BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, tempat kerja ialah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. 2. Potensi Bahaya Menurut Building and Plant Safety Institute (2007), potensi bahaya (hazard) adalah suatu kondisi atau keadaan pada suatu proses, alat, mesin, bahan atau cara kerja yang secara intrisik atau alamiah dapat menjadikan luka, cidera bahkan kematian pada manusia serta menimbulkan kerusakan pada alat dan lingkungan. Bahaya (danger) adalah suatu kondisi hazard yang terekspos atau terpapar pada lingkungan sekitar dan terdapat peluang besar terjadinya kecelakan atau insiden. Identifikasi potensi kebakaran merupakan langkah penting dalam proses evaluasi potensi kebakaran karena hanya setelah potensi bahaya diketahui, maka dapat dianalisa tingkat kemungkinan terjadinya kebakaran dan tingkat keparahannya. Keberhasilan usaha identifikasi tergantung pada dua faktor yaitu tersedianya data bagaimana cara 6

2 7 mengorganisasinya. Identifikasi bahaya merupakan survey tentang kondisi yang paling memungkinkan terjadinya kebakaran. Identifikasi hendaknya meliputi seluruh area gedung bangunan, termasuk fasilitas produksi, kantor, dan gudang. Menurut Wahyu (2013), identifikasi bahaya guna mengetahui potensi bahaya dalam setiap pekerjaan dan proses kerja. Identifikasi bahaya dilakukan bersama pengawas pekerjaan atau petugas K3. Identifikasi bahaya menggunakan teknik yang sudah dibakukan, misalnya seperti Check List, Job Safety Analysis (JSA), Job Safety Observation (JSO), What If, Hazops, dan sebagainya. Semua hasil identifikasi bahaya harus didokumentasikan dengan baik dan dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan. Identifikasi harus menjangkau tentang dua hal yaitu potensi kebakaran yang kelihatan dan tidak kelihatan. Pengertian bahaya yang tidak kelihatan adalah seperti kebocoran pipa, bejana atau tangki yang berisi cairan mudah terbakar dan meledak. Kebocoran ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya erosi, korosi, expansion dan contraction, kerusakan material dan kerusakan fisik. Jika terjadi kerusakan pada pipa, tangki atau bejana beberapa kemungkinan yang dapat terjadi seperti flash fire, pool fire, vapor cloud explosion atau fire ball/bleve. Menurut Building and Plant Safety Institute (2007), dalam memprediksi risiko kebakaran juga dimasukkan unsur-unsur penyebab

3 8 kebakaran, misalnya bahaya listrik, hot work, rokok, cairan yang mudah terbakar dan ancaman pembakaran yang disengaja. Secara garis besar, tujuan identifikasi adalah: a. Mengetahui potensi bahaya kebakaran yang ada di tempat kerja. b. Mengetahui lokasi dan potensi kebakaran. Sehingga metodologi-metodologi yang dilakukan dalam mengidentifikasi bahaya menurut Building and Plant Safety Institute (2007), antara lain adalah: a. Catatan rekaman data kebakaran Identifikasi dilakukan menggunakan data insiden atau kejadian kebakaran yang pernah terjadi sebelumnya baik pada perusahaan itu sendiri maupun kejadian kebakaran di tempat lain. Metode ini dimaksudkan agar dapat dipakai sebagai pengalaman dari kebakaran yang pernah terjadi dengan berbagai variabel dan parameter penyebab kebakaran, namun identifikasi hanya sebagai data pendukung dalam mengidentifikasi potensi. b. Survey potensi Identifikasi jenis ini merupakan survey terhadap semua kondisi yang dapat menimbulkan kebakaran dengan menggunakan daftar periksa, yang meliputi berbagai aspek, yaitu:

4 9 1) Material Membuat daftar semua material secara kuantitatif dan kualitatif dengan kondisi dan kemungkinan kebakaran yang ditimbulkan. 2) Peralatan proses Menginventarisasi semua proses dan peralatan yang berpotensi untuk terjadinya kebakaran. Memantau sumber bahaya dari suatu sistem sampai ke komponen-komponen. 3) Kondisi lingkungan Membuat daftar semua kondisi lingkungan kerja yang mempunyai kemungkinan menimbulkan kebakaran. 3. Kebakaran a. Pengertian Kebakaran merupakan api yang tidak terkontrol dan tidak dikehendaki karena dapat menimbulkan kerugian baik harta benda maupun korban jiwa (Building and Plant Safety Institute (BPSI), 2007). b. Teori Segitiga Api Kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga unsur yang saling berhubungan, yaitu adanya bahan yang bisa terbakar, adanya kecukupan oksigen, dan adanya sumber panas atau nyala (Suma mur, 1997). Tiga unsur tersebut dinamakan Segitiga Api.

5 10 Sehingga apabila salah satu tersebut dihilangkan maka api akan padam. 1) Bahan Yang Mudah Terbakar Umumnya semua bahan atau benda di bumi dapat terbakar. Suatu benda atau bahan dapat secara mudah atau sulit terbakar sangat tergantung atau sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang akan dijelaskan berikut ini. a) Titik nyala (flash point) Titik nyala (flash point) ialah temperatur terendah dari suatu bahan untuk dapat diubah bentuk menjadi uap, dan akan menyala bila tersentuh api (menyala sekejap). Makin rendah titik nyala suatu bahan, maka bahan tersebut akan makin mudah terbakar, sebaliknya makin tinggi titik nyalanya, maka bahan tersebut akan makin sulit terbakar. Bahan yang titik nyalanya rendah digolongkan sebagai bahan yang mudah terbakar. Contohnya: (1) Benda padat : kayu, kertas, karet, plastik, tekstil. (2) Benda cair : bensin, spiritus, oli, spiritus. (3) Benda gas : asetilin, butan. b) Titik bakar (fire point) Titik bakar (fire point) ialah temperatur terendah dimana suatu zat atau bahan cukup mengeluarkan uap dan terbakar

6 11 (menyala terus-menerus) bila diberi sumber panas. Suatu bahan akan terbakar apabila telah mencapai titik bakar (fire point). Titik nyala antara zat dengan zat lain berbeda-beda, contoh : bensin = 50 C. c) Batas Nyala (flammable range) Batas nyala (flammable range) atau sering disebut juga batas ledak (explosive range) adalah konsentrasi atau campuran uap bahan bakar dengan oksigen dari udara yang dapat nyala atau meledak jika terdapat sumber panas. Semakin tinggi kadar bahan bakar di udara semakin sulit nyala dan sebaliknya jika kadar bahan bakar terlalu kecil juga sulit untuk menyala. Batas konsentrasi terendah dan tertinggi tersebut disebut batas nyala atau batas ledak yang terdiri atas batas nyala atau ledak bawah (Lower Explosive Limit-LEL) dan batas nyala atau ledak atas (Upper Explosive Limit-UEL). Batas Nyala atau Ledak (Explosive Limit) yaitu batas antara LEL dan UEL dimana bahan bakar dan oksigen berada pada batasan konsentrasi yang cukup untuk menyala. (1) Batas Ledak Bawah (Lower Explosive Limit-LEL) yaitu batas konsentrasi terendah uap bahan bakar dengan oksigen yang dapat menyala.

7 12 (2) Batas Ledak Atas (Upper Explosive Limit-UEL) yaitu batas konsentrasi tertinggi uap bahan bakar dengan oksigen yang dapat menyala. Gambar 1. Batas Nyala dengan Bahan Udara Sumber : Fatma, ) Suhu Penyalaan Sendiri (Auto Ignition Temperature) Suhu penyalaan sendiri (auto ignition temperature) yaitu temperatur dimana suatu zat dapat menyala dengan sendirinya tanpa adanya sumber panas dari luar. Contoh : bensin = 257,2 C, asetelin = 335 C, butan = 405 C. 3) Oksigen (O 2 ) Oksigen (O 2 ) terdapat di udara bebas. Dalam keadaan normal, prosentase oksigen di udara bebas adalah 21%. Karena oksigen adalah suatu gas pembakar, maka keberadaan oksigen akan sangat menentukan keaktifan pembakaran. Suatu tempat dinyatakan masih mempunyai keaktifan pembakaran, bila kadar

8 13 oksigennya lebih dari 15%. Sedangkan pembakaran tidak akan terjadi bila kadar oksigen di udara kurang dari 12%. Oleh karena itu, salah satu teknik pemadaman api yaitu dengan cara menurunkan kadar oksigen di sekitar daerah pembakaran menjadi kurang dari 12%. c. Tahapan Kebakaran Menurut Soehatman (2010), kebakaran tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui tahapan atau tingkat pengembangan api. Setiap kebakaran selalu dimulai dengan adanya percikan api atau penyalaan. Api dapat membesar dengan cepat atau secara perlahanlahan tergantung situasi dan kondisi yang mendukung, seperti jenis bahan yang terbakar, suplai oksigen yang cukup dan panas yang tinggi. Fase ini disebut pertumbuhan api (growth stage). Api dapat dengan singkat berkobar besar, tetapi dapat juga berkembang perlahan 1 sampai 10 menit. Pada saat ini api menuju tahap sempurna dengan temperatur mencapai 1000 F (537 C). Selanjutnya jika kondisi mendukung, maka api akan berkembang menuju puncaknya. Semua bahan bakar yang ada akan dilahap dan kobaran api akan membubung tinggi. Penjalaran api karena konvensi ibarat efek domino yang membakar semua bahan yang ada dengan cepat. Terjadi sambaran-sambaran atau penyalaan (flashover) dan temperatur mencapai puncaknya sekitar C.

9 14 Setelah mencapai puncaknya, dan bahan bakar mulai menipis api akan menurun intensitasnya yang disebut fase pelapukan api (decay). Api mulai membentuk bara-bara jika api terjadi dalam ruangan. Produksi asap semakin meningkat karena kebakaran tidak lagi sempurna. Temperatur kebakaran mulai menurun. Jika kebakaran terjadi dalam ruangan, maka ruangan akan mulai dipenuhi oleh gas-gas hasil kebakaran yang siap meledak atau tersambar ulang yang disebut dengan back draft. Terjadi letupan-letupan kecil di beberapa tempat. Udara panas di dalam, juga mendorong aliran oksigen masuk ke daerah kebakaran karena tekanan udara lebih rendah dibanding tekanan udara luar. Namun secara perlahan dan pasti, api akan berhenti total setelah semua bahan yang terbakar musnah. Tahap tersebut dapat dilihat pada kurva suhu api di bawah ini. Gambar 2. Tahap Perkembangan Api Sumber : Suprapto, 2007

10 15 d. Klasifikasi Kebakaran Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per.04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan APAR menetapkan bahwa klasifikasi kebakaran di Indonesia dibedakan menjadi empat kelas, pada tiap klasifikasi ditentukan dengan membedakan bentuk dan jenis media pemadamnya. Keempat kelas tersebut, yaitu: Tabel 1. Klasifikasi Kebakaran RISIKO MATERIAL ALAT PEMADAM Kelas A Kebakaran bahan padat kecuali logam (kertas, kayu, kain, wol) Air dan Dry Chemical Powder Kelas B Kebakaran bahan cair (minyak, cat, alkohol) dan gas Dry Chemical Foam dan Powder Kelas C Kebakaran pada listrik yang bertegangan Powder Kelas D Kebakaran jenis bahan logam seperti uranium Powder Sumber : Permenakertrans No. Per-04/MEN/1980 e. Penyebab Kebakaran Menurut Building and Plant Safety Institute (BPSI), penyebab kebakaran antara lain: 1) Manusia Kesalahan manusia dapat berupa kurang hati-hati dalam menggunakan alat yang dapat menimbulkan api atau kurangnya pengertian tentang bahaya kebakaran. Contoh: merokok atau memasak. 2) Alat Penyebab dari alat karena kualitas alat yang rendah, cara penggunaan yang salah, pemasangan instalasi yang kurang

11 16 memenuhi syarat. Contoh: pemakaian daya listrik yang berlebihan atau kebocoran. 3) Alam Penyebab yang dari alam sebagai contohnya adalah panasnya matahari yang amat kuat dan terus menerus memancarkan panasnya sehingga dapat menimbulkan kebakaran. 4) Penyalaan sendiri Penyalaan sendiri yang dimaksud adalah reaksi dari bahanbahan kimia yang dapat menyebabkab kebakaran. Sebagai contoh adalah kebakaran gudang kimia akibat reaksi kimia yang disebabkan oleh kebocoran atau hubungan pendek listrik. 5) Kebakaran disengaja Kebakaran yang disengaja seperti sabotase dan untuk mendapatkan asuransi ganti rugi. Penyebab kebakaran dapat dilihat secara mendalam dari beberapa faktor berikut di bawah ini: a) Faktor non fisik (1) Lemahnya peraturan perundang-undangan yang ada, serta kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaannya (Peraturan Daerah No.3 Tahun 1992). (2) Adanya kepentingan yang berbeda antar berbagai instansi yang berkaitan dengan usaha-usaha pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran.

12 17 (3) Kondisi masyarakat yang kurang mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai usaha pencegahan terhadap bahaya kebakaran. (4) Lemahnya usaha pencegahan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan yang dikaitkan dengan faktor ekonomi, dimana pemilik bangunan terlalu mengejar keuntungan dengan cara melanggar peraturan yang berlaku. (5) Dana yang cukup besar untuk menanggulangi bahaya kebakaran pada bangunan terutama bangunan tinggi. b) Faktor fisik (1) Keterbatasan jumlah personil dan unit pemadam kebakaran serta peralatan. (2) Kondisi gedung, terutama gedung tinggi yang tidak teratur. (3) Kondisi lalu lintas yang tidak menunjang pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran. (Building and Plant Safety Institute (BPSI), 2007) 4. Fire Safety Management Fire Safety Management (FSM) adalah sistem pengelolaan atau pengendalian unsur-unsur manusia, sarana atau peralatan, biaya, bahan, metode dan informasi untuk menjamin dan meningkatkan keamanan total pada bangunan terhadap bahaya kebakaran (Agus, 2011). Untuk bangunan tempat tinggal yang mempunyai kapasitas lebih dari 50

13 18 penghuni dan untuk bangunan umum seperti theater, pertokoan, tempat ibadah, yang mempunyai kapasitas lebih dari 30 orang, harus memiliki dan melaksanakan manajemen sistem pengamanan kebakaran. Manajemen sistem kebakaran berada di bawah koordinasi seorang penanggungjawab yang akan mengelola tugas-tugas sebagai berikut: a. Penyusunan rencana strategi sistem pengamanan kebakaran. b. Pengadaan latihan pemadaman kebakaran secara periodik, minimum sekali setahun. c. Pemeriksaan dan pemeliharaan perangkat pencegahan dan penanggulangan kebakaran. d. Pemeriksaan secara berkala ruang-ruang yang menyimpan bahanbahan yang mudah terbakar atau yang mudah meledak, minimum setahun sekali. e. Evakuasi penghuni atau pemakai bangunan pada waktu terjadi kebakaran. Menurut Soehatman (2010), manajemen kebakaran dilaksanakan dalam 3 tahapan yang dimulai dari pencegahan, penanggulangan kebakaran dan rehabilitasinya. Pencegahan dilakukan sebelum kebakaran terjadi (pra kebakaran), penanggulangan dilakukan saat kejadian dan rehabilitasi dijalankan setelah kebakaran (pasca kebakaran). a. Pra Kebakaran Pra kebakaran yaitu langkah-langkah yang dilakukan sebelum kebakaran terjadi atau disebut juga pencegahan kebakaran (fire

14 19 prevention). Pencegahan kebakaran merupakan tahap strategis, karena dilakukan untuk mencegah agar kebakaran tidak terjadi. Dalam fase pencegahan ini banyak upaya yang dilakukan, misalnya menetapkan kebijakan, melakukan pelatihan, rancang bangun, membuat analisa risiko kebakaran dan prosedur keselamatan. Menurut Soehatman (2010), pada tahap pencegahan ini dilakukan 3E yaitu: 1) Engineering Engineering merupakan perancangan sistem manajemen kebakaran yang baik, termasuk sarana proteksi kebakaran mulai sejak rancang bangun sampai pengoperasian fasilitas. 2) Education Education merupakan upaya membina ketrampilan, keahlian, kemampuan dan kepedulian mengenai kebakaran, termasuk tata cara memadamkan kebakaran dan membina budaya sadar kebakaran. 3) Enforcement Enforcement seperti upaya penegakan prosedur, perundangan atau ketentuan mengenai kebakaran yang berlaku bagi organisasi. Enforcement dapat dilakukan secara eksternal atau oleh pihak eksternal seperti instansi pemerintah dalam memantau pelaksanaan perundangan dan ketentuan mengenai kebakaran.

15 20 Dalam tahapan pra kebakaran terdapat tahapan penanggulangan kebakaran yang meliputi unit penanggulangan kebakaran serta regu penanggulangan kebakaran. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, penanggulangan kebakaran adalah segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran. Unit penanggulangan kebakaran ialah unit kerja yang dibentuk dan ditugasi untuk menangani masalah penanggulangan kebakaran di tempat kerja yang meliputi kegiatan administrasi, identifikasi sumbersumber bahaya, pemeriksaaan, pemeliharaan dan perbaikan sistem proteksi kebakaran. Pembentukan unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.KEP.186/MEN/1999 tentang Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, dengan memperhatikan jumlah tenaga kerja dan atau klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran. 1) Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran yaitu: a) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran ringan Bahaya kebakaran ringan ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair yang mudah terbakar memiliki jumlah sedikit.

16 21 Contoh yang termasuk bahaya ringan adalah kantor, kelas, tempat ibadah, lobi hotel. b) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran menengah Bahaya kebakaran sedang ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair yang mudah terbakar memiliki jumlah yang lebih dari klasifikasi bahaya ringan. Contoh yang termasuk bahaya sedang adalah bangunan perkantoran, rekreasi, pendidikan (ruang praktikum), area makan, tempat parkir. c) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran tinggi Bahaya kebakaran tinggi ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair yang mudah terbakar yang sedang digunakan, yang masih tersimpan, dan/atau sisa prosuk melebihi kapasitas. Tempat ini meliputi bangunan transportasi (terminal), pasar raya, gudang, bengkel, hanggar, penggergajian kayu, pengecatan. (NFPA 10 Standard for Portable Fire Extinguishers, 2002) 2) Unit penanggulangan kebakaran terdiri dari: a) Petugas peran kebakaran b) Regu penanggulangan kebakaran c) Koordinator unit penanggulangan kebakaran d) Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai penanggungjawab teknis.

17 22 Ketentuan Petugas Pemadam Kebakaran: 1) Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a, sekurang-kurangnya 2 (dua) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 25 (dua puluh lima) orang. 2) Regu penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dan huruf d, ditetapkan untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I yang mempekerjakan tenaga kerja 300 (tiga ratus) orang, atau lebih, atau setiap tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran sedang II, sedang III dan berat. 3) Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pasal 5 huruf c, ditetapkan sebagai berikut: a) Untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 100 (seratus) orang. b) Untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran sedang II dan sedang III dan berat, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap unit kerja. Tugas petugas pemadam kebakaran adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi dan melaporkan tentang adanya faktor dapat menimbulkan bahaya kebakaran 2) Memadamkan kebakaran pada tahap awal 3) Mengarahkan evakuasi orang dan barang

18 23 4) Mengadakan koordinasi dengan instansi terkait 5) Mengamankan lokasi kebakaran Untuk dapat ditunjuk menjadi petugas peran kebakaran harus memenuhi syarat: 1) Sehat jasmani dan rohani. 2) Pendidikan minimal SLTP. 3) Telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar I. Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c mempunyai tugas: 1) Memimpin penanggulangan kebakaran sebelum mendapat bantuan dari instansi yang berwenang. 2) Menyusun program kerja dan kegiatan tentang cara penanggulangan kebakaran. 3) Mengusulkan anggaran, sarana dan fasilitas penanggulangan kebakaran kepada pengurus. Regu penanggulangan kebakaran ialah satuan tugas yang mempunyai tugas khusus fungsional di bidang penanggulangan kebakaran. Regu penanggulangan kebakaran mempunyai tugas: 1) Mengidentifikasi dan melaporkan tentang adanya faktor yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran. 2) Melakukan pemeliharaan sarana proteksi kebakaran.

19 24 3) Memberikan penyuluhan tentang penanggulangan kebakaran pada tahap awal. 4) Membantu menyusun buku rencana tanggap darurat kebakaran. 5) Memadamkan kebakaran. 6) Mengarahkan evakuasi orang dan barang. 7) Mengadakan koordinasi dengan instansi terkait. 8) Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan. 9) Mengamankan lokasi tempat kerja. 10) Melakukan koordinasi seluruh petugas peran kebakaran. Untuk dapat ditunjuk menjadi regu penanggulangan kebakaran harus memenuhi syarat: 1) Sehat jasmani dan rohani. 2) Usia minimal 25 tahun dan maksimal 45 tahun. 3) Pendidikan minimal SLTA. 4) Telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar II. 5) Bekerja pada perusahaan yang bersangkutan dengan masa kerja minimal 5 tahun, telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar I, tingkat dasar II dan tingkat Ahli K3 Pratama. b. Saat Kebakaran Tahap berikutnya adalah saat kebakaran terjadi atau disebut juga fire fighting. Tahap ini merupakan langkah kunci untuk

20 25 menanggulangi dan memadamkan kebakaran secepat mungkin sehingga korban dan kerugian dapat dicegah. Dalam fase ini dikembangkan sistem tanggap darurat yang baik dan efektif, sehingga kebakaran dapat dipadamkan dengan cepat sebelum sempat membesar. Fase ini juga berkaitan dengan berfungsinya sistem proteksi kebakaran yang telah dipasang atau disediakan di dalam fasilitas. Sistem pemadam otomatis misalnya, diharapkan akan bekerja sesuai peruntukannya. Dengan demikian api dapat dipadamkan dengan segera. c. Pasca Kebakaran Langkah ini dilakukan setelah kebakaran terjadi yaitu fase rehabilitasi dan rekonstruksi dampak kebakaran. Kegiatan operasi harus dipulihkan kembali, korban harus dirawat dan dikembalikan kesehatannya, seperti semula, keluarga korban meninggal diberi santunan dan dukungan agar tidak menderita. Termasuk dalam fase ini adalah melakukan investigasi atau penyelidikan kebakaran untuk mengetahui faktor penyebabnya. Penyelidikan ini sangat penting dilakukan dengan segera setelah kebakaran terjadi, untuk menghindarkan hilangnya bukti atau fakta kejadian. Hasil penyelidikan ini hendaknya digunakan sebagai masukan dalam menyusun kebijakan, peraturan, standar atau pedoman bagi semua pihak. Tanpa adanya lesson learn ini, program pencegahan kebakaran tidak akan berjalan dengan efektif.

21 26 5. Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran Langkah awal untuk mengembangkan sistem manajemen kebakaran adalah dengan melakukan identifikasi dan penilaian risiko kebakaran yang ada dalam perusahaan atau organisasi. Identifikasi dan penilaian risiko kebakaran (Fire Risk Assessment) pada prinsipnya sama dengan melakukan risiko K3 yang lain melalui pendekatan manajemen risiko (Soehatman, 2010). Menurut Soehatman (2010), langkah pertama adalah melakukan identifikasi apa saja potensi bahaya kebakaran yang ada dalam organisasi. Bahaya kebakaran dapat bersumber dari proses produksi, material, atau bahan yang digunakan, kegiatan kerja yang dijalankan dalam perusahaan serta instalasi yang mengandung potensi risiko. Dalam melakukan identifikasi risiko kebakaran ini dapat dilakukan pendekatan sebagai berikut: a. Sumber kebakaran Mengidentifikasi sumber kebakaran dapat dilakukan melalui pendekatan segitiga api, yaitu sumber bahan bakar, sumber panas, dan sumber oksigen. b. Proses produksi Proses produksi juga mengandung berbagai potensi bahaya kebakaran dan peledakan, misalnya dari tangki timbun, reaktor, proses distilasi, proses pemanasan dan pembakaran. Kegiatan produksi

22 27 misalnya di suatu pabrik kimia sering menggunakan tekanan dan suhu yang tinggi untuk mengolah suatu bahan kimia. Kondisi ini mengakibatkan instalasi tersebut rawan terhadap risiko kebakaran. Demikian juga di dalam bangunan yang digunakan untuk kegiatan memasak atau produksi makanan dan minuman yang menggunakan sumber panas juga mengandung risiko kebakaran. Bengkel pengecatan mobil dengan menggunakan oven atau sistem penyemprotan juga rawan terhadap bahaya kebakaran. c. Material mudah terbakar Identifikasi risiko kebakaran juga memperhitungkan jenis material yang digunakan, disimpan, diolah atau diproduksi di suatu tempat kerja. Jika bahan tersebut tergolong mudah terbakar (flammable material) dengan sendirinya risiko kebakaran semakin tinggi. 6. Sarana Proteksi Kebakaran Sarana proteksi kebakaran adalah perlengkapan atau prasarana yang diperlukan dalam keadaan darurat kebakaran seperti alat penyelamat, alat pertolongan pertama dan sarana komunikasi yang memadai serta memiliki tujuan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran sedini mungkin dengan menggunakan peralatan yang digerakkan secara manual atau otomatis.

23 28 a. Sarana Proteksi Kebakaran Aktif Sistem proteksi aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadam. Selain itu dari sistem ini digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran (Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.10/KPTS/ 2000).

24 29 Tabel 2. Sarana Proteksi Kebakaran Aktif SARANA PROTEKSI AKTIF PENGERTIAN DETEKTOR KEBAKARAN Alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan. INSTALASI ALARM Sistem atau rangkaian alarm kebakaran yang menggunakan detektor panas, detektor asap, detektor nyala api dan titik panggil secara manual serta perlengkapan lainnya yang dipasang pada sistem alarm kebakaran. SPRINKLER Suatu sistem instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara tetap/permanen di dalam bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di tempat mula terjadi kebakaran. ALAT PEMADAM API RINGAN (APAR) Alat pemadam api yang mudah dilayani oleh satu orang, digunakan untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran. HYDRANT Suatu sistem pemadam kebakaran dengan menggunakan air bertekanan. JENIS SUMBER Detektor panas Detektor asap Detektor nyala api Detektor gas kebakaran Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 02/MEN/1983 tentang Instalasi Kebakaran Otomatik Sumber : Hasil Pengolahan Data, Februari 2016 Audible alarm Visible alarm Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 02/MEN/1983 tentang Instalasi Kebakaran Otomatik Dry Pipe System Wet Pipe System Deluge System Preaction System Combined Dry Pipe- Prection Installation of Sprinkler Systems, NFPA 13,2013 Edition. Jenis cairan (air) Jenis busa Jenis tepung kering Jenis gas (hydrocarbon berhalogen dan sebagainya) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per/04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemadaman dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan Hydrant gedung Hydrant halaman SNI tentang Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung

25 30 b. Sarana Proteksi Kebakaran Pasif Sarana proteksi kebakaran pasif dapat didefinisikan sebagai sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran (Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.10/KPTS/2000). Sistem proteksi pasif biasanya juga disebut sebagai sistem perlindungan bangunan dengan menangani api dan kebakaran secara tidak langsung. Caranya dengan meningkatkan kinerja bahan bangunan, struktur bangunan, pengontrolan dan penyediaan fasilitas pendukung penyelamatan terhadap bahaya api dan kebakaran. Yang termasuk di dalam sistem proteksi pasif ini antara lain: 1) Perencanaan dan desain site, akses dan lingkungan bangunan. 2) Perencanaan struktur bangunan. 3) Perencanaan material konstruksi dan interior bangunan. 4) Perencanaan daerah dan jalur penyelamatan (evakuasi) pada bangunan. 5) Manajemen sistem penanggulangan kebakaran.

26 31 7. Prosedur Keadaan Darurat (Fire Emergency Plan) Menurut Building and Plant Safety Institue (2007), kebakarankebakaran yang telah terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa seberapa lengkapnya sarana proteksi kebakaran pada bangunan masih belum menjamin keamanan bangunan dan ancaman bahaya kebakaran, tanpa diterapkannya fire safety management. Di dalam permasalahan fire safety management, satu diantaranya adalah tentang rencana menghadapi kejadian darurat kebakaran (fire safety plan). Dalam rencana tersebut diperkirakan bangunan mengalami kejadian kebakaran. Untuk itu harus dan dipersiapkan tindakan yang harus dilakukan oleh orang yang berada dalam bangunan tersebut, baik untuk penanganan kebakaran tahap awal maupun untuk pelaksanaan evakuasi penghuni. Fire emergency plan sangat penting bagi bangunan yang berisi atau menampung banyak orang. Tanpa rencana tersebut bisa terbayangkan betapa kacaunya penghuni bangunan di saat timbulnya keadaan krisis. Timbulnya keadaan krisis suatu fire emergency plan yang handal (reliable) dalam pembuatannya mempertimbangkan yaitu karakteristik bangunan (konstruksi dan penggunaannya), peralatan proteksi kebakaran aktif yang tersedia, pengambilan keputusan dan perilaku penghuninya. 8. Pembinaan dan Pelatihan Menurut Soehatman (2010), pembinaan dan pelatihan merupakan unsur penting dalam sistem manajemen kebakaran. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penyebab kebakaran adalah faktor manusia. Di

27 32 samping sebagai penyebab, manusia juga berperan penting dalam upaya penanggulangan jika kebakaran terjadi. Pembinaan dan pelatihan ditujukan bagi semua pihak yang terkait dengan kegiatan perusahaan. Program pelatihan dan pembinaan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing misalnya: 1) Tim pemadam kebakaran Tim pemadam kebakaran perlu diberi pembinaan dan pelatihan mengenai teknik menanggulangi kebakaran, teknik penyelamatan (rescue), cara Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), penggunaan peralatan pemadam kebakaran, teknik menyelamatkan diri dan lainnya. Sasarannya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam melakukan penanggulangan kebakaran. Latihan dapat dilakukan secara khusus atau bersifat fire drill. Termasuk dalam tim pemadam ini, antara lain petugas pemadam kebakaran, petugas keamanan, logistik, teknik, juru pompa, dan fungsi lainnya yang terlibat. 2) Para pekerja Para pekerja diberi pelatihan mengenai bahaya kebakaran dengan tujuan untuk meningkatkan kesadarannya. Mereka juga perlu diberi pelatihan mengenai cara penyelamatan diri dalam kebakaran, prosedur evakuasi dan petunjuk praktis P3K. Mereka juga dibina untuk meningkatkan kesadaran atau fire awareness dalam bekerja. Mereka juga perlu diperkenalkan dengan sumber bahaya kebakaran yang ada

28 33 di tempat masing-masing serta sarana proteksi kebakaran yang tersedia. 3) Manajemen Diberi pemahaman mengenai risiko kebakaran dan peran mereka dalam meningkatkan kesadaran kebakaran di lingkungan kerja. Manajemen juga perlu diberi pemahaman tentang dampak kebakaran terhadap bisnisnya sehingga diharapkan mereka akan lebih peduli dan memiliki komitmen untuk mendukung program pencegahan kebakaran. 4) Masyarakat dan Lingkungan Sekitar Mereka juga perlu diberi pelatihan atau setidaknya sosialisasi mengenai bahaya kebakaran. Banyak terjadi kebakaran justru bermula dari pihak luar atau masyarakat berdekatan dengan aktivitas organisasi. 9. Penyelidikan dan Pelaporan Menurut Soehatman (2010), setiap kejadian kebakaran harus diselidiki dan dilaporkan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Penyelidikan kebakaran sangat diperlukan dengan tujuan untuk mengetahui apa penyebab kebakaran sehingga dapat diambil langkah yang tepat. Tanpa mengetahui penyebab kebakaran, dan tidak melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan, maka kebakaran berikutnya akan terulang kembali.

29 34 Penyelidikan pasca terjadinya kejadian kebakaran dapat dilakukan melalui investigasi. Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, investigasi adalah serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan keterangan atau data atas rangkaian temuan kejadian gangguan, kerusakan, kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran dan penyakit akibat kerja. Kegiatan dalam menangani kecelakaan sangat bervariasi tergantung dari situasi dan potensi kerugian yang timbul. Pada kenyataannya tidak ada satu metode investigasi yang permanen yang dapat digunakan untuk semua peristiwa kecelakaan. Hal ini disebabkan karena kondisi dan penyebab kecelakaan sangat bervariasi dari satu kejadian kecelakaan ke kecelakaan lainnya. Namun demikian secara garis besar metode atau langkah-langkah program investigasi meliputi hal-hal berikut: a. Merespon kondisi emergensi secara cermat dan berfikir secara positif. b. Mengumpulkan informasi yang relevan. c. Menganalisa seluruh penyebab yang signifikan. d. Mengembangkan dan melakukan tindakan perbaikan. e. Mereview temuan dan rekomendasi. f. Tindak lanjut efektifitas tindakan korektif yang dilakukan. Kebakaran bagaimanapun kecilnya juga wajib dilaporkan kepada pihak berwenang baik internal maupun eksternal perusahaan. Oleh

30 35 karena itu, perusahaan harus menetapkan prosedur pelaporan kebakaran, jalur pelaporan dan pihak yang terkait. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan dalam Pasal 2 Ayat (1) menjelaskan bahwa pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja pimpinannya. Ayat (2) kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Kecelakaan kerja. b. Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah. c. Kejadian berbahaya lainnya. Pelaporan kecelakaan kerja wajib dilaporkan oleh pengurus atau pengusaha kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dalam waktu tidak lebih dari 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan dengan formulir laporan kecelakaan kerja. 10. Evaluasi Langkah yang diambil pasca terjadinya kecelakaan atau kejadian berbahaya adalah evaluasi kejadian tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), di suatu perusahaan yang memiliki potensi bahaya yang tinggi harus memiliki prosedur mengenai pemulihan kondisi tenaga kerja maupun sarana dan peralatan produksi yang mengalami kerusakan setelah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

31 36 Penanggung jawab melaksanakan tindakan perbaikan atas laporan pemeriksaan kecelakaan dan menginformasikan, memantau serta mendokumentasikan tindakan perbaikan tersebut kepada tenaga kerja yang bekerja di tempat terjadinya kecelakaan.

32 37 B. KERANGKA PEMIKIRAN TEMPAT KERJA POTENSI BAHAYA IDENTIFIKASI BAHAYA PENYEBAB KEBAKARAN KEBAKARAN KLASIFIKASI KEBAKARAN SARANA PROTEKSI KEBAKARAN UPAYA PENGENDALIAN TERJADINYA KEBAKARAN PRA FIRE CONTROL FIRE EMERGENCY PLAN PEMBINAAN DAN PELATIHAN FIRE SAFETY MANAGEMENT FIRE CONTROL FIRE EMERGENCY PROCEDURE POST FIRE CONTROL PENYELIDIKAN DAN PELAPORAN KEJADIAN KEBAKARAN KEPMENAKER RI NO KEP-186/ MEN/1999 PERATURAN PEMERINTAH NO. 50 TAHUN 2012 KEPMENPU No. 10/KPTS/ 2000 EVALUASI KEJADIAN KEBAKARAN TIDAK SESUAI SESUAI Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Sistem Pencegahan dan. Kebakaran. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

Sistem Pencegahan dan. Kebakaran. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA Kecelakaan kerja Frank Bird Jr : kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA Minimbang : MENTERI TENAGA KERJA R.I 1. bahwa kebakaran di tempat kerja berakibat sangat merugikan

Lebih terperinci

Pasal 9 ayat (3),mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran

Pasal 9 ayat (3),mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran PENANGGULANGAN KEBAKARAN PENDAHULUAN DATA KASUS KEBAKARAN Tahun 1990-1996 Jumlah kejadian : 2033 kasus 80% kasus di tempat kerja 20% kasus bukan di tempat kerja Tahun 1997-2001 Jumlah kejadian : 1121 kasus

Lebih terperinci

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum K3 KEBAKARAN Pelatihan AK3 Umum Kebakaran Hotel di Kelapa Gading 7 Agustus 2016 K3 PENANGGULANGAN KEBAKARAN FENOMENA DAN TEORI API SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN FENOMENA & TEORI API Apakah...? Suatu proses

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO. KEP. 186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO. KEP. 186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO. KEP. 186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA a. bahwa di tempat kerja berakibat sangat merugikan baik bagi perusahaan, pekerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beberapa penelitian yang terkait dengan kebakaran gedung diantaranya. Pertama penelitian oleh Erna Kurniawati pada tahun 2012 yang berjudul Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran pada

Lebih terperinci

128 Universitas Indonesia

128 Universitas Indonesia BAB 8 PENUTUP 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap audit keselamatan kebakaran di gedung PT. X Jakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bangunan gedung

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R. 1 Kepmenaker 186 : Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA No. : KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA No. : KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA No. : KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kebakaran di tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Secara filosofi, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan jasmani

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Potensi Bahaya PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah mengidentifikasi potensi bahaya yang dapat ditimbulkan dari seluruh kegiatan proses produksi.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan di PT. Asahimas Chemical mengenai penerapan emergency preparedness & response yang dapat penulis bahas sebagai berikut : A. Emergency

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Area kerja di PT. Lotte Chemical Titan Nusantara meliputi Area 1 (Train

BAB V PEMBAHASAN. Area kerja di PT. Lotte Chemical Titan Nusantara meliputi Area 1 (Train BAB V PEMBAHASAN A. Tempat Kerja Area kerja di PT. Lotte Chemical Titan Nusantara meliputi Area 1 (Train 1), Area 2 (Train 2), Area 3 (Train 3), Area 6 (Addictive Palletezing Unit (APU)), Area 7 (Utility),

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA Menimbang : DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA 1. Bahwa penanggulangan kebakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran merupakan kejadian timbulnya api yang tidak diinginkan atau api yang tidak pada tempatnya, di mana kejadian tersebut terbentuk oleh tiga unsur yaitu unsur

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sektor industri mengalami perkembangan pesat

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sektor industri mengalami perkembangan pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pada era globalisasi, sektor industri mengalami perkembangan pesat dan signifikan yang mendorong perusahaan meningkatkan produktivitas, kualitas, dan efisiensi

Lebih terperinci

KONDISI GEDUNG WET PAINT PRODUCTION

KONDISI GEDUNG WET PAINT PRODUCTION STANDAR APAR MENURUT NFPA 10/ No. Per 04/Men/1980 Terdapat APAR yang sesuai dengan jenis kebakaran Tedapat label penempatan APAR Penempatan APAR mudah dilihat, mudah diambil, dan mudah digunakan pada saat

Lebih terperinci

5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 1

5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 1 Bagian PROTEK.KEB 5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 1 5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 2 Phenomena kebakaran 5/9/2014 Created by PNK3 NAKERTRANS 3 Lapis I Pet. Peran Kebakaran Lapis II Fire Men FIRE

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1970 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi, Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN (PPBK) PADA DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG BUPATI MALANG,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO

TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO 6506 040 032 Latar Belakang PT. Philips Indonesia merupakan pabrik lampu yang dalam proses

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini ilmu dan teknologi telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan ini diiringi pula dengan berkembangnya dunia industri yang semakin maju. Pemanfaatan

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN OBJEK VITAL DAN FASILITAS PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa bencana kebakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebakaran merupakan suatu bencana/musibah yang akibatkan oleh api dan dapat terja mana saja dan kapan saja. Kebakaran yang akibatkan oleh ledakan atau ledakan yang akibatkan

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur.

BAB VIII PENUTUP. bahan bakar berasal dari gas berupa: LPG. generator, boiler dan peralatan masak di dapur. BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian terhadap evaluasi sistem penanggulangan kebakaran di kapal penumpang KM Lambelu, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit)

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit) Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit) Pertanyaan : 1. Apakah RSUP H Adam Malik mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada era globalisasi sekarang ini, semua negara berlomba-lomba untuk meningkatkan kemampuan bersaing satu sama lain dalam hal teknologi. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan. Ungkapan yang sering kita dengar tersebut menggambarkan bahwa api mempunyai manfaat yang banyak tetapi juga dapat mendatangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun dunia industri, dapat menimbulkan kecelakaan bagi manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun dunia industri, dapat menimbulkan kecelakaan bagi manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alamnya terutama pada sumber daya minyak dan gas bumi. Pada masa sekarang ini permintaan akan minyak bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang sehat melalui pelayanan kesehatan yang bermutu dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang sehat melalui pelayanan kesehatan yang bermutu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan sekunder atau tersier dengan karakteristik tersendiri, yaitu padat modal, padat teknologi dan multiprofesi. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang dibutuhkan untuk pengoperasian dan pemeliharaan. Teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang dibutuhkan untuk pengoperasian dan pemeliharaan. Teknologi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan industri digunakan berbagai tingkat teknologi sederhana atau tradisional sampai teknologi maju dan sangat maju. Semakin tinggi teknologi yang digunakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT KEANDALAN ELEMEN-ELEMEN PENANGGULANGAN BENCANA KEBAKARAN GEDUNG PD PASAR JAYA DI DKI JAKARTA

IDENTIFIKASI TINGKAT KEANDALAN ELEMEN-ELEMEN PENANGGULANGAN BENCANA KEBAKARAN GEDUNG PD PASAR JAYA DI DKI JAKARTA Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 2 ISSN (E) : 2540-7589 IDENTIFIKASI TINGKAT KEANDALAN ELEMEN-ELEMEN PENANGGULANGAN BENCANA KEBAKARAN GEDUNG PD PASAR JAYA DI DKI JAKARTA

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN PADA KAPAL PENUMPANG MELALUI UPAYA PERANCANGAN DETEKTOR

MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN PADA KAPAL PENUMPANG MELALUI UPAYA PERANCANGAN DETEKTOR MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN PADA KAPAL PENUMPANG MELALUI UPAYA PERANCANGAN DETEKTOR Mohamad Hakam Prodi : Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

Lebih terperinci

PROSES REAKSI TERJADINYA API

PROSES REAKSI TERJADINYA API Materi 4 PROSES REAKSI TERJADINYA API Oleh : Agus Triyono, M.Kes PENGANTAR Api atau pembakaran dapat terjadi karena adanya pertemuan 4 unsur dalam perbandingan yang baik yaitu : Bahan bakar. Oksigen/zat

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa ancaman

Lebih terperinci

PROSEDUR KESIAPAN TANGGAP DARURAT

PROSEDUR KESIAPAN TANGGAP DARURAT PROSEDUR KESIAPAN TANGGAP DARURAT 1. TUJUAN Untuk memastikan semua personil PT XXXXXXX bertindak dalam kapasitas masing-masing selama aspek-aspek kritis dari suatu keadaan darurat. 2. RUANG LINGKUP Prosedur

Lebih terperinci

SPRINKLER DI GUDANG PERSONAL WASH PT. UNILEVER INDONESIA TBK. Wisda Mulyasari ( )

SPRINKLER DI GUDANG PERSONAL WASH PT. UNILEVER INDONESIA TBK. Wisda Mulyasari ( ) PERANCANGAN FOAM WATER SPRINKLER DI GUDANG PERSONAL WASH PT. UNILEVER INDONESIA TBK Oleh : Wisda Mulyasari (6507 040 018) BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Undang no 1 tahun 1970, pasal 3 ayat (1) huruf

Lebih terperinci

Keselamatan Kerja Bidang Kebakaran Pada Fasilitas Hotel

Keselamatan Kerja Bidang Kebakaran Pada Fasilitas Hotel Keselamatan Kerja Bidang Kebakaran Pada Fasilitas Hotel I Wayan Sukania Staf Pengajar Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara Jakarta Abstraksi Hotel sebagai industri jasa sudah selayaknya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERKANTORAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERKANTORAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERKANTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman. No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13,TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN MANAJEMEN LOGISTIK DAN PERALATAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Sistem pemadam kebakaran atau sistem fire fighting disediakan digedung sebagai preventif (pencegahan) terjadinya kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem sprinkler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa kebakaran merupakan bencana yang tidak diinginkan yang dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan kerap terjadi di hampir setiap wilayah Indonesia. Di Daerah

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL DAFTAR (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL No. Judul Standar Nomor Standar Ruang Lingkup D Pemukiman (Cipta Karya) 2. Keselamatan & Kenyamanan Metoda Uji 1. Metode Pengujian Jalar

Lebih terperinci

JUDUL : Managemen Tanggap Darurat

JUDUL : Managemen Tanggap Darurat JUDUL : Managemen Tanggap Darurat DESKRIPSI : Bagian ini menjelaskan identifikasi kompetensi yang dibutuhkan dalam mengelola operasional tanggap darurat, memeriksa peralatan dan fasilitas tanggap darurat,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT302 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

Lebih terperinci

EVALUASI KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG (Studi Kasus Gedung Kantor Bupati Indragiri Hilir) ABSTRAK

EVALUASI KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG (Studi Kasus Gedung Kantor Bupati Indragiri Hilir) ABSTRAK EVALUASI KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG (Studi Kasus Gedung Kantor Bupati Indragiri Hilir) 1 Ir. Rian Trikomara I, MT, 1 Drs. Mardani Sebayang, MT, 2 Rifaatul Mahmudah* 1 Dosen

Lebih terperinci

SOP KEAMANAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

SOP KEAMANAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SOP KEAMANAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA TUJUAN Memelihara lingkungan kerja yang sehat. Mencegah, dan mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan sewaktu bekerja. Mencegah dan mengobati

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kelembagaan Penanggulangan Kebakaran di PPS Nizam Zachman Jakarta. Bagian Tata Usaha. Bidang Tata Operasional

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kelembagaan Penanggulangan Kebakaran di PPS Nizam Zachman Jakarta. Bagian Tata Usaha. Bidang Tata Operasional 6 PEMBAHASAN 6.1 Kelembagaan Penanggulangan Kebakaran di PPS Nizam Zachman Jakarta Unit pemadam kebakaran dan penanggulangan bencana (Damkar-PB) Pos Jaga Muara Baru dan TB.Mina Antasena mempunyai hubungan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Bangunan Gedung Pengertian bangunan gedung menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

Lebih terperinci

Penggunaan APAR dan Kedaruratan

Penggunaan APAR dan Kedaruratan Penggunaan APAR dan Kedaruratan II. 7 Kode Darurat per 2012 Code Blue (Kegawatdaruratan Medis) Code Red (Kebakaran) Code Grey (Gangguan Keamanan) Code Pink (Penculikan Bayi) Code Purple (Evakuasi) Code

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 5 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Definisi Kebakaran 2.1.1. Kebakaran Kebakaran adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan kadang kala tidak dapat dikendalikan, sebagai hasil pembakaran suatu bahan dalam

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN 1 BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO Pengertian (definisi) resiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Kebakaran merupakan hal yang sangat tidak diinginkan, tidak mengenal waktu, tempat atau siapapun yang menjadi korbannya. Masalah kebakaran di sana-sini masih banyak terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak dikehendaki yang dapat menyebabkan cidera, sakit, atau kerusakan material. Kecelakaan tidak terjadi begitu

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Audit Keselamatan Kebakaran Gedung PT. X Jakarta Tahun 2009 DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Data Umum Gedung a. Nama bangunan : b. Alamat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN EVALUASI PEMENUHAN PERSYARATAN HUKUM YANG BERLAKU

IDENTIFIKASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN EVALUASI PEMENUHAN PERSYARATAN HUKUM YANG BERLAKU IDENTIFIKASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN EVALUASI PEMENUHAN PERSYARATAN HUKUM YANG BERLAKU Dibuat Oleh, Direview oleh, Disahkan oleh Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh Daftar

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENANGGULANGAN KEBAKARAN WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENANGGULANGAN KEBAKARAN WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENANGGULANGAN KEBAKARAN WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa tingkat kepadatan hunian

Lebih terperinci

ANALISIS TIGA FAKTOR DOMINAN SISTEM PROTEKSI AKTIF DAN PASIF SERTA SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI GEDUNG VOKASI UI TAHUN 2013

ANALISIS TIGA FAKTOR DOMINAN SISTEM PROTEKSI AKTIF DAN PASIF SERTA SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI GEDUNG VOKASI UI TAHUN 2013 ANALISIS TIGA FAKTOR DOMINAN SISTEM PROTEKSI AKTIF DAN PASIF SERTA SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI GEDUNG VOKASI UI TAHUN 2013 Tri Kurniawan* L. Meily Kurniawidjaja** Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat

Lebih terperinci

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek 2012 Oleh: Arrigo Dirgantara 1106069664 Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2012 Pertanyaan:

Lebih terperinci

PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN Makalah disampaikan pada Pelatihan Manajemen Perawatan Preventif Sarana dan Prasarana Pendidikan untuk Kepala atau Wakil Kepala SLTP/MTs sebagai Sekolah Target diselenggarakan

Lebih terperinci

PROSEDUR PERLENGKAPAN PEMADAM KEBAKARAN. A. Perlengkapan Pemadam Kebakaran 1. Sifat api Bahan bakar, panas dan oksigen harus ada untuk menyalakan api.

PROSEDUR PERLENGKAPAN PEMADAM KEBAKARAN. A. Perlengkapan Pemadam Kebakaran 1. Sifat api Bahan bakar, panas dan oksigen harus ada untuk menyalakan api. A. Perlengkapan Pemadam Kebakaran 1. Sifat api Bahan bakar, panas dan oksigen harus ada untuk menyalakan api. Gambar 1. Bahan bakar adalah bahan yang dapat terbakar, baik padat, cair maupun gas. Bahan

Lebih terperinci

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3 #7 PENGELOLAAN OPERASI K3 Dalam pengelolaan operasi manajemen K3, terdapat beberapa persyaratan yang dapat dijadikan suatu rujukan, yaitu: 1. OHSAS 18001 2. Permenaker 05/MEN/1996 Persyaratan OHSAS 18001

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN KESELAMATAN KERJA PRAKTEK MAHASISWA

BUKU PEDOMAN KESELAMATAN KERJA PRAKTEK MAHASISWA BUKU PEDOMAN KESELAMATAN KERJA PRAKTEK MAHASISWA PROGRAM STUDI DIPLOMA III AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 KATA PENGANTAR Sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT PEMADAM API RINGAN (APAR)

PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT PEMADAM API RINGAN (APAR) Dibuat Oleh, Direview oleh, Disahkan oleh Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh Daftar Isi 1. Tujuan... 4 2. Ruang Lingkup... 4 3. Referensi... 4 4. Definisi... 4 5. Tanggungjawab...

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

MAINTENANCE SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF PROYEK PEMBANGUNAN TANGRAM HOTEL DAN SADIRA PLAZA KOTA PEKANBARU

MAINTENANCE SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF PROYEK PEMBANGUNAN TANGRAM HOTEL DAN SADIRA PLAZA KOTA PEKANBARU MAINTENANCE SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF PROYEK PEMBANGUNAN TANGRAM HOTEL DAN SADIRA PLAZA KOTA PEKANBARU Zulfikar 1), Hendra Taufik 2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas riau

Lebih terperinci

Proteksi Bahaya Kebakaran Kebakaran Kuliah 11

Proteksi Bahaya Kebakaran Kebakaran Kuliah 11 Proteksi Bahaya Kebakaran Kuliah 11 Penanggulangan Bahaya Kebakaran Beberapa kebakaran pabrik yang menewaskan pekerja di China dalam 10 th Tahun Tempat Perusahaan Meninggal 1991 Cina Pabrik jas hujan 72

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2004 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2004 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI KOTA CIMAHI DENGAN

Lebih terperinci

Selain sistem springkler, BSN juga membuat peraturan untuk penanggulangan kebakaran gedung (building fire fighting system), diantaranya :

Selain sistem springkler, BSN juga membuat peraturan untuk penanggulangan kebakaran gedung (building fire fighting system), diantaranya : 1. Sistem Sprinkler Di era sekarang, dimana semakin banyaknya bangunan-bangunan pencakar langit dan semakin mdern-nya bangunan yang didirikan, sistem penanggulangan kebakaran memegang peranan penting pada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FASILITAS SAFETY BUILDING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN DI GEDUNG INSTITUSI PERGURUAN TINGGI

IDENTIFIKASI FASILITAS SAFETY BUILDING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN DI GEDUNG INSTITUSI PERGURUAN TINGGI IDENTIFIKASI FASILITAS SAFETY BUILDING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN DI GEDUNG INSTITUSI PERGURUAN TINGGI Azham Umar Abidin 1, Fahmi R. Putranto 2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Departemen

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. PT Dan Liris Sukoharjo Divisi Garmen yaitu terjatuh, terjepit, tertimpa,

BAB V PEMBAHASAN. PT Dan Liris Sukoharjo Divisi Garmen yaitu terjatuh, terjepit, tertimpa, BAB V PEMBAHASAN A. Potensi Bahaya Potensi bahaya yang dapat menyebabkan insiden atau kecelakaan kerja di PT Dan Liris Sukoharjo Divisi Garmen yaitu terjatuh, terjepit, tertimpa, tertabrak, kebakaran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri di Indonesia berlangsung sangat pesat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan berdirinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan suatu wilayah perkotaan telah membawa sejumlah persoalan penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun berkembangnya berbagai

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

MENCERMATI STANDAR PENGAMANAN GEDUNG UNTUK ANTISIPASI BAHAYA KEBAKARAN

MENCERMATI STANDAR PENGAMANAN GEDUNG UNTUK ANTISIPASI BAHAYA KEBAKARAN MENCERMATI STANDAR PENGAMANAN GEDUNG UNTUK ANTISIPASI BAHAYA KEBAKARAN Walaupun tidak dikehendaki, peristiwa kebakaran pada suatu bangunan masih sering terjadi. Bahkan ada juga yang menyebabkan nyawa melayang,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI TENTANG PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Nomor : 384 / KPTS / M / 2004 Tanggal : 18 Oktober 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah telah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah telah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah telah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang didasari pada tuntutan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Federal Emergency Management Agency (FEMA) dalam Emergency

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Federal Emergency Management Agency (FEMA) dalam Emergency BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Darurat Menurut Federal Emergency Management Agency (FEMA) dalam Emergency Management Guide for Business and Industry, keadaan darurat adalah segala kejadian yang tidak

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO.KEP. 187/MEN/1999 TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I.

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO.KEP. 187/MEN/1999 TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO.KEP. 187/MEN/1999 TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I. Menimbang a. bahwa kegiatan industri yang mengolah, menyimpan,

Lebih terperinci

WALIKOTA PALU PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PALU PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA PALU PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a. bahwa ancaman

Lebih terperinci

LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/MEN/98 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PEMERIKSAAN KECELAKAAN

LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/MEN/98 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PEMERIKSAAN KECELAKAAN LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/MEN/98 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PEMERIKSAAN KECELAKAAN LAPORAN PEMERIKSAAN DAN PENGKAJIAN PERISTIWA KEBAKARAN/PELEDAKAN/BAHAYA

Lebih terperinci

KRONOLOGI DOKUMEN Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun 2012 DAFTAR ISI

KRONOLOGI DOKUMEN Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun 2012 DAFTAR ISI Halaman 1 dari 1 KRONOLOGI DOKUMEN Tanggal Revisi Ke Keterangan (Tuliskan sub-bab & perihal yang diubah serta alasan perubahan) 14-10-2011 0 Penentuan baru 25-11-2013 1 Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN VIII PEMADAMAN KEBAKARAN

PEMBELAJARAN VIII PEMADAMAN KEBAKARAN PEMBELAJARAN VIII PEMADAMAN KEBAKARAN A) KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR: 1. Menguasai penyebab terjadinya kebakaran. 2. Memahami prinsip pemadaman kebakaran. INDIKATOR: Setelah mempelajari modul Pembelajaran

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PENCEGAHAN KEBAKARAN DAN EVAKUASI PADA BANGUNAN ADMINISTRASI TINJAUAN TERHADAP BEBAN API

EVALUASI SISTEM PENCEGAHAN KEBAKARAN DAN EVAKUASI PADA BANGUNAN ADMINISTRASI TINJAUAN TERHADAP BEBAN API EVALUASI SISTEM PENCEGAHAN KEBAKARAN DAN EVAKUASI PADA BANGUNAN ADMINISTRASI TINJAUAN TERHADAP BEBAN API Mahaenca Cio Kaban NRP : 9721067 NIRM : 41077011970302 Pembimbing : Sonny Siti Sondari, Ir, MT.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I. Menimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1 CHECK LIST PRAKUALIFIKASI CSMS

Lampiran 1 CHECK LIST PRAKUALIFIKASI CSMS Lampiran 1 CHECK LIST PRAKUALIFIKASI CSMS PRAKUALIFIKASI CSMS 3.1. PROFIL KONTRAKTOR 1. Nama Perusahaan : Alamat Pos : Nomor Telephone/Fax :... Email : 2. Anggota Direksi NO JABATAN NAMA PENDIDIKAN TERAKHIR

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran

Lebih terperinci