TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM KERJA PEMADAM KEBAKARAN PADA GEDUNG. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Ujian Sarjana Program Strata 1 (S1)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM KERJA PEMADAM KEBAKARAN PADA GEDUNG. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Ujian Sarjana Program Strata 1 (S1)"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM KERJA PEMADAM KEBAKARAN PADA GEDUNG Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Ujian Sarjana Program Strata 1 (S1) Disusun oleh : Nama : Miftahuddin NIM : PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009 i

2 LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini, N a m a : Miftahuddin N.I.M : Fakultas : Teknologi Industri Program Studi : Teknik Mesin Judul Skripsi : ANALISA SISTEM KERJA PEMADAM KEBAKARAN PADA GEDUNG Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercubuana Buana. Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan. Penulis ( Miftahuddin ) ii

3 LEMBAR PENGESAHAN ANALISA SISTEM KERJA PEMADAM KEBAKARAN PADA GEDUNG Disusun oleh : Nama : Miftahuddin NIM : Fakultas Prodi : Teknologi Industri : Teknik mesin Menyetujui Pembimbing Koordinator Tugas Akhir (Dr. Ir. H. Abdul Hamid, M.Eng) (Nanang Ruhyat, ST. MT) Mengetahui Ketua Program Studi Teknik Mesin ( Dr. Ir. H. Abdul Hamid, M.Eng) iii

4 ABSTRAK Pada studi ini penulis membahas sistem kerja pemadam kebakaran. Mengingat banyaknya komponen yang terdapat pada sistem pemadam kebakaran maka penulis hanya akan mencoba menjelaskan komponen-komponen utama yang paling penting dalam sebuah sistem pemadam kebakaran dikarenakan terbatasnya waktu. Dalam perencanaan sistem mekanikal yang baik pompa pemadam kebakaran juga merupakan salah satu unsur penting yang harus diperhatikan karena merupakan salah satu hal yang nantinya menjamin kesalamatan penghuni gedung itu sendiri. Dari penulisan tugas akhir ini penulis membuat contoh studi kasus dari perhitungan daya dari masing-masing pompa dan kapasitas tangki. Daya yang dihasilkan pompa elektrik adalah 194 kw. Daya pompa jockey adalah 7 kw serta daya yang dihasilkan pompa diesel adalah 260 kw. Sedangkan kapasitas tangki persediaan air adalah 170 m 3. Kata Kunci : Komponen Pemadam Kebakaran, Keselamatan Penghuni Gedung, Contoh studi kasus Perhitungan Daya Pompa dan Kapasitas Tangki.. iv

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT raja pencipta alam, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, penulis bisa menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Adapun judul dari tugas akhir ini adalah Analisa Sistem Kerja Pemadam Kebakaran Pada Gedung. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Ujian Sidang Sarjana Teknik pada Fakultas Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan tugas akhir ini, khususnya kepada : 1. Raja pencipta alam semesta Allah SWT, yang selalu memberikan berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan rasa sukur. 2. Kedua orang tua ku, Ibunda Chusnah dan Ayahanda Darmizi serta adikku Iqbal yang tercinta yang telah memberikan dorongan untuk dapat segera menyelasaikan kuliah. 3. Bapak Dr. Ir. H. Abdul Hamid, M.Eng, selaku Dosen Pembimbing yang telah sudi meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. v

6 4. Dosen Program Teknik Mesin yang telah memberikan pengajaran selama penulis kuliah. 5. Rekan rekan Teknik Mesin PKK angkatan XII (terutama Geri dan Ahmad F) yang telah banyak membantu dengan laptop dan bimbingannya. 6. Civitas Akademika Universitas Mercu Buana. Penulis sadar penulisan tugas akhir masih sangat jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan disana-sini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran serta kritikan yang membangun. Akhir kata penulis berharap tugas akhir ini memiliki manfaat bagi kita semua. Jakarta,...Agustus 2009 Penulis vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.i HALAMAN PERNYATAAN..ii HALAMAN PENGESAHAN.iii ABSTRAK.iv KATA PENGANTAR.v DAFTAR ISI..vii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xii DAFTAR NOTASI...xiii LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Rumusan permasalahan Batasan masalah Tujuan penelitian Metodologi Penelitian Sistematika Penulisan 3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Kebakaran Teori Dasar timbulnya api..5 vii

8 2.1.2 Penyebab Kebakaran Prinsip Pemadaman Kebakaran Metode Pemadaman Sistem Penyediaan Air Jaringan Kota Tangki Gravitasi Tangki Bertekanan Dasar Perhitungan Fire House Cabinet Penentuan Diameter Sistem Hidrant Penentuan Kehilangan Tekanan Penentuan Kapasitas Pompa Klasifikasi Sistem Pemadam Kebakaran Sistem Proteksi Aktif Sistem Proteksi Pasif...21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi penelitian Menentukan latar belakang Perumusan masalah Identifikasi Data Pengumpulan Data...26 viii

9 BAB IV PEMBAHASAN MASALAH 4.1 Peralatan Utama Dan Fungsi Pompa, Sistem Hydrant, Fire Alarm Dan Siamese Connection Pressure Switch Manometer Time Delay Relay Safety Valve Pressure Reducing Valve Kepala Sprinkler Kriteria Desain Klasifikasi Bahaya Kebakaran Klasifikasi Bangunan Sistem Hydrant Tipe Stand Pipe Untuk Hydrant Kelas Sistem Stand Pipe Desain/Perancangan Sistem Sprinkler Jenis Sistem Sprinkler Klasifikasi Jenis Hunian Penempatan Sprinkler Persyaratan Kebutuhan Air-Metode Pipa Schedule Penyediaan Air Dan Pompa Untuk Sistem Sprinkler..59 ix

10 4.5 Wet Pipe System Penentuan Diameter Cabang, Pipa Pembagi Dan Pipa Pembagi Utama Penentuan Diameter Pipa Tegak Penentuan Diameter Pipa Drain Penentuan Jumlah Sprinkler Perhitungan Pompa Pemadam kebakaran Kapasitas Pompa Kapasitas Tangki Air Persediaan Pengujian Instalasi Pipa Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Pemeliharaan instalasi pipa Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Pemeliharaan Tangki Penyedian Ar Pemeliharaan Pipa Pemeliharaan Pompa Pemeliharaan Sistem Sprinkler dan Hidrant...68 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran..71 DAFTAR PUSTAKA 72 x

11 DAFTAR GAMBAR Gambar Keterangan Halaman 2.1 Segitiga api (Fire Triangle of Combustion) Pompa pemadam kebakaran Sistem Pemadam kebakaran Jockey Pump Electric Pump tipe horizontal pump Diesel Pump Hydrant Box Hydrant Pillar Siamese Connection Pressure Switch Manometer Time delay relay Safety valve Pressure reducer valve Head Sprinkler Fusible element type Bulb type Peletakan Sprinkler Mencegah Penghalangan Penghalang Terhadap Dinding Jarak Minimum dari Penghalang...56 xi

12 DAFTAR TABEL Tabel Keterangan Halaman 4.1 Klasifikasi Bangunan menurut Tinggi dan Jumlah Lantai Ukuran Stand pipe Drain Persyaratan Penyediaan Air pada - Sistem Sprinkler Pipa Schedule Pipa Schedule I untuk hunian Jenis Light Hazard dengan - Bahan pipa Baja Pipa Schedule II untuk Hunian - Jenis Ordinary Hazard dengan bahan pipa Baja...59 xii

13 DAFTAR NOTASI (SI) D : Diameter mm D : Daya kw E : Tegangan ( kv ) M : massa ( kg ) P : Tekanan Bar P : Pascal Pa L : Kapasitas Lpm s : second s Q : Laju Aliran m/s V : volume ( cm 3 ) xiii

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dalam pelaksanaan pembangunan gedung sangat diperlukan perencanaan gedung meliputi perencanaan arsitektur, struktur dan mekanikal dan elektrikal agar terciptanya bangunan yang dapat di gunakan sesuai dengan fungsi dan tinggi bangunan. Sistem mekanikal yang ada dalam gedung adalah salah satu komponen yang di perlukan dalam pembuatan gedung pada umumnya untuk mendapatkan suatu gedung yang nyaman dan sehat untuk di pergunakan dalam jangka waktu yang panjang oleh para penghuninya tanpa merusak keindahan arsitektural gedung tersebut. Pemadam kebakaran adalah salah satu komponen penting yang harus terdapat pada tiap sistem mekanikal gedung. Dengan kondisi alat pemadam kebakaran yang baik maka dapat menjamin keselamatan para penghuni gedung apabila terjadi kebakaran. Salah satu komponen terpenting dari pemadam kebakaran adalah pompa pemadam kebakaran. Dengan mengetahui sistem kerja pemadam kebakaran maka diharapkan dapat menambah pengetahuan dan kemampuan kita sehingga dapat bermanfaat pada waktunya. 1

15 1.2 RUMUSAN MASALAH Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengetahui peralatan utama dan fungsi serta cara kerja dari masing-masing komponen dari sebuah sistem pemadam kebakaran serta pembahasan mengenai klasifikasi dari jenis bahaya kebakaran, klasifikasi gedung serta pembahasan mengenai sistem hidrant dan sistem sprinkler pada sebuah sistem pemadam kebakaran. 1.3 BATASAN MASALAH Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: Pembahasan hanya dibatasi pada peralatan utama dan fungsi serta cara kerja saja dan tidak meyinggung masalah instrument secara detail Perhitungan pada pompa yang digunakan. 1.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah menyediakan secara wajar proteksi terhadap jiwa dan harta milik dari kebakaran melalui pemahaman mengenai peralatan utama dan fungsi serta cara kerja dari sistem pemadam kebakaran yang dipasang tetap untuk proteksi kebakaran, agar diperoleh pengetahuan tentang hal tersebut sehingga dapat dilakukan maintenance yang baik sehingga sistem dapat bekerja dengan baik pada saat dibutuhkan. 2

16 1.5 METODOLOGI PENELITIAN Mengumpulkan data dari berbagai referensi buku dan internet yang berhubungan erat dengan judul tugas akhir ini, untuk mendapatkan dasardasar teori dan pengetahuan hingga dapat menunjang dalam penulisan tugas akhir ini Mengumpulkan data untuk kriteria desain yang diharapkan Diskusi dengan tenaga ahli yang bergerak dibidang perencanaan sistem mekanikal dan elektrikal gedung Pengolahan data, pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan teori mengenai sistem pemadam kebakaran dan perhitungan yang harus dilakukan jika ingin membuat sebuah intalasi pemadam kebakaran. 1.6 SISTEMATIKA PENULISAN Dalam membuat tugas akhir ini akan diberikan gambaran secara umum dari bab ke bab untuk memudahkan pengolahan data dan analisa permasalahan dengan rincian sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Pada bab ini dijelaskan latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. 3

17 1.6.2 Bab II - Dasar Teori Teori mengenai penyebab dan prinsip pemadaman kebakaran serta klasifikasi pompa dan jenis pompa yang digunakan untuk pemadam kebakaran Bab III Metodologi Penelitian Menentukan latar belakang, melakukan identifikasi data, pengumpulan data, perencanaan dan observasi Bab IV Analisis dan Pembahasan Menganalisa sistem kerja pemadam kebakaran serta fungsi dari setiap komponen yang terdapat pada sebuah sistem pemadam kebakaran untuk pemadam kebakaran serta perhitungan pada pompa Bab V - Kesimpulan dan Saran Kesimpulan yang didapat bahwa sistem pemadam kebakaran pada gedung adalah sangat diperlukan karena menyangkut perlindungan nyawa serta harta para penghuni gedung. 4

18 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Kebakaran Dalam kondisi tertentu, Api merupakan sahabat manusia yang dapat meringankan beban kita, sering digunakan untuk memasak, menghangatkan air, menghangatkan ruangan, melakukan proses-proses permesinan, peleburan logam dan lain-lain. Dibalik itu semua, api merupakan salah satu energi yang dapat membahayakan jika tidak di control dan diawasi, dan jika api yang ditimbul atau terjadi sudah di luar rencana atau kehendak manusia maka dapat disebut sebagai suatu kebakaran Teori dasar timbulnya api Api merupakan suatu reaksi kimia (reaksi oksidasi) yang bersifat eksotermis diikuti oleh evaluasi pengeluaran cahaya dan panas serta dapat menghasilkan nyala, asap dan bara. Untuk memulai suatu proses terjadinya api diperlukan 3 (tiga) unsur yaitu bahan / benda, oksigen dan sumber panas. Bilamana ketiga unsur tersebut berada dalam suatu konsentrasi yang memenuhi syarat, timbulah reaksi oksidasi yang dikenal sebagai suatu proses kebakaran. kehadiran ketiga unsur tadi (dalam konsentrasi yang seimbang), mengakibatkan reaksi-reaksi kimia sebagai proses pembakaran menimbulkan terjadinya api awal. Sebagian panas 5

19 akan diserap oleh bahan yang kemudian melepaskan uap dan gas yang dapat menyala berganti-ganti bercampur dengan oksigen di udara. Kondisi nyala ini akan terus berlangsung selama ketiga unsur itu ada dalam suatu konsentrasi yang seimbang. Bilamana keadaan suhu telah sampai pada titik nyala suatu bahan. Maka ketiga unsur tersebut akan memproduksi api, yang tergabung membentuk segitiga yang dikenal sebagai segitiga api (Fire Triangle of Combustion) B a ha n B a ka r R an tai rea ksi K im ia O k sig en P an as Gambar 2.1 Segitiga api (Fire Triangle of Combustion) Sekali proses pembakaran dimulai dan bahan bakar serta oksigen tersedia dalam jumlah yang besar maka panas yang timbul akan lebih besar lagi. Dengan adanya penambahan panas akan meningkatkan jumlah bahan bakar dan juga kebutuhan oksigen. Selanjutnya karena adanya oksigen, panas pembakaran lebih meningkat lagi dan melibatkan lebih banyak lagi bahan bakar. Selanjutnya apabila suhu mencapai titik nyalanya, akan timbul lagi proses pembakaran, demikian seterusnya, reaksi ini terus berlangsung 6

20 hingga semua bahan bakar habis dan panas telah terbuang semua ataupun okseigen terpakai habis, sehingga suhu bakar berkurang di bawah titik nyalanya dan proses pembakaran beangsur-angsur terhenti. A. Panas (Heat/Energy) Sumber-sumber panas yang dapat menimbulkan api antara lain: 1. Api terbuka 2. Sinar Matahari Benda-benda yang suhu penyalaannya rendah dapat terbakar karena panasnya sinar matahari 3. Energi Mekanik Misalnya gerakan dan benturan antar dua benda, dapat menimbulkan panas dan bahkan bunga api 4. Kompresi (compression) Misalnya pemampatan udara atau gas seperti pompa sepeda, motor bakar,kompresor dan lain-lain 5. Listrik 6. Proses kimia B. Oksigen (O2) Oksigen adalah suatu unsur/zat yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Demikian pula api, tanpa kehadiran oksigen, api tidak akan terjadi. Dalam proses pembakaran, oksigen merupakan alat oksidasi. C. Benda/bahan bakar 7

21 Benda yang mudah terbakar adalah benda yang mempunyai suhu penyalaan rendah. Sebaliknya benda-benda yang mempunyai suhu penyalaan tinggi akan sulit terbakar Penyebab kebakaran Berdasarkan pengamatan, pengalaman., penyidikan dan analisa dari setiap kebakaran, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kebakaran adalah karena manusia, penyalaan sendiri dan gerakan alam. A. Faktor Manusia 1. Kurangnya pengertian terhadap penaggualangan bahaya kebakaran. Dalam hal ini, orang yang bersangkutan sama sekali belum mengerti atau kurang menguasai cata-cara penanggulangan bahaya kebakaran, misalnya : a. Mendekat-dekatkan benda-benda yang mudah terbakar ke sumber panas /api, seperti : Meletakkan kompor yang sedang menyala di dekat dinding papan yang mudah terbakar Meletakkan lap-lap yang mengandung bahan bakar diatas mesin yang sedang menyala Menyimpan bahan bakar di dekat sumber panas. 8

22 b. Memadamkan api / kebakaran yang sedang terjadi dengan menggunakan peralatan pemadam / media pemadam yang bukan pada tempatnya, seperti : memadamankan api yang berasal dari kebakaran benda cair ( bensin, solar, minyak tanah dan lain-lain) dengan menggunakan air. 2. Kelalaian Dalam hal ini yang bersangkutan termasuk kepada orang-orang yang sudah memahami/mengerti tentang cara-cara penanggulangan bahaya kebakaran, hanya saja orang tersebut malas / lalai untuk menjalaninya, misalnya : Tidak pernah mau memperhatikan/ meneliti atau mengadakan pengontrolan/ pemeriksaan secara rutin terhadap alat-alat yang akan dan sedang dipakai(kompor, generator, instalasi listrik, alatalat listrik dan lain-lain) Tidak pernah mengadakan pengamatan terhadap lingkungan/situasi setempat sewaktu akan meninggalkan ruangan. Membiarkan anak-anak di bawah umur bermain api Tidak pernah mengadakan pengontrolan terhadap perlengkapan pemadam kebakaran. Tidak pernah mau mematuhi larangan-larangan yang terdapat pada lokasi tertentu yang berbahaya dan berpotensi terjadi kebakaran. 9

23 Merokok dan membuang puntung nya secara sembarangan. 3. Sabotase / sengaja Adalah suatu kebakaran yang benar-benar sengaja dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk maksud-maksud tertentu, misalnya dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. B. Penyalaan sendiri 1. penyimpanan-penyimpanan tembakau di gudang 2. pada timbunan sampah C. Kejadian alam 1. Gunung meletus dengan menimbulkan awan pijar, batu-batuan pijar, lahar panas, gas panas, gempa bumi. 2. Kilatan petir 3. Sinar matahari 4. Kebakaran hutan 2.2 Prinsip Pemadaman kebakaran Pada dasarnya tujuan tindakan pengamanan bahaya kebakaran adalah sebagai berikut : 1. Perlindungan terhadap ancaman keselamatan jiwa 2. Perlindungan harta benda termasuk bangunan 3. Perlindungan informasi / proses yang berlangsung 4. Perlindungan linkungan hidup terhadap kerusakan 10

24 Sebagai realisasi dari tindakan tersebut, maka sistem pengamanan terhadap kebakaran meliputi sekurang-kurangya : 1. Mencegah timbulnya ignition api 2. Membuat prosedur pertolongan 3. Membatasi penjalaran api 4. Mendeteksi dan melakukan pemadaman dini 5. Meminimalisir kerusakan bila terjadi kebakaran Sistem pengamanan tersebut perlu direalisasikan dalam perancangan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan sistem dengan manajemen yang baik. 2.3 Metode Pemadaman Prinsip pemadaman adalah merusak keseimbangan campuran antara unsur-unsur / faktor penunjang terjadinya api. Telah diuraikan terdahulu bahwa dalam proses kebakaran untuk menimbulkan terjadinya api, dibutuhkan 3 (tiga) faktor, yaitu bahan / benda, sumber panas dan oksigen. Bilamana salah satu dari ketiga faktor tersebut tidak ada, maka api tidak akan terjadi. Penghilangan atau pengurangan salah satu dari ketiga faktor tersebut akan membuat api padam. Dengan demikian untuk menghilangkan atau memadamankan api dapat dilakukan dengan cara : 11

25 1. SMOOTHERING (Penutupan/penyelimutan) Yaitu : pemadaman isolasi / lokalisai, memutuskan hubungan udara luar dengan benda/bahan yang terbakar agar perbandingan udara (oksigen) dengan benda yang terbakar berkurang. Misalnya : Menutupi/menyelimuti benda yang terbakar dengan menggunakan karung basah Menutupi/menyelimuti benda yang terbakar dengan menggunakan lumpur, pasir atau tanah Memadamkan kebakaran dengan menggunakan alat pemadam api jenis busa sekaligus pula dalam hal ini melokalisir atau membatasi areal kebakaran agar api tidak membesar/meluas ketempat lain. 2. COOLING (Pendinginan) Yaitu : mengurangi / menurunkan panas hingga benda yang terbakar mencapai suhu di bawah titik nyalanya. Misalnya : Disiram / disemprot dengan air (mngingat air mempunyai daya serap panas yang baik) Ditimbuni dengan pohon-pohonan yang mengandung air Dipadamkan dengan alat pemadam api jenis. 12

26 3. STARVATION Yaitu : mengurangi/mengambil jumlah bahan-bahan yang terbakar atau menutup aliran bahan (cair atau gas) yang terbakar. Misalnya: Memisah-misahkan benda yang terbakar Menjauh-jauhkan benda-benda yang belum terbakar Menutup kran pada instalasi aliran minyak atau gas yang terbakar 4. EMULSIFICATION (penggumpalan) Misalnya: memadamankan api dari kebakaran plastik dengan menggunakan air 5. PELARUTAN Misalnya: memadamkan api dari kebakaran alkohol dengan menggunakan air. 2.4 Sistem Penyediaan Air Setiap sistem sprinkler otomatis harus dilengkapi dengan sekuran kurangnya satu jenis sistem penyediaan air yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas cukup, serta dapat diandalkan setiap saat. Sistem penyediaan air harus dibawah pengawasan pemilik gedung. 13

27 Apabila pemilik tidak dapat mengendalikannya, harus ditunjuk badan lain yang diberi kuasa penuh untuk maksud tersebut. Air yang digunakan tidak boleh mengandung serat atau bahan lain yang dapat mengganggu bekerjanya sprinkler. Pemakaian air asin tidak diijinkan, kecuali bila tidak ada penyediaan air lain pada waktu terjadi kebakran Jaringan kota Pipa penyalur untuk sistem sprinkler dapat disambung pada system jaringan kota apabila kapasitas dan tekanan mencukupi. Kapasitas dan tekanan system jaringan kota dapat diketahui dengan mengadakan pengukuran langsung pada jaringan distribusi di tempat penyambungan yang direncanakan atas izin perusahaan Air minum Tangki Gravitasi Tangki gravitasi adalah tangki yang diletakkan pada ketinggian tertentu dan direncanakan dengan baik sehingga dapat diterima sebagai sistem penyediaan air. Tangki gravitasi yang digunakan untuk melayani keperluan rumah tangga, kran kebakaran dan sistem sprinkler otomatis harus : 1. Direncanakan dan dipasang sedemikian rupa, sehingga dapat menyalurkan air dalam kuantitas dan tekanan yang cukup untuk sistem tersebut. 14

28 2. Mempunyai lubang aliran keluar untuk keperluan rumah tangga pada ketinggian tertentu dari dasar tangki, sehingga persediaan minimum yang diperlukan untuk pemadaman kebakaran dapat dipertahankan. 3. Mempunyai lubang aliran keluar untuk kran kebakaran pada ketinggian tertentu dari dasar tangki, sehingga persediaan minimum yang diperlukan untuk sistem sprinkler otomatis dapat dipertahankan Tangki bertekanan Tangki bertekanan yang direncanakan dengan baik dapat diterima sebagai sistem penyediaan air, tekanan udara pada tangki bertekanan harus dapat diatur secara otomatis. Dan apabila tangki bertekanan merupakan satu-satunya sistem penyediaan air, sistem tersebut harus juga dilengkapi dengan alat tanda bahaya yang memberikan peringatan apabila tekanan atau tinggi muka air dalam tangki turun melampaui batas yang ditentukan. Tangki bertekanan hanya boleh digunakan untuk melayani sistem sprinkler dan sistem slang (selang) kebakaran yang dihubungkan pada perpipaan sprinkler. Tangki bertekanan harus selalu terisi air 2/3 penuh dan diberi tekanan udara sekurang-kuangnya 5 kg/ ditambah dengan 3x tekanan yang disebabkan oleh berat air pada perpipaan system sprinkler diatas tangki. 15

29 2.5 Dasar Perhitungan Perhitungan pada sistem hidran didasarkan pada: Flow pada standpipe terjauh minimum adalah 1893 l/mnt (500 gpm) sedangkan pada stadpipe lainnya (tambahannya) minimum harus 946 l/mnt (250 gpm) Jumlah total tidak boleh lebih dari 4731 l/mnt (1250 gpm). Namun jika luas area melebihi 7432 m 2 (80000 ft) maka standpipe kedua terjauh bisa didesain untuk 1893 l/mnt (500 gpm) Flow minimum pada hidran adalah 400 l/mnt Peletakan Fire Hose Cabinet Fire Hose Cabinet (FHC) ditempatkan pada tempat tertentu sehingga setiap sudut bangunan berada dalam batas jangkauan semburan air dari selang dengan panjang maksimum selang adalah 30 m dan sisa tekan yang diinginkan psi ( m) Penentuan Diameter Sistem Hidran Penentuan diameter dilakukan dengan cara yang sama pada sistem penyediaan air dingin yaitu dengan menggunakan data flow dan range kecepatan aliran 2-3 m/dtk. 16

30 2.5.3 Penentuan Kehilangan Tekanan Penentuan kehilangan tekanan pada sistem hidran didasarkan pada persamaan Hazen-Williams, sbb : Q = xCxD x H L tot (3.2.1) Dimana: Q = Flow rate (m 3 /s) C = Jenis pipa D = Diameter pipa (m) L tot = L pipa + L ekiv Penentuan Kapasitas Pompa Flow header dan kapasitas pompa didesain untuk memenuhi standpipe terjauh saja karena kemungkinan besar tidak akan terjadi pengoperasian standpipe secara bersamaan. Misalnya jika debit tersebut adalah 1893 l/mnt (500 gpm) = m 3 /dtk = m 3 /mnt, Kecepatan aliran dalam pipa adalah kecepatan aliran pada jalur terjauh, diasumsikan 2 m/dtk. Maka diameter pipa adalah: 2 Q = 1 x xd xv 4 π (1) ,0315 D = = 0,089m = 89mm 2 π Diameter pipa yang digunakan adalah 100mm. 17

31 Tinggi angkat: H 2 = H H v S + L + (2) g totalpompa 2 Dimana: Hs = Beda tinggi antara minimum air di tangki dengan titik kritis Hl = Kehilangan tekanan dari atas tangki ke titik kritis + Sisa tekan pada hidran Daya yang dibutuhkan pompa (daya air) P W = xQxHxγ (3) Dimana: P w = Daya air (kw) Q = Kapasitas pompa (m 3 /mnt) H = Head total pompa γ = Massa jenis air (0.9982) Daya poros pompa P = η (4) P W P Dimana : η p = Efisiensi pompa 18

32 2.6 Klasifikasi Sistem Pemadam Kebakaran Ada beberapa cara yang dikenal dalam mengklasifikasikan sistem penanggulangan kebakaran pada bangunan. Beberapa di antaranya yang sering digunakan antara lain : 1. Berdasarkan implementasi dan cara pelaksanaannya, sistem penanggulangan kebakaran diklasifikasikan dalam dua bagian, yaitu : a) sistem proteksi aktif, proteksi melalui sarana aktif atau secara mekanis b) sistem proteksi pasif., proteksi melalui sarana pasif 2. Berdasarkan pentahapan cara pelaksanaan penanggulangan kebakaran, sistem dibagi dalam 5 tahap yaitu : a) Prevention (Sistem Preventif), memastikan api dan kebakaran tidak timbul, dengan mengontrol sumber api dan bahan yang terbakar b) Communications (Sistem Komunikasi) c) Escape System (Sistem Jalur penyelamatan) d) Containment System (Sistem Pengisolasian Api) e) Extinguishment System (Sistem Pemadaman) 3. Klasifikasi berdasarkan cara/teknologi penanggulangan, dibagi dalam dua kategori : a) Soft Teknologi (sistem proteksi melalui perangkat peraturan, standar, manajemen dan perencanaan desain) 19

33 b) Hard Teknologi (dengan penggunaan perangkat peralatan ) Untuk Indonesia, umumnya sistem pengklasifikasian yang biasa dipakai adalah berdasarkan implementasi dan cara pelaksanaannya yaitu dibagi dua sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif Sistem proteksi aktif Sistem proteksi aktif merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran melalui sarana aktif yang terdapat pada bangunan atau sistem perlindungan dengan menangani api/kebakaran secara langsung. Cara yang lazim digunakan adalah : a) Sistem Pendeteksian Dini Sistem pendeteksian dini terhadap terjadinya kebakaran dimaksudkan untuk mengetahui serta dapat memberi refleksi cepat kepada penghuni untuk segera memadamkan api pada tahap awal. Sensor-sensor yang umum dikenal adalah : - alarm kebakaran; - detektor panas, asap, nyala dan atau gas - manual call point; - panel control; - sumber daya darurat lainnya b) Sistem Pemercik (Sprinkler) Otomatis Sistem ini biasanya bersinergi langsung dengan sistem pendeteksi dini, dimana bila sistem detektor bekerja, langsung dilanjutkan dengan 20

34 bekerjanya alat ini untuk pemadaman. Beberapa sistem yang biasa dikenal antara lain : - alarm kebakaran; - sistem sprinkler otomatis; - sistem hidran (hidran dalam maupun halaman); hose reel; c) Sistem Pemadam dengan bahan kimia portable : - alat pemadam Halon/BCP; - alat pemladam C02; - alat pemadam Dry chemicals; - alat pemadam busa/foam; d) Sistem Pemadam Khusus, yang mencakup : - C02 componenet, - Halon extinguisher unit; - Foam systems; e) Sistem Pengendalian Asap, sistem yang umum dipakai : - smoke venting; - smoke towers; - tata udara untuk pengendalian asap; dan - elevator smoke control Sistem proteksi pasif Sistem proteksi pasif merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran yang bekerjanya melalui sarana pasif yang terdapat pada bangunan. Biasanya juga disebut sebagai sistem perlindungan bangunan 21

35 dengan menangani api dan kebakaran secara tidak langsung. Caranya dengan meningkatkan kinerja bahan bangunan, struktur bangunan, pengontrolan dan penyediaan fasilitas pendukung penyelamatan terhadap bahaya api dan kebakaran Sistem ini adalah yang paling lazim dan maksimal yang bisa dilakukan pada kasus fasilitas pemukiman. Yang termasuk di dalam sistem proteksi pasif ini antara lain : Perencanaan dan disain site, akses dan lingkungan bangunan Perencanaan struktur bangunan Perencanaan material konstruksi dan interior bangunan Perencanaan daerah dan jalur penyelamatan (evakuasi) pada bangunan Manajemen sistem penanggulangan kebakaran a) Perencanaan dan disain site, akses dan lingkungan bangunan Beberapa hal yang termasuk di dalam permasalahan site dalam kaitannya dengan penanggulangan kebakaran ini antara lain : - penataan blok-blok massa hunian dan jarak antar bangunan, - kemudahan pencapaian ke lingkungan pemukiman maupun Bangunan - tersedianya area parkir ataupun open space di lingkungan kawasan - menyediakan hidrant eksterior di lingkungan kawasan - menyediakan aliran dan kapasitas suply air untuk pemadaman b) Perencanaan Struktur dan Konstruksi Bangunan Hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan sistem ini antara lain : - Pemilihan material bangunan yang memperhatikan sifat material 22

36 - kemampuan / daya tahan bahan struktur (fire resistance) dari komponen-komponen struktur. - penataan ruang, terutama berkaitan dengan areal yang rawan bahaya, dengan memilih material struktur yang lebih resisten c) Perencanaan daerah dan jalur penyelamatan (evakuasi) pada bangunan. Biasanya diperuntukkan untuk bangunan pemukimna berlantai banyak dan merupakan bangunan yang lebih kompleks. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan perencanaan sistem ini : - kalkulasi jumlah penghuni/pemakai bangunan - tangga kebakaran dan jenisnya - pintu kebakaran - daerah perlindungan sementara - jalur keluar bangunan & - peralatan dan perlengkapan evakuasi d) Manajemen sistem penanggulangan kebakaran Sistem manajemen kebakaran ini mencakup lima aspek yang harus dipertimbangkan di dalam sistem penanggulangan kebakaran, yaitu : - tindakan preventif / pencegahan - sistem prosedural - sistem komunikasi - perawatan / pemeliharaan - sistem pelatihan 23

37 Aspek-aspek tersebut masing-masing harus selalu dievaluasi kelengkapan dan fungsinya agar dapat berfungsi dengan baik pada saat diperlukan. Untuk itu diperlukan sistem manajemen yang dapat mengelolanya dengan baik. 24

38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Agar dalam penulisan ini lebih terfokus dan terarah, maka pada tahap ini akan dijelaskan tentang metodologi penelitian yang akan digunakan untuk mewujudkan dari tujuan ini. Pada bab ini pula akan diuraikan tentang langkah langkah pemecahan masalah yang mungkin timbul pada sistem kerja pemadam kebakaran. Dalam setiap usaha pemecahan masalah diperlukan pengetahuan yang baik tentang faktor yang mempengaruhi serta keterkaitan yang ada diantaranya, sehingga usaha yang diupayakan untuk menghasilkan suatu bentuk pemecahan yang terintegrasi dengan memperhatikan faktor faktor yang mempengaruhi tersebut. Membahas masalah sistem kerja pemadam kebakaran merupakan suatu yang cukup kompleks karena memerlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan sehingga sistem pemadam kebakaran tersebut dapat bekerja sesuai kebutuhan, mempunyai tingkat reliability yang tinggi, quality yang tinggi dan tingkat maintainability yang tinggi juga. 3.1 Metodologi penelitian Dilihat dari latar belakang masalah serta batasan yang telah ditetapkan sebelumnya maka ditentukan metodologi penelitian yang akan digunakan supaya dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan pada penelitian ini. 25

39 3.1.1 Menetukan latar belakang Penelitian ini dimulai berdasarkan pada latar belakang penelitian yang telah ditetapkan, yakni tentang menganalisa sistem kerja pemadam kebakaran sehingga dapat mengetahui cara kerja sistem pemadam kebakaran dengan baik dan diharapkan pada saat penggunaan tidak akan menghadapi masalah Perumusan masalah Setelah melakukan pengamatan, selanjutnya dilakukan tahap perumusan masalah. Tahapan ini meliputi proses penelitian masalah, pembatasan masalah dan tujuan perencanaan / perhitungan Identifikasi data Disini ditentukan data data yang dibutuhkan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan tugas akhir ini. Dimana nantinya data data ini akan diolah sesuai dengan tujuan analisa yang dilakukan Pengumpulan data Untuk mengetahui sebuah sistem pemadam kebakaran dibutuhkan data data yang cukup sehingga kita dapat mengetahui secara utuh 26

40 sistem kerja dari pemadam kebakaran tersebut. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah melalui wawancara dengan orang yang ahli / berhubungan langsung dengan pekerjaan ini dan melalui penelitian kepustakaan. Beberapa data yang dikumpulkan antara lain: Klasifikasi bangunan, bahaya kebakaran. Komponen yang terdapat pada sistem pemadam kebakaran dan fungsinya. Jenis / klasifikasi sistem pemadam kebakaran Adapun proses analisa sistem pemadam kebakaran dapat dilihat dari diagram alir berikut ini. 27

41 Diagram Alir Penelitian Analisa Sistem Pemadam Kebakaran Mulai Latar Belakang mengetahui peralatan utama dan fungi sistem pemadam kebakaran pada gedung sebagai proteksi untuk penghuni gedung 1. Wawancara 2. Pengumpulan Data 3. Survey Literatur 1. Peralatan Utama dan Fungsi 2. Kriteria Desain 3. Sistem Hidrant 4. Sistem sprinkler 5. Wet Pipe System Perhitungan Pompa Pemadam Kebakaran Pengujian Instalasi Pipa Pemadam Kebakaran Tidak Ya Dokumentasi Data Akhir 28

42 BAB IV PEMBAHASAN MASALAH 4.1 PERALATAN UTAMA DAN FUNGSI Sistem Pemadam Kebakaran memiliki berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya (interkoneksi). Pada bab ini penulis akan mencoba untuk membahas komponen-komponen utama dari sebuah sistem pemadam kebakaran serta fungsi dan cara kerja dari peralatan tersebut. Gambar 4.1. Pompa pemadam kebakaran. Berikut adalah peralatan utama serta fungsi yang terdapat pada sistem pemadam kebakaran. 29

43 4.1.1 Pompa, Sistem Hydrant, Fire Alarm Dan Siamese Connection. Pada instalasi pompa, jenis pompa yang banyak digunakan adalah pompa jenis putar (sentrifugal). Kelebihan dari pompa sentrifugal antara lain: Ukurannya tidak terlalu besar dan sedikit ringan Konstruksinya sederhana dan dioperasikan Aliran zat cair tidak putus-putus Dapat memompa secara stabil atau konstan Getarannya kecil Harga beli dan pemeliharaanya lebih murah Instalasi pipa pada sistem pemadam kebakaran menggunakan pipa tertutup yang bertekanan tertentu. Untuk menjaga tekanan dalam pipa dan mengalirkan air pada saat kebakaran, digunakan pompa. Pompa yang digunakan terdiri dari tiga jenis pompa yang dipasang secara parallel. Pompa tersebut terdiri dari Electric Pump, Diesel Pump & Jockey Pump. Pompa ini yang lebih dulu bekerja apabila terjadi kebakaran. Cara kerja pemadaman dari pompa ini (Electric Pump, Diesel Pump & Jockey Pump) disebut juga dengan pemadaman melalui sistem sprinkler, karena pemadaman dilakukan melalui sprinkler. Selain itu ada juga hydrant yang dapat digunakan apabila pompa pemadam kebakaran utama sudah tidak 30

44 bisa digunakan atau yang disebut juga pemadaman melalui sistem hidrant. Selain itu komponen lain yang juga sangat penting dalam sistem pompa pemadam kebakaran adalah sistem fire alarm sebagai deteksi awal adanya kebakaran dan siamese connection. Berikut akan dijelaskan fungsi dari masing-masing komponen berikut cara kerja dari komponen tersebut. Gambar 4.2. Sistem Pemadam kebakaran. 1. Jockey Pump Apabila terjadi kebakaran yang ditandai dengan adanya tekanan didalam pipa yang menurun, maka secara otomatis Jockey pump akan bekerja untuk menstabilkan tekanan air didalam pipa. 31

45 Jockey pump fungsinya hanya untuk mempertahankan tekanan yang ada di pipa (tergantung desain tekanan dari fw systemnya). Penurunan tekanan pada kondisi normal bisa terjadi akibat beberapa hal seperti kebocoran-kebocoran kecil di piping fw systemnya, pemakaian air dalam jumlah kecil, dll. Kegunaan untuk mempertahankan tekanan di fw system adalah agar main fire pump/mfp (electric atau diesel) selalu dalam keadaan stand by pada desain tekanan & kapasitasnya-nya. Untuk itu biasanya desain kapasitas jockey pump di desain 5-10 % dari mfp nya dan desain tekanan-nya sedikit di atas desain tekanan mfp. Hal ini juga akan menghemat pemakaian listrik dan menghindari mfp hidup/jalan secara berlebihan. Gambar 4.3. Jockey Pump 32

46 2. Electric Pump Apabila pompa jockey tidak lagi mampu untuk menyuplai air yang diakibatkan besarnya tekanan yang terus menurun pada instalasi pipa (misal glass bulb pada kepala sprinkler pecah) maka pompa elektrik akan bekerja untuk melakukan pengisian. Pompa jockey berhenti secara otomatis apabila pompa elektrik sudah bekerja. Gambar 4.4. Gambar Electric Pump tipe horizontal pump 3. Diesel Pump Apabila listrik mati dan genset back-up juga tidak berfungsi sehingga mengakibatkan pompa kebakaran utama (pompa elektrik) gagal bekerja setelah 10 detik, maka secara otomatis pompa diesel akan bekerja menggantikan pompa elektrik. 33

47 Jika kedua pompa tersebut gagal bekerja, alarm akan segera berbunyi dengan nada yang berbeda dengan bunyi alarm sistim, untuk memberi tahukan kepada operator akan adanya gangguan. Gambar 4.5. Diesel Pump 4. Sistem Hydrant Selain pemadaman dengan menggunakan pompa jockey, elektrik dan diesel atau yang disebut juga dengan sistem sprinkler ada juga cara pemadaman lain yang harus dimiliki oleh sebuah gedung jika sistem sprinkler tidak dapat bekerja, yakni dengan menggunakan hydrant atau disebut sistem hydrant. Sistim bekerja pompa Fire Hydrant adalah Start otomatis dan Mati secara Manual. Didalam gedung hydrant diletakkan pada 34

48 dinding didalam hydrant box yang dilengkapi accesories fire alarm seperti lamp indicator, alarm bell dan break glass, seperti yang terlihat pada gambar 4.6. Sistem hydrant ini bekerja secara manual dengan cara menarik selang hydrant dan membuka secara bertahap pada lending valve pipa. Pada saat pompa kebakaran utama bekerja, wet alarm valve akan terbuka dan segera membunyikan alarm gong. Aliran didalam pipa cabang akan memberi indikasi pada flow switch yang terpasang pada setiap cabang & dikirim ke panel fire alarm untuk membunyikan alarm pada lantai bersangkutan, seperti yang terlihat pada gambar. Gambar 4.6. Hydrant Box Sistem Hydrant akan difungsikan apabila kapasitas sistem sprinkler tidak lagi mencukupi untuk melindungi dari kebakaran. 35

49 Pada sebuah gedung yang memiliki sistem pemadaman kebakaran yang baik, selain hydrant yang terletak dalam gedung yang terdapat pada hydrant box gedung tersebut juga harus memilki hydrant pillar yang terletak di-area luar gedung (gambar 4.7) sebagai inlet mobil PMK jika air pada tangki mobil PMK tersebut habis. Gambar 4.7 Hydrant Pillar 5. Siemese Connection Digunakan apabila terjadi kebakaran dan pompa (diesel fire pump, fire main pump/electrical pump dan jocky pump) tidak bisa beroperasi/gagal bekerja, maka akan dilakukan pengisian air kedalam jaringan pipa dari mobil pemadam kebakaran/pompa cadangan lain untuk menggantikan fungsi dari peralatan yang ada dalam keadaan emergency, siemese conection dipasang pada instalasi pipa sprinkler dan hydrant. 36

50 Siamese connection terdiri dari beberapa jenis/tipe, namun tipe yang paling sering digunakan adalah tipe Y, seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.8. Gambar 4.8. Siamese Connection 6. Sistem Fire Alarm Fire alarm adalah merupakan sistem untuk membantu pemilik gedung untuk mengetahui secepatnya suatu sumber kebakaran, sehingga sebelum api menjadi besar pemilik gedung sudah dapat mengambil tindakan pemadaman. Sistem ini memakai panel kontrol (MCFA) yang biasanya dikontrol dari ruang teknik dan panel Annuciator (panel kontrol tambahan) di pasang di ruang posko security agar petugas keamanan juga bisa cepat mengetahui lokasi kebakaran pada setiap lantai. Bagi gedung-gedung modern sudah merupakan 37

51 keharusan untuk memiliki Fire Alarm System. Sistem ini terinterkoneksi dengan pompa pemadam kebakaran Pressure Switch tekanan. Merupakan alat kontak yang bekerja akibat adanya perubahan Gambar 4.9. Pressure Switch Manometer Berfungsi sebagai alat untuk membaca tekanan. Gambar Manometer 38

52 4.1.4 Time delay relay Merupakan alat relay yang bekerja berdasarkan seting waktu yang sudah ditentukan. Gambar Time delay relay Safety valve lebih. Katup pengaman yang memilki fungsi sebagai alat pelepas tekanan Gambar Safety valve 39

53 4.1.6 Pressure Reducing Valve Katup yang bekerja sebagai alat pembatas tekanan. Gambar Pressure reducer valve Kepala Sprinkler (Head Sprinkler) Alat pemancar air yang bekerja setelah pecahnya bulb akibat panas yang ditimbulkan oleh kebakaran. Ukuran kepala sprinker 15 mm, kepadatan pancaran 5 mm/mnt, area kerja maksimal 144 m 2, laju aliran 725 lt/mnt dan setiap katup kendali jumlah maksimal adalah buah kepala sprinkler. Gambar Head Sprinkler 40

54 4.2 KRITERIA DESAIN Klasifikasi Bahaya Kebakaran Bahaya kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1. Bahaya kebakaran ringan Merupakan bahaya terbakar pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah dan menjalarnya api lambat. 2. Bahaya kebakaran sedang Bahaya kebakaran tingkat ini dibagi lagi menjadi dalam tiga kelompok, yaitu: a. Kelompok I Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2.5 meter dan apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas sedang sehingga menjalarnya api sedang. b. Kelompok II Adalah bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan 41

55 tinggi tidak lebih dari 4 meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang sehingga menjalarnya api sedang. c. Kelompok III Merupakan bahaya terbakar pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi dan menjalarnya api cepat. 3. Bahaya kebakaran berat Merupakan bahaya terbakar pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sangat tinggi dan menjalarnya api sangat cepat Klasifikasi Bangunan Menurut tinggi dan jumlah lantai maka bangunan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 42

56 Tabel 4.1 Klasifikasi Bangunan menurut Tinggi dan Jumlah Lantai Klasifikasi Bangunan A B C D E Ketinggian dan Jumlah Lantai Ketinggian kurang dari 8m atau 1 lantai Ketinggian sampai dengan 8m atau 2 lantai Ketinggian sampai dengan 14m atau 4 lantai Ketinggian sampai dengan 40m atau 8 lantai Ketinggian lebih dari 40m atau diatas 8 lantai Sumber: Panduan Sistem Hidran untuk Pencegah Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung, Departemen Pekerjaan Umum, Sistem Hidran Tipe Sistem Stand Pipe Untuk Hidran Automatic-Wet Merupakan suatu sistem stand pipe basah yang memiliki suplai air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sistem secara otomatis. Automatic-Dry Merupakan suatu sistem stand pipe kering, biasanya diisi dengan udara bertekanan dan dirangkaikan dengan suatu alat, seperti dry pipe 43

57 valve, untuk menerima air ke dalam sistem perpipaannya secara otomatis dengan membuka suatu hose value. - Menghemat kerja pompa - Pompa akan bekerja secara otomatis pada saat alarm berbunyi, sehingga air akan segera mengalir untuk menanggulangi kebakaran. Semi Automatic-Dry Merupakan sistem stand pipe kering yang dirangkaikan dengan suatu alat seperti deluge value, untuk menerima air ke dalam sistem perpipaannya dengan cara mengaktifkan suatu alat pengontrol jarak jauh yang terletak pada setiap hose connection. Suplai air harus mampu memenuhi kebutuhan sistem. Manual-Wet Merupakan suatu sistem stand pipe basah yang memiliki suplai air yang sedikit, hanya untuk memelihara keberadaan air dalam pipanya, namun tidak memiliki untuk memenuhi seluruh kebutuhan sistem. Suplai air sistem diperoleh dari fire department pumper. Manual-Dry Merupakan suatu sistem stand pipe yang tidak memiliki suplai air yang permanen. Air yang diperlukan diperoleh dari suatu fire department pumper, untuk kemudian dipompakan ke dalam sistem melalui fire department connection. 44

58 4.3.2 Kelas Sistem Stand Pipe Kelas I Merupakan suatu sistem stand pipe yang harus menyediakan hose connection berdiameter m (2½ inchi) untuk mensuplai airnya, khususnya digunakan oleh petugas pemadam kebakaran dan orangorang yang terlatih untuk menangani kebakaran berat. Kelas II Merupakan suatu sistem stand pipe yang harus menyediakan hose connection berdiameter m (1½ inchi) untuk mensuplai airnya, digunakan oleh penghuni gedung atau petugas pemadam kebakaran selama tindakan pertama. Pengecualian dapat dilakukan dengan menggunakan hose connection m (1 inchi) jika kemungkinan bahaya sangat kecil dan telah disetujui oleh instalasi atau pejabat yang berwenang. Kelas III Merupakan suatu sistem yang harus menyediakan baik hose connection berdiameter m (1½ inchi) untuk digunakan oleh penghuni gedung maupun hose connection berdiameter (2½ inchi) untuk digunakan oeh petugas pemadam kebakaran ada orangorang yang telah terlatih untuk kebakaran berat. 45

59 4.3.3 Desain/perancangan a. Penentuan letak hose connection Pada sistem stand pipe kelas I, jika bagian terjauh dari suatu lantai/tingkat yang tidak bersprinkler melebihi 45.7 m (150 ft) dari jalan keluar (exit) atau melebihi 61 m (200 ft) untuk lantai yang tidak bersprinkler, perlu dilakukan penambahan hose connection pada lokasi yang diperlukan oleh petugas pemadam kebakaran. b. Ukuran minimum stand pipe Stand pipe pada kelas I dan III harus berdiameter minimal m (4 inchi). c. Tekanan minimum sistem Stand pipe harus didisain secara hidrolis guna memenuhi flow-ratenya, dengan tekanan residual minimal 6.9 bar (100 psi) pada hose connection terjauh untuk yang berdiameter m (2½ inchi) dan 4.5 bar (65 psi) untuk yang berdiameter (1½ inchi). d. Tekanan maksimum hose connection Tekanan residual pada hose connection berdiameter m (1½ inchi) yang digunakan oleh penghuni bangunan tidak boleh melebihi 6.9 bar (100 psi). Ketika tekanan statik pada hose connection melebihi 6.9 bar (100 psi), maka pressure regulator device harus digunakan untuk membatasi tekanan statik dan residual pada outlet hose connection pada 6.9 bar (100 psi) untuk diameter m (1½ inchi ) dan bar (175 psi) untuk hose connection lainnya. 46

60 e. Flow rate (debit) minimum pada stand pipe Untuk sistem kelas I dan III, flowrate minimum pada stand pipe terjauh harus 1893 l/menit (500 gpm). Sedangkan untuk tambahannya harus memiliki flow rate minimal 946 l/menit (250 gpm) per stand pipe, dengan jumlah total tidak lebih dari 4731 l/menit (1250 gpm). Pengecualian, jika luas area melebihi 7432 m 2 (80000 ft), maka stand pipe kedua terjauh harus didisain untuk 1893 l/menit (500 gpm). f. Flow rate minimum pada hidran gedung Debit air minimum gedung 400 l/menit g. Prosedur perhitungan Penentuan ukuran pipa dan kehilangan tekan yang ditimbulkan dilakukan denga cara yang sama pada sistem penyediaan air bersih, yaitu menggunakan persamaan Hazen-William. Pipa yang digunakan juga merupakan jenis pipa Galvanis baru. h. Drain dan Test riser Secara permanen drain riser 76 mm (3 inchi) harus disediakan berdekatan pada setiap stand pipe, yang dilengkapi dengan pressure regulating device guna memungkinkan dilakukannya tes pada tiap alat/device. 47

61 Setiap stand pipe harus disediakan draining, suatu drain valve dan pipanya, diletakkan pada titik terendah pada stand pipe. Penentuan suatu stand pipe drain dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.2. Ukuran Stand pipe Drain Ukuran Stand Pipe Sampai dengan 50.8 mm (2 in) 63.5mm(2 ½ in), 76mm(3 in), atau 88.9 mm(3 ½ in) mm (4 in) atau lebih besar Ukuran Drain Connection mm (¾ in) atau lebih besar mm (1¼ in) atau lebih besar 50.8 mm (2 in) saja Sumber: NFPA 14, Standar Installation for Standpipe and Hose Systems, 1996 Edition i. Suplai Air (Water Supply) Untuk Sistem kelas I, water supply harus cukup untuk memenuhi kebutuhan sistem seperti yang telah diuraikan di atas selama sedikitnya 30 menit. 4.4 Sistem Sprinkler Sistem sprinkler harus dipasang terpisah dari sistem perpipaan dan pemompaan lainnya, serta memiliki penyediaan air tersendiri. Beberapa definisi mengenai komponen sistem di antaranya: - Branch (cabang) adalah pipa di mana sprinkler dipasang, baik secara langsung atau melalui riser 48

62 - Cross main (pipa pembagi) adalah pipa yang mensuplai pipa cabang, baik secara langsung atau melalui riser - Feed main (pipa pembagi utama) adalah pipa yang mensuplai pipa pembagi, baik secara langsung atau melalui riser Jenis Sistem Sprinkler Sistem sprinkler secara otomatis akan bekerja bila segelnya pecah akibat adanya panas dari api kebakaran. Sistem Sprinkler dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu: Dry Pipe System Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler otomatis yang disambungkan dengan sistem perpipaannya yang mengandung udara atau nitrogen bertekanan. Pelepasan udara tersebut akibat adanya panas mengakibatkan api bertekanan membuka dry pipe valve. Dengan demikian air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan dan keluar dari kepala sprinkler yang terbuka. Wet Pipe System Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler otomatis yang disambungkan ke suplai air (water supply). Dengan demikian air akan segera keluar melalui sprinkler yang telah terbuka akibat adanya panas dari api. Deluge System Adalah sistem yang menggunakan kepala sprinkler yang terbuka disambungkan pada sistem perpipaan yang dihubungkan ke 49

63 suplai air melalui suatu valve. Valve ini dibuka dengan cara mengoperasikan sistem deteksi yang dipasang pada area yang sama dengan sprinkler. Ketika valve dibuka, air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan dan dikeluarkan dari seluruh sprinkler yang ada. Preaction System Adalah suatu sistem yang menggunakan sprikler otomatis yang disambungkan pada suatu sistem perpipaan yang mengandung udara, baik yang bertekanan atau tidak, melalui suatu sistem deteksi tambahan yang dipasang pada area yang sama dengan sprinkler. Pengaktifan sistem deteksi akan membuka suatu valve yang mengakibatkan air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan sprinkler dan dikeluarkan melalui sprinkler yang terbuka. Combined Dry Pipe-Preaction Adalah sistem pipa berisi udara bertekanan. Jika terjadi kebakaran, peralatan deteksi akan membuka katup kontrol air dan udara dikeluarkan pada akhir pipa suplai, sehingga sistem akan terisi air dan bekerja seperti sistem wet pipe. Jika peralatan deteksi rusak, sistem akan bekerja seperti sistem dry pipe. Sprinkler dapat pula dibagi menjadi dua kategori berdasarkan mode aktivasi pengiriman air. 50

64 - Dalam versi fusible element, panas mencairkan stopper metal yang menyumbat lubang pengiriman air. - Dalam versi bulb, temperatur tinggi memanaskan cairan dalam bohlam kaca(glass bulb), sampai bulb pecah. Gambar 4.15.fusible element type Gambar bulb type Klasifikasi Jenis Hunian Klasifikasi ini berkaitan dengan pemasangan sprinkler dan suplai airnya saja. Pengklasifikasian ini didasarkan pada kemudahan terbakarnya barang-barang yang ada pada gedung. Hunian bahaya kebakaran ringan (Light Hazard Occupancies) Yaitu gedung atau bagian dari gedung yang memiliki kuantitas dan keterbakaran isi gedung rendah dan kecepatan pelepasan panas dari api rendah. Contohnya adalah sekolah, rumah sakit, museum, perpustakaan, kantor, tempat tinggal, area tempat duduk restauran, teater, dan auditorium. 51

65 Hunian bahaya kebakaran sedang (Ordinary/Moderate Hazard Occupancies) Jenis ini terdiri dari dua golongan, yaitu: Group I adalah gedung atau bagian dari gedung yang memiliki kuantitas dan keterbakaran isi gedung sedang, dan timbunan benda-benda yang mudah terbakar tidak lebih dari 2.4 m (8 ft), kecepatan pelepasan panas dari api sedang. Contohnya tempat parkir mobil, pabrik roti, pembuatan minuman, pengalengan, pengolahan susu, pabrik elektronika, tempat cuci pakaian, dan pabrik gelas. Group II adalah adalah gedung atau bagian dari gedung yang memiliki kuantitas dan keterbakaran isi gedung sedang, dan timbunan benda-benda yang mudah terbakar tidak lebih dari 3.7 m (12 ft). Contohnya gudang cold storage, pabrik pakaian, tumpukan buku perpustakaan, percetakan, dan pabrik tembakau. Hunian bahaya kebakaran tinggi (Extra/High Hazard Occupancies). Yaitu gedung atau bagian dari gedung yang memiliki kuantitas dan keterbakaran isi gedung tinggi dan memiliki cairan, bubuk, kain, atau benda lainnya yang mudah terbakar (baik flammable maupun combustible), sehingga kecepatan pelepasan panas dari api sangat tinggi. Jenis ini terdiri dari dua group, yaitu: 52

66 Group I adalah hunian bahaya kebakaran tinggi yang tidak atau hanya sedikit mengandung cairan yang flammable atau yang combustible. Group II adalah hunian bahaya kebakaran tinggi yang mengandung cairan yang flammable atau yang combustible dalam jumlah sedang Penempatan Sprinkler Sprinkler dengan jenis Standard Pendent and Upright Spray Sprinkler, yaitu sprinkler yang didesain agar pemasangannya sedemikian rupa sehingga air akan menyemprot (spray) dalam arah tegak lurus terhadap deflektor. a. Maksimal Area Proteksi Jarak Maksimal antara Sprinkler Jarak maksimal yang diijinkan antara sprinkler dalam berbagai kasus, area maksimal yang dilindungi sprinkler tidak boleh melebihi 21 m 2 (225 ft 2 ). b. Jarak Maksimal Sprinkler ke Dinding Jarak sprinkler ke dinding tidak boleh melebihi 1.5 kali jarak antar sprinkler. Jarak tersebut harus diukur secara tegak lurus dari sprinkler ke dinding. Jika dinding menyudut atau tidak beraturan, jarak horizontal maksimal antara sprinkler dengan suatu titik pada area lantai yang dilindungi sprinkler, tidak boleh melebihi 0.75 kali jarak antara sprinkler yang diijinkan, serta tidak melebihi jarak tegak lurusnya. 53

67 c. Jarak Minimal Sprinkler ke Dinding Sprinkler harus ditempatkan minimal 102 mm (4 inchi) dari dinding. d. Jarak Minimal antara Sprinkler Jarak sprinkler (diukur dari tiap pusat sprinkler) tidak boleh kurang dari 1.8m (6 ft). e. Jarak di Bawah Langit-langit Dibawah konstruksi yang tidak terhalang, jarak antara deflektor sprinkler dengan langit-langit minimal 25.4 mm (1 inchi) dan jarak maksimal 305 mm (12 inchi). Dibawah konstruksi yang terhalang, deflektor sprinkler harus diletakkan mm (1-6 inchi) di bawah benda-benda struktur dan maksimal 559 mm (22 inchi) di bawah langit-langit atau dek. f. Jarak antara Penghalang (Obstruction) dengan Keluaran Sprinkler Sprinkler harus diletakkan sedemikian rupa, sehingga halangan terhadap keluaran sprinkler dapat diminimasi. Sprinkler harus dirancang sesuai dengan gambar

68 Namun jika penghalang terletak disebelah dinding dan lebarnya tidak lebih dari 762 mm (30 inchi), maka harus diproteksi menurut gambar g. Jarak antara Perkembangan Keluaran Sprinkler ke Penghalang Penghalang menerus atau tidak menerus kurang dari 457 mm (18 inchi) di bawah deflektor sprinkler, yang dapat menghalangi pula perkembangan penuh sprinkler, harus dipasang sebagai berikut: Sprinkler harus diletakkan sedemikian rupa sehingga berjarak tiga kali lebih besar dari dimensi maksimal penghalang sampai maksimal 609 mm (24 inchi) (Lihat gambar 4.18.) Gambar Peletakan Sprinkler Mencegah Penghalangan Terhadap Keluaran Sprinkler 55

69 Gambar Penghalang Terhadap Dinding Gambar Jarak Minimum dari Penghalang Untuk keperluan ini biasanya digunakan jenis pompa sentrifugal sehingga bila head pompa pada saat katup ditutup melebihi tekanan kerja 56

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN 2 (alat pemadam kebakaran aktif)

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN 2 (alat pemadam kebakaran aktif) Pertemuan ke-13 Materi Perkuliahan : Sistem penanggulangan bahaya kebakaran 2 (springkler dan hydrant dll) SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN 2 (alat pemadam kebakaran aktif) 1. KRITERIA DESAIN 1.1

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Sistem pemadam kebakaran atau sistem fire fighting disediakan digedung sebagai preventif (pencegahan) terjadinya kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem sprinkler,

Lebih terperinci

Selain sistem springkler, BSN juga membuat peraturan untuk penanggulangan kebakaran gedung (building fire fighting system), diantaranya :

Selain sistem springkler, BSN juga membuat peraturan untuk penanggulangan kebakaran gedung (building fire fighting system), diantaranya : 1. Sistem Sprinkler Di era sekarang, dimana semakin banyaknya bangunan-bangunan pencakar langit dan semakin mdern-nya bangunan yang didirikan, sistem penanggulangan kebakaran memegang peranan penting pada

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN 3.1 PERHITUNGAN JUMLAH HIDRAN, SPRINKLER DAN PEMADAM

BAB III PERHITUNGAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN 3.1 PERHITUNGAN JUMLAH HIDRAN, SPRINKLER DAN PEMADAM BAB III PERHITUNGAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN 3.1 PERHITUNGAN JUMLAH HIDRAN, SPRINKLER DAN PEMADAM API RINGAN. Tabel 3.1 Jumlah Hidran, Sprinkler dan Pemadam Api Ringan No Uraian Elevasi (m) Luas Bersih

Lebih terperinci

Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui

Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui Teknik Perpipaan Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa-pipa dan slang kebakaran. Sistem ini terdiri

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN BAB III PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN 3.1. Perhitungan Jumlah Hidran, Sprinkler dan Pemadam Api Ringan Tabel 3.1 Jumlah hidran, sprinkler dan pemadam api ringan Indoor No Keterangan Luas Hydrant

Lebih terperinci

KONDISI GEDUNG WET PAINT PRODUCTION

KONDISI GEDUNG WET PAINT PRODUCTION STANDAR APAR MENURUT NFPA 10/ No. Per 04/Men/1980 Terdapat APAR yang sesuai dengan jenis kebakaran Tedapat label penempatan APAR Penempatan APAR mudah dilihat, mudah diambil, dan mudah digunakan pada saat

Lebih terperinci

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang memadai. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini telah melakukan evaluasi terhadap kondisi jalur evakuasi darurat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan. Ungkapan yang sering kita dengar tersebut menggambarkan bahwa api mempunyai manfaat yang banyak tetapi juga dapat mendatangkan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA Menimbang : DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA 1. Bahwa penanggulangan kebakaran

Lebih terperinci

128 Universitas Indonesia

128 Universitas Indonesia BAB 8 PENUTUP 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap audit keselamatan kebakaran di gedung PT. X Jakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bangunan gedung

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Audit Keselamatan Kebakaran Gedung PT. X Jakarta Tahun 2009 DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Data Umum Gedung a. Nama bangunan : b. Alamat

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur.

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur. BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap evaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM Lambelu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 1

5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 1 Bagian PROTEK.KEB 5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 1 5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 2 Phenomena kebakaran 5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 3 Lapis I Pet. Peran Kebakaran Lapis II Fire Men FIRE

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN SISTEM PROTEKSI PASIF DESAIN SITE PLANING PADA BEBERAPA KASUS RUMAH SUSUN DI JAKARTA & BANDUNG. Ir. NURINAYAT VINKY RAHMAN MT.

KAJIAN PENERAPAN SISTEM PROTEKSI PASIF DESAIN SITE PLANING PADA BEBERAPA KASUS RUMAH SUSUN DI JAKARTA & BANDUNG. Ir. NURINAYAT VINKY RAHMAN MT. KAJIAN PENERAPAN SISTEM PROTEKSI PASIF DESAIN SITE PLANING PADA BEBERAPA KASUS RUMAH SUSUN DI JAKARTA & BANDUNG 1. Pendahuluan Ir. NURINAYAT VINKY RAHMAN MT. Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran BAB IV Bab IV Hasil dan Analisis HASIL DAN ANALISIS 4.1. Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran Sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran merupakan suatu kombinasi dari berbagai sistem untuk

Lebih terperinci

SPRINKLER DI GUDANG PERSONAL WASH PT. UNILEVER INDONESIA TBK. Wisda Mulyasari ( )

SPRINKLER DI GUDANG PERSONAL WASH PT. UNILEVER INDONESIA TBK. Wisda Mulyasari ( ) PERANCANGAN FOAM WATER SPRINKLER DI GUDANG PERSONAL WASH PT. UNILEVER INDONESIA TBK Oleh : Wisda Mulyasari (6507 040 018) BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Undang no 1 tahun 1970, pasal 3 ayat (1) huruf

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada era globalisasi sekarang ini, semua negara berlomba-lomba untuk meningkatkan kemampuan bersaing satu sama lain dalam hal teknologi. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

PT. MERAK ENERGI INDONESIA

PT. MERAK ENERGI INDONESIA TRAINING ( FIRE FIGHTING SYSTEM ) Oleh Muhamad walid ak PT. MERAK ENERGI INDONESIA PENDAHULUAN Fire Fighting adalah merupakan suatu system proteksi gedung terhadap bahaya kebakaran yang metode proteksinya

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA GEDUNG KANTOR 5 LANTAI PT. RAKA UTAMA. Disusun oleh : PRILIAN YUSPITA

TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA GEDUNG KANTOR 5 LANTAI PT. RAKA UTAMA. Disusun oleh : PRILIAN YUSPITA TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA GEDUNG KANTOR 5 LANTAI PT. RAKA UTAMA Disusun oleh : PRILIAN YUSPITA 41114110046 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pasal 9 ayat (3),mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran

Pasal 9 ayat (3),mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran PENANGGULANGAN KEBAKARAN PENDAHULUAN DATA KASUS KEBAKARAN Tahun 1990-1996 Jumlah kejadian : 2033 kasus 80% kasus di tempat kerja 20% kasus bukan di tempat kerja Tahun 1997-2001 Jumlah kejadian : 1121 kasus

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN HYDRANT

BAB III PERENCANAAN HYDRANT BAB III PERENCANAAN HYDRANT Dalam perencanaan hydrant, terlebih dahulu harus diketahui spesifikasi dan jenis bangunan yang akan digunakan. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemasangan instalasi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN & ANALISA

BAB IV PEMBAHASAN & ANALISA BAB IV PEMBAHASAN & ANALISA 4.1. Pembahasan Instalasi Pemipaan Sprinkler Pada instalasi pemipaan sprinkler terdapat satu riser (pipa tegak) dimana riser ini diameter pipanya adalah sebesar 100 mm yang

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beberapa penelitian yang terkait dengan kebakaran gedung diantaranya. Pertama penelitian oleh Erna Kurniawati pada tahun 2012 yang berjudul Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran pada

Lebih terperinci

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum K3 KEBAKARAN Pelatihan AK3 Umum Kebakaran Hotel di Kelapa Gading 7 Agustus 2016 K3 PENANGGULANGAN KEBAKARAN FENOMENA DAN TEORI API SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN FENOMENA & TEORI API Apakah...? Suatu proses

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR...i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA...iv. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR...i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA...iv. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Halaman SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR...i SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR....ii ABSTRAK...iii PRAKATA...iv DAFTAR ISI.....vi DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN.....ix DAFTAR GAMBAR....x DAFTAR

Lebih terperinci

Branch Exchange) dengan Hunting System.

Branch Exchange) dengan Hunting System. JARINGAN EKSTERNAL TELEPON KAWASAN Sistem komunikasi: PABX (Private Automatic Branch Exchange) dengan Hunting System. Jaringan sambungan dari PT TELKOM masuk ke Terminal Box Telkom (TB-TEL) di Ruang Operator

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit)

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit) Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit) Pertanyaan : 1. Apakah RSUP H Adam Malik mempunyai

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN FIRE HYDRANT DI TOWER B APARTEMEN BERSUBSIDI PUNCAK PERMAI SURABAYA

PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN FIRE HYDRANT DI TOWER B APARTEMEN BERSUBSIDI PUNCAK PERMAI SURABAYA Sidang Lisan PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN FIRE HYDRANT DI TOWER B APARTEMEN BERSUBSIDI PUNCAK PERMAI SURABAYA Lia Wimayanti JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa ancaman

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN BAB IV: KONSEP PERANCANGAN 4.1 Konsep Massa Bangunan Konsep massa bangunan di ambil dari axis terhadap site di Tapak dan lingkungan sekitar. 1. Letak site yang berdempetan dengan kawasan candi prambanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Secara filosofi, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan jasmani

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Obyek Penelitian

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Obyek Penelitian BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Hotel UNY yang beralamat di Jl Karangmalang Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta. Lokasi Hotel UNY dapat dikatakan sangat strategis

Lebih terperinci

INSTALASI PERMESINAN

INSTALASI PERMESINAN INSTALASI PERMESINAN DIKLAT MARINE INSPECTOR TYPE-A TAHUN 2010 OLEH MUHAMAD SYAIFUL DITKAPEL DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT KEMENTRIAN PERHUBUNGAN KAMAR MESIN MACHINERY SPACE / ENGINE ROOM RUANG

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PEMADAM TERINTEGRASI DAN ANALISA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LISTRIK PADA ELECTRICITY BUILDING PLANT DAN SERVER ROOM (PT

PERANCANGAN SISTEM PEMADAM TERINTEGRASI DAN ANALISA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LISTRIK PADA ELECTRICITY BUILDING PLANT DAN SERVER ROOM (PT ASSALAMMUALAIKUM PERANCANGAN SISTEM PEMADAM TERINTEGRASI DAN ANALISA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LISTRIK PADA ELECTRICITY BUILDING PLANT DAN SERVER ROOM (PT.SCHERING-PLOUGH)) HANA FATMA WT LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2006 SERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO

TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO 6506 040 032 Latar Belakang PT. Philips Indonesia merupakan pabrik lampu yang dalam proses

Lebih terperinci

AKADEMI SEPAKBOLA INDONESIA KONSEP EKSTERIOR

AKADEMI SEPAKBOLA INDONESIA KONSEP EKSTERIOR KONSEP EKSTERIOR Konsep wujud pada masa rancangan memiliki elemen yang sama antara satu dengan yang lainnya. Yaitu kesamaan warna, tekstur, masiv void, pola, dan juga material. Ini terlihat pada detail

Lebih terperinci

ANALISA PERHITUNGAN DAYA POMPA PADA SPRINKLER SISTEM PEMADAM KEBAKARAN PADA GEDUNG TOWER LANTAI 7 UNIVERSITAS MERCU BUANA SKRIPSI

ANALISA PERHITUNGAN DAYA POMPA PADA SPRINKLER SISTEM PEMADAM KEBAKARAN PADA GEDUNG TOWER LANTAI 7 UNIVERSITAS MERCU BUANA SKRIPSI ANALISA PERHITUNGAN DAYA POMPA PADA SPRINKLER SISTEM PEMADAM KEBAKARAN PADA GEDUNG TOWER LANTAI 7 UNIVERSITAS MERCU BUANA SKRIPSI HAIRUN NIZAR 41308010044 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JAKARTA

Lebih terperinci

1. Bagian Utama Boiler

1. Bagian Utama Boiler 1. Bagian Utama Boiler Boiler atau ketel uap terdiri dari berbagai komponen yang membentuk satu kesatuan sehingga dapat menjalankan operasinya, diantaranya: 1. Furnace Komponen ini merupakan tempat pembakaran

Lebih terperinci

KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM API. Regina Tutik Padmaningrum Jurdik Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta

KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM API. Regina Tutik Padmaningrum   Jurdik Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM API Regina Tutik Padmaningrum e-mail: regina_tutikp@uny.ac.id Jurdik Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta Alat Pemadam Api adalah semua jenis alat ataupun bahan pemadam

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN OBJEK VITAL DAN FASILITAS PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Istilah dan Definisi 2.1.1 Bangunan Gedung Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN SISTEM FIRE HYDRANT DI TOWER SAPHIRE DAN AMETHYS APARTEMEN EASTCOAST RESIDENCE SURABAYA

PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN SISTEM FIRE HYDRANT DI TOWER SAPHIRE DAN AMETHYS APARTEMEN EASTCOAST RESIDENCE SURABAYA PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN SISTEM FIRE HYDRANT DI TOWER SAPHIRE DAN AMETHYS APARTEMEN EASTCOAST RESIDENCE SURABAYA DESIGN OF PLUMBING AND FIRE HYDRANT SYSTEM IN SAPHIRE AND AMETHYS TOWER EASTCOAST

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran merupakan kejadian timbulnya api yang tidak diinginkan atau api yang tidak pada tempatnya, di mana kejadian tersebut terbentuk oleh tiga unsur yaitu unsur

Lebih terperinci

MODUL 3 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PENGAMAN RUANG DAN KEBAKARAN) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K

MODUL 3 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PENGAMAN RUANG DAN KEBAKARAN) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K MODUL 3 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PENGAMAN RUANG DAN KEBAKARAN) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 3 D.

Lebih terperinci

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas Bab V PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG 5.1. Program Dasar Perencanaan 5.1.1. Program Ruang No Kelompok Kegiatan Luas 1 Kegiatan Administrasi ± 1.150 m 2 2 Kegiatan

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN DELUGE SYSTEM SPRINKLER MENGGUNAKAN SMOKE DETECTOR PADA GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS. Ricki Paulus Umbora ( )

TUGAS AKHIR PERANCANGAN DELUGE SYSTEM SPRINKLER MENGGUNAKAN SMOKE DETECTOR PADA GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS. Ricki Paulus Umbora ( ) TUGAS AKHIR PERANCANGAN DELUGE SYSTEM SPRINKLER MENGGUNAKAN SMOKE DETECTOR PADA GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS Disusun Oleh : Ricki Paulus Umbora ( 6506 040 025 ) PROGRAM STUDI D4 TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Simulasi Fire Integrated System untuk kebakaran minyak (Kelas B) berbasis Mikrokontroller

Perancangan dan Pembuatan Simulasi Fire Integrated System untuk kebakaran minyak (Kelas B) berbasis Mikrokontroller Perancangan dan Pembuatan Simulasi Fire Integrated System untuk kebakaran minyak (Kelas B) berbasis Mikrokontroller Mahendra Duta Apriono K3-VIII A 6506 040 010 BAB I Latar Belakang Hasil Kuesioner dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 16 lokasi rawan bencana yang tersebar di 4 kecamatan (BPBD, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 16 lokasi rawan bencana yang tersebar di 4 kecamatan (BPBD, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Denpasar sebagaimana kota - kota besar di Indonesia juga mempunyai masalah yang sama di bidang kebencanaan. Bencana yang kerap timbul di kota besar Indonesia

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

4. Pencegahan Dan Perlindungan Kebakaran SUBSTANSI MATERI

4. Pencegahan Dan Perlindungan Kebakaran SUBSTANSI MATERI 4. Pencegahan Dan Perlindungan Kebakaran Modul Diklat Basic PKP-PK 4.1 Penjelasan bahaya kebakaran (Fire Hazard) 4.1.1 Fire Hazard Timbulnya fire hazard disebabkan adanya 3 unsur yaitu : a. Material yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DETEKTOR, ALARM DAN SISTEM SPRINKLER PADA GEDUNG PLAZA DAN GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS ADHITYA CHANDRA SETYAWAN ( )

PERANCANGAN SISTEM DETEKTOR, ALARM DAN SISTEM SPRINKLER PADA GEDUNG PLAZA DAN GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS ADHITYA CHANDRA SETYAWAN ( ) PERANCANGAN SISTEM DETEKTOR, ALARM DAN SISTEM SPRINKLER PADA GEDUNG PLAZA DAN GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS ADHITYA CHANDRA SETYAWAN (6506 040 009) 1. Pendahuluan 2. Tinjauan Pustaka 3. Metode Penelitian

Lebih terperinci

PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN Makalah disampaikan pada Pelatihan Manajemen Perawatan Preventif Sarana dan Prasarana Pendidikan untuk Kepala atau Wakil Kepala SLTP/MTs sebagai Sekolah Target diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB IV INSTALASI SISTEM DETEKSI KEBAKARAN

BAB IV INSTALASI SISTEM DETEKSI KEBAKARAN BAB IV INSTALASI SISTEM DETEKSI KEBAKARAN 4.1 Uraian Sistem Lokasi sumber kebakaran (alarm zone) ditunjukkan berdasarkan titik lokasinya (letak detector) untuk detektor analog, sedangkan detektor jenis

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Pertemuan ke-12 Materi Perkuliahan : Sistem penanggulangan bahaya kebakaran 1 (Sistem deteksi kebakaran, fire alarm, fire escape) SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan

Lebih terperinci

ESSER PENJELASAN TEHNIS TEHNOLOGY FIRE ALARM SYSTEM PERIODE MARET 2013 BANDARA JUANDA SURABAYA. Fire Alarm System

ESSER PENJELASAN TEHNIS TEHNOLOGY FIRE ALARM SYSTEM PERIODE MARET 2013 BANDARA JUANDA SURABAYA. Fire Alarm System PENJELASAN TEHNIS TEHNOLOGY FIRE ALARM SYSTEM ESSER Fire Alarm System PERIODE MARET 2013 BANDARA JUANDA SURABAYA FIRE ALARM SYSTEM Apa? Seperangkat peralatan yang terdiri dari detector, unit kontrol dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI KOTA CIMAHI DENGAN

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PENGAMANAN GEDUNG TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN PADA PROYEK RUMAH SAKIT ST.BORROMEUS

EVALUASI SISTEM PENGAMANAN GEDUNG TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN PADA PROYEK RUMAH SAKIT ST.BORROMEUS EVALUASI SISTEM PENGAMANAN GEDUNG TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN PADA PROYEK RUMAH SAKIT ST.BORROMEUS Edison NRP : 0121083 Pembimbing : Ir. Johanes Lim Dwi A.,MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Tips Mencegah LPG Meledak

Tips Mencegah LPG Meledak Tips Mencegah LPG Meledak Beberapa rekan pernah menyampaikan tips tips mencegah peledakan LPG di rumah tangga. Saya hanya mencoba mengingatkan kembali akan pentingnya kewaspadaan pengelolaan LPG di rumah

Lebih terperinci

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Kebakaran merupakan hal yang sangat tidak diinginkan, tidak mengenal waktu, tempat atau siapapun yang menjadi korbannya. Masalah kebakaran di sana-sini masih banyak terjadi.

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL DAFTAR (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL No. Judul Standar Nomor Standar Ruang Lingkup D Pemukiman (Cipta Karya) 2. Keselamatan & Kenyamanan Metoda Uji 1. Metode Pengujian Jalar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Instalasi Pengujian Pengujian dengan memanfaatkan penurunan temperatur sisa gas buang pada knalpot di motor bakar dengan pendinginan luar menggunakan beberapa alat dan

Lebih terperinci

Proteksi Bahaya Kebakaran Kebakaran Kuliah 11

Proteksi Bahaya Kebakaran Kebakaran Kuliah 11 Proteksi Bahaya Kebakaran Kuliah 11 Penanggulangan Bahaya Kebakaran Beberapa kebakaran pabrik yang menewaskan pekerja di China dalam 10 th Tahun Tempat Perusahaan Meninggal 1991 Cina Pabrik jas hujan 72

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN DAN TEORI

BAB II LANDASAN DAN TEORI BAB II LANDASAN DAN TEORI 2.1 PENGERTIAN KEBAKARAN Sejak dahulu api merupakan kebutuhan hidup manusia, dari hal kecil hingga hal besar. Sebagai salah satu contoh, api digunakan untuk memasak atau untuk

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Analisa Perbandingan Emisi Gas Buang Yang Dihasilkan Oleh Busi Iridium & Standard Pada Kendaraan Roda Dua

TUGAS AKHIR. Analisa Perbandingan Emisi Gas Buang Yang Dihasilkan Oleh Busi Iridium & Standard Pada Kendaraan Roda Dua TUGAS AKHIR Analisa Perbandingan Emisi Gas Buang Yang Dihasilkan Oleh Busi Iridium & Standard Pada Kendaraan Roda Dua Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan tugas akhir ini terinspirasi berawal dari terjadinya kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan tugas akhir ini terinspirasi berawal dari terjadinya kerusakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyusunan tugas akhir ini terinspirasi berawal dari terjadinya kerusakan pada mesin boiler satu burner dengan dua bahan bakar natural gas dan solar bekapasitas

Lebih terperinci

Ionisasi Dan Photoelektrik Smoke Detector

Ionisasi Dan Photoelektrik Smoke Detector Ionisasi Dan Photoelektrik Smoke Detector Teknologi keamanan saat ini berkembang sangat cepat di dalamnya termasuk teknologi Ionisasi Dan Photoelektrik Smoke Detector fire alarm system, Tingginya permintaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Motor Bakar Motor bakar adalah mesin atau peswat tenaga yang merupakan mesin kalor dengan menggunakan energi thermal dan potensial untuk melakukan kerja mekanik dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Peralatan 3.1.1 Instalasi Alat Uji Alat uji head statis pompa terdiri 1 buah pompa, tangki bertekanan, katup katup beserta alat ukur seperti skema pada gambar 3.1 : Gambar

Lebih terperinci

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban HOUSEKEEPING Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban Penerapan housekeeping yang baik dapat mendukung terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman. Housekeeping

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Pendekatan Aspek Kinerja Sistem Pencahayaan Sistem Penghawaan Sistem Jaringan Air Bersih

BAB IV: KONSEP Pendekatan Aspek Kinerja Sistem Pencahayaan Sistem Penghawaan Sistem Jaringan Air Bersih BAB IV: KONSEP 4.1. Pendekatan Aspek Kinerja 4.1.1. Sistem Pencahayaan System pencahayaan yang digunakan yaitu system pencahayaan alami dan buatan dengan presentase penggunaan sebagai berikut : a. Pencahayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa bencana kebakaran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai penerapan emergency preparedness & response yang dapat penulis bahas sebagai berikut : A. Emergency

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa ancaman bahaya

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PERANCANGAN

BAB III DATA DAN PERANCANGAN BAB III DATA DAN PERANCANGAN 3.1. Data Bangunan Berikut ini tabel 3.1. data bangunan pada gedung Oria Hotel beserta fungsi, kelas, dan klasifikasi bangunan : Tabel 3.1. Data Bangunan Gedung Oria Hotel

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, tempat kerja ialah ruangan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN

BAB VI HASIL PENELITIAN 45 BAB VI HASIL PENELITIAN 6.1. Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran Tabel dibawah ini merupakan identifikasi bahaya kebakaran di dan diklasifikasikan menurut SNI 03-3989-2000. Tabel 6.1 Identifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN BAB III METODOLOGI PENGUJIAN Dalam melakukan penelitian dan pengujian, maka dibutuhkan tahapantahapan yang harus dijalani agar percobaan dan pengujian yang dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Kebakaran Sejak dahulu api merupakan kebutuhan hidup manusia, dari hal kecil hingga hal besar. Sebagai salah satu contoh, api digunakan untuk memasak atau untuk pemakaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN VIII PEMADAMAN KEBAKARAN

PEMBELAJARAN VIII PEMADAMAN KEBAKARAN PEMBELAJARAN VIII PEMADAMAN KEBAKARAN A) KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR: 1. Menguasai penyebab terjadinya kebakaran. 2. Memahami prinsip pemadaman kebakaran. INDIKATOR: Setelah mempelajari modul Pembelajaran

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN RUMAH SUSUN (STUDI KASUS : RUSUNAWA UNDIP) Jl. Prof Sudarto SH Tembalang Semarang 50131

EVALUASI SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN RUMAH SUSUN (STUDI KASUS : RUSUNAWA UNDIP) Jl. Prof Sudarto SH Tembalang Semarang 50131 ISSN : 0853-2877 Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran MODUL vol Pada 16 No Bangunan 1 Januari Rumah Juni 2016 Susun EVALUASI SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN RUMAH SUSUN (STUDI KASUS : RUSUNAWA UNDIP)

Lebih terperinci

WALIKOTA PALU PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PALU PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA PALU PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a. bahwa ancaman

Lebih terperinci

BAB IV: PENGAMATAN PROYEK

BAB IV: PENGAMATAN PROYEK BAB IV: PENGAMATAN PROYEK 4.1. Lingkup Pekerjaan MECHANICAL & ELECTRICAL Waktu melaksanakan kerja praktek dimulai dari tanggal 07 Maret 2016 dan berakhir pada tanggal 07 Mei 2016. Jadwal kerja praktek

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI III.1.

LANDASAN TEORI III.1. I. LANDASAN TEORI III.1. Water Sprayer Truck Unit Water Sprayer Truck merupakan salah satu kendaraan pendukung aktivitas tambang yang digunakan dalam pengendalian emisi udara oleh partikel-partikel debu.

Lebih terperinci

ANALISA PERENCANAAN POMPA HYDRANT PEMADAM KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT DELAPAN BELAS

ANALISA PERENCANAAN POMPA HYDRANT PEMADAM KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT DELAPAN BELAS Tugas Akhir ANALISA PERENCANAAN POMPA HYDRANT PEMADAM KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT DELAPAN BELAS Tugas Akhir ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Program Studi S1

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA INSTALASI PEMIPAAN DAN PENGGUNAAN POMPA PADA GEDUNG ASRAMA HAJI DKI JAKARTA

TUGAS AKHIR ANALISA INSTALASI PEMIPAAN DAN PENGGUNAAN POMPA PADA GEDUNG ASRAMA HAJI DKI JAKARTA TUGAS AKHIR ANALISA INSTALASI PEMIPAAN DAN PENGGUNAAN POMPA PADA GEDUNG ASRAMA HAJI DKI JAKARTA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Mesin Universitas Mercu Buana Disusun

Lebih terperinci

Sistem Utilitas Bangunan Gedung Bertingkat

Sistem Utilitas Bangunan Gedung Bertingkat Sistem Utilitas Bangunan Gedung Bertingkat Sabtu, 02 Januari 2016 Pada artikel kali ini saya akan membahas sedikit masalah kelengkapan sistem utilitas bangunan khususnya jenis bangunan gedung bertingkat

Lebih terperinci

BAB II PIRANTI INPUT DAN OUTPUT. Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan

BAB II PIRANTI INPUT DAN OUTPUT. Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan BAB II PIRANTI INPUT DAN OUTPUT 2. 1. Pendahuluan Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen, sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci

Kiswanto, Teguh Sulistyo, Muhammad Taufiq, Yuyut S

Kiswanto, Teguh Sulistyo, Muhammad Taufiq, Yuyut S KEHANDALAN SISTEM HIDRAN GEDUNG RSG-GAS DENGAN CARA PENAMBAHAN CATU DAYA LISTRIK DARI DISEL BRV 30 Kiswanto, Teguh Sulistyo, Muhammad Taufiq, Yuyut S Sub Bidang Sistem Elektrik Bidang Sistem Reaktor Pusat

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN PADA PERKANTORAN DAN PABRIK LABEL MAKANAN PT XYZ DENGAN LUAS BANGUNAN 1125 M 2

PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN PADA PERKANTORAN DAN PABRIK LABEL MAKANAN PT XYZ DENGAN LUAS BANGUNAN 1125 M 2 129 PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN PADA PERKANTORAN DAN PABRIK LABEL MAKANAN PT XYZ DENGAN LUAS BANGUNAN 1125 M 2 Muhammad Al Haramain 1*, Riki Effendi 2, Febri Irianto 3 1,2,3 Program Studi Teknik

Lebih terperinci