PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PEMETAAN RISIKO BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM BERBASIS WEB DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BANTEN TRI ATMAJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PEMETAAN RISIKO BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM BERBASIS WEB DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BANTEN TRI ATMAJA"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PEMETAAN RISIKO BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM BERBASIS WEB DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BANTEN TRI ATMAJA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 204

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Sistem Informasi Pemetaan Risiko Bencana Akibat Perubahan Iklim Berbasis Web di Provinsi Jawa Barat dan Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 204 Tri Atmaja NIM G

4 ABSTRAK TRI ATMAJA. Pengembangan Sistem Informasi Pemetaan Risiko Bencana Akibat Perubahan Iklim Berbasis Web di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Dibimbing oleh YON SUGIARTO. Pengembangan sistem informasi perubahan iklim perlu dilakukan untuk mendesiminasikan risiko iklim secara lebih interaktif dan informatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan sistem informasi pemetaan risiko perubahan iklim berbasis web di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Data yang digunakan berupa data suhu dan curah hujan bulanan selama serta data komponen pembentuk iklim. Sistem dirancang menggunakan metode rekayasa web. Pengembangan sistem ini merupakan langkah tepat untuk mendesiminasikan informasi iklim karena informasi dapat diakses dengan mudah dan cepat. Sistem ini memberikan layanan informasi berupa indeks kerentanan,, peta kapasitas,, kondisi iklim, dan kondisi umum wilayah kajian. Informasi tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan oleh pihak yang berkepentingan dalam merencanakan pembangunan suatu daerah dengan memperhatikan risiko saat ini dan masa depan. Kata kunci: desiminasi, metode rekayasa web, kebijakan. ABSTRACT TRI ATMAJA. Developing Information Systems of Mapping Disaster Risk Affected Climate Change Base on Web in West Java and Banten Province. Supervised by YON SUGIARTO. The development information systems of disaster risk maps affected climate change needs to be done to disseminate the climate disaster risk more interactive and informative. The purpose of this research is developing information systems of mapping disaster risk affected climate change base on web in West Java and Banten province. Data that used are temperature and precipitation monthly data during and risk maps components data. The system was designed using web engineering methods. Development of the information systems is the right step to disseminate information of climate disaster risk maps because the information can be accessed easily and quickly. This system provides information services such as vulnerability index, hazard maps, capacity map, disaster risks maps, climate conditions, and general conditions in study areas. The informations are expected to be considered in making policy by interested parties in the development of a regional plan in facing current and future disaster risk. Keyword : desimination, web engineering methods, policy.

5 PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PEMETAAN RISIKO BENCANA AKIBAT PERUBAHAN IKLIM BERBASIS WEB DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BANTEN TRI ATMAJA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 204

6

7 Judul Skripsi : Pengembangan Sistem Informasi Pemetaan Risiko Bencana Akibat Perubahan Iklim Berbasis Web di Provinsi Jawa Barat dan Banten Nama : Tri Atmaja NIM : G Disetujui oleh Yon Sugiarto, MSc Pembimbing I Diketahui oleh Dr Ir Tania June, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan baik. Skripsi dengan judul Pengembangan Sistem Informasi Pemetaan Risiko Bencana Akibat Perubahan Iklim Berbasis Web di Provinsi Jawa Barat dan Banten disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi penulis melibatkan banyak pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, penulis sampaikan terimakasih kepada,. Kedua orang tua penulis Ayahanda Sutoro dan Ibunda Sariyah, serta kedua kakak atas doa, dukungan, dan nasehatnya selama ini. 2. Yon Sugiarto, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat selama penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Prof. Ahmad Bey sebagai dosen pembimbing akademik. 4. Dr. Ir. Tania June, M.Sc selaku ketua departemen, Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl selaku ketua komisi kemahasiswaan serta staf pengajar GFM atas ilmu, pengetahuan dan pengalaman yang diberikan selama perkuliahan. 5. Pak Per, Pak Imron, dan Pak Ujang yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 6. Adik sekaligus sahabat dan keluarga, Enggar Yustisi Arini atas kasih sayang, dukungan, do a, dan seluruh semangat serta motivasinya. 7. Sahabat PI AREA terkasih, Ryco, Adi, dan Edi yang setia menjadi pendengar keluh-kesah dan memberikan semangat, nasihat serta masukan kepada penulis. 8. Teman-teman satu bimbingan Budhe, Nunung, Linda, dan Aul atas dukungan, kerjasama, masukan, bantuan selama bimbingan, penelitian dan penyusunan skripsi. 9. Sahabat-sahabatku tercinta sedari dulu hingga sekarang (Alan, Disti, dan Pipit). 0. Teman-teman GFM 47 yang selalu bersama atas kebersamaannya.. Teman-teman kosan Pondok Kuning dan IMAPEKA senasib sepenanggungan (Adheng, Afith, Sanjoyo, Yosra, Ali, Irfan, Arfi, Dhimas, dan Fahmi). 2. Sahabat Asrama TPB C lorong 4 kamar 45 (Pak Budi, Agan Dhimas, dan Pak Rizky). 3. Sahabatku Zhilal, Bima, Mas Wahyu, dan Mas Syahrul. 4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca. Bogor, September 204 Tri Atmaja

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian 2 METODE 3 Bahan 3 Prosedur Analisis Data 4 Pemetaan Risiko Bencana Perubahan Iklim 4 Pengembangan Sistem Informasi Berbasis Web 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Formulasi 8 Perencanaan 9 Analisis 0 Kondisi Geografi Wilayah Kajian 0 Kondisi Iklim Wilayah Kajian 0 Tren Perubahan Iklim 2 Proyeksi Perubahan Iklim 3 Bencana dan Perubahan Iklim 4 Indeks Bencana 6 Ancaman Bencana 8 Kapasitas Adaptif 8 Kerentanan Bencana 9 Risiko Bencana 9 Perancangan (Engineering) 20 Perancangan Isi atau Content 20 Perancangan Arsitektur 2 Perancangan Navigasi 22 Perancangan Keluaran 23

10 Perancangan Antarmuka 23 Pembuatan Halaman 24 Hasil dan Pengujian 25 Submenu Kondisi Geografis 25 Submenu Kondisi Iklim 26 Submenu Ancaman 27 Submenu Kapasitas 27 Submenu Kerentanan 28 Submenu Risiko 29 Evaluasi 29 SIMPULAN DAN SARAN 30 Simpulan 30 Saran 30 DAFTAR PUSTAKA 30 LAMPIRAN 34 RIWAYAT HIDUP 53

11 DAFTAR TABEL. Pembobotan indikator kapasitas a 5 2. Analisis studi kelayakan lingkungan operasi dari sisi client dan server 9 3. Jadwal pengembangan aplikasi 0 4. Pembagian menurut Ethiopian Disaster Preparedness and Prevention Commission (DPPC) b 5 5. Pembagian menurut EM-DAT The International Disaster Database c 5 6. Pembagian berdasarkan faktor penyebab dan dampaknya 6 DAFTAR GAMBAR. Peta wilayah kajian (Provinsi Jawa Barat dan Banten) 3 2. Diagram alir penelitian 4 3. Kontur curah hujan tahunan rata-rata dalam mm selama periode di Provinsi Jawa Barat dan Banten 4. Tren atau kecenderungan curah hujan tahunan pada periode pada stasiun iklim (a) Jatiwangi yang mewakili Provinsi Jawa Barat dan stasiun iklim (b) Serang yang mewakili Provinsi Banten 2 5. Tren atau kecenderungan suhu rataan tahunan pada periode stasiun iklim Jatiwangi 3 6. Struktur network (Sumber: Pressman 200 dalam Wuryantoro 2009) Diagram konteks sistem Desain navigasi sistem Sketsa antarmuka sistem Tampilan utama sistem 24. Kondisi geografis wilayah kajian (kiri) Jawa Barat (kanan) Banten Subsubmenu kondisi iklim Peta ancaman Provinsi Jawa Barat tahun Peta kapasitas Provinsi Jawa Barat Peta kerentanan Provinsi Jawa Barat Peta risiko Provinsi Jawa Barat 29 DAFTAR LAMPIRAN. Diagram alir pengembangan peta kean berbasis perubahan iklim Pembobotan indikator kerentanan d Klimograf curah hujan dan suhu udara rataan bulanan selama 30 tahun terakhir ( ) pada 23 stasiun iklim yang tersebar di Provinsi Jawa Barat dan Banten Definisi dan faktor penyebab DFD (Data Flow Diagram) Level DFD (Data Flow Diagram) Level Tampilan atas (header), kiri, tengah, dan bawah (footer) sistem Tampilan tengah sistem pada menu navigasi Pemetaan Tampilan tengah sistem pada menu navigasi Tentang Tampilan tengah sistem menu navigasi FAQ 4. Pengujian sistem 4

