulasan - Review Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim Perdinan GFM FMIPA - IPB Desain oleh http://piarea.co.id NDC - Adaptasi TARGET The medium-term goal of Indonesia

Lebih terperinci

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.7/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 TENTANG PEDOMAN KAJIAN KERENTANAN, RISIKO, DAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Gambar 2 Sebaran Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Jawa dan Bali

Gambar 2 Sebaran Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Jawa dan Bali 7 Lambang p menyatakan produktivitas (ton/ha), Δp persentase penurunan produktivitas (%). Penggunaan formula linest dengan menggunakan excel diatas akan menghasilkan nilai m yang dapat diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang terbentang luas, area pertanian di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia sebagian besar berprofesi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi iklim di bumi tidak pernah statis, tapi berbeda-beda dan berfluktuasi dalam jangka waktu yang lama. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, yang

Lebih terperinci

BASIS SUBSTANSI: RENCANA AKSI NASIONAL ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (RAN-API)

BASIS SUBSTANSI: RENCANA AKSI NASIONAL ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (RAN-API) BASIS SUBSTANSI: RENCANA AKSI NASIONAL ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (RAN-API) Jakarta, 4 Juli 2013 Kementerian PPN/Bappenas Outline I. Ketahanan (Resiliensi) terhadap Perubahan Iklim sebagai Dasar Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim membawa dampak pada hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas ekonomi. Dampak yang dirasakan ada yang bersifat langsung seperti pada sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah

BAB I PENDAHULUAN. iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu pemanasan global yang diindikasikan sebagai penyebab perubahan iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah kondisi dimana terdapat

Lebih terperinci

Buku 1 EXECUTIVE SUMMARY

Buku 1 EXECUTIVE SUMMARY Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing Through Bogor, Depok, and North Jakarta Buku 1 Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change

Lebih terperinci

RENCANA AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM KERANGKA PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DAS CITARUM DI KOTA CIMAHI Climate Change Mitigation and

RENCANA AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM KERANGKA PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DAS CITARUM DI KOTA CIMAHI Climate Change Mitigation and RENCANA AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM KERANGKA PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DAS CITARUM DI KOTA CIMAHI Climate Change Mitigation and Adaptation Action Plans Under Framework Water Resource

Lebih terperinci

Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Risiko

Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Risiko Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Risiko Studi Kasus : Kabupaten Pangandaran 7-8 November 2016 Outline Adaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang paling hangat dibicarakan secara global belakangan ini. Meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer adalah pertanda iklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

PENGETAHUAN MAHASISWA TENTANG SENSITIVITAS PERUBAHAN IKLIM

PENGETAHUAN MAHASISWA TENTANG SENSITIVITAS PERUBAHAN IKLIM PENGETAHUAN MAHASISWA TENTANG SENSITIVITAS PERUBAHAN IKLIM Febriyana Niken Yuliartika1, Ayu Sekartaji2 dan Miftahul Arozaq3 1,2, Mahasiswa Prodi Pendidikan Geografi FKIP UMS, 3 Pusat StudiMitigasi Pendidikan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

SISTEM RISIKO KEBAKARAN (FRS): Peringatan Dini Kebakaran Lahan & Hutan Musiman

SISTEM RISIKO KEBAKARAN (FRS): Peringatan Dini Kebakaran Lahan & Hutan Musiman SISTEM RISIKO KEBAKARAN (FRS): Peringatan Dini Kebakaran Lahan & Hutan Musiman http://geospasial.bnpb.go.id Presented by Rizaldi Boer (Team Coordinator) Centre for Climate Risk and Opportunity Management

Lebih terperinci

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Koreksi Bias Data Curah Hujan dan Suhu Luaran Model RegCM3 Data luaran RegCM3 merupakan hasil simulasi kondisi iklim yang memiliki resolusi spasial yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA. DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA...8 5W 1H BENCANA...10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA...11 SEJARAH BENCANA INDONESIA...14 LAYAKNYA AVATAR (BENCANA POTENSIAL INDONESIA)...18

Lebih terperinci

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Iklim merupakan rata-rata dalam kurun waktu tertentu (standar internasional selama 30 tahun) dari kondisi udara (suhu,

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantara dua benua, dan dua samudra serta berada di sekitar garis equator yang

BAB I PENDAHULUAN. diantara dua benua, dan dua samudra serta berada di sekitar garis equator yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terbentang dari 6 o lintang utara (LU) sampai 11 o lintang selatan (LS) dan 9 o sampai 141 o bujur timur (BT). Indonesia secara geografis terletak diantara

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

Untuk. Kota-Kabupaten atau Wilayah- Sektoral 0.2. Buku Panduan Kajian Adaptasi ICCTF ADAPTANGGUH

Untuk. Kota-Kabupaten atau Wilayah- Sektoral 0.2. Buku Panduan Kajian Adaptasi ICCTF ADAPTANGGUH Untuk Kota-Kabupaten atau Wilayah- Sektoral 0.2 Buku Panduan Kajian Adaptasi ICCTF ADAPTANGGUH Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) Jakarta, 207 Buku Panduan Kajian Adaptasi ICCTF ADAPTANGGUH 0.2

Lebih terperinci

1) Sumber Daya Air, 2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, 3) Kesehatan Manusia, 4) Ekosistem daratan,

1) Sumber Daya Air, 2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, 3) Kesehatan Manusia, 4) Ekosistem daratan, SUMBER DAYA AIR Perubahan iklim akibat pemanasan global bukan lagi dalam tataran wacana, namun secara nyata telah menjadi tantangan paling serius yang dihadapi dunia di abad 21. Pada dasarnya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang mana secara geografis terletak pada Lintang Utara

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang mana secara geografis terletak pada Lintang Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang mana secara geografis terletak pada 2 27 00-2 47 00 Lintang Utara dan 98 35 00-98

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Iklim adalah suatu kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar populasi dunia bermukim dan menjalani kehidupannya di kawasan pesisir (Bird, 2008), termasuk Indonesia. Kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar,

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total panjang keseluruhan 95.181

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota yang menjadi pusat lokasi pelaksanaan fungsi administrasi pemerintahan dan perekonomian Republik Indonesia. Hal ini memicu pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC) 1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia Haneda Sri Mulyanto Bidang Mitigasi Perubahan Iklim Kementerian Negara Lingkungan Hidup Bogor, 16 Januari 2010 Keterkaitan antara Pembangunan dan Perubahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate

I. PENDAHULUAN. global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara global. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

PEMETAAN MULTI RISIKO BENCANA PADA KAWASAN STRATEGIS DI KABUPATEN TANGGAMUS

PEMETAAN MULTI RISIKO BENCANA PADA KAWASAN STRATEGIS DI KABUPATEN TANGGAMUS PEMETAAN MULTI RISIKO BENCANA PADA KAWASAN STRATEGIS DI KABUPATEN TANGGAMUS MAPPING OF DISASTER MULTI-RISK ASSESSMENT FOR STRATEGIC AREAS IN TANGGAMUS DISTRICT Dwi Abad Tiwi Pusat Teknologi Reduksi Risiko

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Tingkat Bahaya Banjir Analisis tingkat bahaya banjir pada penelitian ini berpedoman pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Padi (Oryza Sativa) Tanamanpadimerupakantanamansemusim,termasukgolonganrumputrumputandenganklasifikasisebagaiberikut:

Lebih terperinci

KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR RIAU: STUDI KASUS KABUPATEN BENGKALIS

KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR RIAU: STUDI KASUS KABUPATEN BENGKALIS ISBN: 978-602-71798-1-3 KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR RIAU: STUDI KASUS KABUPATEN BENGKALIS Suwondo Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau email: wondo_su@yahoo.co.id Abstract Climate

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan di bumi. Dimana Iklim secara langsung dapat mempengaruhi mahluk hidup baik manusia, tumbuhan dan hewan di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa yang mendapat cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim yaitu musim penghujan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PEMETAAN RISIKO BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM BERBASIS WEB DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BANTEN TRI ATMAJA

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PEMETAAN RISIKO BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM BERBASIS WEB DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BANTEN TRI ATMAJA PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PEMETAAN RISIKO BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM BERBASIS WEB DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BANTEN TRI ATMAJA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

PENILAIAN RISIKO PPMK-DEPKES

PENILAIAN RISIKO PPMK-DEPKES PENILAIAN RISIKO BENCANA PPMK-DEPKES Kenapa perlu Penilaian risiko? Menyusun prioritas risiko bencana yg mungkin terjadi Definisi Operasional Risiko (Risk) Besarnya kemungkinan bencana akan terjadi Penilaian

Lebih terperinci

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4.1. PENDAHULUAN 4.1.1. Latar Belakang DBD termasuk salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus sebagai patogen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu paling penting dalam kebijakan pembangunan dan global governance pada abad ke 21, dampaknya terhadap pengelolaan sektor pertanian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menyebabkan terjadinya perubahan cuaca ekstrim. IPCC (2007) dalam Dewan Nasional Perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menyebabkan terjadinya perubahan cuaca ekstrim. IPCC (2007) dalam Dewan Nasional Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menyebabkan terjadinya perubahan cuaca ekstrim. IPCC (2007) dalam Dewan Nasional Perubahan Iklim (2011) menyebutkan bahwa dampak perubahan iklim

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 F. Iklim 2.9. Kondisi Iklim di Provinsi DKI Jakarta Dengan adanya perubahan iklim menyebabkan hujan ekstrem di Ibu Kota berdampak pada kondisi tanah yang tidak lagi bisa menampung volume air, dimana tanah

Lebih terperinci

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana 5.1. Area Berisiko Sanitasi Pemetaan Kelurahan dan Desa beresiko dilakukan untuk mendapatkan 4 klasifikasi kelurahan, berdasarkan

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

Kebijakan Ristek Dalam Adaptasi Perubahan Iklim. Gusti Mohammad Hatta Menteri Negara Riset dan Teknologi

Kebijakan Ristek Dalam Adaptasi Perubahan Iklim. Gusti Mohammad Hatta Menteri Negara Riset dan Teknologi Kebijakan Ristek Dalam Adaptasi Perubahan Iklim Gusti Mohammad Hatta Menteri Negara Riset dan Teknologi Outline Perubahan Iklim dan resikonya Dampak terhadap lingkungan dan manusia Kebijakan Iptek Penutup

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan kesatuan hidrologi yang kompleks dan terdiri dari berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut terdiri atas manusia, iklim, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan kita (Meiviana, dkk., 2004). Menurut Sudibyakto (2011) peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan kita (Meiviana, dkk., 2004). Menurut Sudibyakto (2011) peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena perubahan iklim bukanlah sekedar isu atau opini para ilmuwan saja, musim kemarau yang semakin panjang serta musim hujan yang semakin intensif merupakan bukti

Lebih terperinci

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian Bab 3 Deskripsi Daerah Penelitian 25 III.1. Pengantar Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dengan mengambil studi kasus praktik pendidikan dan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

Mengapa Isu Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Sangat Penting untuk Kita?

Mengapa Isu Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Sangat Penting untuk Kita? APIK Maluku 1 Mengapa Isu Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Sangat Penting untuk Kita? 2 Latar belakang Sebagian besar jumlah bencana yang terkait iklim dalam 7 tahun

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. sumber. Sedangkan adaptasi adalah upayauntuk meminimalkan dampak melalui penyesuaian pada sistem alam dan manusia.

1.1 Latar Belakang. sumber. Sedangkan adaptasi adalah upayauntuk meminimalkan dampak melalui penyesuaian pada sistem alam dan manusia. SUMBER DAYA AIR 1.1 Latar Belakang Banyaknya bencana alam yang berhubungan dengan perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir menjadi latarbelakang diselenggarakannya konvensi internasional.tahun 1992

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim mengacu pada variasi signifikan variabel pada iklim

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim mengacu pada variasi signifikan variabel pada iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim mengacu pada variasi signifikan variabel pada iklim yang terjadi dalam periode jangka panjang. Perubahan iklim dapat disebabkan karena faktor internal

Lebih terperinci

TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO

TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti perubahan pola curah hujan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELTIAN. terhadap kerentanan penghidupan rumah tangga petani dan sektor pertanian di

BAB III METODOLOGI PENELTIAN. terhadap kerentanan penghidupan rumah tangga petani dan sektor pertanian di BAB III METODOLOGI PENELTIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari perubahan iklim terhadap kerentanan penghidupan rumah tangga petani dan sektor pertanian di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 4 Tahun 2008, Indonesia adalah negara yang memiliki potensi bencana sangat tinggi dan bervariasi

Lebih terperinci

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD 4.1. Pendahuluan Kondisi iklim dan ketersediaan air yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

5.1.1 Bencana Lainnya A. Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan data yang diperoleh terdapat kejadian bencana yang diakibatkan oleh bencana angin

5.1.1 Bencana Lainnya A. Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan data yang diperoleh terdapat kejadian bencana yang diakibatkan oleh bencana angin 81 82 5.1.1 Bencana Lainnya A. Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan data yang diperoleh terdapat kejadian bencana yang diakibatkan oleh bencana angin topan juga termasuk angin putting beliung. Angin

Lebih terperinci