BAB II KAJIAN PUSTAKA
|
|
- Harjanti Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kematangan Karier Pengertian Kematangan Kerier Crites (dalam Heer & Cramer,1979) kematangan karier adalah kesesuaian antara perilaku karier individu yang nyata dengan perilaku karier yang diharapkan pada usia tertentu di setiap tahap. Kesesuaian perilaku individu terhadap rangsangan dari lingkungannya yang berkaitan dengan karier yaitu rangkaian sikap dan kompetensi individu yang berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan aktifitas kerja selama rentang waktu kehidupan seseorang dengan rangkaian aktifitas pendidikan dan kerja yang terus berkelanjutan, dengan demikian karier seorang individu melibatkan rangkaian pilihan dari berbagai macam kesempatan yang diharapkan dapat sesuai pada usia usia tertentu yang berkaitan dengan tahap proses perkembangan karier. Menurut Super (dalam Winkel 2006) menyatakan pada tahap proses perkembangan karier dibagi atas lima tahap, yaitu : a. Fase pengembangan (Growth), dari saat lahir sampai umur lebih kurang 15 tahun, dimana anak-anak mengembangkan berbagai potensi, pandangan khas, sikap, minat, dan kebutuhan-kebutuhan yang dipadukan dalam struktur gambaran diri. 7
2 b. Fase eksplorasi (Eksploration), dari umur tahun, dimana orang muda memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat. c. Fase pemantapan (Establishment) dari umur tahun, yang bercirikan usaha tekun memantapkan diri melalui seluk-beluk pengalaman selama menjalani karier tertentu. d. Fase pembinaan (Maintenance) dari umur tahun, di mana orang yang sudah dewasa menyesuaiakan diri dalam penghayatan jabatannya e. Fase kemunduran (Decline), bila orang memasuki masa pensiun dan harus menemukan pola hidup baru sesudah melepaskan jabatannya. Kelima tahap ini dipandang sebagai acuan bagi munculnya sikap-sikap dan perilakunya yang menyangkut keterlibatan dalam suatu jabatan, yang tampak dalam tugas-tugas perkembangan karier. Pada masa-masa tertentu dalam hidupnya individu diharapkan pada tugas-tugas perkembangan karier tertentu Super (dalam Winkel 2006), yaitu : a. Perencanaan garis besar masa depan (Crystallization) antara umur tahun, yang terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya b. Penentuan (Specification) antara umur tahun, yang bercirikan mengarahkan diri ke bidang jabatan tertentu dan mulai memegang jabatan itu c. Pemantapan (Establishment) antara umur tahun, yang bercirikan membuktikan diri mampu memangku jabatan yang terpilih d. Pengakaran (Consolidation) sesudah umur 35 tahun sampai masa pension, yang bercirikan mencapai status tertentu dan memperoleh senioritas. 8
3 Pada tahap proses perkemabangan karier siswa SMK pada Fase eksplorasi (Eksploration), dari umur tahun, dimana orang muda memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat dan pada tugas-tugas perkemabangan siswa SMK pada perencanaan garis besar masa depan (Crystallization) antara umur tahun, yang terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya. Khususnya pada siswa SMK diharapkan lebih memahami mengenai kematangan kariernya karena siswa SMK yang memang setelah lulus akan langsung terjun ke dunia pekerjaan. Rendahnya kematangan karier dapat menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan karier, termasuk kesalahan dalam menentukan pendidikan lanjutan. Remaja yang memilih suatu jurusan pendidikan tanpa mempertimbangkan kemampuan, minat, ataupun kepribadian, cenderung memilih pendidikan lanjutan atas dasar mengikuti pilihan teman, popularitas pekerjaan, identifikasi dengan orangtua, ataupun atas dasar pilihan orangtua dapat mengakibatkan kegagalan dalam belajar, kerugian finansial, kerugian waktu, dan efek psikis bagi remaja seperti penurunan rasa percaya diri karena merasa tidak mampu dan bodoh dalam jurusan yang diambilnya. Kesalahan pemilihan pendidikan seperti memilih suatu jurusan pendidikan tanpa mempertimbangkan kemampuan, minat, ataupun kepribadian sehingga kematangan karier tampaknya menjadi hal penting bagi pemilihan dan perencanaan karier bagi para siswa. Siswa yang terlibat memilih suatu jurusan pendidikan dengan mempertimbangkan kemampuan, minat dan kepribadian yang dimilikinya cenderung dapat memilih jurusan yang tepat untuk dirinya. Pemilihan jurusan pendidikan yang sesuai 9
4 dengan kemampuan, minat dan kepribadian siswa dapat mengakibatkan siswa semangat, lebih serius dan termotivasi dalam belajar. Kemandirian siswa dalam pembuatan keputusan karier, yaitu siswa memilih jurusan tidak karena pengaruh orang lain, seperti orangtua atau teman, tetapi karena pilihannya sendiri yang disesuaikan dengan kemampuan dirinya Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karier Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karier dikemukakan Crites 1981 (dalam Manrihu 1986), meliputi : a. Sikap. Mengukur sikap-sikap klien terhadap pemilihan karier, kecenderungan kecenderungan disposisional yang dimanifestasikan dalam : Keterlibatan, Independensi, Orientasi, Ketegasan dan Kompromi. b. Kompetensi. aspek ini meliputi : Penilaian diri, penilaian dari sifatsifat dan kecenderungan-kecenderungan hipotesis seseorang dalam hubungan dengan keberhasilan dan kepuasan karier; Informasi, pengetahuan tetang syarat-syarat pekerjaan, pendidikan / latihan, dan pengetahuan praktis tentang pekerjaan; Seleksi tujuan, nilai-nilai pribadi yang dikejar dalam pekerjaan; Perencanaan, langkah-langkah logis dalam proses pengambilan keputusan karier; Pemecahan, pemecahan masalah dalam proses pengambilan keputusan karier Pengukuran Kematangan Karier Adapun alat pengukuran kematangan karier ada beberapa macam, yaitu : a. Skala kematangan karier 10
5 a). Skala Keputusan Karier (Career Decision Scale / CDS), yang dikembangkan oleh Osipow, Carney, Winer, Yanico, & Koschier, Terdiri dari 19 item skala 18 diantaranya dijawab pada skala 4 poin (1= sama sekali tidak seperti saya 4= sangat mirip dengan saya). Ke 18 item terdiri atas dua bagian : 2 item skala kepastian dan 16 item skala kebimbangan. Item sisanya adalah pertanyaan terbuka terakhir yang menunjukkan perhatian dari klien. Biasanya memakan waktu menit untuk menyelesaikan semua skala. b). Inventory Kekhawatiran Karier Dewasa (Adult Career Concerns Inventory / ACCI), yang dikembangkan oleh Super, Thompson, & Lindeman, Terdiri dari 61 item yang diperuntukkan bagi siswa sekolah menengah dan dewasa. Super menemukan bahwa beberapa konsep yang diaplikasikan untuk remaja tidak sesuai untuk orang dewasa. 60 dari 61 item pada ACCI berhubungan dengan orang dewasa. 60 item tersebut dibagi menjadi 5 tingkatan utama. Setiap tingkat kemudian dibagi menjadi 3 sub tingkat pengembangan karier dewasa dan dikelompokkan berdasarkan 5 tingkat pada inventory. Jadi, 5 item pertama berhubungan dengan sub-set pertama dari tingkatan yang pertama. 5 item berikutnya berhubungan dengan sub set kedua pada tingkatan pertama, dan seterusnya. Untuk setiap pertanyaan, setiap individu diminta untuk memberikan respon terhadap pertanyaan pada skala likert dari 1 (tidak memperhatikan) sampai 5 (sangat memperhatikan sekali). 11
6 b. Inventory kematangan karier a). Inventory Kematangan Karier (Career Maturity Inventory / CMI) yang dikembangkan oleh John E. Crites, Dengan jumlah item 24 mencakup sikap dan kompetensi dengan pilihan jawaban Setuju (S) dan Tidak Setuju (ST). Crites (dalam Manrihu, 1986) menyatakan bahwa pengukuran kematangan karier mengandung dua manfaat: (1) fungsi penelitian, dalam hal ini memungkinkan kita mengetes aspek-aspek teoritis dari perkembangan karier; dan (2) fungsi praktis, dalam hal menyajikan suatu diagnosis tentang laju dan kemajuan individu dan karena itu menyarankan strategi-strategi intervensi guna peningkatan perkembangan tersebut. b). Inventory Pengembangan Karier (Career Development Inventory / CDI), yang dikembangkan oleh Super, Thompson, Lindeman, Jordan, & Myer, Terdiri dari bentuk untuk sekolah dan universitas. Setiap bentuk terdiri dari 2 bagian dan 120 item. Bagian pertama terdiri atas 4 sub-tes yang mengukur 4 aspek penting dari kematangan karier, rencana karier (skala I), pencarian karier (skala II), pembuatan keputusan (skala III), dan dunia informasi kerja (skala IV). Bagian pertama ini dapat diberikan kepada siswa kelas Bagian kedua dibuat untuk menilai pengetahuan siswa terhadap acuan grup pekerjaan. CDI khususnya berguna untuk menilai kesiapan dalam merumuskan rencana pendidikan dan karier. CDI memberikan diagnose informasi terhadap sikap dan kognitif dan defisiensi dan 12
7 dapat memberikan bantuan dalam menentukan intervensi yang penting (nilai rendah pada informasi dunia kerja berarti memerlukan eksplorasi pekerjaan). c). Inventory Penilaian Pembuatan Keputusan (Assessment of Career Decision Making / ACDM), yang dikembangkan oleh Harren, Mengkombinasikan penilaian kemajuan pembutan keputusan karier (pendidikan dan kejuruan) dengan penilaian gaya pembuatan keputusan. ACDM terdiri dari 94 true-false (benar-salah) dan dapat digunakan secara individu maupun kelompok. 94 item terdiri dari 3 gaya pembuatan keputusan rational, intuitive, dependent, dan skala tugas pembuatan keputusan, termasuk didalamnya ada 3 area utama (penyesuaian sekolah, pekerjaan, dan pelajaran utama). Waktu yang dibutuhkan adalah kurang dari 30 menit. d). Inventory Keyakinan Karier (Career Beliefs Inventory / CBI), yang dikembangkan oleh Krumboltz Terdiri dari 96 item, yang dirancang untuk membantu mencapai tujuan karier. Pengguna diminta untuk mengukur tingkat setuju/tidak setuju untuk setiap itemnya ada 5 skala poin. Skala 25 didapat dari CBI, dan skor diberikan dengan nilai untuk setiap skala. Skor yang kurang dari 39 merupakan indikasi untuk konselor mengetahui rintangan yang mungkin muncul dalam perencanaan karier. Petunjuk penggunaan menjelaskan bagaimana skor digambarkan pada setiap skala. Waktu yang dibutuhkan 30 menit. 13
8 Penelitian ini menggunakan CMI (Career Maturity Inventory) yang dikembangkan oleh John E. Crites. Dengan jumlah item 24 mencakup sikap dan kompetensi dengan pilihan jawaban Setuju (S) dan Tidak Setuju (ST) Meningkatkan Kematangan Karier Crites (dalam Barnes, 1974) mengemukakan bahwa individu yang memiliki kematangan karier tinggi ditandai dengan : a. Meningkatkan pengetahuan akan diri b. Meningkatkan pengetahuan tentang pekerjaan c. Meningkatkan kemampuan memilih pekerjaan d. Meningkatkan kemampuan merencanakan langkah-langkah menuju karier yang di harapkan e. Meningkatkan kemampuan dan minat siswa yang sesuai dengan karier yang dipilihnya. Adapun cirri-ciri siswa yang kurang atau belum memiliki kematangan karier menurut Crites (1981) adalah : a. Tidak realistik dalam pilihan karier, yaitu tidak didasarkan kemampuan, minat, nilai dan kenyataan yang ada, pilihan ini mungkin karena kehendak orangtua, sedang anak bersifat pasif menerima pilihan orangtuanya. Ini berarti ia belum mandiri dalam proses pemilihan karier. b. Keragu-raguan dalam membuat pilihan karier, yang menunjukkan katidakmampuannya mereka memilih atau menyatakan pendapatnya terhadap tidakan tertentu yang akan menghasilkan pilihan yang 14
9 mempersiapkan ia masuk pada suatu jenis pekerjaan tertentu. Hal ini menurut Crites (1981) disebabkan karena : (1) seseorang mempunyai banyak potensi dan membuat banyak pilihan, tetapi ia tidak dapat memilih salah satu sebagai tujuannya; (2) seseorang tidak dapat mengambil keputusan, ia tidak bisa memilih satupun dari alternativealternatif yang mungkin baginya; (3) seseorang tidak berminat, ia telah memilih satu pekerjaan, tetapi ia bimbang akan pilihannya itu, karena tidak didukung oleh pola minat yang memadai. Menurut Crites (dalam Suprapto, 1994), kematangan karier dapat dirumuskan kedalam empat dimensi, yaitu : a) Konsistensi pemilihan karier Dimensi ini mengandung aspek kemantapan individu untuk mengambil keputusan dalam waktu yang berbeda, kemantapan dalam mengambil keputusan atas pekerjaan yang dipilihnya, kemantapan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan tingkat pekerjaan, kemantapan dalam memilih pekerjaan dengan adanya pengaruh keluarga. b) Realism dalam memilih pekerjaan Dimensi ini mengandung aspek kesesuaian antara kemampuan dengan pekerjaan yang dipilihnya, mampu mengambil keputusan untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan sifat kepribadiannya, dan dapat menyesuaiakan antara tingkat status social dengan pekerjaan yang dipilihnya. 15
10 c) Kompetensi pemilihan pekerjaan Dimensi ini mengandung aspek mengenai kemampuan individu dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, rencana yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, memiliki pengetahuan mengenai pekerjaan yang dipilihnya, mengevaluasi kemampuan diri dalam hubungannya dengan pemilihan pekerjaan, dan menetapkan tujuan pekerjaan yang hendak dipilihnya. d) Sikap dalam pemilihan pekerjaan Dimensi ini mengandung aspek tentang keaktifan individu dalam proses pengambilan keputusan, bersikap dan berorientasi positif terhadap pekerjaan dan nilai-nilai pekerjaan yang dipilihnya, tidak tergantung pada orang lain dalam memilih pekerjaan, mendasarkan faktor-faktor tertentu menurut kepentingannya di dalam memilih pekerjaan, dan memiliki ketepatan konsepsi di dalam pengambilan keputusan pekerjaan Konsep Diri Pengertian Konsep Diri Fitts (1971) mendefinisikan konsep diri adalah keseluruhan kesadaran atau persepsi mengenai diri yang diobservasi, dialami, dan dinilai oleh individu. Keseluruhan kesadaran individu tentang siapakah aku, dimana aku berada dan bagaimana orang lain memandang diri ku, dengan melibatkan persepsi yang merupakan suatu proses didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera dari interaksi individu dengan lingkungannya, di dalam persepsi melibatkan perasaan, 16
11 kemampuan berfikir, dan pengalaman-pengalaman individu, mengenai diri dari keseluruhan manusia itu sendiri, maka hasil persepsi bisa berbeda-beda pada tiap orang. Individu juga mengobservasi meninjau secara cermat perilaku yang dialami dalam kehidupan sehari-hari menjelaskan bahwa konsep diri yang dialami individu terbentuk melalui proses belajar individu dalam interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi tersebut akan memberikan pengalamanpengalaman atau umpan balik yang diterima dari lingkungannya, sehingga individu akan mendapatkan gambaran tentang dirinya. Begitu pentingnya penilaian orang lain terhadap pembentukan konsep diri, sehingga seseorang akan melihat siapa dirinya melalui penilaian orang lain terhadap dirinya. Individu yang menilai bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki, padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya yang dilakukan individu setiap saat dan dimana saja. Fitts (1971) menyebutkan ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri rendah adalah tidak menyukai dan menghormati diri sendiri, memiliki gambaran yang tidak pasti terhadap dirinya, sulit mendefinisikan diri sendiri dan mudah terpengaruh oleh bujukan dari luar, tidak memiliki pertahanan psikologis yang dapat membantu menjaga tingkat harga dirinya, mempunyai banyak persepsi diri yang saling berkonflik, merasa aneh dan asing terhadap diri sendiri sehingga sulit bergaul, mengalami kecemasan yang tinggi, serta sering mengalami pengalaman negatif dan tidak dapat mengambil manfaat dari pengalaman tersebut. 17
12 Fitts (1965) mengukur konsep diri dalam dua dimensi internal dan eksternal. Ke delapan dimensi tersebut adalah (a) Fisik, (b) Moral & Etika, (c) Pribadi, (d) Keluarga, (e) Sosial, (f) Identitas, (g) Kepuasan, (h) Perilaku. Dalam bentuk skala TSCS dengan 90 item pernyataan yang mencakup ke delapan elemen konsep diri Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Konsep diri dalam proses pembentukan, perkembangan, dan perubahannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Fiits (1971) mengungkapkan tentang faktorfaktor yang dapat mempengaruhi konsep diri, yaitu sebagai berikut : a. Pertahanan diri (self defensiveness). Pada saat seorang individu menggambarkan atau menampilkan dirinya, terkadang muncul keadaan yang tidak sesuai dengan diri yang sebenarnya. Keadaan ini terjadi dikarenakan individu memiliki sikap bertahan dan kurang terbuka dalam menyatakan dirinya yang sebenarnya. Hal ini dapat terjadi, dikarenakan individu tidak ingin mengakui hal-hal yang tidak baik di dalam dirinya. Pertahanan diri, membuat seorang individu mampu untuk "menyimpan" keburukan dari dirinya dan tampil dengan baik sesuai yang diharapkan oleh lingkungan dari dirinya. b. Penghargaan diri (self esteem). Berdasarkan label-label dan simbol-simbol yang ada dan diberikan pada dirinya, seorang individu akan membentuk harga diri sendiri terhadap dirinya. Semakin baik label atau simbol yang ada pada dirinya, maka akan semakin baik pula penghargaan yang diberikannya pada dirinya sendiri. 18
13 Demikian pula bila individu memiliki label-label atau simbol-simbol yang kurang baik pada dirinya, maka penilaian tersebut akan diinternalisasikannya dan membentuk penghargaan diri yang kurang baik pada dirinya sendiri. c. Integrasi diri / kesempurnaan atau keseluruhan (self integration). Kesempurnaan diri menunjukkan pada derajat kesempurna antara bagianbagian dari diri (self). Semakin sempurna bagian-bagian diri atau semakin terintegrasi dari seorang individu, maka akan semakin baik pula ia akan menjalankan fungsinya. d. Kepercayaan diri (self confidence). Kepercayaan diri seorang individu berasal dari tingkat kepuasannya pada dirinya sendiri. Semakin baik penilaian seorang individu terhadap dirinya, maka semakin percaya ia akan kemampuan dirinya. Dengan kepercayaan diri yang baik, maka seorang individu akan semakin percaya diri di dalam menghadapi lingkungannya Pengukuran Konsep Diri Adapun alat pengukuran konsep diri ada beberapa macam diantaranya : a. Skala konsep diri a) Skala Inferred Konsep Diri (The Inferred Self-Concept Scale) adalah 30 item skala di mana orang tua, guru, atau dimensi tingkat konselor menunjukkan konsep diri perilaku individu. 19
14 b) The Piers-Harris Children s Self-Concept Scale mengukur dimensi konsep diri seperti evaluasi status perilaku, sekolah dan intelektual, penampilan fisik dan atribut, kecemasan, popularity, dan kepuasan. c) Skala TSCS mengukur skala identitas, kepuasan diri, perilaku, diri fisik, moral-etika diri, diri pribadi, diri keluarga, dan diri sosial. b. Checklist sifat konsep diri adalah tes 114 item tes konsep diri. Mengevaluasi cirri fisik, nilai-nilai social, dan kemampuan intelektual. Pada tingkatan 3 adalah I am,,,,. Pada tingkatan 4 sampai 8 ada tambahan kata yang dapat digunakan : Saya ingin menjadi,,,. c. Inventori konsep diri dan motivasi (SCAMIN) menilai konsep diri dalam setting akademis, mengukur kebutuhan prestasi, prestasi investasi, harapan peran, dan self-kecukupan. Ke empat tingkatan adalah pre sekolah taman kanakkanak, awal SD (kelas 1 sampai 3) kemudian SD (kelas 3 sampai 6) dan sekunder (kelas 7 sampai 12). d. Teknik penyortiran (Q Sorting) Teknik penyortiran (Q Sorting) dikembangkan Stevenson (1953) yang digunakan sangat luas untuk pemberian indeks konsep diri adalah kelompok 100 item rujukan diri yang berasal dari protokol-protokol penyembuhan. Item-item yang menjelaskan kepribadian ini cenderung menjadi pernyataan-pernyataan tegas yang umum dan tidak spesifik menurut keadaannya, misalnya Saya malu, disortir oleh subyek ke dalam 20
15 sembilan tumpukan yang disusun pada sebuah kontinum sesuai dengan derajat kepada makna subyek mengklaim tumpukan-tumpukan kartu tersebut merupakan karakteristik dirinya sendiri. Subjek tersebut dipaksa oleh intruksi untuk menempatkan sejumlah item yang spesifik dan ke dalam masing-masing tumpukan agar menghasilkan suatu distribusi kuasi normal dari item-item. Item ini dapat disortir lagi ke dalam sembilan tumpukan karakteristik idealnya bagi dirinya, atau tentang bagaimana dia meyakini orang-orang lain memandangnya. e. Metode respons yang tidak berstruktur dan bebas Dalam metode-metode ini subyek diminta untuk menyediakan bahanbahan mengenai dirinya sendiri, biasanya dengan melengkapi kalimatkalimat atau membuat sebuah esai. Pada hal yang pertama subjek dipresentasikan dengan sejumlah pernyataan yang tidak lengkap yang dia diminta untuk melengkapinya. Nilai dari respons yang bebas atau teknikteknik yang tidak berstruktur terletak di dalam penyingkiran pembatasan yang diadakan oleh teknik skala penilaian di mana subyek dipaksakan untuk memilih di antara alternatif-alternatif yang terbatas pada pertanyaanpertanyaan membatasi yang menyebabkan subjek tersebut memberikan respons menimbulkan akibat wajar terhadapnya yaitu bahwa klasifikasi respons-respons menjadi sangat sulit. Kualitas proyektif dari responrespon yang diperoleh berarti bahwa prosedur penghitungan skor terletak untuk sebagian besar kepada penilaian subjektif dari orang yang mengadakan penghitungan skor itu sendiri meskipun penerapan kategori- 21
16 kategori yang diseleksi lebih dulu. Orang yang penghitungan skor masih harus memutuskan jika respon-respon cocok kedalam sebuah kategori atau ke dalam yang lainnya. Validitas sukar untuk diketahui dengan pasti dan validitas permukaan sering-sering merupakan satu-satunya bentuk yang didahulukan f. Teknik proyektif Teknik proyektif digunakan untuk mengukur konsep diri yang tidak sadar (uncounsious self concept). Fiedman, 1995; Mussen dan Jones, 1957; Linton dan Graham, Mereka menggunakan pendekatan ini karena mereka yakin aspek-aspek tidak sadar dengan teori-teori diri. Mereka memberikan alasan bahwa sejumlah pengukuran dari lapangan fenomenologi memberikan sebuah inventori variabel-variabel yang tidak lengkap di mana tingkah laku subjek didasarkan dan beberapa karakteristik subjek yang penting tidak tersedia bagi kesadarannya. Para teoris menunjukkan bahwa proses belakar yang paling penting terjadi dengan pra-verbal, dan kebutuhan untuk mempertahankan sebuah konsep diri yang positif mungkin membawa kepada penolakan dan represi. g. Daftar Check List Dengan metode ini individu semata-mata mengecek kata-kata sifat ataupun pernyataan-pernyataan yang sesuai yang menjelaskan dirinya sendiri. Hanya item-item tersebut dicek yang berlaku pada subyek tersebut. Pada hakikatnya suatu skala respons ya/tidak. Pengecekan semuanya atau tidak ada pengecekan mencegah setiap penentuan derajat 22
17 keterlibatan dari item-item terhadap individu. Jadi skala penilaian tipe Likert lebih disukai karena memberikan lebih banyak data. Instrument yang digunakan untuk mengukur konsep diri adalah The Tensessee Self Concept Scale instrument ini disusun oleh William H. Fitts pada tahun 1965 menggunakan pendekatan yang rasional. TSCS secara luas digunakan untuk konseling dan tujuan diagnosis. TSCS berisi 100 item yang mengukur responden dengan delapan dimensi konsep diri. Ke delapan dimensi konsep diri yang di ukur adalah (a) Fisik, (b) Moral & Etika, (c) Pribadi, (d) Keluarga, (e) Sosial, (f) Identitas, (g) Kepuasan, (h) Perilaku. Untuk mengukur ke delapan elemen, yang terdiri dari 90 item dan yang 10 item untuk mengukur kritik diri. Dari 90 item, 45 adalah item positif dan sisanya adalah negative, sementara itu 10 item untuk kritik diri adalah item positif. Jumlah item untuk Fisik ada 18 item, Moral & Etika 18 item, Pribadi 18 item, Keluatga 18 item, Sosial 18 item, Identitas 30 Item, Kepuasan 30 item, dan Perilaku 30 item Dimensi Konsep Diri Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu : a. Dimensi Internal, yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya, yang terdiri dari : a) Diri Identitas (self identity), merupakan aspek paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, siapakan saya dalam pertanyaan tersebut mencakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang 23
18 bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. b) Diri Perilaku, merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. c) Diri Kepuasan, berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri perilaku. b. Dimensi Eksternal Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, dimensi eksternal ini bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu : a) Diri Fisik, pandangan seseorang terhadap fisik, kesehatan, penampilan diri dan gerak motoriknya. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik ) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus). b) Diri Keluarga, pandangan dan penilaian seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan 24
19 seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga. c) Diri Moral & Etika, yaitu persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. d) Diri Sosial, yaitu bagaimana seseorang dalam melakukan interaksi sosialnya. Bagian ini merupakan penilaian seseorang terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. e) Diri Pribadi, yaitu bagaimana seseorang menggambarkan identitas dirinya dan bagaimana dirinya sendiri. Diri pribadi merupakan perasaan dan persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat Kajian yang relevan Risa (2001) melakukan penelitian Hubungan antara Locus Of Control Internal dan Konsep Diri dengan Kematangan Karier pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta. Hasil penelitian tersebut ada hubungan yang signifikan antara 25
20 locus of control internal dan konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta. Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,519 atau 51,9%, sumbangan efektif locus of control internal terhadap kematangan karir sebesar 42,5476% dan sumbangan efektif konsep diri terhadap kematangan karir sebesar 9,3212%. Siswa dengan locus of control internal mempunyai kemampuan dalam evaluasi terhadap kondisi dirinya sehingga mempunyai gambaran yang realistik mengenai diri. Melalui gambaran diri yang realistik, memungkinkan siswa dapat membuat perencanaan karir yang matang. Selain itu, siswa yang mengembangkan konsep diri yang positif akan lebih melibatkan diri dalam eksplorasi karir dan mengembangkan tingkah laku yang tepat dalam menghadapi karir. Locus of control internal dan konsep diri menjadi suatu kondisi yang dapat membantu siswa dalam kematangan karirnya. Helbing (1978) melakukan penelitian mengenai Vocational Maturity and Self Concept terhadap para siswa di Belanda dengan rentang usia tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa yang menggambarkan dirinya sebagai seorang yang pintar, teliti, rajin, menyukai bisnis, dan berkelakuan baik adalah para siswa yang memiliki kematangan karier. Memahami dan menerima diri adalah hal yang lebih penting dalam perencanaan karier dan pembuatan keputusan daripada definisi diri yang diperoleh dari luar. 26
21 2.4. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : a. Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kematangan karier siswa kelas X SMK T & I Kristen Salatiga. b. Semakin tinggi skor konsep diri maka semakin tinggi skor kematangan karier. 27
BAB II LANDASAN TEORI. Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang,
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam
BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang
Lebih terperinciDonald Super mencanangkan suatu pandangan tentang perkembangan karier yang berlingkup sangat luas, karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai
Donald Super mencanangkan suatu pandangan tentang perkembangan karier yang berlingkup sangat luas, karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai suatu proses yang mencakup banyak faktor. Faktor tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tolbert (dalam Suherman, 2000) mengatakan bahwa perkembangan karir merupakan proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari banyak pilihan, yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melakukan kegiatan sehari-hari sebagai cara untuk memenuhi kebutuhannya, dimana proses kehidupan manusia terus berjalan dimulai sejak lahir (bayi),
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
62 BAB III METODE PENELITIAN Pembahasan pada Bab. III tentang Metode Penelitian ini akan diawali dengan pembahasan tentang metode penelitian, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai lokasi dan subjek penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kematangan Karir Kemampuan seseorang dalam menentukan sendiri pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan, pilihan yang realistik dan konsisten disebut kematangan karir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang memiliki keinginan untuk memperoleh pekerjaan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memiliki keinginan untuk memperoleh pekerjaan yang cocok dengan dirinya sendiri. Adanya keraguan seseorang yang muncul ketika memilih pekerjaan,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan menguraikan teori mengenai kematangan karir, motivasi berprestasi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Minat Belajar 1. Pengertian Minat Belajar Slameto (2003) berpendapat bahwa minat adalah suatu kecenderungan untuk mempelajari sesuatu dengan perasaan senang. Apabila individu membuat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya
Lebih terperinciBab II Tinjauan Teori
Bab II Tinjauan Teori 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Pengertian umum dari konsep diri dalam psikologi adalah konsep pusat (central construct) untuk dapat memahami manusia dan tingkah lakunya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. (Winkel & Hastuti, 2006: 633) kematangan karir adalah keberhasilan seseorang
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritis 1.1.1 Makna Kematangan Karir Kematangan karir merupakan bagian terpenting yang harus dimiliki oleh siswa guna menunjang keberhasilan perencanaan
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang
Lebih terperinciPENGARUH MINAT KARIR TERHADAP KEMATANGAN KARIR SISWA KELAS XI JURUSAN PEMASARAN SMK SAWUNGGALIH KUTOARJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015 JURNAL SKRIPSI
Pengaruh Minat Karir... (Dhimas Fajar Prasetyo) 1 PENGARUH MINAT KARIR TERHADAP KEMATANGAN KARIR SISWA KELAS XI JURUSAN PEMASARAN SMK SAWUNGGALIH KUTOARJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015 JURNAL SKRIPSI Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk eksperimen semu. Penelitian eksperimental adalah penelitian yang dalam analisisnya dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ali dan Asrori (2004) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat utamanya tertuju pada pemilihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat memasuki dunia kerja, demikian halnya dengan pendidikan di SMA. Kurikulum SMA dirancang untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masyarakat Indonesia menganggap pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama dalam hal mencapai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Vokasional 1. Definisi Kematangan Vokasional Dali Gulo (1982) mengemukakan bahwa kematangan adalah proses atau pertumbuhan dan perkembangan fisik yang disertai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengalaman yang remaja peroleh dalam memantapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Konsep diri yang dimiliki remaja akan mengalami perkembangan secara terus menerus. Semakin luas pergaulan remaja dalam mengenal lingkunganya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA tergolong ke anak remaja yang memiliki rentang usia 15-18 tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity. Identitas diri ini mencakup
Lebih terperinciDAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR BAGAN... xi DAFTAR GRAFIK...
DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR BAGAN... xi DAFTAR GRAFIK... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1 B.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Karir 1. Pengertian Kematangan Karir Menurut (Hurlock, 1980) Pemilihan dan persiapan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan atau karir merupakan tugas perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang memasuki masa remaja madya yang berusia 15-18 tahun. Masa remaja merupakan suatu periode
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciA. Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu aspek penting bagi manusia untuk. perkembangan dirinya. Isi perbuatan yang mendasar dari mendidik adalah
' "(( A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu aspek penting bagi manusia untuk perkembangan dirinya. Isi perbuatan yang mendasar dari mendidik adalah memanusiakan manusia. Murti (2010) berpendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN INSTRUMEN KONSEP DIRI PESERTA DIDIK
PENGEMBANGAN INSTRUMEN KONSEP DIRI PESERTA DIDIK A. DEFINISI KONSEP DIRI William H. Fitts (Hendriati Agustiani, 006: 8) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI Kesiapan Kerja Siswa. 1) Pengertian Kesiapan Kerja
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kesiapan Kerja Siswa 1) Pengertian Kesiapan Kerja Pengertian kesiapan kerja menurut Robert Brady (2009), berfokus pada sifatsifat pribadi, seperti sifat pekerja dan mekanisme pertahanan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Karier merupakan sekuensi okupasi-okupasi di mana seseorang ikut serta di dalamnya;
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rencana Karier 1. Pengertian Karier Karier merupakan sekuensi okupasi-okupasi di mana seseorang ikut serta di dalamnya; beberapa orang mungkin tetap dalam okupasi yang sama sepanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock (1978) mengemukakan konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KEMATANGAN KARIR SISWA KELAS XI SMKN 8 JAKARTA
31 HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KEMATANGAN KARIR SISWA KELAS XI SMKN 8 JAKARTA Iman Setiyanto 1) Dra. Louise B. Siwabessy, M.Pd 2) Dr. Gantina Komalasari, M.Psi 3) Abstrak Tujuan penelitian ini
Lebih terperinciPENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK
PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK Emilia Roza (Eroza82@yahoo.com) 1 Muswardi Rosra 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The objective of this research was
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkuliahan. Selama mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jenjang perguruan tinggi merupakan salah satu gerbang menuju dunia kerja untuk para pelajar yang memutuskan melanjutkan pendidikan ke bangku perkuliahan. Selama
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Kesiapan Kerja 2.1.1 Pengertian kesiapan kerja Menurut Anoraga (2009) kerja merupakan bagian yang paling mendasar atau esensial dari kehidupan manusia. Sebagai bagian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsep Diri Istilah konsep diri biasanya mengarah kepada sebuah pembentukan konsep pribadi dari diri seseorang. Secara umum konsep diri adalah pandangan dan sikap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap
Lebih terperinciGAMBARAN KEMATANGAN KARIR SISWA DI SMK MUSIK PERGURUAN CIKINI
Gambaran Kematangan Karir Siswa di SMK Musik Perguruan Cikini 137 GAMBARAN KEMATANGAN KARIR SISWA DI SMK MUSIK PERGURUAN CIKINI Vika Rusmania 1 Dra. Indira Chanum Chalik, M.Psi. 2 Herdi, M.Pd. 3 Abstrak
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
40 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Sugiyono disebut sebagai metode positivistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri guna memasuki masa dewasa. Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan, salah satu tugas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
12 BAB II LANDASAN TEORI A. Kematangan Karir 1. Pengertian Kematangan Karir Menurut Chaplin (2004), kematangan (maturation) diartikan sebagai: a. Perkembangan, proses mencapai kemasakan/ usia masak, b.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja dengan pemenuhan kompetensi diberbagai pengembangan. Pada masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan bangsa dan negara di masa yang akan datang adalah yang mampu mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa sehingga
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Perubahan tingkah laku dapat berupa hasil belajar siswa dalam sebuah
10 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hasil Belajar Perubahan tingkah laku dapat berupa hasil belajar siswa dalam sebuah proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karir merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Bahkan karir bagi sebagian orang dianggap sebagai status yang dapat menghidupkan atau mematikan seseorang. Karir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki tujuan sama dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk membantu individu dalam mencapai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel penelitian dalam penelitian ini meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel tersebut yaitu : 1. Variabel Bebas : Budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saat tertentu juga seseorang bisa menyelesaikan masalahnya berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap orang dalam situasi tertentu mempunyai suatu masalah dan pada saat tertentu juga seseorang bisa menyelesaikan masalahnya berdasarkan pengalaman diri
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas
BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun (Santrock, 2003: 31). Lebih rinci, Konopka dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu komponen yang dapat membantu perkembangan diri individu adalah pendidikan. Melalui pendidikan individu diharapkan bisa mengarahkan dirinya dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. remaja. Pertanyaan Apa yang akan kulakukan? dan Aku akan jadi apa? sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan karir adalah salah satu aspek dalam pencarian identitas pada remaja. Pertanyaan Apa yang akan kulakukan? dan Aku akan jadi apa? sering muncul pada remaja.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hasil Pembelajaran Matematika 2.1.1 Matematika Kata Matematika berasal dari bahasa Yunani (mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan beraneka
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional yang diartikan sebagai metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.
Lebih terperinciMATRIK DEVELOPMENTAL THEORIES
MATRIK DEVELOPMENTAL THEORIES Aspek Teori Super s Development Self-Concept Theory of Vocational Behavior ( Teori Perkembangan Konsep Diri Super Akan Perilaku Vokasional) The Ginzberg, Ginsburg, Axelrad,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Konsep Diri Pengertian Konsep Diri. Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri
BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Pengertian Semangat Kerja Chaplin (1999) menyatakan bahwa semangat kerja merupakan sikap dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMK AHMAD YANI JABUNG
1 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KEMATANGAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMK AHMAD YANI JABUNG Muhammad Antos Riady Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa SMA secara psikologis sedang memasuki perkembangan masa remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut Hurlock (2009: 207)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang
Lebih terperinciBAB I PEDAHULIAN. memberikan informasi kepada siswa terkait pembentukan konsep diri.
1 BAB I PEDAHULIAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan bimbingan dan konseling bisa dilakukan dalam setting lembaga pendidikan (sekolah atau madrasah), keluarga, masyarakat, organisasi, industri, dan lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa adalah manusia berpotensi yang layak dikembangkan untuk mencapai kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai saat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sarana utama untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan dan pengetahuan dasar. Sekolah merupakan sarana yang diharapkan mampu menolong individu
Lebih terperinciKONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS
KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan
Lebih terperinciPERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PADA LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR SISWA SMP NASKAH PUBLIKASI
PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PADA LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR SISWA SMP NASKAH PUBLIKASI Diajukanoleh : APRIYANDER YUDHO N S F100070124 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
1 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMK-PPN Lembang, yang bertempat di Jl. Tangkuban Parahu Km.3 Desa Cilumber Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dipandang sebagai masa permasalahan, frustrasi dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dipandang sebagai masa permasalahan, frustrasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan tersisihkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dapat berupa pendidikan formal dan pendidikan non formal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat berupa pendidikan formal dan pendidikan non formal. Salah satu bentuk pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah sekolah menengah kejuruan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami
Lebih terperinciEFIKASI DIRI MAHASISWA YANG BEKERJA PADA SAAT PENYUSUNAN SKRIPSI SKRIPSI
EFIKASI DIRI MAHASISWA YANG BEKERJA PADA SAAT PENYUSUNAN SKRIPSI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari : pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, alat ukur penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurlela, 2015
BAB I PENDAHULUAN Bab satu membahas hal-hal yang berkenaan dengan inti dan keseluruhan arah penelitian. Pada bab ini dipaparkan empat hal yaitu pertama latar belakang penelitian, kedua rumusan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari- hari dan dalam hubungannya dengan diri sendiri dan dengan orang lain, setiap individu perlu memahami siapa dirinya dan bagaimana ia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah. Beberapa diantaranya mungkin merasa sangat bersemangat dengan pekerjaannya dan selalu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang identik dengan pendekatan deduktif yang berangkat dari persoalan-persoalan umum
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini disajikan kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian. Kesimpulan merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian, sedangkan rekomendasi berkenaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan dalam menghadapi era globalisasi, pembentukan manusia yang berkualitas ditentukan oleh kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pembangunan manusia merupakan kekuatan yang akan berperan sebagai kunci pembuka sebagai terwujudnya masa depan
Lebih terperinci