12

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim menjadi salah satu pemicu utama berbagai persoalan lingkungan dan manusia. Susandi et al. (2008) menyebutkan bahwa perubahan iklim dapat mengakibatkan dua hal utama yang terjadi di lapisan atmosfer paling bawah, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut. IPCC (203) juga menegaskan bahwa perubahan iklim, baik didorong oleh alam atau aktivitas manusia, dapat menyebabkan perubahan baik kemungkinan terjadinya maupun meningkatnya kejadian cuaca ekstrim seperti curah hujan ekstrim. Sejak tahun 50-an, jumlah kematian akibat iklim mengalami peningkatan sekitar 50% untuk setiap dekade (Kreimer & Munasinghe 99). Proyeksi masa depan (2050) menunjukan bahwa secara global korban jiwa akibat meningkatnya frekuensi iklim dapat mencapai jiwa/tahun dan kerugian ekonomi mencapai 300 milyar USD per tahun (SEI, IUCN, IISD 200 dalam KLH 2007). Berbagai persoalan dampak perubahan iklim ini terjadi hampir di seluruh belahan dunia termasuk di Indonesia. Berdasarkan data BNPB (20), bahwa tren di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan menurut catatan OFDA/CRED Database Bencana Internasional (2007), sepuluh kejadian terbesar di Indonesia yang terjadi dalam periode waktu terjadi setelah tahun 90-an dan sebagian besar merupakan yang terkait dengan iklim. Provinsi Jawa Barat dan Banten merupakan bagian wilayah Indonesia dengan berbagai potensi. Berbagai potensi tersebut antara lain adalah banjir, kekeringan, tanah longsor, gelombang pasang atau kenaikan muka air laut, dan angin puting beliung. Adanya fenomena perubahan iklim semakin meningkatkan potensi kejadian - tersebut. Provinsi Banten yang sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menjadikan wilayah ini sebagai salah satu wilayah yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Alasannya, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan daerah yang berdampingan langsung dengan laut sehingga rentan terhadap kenaikan muka air laut, perubahan suhu permukaan air laut, dan perubahan pola cuaca dan iklim setempat yang mana frekuensinya meningkat akibat dampak perubahan iklim ini (Hutabarat et al. 20). Sementara itu, berdasarkan data dari Database Bencana Indonesia BNPB (DIBI) sejak tahun 85 sampai 203, Provinsi Jawa Barat menjadi provinsi dengan frekuensi kejadian terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Tengah. Dengan demikian, Provinsi Jawa Barat dan Banten perlu menjadi sorotan utama dalam pengelolaan akibat perubahan iklim. Berdasarkan fenomena-fenomena di atas maka perubahan iklim yang sedang terjadi ini perlu disikapi dengan memperdalam pemahaman tentang bagaimana dampak perubahan iklim dimasa sekarang maupun mendatang dan apa yang harus dilakukan untuk meminimalisasi dampaknya. Sebagai salah satu langkah mitigasi akibat perubahan iklim di Provinsi Jawa Barat dan Banten maka pemetaan risiko di kedua provinsi tersebut perlu dilakukan. Upaya ini telah ditempuh oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) di Indonesia pada

14 2 tahun 203 yang lalu. Akan tetapi, upaya mitigasi tersebut tidak berhenti sampai disitu saja. Pengembangan sistem informasi akibat perubahan iklim merupakan langkah yang tepat dalam upaya mendesiminasikan informasi tersebut secara lebih interaktif dan efektif. Informasi ini bermanfaat bagi para pengambil keputusan dan masyarakat secara umum. Alasannya adalah pengelolaan risiko akibat perubahan iklim ini sangat penting dilakukan dalam upaya mencapai sasaran pembangunan suatu daerah yang memperhitungkan risiko saat ini dan masa depan. Informasi risiko yang berkualitas dan baik serta siap pakai akan sangat mempengaruhi kualitas keputusan yang akan diambil. Perancangan dan pembangunan sistem informasi pemetaan risiko akibat perubahan iklim yang mudah dipahami dan diinterpretasi merupakan suatu kebutuhan khusus bagi para pengambil keputusan atau kebijakan dan masyarakat secara umum. Peta risiko tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan dalam upaya minimalisasi dampak perubahan iklim. Saat ini pengembangan sistem informasi yang banyak dilakukan adalah sistem informasi berbasis komputer. Sistem ini terdiri dalam dua bentuk yaitu sistem informasi berbasis desktop dan sistem informasi berbasis web. Kemajuan teknologi dan kemudahan akses internet menjadikan pengembangan sistem informasi berbasis web sebagai langkah tepat untuk diterapkan pada penelitian ini. Di sisi lain, sistem informasi berbasis desktop juga memiliki keterbatasan mobilitas karena penyimpanan data hanya dalam suatu komputer, perlunya proses instalasi sebelum pemakaian dan tidak semua sistem operasi dapat menjalankan aplikasi ini. Oleh karena itu, sistem informasi berbasis web dipandang sebagai sistem informasi ideal yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan di atas. Para pengguna (user) akan sangat mudah mengakses situs ini dimana mereka dapat memilih menu utama yang telah disediakan admin yang akibat perubahan iklim, data indeks kerentanan (vulnerebility), peta kapasitas adaptif (adaptif capacity), dan (hazard) disertai interpretasi masing-masing peta dan indeks dari wilayah yang dipilih. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem informasi pemetaan risiko akibat perubahan iklim berbasis web yang memberikan layanan informasi iklim disertai interpretasinya sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan atau keputusan oleh pihak yang berkepentingan dalam merencanakan pembangunan suatu daerah dengan memperhitungkan risiko saat ini dan masa depan.

15 3 METODE Penelitian ini dilakukan selama semester genap tahun ajaran 204 di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor dengan wilayah kajian Provinsi Jawa Barat dan Banten (Gambar ). Gambar Peta wilayah kajian (Provinsi Jawa Barat dan Banten) Bahan Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: Jawa Barat dalam Angka , BPS (Badan Pusat Statistik) Banten dalam Angka , BPS (Badan Pusat Statistik) Dokumen Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (PERKA BNPB) No.2 Tahun 202 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana Dokumen Fifth Assessment Report (AR 5) yang dikeluarkan oleh Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) dalam laporan Climate Change 203 Dokumen Indeks Rawan Bencana Indonesia tahun 20 yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dokumen Metodologi Pengembangan Peta Kean Berbasis Perubahan Iklim dan Pengembangan Kapasitas tahun 203 yang dikeluarkan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Peta administrasi Indonesia, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten

16 4 Data suhu dan curah hujan bulanan stasiun iklim di Jawa Barat dan Banten selama periode Gambar 2 Diagram alir penelitian Prosedur Analisis Data Pemetaan Risiko Bencana Perubahan Iklim Dalam penelitian ini akan disajikan perubahan iklim dengan fokus berupa banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung, dan gelombang pasang. Untuk memperoleh perubahan iklim diperlukan komponen-komponen seperti indeks ancaman dan indeks kerentanan masing-masing serta indeks kapasitas tiap wilayah. Metodologi dan data hasil pemetaan dalam penelitian ini mengacu pada tahapan proses pengembangan peta kean berbasis perubahan iklim yang dikeluarkan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) tahun 203. Secara lengkap diagram alir metodologi tersebut terdapat pada Lampiran. a. Ancaman Bencana Indeks ancaman tiap tahun baseline (20) dalam penelitian ini diperoleh dari Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) tahun 203 yang diturunkan dari indeks kerawanan yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk tahun 20. Indeks tahun baseline tersebut selanjutnya diproyeksikan untuk tahun 2030 dan Seluruh indeks yang telah diperoleh kemudian dibagi dalam 3 kelas ancaman, yaitu rendah (Indeks < 0.33), sedang (0.33 Indeks < 0.66) dan tinggi (Indeks 0.66). Pada dasarnya indeks ini disusun berdasarkan dua komponen utama, yaitu

17 kemungkinan terjadinya suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk yang terjadi tersebut. b. Kerentanan Bencana Komposit Mengacu kepada International Strategi for Disater Reduction (ISDR) dalam Diposaptono (2007), BNPB (202), dan DNPI (203) bahwa kerentanan (vulnerability) adalah kondisi yang ditentukan oleh parameter fisik, sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan. Setiap parameter memiliki indikator masing-masing dimana setiap indikator diproyeksikan untuk mendapatkan kondisi kerentanan masa depan (tahun 2030 dan 2050). Setiap indikator tersebut memiliki bobot masing-masing pada setiap parameternya. Pembobotan tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Seluruh skor kerentanan dan indeks tiap digabung menjadi indeks kerentanan komposit tiap. c. Kapasitas Komposit Berdasarkan Perka BNPB No. 02 tahun 202, komponen kapasitas disusun berdasarkan beberapa parameter, diantaranya adalah kapasitas regulasi, kelembagaan, sistem peringatan, pendidikan pelatihan keterampilan, mitigasi dan sistem kesiapsiagaan. Indeks kapasitas tidak bergantung pada jenis akan tetapi indeks ini dibedakan berdasarkan kawasan administrasi kajian. Hal ini disebabkan karena indeks ini difokuskan kepada institusi pemerintah di kawasan kajian. Pada panelitian ini indeks kapasitas diperoleh dari Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) tahun 203. Pada dasarnya indeks ini disusun berdasarkan dua parameter, diantaranya indeks kelembagaan yang diperoleh berdasarkan expert judgement (Penilaian Pakar) dan indeks ekonomi yang dibangun berdasarkan indikator PDRB per kapita, infrastruktur jalan (panjang jalan/000 penduduk), dan IPM (DNPI 203). Pembobotan setiap indikator di atas dapat dilihat pada Tabel. Data-data indikator di atas diproyeksikan dengan menggunakan metodologi sosial dan ekonomi (laju pertumbuhan ekonomi tiap tahun atau logaritmik) untuk memperoleh kondisi kapasitas masa depan suatu daerah (BPS 2007; Sukirno 20; DNPI 203). Tabel Pembobotan indikator kapasitas a No Indikator Bobot (%) Sangat Rendah Kriteria Kapasitas Rendah Sedang Tinggi [55] Indeks Kelembagaan Sangat Tinggi Kelembagaan 00 < > 0.8 [45] Indeks Ekonomi PDRB per kapita 35 < > Infrastruktur jalan (panjang jalan/000 penduduk) 3 IPM (Indeks Pembangunan Manusia) a Sumber: DNPI < > < > 0.8 5

18 6 d. Risiko Bencana Perubahan Iklim Peta risiko untuk saat ini (current) dan masa depan (proyeksi) disusun berdasarkan data indeks ancaman, kerentanan, dan kapasitas saat ini dan masa depan dengan melihat kondisi iklim yang terjadi. Peta risiko disusun untuk tiap-tiap yang mengancam suatu daerah. Risiko Bencana = Ancaman x Kerentanan Kapasitas (BNPB 202; DNPI 203) Pengembangan Sistem Informasi Berbasis Web Sistem yang akan dirancang dan dibangun diberi nama Sistem Informasi Pemetaan Risiko Bencana Akibat Perubahan Iklim Berbasis Web. Metodologi pengembangan sistem informasi pada penelitian ini mengacu pada tahapan proses dalam rekayasa web yang dikemukakan oleh Pressman (200), yang terdiri dari tahap formulasi, perencanaan, analisis, perancangan (engineering), pembuatan halaman dan pengujian serta evaluasi terhadap aplikasi. a. Formulasi Formulasi merupakan tahap pertama yang dilakukan dalam pembuatan aplikasi web. Pada tahap ini dilakukan identifikasi tujuan dan batasan dari aplikasi web, analisis model sesuai dengan spesifikasi kebutuhan sistem serta penentuan sarana yang akan digunakan dengan tujuan untuk memaksimalkan hasil keluaran. b. Perencanaan Pada tahap ini dilakukan perkiraan biaya secara keseluruhan, evaluasi risiko yang mungkin terjadi, perencanaan jadwal pengembangan aplikasi, dan menentukan kebutuhan-kebutuhan informasi apa saja yang diperlukan untuk menghasilkan beberapa report yang akan ditampilkan pada sistem. c. Analisis Tahap selanjutnya adalah tahap analisis yang merupakan tahap untuk mengidentifikasikan isi yang akan ditampilkan dalam sistem dan menentukan kebutuhan untuk estetika pada desain. Proses analisis dilakukan dengan meneliti data pembentuk berbasis perubahan iklim dan komponennya yang diperoleh dari Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Data tersebut diantaranya data indeks ancaman, kerentanan, kapasitas, dan data indeks risiko perubahan iklim. d. Perancangan (Engineering) Pada tahap ini dibagi menjadi dua pekerjaan yang dilakukan secara paralel, yaitu desain isi informasi dan desain arsitektur web. Tahapan perancangan sistem yang terdapat pada proses ini meliputi :. Perancangan Isi atau Content Dalam perancangan ini akan dirancang isi dan database yang digunakan berdasarkan kebutuhan informasi yang telah dianalisis pada tahap analisis. 2. Perancangan Arsitektur Perancangan arsitektur yang dilakukan berkaitan dengan struktur kinerja sistem secara keseluruhan dan pola desain aplikasi karena terikat pada tujuan pembuatan dan pengguna sistem. Untuk melakukan perancangan ini

