Kajian Kebijakan Pengembangan Industri Mineral Sebagai KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Kebijakan Pengembangan Industri Mineral Sebagai KAWASAN EKONOMI KHUSUS"

Transkripsi

1

2 Kajian Kebijakan Pengembangan Industri Mineral Sebagai KAWASAN EKONOMI KHUSUS

3

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan perkenan-nya Laporan Kajian Kebijakan Pengembangan Industri Mineral Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tahun 2012 dapat diselesaikan. Laporan Kajian Kebijakan Pengembangan Industri Mineral Sebagai KEK ini memberikan gambaran mengenai potensi mineral bauksit dan energi di Provinsi Kalimantan Barat serta berbagai permasalahan dan solusinya terkait upaya untuk mengembangkan mineral bauksit di Provinsi Kalimantan Barat. Sebagian besar data dan informasi yang ada dalam laporan ini diperoleh dari berbagai instansi yang mengelola atau punya otoritas kemineralan, khususnya bauksit, antara lain dari unit-unit teknis di lingkungan KESDM yaitu Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dan Badan Geologi; instansi di lingkungan Propinsi Kalimantan Barat yaitu Badan Pusat Statistik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Dinas Pertambangan dan Energi; Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, serta diskusi interaktif kami dengan para narasumber dalam berbagai forum pertemuan. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan membantu penyusunan laporan ini. Kami berharap bahwa laporan ini dapat menjadi referensi kepada Pimpinan KESDM maupun pihak lainnya dalam penyusunan kebijakan di sektor ESDM ke depan sehingga dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Jakarta, Desember 2012 Penyusun 1

5 RINGKASAN EKSEKUTIF Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) termasuk ke dalam Kawasan Ekonomi (KE) Kalimantan dengan tema pengembangan Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional. Dengan demikian Kalimantan Barat memang bertumpu kepada hasil-hasil tambang yang patut dikembangkan menjadi kekuatan ekonomi yang riil. Kalbar memiliki sumber daya bauksit yang cukup besar, bahkan terbesar di Indonesia mencapai ton, cadangan sebesar ton, tersebar secara luas di Kabupaten Pontianak, Bengkayang, Sanggau, Mempawah, Landak, Ketapang, Sekadau, Kubu Raya, dan Kayong utara. Produksi bauksit Kalbar tahun 2010 mencapai ton meningkat pesat dibandingkan tahun 2003 yang hanya ton, atau tumbuh 125,96 persen per tahun. Pada tahun 2011 produksi bauksit Kalbar diperkirakan mencapai lebih dari 20 juta ton, dan seluruhnya diekspor dalam bentuk mentah (raw material) ke beberapa negara, khususnya ke China. Selama kurun waktu permintaan bauksit Indonesia cenderung mengalami peningkatan terutama oleh Jepang dan China. Adanya krisis ekonomi dunia tahun 2008, ternyata tidak menyebabkan menurunnya permintaan bauksit negara tersebut. Selain itu, munculnya negara-negara industri baru di kawasan Asia juga mendorong meningkatnya kebutuhan bauksit. Ekspor bauksit Indonesia selama periode tersebut cenderung meningkat. Tahun 2003 volume ekspor bauksit Indonesia mencapai 1,09 juta ton, tahun 2007 meningkat sangat besar mencapai 17,03 juta ton. Kemudian pada tahun 2009 ekspor menurun hingga mencapai 10,08 juta ton dan pada tahun 2010 meningkat kembali menjadi 15,24 juta ton. Bauksit Indonesia (Kalbar) masih diekspor dalam bentuk raw material, di lain pihak Indonesia masih mengimpor alumina, produk lanjutan dari bauksit. Akibatnya Indonesia kehilangan devisa negara sekaligus barang tambang yang sangat besar akibat perbedaan harga bauksit dengan alumina yang sangat besar. Oleh sebab itu, ekspor raw material hasil tambang harus mulai diminimalisasi agar ada nilai tambah yang bisa didapatkan di dalam negeri. Meskipun demikian, 2

6 saat ini perolehan nilai dari ekspor bauksit masih relatif lebih besar daripada impor alumina, ekspor bauksit mencapai 15,60 juta ton (US$ 405,60 juta) dan impor alumina sebesar 527,28 ribu ton (US$ 142,29 juta). Impor alumina Indonesia selama kurun waktu sebagian besar dari Australia dan China. Impor alumina Indonesia pada tahun 2003 mencapai 439,37 ribu ton, dan terus meningkat hingga pada tahun 2010 mencapai 627,43 ribu ton. Tidak tertutup kemungkinan, impor alumina ini merupakan olahan dari bauksit yang diekspor oleh Indonesia. Dengan asumsi harga bauksit tahun 2011 sebesar US$ 29,00 per ton dan harga alumina US$ 274,00 per ton, maka peningkatan nilai tambah bauksit adalah 10,23 kali. Harga jual aluminium adalah US$ 3.822,00 per ton, sehingga peningkatan nilai tambah bauksit menjadi alumunium sebesar 139,23 kali. Apabila bauksit Indonesia sudah mengalami proses pengolahan menjadi alumina atau alumunium maka bisa mencari segmen pasar lain, misal ke Eropa, yang merupakan negara pemakai terbesar alumina dan aluminium. Pada tahun 2010 ketika harga aluminium di bursa London tercatat sebesar USD 3.620,00 per metrik ton, Indonesia hanya bisa gigit jari tak bisa merasakan kenikmatan tingginya harga aluminium. Berdasarkan data hasil survei ke perusahaan tambang bauksit di Kalbar, besarnya nilai tambah penambangan bijih bauksit dengan kapasitas produksi ton bijih bauksit per tahun, adalah sebesar US$ 6,953 juta atau US$ 9,27 per ton bijih bauksit. Penerimaan negara dari aktivitas penambangan bauksit adalah US$ 2,137 juta atau US$ 2,849 per ton, yang terdiri dari penerimaan PPh tenaga kerja sebesar US$ 0,182, royalti US$ 0,475, dan PPh Badan sebesar US$ 2,192. Dengan demikian, pada tahun 2010 kegiatan penambangan bauksit Indonesia dengan tingkat produksi total 15,236 juta ton, akan menciptakan nilai tambah sebesar US$ 141,253 juta di antaranya berupa penerimaan negara sebesar US$ 43,408 juta. Sedangkan besarnya nilai tambah produk alumina, berdasarkan sumber data dari PT Antam, dengan menggunakan tehnologi Proses Bayer, kapasitas ton CGA, harga jual CGA US$ 455 per ton, maka akan diperoleh nilai tambah sebesar US$ per tahun, 3

7 atau sebesar US$ 190,794 per ton yang secara rinci berupa PPh tenaga kerja sebesar US$ 12,836, jasa-jasa US$ 55,00, lingkungan US$ 0,830, pajak daerah US$ 2,65, PPh Badan Usaha US$ 34,631, surplus usaha bersih US$ 80,806, dan pendapatan bunga US$ 4,040. Di sisi penerimaan negara, untuk setiap ton alumina negara akan mendapatkan penerimaan sebesar US$ 38,811 dengan perincian PPh tenaga kerja sebesar US$ 1,53, pajak daerah US$ 2,65 dan PPh Badan Usaha US$ 34,631, sehingga untuk produksi CGA ton tahun negara akan menerima US$ per tahun. 4

8 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Ringkasan Eksekutif... 2 Daftar Isi... 5 Daftar Tabel... 7 Daftar Gambar... 8 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Maksud dan Tujuan Metodologi Bab II Kondisi Perbauksitan Indonesia Definisi Bauksit Teknologi Pengolahan Bauksit Sebaran Bauksit Pengusahaan Bauksit Pasokan dan Kebutuhan Bauksit dan Alumina Kebijakan Analisis Pasar Bauksit Bab III Profil Kalimantan Barat Letak Geografis Topografi dan Iklim Perkembangan Ekonomi Makro Regional Kependudukan dan Tenaga Kerja Infrastruktur Pertambangan Pembahasan Kondisi Wilayah Bab IV Analisis Perkembangan Industri Bauksit Posisi dan Peran Bauksit Kalimantan Barat di Dunia Internasional Hilirisasi Industri Bauksit Peluang dan Tantangan Industri Mineral dan Energi yang Terpadu di Kalimantan Barat

9 Bab V Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Saran Daftar Pustaka

10 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Rencana Pembangunan Pabrik Alumina di Indonesia Tabel 2.2 Kualitas chemical grade alumina Tabel 2.3 Perimbangan Pemasokan dan Kebutuhan Bauksit Indonesia, Tabel 2.4 Harga-Harga Mineral Bauksit, Alumina, dan Aluminium Tabel 2.5 Produksi Bauksit, Alumina Dan Aluminium Dunia Tahun 2011 (000 Ton) Tabel 2.6 Ekspor dan Impor Aluminium Indonesia Tabel 2.7 Nilai Tambah Penambangan Bijih Bauksit Tabel 2.8 Perbedaan Properti SGA dan CGA Tabel 2.9 Nilai Tambah Pengolahan Bauksit Menjadi Chemical Grade Alumina Tabel 2.10 Nilai Tambah Pengolahan Bauksit Menjadi Aluminium Tabel 3.1 Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat Tabel 3.2 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Tabel 3.3 Angkatan Kerja di Provinsi Kalimantan Barat Menurut Jenis Kelamin Februari 2011 Tabel 3.4 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Dan Kelompok Umur Di Kalimantan Barat Tahun 2011 Tabel 3.5 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis KegiatanDan Kelompok Umur Di Kalimantan Barat Tahun 2011 Tabel 3.6 Potensi Sumber Daya Listrik yang Dapat Dikembangkan Tabel 3.7 Jenis Bahan Galian dan Sumber Daya Tabel 3.8 Tabel Sumber Daya dan Cadangan Hasil Eksplorasi Pemegang Izin Tabel 3.9 Realisasi Produksi Pertambangan, Tabel 3.10 Neraca Daya Wilayah Kalimantan Barat Tabel 3.11 Rencana Pembangunan Pembangkit di Kalimantan Barat

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 KE Kalimantan Menurut MP3EI Gambar 2.1 Bauksit ((Al2O3.nH2O) Gambar 2.2 Rangkaian proses ekstraksi alumina dari bauksit (Proses Bayer) Gambar 2.3 Material balance ekstraksi bauksit menjadi alumina12 Gambar 2.4 Produksi Bauksit di Indonesia Gambar 2.5 Kondisi Peningkatan Nilai Tambah Bauksit Gambar 2.6 Ekspor Bauksit Indonesia Tahun Gambar 2.7 Harga komoditi Aluminum di pasar (US$/ton) Gambar 2.8 Harga Alumina Gambar 2.9 Kegiatan Kontruksi Kawasan Pabrik Chemical Grade Alumina PT Antam Di Tayan Kalimantan Barat Gambar 2.10 Proses Bayer Gambar 2.11 Nilai Tambah Pengolahan Bauksit Gambar 2.12 Proses Peningkatan Nilai Tambah Bauksit Menjadi Alumina dan Aluminium Gambar 3.1 (a) Gambar Peta Sebaran Mineral Logam Bauksit Provinsi Kalimantan Barat Gambar 3.1 (b) Peta IUP Mineral Logam Bauksit Provinsi Kalimantan Barat Gambar 3.2 Pelabuhan di Kalimantan Barat Gambar 3.3 Akses Jalan di Kalimantan Barat Gambar 3.4 Sistem Kelistrikan di Kalbar Gambar 4.1 Terputusnya mata rantai bauksit dengan pengolahan alumina dan peleburan alumunium di Indonesia

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka mendukung pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) , salah satu strategi utama yang digunakan adalah mengembangkan koridor-koridor ekonomi melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan di setiap pulau/kepulauan dengan mengembangkan klaster industri berbasis sumber daya alam. Mengingat Indonesia terdiri atas ribuan pulau dengan berbagai kekhasan yang dimilikinya, terutama ditinjau dari aspek kekayaan sumber daya alam, penduduk, tingkat pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, dan lokasi demografi, maka percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia dibagi dalam enam Koridor Ekonomi (KE). Keenam KE tersebut adalah: a. KE Sumatera; b. KE Jawa; c. KE Kalimantan; d. KE Sulawesi dan Maluku Utara; e. KE Bali Nusa Tenggara; f. KE Papua Maluku. Sebagai informasi, Provinsi Kalimantan Barat termasuk ke dalam KE Kalimantan, di samping Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Provinsi Kalimantan Timur, dengan tema pengembangan adalah Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional (Gambar 1). Dengan demikian terlihat bahwa KE Kalimantan memang bertumpu kepada hasil-hasil tambang yang patut dikembangkan. Keberadaan potensi beberapa jenis mineral dan pentingnya energi bagi pembangunan wilayah, serta usulan bahwa Provinsi Kalimantan Barat akan dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), menuntut Pemerintah Daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, untuk memberdayakan potensi tersebut menjadi kekuatan ekonomi yang riil. 9

13 Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat, provinsi ini memiliki sumber daya mineral bauksit dalam jumlah yang cukup besar terbesar di Indonesia, selain emas, timah, bijih besi, mangan, galena, zirkon, pasir kuarsa, kaolin, lempung, granit, andesit, batubara, dan gambut dalam jumlah yang relatif lebih kecil. Kalimantan Barat juga memiliki sumber daya uranium yang sampai saat ini belum diteliti lebih jauh, baik kuantitas maupun kualitasnya. Gambar 1.1. KE Kalimantan Menurut MP3EI Tambang bauksit merupakan andalan utama Provinsi Kalimantan Barat, yang mampu meningkatkan perekonomian daerah. Ada dua perusahaan besar yang beroperasi, yaitu PT Aneka Tambang (Persero), Tbk atau disingkat PT Antam, dan PT Harita Prima Abadi Mineral. Di samping dua perusahaan tersebut, tercatat ada 49 perusahaan tambang bauksit yang terbilang relatif lebih kecil dan tersebar di seluruh Provinsi Kalimantan Barat. Terbitnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan proses pengolahan dan pemurnian bagi berbagai jenis mineral termasuk mengolah bauksit menjadi alumina sebelum diekspor. Di satu sisi, proses pengolahan dan pemurnian bauksit ini akan membuka peluang bagi peningkatan penyerapan tenaga kerja dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pembangunan pabrik pengolahan/pemurnian bauksit, 10

14 namun di sisi lain diperlukan upaya untuk pengadaan energi dalam rangka mengoperasikan pabrik pengolahan/pemurnian tersebut, di samping perbaikan/pengadaan infrastruktur. Sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat beserta pemerintah kabupaten/kota agar bauksit dapat dijadikan andalan bagi wilayah ini. Di bidang energi, tidak terlalu banyak potensi yang dapat dikembangkan, sebab Provinsi Kalimantan Barat hanya memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) dalam jumlah yang relatif kecil. Sementara potensi batubara juga tidak terlalu signifikan. Padahal, pengolahan bauksit menjadi alumina dikenal sebagai boros energi, sehingga mau tidak mau Provinsi Kalimantan Barat terpaksa harus mengimpor energi dari luar Provinsi. Atas dasar kenyataan di atas, pengembangan industri pengolahan bauksit sebagai dasar untuk menentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Provinsi Kalimantan Barat memerlukan upaya dan kerja keras dalam merealisasikannya. Untuk itu kebijakan yang mampu menarik investor baru atau meningkatkan investasi yang sudah ada, terutama dalam penyediaan energi, menjadi prasyarat utama dalam mewujudkan KEK berbasis bauksit di Kalimantan Barat. Dengan pertimbangan bahwa potensi bauksit sangat terbuka untuk dikembangkan sesuai kebijakan MP3EI, maka perlu dilakukan Kajian Pengembangan Industri Mineral Bauksit Terpadu sebagai Kawasan Ekonomi Khusus di Provinsi Kalimantan Barat Maksud dan Tujuan Kegiatan ini dimaksudkan untuk menginventarisasi potensi mineral bauksit dan energi di Provinsi Kalimantan Barat; mengidentifikasi permasalahan dan solusinya terkait upaya untuk mengembangkan mineral bauksit di Provinsi Kalimantan Barat; serta menyusun kebijakan awal bagi pengembangan industri mineral bauksit dan energi yang terpadu di Provinsi Kalimantan Barat. Adapun tujuan kajian adalah menyusun usulan rekomendasi kebijakan pengembangan industri mineral khusunya untuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. 11

15 1.3. Metodologi Metodologi Kajian Pengembangan Industri Mineral Bauksit Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Provinsi Kalimantan Barat adalah analisis deskriptif yang dilakukan berdasarkan data primer dan data sekunder. Penelusuran data primer dilakukan melalui peninjauan langsung ke PT Aneka Tambang dan PT Harita Prima untuk memperoleh informasi mengenai data terkait rencana pembangunan pabrik CGA (Chemical Grade Alumina) di Tayan dan Ketapang, Kalimantan Barat. Selanjutnya dilakukan peninjauan ke lokasi rencana pabrik komersial CGA yang sedang dalam masa konstruksi. Adapun data sekunder sebagai penunjang kajian diperoleh melalui studi literatur dan berbagai laporan yang terkait dengan kajian, antara lain dengan mendatangi berbagai instansi yang mengelola atau punya otoritas kemineralan, khususnya bauksit, yaitu instansi di lingkungan Provinsi Kalimantan Barat (Badan Pusat Statistik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Dinas Pertambangan dan Energi), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara serta Badan Geologi), Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta berbagai literatur dari situs internet. Selanjutnya seluruh data dan informasi bauksit diolah dan dianalisis menggunakan pendekatan model keekonomian, statistik deskriptif (gambar, dan tabulasi), teknologi pengolahan, serta analisis tambahan dari berbagai kajian yang terkait dengan mineral bauksit. 12

16 BAB II KONDISI PERBAUKSITAN INDONESIA 2.1. Definisi Bauksit Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mempunyai mineral dengan susunan terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral gibsit (Al2O3.3H2O). Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45 65%, SiO2 1 12%, Fe2O3 2 25%, TiO2 >3%, dan H2O 14 36%. Batuan lainnya yang memiliki kandungan Al2O3 adalah lempung, kaolin, nephelin, andalusit, labradorit, dan alunit. Bijih bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika yang memungkinkan terjadinya pelapukan sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung kuarsa sama sekali. Batuan tersebut, misalnya sienit dan nefelin yang berasal dari batuan beku, batu lempung, lempung dan serpih. Batuan-batuan tersebut akan mengalami proses lateritisasi, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit. Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar, tetapi keberadaannya di kedalaman tertentu. Gambar 2.1. Bauksit (Al2O3.nH2O) 13

17 Bauksit ditambang sebagian dikonversi menjadi alumina untuk produksi logam aluminium, dan sebagian kecil digunakan untuk produk non-logam menggunakan dalam berbagai bentuk alumina khusus, sedangkan sisanya digunakan untuk non-metalurgi aplikasi bauksit. Bauksit digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan alumina dan diolah sebagai bahan baku aluminium. Sekitar 90% alumina yang dihasilkan dari bijih bauksit digunakan untuk pabrik peleburan aluminium, sisanya sebanyak 10% digunakan untuk keperluan nonmetalurgis, seperti pembuatan bata tahan panas (refractories), industri gelas keramik, bahan penggosok dan industri kimia Teknologi Pengolahan Bauksit Pabrik Alumina Bahan baku untuk elektrolisis garam lebur aluminium adalah aluminium oksida dengan spesifikasi yang tinggi Al2O3 dan kandungan pengotor yang rendah, yaitu anhidrat oksida (Al2O3), alumina. Alumina diperoleh dari proses ekstraksi bauksit dengan menggunakan proses Bayer, ditemukan di abad ke-19, yang merupakan proses yang utama dalam ekstraksi bauksit menjadi alumina selain proses lain seperti proses sintering bijih bauksit dengan kapur dan dilarutkan menggunakan pelarut asam encer. 14

18 Gambar 2.2. Rangkaian proses ekstraksi alumina dari bauksit (Proses Bayer) Gambar 2.2 menunjukkan bahwa pembuatan alumina merupakan rangkaian proses kimiawi yang sangat komplek. Kandungan Al2O3 dalam bauksit bervariasi dari satu deposit ke deposit lainnya. Sehingga pabrik alumina harus dirancang dan dibuat sesuai dengan karakteristik bijih bauksit. Ekstraksi Bauksit Pada dasarnya proses ekstraksi bauksit terdiri atas tahapan, produk tambang hancur dicuci dan di ayak + 2 mm untuk memisahkan bijih bauksit dan menurunkan kandungan silika reaktif. Mineral pengotor terdapat di dalam bauksit berukuran 2 mm. Hasil pencucian dengan vibrating kemudian dihaluskan/dilumatkan dalam ball mill. Melalui 15

19 proses penggilingan diharapkan produk lolos berukuran p µm dan dicampur dengan larutan soda kaustik dan dipompa ke dalam bejana bertekanan (autoclave). Alumina hidrat terlarutkan secara selektif dari material yang tidak larut (insoluble) menjadi senyawa sodium aluminat. Terjadi reaksi kimia antara Al2O3 dengan NaOH dengan reaksi sebagai berikut: Al2O3xH2O + NaOH 2NaAlO2 + (x+1)h2o Sistem crushing plant bauksit terintegrasi dengan sistem washing plant yang dapat berlangsung dalam beberapa tahap untuk bijih bauksit Tayan seperti yang dilaksanakan oleh PT ICA, bijih bauksit di crushing plant berlangsung satu tahap kemudian di cuci dalam trommol screen untuk menghasilkan ukuran +2mm. Produk ayakan berukuran 2 mm dijadikan sebagai umpan dalam proses milling yang merupakan rangkaian tertutup antara ball mill dan siklon sebagai alat klasifikasi di mana bijih bauksit yang masih berukuran kasar mesh di kembalikan kembali ke dalam ball mill. Sedangkan bijih bauksit yang sudah halus dicampurkan dengan larutan soda kaustik (NaOH) di dalam bejana bertekanan (vessel/ autoclave) yang dipanaskan oleh steam dalam jumlah besar. Bejana bertekanan ini dalam proses ekstraksi bauksit lebih di kenal dengan nama digester. Digester disusun secara seri, PT ICA menempatkan digester sebanyak 4 (empat) unit berukuran 8x75 m, beberapa jenis bauksit juga dilakukan penambahan kapur sebanyak 2,5-5% ke dalam larutan. Kondisi dalam digester seperti konsentrasi NaOH, suhu dan tekanan sangat tergantung dari jenis bauksit yang akan diolah. Untuk bijih bauksit berupa mineral bauksit proses digesting berlangsung pada suhu sekitar 145 o C dengan konsentrasi NaOH 135 g/l dan berlangsung pada tekanan yang terlalu tinggi. Bijih bauksit yang diolah oleh PT ICA merupakan mineral bauksit gibsit dan sedikit mineral buhmit. Mineral buhmit dan dispore membutuhkan suhu yang lebih tinggi o C dan berlangsung 2-8 jam. Bahkan ekstraksi bijih bauksit dispore proses digesting berlangsung dalam dua tahap. 16

20 Dekomposisi Setelah proses ekstraksi selesai larutan garam (sodium aluminat) dan residu berupa red mud dialirkan ke unit washing dan tangki pengendap. Tangki pengendap berukuran besar yang bekerja pada tekanan atmosferik dan diaduk secara lambat. Sodium aluminat dipisahkan dan dialirkan ke dalam seeding tank atau lebih dikenal dengan istilah tangki dekomposisi dan red mud setelah pencucian akhir dialirkan ke kolam penampungan. Serbuk alumina di tambah ke dalam larutan sodium aluminat yang akan membentuk presipitat dengan reaksi sebagai berikut: 2NaAlO2 + 4H2O Al2O3.3H2O + 2NaOH Silika reaktif berupa mineral lempung seperti kaolin yang terdapat dalam bauksit bereaksi dengan natrium hidroksida membentuk natrium-aluminium-silikat. Oksida besi serta titanium dan lainnya tidak bereaksi dengan natrium membentuk limbah padat dikenal sebagai red mud. Red mud kemudian difiltrasi dari filtrat yang berkandungan Al2O3 yang tinggi sebagai senyawa natrium aluminat, dicuci untuk menetralkan kaustik soda kemudian dipompa thickener dan diendapkan kemudian di press dalam bentuk bata untuk ditempatkan ke bekasbekas tambang sebagai material pengisi. Red mud menjadi masalah lingkungan yang akan timbul karena volumenya yang sangat besar. Penanganan red mud di beberapa pabrik ekstraksi alumina dilakukan dengan membuang ke dalam laut dengan kondisi bawah permukaan laut yang sudah dipastikan terkendali. Meskipun banyak upaya telah telah dikeluarkan untuk mencari dan mengembangkan berbagai penggunaan untuk red mud, belum ada yang teraplikasi massal dan mempunyai nilai komersial. Menambahkan soda lemah ke dalam red mud bertujuan untuk melarutkan natrium aluminat dan didinginkan hingga 100 C. Dengan pengadukan dan pendinginan hingga 60 C, aluminium hidroksida Al(OH)3 (hydrargillite) mengendap. Penambahan seed alumina ke dalam tangki presipitasi bertujuan untuk mengendalikan pembentukan alumina. Filter vakum digunakan untuk memisahkan endapan hidroksida, yang kemudian dibasuh dengan air destilasi. 17

21 Kalsinasi Kalsinasi di rotary kiln atau di fluidized suhu di 1100 o C hingga 1300 o C, menjadikan alumina dalam bentuk bubuk kering, putih. Kemurnian alumina, dinyatakan dengan kandungan pengotor sebagai berikut % SiO2, % Fe2O3, dan % Na2O. Tipe alumina seperti (ukuran partikel, α- dan Ƴ-Al2O3) dapat dipengaruhi oleh laju seed dan kondisi kalsinasi, di pasaran terdapat dua produk alumina yaitu α-al2o3 dan ɣ-al2o3. Di pasaran dikenal dengan istilah floury alumina yang merupakan α-al2o3 dan sandy alumina berukuran kasar, mempunyai luas permukaan yang aktif sehingga cocok digunakan sebagai dry scrubber system. PT. Indonesia Chemical Alumina (PT ICA), anak perusahaan salah satu BUMN, adalah perusahaan patungan antara Antam dan SDK yang merupakan perusahaan Jepang, dimana porsi saham masingmasing adalah 80% dan 20%. PT ICA akan membangun Pabrik Chemical Grade Alumina (CGA) di Kecamatan Tayan, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Memerlukan umpan bijih bauksit sebanyak 1,7 juta ton (setara dengan ton bauksit tercuci) dengan kapasitas produksi ton CGA per tahun, dimana CGA ini akan diekspor ton ke Jepang dan ton di Indonesia. Pabrik ini sedang dalam pengerjaan engineering oleh konsorsium EPC dari Jepang dan Indonesia. Material balance dan kebutuhan energi Total energi yang diperlukan untuk menghasilkan alumina dari bauksit sekitar 8,2 kwh/ton logam aluminium artinya sekitar 28% dari total energi yang diperlukan dalam pembuatan aluminium, dengan perincian sebagai berikut: 1,03 kwh/ton Al berasal dari aktivitas penambangan bauksit. 7,17 kwh/ton Al berasal dari proses ekstraksi Bayer. 18

22 Gambar 2.3 memperlihatkan material balance dari proses ekstraksi alumina dari bauksit. Untuk menghasilkan 1 kg alumina hidrat (Al(OH)3) membutuhkan bijih bauksit 1,55 kg dan dihasilkan red mud sebanyak 0,85 kg. Bauksit dilarutkan dengan menambahkan 0,07 kg NaOH dan kapur 0,03 kg untuk mengikat silika reaktif dan menambah strach 0.01 kg. Air yang dibutuhkan sebanyak 4,31 kg. Energi yang dibutuhkan sebanyak 1,1 MJ dan bahan bakar minyak sebesar 6,5 MJ. Proses ekstraksi ini akan menghasilkan limbah berupa waste water 4,01 kg yang dapat disirkulasikan kembali ke dalam sistem proses, BOD 0,0004 kg dan COD 0,11 kg. 19

23 Tabel 2.1 Rencana Pembangunan Pabrik Alumina di Indonesia PT ICA Tayan, Kab. Sanggau, Kalimantan Barat Lokasi Proyek Kapasitas Produk Capital Expenditure wmt bauksit ton bauksit tercuci Chemical Grade Alumina (CGA) tpa NPV NPV USD 450 juta USD 379 juta IRR Construction Period Operation Energi Q Q Q Mining Site : 0.40 MW Alumina Site: MW Jetty/Water Sites : 0.54 MW, Administration Site: 0.06 MW, and Town Site: 0.89 MW. Total :15.24MW 15.30MW PT Harita grup Kendawangan 2 x 6 juta ton juta ton Alumina USD 630 juta 2015 Power Plant 3 X 15 MW= juta ton Alumina USD 569 juta 2017 Power Plant 2 X 15 MW= juta ton Alumina USD 624 juta 2019 Power Plant 3 X 15 MW= juta ton Alumina USD 568 juta 2021 Power Plant 2 X 15 MW=60 Keterangan: Sumber Energi PT ICA: Bahan bakar minyak: - Industrial Diesel Oil (IDO) digunakan untuk burner dari rotary kiln dan mesin diesel (DEG). - Kerosene digunakan untuk hot air furnace dalam proses drying. - High Speed Diesel (HSD) digunakan untuk kendaraan, crane, dan lain-lain. Bahan bakar gas: LPG digunakan untuk pilot burner. Batubara: Batubara digunakan sebagai bahan bakar steam boiler. 20

24 Kualitas Produk Chemical Grade Alumina Kualitas produk alumina sangat tergantung pada kandungan Al2O3 dan ukuran partikel. Tabel 2.2 memperlihatkan beberapa jenis kualitas alpha alumina. Kandungan five nines alumina alpha dengan partikel size 0,5-1,0 µm mempunyai harga yang premium US$ 396/kg. Tabel 2.2. Kualitas chemical grade alumina Tipe Kadar % Al 2 O 3 Ukuran partikel Harga Alumina alpha 99,999 0,5-1,0 µm US$ 396/kg Alumina alpha 99,99 50 nm US$ 221/g Alumina alpha 99,99 0,3-0,8 µm US$ 155/kg Alumina alpha 99,99 1,5-3,5 µm US$ 142/kg Alumina alpha 99,99 3,5-15 µm US$ 141/kg Penggunaan Alumina Alumina digunakan sebagai bahan refraktori, abrasif, pengatur viskositas slag (slag adjuster), untuk keramik tradisionil maupun keramik maju (seperti komponen lampu, kompenen-kompenen mekanikal, seal pompa, media penyimpan magnetik, IC package, insulasi reaktor kulir, flame retardant, filler, mata perkakas (tool bits), aluminium chemical, fluks kawat las, adsorbent, adhesif, coating dan deterjen zeolit. Alumina memiliki sifat panas dan insulator listrik yang sangat baik dan tahan aus dan gesek. Alumina digunakan juga sebagai injection moulding. 21

25 2.3. Sebaran Bauksit Di Indonesia, bauksit ditemukan di Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Provinsi Bangka Belitung. Data Pusat Survei Geologi tahun 2011 menunjukkan jumlah sumber daya bauksit di Indonesia sebesar ,00 ton bijih dan ,02 ton logam dengan cadangan sebesar ,00 ton bijih dan ,32 ton logam. Sumber daya dan cadangan bauksit Indonesia bila dirinci lebih lengkap, antara lain sumber daya hipotetik (bijih 119,59 juta ton, logam 45,39 juta ton), tereka (bijih 174,95 juta ton, logam 76,92 juta ton), terunjuk (bijih 27,40 juta ton, logam 12,19 juta ton), dan sumber daya terukur (bijih 349,61 juta ton, logam 134,65 juta ton), sedangkan jumlah cadangan tereka diketahui (bijih 82,10 juta ton, logam 38,19 juta ton), sedangkan cadangan terbukti (bijih 97,40 juta ton, logam 34,88 juta ton) (total keseluruhan ± 1, ton) dengan kadar Al2O3 berkisar persen (Pusat Sumber Daya Geologi, 2011). Sumber daya dan cadangan bauksit Indonesia terdapat di Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, dan Provinsi Kalimantan Barat, dengan rincian: 1) Riau a. Tanjung Pinang (kandungan Al2O3 = 15,05 58,10%), b. Pulau Bintan dan Pulau Bulan, (kandungan SiO2 = 4,9%, Fe2O3 = 10,2%, TiO2 = 0,8%, Al2O3 = 54,4%), c. Pulau Lobang (Kepulauan Riau), Pulau Kijang (kandungan SiO2 = 2,5%, Fe2O3 = 2,5%, TiO2 = 0,25%, Al2O3 = 61,5%, H2O = 33%). Sumber daya dan cadangan buksit di Kepulauan Riau, merupakan akhir pelapukan lateritic setempat. d. Selain ditempat tersebut terdapat juga di daerah lain yaitu, Lingga, Galang, Wacopek, Tanah Merah, dan Searang. Sementara itu, sumber daya bauksit di Provinsi Kepulauan Riau yang paling besar berada di daerah Pulau Bintan dimana sumber daya terukur sebesar 146,29 juta ton, lihat Tabel 1 (Pusat Sumber Daya Geologi, 2011). 22

26 2) Kalimantan Barat a. Tayan dan sekitarnya, Tipe endapan laterit, kadar Al2O3 = % b. Sandai, Tipe endapan laterit, kadar Al2O3 = 29.4 % c. Air Upas & Riam, Tipe endapan laterit, kadar Al2O3 = % d. Kendawangan, Tipe endapan laterit, kadar Al2O3 = 31 % e. Kab. Sambas, Kec. Sei Raya, kadar AL2O3 = 47-53% f. Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Sanggau, Mungguk Pasir, Kusik, Simpang Dua, Pulau Kunyit, Balai Bekuak, Pantah, Sungai Dawak, Sungai Semandang dengan deposit terdapat pada kedalaman 2 m dengan ketebalan antara 1,5-2 m. Sumber daya bauksit di Kalimantan Barat telah diselidiki dan meliputi beberapa daerah, yaitu Kendawangan, Air Upas, Sandai-Jago dan Sungai Kapuas (Tayan, Munggu Pasir, Pantas, Simpang Dua). Di daerah Kendawangan, laterit alumina terdapat di dekat pantai. Sumber daya yang ditemukan cukup besar seperti di daerah lainya. Di daerah Sandai-Jago, walaupun eksplorasi tidak dilanjutkan, sumber daya yang terbukti menunjukkan bahwa daerah ini merupakan sumber laterit alumina cukup tinggi untuk ditambang secara besar-besaran. Untuk cadangan yang cukup besar ditemukan di daerah Sungai Kapuas. Endapan batuan di daerah ini berserakan di bukit-bukit setinggi meter dan merupakan sisa erosi yang memiliki lerenglereng landai. Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa cadangan bauksit di daerah Kalimantan berupa cadangan tereka dan cadangan terbukti cukup besar. Jumlah sumber daya bauksit di Kalimantan Barat diperkirakan cukup besar, yang terkonsentrasi di daerah Sanggau, Ketapang, dan lokasi yang berada di perbatasan dua kabupaten ini. 3) Bangka Belitung Sumber daya bauksit di Provinsi Bangka Belitung sebagian besar berada di daerah Pulau Bangka dan Sigembir dengan jumlah sumber daya diperkirakan berjumlah di atas 100 juta ton. 23

27 4) Kalimantan Tengah Sumber daya bauksit di Provinsi Kalimantan Tengah sebagian besar berada di daerah Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur dengan sumber daya di daerah ini diperkirakan berjumlah di atas 60,71 juta ton. Sementara itu, Antam selaku produsen bauksit terbesar dan tertua di Indonesia dalam laporannya menyebutkan, cadangan dan sumber daya yang dimilikinya di tahun 2008 sebesar ton, kemudian terjadi peningkatan di tahun 2009 sebesar 73%, atau ton. Sementara cadangan terbukti dan terkira sebanyak ton di tahun 2008, kemudian mengalami kenaikan sebanyak 47% di tahun 2009, atau menjadi ton. Kenaikan jumlah cadangan sumber daya dan cadangan terbukti dan terkira milik Antam tersebut, karena adanya kegiatan eksplorasi yang terus dilakukan di beberapa wilayah di Kalimantan Barat Pengusahaan Bauksit Penambangan bauksit mula-mula dilakukan dengan menyingkirkan tumbuhan penutup yang disusul dengan pengupasan lapisan tanah penutup. Selanjutnya lapisan bijih digali dan dimasukkan ke dalam truk untuk dibawa ke tempat pencucian guna menghilangkan tanah dan lumpur. Dari setiap ton bijih bauksit yang digali dihasilkan 0,5-0,6 ton bauksit tercuci, yang kemudian diangkut ke tempat penimbunan (bunker) untuk sewaktu-waktu siap dimuat ke kapal samudra. Cadangan bijih tidak sama besar dan kualitasnya. Untuk kualitas ekspor harus dipenuhi persyaratan tertentu. Agar diperoleh manfaat sebesar-besarnya harus diadakan pencampuran (blending) antara kualitas baik dengan yang kurang baik. Pencampuran dimulai pada saat melakukan penambangan dari beberapa tempat dan berakhir pada pemuatan ke dalam kapal. Pengusahaan bauksit pertama kali dilakukan oleh PT Aneka Tambang (Antam) di daerah Kijang dan sekitarnya (Pulau Bintan), Provinsi Riau, dengan cara tambang terbuka. Pada tahun 2009, PT Antam menutup usahanya dan lahan lokasi bekas tambang tersebut diusahakan oleh beberapa perusahaan swasta pemilik IUP. 24

28 Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kepulauan Riau (DESDM Kepulauan Riau, 2011) mencatat, jumlah perusahaan penambangan bauksit yang memiliki IUP di wilayah ini terdapat 32 perusahaan, terdiri atas tiga IUP di Karimun, 12 IUP di Tanjung Pinang, Bintan 9 IUP, dan dua perusahaan berada di perbatasan kabupaten. Jumlah sumber daya bauksit di Kepulauan Riau diperkirakan mencapai 180,97 juta ton, daerah yang masih menyimpan sumber daya bauksit paling besar adalah Kabupaten Lingga dengan jumlah sekitar 168,96 juta ton sisanya tersebar di empat wilayah dengan jumlah yang relatif kecil. Masa berlakunya IUP tersebut berkisar antara 2 sampai 20 tahun. Di Kalimantan Barat (DESDM Kalimantan Barat, 2011) terdapat 49 perusahaan yang memiliki IUP, dengan 27 perusahaan berada di Sanggau, dua di Bengkayang, delapan di Landak, lima di Kayong Utara, tiga di Kabupaten Pontianak, dan empat perusahaan di perbatasan antar kabupaten/kota. Pengusahaan bauksit yang cukup besar di Kalimantan Barat terdapat di Tayan dengan pelaku usaha PT Aneka Tambang (Antam), PT Harita Prima Abadi Mineral, dan PT Karya Utama Tambang. Di samping itu, masih banyak IUP-IUP kecil yang beroperasi di seluruh wilayah Kalimantan Barat Pasokan dan Kebutuhan Bauksit dan Alumina Produksi dan Konsumsi Selama tahun 2003 hinga tahun 2010, produksi bauksit Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar ton. Produksi tahun 2010 yang jumlahnya mencapai ton meningkat pesat dibandingkan produksi pada tahun 2003 yang hanya ton. Selama kurun waktu tersebut produksi bauksit Indonesia tumbuh 125,96 persen setiap tahunnya, lihat Gambar 2.4. Jumlah produksi bauksit pada tahun 2010 sebanyak ton, dan produksi tahun 2011 yang diperkirakan akan mencapai lebih dari 20 juta ton seluruhnya diekspor dalam bentuk mentah (raw material), dan seluruh hasil produksi tersebut dijual ke beberapa negara, khususnya ke China sebagai negara tujuan utama ekspor bauksit 25

29 Indonesia. Kalaupun ada pengolahan hanya sebatas pencucian (washing), atau pencampuran (blending). Sejak tahun , produksi bauksit Indonesia mengalami fluktuasi dalam kuantitas produksi, lihat Tabel 2.4. Dalam kurun waktu , produksi bauksit Indonesia sangat kecil, rata-rata di bawah 1,5 juta ton. Pada tahun 2003 produksi bauksit Indonesia hanya sebesar ton, dan pada tahun 2005 meningkat sedikit menjadi ton. Pada tahun 2006, produksi meningkat drastis dan mencapai puncaknya pada tahun 2010 yang mencapai juta metrik ton. Hal ini disebabkan permintaan yang sangat besar dari China yang perekonomiannya terus tumbuh sehingga menjadi negara industri terbesar dunia. Kondisi pengusahaan pertambangan dan program peningkatan nilai tambah (PNT) bauksit dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.5. Gambar 2.4. Produksi Bauksit di Indonesia Sumber: Indonesia Mineral and Coal Statistics, Ditjen Mineral dan Batubara,

30 Bauksit Diolah Alumina Dalam negeri Diolah Ekspor Logam Aluminium Dalam negeri Ekspor Gambar 2.5. Kondisi Peningkatan Nilai Tambah Bauksit Selama kurun waktu perkembangan produksi bauksit Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan rata-rata 125,96 persen setiap tahunnya, dengan peningkatan persentase terbesar terjadi dari tahun 2005 ke tahun Kecenderungan meningkatnya permintaan terhadap bauksit produksi Indonesia selama kurun waktu terutama oleh Jepang dan China yang merupakan pasar terbesar bauksit Indonesia. Adanya krisis ekonomi yang melanda dunia tahun 2008, ternyata tidak menyebabkan menurunnya permintaan bauksit di negara tersebut. Selain itu, munculnya negara-negara industri baru di kawasan Asia diharapkan akan mendorong meningkatnya kebutuhan akan bauksit. Namun diperkirakan pasar akan dipengaruhi dengan masuknya pasokan bauksit dari negara lain seperti dari Afrika, Eropa Timur termasuk negara-negara bekas Uni Soviet. Sementara itu perkembangan konsumsi bauksit di dalam negeri dalam periode terlihat berfluktuasi. Selama ini pemakai bahan galian ini adalah industri alumina, industri gelas, keramik, dan industri refraktori serta industri lainnya yang memerlukan tungku untuk mengoperasikannya. Berdasarkan Tabel 2.3 dapat dilihat tingkat pemakaian bauksit di Indonesia selama periode , dimana pada tahun 2003 konsumsi mencapai 245,56 ribu ton, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 734,42 ribu ton. Selama kurun waktu tersebut tingkat konsumsi bauksit Indonesia, tumbuh sebesar 31,17 persen setiap tahunnya. 27

31 Perkembangan Ekspor dan Impor Bauksit Menurut data dari Ditjen Mineral dan Batubara, selama periode , ekspor bauksit Indonesia cenderung meningkat. Tahun 2003 volume ekspor bauksit Indonesia telah mencapai 1,09 juta ton, tahun 2007 meningkat sangat besar sekali dan telah mencapai 17,03 juta ton. Pada tahun 2009 ekspor menurun hingga mencapai 10,08 juta ton dan pada tahun 2010 meningkat kembali menjadi 15,24 juta ton, lihat Tabel 2.3 dan Gambar 2.6. Pada tahun , ekspor bauksit meningkat besar sekali dibanding periode , disebabkan bertambahnya produksi dari KP-KP bauksit yang berada di Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau. Bila dilihat dari negara tujuan ekspor selama kurun waktu tersebut ( ) pada umumnya ditujukan ke Jepang, Taiwan, China, Rusia, dan Thailand. Sedangkan bila dilihat dari total ekspornya, China merupakan pengimpor terbesar, disusul kemudian oleh Jepang dan Taiwan. Data impor bauksit relatif kecil, rata-rata ton per tahun, dari tahun 2003 hingga tahun Impor didatangkan dari Australia berupa bauksit dengan kualitas tinggi yang digunakan untuk keperluan industri refraktori, industri gelas keramik, dan industri bahan penggosok. Kecilnya impor bauksit, disebabkan sebagian besar kebutuhan produsen industri yang menggunakan bahan baku bauksit dapat terpenuhi dari produksi dalam negeri. Di samping itu, industri pemakai bijih bauksit makin menurun kapasitas produksinya akibat tingginya kebutuhan terhadap alumina. Pada tahun 2003 impor bauksit hanya 2,33 ribu ton saja, dan pada tahun 2004 menurun menjadi 1,63 ribu ton akibat industri pemakai bauksit mengalami penurunan, dan pada tahun 2010 impor bauksit terus menurun hingga mencapai 1,44 ribu ton (lihat Tabel 2.3). 28

32 Sumber : Indonesia Mineral and Coal Statistics, Ditjen Mineral dan Batubara, Gambar 2.6. Ekspor Bauksit Indonesia Tahun

33 Tabel 2.3. Perimbangan Pemasokan dan Kebutuhan Bauksit Indonesia, Komoditi/ Uraian Satuan a. Produksi Ton , , , , , , , ,00 b. Impor a) - BAUKSIT Ton 2.330, , , , , , , ,00 ton , , , , , , , ,00 - ALUMINA c. Ekspor - Bauksit Ton , , , , , , , ,00 - ALUMINA ton 5,00,00 600,00,00 710,00,00 170,00 570,00 20,00 70,00 108,00 d. Konsumsi *) Ton , , , , , , Sumber : -Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, status Juli Perhapi dari BPS & IRSA, ALUMINA terdiri dari (aluminium hydroxide dan other aluminium oxide) - Keterangan : mulai tahun 2007 produksi dan ekspor sebagian besar dari KP-KP Bauksit (Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Barat, dan Provinsi Bangka Belitung). 30

34 Perkembangan Ekspor dan Impor Alumina Bauksit Indonesia masih diekspor dalam bentuk barang mentah (raw material) ke beberapa negara. Di lain pihak Indonesia masih mengimpor alumina, produk lanjutan dari bauksit untuk memenuhi kebutuhan industri pemakai dalam negeri. Akibat dari perdagangan luar negeri seperti ini, menyebabkan Indonesia kehilangan devisa negara, sekaligus barang tambang yang jumlahnya sangat besar akibat perbedaan harga antara bauksit dengan alumina yang sangat besar. Oleh sebab itu, ekspor hasil tambang dalam bentuk mentah harus mulai diminimalisasi agar ada nilai tambah yang bisa didapatkan dari hasil tambang dalam negeri. Impor alumina selama kurun waktu sebagian besar berasal dari Australia, China, disusul kemudian oleh Amerika Serikat, Singapura, Hongkong, Inggris, Guyana, Kanada, dan Jepang. Dari data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, impor alumina Indonesia pada tahun 2003 mencapai 439,37 ribu ton, dan impor ini terus meningkat hingga pada tahun 2010 mencapai 627,43 ribu ton. Tidak tertutup kemungkinan, impor alumina ini merupakan olahan dari bauksit yang diekspor oleh Indonesia. Walaupun volume impor alumina lebih kecil dibandingkan dengan ekspor bauksit, namun harga alumina jauh lebih mahal daripada bauksit. Oleh sebab itu devisa yang dikeluarkan oleh Indonesia nilainya sangat besar. Meskipun demikian, saat ini perolehan nilai dari ekspor bauksit jumlahnya masih relatif lebih besar daripada impor alumina. Data tahun 2010 menunjukkan, ekspor bauksit mencapai 15,60 juta ton dengan nilai US$ 405,60 juta (harga bauksit tahun 2010 rata-rata sebesar US$ 26 per ton), sementara impor alumina sebesar 527,28 ribu ton dengan nilai sebesar US$ 142,29 juta (harga alumina tahun 2010 rata-rata sebesar US$ 266 per ton). Tren Harga Bauksit, Alumina dan Aluminium Harga bauksit sangat ditentukan oleh pasar Internasional. Beberapa faktor yang dominan mempengaruhi harga tersebut adalah naikturunnya produksi pabrik peleburan alumina dan aluminium, lihat Tabel

35 Tabel 2.4 Harga-Harga Mineral Bauksit, Alumina, dan Aluminium Tahun Bauksit Tren Alumina Tren Aluminium Tren US$/Mt (%) US$/Mt (%) US$/Mt (%) ,00-152, , ,00 0,00 146,25-3, ,00-8, ,99 17,59 262,00 79, ,00 6, ,00-9.,95 396,00 51, ,00 19, ,00-5,56 445,00 12, ,00 7, ,00 5,88 430,00-3, ,00 39, ,00 11,11 325,00-24, ,00 2, ,00 10,00 350,00 7, ,00 8, ,00 13,64 255,00-27, ,00 19, ,00 4,00 266,00 4, ,00 5, ,00 6,00 274,00 4, ,00 5,68 Rata-rata 5,19 6,86 11,24 Sumber : Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Sementara itu harga pasar komoditi aluminum yang berlaku saat ini adalah: 3, , , , , , , , , , , , , , , , Gambar 2.7. Harga komoditi Aluminum di pasar (US$/ton) Gambar 2.7. Harga komoditi Aluminum di pasar (US$/ton) Sumber : Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Sumber : Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara,

36 2.6. Kebijakan Gambar 2.8. Harga Alumina Kebijakan peningkatan nilai tambah didasarkan kepada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: 1. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara: a. Pasal 95 huruf c Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara ; b. Pasal 102 Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara ; c. Pasal 103 ayat (1) Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri ; d. Pasal 103 ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah ; e. Pasal 170 Pemegang Kontrak Karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal

37 2. PP No. 23 Tahun 2010, tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara: a. Pasal 84 ayat (1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi harus mengutamakan kebutuhan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri ; b. Pasal 93 ayat (1) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah mineral yang diproduksi, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya ; c. Pasal 95 : 2. Peningkatan nilai tambah mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui kegiatan : a. pengolahan logam; atau b. pemurnian logam. 3. Peningkatan nilai tambah mineral bukan logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan mineral bukan logam; 4. Peningkatan nilai tambah batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan batuan. d. Pasal 96 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peningkatan nilai tambah mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 diatur dengan Peraturan Menteri e. Pasal 112 angka 4 huruf c Kuasa Pertambangan, Surat Izin Pertambangan Daerah, dan Surat Izin Pertambangan Rakyat, yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhir serta wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 4. PP No. 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/ atau di Daerah-Daerah Tertentu. 34

38 5. Peraturan Menteri ESDM No. 34 Tahun 2009, tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri. Setelah hampir tiga tahun sejak UU No.4 Tahun 2009 dikeluarkan, akhirnya keluar Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 07 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Peraturan Menteri ini kemudian direvisi oleh Permen ESDM No. 11 Tahun 2012, yang pada intinya memberikan kelonggaran kepada para pengusaha untuk melakukan ekspor mineral dalam bentuk bijih hingga awal tahun 2014 setelah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu: 1. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR dapat menjual bijih ke luar negeri apabila telah mendapat rekomendasi Menteri cq. Dirjen Minerba. 2. Rekomendasi diberikan setelah IUP Operasi Produksi dan IPR memenuhi persyaratan antara lain: a. Status IUP Operasi Produksi dan IPR Clear and Clean (CnC); b. Melunasi kewajiban pembayaran keuangan kepada negara; c. Menyampaikan rencana kerja dan/atau kerjasama dalam pengolahan dan/atau pemurnian mineral di dalam negeri; dan d. Menandatangani pakta integritas. Permen ESDM No Tahun 2012 ini mengatur berbagai hal terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah, termasuk di dalamnya persyaratan komoditi tambang yang akan di ekspor. Khusus tentang bauksit, Permen ESDM No. 07 Tahun 2012 mengatur spesifikasi mineral bauksit yang akan diekspor adalah: mineral bauksit dalam bentuk gibbsit, diaspor, dan boehmit dapat diekspor dengan syarat: smelter grade alumina (SGA) berkadar di atas 99% Al2O3, Chemical Grade Alumina (CGA) berkadar di atas 99% Al(OH)3, dan logam berkadar lebih besar daripada 99% Al. Dengan adanya peningkatan nilai tambah bauksit tersebut, maka diharapkan Indonesia dapat memperoleh nilai tambah akibat dari pengolahan bauksit menjadi aluminium. 35

39 Peningkatan nilai tambah bauksit menjadi aluminium dapat digambarkan sebagai berikut: Pada tahun 2011, harga bauksit sebesar US$ 29,00 per ton, jika diolah menjadi alumina maka akan dapat dijual dengan harga US$ 274,00 per ton (ada peningkatan sebesar 10,23 kali). Dari alumina jika diolah menjadi aluminium maka nilai jualnya akan menjadi US$ 3.822,00 per ton (ada peningkatan sebesar 139,23 kali dibanding dengan dijual dalam bentuk bauksit mentah). Perhitungan sederhana peningkatan nilai tambah bauksit menjadi alumina dan aluminium berdasarkan harga masing-masing logam tersebut pada tahun 2011, dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Bauksit US$ 29,00/ton Alumina US$ 274,00/ton Aluminium US$ 3.822,00/ton Saat ini PT Antam tengah membangun pabrik pengolahan bauksit Smelter Grade Alumina (SGA) dan Chemical Grade Alumina (CGA), masing-masing berkapasitas 300 ribu ton alumina per tahun (CGA) dan 720 ribu ton alumina per tahun (SGA), dengan total kebutuhan bahan baku bauksit paling sedikit 3,42 juta ton per tahun. Dengan sumber daya bauksit milik PT Antam yang di Sanggau (Kalimantan Barat) sebanyak 188,30 juta ton, dan dengan asumsi tingkat produksi tetap, maka umur tambang perusahaan ini sekitar 55,06 tahun. Artinya, dalam 55 tahun ke depan keberlangsungan kegiatan produksi pabrik smelter alumina milik PT Antam akan tetap terjamin. Pembangunan pabrik Chemical Grade Alumina (CGA) di Tayan, Kalimantan Barat, terlaksana berkat kerja sama antara PT Antam (80%) dengan Showa Denko K.K-Jepang (20%) yang menelan biaya sekitar US$ 450 juta. Proyek pembangunan CGA Tayan rencananya akan berjalan selama 32 bulan atau akhir tahun 2013 dan mulai beroperasi komersial pada awal Dengan keberadaan CGA Tayan, Indonesia diharapkan tidak perlu lagi mengimpor alumina untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 36

40 Selain proyek CGA di Tayan, Antam telah menandatangani perjanjian usaha patungan dengan Hangzhou Jinjiang Group (HJG) dari China untuk membangun proyek Smelter Grade Alumina (SGA) di Mempawah, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat. Berdasarkan informasi, pabrik SGA memiliki kapasitas metrik ton alumina per tahun, dengan mengolah metrik ton bijih bauksit. Rencananya, pada 2014 operasi komersil perdana akan dilakukan. Pabrik SGA dengan nilai proyek US$ 1 miliar ini, nantinya akan menghasilkan bahan baku aluminium yang dapat dipakai memenuhi kebutuhan domestik, misalkan untuk pabrik pengolahan aluminium PT Inalum. Proyek Chemical Grade Alumina (CGA) Tayan: Lokasi : Tayan, Kalimantan Barat. Kepemilikan : 80% Antam 20% Showa Denko.K.K Perkiraan biaya proyek : US$ 450 juta Rencana kapasitas produksi : ton Chemical Grade Alumina/tahun. Status saat ini : Konsorsium PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, Tsukishima Kikai Co. Ltd. PT Nusantara Energi Abadi (Nusea) terpilih sebagai kontraktor EPC. Tahap saat ini adalah proses pendanaan. Estimasi operasi komersial pada tahun PT Indonesia Chemical Alumina (PT ICA) merupakan joint venture PT ANTAM, Showa Denko, dan Marubeni Corp. Proyek Chemical Grade Alumina (CGA) Tayan: Lokasi Status saat ini Rencana produksi Biaya investasi : Tayan, Kalimantan Barat. : konsorsium (PT. Harita Prima Abadi Mineral). : ton CGA/th terbagi dalam lima tahap, masing-masing tahap kapasitas produksi 2 juta ton CGA/th. : US$ 2,28 miliar untuk Tahap I dan II. 37

41 Estimasi Operasi komersial Tahap I pada tahun Pada tahap berikutnya, yakni tahun 2017, 2019, dan 2021, PT Harita Grup akan mengolah bauksit sebesar 2x6 juta ton per tahun dan memproduksi sekitar 4 juta ton CGA per tahun di tahun Proyek Smelter Grade Alumina (SGA) Mempawah: Lokasi : Mempawah, Kalimantan Barat. Kepemilikan : 49% Antam 51% Huangzhou Jinjiang Group Perkiraan biaya proyek : US$ 1 miliar Rencana kapasitas produksi : 1,2 juta metrik ton SGA per tahun. Status saat ini : Konsorsium Antam + Hangzhou Jinjiang Group dari China dengan kepemilikan saham sebesar 49% (Antam) dan 51% (HJG Antam memiliki opsi untuk menjadi mayoritas setelah tiga tahun beroperasi komersial. Tahap saat ini adalah pemilihan kontraktor EPC dan pendanaan Estimasi operasi komersial pada semester II tahun Secara keseluruhan yang sudah direncanakan oleh PT Antam dan PT Harita, pada tahun 2021, bauksit yang akan diolah sekitar 20 juta ton menghasilkan 5,2 juta ton SGA dan 0,3 juta ton CGA. Permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan pengolahan bauksit menjadi alumina sesuai Permen ESDM No Tahun 2012 adalah, bagaimana dengan nasib IUP-IUP kecil yang dipastikan akan mengalami kesulitan dalam membangun smelter mengingat pembangunan pabrik smelter alumina membutuhkan biaya dan energi sangat besar. Untuk itu, agar rencana pembangunan smelter bauksit, khususnya untuk menampung produk dari IUP-IUP kecil, dapat terlaksana, hendaknya pemerintah segera: 1. Memberikan kepastian hukum bagi investor, sebagai dampak dari otonomi daerah dengan adanya tumpang tindih lahan KP, tata guna lahan dan proses perijinan; 2. Adanya insentif untuk percepatan pembangunan smelter berupa tax holiday dan pembebasan bea masuk barang modal; 3. Adanya Kawasan Ekonomi Khusus untuk mendukung pembangunan pabrik smelter; 38

42 4. Membangun keterkaitan hulu-hilir industri mineral nasional yang terjalin dengan kokoh; 5. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur di lokasi proyek; 6. Dukungan dalam hal mengantisipasi peningkatan kebutuhan (requirements) dari pemangku kepentingan yang dapat menyebabkan ongkos produksi menjadi besar; 7. Memberi ruang bagi dibangunnya costum plant di berbagai daerah yang menjadi sentra pertambangan bauksit, dan berfungsi sebagai penampung produk bauksit dari IUP-IUP kecil. Di samping itu, sudah sepatutnya IUP-IUP kecil tersebut melakukan kerja sama sebagimana diatur dalam Permen ESDM No Tahun Analisis Pasar Bauksit Kebutuhan Aluminium Dalam Negeri Sektor industri yang menggunakan aluminium antara lain: Industri otomotif untuk membuat bak truk dan komponen kendaraan bermotor; Sektor konstruksi dalam pembangunan perumahan seperti kusen dan jendela; Industri manufaktur untuk membuat badan pesawat terbang; Industri pengolahan makanan dan minuman untuk kemasan berbagai jenis produk; Sektor lain, misal untuk kabel listrik, peralatan rumah tangga dan barang kerajinan; Membuat termit, yaitu campuran serbuk aluminium dengan serbuk besi oksida, digunakan untuk mengelas baja ditempat, misalnya untuk menyambung rel kereta api. Sebagai penghasil bauksit, Indonesia saat ini belum memiliki perusahaan pelebur (smelter) bauksit sehingga seluruh bijih bauksit diekspor ke luar negeri (Jepang dan China), sedangkan alumina sebagai bahan baku untuk pembuatan aluminium harus mengimpor dari negara lain. 39

43 Satu-satunya perusahaan aluminium di Indonesia adalah PT Indonesia Asahan Aluminium (PT IAI/Inalum), yang menghasilkan aluminium dalam bentuk batang (ingot) dengan berat masing-masing 22,7 kg. Jenis kualitas produk yang dihasilkan oleh PT Inalum adalah masingmasing 99,90% dan 99,70%. Sebanyak 40 persen produksi PT Inalum dijual di pasar domestik, sedangkan 60 persen diekspor. Padahal untuk memenuhi kebutuhan aluminium dalam negeri, Indonesia masih harus mengimpor dari negara lain. Tren Pasar Alumina dan Aluminium Dalam Negeri Dalam lima tahun terakhir ( ) ada kecenderungan permintaan industri terhadap alumina dan aluminium dalam negeri meningkat. Dengan demikian jelas sekali hal tersebut membutuhkan bauksit sebagai bahan bakunya. Oleh sebab itu, prospek pendirian pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina dan aluminium sangat menguntungkan bagi Indonesia dilihat dari berbagai sisi, antara lain optimalisasi nilai tambang, tersedianya bahan baku bagi industri di dalam negeri (menghemat devisa negara), penyerapan tenaga kerja (peningkatan keahlian, kemampuan, dan penyediaan lapangan kerja terampil), serta peningkatan penerimaan negara (royalti dan pajak). Oleh sebab itu ekspor bauksit yang selama ini dilakukan ke China dan Jepang Indonesia sudah harus dihentikan, dan diganti dengan alumina atau aluminium sesuai ketentuan UU No. 4 Tahun 2009 yang akan berlaku efektif lima tahun setelah UU ini terbit yaitu tahun Adanya krisis ekonomi yang melanda dunia tahun 2008, ternyata tidak menyebabkan menurunnya permintaan alumina dan aluminium. Hal ini disebabkan munculnya negara-negara industri baru di kawasan Asia yang mendorong meningkatnya kebutuhan akan alumina dan aluminium untuk menghasilkan berbagai produk berbahan baku alumina dan aluminium. Namun diperkirakan pasar akan dipengaruhi dengan masuknya pasokan alumina dan aluminium dari negaranegara produsen alumina dan aluminium seperti China, India, Amerika, Australia, Kanada, dan Jepang. Kendala yang dihadapi Indonesia saat ini adalah investasi di sektor pengolahan (smelter) bauksit yang berlarut-larut waktunya, sehingga tenggat waktu yang ditetapkan oleh UU No. 4 Tahun 2009 bahwa pengusaha tambang mineral bauksit tidak boleh mengekspor dalam 40

44 bentuk bahan mentah (raw material) akan sulit terpenuhi dengan berbagai alasan. Di lain pihak, dengan kondisi ini para pengusaha pertambangan mengeksploitasi secara besar-besaran sumber daya mineral bauksit untuk memanfaatkan celah dari kebijakan UU pertambangan tersebut, yang memperkenankan pengusaha untuk mengekspor bauksit sampai dengan awal tahun Tren Pemasokan dan Kebutuhan Bauksit Rata-rata pertumbuhan produksi bauksit dari tahun meningkat 125,96 persen per tahun, yakni dari ton (2003) menjadi ton (2010). Besarnya peningkatan prosentase produksi ini diakibatkan oleh adanya peningkatan produksi yang drastis dari tahun 2006 sebesar 1,5 juta ton menjadi 15,41 juta ton pada tahun Sementara konsumsi tumbuh sebesar 31,17 persen, yakni dari 245,56 ribu ton (2003) menjadi ribu ton (2008). Sedangkan selama kurun waktu tersebut tidak ada impor untuk bauksit (impor dalam bentuk alumina dan aluminium) dengan penurunan rata-rata sebesar 3,42 persen akibat adanya krisis ekonomi global. Ekspor meningkat rata-rata setiap tahun sebesar 140,03 persen (ekspor tahun 2003 sebesar ton dan tahun 2010 menjadi ton). Besarnya rata-rata peningkatan ekspor bauksit yang tajam disebabkan adanya peningkatan ekspor yang sangat besar pada tahun 2006 sebesar 1,54 juta ton menjadi 17,03 juta ton pada tahun Dari data tren pemasokan dan kebutuhan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasar mineral bauksit Indonesia sangat menjanjikan, dengan tingkat ekspor terus meningkat besar sekali hingga mencapai 140,03 persen setiap tahun melebihi tingkat impor yang hanya sebesar -3,42 persen setiap tahun. Dengan besarnya pertumbuhan tingkat produksi yang melebihi impor, memberi arti pasar luar negeri untuk bauksit Indonesia sangat besar, dan kebutuhan dalam negeri untuk bauksit dapat terpenuhi. Namun demikian sumbangan ekonomi dari sektor mineral bauksit tersebut sangat kecil sekali bagi masyarakat dan bangsa disebabkan masih dijual dalam bentuk mentah. 41

45 Berdasarkan kondisi dari pola pasokan dan kebutuhan bauksit tersebut, ke depannya mineral bauksit diharapkan dapat diolah lebih lanjut di dalam negeri agar memberi nilai tambah. Di samping itu, yang lebih penting adalah terus dilakukannya kegiatan eksplorasi dalam menemukan sumber daya bauksit, serta peningkatan sumber daya bauksit menjadi cadangan siap tambang. Apabila potensipotensi di sektor ini dapat bekerja sama, maka industri bauksit dapat memberikan nilai tambah dan menghasilkan efek berantai (multiplier effect) yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Kebutuhan Aluminium Dunia Kebutuhan aluminium dunia tahun 2010 sebanyak 39 juta ton, diperkirakan akan naik menjadi 50 juta ton pada tahun 2015 (Inalum hanya memasok 0,7% dari kebutuhan aluminium dunia). Selama ini produksi Inalum yang berkisar sebesar ton atau 60% dari produksi Inalum yang berkapasitas ton tersebut diekspor ke Jepang, padahal kebutuhan domestik aluminium Indonesia sudah mencapai ton per tahun dengan rata-rata pertumbuhan 15% per tahun, dan kekurangan pasokannya dipasok dari aluminium Australia (Kementerian Perdagangan, 2010). Data Indexmundi.com 2011, menyebutkan bahwa wilayah Asia merupakan penghasil bauksit terbesar dunia dengan kontribusi sebesar 56,94% (data tahun 2007), disusul kemudian wilayah Amerika (24,89%), Afrika dan Timur Tengah (10,31%), serta Eropa dan Erasia (7,85%) (Sumber: , 21:42, 28 April 2011). Cina merupakan penghasil bauksit (30 juta ton) terbesar kedua di dunia setelah Australia (62,43 juta ton) dan juga sebagai penghasil alumina (19,5 juta ton) dan aluminium (12,6 juta ton) terbesar di dunia. Sedangkan Indonesia sebagai penghasil bauksit dengan jumlah ton pada tahun 2010 juta ton hanya memproduksi aluminium sebanyak ton (Inalum, 2011), lihat Tabel

46 Tabel 2.5. Produksi Bauksit, Alumina Dan Aluminium Dunia Tahun 2011 (000 Ton) Produksi Wilayah Aluminium Bauksit Alumina Primary Australia ,00. Amerika , Asia - Indonesia , , Eropa dan Erasia 8.400, Afrika dan Timur Tengah , Negara lainnya 2.600,00 Jumlah 236,480, Sumber : , 21:42, 28 April 2011 Peluang Peningkatan Nilai Tambah Umur tambang bauksit berdasarkan ratio cadangan/produksi ± 14 tahun (cadangan ton : produksi juta ton), sedangkan ratio sumber daya/produksi ± 74 tahun (sumber daya ton : produksi ton). Oleh sebab itu kebijakan tentang nilai tambah dan konservasi perlu diterapkan dengan baik. Dalam kondisi produksi sekarang berarti cuma 14 tahun lagi produksi bauksit dapat ditambang dan dapat memenuhi kebutuhan smelter bauksit dalam negeri. Jumlah ini tidak sampai 20% dari produksi dunia (produksi bauksit dunia tahun 2008 sebesar ton). Sementara Australia punya kemampuan ton, China ton, dan Brasil sebesar ton per tahun. Bauksit dihasilkan oleh lebih 20 negara tersebar di mana-mana. Namun bauksit Indonesia selama ini hanya dijual ke Jepang dan China saja dengan berdasarkan kontrak jangka panjang pula. Padahal apabila bauksit Indonesia sudah mengalami proses pengolahan menjadi alumina bisa mencari segmen pasar yang lain, misal ke Eropa, yang merupakan negara industri pemakai terbesar dari alumina dan aluminium. Ketika harga aluminium di bursa London pada tahun 2010 tercatat sebesar 3.620,00 per metrik ton, Indonesia hanya bisa gigit jari tak bisa merasakan kenikmatan tingginya harga aluminium. Sampai sekarang harapan untuk memperoleh keuntungan yang besar dari mineral bauksit masih belum terlaksana, mengingat proyek pemurnian 43

47 bauksit menjadi alumina dan aluminium belum selesai. Oleh sebab itu, rencana pembangunan smelter bauksit oleh PT Antam harus cepat dilaksanakan. Diperkirakan proyek smelter ini, selain bisa lebih panjang umurnya, tambang-tambang bauksit juga dapat memperkuat posisi Indonesia di barisan produsen alumina dan aluminium dunia. Saat ini Showa Denko malah sudah mulai membangun sebuah pabrik produk-produk aluminium di Tangerang dengan sumber daya manusia (SDM) lokal yang telah dididik di Jepang. Namun demikian pabrik pengolahan alumina dan aluminium yang sudah berjalan masih mengimpor ingot dari Jepang. Kendati bahan baku itu sumbernya dari indonesia juga yang berasal dari PT Antam. Tabel 2.6. Ekspor dan Impor Aluminium Indonesia Subyek Volume dan Nilai Ekspor Ton US$ Impor Ton US$ Sumber: BPS/Kementerian Perdagangan diolah kembali, PNT TEKMIRA 1. Peningkatan Nilai Tambah Penambangan Bauksit (Wantah) Penambangan yang dilakukan untuk bijih bauksit seperti umumnya pada jenis mineral logam mempunyai tahapan yang sama, yaitu pembongkaran (untuk jenis mineral logam batuan dilakukan dengan pemecahan menggunakan peledakan/mekanik; sedangkan untuk mineral logam pasir dengan menggunakan pompa semprot atau pengerukan, pengangkutan kemudian proses pemisahan (mineral berharga dan pengotor, dan konsentrasi). Untuk mengetahui gambaran umum besarnya nilai tambah penambangan bijih bauksit (mentah), maka konsep perhitungannya didasarkan hasil kegiatan survei ke perusahaan tambang di Kabupaten Ketapang dan Sanggau di Kalimantan Barat, seperti komponen harga dan biaya produksi. Untuk itu diasumsikan model penambangan adalah dengan kapasitas produksi ton bijih bauksit per tahun. 44

48 Berdasarkan pendekatan laporan rugi-laba (income statement) diperoleh komponen nilai tambah dari aktivitas penambangan bijih bauksit, terdiri dari: Pengeluaran gaji dan upah sebesar US$ 84,375 juta, Royalti, CSR dan asuransi sebesar US$ 0,472 juta, Jasa surveyor US$ 0,15 juta, Jasa lainnya US$ 0,045 juta, PPh Badan US$ 1,644 juta, Surplus usaha bersih US$ 3,835 juta, dan Bunga bank US$ 0,192. Berdasarkan model pendekatan pendapatan, besarnya nilai tambah produk bijih bauksit dihitung dengan jalan menjumlahkan komponen tersebut, sehingga diperoleh nilai tambah dari aktivitas penambangan sebesar US$ 6,953 juta atau US$ 9,27 per ton bijih bauksit (Tabel 2.6). Demikian pula penerimaan negara dari aktivitas penambangan bauksit adalah US$ 2,137 juta atau US$ 2,849 per ton, yang terdiri dari penerimaan PPh tenaga kerja sebesar US$ 0,182, royalti US$ 0,475, dan PPh Badan sebesar US$ 2,192. Dengan demikian, untuk tahun 2010 dari adanya kegiatan penambangan bauksit dengan tingkat produksi total Indonesia yang mencapai sekitar 15,236 juta ton, maka akan tercipta nilai tambah sebesar US$ 141,253 juta di antaranya berupa penerimaan negara sebesar US$ 43,408 juta. 45

49 Tabel 2.7 Nilai Tambah Penambangan Bijih Bauksit NO. URAIAN ALIRAN KAS TAHUN NILAI TAMBAH PENERIMAAN NEGARA ( DALAM $ USA ) ( DALAM $ USA) ( DALAM $ USA) 1. PENDAPATAN ,00 Bauxit Ore 19 $ USA Ton ,00 2. PENGELUARAN GAJI & UPAH , ,63 a. Gaji (net) Manajemen ,33 b. Upah (net) Tenaga Kerja Langsung ,30 c. PPh Manajemen , ,00 d. PPh. Tenaga Kerja Langsung , ,00 ATK 2.000,00 BAHAN BAKAR & PELUMAS ,92 a. Bahan Bakar ,92 b. Pelumas ,00 SUKU CADANG ,00 DEPRESIASI & AMORTISASI ,33 ROYALTY, CSR, ASURANSI , ,83 a. Royalty , ,00 b. CSR ke Desa, dll ,83 c. Asuransi Karyawan & Jamsostek ,00 LINGKUNGAN & REKLAMASI ,00 a. Lingkungan ,00 b. Reklamasi ,00 PENGANGKUTAN & PEMUATAN (SEWA) ,00 a. Angkutan Tongkang ke Vessel ,00 b. Muat ke Vessel ,00 JASA SURVEYOR , ,00 a. Biaya SGS / Analisa Conto ,00 b. Analisa & Draft Survey Ekspor ,00 JASA LAINNYA , ,00 a. Bea Cukai 2.500,00 b. Representasi 5.000,00 c. Dept. Pertambangan 5.000,00 d. Angkatan Laut 2.500,00 e. Pemda 5.000,00 f. Polisi 2.500,00 g. Penguasa Pelabuhan 2.500,00 h. Perjalanan ,00 BIAYA OVER HEAD ,26 3. SURPLUS USAHA BRUTO ,03 4. PPh BADAN , , ,41 5. SURPLUS USAHA BERSIH , ,62 6. BUNGA BANK ( 5 % / TAHUN) , ,28 TOTAL NILAI TAMBAH ORE BIJIH BAUXIT , ,41 46

50 2. Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Bauksit menjadi Alumina Mata rantai nilai tambah aluminium yang masih terputus adalah pada pengolahan bauksit menjadi alumina. Pemerintah menaruh harapan besar pada PT Antam menggarap pengolahan bauksit menjadi alumina. Sekitar 91% dari bauksit yang ditambang di seluruh dunia digunakan untuk membuat alumina yang merupakan bahan baku proses pembuatan aluminium. PT Antam sekarang ini dalam proses pengembangan cadangan bauksit di dua daerah potensial yang berada di Kalimantan Barat, yaitu : Proyek Chemical Grade Alumina (CGA) Tayan, Lokasi di Tayan, Kalimantan Barat. Perkiraan biaya proyek sebesar US$ 450 juta dengan rencana kapasitas produksi ton Chemical Grade Alumina per tahun. Status saat ini konsorsium unincorporated PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, Tsukishima Kikai Co. Ltd. dan PT Nusantara Energi Abadi (Nusea) terpilih sebagai kontraktor EPC. Tahap saat ini adalah proses pendanaan. Estimasi operasi komersial pada tahun Proyek Smelter Grade Alumina (SGA) Mempawah: Lokasi di Kalimantan Barat. Perkiraan biaya proyek sebesar US$ 1 miliar dengan kapasitas produksi 1,2 juta metric ton SGA per tahun. Status saat ini, Antam berencana untuk membentuk usaha patungan dengan Hangzhou Jinjiang Group dari China dengan kepemilikan saham sebesar 49% (Antam) dan 51% (HJG). Antam memiliki opsi untuk menjadi mayoritas setelah tiga tahun beroperasi komersial. Tahap saat ini adalah pemilihan kontraktor EPC dan pendanaan. Estimasi operasi komersial pada semester II tahun

51 Gambar 2.9. Kegiatan Kontruksi Kawasan Pabrik Chemical Grade Alumina PT Antam Di Tayan Kalimantan Barat Teknologi pengolahan bijih bauksit menjadi alumina yang dimungkinkan diterapkan oleh PT Antam adalah menggunakan proses Bayer (Gambar 2.10). Alumina diperoleh melalui Proses Bayer dengan cara melarutkan bauksit ke dalam larutan kaustik soda (NaOH) yang diikuti dengan proses pemisahan material tak larut dan pembentukan kristal Alumina serta proses kalsinasi pada suhu di atas 1000 C. Tahapan proses Bayer tersebut meliputi: -- Mineral bauksit pertama-tama dilumatkan (grinding) untuk membentuk butir dengan diameter kurang dari 30 mm dengan crushers; -- Selanjutnya dicampur dengan liquor-downstream dari proses daur ulang yang kemudian akan dihancurkan lebih halus lagi sehingga akhirnya memperoleh butir dengan diameter kurang dari 315 μm; - - Tahap digestion dari proses Bayer, dengan dua fenomena terjadi, pertama pelarutan alumina yang terkandung dalam bauksit dan lainnya pembentukan residu padat (red mud); 48

52 -- Settling dan pencucian dari residu, dengan tujuan untuk memisahkan kedua fase slurry liquor yang mengandung natrium aluminat dan waste dari yang alumina telah terektrasi; -- Kalsinasi Hidrat, yaitu hidrat alumina kemudian akan dikalsinasi di dalam fluidized bed calciner dalam temperatur sekitar o C untuk menghilangkan unsur hidratnya dan kemudian akan berubah menjadi Smelter Grade Alumina. Gambar 2.10 Proses Bayer 49

53 Untuk mempermudah pemahaman dalam membedakan produk alumina jenis SGA dan CGA ditunjukkan pada Tabel 2.8 berikut ini: Tabel 2.8 Perbedaan Properti SGA dan CGA Sumber: PT Antam, 2011 Untuk mengetahui gambaran umum besarnya nilai tambah produk alumina antara lain berdasarkan sumber data dari PT Antam. Dapat disebutkan bahwa dengan menggunakan tehnologi Proses Bayer berkapasitas ton CGA, dengan harga jual per ton CGA sebesar US$ 455, akan diperoleh nilai tambah sebesar US$ /tahun, atau sebesar US$ 190,794/ton yang secara rinci adalah berupa : PPh tenaga kerja sebesar US$ 12,836, jasa-jasa US$ 55,00, lingkungan US$ 0,830, pajak daerah US$ 2,65, PPh Badan Usaha sebesar US$ 34,631, surplus usaha bersih sebesar US$ 80,806, pendapatan bunga US$ 4,040 (Tabel 2.9). Sedangkan dilihat dari sisi penerimaan negara, untuk setiap tonnya negara akan mendapatkan penerimaan sebesar US$ 38,811 dengan perincian berupa : PPh tenaga kerja sebesar US$ 1,53, pajak daerah US$ 2,65 dan PPh Badan Usaha sebesar US$ 34,631. Dengan demikian untuk produk SGA berkapasitas ton/tahun negara akan menerima US$ /tahun. 50

54 Tabel 2.9 Nilai Tambah Pengolahan Bauksit Menjadi Chemical Grade Alumina NO. URAIAN ALIRAN KAS TAHUN NILAI TAMBAH PENERIMAAN NEGARA ( DALAM US $ ) ( DALAM US $ ) ( DALAM US $ ) 1. PENDAPATAN ,000 a. CHEMICAL GRADE ALUMINA, Ton ,000 ( $ USA BEAYA TENAGA KERJA (315 Orang) , ,000 a. Manajemen, 10 orang ,000 b. Insinyur, 75 orang ,000 c. Supervisor, 70 orang ,000 d. Pelaksana, 160 orang ,000 e. PPh Karyawan , ,000 f. Asuransi, Jamsostek , BAHAN BAKU PROCESS ,333 a. Bijih Bauxit, Ton ,000 b. Caustic Soda ,000 c. Energi Listrik 260 kwh/ton , BAHAN BAKAR, LISTRIK, TRANSPORTASI, JASA, ASURANSI, DLL ,000 a. Bahan Bakar, Olie, Vat, dll ,000 b. Part, Suplies, dll ,000 c. Jasa Pengangkutan (sewa) , ,000 d. Depresiasi ,000 e. Safety ,000 f.tailing, processing, dll ,000 g. Travelling , ,000 h. Jasa Operasional lainnya , ,000 i. Fasilitas , ,000 j. Listrik Penerangan Plant & Perkantoran , LINGKUNGAN, KOMDEV , ,000 a. Penanggulangan Lingkungan ,000 b. CSR ,000 c. Pengembangan Infrastruktur/Bencana Alam ,000 6 PEMASARAN, LOGISTIK, DISTRIBUSI, KOMUNIKASI ,000 a. Biaya Pemasaran ,000 b. Biaya Logistik & Distribusi ,000 c. Biaya Komunikasi , PAJAK-PAJAK DAERAH , , ,000 a. PBB, Pajak Daerah ,000 b. Pajak Kendaraan, dll ,000 c. Perijinan & pajak lainnya , BIAYA TAK TERDUGA , SURPLUS USAHA BRUTO ,333 PPh Badan Usaha , , , SURPLUS USAHA NETTO , , Pendapatan Bunga (0,5 % per tahun) , ,517 T O T A L , ,000 Sumber: PT ANEKA TAMBANG, Tbk (diolah kembali) 51

55 3. Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Alumina PT Inalum merupakan pabrik peleburan aluminium saat ini satusatunya pabrik aluminium di Indonesia bahkan di Asia Tenggara bergerak dalam bidang mereduksi alumina menjadi alumunium dengan menggunakan alumina, karbon, dan listrik sebagai material utama, dengan kapasitas terpasang sebesar ton per tahun. Pabrik ini memiliki 3 pabrik utama, yaitu pabrik karbon, pabrik reduksi, dan pabrik penuangan. a. Pabrik Karbon Pabrik karbon ini terdiri dari pabrik karbon mentah dan pabrik karbon pemanggangan serta penangkaian anoda untuk menghasilkan dan memproduksi blok anoda yang berfungsi sebagai elektroda. Di pabrik karbon mentah (coke, dan hard pitch dicampur dan dibentuk menjadi blok anoda lalu dipanggang hingga temperatur o C di pabrik karbon pemanggangan), selanjutnya dipabrik penangkaian blok anoda tadi ditangkai dengan menggunakan cast iron. b. Pabrik Reduksi Pabrik reduksi terdiri dari 3 bangunan dengan ukuran yang sama. Ada 510 pot di gedung tersebut dan rata-rata memiliki tipe prebaked anode furnaces (PAF), dengan disain 175 KA, namun sudah ditingkatkan hingga 194 KA, dan beroperasi pada suhu 960 o C. Setiap pot rata-rata dapat menghasilkan alumunium sekitar 1,3 ton atau lebih aluminium cair per hari. c. Pabrik Penuangan Di pabrik penuangan alumunium cair dituangkan ke dalam holding furnace. Ada 10 unit holding furnace masing-masing berkapasitas 30 ton. Aluminium cair ini kemudian dicetak ke dalam cetakan casting machine dengan jumlah 7 buah cetakan, dengan masing-masing kapasitas sebesar 12 ton per jam untuk masing-masing mesin dan menghasilkan 22,7 kg ingot aluminium (aluminium batang). Berdasarkan data tersebut serta dari data global dunia, digunakan untuk mengukur peningkatan nilai tambah pengolahan alumina 52

56 menjadi aluminium batangan (ingot). Dari model pabrik smelter dengan kapasitas ton produk aluminium batangan, diperoleh komponen nilai tambah terdiri dari balas jasa upah dan gaji, pajak, CSR, surplus usaha, dan bunga dengan nilai total sekitar US$ 63,768 milyar atau US$ 251,127 per ton (Tabel 2.9). Adapun penerimaan negara yang dapat diperoleh dari adanya pabrik aluminium tersebut sekitar US$ 685,158 per ton. Dari kajian rangkaian nilai tambah mulai dari bijih bauksit, menjadi alumina hingga menjadi aluminium batangan di atas, dapat digambar seperti pada Gambar 2.11 berikut ini: Proses Flow Produk Harga Nilai Tambah Bijih Bauksit US$ 19 US$ 9,27 1 x Alumina (CGA) US$ 455 US$ 190,79 21 x Aluminium Ingot US$ US$ 251, x Gambar 2.11 Nilai Tambah Pengolahan Bauksit 53

57 NO. Tabel 2.10 Nilai Tambah Pengolahan Bauksit Menjadi Aluminium URAIAN 1. PENDAPATAN ,000 Alumunium Batangan , ,000 ALIRAN KAS TAHUN NILAI TAMBAH PENERIMAAN NEGARA ( DALAM US $ ) ( DALAM US $ ) ( DALAM US $ ) 2. PENGELUARAN GAJI & UPAH (1957 Orang) , ,854 b. Upah (net) Tenaga Kerja ,004 d. PPh. Tenaga Kerja, (29 Thn) , ,851 BAHAN BAKU DAN INPUT LAINNYA ,548 a.bahan Baku Bauxit Ore b. Energi listrik ( kwh/t.al) c..bahan bakar dan pelumas d. Bahan Kimia e. Suku Cadang f. Depresiasi e.kendaraan g.biaya Jasa pertambangan h.biaya Jasa Pemeliharaan i.biaya Jasa Konsultan j. Biaya transportasi k.biaya Litbang l.biaya telekomunikasi m.bahan imbuhan/flux n.atk dan sejenisnya o.biaya Overhead LINGKUNGAN/CSR , ,455 a. Lingkungan/CSR, (11 tahun) , SURPLUS USAHA BRUTO , PAJAK PERUSAHAAN , , ,143 a. Anual Fee, (28 tahun) , b.pajak Perusahaan, (5 tahun) ,000 6 SURPLUS USAHA BERSIH , ,000 7 PENJUALAN LISTRIK KE PLN 60 MW , ,000 8 PENERIMAAN BUNGA BANK (5 % / Tahun) , ,000 TOTAL NILAI TAMBAH , ,993 54

58 Bauxite Bayer Prcess Alumina Hall-Heroult Process Al. Scrap Al. Ingot AL. Rod Al. Sheet Al. Flat Bar Lithographic Plates Ladders High Pressure Gas Cylinder Al. Tube Sporting Goods Al. Round Bar Al. Square Bar Machined Components Road Barriers & Signs Furniture Gambar Proses Peningkatan Nilai Tambah Bauksit Menjadi Alumina dan Aluminium 55

59 BAB III PROFIL KALIMANTAN BARAT 3.1 Letak Geografis Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki luas wilayah ,00 km2 (14,68 juta Ha), terletak pada 2 08 LU dan LS dan antara BT dan BT pada peta bumi, membentang dari utara ke selatan sepanjang 600 km dan dari timur ke barat sepanjang 850 km. Provinsi ini berbatasan dengan wilayah sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Sarawak (Malaysia Timur); b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Laut Jawa; c. Sebelah timur berbatasan dengan Sarawak dan Kalimantan Timur; d. Sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna dan Selat Karimata. Provinsi Kalimantan Barat terbagi menjadi 12 kabupaten dan dua kotamadya (Tabel 3.1.). Tabel 3.1. Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat No. Kabupaten/Kota Ibu kota 1 Kabupaten Bengkayang Bengkayang 2 Kabupaten Kapuas Hulu Putussibau 3 Kabupaten Kayong Utara Sukadana 4 Kabupaten Ketapang Ketapang 5 Kabupaten Kubu Raya Sungai Raya 6 Kabupaten Landak Ngabang 7 Kabupaten Melawi Nanga Pinoh 8 Kabupaten Pontianak Mempawah 9 Kabupaten Sambas Sambas 10 Kabupaten Sanggau Sanggau 11 Kabupaten Sekadau Sekadau 12 Kabupaten Sintang Sintang 13 Kota Pontianak - 14 Kota Singkawang - Sumber: Kalimantan Barat Dalam Angka,

60 3.2 Topografi dan Iklim Secara umum Kalimantan Barat merupakan dataran rendah dengan sedikit berbukit, diapit oleh dua jajaran gunung, yaitu pegunungan Kalingkang di Kapuas Hulu bagian utara dan pegunungan Schwener di selatan sepanjang perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah, serta dialiri oleh ratusan sungai yang aman untuk dilayari. Sebagian besar daerah daratannya berawa-rawa bercampur gambut dan hutan mangrove. Dari banyak danau yang ada, dua yang utama adalah Danau Sentarum (luas 117,500 Ha) yang nyaris kering di musim kemarau, dan Danau Luar (luas 5,400 ha). Sebagian besar wilayah Kalimantan Barat (sekitar 36%) merupakan areal datar dengan kemiringan rendah < 2%, mencakup wilayah seluas Ha (wilayah terluas berada di Kabupaten Ketapang, Ha atau 35%). Sisanya adalah dataran dengan kemiringan masing-masing 2% 15% seluas Ha atau 24% dari total wilayah Kalimantan Barat (yang terluas berada di Kabupaten Ketapang, Ha atau 25%), kemiringan 15% 40% seluas Ha atau 20% dari total wilayah Kalimantan Barat (yang terluas berada di Kabupaten Sintang, Ha atau 16%), dan dengan kemiringan tinggi > 40% seluas Ha atau 20% dari wilayah Kalimantan Barat (yang terluas terdapat di Kabupaten Kapuas Hulu, Ha atau 41%). Sekitar Ha (19,5%) dari seluruh wilayah Kalimantan Barat merupakan daerah tergenang (flooding area), dengan areal paling luas terdapat di Kabupaten Ketapang, yaitu Ha (35,2%); sebagian besar sisanya (sekitar 80,5%) merupakan daerah tidak tergenang, yaitu seluas Ha, dengan areal paling luas berada di Kabupaten Kapuas Hulu, yaitu Ha (22%). Dilihat dari jenis tanah permukaan, sebagian besar daratan Kalimantan Barat (57%) berjenis tanah PMK (Podsolet Merah Kuning, termasuk kompleks PMK) yang mencakup luas Ha. Areal terluas berada di Kabupaten Ketapang dengan seluas Ha (27%). Jenis tanah berikutnya adalah Aluvial seluas Ha (terluas di Kabupaten Pontianak, Ha), OGH seluas Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, Ha), Podsol seluas Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, Ha), Latosol 57

61 seluas Ha, (terluas di Kabupaten Bengkayang, Ha), dan Regosol seluas Ha yang hanya terdapat di Kabupaten Ketapang Ha dan Kota Singkawang seluas Ha. Ditinjau dari jenis tekstur tanah, sebagian besar (59,2%) bertekstur tanah sedang (moderate), yaitu seluas Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, Ha), kemudian halus (smooth) seluas ha (terluas di Kapuas Hulu, Ha), kasar (hard) seluas Ha (terluas di Kabupaten Sintang, Ha), gambut (turf) seluas ha (terluas di Kabupaten Ketapang, Ha), dan rawa (swamp) seluas Ha masing-masing di Kabupaten Kapuas Hulu seluas Ha dan di Kabupaten Ketapang seluas 750 Ha. Kalimantan Barat memiliki 19 macam kandungan tanah (the soil bearing), yang terbanyak adalah kwarter (Quartenary) sekitar Ha (terbanyak di Kabupaten Ketapang, Ha), kemudian Plistosen-Pliosen (Plistocene-Pliocene) sebanyak Ha (terluas di Kabupaten Sintang, Ha), Intrusif dan Plasonik Asam (Acid Intrusive and Plutonic) sebanyak Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, Ha), Intrusif dan Plutonik Basa Menengah (Intermediate Intrusive and Plutonic) sebanyak Ha (terluas di Kabupaten Sekadau, Ha), Efusif tak Dibagi (Effusive Undivided) sebanyak Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, Ha), Pra Tersier tak Dibagi (Pretertiary Undivided) sebanyak Ha sebagian besar terletak di Kabupaten Hulu, Kapur (Cretaceous) Ha (terluas di Kabupaten Sintang, Ha), Trias (Triassic) sebanyak Ha (terbanyak di Kabupaten Bengkayang, Ha), Permokarbon Trias Atas (Permo Carboniferous-U Triassic) Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu, Ha), Efusif Menengah (Intermediate Effusive) Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu, Ha), Permokarbon (Permo Carboniferous) Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu, Ha), Sekis Hablur (Crystalline Schist) Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu, Ha), Paleozoik (Paleozoic) Ha (terluas di Kabupaten Sambas, Ha), Efusif Basa (Basic Effusive) Ha (terluas di Kabupaten Bengkayang, Ha), Efusif Asam (Acid Effusive Rocks) Ha (terluas di Kabupaten Landak, Ha), Intrusif dan Plutonik Basa (Basic Intrusive and Plutonic) Ha (terluas 58

62 di Kabupaten Sanggau, Ha), Paleogen (Paleogene) Ha (terbanyak di Kabupaten Landak, Ha), Jura (Jurassic) Ha (terluas di Kabupaten Bengkayang, Ha), Neogen (Neogene) Ha (terluas di Kabupaten Kapuas Hulu Ha). Kalimantan Barat termasuk daerah penghujan yang cukup tinggi intensitasnya. Tahun 2008, jumlah curah hujan tertinggi mencapai milimeter terjadi di bulan Desember, umumnya terjadi di daerah-daerah yang berhutan tropis dan disertai kelembaban udara yang cukup tinggi. Sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli mencapai 9 29 milimeter. Jumlah hari hujan dengan rata-rata bulanan hari hujan tertinggi pada umumnya terjadi di bulan Desember, mencapai angka 23 hari 27 hari. Sedangkan hari hujan terendah terjadi pada bulan Agustus yang hanya mencapai 3 hari 11 hari. Karena dilewati oleh garis Khatulistiwa, daerah ini memiliki suhu udara yang tinggi disertai kelembaban yang tinggi pula. Temperatur udara tertinggi mencapai suhu 33,5oC, sedangkan yang terendah mencapai suhu 22,6oC dengan rata-rata 25oC-28oC. Adapun kecepatan angin rata-rata 3 knots 5 knots/jam, dan tertinggi ratarata mencapai 28 knots 29 knots/jam. 3.3 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Salah satu indikator makro ekonomi yang banyak digunakan berbagai kalangan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Beberapa indikator turunannya dapat memberikan informasi lebih rinci mengenai perekonomian daerah, seperti pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan pendapatan per kapita. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Saat ini umumnya PDRB baru dihitung berdasarkan dua pendekatan, yaitu dari sisi sektoral/ lapangan usaha dan dari sisi penggunaan. Selanjutnya PDRB juga dihitung berdasarkan harga berlaku dan harga konsta. Total PDRB menunjukkan jumlah seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh penduduk dalam periode tertentu. 59

63 PDRB Menurut Lapangan Usaha PDRB Kalbar atas dasar harga berlaku tahun 2011 mencapai Rp 66,78 trilyun dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian 25,05%, sektor perdagangan, hotel dan restoran 22,57%, dan sektor industri pengolahan 17,98% (Tabel 3.2). Struktur ekonomi ini masih menempatkan sektor pertanian sebagai leading sector. Namun, jika dilihat dari strukturnya selama lima tahun terakhir tanpa terjadi pergeseran sektoral, dimana sektor industri pengolahan mulai menurun peranannya digantikan oleh sektor pertambanganpenggalian, pengangkutan-komunikasi, dan keuangan. Pertumbuhan ekonomi tahun 2011 tumbuh sebesar 5,94 persen lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2010 yang sebesar 5,37 persen. Hal ini terutama didorong oleh sektor pertanian, perdaganganhotel-restoran, dan pengangkutan-komunikasi. Sektor pertanian tahun 2011 tumbuh 4,49 persen sedangkan tahun 2010 tumbuh 4,18 persen, sedangkan sektor perdagangan-hotelrestoran tahun 2010 dan 2011 masing-masing tumbuh 5,57 persen dan 6,49 persen. Sementara itu, sektor pengangkutan-komunikasi yang sebelumnya tumbuh 10,12 persen kini mengalami pertumbuhan sebesar 10,69 persen. Meningkatnya PDRB secara total tahun 2011 diikuti dengan meningkatnya PDRB per kapita. Pada tahun 2010 PDRB per kapita Kalbar mencapai Rp 13,76 juta, sedangkan tahun 2011 meningkat sekitar 9,58 persen menjadi Rp 15,08 juta. 60

64 PDRB Menurut Penggunaan Selain dari sektoral, perkembangan ekonomi dapat tercermin juga dari komponen-komponen penggunaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Penyajian menurut penggunaan/pengeluaran dapat menggambarkan komposisi penggunaan barang dan jasa. Baik yang dihasilkan di dalam region maupun yang berasal dari luar region. Komponen-komponen tersebut adalah: (1) Konsumsi Rumah Tangga; (2) Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba; (3) Konsumsi Pemerintah; (4) Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto; (5) Perubahan Stok; dan (6) Ekspor Barang dan Jasa. Ditinjau dari sudut penggunaannya PDRB tahun 2011 atas dasar harga berlaku masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga yaitu sebesar 52,95 persen. Pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun Kondisi tersebut lebih disebabkan oleh menurunnya pengeluaran untuk konsumsi makanan. Sementara itu, pengeluaran konsumsi lembaga swasta nirlaba memiliki proporsi terkecil dalam penggunaan PDRB yaitu hanya 0,90 persen. Laju pertumbuhan PDRB menurut penggunaan yang paling tinggi dialami oleh impor barang dan jasa sebesar 14,32 persen, dan kondisi ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang menurun sebesar 12,87 persen. Sementara itu pertumbuhan PMTB yang menggambarkan kondisi investasi, menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan tahun Jika tahun 2010 PMTB tumbuh 6,07 persen, maka pada tahun ini pertumbuhannya mencapai 7,52 persen. 61

65 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota Berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000, kabupaten/kota yang memberi kontribusi terbesar terhadap perekonomian Kalimantan Barat adalah Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. Tahun 2011, PDRB atas dasar harga berlaku Kota Pontianak mencapai Rp 13,91 trilyun sedangkan Kabupaten Kubu Raya mencapai Rp 9,98 trilyun atau kontribusinya terhadap perekonomian Kalimantan Barat masing-masing sebesar 21,44 persen dan 15,37 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun 2011 tertinggi pada Kabupaten Ketapang sebesar 7,98 persen, menyusul Kabupaten Landak sebesar 6,99 persen. Tingginya pertumbuhan Kabupaten Ketapang terutama disebabkan pertumbuhan yang tinggi pada sub sektor pertambangan, bangunan, dan listrik-gas-air bersih. Sedangkan pertumbuhan yang relatif tinggi pada Kabupaten Landak terutama didukung oleh pertumbuhan industri pengolahan, listrik-gas-air bersih, konstruksi. Kabupaten yang mengalami pertumbuhan terendah 2011 adalah Kabupaten Kapuas Hulu yaitu sebesar 4,56 persen. Rendahnya pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten Kapuas Hulu terutama disebabkan kecilnya pertumbuhan di sektor industri pengolahan dan pertanian. PDRB perkapita tertinggi adalah Kota Pontianak yang mencapai Rp 24,54 juta menyusul Kabupaten Kubu Raya sebesar Rp 19,52 juta. PDRB perkapita terendah adalah Kabupaten Melawi besarnya Rp 6,05 juta. Besarnya PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun dapat dilihat dalam tabel berikut ini : 62

66 Tabel 3.2. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Lapangan Usaha *) 2011**) 1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilna d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian a. Minyak dan Gas Bumi/ b. Pertambangan Tanpa Migas c. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri Migas 1) Pengilangan Minyak Bumi 2) Gas Alam cair b. Industri Bukan Migas 1) Makanan Minuman dan Tembakau 2) Tekstil, Brg Kulit & Alas Kaki 3) Brg Kayu & Hasil Hutan Lainnya 4) Kertas dan Brg Cetakan 5) Pupuk Kimia & Brg dari Karet 6) Semen & Brg Galian Bukan Logam 7) Logam Dasar Besi & Baja 8) Alat Angk Mesin & Peralatan 9) Barang Lainnya 4. Listrik, Gas & Air Bersih a. L i s t r i k b. Gas Kotas c. Air Bersih , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,27 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,95 0, ,05 : Catatan: *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat , , , , , , , , , , , , , , , , ,63 184, , , , ,83 0, ,73 5. Bangunan , , ,75 6. Perdagangan, Hotel & Restoran a. Perdagangan Besar dan Eceran b. H o t el c. R e s t o r a n , , , , , , , , , , , ,85 7. Pengangkutan & Komunikasi , , ,35 a. Pengangkutan 1) Angkutan Rel 2) Angkutan Jalan Raya , , , , , ,68 3) Angkutan Laut , , ,46 4) Angk Sungai Danau & Penyebrangan 5) Angkutan Udara , , , , , ,60 6) Jasa Penunjang Angkutan , , ,26 b. K o m u n i k a s i , , ,66 8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan a. B a n k b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Real Estate e. Jasa Perusahaan , , ,82 978, , , , , , , , , , , , , , ,63 9. Jasa - jasa a. Pemerintahan Umum 1) Adm Pemerintahan & Pertahanan 2) Jasa Pemerintahan Lainnya b. S w a s t a 1) Sosial Kemasyarakatan 2) Hiburan dan Rekreasi 3) Perorangan dan Rumah tangga , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,03 PDRB/GRDP , , ,81 63

67 Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi tahunan pada triwulan II-2011 sebesar 7,38% (yo-y) atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,25% (y-o-y). Inflasi tahunan tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 5,54% dari inflasi dua kota, yaitu Pontianak dan Singkawang, dengan bobot yang disesuaikan terhadap inflasi nasional (y-oy). Inflasi tahunan tersebut bersumber dari inflasi Kota Pontianak sebesar 7,76% (y-o-y) dan inflasi Kota Singkawang sebesar 5,65% (y-o-y). Sementara secara triwulanan, inflasi pada periode laporan tercatat sebesar 0,32% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan triwulan I-2011 sebesar 1,58% (q-t-q). Sementara inflasi triwulanan nasional triwulan I-2011 sebesar 0,36% (q-t-q). Berdasarkan kelompoknya, seluruh kelompok pembentuk inflasi tercatat mengalami inflasi. Kelompok transportasi tercatat sebagai kelompok yang mengalami inflasi tertinggi, yaitu sebesar 10,96% (y-o-y). Selain itu, kelompok bahan makanan juga mengalami inflasi yang cukup tinggi sebesar 9,61%. Sementara, kelompok pendidikan tercatat sebagai kelompok yang mengalami inflasi terendah, yaitu sebesar 2,64% (y-o-y). Inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan antara lain dipengaruhi oleh berkurangnya pasokan. Selanjutnya, inflasi kelompok transportasi pada periode laporan antara lain bersumber dari meningkatnya mobilitas masyarakat Kalimantan Barat. 3.4 Kependudukan dan Tenaga Kerja Pada tahun 2010, penduduk Provinsi Kalimantan Barat mencapai orang atau 1,83% dari total penduduk Indonesia, dengan kepadatan penduduk 33,74 orang/km2. Dari jumlah tersebut, penduduk usia kerja berdasarkan pendidikan dan jenis kelamin disajikan dalam Tabel berikut. 64

68 Tabel 3.3. Angkatan Kerja di Provinsi Kalimantan Barat Menurut Jenis Kelamin Februari 2011 Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan SD SMTP SMTA Umum SMTA Kejuruan Diploma I/II/III/Akademi Universitas Jumlah Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional Februari 2011 diolah Pusdatin Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS bulan Februari 2011, jumlah angkatan kerja di Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 2,26 juta orang, naik 2,71% dibandingkan Agustus Berdasarkan status pekerjaan utamanya, tenaga kerja masih didominasi oleh tenaga kerja sektor informal. Pada Februari 2011, tenaga kerja sektor informal sebanyak 1,54 juta orang, atau naik sebesar 1,60% dibandingkan Agustus Sementara itu, tenaga kerja sektor formal sebanyak 601,63 ribu orang, atau naik 4,22% dibandingkan Agustus Penduduk berumur lima belas tahun ke atas merupakan penduduk usia kerja, di mana usia ini merupakan sumber tenaga kerja produktif yang dapat dimanfaatkan sebagai penggerak roda pembangunan. Komposisi penduduk yang bekerja di Provinsi Kalimantan Barat, masih didominasi oleh pekerja yang berpendidikan rendah, yaitu sekitar 78,84 persen adalah tamat SLTP ke bawah. Lapangan usaha yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu menyerap sekitar 60,43 persen dari total angkatan kerja yang bekerja. Jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2011 sebanyak orang, dimana orang diantaranya bekerja (96,12 persen). Dengan demikian, angkatan kerja Kalimantan Barat yang belum terserap pada pasar kerja pada tahun 2011 adalah jiwa. Hal ini mengindikasikan adanya pengangguran terbuka sebesar 3,88 persen. 65

69 Sedangkan untuk yang bukan angkatan kerja adalah jiwa dimana sekitar 33,94 persennya bersekolah atau berjumlah jiwa, mengurus rumahtangga jiwa (49,9 persen) dan lain-lain sebanyak orang (16,08 persen). Pertumbuhan pencari kerja (terdaftar) daerah Kalimantan Barat dari tahun ke tahun berfluktuasi besarnya. Pada tahun 2011 pencari kerja tercatat sebesar orang, menurun jika dibanding dengan tahun 2010 dan 2009 yang masing-masing mencapai dan orang. Jika melihat pertumbuhan pencari kerja daerah Kalimantan Barat pada tahun amat pesat, diduga ini merupakan salah satu dampak konsekuensi dari makin meningkatnya aktivitas pembangunan wilayah. Namun sayangnya, permintaan akan tenaga kerja selalu lebih rendah dari pada penawaran kerja sehingga munculnya pengangguran merupakan ekses yang tidak dapat dihindari. Persebaran penduduk yang tidak merata dapat menimbulkan ekses negative threaded pemerataan pembangunan daerah antar wilayah, terutama pembangunan bidang ekonomi, sarana dan prasarana perekonomian, sosial dan lainnya. Berkenaan dengan itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah berupaya menggalakkan kembali perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain (transmigrasi), khususnya dari daerah padat ke daerah yang kurang padat penduduknya seperti dari Pulau Jawa dan NTB ke Sumatera, Kalimantan, dan Kawasan Indonesia Bagian Timur. 66

70 Tabel 3.4 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Dan Kelompok Umur Di Kalimantan Barat Tahun 2011 Kelompok Umur Bekerja Pengangguran Terbuka Jumlah Jumlah / Total Lanjutan tabel 3.4. Bukan Angkatan Kerja Kelompok Umur Sekolah Mengurus Lain-lain Jumlah Jumlah Rumah Tangga Jumlah Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat 67

71 Tabel 3.5 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Dan Kelompok Umur Di Kalimantan Barat Tahun 2011 Angkatan Kerja Kelompok Umur Bekerja Pengangguran Terbuka Jumlah (1) (2) (3) (4) Jumlah / Total Lanjutan Tabel 3.5 Kelompok Umur Age Group (1) Bukan Angkatan Kerja / Non Labor Force Mengurus Lain-lain Jumlah Jumlah Sekolah Rumahtangga Total Attending House- Others Total School hold (9) (5) (6) (7) (8) Jumlah / Total Sumber/Source : BPS Provinsi Kalimantan Barat / BPS-Statistics of Kalimantan Barat 68

72 3.5 Infrastruktur Jaringan Jalan Pada tahun 2011, Provinsi Kalimantan Barat mendapat alokasi dana sebesar Rp1,3 trilyun untuk pembenahan infrastruktur. Salah satu prioritas pada 2011 adalah pembangunan Jalan Trans Kalimantan poros Selatan, termasuk pembangunan Jembatan Tayan. Alokasi infrastruktur untuk Kalimantan Barat sesuai perencanaan Pemerintah Pusat dalam periode mencapai Rp6 triliun. Pemerintah juga menargetkan jalan nasional dalam kondisi mantap 94% pada tahun Sementara untuk Kalimantan Barat, saat ini 60% dari kilometer jalan nasional kondisinya cukup baik. Jaringan Air Bersih Dalam pembangunan sarana air bersih, Kalimantan Barat memanfaatkan sumber air baku dengan pengelolaan membagi wilayah layanan berdasarkan zonasi pengembangan dari hulu (Kapuas Hulu/Danau Sentarum) hingga ke wilayah pesisir. Zona pengelolaan tersebut adalah: Zona Sambas-pemangkat Singkawang Pontianak-Ambawang Ketapang Bengkayang Entikong Sanggau-Sintang Badau Nanga Pinoh Power Plant Kebutuhan tenaga listrik di Kalimantan Barat saat ini dirasakan sangat mendesak, khususnya dalam rangka menunjang pembangunan daerah, baik untuk keperluan industri dan kegiatan sektor jasa 69

73 maupun konsumsi rumah tangga yang diperkirakan akan berkembang pesat sejalan dengan prospek pembangunan di wilayah ini. Potensi sumber daya listrik yang dapat dikembangkan adalah menggunakan diesel, batubara, tenaga surya, tenaga uap, tenaga air, tenaga angin, biodiesel, biomassa, dan biogas. Tabel 3.6. Potensi Sumber Daya Listrik yang Dapat Dikembangkan No Lokasi Fasilitas Tahun 1 Sintang PLTU 1 x 3,7 MW Sanggau Diesel 2 X 3 MW Ketapang PLTU 1 X 7 MW Pontianak PLTU 1 X 55 MW PLTU 1 X 55 MW PLTU 1 X 25 MW Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat, Pertambangan Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian Potensi sumber daya mineral dan batubara adalah emas, bauksit, timah, bijih besi, mangan, galena, zirkon, pasir kuarsa, kaolin, lempung, granit, andesit, batubara, dan gambut. Selain itu juga ditemukan uranium seperti terlihat dalam tabel berikut ini 70

74 Tabel 3.7. Jenis Bahan Galian dan Sumber Daya No Bahan Sumber Daya No Bahan Sumber Daya (Hipotetik) Galian (Hipotetik) Galian 1 Uranium Ton 14 Kaolin Ton 2 Batubara Ton 15 Feldspar Ton 3 B e s i Ton 16 Pasir Ton 4 Mangan Ton 17 Granit Ton 5 Bauksit Ton 18 Sirtu Ton 6 Timbal Ton 19 Trakhit Ton 7 Seng Ton 20 Mika 524 Ton 8 Emas Ton 21 Pasir Kuarsa Ton 9 Air Raksa Ton 22 Andesit Ton 10 Barit Ton 23 Basalt Ton 11 Intan 6.280,68 karat 24 Permata Ton 12 Gambut Ton 25 Gamping Ton 13 Ball Clay Ton 26 Zirkon Ton Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat, 2011 Sumber daya dan cadangan hasil eksplorasi yang telah dilakukan oleh beberapa perusahaan tambang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) baik IUP Eksplorasi maupun IUP Operasi Produksi, dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut: Tabel 3.8. Tabel Sumber Daya dan Cadangan Hasil Eksplorasi Pemegang Izin No. Mineral Sumber Daya Bijih (Ton) Cadangan Bijih (Ton) Rencana Tingkat Produksi (Per Tahun) 1. Bauksit Bijih Besi Mangan Emas Zirkon Ball Clay Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat,

75 Tabel 3.9. Realisasi Produksi Pertambangan, No. Mineral Emas (kg) 3.250, , , ,00 2 Timah (ton) 1.557, ,00 211,00 200,00 3 Besi (ton) , , , ,00 4 Mangaan 300,00 250,00 200, ,00 5 Bauksit (ton) , , , ,00 6 Zirkon (ton) 4.482, , , ,00 7 Kaolin (ton) 6.000, , , ,00 8 Ball Clay (ton) , , , ,00 9 Pasir Kuarsa (ton) , , , ,00 10 Intan (krat) 135,00 120,00 120,00 120,00 11 Kuarsa (ton) 4,50 3,00 3,00 3,00 12 Andesit (ton) , , , ,00 13 Basal (ton) , , , ,00 14 Granit (ton) , , , ,00 15 Pasir Sungai (ton) , , , ,00 16 Sirtu (ton) , , , ,00 Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat, 2011 Sumber Daya dan Cadangan Bauksit Bijih bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika dengan memungkinkan pelapukan sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung sama sekali. Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin yang berasal dari batuan beku, batu lempung, lempung dan serpih) akan mengalami proses lateritisasi, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit. Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar, tetapi kedudukannya di kedalaman tertentu. Di Provinsi Kalimantan Barat, endapan bauksit tersebar secara luas di beberapa kabupaten, seperti Kabupaten Pontianak, Bengkayang, Sanggau, Mempawah, Landak, Ketapang, Sekadau, Kubu Raya, dan Kayong utara. Pada tahun 2010 sumber daya bauksit di Provinsi ini sebesar ,00 ton bijih dan ,45 ton logam sedang cadangannya sebesar ,00 ton bijih dan ,00 ton logam. Pada tahun 2011 sumber daya bauksit mengalami peningkatan cukup signifikan menjadi ton bijih dengan cadangan mencapai ,090 ton bijih. Seiring 72

76 dengan masih dilakukannya eksplorasi oleh perusahaan-perusahaan pemegang IUP, tentunya sumber daya dan cadangan bauksit di Provinsi Kalimantan Barat ini masih akan terus meningkat. Peta sebaran dan IUP bauksit di Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar 3.1 (a) berikut : Gambar 3.1 (a). Gambar Peta Sebaran Mineral Logam Bauksit Provinsi Kalimantan Barat 73

77 Gambar 3.1 (b). Peta IUP Mineral Logam Bauksit Provinsi Kalimantan Barat Penambangan Bauksit Di Kalimantan Barat (DESDM Kalimantan Barat, 2011) terdapat 49 perusahaan yang memiliki IUP Bauksit, dengan luas total yang dikuasai sekitar Ha, 27 perusahaan berada di Kabupaten Sanggau dengan luas Ha, di Kabupaten Bengkayang terdapat dua perusahaan dengan luas Ha, Kabupaten Landak sebanyak delapan perusahaan ( Ha), Kabupaten Kayong Utara lima perusahaan (9.985 Ha), Kabupaten Pontianak tiga perusahaan ( Ha) dan di perbatasan antar kabupaten/kota sebanyak empat perusahaan ( Ha). Jumlah sumber daya bauksit di wilayah ini diperkirakan cukup besar, yaitu sekitar 3,29 miliar ton. Kabupaten 74

78 Sanggau dan lokasi yang berada di wilayah perbatasan dua kabupaten adalah wilayah yang memiliki sumber daya bauksit terbesar masingmasing 1,28 miliar ton dan 1,02 miliar ton. Masa berlakunya IUP tersebut berkisar antara 2 sampai 20 tahun. Dari 49 IUP tersebut sebagian perusahaan telah melakukan penambangan bijih bauksit, di antaranya PT Antam, PT Harita Prima, dan PT Alu Sentosa. Sejak tahun 2008 hingga tahun 2011 perusahaan-perusahaan tersebut telah mengapalkan bijih bauksit sebesar ton (2008 = ton; 2009 = ton; 2010 = ton; dan 2011 = ton) ke Negara Jepang dan Cina. Pengolahan dan Pemurnian Bauksit Pada bulan Desember 2008, telah diterbitkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, untuk menggantikan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Perubahan mendasar menurut UU ini adalah berubahnya bentuk pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan dari rezim kontrak menjadi rezim perizinan, dan pengakuan adanya kegiatan pertambangan rakyat dalam suatu wilayah pertambangan. Pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota diberi kewenangan untuk mengeluarkan izin pertambangan di wilayahnya. Di samping itu, UU ini juga mengamanatkan adanya peningkatan nilai tambah dari bahan tambang dengan mewajibkan perusahaan tambang yang sudah berproduksi untuk membangun pabrik pengolahan di dalam negeri. Dalam lima tahun terakhir, penerimaan negara dari pertambangan umum mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2004 penerimaan tersebut sebesar Rp 8.933,3 milyar meningkat menjadi Rp ,8 milyar pada tahun Dalam periode yang sama, investasi pertambangan umum mengalami pasang surut, di mana sempat mengalami penurunan pada tahun 2005 dan Penurunan ini terutama disebabkan oleh kurang mendukungnya iklim investasi sebagai akibat adanya konflik fungsi lahan dan ketidakpastian regulasi. Pada tahun 2004 nilai investasi sebesar US$ 1 milyar dan mencapai US$ 1,6 milyar pada tahun

79 3.7. Pembahasan Kondisi Wilayah Kajian Infrastruktur Penunjang Meskipun sektor pertambangan di Kalimantan Barat cukup potensial, namun hingga saat ini pemerintah daerah belum bisa mengelola kekayaan alam tersebut. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan akses transportasi dan minimnya sarana penunjang, belum adanya infrastruktur dan jaringan listrik yang memadai, memang menyulitkan upaya pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pengelolaan kekayaan alam tersebut. Meski demikian, sudah ada rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU dari batubara. Sarana dan Prasarana Dalam upaya pengembangan sarana dan prasarana di Kalimantan Barat tersebut, ada beberapa perencanaan pengembangan sarana dan prasarana sebagai berikut: A. Prasarana Transportasi 1. Peningkatan kapasitas pelayanan Bandara Supadio sebagai bandara pusat penyebaran dengan skala pelayanan primer dan bandara pendukungnya di Ketapang, Sintang, Putussibau, Nanga Pinoh, dan Paloh. 2. Pembangunan pelabuhan di Pulau Temajo sebagai pelabuhan internasional dan peningkatan kapasitas pelayanan Pelabuhan Pontianak sebagai pelabuhan internasional, serta peningkatan kapasitas pelayanan pelabuhan di Ketapang, Kendawangan, Sintete, Sambas, Paloh/Sekura, dan Teluk Air sebagai pelabuhan nasional. 3. Peningkatan kerjasama regional untuk peningkatan interaksi antar wilayah, yaitu: Dengan Sarawak melalui pemantapan kondisi jalan dan jembatan di sepanjang daerah perbatasan. Dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur dalam 76

80 rangka pengembangan lintas batas Provinsi disertai dengan pemantapan kondisi jalan dan jembatan. 4. Pemantapan jaringan jalan PKN-PKW, antar-pkw, jalan trans- Kalimantan serta jalan antar negara untuk terciptanya keterkaitan internal yang kuat antar pusat pengembangan utama dengan subpusat pengembangannya. 5. Optimalisasi pemanfaatan jaringan jalan regional, terutama pada wilayah-wilayah yang potensial berkembang untuk memacu perkembangan wilayah secara menyeluruh. 6. Memantapkan upaya peningkatan pengembangan sistem jaringan jalan secara terpadu antara jalan umum dan jalan khusus. 7. Pengembangan dan pemantapan prasarana jalan pada sentrasentra pengembangan pertanian/perkebunan untuk mendukung kegiatan agrobisnis dan agroindustri. 8. Peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana penyeberangan untuk memperlancar hubungan Rasau Jaya Teluk Batang Teluk Melano, Sungai Sumpik Ceremai, Teluk Kalong Tanjung Harapan, dan Manismata Sukamara. 9. Pengembangan sarana dan prasarana perhubungan sungai bagi wilayah-wilayah yang belum terjangkau pelayanan moda transportasi darat. B. Prasarana Wilayah Lainnya 1. Pengembangan sumberdaya energi listrik dengan pemanfaatan sumber daya mineral batubara dan sumber daya air. 2. Pengadaan dan atau peningkatan pelayanan telekomunikasi pada pusat permukiman yang berperan sebagai PKN, PKW, dan PKL. 3. Pengadaan dan atau peningkatan pelayanan air bersih pada pusat-pusat permukiman yang berperan sebagai PKN, PKW, dan PKL dan pusat-pusat desa. 77

81 C. Pengembangan Sistem Prasarana Transportasi Wilayah Dalam RTRWP Kalimantan barat, diungkapkan pengembangan sistem prasarana transportasi regional di wilayah Kalimantan Barat meliputi : Transportasi Udara; Transportasi Laut; Transportasi Darat; terdiri atas jalan, sungai dan penyeberangan, dan jalur kereta api. 1. Sarana Infrastruktur Transportasi Udara Pengembangan pelabuhan udara dikembangkan dalam klasifikasi sebagai berikut: Pusat penyebaran dengan skala pelayanan primer; diarahkan untuk melayani penumpang dalam jumlah besar dengan lingkup pelayanan nasional atau beberapa Provinsi dan berfungsi sebagai pintu utama untuk ke luar negeri. Pusat penyebaran dengan skala pelayanan sekunder; diarahkan untuk melayani penumpang dengan jumlah sedang dengan lingkup pelayanan dalam satu Provinsi dan terhubungkan dengan pusat penyebaran primer. Pusat penyebaran dengan skala pelayanan tersier; diarahkan untuk melayani penumpang dengan jumlah rendah dengan lingkup pelayanan pada beberapa kabupaten dan terhubungkan dengan pusat penyebaran primer dan pusat penyebaran sekunder. Bukan pusat penyebaran; diarahkan untuk melayani penumpang dengan jumlah kecil dan tidak mempunyai daerah cakupan atau layanan. Berdasarkan ketentuan di atas, arahan pengembangan prasarana transportasi udara dalam masa rencana adalah sebagai berikut: Bandara Supadio dikembangkan sebagai bandara pusat 78

82 penyebaran dengan skala pelayanan primer. Bandara Rahadi Usman di Kota Ketapang dan Bandara Pangsuma di Kota Putussibau dikembangkan sebagai bandara pusat penyebaran dengan skala pelayanan sekunder. Bandara Susilo di Kota Sintang, dan Paloh di Sambas dikembangkan sebagai bandara pusat penyebaran dengan skala pelayanan tersier. Bandara di Nanga Pinoh dikembangkan sebagai bandara bukan pusat penyebaran. 2. Sarana Infrastruktur Transportasi Laut Pengembangan transportasi laut diarahkan untuk memperlancar hubungan daerah dengan wilayah lainnya terutama untuk kegiatan perdagangan luar negeri dan perdagangan antar pulau. Arahan pengembangan prasarana transportasi laut dalam masa rencana adalah sebagai berikut: Optimalisasi pemanfaatan pelabuhan penumpang di Pontianak. Pelabuhan Pontianak dan Pelabuhan Temajo dikembangkan sebagai pelabuhan internasional; Pelabuhan Ketapang, Kendawangan, Sambas, Sintete, Paloh/ Sekura, dan Teluk Air dikembangkan sebagai pelabuhan nasional. Pelabuhan Teluk Batang, Singkawang, dan Merbau dikembangkan sebagai pelabuhan regional. 79

83 Gambar 3.2. Pelabuhan di Kalimantan Barat 3. Sarana Infrastruktur Transportasi Darat Jaringan transportasi darat di Kalimantan Barat yang diarahkan pengembangannya meliputi (1) jaringan jalan darat, (2) jaringan transportasi sungai dan penyeberangan, serta (3) jaringan jalur kereta api. Gambar 3.3. Akses Jalan di Kalimantan Barat 80

84 Pengembangan jaringan jalan darat di atas diiringi dengan: a. Pembangunan Terminal Tipe A di Kuala Ambawang (Kota Ambaya) yang berfungsi melayani kendaraan umum antar kota antar Provinsi (AKAP), dan/atau angkutan lintas batas negara (LBN), angkutan antar kota dalam Provinsi (AKDP), angkutan kota, dan angkutan pedesaan (Pasal 41 PP No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu-Lintas Jalan). b. Pengembangan enam kawasan lintas batas negara (gerbang darat Internasional) yakni di Entikong (Sanggau), Nanga Badau (Kapuas Hulu), Jagoi Babang (Bengkayang), Aruk (Sambas), Jasa (Sintang), dan Temajuk (Sambas; untuk pariwisata Temajuk Melano). c. Pengembangan tiga kawasan lintas batas Provinsi (gerbang darat interregional) yakni di Kudangan dengan Prop. Kalteng (poros selatan), Nanga Melaban Ella (Menukung) dengan Prop. Kalteng (poros tengah), dan Bungan (Kedamin) dengan Prop. Kaltim (poros utara). Transportasi 1. Transportasi Darat Di sektor transportasi darat, panjang jalan yang tersedia sangat memprihatinkan, dan merupakan salah satu kendala utama dalam hal pengembangan wilayah. Kondisi jalan Nasional dengan kondisi baik pada tahun 2006 hanya sebesar 674,86 km (42,84%), kondisi sedang sepanjang 482,18 km (30,61%). Sementara yang mengalami rusak sepanjang (23,22%) dan kondisi mengalami Rusak Berat sepanjang 52,4 km (3,33%). Kemudian jalan Provinsi, dengan kondisi baik sepanjang km (34,79 %), kondisi sedang sepanjang km (23,50%), dan kondisi rusak sepanjang 377,40 km (24,32%) serta kondisi rusak berat sepanjang 255,63 km (16,85%). Hasil ini menunjukkan masih banyaknya kondisi jalan provinsi yang perlu ditangani pada tahuntahun mendatang. 81

85 2. Transportasi Laut/Sungai Di sektor transportasi sungai kondisi yang ada juga tidak begitu baik, meski sebenarnya sungai tetap merupakan urat nadi transportasi penduduk berhubung masih banyaknya kampung-kampung yang hanya bisa dihubungi lewat jalan air. Hal ini terjadi karena besarnya degradasi lingkungan pada DAS (Daerah Aliran Sungai) seperti halnya illegal logging, illegal mining (PETI). Selain itu pada dua puluh tahun terakhir ini banjir dan kekeringan agak meningkat frekuensinya. Akibatnya, seringkali pelayaran sungai terhenti, karena sungainya mengalami pendangkalan. Jalur pelayaran sungai memiliki peranan ganda dikaitkan dengan jalur transportasi jalan raya. Di satu sisi, pelayaran sungai merupakan pelengkap sistem transportasi jalan raya dan di sisi lain pelayaran sungai ini berperan sebagai alternatif lain bagi transportasi darat. Pada keadaan normal, di Kalimantan Barat terdapat banyak sungai yang dapat dilayari. Di antaranya yang utama adalah Sungai Kapuas panjang ± km yang dalam keadaan normal secara efektif dapat dilayari sepanjang 870 km, Sungai Sambas (dengan panjang 233 km) di Kabupaten Sambas, Sungai Pawan, Sungai Kendawangan dan Sungai Jelai di Kabupaten Ketapang. Selain lalu lintas angkutan sungai, di Kalimantan Barat dioperasikan angkutan penyeberangan sebanyak enam lintasan penyeberangan yang menghubungkan jalan raya yang terputus oleh aliran sungai. Lintasan penyeberangan Bardan (Pontianak) Siantan adalah merupakan lintasan penyeberangan yang dioperasionalkan oleh pihak swasta (PT. Prima Vista), sedangkan lima lintasan penyeberangan lainnya dioperasikan oleh PT. ASDP Cabang Pontianak, yaitu lintasan penyeberangan Tayan Piasak di Kabupaten Sanggau berperan untuk menunjang jalan raya lintas Kalimantan Tayan Ketapang. Lintasan penyeberangan Telok Kalong Tanjung Harapan, dan Tebas Kuala Perigi Piai di Kabupaten Sambas berperan menunjang jalan raya antara Sambas Paloh sepanjang 45 km, Lintasan penyeberangan Rasau Jaya Telok Batang melintasi sungai dan selat dengan panjang lintasan 140 km yang menghubungkan daerah Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kubu Raya dan merupakan lintasan penyeberangan yang baru dibuka adalah penyeberangan Parit Sarem Sungai Nipah di Kabupaten Kubu Raya. 82

86 Beberapa pelabuhan laut yang penting sebagai pintu gerbang ekonomi yang merupakan pintu keluar-masuknya barang dan penumpang antar pulau dan internasional adalah Pelabuhan Pontianak, Sintete (Kabupaten Sambas), Telok Air di Batu Ampar dan Pelabuhan Keta pang (Kabupaten Ketapang). Pelabuhan Pontianak adalah pelabuhan kelas satu di bawah pengelolaan PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) dan merupakan pelabuhan terbesar di Provinsi Kalimantan Barat dengan fungsi pelayanan adalah pelabuhan Internasional, terletak di pinggir sungai Kapuas Kecil dengan jarak 31 km dari muara sungai dan dapat ditempuh ± 2 jam pelayaran. Pelabuhan Sintete sebagai pelabuhan nasional akan tetapi pada umumnya melayani hubungan pelayaran antara Kalimantan Barat dengan negara-negara Asia seperti Singapura, Malaysia, Thailand bahkan sampai ke Jepang. Pelabuhan Sambas dan Singkawang hanya terbuka untuk pelayaran antarpulau, yaitu melayani hubungan pelayaran Kalimantan Barat dengan daerah di Pulau Sumatera dan tidak terbuka untuk pelayaran Internasional. Pelabuhan Telok Air dan Ketapang banyak melayani hubungan laut Kalimantan Barat dengan kota-kota di Pulau Jawa seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya. 3. Transportasi Udara Sistem transportasi udara Provinsi Kalimantan Barat didukung oleh lima lokasi lapangan udara yang tersebar di empat kabupaten. Dua bandara yaitu Bandara Supadio di Pontianak dan Bandara Rahadi Osman di Ketapang, dipergunakan untuk melayani jalur-jalur penerbangan eksternal (dari dan ke luar Provinsi). Sedangkan bandara lain yaitu Bandara Pangsuma di Putussibau, Bandara Susilo di Sintang dan Bandara Nanga Pinoh (Kabupaten Sintang) merupakan bandara yang hanya melayani jalur penerbangan lokal (antar kabupaten). Dengan demikian, secara keseluruhan di Kalimantan Barat ada empat jalur penerbangan lokal, empat jalur penerbangan antar Provinsi dan dua jalur penerbangan internasional. 83

87 Kesiapan Energi Wilayah Provinsi Kalimantan Barat mempunyai banyak potensi sumber daya alam yang merupakan sumber energi baru terbarukan (EBT), yang memiliki prospek yang cukup tinggi untuk diolah lebih jauh agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Namun sampai saat ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Hanya beberapa potensi yang sebagian kecil sudah dimanfaatkan, yaitu potensi energi air dan potensi energi surya di beberapa tempat atau lokasi. Dari hasil inventarisasi dan pengumpulan data terhadap potensi EBT di Provinsi Kalimantan Barat, maka dapat disampaikan potensipotensi energi tersebut sebagai berikut: a. Potensi energi air terinventarisasi dan teridentifikasi cukup besar, tersebar di beberapa kecamatan dan kabupaten, dengan total potensi daya mekanik teoritis sebesar 66,9 MW. Suatu potensi yang tidak kecil nilainya, sehingga perlu dikaji lebih jauh bagaimana memanfaatkan potensi energi air ini untuk kebutuhan sarana listrik masyarakat secara maksimal. b. Sebagai negara tropis, hampir di seluruh wilayah Indonesia mempunyai potensi energi surya dengan radiasi harian matahari rata-rata 4,8 kwh/m2. Untuk Kalimantan Barat sendiri yang dilintasi garis Khatulistiwa mempunyai nilai intensitas energi surya yang cukup tinggi dengan radiasi energi surya harian rata-rata sebesar 2.768,7 Wh/m2 sampai dengan 9.583,9 Wh/m2, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik melalui proses photovoltaic atau dengan menggunakan secara langsung panas matahari tersebut. c. Potensi energi angin cukup banyak untuk dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber energi untuk pembangkitan energi listrik. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Supadio, secara umum kecepatan angin rata-rata per bulan di wilayah Kalimantan Barat adalah berkisar antara 2 6 knot dan kecepatan maksimum rata-rata per bulan adalah 6 26 knot. 84

88 d. Dengan melihat potensi perkebunan sawit yang ada di Kalimantan Barat, yaitu sebesar ton per tahun, maka dapat diperkirakan besar potensi daya listrik yang mampu dihasilkan. Dari ton produksi TBS per tahun akan dihasilkan CPO sebanyak 22% atau sekitar ,82 ton CPO. Jika diperkirakan bahwa 50% dari CPO tersebut dapat digunakan sebagai biodiesel, maka dapat dihasilkan sekitar ,91 ton biodiesel. Jika dianggap 1 liter = 1 kg, maka biodiesel yang dihasilkan setara dengan liter per tahun. Potensi daya yang dihasilkan dari biodiesel tersebut adalah ,5 kw per tahun. e. Biomassa juga memiliki potensi yang cukup besar jika dimanfaatkan semaksimal mungkin. Potensi ini didapat dari hasil pengelolaan limbah pertanian, antara lain: sekam padi yang memiliki potensi setara dengan ,8 SLM atau dalam bentuk energi listrik setara dengan ,45 kwh setiap tahun, karet setara dengan SLM atau dalam bentuk energi setara dengan kwh per tahun, kelapa setara dengan SLM atau kwh per tahun, kopi setara dengan SLM atau kwh per tahun, coklat/ kakao setara dengan SLM atau ,55 kwh per tahun, tandan kelapa sawit setara dengan SLM atau ,54 kwh per tahun f. Potensi energi biogas yang diperoleh dari limbah ternak, yaitu sapi, kerbau, babi, maupun unggas. Dari hasil inventarisasi, pengumpulan data dan analisa yang dilakukan, maka potensi energi dari pemanfaatan limbah ternak yang dapat dimanfaatkan untuk biogas ini dapat mencapai ,66 SLM yang jika dikonversi menjadi energi listrik setara dengan ,4 kwh. Meskipun cukup besar, potensi EBT Kalimantan Barat tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan industri pengolahan dan pemurnian bauksit di Kalimantan Barat mengingat industri pengolahan dan pemurnian bauksit membutuhkan energi listrik yang cukup besar terutama dalam proses kalsinasi. 85

89 Sampai saat ini, upaya Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi energi listrik yang merata bagi seluruh masyarakat di perkotaan maupun di perdesaan dilaksanakan melalui fasilitas yang ada pada PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat. Dalam melaksanakan tugasnya, PLN telah mengembangkan wilayah kerja menjadi empat cabang (Cabang Pontianak, Cabang Singkawang, Cabang Sanggau, Cabang Ketapang) dan satu sektor (Sektor Kapuas) yang memasok energi listrik untuk sistem Pontianak, meliputi Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak. Cabang Pontianak mengelola kelistrikan di Kota dan Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, dan Kabupaten Kubu Raya. Cabang Ketapang mengelola kelistrikan untuk Kabupaten Ketapang dan Kayung Utara. Kelistrikan Kota Singkawang, Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang dikelola oleh Cabang Singkawang, sedangkan untuk wilayah Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu dikelola oleh Cabang Sanggau. Saat ini ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan listrik kondisinya makin kritis di berbagai daerah. Penyebabnya antara lain: masih rendahnya kemampuan investasi dan pengelolaan penyediaan sarana dan prasarana energi; masih rendahnya efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sarana dan prasarana yang sudah terpasang; serta masih tingginya ketergantungan pembangkit terhadap bahan bakar minyak. Pemenuhan kebutuhan energi yang tidak merata dihadapkan pada luasnya wilayah Kalimantan Barat. Hal itu juga dipengaruhi oleh lokasi potensi cadangan energi primer yang tersebar dan sebagian besar jauh dari pusat beban; keterbatasan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi; tingginya pertumbuhan permintaan berbagai jenis energi setiap tahun; serta kondisi daya beli masyarakat yang masih rendah. Kapasitas terpasang total mesin pembangkit PT PLN Wilayah Kalimantan Barat sampai dengan tahun 2006 adalah 282,219 MW dengan rasio elektrifikasi 73,07%. Pertumbuhan energi listrik yang diproduksi oleh PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat telah mengalami kenaikan yang cukup baik, yaitu hampir 3 kali dari sebesar 894,23 GWh menjadi sebesar 1.069,40 GWh. 86

90 Gambar 3.4. Sistem Kelistrikan di Kalbar Sampai dengan tahun 2029, kebutuhan listrik diperkirakan mencapai 1.692,32 MW, sehingga terjadi kekurangan yang sangat besar untuk menutupi kekurangan tersebut. Untuk itu PT PLN Wilayah Kalimantan Barat akan membangun pembangkit listrik sendiri, baik berupa pembangkit listrik berbahan bakar diesel (PLTD) maupun berbahan bakar batubara (PLTU). Di samping itu, untuk menutupi kekurangan pasokan, PT PLN juga akan membeli listrik dari pihak swasta melalui jaringan interkoneksi Kalimantan Barat - Serawak sesuai Surat Menteri ESDM No.4929/26/ MEM.L/2012 tanggal 18 Juli 2012 perihal Persetujuan Izin Pembelian Tenaga Listrik Lintas Negara dan Interkoneksi Tenaga Listrik oleh PLN dari SESCO. Diharapkan, kekurangan pasokan dapat diatasi, meskipun belum mampu memenuhi kebutuhan untuk pabrik pengolahan bauksit. 87

91 Tabel Neraca Daya Wilayah Kalimantan Barat Sumber : PLN Wilayah Kalbar Namun dalam rangka peningkatan nilai tambah mineral di Kalimantan Barat, infrastruktur listrik di Kalimantan Barat sangat kurang memadai. Industri pengolahan dan pemurnian bauksit merupakan industri yang intensif energi sehingga membutuhkan pasokan listrik yang sangat besar. Kebutuhan listrik yang besar ini belum dapat dipenuhi dari PLN, hal ini dapat dilihat pada RUPTL PLN dimana penambahan kapasitas pembangkit listrik sampai dengan tahun 2014 di wilayah Kalbar hanya sebesar 210 MW, dan diperkirakan hanya terpenuhi sekitar 17% atau 35 MW. Tabel Rencana Pembangunan Pembangkit di Kalimantan Barat Sumber : PLN Wilayah Kalbar 88

92 BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN INDUSTRI BAUKSIT DI INDONESIA DAN KALIMANTAN BARAT 4.1. Posisi dan Peran Bauksit Kalimantan Barat di Dunia Internasional Para produsen dan pemilik sumber daya bauksit yang cukup besar tergabung dalam Asosiasi Produsen Bauksit Dunia atau International Bauxite Association (IBA). Indonesia sebagai produsen bauksit dan pemilik sumber daya yang cukup besar, turut menentukan kondisi pasar bauksit dunia demikian juga negara-negara lainnya sebagai anggota organisasi ini, yaitu Australia, Dominika, Ghana, Guinea, Guyana, Haiti, Jamaika, Suriname, bekas negara Yugoslavia, dan Sierra Leone. Posisi dan peran Indonesia dalam produksi dan sumber daya bauksit di dunia Internasional sangat strategis. Dengan status sebagai negara yang memiliki cadangan bauksit nomor enam terbesar di dunia, dan produksi bauksit nomor lima terbesar di dunia, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif serta bargaining power (kekuatan tawar-menawar) di pasar bauksit dunia. Keunggulan komparatif dan kompetitif Produksi dan sumber daya bauksit yang cukup besar merupakan keunggulan komparatif bagi Indonesia dalam pasar bauksit dunia. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa; pertama, Indonesia, khususnya Kalimantan Barat memiliki sumber daya bauksit yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas; kedua, industri di sektor pertambangan bauksit ini memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya; ketiga, industri-industri logam aluminium berbasis bauksit. Sebagai wilayah dengan potensi bauksit yang besar, seharusnya sektor pertambangan bauksit ini menjadi salah satu andalan dalam pembangunan daerah. Selain itu sektor pertambangan juga berpotensi untuk dijadikan penggerak utama (prime mover) ekonomi daerah. Namun selama ini hampir seluruh produk bauksit dijual dalam bentuk mentah (raw material), sehingga kontribusi dan pemanfaatnnya dalam perekonomian daerah masih kecil. 89

93 Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya bauksit agar menjadi penggerak pembangunan ekonomi daerah, diperlukan upaya percepatan dan terobosan dalam pembangunan industri pengolahan produk pertambangan bauksit yang didukung dengan kebijakan politik dan ekonomi serta iklim sosial yang kondusif. Dalam kaitan ini, koordinasi dan dukungan lintas sektor serta pemangku kepentingan lainnya menjadi salah satu prasyarat yang sangat penting. Revitalisasi pertambangan bauksit merupakan langkah untuk mewujudkan hal tersebut. Dengan revitalisasi diharapkan sektor pertambangan bauksit mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menyumbang devisa dari ekspor non migas, mengurangi kemiskinan, dan menyerap tenaga kerja sehingga lebih dapat meningkatkan kontribusinya dalam perekonomian daerah. Menurut Kurniawan (2010), pembangunan di sektor pertambangan tidak boleh dipandang sebagai cara untuk menghilangkan kemiskinan dan pengangguran. Namun lebih dari itu, karena sektor pertambangan merupakan basis perekonomian nasional, maka sudah sewajarnya jika sektor pertambangan ini dikembangkan menjadi sektor unggulan dalam kancah perdagangan Internasional. Dengan demikian, dukungan sektor industri terhadap pembangunan di sektor pertambangan menjadi suatu hal yang bersifat keharusan. Karena itu, pembangunan pertambangan dan industri bukan alternatif yang dipilih, namun adalah komplementer dan saling mendukung baik bagi input maupun output. Secara teoritis pengembangan pertambangan memiliki keterkaitan dengan pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Keterkaitan umum antara sumber daya pertambangan, produksi, kebijakan pemerintah, dan pasar akan berpengaruh kepada GDP yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. (Soemokaryo, 2001) Pembangunan pertambangan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan jalan meningkatkan produktivitas, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan usaha (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1988). Namun mengingat kegiatan pertambangan yang dapat dikatakan sebagai usaha yang sangat tergantung pada alam dan ketersediaan sumber daya di suatu Provinsi menyebabkan adanya fluktuasi kegiatan usaha pertambangan yang 90

94 sangat jelas. Pada akhirnya hal ini akan mempengaruhi aktifitas pengusaha pertambangan dalam berusaha. Agar sumber daya bauksit Kalimantan Barat yang besar ini mampu mengubah keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, menurut Fauzie (2009), maka perencanaan pembangunan pertambangan bauksit harus didasarkan pada konsepsi pembangunan berkelanjutan yang didukung oleh pengembangan industri berbasis bauksit dan sumber daya manusia dalam mencapai daya saing yang tinggi. Tiga hal pokok yang harus dilakukan terkait arah pembangunan sektor pertambangan ke depan, yaitu: 1. membangun sektor pertambangan yang berkeunggulan kompetitif (competitive advantage) berdasarkan keunggulan komparatif (comparative advantage); 2. menggambarkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan; 3. mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah. Dalam konteks pola pembangunan tersebut, ada tiga fase yang harus dilalui dalam mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan dalam hal daya saing, yaitu: fase pembangunan yang digerakkan oleh kelimpahan sumber daya alam (resources driven); fase kedua adalah pembangunan yang digerakan oleh investasi (investment driven) dan; fase ketiga pembangunan yang digerakkan oleh inovasi (inovation driven). Menurut Dahuri (2001), proses pemanfaatan sumber daya pertambangan ke depan harus ada kesamaan visi pembangunan pertambangan, yaitu pembangunan pertambangan yang dapat memanfaatkan sumber daya alam secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama pengusaha pertambangan secara berkelanjutan. 91

95 Untuk dapat mewujudkan visi pembangunan pertambangan tersebut, ada tiga syarat mutlak yang harus dipenuhi: Pertama, sektor pertambangan harus mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi secara nasional melalui peningkatan devisa, peningkatan pendapatan rata-rata para pelakunya serta mampu meningkatkan sumbangan terhadap PDB; Kedua, sektor pertambangan harus mampu memberikan keuntungan secara signifikan kepada pelakunya dengan cara mengangkat tingkat kesejahteraan para pelaku pertambangan; Ketiga, pembangunan pertambangan yang akan dilaksanakan, selain menguntungkan secara ekonomi, juga ramah lingkungan. Artinya, sektor pertambangan harus memperhatikan kelestarian dan daya dukung lingkungan dengan baik. Opportunity Lost Ekspor Bauksit Indonesia Pada tahun 2011, harga bauksit sebesar US$ 29,00 per ton, jika diolah menjadi alumina akan dapat dijual dengan harga US$ 274,00 per ton, atau meningkat 10,23 kali lipat. Dari alumina jika diolah menjadi alumunium, nilai jualnya akan menjadi US$ 3.822,00 per ton, atau ada peningkatan 139,23 kali dibanding dengan dijual dalam bentuk bauksit mentah. Dari produksi alumunium PT Inalum sebesar ton dibutuhkan alumina sebanyak ton, sedangkan untuk menghasilkan alumina sebesar ton dibutuhkan bauksit sebanyak ton. Pada tahun 2011, PT Inalum memproduksi alumunium sekitar ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak ton (66,7%) diekspor dan sisanya ton (33,3%) untuk kebutuhan di dalam negeri. Adapun kebutuhan alumunium di dalam negeri sebesar ton (Kementerian Perdagangan, 2012), sehingga sisanya ( ton) dipasok dari impor. Kebutuhan alumina pabrik alumunium PT Inalum saat ini sekitar ton per tahun, hampir seluruhnya diimpor dari Australia dan sebagian kecil dari Jepang. Harga alumina di pasar dunia saat 92

96 ini sekitar US$ 274,00 atau Rp per ton (kurs US$ 1 = Rp 9.400). Jadi selama tahun 2011 nilai impor alumina adalah sebesar US$ 164,4 juta atau Rp 1.545,36 milyar. Kebutuhan bauksit untuk memproduksi alumina sebesar ton adalah sebanyak ton. Jika harga bauksit yang diekspor sebesar US$ 29,00 per ton atau Rp per ton (kurs US$ 1 = Rp 9.400), maka total nilai ekspor bauksit adalah US$ 34,8 juta atau Rp 327,12 milyar. Dari jumlah ekspor bauksit Indonesia sebanyak ton dibandingkan dengan nilai impor alumina sebanyak ton, terdapat selisih atau opportunity lost sebesar US$ 129,6 juta atau Rp 1.218,24 milyar, yang berarti terdapat kehilangan devisa negara untuk pemenuhan bahan baku alumina dengan defisit yang cukup besar. Dengan alokasi pemasokan ingot alumunium dari PT Inalum untuk kebutuhan dalam negeri sebanyak ton per tahun dan kebutuhan alumunium ingot dalam negeri sebesar ton, Indonesia saat ini harus mengimpor kekurangan pasokan ingot alumunium dalam negeri sebesar ton dengan total nilai sekitar US$ 1,168 milyar (harga per ton = US$ 3.822), atau hampir Rp 11 milyar (kurs US$ 1 = Rp 9.400). Dari jumlah ekspor bauksit Indonesia sebanyak ton dibandingkan dengan nilai impor alumunium sebanyak ton, terdapat selisih atau opportunity lost sekitar US$ 1,133 milyar atau Rp 10,65 milyar, yang berarti terdapat tambahan kehilangan devisa negara untuk pemenuhan bahan baku alumunium dengan defisit yang cukup besar. Walaupun volume impor alumina dan alumunium lebih kecil dibandingkan dengan ekspor bauksit, namun harga alumina dan alumunium jauh lebih mahal daripada bauksit sehingga terdapat opportunity lost yang besar. Oleh sebab itu devisa yang dikeluarkan oleh Indonesia nilainya sangat besar yang menyebabkan defisit neraca pembayaran yang besar. Dengan mempertimbangkan besarnya opportunity lost tersebut, maka pembangunan smelter alumina perlu segera dilakukan, dan pabrik peleburan alumunium PT. Inalum perlu segera dinasionalisasi agar produknya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 93

97 Ekspor Bauksit kadar tinggi LUAR NEGERI Alumina (Al2O3) Impor Sumber Daya Bauksit Indonesia Bauksit kadar tinggi PABRIK ALUMINA Alumina (Al2O3) PELEBURAN ALUMUNIUM (PT.Inalum) Alumunium 66,70 % Ekspor 33,70% DN Mata Rantai Industri Terputus Gambar 4.1. Terputusnya mata rantai bauksit dengan pengolahan alumina dan peleburan alumunium di Indonesia Bargaining power di pasar bauksit dunia Indonesia memiliki kekuatan tawar-menawar yang tinggi di pasar bauksit dunia, hal ini disebabkan karena Indonesia sebagai pemasok bauksit yang cukup besar (9% dari produk bauksit dunia), sehingga dapat menyediakan dan menawarkan bauksit yang diperlukan untuk memproduksi barang atau menyediakan jasa oleh negara-negara industri atau perusahaan yang terkait dengan alumina dan aluminium. Dalam organisasi atau asosiasi bauksit dunia, para pemasok saling bersaing antar satu dengan lainnya untuk mendapatkan pembeli dan menguasai pasar bauksit. Apabila pemasok mampu mengendalikan perusahaan dalam hal penyediaan bauksit yang memenuhi spesifikasi yang diinginkan pembeli atau pasar, maka pemasok akan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pasar, atau pemasok memiliki posisi tawar industri yang kuat dan sebaliknya possisi tawar pemasok menjadi lemah bila pemasok tidak menghasilkan produk bauksit yang tidak sesuai dengan spesifikasi pasar. Saat ini Indonesia, khususnya Kalimantan Barat sudah memiliki keunggulan di bidang kuantitas produksi dan kuantitas sumber daya bauksit, namun kedua hal tersebut belum bisa menjadikan posisi Kalimantan Barat kuat di pasar bauksit dunia. Untuk memiliki kekuatan tawar menawar pemasok yang tinggi, ada beberapa hal yang harus dilakukan, antara lain: 94

98 1. Peningkatan mutu dengan efektif dan efisien. Harus terus meningkatkan kondisi perbauksitan dengan efektif, efisien, dan peningkatan kualitas dalam perbauksitan agar bisa menjadi pemasok utama. Pemasok utama akan didominasi oleh beberapa perusahaan yang lebih terkonsentrasi dibandingkan pemasok yang hanya fokus pada menjual produknya. 2. Ketersediaan substitusi. Harus terus mengantisipasi agar tidak menghadapi produk pengganti lain atau produk subtitusi dari bauksist untuk dijual kepada pasar. 3. Produk kelompok pemasok terdiferensiasi. Daerah ini diharapkan sebagai pemasok utama bauksit telah melakukan produk terdiferensiasi untuk memenuhi kebutuhan pasar bauksit yang berbeda-beda. 4. Ancaman integrasi dari pemasok. Harus terus mengantisipasi terjadinya penggabungan diantara pemasok untuk dapat menguasai pasar. 5. Biaya beralih pemasok sangat tinggi. Perlu terus membangun kemitraan dengan pasar bauksit atau industri-industri pengguna bauksit, serta memberikan penjelasan bahwa biaya peralihan yang harus dikeluarkan cukup tinggi apabila berganti pemasok Hilirisasi Industri Bauksit Secara legal, penerapan hilirisasi industri bahan tambang mineral telah diatur oleh UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. UU No. 4 Tahun 2009 mengatur, mineral dan batubara yang merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional. Sedangkan UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian mengamanatkan, industri perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu salah satunya dengan mengoptimalkan seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia. 95

99 Saat ini industri pengolah barang tambang mineral belum berkembang karena belum adanya kepastian ketersediaan bahan baku untuk suplai jangka panjang. Sementara itu, bahan tambang mineral terus diekspor secara besar-besaran terutama sejak diberlakukannya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dengan pertimbangan itu, maka perlu ditetapkan bea keluar terhadap 65 jenis mineral yang bertujuan untuk mengendalikan ekspor. Kementerian Perindustrian memprioritaskan pengembangan industri berbasis mineral logam, yang terdiri dari industri besi baja, aluminium, nikel, dan tembaga, karena penggunaan komoditas tersebut sangat luas, antara lain untuk kebutuhan di dermaga, kapal laut, landasan airport, jembatan antar pulau, rel kereta api, pipa bawah laut, jalan tol, jaringan listrik, telekomunikasi dan lain sebagainya. Kondisi terkini industri berbasis mineral logam, misalnya, industri besi baja, hingga saat ini strukturnya belum kuat karena industri hulunya belum berkembang dibandingkan industri hilirnya. Selanjutnya industri aluminium adalah industri terpenting kedua setelah industri besi baja. Namun demikian, saat ini belum ada industri hulu yang mengolah bahan baku. Kebutuhan alumina PT Inalum saat ini sebanyak 500 ribu ton per tahun, seluruhnya masih diimpor, sementara itu produksi aluminium ingot PT Inalum sebesar 240 ribu ton per tahun, 60 persennya atau 135 ribu ton diekspor ke Jepang. Pada sisi lain, industri hilir aluminium nasional masih membutuhkan aluminium ingot sebesar 600 ribu ton yang sebagian besar (83 persen) masih diimpor. Ekspor besar-besaran bijih bauksit pada tahun 2011 mencapai sebesar 20 juta ton, atau meningkat 5 kali dibanding pada tahun Peluang dan Tantangan Pengembangan Industri Mineral dan Energi yang Terpadu di Kalimantan Barat Peluang 1. Potensi Dan Sumber Daya Bauksit Jumlah sumber daya bauksit di Kalimantan Barat diperkirakan mencapai ton, cadangan sebesar ton, 96

100 tersebar secara luas di Kabupaten Pontianak, Bengkayang, Sanggau, Mempawah, Landak, Ketapang, Sekadau, Kubu Raya, dan Kayong utara. Hasil penelitian terbaru menunjukkan, cadangan bauksit Kalimantan Barat berupa cadangan tereka dan terbukti cukup besar, terkonsentrasi di daerah Sanggau, Ketapang, dan lokasi yang berada di perbatasan dua kabupaten ini. PT Antam, produsen bauksit terbesar dan tertua di Indonesia yang beroperasi di Kalimantan Barat, memiliki cadangan dan sumber daya tahun 2008 sebesar ton, kemudian terjadi peningkatan di tahun 2009 sebesar 73%, atau ton. Sementara cadangan terbukti dan terkira sebanyak ton di tahun 2008, kemudian mengalami kenaikan sebanyak 47% di tahun 2009, atau menjadi ton. 2. Produksi Bauksit Jumlah produksi bauksit pada tahun 2010 sebanyak ton, dan produksi tahun 2011 yang diperkirakan akan mencapai lebih dari 20 juta ton seluruhnya diekspor dalam bentuk mentah (raw material), pengolahan hanya sebatas pencucian (washing) atau pencampuran (blending). Dalam kurun waktu , produksi bauksit Indonesia sangat kecil, rata-rata di bawah 1,5 juta ton. Pada tahun 2006, produksi meningkat drastis dan mencapai puncaknya pada tahun 2010 sebesar juta metrik ton. Hal ini disebabkan permintaan yang sangat besar dari China yang perekonomiannya terus tumbuh sehingga menjadi negara industri terbesar dunia. 3. Pasar Bauksit Dunia Selama kurun waktu perkembangan produksi bauksit Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan rata-rata 125,96 persen per tahun. Kecenderungan meningkatnya permintaan bauksit Indonesia ini terutama oleh Jepang dan China yang merupakan pasar terbesar bauksit Indonesia. Krisis ekonomi dunia tahun 2008, ternyata tidak menyebabkan menurunnya permintaan bauksit di negara tersebut. Selain itu, munculnya negara-negara industri baru di kawasan Asia, Afrika dan Eropa Timur. 97

101 Menurut data dari Ditjen Mineral dan Batubara, tahun 2003 volume ekspor bauksit Indonesia mencapai 1,09 juta ton, tahun 2007 meningkat sangat besar sekali mencapai 17,03 juta ton. Pada tahun 2009 ekspor menurun hingga mencapai 10,08 juta ton dan pada tahun 2010 meningkat kembali menjadi 15,24 juta ton, hal ini menunjukkan bahwa pasar bauksit dunia masih akan terus berkembang. 4. Kebutuhan Alumina di Dalam Negeri Bauksit Indonesia masih diekspor dalam bentuk barang mentah (raw material) ke beberapa negara. Di lain pihak, Indonesia masih mengimpor alumina dan aluminium ingot (produk lanjutan dari bauksit) untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Konsekuensinya, Indonesia kehilangan devisa negara akibat perbedaan harga bauksit dengan alumina yang sangat besar. Impor alumina selama kurun waktu sebagian besar berasal dari Australia dan China, disusul dari Amerika Serikat, Singapura, Hongkong, Inggris, Guyana, Kanada, dan Jepang. Dari data Ditjen Mineral dan Batubara, impor alumina Indonesia pada tahun 2003 mencapai 439,37 ribu ton, dan terus meningkat hingga tahun 2010 mencapai 627,43 ribu ton. Tidak tertutup kemungkinan, impor alumina ini merupakan olahan dari bauksit yang diekspor Indonesia. 5. Tren Harga Bauksit, Alumina dan Aluminium Harga bauksit sangat ditentukan oleh pasar Internasional. Beberapa faktor yang dominan mempengaruhi harga tersebut adalah naikturunnya produksi pabrik peleburan alumina dan aluminium. Selama periode , harga bauksit menunjukkan tren yang meningkat yaitu rata-rata 5,9 persen per tahun. Sedangkan alumina dan aluminium menunjukkan tren meningkat dengan rata-rata peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan harga bauksit yaitu masing-masing 6,86 persen dan 11,24 persen per tahun. Hal ini menunjukkan peluang peningkatan nilai tambah yang cukup besar bagi bauksit Indonesia khususnya Kalimantan Barat apabila dilakukan pengolahan di dalam negeri. 98

102 6. Tren Pasokan dan Kebutuhan Bauksit Rata-rata pertumbuhan produksi bauksit dari tahun meningkat 125,96 persen per tahun, dari ton (2003) menjadi ton (2010). Sementara konsumsi tumbuh sebesar 31,17 persen, dari 245,56 ribu ton (2003) menjadi ribu ton (2008). Selama kurun waktu tersebut tidak ada impor bauksit, impor dalam bentuk alumina dan aluminium, dengan penurunan rata-rata 3,42 persen akibat krisis ekonomi global. Ekspor meningkat rata-rata 140,03 persen per tahun (ekspor tahun 2003 sebesar ton dan tahun 2010 menjadi ton). Dari data tren pasokan dan kebutuhan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasar mineral bauksit Indonesia sangat menjanjikan, dengan tingkat ekspor terus meningkat mencapai 140,03 persen per tahun melebihi tingkat impor yang hanya sebesar -3,42 persen per tahun. Hal ini memberi arti pasar luar negeri untuk bauksit Indonesia sangat besar, dan kebutuhan dalam negeri untuk bauksit dapat terpenuhi. Namun sumbangan ekonomi dari sektor mineral bauksit sangat kecil sekali bagi masyarakat dan bangsa disebabkan masih dijual dalam bentuk mentah. 7. Pasar Aluminium Dunia Kebutuhan aluminium dunia tahun 2010 sebanyak 39 juta ton, diperkirakan akan naik menjadi 50 juta ton pada tahun 2015 (Inalum hanya memasok 0,7% dari kebutuhan aluminium dunia). Selama ini produksi aluminium PT Inalum sebesar ton atau 60% dari volume produksi Inalum yang ton, diekspor ke Jepang, padahal kebutuhan domestik aluminium Indonesia sudah mencapai ton per tahun dengan rata-rata pertumbuhan 15% per tahun, dan kekurangan pasokannya dipasok dari aluminium Australia. 8. Peluang Peningkatan Nilai Tambah Umur tambang bauksit berdasarkan ratio cadangan/produksi ± 14 tahun (cadangan ton : produksi juta ton), sedangkan ratio sumber daya/produksi ± 74 tahun (sumber daya ton : produksi ton). Oleh sebab itu kebijakan tentang nilai tambah dan konservasi perlu diterapkan dengan baik. 99

103 Bauksit dihasilkan oleh lebih 20 negara antara lain Australia memiliki kemampuan ton, China ton, dan Brasil ton per tahun. Namun bauksit Indonesia selama ini hanya dijual ke Jepang dan China berdasarkan kontrak jangka panjang. Apabila bauksit Indonesia sudah diolah menjadi alumina maka akan dapat menembus segmen alumina dan aluminium. Ketika harga aluminium di bursa London tahun 2010 tercatat sebesar US$ per metrik ton, Indonesia hanya bisa gigit jari, tak bisa merasakan kenikmatan tingginya harga aluminium. Oleh sebab itu, rencana pembangunan smelter bauksit oleh PT Antam harus cepat dilaksanakan. Saat ini Showa Denko juga telah mulai membangun sebuah pabrik produk aluminium di Tangerang dengan sumber daya manusia lokal yang dididik di Jepang. Saat ini pabrik pengolahan alumina dan aluminium yang sudah berjalan masih mengimpor ingot dari Jepang, kendati bahan bakunya mungkin bersumber dari Indonesia. Tantangan 1. Permasalahan Struktur Tata Ruang Dalam Lingkup Eksternal Berdasarkan aspek geografis dan sosial ekonomi teridentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh Provinsi Kalimantan Barat adalah sebagai berikut: Secara ekonomi sebagian besar wilayah memiliki akses yang sangat terbatas terkait dengan adanya konsentrasi pusat-pusat kegiatan ekonomi di kota-kota Pulau Jawa dan Wilayah Indonesia Bagian Barat lainnya; Masalah kurang berkembangnya atau masih rendahnya intensitas perhubungan, karena masih terbatasnya prasarana dan sarana transportasi dalam skala regional dan nasional.; Masalah perbatasan (dengan Malaysia) merupakan permasalahan yang serius, karena menyangkut permasalahan perekonomian serta permasalahan stabilitas nasional maupun regional. Untuk 100

104 mendukung tercapainya tujuan tersebut, perlu didukung oleh prasarana dan sarana penunjang yang memadai; Masalah rata-rata pendapatan yang relatif masih rendah. Sumbangan PDRB Provinsi Kalimantan Barat relatif kecil terhadap pembentukan PDRB Nasional, demikian juga tingkat pertumbuhannya masih di bawah rata-rata nasional. 2. Permasalahan Internal Wilayah Provinsi Kalimantan Barat juga menghadapi permasalahan internal yang cukup serius. Kriteria permasalahan ini lebih menitikberatkan pada masalah ekonomi dengan anggapan bahwa perkembangan perekonomian yang baik perlu didukung oleh sarana dan prasarana pendukung yang baik pula. Berdasarkan anggapan tersebut, maka penilaian permasalahan internal, dengan melihat hasil analisis adalah: a. Masalah ketimpangan antar kabupaten yang dalam perkembangannya tidak sama, baik mengenai kondisi sosial dan ekonomi, maupun infrastruktur yang ada; b. Sistem transportasi darat masih kurang berfungsi optimal. Hal ini dikarenakan masih minimnya prasarana dan sarana perhubungan darat antar provinsi dan antar kabupaten dengan pusat-pusat produksi di belakangnya (hinterland). Bila dikaitkan dengan struktur tata ruang yang ada, maka keterkaitan antar kotakabupaten dan antar kota-kabupaten dengan kota-kota kecil di daerah hinterland-nya masih rendah karena terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan darat; c. Kondisi geografis yang sebagian besar memiliki tingkat kelerengan curam dan topografi yang bervariasi, membutuhkan biaya pembangunan yang tinggi, khususnya pembangunan prasarana perhubungan darat sebagai urat nadi dalam mendukung pengembangan kegiatan produksi di kantung-kantung produksi yang letaknya sebagian besar masih terisolasi; d. Belum dioptimalkannya prasarana dan sarana pelabuhan laut dalam mendukung pembangunan ekonomi, karena pelabuhan 101

105 tersebut merupakan salah satu pintu gerbang bagi keluarmasuknya barang; e. Kualitas SDM yang sebagian besar masih rendah, menyebabkan permasalahan dalam mendukung kegiatan produksi; f. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, terlihat masih banyak tumpang- tindih penggunaan lahan dari berbagai kepentingan yang berbeda, khususnya tumpang-tindih pemanfaatan kawasan budidaya untuk kepentingan yang berbeda; g. Masalah iklim/cuaca, dengan curah hujan rendah menyebabkan cadangan sumber air di Provinsi Kalimantan Barat juga rendah sehingga akan menghambat; h. Diperkirakan dengan semakin berkembangnya kegiatan ekonomi nonpertanian akan membutuhkan air dalam kapasitas yang besar. Sementara itu cadangan air permukaan yang ada diperkirakan kecil; i. Keadaan sumber daya ekonomi, khususnya lahan pertanian, pada umumnya dengan skala kecil sehingga secara ekonomis pengembangannya kurang menguntungkan; j. Cara hidup penduduk yang pada umumnya masih belum mendukung kelestarian alam menyebabkan makin banyak lahan kritis; k. Masalah keamanan serta kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dalam sistem penambangan. 102

106 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan halhal sebagai berikut: 1. Pola pengembangan industri yang berbasis sumber daya alam, khususnya mineral bauksit dan energi, perlakuan terhadap wilayah di Provinsi Kalimantan Barat tidak harus diseragamkan mengingat masing-masing wilayah memiliki kekhasan tersendiri. Berdasarkan kemampuan setiap wilayah dari aspek sumber daya alam mineral bauksit dan ketersedian sumber energi untuk pengolahan mineral, maka wilayah di Provinsi Kalimantan Barat dapat dibagi berdasarkan dua zone untuk menjadi perhatian pengembangan industri terpadu, yaitu: a. Zone 1, meliputi Kabupaten Sambas, Bengkayang, Landak, Pontianak dan sekitarnya, yang memiliki sumber daya bauksit terbesar selain mineral lainnya di Provinsi Kalimantan Barat. Zone ini menjadi prioritas utama untuk dijadikan model pengembangan industri bauksit dan energi secara terpadu. b. Zone 2, meliputi Kabupaten Sanggau, Sekadau, Ketapang dan sekitarnya. Di zone 2 ini terdapat 27 IUP yang telah terdaftar sehingga sangat mungkin dilakukan pengembangan industri bauksit dan energi yang terpadu. Dengan pengembangan dua zone tersebut nantinya akan dapat menampung produksi-produksi dari perusahaan pemegang IUP yang berskala kecil yang tersebar di sekitar lokasi zone tersebut. Sehingga target untuk melakukan pengolahan bijih bauksit didalam negeri dapat tercapai. 2. Dengan anugerah potensi mineral bauksit yang sedemikian banyak, sudah semestinya Provinsi Kalimantan Barat menjadi (dan menjadikan dirinya) salah satu produsen terbesar mineral bauksit di kawasan Indonesia Tengah. Dengan demikian, 103

107 setiap aspek pemanfaatan suatu potensi daerah akan menjadi pendorong naiknya perkembangan daerah termasuk derajat kesejahteraan Provinsi Kalimantan Barat dan penduduk yang tinggal di dalamnya sebagai multiplier effects dari suatu kegiatan yang ada. 3. Dalam pengolahan bauksit menjadi alumina memerlukan energi yang sangat besar, sedangkan di Provinsi Kalimantan Barat hanya memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) dalam jumlah yang relatif kecil dan potensi batubara juga tidak terlalu signifikan sehingga Provinsi Kalimantan Barat terpaksa harus mengimpor energi dari luar Provinsi. 4. Fasilitas infrastruktur transportasi di Provinsi Kalimantan Barat sudah cukup tersedia dan terdistribusi di banyak kabupaten, namun masih harus lebih dioptimalkan terutama dalam hal pelayanan dan manajemen transportasi. Pembangunan industri terpadu mineral bauksit harus direncanakan tidak jauh antara lokasi penambangan, ketersediaan energi, pengolahan, pemurnian, dan produk untuk tujuan ekspor, sehingga dapat memanfaatkan pelabuhan yang ada atau membangun pelabuhan yang baru. 5. Dalam hal sumber daya manusia, secara kuantitas, di Provinsi Kalimantan Barat cukup banyak tenaga kerja yang tersedia untuk menunjang keberlangsungan operasi pertambangan maupun pabrik pengolahan. Namun demikian diakui bahwa secara kualitas masih perlu ditingkatkan, mengingat banyak pencari tenaga kerja hanya lulusan SLTA ke bawah Rekomendasi Dengan melihat berbagai kondisi yang ada, maka disarankan: 1. Pemerintah perlu lebih banyak melakukan penyelidikan umum dan eksplorasi, sehingga potensi sumber daya mineral bauksit lebih banyak diketahui dan layak diusahakan. Hal ini untuk menarik lebih banyak investor agar mau menanamkan modalnya di Provinsi Kalimantan Barat. 104

108 2. Dibutuhkan koordinasi yang intens antar berbagai instansi terkait, seperti Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang, BPN, Bappeda, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten agar tidak terjadi tumpang-tindih kepentingan di lapangan yang berakibat pada kurang kondusifnya investasi di Kalimantan Barat. Untuk mendukung koordinasi satu atap ini, maka dibutuhkan basis data terintegrasi yang menyangkut banyak tema spasial yang memiliki referensi yang sama seperti format data, referensi geografi, sistem proyeksi peta, dan lain-lain. 3. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat perlu memikirkan peningkatan kemampuan penduduknya, sehingga bisa menjadi faktor utama pendukung integrasi vertikal dari industri berbasis sumber daya alam. Hal ini sangat penting dilakukan untuk menghindari masuknya tenaga kerja dari luar Kalimantan Barat, yang akan menimbulkan keresahan bagi pencari kerja yang berasal dari Kalimantan Barat dan berujung pada sentimen berbau SARA. 4. Diperlukan upaya penegakan hukum terhadap masyarakat/ pengusaha yang tidak memiliki IUP. Sanksi yang diberikan kepada penambang liar dimaksudkan untuk merelokasi aktivitas penambangan pada daerah-daerah terlarang oleh kegiatan penambangan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang semakin parah dan diharapkan akan memberi efek jera kepada para penambang liar tersebut. Sehingga setiap penambangan harus dilakukan dengan cara good mining practice. 5. Usaha pembuatan kawasan terpadu energi dan mineral seharusnya berdasarkan data yang valid, maka dibutuhkan pemetaan seluruh wilayah Kalimantan Barat, mulai dari skala global sampai skala detil untuk kebutuhan pertambangan. Peta dasar dalam skala 1: mengacu pada peta rupa bumi yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal. Sedangkan data spasial lainnya sesuai dengan tema yang dibutuhkan harus merujuk atau bereferensi pada peta dasar tersebut. Prinsip atau aturan ini untuk menjamin adanya kesatupaduan (single referency) seluruh informasi geospasial yang ada, sehingga tidak ada lagi kasus tumpang-tindih informasi geospasial dan perbedaan referensi geometri sebagaimana sering terjadi saat ini. 105

109 6. Untuk mewujudkan KEK berbasis bauksit di Kalimantan Barat perlu adanya kebijakan yang mampu menarik investor baru maupun yang sudah ada terutama dalam hal penyediaan energi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan potensi energi setempat dan meningkatkan pasokan listrik dengan memasukkan kebutuhan listrik dalam RUPTL guna mendukung pengembangan industri mineral bauksit. 106

110 DAFTAR PUSTAKA Daftar Izin Usaha Pertambangan Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, , Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bogor, Kalimantan Barat dalam Angka, 2010, Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Jakarta, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi, Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Jakarta, Barat_09/index.php, Letak Geografis, Website Propinsi Kalimantan Barat,

111

112 Pengarah Waryono Karno Sekretaris Jenderal KESDM Penanggungjawab Ego Syahrial Kepala Pusat Data dan Informasi ESDM Atena Falahti Kepala Bidang Kajian Strategis Ketua Arifin Togar Napitupulu Kepala Sub Bidang Kajian Strategis Mineral Wakil Ketua Aang Darmawan Kepala Sub Bidang Kajian Strategis Energi Koordinator Tri Nia Kurniasih Anggota Aries Kusumawanto Golfritz Sahat Sihotang Agus Supriadi Catur Budi Kurniadi Ameri Isra Sulistiyo Hernawati TIM PENYUSUN Narasumber Darsa Permana & Tim PNT Mineral Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara

113

BAB I PENDAHULUAN. komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit,

BAB I PENDAHULUAN. komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bauksit adalah material yang berupa tanah atau batuan yang tersusun dari komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit, buhmit dan diaspor.

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL Jakarta, 12 Februari 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya bauksit di Indonesia mencapai 3,47 miliar ton, yang terdapat di dua

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya bauksit di Indonesia mencapai 3,47 miliar ton, yang terdapat di dua BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Bauksit merupakan salah satu komoditas tambang yang penting di Indonesia. Berdasarkan data dinas Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2011, jumlah sumber daya bauksit

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2014 KEMENESDM. Peningkatan. Nilai Tambah. Mineral. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENINGKATAN

Lebih terperinci

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauksit Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mengandung mineral dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al 2 O 3.H 2 O) dan mineral gibsit (Al 2 O 3.3H 2

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2017 KEMEN-ESDM. Nilai Tambah Mineral. Peningkatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN

Lebih terperinci

Peningkatan Kadar Dan Pemrosesan Bauksit Bernilai Tambah Serta Pemanfaatan Tailing Nya

Peningkatan Kadar Dan Pemrosesan Bauksit Bernilai Tambah Serta Pemanfaatan Tailing Nya Peningkatan Kadar Dan Pemrosesan Bauksit Bernilai Tambah Serta Pemanfaatan Tailing Nya Husaini, Suganal, Hadi Purnomo, Stefanus Suryo Cahyono, Muta alim, Trisna Soenara, Budhy Agung Supriyanto, Agus Wahyudi,

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar

Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar Oleh : Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kalimantan Barat Pada Acara Seminar dan Workshop MKI Wilayah Kalimantan Barat 2013 Pontianak. 13 Maret

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. dalam alkohol (Faith and Keyes,1957).

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. dalam alkohol (Faith and Keyes,1957). II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES A. Jenis-Jenis Proses Aluminium sulfat atau yang lebih dikenal dengan tawas merupakan salah satu bahan kimia yang sangat diperlukan baik dalam industri pengolahan air. Alum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perbedaan Keramik Konvensional dengan Advanced Ceramics Karakteristik Konvensional Advanced Temperatur maksimal C

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perbedaan Keramik Konvensional dengan Advanced Ceramics Karakteristik Konvensional Advanced Temperatur maksimal C BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri keramik Indonesia merupakan salah satu sektor unggulan yang telah berkembang baik selama lebih dari 30 tahun (Kemenperin RI, 2016). Nilai penjualan

Lebih terperinci

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan (non renewable) yang dikuasai negara, oleh karena itu pengelolaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi tambang mineral di Indonesia yang sangat besar dengan kualitas produk baik. Potensi ini penting diperhitungkan untuk waktu yang akan datang. Kegiatan penambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari pengamatan terhadap penambangan bijih bauksit yang terdapat di Propinsi Kalimantan Barat, ditemukan bahwa endapan bauksit di daerah ini termasuk ke dalam jenis

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK ALUMINIUM OKSIDA DARI BAUKSIT DENGAN PROSES BAYER KAPASITAS TON/TAHUN

TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK ALUMINIUM OKSIDA DARI BAUKSIT DENGAN PROSES BAYER KAPASITAS TON/TAHUN TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK ALUMINIUM OKSIDA DARI BAUKSIT DENGAN PROSES BAYER KAPASITAS 1.000.000 TON/TAHUN Oleh: Ahmad Qomaruddin I 0511001 Rozi Ferdika I 0511047 PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2-2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia No.687, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penjualan Mineral ke Luar Negeri. Pensyaratan dan Pemberian Rekomendasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara tempat bertemunya tiga lempeng tektonik yakni lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Oleh karena pertemuan tiga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.512, 2014 KEMEN ESDM. Rekomendasi. Penjualan Mineral. Luar Negeri. Hasil Pengolahan. Pemurnian. Tata Cara. Persyaratan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

V E R S I P U B L I K

V E R S I P U B L I K PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11011 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT DWIMITRA ENGGANG KHATULISTIWA OLEH PT ANTAM (Persero) Tbk I. LATAR BELAKANG 1.1. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA NO PENJELASAN 1. Judul: Judul: PERATURAN PEMERINTAH PENJELASAN REPUBLIK INDONESIA ATAS NOMOR 23

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2-2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

Trenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI

Trenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI Topik Utama Strategi Pertumbuhan Antam Melalui Penciptaan Nilai Tambah Mineral Trenggono Sutioso PT. Antam (Persero) Tbk. trenggono.sutiyoso@antam.com SARI Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan

Lebih terperinci

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015 Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung, Maret 2015 MINERAL LOGAM Terdapat 24 komoditi mineral yang memiliki nilai sumber daya dan cadangan yang sesuai

Lebih terperinci

Nabila Dyah Anggraini (11/312797/TK/37649) 1 Devi Swasti Prabasiwi (11/319052/TK/38187)

Nabila Dyah Anggraini (11/312797/TK/37649) 1 Devi Swasti Prabasiwi (11/319052/TK/38187) BAB I PENGANTAR I.1. Latar Belakang Aluminium merupakan salah satu elemen logam yang paling melimpah keberadaannya. Secara kuantitas, aluminium menduduki urutan ketiga elemen terbanyak di bumi, di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita

BAB I PENDAHULUAN. industri adalah baja tahan karat (stainless steel). Bila kita lihat di sekeliling kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan yang signifikan pada industri dunia, diantaranya industri otomotif, konstruksi, elektronik dan industri lainnya pada beberapa dasawarsa terakhir

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan suatu negara yang sangat subur dan kaya akan hasil pertanian serta perikanannya, selain hal tersebut Indonesia memiliki aset

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.21/04/Th.XIV, 1 April PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$14,40 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$14,40

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

V E R S I P U B L I K

V E R S I P U B L I K PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A14111 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT GUNUNG KENDAIK OLEH PT MEGA CITRA UTAMA LATAR BELAKANG 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun

Lebih terperinci

Agus Rusli. External Relation GM PT. Harita Prima Abadi Mineral SARI

Agus Rusli. External Relation GM PT. Harita Prima Abadi Mineral SARI KOMITMEN DAN KENDALA PEMBANGUNAN INDUSTRI ALUMINA REFINERY Agus Rusli External Relation GM PT. Harita Prima Abadi Mineral agus.rusli@haritamineral.com SARI Indonesia sekarang ini sedang berusaha keras

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN Prarancangan Pabrik Sodium Tetra Silikat (Waterglass) dari Sodium Karbonat dan Pasir Silika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 48/05/Th. XVIII, 15 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL MENCAPAI US$13,08 MILIAR Nilai ekspor Indonesia April mencapai US$13,08

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Sodium Silikat Dari Natrium Hidroksida Dan Pasir Silika Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sodium Silikat Dari Natrium Hidroksida Dan Pasir Silika Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti akibat krisis yang berkepanjangan, hal ini berdampak pada

Lebih terperinci

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. - 2 - Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beton Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah. Nawy (1995), dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertambangan Batubara Indonesia Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam berupa tambang merupakan salah satu andalan negara Indonesia setelah pertanian. Beberapa peraturan nasional baik berupa undangundang, peraturan pemerintah

Lebih terperinci

1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu:

1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Sampai saat ini situasi perekonomian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti akibat krisis yang berkepanjangan, hal ini berdampak pada bidang

Lebih terperinci

Kebutuhan dan Penyediaan Energi di Industri Smelter Aluminium

Kebutuhan dan Penyediaan Energi di Industri Smelter Aluminium Kebutuhan dan Penyediaan Energi di Industri Smelter Aluminium Irawan Rahardjo Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi, BPPT, Jakarta Email: irawanrahardjo@yahoo.com Abstract Increasing the value-added

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Yogyakarta, 19 Juni 2012 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN SUBSEKTOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km 2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses II. DESKRIPSI PROSES A. Macam- Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN PERCOBAAN

PROSEDUR DAN PERCOBAAN BAB III PROSEDUR DAN PERCOBAAN 3.1 Prosedur Percobaan Prosedur percobaan yang dilakukan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Flow chart prosedur percobaan 24 25 3.1.1 Persiapan Red

Lebih terperinci

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT Oleh Eddy Winarno; Wawong Dwi Ratminah Program Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Optimalisasi Keberhasilanan Penambangan Terbuka

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.40/07/Th.XIV, 1 Juli PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI MENCAPAI US$18,33 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$18,33 miliar atau

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Setelah era reformasi yang menghasilkan adanya otonomi daerah, maka daerah administrasi di Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengalami

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Alumunium Sulfat dari Asam Sulfat dan Kaolin Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Alumunium Sulfat dari Asam Sulfat dan Kaolin Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Perkembangan industri kimia di indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan hal itu kebutuhan bahan baku dan bahan penunjang dalam industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan dalam berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa, industri pertambangan juga

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG DISUSUN OLEH : BAGIAN HUKUM SETDA KOLAKA UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

Lebih terperinci

EKSTRAKSI ALUMINA DARI RESIDU BAUKSIT UNTUK BAHAN BAKU ZEOLIT SINTETIS DENGAN PRODUK SAMPING KONSENTRAT BESI

EKSTRAKSI ALUMINA DARI RESIDU BAUKSIT UNTUK BAHAN BAKU ZEOLIT SINTETIS DENGAN PRODUK SAMPING KONSENTRAT BESI EKSTRAKSI ALUMINA DARI RESIDU BAUKSIT UNTUK BAHAN BAKU ZEOLIT SINTETIS DENGAN PRODUK SAMPING KONSENTRAT BESI Muchtar Aziz Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Jl. Jend.Sudirman No. 623, Bandung Email:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar diseluruh kepulauan Indonesia. Jumlah sumber daya mineral yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia memiliki sumber daya mineral yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel, timah hitam,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara. No.1366, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

MEDAN, 25 MARET 2015 OLEH : GUBERNUR ACEH

MEDAN, 25 MARET 2015 OLEH : GUBERNUR ACEH MEDAN, 25 MARET 2015 OLEH : GUBERNUR ACEH PEMERINTAH ACEH 2015 RESUME Hasil Koordinasi dan Supervisi Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara di Aceh Per 18 Maret 2015 adalah sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

Yogyakarta, Agustus 2013 Penulis, AJI DZULIANDA DAFTAR ISI. vii

Yogyakarta, Agustus 2013 Penulis, AJI DZULIANDA DAFTAR ISI. vii PT. Harita Prima Abadi Mineral Site Air Upas yang terletak di daerah Batang Belian, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat ini merupakan perusahaan yang bergerak dibidang kegiatan penambangan bijih bauksit.

Lebih terperinci

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur No.668, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia 2.1.1 Bursa Efek Indonesia (BEI) Pasar modal merupakan sarana pembiayaan usaha melalui penerbitan saham dan obligasi. Perusahaan dapat

Lebih terperinci

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: -2-4. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172); Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi. Pengertian Pertambangan Pertambangan adalah : 1. Kegiatan, teknologi, dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Palangka Raya, 28 April 2017 RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN (RAKORDAL) Triwulan I, Tahun 2017 REKAPITULASI IZIN USAHA PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak memadai, dan kadar air tanah yang melebihi, Permasalahan umum yang sering dijumpai dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. tidak memadai, dan kadar air tanah yang melebihi, Permasalahan umum yang sering dijumpai dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang sering terjadi pada proyek pembangunan jalan adalah terjadinya penurunan tanah timbunan jalan, sehingga terjadi kerusakan pada aspal. Terjadinya penurunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu materi penting yang ada di bumi dan terdapat dalam fasa cair, uap air maupun es. Kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk bisa terus

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN Kementerian Perdagangan Januari 2017 1 Dasar Hukum Peningkatan Nilai Tambah UU 4/2009 Pasal 103: Kewajiban bagi Pemegang IUP dan IUPK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGIRIMAN KOMODITAS TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.903, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Ekspor. Timah. Pemanfaatan. Pemenuhan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/M-DAG/PER/6/2013 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan. No.546, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SDA UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA: PRAKTIK BAIK DAN AKSI KOLEKTIF

KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SDA UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA: PRAKTIK BAIK DAN AKSI KOLEKTIF KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SDA UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA: PRAKTIK BAIK DAN AKSI KOLEKTIF Oleh Dirjen Mineral dan Batubara DISAMPAIKAN DALAM INTERNATIONAL BUSINESS INTEGRITY CONFERENCE 2016 Jakarta, 17

Lebih terperinci