AKTIVITAS ENZIM TRANSAMINASE DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS YANG DIBERI KELAPA KOPYOR PASCAINDUKSI PARASETAMOL TRI HASTUTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKTIVITAS ENZIM TRANSAMINASE DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS YANG DIBERI KELAPA KOPYOR PASCAINDUKSI PARASETAMOL TRI HASTUTI"

Transkripsi

1 AKTIVITAS ENZIM TRANSAMINASE DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS YANG DIBERI KELAPA KOPYOR PASCAINDUKSI PARASETAMOL TRI HASTUTI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 ABSTRAK TRI HASTUTI. Aktivitas Enzim Transaminase dan Gambaran Histopatologi Hati Tikus yang Diberi Kelapa Kopyor Pascainduksi Parasetamol. HASIM, AE ZAINAL HASAN, dan AGUS SETIYONO. Kelapa kopyor masih dikenal sebagai minuman dan penelitian tentangnya masih terbatas. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan kandungan nutrisi total dalam kelapa kopyor cukup tinggi dibandingkan kelapa biasa. Penelitian ini mempelajari kemampuan nutrisi yang terkandung dalam kelapa kopyor terhadap pemulihan kerusakan hati akibat parasetamol. Tikus diinduksi parasetamol sebanyak 500 mg/kg BB pada minggu pertama dan 600 mg/kg BB pada minggu kedua menunjukkan kerusakan hati dan naiknya aktivitas enzim transaminase (ALT dan AST). Aktivitas ALT rata-rata naik sebesar 560,67% dan aktivitas AST rata-rata naik sebesar 1043,32%. Induksi tersebut juga menurunkan bobot badan. Pengamatan sediaan histopatologi memperlihatkan kerusakan sel hepatosit. Kelompok kontrol positif yang diberi temulawak 3 g/kg BB selama 21 hari menunjukkan kenaikan bobot badan dan penurunan aktivitas transaminase paling signifikan. Gambaran histopatologinya juga menunjukkan gambaran mendekati kelompok normal. Kelompok yang diberi kopyor (4g/kg BB, 12 g/kg BB, 20 g/kg BB) selama 21 hari mengalami penurunan aktivitas ALT masing-masing sebesar 49,08%, 54,96% dan 31,89% serta aktivitas AST masing-masing sebesar sebesar 74,92%, 69,77%, dan 80,84%. Berdasarkan uji statistik, penurunan tersebut tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif yang diberi akuades. Pengamatan histopatologi hati ketiga kelompok yang diberi kopyor hanya menunjukkan perbedaan signifikan pada kelainan nekrosis. Dengan kata lain, kelapa kopyor belum dapat memperbaiki kerusakan hati secara optimal.

3 ABSTRACT TRI HASTUTI. Transaminase Activity and Liver Histopathology Profile in Kopyor Coconut-supplemented Rats after Paracetamol Induction. HASIM, AE ZAINAL HASAN, and AGUS SETIYONO. Kopyor coconut is still known as beverages. Research about it is still a few. Recent research revealed total nutrition contained in kopyor coconut is more than that of ordinary coconut. This research was done to examine the relation between kopyor coconut nutrition with liver injury recovery. A few groups of white rats induced by paracetamol 500 mg/kg body weight (bw) for a week and 600 mg/kg bw for a week later. It yielded transaminase activity elevation (560,67 % for ALT and 1043,32% for AST). Observation in liver histopathology showed hepatocyte cell damage. The induction also caused body weight reduction. After the induction stopped, positive control group which given temulawak 3g/kg bw for 21 days had the significant body weight increase followed and transaminase activity decrease. Its liver histopathology also showed similar figure as the normal one. The three kopyorgiven for 21 days groups (4 g/kg bw, 12 g/kg bw, 20 g/kg bw) showed ALT decrease each 49,08%, 54,96% and 31,89% and AST decrease each 74,92%, 69,77%, and 80,84%. Those results have no significant difference with negative control group. Histopathology liver observation showed significant difference only at necrosis disorder. It can be concluded kopyor coconut has not repaired liver injury yet.

4 AKTIVITAS ENZIM TRANSAMINASE DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS YANG DIBERI KELAPA KOPYOR PASCAINDUKSI PARASETAMOL TRI HASTUTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

5 Judul Skripsi : Aktivitas Enzim Transaminase dan Gambaran Histopatologi Hati Tikus yang Diberi Kelapa Kopyor Pascainduksi Parasetamol Nama : Tri Hastuti NIM : G Disetujui Dr. drh. Hasim, DEA Ketua Ir. AE Zainal Hasan, M.Si Anggota drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D Anggota Diketahui Dr. drh. Hasim, DEA Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Tanggal Lulus:

6 PRAKATA Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, sang pemilik segala ilmu, karena atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berisi tentang pengaruh pemberian suplemen kelapa kopyor terhadap aktivitas enzim transaminase dan gambaran histopatologi hati tikus yang diinduksi parasetamol. Penelitian yang dilakukan sejak Mei hingga September 2007 ini berlangsung di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Laboratorium Mikrobiologi Bagian Penyakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, dan Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan IPB. Karya ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada program studi Biokimia FMIPA IPB. Penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. drh. Hasim, DEA selaku pembimbing utama, Bapak Ir. AE Zainal Hasan, M.Si dan Bapak drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D selaku pembimbing anggota, atas semua arahan dan bimbingannya kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak terkait yang telah sangat membantu penulis dalam penelitian. Terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga, teknisi Laboratorium Patologi FKH (Pak Soleh, Pak Endang, Pak Kasnadi) yang banyak membantu kegiatan operasional penulis selama di laboratorium, teman seperjuangan penelitian (Sekar, Ina, Miko), serta rekan-rekan Biokimia 40 yang senantiasa memberi motivasi dan doa sehingga karya ilmiah ini dapat tersusun. Tiada yang sempurna di dunia. Kritik dan saran konstruktif sangat penulis harapkan sehingga dapat menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga karya kecil ini bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat. Bogor, Januari 2008 Tri Hastuti

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Maret 1985 sebagai anak ketiga dari 3 bersaudara dengan ayah Suparmin dan ibu Siti Purwani. Tahun 2003 penulis lulus dari SMUN 1 Salatiga dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Umum untuk mahasiswa S1 THP FPIK, Kimia Dasar TPB, dan Kimia Lingkungan untuk mahasiswa S1 Biokimia selama tahun ajaran 2006/2007. Penulis pernah menjadi pengurus himpunan profesi di Departemen Biokimia (CREBs) selama masa jabatan Penulis juga melakukan praktik lapang di Laboratorium Bioteknologi dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) Bogor.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL..... viii DAFTAR GAMBAR..... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa kopyor... 1 Hati... 2 Parasetamol sebagai Stimulan Kerusakan Hati... 2 Enzim Transaminase... 3 Kelainan pada Gambaran Histopatologi Hati... 4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat... 5 Metode... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Hewan Coba... 6 Pengaruh Suplemen terhadap Aktivitas Transaminase... 7 Pengaruh Suplemen terhadap Gambaran Histopatologi Hati... 9 SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 14

9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Kandungan vitamin dalam daging buah kelapa biasa dan kelapa kopyor Kandungan mineral dalam daging buah kelapa biasa dan kelapa kopyor Hasil skoring kelainan histopatologi hati Hasil uji Kruskal-Wallis kelainan histopatologi hati... 9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Buah kelapa kopyor Biotransformasi dan oksidasi parasetamol oleh sitokrom P Senyawa radikal bebas dari oksidasi parasetamol Bobot badan hewan coba Aktivitas ALT hewan coba Aktivitas AST hewan coba Jaringan hati normal (hari 35) Kontrol positif (hari 35) Kontrol negatif (hari 14) Kontrol negatif (hari 35) Perlakuan kopyor dosis 1x (hari 35) Perlakuan kopyor dosis 3x (hari 35) Perlakuan kopyor dosis 5x (hari 35)... 11

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Garis besar penelitian Rancangan kelompok percobaan Pengukuran aktivitas enzim ALT dan AST Hasil analisis ALT dan AST Pembuatan sediaan histopatologi hati Pewarnaan Haematoxylin-Eosin Perhitungan dosis Bobot badan hewan coba Hasil uji statistik histopatologi hati... 25

11 PENDAHULUAN Polusi yang makin meningkat disertai dengan perubahan pola hidup yang cenderung serba instan telah menjadikan masyarakat rentan terhadap berbagai penyakit. Meningkatnya konsumsi makanan siap saji yang tinggi kalori tetapi miskin nutrisi menjadi penyebab utama berbagai penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hepatitis, diabetes mellitus, dan gagal ginjal. Kebiasaan masyarakat lainnya yang kurang baik adalah penggunaan obat-obatan sintetik yang beredar bebas di pasaran. Fakta ini bukan hanya terjadi pada kalangan masyarakat menengah ke bawah yang kurang mampu untuk memperoleh pengobatan konvensional karena alasan biaya, tetapi juga melanda kalangan masyarakat menengah ke atas yang tidak memiliki banyak waktu memperhatikan kesehatan akibat tuntutan pekerjaan. Salah satu jenis obat sintetik yang beredar bebad di pasaran dan banyak dikonsumsi masyarakat dalam jumlah besar adalah parasetamol. Obat ini sering digunakan sebagai penurun panas (antipiretik) serta menghilangkan nyeri (analgesik) yang murah dan aman. Oleh karena itu obat ini seringkali digunakan dalam dosis yang melebihi dosis anjuran. Sayangnya masih banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa penggunaan melebihi dosis anjuran secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang dapat memicu komplikasi penyakit dan berakibat kematian. Merebaknya berbagai penyakit, mahalnya biaya pengobatan, serta budaya back to nature yang mulai digandrungi menjadikan masyarakat mulai memilih menggunakan bahan-bahan alami untuk mencegah maupun mengobati berbagai penyakit. Berbagai penelitian pun dilakukan untuk menggali potensi kekayaan alam yang bermanfaat. Penelitian tersebut meliputi berbagai bahan alam yang belum dikenal maupun yang sudah dikenal lama oleh masyarakat. Salah satu kekayaan alam yang belum dikelola secara seksama adalah kelapa kopyor. Indonesia sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia merupakan salah satu penghasil kelapa terbesar di dunia dengan spesies yang sangat beragam. Salah satunya adalah kelapa kopyor yang hingga saat ini masih dikenal sebagai minuman dan belum dikembangkan secara intensif seperti halnya kelapa sawit. Hingga saat ini kelapa sawit masih menjadi komoditas ekspor utama karena berfungsi sebagai bahan baku berbagai industri seperti industri pembuatan sabun, minyak goreng, dan kosmetik. Mengingat kelapa kopyor merupakan jenis kelapa mutan yang belum dapat dibudidayakan secara optimal, produksi kelapa kopyor jauh di bawah kelapa sawit maupun kelapa biasa. Hasil penelitian Santoso et al. (2006) membuktikan kandungan gizi secara umum pada kelapa kopyor lebih tinggi daripada kelapa biasa. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan kelapa kopyor dalam menurunkan aktivitas enzim transaminase akibat kerusakan hati oleh induksi parasetamol. Adapun hipotesis penelitian ini yaitu kandungan gizi dalam kelapa kopyor dapat memperbaiki kerusakan hati yang akibat radikal bebas yang dihasilkan dari oksidasi parasetamol. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah nilai ekonomi kelapa kopyor dan meningkatkan kesehatan masyarakat. TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Kopyor Kelapa kopyor merupakan sebutan untuk jenis kelapa yang memiliki daging buah dengan tekstur empuk dan tidak kompak karena sebagian dagingnya tidak melekat pada cangkang dan bercampur dengan cairan endosperm (air kelapa). Tekstur tersebut terjadi akibat mutasi genetik yang terjadi saat perkembangan embrio menjadi buah (Santoso et al. 1996). Sebutan lainnya adalah makapuno (Thailand) karena negara tersebut juga menghasilkan kelapa yang memiliki tekstur daging buah seperti jeli seperti halnya kelapa kopyor (Samosir et al. 2006). Buah kelapa kopyor dapat dilihat pada Gambar 1. Selain karena rasanya yang enak, kandungan nutrisi dalam kelapa kopyor cukup tinggi dibandingkan kelapa biasa sebagaimana tercantum pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 Kandungan vitamin dalam daging buah kelapa biasa dan kelapa kopyor (mg/100 g bobot kering) Vitamin Kelapa kopyor Kelapa biasa B 1 0,17 0,10 B 2 0,04 0,02 B 6 0,15 0,14 Niasin 1,83 1,49 C 12,3 5,27 α-tokoferol 2,34 0,94 Sumber: Santoso et al. 1996

12 2 Tabel 2 Kandungan mineral dalam daging kelapa biasa dan kelapa kopyor Mineral Kelapa kopyor Kelapa biasa Ca (% BK) 0,11 0,03 Mg (% BK) 0,14 0,12 K (% BK) 1,73 0,68 Na (% BK) 0,02 0,02 F (% BK) 0,18 0,19 S (% BK) Mn (ppm) Fe (ppm) Zn (ppm) Cu (ppm) B (ppm) Al (ppm) 0,09 35,2 25,6 17,5 8,83 6,58 10,3 0,11 16,4 35,9 17,8 36,2 3,34 5,06 % BK: % bobot kering, Sumber: Santoso et al Gambar 1 Buah kelapa kopyor. Buah kelapa kopyor keberadaannya masih cukup langka karena belum ditemukannya pohon kelapa kopyor yang true to type secara alami. Buah kopyor hanya dapat dihasilkan dari pohon kelapa yang memiliki sifat kopyor yang dibawa oleh pasangan gen resesif (kk). Sifat ini tidak akan muncul jika gen k berpasangan dengan gen kelapa biasa (K). Oleh karena itu. masih sulit menemukan pohon kopyor alami. Salah satu penyebabnya adalah kegagalan perkecambahan buah kelapa kopyor. Hal ini mengakibatkan rusaknya daging buah sebagai sumber cadangan makanan bagi embrio untuk berkecambah (Tahardi 1997 dalam Sukendah 2005). Pembudidayaan kelapa kopyor secara in vitro dapat meningkatkan produktivitasnya tetapi masih memiliki beberapa kelemahan (Samosir et al. 2006). Hati Hati merupakan organ dalam terbesar serta bagian tubuh manusia terbesar kedua setelah kulit. Hati terdiri atas beberapa lobus dan yang masing-masing dilapisi oleh peritoneum para viseralis dengan sel-sel mesotel melekat pada kapsula tipis. Pembuluh darah yang mensuplai hati adalah vena porta dan arteri hepatik. Aliran darah dari vena porta mengandung sedikit oksigen dan berbagai zat racun dari usus, sel darah, limpa, dan sekresi pankreas sedangkan arteri hepatik mengalirkan darah yang kaya oksigen. Cabang-cabang kedua pembuluh darah mengikuti jaringan interlobularis di daerah portal (Dellman & Brown 1992). Hati sebagian besar tersusun oleh sel-sel yang disebut sel hepatosit yang merupakan sel poligonal yang besar. Intinya berbentuk bulat di tengah dan memiliki satu atau lebih nukleolus. Sitoplasma sel hepatosit terlihat agak berbutir dan hal tersebut dapat dipengaruhi oleh perubahan nutrisi dan fungsi selular (Dellman & Brown 1992). Sel-sel hepatosit merupakan salah satu sel penyusun utama jaringan hati dan tersusun sejajar dalam sebuah lajur secara radial dari vena sentral. Lebar lajur tersebut sebesar ukuran sebuah sel dan dikelilingi kapiler sinusoidal (sinusoid) (Ownby 2002). Sel-sel epitel hepatik secara langsung berhubungan dengan 25% total darah yang mengalir dalam tubuh sesuai dengan fungsinya masing-masing. Kerusakan yang terjadi pada sel-sel tersebut atau interferensinya dengan sistem vaskular hepatik dapat menimbulkan dampak serius dan jangka panjang. Dampak tersebut tidak hanya mempengaruhi organ hati tetapi juga organ dan sistem pada tubuh lainnya (Runnells et al. 1965). Organ hati merupakan organ yang kompleks yang berfungsi sebagai sentral dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Giannini et al. 2005). Fungsi-fungsi hati antara lain adalah sekresi empedu, metabolisme makromolekul (karbohidrat, lemak, dan protein), metabolisme Fe, detoksikasi, metabolisme dan penyimpanan vitamin (terutama vitamin larut lemak), serta penyimpanan darah (bersama dengan vena porta dan limpa berfungsi sebagai reservoir darah) (Runnells et al. 1965). Parasetamol sebagai Stimulan Kerusakan Hati Hati sebagai organ yang salah satu fungsinya adalah untuk detoksifikasi, memiliki enzim-enzim yang berfungsi dalam metabolisme zat asing (xenobiotik). Enzimenzim tersebut terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu sitokrom P450 dan monooksigenase yang mengandung flavin (FMO). Keduanya lebih banyak berada di hati dan berperan dalam reaksi fase I (oksidasi xenobiotik) (Gonzalez 2001).

13 3 Parasetamol atau asetaminofen (APAP) dikenal sebagai senyawa antipiretik dan analgesik (Gupta et al. 2004). Parasetamol tergolong sebagai obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang menghambat pembentukan siklooksigenase. Dalam tubuh parasetamol akan mengalami biotransformasi di hati menjadi zat yang tidak berbahaya dan dapat dikeluarkan dari tubuh. Biotransformasi parasetamol salah satunya menggunakan reaksi fase II yaitu membentuk senyawa glukuronida dan sulfat yang larut air dan tidak beracun (Moore et al. 1985). Biotransformasi parasetamol dapat dilihat pada Gambar 2. Parasetamol yang dikonsumsi secara berlebihan, dapat menstimulasi sitokrom P450 dan memicu radikal bebas. Radikal bebas tersebut berupa metabolit reaktif n-asetil-pbenzokuinonimin (NAPQI) seperti tampak pada Gambar 3. Produksi NAPQI yang terlalu besar tidak dapat dinetralisir oleh glutation (GSH) sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Radikal bebas ini akan mengoksidasi makromolekul seperti lemak dan gugus tiol (- SH) pada protein serta mengganggu homeostasis kalsium akibat menurunnya GSH (Murugesh et al. 2005). Gambar 2 Gambar 3 Biotransformasi dan oksidasi parasetamol oleh sitokrom P450 (Lee 1995). Senyawa radikal bebas dari oksidasi parasetamol (Mason & Fischer 1986). Kerusakan hati yang ditimbulkan parasetamol dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Pemberian parasetamol dengan dosis toksik dapat mengubah struktur dan fungsi membran dengan meningkatkan kolesterol yang diikuti dengan menurunnya konsentrasi fosfolipid. Akibatnya rasio jumlah kolesterol terhadap fosfolipid juga meningkat (Ojo et al. 2006). Tanda kerusakan hati yang diakibatkan oleh parasetamol lainnya adalah menurunnya jumlah protein total maupun glikogen. Penurunan tersebut menandakan berkurangnya jumlah sel hepatosit yang memproduksi protein dan glikogen sehingga bobot organ hati secara keseluruhan lebih kecil daripada bobot normalnya (Kumar & Misra 2006). Selain itu, mekanisme perusakan hati oleh parasetamol adalah dengan mengubah jalur respirasi pada mitokondria melalui peningkatan aktivitas ATP-ase sehingga mitokondria yang juga berperan dalam proses detoksifikasi menjadi tidak berfungsi (Guzy et al. 2004). Enzim Transaminase (ALT dan AST) Enzim AST (aspartat aminotransferase ) dan ALT (alanin aminotransferase ) merupakan enzim-enzim transaminase yang sangat umum digunakan untuk mendeteksi kerusakan hati seperti mengetahui terjadinya toksisitas pada hati atau perubahan arsitektur membran sel-sel hati. Enzim ALT lebih spesifik untuk hati karena proporsinya paling banyak berada pada organ ini dibandingkan organ tubuh lainnya (Edem & Akpanabiatu 2006). Beberapa enzim lain yang dapat digunakan sebagai penanda untuk mengetahui adanya kerusakan hati adalah enzim-enzim golongan hidrogenase seperti laktat dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, isositrat dehidrogenase, dan malat dehidrogenase. Enzim-enzim tersebut jarang digunakan untuk mendeteksi kerusakan hati dan kurang sensitif dibandingkan kombinasi AST dan ALT (Hodgson & Levi 2000). Sesuai dengan golongannya, keduanya merupakan enzim yang berperan penting dalam metabolisme asam amino. Keduanya mengkatalisis pemindahan gugus amina dari asam amino glukogenik menjadi senyawa intermediet pada siklus asam sitrat. Reaksi yang terjadi sebagai berikut: AST L-aspartat + α-ketoglutarat oksaloasetat + L-glutamat

14 4 ALT L-alanin + α-ketoglutarat piruvat + L- glutamat Keberadaan enzim ALT pada hewan primata, anjing, tikus, kucing, dan kelinci terpusat pada sel hepatosit sehingga terjadinya peningkatan kadar ALT pada serum merupakan indikator yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan hati (Stockham & Scott 2002). Kadar AST dan ALT pada serum darah tikus putih normal berkisar antara 19,3-68,9 U/l dan 29,8-77,0 U/l (Pilichos et al. 2004) sedangkan menurut Girindra (1989) kadar AST dan ALT pada tikus normal masing-masing sebesar 45,7-80,8 U/l dan 17-30,2 U/l. Kelainan pada Gambaran Histopatologi Hati Patologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang perubahan dan reaksi yang berlangsung pada organisme hidup (hewan atau tumbuhan) serta berbagai bagiannya ketika terpapar suatu zat yang merusak (Smith & Jones 1962). Berdasarkan pengertian di atas gambaran histopatologi merupakan tinjauan terhadap organ hati secara mikroskopik yang meliputi pengamatan terhadap perubahan sel-sel dan jaringan di dalamnya. Gangguan fungsional hati lebih mudah dipahami melalui pengamatan unit struktur penyusun organ hati yaitu lobul. Lobul terdiri atas sel hepatosit, pembuluh darah, dan kantung empedu. Adanya kerusakan pada bagian tertentu dapat menyebar ke seluruh bagian lobul karena secara anatomi letaknya berdekatan (Runnells et al. 1965). Beberapa jenis perubahan mikroskopik yang terjadi dapat dilihat dari perubahan pada inti, sitoplasma, maupun sel secara keseluruhan (tepi sel, perbedaan intensitas warna, serta batas antarsel) (Smith & Jones 1962). Beberapa kelainan patologi hati yang sering ditemukan antara lain adalah cloudy swelling (degenerasi butir), nekrosis, serta degenerasi dan infiltrasi lemak. Degenerasi butir ditandai sitoplasma tampak berbutir. Degenerasi butir merupakan indikasi awal terjadinya nekrosis tetapi dapat pula muncul secara bersamaan. Protein pada sitoplasma yang pada keadaan normal menyatu dengan cairan sitoplasma mengendap karena pengaruh zat toksik sehingga membentuk butiran (Smith & Jones 1962). Gejala ini termasuk gejala intoksikasi hepatik tingkat rendah. Secara mikroskopis, sel-selnya terlihat membesar, plasmanya berbutir, serta inti selnya menghilang (Runnells 1946). Degenerasi maupun infiltrasi lemak memiliki gejala yang serupa yaitu munculnya butiran lemak pada jaringan selain jaringan adiposa. Kelainan-kelainan tersebut banyak dijumpai pada organ-organ pencernaan seperti hati, ginjal, kantung empedu, dan pankreas. Infiltrasi lemak merupakan munculnya butiran lemak di tempat-tempat yang tidak biasa. Penyebabnya antara lain pemberian makanan kaya karbohidrat atau lemak dan memiliki gejala yang sama dengan degenerasi lemak (Smith & Jones 1962). Infiltrasi lemak tidak mempengaruhi perubahan struktural tetapi sebaliknya untuk degenerasi lemak. Perbedaannya dengan degenerasi lemak adalah butiran lemak juga ditemui di dalam sitoplasma sehingga mendesak inti hingga ke tepi sel. Degenerasi lemak terjadi jika zat iritan yang digunakan daya rusaknya semakin kuat sehingga sel-sel tersebut tidak mampu mengoksidasi lemak (Runnells 1946). Nekrosis merupakan proses kematian sel pada suatu organisme hidup, baik hewan maupun tumbuhan. Nekrosis berbeda dengan autolisis postmortem. Autolisis postmortem terjadi karena masa hidup sel sudah berakhir sehingga secara normal akan mengalami regenerasi sedangkan nekrosis merupakan proses kematian sel yang abnormal akibat adanya reaksi terhadap zat tertentu seperti bahan kimia toksik. Jaringan yang mengalami nekrosis merupakan suatu iritan sehingga tubuh memberi respon inflamasi berupa infiltrasi sel darah putih di sekitar jaringan nekrotik tersebut (Smith & Jones 1962). Nekrosis memiliki beberapa ragam berdasarkan perubahan strukturalnya. Piknosis ditandai dengan inti sel yang mengkerut serta sitoplasma yang menyusut. Kariolisis adalah nekrosis yang ditandai dengan inti yang terfragmentasi (Smith & Jones 1962). Matinya sel diikuti oleh perubahan morfologi seperti edema pada sitoplasma, dilatasi pada retikulum endoplasma, disagregasi polisom, hilangnya mitokondria karena krista terdisrupsi, hilangnya inti dan beberapa organel lain, dan akumulasi trigliserida (Hodgson & Levi 2000). Kelainan patologi hati lainnya yang sering ditemui adalah oedema (pembengkakan). Oedema dapat terjadi karena gangguan metabolisme yang menyebabkan kegagalan hati dalam menyusun asam amino menjadi protein. Akibatnya kadar protein plasma turun dan terjadi perbedaan tekanan osmotik.