19 diperlukan suatu aliran kerja yang terstruktur agar dapat mengatur dan mengarahkan pengembangan sistem. 3. Perancangan Navigasi Pada tahap ini ditentukan navigasi ke halaman-halaman web berdasarkan arsitektur yang sudah terbentuk sehingga memungkinkan pengguna untuk mengakses isi web dan layanan-layanan yang disediakan. 4. Perancangan Keluaran (Output) Perancangan ini bertujuan untuk menghasilkan keluaran. Keluaran yang dihasilkan harus dapat memenuhi kebutuhan informasi akan berbasis perubahan iklim. Selain itu, keluaran sistem juga harus memenuhi kebutuhan informasi yang diinginkan oleh pengguna dan disesuaikan dengan hak akses pengguna. Keluaran yang dihasilkan dari aplikasi web merupakan hasil dari proses manajemen data pada sistem. 5. Perancangan Antarmuka Perancangan ini membahas mengenai antarmuka yang digunakan untuk pengembangan sistem. Perancangan antarmuka dibuat dalam bentuk tag HTML yang kemudian disimpan dalam bentuk eksistensi PHP untuk memudahkan proses pengkodean dan penggabungan, seluruh file yang dieksekusi berupa file PHP. Namun, file juga dapat disimpan dalam bentuk HTML. e. Pembuatan Halaman dan Pengujian Pembuatan halaman yang menghasilkan suatu halaman web dilakukan dengan pembuatan program menggunakan PHP yang dapat dieksekusi dalam bentuk HTML. Pembuatan program dengan kode PHP juga dilakukan untuk melakukan koneksi ke dalam database server. Pembuatan program dengan kode PHP dilakukan baik secara embedded maupun nonembedded. Embedded dilakukan dengan menyisipkan kode PHP di dalam kode HTML sedangkan nonembedded dilakukan dengan menyisipkan kode HTML di dalam kode PHP. Sementara tahap pengujian diperlukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kesalahan pada script atau form untuk kemudian dapat dilakukan perbaikan. f. Evaluasi Tahap ini dilakukan untuk mengetahui kualitas suatu aplikasi atau sistem yang mengandung faktor-faktor sebagai berikut:. Usability Evaluasi yang didasarkan pada nilai estetis dan pemahaman dari seluruh isi situs. 2. Functionality Evaluasi yang didasarkan pada kemampuan proses pencarian data, navigasi, dan browsing. 3. Reliability Evaluasi yang didasarkan pada ketepatan proses link dan validasi input. 4. Efficiency Evaluasi yang didasarkan pada kecepatan peta dan membuka halaman baru. 5. Maintainability Evaluasi yang didasarkan pada kemudahan untuk memperbaiki aplikasi web dan kemampuan untuk beradaptasi. 7

20 8 Tahapan evaluasi ini akan dilakukan dengan melibatkan seluruh orang, lembaga atau instansi baik yang mengembangkan ataupun yang menggunakan peta kean berbasis perubahan iklim ini. g. Penggunaan Perangkat Keras dan Lunak Spesifikasi perangkat keras yang digunakan dalam pengembangan aplikasi web ini adalah: Laptop dengan prosessor Intel (R) Core (TM) i5-3337u GHz.80 GHz RAM 4 GB Harddisk 500 GB Serial ATA 5400 RPM Sedangkan spesifikasi perangkat lunak yang digunakan adalah: Windows 7 Ultimate sebagai sistem operasi Apache sebagai server yang terintegrasi dengan PHP dan MySQL pada perangkat lunak XAMPP PHP sebagai bahasa pemrogaman MySQL sebagai basis data Adobe CS6 untuk pengolah aplikasi pemetaan dan pengolah gambar atau pengembangan halaman antarmuka web. Microsoft Office 200 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem informasi merupakan interaksi dan atau kombinasi terorganisasi dari orang-orang (people), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan jejaring komunikasi yang dapat mengumpulkan, memanipulasi, menyimpan, dan menyebarluaskan segala keterangan atau data penting dan bermanfaat bagi para pengambil keputusan dalam mencapai tujuannya (Stairs & Reynold 200; O Brien 2005). Efektifnya penyebaran informasi melalui web dan pentingnya desiminasi informasi perubahan iklim terutama dalam pengambilan keputusan maka pengembangan sistem informasi akibat dampak perubahan iklim berbasis web perlu dilakukan. Formulasi Pengembangan sistem informasi pemetaan risiko akibat perubahan iklim berbasis web bertujuan untuk mendesiminasikan informasi perubahan iklim dan interpretasinya secara lebih interaktif dan efektif. Hal ini dikarenakan informasi dapat dengan mudah diakses oleh pengguna dimana saja dan kapan saja serta disajikan dengan tampilan menarik. Desiminasi informasi tersebut penting karena dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan atau keputusan oleh pihak yang berkepentingan dalam merencanakan pembangunan suatu daerah, khususnya di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Berdasarkan dokumen yang dikeluarkan oleh DNPI tahun 203 mengenai Pengembangan Peta Kean Berbasis Perubahan Iklim dan Pengembangan

21 Kapasitas di Provinsi Jawa Barat dan Banten maka diperoleh gambaran secara umum mengenai apa yang akan dimuat dalam sistem informasi ini. 9 Perencanaan Pada penelitian ini studi kelayakan secara finansial tidak dilakukan. Sementara studi kelayakan secara teknis dilakukan dengan menganalisis lingkungan operasi dari sisi client dan server akan kebutuhan perangkat lunak dan perangkat keras sistem seperti yang ditunjukan oleh Tabel 2. Selain itu studi kelayakan operasional juga dilakukan. Hasil dari uji kelayakan tersebut menunjukan bahwa sistem ini dapat dikembangkan karena data atau bahan masukan sistem bersumber dari dokumen yang dikeluarkan oleh DNPI sehingga data-data sistem merupakan data terpercaya. Selain itu, sasaran dari sistem ini terutama adalah para pengambil keputusan atau kebijakan dan masyarakat secara umum yang mempunyai sumberdaya untuk mengoperasikan sistem ini baik dari sumberdaya intelektualitasnya maupun sumberdaya perangkat lunak dan perangkat kerasnya. Tabel 2 Analisis studi kelayakan lingkungan operasi dari sisi client dan server Lingkungan Operasi Server Client Perangkat Lunak Windows, Linux, Mac OS X sebagai sistem operasi Apache atau IIS (Internet Information Server) sebagai web server ArcGIS 0 Adobe CS6 sebagai pengolah gambar Windows, Linux, Mac OS X sebagai sistem operasi Internet Explorer, Opera, atau Mozila sebagai web browser Perangkat Keras Processor dengan clock speed 2 GHz Memori 52 MB Kapasitas Harddisk 80 GB Processor dengan clock speed GHz Memori 256 MB Selain studi kelayakan di atas, pencarian informasi pendukung lainnya yang dibutuhkan juga dilakukan. Informasi yang dibutuhkan tersebut adalah segala informasi mengenai pengembangan peta kean berbasis perubahan iklim beserta komponen pembentuknya yang diperoleh dari Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Badan Pusat Statistik (BPS) dan beberapa literatur. Perencanaan pengembangan aplikasi diarahkan oleh dosen pembimbing sehingga evaluasi risiko yang mungkin terjadi telah didiskusikan. Sementara itu, jadwal pengambangan aplikasi mengikuti Tabel 3.

22 0 Tabel 3 Jadwal pengembangan aplikasi Kegiatan Formulasi Analisis Perancangan Pembuatan halaman dan pengujian Evaluasi dan finishing Bulan Sept Feb. Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Analisis Isi yang akan ditampilkan dalam sistem perlu diidentifikasi. Hal ini bertujuan unuk memahami isi atau content dari sistem ini. Tahap ini disebut sebagai analisis. Proses ini dilakukan dengan meneliti data pembentuk berbasis perubahan iklim dan komponennya. Kondisi Geografi Wilayah Kajian. Provinsi Jawa Barat Secara geografis Provinsi Jawa Barat terletak di antara 5 o 50' 7 o 50' Lintang Selatan dan 04 o 48' - 08 o 48' Bujur Timur. Jawa Barat terbagi atas 26 kab/kota (meliputi 7 Kabupaten dan 9 Kota) dan 626 kecamatan serta terbagi atas daerah perkotaan sebanyak 2664 dan perdesaan sebanyak Jumlah Penduduk di Jawa Barat menurut Hasil Survei Sosial Ekonomi Masyarakat Nasional 20 adalah sebanyak jiwa dengan jumlah rumah tangga sebesar Kepadatan Penduduk di Jawa Barat Pada tahun 20 adalah.8 orang/km 2, dengan luas wilayah sebesar 37.6,54 km 2. Garis Kemiskinan wilayah ini pada tahun 200 sebesar Rp per kapita per bulan (Jawa Barat dalam Angka 202). 2. Provinsi Banten Secara geografis, Provinsi Banten terletak antara 5 07'50 7 0'0 Lintang Selatan dan 05 0' '2 Bujur Timur. Provinsi Banten memiliki luas sebesar 9.662,92 km 2 yang terbagi atas empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang dan empat kota yaitu Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Serang, dan Kota Cilegon. Pada tahun 20 jumlah penduduk di wilayah Provinsi Banten berjumlah sebanyak jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai.39 jiwa/km 2 (Banten dalam Angka 202). Kondisi Iklim Wilayah Kajian Iklim merupakan kondisi rata-rata cuaca dalam jangka waktu yang relatif panjang yaitu sekitar 30 tahun (IPCC 203). Iklim merupakan komponen utama dalam pembuatan. Dalam mengidentifikasi iklim masa depan, dua unsur iklim yang paling sering diamati adalah curah hujan dan suhu udara.

23 Oleh karena itu, sistem informasi pada penelitian ini membahas dua unsur iklim di atas. Analisis sebaran curah hujan rataan selama periode di wilayah Jawa Barat dan Banten seperti ditunjukan pada Gambar 3 menjelaskan bahwa curah hujan maksimum terjadi di wilayah tengah bagian timur dan barat. Sementara pada bagian utara yaitu pesisir utara Jawa Barat dan Banten hanya memiliki curah hujan yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian pesisir selatan Jawa Barat maupun Banten. Curah hujan maksimum pertama bernilai 4200 mm namun hanya mencakup wilayah yang sangat sempit. Curah hujan maksimum selanjutnya (3600 mm) yang berada di sebelah tengah bagian barat menjangkau wilayah yang cukup luas. Kedua curah hujan maksimum ini berada di daerah pegunungan sehingga tingginya curah hujan tersebut disinyalir disebabkan oleh hujan orografis. Gambar 3 Kontur curah hujan tahunan rata-rata dalam mm selama periode di Provinsi Jawa Barat dan Banten Sementara itu, pola hujan dan kondisi suhu udara Provinsi Jawa Barat dan Banten dipresentasikan pada klimograf di Lampiran 3. Analisis pola hujan kedua provinsi menunjukan bahwa kedua wilayah didominasi oleh pola monsunal (monsoon). Hal ini sesuai dengan pendapat Tjasyono (2004) dan Aldrian & Susanto (2003) bahwa wilayah Jawa, termasuk didalamnya Provinsi Jawa Barat dan Banten, didominasi oleh pola monsun. Pola ini dicirikan dengan satu puncak musim hujan. Stasiun dengan puncak hujan relatif tinggi adalah stasiun Geofisika Bandung, Citeko, dan Pusakanegara dengan puncak mencapai 500 mm/bulannya. Pusakanegara selain memiliki puncak hujan yang tinggi juga memiliki curah hujan yang relatif rendah sepanjang tahun. Stasiun lain yang curah hujannya relatif rendah sepanjang tahun diantaranya adalah stasiun Tangerang (Geofisika Tangerang), Serang Banten, dan Sukamandi. Stasiun-stasiun tersebut memiliki puncak hujan dibawah 00 mm/bulan selama empat bulan berturut-turut (Juni hingga September).

24 2 Pola suhu udara untuk kedua provinsi menunjukan fluktuasi yang relatif kecil. Hal ini diakibatkan karena letak wilayah Indonesia yang berada di wilayah tropis. Fluktuasi suhu bulanan hanya berkisar -2 0 C. Fluktuasi tajam hingga 0 0 C hanya terjadi pada wilayah Cibinong dengan suhu terendah 25 0 C dan maksimum 35 0 C. Hal ini disebabkan karena wilayah tersebut adalah wilayah urban. Kisaran suhu udara untuk daerah dataran berkisar antara C (Stasiun iklim Jastisari, Sukamandi, Pusakanegara) dengan suhu udara relatif rendah pada daerah tinggi (Stasiun iklim Cipanas dan Citeko). Kondisi ini diakibatkan karena suhu udara akan menurun dengan naiknya ketinggian tempat. Tren Perubahan Iklim Perubahan iklim merupakan sebuah perubahan sistem iklim dalam skala besar yang berlangsung selama beberapa dekade atau kurang yang perubahannya tetap (atau diperkirakan tetap) untuk setidaknya beberapa dekade dan menyebabkan dampak besar terhadap manusia dan sistem alam (IPCC 203). IPCC (203) menegaskan bahwa selama seratus tahun terakhir ( ) suhu permukaan bumi rata-rata telah meningkat sekitar 0.74 o C dengan pemanasan yang lebih besar pada daratan dibandingkan lautan. Selain itu, kurun waktu merupakan tahun-tahun terpanas dalam catatan instrumen temperatur permukaan (sejak 850). Fenomena perubahan iklim ini terjadi secara global termasuk di Indonesia yang mana perubahannya diindikasi dengan adanya perubahan suhu (Rozari et al. 992; IPCC 203), perubahan pola hujan, dan pergeseran musim atau musim semakin kering atau musim kemarau lebih panjang (Kaimuddin 2000; Tobing 2007). Oleh karena itu, analisis perubahan iklim untuk Provinsi Jawa Barat dan Banten dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat tren atau kecenderungan kedua unsur iklim di atas. Analisis tren atau kecenderungan suhu dan curah hujan di wilayah Jawa Barat dan Banten dipresentasikan pada Gambar 4 dan 5. Dalam analisis ini, setiap Provinsi diwakilkan oleh satu stasiun iklim. Stasiun iklim Jatiwangi mewakili Provinsi Jawa Barat dan stasiun iklim Serang mewakili Provinsi Banten. Pemilihan stasiun ini disebabkan karena keterbatasan data dan pengaruh fenomena global yang sama untuk kedua wilayah (DNPI 203). Gambar 4 Tren atau kecenderungan curah hujan tahunan pada periode pada stasiun iklim (a) Jatiwangi yang mewakili Provinsi Jawa Barat dan stasiun iklim (b) Serang yang mewakili Provinsi Banten

25 Pada stasiun Jatiwangi perubahan curah hujan tahunan menunjukan tren signifikan dengan kisaran curah hujan rendah dan tinggi antar tahun menunjukan jarak yang relatif lebar. Sementara pada stasiun Serang, curah hujan menunjukan tren positif dengan peningkatan yang relatif kecil tiap tahunnya. Selain itu, keragaman curah hujan tahunannya pun relatif kecil (Gambar 4b). Kedua kondisi ini sesuai dengan pernyataan Rataq (2007) & Susandi (2007) yang menegaskan bahwa akibat perubahan iklim yang terus berlanjut, diperkirakan Indonesia akan mengalami peningkatan curah hujan sebesar 2% hingga 3% per tahun. Selain melihat tren curah hujan, perubahan iklim juga dapat diindikasikan melalui perubahan suhu. Analisis perubahan suhu dilakukan untuk stasiun Jatiwangi yang memiliki data relatif lengkap. Perubahan suhu pada stasiun Jatiwangi selama periode menunjukan adanya laju peningkatan relatif kecil per tahun (Gambar 5). Walaupun demikian bila diperhatikan kecendrungannya adalah terjadi peningkatan suhu udara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rozari et al. (992) dan IPCC (203) yang menyatakan bahwa fenomena perubahan iklim telah mengakibatkan peningkatan suhu udara secara global termasuk Indonesia. Suhu rata-rata udara di permukaan tanah Indonesia meningkat sekitar 0.5 C pada abad ke-20 (BAPPENAS 2009). 3 Gambar 5 Tren atau kecenderungan suhu rataan tahunan pada periode stasiun iklim Jatiwangi Proyeksi Perubahan Iklim Proyeksi perubahan iklim masa depan dapat dianalisis berdasarkan data luaran model iklim global (Global Climate Model) CCSM4. Sementara untuk menangkap skenario emisi masa depan digunakan skenario Representative Concentration Pathway (RCP) 4.5 dan 8.5. Hingga saat ini, dari berbagai model proyeksi perubahan iklim, hanya tersedia dua skenario emisi yang relatif lengkap yang menggambarkan kondisi emisi masa depan. Skenario tersebut adalah skenario emisi RCP 4.5 dan RCP 8.5. RCP 4.5 merupakan skenario emisi yang moderate sedangkan skenario emisi RCP 8.5 adalah skenario emisi yang memproyeksikan kondisi terburuk (worst scenario) dari emisi CO 2 di atmosfer pada masa mendatang (DNPI 203). Luaran model adalah data curah hujan, suhu maksimum dan minimum bulanan untuk periode 2030 ( ) dan 2050 ( ). Luaran model ini dapat digunakan untuk penentuan indeks masa mendatang.

26 4 Berdasarkan hasil luaran model iklim CCSM4 dengan skenario RCP4.5 menunjukan bahwa perubahan curah hujan rata-rata untuk 23 stasiun iklim pada tahun 2030 mencapai 50% jika dibandingkan dengan baseline (curah hujan tahun 20). Pada tahun 2050 peningkatan bahkan mencapai hingga 02%. Sementara pada skenario RCP8.5, curah hujan meningkat hingga 85.2% pada tahun 2030 dan 63.8% pada tahun Hal ini sesuai dengan pernyataan Rataq (2007) dan BAPPENAS (2009) yang menyebutkan bahwa pada masa mendatang diperkirakan musim kemarau berlangsung lebih panjang sementara musim hujan lebih singkat namun lebih lebat bahkan peningkatan curah hujan Indonesia dapat mencapai 2% hingga 3% per tahun. Artinya, jika tahun 20 dijadikan sebagai tahun baseline maka proyeksi peningkatan curah hujan tahun 2030 adalah sekitar 38% hingga 57% dan sekitar 78% hingga 7% pada tahun Sementara untuk suhu udara, rata-rata untuk 23 stasiun perubahannya mencapai.0 o C pada tahun 2030 dan.2 o C pada tahun 2050 untuk skenario emisi RCP4.5 sedangkan pada skenario emisi RCP8.5 perubahan suhu udara tahun 2030 sama dengan RCP4.5, o C dan.7 o C pada Rata-rata suhu udara Indonesia diproyeksikan meningkat sebesar 0.8 C hingga.0 C antara tahun , jika dibandingkan dengan periode data dasar tahun (BAPPENAS 200); dan antara 2. C hingga 3.4 C pada tahun 200 (Boer & Faqih 2005; Rataq 2007). Bencana dan Perubahan Iklim Menurut BNPB (202) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat terjadi apabila terdapat peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Jika terjadi suatu ancaman (hazard) tetapi masyarakat tidak rentan maka masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu tersebut, sementara jika kondisi masyarakat rentan dan terjadi peristiwa yang mengancam maka akan terjadi. Bencana terdiri dari berbagai bentuk. Menurut UU No. 24 tahun 2007 dikelompokan kedalam tiga kategori yaitu alam, nonalam, dan sosial. Bencana alam adalah yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor sedangkan non-alam adalah yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial merupakan yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror. Di sisi lain, Ethiopian Disaster Preparedness and Prevention Commission (DPPC) mengelompokkan berdasarkan jenisnya yaitu alam (Natural hazard) dan akibat manusia (Human made hazard). Bencana alam adalah akibat proses alam yang manusia tidak atau sedikit memiliki kendali. Manusia hanya dapat meminimalisasi dampaknya dengan mengembangkan kebijakan yang sesuai, seperti tata ruang dan wilayah,

27 dan prasyarat bangunan. Sementara akibat manusia merupakan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan kerugian fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Untuk lebih jelasnya perhatikan Tabel 4 di bawah. Tabel 4 Pembagian menurut Ethiopian Disaster Preparedness and Prevention Commission (DPPC) b Jenis Bencana Bentuk Contoh Bencana Alam Bencana Geologi Gempa bumi, Tsunami, Aktivitas Vulkano, Longsor atau gerakan massa bumi, subsidensi, surface collapse, dan geological fault activity Bencana Akibat Manusia b Sumber: Handmer 2007 Bencana Hidro-meteorologi Bencana Biologi Bencana Teknologi Environmental degradation Conflict banjir dan semburan lumpur, siklon tropis, badai atau cuaca ekstrim, kekeringan, desertifikasi, kebakaran hutan, gelombang panas, badai pasir, permafrost, dan longsor salju EM DAT The International Disaster Database membagi kedalam lima kategori. Tipe-tipe tersebut diantaranya geofisik, meteorologi, hidrologi, klimatologi, dan biologi. Untuk lebih jelasnya perhatikan Tabel 5 di bawah. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan pembagian berdasarkan faktor penyebab dan dampaknya. Bencana ini terdiri dari satu arah (single variable) dan dua arah (dual variable). Bencana satu arah (single variable) adalah yang diakibatkan oleh faktor alami dan berdampak pada manusia dan lingkungan sedangkan dua arah (dual variable) adalah yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan berdampak pada manusia itu sendiri dan lingkungannya. Bencana- yang termasuk kedalam satu arah dan dua arah dapat dilihat pada Tabel 6. 5 penyebaran penyakit epidemik, infeksi tanaman atau hewan, dan penyebarluasan kutu polusi air dan udara, paparan radioaktif, ledakan, dan sebagainya rusaknya sumber daya lingkungan dan keragaman hayati serta terganggunya ekosistem konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror Tabel 5 Pembagian menurut EM-DAT The International Disaster Database c Tipe Bencana Contoh Geofisik Gempa Bumi, Vulkano, dan Pergerakan Tanah (kering) Meteorologi Badai Hidrologi Banjir, Pergerakan Tanah (Basah) Klimatologi Temperatur Ekstrem, Kekeringan, dan Kebakaran Hutan Biologi Epidemik, Infestasi Serangga, dan Infeksi Binatang c Sumber: EM-DAT: The OFDA/CRED International Disaster Database

28 6 Tabel 6 Pembagian berdasarkan faktor penyebab dan dampaknya Jenis Bencana Bencana Satu Arah (Single Variable) Gempa Bumi Tsunami Aktivitas Vulkano Subsidensi Tanah Pergerakan Tanah Siklon Tropis Badai/Puting Beliung/Cuaca Ekstrem Kekeringan Desertifikasi Gelombang Panas Badai Pasir Longsor Salju Temperature Ektrem Gelombang Pasang Bencana Dua Arah (Dual Variable) Banjir Tanah Longsor Semburan Lumpur Kebakaran Hutan Penyebaran Penyakit Polusi Air dan Udara Perubahan iklim sebagai implikasi dari pemanasan global telah meningkatkan frekuensi khususnya iklim di Indonesia. Menurut catatan OFDA/CRED Database Bencana Internasional (2007), sepuluh kejadian terbesar di Indonesia yang terjadi dalam periode waktu terjadi setelah tahun 90-an dan sebagian besar merupakan yang terkait dengan iklim seperti hidrometeorologi. Menurut BNPB, hidrometeorologi seperti banjir, longsor, puting beliung, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, dan gelombang pasang akan mendominasi dibandingkan dengan geologi, sosial, dan biologi. Data tahun menunjukkan bahwa sekitar 89% dari total di Indonesia didominasi oleh hidrometeorologi (BNPB 202). Bahkan pada tahun 202 hidrometeorologi terjadi rata-rata hampir 70% dari total di Indonesia (Pratiwi 202). Oleh karena itu, analisis terkait perubahan iklim dalam penelitian ini memilih lima yang frekuensi kejadiannya cukup tinggi di Indonesia. Bencana- tersebut diantaranya adalah banjir, kekeringan, tanah longsor, gelombang pasang, dan puting beliung. Penjelasan mengenai definisi dan faktor-faktor penyebab di atas diuraikan dalam Lampiran 4. Indeks Bencana Untuk mengkuantifikasi dampak perubahan iklim terhadap kejadian maka disusunlah indeks iklim. Indeks ini menggambarkan kerentanan wilayah terhadap suatu. Indeks ini disusun berdasarkan data kondisi iklim saat ini (current) dan proyeksi masa depan. Pada penelitian ini disusun lima buah indeks terkait iklim, diantaranya indeks banjir, kekeringan, tanah longsor, gelombang pasang, dan puting beliung.

29 Berdasarkan informasi indeks yang diperoleh dari Dokumen Pengembangan Peta Kean Berbasis Perubahan Iklim di Jawa Barat dan Banten tahun 203 bahwa indeks masing-masing cukup beragam. Pada tahun 20 (baseline), indeks banjir di Provinsi Jawa Barat berselang dari hingga.0000 sedangkan Provinsi Banten antara Indeks terkecil ditempati oleh Kabupaten Garut dan Kabupaten Pandeglang sedangkan indeks tertinggi ditempati oleh Kota Bandung dan Kota Tangerang Selatan. Kota Bandung merupakan kota yang terletak di wilayah cekungan sehingga sangat memungkinkan untuk terjadi banjir. Pada kekeringan, Kota Bogor dan Serang-lah yang menempati indeks tertinggi ini sedangkan Kabupaten Garut dan Kabupaten Lebak menempati indeks terendah. Selang indeks ini berkisar antara untuk Provinsi Jawa Barat dan untuk Provinsi Banten. Bencana tanah longsor sangat mengancam Kota Bandung dan Kabupaten Lebak dengan indeks berturut-turut.0000 dan Sementara itu, gelombang pasang sangat mengancam daerah-daerah pesisir seperti Kabupaten Sukabumi, Cianjur, dan Kota Tangerang. Kota Bandung dan Kota Serang juga terancam oleh puting beliung dengan indeks berturut-turut.0000 dan Proyeksi indeks masa depan pada skenario emisi RCP4.5 dan RCP8.5 menunjukan hasil yang tidak terlalu beragam. Setiap pada masing-masing proyeksi menunjukan skala maksimalnya baik pada tahun 2030 dan Proyeksi tersebut juga menunjukan bahwa Kota Bandung merupakan daerah dengan indeks tertinggi untuk setiap kecuali gelombang pasang karena wilayah ini tidak memiliki pantai. Sementara pada Provinsi Banten indeks setiap bervariasi. Pada Provinsi ini, Kabupaten Pandeglang-lah yang merupaka daerah dengan indeks terkecil untuk banjir dan tanah longsor pada setiap proyeksi. Sementara gelombang pasang lebih mengancam provinsi ini karena hampir seluruh kabupaten dan kotanya berbatasan langsung dengan laut terkecuali Kota Tangerang dan Tangerang Selatan Tingginya indeks masing-masing di atas diakibatkan oleh beberapa faktor. Perubahan suhu dan curah hujan akibat fenomena perubahan iklim ditengarai meningkatkan risiko kekeringan, banjir dan erosi (Rataq 2007; BAPPENAS 2009). Tingginya kekeringan dan banjir di wilayah ini juga diakibatkan oleh vaiabilitas iklim berupa ENSO (El Nino Southern Oscillation Indeks). Cuaca Indonesia amat terpengaruh ENSO dan dengan demikian cukup rawan terhadap fluktuasi yang lebih ekstrem. kejadian La Nina membawa tingkat curah hujan yang lebih tinggi (banjir) dan suhu lebih rendah sementara El Nino menimbulkan suhu lebih tinggi dan curah hujan lebih sedikit (kekeringan) (DNPI 203). Disamping itu, perubahan musim kemarau yang menjadi lebih panjang dapat menyebabkan kekeringan sementara pola hujan yang lebih singkat namun lebih lebat diprediksi akan menyebabkan banjir semakin sering terjadi (Boer & Subbiah 2005; Rataq 2007; Susandi 2007). Perubahan kecepatan dan arah angin, tekanan udara, pembentukan awan, arus laut, suhu dan tinggi muka laut juga kemungkinan dapat menimbulkan badai dan topan yang lebih parah. Bencana longsor juga kemungkinan meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya erosi, curah hujan dan limpasan air. Susandi et al. (2008) dan Boer & Perdinan (2008) juga menerangkan bahwa dampak perubahan iklim akan 7

30 8 meningkatkan frekuensi alam/cuaca ekstrim (tanah longsor, banjir, kekeringan, badai tropis, dll.) dan mengancam ketersediaan air, kenaikan muka laut, menyebabkan banjir permanen dan kerusakan infrastruktur di daerah pantai. Ancaman Bencana Ancaman merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang berpotensi mengakibatkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan (BNPB 20). Oleh karena itu, ancaman menjadi salah satu input dalam pengembangan pemetaan risiko akibat perubahan iklim. Berdasarkan analisis data indeks rawan dari BNPB (20) diperoleh informasi bahwa Provinsi Jawa Barat dan Banten merupakan dua provinsi dengan tingkat kerawanan berbagai (multihazard) yang tinggi. Akan tetapi, Provinsi Jawa Barat menempati urutan lebih tinggi daripada Provinsi Banten dengan skor indeks rawan sebesar 200 sedangkan Banten hanya 33. Pada level kabupaten/kota, seluruh kabupaten/kota di Provinsi Banten memiliki skor kerawanan yang tinggi kecuali Tangerang Selatan yang memiliki skor sedang. Sementara itu, kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat memiliki skor yang tinggi seluruhnya bahkan lima dari enam kabupaten/kota dengan skor kerawanan tertinggi di Indonesia ditempati kabupaten/kota dari Jawa Barat. Kelima kabupaten tersebut diantaranya Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Bandung, Bogor, dan Sukabumi. Kapasitas Adaptif Kapasitas adaptif dalam lingkup perubahan iklim diartikan sebagai kemampuan dari suatu sistem untuk melakukan penyesuaian (adjust) terhadap perubahan iklim sehingga potensi dampak negatif dapat dikurangi dan dampak positif dapat dimaksimalkan. Sesuai dengan arahan dari Perka BNPB No.2/202 dan DNPI 203, indeks kapasitas adaptif terdiri dari dua indikator, yaitu kapasitas ekonomi dan kapasitas kelembagaan. Dalam penelitian ini kapasitas kelembagaan didapatkan dari expert judgement (penilaian pakar). Sementara untuk kapasitas ekonomi diperoleh melalui pertimbangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kondisi infrastruktur jalan, dan PDRB per kapita suatu daerah. Kedua kapasitas ini dijadikan satu menjadi kapasitas adaptif dengan pembobotan 55% untuk kapasitas kelembagaan dan 45% untuk kapasitas ekonomi. Dalam mengintegrasikan dengan kondisi kapasitas di atas terhadap sistem maka ditampilkan peta kapasitas adaptif tiap tahun kajian. Hasil analisis terhadap kapasitas adaptif dan hasil proyeksinya pada tahun 2030 dan 2050 untuk kedua provinsi menunjukkan bahwa kapasitas seluruh kabupaten atau kota kedua provinsi semakin membaik dengan semakin bertambahnya waktu. Peta tahun baseline (20) menunjukan bahwa sebagian kapasitas kabupaten/kota tidak terlalu bervariasi. Sebagian besar wilayah kota memiliki kapasitas yang tinggi dibandingkan kabupaten-kabupaten sepeti Kota Cilegon, Kota Tangerang dan Tangerang Selatan, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar, dan Kota Cirebon. Sementara hanya sebagian kecil kabupaten yang memiliki kapasitas tinggi (contohnya Kabupaten Bogor, Bekasi, dan Karawang) sisanya berkapasitas adaptif sedang. Tingginya kapasitas di perkotaan daripada kabupaten disebabkan karena pembangunan dan regulasi di wilayah kota lebih

PENGEMBANGAN METODE KAJIAN RISIKO IKLIM FOKUS ANAK

PENGEMBANGAN METODE KAJIAN RISIKO IKLIM FOKUS ANAK PENGEMBANGAN METODE KAJIAN RISIKO IKLIM FOKUS ANAK Temuan Kunci 1. Perubahan iklim dapat berdampak terhadap capaian Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak 2. Diperlukan sebuah metode untuk menilai tingkat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bencana banjir berdasarkan data perbandingan jumlah kejadian bencana di Indonesia sejak tahun 1815 2013 yang dipublikasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia Haneda Sri Mulyanto Bidang Mitigasi Perubahan Iklim Kementerian Negara Lingkungan Hidup Bogor, 16 Januari 2010 Keterkaitan antara Pembangunan dan Perubahan

Lebih terperinci

Kementerian PPN/Bappenas

Kementerian PPN/Bappenas + Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) Kementerian PPN/Bappenas Perubahan Iklim dan Dampaknya di Indonesia 2013 + OUTLINE 2 I. LATAR BELAKANG II. III. IV. HISTORI KONDISI IKLIM INDONESIA

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi untuk menggunakan teknologi semaksimal mungkin agar dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi untuk menggunakan teknologi semaksimal mungkin agar dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya teknologi informasi di Indonesia menuntut semua bidang informasi untuk menggunakan teknologi semaksimal mungkin agar dapat memberikan informasi

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i. Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii. Sambutan-Dewan Editorial v

DAFTAR ISI. Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i. Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii. Sambutan-Dewan Editorial v DAFTAR ISI Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii Sambutan-Dewan Editorial v Dewan Editorial vii ix Daftar Tabel xvi Daftar Gambar xix AMANAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang paling hangat dibicarakan secara global belakangan ini. Meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer adalah pertanda iklim

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Kebutuhan Sistem Tahap implementasi sistem adalah tahap yang mengubah hasil analisis dan perancangan ke dalam bahasa pemrograman yang dimengerti oleh komputer sehingga

Lebih terperinci

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang PENGANTAR MITIGASI BENCANA Definisi Bencana (1) Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global (global warming) merupakan isu lingkungan yang hangat diperbincangkan saat ini. Secara umum pemanasan global didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana

Lebih terperinci

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang. Letak Kabupaten Majalengka secara geografis di bagian Timur Provinsi Jawa Barat yaitu Sebelah Barat antara 108 0 03-108 0 19 Bujur Timur, Sebelah Timur 108 0 12-108 0 25 Bujur Timur, Sebelah Utara antara

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 4 Tahun 2008, Indonesia adalah negara yang memiliki potensi bencana sangat tinggi dan bervariasi

Lebih terperinci

Penataan Kota dan Permukiman

Penataan Kota dan Permukiman Penataan Kota dan Permukiman untuk Mengurangi Resiko Bencana Pembelajaran dari Transformasi Pasca Bencana Oleh: Wiwik D Pratiwi dan M Donny Koerniawan Staf Pengajar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS BENCANA

BAB II JENIS-JENIS BENCANA Kuliah ke 2 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB II JENIS-JENIS BENCANA Dalam disaster management disebutkan bahwa pada dasarnya bencana terdiri atas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

Empowerment in disaster risk reduction

Empowerment in disaster risk reduction Empowerment in disaster risk reduction 28 Oktober 2017 Oleh : Istianna Nurhidayati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.kom Bencana...??? PENGENALAN Pengertian Bencana Bukan Bencana? Bencana? Bencana adalah peristiwa atau

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA. DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA...8 5W 1H BENCANA...10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA...11 SEJARAH BENCANA INDONESIA...14 LAYAKNYA AVATAR (BENCANA POTENSIAL INDONESIA)...18

Lebih terperinci

Perubahan Iklim Wilayah DKI Jakarta: Studi Masa Lalu Untuk Proyeksi Mendatang

Perubahan Iklim Wilayah DKI Jakarta: Studi Masa Lalu Untuk Proyeksi Mendatang Perubahan Iklim Wilayah DKI Jakarta: Studi Masa Lalu Untuk Proyeksi Mendatang Armi Susandi 1, Yoshida Aditiawarman 1, Edison Kurniawan 2, Ina Juaeni 2, 1 Kelompok Keahlian Sains Atmosfer, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang mana secara geografis terletak pada Lintang Utara

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang mana secara geografis terletak pada Lintang Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang mana secara geografis terletak pada 2 27 00-2 47 00 Lintang Utara dan 98 35 00-98

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

Bab 3 Metode Perancangan Model

Bab 3 Metode Perancangan Model 23 Bab 3 Metode Perancangan Model 1.1 Metode Penelitian Tahapan penelitian ini dibagi menjadi 5 langkah, yaitu : 1. Rumusan masalah 2. Pengumpulan data 3. Input data dan analisis data 4. Perhitungan dan

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI Pada bab tiga ini berisikan pembahasan mengenai dasar teori yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. 3.1 Sistem Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 Provinsi Jawa Barat PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan

Lebih terperinci

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com www.news.detik.com STASIUN KLIMATOLOGI KELAS II JEMBRANA - BALI JUNI 2017 ANALISIS KLIMATOLOGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Disampaikan pada Rapat Koordinasi ProKlim Manggala Wanabakti, 26 April

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

Buku 1 EXECUTIVE SUMMARY

Buku 1 EXECUTIVE SUMMARY Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing Through Bogor, Depok, and North Jakarta Buku 1 Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi iklim di bumi tidak pernah statis, tapi berbeda-beda dan berfluktuasi dalam jangka waktu yang lama. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, yang

Lebih terperinci

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016 KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang terbentang luas, area pertanian di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia sebagian besar berprofesi

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

USULAN PENELITIAN MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2015

USULAN PENELITIAN MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2015 1 USULAN PENELITIAN MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2015 INTENSITAS KEKERINGAN DI WILAYAH KABUPATEN BENGKULU UTARA Oleh : Drs. Nofirman, MT FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS Prof. Dr. HAZAIRIN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. Menurut Center of Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), bencana didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan

Lebih terperinci

Bab 4 Implementasi dan Evaluasi

Bab 4 Implementasi dan Evaluasi Bab 4 Implementasi dan Evaluasi 4.1 Implementasi Sistem Tahap implementasi dan pengujian sistem, dilakukan setelah tahap analisis dan perancangan selesai dilakukan. Pada bab ini akan dijelaskan implementasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Abstrak... Kata Pengantar. Ucapan Terima Kasih... Daftar Isi... Daftar Gambar.. Daftar Tabel Latar Belakang..

DAFTAR ISI. Abstrak... Kata Pengantar. Ucapan Terima Kasih... Daftar Isi... Daftar Gambar.. Daftar Tabel Latar Belakang.. DAFTAR ISI Abstrak... Kata Pengantar. Ucapan Terima Kasih... Daftar Isi.... Daftar Gambar.. Daftar Tabel... i ii iii iv ix xv BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. 1.2 Perumusan Masalah.. 1.3 Batasan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan Bumi (Shauji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. permukaan Bumi (Shauji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shauji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci