BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Kebakaran Sejak dahulu api merupakan kebutuhan hidup manusia, dari hal kecil hingga hal besar. Sebagai salah satu contoh, api digunakan untuk memasak atau untuk pemakaian skala besar dalam industri dalam peleburan logam. Tetapi sudah tidak dapat dikendalikan lagi, api menjadi musuh manusia yang merupakan malapetaka dan dapat menimbulkan kerugian baik materi maupun jiwa manusia. Hal tersebut yang biasa disebut kebakaran Proses Kebakaran Kebakaran berawal dari proses reaksi oksidasi antara unsur Oksigen (O2), Panas dan Material yang mudah terbakar (bahan bakar). Keseimbangan unsur unsur tersebutlah yang menyebabkan kebakaran. Berikut ini adalah definisi singkat mengenai unsur unsur tersebut: Oksigen Oksigen atau gas O2 yang terdapat di udara bebas adalah unsur penting dalam pembakaran. Jumlah oksigen sangat menentukan kadar atau keaktifan pembakaran suatu benda. Kadar oksigen yang kurang dari 12% tidak akan menimbulkan pembakaran Panas Panas menyebabkan suatu bahan mengalami perubahan suhu/temperatur, sehingga akhirnya mencapai titik nyala dan menjadi terbakar. Sumber sumber panas tersebut dapat berupa sinar matahari, listrik, pusat energi mekanik, pusat reaksi kimia dan sebagainya Bahan Yang Mudah Terbakar (Bahan Bakar) Bahan tersebut memiliki titik nyala rendah yang merupakan temperatur terendah suatu bahan untuk dapat berubah menjadi uap dan akan menyala bila tersentuh api. Bahan makin mudah terbakar bila memiliki titik nyala yang makin rendah. Dari ketiga unsur unsur di atas dapat digambarkan pada segitiga api. 5

2 Gambar 2. 1 Segitiga Api Sumber : Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran, 2006, Dinas Pemadam Kebakaran, Jakarta Proses kebakaran berlangsung melalui beberapa tahapan, yang masing masing tahapan terjadi peningkatan suhu, yaitu perkembangan dari suatu rendah kemudian meningkat hingga mencapai puncaknya dan pada akhirnya berangsur angsur menurun sampai saat bahan yang terbakar tersebut habis dan api menjadi mati atau padam. Pada umumnya kebakaran melalui dua tahapan, yaitu : a. Tahap Pertumbuhan (Growth Period) b. Tahap Pembakaran (Steady Combustion) Tahap tersebut dapat dilihat pada kurva suhu api di bawah ini. Gambar 2.2 Kurva Suhu Api Sumber : Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran, 2006, Dinas Pemadam Kebakaran, Jakarta Pada suatu peristiwa kebakaran, terjadi perjalanan yang arahnya dipengaruhi oleh lidah api dan materi yang menjalarkan panas. Sifat penjalarannya biasanya ke arah vertikal 6

3 sampai batas tertentu yang tidak memungkinkan lagi penjalarannya, maka akan menjalar ke arah horizontal. Karena sifat itu, maka kebakaran pada gedung gedung bertingkat tinggi, api menjalar ke tingkat yang lebih tinggi dari asal api tersebut. Saat yang paling mudah dalam memadamkan api adalah pada tahap pertumbuhan. Bila sudah mencapai tahap pembakaran, api akan sulit dipadamkan atau dikendalikan. Tabel 2.1 Laju Pertumbuhan Kebakaran Klasifikasi Pertumbuhan Waktu Pertumbuhan / Growth Time (detik) Tumbuh Lambat (Slow Growth) > 300 Tumbuh Sedang (Moderate Growth) Tumbuh Cepat (Fast Growth) Tumbuh Sangat Cepat (Very Fast Growth) < 80 Sumber : Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran, 2006, Dinas Pemadam Kebakaran, Jakarta 2.3. Klasifikasi Kebakaran Klasifikasi Kebakaran, Material dan Media Pemadam Kebakaran di Indonesia dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Tabel 2.2 Klasifikasi Kebakaran dan Media Pemadam Resiko Jenis Kebakaran Media Pemadam Class A Kebakaran benda padat mudah terbakar bukan logam, missal : kayu, Dry Chemical Multiporse dan ABC soda acid kertas, kain dsb. Class B Kebakaran benda cair mudah menyala dan lemak masak, seperti : bensin, minyak tanah, varnish Dry Chemical Foam (serbuk bubuk). BCF (Bromoclorodiflour Methane). CO 2 dan gas Hallon Class C Kebakaran yang melibatkan peralatan bertenaga listrik Dry Chemical, CO 2, gas Hallon dan BCF Class D Kebakaran yang melibatkan logam mudah terbakar, seperti : magnesium dan titanium Metal x, metal guard, dry sand dan bubuk pryme Sumber : KEPMEN PU NO. 10/ KPTS/

4 Dari keempat jenis kebakaran tersebut yang jarang ditemui adalah kelas D, biasanya untuk kelas A, B dan C alat pemadamnya dapat digunakan dalam satu tabung/alat, kecuali bila diperlukan jenis khusus Penyebab Kebakaran Berdasarkan pengamatan, pengalaman, penyidikan dan analisa dari setiap kebakaran dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kebakaran adalah karena manusia, penyalaan sendiri, dan gerakan alam. 1. Manusia, kesalahan manusia dapat berupa kurang hati hati dalam menggunakan alat yang dapat menimbulkan api, kelalaian atau kurangnya pengertian tentang bahaya. kebakaran. Sebagai salah contoh misalnya menyimpan bahan bakar di dekat sumber panas, membiarkan anak-anak di bawah umur bermain api, dll. 2. Alat, disebabkan karena kualitas alat yang rendah, cara penggunaan yang salah, pemasangan instalasi yang kurang memenuhi syarat. Sebagai contoh : pemakaian daya listrik yang berlebihan yang mengakibatkan beban berlebih pada pengaman arus dan instalasi listrik, sehingga terjadi panas dan menyebabkan terbakarnya kabel listrik. 3. Alam, sebagai contoh adalah panasnya matahari yang amat kuat dan terus menerus memancarkan panasnya sehingga dapat menimbulkan kebakaran. 4. Penyalaan sendiri, sebagai contoh adalah kebakaran gudang kimia akibat reaksi kimia yang disebabkan oleh kebocoran atau hubungan pendek listrik. 5. Kebakaran disengaja, seperti huru hara, sabotase dan untuk mendapatkan asuransi ganti rugi. Penggolongan penyebab kebakaran dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.3 Penyebab Kebakaran Alam Kemajuan Teknologi Perkembangan Penduduk Matahari Listrik Ulah Manusia : Gempa Bumi Biologis - Sengaja Petir Kimia - Tidak sengaja Gunung Merapi - Awam (ketidakpahaman) Sumber : Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran, 2006, Dinas Pemadam Kebakaran, Jakarta 8

5 Penyebab kebakaran dapat dilihat secara mendalam dari beberapa faktor berikut di bawah ini : 1. Faktor Non Fisik Lemahnya peraturan perundang undangan yang ada, serta kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaannya (Perda No. 3 Tahun 1992). Adanya kepentingan yang berbeda antar berbagai instansi yang berkaitan dengan usaha usaha pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran. Kondisi masyarakat yang kurang mematuhi peraturan perundang undangan yang berlaku sebagai usaha pencegahan terhadap bahaya kebakaran. Lemahnya usaha pencegahan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan yang dikaitkan dengan faktor ekonomi, dimana pemilik bangunan terlalu mengejar keuntungan dengan cara melanggar peraturan yang berlaku. Dana yang cukup besar untuk menanggulangi bahaya kebakaran pada bangunan terutama bangunan tinggi. 2. Faktor Fisik Keterbatasan jumlah personil dan unit pemadam kebakaran serta peralatan. Kondisi gedung, terutama gedung tinggi yang tidak teratur. Kondisi lalu lintas yang tidak menunjang pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran Pola Meluasnya Kebakaran Dari segi cara api meluas dan menyala, yang menentukan ialah meluasnya kebakaran. Bedanya antara kebakaran besar dan kebakaran kecil sebetulnya hanya terletak pada cara meluasnya api tersebut. Perhitungan secara kuantitatif tentang cara meluasnya kebakaran sukar untuk ditentukan. Tetapi berdasarkan penyelidikan penyelidikan, kiranya dapat diperkirakan pola cara meluasnya kebakaran itu sebagai berikut : 1. Konveksi (Convection) atau perpindahan panas karena pengaruh aliran, disebabkan karena molekul tinggi mengalir ke tempat yang bertemperatur lebih rendah dan menyerahkan panasnya pada molekul yang bertemperatur lebih rendah. Panas dan gas akan bergerak dengan cepat ke atas (langit langit atau bagian dinding sebelah atas 9

6 yang menambah terjadinya sumber nyala yang baru). Panas dan gas akan bergerak dengan cepat melalui dan mencari lubang lubang vertikal seperti cerobong, pipa pipa, ruang tangga lubang lift, dsb. Bila jalan arah vertikal terkekang, api akan menjalar kearah horizontal melalui ruang bebas, ruang langit langit, saluran pipa atau lubang lubang lain di dinding. Udara panas yang mengembang, dapat mengakibatkan tekanan kepada pintu, jendela atau bahan bahan yang kurang kuat dan mencari lubang lainnya untuk ditembus. Gambar 2.3 Penjalaran Kebakaran secara Konveksi Sumber : Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran, 2006, Dinas Pemadam Kebakaran, Jakarta 2. Konduksi (Conduction) atau perpindahan panas karena pengaruh sentuhan langsung dari bagian temperatur tinggi ke temperatur rendah di dalam suatu medium.panas akan disalurkan melalui pipa pipa besi, saluran atau melalui unsur kontruksi lainnya diseluruh bangunan. Karena sifatnya meluas, maka perluasan tersebut dapat mengakibatkan keretakan di dalam kontruksi yang akan memberikan peluang baru untuk penjalaran kebakaran. Gambar 2.4 Penjalaran Kebakaran secara Konduksi Sumber : Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran, 2006, Dinas Pemadam Kebakaran, Jakarta 10

7 3. Radiasi (Radiation) atau perpindahan panas yang bertemperatur tinggi ke benda yang bertemperatur rendah bila benda dipisahkan dalam ruang karena pancaran sinar dan gelombang elektromagnetik. Permukaan suatu bangunan tidak mustahil terbuat dari bahan bahan bangunan yang bila terkena panas akan menimbulkan api. Karena udara itu mengembang ke atas, maka langit langit dan dinding bagian atas akan terkena panas terlebih dahulu dan paling kritis. Bahan bangunan yang digunakan untuk itu sebaiknya ialah yang angka peningkatan perluasan apinya (flame-spread ratings) rendah. Nyala mendadak (flash-over) yang disebabkan oleh permukaan dan sifat bahan bangunan yang sangat mudah termakan api, adalah gejala yang umum di dalam suatu kebakaran. Kalau suhu meningkat sampai ± 4250 C atau gas gas yang sudah kehausan zat asam tiba tiba dapat tambahan zat asam, maka akan menjadi nyala api yang mendadak, dan membesarnya bukan saja secara setempat tetapi meliputi beberapa tempat. Sama halnya dengan cerobong sebagai penyalur ke luar dari gas gas panas yang mengakibatkan adanya bagian kosong udara di dalam ruangan (yang berarti pula menarik zat asam), semua bagian bagian yang sempit atau lorong lorong vertikal di dalam bangunan bersifat sebagai cerobong, dan dapat memperbesar nyala api, terutama kalau ada kesempatan zat asam membantu pula perluasan api tersebut. Gambar 2.5 Penjalaran Kebakaran secara Radiasi Sumber : Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran, 2006, Dinas Pemadam Kebakaran, Jakarta 2.6. Penanggulangan Kebakaran Karena kebakaran adalah suatu malapetaka, maka perlu diperhatikan penanggulangannya, yaitu segala upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan dan memadamkan api serta memperkecil kerugian akibat kebakaran. Penanggulangan dapat dilakukan sebelum, pada saat dan sudah terjadi kebakaran. Usaha yang dilakukan yaitu : 11

8 Usaha Pencegahan Pencegahan dalam hal ini adalah suatu usaha secara bersama untuk menghindari kebakaran dalam arti meniadakan kemungkinan terjadinya kebakaran. Usaha ini pada mulanya dilakukan oleh pihak yang berwenang dan menuntut peran serta dari masyarakat. Sedangkan usaha usaha yang dilakukan Pemerintah adalah : a. Mengadakan dan menjalankan undang undang/peraturan daerah seperti : Undang undang gangguan yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat tinggal atau tempat mendirikan bangunan. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 02/KPTS/1985 tentang ketentuan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran pada gedung bertingkat. Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3 tahun 1992 tentang ketentuan penanggulangan bahaya kebakaran dalam wilayah DKI Jakarta. SNI , Spesifikasi Hidran Kebakaran Tabung Basah. SNI , Tata Cara Perancangan dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Slang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung. Standard National Fire Protection Association (NFPA) 14 tahun 1994 tentang Installation of Stand Pipes and Hose System. Standard National Fire Protection Association (NFPA) 20 tahun 1994 tentang Centrifugal Fire Pumps. b. Mengadakan perbaikan kampung yang meliputi sarana sarana fisik berupa pembuatan jaringan jalan dan sarana sanitasi, serta meningkatkan kesejahteraan social penduduk. c. Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat yang berkaitan dengan masalah kebakaran, perlu ditekankan bahwa undang undang / peraturan daerah yang ada serta penyuluhan penyuluhan yang diadakan sama sekali tidak berguna, bila tidak dijalankan dengan baik Cara Pemadaman Dari pengertian tentang penyebab kebakaran maka dapat ditemukan sistem pemadaman api, yaitu : 12

9 a. Cara penguraian adalah system pemadaman dengan cara memisahkan / menjauhkan benda benda yang dapat terbakar. Contohnya, bila terjadi kebakaran dalam gudang tekstil, yang terdekat dengan sumber api harus segera dibongkar / dimatikan. b. Cara pendinginan adalah sistem pemadaman dengan cara menurunkan panas. Contoh, penyemprotan air (bahan pokok pemadam) pada benda yang terbakar. c. Cara isolasi adalah sistem pemadaman dengan cara mengurangi kadar O 2 pada lokasi sekitar benda benda terbakar. Sistem ini juga disebut dengan sistem lokalisasi, yaitu dengan membatasi / menutupi benda benda yang terbakar agar tidak bereaksi dengan O 2, contohnya : Menutup benda benda yang terbakar dengan karung yang dibasahi air, misalnya kebakaran bermula dari kompor. Menimbun benda benda yang terbakar dengan pasir atau tanah. Menyemprotkan bahan kimia yaitu dengan alat pemadam jenis CO Instalasi Pemadam Kebakaran Pada instalasi ini sistem dapat dibagi menjadi beberapa sub-sistem, yaitu : Sprinkler System Sistem ini merupakan suatu sistem pencegahan pertama yang sangat baik pada pemakaiannya dilengkapi dengan Heat Detector. Di bawah ini adalah jenis sprinkler head yang digunakan pada bangunan ini. Gambar 2.6 Sprinkler Head Sumber : Brand Viking, PT. Viking Far East 13

10 Tipe ini berupa tabung yang terbuat dari kaca khusus (special glass) yang mana digunakan menahan air pada tempatnya. Tabung tersebut berisi cairan kimia berwarna yang mana bila dipanaskan (terkena panas) sampai suhu tertentu yang akhirnya gelas tersebut akan pecah sehingga katup terbuka dan air akan mengalir menuju deflector kemudian air akan menyembur keluar untuk memadamkan api. Tabel 2.4 Warna Cairan dan Temperatur Sprinkler Tingkat suhu kepala sprinkler otomatis ditunjukan dalam tabel di bawah ini. Tingkat suhu untuk jenis sambungan lebur ( C) Warna tangkai 68 / 74 Tanpa warna 93 / 100 Putih 141 Biru 182 Kuning 227 Merah Tingkat suhu untuk jenis glass bulb ( C) Warna cairan dalam gelas 57 Jingga 68 Merah 79 Kuning 93 Hijau 141 Biru 182 Ungu 203 / 260 Hitam Sumber : SNI Tata cara perancangan dan pemasangan system sprinkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Untuk penempatan sprinkler head pada bangunan ini terdapat dua jenis sistem pengaturan penempatan, yaitu tipe pendant dan upright. Hanya dengan memposisikan sprinkler head ke atas untuk tipe upright dan ke bawah untuk tipe pendant. Sprinkler tipe pendant digunakan di ruangan yang memiliki ceiling (langit langit) dan untuk sprinkler tipe upright digunakan di area parkir dan ramp yang biasanya tidak memiliki ceiling. 14

11 Hydrant system Hydrant system adalah instalasi pipa hydrant berisikan air bertekanan dengan tekanan air selalu dijaga pada tekanan yang relatif tetap. Pada sistem ini dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian : a. Hydrant Box Hydrant Box dapat dibagi menjadi dua yaitu berupa Indoor Hydrant (terletak di dalam gedung) dan Outdoor Hydrant (terletak di luar gedung). Pemasangan Hydrant Box ini biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan luas ukuran ruangan serta luas gedung. Gambar 2.7 Indoor Hydrant Box Sumber : PT. Sigmatech Tatakarsa 15

12 Gambar 2.8 Outdoor Hydrant Box Sumber : PT. Sigmatech Tatakarsa b. Hydrant Pillar Alat ini memiliki fungsi yang sama dengan Indoor Hydran Box, hanya saja diletakan di luar gedung. Biasanya di sebelah hydrant pillar terdapat hydrant box yang hanya berisi hose reel. Peletakan hydrant pillar di tentukan dari luas lahan dan ditempatkan di tempat yang mudah diakses. 16

13 Gambar 2.9 Hydrant Pillar Sumber : PT. Sigmatech Tatakarsa c. Siamesse Connection Alat ini memiliki fungsi yang sama dengan Pillar Hydran, hanya saja tidak terdapat hydrant box. Dan biasanya petugas pemadam kebakaran menggunakan outlet ini dan disambungkan ke selang yang dibawa oleh petugas pemadam kebakaran. Peletakan Siamesse Connection di tentukan dari jumlah akses untuk masuk ke wilayah gedung tersebut. Gambar 2.11 Siamesse Connection Sumber : PT. Sigmatech Tatakarsa 17

14 2.8. Sistem Penyediaan Air Jaringan Kota Pada setiap gedung yang dirancang, sistem penyediaan air biasanya berasal dari jaringan kota yang kemudian ditampung pada Ground Water Tank. Sambungan pada sistem jaringan kota dapat diterima kembali apabila kapasitas dan tekanannya mencukupi. Kapasitas dan tekanan sistem jaringan kota dapat diketahui dengan mengadakan pengukuran langsung pada jaringan distribusi di tempat penyambungan yang dilaksanankan, dan ukuran pipa distribusi sekurang kurangnya harus sama dengan pipa tegak. Berikut adalah ketentuan untuk sistem pemadam kebakaran : a. sesuai dengan peraturan NFPA (National Fire Protection Association) dan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum bahwa untuk setiap lantai yang memiliki sprinkler pada gedung dengan jenis kebakaran ringan hharus memiliki debit air (Q) sekurang kurangnya 0,001 m 3 /s (untuk satu sprinkler head). b. Sesuai dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 887 Tahun 1981 tentang Persyaratan dan Standar Debit Aliran Hydrant Box untuk gedung jenis kebakaran ringan harus memiliki debit aliran (Q) sekurang kurangnya 0,006 m 3 /s (untuk satu hydrant box pada tiap lantai). Dan untuk Hydrant Pillar pada satu halaman gedung sekurang kurangnya memiliki debit aliran (Q) 0,019 m 3 /s Tangki Gravitasi Tangki gravitasi atau sering disebut Roof Tank (tangki atap), karena biasanya berada di lantai atap atau berada di tempat yang lebih tinggi dari lantai yang membutuhkan suplai air. Tetapi tangki ini jarang sekali digunakan, karena jika pada saat pompa pemadam kebakaran tidak bekerja maka akan membahayakan orang yang akan memperbaiki disaat terjadi kebakaran di lantai lainnya Tangki Bertekanan Tangki bertekanan harus dilengkapi dengan suatu cara yang dibenarkan agar tekanan udara dapat diatur secara otomatis. Sistem tersebut dilengkapi dengan alat tanda bahaya, apabila tekanan atau permukaan tinggi air dalam tangki turun melalui batas yang ditentukan. Tangki bertekanan harus berisi air 2/3 penuh dan diberi tekanan udara sedikitnya 4,9 kg/cm2, kecuali ditentukan lain oleh pejabat berwenang. 18

15 Mobil Pemadam Kebakaran Apabila harus disediakan sebuah sambungan yang memungkinkan mobil pemadam kebakaran dapat memompakan air kedalam sistem sprinkler, ukuran minimum pipa yang digunakan adalah 100 mm dan ukuran 75 mm dapat digunakan untuk pipa tegak Kriteria Perancangan Sistem Pemadam Kebakaran Menggunakan Hidran Gedung Kriteria perancangan untuk sistem pemadam kebakaran menggunakan hidran gedung adalah : klasifikasi Bahaya Kebakaran Kelas bangunan, adalah pembagian bangunan atau bagian bangunan sesuai dengan jenis peruntukan atau penggunaan bangunan sebagai berikut : a. Kelas 1 : Bangunan Hunian Biasa - Kelas 1a, Bangunan hunian tunggal yang berupa : Satu rumah tinggal atau Satu atau lebih bangunan hunian gandeng yang terpisahkan oleh dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman dan unit town house. - Kelas 1b, Bangunan hunian ganda yang berupa : Rumah asrama / kost, rumah tamu, hotel, dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali oleh 12 orang secara tetap. b. Kelas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas dua atau lebih unit hunian yang masing masing merupakan tempat tinggal terpisah. c. Kelas 3 : Bangunan hunian yang di luar kelas 1 dan 2 yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, seperti : asrama, rumah tamu, losmen, hotel, motel, panti dll. d. Kelas 4 : Bangunan Hunian Campuran Adalah bangunan hunian yang berada di dalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9. e. Kelas 5 : Bangunan Kantor Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk usaha professional, atau usaha komersial di luar bangunan kelas 6, 7, 8 dan 9. f. Kelas 6 : Bangunan Perdagangan 19

16 Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang digunakan untuk tempat penjualan barang barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk : restoran, salon, bar, tempat cuci umum, pasar, bengkel dll. g. Kelas 7 : Bangunan Penyimpanan / Gudang Adalah bangunan yang dipergunakan untuk penyimpanan barang, showroom dan tempat parkir. h. Kelas 8 : Bangunan Laboratorium / Industri / Pabrik i. Kelas 9 : Bangunan Umum - Kelas 9a, bangunan perawatan kesehatan termasuk berupa bangunan laboratorium. - Kelas 9b, bangunan pertemuan, peribadatan, bangunan budaya dll. j. Kelas 10 : Adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian - Kelas 10a, bangunan bukan hunian seperti garasi pribadi, carport atau sejenisnya. - Kelas 10b, bangunan berupa pagar, tonggak, antenna, dinding penyangga, kolam renang dan sejenisnya. k. Bangunan bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi 1 sampai 10, dalam pedoman teknis ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang mendekati suatu peruntukan. l. Bangunan yang penggunaannya insidentil Bagian bangunan yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan gangguan pada bagian lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya. m. Klasfikasi jamak Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus diklasifikasikan terpisah, dan : - bila bangunan memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utama. - kelas kelas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah. - ruang ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lift, ruang boiler yang sejenisnya diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak. 20

17 Tabel 2.5 Penentuan jumlah hidran, 1 buah setiap luas lantai Kelas Bangunan Kompartemen tanpa partisi Kompartemen dengan partisi Kelas 1 dan Kelas 10 Tidak dipersyaratkan Tidak dipersyaratkan Kelas 2, 3, 4 dan 9a 1 buah per 1000 m 2 2 buah per 1000 m 2 Kelas 5, 6, 7, 8 dan 9b 1 buah per 800 m 2 2 buah per 800 m 2 Sumber : KEP/MEN/10/2000 *) penempatan hidran harus pada posisi yang berjauhan. Ketentuan : a. Panjang selang minimum 30 meter. b. Pada bangunan yang dilengkapi hidran harus terdapat personil (penghuni) terlatih untuk mengatasi kebakaran dalam gedung. c. Sistem hidran kebakaran : 1. Harus dipasang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Apabila hidran digunakan, alat ini hanya melayani di lantai lokasi hidran tersebut ditempatkan, kecuali pada satuan peruntukan bangunan : (a) Pada bangunan kelas 2 atau kelas 3 atau sebagian kelas 4 dapat dilayani oleh hidran tunggal yang ditempatkan pada lantai dimana ada jalur keluar dari satuan peruntukan bangunan tersebut (b) Pada bangunan Kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 yang berlantai tidak lebih dari dua, dapat dilayani oleh hidran tunggal yang ditempatkan pada lantai dimana ada jalur keluar dari satuan peruntukan bangunan tersebut, asalkan hidran dapat menjangkau seluruh satuan peruntukan bangunan. 3. Sumber air untuk hidran harus dicatu dari sumber yang dapat diandalkan, seta menyediakan tekanan dan aliran yang diperlukan dalam waktu minimal 30 menit, sesuai dengan standar SNI edisi terakhir tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Hidran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung. 4. Bila dibutuhkan pompa untuk mencatu sistem hidran, pompa tersebut harus memenuhi SNI edisi terakhir, tentang Tata cara Pelaksanaan Sistem HidranUntuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung, serta standar pompa yang berlaku. 21

18 Penentuan tekanan sistem pipa hidran Tekanan sistem pipa hidran harus memenuhu salah satu dari persyaratan berikut ini : 1. Didesign secara hidrolik untuk mendapatkan laju aliran pada tekanan sisa 6,9 kg/cm 2 (100psi) pada keluaran sambungan selang 63,5 mm (2,5 inchi) yang terjadi dihitung secara hidrolik dan 4,5 kg/cm 2 (65 psi) pada ujung kotak hidran 38,1 mm (1,5 inchi) yang jauh dihitung secara hidrolik. Pengecualian : Bilamana instansi yang berwenang mengijinkan tekanan lebih rendah dari 6,9 kg/cm 2 (100psi) untuk sambungan selang 63,5 mm (2,5 inchi), berdasarkan taktik pemadaman, tekanan dapat dikurangi hingga paling rendah 4,5 kg/cm 2 (65 psi). 2. Ukuran pipa dengan laju aliran yang dipersyaratkan pada tekanan sisa 6,9 kg/cm 2 (100psi) pada ujung yang terjauh dengan ukuran 63,5 mm (2,5 inchi) dan tekanan 4,5 kg/cm 2 (65 psi) pada ujung selang terjauh dengan ukuran 38,1 (1,5 inchi), didesign sesuai dengan sebagaimana tertera pada table 2.6. design menggunakan cara schedule pipa, harus dibatasi hanya pipa hidran basah untuk bangunan yang tidak di kategorikan sebagai bangunan tinggi. Tabel 2.6 Diameter pipa minimal (dalam inchi) Total Akumulasi Aliran Jarak Total Pipa Terjauh Dari Keluaran Gpm l/min <15.2 m m > ,0 inchi 2,5 inchi 3,0 inchi ,0 inchi 4,0 inchi 6,0 inchi ,0 inchi 5,0 inchi 6,0 inchi ,0 inchi 6,0 inchi 6,0 inchi ke atas ke atas 8,0 inchi 8,0 inchi 8,0 inchi Sumber : KEP/MEN/10/2000 Penentuan diameter pipa ditinjau dari jarak total pipa dan total akumulasi aliran. Catatan : 1 gpm = 3,785 liter/menit Penentuan pasokan air Sistem pipa hidran otomatis harus dihubungkan dengan pasokan air yang telah disetujui dan mampu memenuhi kebutuhan sistem. Sistem pipa tegak manual harus memenuhi pasokan air yang telah disetujui. 22

19 Pasokan air otomatis tunggal dapat diizinkan untuk digunakan bila mana dapat memasok kebutuhan sistem dalam waktu sekurang kurangnya 60 menit, dari kapasitas pompa pemadam kebakaran. Sumber air berasal dari PDAM dan cadangan berasal dari Deepwell. Contoh : Kapasitas pompa dari hasil perhitungan 750 gpm, dengan bangunan luas 1600 m 2 tiap lantai. Maka kapasitas pasokan air adalah 750 gpm x liter x 60 menit = 170 m Penentuan kapasitas pompa Pemilihan kapasitas pompa pemadam kebakaran ditentukan berdasarkan karakteristik pompa sebagai berikut : a. Pompa hidran harus berkemampuan tidak kurang dari 150% kapasitas nominalnya pada head total kurang dari 65% dari head nominal totalnya. Head total pada saat katup tertutup tidak boleh melebihi 140% dari head nominal total pada pompa. b. Pompa hidran yang teruji dapat mempunyai bentuk kurva kapasitas head yang berbeda untuk nilai nominal yang diberikan. Gambar 2.18 menunjukan bentuk kurva ekstrim yang disyaratkan. Head pada kondisi menutup akan mempunyai rentang dari minimum 101% sampai maksimum 140% dari head nominal. Pada kapasitas nominal 150%, head akan mempunyai nilai rentang dari minimum 65% sampai maksimum sedikit dibawah head nominal. Pabrik pembuat pompa dapat memasok kurva yang diinginkan untuk pompa yang teruji. Gambar 2.11 Kurva Karakteristik Pompa Sumber : SNI

20 c. Pompa pemadam kebakaran harus mempunyai kapasitas nominal dalam liter per menit (lpm) atau gallon per menit (gpm) dan harus pada tekanan nominal netto 2,7 kg/cm 2 (40 psi) atau lebih. Pompa untuk nominal di atas liter per menit (5000 gpm) perlu dikaji tersendiri oleh instansi berwenang atau laboratorium yang terdaftar. Tabel 2.7 Tabel kapasitas pompa kebakaran nominal GPM Liter / Menit Sumber : SNI Untuk mempermudah engineer tersedia table ringkasan pompa kebakaran seperti di bawah ini. 24

21 Tabel 2.8 Tabel ringkasan data pompa kebakaran Sumber : SNI

22 Penggunaan table seperti pada gambar dibawah ini. Gambar 2.12 Instalasi Pompa Kebakaran Jenis Horisontal Split Case dengan pasokan air di bawah head positif. Sumber : SNI Jenis pompa pemadam kebakaran Jenis pompa pemadam kebakaran ditinjau dari sumber penggeraknya adalah sebagai berikut : 1. Pompa Elektrik Adalah pompa yang digerakan dengan listrik yang kita kenal Electric Fire Pump memiliki persyaratan sebagai berikut : a. Persyaratan persyaratan kinerja minimum dan persyaratan pengujian dari sumber dan transmisi daya listrik ke motor penggerak pompa kebakaran dan persyaratan kinerja minimum dari semua peralatan antara sumber dan pompa, 26

23 termasuk motor, kecuali alat kontrol listrik pompa kebakaran, saklar pemindah dan perlengkapannya. Semua peralatan listrik dan cara pemasangannya harus memenuhi SNI ,tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000), dan artikel artikel lain yang tersedia. b. Daya listrik yang dipasok ke motor pompa kebakaran dari sumber yang terpercaya atau dua atau lebih sumber yang tak saling bergantung. Tegangan pada jaringan alat kontrol harus tidak boleh turun lebih dari pada 15% di bawah normal (tegangan nominal pengontrol) pada saat motor distart. Tegangan pada terminal motor harus tidak turun lebih dari 5% di bawah tegangan nominal dari motor. Gambar 2.13 Electric Pump Horizontal Type Sumber : Brand SPP, PT. Multisindomulya 2. Pompa Diesel Adalah pompa yang digerakan dengan mesin diesel yang kita kenal Diesel Fire Pump. Seleksi dari peralatan pompa kebakaran dengan penggerak motor diesel harus didasarkan pada pertimbangan secara teliti dengan faktor sebagai berikut : a. Tipe kontrol yang paling andal b. Pasokan bahan bakar c. Instalasi d. Start dan mengoprasikan motor diesel e. Motor diesel telah terbukti dengan motor yang menggunakan bahan bakar yang dapat diandalkan untuk menggerakan pompa pemadam kebakaran. Motor bahan bakar yang menggunakan percikan nyala (busi) tidak 27

24 diperkenankan, kecuali untuk instalasi yang telah dibuat sebelum standar ini dibuat. f. Persyaratan untuk alat pengisi baterai adalah sebagai berikut : - Alat pengisi harus secara spesifik teruji untuk melayani pompa kebakaran. - Rectifer harus dari tipe semiconductor g. Alat pengisi untuk suatu baterai lead-acid harus dari tipe yang secara otomatik dapat mengurangi arus pengisiannya kurang dari 500 ma bila baterai telah mencapai kondisi terisi penuh. h. Alat pengisi baterai pada tegangan nominalnya harus mampu memasok energy pada baterai yang telah kosong dengan cara yang tidak merusak baterai dan harus dapat mengembalikan 100 kapasitas baterai sebagai cadangan atau amper-jam nominalnya dalam waktu kurang lebih 24 jam. i. Alat pengisi harus memberi tanda pada saat kapasitas atau amper-jam nominalnya telah terpenuhi dan dapat diisi ulang. j. Suatu amper meter dengan tingkat ketelitian 5% dari pengisian normal nominalnya harus disediakan untuk menunjukan operasi dari alat pengisi. k. Alat pengisi harus dirancang sedemikiann rupa sehingga tidak merusak atau memutuskan pengaman lebur selama jangka waktu siklus perputaran motor bila dioprasikan oleh suatu alat kontrol secara otomatik atau manual. l. Alat pengisi harus secara otomatik mengisi pada laju maksimum bila diperlukan oleh baterai. m. Alat pengisi baterai harus disusun untuk menunjukan rugi output dari sisi beban dari alat proteksi arus lebih besar dari arus searah bila tidak tersambung ke panel kontrol. Gambar 2.14 Diesel Pump Horizontal Type Sumber : Brand SPP, PT. Multisindomulya 28

25 3. Pompa Pacu (Jockey Pump) Adalah pompa pacu yang digerakan dengan listrik yang kita kenal Jockey Fire Pump. Pompa ini berfungsi untuk mempertahankan tekanan. Pompa yang mempertahankan tekanan harus mempunyai kapasitas nominal tidak kurang dari setiap nominal kebocorannya. Pemilihan pompa pacu berdasarkan kriteria sebagai berikut : a. Pompa harus mempunyai tekanan pelepasan yang cukup untuk mempertahankan tekanan sistem proteksi kebakaran yang diinginkan. b. Apabila pompa yang mempertahankan tekanan jenis sentrifugal tekanan menutup melebihi tekanan kerja dari peralatan proteksi kebakaran atau apabila pompa jenis turbin baling baling digunakan, ukuran katup relief untuk mencegah tekanan lebih dari sistem harus dipasang pada pelepasan pompa untuk mencegah kerusakan dari sistem proteksi kebakaran. Alat pengatur jangka waktu berjalannya pompa jockey tidak boleh dipasang apabila pompa jockey yang tersedia mempunyai kemampuan melebihi tekanan kerja dari sistem proteksi kebakaran. c. Pompa kebakaran utama atau cadangan tidak boleh dipakai untuk pompa yang mempertahankan tekanan. d. Pompa yang mempertahankan tekanan (jockey atau tambahan) sebaiknya dipakai apabila dibutuhkan untuk mempertahankan keseragaman atau tekanan tinggi relative pada sistem proteksi kebakaran. e. Pompa yang mempertahankan tekanan tipe sentrifugal lebih disukai. 1. Pompa jockey biasanya dipersyaratkan bersama dengan pompa yang dikontrol secara otomatik. 2. Hisapan pompa jockey datang dari jalur pipa pasok pengisi tangki. Situasi ini akan mengijinkan tekanan tinggi dipertahankan pada sistem proteksi kebakaran bahkan bila tangki pasok untuk perbaikan. 3. Pemasangan jalur pengindera tekanan antara katup searah pelepasan dan katup kontrol perlu untuk memfasilitasi isolasi dari alat kontrol pompa jockey (dan jalur pengindera) guna pemelihharaan tanpa mengeluarkannya dari seluruh sistem. f. Pompa jockey sebaiknya kapasitas ditentukan ukurannya untuk menambah laju kebocoran yang diijinkan di dalam 10 menit dari 3,8 l/m (1 gpm), biasanya diambil antara 20 gpm sampai dengan 25 gpm. 29

26 Gambar 2.15 Instalasi pompa jockey dengan pompa kebakaran Sumber : SNI Gambar 2.16 Sambungan pemipaan sakelar tekanan otomatik pada pompa pemadam kebakaran dan pompa jockey Sumber : SNI Syarat dari pompa pacu antara lain sebagai berikut : a. Alat pencatat sebaiknya mampu untuk mencatat tekanan sedikitnya 150% dari tekanan pelepasan pompa di bawah kondisi tanpa aliran. Pada bangunan bertingkat tinggi, sebaiknya mudah dibaca tanpa membuka panel alat kontrol 30

27 pompa kebakaran. Persyaratan ini tidak harus diikuti oleh alat pencatat yang terpisah dari setiap alat kontrol ini. Alat pencatat saluran jamak tunggal dapat melayani pengindera jamak. b. Kontrol mekanik untuk menjalankan secara darurat, menyediakan sarana dibagian luar yang menutup kontaktor motor secara manual, memotong jalur untuk start dan menjalankan motor pompa kebakaran. c. Ini dimaksudkan untuk penggunaan darurat apabila pengoprasian secara normal / magnetik tidak memungkinkan. Bila digunakan pada rancangan alat kontrol, tegangan listrik pada waktu start akan turun, batas penurunan tegangan listrik 15% tidak digunakan. d. Instansi berwenang dapat mengijinkan penggunaan alat kontrol pelayanan terbatas untuk situasi khusus dimana penggunaan yang dapat diterima disampaikan pada pihak berwenang. e. Susunan alat kontrol pompa kebakaran tipikal dan saklar pemindah seperti ditunjukan di bawah ini : Gambar 2.17 Susunan alat kontrol pompa pemadam kebakaran tipikal dan saklar pemindah Sumber : SNI

28 Gambar 2.18 Jockey Pump Vertical Multistage Centrifugal Type dan Power Starter Sumber : Brand SPP, PT. Multisindomulya 32

BAB II LANDASAN DAN TEORI

BAB II LANDASAN DAN TEORI BAB II LANDASAN DAN TEORI 2.1 PENGERTIAN KEBAKARAN Sejak dahulu api merupakan kebutuhan hidup manusia, dari hal kecil hingga hal besar. Sebagai salah satu contoh, api digunakan untuk memasak atau untuk

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN BAB III PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN 3.1. Perhitungan Jumlah Hidran, Sprinkler dan Pemadam Api Ringan Tabel 3.1 Jumlah hidran, sprinkler dan pemadam api ringan Indoor No Keterangan Luas Hydrant

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN INSTALASI PEMADAM KEBAKARAN GEDUNG KANTOR CENTRAL PARK JAKARTA

TUGAS AKHIR PERANCANGAN INSTALASI PEMADAM KEBAKARAN GEDUNG KANTOR CENTRAL PARK JAKARTA TUGAS AKHIR PERANCANGAN INSTALASI PEMADAM KEBAKARAN GEDUNG KANTOR CENTRAL PARK JAKARTA Disusun Oleh : Nama : MIFTAKUL HUDA NIM : 41305120019 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KONDISI GEDUNG WET PAINT PRODUCTION

KONDISI GEDUNG WET PAINT PRODUCTION STANDAR APAR MENURUT NFPA 10/ No. Per 04/Men/1980 Terdapat APAR yang sesuai dengan jenis kebakaran Tedapat label penempatan APAR Penempatan APAR mudah dilihat, mudah diambil, dan mudah digunakan pada saat

Lebih terperinci

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang memadai. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini telah melakukan evaluasi terhadap kondisi jalur evakuasi darurat

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN HYDRANT

BAB III PERENCANAAN HYDRANT BAB III PERENCANAAN HYDRANT Dalam perencanaan hydrant, terlebih dahulu harus diketahui spesifikasi dan jenis bangunan yang akan digunakan. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemasangan instalasi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Sistem pemadam kebakaran atau sistem fire fighting disediakan digedung sebagai preventif (pencegahan) terjadinya kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem sprinkler,

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN 3.1 PERHITUNGAN JUMLAH HIDRAN, SPRINKLER DAN PEMADAM

BAB III PERHITUNGAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN 3.1 PERHITUNGAN JUMLAH HIDRAN, SPRINKLER DAN PEMADAM BAB III PERHITUNGAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN 3.1 PERHITUNGAN JUMLAH HIDRAN, SPRINKLER DAN PEMADAM API RINGAN. Tabel 3.1 Jumlah Hidran, Sprinkler dan Pemadam Api Ringan No Uraian Elevasi (m) Luas Bersih

Lebih terperinci

Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui

Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui Teknik Perpipaan Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa-pipa dan slang kebakaran. Sistem ini terdiri

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL DAFTAR (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL No. Judul Standar Nomor Standar Ruang Lingkup D Pemukiman (Cipta Karya) 2. Keselamatan & Kenyamanan Metoda Uji 1. Metode Pengujian Jalar

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran BAB IV Bab IV Hasil dan Analisis HASIL DAN ANALISIS 4.1. Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran Sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran merupakan suatu kombinasi dari berbagai sistem untuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN SISTEM FIRE HYDRANT DI TOWER SAPHIRE DAN AMETHYS APARTEMEN EASTCOAST RESIDENCE SURABAYA

PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN SISTEM FIRE HYDRANT DI TOWER SAPHIRE DAN AMETHYS APARTEMEN EASTCOAST RESIDENCE SURABAYA PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN SISTEM FIRE HYDRANT DI TOWER SAPHIRE DAN AMETHYS APARTEMEN EASTCOAST RESIDENCE SURABAYA DESIGN OF PLUMBING AND FIRE HYDRANT SYSTEM IN SAPHIRE AND AMETHYS TOWER EASTCOAST

Lebih terperinci

128 Universitas Indonesia

128 Universitas Indonesia BAB 8 PENUTUP 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap audit keselamatan kebakaran di gedung PT. X Jakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bangunan gedung

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN 2 (alat pemadam kebakaran aktif)

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN 2 (alat pemadam kebakaran aktif) Pertemuan ke-13 Materi Perkuliahan : Sistem penanggulangan bahaya kebakaran 2 (springkler dan hydrant dll) SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN 2 (alat pemadam kebakaran aktif) 1. KRITERIA DESAIN 1.1

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN FIRE HYDRANT DI TOWER B APARTEMEN BERSUBSIDI PUNCAK PERMAI SURABAYA

PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN FIRE HYDRANT DI TOWER B APARTEMEN BERSUBSIDI PUNCAK PERMAI SURABAYA Sidang Lisan PERENCANAAN SISTEM PLAMBING DAN FIRE HYDRANT DI TOWER B APARTEMEN BERSUBSIDI PUNCAK PERMAI SURABAYA Lia Wimayanti JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK Oleh: FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS NEGERI MALANG Oktober 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring jaman

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa ancaman

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN VIII PEMADAMAN KEBAKARAN

PEMBELAJARAN VIII PEMADAMAN KEBAKARAN PEMBELAJARAN VIII PEMADAMAN KEBAKARAN A) KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR: 1. Menguasai penyebab terjadinya kebakaran. 2. Memahami prinsip pemadaman kebakaran. INDIKATOR: Setelah mempelajari modul Pembelajaran

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN DELUGE SYSTEM SPRINKLER MENGGUNAKAN SMOKE DETECTOR PADA GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS. Ricki Paulus Umbora ( )

TUGAS AKHIR PERANCANGAN DELUGE SYSTEM SPRINKLER MENGGUNAKAN SMOKE DETECTOR PADA GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS. Ricki Paulus Umbora ( ) TUGAS AKHIR PERANCANGAN DELUGE SYSTEM SPRINKLER MENGGUNAKAN SMOKE DETECTOR PADA GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS Disusun Oleh : Ricki Paulus Umbora ( 6506 040 025 ) PROGRAM STUDI D4 TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR...i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA...iv. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR...i. SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR...ii. ABSTRAK...iii. PRAKATA...iv. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Halaman SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR...i SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR....ii ABSTRAK...iii PRAKATA...iv DAFTAR ISI.....vi DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN.....ix DAFTAR GAMBAR....x DAFTAR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI KOTA CIMAHI DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Secara filosofi, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan jasmani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beberapa penelitian yang terkait dengan kebakaran gedung diantaranya. Pertama penelitian oleh Erna Kurniawati pada tahun 2012 yang berjudul Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran pada

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Pertemuan ke-12 Materi Perkuliahan : Sistem penanggulangan bahaya kebakaran 1 (Sistem deteksi kebakaran, fire alarm, fire escape) SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil Penilaian

Lampiran 1 Hasil Penilaian Lampiran 1 Hasil Penilaian FORMULIR ISIAN DATA ANGUNAN Tanggal : 12 s.d. 16 September 2017 Pemeriksa : Akhid Gunawan Tanda Tangan : DATA ANGUNAN Nama bangunan : Hotel UNY Alamat : Jl arangmalang aturtunggal

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DETEKTOR, ALARM DAN SISTEM SPRINKLER PADA GEDUNG PLAZA DAN GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS ADHITYA CHANDRA SETYAWAN ( )

PERANCANGAN SISTEM DETEKTOR, ALARM DAN SISTEM SPRINKLER PADA GEDUNG PLAZA DAN GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS ADHITYA CHANDRA SETYAWAN ( ) PERANCANGAN SISTEM DETEKTOR, ALARM DAN SISTEM SPRINKLER PADA GEDUNG PLAZA DAN GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS ADHITYA CHANDRA SETYAWAN (6506 040 009) 1. Pendahuluan 2. Tinjauan Pustaka 3. Metode Penelitian

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Kembali Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 1. Ruang lingkup. Standar ini dimaksudkan sebagai acuan yang diperlukan dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP TAPAK DAN RUANG LUAR IV.1.1 Pengolahan Tapak dan Ruang Luar Mempertahankan daerah tapak sebagai daerah resapan air. Mempertahankan pohon-pohon besar yang ada disekitar

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA Menimbang : DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA 1. Bahwa penanggulangan kebakaran

Lebih terperinci

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum K3 KEBAKARAN Pelatihan AK3 Umum Kebakaran Hotel di Kelapa Gading 7 Agustus 2016 K3 PENANGGULANGAN KEBAKARAN FENOMENA DAN TEORI API SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN FENOMENA & TEORI API Apakah...? Suatu proses

Lebih terperinci

MODUL 3 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PENGAMAN RUANG DAN KEBAKARAN) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K

MODUL 3 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PENGAMAN RUANG DAN KEBAKARAN) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K MODUL 3 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PENGAMAN RUANG DAN KEBAKARAN) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 3 D.

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Audit Keselamatan Kebakaran Gedung PT. X Jakarta Tahun 2009 DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Data Umum Gedung a. Nama bangunan : b. Alamat

Lebih terperinci

Selain sistem springkler, BSN juga membuat peraturan untuk penanggulangan kebakaran gedung (building fire fighting system), diantaranya :

Selain sistem springkler, BSN juga membuat peraturan untuk penanggulangan kebakaran gedung (building fire fighting system), diantaranya : 1. Sistem Sprinkler Di era sekarang, dimana semakin banyaknya bangunan-bangunan pencakar langit dan semakin mdern-nya bangunan yang didirikan, sistem penanggulangan kebakaran memegang peranan penting pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan. Ungkapan yang sering kita dengar tersebut menggambarkan bahwa api mempunyai manfaat yang banyak tetapi juga dapat mendatangkan

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN BAB IV: KONSEP PERANCANGAN 4.1 Konsep Massa Bangunan Konsep massa bangunan di ambil dari axis terhadap site di Tapak dan lingkungan sekitar. 1. Letak site yang berdempetan dengan kawasan candi prambanan

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA Bagian 5 dari 5 Pedoman PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN & ANALISA

BAB IV PEMBAHASAN & ANALISA BAB IV PEMBAHASAN & ANALISA 4.1. Pembahasan Instalasi Pemipaan Sprinkler Pada instalasi pemipaan sprinkler terdapat satu riser (pipa tegak) dimana riser ini diameter pipanya adalah sebesar 100 mm yang

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI 3 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Pustaka II.1.1.Fluida Fluida dipergunakan untuk menyebut zat yang mudah berubah bentuk tergantung pada wadah yang ditempati. Termasuk di dalam definisi ini adalah

Lebih terperinci

Overview of Existing SNIs for Refrigerant

Overview of Existing SNIs for Refrigerant One day Seminar on Energy Efficient Machinery for Building 19 Mei 2016 Bromo Room, Gedung Pusat Niaga, 6th Floor JAKARTA INTERNATIONAL EXPO, KEMAYORAN Overview of Existing SNIs for Refrigerant Ari D. Pasek

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas Bab V PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG 5.1. Program Dasar Perencanaan 5.1.1. Program Ruang No Kelompok Kegiatan Luas 1 Kegiatan Administrasi ± 1.150 m 2 2 Kegiatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2004 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2004 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Bangunan Gedung Pengertian bangunan gedung menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

Lebih terperinci

5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 1

5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 1 Bagian PROTEK.KEB 5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 1 5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 2 Phenomena kebakaran 5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 3 Lapis I Pet. Peran Kebakaran Lapis II Fire Men FIRE

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Gedung

BAB III LANDASAN TEORI. A. Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Gedung A III LANDASAN TEORI A. Evaluasi Sistem Proteksi ebakaran Gedung Evaluasi terhadap sistem proteksi kebakaran dapat dilakukan dengan menggunakan suatu jenis pedoman. Salah satu pedoman yang bisa dipakai

Lebih terperinci

Proteksi Bahaya Kebakaran Kebakaran Kuliah 11

Proteksi Bahaya Kebakaran Kebakaran Kuliah 11 Proteksi Bahaya Kebakaran Kuliah 11 Penanggulangan Bahaya Kebakaran Beberapa kebakaran pabrik yang menewaskan pekerja di China dalam 10 th Tahun Tempat Perusahaan Meninggal 1991 Cina Pabrik jas hujan 72

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa ancaman bahaya

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Obyek Penelitian

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Obyek Penelitian BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Hotel UNY yang beralamat di Jl Karangmalang Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta. Lokasi Hotel UNY dapat dikatakan sangat strategis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada era globalisasi sekarang ini, semua negara berlomba-lomba untuk meningkatkan kemampuan bersaing satu sama lain dalam hal teknologi. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM API. Regina Tutik Padmaningrum Jurdik Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta

KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM API. Regina Tutik Padmaningrum   Jurdik Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM API Regina Tutik Padmaningrum e-mail: regina_tutikp@uny.ac.id Jurdik Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta Alat Pemadam Api adalah semua jenis alat ataupun bahan pemadam

Lebih terperinci

PERANCANGAN HIDRAN DAN GROUNDING TANGKI DI STASIUN PENGUMPUL 3 DISTRIK 2 PT.PERTAMINA EP REGION JAWA FIELD CEPU. Aditya Ayuningtyas

PERANCANGAN HIDRAN DAN GROUNDING TANGKI DI STASIUN PENGUMPUL 3 DISTRIK 2 PT.PERTAMINA EP REGION JAWA FIELD CEPU. Aditya Ayuningtyas PERANCANGAN HIDRAN DAN GROUNDING TANGKI DI STASIUN PENGUMPUL 3 DISTRIK 2 PT.PERTAMINA EP REGION JAWA FIELD CEPU Aditya Ayuningtyas Latar Belakang SP 3 Distrik 2 Nglobo Ledok PT.Pertamina EP Field Cepu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran merupakan kejadian timbulnya api yang tidak diinginkan atau api yang tidak pada tempatnya, di mana kejadian tersebut terbentuk oleh tiga unsur yaitu unsur

Lebih terperinci

AQA-KC105AGC6 AQA-KC105AG6 AQA-KC109AG6. Trouble shooting Air Conditioner. Split Type Air Conditioner TROUBLE SHOOTING AIR CONDITIONER

AQA-KC105AGC6 AQA-KC105AG6 AQA-KC109AG6. Trouble shooting Air Conditioner. Split Type Air Conditioner TROUBLE SHOOTING AIR CONDITIONER Trouble shooting Air Conditioner Split Type Air Conditioner AQA-KC05AGC6 AQA-KC05AG6 AQA-KC09AG6 Trouble shooting Page Unit indoor tidak dapat menerima sinyal dari remote kontrol atau remote kontrol tidak

Lebih terperinci

2. Pengantar Pengetahuan Tentang Api SUBSTANSI MATERI

2. Pengantar Pengetahuan Tentang Api SUBSTANSI MATERI 2. Pengantar Pengetahuan Tentang Api Modul Diklat Basic PKP-PK 2.1 Pengertian tentang api 2.1.1 Reaksi terjadinya api Api merupakan hasil peristiwa/reaksi kimia antara bahan bakar, oksigen dan sumber panas/sumber

Lebih terperinci

BAB II PIRANTI INPUT DAN OUTPUT. Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan

BAB II PIRANTI INPUT DAN OUTPUT. Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan BAB II PIRANTI INPUT DAN OUTPUT 2. 1. Pendahuluan Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen, sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur.

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur. BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap evaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM Lambelu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

Pasal 9 ayat (3),mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran

Pasal 9 ayat (3),mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran PENANGGULANGAN KEBAKARAN PENDAHULUAN DATA KASUS KEBAKARAN Tahun 1990-1996 Jumlah kejadian : 2033 kasus 80% kasus di tempat kerja 20% kasus bukan di tempat kerja Tahun 1997-2001 Jumlah kejadian : 1121 kasus

Lebih terperinci

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN DISPENSER DOMO

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN DISPENSER DOMO SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN DISPENSER DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian ini dengan

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PENJERNIHAN AIR MENGGUNAKAN SAND FILTER DAN KARBON FILTER SERTA PENDISTRIBUSIAN AIR DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW

ANALISA SISTEM PENJERNIHAN AIR MENGGUNAKAN SAND FILTER DAN KARBON FILTER SERTA PENDISTRIBUSIAN AIR DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW ANALISA SISTEM PENJERNIHAN AIR MENGGUNAKAN SAND FILTER DAN KARBON FILTER SERTA PENDISTRIBUSIAN AIR DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW NAMA : Rangga Erlangga NPM : 15411866 FAKULTAS : Teknologi Industri JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Istilah dan Definisi 2.1.1 Bangunan Gedung Wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO

TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO 6506 040 032 Latar Belakang PT. Philips Indonesia merupakan pabrik lampu yang dalam proses

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2006 SERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN

Lebih terperinci

BAB III PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA INDUSTRI MAKANAN PT. FORISA NUSAPERSADA

BAB III PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA INDUSTRI MAKANAN PT. FORISA NUSAPERSADA BAB III PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA INDUSTRI MAKANAN PT. FORISA NUSAPERSADA 3.1 UMUM Pada suatu industri, untuk menghasilkan suatu produk dibutuhkan peralatan yang memadai. Dalam pemakaian peralatan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA GEDUNG KANTOR 5 LANTAI PT. RAKA UTAMA. Disusun oleh : PRILIAN YUSPITA

TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA GEDUNG KANTOR 5 LANTAI PT. RAKA UTAMA. Disusun oleh : PRILIAN YUSPITA TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA GEDUNG KANTOR 5 LANTAI PT. RAKA UTAMA Disusun oleh : PRILIAN YUSPITA 41114110046 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit)

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit) Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit) Pertanyaan : 1. Apakah RSUP H Adam Malik mempunyai

Lebih terperinci

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur. KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ground Tank Ground tank atau dalam bahasa Indonesia lebih sering disebut Tangki bawah tanah, merupakan salah satu bentuk bak penampungan air yang dibangun atau diletakkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Darurat (Emergency) Pada Bangunan Gedung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Darurat (Emergency) Pada Bangunan Gedung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Darurat (Emergency) Pada Bangunan Gedung Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya

Lebih terperinci

PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN Makalah disampaikan pada Pelatihan Manajemen Perawatan Preventif Sarana dan Prasarana Pendidikan untuk Kepala atau Wakil Kepala SLTP/MTs sebagai Sekolah Target diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PERANCANGAN

BAB III DATA DAN PERANCANGAN BAB III DATA DAN PERANCANGAN 3.1. Data Bangunan Berikut ini tabel 3.1. data bangunan pada gedung Oria Hotel beserta fungsi, kelas, dan klasifikasi bangunan : Tabel 3.1. Data Bangunan Gedung Oria Hotel

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PROTEKSI KEBAKARAN UNTUK MENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN PADA BANGUNAN INDUSTRI GARMENT

STUDI EVALUASI PROTEKSI KEBAKARAN UNTUK MENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN PADA BANGUNAN INDUSTRI GARMENT STUDI EVALUASI PROTEKSI KEBAKARAN UNTUK MENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN PADA BANGUNAN INDUSTRI GARMENT ARTIKEL DISUSUN OLEH : NAMA : Dra.Kristina Sembiring,ST,MT Nama : Ir.Bertinus simanihuruk,mt PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Program Perencanaan Didasari oleh beberapa permasalahan yang ada pada KOTA Kudus kususnya dibidang olahraga dan kebudayaan sekarang ini, maka dibutuhkan

Lebih terperinci

189. Setiap kuantitas yang lebih besar dari 50 liter harus dihapus dari ruang ketika tidak digunakan dan disimpan di toko yang dirancang dengan baik

189. Setiap kuantitas yang lebih besar dari 50 liter harus dihapus dari ruang ketika tidak digunakan dan disimpan di toko yang dirancang dengan baik Ducting Standard : 67. Duct harus diatur sehingga uap tidak berkondensasi dan mengendap di dasar duct. Dalam kebanyakan kasus sebaiknya saluran ventilasi diakhiri dengan : Setidaknya 3 meter di atas level

Lebih terperinci

BUKU PETUNJUK DWP 375A - 1 -

BUKU PETUNJUK DWP 375A - 1 - BUKU PETUNJUK UNTUK TIPE: SP 127, SP 129A, SP 130A, SWP 100, SWP 250A, DWP 255A,DWP DWP 375A DWP 505A, DPC 260A - 1 - Pembukaan Sebelum menyalakan pompa harap membaca buku petunjuk ini terlebih dahulu

Lebih terperinci

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN DISPENSER DOMO

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN DISPENSER DOMO SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN DISPENSER DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian ini dengan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Perancangan Perancangan Asrama Mahasiswa Universitas Mercu Buana ini diharapkan dapat menjadi hunian asrama yang nyaman aman dan mudah dijangkau bagi mahasiswa Universitas

Lebih terperinci

1. Bagian Utama Boiler

1. Bagian Utama Boiler 1. Bagian Utama Boiler Boiler atau ketel uap terdiri dari berbagai komponen yang membentuk satu kesatuan sehingga dapat menjalankan operasinya, diantaranya: 1. Furnace Komponen ini merupakan tempat pembakaran

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA

PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA PEDOMAN TEKNIS PENYIMPANAN TABUNG LPG DI PENYALUR DAN PENGGUNAAN LPG UNTUK PENGGUNA Bagian 5 dari 5 Pedoman PEDOMAN TEKNIS INSTALASI PENGISIAN, PENANGANAN DAN PENGGUNAAN SERTA PEMERIKSAAN BERKALA LIQUEFIED

Lebih terperinci

Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung.

Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung. Kembali SNI 03-6574-2001 Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda arah dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung. 1 Ruang Lingkup. 1.1 Standar pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN PADA PERKANTORAN DAN PABRIK LABEL MAKANAN PT XYZ DENGAN LUAS BANGUNAN 1125 M 2

PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN PADA PERKANTORAN DAN PABRIK LABEL MAKANAN PT XYZ DENGAN LUAS BANGUNAN 1125 M 2 129 PERANCANGAN SISTEM PEMADAM KEBAKARAN PADA PERKANTORAN DAN PABRIK LABEL MAKANAN PT XYZ DENGAN LUAS BANGUNAN 1125 M 2 Muhammad Al Haramain 1*, Riki Effendi 2, Febri Irianto 3 1,2,3 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat

Lebih terperinci

DA V Series BUKU PETUNJUK PENGGUNAAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DAN KARTU GARANSI DAFTAR ISI

DA V Series BUKU PETUNJUK PENGGUNAAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DAN KARTU GARANSI DAFTAR ISI NOMOR : P.20.INDO3.00201.0212 DA V Series BUKU PETUNJUK PENGGUNAAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DAN KARTU GARANSI DAFTAR ISI HAL. Kata Pengantar Bagian 1 Bagian 2 Bagian 3 Bagian 4 Bagian 5 Bagian 6 Bagian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 10 TAHUN 2007 SERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Branch Exchange) dengan Hunting System.

Branch Exchange) dengan Hunting System. JARINGAN EKSTERNAL TELEPON KAWASAN Sistem komunikasi: PABX (Private Automatic Branch Exchange) dengan Hunting System. Jaringan sambungan dari PT TELKOM masuk ke Terminal Box Telkom (TB-TEL) di Ruang Operator

Lebih terperinci

AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Gambar 1. Alat AAS

AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Gambar 1. Alat AAS AAS ( Atomic Absorption Spektrophotometry) Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada

Lebih terperinci

SPRINKLER DI GUDANG PERSONAL WASH PT. UNILEVER INDONESIA TBK. Wisda Mulyasari ( )

SPRINKLER DI GUDANG PERSONAL WASH PT. UNILEVER INDONESIA TBK. Wisda Mulyasari ( ) PERANCANGAN FOAM WATER SPRINKLER DI GUDANG PERSONAL WASH PT. UNILEVER INDONESIA TBK Oleh : Wisda Mulyasari (6507 040 018) BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Undang no 1 tahun 1970, pasal 3 ayat (1) huruf

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PLAMBING AIR BERSIH GEDUNG FAVE HOTEL PADANG DESIGN OF PLUMBING WATER SUPPLY AT FAVE HOTEL PADANG

PERANCANGAN SISTEM PLAMBING AIR BERSIH GEDUNG FAVE HOTEL PADANG DESIGN OF PLUMBING WATER SUPPLY AT FAVE HOTEL PADANG PERANCANGAN SISTEM PLAMBING AIR BERSIH GEDUNG FAVE HOTEL PADANG DESIGN OF PLUMBING WATER SUPPLY AT FAVE HOTEL PADANG Puti Sri Komala*, Suarni S. Abuzar, Zikra Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PEMADAM TERINTEGRASI DAN ANALISA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LISTRIK PADA ELECTRICITY BUILDING PLANT DAN SERVER ROOM (PT

PERANCANGAN SISTEM PEMADAM TERINTEGRASI DAN ANALISA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LISTRIK PADA ELECTRICITY BUILDING PLANT DAN SERVER ROOM (PT ASSALAMMUALAIKUM PERANCANGAN SISTEM PEMADAM TERINTEGRASI DAN ANALISA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LISTRIK PADA ELECTRICITY BUILDING PLANT DAN SERVER ROOM (PT.SCHERING-PLOUGH)) HANA FATMA WT LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN

BAB VI HASIL PENELITIAN 45 BAB VI HASIL PENELITIAN 6.1. Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran Tabel dibawah ini merupakan identifikasi bahaya kebakaran di dan diklasifikasikan menurut SNI 03-3989-2000. Tabel 6.1 Identifikasi

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN OBJEK VITAL DAN FASILITAS PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang

Lebih terperinci