15 5 Rendahnya tekanan osmotik di luar sel menyebabkan cairan masuk ke dalam sel (Blood & Henderson 1963). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, berumur 2 bulan, dan mempunyai bobot yang seragam. Kelapa kopyor yang digunakan diperoleh dari Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini secara umum adalah kelapa kopyor, parasetamol, serbuk temulawak, etanol 96%, kloroform, kit pereaksi ALT dan AST, etanol dengan berbagai konsentrasi (70%, 80%, 90%, 96%, absolut), xilol, parafin, pewarna Mayer s Haematoxylin, LiCl, alat Tissue Tec, dan pewarna eosin. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, mortar, pestle, blender, timbangan analitik, gunting, pinset, syringe, vial, sonde oral, mikropipet, microfuge, mikroskop, gelas objek beserta gelas penutup, mikrotom, penangas air, kuvet, dan spektrofotometer UV. Metode Hewan Coba dan Rancangan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih galur Sprague-Dawley sebanyak 18 ekor dengan jenis kelamin jantan, berusia 2 bulan, sehat dan mempunyai aktivitas normal dengan berat badan gram. Tikus dipelihara dalam kandang berukuran 30x50x30 cm sebanyak 2-3 ekor per kandang dan diadaptasikan terlebih dahulu selama 2 minggu kemudian diberi perlakuan. Sebelum dan selama perlakuan, tikus diberi pakan standar dan minum secara ad libitum. Bobot badan tikus dan jumlah pakan yang digunakan diamati setiap hari. Tikus dibagi menjadi 6 kelompok masingmasing 3 ekor tikus dalam setiap kelompok. Kelompok tersebut terdiri atas kelompok normal (I), kontrol positif (II), kontrol negatif (III), kopyor 1x dosis (IV), kopyor 3x dosis (V), dan kopyor 5x dosis (VI). Hari ke-1 hingga hari ke-14 semua tikus diberi parasetamol kecuali kelompok I. Induksi kerusakan hati dilakukan menurut metode Gupta et al. (2004) yang dimodifikasi. Parasetamol diberikan secara oral dengan dosis 500 mg/kg BB/hari selama 7 hari yang dilanjutkan dengan penambahan dosis menjadi 600 mg/kg BB selama 7 hari berikutnya sebagai modifikasi metode. Hari ke-15 hingga hari ke-35, kelompok II-VI diberi suplemen yang berbeda-beda. Kelompok II diberi suplemen temulawak 3 g/kg BB, kelompok III diberi akuades, kelompok IV diberi kopyor 4 g/kg BB, kelompok V diberi kopyor 12 g/kg BB, dan kelompok VI diberi kopyor 20 g/kg BB. Sebelum dicekokkan ke tikus, kopyor dihaluskan terlebih dahulu dengan blender. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, dan 35 untuk pengukuran enzim AST dan ALT. Sebelum pengambilan darah, tikus dipuasakan selama jam. Pada hari ke-35 dilakukan nekropsi dan pengambilan organ hati untuk sediaan histopatologi hati. Pengamatan Klinis Pengamatan Fisik. Pengamatan fisik hewan coba yang diamati adalah bobot badan. Bobot badan diamati dengan menimbang tikus sebelum dan sesudah pemberian pakan. Pengukuran Aktivitas Enzim ALT dan AST. Darah diambil dari vena ekor kemudian ditampung dalam vial steril hingga mencapai 1 ml. Darah tersebut didiamkan sejenak dan disentrifus pada 3000 rpm selama 15 menit. Serum yang diperoleh (supernatan) ditambahkan pereaksi ALT dan AST dan diukur aktivitasnya dengan metode International Federation of Clinical Chemistry (IFCC). Masing-masing enzim baik AST maupun ALT terdiri atas 2 pereaksi. Persiapan pereaksi AST maupun ALT dilakukan dengan mencampur 4 ml pereaksi 1 dengan 1 ml pereaksi 2 dalam tabung atau botol bertutup, dihomogenkan, kemudian disimpan pada suhu 2-8 C. Serum darah sebanyak 100 μl dicampur dalam 1ml pereaksi campuran AST lalu diinkubasi dalam penangas 37 C selama 1 menit. Pembacaan absorban dilakukan pada panjang gelombang 340 nm dengan spektrofotometer UV per menit selama 3 menit. Prosedur yang sama juga berlaku untuk pengukuran enzim ALT. Rumus penentuan kadar enzim: Kadar ALT/AST = ΔA/menit x 1746 Pembuatan Preparat Histopatologi Hati. Metode yang digunakan adalah metode Andrew Kent yang dimodifikasi yang terdiri atas 4 tahap, yaitu fiksasi, dehidrasi, pencetakan (embedding), dan pewarnaan (staining). Tahap fiksasi dilakukan dengan memotong organ hati dengan ukuran 2x2x1

16 6 cm, dimasukkan dalam buffer neutral formalin 10% (BNF 10%) selama 3x24 jam, dan dipotong lagi dengan ukuran lebih tipis. Potongan-potongan hati tersebut diteruskan ke tahap dehidrasi dengan perendaman dalam etanol bertingkat (etanol 70%, 80%, 96%, absolut I, absolut II). Sisa etanol dihilangkan dengan xilol I, II, dan III masing-masing selama 40 menit. Etanol absolut I dan II maupun xilol I, II, dan III menunjukkan konsentrasi pelarut yang sama tetapi digunakan untuk waktu perendaman yang berbeda. Infiltrasi menggunakan parafin cair dilakukan pada suhu 60 C selama 4 kali masing-masing selama 30 menit. Sebelum dilakukan pencetakan, cetakan dicuci dengan campuran etanol 96%, xilol, dan air. Pencetakan dilakukan dengan menuang parafin panas dalam blok cetakan sebanyak setengah cetakan dengan alat Tissue Tec. Potongan hati dimasukkan ke dalamnya perlahan agar tidak menyentuh dasar cetakan lalu ditutup lagi dengan parafin cair. Setelah beku, organ dalam parafin dipotong dengan mikrotom setebal 4-5 μm. Hasil potongan dimasukkan dalam air hangat (40 C) agar parafin meleleh kemudian diletakkan dalam kaca objek. Potongan tadi dikeringkan dalam inkubator bersuhu 56 C selama satu malam. Tahap pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE) dilakukan setelah proses deparafinisasi. Caranya dengan merendam potongan hati dalam xilol sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit, rehidrasi dengan etanol absolut selama 2 menit, lalu diteruskan dengan etanol 95% dan 80% masing-masing 1 menit, dan dicuci dalam air mengalir. Setelah itu, irisan hati direndam dalam pewarna Mayer s Haematoxylin selama 8 menit, dicuci dengan air mengalir, dimasukkan dalam LiCl selama 30 detik, dan dicuci lagi dengan air mengalir. Irisan preparat tadi kemudian diberi pewarna eosin selama 2-3 menit lalu dicuci. Setelah dicuci, irisan hati dicelupkan dalam etanol 95% dan absolut I masing-masing sebanyak 10 kali dan diteruskan dengan etanol absolut II selama 2 menit, xilol I selama 1 menit, dan xilol II selama 2 menit. Setelah diangin-anginkan sebentar, preparat yang sudah diwarnai tersebut kemudian diberi permount mounting medium dan ditutup dengan kaca penutup. Analisis Statistik Analisis statistik menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan dengan persamaan sebagai berikut (Mattjik & Sumertajaya 2000): Yij = µ + τ i + ε ij µ = pengaruh rataan umum τ = pengaruh perlakuan ke-i, i = 1,2,3, 4, 5,6 ε ij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, j = 1,2,3 Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Hewan Coba Hasil pengamatan bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui efek pemberian parasetamol terhadap kondisi fisiologis hewan coba. Gambar 4 menunjukkan grafik bobot badan hewan coba sejak masa adaptasi hingga akhir perlakuan. Bobot awal hewan coba sebelum diadaptasi berada pada kisaran 180 g dan meningkat setelah adaptasi 2 minggu. Kenaikan tertinggi terdapat kelompok II dan yang terendah terdapat pada kelompok III. Kenaikan ini diduga terjadi karena hewan coba masih mengalami fase pertumbuhan menuju tahap dewasa (mature). Pemberian parasetamol yang dilakukan sejak hari ke-1 hingga ke-14 berakibat pada turunnya bobot badan hewan coba. Hal ini terlihat dari penurunan grafik yang terjadi pada semua kelompok (Gambar 4). Kelompok I (normal) meskipun tidak diberi parasetamol juga mengalami sedikit penurunan. Kejadian ini diduga disebabkan oleh stress. Pada umumnya mencit maupun tikus yang stress mengalami penurunan bobot badan akibat nafsu makan yang menurun. Gejala lain yang dapat timbul adalah produksi urin serta waktu tidur yang bertambah. Stress yang terjadi terkait dengan produksi protein stress yang meningkat (Sumitro et al. 1994). Adapun penurunan bobot badan yang terjadi pada kelompok lain yang diberi parasetamol diduga karena salah satu efek parasetamol menurunkan nafsu makan. Hasil uji statistik pada Gambar 4 menunjukkan perbedaan signifikan (P<0,05) setelah pemberian parasetamol selama 7 hari terjadi pada kelompok II dengan kelompok VI. Pemberian parasetamol yang dilanjutkan hingga 14 hari menunjukkan perbedaan nyata antara kelompok II terhadap III dan VI. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah bobot badan pada kelompok II yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lain sejak awal percobaan.

17 7 Hari ke-15 hingga hari ke-35 semua kelompok mengalami kenaikan bobot badan karena pada periode ini parasetamol sudah dihentikan. Kelompok II (kontrol positif) yang diberi temulawak menunjukkan kenaikan bobot badan tertinggi. Selain karena bobot awal sebelum percobaan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lain, kenaikan tersebut dapat disebabkan akibat pemberian suplemen temulawak. Pemberian temulawak dapat menaikkan bobot badan hewan coba karena salah satu khasiat temulawak adalah sebagai antibakteri sehingga mempengaruhi kerja mikroflora usus dan proses pencernaan menjadi lebih optimal (Sedarnawati et al. 1991). Hasil penelitian serupa pada mencit juga menunjukkan pertambahan bobot badan selama diberi temulawak. Kandungan kurkumin pada temulawak dapat meningkatkan sekresi empedu dan memperlambat gerakan peristaltik usus sehingga pemecahan dan penyerapan makanan lebih sempurna (Hidayatullah 2006). Berdasarkan hasil uji statistik, kelompok yang diberi kopyor (IV, V, VI) menunjukkan perbedaan bobot badan yang nyata dengan kelompok II (P<0,05). Keadaan tersebut diduga karena proses pemulihan nafsu makan pada kelompok IV, V, dan VI tidak secepat yang terjadi pada kelompok II. Demikian pula kelompok IV, V, dan VI menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata dengan kelompok III (kontrol negatif). Hasil tersebut mengindikasikan perbedaan dosis kopyor tidak mempengaruhi bobot badan hewan coba. BB (g) Hari ke Gambar 4 Bobot badan hewan coba selama adaptasi, induksi parasetamol (0-14 hari), dan pemberian kopyor (15-35 hari). I II III IV V VI Pengaruh Suplemen terhadap Aktivitas Transaminase Indikator utama yang diamati terhadap adanya gangguan fungsi hati adalah aktivitas enzim transaminase yang meliputi enzim ALT dan AST. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, enzim transaminase merupakan enzim intraselular. Apabila terjadi kerusakan sel seperti gangguan permeabilitas dinding sel hati akibat adanya suatu pengganggu, aktivitasnya akan meningkat (Kaneko 1980, Coles 1986). Aktivitas ALT yang terlihat pada Gambar 5. Berdasarkan gambar tersebut, pada hari ke- 1 hingga hari ke-14 terlihat kenaikan aktivitas ALT pada semua kelompok. Kenaikan ratarata mencapai 560,67%. Perbedaan signifikan (P<0,05) dari hasil uji statistik terjadi pada kelompok IV pada hari ke-14 (172 U/l) yang kenaikannya mencapai 657,71% dibandingkan sebelum diberi parasetamol (22,7 U/l). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian serupa yang menyebutkan bahwa pemberian parasetamol selama 7 hari belum memberikan pengaruh nyata terhadap kenaikan aktivitas AST dan ALT. Pemberian parasetamol selama 14 hari dengan dosis 500 mg/hari meningkatkan aktivitas ALT secara nyata sebesar 122,18% (Kayun 2003). Penyebab utama kenaikan tersebut diakibatkan oleh adanya pembentukan radikal bebas n-asetil-paminokuinonimina (NAPQI) dari hasil oksidasi parasetamol oleh sitokrom P450 yang sifatnya hepatotoksik (Goodman & Gilmans 1980). Penurunan aktivitas ALT pada kelompok IV sebesar 49,08% yang diperoleh dari hasil pengukuran aktivitas ALT pada hari ke-35. Pengukuran aktivitas ALT pada hari yang sama juga menunjukkan penurunan pada kelompok lain. Kelompok II mengalami penurunan aktivitas dari 165 U/l menjadi 83,81 U/l atau sebesar 49,21%. Kelompok III mengalami penurunan yang tidak jauh berbeda (P>0,05) dengan kelompok IV, V, maupun VI. Aktivitas ALT pada hari ke-35 pada kelompok IV, V, dan VI masing-masing adalah 87,59 U/l, 61,40 U/l, dan 106,94 U/l yang tidak menunjukkan perbedaan nyata berdasarkan hasil uji statistik. Karena ketiga nilai tersebut masih jauh di atas kisaran aktivitas ALT normal menurut Girindra (1989) adalah 17-30,2 U/l. Hal ini menunjukkan perbedaan dosis kopyor tidak berpengaruh secara nyata terhadap turunnya aktivitas ALT.

18 Aktivitas (U/l) I II III IV V VI Aktivitas (U/l) I II III IV V VI Hari ke- 50 Gambar 5 Aktivitas ALT hewan coba sebelum induksi (hari 0), induksi parasetamol (1-14 hari), dan pemberian kopyor (15-35 hari). Aktivitas enzim transaminase lainnya yang diamati adalah aktivitas enzim AST yang ditunjukkan pada Gambar 6. kenaikan AST rata-rata mencapai 10 kali lipat. Hasil uji statistik menunjukkan pemberian parasetamol selama 7 hari menyebabkan kenaikan aktivitas AST yang signifikan (P<0,05) pada kelompok III. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Kayun (2003) yang menyatakan bahwa pemberian parasetamol selama 14 hari meningkatkan aktivitas AST sebesar 130,35%. Pada Gambar 6, kenaikan tertinggi terdapat pada kelompok II yang besarnya mencapai hampir 380,67 U/l atau mengalami peningkatan hampir 9 kali lipat dari aktivitas sebelum diberi parasetamol (39,72 U/l). Penghentian parasetamol ternyata menurunkan aktivitas AST sebagaimana yang terjadi pada hasil pengukuran aktivitas ALT. Menurut Adji (2004), pemberian ekstrak temulawak yang dilakukan setelahnya menurunkan aktivitas AST sebesar 31,4%. Pernyataan ini mendukung penurunan aktivitas AST yang terjadi pada kelompok II. Berdasarkan Gambar 6 pada hari ke-35 diperoleh aktivitas AST pada kelompok IV, V, dan VI masing-masing sebesar 77,99 U/l, 109,41 U/l, dan 64,17 U/l. Apabila dibandingkan dengan nilai AST normal menurut Girindra (1989) sebesar 45,7-80,8 U/l, hanya kelompok IV dan VI yang berada dalam kisaran nilai normal. Hal ini berbeda dengan hasil pengukuran aktivitas ALT pada hari ke-35 yang menunjukkan ketiga kelompok yang diberi kopyor belum mencapai nilai normal Hari ke- Gambar 6 Aktivitas AST hewan coba sebelum induksi (hari 0), induksi parasetamol (1-14 hari), dan pemberian kopyor (15-35 hari). Penurunan aktivitas enzim ALT maupun AST pada kelompok IV, V, dan VI dapat disebabkan oleh kandungan lemak pada suplemen kopyor. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan pemberian pakan yang mengandung lemak tinggi (20% dari total pakan) secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas transaminase. Hal tersebut diduga karena peningkatan konsumsi lemak menurunkan konsumsi protein termasuk piridoksin. Piridoksin adalah prekursor piridoksal fosfat yang diperlukan dalam reaksi pemindahan gugus amina pada asam amino yang dikatalisis oleh enzim transaminase (Edem & Akpanabiatu 2006). Aktivitas AST maupun ALT kelompok normal (I) yang diukur pada hari ke-14 ternyata ikut mengalami kenaikan meskipun tidak diberi parasetamol. Salah satu penyebabnya diduga karena faktor stress yang dapat terjadi terutama saat proses pengambilan darah melalui peningkatan aktivitas saraf simpatik perifer (Arakawa et al. 1996). Faktor lain yang ikut berpengaruh adalah keragaman yang berpengaruh terhadap analisis ALT dan AST. Pengaruh ini dapat disebabkan oleh berat badan tikus yang berbeda-beda, hemolisis, serta makroenzim dan keadaan fisiologis tikus yang berbedabeda. Hemolisis dapat disebabkan oleh mekanisme biokimia, fisik, atau kimia (Adji 2004).

19 9 Pengaruh Suplemen terhadap Gambaran Histopatologi hati Pengamatan terhadap gambaran histopatologi hati digunakan untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai pengaruh pemberian suplemen, terutama suplemen kelapa kopyor, terhadap pemulihan fungsi hati akibat induksi parasetamol. Selain dari pengamatan terhadap aktivitas enzim transaminase yang mengalami penurunan, proses pemulihan juga ditinjau berdasarkan jenis kelainan patologi yang ditimbulkan akibat pemberian parasetamol. Untuk itu, diperlukan suatu metode kuantitatif yaitu dengan pemberian skor (skoring) agar dapat mengukur sejauh mana kerusakan yang ditimbulkan maupun pemulihan yang terjadi berdasarkan keadaan sel dan jaringan. Pemberian skor menggunakan metode Estuningsih (2002). Angka 0 adalah skor yang diberikan jika tidak terjadi kerusakan pada seluruh bidang pandang, skor 1 untuk kerusakan 25% dari seluruh bidang pandang, skor 2 untuk kerusakan 50% dari seluruh bidang pandang, skor 3 untuk kerusakan 75% dari seluruh bidang pandang, dan 4 untuk kerusakan 100% dari seluruh area pandang. Hasil skoring sediaan histopatologi hati disajikan dalam Tabel 3. Kelainan yang dihitung skornya hanya mencakup kelainan patologi degenerasi butir dan nekrosis. Kedua kelainan tersebut merupakan kelainan patologi yang paling banyak ditemukan pada sediaan histopatologi setiap kelompok. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kerusakan yang ditimbulkan, semakin tinggi pula skor yang dihasilkan. Hal ini terlihat pada kelompok III yang memiliki skor paling tinggi untuk kelainan degenerasi butir maupun nekrosis. Hasil uji statistik skoring sediaan histopatologi hati dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, terlihat adanya perbedaan nyata antara kelompok I (normal) dan II (kontrol positif) dengan kelompok III (kontrol negatif) untuk kelainan degenerasi butir maupun nekrosis. Hal ini dapat dijelaskan melalui pernyataan dalam penelitian sebelumnya bahwa adanya radikal bebas dari parasetamol menyebabkan terjadinya peroksidasi lemak yang merusak membran sel (Oyinbo 2006). Peroksidasi lemak tidak hanya merusak membran sel tetapi juga membran organel yang terdapat di dalamnya. Kerusakan inilah yang menjadi salah satu pemicu terjadinya degenerasi butir. Gambar 7 merupakan jaringan hati normal. Jaringan hati normal dapat dilihat dari keadaan inti sel, keadaan sitoplasma, dan tepi sel. Tanda-tanda tersebut meliputi inti sel yang masih terlihat jelas, sitoplasma tidak rusak, serta susunan sel hepatosit yang radial dari vena sentral menuju perifer. Inti sel terlihat berupa titik-titik berwarna biru tua. Selain itu terdapat pula sinusoid terlihat berupa rongga sempit dan berfungsi mengedarkan darah agar mencapai ke seluruh jaringan. Tabel 3 Hasil skoring kelainan histopatologi hati Kelompok Kelainan Degenerasi Nekrosis butir I II III IV V VI 0,333 0,933 3,800 1,067 1,600 0,667 0,267 0,467 1,400 1,333 0,867 0,533 Tabel 4 Hasil uji Kruskal-Wallis kelainan histopatologi hati Kelompok Kelainan Degenerasi Nekrosis butir I II III IV V VI 3,83 a 9,67 a 16,50 b 8,17 a 14,50 a 8,00 a 3,50 a 5,17 a 15,50 b 15,00 b 11,50 ab 6,33 a Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05) Gambar 7 Jaringan hati normal (hari 35) (HE 10x)

20 10 Gambar 8 merupakan jaringan hati tikus kelompok II (kontrol positif) yang diberi suplemen temulawak setelah parasetamol dihentikan. Keadaan selnya sebagian besar sudah kembali normal terlihat dari susunan sel hepatosit yang teratur serta inti selnya tampak jelas. Keadaan pada Gambar 8 selain karena regenerasi alami, perbaikan sel hepatosit diduga dipengaruhi oleh pemberian temulawak meskipun hasil penurunan aktivitas ALT pada akhir perlakuan belum mencapai normal (Gambar 5). Aktivitas ALT yang masih tinggi pada kelompok ini diduga disebabkan oleh faktor stress. Kontrol positif yang diberi temulawak mengalami perbaikan sel-sel hati yang relatif cepat diduga karena temulawak banyak mengandung senyawa antioksidan. Gambar 9 menunjukkan gambaran histopatologi hati yang diinduksi parasetamol. Kerusakan yang terjadi meliputi perdarahan, kongesti, nekrosis, dan degenerasi butir. Kongesti adalah pembendungan darah dalam suatu pembuluh. Butiran eritrosit terlihat jelas tidak hanya pada bagian yang mengalami kongesti tetapi juga pada sinusoid akibat terjadinya perdarahan. Adanya kongesti menandakan terjadi luka pada jaringan sehingga terjadi infiltrasi sel darah putih sebagai respon tubuh untuk memulihkannya, Sel darah putih terlihat dari sel-sel berinti besar di sekeliling daerah yang mengalami kongesti. Hal ini sesuai dengan pernyataaan bahwa pemberian asetaminofen pada tikus dan mencit menimbulkan nekrosis pada hati (Mitchell et al. 1973). Hasil penelitian serupa juga menunjukkan bahwa metabolit toksik asetaminofen (NAPQI) menyebabkan kerusakan mitokondria (Burcham & Harman 1991). Gambar 10 merupakan jaringan hati tikus kontrol negatif setelah 21 hari sejak pemberian parasetamol dihentikan. Sebagian sel hepatosit masih normal yang terlihat dari inti sel yang tampak jelas. Namun di beberapa tempat terlihat adanya butiran-butiran lemak. Hal ini diduga karena hati belum sepenuhnya pulih dari kerusakan yang ditimbulkan akibat radikal bebas dari oksidasi parasetamol. Oleh karena itu, hati belum dapat menjalankan fungsinya untuk memecah lemak menjadi ATP sebagaimana dalam keadaan normal. Pada keadaan normal sekalipun, hati memiliki fungsi ganda untuk memecah sekaligus menyimpan lemak. Namun apabila terdapat gangguan, fungsi ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya terjadi penumpukan lemak yang berlebihan karena mitokondria yang menjadi tempat pemecahan lemak rusak oleh radikal bebas yang berasal dari oksidasi parasetamol. Gambar 9 Kontrol negatif (hari 14) (HE 20x) (anak panah:kongesti), (panah tebal:nekrosis), (panah bulat:degenerasi butir). vs Gambar 8 Kontrol positif (hari 35) (HE 10x) (vs:vena sentral). Gambar 10 Kontrol negatif (hari 35) (HE 10x) (anak panah:butiran lemak).

21 11 Gambar 11 menunjukkan jaringan hati yang diberi suplemen kopyor sebanyak 4 g/kg BB setelah parasetamol dihentikan. Pada gambar tersebut ditemukan adanya oedema atau pembengkakan yang terjadi akibat penumpukan cairan. Oedema yang terjadi diduga karena proses regenerasi yang belum sempurna sehingga pemberian kopyor justru meningkatkan tekanan osmotik akibat akumulasi nutrisi. Menurut Smith dan Jones (1962), salah satu penyebab oedema adalah inflamasi. Dalam hal ini, reaksi inflamasi terjadi akibat kerusakan sel yang disebabkan zat toksik dari oksidasi parasetamol. Zat toksik tersebut memicu oksidasi ikatan rangkap pada asam lemak. Hal ini menjadi pemicu munculnya radikal bebas berupa lipid peroksida (Kono et al. 2003). Radikal bebas inilah yang kemudian menyebabkan sel hepatosit mengalami nekrosis pada Gambar 12. Nekrosis tersebut berjenis nekrosis piknosis yang ditandai dengan sitoplasma yang menyusut dan inti yang mengkerut. Gambar 12 adalah jaringan hati yang tikus kelompok V yang diberi suplemen kopyor sebanyak 12 g/kg BB. Nekrosis masih terlihat pada sebagian besar jaringan. Nekrosis yang terlihat pada Gambar 13 merupakan nekrosis kariolisis yang ditandai dengan hilangnya inti dan batas antar sel sehingga sitoplasmanya menyatu. Berdasarkan hasil uji statistik (Tabel 6), degenerasi butir pada kelompok ini lebih tinggi dibandingkan kelompok yang diberi kopyor lainnya. Hasil ini diduga terjadi karena akumulasi lemak dan karbohidrat dari pemberian kopyor tidak diimbangi dengan kemampuan hati untuk melakukan metabolisme makromolekul sebagaimana pada keadaan normal. Gambar 13 menunjukkan jaringan hati yang diberi suplemen kopyor sebanyak 20 g/kg BB. Sebagian besar selnya sudah kembali normal tetapi masih ditemui adanya degenerasi butir. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan nyata untuk kelainan nekrosis untuk dosis 4 g/kg BB terhadap dosis 20 g/kg BB. Namun hasil tersebut diduga disebabkan oleh regenerasi alami mengingat kelapa kopyor tidak mengandung senyawa antioksidan seperti flavonoid dan karotenoid. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa penurunan enzim AST dan ALT mencapai normal menunjukkan indikasi stabilisasi plasma membran sebagai upaya perbaikan sel hati setelah dirusak oleh parasetamol. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan fungsional hepatosit dalam mempercepat proses regenerasi sel-sel parenkim (Murugesh et al. 2005). Gambar 12 Perlakuan kopyor dosis 3x (hari 35) (HE 10x) (panah bulat:degenerasi butir), (anak panah tipis:nekrosis). Gambar 11 Perlakuan kopyor dosis 1x (hari 35). (HE 10x) (anak panah:oedema), (panah tebal:nekrosis). Gambar 13 Perlakuan kopyor dosis 5x (hari 35) (HE 10x) (panah bulat:oedema).

22 12 SIMPULAN DAN SARAN Pemberian suplemen kelapa kopyor dapat menurunkan aktivitas transaminase tetapi hasilnya tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif. Hasil tersebut didukung dengan pengamatan terhadap gambaran histopatologi hati yang menunjukkan masih terdapat kelainan patologi di beberapa bagian jaringan. Perbedaan dosis kopyor juga tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap perbaikan jaringan hati. Dengan kata lain, kelapa kopyor belum mampu memulihkan kerusakan hati akibat parasetamol secara optimal. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan serupa tetapi menggunakan sediaan kelapa kopyor yang berbeda seperti konsentrat hasil pemekatan daging kelapa kopyor beserta airnya. DAFTAR PUSTAKA Adji P Daya antioksidasi saponin akar kuning (Archangelisia flava (L) Merr.) sebagai mekanisme hepatoprotektor pada tikus yang diberi parasetamol [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Arakawa H, Kodama H, Matsuoka N, Yamaguchi I Stress increases plasma activity in rats: differential effects of adrenergic and cholinergic blockades. J Pharmacol Experiment Therapeutics 280(3): Blood DC, Henderson JA Veterinary Medicine. Ed ke-2. Baltimore: William & Wilkins. Burham PC, Harman AW Acetaminophen toxicity result in sitespecific mitohondrial damage in isolated mouse hepatocytes. J Biol Chem 266(8): Coles EH Veterinary Clinical Pathology. London: WB Saunders. Dellman HD, Brown EM Buku Teks Histologi Veteriner II. Ed ke-3. R Hartono, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Text Book of Veterinary Histology. Edem DO, Akpanabiatu MI Effects of palm oil-containing diets on enzyme activities of rats. Pakistan J Nutr 5(4): Estuningsih S Patogenesis mastitis subklinis pada sapi perah: pendekatan histopatologis mastitis subklinis akibat infeksi Streptococcus agalactie hemaglutinin positif pada mencit [disertasi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Giannini EG, Testa R, Savarino V Liver enzyme alterations: a guide for clinicians. Canadian Med Asso J (CMAJ) 172(3): Girindra A Biokimia Patologi Hewan. Bogor: IPB Pr. Gonzalez FJ The use of gene knockout mice to unravel the mechanisms of toxicity and chemical carcinogenesis. Toxicology Letters 120: Goodman J dan Gilmans F The Pharmacological Basic of Therapeutics. Ed ke-6. London: McMillan. Gupta M, Mazumder UK, Kumar TS, Gomathi P, Kumar RS, 2004, Antioxidant and hepatoprotective effect of Bauhinia racemosa against paracetamol and carbon tetrachloride induced liver damage in rats. Iranian J Pharmacol Therapeutics (IJPT) 3(1): Guzy J et al Effect of quercetin on paracetamol-induced rat liver mitochondria dysfunction. Biologia. Bratislava 59(3): Hidayatullah S Performa mencit (Mus musculus) jantan dan betina dengan suplementasi tepung temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dalam ransum [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Hodgson E, Levi PE A Textbook of Modern Toxicology. Ed ke-2. Singapore: McGraw-Hill.

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 PENDAHULUAN Hati merupakan organ tubuh yang penting untuk menjaga dan menentukan derajat kesehatan seseorang. Kondisi dan fungsi hati dipengaruhi oleh berbagai faktor. Polusi yang semakin meningkat disertai

Lebih terperinci

Y ij = µ + τ i + ε ij.

Y ij = µ + τ i + ε ij. 10 menggunakan parafin cair dilakukan pada suhu 60 o C selama 4 kali masing-masing selama 30 menit. Sebelum pencetakan cetakan dicuci dengan campuran etanol 96%, xilol, dan air. Pencetakan dilakukan dengan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan obat antipiretik dan analgesik yang sering digunakan sebagai obat manusia. Parasetamol menggantikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hewan coba yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian paparan ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) pada mencit galur DDY selama 90 hari adalah sebagai berikut. 4.1.1 Deskripsi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode post test group only design. Menggunakan tikus putih jantan galur Sprague dawley berumur

Lebih terperinci

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI

STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI STUDI HEMATOLOGIS DAN HISTOPATOLOGIS ORGAN PADA TIKUS YANG DIINDUKSI KUININ SEBAGAI UJI POTENSI METABOLIK ANGKAK HANIFAH RAHMI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ulangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan coba yang

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan. menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan. menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 ulangan, perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA TIM PENELITI : 1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si, 2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. 3.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dasar yang menggunakan metode eksperimental. Penelitian eksperimen merupakan penelitian dimana variabel yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase Plasma a. Kurva kalibrasi Persamaan garis hasil pengukuran yaitu : Dengan nilai koefisien relasi (r) = 0,998.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini mencakup bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5 ulangan, perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu dari penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola perilaku makan seseorang dibentuk oleh kebiasaan makan yang merupakan ekspresi setiap individu dalam memilih makanan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah eksperimen karena dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah eksperimen karena dalam 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah eksperimen karena dalam penelitian ini terdapat perlakuan terhadap objek yang diteliti dan kontrol sebagai pembanding.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only Control Group Design).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kortikosteroid bukan merupakan obat baru bagi masyarakat. Di dunia kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat kortikosteroid mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 22 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi, Farmasi dan Patologi Anatomi. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Melibatkan dua kelompok subyek, dimana salah satu kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. B. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian eksperimental. Penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan pengadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Parasetamol atau asetaminofen telah ditemukan sebagai obat analgesik yang efektif lebih dari satu abad yang lalu tepatnya pada tahun 1893, tetapi hingga sekarang para

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. I = 1,2,...t dan j = 1,2,...r. Y ij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. µ = Pengaruh rataan umum.

HASIL DAN PEMBAHASAN. I = 1,2,...t dan j = 1,2,...r. Y ij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. µ = Pengaruh rataan umum. 11 Analisis Lipid Peroksida Hati Pengukuran kadar lipid peroksida hati dilakukan pada akhir perlakuan. Sebanyak 1-2 gram hati disimpan dalam larutan NaCl 0.9% dingin. Hati segar tersebut dibuat 10% b/v

Lebih terperinci

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY

PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY PROFIL SEL β PULAU LANGERHANS JARINGAN PANKREAS TIKUS DIABETES MELLITUS YANG DIBERI VIRGIN COCONUT OIL (VCO) AMILIA DAYATRI URAY FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRACT AMILIA

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, postest only control group design. Postes untuk menganalisis perubahan jumlah purkinje pada pada lapisan ganglionar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil alam yang berlimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Salah satu dari hasil alam

Lebih terperinci

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa kelamin Umur dikawinkan Siklus kelamin poliestrus (birahi) Lama estrus Saat perkawinan Berat lahir Berat dewasa Jumlah anak perkelahiran Kecepatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Drug Induced Liver Injury Tubuh manusia secara konstan dan terus menerus selalu menerima zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, karena terdapat manipulasi pada objek penelitian dan terdapat kelompok kontrol (Nazir, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Hal ini karena pada penelitian ini terdapat manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara penggorengan.kebutuhan akan konsumsi minyak goreng meningkat

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara penggorengan.kebutuhan akan konsumsi minyak goreng meningkat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan cara penggorengan.kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarnaan HE diawali dengan deparafinisasi dalam xylol I selama 2 menit dan xylol II selama 2 menit. Tahapan berikutnya adalah rehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dari alkohol absolut (2 menit),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan cara penggorengan. Minyak kelapa sawit merupakan jenis minyak utama yang digunakan masyarakat

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. Lokasi pengambilan sampel rumput laut merah (Eucheuma cottonii) bertempat di Perairan Simpenan,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) DALAM MENGURANGI NEKROSIS HEPATOSIT TIKUS JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus L.) YANG DIINDUKSI CCl 4 Gregorius Enrico, 2009 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI

PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH PENAMBAHAN YEAST

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk terapi anti tuberkulosis (TB), tetapi hepatotoksisitas yang dihasilkan dari penggunaan obat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Evaluasi dataperforman Ayam Dari hasil penelitian didapatkan rataan bobot badan ayam pada masing-masing kelompok perlakuan, data tersebut dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

UJI HEPATOTOKSISITAS SENYAWA O-(4-NITROBENZOIL)PARASETAMOL PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS)

UJI HEPATOTOKSISITAS SENYAWA O-(4-NITROBENZOIL)PARASETAMOL PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) UJI HEPATOTOKSISITAS SENYAWA O-(4-NITROBENZOIL)PARASETAMOL PADA TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) DONNA KHARISMA NOVITA 2443007030 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2011 ABSTRAK UJI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer yang digunakan berupa pengamatan histologis sediaan hati yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, dan nekrosis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan 22 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Lampung untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat 1500 gr atau 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran kanan

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI DAN GINJAL TIKUS PADA PEMBERIAN FRAKSI ASAM AMINO NON-PROTEIN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) PADA UJI TOKSISITAS AKUT

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI DAN GINJAL TIKUS PADA PEMBERIAN FRAKSI ASAM AMINO NON-PROTEIN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) PADA UJI TOKSISITAS AKUT GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI DAN GINJAL TIKUS PADA PEMBERIAN FRAKSI ASAM AMINO NON-PROTEIN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) PADA UJI TOKSISITAS AKUT LILIS SUYANTI B04103164 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar Superoksida Dismutase (SOD) dan Malondialdehide (MDA)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental yaitu penelitian yang didalamnya terdapat perlakuan untuk memanipulasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap morfologi dan histologi hepar mencit betina (Mus musculus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Secara populer dikenal juga dengan istilah penyakit hati, sakit liver, atau sakit kuning. Hepatitis dapat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. BAHAN DAN METODE Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. Pengujian Lactobacillus plantarum (BAL1) dan Lactobacillus fermentum (BAL2) pada tikus dengan perlakuan:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode eksperimental karena adanya manipulasi terhadap objek penelitian dan adanya kontrol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Dalam perkembangannya, tuberkulosis telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016. 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Farmakologi, Biokimia, Ilmu Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah penting bagi kesehatan karena merupakan salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, posttest only control group design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada korteks

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN V IRGIN COCONUT OIL

EFEK PEMBERIAN V IRGIN COCONUT OIL EFEK PEMBERIAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TERHADAP PROFIL IMUNOHISTOKIMIA ANTIOKSIDAN SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) PADA JARINGAN GINJAL TIKUS DIABETES MELLITUS NOVITA SARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan rancangan percobaan post test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sel, dan menjadi penyebab dari berbagai keadaan patologik. Oksidan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sel, dan menjadi penyebab dari berbagai keadaan patologik. Oksidan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian dunia kedokteran terhadap oksidan semakin meningkat, hal ini disebabkan oleh karena timbulnya kesadaran bahwa oksidan dapat menimbulkan kerusakan sel, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan

Lebih terperinci

Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba

Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat. Hasilnya diberi permount mounting medium dan ditutup dengan kaca penutup (Hastuti 2008). Pengamatan Histopatologi Pengamatan histopatologi dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci