PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A"

Transkripsi

1 PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 Subhanallah... Alhamdulillah Allah sangat sayang padaku dengan segala kealphaan yang aku punya... Allah memberiku petunjuk saat aku kehilangan arah dan sempat tak berdaya, sehingga akhirnya aku bisa menyelesaikan karya ini... Bahkan Allah mengirimkan kasih sayangnya melalui orang-orang disekitarku, yang selalu memberikanku semangat & motivasi... Untuk semua tak banyak kata yang sanggup aku lukiskan, semua rasa bercampur dalam hati... Hanya kata "TERIMA KASIH" yang bisa aku ucapkan... Hanya Allah yang sanggup membalasnya... "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Tidak Ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)" (Ar-Rahman: 59-60)

4 RINGKASAN RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Keragaan Tanaman Aglaonema sp. Dibimbing oleh SYARIFAH IIS AISYAH. Penelitian dilaksanakan pada minggu kedua bulan Maret sampai dengan minggu pertama bulan Agustus 2007 dan berlokasi di Kayu Manis, Salabenda, Bogor. Penelitian bertujuan untuk mempelajari respon dari kedua varietas aglaonema yang digunakan terhadap dosis iradiasi sinar gamma (10-50 Gy) yang dilakukan dengan teknik iradiasi tunggal (acute irradiation), mendapatkan nilai LD 50, serta memperoleh mutan-mutan baru dari tanaman aglaonema pada kedua varietas yang digunakan. Bahan tanaman yang digunakan adalah aglaonema dari dua varietas, yaitu A. costatum (spesies alam) dan A. donna carmen (spesies hibrida) yang berasal dari stek bonggol berumur sekitar tiga bulan. Rancangan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan petak utama Acak Kelompok. Varietas aglaonema yang terdiri dari 2 taraf ditempatkan sebagai petak utama, sedangkan dosis iradiasi sinar gamma yang terdiri dari 6 taraf ditempatkan sebagai anak petaknya. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri atas 4 tanaman. Dikarenakan pengukuran respon untuk karakter-karakter vegetatif yang sama dari setiap satuan percobaan dilakukan berulang-ulang pada waktu tumbuh yang berbeda, maka digunakan model analisis yang berbeda, yaitu dengan Data Pengamatan Ganda. Pada model analisis ini waktu tumbuh ditempatkan sebagai faktor tambahan dan memperlakukannya sebagai satuan percobaan terkecil (anak-anak-petak). Pengamatan berulang ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat perkembangan atau pertumbuhan respon yang diberikan tanaman seiring dengan bertambahnya umur tanaman setelah iradiasi diaplikasikan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata pada karakter vegetatif jumlah daun, jumlah pucuk daun, dan panjang tangkai daun saja. Persentase tanaman hidup dari bahan tanaman setelah perlakuan iradiasi menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata sampai

5 18 MSI, sehingga nilai LD 50 pada kedua varietas belum dapat ditentukan. Hal ini menunjukkan rendahnya radiosensitivitas pada varietas tanaman yang digunakan. Rendahnya radiosensitivitas ini berdampak pada tidak terbentuknya mutan-mutan yang diinginkan. Kimera berupa mosaik yang muncul pada beberapa tanaman A. donna carmen diduga bukan akibat iradiasi sinar gamma yang dilakukan, melainkan terbawa genetik dan diturunkan dari generasi sebelumnya.

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 April 1983 di Jakarta. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Mis an dan Ibu Djumiar MS. Penulis berhasil menyelesaikan jenjang pendidikan formal di SD Negeri Parapat Tangerang pada tahun 1995, SLTP Negeri VI Tangerang pada tahun 1998, dan SMU Negeri 2 Tangerang pada tahun Penulis pernah mengecap pendidikan di STT Telkom Bandung, kemudian melalui jalur SPMB pada tahun 2003 penulis diterima di Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah mengikuti magang liburan di PT East West Seed Indonesia (EWSI) Purwakarta, Jawa Barat. Selama melakukan kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis sempat diterima bekerja di PT Falcon Pictures, yang bergerak di bidang Production House

7 i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan semangat, petunjuk, rahmat, dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berisi laporan akhir dari kegiatan penelitian yang berjudul Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Keragaan Tanaman Aglaonema sp., yang dilaksanakan sebagai tugas akhir pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Kedua orang tua, seluruh keluarga, dan Agung Haryanto, atas cinta-kasih sayang, doa, semangat, kepercayaan, dan harapan yang telah diberikan. 2. Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc. Agr. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas segala kesempatan, bimbingan, saran, bahkan semangat selama peyusunan skripsi ini berlangsung. 3. Dr. Tatiek kartika S., Ms sebagai dosen pembimbing akademik. 4. Pak Willy Bayuardi (yang juga sebagai dosen penguji) dan Ibu Yudiwanti atas segala masukan dan bantuan dalam pengolahan data penelitian, serta Ibu Diny Dinarti sebagai dosen penguji atas masukan yang telah diberikan. 5. Teman-teman satu tim penelitian (Ari dan Eneng) atas kerjasamanya. 6. Sita, Andari, Yusuf Pulungan, Yudi, dan teman-teman PMTB 40 dan AGH lainnya yang telah ikhlas memberikan bantuan dan semangat selama penyusunan skripsi ini berlangsung. 7. Staf KomDik (Mas Dzikri dan Pak Kohar), yang turut melancarkan segala hal yang berhubungan dengan syarat kelulusan. 8. Teman-teman di PT Falcon Pictures, yang telah memberikan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi. 9. Serta berbagai pihak yang turut membantu kelancaran penyusunan skripsi ini. Akhirnya semoga karya ini dapat diterima dan bermanfaat. Bogor, Mei 2008 Penulis

8 ii DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang...1 Tujuan...2 Hipotesis...3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Aglaonema...4 Budidaya Tanaman Aglaonema...5 Induksi Mutasi...6 Radiasi Sinar Gamma...8 Teknik Iradiasi...9 Kimera...10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian...12 Bahan dan Peralatan Penelitian...12 Metode Penelitian...13 Pelaksanaan Penelitian...15 Pengamatan...17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum...19 Radiosensitivitas Tanaman Aglaonema sp Karakter Vegetatif...22 Tanaman Mutan...29 KESIMPULAN DAN SARAN...31 DAFTAR PUSTAKA...32 LAMPIRAN...34

9 iii DAFTAR TABEL Teks Nomor Halaman 1. Waktu yang Diperlukan Tiap Dosis Iradiasi Sinar Gamma Rekapitulasi Hasil Uji F pada Beberapa Karakter Vegetatif Aglaonema sp. Akibat Iradiasi Sinar Gamma Pengaruh Kombinasi Dosis Iradiasi Sinar Gamma (Gy) dan Waktu Tumbuh terhadap Karakter Jumlah Daun pada Stek Bonggol Aglaonema sp Pengaruh Kedua Varietas Aglaonema sp. Terhadap Jumlah Daun Akibat Iradiasi Sinar Gamma pada Stek Bonggol Aglaonema sp Pengaruh Kombinasi Varietas dan Waktu Tumbuh Tanaman terhadap Jumlah Pucuk Daun Akibat Iradiasi Sinar Gamma pada Stek Bonggol Aglaonema sp Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma (Gy) terhadap Jumlah Pucuk Daun pada Stek Bonggol Aglaonema sp Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma (Gy) terhadap Panjang Tangkai Daun (cm) pada Stek Bonggol Aglaonema sp Pengaruh Waktu Tumbuh Tanaman terhadap Panjang Tangkai Daun (cm) Akibat Iradiasi Sinar Gamma pada Stek Bonggol Aglaonema sp... 28

10 iv Lampiran Nomor Halaman 1. Deskripsi Umum Tanaman Aglaonema sp Deskripsi Umum Tanaman A. costatum, A. rotundum, A. commutatum, dan A. brevispathum Data Klimatologi Bogor (Salabenda) Tahun Sidik Ragam Persentase Tanaman Hidup Akibat Iradiasi Sinar Gamma pada Stek Bonggol Aglaonema sp. pada 18 MSI Sidik Ragam Karakter Jumlah Daun Akibat Iradiasi Sinar Gamma pada Stek Bonggol Aglaonema sp Sidik Ragam Karakter Panjang Tangkai Daun Akibat Iradiasi Sinar Gamma pada Stek Bonggol Aglaonema sp Sidik Ragam Karakter Jumlah Pucuk Daun Akibat Iradiasi Sinar Gamma pada Stek Bonggol Aglaonema sp Sidik Ragam Karakter Panjang Daun Akibat Iradiasi Sinar Gamma pada Stek Bonggol Aglaonema sp Sidik Ragam Karakter Lebar Daun Akibat Iradiasi Sinar Gamma pada Stek Bonggol Aglaonema sp. 39

11 v DAFTAR GAMBAR Teks Nomor Halaman 1. Struktur Jaringan Meristem Apikal dan Tiga Tipe Kimera Mesin Gamma Chamber 4000A Tanaman A. donna carmen dengan Dosis Aplikasi Sinar Gamma 50 Gy Terserang fusarium stem rot dan Ciri Serangan Belalang Kimera pada A. donna carmen pada Tanaman Kontrol dan Tanaman dengan Dosis Aplikasi Sinar Gamma 50 Gy Lampiran Nomor Halaman 1. Kondisi Umum Rumah Plastik Kayu Manis, Salabenda, Bogor Tanaman Varietas A. costatum Hasil Iradiasi Sinar Gamma Tanaman Varietas A. donna carmen Hasil Iradiasi Sinar Gamma... 42

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Aglaonema (Aglaonema sp.) merupakan salah satu tanaman hias daun yang keberadaannya mulai dikenal masyarakat umum dan banyak dicari oleh pencinta tanaman hias. Daya tarik utama aglaonema terletak pada keelokan corak daun yang berpadu dengan kilauan warnanya yang indah (Subono & Andoko, 2004; Junaedhie, 2006). Aglaonema sering digunakan sebagai tanaman pengisi taman di halaman rumah (outdoor plant) maupun diletakkan sebagai tanaman hias pot di dalam ruang (indoor plant). Nilai ekonomi pada tanaman hias tergantung dari nilai estetika yang dimiliki tanaman hias itu sendiri. Semakin tinggi nilai estetika yang dimiliki, semakin tinggi pula nilai ekonominya. Pada tanaman hias daun, nilai estetika yang dimiliki dapat berupa keragaman bentuk daun, jumlah daun, warna daun ataupun keragaman fenotipik lain yang dapat menambahkan keistimewaannya. Keragaman fenotipik tersebut dapat diciptakan melalui berbagai cara, diantaranya melalui hibridisasi dan induksi mutasi. Dalam usaha untuk meningkatkan nilai ekonomi dari tanaman aglaonema guna lebih memajukan agribisnis tanaman ini, maka peningkatan keragaman varietas dan penggunaan varietas yang lebih unggul sangat diperlukan. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman aglaonema perlu dilakukan agar diperoleh tanaman aglaonema dengan fenotipe yang lebih beragam dan disenangi konsumen. Fenotipe atau varietas baru dapat diperoleh melalui teknik-teknik pemuliaan konvensional tentunya memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga akan lebih mudah melalui proses induksi mutasi dibandingkan melalui hibridisasi atau seleksi. Subono dan Andoko (2004) mengemukakan bahwa pada aglaonema, hibridisasi atau persilangan antar varietas aglaonema yang berbeda telah berhasil menciptakan aglaonema bernilai ekonomi lebih tinggi dan menjadikannya tanaman hias daun yang lebih populer. Sedangkan keragaman aglaonema yang diperoleh melalui induksi mutasi saat ini masih jarang didapatkan. Menurut Subono dan Andoko (2004), aglaonema mutasi yang sering dijumpai adalah

13 2 aglaonema variegata, yaitu daunnya memiliki corak putih yang tidak merata. Selain itu mutasi yang mungkin terjadi pada aglaonema adalah akibat adanya kombinasi genetik yang sulit diprediksi ketika melakukan hibridisasi (penyilangan). Kemudian melalui perbanyakan vegetatif yang terus menerus dilakukan, sel-sel termutasi yang sebelumnya dorman, terpicu untuk berkembang dan membentuk tunas atau bagian yang mengalami penyimpangan. Perubahan yang biasa terjadi pada tanaman aglaonema dapat berupa warna, gurat daun, dan bentuk daun yang berlainan (Trubus Infokit, 2006) Crowder (1986) menyatakan bahwa mutasi adalah suatu proses dimana suatu gen pada bahan keturunan mengalami perubahan kenampakan fenotipe yang diturunkan. Gen yang mengalami perubahan (mutasi) tersebut disebut mutan. Menurut Crowder, radiasi adalah istilah yang digunakan untuk berbagai bentuk pancaran cahaya, pancaran panas, pancaran radio dan TV serta sinar ultra violet. Sinar gamma adalah sinar yang dipancarkan dari isotop radioaktif dan reaktor nuklir, panjang gelombangnya lebih pendek dari sinar-x, lebih kuat daya tembusnya terhadap jaringan (mencapai satuan cm), dikenal sebagai sinar kuat, dan penting untuk menginduksi perubahan genetik (Briggs & Costatin, 1977; Crowder, 1986). Dalam penelitian ini dilakukan induksi mutasi dengan menggunakan mutagen fisik berupa iradiasi sinar gamma yang diberikan melalui teknik iradiasi tunggal (acute irradiation) pada tanaman aglaonema. Dua jenis aglaonema yang digunakan adalah dari jenis spesies asli (Aglaonema costatum) dan jenis hibrida (Aglaonema donna carmen). Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : 1. Melihat pengaruh dari pengaplikasian beberapa dosis iradiasi sinar gamma pada keragaan dua varietas aglaonema yang digunakan. 2. Mendapatkan nilai LD 50 dari iradiasi sinar gamma, untuk menginduksi mutasi, pada dua varietas aglaonema yang digunakan. 3. Memperoleh mutan-mutan baru dari tanaman aglaonema pada dua varietas yang digunakan.

14 3 Hipotesis Penelitian ini memiliki hipotesis yaitu : 1. Terdapatnya pengaruh pada keragaan dari tiap varietas aglaonema yang digunakan terhadap tiap-tiap dosis iradiasi sinar gamma yang diaplikasikan. 2. Terdapatnya nilai LD 50 dari iradiasi sinar gamma yang berbeda, untuk menginduksi mutasi, pada tiap varietas yang digunakan. 3. Diperolehnya mutan-mutan baru dari tanaman aglaonema pada tiap-tiap varietas yang digunakan.

15 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Aglaonema Tanaman aglaonema berasal dari Afrika, utara sampai selatan Cina dan Asia Tenggara, yaitu mulai dari Bangladesh Timur, Filipina, Malaysia, dan Indonesia Timur 1. Subono dan Andoko (2004) menambahkan bahwa aglaonema yang berasal dari Asia Tenggara beberapa varietasnya berasal dari Indonesia. Habitat aslinya adalah hutan tropis. Deskripsi umum dari tanaman ini dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. 2 Klasifikasi secara lengkap tanaman ini adalah sebagai berikut : Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Alismatales Famili : Araceae Genus : Agalonema Spesies : Aglaonema sp. Conover (1992) menyatakan bahwa aglaonema dan dieffenbachia berada dalam famili yang sama, yaitu Araceae. Kebanyakan orang sulit membedakan antara aglaonema dengan dieffenbachia atau blanceng. Menurut Junaedhie (2006), sosok fisik aglaonema tidak setinggi dieffenbachia dan daunnya lebih kecil, selain itu batang dieffenbachia lebih besar dan tidak tumbuh membentuk rumpun seperti aglaonema. Aglaonema terdiri dari tiga kelompok spesies, yaitu aglaonema spesies alam, aglaonema hibrida, dan aglaonema mutan. Kelompok pertama adalah spesies aglaonema yang asli alam, kelompok kedua adalah spesies aglaonema yang dirakit lewat persilangan, dan kelompok ketiga adalah spesies aglaonema yang mengalami mutasi atau perubahan sifat sehingga penampilannya jauh berbeda dari induknya. Aglaonema spesies alam terdiri dari 25 jenis yang sebagian besar berwarna hijau dan sebagian lagi berwarna merah. Aglaonema spesies alam yang sudah dikenal diantaranya A. Rotundum (berwarna merah), 1 http: // dan 2

16 5 A. commutatum, A. costatum, A. crispum, A. pictum, A. siamense, A. nitidum, A. modestum, A. ovatum, A. nitidum, dan A. simplex. Aglaonema mutasi yang sering dijumpai adalah aglaonema variegata, yaitu daunnya memiliki corak putih tidak merata (Subono & Andoko, 2004; Junaedhie, 2006). Junaedhie (2006) juga menambahkan bahwa aglaonema hibrida (hasil silangan) dibedakan menjadi dua golongan, yaitu hibrida dari golongan yang berwarna hijau, putih, dan silver (HpS) dan hibrida dari golongan yang berwarna non-hijau, putih, dan silver (Non- HpS). Budidaya Tanaman Aglaonema Tanaman aglaonema dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Menurut Subono dan Andoko (2004), dikarenakan matangnya serbuk sari dan putik dalam satu bunga tidak bersamaan, kemungkinan perbanyakan secara generatif melalui penyerbukan secara alamiah relatif kecil. Pemuliaan aglaonema melalui hibridisasi dapat dilakukan untuk mendapatkan spesies-spesies baru dengan sifat-sifat yang diinginkan, akan tetapi teknik konvensional ini membutuhkan waktu yang cukup lama dengan tingkat keberhasilan yang rendah. Perbanyakan aglaonema secara vegetatif biasanya dilakukan dengan pemisahan anakan, pemotongan induk, stek batang, dan cangkok, akan tetapi yang paling banyak dilakukan adalah pemisahan anakan (Junaedhie, 2006). Subono dan Andoko (2004) menyatakan bahwa waktu yang tepat untuk menanam aglaonema adalah permulaan musim kemarau, meski harus rajin menyiramnya. Pada saat musim hujan datang yang biasanya rawan terhadap berbagai gangguan hama dan penyakit, diharapkan tanaman sudah cukup kuat untuk bertahan. Pada habitat aslinya aglaonema hidup di bawah naungan pepohonan, sehingga hanya menerima sekitar 40% cahaya matahari yang digunakan untuk proses fotosintesis. Kondisi tersebut dapat membuat aglaonema tumbuh dengan optimal dan berdaun rimbun. Intensitas sinar matahari lebih dari 50% yang diterima tanaman ini dapat mengakibatkan daun-daunnya berwarna kusam, bahkan terbakar dan akhirnya mati (Subono & Andoko, 2004). Junaedhie (2006) menambahkan bahwa kebutuhan cahaya dan panas bagi aglaonema di dataran

17 6 rendah dan sedang sampai tinggi berbeda, sehingga di dataran sedang sampai tinggi biasanya digunakan penaung berupa jaring atau shading net 75% dan di dataran rendah digunakan shading net 85%. Hidup di bawah naungan pepohonan menyebabkan aglaonema beradaptasi dengan kondisi kelembaban yang relatif tinggi. Tanaman ini menyukai udara dengan kelembaban 50-75% dengan perpaduan suhu ideal sekitar o C pada siang hari dan o C pada malam hari (Junaedhie, 2006). Menurut Junaedhie (2006), sebenarnya aglaonema adalah jenis tanaman yang mudah beradaptasi dengan perubahan suhu. Namun, suhu ideal tetap harus dijaga untuk menunjang pertumbuhannya. Suhu yang ada di bawah atau di atas suhu ideal membuat proses kimiawi berlangsung lambat atau bahkan berhenti sama sekali. Pada kondisi seperti ini, aglaonema menjadi stress dan pertumbuhannya terhambat. Menurut Subono dan Andoko (2004), aglaonema juga termasuk tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah yang relatif banyak. Daerah perakaran yang lembab membuatnya segar dan kekurangan air akan menyebabkan layu bahkan pertumbuhannya menjadi terganggu. Subono dan Andoko (2004) mengemukakan bahwa di habitat aslinya, perakaran aglaonema berada di tanah yang penuh humus, sehingga selain kaya unsur hara juga bersifat porous. Kondisi seperti ini membuat tanaman tumbuh optimal dengan daun-daun yang subur dan berwarna cemerlang. Media tanamnya harus dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai kondisi tersebut, yaitu tersusun dari bahan-bahan ringan namun kaya akan unsur hara, seperti campuran cocopeat, arang sekam, dan pasir halus yang telah dicampur humus. Induksi Mutasi Mutasi adalah suatu proses dimana suatu gen mengalami perubahan struktur. Dalam arti luas, mutasi dihasilkan dari segala macam tipe perubahan bahan keturunan yang mengakibatkan perubahan penampakan fenotipe yang diturunkan. Gen yang berubah karena mutasi disebut mutan (Crowder, 1986). Mogea (1991) menambahkan bahwa dalam prosesnya mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada bentuk protein enzim, sehingga

18 7 diharapkan dapat meningkatkan keragaman tanaman. Crowder (1986) juga mengemukakan bahwa pemuliaan mutasi, dalam arti sempit, berarti perbanyakan suatu mutan secara langsung dan kemudian dilepaskan sebagai varietas baru. Dilihat dari faktor penyebabnya, mutasi dapat terjadi secara spontan (mutasi alam) dan buatan (mutasi induksi). Mutasi alam terjadi dengan sendirinya di alam dan biasanya sangat jarang terjadi. Mutasi alam ini dapat disebabkan oleh radiasi alami yang berasal dari mineral radioaktif dan sinar kosmik (Crowder, 1986). Mutasi buatan (mutasi induksi) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan iradiasi (mutagen fisik) dan menggunakan mutagen kimia. Pada proses iradiasi, mutagen fisik yang biasa digunakan adalah sinar X, sinar gamma, sinar beta, partikel alfa, neutron cepat dan lambat, dan sinar ultra ungu. Mutagen kimia yang biasa digunakan dalam proses muatasi buatan, diantaranya EMS (Ethyl Methanesulfonat), DES (Diethyl Sulphate), dan MNU (Methyl Nitrosa urea) (Mogea, 1991). Berdasarkan tempat terjadinya mutasi dapat dibedakan menjadi mutasi gen (gene mutation) yang biasa disebut juga mutasi titik (point mutation) dan mutasi kromosom (chromosome mutation). Mutasi gen adalah jika terjadi perubahan pada tingkat gen atau sepasang basa saja, sedangkan mutasi kromosom terjadi jika perubahan terdapat di tingkat kromosom baik terhadap jumlah maupun struktur kromosom (Crowder, 1986; Djojosoebagio, 1988). Maluszynski (1990) mengemukakan bahwa induksi mutasi dalam suatu program pemuliaan tanaman dapat digunakan dan memiliki kemungkinan berhasil tergantung dari (a) deskripsi genetik spesies, (b) tersedianya sumber gen dari koleksi plasma nutfah yang sudah ada, (c) kemungkinanan aplikasi dari teknik pemuliaan tanaman lain, (d) karakter-karakter dari tanaman yang akan ditingkatkan atau diperbaiki, (e) tersedianya prosedur seleksi massa tanaman, (f) frekuensi harapan dari mutasi untuk karakter-karakter yang diinginkan, dan (g) waktu yang dibutuhkan dan input ekonomi lain yang berhubungan dengan penggunaan metode pemuliaan tanaman lain.

19 8 Radiasi Sinar Gamma Radiasi sinar gamma merupakan salah satu induksi mutasi yang menggunakan mutagen fisik. Crowder (1986) menyatakan bahwa radiasi adalah istilah yang digunakan untuk berbagai pancaran cahaya, pancaran panas, pancaran radio dan TV serta ultraviolet. Sinar gamma adalah sinar yang dipancarkan dari isotop radioaktif dan reaktor nuklir, panjang gelombangnya lebih pendek dari sinar X, lebih kuat daya tembusnya terhadap jaringan (mencapai satuan cm), dikenal sebagai sinar kuat, dan penting untuk menginduksi perubahan genetik (Briggs & Costantin, 1977; Crowder, 1986). Menurut Briggs dan Costantin (1977), Cobalt-60 dan Caesium-137 adalah sumber sinar gamma yang saat ini digunakan dalam bidang radiobiologi. Cobalt- 60 memiliki dua puncak spektrum energi radiasi, yaitu pada 1.33 dan 1.17 mev, dengan waktu paruh 5.3 tahun. Broertjes dan Van Harten (1988) menyatakan bahwa sinar gamma juga dapat digunakan untuk perlakuan iradiasi pada tanaman dengan populasi besar dan ukuran yang besar, seperti pada tanaman berkayu tahunan. Dosis iradiasi yang beragam dapat diperoleh dengan merubah jarak antara sumber (sinar gamma) dan tanaman. Dosis yang akan diberikan tergantung pada radiosensitivitas tanaman tersebut dan bagian tanaman yang diradiasi. Menurut Datta (2001), radiosensitivitas adalah tingkat sensitivitas atau respon yang diperlihatkan oleh jaringan tumbuhan terhadap iradiasi. Conger, Konzak, dan Nilan (1977) mengemukakan bahwa respon dari sel-sel tumbuhan tingkat tinggi terhadap mutagen fisik (radiosensitivitas) dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu (1) faktor lingkungan, seperti oksigen, kandungan air, penyimpanan pasca radiasi, dan suhu, serta (2) faktor biologi, yaitu volume inti dan volume kromosom saat interfase, serta genetik. Faktor-faktor ini memodifikasi keefektifan (mutasi per unit dosis) dan efisiensi (rasio mutasi untuk melukai atau menyebabkan efek lain, seperti penyimpangan kromosom) dari mutagen yang digunakan pada sel-sel tumbuhan tingkat tinggi. Secara visual radiosensitivitas ini dapat diamati dari respon yang diberikan tanaman, baik dari morfologi tanaman, sterilitas, maupun Lethal Dosis 50 (LD 50 ). LD 50 adalah dosis yang menyebabkan kematian 50% dari

20 9 populasi yang diradiasi. Umumnya mutasi yang diinginkan terletak pada kisaran LD 50 atau lebih tepatnya pada dosis sedikit dibawah LD 50 (Aisyah, 2006). Mogea (1991) mengemukakan bahwa kecepatan mutasi bervariasi sesuai dengan dosis mutagen yang digunakan. Frekuensi dan besarnya perubahan gengen terinduksi tergantung pada dosis mutagen, umur dan tipe jaringan, serta faktor-faktor fisik termasuk kelembaban dan suhu. Perubahan-perubahan genetik dapat terjadi di setiap tempat di sepanjang kromosom, yang dapat meliputi perubahan karakter kualitatif dan kuantitatif. Satuan SI untuk dosis radiasi adalah Joule per kg (J/kg), gray (Gy) atau sama dengan 100 rad (Wiryosimin, 1995). Menurut Broertjes dan Van Harten (1988) pada kultur kalus tanaman anthurium, yang termasuk dalam famili Araceae, dosis radiasi yang optimum adalah 7.5 Gy. Level dosis yang akan diaplikasikan juga bergantung pada metode perbanyakan yang digunakan, jumlah tanaman yang akan diradiasi, dan metode seleksi yang digunakan. Bagian tanaman tempat terjadinya mutasi sangat penting pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Mutasi sebaiknya dilakukan pada pucuk atau jaringan meristem tanaman yang dapat diperbanyak secara vegetatif. Hal ini memungkinkan terbentuknya khimera, yaitu segmen jaringan yang sel-selnya secara genetik berbeda dengan sel-sel yang berdekatan. Induksi mutasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif ini diharapkan dapat mengakibatkan perubahan warna, bentuk, ukuran, dan pola pada daun dan bunga. (Broertjes & Van Harten, 1988; Mogea, 1991). Menurut Levitt (1972), sel-sel pada jaringan meristem memiliki tingkat ketahanan terhadap iradiasi lebih rendah dari pada sel-sel pada jaringan dewasa. Teknik Iradiasi Terdapat beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pengaplikasian induksi mutasi dengan mutagen fisik (radiasi), yaitu (a) iradiasi tunggal (acute irradiation), (b) chronic irradiation, (c) Iradiasi terbagi (fractionated irradiation), dan (d) Iradiasi berulang. Teknik iradiasi tunggal (acute irradiation) dilakukan dengan cara pemberian dosis secara sekaligus dalam satu kali penembakan iradiasi. Chronic irradiation adalah teknik iradiasi dengan cara memberikan dosis iradiasi yang sangat rendah secara terus menerus dalam waktu beberapa bulan.

21 10 Teknik iradiasi terbagi (fractionated irradiation) dapat dilakukan dengan pemberian dosis iradiasi sebanyak dua kali, dimana tiap perlakuan diberikan setengah dosis. Sedangkan teknik iradiasi berulang adalah teknik iradiasi yang dilakukan melalui pemberian dosis secara berulang dengan jarak waktu yang tidak terlalu lama (intermittent irradiation) atau dapat pula diberikan dengan jarak waktu yang cukup lama (recurrent irradiation) (Aisyah, 2006). Kimera Salah satu pembatas dalam pemuliaan mutasi untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif adalah terbentuknya kimera. Hal ini terjadi karena umumnya mutasi terjadi pada satu sel saja, sedangkan jaringan multiseluler terdiri atas sel epidermis, sub-epidermis, dan korpus (Broertjes & Van Harten, 1988). Kimera terbentuk ketika sebuah sel telah termutasi, baik secara spontan maupun melalui induksi mutasi. Jika sel termutasi terletak pada puncak lengkung meristem apikal, kemudian sel termutasi tersebut membelah dan akan menghasilkan sel-sel yang juga berpeluang menjadi tipe sel termutasi. Hasilnya pada jaringan tanaman, dimana sel termutasi tersebut terletak, akan terbentuk selsel dengan genotipe berbeda. Kondisi ini didefinisikan sebagai kimera (Angkasa & Apriyanti, 2005; Lineberger, 2008). Menurut Mangoendidjojo (2003), kimera dapat didefinisikan sebagai mosaik genetik yang terdapat dalam sel pada jaringan meristem pucuk yang kemudian berkembang serta memberikan fenotipe atau penampilan yang berlainan. Kimera pada tanaman hias dapat terekspresi sebagai akibat terjadinya mutasi pada DNA kloroplas (cpdna) yang mengakibatkan plastida pada sebagian jaringan kurang atau bahkan tidak bisa memproduksi klorofil, sedangkan bagian yang lain produksi klorofil normal, sehingga daun sebagian berwarna hijau dan bagian lainnya berwarna kuning atau putih. Lineberger (2008) mengemukakan bahwa berdasarkan letak dan proporsi antara sel-sel termutasi dengan sel-sel tidak termutasi pada jaringan meristem apikal, kimera dapat dikategorikan menjadi tiga tipe yaitu meriklinal, periklinal, dan sektorial. Gambar 1 dapat menerangkan perbedaan dari ketiga tipe kimera tersebut.

22 11 Gambar 1. Struktur Jaringan Meristem Apikal dan Tiga Tipe Kimera Pada ketiga tipe kimera ini, hanya tipe kimera periklinal yang relatif stabil, sehingga dapat diperbanyak secara vegetatif. Sedangkan kimera tipe meriklinal dan sektorial tidak stabil dan kemungkinan berhasilnya perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menggunakan bagian morfologi yang sama dari tipe ini sangatlah rendah (Angkasa & Apriyanti, 2005; Lineberger, 2008).

23 12 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai minggu kedua bulan Maret sampai dengan minggu pertama bulan Agustus 2007 dan berlokasi di Kayu Manis, Salabenda, Bogor. Perlakuan iradiasi sinar gamma dilakukan satu kali (acute irradiation) pada awal penelitian, di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah aglaonema dari dua varietas, yaitu A. costatum dari spesies alam dan A. donna carmen dari spesies hibrida, yang berasal dari stek bonggol dan berumur kurang lebih tiga bulan. Deskripsi umum dari kedua varietas tersebut dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2. Pada perlakuan iradiasi digunakan sinar gamma yang berasal dari ionisasi Cobalt-60. Media tanam yang digunakan pada saat transplanting adalah campuran sekam bakar, cocopeat, dan pasir malang dengan perbandingan 8 : 4 : 1, sedangkan untuk tahap repotting digunakan campuran pakis, sekam bakar, cocopeat, dan pasir malang dengan perbandingan 16 : 8 : 4 : 1. Bahan lain yang digunakan adalah zat pemicu tumbuh daun dan tunas serta pestisida. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peralatan untuk menanam dan pemeliharaan tanaman (gelas plastik, polybag, sedotan, tali rafia, handsprayer, ember, dan shading-net 75 %), meteran, kertas HVS, tissue, kertas koran, dan mesin Gamma Chamber 4000A (Gambar 2).

24 13 Gambar 2. Mesin Gamma Chamber 4000A Metode Penelitian Rancangan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan pada petak utama Acak Kelompok. Varietas aglaonema ditempatkan sebagai petak utama, sedangkan dosis iradiasi sinar gamma ditempatkan sebagai anak petaknya. Petak utama terdiri dari dua varietas aglaonema (A. costatum dan A. donna carmen), sedangkan anak petaknya terdiri dari enam taraf dosis radiasi sinar gamma (0 (kontrol), 10, 20, 30, 40, dan 50 Gy), sehingga penelitian ini terdiri dari 12 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri atas 4 tanaman aglaonema. Jadi pada penelitian ini terdapat 36 satuan percobaan dengan 144 tanaman aglaonema. Pengukuran respon untuk karakter-karakter vegetatif yang sama dari setiap satuan percobaan dilakukan berulang-ulang pada waktu tumbuh yang berbeda, sehingga digunakan model analisis yang berbeda, yaitu dengan Data Pengamatan Ganda. Selain itu pada penelitian dengan metode seperti ini, menentukan pengaruh kombinasi antara perlakuan dan tahap pengamatan menjadi penting, namun hal tersebut tidak dapat dilakukan apabila sidik ragam diperoleh secara terpisah untuk setiap tahap pengamatan (Gomez & Gomez, 1995). Melalui penggunaan model ini akan dapat dilihat perkembangan atau pertumbuhan respon selama penelitian berlangsung. Percobaan seperti ini sering diberi nama sesuai dengan rancangan dasar yang digunakan ditambah dalam waktu (in time)

25 14 (Mattjik & Sumertajaya, 2002). Sehingga rancangan yang digunakan dalam penelitian ini dapat disebut juga Petak Terbagi dalam Waktu (Split plot in time). Model linier dari rancangan tersebut adalah Y ijkl = µ + α i + τ k + δ ik + β j + (αβ) ij + γ ijk + ω l + (αω) il + (βω) jl + (αβω) ijl + ε ijkl dimana : i = 1,2; j = 1,2,,6; k = 1,2,3; dan l = 1, 2,,6 Y ijkl = Nilai pengamatan tanaman aglaonema varietas ke-i, dosis iradiasi ke-j dalam ulangan ke-k pada waktu pengamatan ke-l µ = Rataan umum α i τ k δ ik β j (αβ) ij γ ijk ω l (αω) il = Pengaruh varietas aglaonema ke-i = Pengaruh ulangan ke-k = Pengaruh galat varietas aglaonema ke-i dalam ulangan ke-k = Pengaruh dosis iradiasi ke-j = Pengaruh kombinasi antara varietas aglaonema ke-i dan dosis iradiasi ke-j = Pengaruh galat varietas aglaonema ke-i, dosis iradiasi ke-j dalam ulangan ke-k = Pengaruh waktu pengamatan ke-l = Pengaruh kombinasi antara varietas aglaonema ke-i pada waktu pengamatan ke-l (βω) jl = Pengaruh kombinasi antara dosis iradiasi ke-j pada waktu pengamatan ke-l (αβω) ijl = Pengaruh kombinasi antara varietas aglaonema ke-i, dosis iradiasi ke-j pada waktu pengamatan ke-l ε ijkl = Pengaruh galat varietas aglaonema ke-i, dosis iradiasi ke-j dalam ulangan ke-k pada waktu pengamatan ke-l Sidik ragam pada model analisis seperti ini dikerjakan dengan mempertimbangkan waktu pengamatan sebagai suatu faktor tambahan dalam percobaan dan memperlakukannya sebagai satuan percobaan terkecil (anak-anakpetak) (Gomez & Gomez, 1995). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan

26 15 terhadap karakter-karakter vegetatif yang sama sebanyak enam kali, yaitu 2, 4, 6, 10, 13, dan 18 MSI (minggu setelah iradiasi). Data yang diperoleh diuji dengan uji F, dan pada saat menunjukkan pengaruh nyata maka pengujian dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Nilai Lethal Dosis 50 (LD 50 ) diperoleh dengan cara menggunakan program curve-fit analysis, yaitu suatu program analisis statistik yang dapat digunakan untuk mencari model persamaan terbaik terhadap persentase kematian dari suatu populasi. Analisis statistik pada program ini merupakan penggabungan antara data-driven analysis dan model-driven analysis sehingga model persamaan matematika yang diperoleh dari pola kematian populasi genotipe-genotipe yang digunakan tidak harus sama antara genotipe yang satu dengan yang lainnya. Hanya model dengan koefisien korelasi (r) tertinggi yang akan digunakan (Aisyah, 2006). Pelaksanaan Penelitian Persiapan Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan diperoleh dari petani tanaman hias dan merupakan tanaman yang sehat (tidak cacat dan bebas penyakit). Dua hari sebelum perlakuan iradiasi, bahan tanaman dicabut dari media tanam awal, dicuci dengan air bersih, dan direndam dalam wadah berisi air yang telah dicampurkan larutan fungisida. Hal ini dilakukan untuk menghindari kebusukan pada bonggol dan akar tanaman. Selanjutnya sebelum dibawa ke BATAN untuk perlakuan iradiasi, bahan tanaman tersebut dicuci dengan air bersih, dikering-anginkan di atas koran yang dilapisi tissue, lalu dikelompokkan berdasarkan perlakuan, dan bagian akarnya dimasukkan dalam kantong yang terbuat dari kertas HVS. Iradiasi Sinar Gamma Bahan tanaman baik yang diradiasi maupun yang tidak diradiasi sinar gamma (0 Gy) dibawa ke BATAN untuk memastikan bahwa tindakan yang diberikan seragam untuk semua tanaman. Radiasi dilakukan dengan menggunakan mesin Gamma Chamber. Iradiasi yang dilakukan merupakan iradiasi tunggal

27 16 (acute irradiation), yaitu teknik pemberian iradiasi dengan satu kali penyinaran. Dosis iradiasi yang diberikan terdiri dari 6 taraf, yaitu 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 Gy. Besarnya dosis iradiasi yang diberikan merupakan fungsi dari waktu dan laju dosis yang dimiliki Gamma Chamber saat itu, dengan rumus: dosis = waktu x laju dosis (Aisyah, 2006). Besarnya laju dosis pada mesin Gamma Chamber dapat berubah dari waktu ke waktu, tergantung dari waktu paruhnya. Saat iradiasi ini dilakukan laju dosis pada alat Gamma Chamber di BATAN mencapai 1242,74 Gy/jam. Waktu yang diperlukan untuk masing-masing dosis dapat dilihat pada Tabel 1. Setelah perlakuan iradiasi, bahan tanaman dibawa ke tempat penelitian untuk segera ditransplanting. Selama di perjalanan, bahan tanaman tersebut disemprotkan air secukupnya agar kelembabannya tetap terjaga. Tabel 1. Waktu yang Diperlukan Tiap Dosis Iradiasi Sinar Gamma Dosis Waktu yang Diperlukan 10 Gy 29 detik 20 Gy 58 detik 30 Gy 1 menit 27 detik 40 Gy 1 menit 56 detik 50 Gy 2 menit 25 detik Transplanting Bahan tanaman yang telah diradiasi segera ditanam dalam gelas plastik dengan media tanam baru. Tiap tanaman diberi penopang dari sedotan plastik yang diikat dengan tali rapiah agar daun tumbuh tegak. Kemudian tanaman tersebut diletakkan di bawah naungan (shading net 75%) untuk menghindari daun terbakar, karena aglaonema adalah tanaman yang tidak tahan sinar matahari dengan intensitas tinggi.

28 17 Repotting Beberapa minggu setelah transplanting dan ketika akar tanaman terlihat hampir mengelilingi gelas plastik, tanaman dipindahkan ke polybag (sebagai pengganti pot) dengan campuran media tanam lama ditambahkan pakis sehingga perbandingannya pakis, sekam bakar, cocopeat, dan pasir malang (16 : 8 : 4 : 1). Untuk menghindari serangan serangga pada bagian akar, media ditaburi insektisida (Furadan). Pada bagian dasar polybag juga ditambahkan styrofoam untuk menambah porositas dan aerasi media, sehingga dapat mencegah kelebihan air dalam pot. Tanaman tetap diletakkan di bawah naungan (shading net 75%). Pemeliharaan Tanaman Penyiraman dilakukan 2-3 hari sekali pada pagi atau sore hari. Zat pemicu tumbuh daun dan tunas diberikan setelah repotting dilakukan dan diberikan setiap satu minggu sekali. Hal ini dilakukan untuk mempercepat tumbuhnya daun baru. Terhadap serangan hama dan penyakit yang terjadi, dilakukan penyemprotan pestisida sesuai dengan dosis anjuran setiap satu minggu sekali. Sedangkan untuk pencegahan serangan hama dan penyakit, penyemprotan pestisida dilakukan setiap dua minggu sekali. Pengamatan Pengamatan terhadap persentase tanaman hidup dilakukan untuk memperoleh nilai LD 50 sinar gamma pada tiap varietas. Dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang hidup dibagi jumlah total tanaman, pada masing-masing varietas, untuk tiap taraf dosis radiasi. Pengamatan dilakukan mulai 1 MSI sampai 4 MSI (minggu setelah iradiasi). Pengamatan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman dilakukan beberapa kali, yang dimulai pada 2 MSI. Peubah yang diamati meliputi (1) jumlah daun per tanaman, (2) jumlah pucuk daun yang muncul per tanaman, (3) ukuran daun per tanaman, meliputi panjang dan lebar (cm), pada daun yang terpanjang dan terlebar, serta (4) panjang tangkai daun (cm), pada daun yang terpanjang. Pada minggu terakhir, dilakukan pengamatan terhadap karakter tanaman mutan dan perhitungan terhadap persentase tanaman mutan, yaitu dihitung dari

29 18 jumlah tanaman mutan yang muncul dibagi jumlah total tanaman pada tiap varietas untuk tiap dosis iradiasi. Karakter tanaman mutan yang diamati meliputi bentuk dan warna daun. Warna dan bentuk daun diidentifikasi dengan membandingkan tanaman mutan dengan tanaman kontrol, yaitu tanaman yang tidak diberi perlakuan iradiasi sinar gamma. Pengamatan terhadap persentase tanaman yang hidup dilakukan kembali, yang berguna untuk melihat tingkat radiosensitivitas kedua varietas pada akhir pengamatan. Selanjutnya dilakukan pengolahan terhadap data-data yang telah diperoleh selama penelitian berlangsung.

30 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi iklim daerah Kayu Manis, Salabenda, Bogor berdasarkan data BMG (2007) selama penelitian berlangsung (Maret Agustus 2007), memiliki kisaran temperatur minimum o C, temperatur maksimum o C, dan kelembaban relatif 79 86% (Tabel Lampiran 3). Secara umum kisaran temperatur di tempat penelitian cukup mendukung pertumbuhan tanaman aglaonema meskipun kondisi temperatur maksimumnya dapat dikatakan cukup tinggi, tetapi sebenarnya aglaonema adalah jenis tanaman yang mudah beradaptasi terhadap perubahan suhu. Perpaduan suhu ideal untuk pertumbuhan aglaonema adalah sekitar o C pada siang hari dan o C pada malam hari (Junaedhie, 2006). Habitat asli aglaonema yang hidup di bawah naungan pepohonan menyebabkan aglaonema beradaptasi dengan kondisi kelembaban yang relatif tinggi, sehingga tanaman ini menyukai udara dengan kelembaban 50-75% (Junaedhie, 2006). Namun kenyataannya kondisi kelembaban di tempat penelitian selama penelitian berlangsung cukup tinggi, yaitu sekitar 79 86%. Hal ini membuat tanaman aglaonema tidak tahan dengan serangan jamur Phytium sp. yang menyebabkan tanaman ini terkena penyakit busuk akar. Subono dan Andoko (2004), Junaedhie (2006), serta Trubus Infokit (2006) mengemukakan bahwa penyakit busuk akar pada aglaonema disebabkan oleh jamur Phytium sp. yang menyerang bagian akar dengan gejala serangan berupa gangguan pertumbuhan. Beberapa bagian akar yang terserang terlihat membusuk, berwarna cokelat kehitaman. Penyakit busuk akar ini mulai menyerang pada 3 MSI. Hal ini diduga terjadi akibat kelembaban yang tinggi pada 3 bulan pertama penelitian, yang berdasarkan data BMG (2007) mencapai 85-86%. Upaya pengendalian serangan penyakit ini dilakukan dengan cara membuang bagian akar yang busuk, mencuci bagian akar yang tertinggal sampai bersih, merendamnya pada fungisida Dithane M-45 kemudian ditanam kembali pada media tanam baru yang steril. Subono dan Andoko (2004) menyarankan, agar tidak menanam kembali tanaman yang terserang busuk akar pada media tanam yang lama, karena media tanam

31 20 tersebut sudah terkontaminasi spora jamur Phytium sp. Dithane M-45 disemprotkan pada media baru setiap seminggu sekali guna mencegah kembalinya serangan penyakit ini. Penyakit lain yang menyerang aglaonema adalah fusarium stem rot atau layu fusarium, dengan gejala daun membentuk bercak berwarna merah cerah dengan tepi berwarna ungu kemerahan (Gambar 3a). Serangan penyakit ini hanya terjadi pada beberapa tanaman saja, dan banyak terjadi pada tanaman dengan aplikasi dosis iradiasi sinar gamma 50 Gy (dosis aplikasi tertinggi yang digunakan). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang mendapat aplikasi dosis tersebut menjadi rentan terserang penyakit. Cara pengendaliannya adalah dengan memisahkan tanaman terserang agar tidak menular ke tanaman lainnya. Daun terserang fusarium stem rot Daun berlubang Gambar 3. a b Tanaman A. donna carmen dengan Dosis Aplikasi Sinar Gamma 50 Gy Terserang fusarium stem rot (a) dan Ciri Serangan Belalang (b) Pada 1 MSI tanaman terserang beberapa hama, yaitu belalang, kutu putih atau kutu kebul, dan tungau. Belalang biasanya menyerang tanaman aglaonema di pagi hari. Menurut Matnawy (1989), belalang memiliki tipe mulut penggigit dan pengunyah. Serangan belalang dicirikan dengan adanya lubang-lubang yang agak besar seperti digigit pada daun aglaonema, sehingga jika kehadirannya dibiarkan akan merusak keindahan daun aglaonema (Gambar 3b). Belalang menyukai daun muda. Bahan tanaman yang digunakan adalah aglaonema berumur sekitar tiga bulan sehingga menyebabkan tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama ini. Secara mekanis hama ini dapat dikendalikan dengan menangkapnya di pagi hari saat embun masih turun, karena belalang yang sayapnya basah tidak bisa

32 21 terbang. Penyemprotan Decis 2,5 EC ½ ml yang dilarutkan pada 1 liter air dilakukan guna mencegah serangan hama ini. Kutu putih atau kutu kebul (Bemisia sp.), kehadirannya pada tanaman aglaonema terdeteksi dengan terlihatnya binatang yang seolah berselimut tepung putih bergerombol di bawah permukaan daun. Hama ini menghisap cairan daun sehingga daun menjadi mengerut, kemudian mengeluarkan cairan yang akhirnya menjadi jelaga pada daun (Junaedhie, 2006; Trubus Infokit, 2006). Hama lain yang ditemukan menyerang daun aglaonema adalah tungau (Thrips), yaitu hama yang mirip dengan lintah namun berukuran kecil, melekat erat dibalik daun, menghisap cairan daun, membuat daun menjadi mengerut, menguning, dan kusut. Kedua serangan hama ini, kutu putih atau kutu kebul dan tungau, dikendalikan dengan cara mengusapkan cotton bud yang sudah diberi cairan Decis 2,5 EC ½ ml dan satu sendok makan sabun cair yang dilarutkan pada 1 liter air pada bagian daun yang terserang. Untuk mencegah kembalinya hama-hama tersebut dilakukan penyemprotan cairan Decis 2,5 EC dengan formula yang sama pada bagian daun setiap dua minggu sekali. Radiosensitivitas Tanaman Aglaonema sp. Salah satu parameter untuk mengukur tingkat radiosensitivitas atau respon tanaman terhadap radiasi adalah melalui nilai LD 50. Nilai LD 50 tersebut dapat diperoleh melalui perhitungan terhadap persentase tanaman yang hidup setelah diiradiasi sinar gamma, yang selanjutnya melalui program curve-fit analysis akan diperoleh suatu model persamaan matematika terbaik. Melalui model persamaan tersebut akan dapat ditentukan nilai LD 50 atau dosis iradiasi yang menyebabkan kematian 50% populasi tanaman yang diradiasi. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, nilai LD 50 ini biasanya ditentukan dari perhitungan persentase tanaman hidup sampai 4 MSI. Pada penelitian ini nilai LD 50 tidak bisa ditentukan, karena sampai dengan 4 MSI semua tanaman yang diradiasi sinar gamma pada kedua varietas aglaonema yang digunakan masih dapat bertahan hidup. Pada 6 MSI, mulai ada tanaman yang mati dan jumlahnya terus bertambah sampai 18 MSI. Hasil uji F pada persentase tanaman hidup akibat iradiasi sinar

33 22 gamma (Tabel Lampiran 4) menunjukkan tidak terdapatnya kombinasi yang nyata antara dosis iradiasi sinar gamma yang diaplikasikan dan varietas aglaonema terhadap persentase tanaman hidup akibat iradiasi sinar gamma. Perlakuan dari faktor tunggal, baik dosis iradiasi maupun varietas aglaonema juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase tanaman hidup akibat iradiasi sinar gamma. Hal ini membuktikan bahwa kedua varietas yang digunakan memiliki radiosensitivitas yang rendah sehingga masih mampu menerima dosis iradiasi sinar gamma yang lebih tinggi daripada dosis yang sudah diaplikasikan. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Soedjono (1992), yang menunjukkan bahwa teknik iradiasi sinar gamma tunggal (acute irradiation) sampai dengan dosis 20 Gy dan teknik iradiasi sinar gamma berulang (intermittent irradiation) sampai pada dosis (20+300) Gy yang diberikan pada beberapa ukuran bibit tanaman lengkuas merah (Alpinia purpurata) adalah tidak berbeda nyata terhadap persentase tanaman yang hidup setelah 4 bulan tanam. Kisaran (range) dari taraf-taraf dosis iradiasi yang diaplikasikan sangat penting dalam menentukan dosis yang optimum pada tanaman yang akan diradiasi. Pada kisaran dosis yang rendah kemampuan tanaman yang diradiasi untuk bertahan hidup tinggi, tetapi frekuensi terjadinya mutasi rendah, sedangkan pada kisaran dosis yang tinggi, frekuensi terjadinya mutasi tinggi tetapi kemampuan tanaman untuk bertahan hidup rendah (Broertjes & Van Harten, 1988). Namun pada tanaman aglaonema belum ditemukannya literatur yang mendukung tentang dosis optimum untuk aplikasi iradiasi sinar gamma, sehingga dipergunakan dosis aplikasi dengan taraf 10 sampai 50 Gy. Pada hasil penelitian ini diketahui bahwa dengan kisaran (range) dosis aplikasi tersebut ternyata tidak memberikan pengaruh yang diinginkan pada stek bonggol berumur sekitar tiga bulan dari tanaman aglaonema varietas costatum dan donna carmen. Karakter Vegetatif Pada penelitian ini hanya dilakukan pengamatan terhadap karakter vegetatif saja, sedangkan karakter generatif tidak diamati. Hal ini dikarenakan aglaonema termasuk tanaman hias yang pertumbuhannya lambat (Subono & Andoko, 2004). Karakter vegetatif yang diamati meliputi jumlah daun, jumlah

34 23 pucuk daun, panjang tangkai daun (cm), panjang daun (cm), dan lebar daun (cm). Selama penelitian berlangsung pengamatan terhadap karakter-karakter tersebut dilakukan sebanyak enam kali, yaitu 2, 4, 6, 10, 13, dan 18 MSI. Pengamatan berulang ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat perkembangan atau pertumbuhan respon yang diberikan tanaman seiring dengan bertambahnya umur tanaman setelah iradiasi diaplikasikan (Mattjik & Sumertajaya, 2002). Rekapitulasi dari hasil uji F pada karakter-karakter vegetatif tersebut diperlihatkan pada Tabel 2, sedangkan sidik ragam dari masing-masing karakter dapat dilihat pada Tabel Lampiran 5 sampai dengan Tabel Lampiran 9. Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Uji F pada Beberapa Karakter Vegetatif Aglaonema sp. Akibat Iradiasi Sinar Gamma No Sumber Keragaman Jumlah Daun Jumlah Pucuk Daun Panjang Tangkai Daun Panjang Daun Lebar Daun 1 Varietas (A) * tn tn tn tn 2 Dosis Radiasi (B) tn * * tn tn 3 A X B tn tn tn tn tn 4 Waktu Tumbuh (W) ** ** ** tn tn 5 A X W tn * tn tn tn 6 B X W ** tn tn tn tn 7 A X B X W tn tn tn tn tn Keterangan: * berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda sangat nyata pada taraf 1%, tn tidak nyata berdasarkan uji F Pada Tabel 2 tersebut secara umum dapat dilihat hanya pada karakter vegetatif jumlah daun, jumlah pucuk daun, dan panjang tangkai daun saja yang terdapat pengaruh nyata, baik dari kombinasi antar faktor maupun dari pengaruh faktor tunggalnya. Karakter panjang dan lebar daun sama sekali tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, baik untuk faktor tunggalnya maupun kombinasi antar faktornya. Tidak adanya pengaruh yang berbeda nyata pada karakter panjang dan lebar daun pada tanaman kontrol mendukung pernyataan bahwa tanaman aglaonema termasuk tanaman yang pertumbuhannya lambat. Menurut Salisbury dan Ross (1992), pertambahan lebar helai daun disebabkan oleh meristem yang menghasilkan sejumlah sel baru di sepanjang tepi poros daun, akan tetapi aktivitas tersebut berhenti sebelum daun dewasa atau mencapai ukuran

35 24 normalnya sehingga perkembangan daun selanjutnya adalah akibat petumbuhan sel yang telah terbentuk sebelumnya. Broertjes dan Van Harten (1988) menguraikan bahwa pada umumnya setelah perlakuan iradiasi berlangsung dapat terjadi efek yang dapat dikelompokkan menjadi kerusakan fisiologi (sebagai efek utama yang langsung dapat dikenali) dan perubahan genetik (mutasi). Kerusakan fisiologi tersebut dapat berupa terhambatnya pembelahan sel, kematian sel, induksi pada aktivitas mitosis, pengaruh pertumbuhan rata-rata, perubahan pada kapasitas bereproduksi, serta peningkatan frekuensi pembentukkan jaringan. Pada penelitian ini efek dari iradiasi sinar gamma baru sampai pada efek yang menyebabkan kerusakan fisiologi, terutama pada karakter vegetatif jumlah daun, jumlah pucuk daun, dan panjang tangkai daun. Broertjes dan Van Harten (1988) menambahkan bahwa kerusakan fisiologi biasanya hanya terjadi pada generasi awal dari tanaman yang diradiasi dan tidak diturunkan. Pernyataan ini dapat didukung dari hasil penelitian Aisyah (2006) pada planlet anyelir (Dianthus caryophyllus Linn.) yang diinduksi mutasi dengan sinar gamma melalui iradiasi tunggal, kemudian disubkultur dan diaklimatisasi sampai dengan generasi MV5 diketahui tidak ada pengaruh yang nyata terhadap karakter-karakter vegetatif (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun) sampai pada generasi lanjutan. Hal ini dimungkinkan akibat terjadinya diplontic selection ke arah recovery atau perbaikan fungsi dari sistem enzim yang terganggu akibat iradiasi sinar gamma. Diplontic selection adalah adanya kompetisi antara sel-sel termutasi dengan sel-sel normal disekelilingnya, dimana pada akhirnya sel-sel termutasi kalah bersaing dan jaringan tanaman kembali tumbuh normal (Broertjes & Van Harten, 1988). a. Jumlah Daun Pada hasil uji F (Tabel 2) dapat dilihat bahwa tidak terdapat kombinasi yang nyata antara dosis iradiasi sinar gamma yang diaplikasikan dan varietas aglaonema terhadap karakter jumlah daun pada tanaman yang diradiasi. Namun terdapat kombinasi yang sangat nyata antara dosis iradiasi sinar gamma yang diaplikasikan terhadap jumlah daun seiring dengan waktu tumbuh tanaman aglaonema yang diradiasi (Tabel 3). Pada pertumbuhan awal (2 MSI), hanya

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A34403064 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA Latar Belakang IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL PADA STEK PUCUK ANYELIR (Dianthus caryophyllus) DAN UJI STABILITAS MUTANNYA SAMPAI GENERASI MV3 Pendahuluan Perbaikan sifat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan Februari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Perkecambahan benih-benih purwoceng terjadi pada waktu yang berbedabeda karena tidak dilakukan persemaian serempak. Tanaman dikelompokkan sesuai umur untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love Tanaman Anthurium Wave of Love termasuk ke dalam famili Araceae, berbatang sukulen dan termasuk tanaman perennial. Ciri utama famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dilahan Pertanian, Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat 25 meter di atas permukaan laut, yang di mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di MJ Flora, desa JambuLuwuk, Bogor dengan curah hujan 3000 mm/tahun. Lokasi penelitian berada pada ketinggian tempat kurang lebih 700 meter di atas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember 2013

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung dengan dua kali percobaan yaitu Percobaan I dan Percobaan II. Percobaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN DUA VARIETAS AGLAONEMA

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN DUA VARIETAS AGLAONEMA Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN DUA VARIETAS AGLAONEMA The Effect of Gamma Irradiation to

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

akan muncul di batang tanaman (Irwan, 2006).

akan muncul di batang tanaman (Irwan, 2006). TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae; Divisi : Spermatophyta; Kelas : Dicotyledoneae; Ordo : Rosales; Famili : Papilionaceae (Leguminosae);

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Genetika) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

III. MATERI DAN METODE. Genetika) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa (Laboratorium Pemuliaan dan Genetika) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga percobaan sebagai berikut: 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 2. Studi Keragaan Karakter Agronomis

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jalan H.R.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan PEMANFAATAN KOMBINASI PEMBERIAN MUTAGEN DAN KULTUR IN VITRO UNTUK PERAKITAN VARIETAS UNGGUL BARU Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan penyakit maupun cekaman lingkungan merupakan

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Iles-iles

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Iles-iles 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Iles-iles Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume; sin. A. blumei (Scott.) Engler; sin. A. oncophyllus Rain) termasuk famili Araceae. Sistematika iles-iles menurut klasifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Kondisi laboratorium tempat dilakukan percobaan memiliki suhu berkisar antara 18-22 0 C dan kelembaban mencapai 90%. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2014 di Lahan Pertanian Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. = 0 minggu = 1 minggu = 2 minggu = 3 minggu = 4 minggu = 5 minggu = 6 minggu = 7 minggu = 8 minggu P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8

MATERI DAN METODE. = 0 minggu = 1 minggu = 2 minggu = 3 minggu = 4 minggu = 5 minggu = 6 minggu = 7 minggu = 8 minggu P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium dan lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan. Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan. Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan 1717 III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2012 dilaksanakan di Kebun Kelompok Wanita Tani Ilomata Desa Huntu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Februari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Latar Belakang Di antara pola tanam ganda (multiple cropping) yang sering digunakan adalah tumpang sari (intercropping) dan tanam sisip (relay

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca PT. ASABI, Sentul Rest Area Jalan Tol Jagorawi Km 35 Desa Kedungmangu Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Analisis stomata

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Desember 2009. Bahan dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2017 di Rumah Paranet

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2017 di Rumah Paranet 18 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Januari April 2017 di Rumah Paranet Kampung Muteran, Pudak Payung, Banyumanik, Semarang dan Laboratorium Fisiologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 yang bertempat di Greenhouse Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN MATODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 di

III. BAHAN DAN MATODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 di III. BAHAN DAN MATODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dimulai pada bulan November 2014 sampai dengan Maret 2015 di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian III. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. H.R.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id 2. Bibit seragam pertumbuhannya 2. Daun bibit panjang 4-5 cm lebar 0,5-{,75 cm

bio.unsoed.ac.id 2. Bibit seragam pertumbuhannya 2. Daun bibit panjang 4-5 cm lebar 0,5-{,75 cm AKLIMATISASI BIBIT IHSIL KT]LTUR JARINGAN TTJMBUHANI) Oleh : Prof. Dr. Triani Hardiyati, SU.2) PENDAHULUAN Dalam kultur jaringan tumbuhan salah satu tahap yang menetukan keberhasilan budidaya tanaman adalah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 - Februari 2017, di pembibitan tanaman tebu Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PTPN VII (Persero) Unit Usaha Bungamayang,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar Lampung dengan kondisi iklim tropis, memiliki curah hujan 2000 mm/th dan

Lebih terperinci