SEBARAN DAN KETERSEDIAAN SARANA PRASARANA DI KOTA TANGERANG SELATAN NIA RACHMAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEBARAN DAN KETERSEDIAAN SARANA PRASARANA DI KOTA TANGERANG SELATAN NIA RACHMAWATI"

Transkripsi

1 SEBARAN DAN KETERSEDIAAN SARANA PRASARANA DI KOTA TANGERANG SELATAN NIA RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sebaran dan Ketersediaan Sarana Prasarana Kota Tangerang Selatan adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 Nia Rachmawati NIP. A

3 ABSTRACT NIA RACHMAWATI. Spreading and availability infrastructure in The South Tangerang City. Supervised by SETIA HADI and KOMARSA GANDASASMITA. The expansion and development requires infrastructures in order to serve and support the activities in various sectors between regions. Integrated infrastructure system serves as the wheels of activities to spread and serve the needs of the region. The successful of regional development could be visible from the spreading infrastructure to serves region needs. Identification of spreading infrastructure could be visible from the amount of infrastructure require needs. Infrastructure related to distance and travel time. Number of Spreading, distance and travel time service on scale of region became the scenario planning the location of the region infrastructure. Indicator of region progress could be visible from the integrated infrastructure. The purpose of this study are to identify spread of infrastructure, to evaluate the availability of the infrastructure, to analyze the access to the infrastructure, to learn the strategies of infrastructure development. The methods of This research are using the digitization of land use/land cover, calculating the spread of infrastructure based on population, spatial analyzing to access point and service areas and SWOT analyzing. The infrastructure that analyzed are : water supply, electricity, roads, basic education, public health, waste management, commercial and trade. The results of the analysis show the number of water spreadings in South Tangerang City located in North Serpong district are 5 points in Serpong district, 1 point in district Setu. The number of transmission substation s spreadings are 71 points in region South Tangerang City. Spreading basic education, public health and waste management evenly in southern Tangerang City. Commercial and trade concentrated in one location. Analysis Descriptive use to view availability of water supply in service area including Serpong district, Alam Sutera and Bintaro Jaya sector 9. Six districts in South Tangerang City are not provided water from taps. The increasing number of substations spreading are needed to prevent transmission down during peak hour. Increasing secondary collector roads are needed to support the movement and distribution between regions. Improving health clinic service areas as public health infrastructure at the lowest level. The amount of TPS is evenly distributed, but it still needs to increase capacities. Zoning is needed to limit the area of services trade and trade infrastructure. Several access point of infrastructure do not have better access point and wide service area. Strategic infrastructure development need priority: expand service area, improve quality and management, improved human resource expertise, utilize natural resource, support local government policy needed. Keywords: infrastructure, spreading, availability, access point.

4 RINGKASAN NIA RACHMAWATI. Sebaran dan Ketersediaan Sarana Prasarana di Kota Tangerang Selatan. Dibimbing oleh SETIA HADI dan KOMARSA GANDASASMITA. Pengembangan dan pembangunan memerlukan sarana prasarana untuk mendukung dan melayani aktifitas berbagai sektor antar wilayah. Sistem sarana prasarana terpadu berfungsi sebagai roda kegiatan, menyebarkan dan melayani kebutuhan wilayah. Keberhasilan pembangunan wilayah terlihat dari sebaran sarana prasarana yang dapat melayani kebutuhan wilayah. Kota Tangerang Selatan merupakan pemekaran wilayah kabupaten Tangerang. Kota memerlukan sarana prasarana wilayah untuk menjalankan kegiatan dan aktifitas penduduk. Sarana prasarana wilayah berfungsi melayani melayani kegiatan dan aktifitas penduduk diberbagai sektor terutama: ekonomi, sosial dan budaya. Ketersediaan sarana prasarana menjadi faktor penting dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Identifikasi sebaran sarana prasarana diperlukan untuk mengetahui jumlah sarana prasarana yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan wilayah. Kemudahan pencapaian ke sarana prasarana menjadi perhatian utama terkait jarak dan waktu tempuh. Jarak dan waktu tempuh berdampak kepada pelayanan sarana prasarana. Jumlah sebaran, jarak layanan dan waktu tempuh pada skala wilayah menjadi skenario untuk menyusun perencanaan lokasi sarana prasarana wilayah. Memperhatikan uraian diatas maka dilakukan penelitian dengan tujuan: (1) Mengidentifikasi sebaran sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan, (2) Mengevaluasi ketersediaan sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan, (3) Menganalisis akses pencapaian menuju sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan, (4) Mengetahui strategi pengembangan sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan data primer sebaran sarana prasarana dan data sekunder berupa Kota Tangerang Selatan dalam Angka, data Dinas Pendidikan Nasional, peta Administrasi Kota Tangerang Selatan, peta-peta tematik sarana prasarana Kota Tangerang Selatan dan data profil Kota Tangerang Selatan. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi sebaran sarana prasarana dan mengevaluasi ketersediaan sarana prasarana adalah analisis deskriptif, analisis spasial untuk akses pencapaian dan analisis SWOT untuk strategi pengembangan sarana prasarana wilayah. Sarana prasarana yang dianalisis adalah: air bersih, listrik, jaringan jalan, pendidikan dasar, kesehatan masyarakat, persampahan dan niaga perdagangan. Hasil analisis terlihat sarana air bersih Kota Tangerang Selatan 1 titik berlokasi di kecamatan Serpong Utara, 5 titik di kecamatan Serpong dan 1 titik di kecamatan Setu. Sebaran gardu transmisi berjumlah 71 titik dengan lokasi menyebar di wilayah Kota Tangerang Selatan, jaringan jalan Kota Tangerang Selatan terdiri dari jalan arteri primer, arteri sekunder, kolektor sekunder dan jalan lokal/lingkungan. Sebaran sarana prasarana pendidikan dasar merata sebesar 340 jumlah TK, jumlah SD 322, jumlah SMP 127, kecamatan Setu tidak mempunyai sarana prasarana pendidikan jenjang SMP, sebaran sarana prasarana kesehatan masyarakat merata setiap kecamatan dengan jumlah Puskesmas 10, Rumah Sakit

5 13, Apotik 33 dan Rumah Bersalin 32. Tempat pembuangan sementara sampah tersebar merata berjumlah 21 dan terbanyak berada di kecamatan Setu. Jumlah sarana prasarana niaga perdagangan merata dan terpusat di beberapa lokasi diantaranya di: jalan arteri sekunder sepanjang Serpong dan Serpong Utara sebanyak 10 mall, di Ciputat Timur berbatasan dengan DKI Jakarta. Analisis deskriptif dipergunakan untuk melihat ketersedian sarana prasarana air yang wilayah pelayanannya meliputi kecamatan Serpong, perumahan Alam Sutera dan perumahan Bintaro Jaya sektor 9. Pengeloaan air perumahan BSD hanya melayani penghuni perumahan BSD. Enam kecamatan lain tidak terlayani air bersih dari PDAM, kebutuhan air bersihnya memanfaatkan air tanah. Peningkatan jumlah sebaran gardu transmisi diperlukan untuk mencegah turunnya pasokan listrik saat peak hour. Peningkatan jalan kolektor sekunder diperlukan untuk menunjang pergerakan dan distribusi antar wilayah. Peningkatan jumlah sebaran di jenjang SMP diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dasar. Peningkatan wilayah pelayanan puskesmas sebagai sarana prasarana kesehatan masyarakat di jenjang terendah. Jumlah TPS cukup merata diperlukan peningkatan kapasitas tampung. Zonasi diperlukan untuk membatasi wilayah pelayanan sarana prasarana niaga dan perdagangan Akses pencapaian dari sarana prasarana air hanya melayani kecamatan Serpong. Jarak sebaran gardu transmisi terdekat sejauh 1 km ke permukiman dan akses pencapaian terjauh berjarak 3.8 km dari gardu transmisi ke permukiman. Jarak dan wilayah pelayanan mempengaruhi ketersediaan listrik. Kerapatan jalan mempengaruhi kemudahan pergerakan dan penyebaran sarana prasarana antar wilayah. Akses pencapaian memerlukan dukungan jaringan jalan. Rata-rata akses pencapaian dari permukiman ke sarana prasarana terjauh berjarak 5 km dengan wilayah pelayanan antar wilayah. Jarak terdekat 1 km dengan wilayah pelayanan didalam wilayah sendiri. Akses pencapaian sarana niaga terpusat di satu lokasi, diperlukan zonasi berdasarkan wilayah pelayanan. Strategi pengembangan sarana prasarana Kota Tangerang Selatan perlu prioritas diantaranya memperluas radius/wilayah pelayanan, meningkatkan kualitas pengelolaan dan fisik, peningkatan keahlian sumber daya manusia, pemanfaatan sumber daya alam, kebijakan pemerintah pendukung sarana prasarana.dan peningkatan kualitas pelayanan. Kata Kunci : sarana prasarana, sebaran, ketersediaan, akses pencapaian.

6 c Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 SEBARAN DAN KETERSEDIAAN SARANA PRASARANA DI KOTA TANGERANG SELATAN NIA RACHMAWATI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Ir. Sukmana Soma.MSi., MEng.

9 Judul Tesis : Sebaran dan Ketersediaan Sarana Prasarana di Kota Tangerang Selatan Nama : Nia Rachmawati NRP : A Disetujui: Komisi Pembimbing Dr. Ir. Setia Hadi, MS.. Ketua Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita,MSc. Anggota Diketahui: Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr.Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Atas pertolongan dan ijin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Sebaran dan Ketersediaan Sarana Prasarana di Kota Tangerang Selatan. Tesis ini merupakan hasil penelitian penulis, terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Setia Hadi, MS., Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc sebagai komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan pemikiran memberi pengarahan dari persiapan penelitian hingga selesainya penulisan tesis. 2. Dr. Ir. Sukmana Soma MSi., MEng. sebagai penguji luar atas waktu, kritik dan sarannya. 3. Ketua, Sekretaris dan Manajemen program studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan kerjasamanya. 4. Seluruh staff pengajar dan administrasi Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bimbingan dan dukungannya. 5. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan atas datanya. 6. My Hunny: Ir. Amrullah Manan atas dukungan,pengertiannya menjadi teman diskusi penulis. Kakak Alif dan Dedek Nahla atas celotehnya kepada penulis untuk cepat menyelesaikan studi. 7. Ibunda Hj. Rukmini dan Apak H.Bustal Nawawi yang selalu meluangkan waktu mengasuh cucu dan mendoakan penulis di setiap saat untuk kemudahan dalam studi. 8. Ibunda mertua Hj. Nudya Zamzam atas pengertian dan doanya. 9. Neo Junial, Eka Yusnita, Ilyana Habsjah, Anedya Wardhani, Fitri Rahmawati atas bantuan koordinasi responden dan survey lapangan. 10. Diana Fitriah, S.Kom., M.Si, Samsul Bachri S.P., M.Si atas bantuannya berbagi ilmu terkait GIS. Rita Yulisa,S.P.., Ahmad Solikhin Puji Sayoga, S.T, Setyardi S.P, Zulian S.P. dan rekan-rekan PWL khusus 2009 atas kebersamaan dan kekompakannya selama masa studi. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungannya. Semoga bermanfaat... Bogor, Agustus 2011 Nia Rachmawati

11 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, tanggal 16 Desember 1970, putri pertama dari dua bersaudara dari Bapak H. Bustal Nawawi, MBA dan Hj. Rukmini. Tahun 1989 penulis menempuh pendidikan tinggi di program studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta dan lulus tahun Tahun 2009 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Instititut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Sejak tahun 1996 penulis bekerja sebagai staff pengajar luar biasa di Jurusan Arsitektur Universitas Pancasila hingga sekarang.

12 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... PENDAHULUAN... 1 Latar belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Perencanaan dan Pengembangan Wilayah... 7 Fenomena Urbanisasi... 7 Sarana Prasarana Wilayah... 8 Penginderaan Jauh... 9 Sarana Prasarana Air Bersih Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Air Geografi dan Topografi Sumber Air Baku Distribusi Air Sarana Prasarana Listrik Sistem Distribusi Sarana Prasarana Jaringan Jalan Sistem Jaringan Jalan Primer Sistem Jaringan Jalan Sekunder Sarana Prasarana Pendidikan dan Pembelajaran Jenis Sarana Sarana Prasarana Kesehatan Pengertian Sehat dan Kesehatan Masyarakat Jenis Sarana Sarana dan Prasarana Persampahan Kategori Sampah vii

13 ii Sumber Sampah Sistem Pengelolaan Sampah Pewadahan Pengumpulan Pemindahan Pengangkutan Pembuangan Akhir Sarana Prasarana Perdagangan dan Niaga Jenis Sarana METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Intepretasi Penutupan/Penggunaan Lahan Identifikasi dan Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Analisis Deskriptif Sarana Prasarana Air Bersih Sarana Prasarana Listrik Sarana Prasarana Jaringan Jalan Sarana Pendidikan Dasar Sarana Kesehatan Masyarakat Sarana Prasarana Persampahan Sarana Prasarana Perdagangan dan Niaga Analisis Akses Pencapaian Analisis SWOT GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Topografi Keadaan Iklim dan Curah Hujan Penduduk Penggunaan Lahan Gambaran Struktur Ruang Kota Tangerang Selatan... 43

14 iii HASIL DAN PEMBAHASAN Sarana Prasarana Air Bersih Kota Tangerang Selatan Standar Kebutuhan Air Domestik Non Domestik Identifikasi Sebaran Sarana Prasarana Air Kota Tangerang Selatan.. 46 Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Air Kota Tangerang Selatan Akses Pencapaian Sarana Prasarana Air Sarana Prasarana Listrik Kota Tangerang Selatan Sumber Pembangkit Listrik Sistem Distribusi Identifikasi Sebaran Sarana Prasarana Listrik Kota Tangerang Selatan Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Listrik Kota Tangerang Selatan Akses Pencapaian Sarana Prasarana Listrik Sarana Prasarana Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan Identifikasi Sebaran Sarana Prasarana Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan Akses Pencapaian Sarana Prasarana Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan Sarana Prasarana Pendidikan Dasar Kota Tangerang Selaatan Pendidikan Dasar Jenjang Pendidikan Dasar Identifikasi Sebaran Sarana Prasarana Pendidikan Dasar Kota Tangerang Selatan Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Pendidikan Dasar Kota Tangerang Selatan Akses Pencapaian Sarana Prasarana Pendidikan Dasar Kota Tangerang Selatan Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan Identifikasi Sebaran Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan... 72

15 iv Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan Akses Pencapaian Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan Sarana Prasarana Persampahan Kota Tangerang Selatan Identifikasi Sebaran Sarana Persampahan Kota Tangerang Selatan.. 76 Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Persampahan Kota Tangerang Selatan Akses Pencapaian Sarana Prasarana Persampahan Kota Tangerang Selatan Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan Identifikasi Sebaran Sarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan Akses Pencapaian Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan Analisis SWOT Rekomendasi Pengembangan Sarana Prasarana Wilayah Kota Tangerang Selatan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 95

16 v DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jenis data dan Metode Analisis Tabel 2 Kriteria Kualifikasi Jalan di Lingkungan Perumahan Tabel 3 Standard Kriteria Pendidikan dan Pembelajaran Tabel 4 Standard Kebutuhan dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tabel 5 Standard Sarana Persampahan Tabel 6 Standard Kebutuhan Sarana Perdagangan dan Niaga Tabel 7 Matriks SWOT Tabel 8 Kependudukan Tabel 9 Standar Kriteria Kebutuhan Air Tabel 10 Wilayah Distribusi IPA Tangerang Selatan Tabel 11 Sebaran Pelayanan Sarana Prasarana Air Kota Tangerang Selatan tahun Tabel 12 Kebutuhan Air Bersih Kota Tangerang Selatan tahun Tabel 13 Produksi Air Kota Tangerang Selatan tahun Tabel 14 Sebaran Sarana Prasarana Listrik Kota Tangerang Selatan Tabel 15 Kriteria Ketersediaan Sarana Prasarana Listrik Tabel 16 Jumlah Sarana Prasarana Listrik Kota Tangerang Selatan Tabel 17 Analisis Akses Pencapaian Gardu Listrik Tabel 18 Kondisi Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan Tabel 19 Tabel Kerapatan Jalan Tabel 20 Sarana Prasarana Pendidikan Kota Tangerang Selatan Tabel 21 Jumlah Peserta Didik Tabel 22 Jumlah Tenaga Pendidik Kota Tangerang Selatan Tabel 23 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenjang Usia Sekolah tahun Tabel 24 Akses Pencapaian Sarana Prasarana Pendidikan Tabel 25 Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan.. 72 Tabel 26 Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan Tabel 27 Jarak Pencapaian Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Tabel 28 Sarana Prasarana Sampah Kota Tangerang Selatan... 77

17 vi Tabel 29 Analisis Ketersediaan Sarana Prasarana Sampah Kota Tangerang Selatan Tabel 30 Analisis Ketersediaan TPS KotaTangerang Selatan Tabel 31 Analisis Akses Pencapaian TPS Kota Tangerang Selatan Tabel 32 Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan Tabel 33 Analisis Kelayakan Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan tahun Tabel 34 Analisis Akses Pencapaian Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Tabel 35 Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT Tabel 36 Matriks SWOT Tabel 37 Pemilihan Analisis SWOT... 88

18 vii DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran... 5 Gambar 2 Jaringan distribusi listrik Gambar 3 Deskripsi Bagian-bagian dari Jalan Gambar 4 Teknik Pengolahan Sampah Halaman Gambar 5 Peta Administrasi Kota Tangerang Selatan Gambar 6 Bagan Alir Penelitian Gambar 7 Bagan Alir Peta Identifikasi Sarana Prasarana Gambar 8 Peta Penggunaan Lahan Kota Tangerang Selatan Gambar 9 Peta Sebaran Sarana Prasarana Air Kota Tangerang Selatan Gambar 10 Peta Sebaran Gardu Transmisi Kota Tangerang Selatan Gambar 11 Peta Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan Gambar 12 Peta Panjang Jalan Kota Tangerang Selatan Gambar 13 Jalan Lingkungan di Pamulang Gambar 14 Jalan Lingkungan di Serpong Gambar 15 Jalan Lingkungan di Pamulang Gambar 16 Jalan Lingkungan di Setu Gambar 17 Jalan Lingkungan di Pondok Aren Gambar 18 Jalan Lingkungan di Ciputat Timur Gambar 19 Jalan Lingkungan di Ciputat Gambar 20 Peta Sebaran TK Kota Tangerang Selatan Gambar 21 Peta Sebaran SD Kota Tangerang Selatan Gambar 22 Peta Sebaran SMP Kota Tangerang Selatan Gambar 23 Peta Sebaran Sarana Prasarana Kesehatan Kota Tangerang Selatan Gambar 24 Peta Sebaran Sarana Prasarana Sampah Kota Tangerang Selatan Gambar 25 Peta Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan

19 PENDAHULUAN Latar belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat di ibukota berdampak pada peningkatan jumlah penduduk dan dinamika penggunaan lahan. Pertumbuhan sektor perdagangan, jasa dan industri mendominasi penggunaan lahan di kota berdampak tingginya harga lahan sehingga terjadi keterbatasan lahan untuk permukiman. Keterbatasan lahan permukiman berdampak bergesernya lokasi permukiman ke wilayah pinggiran kota (sub urban). Perpindahan penduduk ke wilayah pinggiran kota meningkatkan pertumbuhan permukiman di wilayah tersebut. Pengembangan wilayah pinggiran kota mendukung pertumbuhan kota-kota yang mempunyai hubungan erat dengan pusat kota. Pembangunan wilayah perkotaan berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, geografi, lingkungan dan budaya sehingga diperlukan sarana prasarana untuk melayani kebutuhan wilayah dan mendukung laju pertumbuhan di berbagai sektor. Indikator peningkatan pembangunan wilayah terlihat dari sistem sarana prasarananya yang terpadu (integrated). Sistem sarana prasarana yang sistematis dan terpadu menjadi bagian struktur ruang yang berfungsi sebagai jaringan penghubung dan roda kegiatan dalam penataan ruang. Kemampuan sarana prasarana melayani penduduk terlihat dari segi kuantitas dan kualitas dengan parameter jumlah sarana prasarana, kemudahan pencapaian, waktu tempuh dan jarak wilayah layanan menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan wilayah. Empat aspek kewenangan Pemerintah Daerah/Kota berdasarkan pasal 14 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah: 1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum Pemerintah Daerah/Kota mempunyai kewajiban menyediakan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk sebagai tujuan pembangunan wilayah.

20 2 Kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah berdampak kepada diberikannya kewenangan setiap daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan. Implementasi dari kebijakan tesebut menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk merencanakan dan mengembangkan potensi daerah dengan menyediakan sarana prasarana wilayah sebagai pendukung roda kegiatan dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah. Kota Tangerang Selatan terletak di propinsi Banten Jawa Barat dengan jumlah penduduk sebesar jiwa (2010) tersebar di tujuh kecamatan yaitu: Serpong, Serpong Utara, Ciputat, Ciputat Timur, Pondok Aren, Pamulang dan Setu dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2 dengan laju pertumbuhan penduduk dari tahun sebesar 4,74%. Berdasarkan Undang-Undang No.51 tahun 2008 tentang pembentukan Kota Tangerang Selatan, wilayah Tangerang Selatan merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Tangerang yang dibentuk karena meningkatnya beban dan volume kerja bidang pemerintahan, pembangunan serta pelayanan masyarakat yang bertujuan mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, meningkatkan potensi daerah di bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya. Penggunaan lahan Kota Tangerang Selatan didominasi oleh perumahan/permukiman (67,54%) yang terbentuk akibat migrasi penduduk Jakarta. Tingginya harga lahan permukiman di Jakarta memicu perpindahan penduduk ke kawasan pinggir kota termasuk Kota Tangerang Selatan. Peningkatan jumlah pusat-pusat permukiman di Kota Tangerang Selatan menuntut ketersediaan sistem sarana prasarana yang memiliki peran vital dalam pembangunan untuk melayani aktifitas penduduk, modal bagi pertumbuhan perekonomian, mendorong terciptanya kesempatan kerja dan berusaha, serta peningkatan kesejahteraan penduduknya. Saat ini kepadatan tertinggi penduduk Kota Tangerang Selatan berada di kecamatan Ciputat Timur ( jiwa/km dan yang terendah berada di kecamatan Setu (4.163 jiwa/km 2 ). Kepadatan dan komposisi penduduk mempengaruhi sebaran sarana prasarana Kota dalam melayani aktifitas penduduk. Kualitas pelayanan, akses pencapaian, jarak tempuh 2 )

21 3 dan wilayah layanan sarana prasarana menjadi indikator keberhasilan peningkatan pembangunan. Perumusan Masalah Kota Tangerang Selatan sebagai kota memerlukan sarana prasarana wilayah untuk menjalankan kegiatan dan aktifitas penduduk. Sarana prasarana wilayah berfungsi melayani kebutuhan penduduk di sektor ekonomi, sosial dan budaya. Ketersediaan sarana prasarana menjadi faktor penting dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Identifikasi sebaran sarana prasarana diperlukan untuk mengetahui jumlah sarana prasarana yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan wilayah. Apakah ketersediaan sebaran sarana prasarana dapat memenuhi kebutuhan penduduk Kota Tangerang Selatan? Kemudahan pencapaian ke sarana prasarana menjadi perhatian untuk dianalisis terkait jarak dan waktu tempuh. Jarak dan waktu tempuh berdampak kepada pelayanan sarana prasarana. Jumlah sebaran, jarak layanan dan waktu tempuh pada skala wilayah menjadi skenario untuk menyusun perencanaan lokasi sarana prasarana wilayah. Berdasarkan hal diatas dapat dirumuskan permasalahan terkait ketersediaan sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan diantaranya: 1. Apakah jumlah ketersediaan sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan dapat melayani kebutuhan penduduk Kota Tangerang Selatan? 2. Apakah sebaran sarana prasarana memenuhi akses pencapaian? 3. Bagaimana strategi pengembangan sarana prasarana Kota Tangerang Selatan? Tujuan Penelitian Melakukan studi dan analisis ketersediaan sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan diantaranya: 1. Mengidentifikasi sebaran sarana/prasarana di Kota Tangerang Selatan. 2. Mengevaluasi ketersediaan sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan. 3. Menganalisis akses pencapaian menuju sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan. 4. Mengetahui strategi pengembangan sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan

22 4 Manfaat Penelitian Sebaran dan ketersediaan sarana prasarana diharapkan dapat menjadi: 1. Arahan dalam perencanaan dan mengatur sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan. 2. Sebagai bahan pertimbangan pengembangan sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan 3. Sebagai bahan masukan dalam penyusunan standar pelayanan penduduk. Kerangka Pemikiran Pembangunan dan pengembangan wilayah memerlukan sarana prasarana untuk menjalankan aktifitas willayah. Kebutuhan sarana prasarana dipengaruhi oleh ketersediaan sebaran sarana prasarana. Ketersediaan sebaran sarana prasarana terkait dengan jumlah penduduk dan akses pencapaian. jarak, waktu tempuh dan wilayah pelayanan menggunakan analisis spasial terkait aspek-aspek yang mempengaruhi wilayah pelayanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi ketersediaan sarana prasarana dan strategi pengembangan sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan. Garis besar kerangka pemikiran penelitian disajikan Gambar 1.

23 5 Pembangunan dan Pengembangan Wilayah KebutuhanSarana Prasarana Ketersediaan Sebaran Sarana Prasarana Jumlah Penduduk. Akses Pencapaian Waktu dan Jarak Tempuh Wilayah Layanan Evaluasi Ketersediaan dan Sebaran Sarana Staregi Pengembangan Sarana Prasarana Wilayah Arahan Perencanaan dan Penataan Sarana Prasarana Kota Tangerang Selatan Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran

24 TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Perencanaan dan pengembangan wilayah merupakan kajian yang mengintegrasikan berbagai cabang ilmu untuk memecahkan masalah-masalah pembangunan serta aspek-aspek proses politik, manajemen dan administrasi perencanaan pembangunan yang berdimensi ruang atau wilayah (Rustiadi et al. 2009). Pemahaman dan pengetahuan terkait kondisi fisik alam hingga sosial ekonomi antar wilayah didukung teknik analisis beserta model sistem yang berfungsi sebagai alat (tools) membantu mendeskripsi fenomena yang terjadi di wilayah. Fenomena Urbanisasi Dunia mengalami urbanisasi fisik dan sosial pada dekade terakhir. Pertumbuhan kota terlihat signifikan di abad 20, terjadi peningkatan pesat tahun 1970 dan bergerak tetap/stabil di pertengahan abad 21. Periode tahun setengah populasi dunia tinggal di perkotaan khususnya Afrika, Asia dan Amerika Latin. Tahun pertumbuhan penduduk dunia di perkotaan sebesar 13,2%. Berbagai kota di Asia tumbuh sebesar 24,8%, Asia Tenggara 38.6%, dan wilayah pertanian Sahara Afrika 25.3 %. Wilayah pinggir kota berubah menjadi perkotaan (Spencer, 2007). Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota terjadi akibat pembangunan atau modernisasi (Spencer, 2007). Urbanisasi terjadi tanpa disadari, misalnya akibat ketimpangan antar wilayah. Kesejahteraan dan kenyamanan menjadi pemicu perpindahan penduduk dari wilayah desa ke wilayah kota. Perubahan ekonomi yang terjadi diantara daerah rural dan urban menjadi salah satu aspek perhatian dalam penataan ruang. Ketimpangan antar wilayah terkait sarana prasarana berdampak kepada pergeseran sosial dari petani menjadi masyarakat kota. Urbanisasi secara fisik memghubungkan secara langsung perilaku manusia kepada manusia, manusia dengan sarana prasarana dan lingkungan tempat mereka bermukim.

25 8 Sarana Prasarana Wilayah Sarana prasarana berasal dari kata infrastructure yaitu suatu sistem yang dibangun untuk mendukung kegiatan dari satu wilayah ke wilayah lain. Sarana prasarana berfungsi menyediakan pelayanan untuk mendukung aktifitas wilayah dengan substansi yang berbeda contohnya jaringan jalan, air bersih, listrik, sarana kesehatan masyarakat, sarana pendidikan dan sarana perdagangan. Sarana prasarana memerlukan pembiayaan besar untuk menunjang pertumbuhan sosial ekonomi, teknologi handal, ramah lingkungan dan faktor-faktor penting lain dari berbagai aspek yang mendukung kerangka kerja sehingga membentuk jaringan yang sistematis dan terpadu ( NCPWI, 1988). Peningkatan urbanisasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari berdampak pada peningkatan populasi. Kebutuhan jaringan sarana prasarana yang kompleks dan berteknologi diperlukan untuk melayani antar wilayah secara geografi. Sarana prasarana menjadi bagian pergerakan dan distribusi antar kota, antar wilayah di dunia. Sebuah kota sebagai contoh, memerlukan air bersih untuk memenuhi kebutuhan minum, saluran air limbah, makanan, sistem distribusi sampah yang berkaitan erat dengan tubuh manusia dan sistem metabolisme tubuh. Pertanian global, pengiriman dan perdagangan serta penyediakan makanan bagi kota-kota didunia. Jalan raya, pesawat, kereta api, dan jalan lingkungan mendukung dan menyebarkan penumpang ulang alik (commuter), perpindahan antar wilayah dalam sistem global yang menghubungkan wilayah pedalaman dan pinggiran kota. Kebutuhan tersebut diatas dapat terpenuhi didukung sarana prasarana. Sarana prasarana sistematis dan terpadu diperlukan untuk melayani/mendukung aktivitas antar wilayah, antar pulau dan antar negara (Graham, 2010) Penginderaan Jauh Penginderaan jauh di definisikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dengan cara analisis data, diperoleh dengan sistem perekaman tertentu tanpa terjadi kontak langsung dengan obyek atau fenomena yang diamati (Barus dan Wirasdisastra, 2000). Produk penginderaan jauh bermanfaat untuk aplikasi pengembangan sumber daya alam dam lingkungan. Setiap kegiatan yang berkaitan dengan permukaan bumi, akan diperlukan data permukaan bumi sebagai

26 9 data referensi. Salah satu jenis data permukaan bumi adalah data yang berkaitan dengan spasial dan atribut suatu wilayah. Salah satu cara untuk mendapatkan data spasial dan data atribut suatu wilayah adalah dengan metode penginderaan jauh. Keuntungan dari metode penginderaan jauh ini adalah waktu pengumpulan data yang relatif singkat dibanding dengan metode terestris untuk cakupan area yang sama. Adapun wahana yang digunakan dalam sistem penginderaan jauh adalah wahana udara (foto udara) dan wahana luar angkasa (satelit). Hasil dari penginderaan jauh wahana satelit adalah citra. Perkembangan teknologi citra satelit berdasarkan resolusi spasialnya digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu: citra satelit resolusi tinggi, sedang, dan rendah. Keuntungan dari kemajuan teknologi bidang penginderaan jauh tersebut diantaranya adalah sangat mudahnya mengakses citra satelit berresolusi spasial tinggi secara gratis. Google Earth adalah salah satu dari software yang dapat menyajikan citra satelit resolusi tinggi secara gratis. Google Earth merupakan sebuah program virtual yang disebut Earth Viewer dan dibuat oleh Keyhole, Inc.. Program ini memetakan bumi berdasarkan gambar yang dikumpulkan dari pemetaan satelit, fotografi udara dan globe GIS 3D. Tersedia dalam tiga lisensi berbeda: Google Earth, sebuah versi gratis dengan kemampuan terbatas; Google Earth Plus yang memiliki fitur tambahan; dan Google Earth Pro yang digunakan untuk penggunaan komersial (Google, 2011) Ada tiga hal penting yang perlu dilakukan dalam proses intepretasi menurut (Sutanto, 1992), yaitu deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi citra merupakan pengamatan tentang adanya suatu objek, pendeteksian objek di wilayah tertentu. Identifikasi atau pengenalan merupakan upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup, misalnya mengidentifikasikan suatu objek kotak-kotak sebagai tambak di sekitar perairan karena objek tersebut dekat dengan laut. Proses analisis merupakan pengklasifikasian berdasarkan proses induksi dan deduksi, seperti penambahan informasi bahwa tambak tersebut adalah tambak udang dan diklasifikasikan sebagai daerah pertambakan udang.

27 10 Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu intepretasi secara manual dan intepretasi secara digital (Purwadhi, 2001). Interpretasi secara manual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara keruangan. Karakteristik objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti. Sarana Prasarana Air Bersih Air adalah sumber daya alam pokok dan penting dalam pembangunan wilayah dan menjadi perhatian utama karena berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi dan sumber daya lingkungan. Perkembangan jumlah penduduk dan pembangunan wilayah secara ekonomi berakibat peningkatan kebutuhan air sehingga berdampak krisis dalam pembangunan wilayah. Schneekloth (2010) menerangkan bahwa setiap wilayah secara spesifik terdapat daerah aliran air dan menerima sejumlah air hujan setiap tahunnya. Beberapa kota berlokasi di mulut sungai atau daerah sepanjang sungai karena keterkaitannya sebagai sarana transportasi dan sumber air. Sebagian kota yang dialiri air harus mengelola kualitas dan kuantitas air sehingga dapat di konsumsi dan terhindar dari aspek yang merugikan seperti banjir. Air salah satu sumber daya alam yang sangat diperlukan untuk kehidupan manusia. Tubuh manusia 50% terdiri dari air (Notoatmojo, 2003). Menurut WHO kebutuhan air untuk manusia sebesar l/hari. Saat ini konsumsi negara berkembang baru berkisar l/hari. Kebutuhan air manusia sehari-hari meliputi minum, mandi, masak, mencuci dan yang terpenting adalah kebutuhan air bersih untuk minum. Aset air terbesar di muka bumi sebesar 97% adalah air asin, dan 3% air segar ( Gleick, 1996). Dua pertiga bagian membeku dalam bentuk gletser dan es di kutub. Sumber air lain adalah air tanah. Air segar adalah sumber daya terbarukan, namun pasokan dunia akan air bersih terus berkurang. Kebutuhan pasokan air semakin meningkat seiring dengan perkembangan penduduk dunia yang meningkat pula.

28 11 Penggunan sumber daya air untuk berbagai kepentingan kehidupan manusia diantaranya (WBCSD, 2005) : 1. Pertanian Air untuk pertanian sebesar 69% digunakan untuk keperluan irigasi. Irigasi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman sehingga dapat tumbuh dan hasilnya dapat di panen. 2. Industri Kebutuhan air untuk industri sebesar 22%, lebih kecil dari penggunaan bidang pertanian. Air digunakan dalam proses industri untuk menggerakkan mesin seperti turbin uap atau mesin pengendali panas. 3. Rumah Tangga Kebutuhan air dunia sebesar 8% digunakan untuk kebutuhan rumah tangga seperti minum, mandi, memasak, mencuci, sanitasi dan taman. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sebaran Sumber Air Sistem sarana prasana air bersih di tiap wilayah mempunyai permasalahan yang berbeda. Beberapa faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan air diantaranya keadaan geografi dan topografi, sumber air baku, distribusi air ke pelanggan dan rendahnya tarif dasar air bersih. Parameter sistem pengelolaan air bersih mempengaruhi kelayakan sarana prasarana air bersih (Pramono, 2002). Geografi dan Topografi Keadaan geografi wilayah mempengaruhi lokasi, jarak sumber air yang berkaitan dengan distribusi kebutuhan air bagi penduduk. Sumber air baku mempengaruhi penyebaran penduduk, aktifitas wilayah, tata letak penentuan lokasi untuk instalasi, pompa-pompa, tangki-tangki harus sesuai dengan topografi wilayah. Sumber Air Baku Sumber air baku menjadi faktor penentu bagi produktivitas air bersih di wilayah tertentu. Jika suatu wilayah tidak mempunyai sumber air baku misalnya tidak dilalui aliran sungai, maka pemerintah daerah harus berupaya memperoleh sumber air dari wilayah lain atau mencari alternatif sumber air baku baru.

29 12 Distribusi Air Distribusi air ke pelanggan dalam hal pemanfataan sarana air bersih bagi penduduk saat ini belum merata. Distribusi air saat ini belum terpenuhi ke semua pelanggan, banyaknya jumlah air hilang akibat kebocoran, banyaknya sambungan liar menghambat proses distribusi sehingga pelanggan tidak dapat menikmati air bersih secara maksimal. Sarana Prasarana Listrik Listrik digunakan untuk menunjang aktifitas setiap manusia di dunia. Listrik dihasilkan melalui pembangkit tenaga listrik. Energi yang digunakan untuk membangkitkan listrik diantaranya adalah: air, uap, gas. Lokasi pembangkit listrik disebut dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkitt listrik Tenaga Uap (PLTU), Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG). Pembangkit listrik berfungsi memproduksi dan membangkitkan tenaga listrik dari berbagai sumber tenaga. Energi yang menghasilkan listrik didistribusikan dari pusat pembangkit tenaga listrik ke pusat distribusi melalui jaringan ke gardu induk kemudian didistribusikan ke jaringan distribusi primer masuk ke gardu distribusi kemudian disalurkan ke rumah-rumah penduduk. Untuk skala kecil perusahaan listrik menggunakan potensi alam di wilayah tertentu untuk menghasilkan listrik. Negara kita terkenal dengan listrik desa, pusat pembangkit listrik kecil di usahakan melalui swadaya masyarakat dengan memanfaatkan tenaga air atau gas alam. Sistem listrik desa penyebarannya bersifat langsung dari sumber pembangkit langsung ke jaringan distribusi dilanjutkan ke penduduk. Sistem Distribusi Sistem tenaga listrik yang paling dekat dengan pelanggan adalah sistem distribusi (Prihastomo, 2008). Sistem distribusi adalah bagian sistem tenaga listrik yang pa1ing banyak mengalami gangguan, sehingga masalah utama dalam operasi sistem distribusi adalah mengatasi gangguan. Sistem distribusi terdiri dari jaringan yang diisi dari sebuah Gardu Induk (G1). Jaringan Distribusi terdiri dari

30 13 sebuah GI pada umumnya tidak berhubungkan secara listrik dengan jaringan distribusi lain, sehingga masing-masing jaringan distribusi beroperasi secara tepisah. Sistem distribusi terdiri dan Jaringan tegangan Menengah (JTM) dan JaringanTegangan Rendah (JTR). JTM dan JTR beroperasi secara radial. Untuk sistem jaringan baru, jaringan distribusi langsung diisi oleh pusat listrik, karena bebannya relatif rendah sehingga tidak diperlukan sistem transmisi (penyaluran). Jaringan distribusi listrik disajikan dalam Gambar 2. Pembangkit Listrik Gardu Induk Jaringan Tegangan Menengah Jaringan Tegangan Rendah Gardu Induk Pelanggan Gambar 2 Jaringan distribusi listrik Jaringan tegangan menengah dan rendah didukung oleh gardu distribusi. Gardu distribusi adalah perangkat pemasok tenaga listrik bagi tegangan menengah dan rendah. Berdasarkan Keputusan Direksi PT.PLN radius pelayanan gardu adalah jangka pelayanan diantara dua gardu (PLN, 2010) Pertimbangan radius pelayanan atas:\ 1. Batas geografis antar dua gardu. 2. Kepadatan beban antar dua gardu induk 3. Jatuh tegangan 4. Besar penghantar (maksimal aluminium 240m 2 ). Area pelayanan gardu distribusi terbagi atas: 1. Gardu distribusi tipe beton untuk daerah padat beban tinggi. Jalur pelayanan antar gardu berjarak 1 km 2 terdiri dari 4 gardu beton 2. Gardu distribusi tipe beton padat beban rendah.\ Gardu distribusi padat beban rendah khusus untuk pedesaaan panjang jalur pelayanan dibatasi tingkat pelayanan tegangan (+ 5%-10%).

31 14 Sarana Prasarana Jaringan Jalan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 26 tahun 1985 tentang jalan, pengadaan jalan diselenggarakan dengan mengutamakan pembangunan jaringan jalan di pusat-pusat produksi serta jalan-jalan yang menghubungkan pusat-pusat produksi dengan daerah pemasaran. Jaringan jalan dibangun dari jenjang terendah bersifat lokal/lingkungan hingga jenjang wilayah berhubungan satu dengan lainnya. Berdasarkan Sistem Jaringan dan Geometri Jalan (Direktorat Jenderal Cipta Karya,1998) terdiri dari: Sistem Jaringan Jalan Primer 1. Sistem Jaringan Jalan Primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut: a. Dalam satu satuan wilayah pengembangan menghubungkan secara menerus dari jenjang kota kesatu, ke jenjang kota kedua, ke jenjang kota ketiga, dan ke jenjang kota dibawahnya sampai ke persil. b. Menghubungkan jenjang kota kesatu dengan jenjang kota kesatu antar satuan wilayah pengembangan. 2. Jalan arteri primer menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua. 3. Jalan kolektor primer menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. 4. Jalan lokal primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan Persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan Persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan Persil, atau kota di bawah jenjang ketiga sampai Persil. Sistem Jaringan Jalan Sekunder 1. Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi

32 15 primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. 2. Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. 3. Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua kawasan sekunder ketiga. 4. Jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Jaringan jalan berfungsi mendukung pergerakan manusia, kendaraan, dan akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat. Untuk merencanakan jaringan jalan, mengacu pada ketentuan teknis tentang pembangunan prasarana jalan perumahan, jaringan jalan dan geometri jalan yang berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan jalan pergerakan kendaraan dan manusia, dan akses penyelamatan dalam keadaan darurat drainase pada lingkungan perumahan di perkotaan. Salah satu pedoman teknis jaringan jalan diatur dalam Pedoman Teknis Prasarana Jalan Perumahan (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 1998). Gambar 3 memperlihatkan struktur bagan jalan. Pagar Drainase Trotoar Bahu Jalan D a w a s j a Lajur Lalu Lintas Lajur Lalu Lintas Jalur Lalu Lintas D a m a j a D a m i j a Lajur Lalu Lintas Lajur Lalu Lintas Jalur Lalu Lintas D a w a s j a Gambar 3 Deskripsi Bagan Jalan

33 16 Keterangan Gambar Damaja : Daerah Manfaat Jalan, daerah yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan amabang pengaman. Damija : Daerah yang meliputi daerah manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalulintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. Dawasja : Daerah pengawasan jalan. Lajur lahan berada di bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor, kontur jalan dan ruang daerah milik jalan yang tidak mencukupi. Sarana Prasarana Pendidikan dan Pembelajaran Penyediaan sarana pendidikan, melayani setiap unit administrasi pemerintahan baik informal (RT, RW) maupun formal (Kelurahan, Kecamatan), dan bukan didasarkan semata-mata pada jumlah penduduk yang akan dilayani oleh sarana tersebut. Dasar penyediaan sarana pendidikan dalam (BSN, 2004) mempertimbangkan pendekatan kebutuhan ruang dalam unit-unit kelompok lingkungan. Terkait dengan bentukan bangunan/blok yang terbentuk sesuai konteks lingkungannya. Penempatan penyediaan fasilitas ini mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu. Perencanaan sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan pendidikan yang akan dicapai, dimana sarana pendidikan dan pembelajaran ini akan menyediakan ruang belajar harus memungkinkan siswa mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap secara optimal. Oleh karena itu dalam merencanakan sarana pendidikan harus memperhatikan: 1. Berapa jumlah anak yang memerlukan fasilitas ini pada area perencanaan; 2. Optimasi daya tampung dengan satu shift;

34 17 3. Efisiensi dan efektifitas kemungkinan pemakaian ruang belajar secara terpadu; 4. Pemakaian sarana dan prasarana pendukung; 5. Keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan berbagai jenis sarana lingkungan lainnya. Jenis Sarana Sarana pendidikan yang diuraikan dalam standar ini hanya menyangkut bidang pendidikan yang bersifat formal/umum, yaitu meliputi tingkat prabelajar (Taman Kanak-kanak); tingkat dasar (SD/MI); tingkat menengah (SLTP/MTs dan SMU). Adapun penggolongan jenis sarana pendidikan dan pembelajaran ini meliputi: 1. Taman kanak-kanak (TK), yang merupakan penyelenggaraan kegiatan belajar dan mengajar pada tingkatan pra belajar dengan lebih menekankan pada kegiatan bermain, yaitu 75%, selebihnya bersifat pengenalan; 2. Sekolah dasar (SD), yang merupakan bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program enam tahun; 3. Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), yang merupakan bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan proram tiga tahun sesudah sekolah dasar (SD); 4. Sekolah menengah umum (SMU), yang merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan menengah mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi; 5. Sarana pembelajaran lain yang dapat berupa taman bacaan ataupun perpustakaan umum lingkungan, yang dibutuhkan di suatu lingkungan perumahan sebagai sarana untuk meningkatkan minat membaca, menambah ilmu pengetahuan, rekreasi serta sarana penunjang pendidikan. Sarana Prasarana Kesehatan Pengertian Sehat dan Kesehatan Masyarakat Sehat keadaan terbebas dari penyakit dalam seluruh kehidupan manusia meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual (WHO, 1947). Kesehatan

35 18 masyarakat adalah kemampuan masyarakat untuk menjaga, menolong diri sendiri serta mengembangkan kegiatan berbasis lingkungan. Fungsi pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) adalah gerakan pemberdayaan kekuarga dan masyarakat untuk mencegah dan meningkatkan kesehatan setiap individu dan keluarga yang bersifat mandiri. Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan sarana ini didasarkan jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut. Penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu (BSN, 2004). Jenis sarana Beberapa jenis sarana yang dibutuhkan (BSN, 2004) adalah : 1. Balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang kesehatan dengan titik berat terletak pada penyembuhan (currative) tanpa perawatan, berobat dan pada waktu-waktu tertentu juga untuk vaksinasi; 2. Balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA)/Klinik Bersalin, yang berfungsi melayani ibu baik sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta melayani anak usia sampai dengan 6 tahun; 3. Puskesmas dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan kepada penduduk dalam penyembuhan penyakit, selain melaksanakan program pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit di wilayah kerjanya; 4. Puskesmas pembantu dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai unit pelayanan kesehatan sederhana yang memberikan pelayanan kesehatan

36 19 terbatas dan membantu pelaksanaan kegiatan puskesmas dalam lingkup wilayah yang lebih kecil; 5. Tempat praktek dokter, merupakan salah satu sarana yang memberikan pelayanan kesehatan secara individual dan lebih dititikberatkan pada usaha penyembuhan tanpa perawatan; dan 6. Apotik, berfungsi untuk melayani penduduk dalam pengadaan obat-obatan, baik untuk penyembuhan maupun pencegahan. Sarana dan Prasarana Persampahan Sampah adalah limbah padat yang terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan bagi lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Anggarkusuma, 2010). Sistem pengelolaan menjadi permasalahan di kota besar, berdasarkan data BPS tahun 2000, sebanyak 384 kota di Indonesia menimbulkan sampah sebesar ,87 ton/hari, sampah yang diangkut ke TPA sebesar 4,2%, dibakar sebesar 37,6%, dibuang ke sungai 4,9% dan tidak tertangani sebesar 53,3%. Peningkatan jumlah bangkitan sampah terjadi karena pertumbuhan penduduk di kota yang tinggi tidak didukung dengan sarana prasana sampah yang memadai. Besarnya bangkitan sampah jika tidak ditangani dengan tepat menyebabkan permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah berbagai penyakit menular baik penyakit kulit maupun gangguan pernafasan, dampak tidak langsungnya diantaranya bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus sungai karena terhalang sampah yang dibuang ke sungai. Kategori Sampah Sampah digolongkan menjadi dua (Anggarkusuma, 2010) yaitu: Berdasarkan jenisnya sampah dapat dipilahkan menjadi tiga yaitu: 1. Sampah yang mudah membusuk (garbage). Sampah ini terdiri atas bahan-bahan organik, diantaranya: sisa makanan, sisa sayuran, sisa buah-buahan, sering disebut dengan sampah basah. 2. Sampah yang tak dapat/sukar membusuk (rubbish).

37 20 Sampah yang terdiri atas bahan organik maupun anorganik, diantaranya: pecahan botol, kaca, besi, sisa bahan bangunan, disebut dengan sampah kering. Kelompok rubbish ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Dapat dibakar (combustible rubbish) Contoh: kertas, plastik, kayu, kulit, tekstil, karet. 2. Tidak dapat dibakar (non combustible rubbish) Sampah ini juga dapat dikelompokkan menjadi: 1. Metalic rubbish, terdiri dari sampah besi, timah, seng, alumunium dan barang-barang yang terbuat dari besi. 2. Non metalic rubbish, misalnya pecahan botol, gelas, tembikar, kaca dan barang-barang berbahan selain besi 3. Sampah yang berbentuk partikel halus (ashes and residues) Sampah yang berasal dari sisa pembakaran kayu, batubara, arang dan sisa pembakaran lain dari semua bahan yang ada di rumah, toko, instansi dan industri yang digunakan untuk tujuan memasak, memanggang ataupun membakar. Contoh: bubuk yang berasal dari material, abu api. Berdasarkan teknik pengelolaan dan jenis pemanfaatannya sampah dapat dibedakan menjadi: 1. Sampah yang dapat dimanfaatkan kembali yaitu: pupuk kompos, makanan ternak, bubur kertas. 2. Sampah yang dapat dibakar/digunakan untuk bahan bakar yaitu: briket dan biogas. 3. Harus dibuang karena pertimbangan ekonomis atau berbahaya yaitu: sampah berbahan bahaya dan beracun (B3) karena sifat dan jumlahnya secara langsung atau tidak mencemarkan, merusak dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya. Sumber Sampah Sumber sampah dibagi menjadi tujuh macam (Anggarkusuma, 2010), yaitu: 1. Daerah pemukiman/rumah tangga, berupa sampah basah/organik.

38 21 2. Daerah komersial, meliputi sampah dari pasar, pertokoan, restoran didominasi sampah organik. 3. Daerah institusional, terdiri atas sampah dari perkantoran, sekolah, tempat ibadah dan merupakan sampah kering. 4. Daerah terbuka, sampah dari pembersihan jalan, trotoar, taman merupakan sampah organik dan debu. 5. Daerah industri, sampah dari sisa-sisa kegiatan industri, tergantung kepada jenis industrinya. 6. Daerah pembangunan, pemugaran dan pembongkaran dan bahan yang berasal dari kegiatan tersebut diantaranya: pecahan bata, kayu, besi, dan lain-lain. 7. Rumah sakit/poliklinik, sampah dari sampah kantor, sampah bekas operasi dan luka. Sistem Pengelolaan Sampah Sistem pengelolaan sampah dan, kegiatan pengelolaan sampah meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan pembuangan akhir (BSN, 2002). Pewadahan adalah proses pertama kali penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut, dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), pengumpulan adalah proses pengumpulan sampah ke Tempat Penampungan Akhir (TPA), pemindahan adalah tahap memindahkan sampah hasil pengumpulan ke lokasi pemindahan sampah, berfungsi sebagai tempat pertemuan alat pengumpul dengan alat pengangkut (truk), pengangkutan adalah memindahkan sampah dari TPS ke TPA, sehingga TPS pada daerah pelayanan menjadi bersih dari sampah. Pewadahan Pewadahan adalah proses pertama kali penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut, dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tujuan Pewadahan Proses pewadahan bertujuan untuk: 1. Agar Sampah tidak berserakan, sehingga lingkungan bersih, sehat dan mempunyai nilai estetika yang baik.

39 22 Bangkitan Sampah Pemindahan Pemilahan, Pewadahan, dan Pengolahan di sumber Pengumpulan Pemilahan dan Pengolahan Pengangkutan Pembuangan Akhir Gambar 4 Teknik Pengolahan Sampah 2. Memudahkan pengangkutan ke tempat selanjutnya. Pola Pewadahan Pola pewadahan sampah dapat dikategorikan menjadi 2 macam, yaitu: 1. Pola individual Pola dimana wadah yang digunakan menampung sampah dari masing-masing sumber sampah. Kriteria wadah yang digunakan: 1. Mudah diambil. 2. Terletak di halaman muka bangkitan sampah kecil (rumah tangga). 3. Terletak di halaman belakang bila bangkitan sampah besar (rumah sakit, hotel, restoran, dan lain-lain). 2. Pola komunal Pola dimana wadah sampah yang digunakan dapat menampung sampah lebih dari satu sumber sampah. Kriteria wadah yang digunakan harus: 1. Terletak di lokasi khusus. 2. Tidak di tepi jalan protokol. 3. Jarak terdekat dengan bangkitan sampah. 4. Tidak mengganggu sarana umum.

40 23 Penempatan, Pengisian dan Pengosongan Wadah Untuk proses ini dibagi menjadi 3 kelompok berdasar pengguna wadah, yaitu: 1. Wadah untuk individual rumah tangga: 1. Wadah ditempatkan di tempat yang mudah dijangkau penghuni dan petugas. 2. Sampah dibuang ke dalam wadah oleh pemilik sumber sampah. 3. Pengosongan wadah dilakukan oleh petugas. 4. Wadah yang sudah kosong dikembalikan ke tempat semula. 5. Secara periodik wadah dicuci atau dibersihkan. 2. Wadah untuk komunal perkotaan 1. Wadah ditempatkan di depan tanpa mengganggu pejalan kaki. 2. Sampah yang dibuang ke dalam wadah sebaiknya dalam keadaan terbungkus plastik. 3. Wadah komunal dikosongkan oleh petugas. 3. Wadah untuk pejalan kaki Wadah untuk pejalan kaki sebaiknya ditempatkan di tempat yang strategis contohnya terminal, tempat rekreasi, daerah pertokoan dan lain-lain. Pengumpulan Pengertian proses pengumpulan sampah ke Tempat Penampungan Akhir (TPA) tediri dari empat jenis sesuai dengan pola pengumpulan yang digunakan, yaitu: Perseorangan langsung Penanganan sampah dengan cara mengumpulkan sampah dari masingmasing sumber sampah dan diangkut langsung ke TPA tanpa melalui proses pemindahan. Persyaratan proses pengumpulan dapat terlaksana jika: 1. Bila alat pengumpul yang digunakan tidak menggunakan mesin, topografi harus datar. 2. Kondisi jalan harus lebar, sehingga operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya. 3. Kondisi dan jumlah alat memungkinkan.

41 24 4. Jumlah timbunan sampah besar, lebih dari 0,5 m 3 / hari. Perseorangan tidak langsung Proses penanganan sampah dengan cara mengumpulkan sampah dari sumber sampah diangkut ke TPA melalui proses pemindahan dengan menggunakan sarana pengangkut. Persyaratan pengumpulan bangkitan sampah: 1. Adanya lokasi pemindahan. 2. Bila alat yang digunakan untuk memindahkan non-mesin, topografi harus datar. 3. Lebar jalan dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan. 4. Jadwal waktu yang sesuai untuk pengumpulan dan pengangkutan. Komunal langsung Berdasarkan SNI proses penanganan sampah dengan cara mengumpulkan sampah dari titik pewadahan komunal, langsung diangkut menuju TPA tanpa melalui proses pemindahan. Terlaksana dengan cara: 1. Peran serta masyarakat tinggi. 2. Wadah komunal dirancang sesuai dengan kondisi, ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasinya mudah dijangkau truk pengangkut. 3. Untuk daerah khusus berbukit, maka lokasi wadah komunal diletakkan di dekat jalan masuk. Komunal tidak langsung Proses penanganan sampah dengan cara mengumpulkan sampah dari masing- masing titik pewadahan komunal ke lokasi pemindahan menggunakan gerobak, kemudian diangkut ke TPA dengan truk. Persyaratannya adalah: 1. Peran serta masyarakat tinggi. 2. Wadah komunal ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengumpul. 3. Adanya lokasi pemindahan. 4. Apabila alat pengumpul non-mesin, maka topografi harus datar. 5. Lebar jalan memungkinkan dilalui tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya. 6. Sesuai untuk kota besar dengan pertumbuhan tinggi. Pemilihan pola pengumpulan tergantung kepada:

42 25 1. Sistem pelayanan yang diperlukan masyarakat. 2. Keadaan topografi setempat. 3. Kepadatan penduduk. 4. Karakteristik fisik sampah. 5. Peraturan yang berlaku. 6. Kebiasaan masyarakat setempat. Pemindahan Pemindahan adalah tahap memindahkan sampah hasil pengumpulan alat angkut ke lokasi pemindahan sampah, berfungsi sebagai tempat pertemuan alat pengumpul dengan alat pengangkut (truk). Dalam proses ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu: Proses pemindahan diklasifikasikan menjadi dua ( Anggarkusuma, 2010), yaitu: Pemindahan tidak langsung Pembuangan sampah dari alat pengumpul ke lokasi pemindahan, baru kemudian dipindah ke truk pengangkut. Pemindahan jenis ini biasanya dihindari oleh ahli persampahan karena: 1. Proses tidak higienis/sehat. 2. Membutuhkan waktu lebih lama karena melalui 2 tahap. 3. Membutuhkan ruang yang lebih besar. Pemindahan langsung Sampah dari lokasi pengumpulan dipindahkan ke dalam wadah yang dibawa oleh alat pengangkut. Wadah ini adalah kontainer berkapasitas 5-10 m 3 yang diangkut ke truk secara hidrolik.. Pengangkutan Pengangkutan adalah proses memindahkan sampah dari TPS ke TPA, sehingga TPS pada daerah pelayanan menjadi bersih dari sampah. Untuk menunjang kelancaran proses pengangkutan, tempat untuk proses pengangkutan harus disesuaikan dengan proses pengumpulan, sehingga perlu ditentukan titik pengangkutan dan pengumpulan. Untuk menentukan titik pengumpulan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

43 26 1. Lebar jalan minimal 5 meter agar cukup untuk parkir truk dan lalu lintas kendaraan yang lain. 2. Untuk permukiman padat dapat ditentukan dengan interval sekitar 100 meter dan bersifat komunal. 3. Volume sampah pada lokasi tersebut berkisar antara 1-3 m 3, ditentukan berdasarkan kondisi lingkungan, ruangan yang tersedia dan komposisinya. 4. Tidak ada metode pasti untuk menentukan titik pengumpulan yang optimal, tapi dapat dilakukan uji coba dan evaluasi setiap 3 bulan dan kemudian 1 tahun. Penentuan titik pengangkutan dan pengumpulan dilihat segi efisiensi operasional, terutama waktu. Semakin sedikit titik pengangkutan dan pengumpulan maka semakin sedikit waktu yang dibutuhkan oleh kendaraan pengumpul atau pengangkut untuk melaksanakan operasinya. Proses pengangkutan dan pengumpulan yang berkaitan dengan waktu terdiri dari: 1. Waktu Tunggu Waktu yang digunakan petugas gerobak untuk menunggu kedatangan truk pengangkut. 2. Waktu Muat Waktu yang diperlukan untuk memuat sampah ke dalam truk hingga penuh. 3. Waktu Angkut. Waktu yang diperlukan untuk mengangkut sampah dari titik transfer ke TPA. Pembuangan Akhir Pembuangan akhir adalah proses terakhir sampah dari seluruh titik pengumpulan dibuang/dikumpulkan. Tujuan pembuangan akhir ini adalah untuk memusnahkan sampah di TPA dengan proses/sistem tertentu sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap limgkungan sekitar dengan metode olah atau tanpa olahan. Sarana Prasarana Perdagangan dan Niaga Berdasarkan Peraturan Presiden No.112 tahum 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko. Definisi Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang

44 27 disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang. Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu penjual. Penempatan penyediaan sarana prasarana perdagangan dan niaga terkait radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani wilayah terkait. Jumlah penduduk di wilayah terkait menjadi paramater jumlah sarana perdagangan dan niaga. Jenis Sarana Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan niaga adalah: 1. Toko / warung (skala pelayanan unit RT 250 penduduk), yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari; 2. Pertokoan (skala pelayanan penduduk), yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel, fotocopy, dan sebagainya; 3. Pusat pertokoan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan penduduk), yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan, buah-buahan, beras, tepung, bahan-bahan pakaian, pakaian,

45 28 barang-barang kelontong, alat-alat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet, wartel dan sebagainya; 4. Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan penduduk), yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi, unitunit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan niaga lainnya seperti kantor-kantor, bank, industri kecil dan lain-lain.

46 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Kota Tangerang Selatan yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Tangerang propinsi Banten. Kota Tangerang Selatan mempunyai luas wilayah 150,78 km 2 dengan jumlah penduduk jiwa (BPS, 2010) yang terdiri dari pria sekitar jiwa dan wanita jiwa. Kota Tangerang Selatan sebelah utara berbatasan dengan kota Tangerang, sebelah timur berbatasan dengan Propinsi DKI Jakarta, di sebelah selatan berbatasan dengan kota Depok dan kabupaten Bogor dan di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Tangerang. Penelitian dilaksanakan bulan Januari 2011 sampai dengan Mei Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan Bahan dan Alat Data yang digunakan terdiri dari (1) data primer, data penggunaan lahan hasil intepretasi citra dan data hasil survey cek di lapangan, (2) data sekunder berupa peta administrasi kota Tangerang Selatan, peta-peta tematik sarana

47 30 prasarana dari Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan, data atribut seperti data kependudukan, jumlah sarana prasarana wilayah kota. Alat yang digunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software Arc GIS 9.3, Microsoft Office serta alat penunjang lainnya yaitu kamera digital, GPS dan alat tulis. Metode Pengumpulan Data Sumber data primer diambil dari pengambilan titik lokasi sarana prasarana dengan GPS (Global Positioning System), hasil survey/cek di lapangan terkait jumlah sebaran, jarak sarana prasarana dan wilayah pelayanan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari lembaga pemerintahan (kantor Pemerintah Kota, Kecamatan), Kota Tangerang Selatan Dalam Angka, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pendidikan Nasional Kota Tengerang, RTRW Kota Tangerang Selatan, data dari bahan bacaan, internet dan peta. Hubungan antara tujuan kegiatan penelitian, jenis data, metode analisis dan keluaran/hasil dari penelitian disajikan pada Tabel 1. Penggunaan lahan dapat dipantau dengan menggunakan intepretasi citra Diharapkan dari karakteristik penggunaan lahan dapat membantu proses identifikasi sebaran sarana prasarana wilayah di Kota Tangerang Selatan. Proses identifikasi sarana prasarana didukung data sekunder dari peta-peta tematik sebaran sarana prasarana. Hasil identifikasi sarana prasarana dievaluasi ketersediaannya dengan analisis deskriptif, kemudian dilakukan analisis spasial berkaitan dengan akses pencapaian dari permukiman menuju sarana prasarana. Hasil identifikasi, ketersediaan dan akses pencapaian di formulasikan dengan metode analisis SWOT sehingga didapatkan strategi pengembangan sarana prasarana wilayah sebagai arahan Kota Tangerang Selatan. Kerangaka bagan alir penelitian disajikan Gambar 6.

48 31 Tabel 1 Jenis data dan Metode Analisis Tujuan Kegiatan Jenis Data Metode Analisis Keluaran 1. Identifikasi sebaran sarana prasarana Penggunaan Lahan Lahan Intepretasi Citra Digital Peta Penggunaan lahan Kota Tangerang Selatan Peta Tematik Sarana Prasarana Kota Tangerang Selatan Primer Sebaran Sarana Prasarana Analisis Deskriptif Peta Sebaran Sarana Prasarana Kota Tangerang Selatan 2. Evaluasi ketersediaan sarana prasarana Kota Tangerang Selatan dalam Angka 2010 (BPS) Jumlah Sebaran Sarana Prasarana RTRW Kota Tangerang Selatan BAPPEDA, 2010 Analisis Deskriptif Ketersediaan Sarana Prasarana Kota Tangerang Selatan 3. Menganalisis akses pencapaian menuju sarana prasarana Peta Penggunaan Lahan/Tangerang Selatan Peta Jaringan Jalan Analisis Spasial Perhitungan Manual Jarak Pencapaian ke Sarana Prasarana 4. Strategi pengembangan sarana prasarana Hasil Wawancara dengan responden Hasil Analisis Sebelumnya Analisis SWOT Strategi Pengembangan Sarana Prasarana wilayah

49 32 Interpretasi citra Studi Pustaka Data BPS Peta Penutupan/ Penggunaan Lahan Wawancara Responden Identifikasi Sebaran Sarana Prasarana Akses Pencapaian Analisis SWOT Analisis Spasial Evaluasi Sebaran dan Ketersediaan Sarana Prasarana Arahan Pengembangan Sarana Prasarana Permukiman Gambar 6 Bagan Alir Penelitian Metode Analisis Data Metode Analisis data diperlukan untuk mengidentifikasi permasalahan, dan kendala yang terjadi berdasarkan data dan hasil survey di lapang. Teknik Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Intepretasi Penutupan/Penggunaan Lahan Data peta penutupan dan penggunaan lahan diperoleh dari intepretasi citra satelit dengan menggunakan citra Geo Eye (Maret 2010) yang bertujuan untuk mengetahui penggunaan lahan Kota Tangerang Selatan.

50 33 Citra Satelit Intepretasi citra Peta Administrasi Peta Penggunaan Lahan Gambar 7 Bagan Alir Peta Identifikasi Sarana Prasarana Identifikasi dan Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Analisis Deskriptif Analisis deskriptif menggambarkan dan memperlihatkan fakta-fakta data yang di analisa, digunakan untuk melihat data atribut. Kesimpulan analisis deskriptif dilakukan dengan mengestimasi melalui penjumlahan, perkalian atau pembagian secara matematis (Healey, 1999). Identifikasi dan evaluasi ketersediaan sarana prasarana dengan analisis deskriptif melalui tabulasi, mengacu kepada SNI Jumlah penduduk digunakan sebagai dasar perhitungan ratio jumlah sebaran sarana prasarana di tiap kecamatan. Sarana prasarana yang menjadi obyek penelitian adalah: 1. Sarana prasarana air bersih 2. Sarana prasarana listrik Peta Sebaran Sarana Prasarana 3. Sarana prasarana jaringan jalan 4. Sarana prasarana pendidikan dasar 5. Sarana prasarana kesehatan masyarakat 6. Sarana prasarana persampahan 7. Sarana prasarana niaga dan perdagangan

51 34 Sarana Prasarana Air Bersih Data sebaran sumber air bersih Kota Tangerang diambil dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS), wawancara dengan pengelola kantor IPA Serpong. Penggunaan analisis deskriptif untuk melihat jumlah sebaran sarana prasarana air bersih, ketersediaan dan wilayah pelayanan instalasi air bersih Kota Tangerang Selatan. Hasil analisis dibandingkan dengan SNI sebagai bahan acuan. Sarana Prasarana Listrik Ketersediaan sarana prasarana listrik di hitung secara tabulasi berdasarkan jumlah penduduk dan kegiatan rumah tangga yang memerlukan listrik (penerangan, alat-alat rumah tangga, hiburan dan informasi). Perhitungan kegiatan rumah tangga di asumsikan per 1 Kepala Keluarga (1 KK) terdiri dari 4 orang. Kebutuhan listrik per 1 KK adalah 5 Ampere, dan persamaan yang digunakan untuk menghitung daya listrik adalah sebagai berikut: P = V. I dimana P = Daya listrik (Volt Ampere) V = Tegangan (Volt) I = Arus Listrik (Ampere) Distribusi daya listrik disebarkan melalui gardu listrik yaitu: gardu tiang/portal, gardu tembok/beton, gardu cantol dan gardu kios. Pada penelitian ini yang dihitung hanya jumlah gardu listrik beton berdasarkan Peta Sebaran Gardu Listrik Kota Tangerang Selatan tahun Analisis deskriptif untuk menggambarkan jumlah sebaran gardu listrik dan jumlah kapasitas listrik. Kapasitas gardu listrik beton terdiri dari dua travo dengan besaran 630 kva (kilo Volt Ampere) atau VA per travo. Sarana Prasarana Jaringan Jalan Identifikasi jaringan jalan mengacu ke Pedoman Teknis Prasarana Jalan Perumahan Sistem Jaringan dan Geometri Jalan (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 1998). Jaringan jalan berfungsi pergerakan manusia dan kendaraan, sebagai akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.

52 35 Jenis prasarana dan utilitas jaringan jalan yang harus disediakan ditetapkan menurut klasifikasi jalan perumahan yang disusun berdasarkan hirarki jalan, fungsi jalan dan kelas kawasan/lingkungan perumahan. Standar kriteria jalan di sajikan dalam Tabel 2 berdasarkan SNI Tabel 2 Kualifikasi Jalan di Lingkungan Perumahan Hirarki Jalan Perumah an Lokal Sekunder I Lokal Sekunder II Lokal Sekunder III Lingkung an I Perkerasan (m) (mobilmotor) (mobilmotor) 3.0 (mobilmotor) (pejalan kaki, penjual dorong) Dimensi dari Elemen-eleman Jalan Bahu Jalan (m) (darurat parkir) (darurat parkir) 0.5 (darurat parkir) Pedestrian (m) 1.5 (pejalan kaki, vegetasi, penyandang cacat roda) 1.5 (pejalan kaki, vegetasi, penyandang cacat roda) 1.2 (pejalan kaki, vegetasi, penyandang Trotoar (m) Dimensi pada Daerah Jalan Damaja (m) cacat roda) Damija (m) Dawasja Min. (m) GSB Min. (m) Ket Khusus pejalan kaki Khusus pejalan kaki Lingkung an II 1.2 (pejalan kaki, penjual dorong) Khusus pejalan kaki Sumber: SNI diolah Evaluasi ketersediaan sarana prasarana jaringan jalan dilakukan melalui pengamatan. Pengamatan kondisi fisik jaringan jalan dan perhitungan panjang jalan dengan bantuan software Arc.GIS 9.3. Hasil data keduanya dianalisis dengan analisis deskriptif untuk memperlihatkan ketersediaan jaringan jalan. Sarana Pendidikan Dasar Ketersediaan sarana prasarana sarana pendidikan adalah untuk melayani setiap unit administrasi pemerintahan baik yang informal (RT, RW) maupun yang formal (Kelurahan, Kecamatan).

53 36 Dasar penyediaan sarana pendidikan mempertimbangkan: 1. Pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. 2. Memperhatikan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu. 3. Tercapainya tujuan pendidikan: mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. Evaluasi ketersediaan sarana prasarana pendidikan dan pembelajaran mengacu pada SNI yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Standard dan Kriteria Sarana Pendidikan dan Pembelajaran No. 1 2 Jenis Sarana Taman Kanak- Kanak Sekolah Dasar Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan Sarana Kriteria Keterangan Luas Lantai (m 2 ) Luas Lahan 2 (m ) Radius (m) Lokasi di dlm lingkungan bergabung dengan taman 3 SLTP dpt dicapai kendaraan 4 Taman Bacaan Sumber: SNI diolah ada lapangan olahraga di tengah kelompok warga tidak menyeberang jalan lingkungan. /60 murid dpt disatukan dengan sarana lain dapat digabung dengan sarana pendidikan lain SD, SMP Data sebaran sarana prasarana pendidikan dasar di tingkat kecamatan di analisis menggunakan analisis deskriptif meliputi tabulasi, perhitungan dan penyajian dalam bentuk angka. Sarana Kesehatan Masyarakat Identifikasi sarana prasarana kesehatan dianalisis berdasarkan data sebaran sarana prasarana kesehatan masyarakat per kecamatan dan peta tematik sarana prasarana kesehatan masyarakat tahun 2010 dari BAPPEDA Kota Tangerang Selatan. Standar perhitungan pelayanan kesehatan masyarakat mengacu kepada SNI Standard kebutuhan dan pelayanan kesehatan masyarakat disajikan dalam Tabel 4.

54 37 No. Tabel 4 Standard Kebutuhan dan Pelayanan Sarana Kesehatan Masyarakat Jenis Sarana Jumlah Penduduk pendukung (jiwa) Kebutuhan Per Satuan Sarana Luas Luas Lantai Lahan Min. Min. Standard (m 2 /jiwa) Radius pencapaian Kriteria Lokasi dan Penyelesaian (m 2 ) 2 (m ) 1. Posyandu , Di tengah kelompok tetangga tidak menyeberang jalan raya. 2. Balai Pengobatan Warga 3. BKIA / Klinik Bersalin 4. Puskesmas Pembantu dan Balai Pengobatan Lingkungan 5. Puskesmas dan Balai Pengobatan 6. Tempat Praktek Dokter 7. Apotik / Rumah Obat , m Di tengah kelompok tetangga tidak menyeberang jalan raya , m Dapat dijangkau dengan kendaraan umum Keterangan Dapat bergabung dengan balai warga atau sarana hunian/rumah Dapat bergabung dalam lokasi balai warga , m -idem- Dapat bergabung dalam lokasi kantor kelurahan , m -idem- Dapat bergabung dalam lokasi kantor kecamatan m -idem- Dapat bersatu dengan rumah , m -idem- Sumber: SNI diolah tinggal/tempat usaha/apotik Data sarana prasarana kesehatan masyarakat di tingkat kecamatan dianalisis menggunakan analisis deskriptif meliputi tabulasi, perhitungan dan penyajian dalam bentuk angka untuk evaluasi ketersediaan sarana prasarana kesehatan masyarakat. Sarana Prasarana Persampahan Pengertian sampah adalah limbah yang bersifat padat yang terdiri bahan organik dan anorganik yang tidak berguna harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi lingkungan mengacu kepada (SNI ). Data sebaran Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) per kecamatan, peta tematik sebaran sarana prasarana

55 38 persampahan tahun 2010 dari BAPPEDA Kota Tangerang Selatan digunakan untuk identifikasi sebaran sarana prasarana persampahan. Standard kebutuhan sarana prasarana persampahan berdasarkan (SNI ) disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Standard Kebutuhan Sarana Persampahan Lingkup Prasarana Rumah (5 jiwa) RW (2500 jiwa) Kelurahan ( jiwa) Kecamatan ( jiwa) Kota (> jiwa) Sumber: SNI diolah Prasarana Sarana pelengkap Status Dimensi Keterangan Tong sampah Pribadi - -- Gerobak sampah 2 m Gerobak TPS mengangkut Bak sampah kecil 6 m 3 Jarak bebas 3x seminggu 3 TPS dengan Gerobak sampah 2 m Gerobak lingkungan TPS mengangkut Bak sampah besar 12 m 3 hunian 3x seminggu minimal Mobil sampah - Mobil TPS/TPA 30m mengangkut Bak sampah besar lokal 25 m 3 3x seminggu Bak sampah akhir - Tempat daur ulang TPA -- - sampah Data sarana prasarana persampahan di tingkat kecamatan dianalisis menggunakan analisis deskriptif meliputi tabulasi, perhitungan dan penyajian dalam bentuk angka untuk mengevaluasi ketersediaan sarana prasarana persampahan. Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Dasar penyediaan sarana adalah jumlah penduduk terlayani, radius area layanan terkait dengan kebutuhan pelayanan yang harus dipenuhi. Identifikasi sebaran sarana prasarana niaga dan dianalisis berdasarkan data sebaran sarana prasarana niaga dan perdagangan per kecamatan dan peta tematik sarana prasarana niaga dan perdagangan. Standar kebutuhan dan pelayanan sarana prasarana niaga dan perdagangan mengacu kepada (SNI ) disajikan dalam Tabel 6. Analisis deskriptif digunakan untuk evaluasi ketersediaan sarana prasarana niaga dan perdagangan meliputi tabulasi, perhitungan dan penyajian dalam bentuk angka. 3

56 39 No Tabel 6 Standard Kebutuhan Sarana Perdagangan dan Niaga Jenis Sarana 1. Toko / Warung Jumlah Penduduk pendukung (jiwa) (m 2 ) (termasu k gudang) Kebutuhan per Satuan Sarana Luas Luas Lantai Lahan Min. Min. 2 (m ) 100 (bila berdiri sendiri) Standard (m 2 /jiwa) Radius pencapaian Kriteria Lokasi dan Penyelesaian 0,4 300 m Di tengah kelompok tetangga. Dapat merupakan bagian dari sarana lain 2. Pertokoan , m Di pusat kegiatan sub lingkungan. KDB 40% Dapat berbentuk P&D 3. Pusat Pertokoan + Pasar Lingkungan 4. Pusat Perbelanjaan dan Niaga (toko + pasar + bank + kantor) Sumber: SNI diolah Analisis Akses Pencapaian ,33 Dapat dijangkau dengan kendaraan umum ,3 Terletak di jalan utama. Termasuk sarana parkir sesuai ketentuan setempat Skenario aksess pencapaian dengan metode analisis perhitungan jarak dan kerapatan jalan menggunakan software ArcGIS 9.3 sebagai alat bantu. Kerapatan jalan diukur dengan menghitung luas wilayah di banding dengan panjang jalan dengan persamaan sebagai berikut: R = L d dimana R : Kerapatan Jalan (km) L : Luas Wilayah (km 2 ) d : Panjang Jalan (km) Hasil kerapatan jalan menggambarkan akses pencapaian masing-masing sarana prasarana di tiap wilayah. Besaran kerapatan jalan menjadi standar jarak pencapaian menuju sarana prasarana

57 40 Analisis SWOT Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis menggunakan kerangka kerja kekuatan (strength) dan meminimalkan kelemahan (weakness) mempergunakan kesempatan eksternal (opportunity) dan memperhatikan ancaman (threats). Instrumen ini merupakan metode sederhana memprediksi hasil terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi (Frieshner, 2010). Kerangka pemikiran SWOT berbentuk matriks dua kali dua melalui tahapan identifikasi faktor-faktor internal terkait dengan sarana prasarana wilayah yang menjadi kekuatan (S) dan kelemahan (W). Kemungkinan perluasan wilayah pelayanan menjadi salahsatu peluang (O) dan memprediksi ancaman (T) terkait pengembangan sarana dan prasarana wilayah menjadi faktor eksternal. Dalam setiap tahapan diberi penilaian dengan menggunakan matriks SWOT disajikan Tabel 7. Tabel 7 Matriks SWOT Eksternal Peluang (Opportunity) Internal Kekuatan (Strength) Strategi SO Kelemahan (Weakness) Strategi WO Ancaman (Threat) Strategi ST Strategi WT

58 GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat Bujur Timur dan Lintang Selatan, secara administratif terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan dengan luas wilayah km 2 atau Ha. Batas wilayah Kota Tangerang Selatan: - Sebelah utara berbatasan dengan provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang. - Sebelah timur berbatasan dengan provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok. - Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok. - Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang. Wilayah Kota Tangerang Selatan dilalui kali Angke Pesanggarahan dan sungai Cisadane sebagai batas administratif kota disebelah barat. Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan provinsi DKI Jakarta di sebelah utara dan selatan memberi peluang sebagai wilayah penyangga dan penghubung antara provinsi DKI Jakarta dengan provinsi Banten dan provinsi Jawa Barat. Topografi Kota Tangerang Selstan merupakan dataran rendah memiliki topografi relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-3% dengan ketinggian wilayah diantara 0-25 m dpl. Untuk kemiringan wilayah secara garis besar terbagi atas 2 (dua) bagian yaitu:\ 1. Kemiringan diantara 0-3% meliputi kecamatan Ciputat Timur, kecamatan Pamulang, kecamatan Serpong, kecamatan Serpong Utara. 2. Kemiringan 3-8% meliputi kecamatan Pondok Aren dan kecamatan Setu. Keadaan Iklim dan Curah Hujan Berdasarkan penelitian stasiun geografi klas I Tangernag tahun 2009, temperatur (suhu) udara, kelembaban udara, volumen dan intensitas cahaya matahari, curah hujan rata-rata dan kecepatan angin. Temperatur udara berkisar C dengan temperatur maksimum di bulan September C dan temperatur minimum di bulan Februari sebesar C. Rata-rata kelembaban udara 79% dan intensitas matahari sebesar 53.8%. Curah hujan tertinggi bulan

59 42 Januari 359 mm dengan rata-rata curah hujan setahub 166.7mm. Rata-rata kecepatan angin dalam setahun 5.3 km/jam dengan intesitas sinar matahari 35.8 km/jam. Penduduk Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, hasil sementara jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan jiwa dengan jumlah pria dan wanita jiwa. Sebaran penduduk tertinggi di kecamatan Pondok Aren sebesar 23.56%, kecamatan Pamulang 22.13%, kecamatan Ciputat 15.03% sedangkan kecamatan lainnya dibawah 15%. Kecamatan Setu dan kecamatan Serpong Utara merupakan 2 (dua) kecamatan yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit sebesar jiwa dan jiwa sedangkan kecamatan Pondok Aren memiliki penduduk terbanyaj sebesar jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata Kota Tangerang Selatan sebesar jiwa per km 2, kecamatan Ciputat Timur mempunyai kepadatan tertinggi sebesar jiwa per km 2 sedangkan kecamatan Setu mempunyai kepadatan terendah sebesar jiwa per km 2. Gambaran umum kependudukan Kota Tangerang Selatan disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Kependudukan Kota Tangerang Selatan Kecamatan Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan (Jiwa) (km 2 ) (Jiwa) Setu Serpong Pamulang Ciputat Ciputat Timur Pondok Aren Serpong Utara Jumlah Sumber: BPS, Kota Tangerang Selatan, 2010 Kepadatan penduduk tinggi di Kota Tangerang Selatan disebabkan peningkatan jumlah dari waktu ke waktu selain peningkatan secara alami dan faktor daya tarik wilayah yang berdampak migrasi penduduk Kota DKI Jakarta. Wilayah Tangerang Selatan yang berbatasan langsung dengan provinsi DKI Jakarta menjadi wilayah limpahan penduduk kota Jakarta.

60 43 Penggunaan Lahan Informasi penggunaan lahan Kota Tangerang Selatan dihasilkan dari intepretasi citra penutupan lahan. Data diklasifikasi berdasarkan kelas penggunaan lahan kemudian diverifikasi survey lapang. Data citra diperoleh dari citra satelit Geo Eye tahun 2010, peta penggunaan lahan Kota Tangerang Selatan di sajikan Gambar 8. Gambar 8 Peta Penggunaan Lahan Kota Tangerang Selatan 2010 Penggunaan lahan Kota Tangerang Selatan terbesar untuk perumahan sebesar Ha atau 67.54%, kebun campuran/sawah sebesar Ha atau 18.99% dan tanah terbuka sebesar 0.89 Ha atau sebesar 5.5%. Penggunaan lahan lain dibawah 5% kawasan industri, pasir/galian serta situ/danau. Gambaran Struktur Ruang Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah otonom pemekaran dari wilayah Kabupaten Tangerang. Dalam konteks Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), kebijakan makro untuk wilayah Kota Tangerang Selatan masih mengacu pada wilayah induknya yaitu Kabupaten Tangerang.

61 44 Arahan pengembangan Kota Tangerang Selatan dalam PP No. 26 Tahun 2008, yaitu : Kota Tangerang Selatan merupakan bagian dari kawasan perkotaan pendukung bagi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) metropolitan Jabodetabek, dan termasuk dalam program tahapan pengembangan I (prioritas), yaitu Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi dan Percepatan Pengembangan Kota-Kota Pusat Pertumbuhan Nasional. Adapun arahan fungsi kotanya sebagai PKN adalah jenis pelayanan berupa jasa pemerintahan, keuangan, perdagangan dan industri dengan strategi pengembangan berupa : Mempertahankan fungsi Jabodetabek sebagai pusat pertumbuhan wilayah nasional yang mendukung pelayanan pengembangan wilayah di sekitarnya dan bahkan untuk seluruh wilayah nasional, dengan tetap memantapkan fungsi-fungsi keterkaitan dengan pusat-pusat pertumbuhan wilayah Internasional. Mendorong keterpaduan penataan kota antara Kota Jakarta sebagai kota inti dan kota-kota Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi sebagai kota satelit. Memantapkan pembagian peran dan fungsi kota Tangerang dan Bekasi sebagai pusat pengembangan kegiatan industri, perdagangan dan permukiman, serta Bogor, Depok dan selatan Jakarta sebagai pusat permukiman, pendidikan, dan kegiatan pariwisata serta kegiatan perkotaan lainnya yang terkendali. Mengendalikan pertumbuhan kota secara ekspansif tidak terkendali (Urban sprawl) dan pertumbuhan menerus (konurbasi) melalui pengembangan jalur hijau dengan membatasi fisik kota inti dan kota satelit disekitarnya. Memantapkan peran dan fungsi permukiman baru skala besar seperti Bumi Serpong Damai, Karawaci, Cikarang, dan Bintaro sebagai kantong-kantong permukiman yang mendukung ekonomi Jakarta melalui pengembangan prasarana transportasi yang terpadu. Meningkatkan aksesibilitas antara kota inti Jakarta dengan kota-kota satelitnya melalui penataan pembangunan fisik dan peningkatan kapasitas pelayanan transportasi di sepanjang koridor Jakarta- Tangerang, Jakarta-Bekasi, Jakarta- Bogor, Jakarta Depok.

62 45 Menyiapkan rencana strategis sarana prasarana wilayah untuk keterpaduan program antar kota inti dan kota-kota satelit serta permukiman skala besar di pinggiran Jakarta. Mengembangkan sistem transportasi massal yang sinergis dengan pusat-pusat permukiman dan pengembangan kegiatan usaha. Meningkatkan spesialisasi pelayanan jasa keuangan, teknologi sistem informasi, pendidikan, pengangkutan, dan kebudayaan. Meningkatkan kapasitas pengendalian banjir melalui pengembangan sistem drainase regional. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan utilitas kota (jalan, persampahan, air bersih) yang memenuhi standar Internasional. Meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan yang mendukung terjaganya minat investasi pasar Memantapkan aksesibilitas Metropolitan Jabotabek ke kota-kota PKN lainnya di Pulau Jawa dan wilayah nasional lainnya, melalui peningkatan kualitas sistem jaringan transporatsi darat dan udara, pemantapan outer ringroad

63 HASIL DAN PEMBAHASAN Sarana Prasarana Air Bersih Kota Tangerang Selatan Standar Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan air domestik atau rumah tangga meliputi minum, mandi, cuci dan memasak. Kegiatan rumah tangga diatas menjadi menjadi kebutuhan seharihari sehingga dapat dihitung jumlah air bersih yang diperlukan. Kebutuhan air tersebut dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan standar air yang diperlukan dalam satu hari. Standar kebutuhan air disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Standard Kriteria Kebutuhan Air No. Kategori Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Pemakaian Air (Ltr/org/hari) 1. Metropolitan > Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil Kecamatan Sumber: Direktorat Jenderal Cipta Karya, PU Non Domestik Kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air diluar rumah tangga, diantaranya industri, sarana prasarana (kantor pemerintah daerah, puskesmas, rumah sakit) dan cadangan air. Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya, PU besaran kebutuhan air non domestik sekitar 20% dari jumlah air domestik dan cadangan air sebesar 10% disesuaikan dengan luas wilayahnya. Identifikasi Sebaran Sarana Prasarana Air Kota Tangerang Selatan Berdasarkan data Instalasi Pengolahan Air Serpong (IPA) tahun 2010, Kota Tangerang Selatan memperoleh sumber air dari Kabupaten Tangerang melalui PDAM Tirta Kerta Raharja. Sumber air baku Kabupaten Tangerang diperoleh dari Sungai Cisadane dan Sungai Cidurian kemudian diolah di Instalasi Pengolahan Air minum. Instalasi air berfungsi mengolah air dari sumbernya sehingga di hasilkan air bersih sesuai standar pemakaian. Instalasi air Kota Tangerang Selatan di wakili IPA Serpong. Produksi air PDAM Tirta Kerta Raharja sebesar 5040 liter/detik, hasil pengolahan air didistribusikan ke DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Bandara Soekarno Hatta dan Perumahan Lippo Karawaci. Instalasi Pengolahan Air Serpong (IPA). IPA

64 47 Serpong mempunyai kapasitas produksi sebesar 3000 liter/detik, sebanyak 2800 liter/detik distribusi langsung ke wilayah DKI Jakarta, sisa produksi sebesar 200 liter/detik di distribusi ke wilayah Tangerang Selatan. Wilayah distribusi IPA Tangerang Selatan disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Wilayah Distribusi IPA Tangerang Selatan Sumber Air Wilayah Pelayanan Pengelola IPA Serpong Kecamatan Serpong PDAM Tirta Kerta Raharja Perumahan Alam Sutera Perumahan Bintaro Jaya sektor 9 Water Treatment Plant Perumahan Bumi Serpong Pengembang Perumahan Damai Sumber: IPA Serpong, 2011 Tabel 10 memperlihatkan sumber air dikelola oleh IPA Serpong dan pihak swasta yang diwakili pengembang Perumahan Bumi Serpong Damai (BSD). Perumahan Bumi Serpong Damai mempunyai pusat pengelolaan air yang dikelola mandiri oleh pihak pengembang dan mengelola air curah dari IPA Serpong. Beberapa pusat pengelolaan air bersih BSD diantaranya berlokasi di Menara Air PUSPITEK kecamatan Setu bagian selatan wilayah Tangerang Selatan dan 5 titik lain tersebar di pusat-pusat perumahan penduduk. Titik-titik sebaran air disajikan Gambar 9. Sebaran pengolahan air digambarkan dengan warna kuning, 5 titik berlokasi di kecamatan Serpong, 1 titik di kecamatan Serpong Utara dan 1 titik di kecamatan Setu. Pengelola titik air di kecamatan Serpong terdiri dari: 1 titik dikelola PDAM, 4 titik lainnya dikelola pengembang perumahan BSD. Sebaran titik air di kecamatan Serpong dan Setu dikelola pengembang perumahan BSD. IPA Serpong melayani wilayah kecamatan Serpong, perumahan Alam Sutera dan perumahan Bintaro Jaya sektor 9 digambarkan dengan warna biru tua. Pengembang BSD khusus melayani kebutuhan internal perumahannya (warna biru tua). Wilayah pelayanan air bersih bersumber dari pengelolaan air digambarkan dengan warna biru tua pada Gambar 9. Wilayah kecamatan Pamulang, Setu, Pondok Aren, Ciputat dan Ciputat Timur memperoleh air bersih dengan memanfaatkan air tanah disajikan dengan warna biru muda pada Gambar 9

65 48 Gambar 9 Peta Sebaran Sarana Prasarana Air Kota Tangerang Selatan. Pemanfaatan ait tanah sebagai sumber air bersih sebesar 80%. Air tanah diperoleh dengan menggali sumur dengan kedalaman tertentu. Air tanah dikelola secara bersama didalam perumahan atau mandiri per rumah tangga. Penduduk memperoleh air bersih melalui sumur pompa dengan kedalaman meter. Pemenuhan kebutuhan air bersih dilakukan melalui penggalian air tanah melalui pompa tangan dan pompa mesin berdasarkan laporan Fakta Analisa RTRW Kota Tangerang Selatan (BAPPEDA, 2010). Sebaran sarana prasarana air kota Tangerang Selatan per kecamatan di sajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Sebaran Pelayanan Sarana Prasarana Air Kota Tangerang Selatan tahun 2010 Kecamatan Sumber Pengolahan Air (titik) Status Pelayanan Setu 1 Tidak Terlayani Serpong 5 Terlayani Pamulang 0 Tidak Terlayani Ciputat 0 Tidak Terlayani Ciputat Timur 0 Tidak Terlayani Pondok Aren 0 Tidak Terlayani Serpong Utara 1 Tidak Terlayani Sumber: Hasil Analisis, 2011

66 49 Tabel 11 menunjukkan di kecamatan Setu terdapat 1 titik lokasi sumber pengolahan air bersih tetapi sumber air tersebut tidak melayani wilayah Setu. Hasil pengolahan air didistribusikan ke wilayah kecamatan Serpong. Sumber pengolahaan air dikelola pihak swasta untuk konsumsi perumahan Bumi Serpong Damai. Di Kecamatan Serpong ada 5 titik lokasi sumber pengolahan air bersih, hasil pengolahan air digunakan untuk melayani seluruh wilayah kecamatan Serpong. Kecamatan Pamulang, Ciputat, Ciputat Timur dan Pondok Aren tidak mempunyai sumber pengolahan air bersih dan wilayah-wilayah ini tidak terlayani. Kecamatan Serpong Utara terdapat 1 lokasi sumber pengolahan air bersih. Hasil pengolahan air didistribusikan ke wilayah kecamatan Serpong untuk konsumsi perumahan Bumi Serpong Damai. Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Air Bersih Kota Tangerang Selatan Kebutuhan air bersih Kota Tangerang Selatan berkisar liter/hari/jiwa disesuaikan dengan standar kriteria kebutuhan air Direktorat Jenderal Cipta Karya, PU. Analisis kebutuhan air bersih Kota Tangerang Selatan tahun 2010 di sajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Kebutuhan Air Bersih Kota Tangerang Selatan tahun 2010 Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan Air/hari (120l/hari) Setu Serpong Pamulang Ciputat Ciputat Timur Pondok Aren Serpong Utara Total Domestik Non domestik (20%) Cadangan (10%) Total Sumber: Hasil Analisis, 2011 Tabel 12 menunjukkan bahwa total kebutuhan air Kota Tangerang Selatan 2010 sebesar liter/hari, terbagi atas kebutuhan air bersih untuk kegiatan rumah tangga (domestik) sebesar liter/hari dan kebutuhan non domestik sarana prasarana umum diantaranya :pasar, rumah sakit, pompa umum sebesar liter/hari.

67 50 Untuk mengetahui besarnya ketersediaan sarana prasarana air Kota Tangerang Selatan maka diperlukan perhitungan produksi air IPA Serpong disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Produksi Air Kota Tangerang Selatan 2010 Indikator Satuan Jumlah Produksi Air liter/detik 200 Total Produksi Air/hari 24 jam/hari Kehilangan air 10%/hari Jumlah produksi air liter/hari Sumber: Hasil Analisis, 2011 Produksi IPA Serpong sebesar liter/hari menunjukkan bahwa sarana prasarana air Kota Tangerang Selatan belum memenuhi kebutuhan air bersih penduduknya. Kebutuhan sarana prasarana air Kota Tangerang Selatan per kecamatan berdasarkan Tabel 11, kecamatan Setu membutuhkan liter/hari. Kebutuhan air bersih kecamatan Setu 50% dari total produksi air IPA Serpong, dari ketersediaan produksi air dapat terpenuhi untuk wilayah Setu. Kecamatan Serpong membutuhkan liter/hari sedangkan ketersediaan air IPA Serpong sebesar liter/hari, jumlah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan air kecamatan Serpong. Kebutuhan air kecamatan Pamulang, Ciputat, Ciputat Timur dan Pondok Aren secara total berkisar diantara liter/hari, tidak dapat dipenuhi dari ketersediaan air hasil pengolahan IPA Serpong. Kebutuhan air kecamatan Serpong Utara sebesar liter/hari, memerlukan seluruh ketersediaan air kota Tangerang Selatan. Hasil ketersediaan air PDAM Kota Tangerang Selatan tidak dapat memenuhi kebutuhan air wilayahnya. Kekurangan kebutuhan air menjadi permasalahan utama di wilayah Kota Tangerang Selatan. Produksi IPA Serpong tidak dapat memenuhi kebutuhan wilayah Kota Tangerang saat ini. Pemanfaatan air tanah melalui pompa menjadi alternatif pilihan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih. Kekurangan ketersediaan air bersih dipenuhi melalui air tanah.

68 51 Akses Pencapaian Sarana Prasarana Air Wilayah pelayanan air bersih Kota Tangerang Selatan masuk dalam zona layanan PDAM kabupaten Tangerang. Produksi air IPA Serpong didistribusikan ke: 1. Langsung melalui pipa ke wilayah DKI Jakarta. 2. Wilayah layanan kecamatan Serpong. 3. Wilayah layanan perumahan Bintaro Jaya sektor 9 4. Pelayanan kerjasama bentuk air curah (dikelola mandiri) oleh Perumahan Alam Sutera di kecamatan Serpong Utara. Sebaran sumber pengolahan air yang dikelola pengembang BSD sebanyak 6 titik didistribusikan khusus untuk penghuni BSD. Hasil pengolahan air Kota Tangerang Selatan didistribusikan langsung melalui pemipaan terkait dengan jaringan jalan. Air bersih dari sumber pengolahan air di kecamatan Setu, Serpong dan Serpong utara disebarkan melalui jalan kolektor sekunder ke jalan lingkungan perumahan kemudian ke pipa kran meter ke masing-masing rumah pelanggan. Wilayah kecamatan Pamulang, Setu, Pondok Aren, Ciputat, Ciputat Timur dan Serpong Utara yang berada diluar wilayah pelayanan IPA Serpong tidak dapat mengakses fasilitas air bersih. Walaupun lokasi sumber pengolahan air berada di wilayah kecamatan Setu dan Serpong Utara tetapi wilayah pelayanannya tidak diperuntukkan untuk didalam wilayah. Jaringan distribusi air di 6 kecamatan tersebut diatas belum terpenuhi. Sarana Prasarana Listrik Kota Tangerang Selatan Sumber Pembangkit Listrik Listrik digunakan untuk menunjang dan memudahkan kegiatan manusia sehari-hari. Energi diperlukan untuk menghasilkan listrik, beberapa energi penghasil listrik diantaranya: air, diesel, uap, gas dan nuklir. Wilayah penghasil listrik disebut pusat listrik dengan energi sebagai pembangkit. Pembangkit adalah bagian yang memproduksi dan membangkitkan tenaga listrik. Kota Tangerang Selatan memperoleh listrik dari Perushaan Listrik Negara (PLN) unit Jakarta Raya dan Tangerang. Khusus untuk wilayah Tangerang Selatan ada 3 kantor PLN di kecamatan Serpong, Pamulang dan Ciputat.

69 52 Sistem Distribusi Jaringan distribusi dan jumlah daya terpasang menjadi hal utama dalam pemenuhan energi listrik. Daya listrik yang diproduksi oleh pusat pembangkit tenaga listrik disalurkan ke gardu induk melalui jaringan transmisi selanjutnya diteruskan ke gardu-gardu distribusi kemudian disalurkan ke rumah-rumah penduduk. Identifikasi Sebaran Sarana Prasarana Listrik Kota Tangerang Selatan Sebaran gardu distribusi di kota Tangerang Selatan terdiri dari 71 titik disajikan Tabel 14. Tabel 14 Sebaran Sarana Prasarana Listrik Kota Tangerang Selatan Keterangan Serpong Serpong Ciputat Pondok Pamulang Ciputat Utara Timur Aren Setu Jumlah Gardu Listrik Kantor PLN Sambungan Listrik Sumber: BAPPEDA Tangerang Selatan, 2009 Tabel 14 menunjukan bahwa kantor pelayanan PLN berada di 3 kecamatan yaitu: Serpong, Pamulang dan Ciputat melayani sambungan listrik. Pasokan daya listrik di sebarkan melalui gardu-gardu listrik, gardu listrik berfungsi menyebarkan daya listrik ke pelanggan (rumah tangga). Sebaran titik gardu listrik disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 menggambarkan jumlah sebaran gardu listrik per kecamatan dan kepadatan masing-masing wilayah. Kecamatan Setu mempunyai 4 titik gardu dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2 warna coklat muda, 4 gardu di kecamatan Serpong Utara warna abu-abu muda dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2, 14 gardu di kecamatan Serpong warna kuning muda kepadatan penduduknya sebesar jiwa/km 2. Ketiga wilayah tersebut mempunyai kepadatan penduduk rendah. Wilayah dengan jumlah penduduk dan kepadatan tinggi terletak di kecamatan Pamulang warna oranye dengan kepadatan jiwa/km 2 dan 20 gardu, kecamatan Ciputat warna krem dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2 jumlah gardu 10, kecamatan Pondok Aren warna coklat muda dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2 jumlah gardu 8 dan

70 53 Gambar 10 Peta Sebaran Gardu Listrik Kota Tangerang Selatan 2010 Ciputat Timur warna abu-abu tua dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2 jumlah gardu 11. Sebaran gardu listrik Kota Tangerang Selatan merata, setiap wilayah kecamatan mempunyai gardu listrik yang melayani wilayahnya. Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Listrik Kota Tangerang Selatan Evaluasi ketersediaan sarana prasarana listrik dianalisis berdasarkan jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah pelayanan. Besaran daya dalam wilayah layanan dipengaruhi jumlah dan kepadatan rumah tangga (KK) wilayah tersebut. Pasokan daya yang dibutuhkan disebar melalui jaringan transmisi (gardu listrik). Parameter ketersediaan sarana prasarana listrik disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15 Kriteria KetersediaanSarana Prasarana Listrik Keterangan Kebutuhan Daya Listrik Jaringan Distribusi Listrik Sumber: Hasil Analisis, 2011 Ketersediaan Daya Terpasang Sebaran Gardu Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui kebutuhan listrik Kota Tangerang Selatan per Kepala Keluarga (rumah tangga) dan jumlah sebaran yang diperlukan.

71 54 Kebutuhan daya listrik mempengaruhi daya terpasang, jaringan distribusi mempengaruhi jumlah/sebaran gardu listrik. Kecamatan Tabel 16 Jumlah Sarana Prasarana Listrik Tangerang Selatan Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan Listrik (Watt) Kapasitas Gardu Beton Kebutuhan Gardu Jumlah Gardu Terpasang Setu Serpong Pamulang x 630 Ciputat kva Ciputat Timur Pondok Aren Serpong Utara Sumber: Hasil Analisis, 2011 Tabel 16 menunjukkan kebutuhan listrik Kota Tangerang Selatan tahun 2009 sebesar watt, pasokan daya listrik kemudian didistribusikan melalui gardu beton sebanyak 199 gardu. Jumlah gardu listrik saat ini lebih rendah dari yang dibutuhkan. Kekurangan daya listrik tertinggi terjadi di kecamatan Pondok Aren yang hanya memiliki 8 gardu, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayah tersebut diperlukan 44 gardu listrik Ketersediaan daya listrik wilayah Pondok Aren kurang sehingga jumlah daya listrik yang dibutuhkan tidak terpenuhi. Rata-rata ketersediaan daya listrik di setiap kecamatan Kota Tangerang Selatan hanya terpenuhi sebesar 35.6%. Kekurangan daya listrik dengan meningkatkan kapasitas daya gardu, penambahan jumlah gardu listrik dan membagi zona wilayah pelayanan dengan wilayah tetangga terdekat diluar wilayah Kota Tangerang Selatan. Akses Pencapaian Sarana Prasarana Listrik Parameter akses pencapaian distribusi listrik berdasarkan jarak gardu listrik (beton) ke pelanggan. Jarak tersebut mempengaruhi daya listrik yang diterima oleh pelanggan. Akses pencapaian dari gardu ke permukiman menjadi standar perhitungan wilayah pelayanan. Jarak gardu listrik dekat dengan pelanggan, maka

72 55 akses pelayanannya semakin baik. Analisis akses pencapaian disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Analisis Akses Pencapaian Gardu Listrik Kecamatan Jarak Terjauh dari Gardu Jarak Terdekat dari Gardu (km) (km) Setu 2,8 1,50 Serpong 1,9 1,00 Pamulang 3,8 1,06 Ciputat 2,3 1,04 Ciputat Timur 2,3 1,20 Pondok Aren 2,4 1,00 Serpong Utara 3,1 2,30 Sumber: Hasil Analisis, 2011 Jarak terjauh 3.8 km dan jarak terdekat 1.06 km dari gardu ke permukiman di kecamatan Pamulang. Wilayah lain yang mempunyai jarak terjauh kecamatan Serpong Utara sejauh 3.1 km dan kecamatan Setu sejauh 2.8 km. Wilayah dengan jarak terdekat sejauh 1 km kecamatan Serpong dan Pondok Aren. Rata-rata jarak terdekat sejauh 1.5 km dari gardu dan rata-rata jarak terjauh 2.5 km. Wilayah dengan jarak terdekat memperoleh daya listrik lebih baik dibandingkan dengan wilayah dengan jarak terjauh mengalami kekurangan daya atau daya yang diterima buruk. Penambahan jumlah gardu listrik diperlukan untuk meningkatkan kekurangan daya listrik yang diterima. Kerjasama Perusahaan Listrik Negara dan Pemerintah Kota diperlukan untuk penyediaan lahan bagi pembangunan gardu listrik. Sarana Prasarana Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan Jaringan jalan berfungsi sebagai sarana prasarana penghubung di dalam wilayah dan antar wilayah. Keterkaitan antara satu wilayah dengan wilayah lain secara hirarki dihubungkan oleh jaringan jalan. Jaringan jalan berfungsi sebagai pendukung akses pencapaian ke sarana prasarana di dalam dan antar wilayah. Jaringan jalan berfungsi sebagai pendukung roda perekonomian wilayah, jalan memghubungkan pusat-pusat kegiatan ekonomi sehingga kebutuhan barang dan jasa dapat tersebar. Hirarki jaringan jalan dari jenjang terendah yaitu: jalan lingkungan, jalan lokal, jalan kolektor dan jalan arteri.

73 56 Identifikasi Sarana Prasarana Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan Jaringan jalan membentuk pola transportasi antar wilayah dalam dan keluar wilayah Kota Tangerang Selatan. Jaringan jalan kota Tangerang Selatan secara berjenjang terdiri dari: 1. Jalan Arteri Primer, menghubungkan antar kota antar wilayah dari jenjang satu kota ke kota lainnya. Jalan arteri primer kota Tangerang Selatan adalah jalan Toll Jakarta Serpong dengan panjang jalan 11,07 km. Lebar jalan minimal tidak kurang 8 meter dengan akses jalan masuk tidak boleh lebih pendek dari 500 meter. 2. Jalan Arteri Sekunder, menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder satu, kawasan sekunder satu dengan kawasan sekunder kedua. Lebar jalan tidak kurang dari 8 meter. Lalu lintas cepat pada jalan ini tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat. Akses langsung dibatasi tidak lebih pendek dari 250 meter. Panjang Arteri Sekunder di Kota Tangerang Selatan adalah 29,26 km. 3. Jalan Kolektor Primer, jaringan jalan dari batas propinsi DKI Jakarta Ciputat Timur sampai batas wilayah Depok merupakan jaringan jalan nasional dengan ruang milik jalan (Rumija) 40 meter dan panjang ± 9 km. 4. Jalan Kolektor Sekunder, menghubungkan antar kawasan sekunder kedua, kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter. Kendaraan angkutan berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah permukiman. Jalan kolektor sekunder Kota Tangerang Selatan diantaranya adalah jalan yang menghubungkan batas Kota Tangerang Serpong Utara Serpong Setu Batas Kabupaten Bogor yang merupakan jalan provinsi dengan ruang milik jalan 40 meter dan panjang ± 16 km. Ruas jalan yang menghubungkan Serpong dan Setu dengan ruang milik jalan 30 meter dan panjang ± 6 km. Ruas jalan yang menghubungkan jalan raya Serpong dengan jalan raya Ciputat dengan Rumija 30 meter dan panjang ± 6,5 km. 5. Jalan Lokal Primer, dalam wilayah Kota Tangerang Selatan merupakan terusan jalan lokal primer luar Kota Tangerang Selatan melalui atau menuju

74 57 kawasan primer atau jalan primer lainnya. Kendaraan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini. Lebar jalan tidak kurang dari 6 meter. Termasuk dalam jalan ini diantaranya adalah ruas jalan Pamulang II Rawa Buntu, ruas jalan Pondok Kacang Jombang. 6. Jalan Lokal Sekunder, menghubungkan antar kawasan ketiga atau dibawahnya, kawasan sekunder dengan perumahan. Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 meter. Jalan lokal sekunder adalah jalan di kawasan perumahan-perumahan Kota Tangerang Selatan. Peta jaringan jalan Kota Tangerang Selatan disajikan Gambar 11. Gambar 11 Peta Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan 2010 Gambar 11 menunjukkan jalan arteri primer disajikan dengan warna merah, jalan arteri sekunder disajikan dengan warna oranye dan kolektor sekunder di sajikan dengan warna abu-abu. Jaringan jalan kota Tangerang Selatan berfungsi sebagai pendukung akses pencapaian berpengaruh kepada jarak dan waktu tempuh di dalam dan antar wilayah. Jaringan jalan Kota Tangerang Selatan merata, terlihat dari hubungan keluar wilayah didukung jalan arteri primer, antar wilayah dalam kota didukung jalan kolektor sekunder dan antar permukiman didukung jalan lokal/lingkungan.

75 58 Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan Ketersediaan sarana prasarana jaringan jalan mengacu dari kondisi fisik jalan tersebut. Kondisi fisik adalah: keadaaan badan jalan secara fisik (mulus, cacat/rusak atau berlubang). Kondisi fisik terkait dengan pergerakan, perpindahan dalam wilayah dan antar wilayah, distribusi komoditi antar wilayah dan akses pencapaian antar permukiman dan dari permukiman ke sarana prasarana wilayah. Kondisi jalan Kota Tangerang Selatan di sajikan dalam Tabel 18. Tabel 18 Kondisi Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan 2010 Status Jalan Nama Jalan Kondisi Jalan Arteri Primer Jalan Toll Serpong Baik Arteri Sekunder Jl. Raya Serpong Pahlawan Seribu Baik Jl. Kapten Subianto Rawa Buntu Baik Jl. Otista Pasar Ciputat Baik Jl. Pajajaran Pamulang Baik Jl. Ir. H. Juanda Pasar Jumat Baik Kolektor Jl. Ciater Raya Bukit Indah Baik Sekunder Jl. Astek Jombang Cukup Jl. Jombang Raya Aria Putra Cukup Jl. Aria Putra Pasar Ciputat Jl. Setia Budi Cabe Raya Cukup Jl. Cabe Raya Cirendeu Cukup Jl. Tegal Rotan Cendrawasih Ki Hajar Cukup Dewantara Pasar Ciputat Jl. Rempoa Gintung Agak Buruk Sumber: Hasil Analisis, 2011 Tabel 18 menunjukkan kondisi jalan arteri primer baik, kondisi jalan arteri sekunder baik. Kerusakan banyak terjadi di jalan kolektor sekunder yang berlokasi yang menghubungkan antar wilayah. Kondisi jalan kolektor sekunder rusak akibat sistem drainase air kurang baik sehingga timbul genangan air pada hari hujan dan lubang pada jalan. Kerusakan jalan kolektor sekunder berdampak kemacetan di beberapa titik, terutama perbatasan antar wilayah kecamatan. Kemacetan akibat kerusakan di ruas jalan kolektor sekunder berdampak waktu tempuh menuju lokasi sarana prasarana menjadi bertambah. Perbaikan sistem drainase air, pengawasan dan pengelolaan jaringan jalan secara intensif dan terpadu diperlukan untuk mendukung penyebaran dan pergerakan barang dan jasa didalam dan diluar wilayah Kota Tangerang Selatan.

76 59 Akses Pencapaian Sarana Prasarana Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan Wilayah pelayanan jaringan jalan berjenjang mulai dari arteri primer, arteri sekunder, kolektor sekunder hingga jalan lokal/lingkungan. Dampak kerusakan di beberapa ruas jalan terutama jalan kolektor sekunder yang berfungsi sebagai penghubung di dalam dan antar wilayah, waktu tempuh menjadi bertambah. Akses pencapaian jaringan jalan di analisis berdasarkan kerapatan jalan yaitu hasil perbandingan luas wilayah dibagi panjang jalan. Semakin rapat jalan semakin mudah akses di dalam wilayah artinya jaringan jalan di wilayah tersebut mempunyai wilayah pelayanan dan jarak tempuh memadai. Panjang jalan wilayah Kota Tangerang Selatan di sajikan dalam Gambar 12. Total panjang jalan arteri sekunder dan kolektor sekunder wilayah kota Tangerang 190 km 2. Gambar 12 Peta Panjang Jalan Kota Tangerang Selatan tahun 2010 Kerapatan per wilayah kota Tangerang Selatan disajikan dalam Tabel 19 menunjukkan kecamatan Ciputat Timur dan Serpong mempunyai kerapatan jalan penuh terlihat dari perbandingan luas wilayah lebih kecil dari panjang jalan. Akses pencapaian jaringan wilayah ini terpenuhi dan sangat rapat. Luas wilayah kecil, panjang jalan tinggi maka semakin rapat dan semakin mudah dicapai/diakses.

77 60 Tabel 19 Kerapatan Jalan Kecamatan Panjang Jalan (km2) Luas Wilayah (km 2 ) Rapat Jalan (km) Setu 10,33 15,61 1,51 Serpong 28,91 24,87 0,86 Serpong Utara 35,94 18,85 0,52 Pondok Aren 47,79 28,83 0,60 Pamulang 32,37 27,66 0,85 Ciputat 15,07 18,54 1,23 Ciputat Timur 30,67 16,42 0,54 190,75 150,78 Sumber: Hasil Analisis, 2010 Gambar 13 menunjukkan jalan lokal/lingkungan di kecamatan Serpong Utara. Rapat jalan 0.52 km menunjukkan perbandingan luas wilayahnya lebih kecil dari panjang jalan. Kerapatan jalannya sangat tinggi berdampak pada pergerakan/mobilitas moda transportasi di wilayah Serpong Utara cukup tinggi. Waktu tempuh ke sarana prasarana semakin cepat dan pencapaian menuju sarana prasarana menjadi lebih mudah. Gambar 13 Jalan Lingkungan di Serpong Utara Gambar 14 menunjukkan menunjukkan jalan lingkungan di kecamatan Serpong, luas wilayahnya km2 dengan panjang jalan km2. Perbandingan luas wilayah dengan panjang jalan hampir sama, menunjukkan kerapatan jalan yang merata di kecamatan Serpong sebesar 0.82 km. Kerapatan

78 61 permukiman sama dengan kerapatan jalan lokal/lingkungan. Akses pencapaian dari dan ke sarana prasarana tinggi. Gambar 14 Jalan Lingkungan di Serpong Gambar 15 Jalan Lingkungan di Pamulang Gambar 15 menunjukkan jalan lokal/lingkungan di kecamatan Pamulang, luas wilayahnya km2 dengan panjang jalan km2. Perbandingan luas wilayah dengan panjang jalan hampir sama, menunjukkan kerapatan jalan yang merata di kecamatan Pamulang sebesar 0.85 km. Kerapatan permukiman sama dengan kerapatan jalan lokal/lingkungan. Akses pencapaian dari dan ke sarana prasarana tinggi.

79 62 Gambar 16 Jalan Lingkungan di Setu Gambar 16 menunjukkan jalan lokal/lingkungan kecamatan Setu. Panjang jalan km2 dengan luas wilayah 15,61 km2, perbandingan panjang jalan dengan luas wilayah hampir sama dengan rapat jalan 1,51 km. Akses jaringan jalan kecamatan Setu cukup terlayani terlihat wilayah layanan jalan terpenuhi di seluruh wilayah. Gambar 17 Jalan Lingkungan di Pondok Aren Gambar 17 memperlihatkan jalan lokal/lingkungan kecamatan Pondok Aren dengan panjang jalan km2 dengan luas wilayah km2. Perbandingan

80 63 panjang jalan dengan lebih besar dari luas wilayah dengan rapat jalan 0.6 km menunjukkan kerapatn jalan sangat tinggi. Akses jaringan jalan kecamatan Pondok Aren sangat terlayani berdampak kemudahan pencapaian dan waktu tempuh yang singkat. Gambar 18 memperlihatkan jalan lokal/lingkungan kecamatan Ciputat Timur dengan panjang jalan km2 dan luas wilayah km2. Panjang jalannya lebih besar dari luas wilayah maka akses pencapaian menjadi semakin mudah karena kerapatan jalannya sangat tinggi sebesar 0.54 km. Waktu tempuh semakin singkat menuju ke sarana prasarana. Gambar 18 Jalan Lingkungan Ciputat Timur Gambar 19 memperlihatkan jalan lokal/lingkungan kecamatan Ciputat dengan panjang jalan km 2 dan luas wilayah km 2. Panjang jalan dan luas wilayah sama besar dengan kerapatan jalan 1.23 km. Jaringan jalan di wilayah Ciputat cukup terlayani. Kerapatan jalan wilayah Kota Tangerang Selatan terpenuhi tetapi jumlah kendaraan saat ini lebih banyak dari panjang jalan, sehingga jalan tidak dapat menampung kendaraan yang melintas. Dampak kelebihan jumlah kendaraan adalah kemacetan, kemacetan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) terhambatnya penyebaran barang dan jasa sehingga menghambat kemajuan sektor

81 64 ekonomi. Pembangunan jalan lingkar luar dan jalan lintas (fly over) menjadi alternatif penyelesaian masalah kemacetan di ruas jalan kolektor sekunder. Gambar 19 Jalan Lingkungan di Ciputat Sarana Prasarana Pendidikan Dasar Kota Tangerang Selatan Pendidikan Dasar Pendidikan merupakan program nasional pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu elemen pendidikan formal di Indonesia adalah pendidikan dasar, dikenal dengan program wajib belajar 9 tahun. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan awal masa sekolah anak-anak selama 9 tahun. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 50 tahun 2007, penyelenggaraan pendidikan, pengembangan sistem pendanaan pendidikan, pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, serta penyediaan sarana dan prasarana pendidikan antar-kabupaten/kota menjadi kewajiban pemerintah provinsi. Pemerintah propinsi berkoordinasi dengan pemerintah daerah/kota untuk menyelenggarakan program wajib belajar 9 tahun. Perencanaan sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan pendidikan yang akan dicapai, dimana sarana pendidikan dan pembelajaran ini akan

82 65 menyediakan ruang belajar harus memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap secara optimal. Jenjang Pendidikan Dasar Secara berjenjang pendidikan dasar terdiri dari pendidikan anak usia dini; taman kanak-kanak, raudhatul athfal, kelompok bermain lama pendidikan 2 3 tahun, pendidikan dasar 6 tahun; sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, kelompok belajar paket A, pendidikan dasar 3 tahun: sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah dan kelompok belajar paket B. Penyedian sarana prasarana pendidikan di wilayah mempertimbangkan pendekatan ruang setiap unit dalam lingkungan, memperhatikan jangkauan radius area layanan dan kemampuan untuk melayani wilayah tertentu. Berdasarkan SNI kebutuhan sarana prasarana pendidikan dianalisis dari jumlah penduduk secara berjenjang dari unit terkecil. Kebutuhan taman kanak-kanak per penduduk dengan radius 500 meter di dalam lingkungan perumahan. Sekolah Dasar per penduduk berada dalam lingkungan perumahan bergabung dengan taman dan ruang terbuka hijau dengan radius 1 kilometer. Sekolah Menengah Pertama per penduduk dengan radius 1 km dapat bergabung dengan Sekolah Dasar dan akses pencapaian dengan kendaraan dan berlokasi di jalan lokal atau jalan lingkungan perumahan. Identifikasi Sarana Prasarana Pendidikan Dasar Kota Tangerang Selatan Sebaran sarana prasarana pendidikan dasar di wilayah Kota Tangerang Selatan tahun 2010 sebanyak, jumlah TK sebesar 340 unit, SD sebesar 322 unit, jumlah SMP sebesar 127 unit, jumlah Madrasah Ibtidaiyah 78 unit, jumlah Madrasah Tsanawiyah sebesar 43 unit. Sebaran sarana prasarana pendidikan dasar merata di masing-masing wilayah per kecamatan. Sebaran sarana prasarana pendidikan dasar pada setiap jenjang dikaitkan dengan jumlah peserta didik dan jumlah tenaga pendidik. Jumlah sarana prasarana pendidikan dasar di Kota Tangerang Selatan disajikan dalam Tabel 20. Jumlah peserta didik setiap jenjang per kecamatan di wilayah Kota Tangerang Selatan disajikan dalam Tabel 21.

83 66 Tabel 20 Sarana Prasarana Pendidikan kota Tangerang Selatan 2010 Kecamatan TK SD SMP Madrasah Ibtidaiyah Madrasah Tsanawiyah Pamulang Setu Ciputat Ciputat Timur Serpong Pondok Aren Serpong Utara Jumlah Total Sumber: Dinas Pendidikan Nasional Kota Tangerang selatan Tabel 21 Jumlah Peserta Didik Kota Tangerang Selatan 2010 Jumlah murid Jumlah murid Jumlah murid Kecamatan TK SD SMP Pamulang Setu Ciputat Ciputat Timur Serpong Pondok Aren Serpong Utara Jumlah Total Sumber: Dinas Pendidikan Nasional Kota Tangerang selatan 2010 Tabel 20 dan Tabel 21 menunjukkan jumlah peserta didik wilayah Kota Tangerang Selatan tertampung di sebaran sarana prasarana pendidikan dukungan jumlah tenaga pendidik tercukupi. Jumlah murid TK Kota Tangerang jiwa didukung jumlah tenaga didik (guru) terlihat dalam Tabel 22 untuk jenjang TK jiwa (Pegawai Negeri Sipil dan Non Pegawai Negeri Sipil) dengan ratio perbandingan 1 guru untuk 6 murid secara teknis pengajaran tercukupi. Jumlah murid SD jiwa dengan jumlah tenaga didik jiwa. Ratio perbandingan antara tenaga didik dan murid 1:17, dari jumlah masih ada kekurangan tenaga pendidik untuk tingkat SD. Jumlah murid di jenjang SMP jiwa, jumlah tenaga didik jiwa. Ratio perbandingan tenaga didik dengan murid 1:21, terjadi kekurangan jumlah tenaga pendidik di jenjang SMP. Tabel 22 Jumlah Tenaga Pendidik Kota Tangerang Selatan 2010 Jenjang PNS Non PNS TK SD SMP Sumber: Dinas Pendidikan Nasional Kota Tangerang selatan 2010

84 67 Jumlah sarana prasarana pendidikan dasar di Kota Tangerang Selatan tersebar merata, tidak ada sarana prasarana pendidikan pada jenjang SMP di kecamatan Setu berdampak peserta didik harus keluar wilayah untuk mendapatkan pendidikan. Peningkatan jumlah sarana prasarana pada jenjang SMP diperlukan ditiap wilayah Kota Tangerang Selatan untuk menampung peserta didik sekolah lanjutan. Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Pendidikan Dasar Kota Tangerang Selatan Parameter evaluasi ketersediaan sarana prasarana pendidikan dasar Kota Tangerang Selatan adalah jumlah sarana pendidikan. Analisisi deskriptif berdasarkan jumlah penduduk dan jenjang pendidikan adalah dengan membagi jumlah penduduk usia sekolah (Pendidikan Dasar 9 tahun) per kecamatan berdasarkan jumlah ratio standar berlaku sebagai berikut; TK/RA per jiwa, SD per jiwa, SMP per jiwa, taman bacaan per jiwa. 1. Jumlah sarana pendidikan dasar sesuai dengan ratio jumlah penduduk usia sekolah. 2. Jumlah ratio murid di tiap jenjang dengan sebanding dengan jumlah tenaga didik di tiap jenjang. Tabel 23 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenjang Usia Sekolah tahun 2010 Kecamatan UMUR 0-4 UMUR 5-9 UMUR Ciputat Ciputat Timur Pamulang Pondok Aren Serpong Serpong Utara Setu Sumber: Data Sementara Sensus Penduduk BPS Kota Tangerang Selatan, 2010 Tabel 23 menunjukkan asumsi rata-rata jumlah usia 2-4 tahun sebesar jiwa maka 1 unit sekolah dapat menampung 178 siswa didik. Setiap sekolah diasumsikan mempunyai murid 180 siswa. Hasilnya daya tampung sekolah jenjang TK cukup padat. Jumlah peserta didik jenjang SD terbanyak di kecamatan Pondok Aren sebesar dengan jumlah sarana prasarana SD 75 unit dan Madrasah

85 68 Ibtidaiyah 20 unit jumlah total sarana prasarana SD di kecamatan Pondok Aren sebesar 95 unit.. Analisis ketersediaan sarana prasarana SD dengan asumsi 288 siswa persekolah dengan jumlah 6 kelas. Ketersediaan sarana prasarana SD terlayani. Ketersediaan sarana prasarana SMP sebesar 818 siswa per sekolah. Jumlah siswa SMP banyak tetapi daya tampung kurang. Kekurangan ketersediaan sarana prasarana SMP berdampak siswa tak tertampung bersekolah diluar wilayah diantaranya Tangerang, Bogor atau Jakarta. Sebaran sarana prasarana pendidikan dasar mulai dari jenjang TK, SD dan SMP disajikan di Gambar 20, 21 dan 22. Gambar 20 Peta Sebaran TK Kota Tangerang Selatan 2010 Jumlah sarana prasarana pendidikan Kota Tangerang Selatan terpenuhi tetapi, daya tampung peserta didik setiap kelas masing-masing terlalu penuh/padat. Jumlah tenaga pendidik kurang untuk melayani jumlah peserta didik didalam kelas sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Peningkatan jumlah unit kelas dan penambahan sumber daya manusia tenaga diperlukan untuk mendukung tujuan pembelajaran sebagai bagian dari pelayanan sarana prasarana pendidikan.

86 69 Gambar 21 Peta Sebaran SD Kota Tangerang Selatan 2010 Gambar 22 Peta Sebaran SMP Kota Tangerang Selatan 2010

87 70 Akses Pencapaian Sarana Prasarana Pendidikan Dasar Kota Tangerang Selatan Sebaran sarana prasarana pendidikan di wilayah kota Tangerang Selatan secara spasial merata di tiap kecamatan. Program pendidikan dasar 9 tahun bagian dari program nasional di bawah kordinasi Kementerian Pendidikan Nasional, wilayah kordinasi di tingkat propinsi, kabupaten/kota di bawah Dinas Pendidikan Nasional. Jarak tempuh untuk mencapai sarana pendidikan dari permukiman terjangkau. Wilayah layanan jenjang TK dan SD berada dalam lingkungan permukiman sehingga pencapaian lebih mudah didukung jalan lokal/ lingkungan.waktu tempuh terlama sekitar 30 menit berjalan kaki dan 5-10 menit dengan kendaraan bermotor. Wilayah layanan jenjang SMP Kota Tangerang Selatan terlayani, khusus kecamatan Setu dilayani keluar wilayahnya karena kecamatan Setu tidak mempunyai gedung SMP. Penduduk memanfaatkan layanan keluar wilayah yang berbatasan dengan kecamatan Setu diantaranya: kecamatan Serpong, Pamulang atau ke kabupaten Tangerang. Tabel 24 Akses Pencapaian Sarana Prasarana Pendidikan Kecamatan Radius Pencapaian Radius Pencapaian SD Radius Pencapaian TK (km) (km) SMP (km) Setu 1,0-2,0 0,5-1,0 2,0-2,5 (keluar wilayah) Serpong 1,5-2,0 1,5-2,0 1,0-1,5 Pamulang 1,0-2,0 1,5-2,0 1,5-2,0 Ciputat 1,0-1,5 1,0-1,5 1,0-1,5 Ciputat Timur 1,0-1,5 1,0-1,5 1,0-1,5 Pondok Aren 1,0-1,5 1,0-2,0 1,0-2,0 Serpong Utara 1,0-1,5 1,0-1,5 1,5-2,0 Sumber: Hasil Analisis, 2011 Tabel 24 menunjukkan radius pencapaian terdekat sarana prasarana pendidikan jenjang TK sejauh 1 km dan jarak terjauh 2 km. Wilayah kecamatan Setu, Serpong dan Pamulang mempunyai radius pencapaian terjauh menuju TK. Rata-rata seluruh kecamatan di Kota Tangerang Selatan mempunyai radius pencapaian dekat menuju TK. Terlihat bahwa sarana prasarana TK berada dalam lingkungan perumahan dengan wilayah pelayanan lokal. Waktu tempuh menuju TK dilakukan dengan berjalan kaki selama menit atau 5 menit kendaraan bermotor. Ketersediaan dan wilayah pelayanan sarana prasarana TK terpenuhi.

88 71 Radius pencapaian terdekat menuju lokasi SD sejauh 0.5 km dan jarak terjauh 2 km. Wilayah yang mempunyai radius pencapaian terjauh dari SD yaitu kecamatan Serpong, Pondok Aren dan Pamulang. Lokasi SD berada di lingkungan perumahan dengan wilayah pelayanan lokal. Waktu tempuh menit dilakukan berjalan kaki atau 5 menit berkendaraan bermotor. Ketersediaan dan wilayah pelayanan sarana prasarana SD terpenuhi. Radius pencapaian terjauh menuju SMP sejauh 2.5 km karena sarana prasarana berada diluar wilayahnya, jarak terdekat sejauh 1 km. Kecamatan Setu tidak memiliki sarana prasarana SMP, sehingga peserta didik keluar wilayah untuk mendapat pelayanan. Radius pencapaian terjauh didalam wilayah berjarak 2 km di kecamatan Pamulang, Pondok Aren dan Serpong Utara. Ketersediaan dan wilayah pelayanan sarana prasarana SMP terpenuhi. Jaringan dan kerapatan jalan menjadi faktor penentu akses pencapaian menuju sarana prasarana. Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan Kesehatan Masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat menjadi wewenang pemerintah dan pihak swasta yang berperan aktif dalam menyelenggarakan kesehatan masyarkat. Sarana prasarana kesehatan masyarakat terdiri dari: 1. Balai pengobatan warga. 2. Balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA / Klinik Bersalin), 3. Puskesmas dan balai pengobatan. 4. Puskesmas pembantu dan balai pengobatan. 5. Tempat praktek dokter. 6. Apotik. Penyediaan sarana kesehatan berdasarkan jumlah penduduk. Penempatan penyediaan fasilitas mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu. Kebutuhan balai pengobatan warga ratio pelayanan per jiwa dengan radius pelayanan 1 km 2, balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA)/klinik per jiwa dengan radius pelayanan 4 km 2, puskesmas pembantu dan balai pengobatan per jiwa dengan radius pelayanan 1,5 km 2, puskesmas dan

89 72 balai pengobatan per 120,000 jiwa dengan radius pelayanan 3 km 2, tempat praktek dokter per jiwa dengan radius pelayanan 1,5 km 2, Apotik per jiwa dengan radius pelayanan 1,5 km 2. Identifikasi Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan Sebaran sarana prasarana kesehatan masyarakat di Kota Tangerang Selatan: balai pengobatan swasta 176, rumah bersalin swasta 32, puskesmas pembantu 14, puskesmas 10, praktek dokter umum swasta 660, apotik 33 dan rumah sakit 13 disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25 Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan 2010 Jenis Serpong Serpong Utara Pamulang Ciputat Ciputat Timur Pondok Aren Puskesmas Puskesmas Pembantu Balai Pengobatan Swasta Praktek Dokter Umum Swasta Apotik Rumah Bersalin Swasta Rumah Sakit Sumber: Profil Tangerang Selatan 2010 Tabel 25 menunjukkan sebaran sarana prasarana kesehatan wilayah Tangerang Selatan secara kasat mata merata di tiap kecamatan, terutama wilayah kecamatan Pondok Aren, Ciputat Timur dan Ciputat. Ketiga wilayah tersebut mampu melayani kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat. Wilayah kecamatan Serpong Utara, Serpong dan Setu sebarannya tidak merata. Kecamatan Setu yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Tangerang tidak tersedia pelayanan rumah sakit. Praktek dokter, balai pengobatan swasta dan apotik tersebar merata di tiap kecamatan. Puskesmas dan puskesmas pembantu merupakan sarana prasarana kesehatan masyarakat wajib di setiap kecamatan dan merupakan standar pelayanan minimum kesehatan masyarakat. Sebaran sarana prasarana kesehatan masyarakat di sajikan dalam Gambar 23. Setu Jum lah

90 73 Gambar 23 Peta Sebaran Sarana Prasarana Kesehatan Kota Tangerang Selatan 2010 Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan Ketersediaan sarana prasarana kesehatan masyarakat dianalisis berdasarkan ratio jumlah penduduk terlayani dalam wilayah pelayanannya. Khusus puskesmas merupakan sarana prasarana kesehatan masyarakat yang wajib ada di jenjang kecamatan. Jumlah sarana prasarana kesehatan masyarakat mengacu kepada SNI disajikan dalam Tabel 26. Evaluasi ketersediaan sarana prasarana kesehatan masyarakat berdasarkan jumlah layanan dari jenjang terendah yaitu puskesmas hingga jenjang tertinggi rumah sakit. Puskesmas berfungsi sebagai layanan terendah dan menjadi rujukan untuk ke jenjang layanan tertinggi. Tabel 26 menunjukkan bahwa terjadi kekurangan jumlah puskesmas di wilayah Pamulang, Ciputat Timur dan Pondok Aren. Jumlah puskesmas tidak sesuai dengan ratio perbandingan jumlah penduduk di wilayah tersebut. Dampaknya terjadi kepadatan pelayanan di wilayah-wilayah diatas.

91 74 Tabel 26 Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan 2010 Kecamatan Jumlah Puskesmas RSB RS Apotik Penduduk (unit) (unit) (unit) (unit) Setu Serpong Pamulang Ciputat Ciputat Timur Pondok Aren Serpong Utara Sumber: Hasil Analisis, 2011 Jumlah rumah sakit bersalin di tiap wilayah Kota Tangerang Selatan mengalami kekurangan. Jumlah rumah sakit bersalin saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan sarana prasarana persalinan. Kekurangan pelayanan persalinanan dapat dilayani di jenjang puskesmas kecamatan dan praktek bidan swasta yang tidak terdata. Kota Tangerang Selatan kekurangan jumlah rumah sakit, saat ini rata-rata jumlah rumah sakit di tiap wilayah kecamatan 2 yaitu Serpong, Ciputat dan Pondok Aren. Kecamatan Serpong dan Ciputat Timur memiliki 3 rumah sakit. Kebutuhan pelayanan gawat darurat dan rawat inap di jenjang rumah sakit mengalami kekurangan. Jumlah rumah sakit per kecamatan masih jauh dari standar pelayanan minimum berdasarkan jumlah penduduk. Jumlah sarana prasarana kesehatan merata di setiap wilayah tetapi perlu perluasan wilayah pelayanan dan peningkatan jumlah pada jenjang rumah sakit untuk layanan rawat inap. Pengobatan penyakit khusus yang memerlukan perawatan intensif dapat merujuk ke rumah sakit umum daerah/wilayah diluar Kota Tangerang Selatan. Akses Pencapaian Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Kota Tangerang Selatan Akses pencapaian dari permukiman menuju sarana prasarana kesehatan didukung jaringan jalan dan lokasi sarana prasarana. Wilayah pelayanan puskesmas berjarak 1-1,5 km dari permukiman dengan waktu tempuh menit. Jalan kolektor sekunder menjadi sarana pencapaian menuju sarana prasarana kesehatan. Kondisi jaringan jalan yang baik menjadi titik tolak terpenting untuk melayani pertolongan pertama/tindakan darurat kecelakaan.

92 75 Akses pencapaian ke sarana prasarana kesehatan berkaiatan erat dengan jaringan jalan dari jenjang jalan lingkungan hingga kolektor sekunder. Jarak pencapaian ke sarana prasarana kesehatan masyarakat disajikan dalam Tabel 27. Tabel 27 Jarak Pencapaian Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Radius Radius Radius Pencapaian Pencapaian Pencapaian Puskesmas (km) RSB (km) RS (km) Kecamatan Radius Pencapaian Apotik (km) Setu 1,0-4,0 4,0-5,0 4,0-5,0 1,0-4,0 Serpong 0,8-3,5 0,3-3,5 0,3-3,5 0,5-1,0 Pamulang 2,5-3,5 0,02-4,0 0,02-4,0 0,8-3,0 Ciputat 1,0-3,5 0,008-3,5 2,0-4,0 1,0-2,5 Ciputat Timur 1,0-3,5 1,0-3,5 2,5-4,0 0,5-3,0 Pondok Aren 1,5-3,5 0,02-3,0 1,0-2,0 0,8-3,0 Serpong Utara 0,8-3,8 1,0-2,5 1,5-2,5 0,5-4,0 Sumber: Hasil Analisis, 2011 Tabel 27 menunjukkan radius pencapaian terjauh menuju puskesmas berjarak 3.8 km di wilayah kecamatan Serpong Utara sedangkan jarak terdekat 800 m di wilayah kecamatan Serpong Utara dan Serpong. Wilayah pelayanan puskesmas berlokasi di lingkungan perumahan bersifat lokal. Jarak yang dekat memudahkan akses pencapaian dan mempersingkat waktu tempuh. Waktu tempuh menit berjalan kaki dan 5 menit berkendaraan bermotor. Rata-rata radius pencapaian rumah sakit bersalin terdekat berjarak 500 m. Jarak terdekat dengan rumah sakit bersalin berlokasi di kecamatan Ciputat yang berjarak kurang dari 10 m. Radius pencapaian terjauh berjarak 5 km di kecamatan Setu. Radius pencapaian terdekat menuju rumah sakit berjarak 200 m berlokasi di kecamatan Pamulang. Akses pencapaian dengan jarak terdekat 8 m di wilayah kecamatan Ciputat dari permukiman ke rumah sakit bersalin. Sebaran sarana prasarana kesehatan masyarakat rata-rata berjarak 1-2,5 km. Pencapaian dari permukiman ke sarana prasarana kesehatan masyarakat terlayani mulai dari lingkungan hingga ke jenjang kecamatan. Jarak pencapaian terpenuhi, kendala terjadi pada waktu tempuh menuju sarana prasarana karena jumlah kendaraan bermotor melintasi Kota Tangerang Selatan padat. Sarana Prasarana Persampahan Kota Tangerang Selatan Sistem pengelolaan sampah wilayah menjadi bagian penting pelayanan wilayah untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Pengelolaan sampah dilakukan

93 76 dari unit terkecil wilayah di jenjang Rukun Warga hinga ke jenjang tertinggi di Kota. Sistem pengelolaan sampah terdiri dari pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Sarana prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang sistem pengelolaan sampah dari jenjang terendah terdiri dari: 1. Rumah Tangga : Bak Sampah 2. Rukun Warga : Bak sampah lingkungan dan gerobak sampah kecil (TPS). 3. Kelurahan : Bak sampah lingkungan dan gerobak sampah besar (TPS). 4. Kecamatan : Bak sampah besar dan mobil sampah (TPS lokal). 5. Kota : Bak sampah akhir dan tempat pengelolaan sampah akhir (TPA). Kebutuhan sarana prasarana sampah dihitung berdasarkan jumlah penduduk dengan acuan SNI , di jenjang Rukun Warga per jiwa ada 1 Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dengan volume 6 m 3, jenjang kelurahan per jiwa, 1 TPS bervolume 12 m 3 dan jenjang kecamatan per jiwa, 1 TPS dengan kapasitas volume 25 m 3 dan untuk wilayah kota per jiwa diperlukan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berfungsi untuk mengelola sampah wilayah. Identifikasi Sarana Prasarana Persampahan Kota Tangerang Selatan Sebaran sarana prasarana sampah kota Tangerang Selatan berdasarkan data tahun tiap kecamatan mempunyai TPS. Sistem pengelolaan sampah saat ini adalah, diolah secara mandiri di lingkungan perumahan dan dikelola dinas terkait diwakili Dinas Kebersihan. Sebaran di tiap kecamatan wilayah Tangerang Selatan terlihat merata disajikan Tabel 28. Tabel 28 Sarana Prasarana Sampah Kota Tangerang Selatan 2008 No. Jenis Serpong Serpong Ciputat Pondok Pamulang Utara Ciputat Timur Aren Setu Jumlah 1 TPS Water Treatment Plant Sumber: Profil Kota Tangerang Selatan 2010 Tabel 28 menunjukkan sebaran tempat pembuangan sementara sampah Kota Tangerang Selatan merata terlihat di setiap kecamatan. Wadah penampungan

94 77 sampah tersedia di setiap kecamatan. Kecamatan Setu mempunyai sebaran yang lebih banyak dari kecamatan lainnya. Data sebaran TPS tahun 2008 belum ada tempat pembuangan akhir (TPA) yang berfungsi mengumpulkan dan mengelola sampah. Sebaran TPS dan TPA dapat dilihat pada Gambar 24. Gambar 24 menunjukkan sebaran TPS dan TPA Kota Tangerang Selatan 2010 dari peta tematik rencana sarana prasarana persampahan sumber dari BAPPEDA Kota Tangerang Selatan. Titik sebaran TPS berwarna hijau dan warna merah muda untuk TPA. TPA Kota Tangerang Selatan berlokasi di Cipeucang kecamatan Setu. Jumlah TPS mengalami penambahan di beberapa wilayah yaitu Serpong, Pamulang, Ciputat, Ciputat Timur dan Pondok Aren. TPS di kecamatan Setu berkurang karena berubah fungsinya menjadi TPA. Gambaran ini mewakili TPS yang dikelola Dinas Persampahan dan tidak mewakili TPS-TPS yang dikelola secara mandiri oleh penduduk atau tempat pembuangan sampah liar di bantaran sungai. Warna hijau muda hingga biru laut tua melambangkan jumlah penduduk per kecamatan. Gambar 24 Peta Sebaran Sarana Prasarana Sampah Kota Tangerang Selatan 2010 Jumlah TPS di wilayah Kota Tangerang Selatan merata, setiap wilayah mempunyai layanan tampungan sampah. Penampungan sampah mandiri yang

95 78 dikelola masyarakat tidak terdata, penampungan sampah yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan timbunan-timbunan sampah baru. Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Persampahan Kota Tangerang Selatan Data sebaran dianalisis berdasarkan jumlah volume bangkitan sampah yang dihasilkan penduduk per hari. Kriteria ketersediaan sarana prasarana persampahan adalah: 1. Volume bangkitan sampah dari jumlah penduduk 2. Kapasitas tampung TPS/TPA Volume bangkitan sampah hasil dari perkalian jumlah penduduk masing-masing kecamatan. Bangkitan sampah yang dihasilkan 910 gr /jiwa/hari (Hartono, 2006). Volume bangkitan sampah dari jenjang terendah di tampung pada tempat sampah di lingkungan rukun tetangga kemudian di distribusikan ke TPS kecamatan. Frekuensi pengumpulan dan daya tampung TPS mempengaruhi kelayakan sarana prasarana persampahan. Hasil analisis jumlah penduduk, volume sampah yang dihasilkan dan kapasitas tampung TPS disajikan dalam Tabel 28. Tabel 29 Analisis Ketersediaan Sarana Prasarana Sampah Kota Tangerang Selatan 2010 Kecamatan Jumlah Penduduk Standar TPS per (unit) TPA per (unit) TPS saat ini Jumlah Bangkitan /hari (ton) Kapasitas Vol TPS (ton) /hari Setu , Serpong , Pamulang , Ciputat , Ciputat Timur , Pondok Aren , Serpong Utara , Total Sumber: Hasil Analisis, Tabel 29 menunjukkan ketersediaan TPS Kota Tangerang Selatan berjumlah 31 unit dengan kapasitas sebesar m 3. Berdasarkan bangkitan sampah yang ditimbulkan sebesar ton, sesuai standar JICA jumlah bangkitan per jiwa sebesar 910 gram/hari atau 9x10-6 ton.

96 79 TPS di kecamatan Setu berjumlah 6 TPS dengan kapasitas sebesar 300 m 3. Masing-masing sebaran dapat menampung 50 m 3 sampah dengan berat sekitar 10 ton per TPS, sehingga cukup tersedia menampung sampah kecamatan Setu. Sebaran 5 TPS kecamatan Pamulang mampu menampung sampah sebesar 250 m 3 dengan kapasitas berat 10 ton per TPS, kapasitas seluruh TPS Pamulang sebesar 50 ton per hari. TPS Pamulang tidak dapat menampung seluruh bangkitan sampah wilayahnya. Kekurangan ketersediaan TPS di kecamatan Ciputat, Ciputat Timur, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara dan Pamulang. Kekurangan kapasitas TPS dapat diatasi dengan penampahan jumlah TPS atau perluasan TPS disajikan dalam Tabel 30. Tabel 30 Analisis Ketersediaan TPS Kota Tangerang Selatan tahun 2010 Kecamatan Jumlah Bangkitan Jumlah TPS kapasitas 10 ton (ton) Serpong Pamulang Ciputat Ciputat Timur Pondok Aren Serpong Utara Setu 59 6 Sumber: Hasil Analisis, 2011 Sebaran TPS Kota Tangerang Selatan merata tetapi kapasitasnya tidak dapat menampung bangkitan sampah. Sistem pengelolaan sampah terpadu diperlukan dari jenjang terendah dengan menambah frekuensi pengangkutan, penambahan dan perluasan kapasitas kapasitas tampung TPS setiap kecamatan sehingga tidak terjadi bangkitan sampah tak terkelola. Pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan terkait pengelolaan sampah dan meningkat peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi barang-barang bernilai ekonomi. Akses Pencapaian Sarana Prasarana Persampahan Kota Tangerang Selatan Akses pencapaian dari pusat permukiman ke TPS kecamatan melalui pengukuran jarak wilayah pelayanan. Jarak wilayah pelayanan dihitung dari titik sebaran TPS per kecamatan. Tabel 31 menunjukkan radius pencapaian terjauh dari permukiman ke TPS

97 80 berada di kecamatan Serpong dan Pamulang dengan jarak tempuh 4,5 km. Jarak terdekat sejauh 1 km di kecamatan Setu dan Serpong. Jarak tempuh terjauh harus diimbangi dengan jumlah frekuensi pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Wilayah pelayanan dengan jarak terjauh dapat dilayani dari lokasi TPS terdekat di luar wilayahnya. Tabel 31 Analisis Akses Pencapaian TPS Kota Tangerang Selatan Kecamatan Radius Pencapaian TPS terdekat (km) Radius Pencapaian TPS terjauh (km) Setu 1,0 2,0 Serpong 1,0 4,5 Pamulang 1,5 4,5 Ciputat 2,0 3,5 Ciputat Timur 2,0 4,0 Pondok Aren 1,5 3,5 Serpong Utara 1,5 4,0 Sumber: Hasil Analisis, 2011 Pengelolaan sampah mandiri yang dilakukan bersama di beberapa perumahan menjadi alternatif. Pengangkutan dan pengumpulan sementara bangkitan sampah di TPS mempengaruhi kapasitas tampung dan frekuensi pengambilan sampah. Sistem pengelolaan sampah mandiri dari jenjang rumah tangga menjadi alternatif program yang dapat dilakukan pemerintah daerah. Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Sarana prasarana niaga dan perdagangan di lingkungan perumahan dimulai dari unit terkecil dari jenjang terendah dengan radius pelayanan kecil. Urutan sarana prasarana perdagangan dari jenjang terendah adalah sebagai berikut: 1. Toko/warung. 2. Pertokoan, Rumah Toko. 3. Pasar di Lingkungan tingkat Kelurahan dan Kecamatan. 4. Mini Market/Swalayan kecil. 5. Supermarket/Pasar Swalayan. 6. Pusat Perbelanjaan/Plaza/Mall.

98 81 Kebutuhan sarana prasarana niaga berdasarkan SNI di wilayah lingkungan hingga wilayah kota di hitung berdasarkan ratio jumlah penduduk terlayani dan radius pelayanannya. Kebutuhan toko/warung ratio per 250 jiwa dengan radius 300 m, pertokoan/ruko per jiwa dengan radius 2 km berlokasi di pusat kegiatan sub lingkungan. Pasar ratio per jiwa berlokasi di pusat lingkungan jenjang kelurahan atau kecamatan dengan radius pelayanan 5-10 km. Mini market/swalayan kecil ratio per jiwa dengan radius pelayanan 500 meter dari pasar tradisional dijangkau dengan berkendaraan. Kebutuhan supermarket/pasar swalayan dan pusat perbelanjaan/plaza/mall ratio per jiwa berlokasi di jalan utama dan pusat kegiatan dengan fasilitas parkir mandiri. Identifikasi Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan Pengelolaan sarana niaga dan perdagangan di bawah koordinasi BUMN atau Dinas Perdagangan bekerjasama pihak swasta salahsatunya pengembang perumahan. Berdasarkan data sarana prasarana niaga kota Tangerang Selatan tahun 2010 disajikan Tabel 32. Tabel 32 menunjukkan sebaran sarana prasarana niaga dan perdagangan Kota Tangerang Selatan dari jenjang terendah hingga tertinggi merata. Lokasi sebaran niaga dan perdagangan berlokasi di jalan arteri dan kolektor sekunder sehingga berperan aktif menunjang mobilisasi penduduk menuju layanan. Tabel 32 Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan 2010 Uraian Serpong Serpong Ciputat Pondok Pamulang Ciputat Utara Timur Aren Setu Jumlah Pasar Modern Pasar Tradisional Pusat Perbelajaan Kompleks Ruko Minimarket Sumber: Profil Tangerang Selatan, 2010 Warung, toko di lingkungan perumahan tidak terdata dan tidak disajikan karena mempunyai layanan sama dengan minimarket. Perkembangan minimarket sangat pesat di wilayah Kota Tangerang Selatan terlihat dari sebaran dan lokasinya yang saling berdekatan.

99 82 Gambar 25 Peta Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 Gambar 25 menunjukkan sebaran plaza/mall, pasar modern (pasar swalayan) dan minimarket berlokasi di jalan arteri sekunder berfungsi sebagai jalan utama penghubung antar wilayah. Radius pelayanan antar sarana prasarana terfokus di pusat-pusat kegiatan wilayah di masing-masing kecamatan. Kecamatan Setu terletak di bagian Selatan wilayah kota Tangerang Selatan dilayani oleh pasar tradisional dan mini market. Pusat perbelanjaan di kecamatan Setu saat ini tidak terlayani, penduduk memanfaatkan jalan lokal sekunder dan arteri sekunder untuk mencapai pusat perbelanjaan di wilayah lain. Waktu tempuh menuju pusat perbelanjaan sekitar menit berkendaraan Sebaran pasar tradisional ada di tiap wilayah Kota Tangerang Selatan kecuali kecamatan Serpong Utara yang tidak terdata. Pemenuhan kebutuhan sembako dilayani pasar modern (pasar swalayan) mall/plaza Kota Tangerang Selatan terbanyak di wilayah Serpong sebanyak 8 unit berlokasi di jalan arteri sekunder terhubungi arteri primer. Sepanjang jalan arteri sekunder Jl. Pahlawan Seribu dan Jl. Kapten Subianto berlokasi mall/plaza, pasar modern dan minimarket. Sarana prasarana niaga dan perdagangan Kota Tangerang Selatan di wilayah lainnya berlokasi di jalan kolektor sekunder.

100 83 Evaluasi Ketersediaan Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan Data sebaran sarana prasarana perdagangan dianalisis membandingkan jumlah kebutuhan sarana prasarana niaga perdagangan setiap kecamatan dengan jumlah penduduk. Ratio standar pelayanan minimum dan radius pelayanan masing-masing sarana prasarana menjadi paramater ketersediaan sarana prasarana niaga dan perdagangan sesuai dengan SNI Standar pelayanan minimum berdasarkan jumlah penduduk 2. Radius pelayanan masing-masing sarana prasarana. Ketersediaan sarana prasarana niaga perdagangan Kota Tangerang Selatan berdasarkan standar pelayanan minimum penduduk sudah terpenuhi. Pasar tradisonal dan minimarket berada di lokasi sama. Wilayah pelayanan minimarket berdampingan dengan pasar tradisional. Jumlah sebaran minimarket melebihi jumlah layanan dengan jarak pencapaian berdekatan. Mall/plaza, pasar modern dan minimarket wilayah pelayanannya terpusat di satu lokasi. Tabel 33 Analisis Kelayakan Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan 2010 Kec. Pasar Std.Per jiwa Pasar Modern Std.Per jiwa (unit) Mini market Std.Per Jiwa (unit) Mall/ Plaza Std.Per jiwa (unit) Setu Serpong Pamulang Ciputat Ciputat Timur Pondok Aren Serpong Utara Sumber: Hasil Analisis, Tabel 33 menunjukkan ketersediaan sarana prasarana niaga dan perdagangan Kota Tangerang Selatan sesuai dengan SNI Jumlah layanan minimarket padat dengan zona pelayanan saling berdekatan. Data warung dan ruko (rumah toko) tidak ditampilkan karena mempunyai jenis layanan sama. Sarana prasarana niaga perdagangan Kota Tangerang Selatan terpenuhi, lokasi sarana prasarana terpusat di satu lokasi menimbulkan kemacetan kendaraan

101 84 bermotor. Penyebaran sarana prasarana niaga perdagangan diperlukan untuk mencegah terjadinya kemacetan akibat antrian kendaraaan bermotor menuju sarana prasarana niaga dan perdagangan. Akses Pencapaian Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan Wilayah pelayanan pasar tradisional di pusat kegiatan permukiman ber jarak 0,5-4 km. Jarak tempuh berkisar antara menit dari jalan lingkungan menuju menuju pasar. Wilayah pelayanan pasar dengan mini market terpusat dan berdekatan di satu lokasi sehingga penduduk mempunyai alternatif pilihan layanan yang dibutuhjan. Standar wilayah layanan antara pasar tradisional dan pasar modern sejauh km dengan jenis penjualan sama. Akses pencapaian menuju pasar mudah dan terjangkau karena jarak antara satu layanan ke layanan lain berdekatan dan terpusat. Kepadatan jarak layanan minimarket berdekatan mulai dari jalan lingkungan hingga kolektor sekunder. Fenomena pesatnya pertumbuhan minimarket di wilayah Jabodetabek, termasuk Tangerang Selatan didukung kurang ketatnya kebijakan pemerintah untuk mengawasi perijinan dan pengaturan zona layanan mini market atau pasar swalayan kecil. Kemudahan mendapatkan ijin pengelolaan pasar swasta khusus minimarket berdampak kasus ijin Aspal (Asli Palsu) marak di Jabodetabek (SuaraPembaruan.com). Pelanggaran wilayah pelayanan minimarket membuat permasalahan tersendiri bagi sarana prasarana wilayah. Sebaran sarana prasarana niaga dan perdagangan wilayah kota Tangerang Selatan merata, hampir seluruh wilayah terlayani, kecamatan Ciputat Timur tak terdata, pasar tradisional karena dikelola di lahan swasta, pasar tradisional Situ Gintung sudah berubah menjadi permukiman. Wilayah kecamatan Setu dan Ciputat Timur tidak ada layanan pusat perbelanjaan. Tabel 34 Analisis Akses Pencapaian Sarana Prasarana Niaga dan Perdagangan Kategori Radius Pencapaian Terdekat (km) Radius Pencapaian Terjauh (km) Mall/Plaza 0,50 2 Supermarket 2,00 7 Pasar 0,05 2 Minimarket 0,01 2 Sumber: Hasil Analisis, 2011

102 85 Tabel 34 menunjukkan radius pencapaian terdekat sejauh 10m dari permukiman ke minimarket, jarak terjauh minimarket 2 km. Jarak layanan minimarket berdekatan dengan pasar tradisional sejauh 3 m hasil pengambilan data dari GPS. Radius pencapaian terjauh berjarak 7 km dari permukiman ke pasar modern (supermarket). Lokasi sarana prasarana niaga perdagangan terpusat di satu lokasi memberikan kemudahan pencapaian dari permukiman. Berdampingannya pasar tradisional dengan mini market memberikan pilihan bagi masyarakat untuk menggunakan layanan yang diperlukan. Pengaturan zona pelayanan diperlukan agar tidak terjadi pemusatan sarana prasarana niaga dan perdagangan di satu lokasi. Analisis SWOT Penyusunan strategi kebijakan pengembangan sarana prasarana dilakukan dengan melihat potensi kekuatan, kelemahan, kesempatan dan kendala yang akan muncul. Penelitian ini menggunakan Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threats). Pengumpulan dan klasisfikasi potensi kekuatan dan kelemahan/permasalahan sebagai faktor internal serta peluang dan ancaman sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi kelayakan sarana prasarana Kota Tangernag Selatan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah: (1) analisis input data (input stage), (2) analisis pencocokan (matching stage), (3) analisis pengambikan keputusan (decision stage). Analisis data input dimulai dengan mengidentifikasi jumlah sarana prasarana, dilanjutkan dengan analisis faktor internal dan faktor eksternal. Proses analisis menghasilkan beberapa asumsi atau peluang strategis untuk tujuan keberhasilan kebijakan. Saat proses identifikasi penulis mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan yang menjadi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang maupun ancaman. Kemudian dilakukan wawancara serta pengisian kuesioner terhadap penduduk pengguna layanan sarana prasarana. Hasil dari kegiatan ini teridentifikasinya faktor-faktor yang diperlukan untuk analisis SWOT yaitu sebagai berikut: 1. Kekuatan (Strength)

103 86 a. Kualitas pelayanan sarana prasarana. b. Area/wilayah pelayanan. c. Sumber daya alam (air, listrik dan lahan). 2. Kelemahan (Weakness) a. Sumber daya manusia (Pengelola) b. Perawatan dan pengelolaan sarana prasarana c. Kebijakan Pemerintah Daerah/Kota d. Kondisi fisik sarana prasarana. 3. Peluang (Opportunity) a. Waktu tempuh b. Kemudahan Akses pencapaian terhadap sarana prasarana c. Jarak tempuh 4. Ancaman (Threats) a. Kondisi jaringan jalan b. Transportasi Pembuatan matriks SWOT untuk melihat faktor internal dan eksternal kemudian kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman diberi bobot nilai untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan sarana prasarana. Penilaian bobot berdasarkan analisis penulis, pengamatan di lapangan, wawancara dan pengisian kuersioner. Tabel 35 menunjukkan bobot/nilai tingkat kepentingan SWOT. Tabel 35 Penilaian Tingkat Kepentingan SWOT No. Strategi Bobot S1 Kualitas pelayanan sarana prasarana 3 S2 Area/wilayah pelayanan. 4 S3 Sumber daya alam (air, listrik dan lahan). 3 W1 Sumber daya manusia (Pengelola) 3 W2 Perawatan dan pengelolaan sarana prasarana 4 W3 Kebijakan Pemerintah Daerah/Kota 3 W4 Kondisi fisik sarana prasarana. 3 W5 Sumber daya manusia (Pengelola) 3 O1 Waktu tempuh 3 O2 Kemudahan Akses pencapaian terhadap sarana 4 prasarana O3 Jarak tempuh 4 T1 Kondisi jaringan jalan 2 T2 Transportasi 2 Sumber: Hasil Olahan dari wawancara dan pengisian kuesioner, 2011

104 87 Analisis pencocokan: mencocokkan faktor-faktor dalam matriks SWOT untuk mendapatkan beberapa strategi alternatif untuk menentukan ketersediaan sarana prasarana. Matriks ini disajikan pada Tabel 36. Beberapa asumsi alternatif strategi yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Strategi Strength-Oppurtunity, yaitu memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang. 2. Strategi Weakness-Oppurtunity, yaitu meminimalkan kelemahan untuk mencapai dan memanfaatkan peluang. 3. Strategi Strength-Threat, yaitu memanfaatkan kekuatan untuk mengurangi ancaman. 4. Strategi Weakness-Threat, yaitu taktik pertahanan diarahkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan internal serta menghindar dari ancamanancaman lingkungan luar. Tabel 36 Matriks SWOT Eksternal Internal Peluang (Oppurtunity) : 1. Waktu Tempuh 2. Kemudahan Akses Pencapaian terhadap Sarana Prasarana 3. Jarak Tempuh Ancaman (Threat) : 1. Kondisi Jaringan Jalan 2. Transportasi Sumber: Hasil Analisis, 2011 Kekuatan (Strenght) : 1. Kualitas Pelayanan Sarana Prasarana 2. Area / Wilayah Pelayanan 3. Sumber Daya Alam (Air, Listrik, Lahan) A. Meningkatkan Radius/Area pelayanan B. Peningkatan Kualitas Pelayanan C. Memanfaatkan Sumber Daya Alam untuk Peningkatan Jumlah Sarana Prasarana. G. Perbaikan dan Pemeliharaan Sistem Jaringan Jalan H. Peningkatan Jalur Transportasi Kelemahan (Weakness) : 1. Sumber Daya Manusia (Pengelola) 2. Perawatan dan Pengelolaan Sarana Prasarana 3. Kebijakan Pemerintah Daerah/ Kota 4. Kondisi Fisik Sarana Prasarana D. Peningkatan Keahlian Sumber Daya Manusia E. Peningkatan Kualitas Pengelolaan dan Fisik Sarana Prasarana F. Kebijakan Pemerintah Daerah/Kota yang mendukung Sarana Prasarana I. Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Jaringan Jalan J. Mendukung Pembukaan Jalur-Jalur Alternatif Transportasi Langkah selanjutnya analisis pengambilan keputusan dengan memilih keputusan terbaik untuk dilaksanakan. Setiap alternatif strategis pada matriks SWOT diberi nilai sesuai dengan tingkat kepentingannya, kemudian diberi rangking. Pemberian nilai berdasarkan penjumlahan nilai-nilai dari faktor-faktor

105 88 yang membangun alternatif strategi. Pemberian ranking berdasarkan pada point nilai tertinggi. Penggambaran pengambilan tingkat prioritas ini dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Pemilihan Analisis Prioritas No. Alternatif strategi Keterkaitan Kepentingan Ranking 1. Meningkatkan Radius/Area (S1,2, O2,3) 15 1 pelayanan 2. Peningkatan Kualitas Pelayanan (S1,O1) Memanfaatkan Sumber Daya Alam (S3, O2) 7 4 untuk Peningkatan Jumlah Sarana Prasarana. 4. Peningkatan Keahlian Sumber (W1,2,O2) 11 3 Daya Manusia 5. Peningkatan Kualitas Pengelolaan (W2,3,O2.3) 15 2 dan Fisik Sarana Prasarana 6. Kebijakan Pemerintah Daerah/Kota yang mendukung Sarana Prasarana (W3,O2) 7 5 Sumber: Hasil Analisis, 2011 Hasil analisis peringkat kepentingan, prioritas kebijakan di posisi ranking pertama merupakan kebijakan yang pertama dilaksanakan. Prioritas kebijakan kuadran I, II selanjutnya kuadran III dan IV. Berdasarkan hasil dari Tabel 37 maka prioritas kebijakan yang direkomendasikan adalah: 1. Meningkatkan radius/area pelayanan sarana prasarana. 2. Peningkatan kualitas pengelolaan dan fisik sarana prasarana. 3. Peningkatan keahlian sumber daya manusia. 4. Memanfaatkan sumber daya alam untuk peningkatan jumlah sarana prasarana. 5. Kebijakan Pemerintah Daerah/Kota yang mendukung Sarana Prasarana. 6. Peningkatan kualitas pelayanan. Beberapa alternatif kebijakan untuk peningkatan kelayakan sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan dipengaruhi oleh berbagai aspek terkait diantaranya: aspek fisik, sosial dan budaya dan kebijakan pemerintah daerah/kota. Pemanfaatan aspek fisik yang memperhatikan kondisi dan penggunaan lahan, sumber energi alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan sarana prasarana. Aspek sosial budaya berkaitan dengan sumber daya manusia dan budaya masyarakat untuk merawat dan memelihara sarana prasarana. Kebijakan pemerintah

106 89 diperlukan mendukung kebutuhan peningkatan jumlah, kualitas dan wilayah pelayanan sarana prasarana di Kota Tangerang Selatan Rekomendasi Pengembangan Sarana Prasarana Wilayah Kota Tangerang Selatan Mengacu kepada Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008, tentang Kota Tangerang Selatan yang menjadi bagian Pusat Kegiatan Nasional (PKN) metropolitan Jabodetabek maka rekomendasi pengembangan sarana prasarana: Meningkatkan akses pencapaian didalam dan antar wilayah dengan penataan fisik jaringan jalan dan peningkatan kapasitas pelayanan moda transportasi di sepanjang koridor Jakarta-Tangerang Selatan, Jakarta Tangerang, Jakarta Bogor, Jakarta Depok. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan sarana prasarana air bersih di setiap wilayah Kota Tangerang Selatan. Meningkatkan kapasitas tampung dan perluasan wilayah pelayanan sarana prasarana persampahan.disetiap wilayah. Meningkatkan wilayah pelayanan dan kualitas pengelolaan sarana prasarana kesehatan, pendidikan dan listrik. Mengatur wilayah pelayanan sarana prasarana niaga perdagangan berdasarkan zona pelayanan.

107 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Sebaran sarana prasarana Kota Tangerang Selatan cukup merata di setiap wilayah, kekurangan jumlah sebaran sarana prasarana diantaranya: sarana prasarana air (Instalasi Pengolahan Air/IPA Serpong) hanya tersedia di kecamatan Serpong, kecamatan Setu tidak mempunyai sarana prasarana pendidikan untuk jenjang Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP), kekurangan jumlah TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) di kecamatan Ciputat, Ciputat Timur, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara dan Pamulang. Terjadi kepadatan sebaran sarana prasarana niaga perdagangan, terlihat dari jumlah mini market di setiap wilayah. 2. Hasil evaluasi ketersediaan sarana prasarana Kota Tangerang Selatan belum terpenuhi secara merata di setiap wilayah, terlihat dari kekurangan kapasitas produksi air bersih PAM, kekurangan pasokan daya listrik, kekurangan daya tampung sarana prasarana pendidikan dan kekurangan kapasitas tampung bangkitan sampah. 3. Akses pencapaian menuju sarana prasarana dipengaruhi oleh radius/wilayah pelayanan dan kerapatan jalan. Radius pelayanan kurang luas terjadi karena pemusatan lokasi sarana prasarana diantaranya: pelayanan air bersih terpusat di kecamatan Serpong, pemusatan lokasi Tempat Pembuangan Sampah sementara (TPS), pemusatan sarana prasarana niaga dan perdagangan di jalan arteri sekunder. Kerapatan jalan Kota Tangerang Selatan terpenuhi tetapi daya tampung jalan kurang terpenuhi sehingga waktu tempuh bertambah berakibat menghambat akses pencapaian. 4. Strategi pengembangan sarana prasarana yang perlu dilakukan adalah: - Meningkatkan kapasitas produksi dan perluasan radius/wilayah pelayanan sarana prasarana air bersih Kota Tangerang Selatan. - Meningkatkan akses pencapaian sarana prasarana wilayah Kota Tangerang Selatan didalam dan antar wilayah dengan penataan fisik jaringan jalan. - Meningkatkan kapasitas tampung TPS, menambah frekuensi pengangkutan dan perluasan radius/wilayah pelayanan sarana prasarana sampah di wilayah Kota Tangerang Selatan.

108 91 - Meningkatkan radius/wilayah pelayanan dan kualitas pengelolaan sarana prasarana listrik, pendidikan dan kesehatan. - Mengatur radius/wilayah pelayanan sarana prasarana niaga perdagangan berdasarkan zona layanan. Saran 1. Untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana wilayah Kota Tangerang Selatan disarankan kepada Pemerintah Kota: meningkatkan jumlah pengolahan air bersih, peningkatan jumlah gardu listrik, peningkatan jumlah sekolah dan peningkatan jumlah TPS. 2. Untuk pemerataan ketersediaan sarana prasarana wilayah Kota Tangerang Selatan disarankan kepada Pemerintah Kota: meningkatkan kapasitas produksi air bersih dan mengendalikan penggunaan air tanah sehingga ketersediaannya tetap terjaga. Meningkatkan pasokan daya listrik, mengelola dan merawat jaringan jalan secara terpadu dan intensif. Meningkatkan kapasitas tampung peserta didik dengan peningkatan jumlah kelas di setiap sekolah. Meningkatkan kapasitas tampung TPS dan menambah frekuensi pengangkutan sampah. 3. Untuk mempercepat dan mempermudah akses pencapaian menuju sarana prasarana wilayah Kota Tangerang Selatan disarankan kepada Pemerintah Kota: perbaikan jalan dan peningkatan daya tampung jalan kolektor sekunder dengan membangun jalan lingkar luar dan jalan lintas (fly over) sebagai alternatif penyelesaian kepadatan pengguna ruas jalan kolektor sekunder. Meningkatkan radius/wilayah pelayanan sarana prasarana air, listrik, kesehatan masyarakat dan persampahan. Mengatur zona layanan sarana niaga perdagangan dan membatasi izin operasional mini market. 4. Mempertimbangkan arahan strategi pengembangan sarana prasarana wilayah Kota Tangerang Selatan yang tertulis pada simpulan penelitian.

109 DAFTAR PUSTAKA Anggarkusuma M Prediksi Kebutuhan Daya Tampung TPA Sukosari Jumantono Karang Anyar. [Skripsi] Surakarta: Jurusan Infrastruktur Perkotaan Fakultas Teknik Sipil. Universitas Sebelas Maret Surakarta Anonim Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 26 Tahun 1985 Jaringan Jalan di Lingkungan Perkotaan. Anonim Intepretasi Citra. //scrib.com/doc/ / interpretasi-citra download [15 Mei 2011]. Anonim Undang-Undang No.51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Selatan dalam Angka Tahun Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia , Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Persyaratan Umum Sistem Jaringan dan Geometrik Jalan Perumahan Jakarta: Badan Standarisasi Nasional [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia.2002 Standar Nasional Indonesia , Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan.Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan Barus B. dan Wiradisastra U.S Sistem Informasi Geografis Sarana Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor: Institut Pertanian Bogor. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Tahun Jakarta: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Direktorat Jenderal Cipta Karya Sistematika Isi Pedoman Perencanaan Lingkungan Pemukiman. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Cipta Karya Pedoman Teknis Prasarana Jalan Perumahan (Sistem Jaringan dan Geometri Jalan). Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Friesner T History of SWOT Analysis. /marketingteacher.com/swot/historyof-swot.html.[25 Mei 2011]

110 93 Graham S. and Marvin, S Splintering Urbanism. London: Routledge. Gleick P Water resources. In Encyclopedia of Climate and Weather. ed. (Schneider S.H, Ed.). New York: Oxford University Press. Vol.2: Google Google Earth Maps and Entreprise. / [1 September 2011] Hartono E Peningkatan Pelayanan Sampah di Kota Brebes melalui Peningkatan kemampuan Pembiayaan [Tesis]. Semarang: Program Pascasarjana Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Semarang. Healey J Statistics, Fifth Edition. Bellmont California: Wadsworth Publishing Co. Lillesand T and Kiefer, R.W Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Notoatmojo S Prinsip Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rikaneka Cipta. [NCPWI] The National Council on Public Work Improvement Infrastructure Performance and It s Measurement. Washington DC: National Council on Public Work Improvement the Corps of Engineers Department of the Army and Defense. //federalregister.gov/agencies/national-council-on-public-worksimprovements [20 Mei 2011]. [PT.PLN]. Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara Kriteria Disain Enjinering Konstruksi Jaringan Distribusi Tenaga Listrik. Jakarta: Perusahaan Listrik Negara Pramono, Sigit Pendekatan Sistem pada Pengelolaan Air Bersih di Indonesia. Jurnal Konstruksi dan Desain 1(1): Prihastomo Pengantar Teknologi SCADA. //script.com. download [15 Mei 2011] Purwadhi dan Hardiyanti S Interpretasi Citra Digital. Jakarta: Grasindo. [PUSBITEK PU] Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi Kebijakan Penataan Ruang Berdasarkan UU No.26 tahun 2007 dalam rangka Penyelenggaraan IPU. [Kuliah Kedinasan] Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. [PU] Departemen Pekerjaan Umum Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. [PU] Departemen Pekerjaan Umum Peraturan Peraturan No.112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Rustiadi E, Saefulhakim S dan Panuju D.R Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.Jakarta: Cresspent press dan Yayasan Obor Indonesia.

111 94 Schneekloth L Water Resources: Time Saver Standard for Urban Design. New York: Mc Graw Hill Publisher. Spencer J Health, Human Security and the Peri-urban Transition. Internastional Journal for Asia Pasific Studies. 3(2): Sutanto Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Watson D, Plattus A and Shibley R Urban Infrastructure : Time Saver Standard for Urban Design. New York : Mc Graw Hill Publisher. Qureshi S The Fast Growing Megacity Karachi as A Frontier of Enviromental Chalenges: Urbanism and Contemporary Urbanism Issues. Journal of Geography and Regional Planning.(3)11: [WBCSD] World Bussiness Council for Sustainable Development Water Facts and Trends. World Bussiness Council for Sustainable Development. //wbscd.org. [1 Juni 2011]. [WHO] World Health Organization Definition of Health. // [ 20 Mei 2011].

112 KUISIONER PENELITIAN PENENTUAN FAKTOR PENGENDALI dan RATING FAKTOR PENGENDALI Judul penelitian Sebaran dan Ketersediaan Sarana Prasarana dan Wilayah Pelayanan di Kota Tangerang Selatan IDENTITAS RESPONDEN N a m a : Pekerjaan/Jabatan : Alamat : Kami mohon Bapak/Ibu dapat mengisi kuisioner ini secara objektif dan benar. Penelitian ini dilakukan dalam kerangka akademik dan tujuan ilmiah. NIA RACHMAWATI A SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2011

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang PENDAHULUAN Latar belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat di ibukota berdampak pada peningkatan jumlah penduduk dan dinamika penggunaan lahan. Pertumbuhan sektor perdagangan, jasa dan industri mendominasi

Lebih terperinci

Keywords: spreading, availability,water infrastructure.

Keywords: spreading, availability,water infrastructure. SEBARAN DAN KETERSEDIAAN SARANA PRASARANA AIR DI KOTA TANGERANG SELATAN (Spreading and availability infrastructure in The South Tangerang City) Nia Rachmawati 1 ABSTRACT The expansion and development requires

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Perencanaan dan pengembangan wilayah merupakan kajian yang mengintegrasikan berbagai cabang ilmu untuk memecahkan masalah-masalah pembangunan serta

Lebih terperinci

SEBARAN DAN KETERSEDIAAN SARANA PRASARANA AIR DI KOTA TANGERANG SELATAN

SEBARAN DAN KETERSEDIAAN SARANA PRASARANA AIR DI KOTA TANGERANG SELATAN SEBARAN DAN KETERSEDIAAN SARANA PRASARANA AIR DI KOTA TANGERANG SELATAN Nia Rachmawati Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Pancasila Jl. Srengseng Sawah Jakarta 12640 e-mail: noiaja@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan

Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Kota Tangerang Selatan yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Tangerang propinsi Banten. Kota Tangerang Selatan mempunyai luas wilayah

Lebih terperinci

Tabel 9 Standard Kriteria Kebutuhan Air

Tabel 9 Standard Kriteria Kebutuhan Air HASIL DAN PEMBAHASAN Sarana Prasarana Air Bersih Kota Tangerang Selatan Standar Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan air domestik atau rumah tangga meliputi minum, mandi, cuci dan memasak. Kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA SUBANG JAWA BARAT KOTA SUBANG ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Subang merupakan ibukota Kecamatan Subang yang terletak di kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS PERGERAKAN LALU LINTAS SEBAGAI ARAHAN PUSAT-PUSAT KEGIATAN WILAYAH KOTA BOGOR DEWI ANNISA RIZKI

ANALISIS PERGERAKAN LALU LINTAS SEBAGAI ARAHAN PUSAT-PUSAT KEGIATAN WILAYAH KOTA BOGOR DEWI ANNISA RIZKI ANALISIS PERGERAKAN LALU LINTAS SEBAGAI ARAHAN PUSAT-PUSAT KEGIATAN WILAYAH KOTA BOGOR DEWI ANNISA RIZKI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang relatif padat. Jakarta juga dikenal sebagai kota dengan perlalulintasan tinggi karena banyaknya

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 1990 jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan penggunaan lahan merupakan obyek kajian yang dinilai penting untuk diteliti karena dapat berkaitan dengan masalah global maupun lokal. Masalah dari perubahan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA PINANG SUMATERA UTARA KOTA KOTA PINANG ADMINISTRASI Profil Kota Pinang merupakan ibukota kecamatan (IKK) dari Kecamatan Kota Pinang dan merupakan bagian dari kabupaten Labuhan

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya C389 Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya Elpidia Agatha Crysta dan Yanto Budisusanto Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses pembangunan di Indonesia terus bergulir dan ekspansi pemanfaatan ruang terus berlanjut. Sejalan dengan ini maka pengembangan lahan terus terjadi dan akan berhadapan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA Menimbang Mengingat : PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat. 37 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang menjabarkan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi dan kemampuan suatu daerah tersebut.

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA SIDAMANIK SUMATERA UTARA KOTA SIDAMANIK ADMINISTRASI Profil Kota Kota Kisaran merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara. PENDUDUK Jumlah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu daerah sering membawa dampak, baik dari nilai positif maupun nilai negatif. Semakin berkembangnya suatu daerah tersebut akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

BAB 2 Sistem Utilitas Distribusi Jaringan Listrik

BAB 2 Sistem Utilitas Distribusi Jaringan Listrik BAB 2 Sistem Utilitas Distribusi Jaringan Listrik Pada bab ini akan diuraikan penjelasan teori sistem informasi utilitas secara umum berikut istilah yang ada dalam sistem utilitas serta tahapan pekerjaan

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT NINA RESTINA 1i SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI TATA RUANG KABUPATEN/KOTA BERBASIS CITRA SATELIT DAN GIS PENGANTAR Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan yang besar di berbagai bidang termasuk bidang

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BALIGE SUMATERA UTARA KOTA BALIGE ADMINISTRASI Profil Kota Kota Balige merupakan ibukota Kabupaten (IKAB) dari kabupaten Toba Samosir yang terletak di propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) Oleh : ROSNILA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 4 ABSTRAK Rosnila. Perubahan Penggunaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Tuban merupakan ibukota Kabupaten Tuban. Apabila dilihat dari posisi Kota Tuban yang berada di jalan arteri primer yang menghubungkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan merupakan suatu kawasan yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah/kota berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, geografi, lingkungan dan budaya sehingga diperlukan fasilitas penunjang untuk melayani kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANISAH, Analisis Prospek Pengembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang sibuk dan berkembang cepat, dalam satu hari menghasilkan timbulan sampah sebesar

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA (1996-2004) OLEH ESTI FITRI LESTARI H14102060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) baik dari segi jumlah penduduk dan infrastrukturnya membuat Kawasan Perkotaan Yogyakarta menjadi magnet yang menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat dan aktifitas penduduk di suatu daerah membawa perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat dan aktifitas penduduk di suatu daerah membawa perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat dan aktifitas penduduk di suatu daerah membawa perubahan yang besar terhadap aspek kehidupan manusia dan lingkungan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang sejak tahun 2008 telah memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang semakin meningkat seharusnya diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kota yang akan memberikan dampak positif terhadap tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci