BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Algoritma Algoritma berasal dari kata Algoris dan Ritmis yang pertama kali diungkapkan oleh Abu Ja far Mohammad Ibn Musa Al Khowarizmi dalam buku Al-jabr w almulqabala (Horowitz dan Sahni 1978, p1). Kata algorism pertama kali dimaksudkan sebagai aturan dalam melakukan fungsi aritmatika menggunakan Hindu-Arab numerik tetapi berkembang dengan penerjemahaan Eropa Latin dari kata yang diberikan oleh Al Khowarizmi menjadi algorithm dalam bahasa Inggris pada abad ke-18. Kata itu berkembang menjadi arti prosedur pasti untuk memecahkan masalah atau melakukan suatu pekerjaan. Kata algorithm akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi algoritma. Beberapa definisi lain tentang algoritma, antara lain : 1. Menurut Abu Ja far Mohammad Ibn Musa Al Khowarizmi : Algoritma adalah suatu metode khusus untuk menyelesaikan suatu permasalahan. 2. Menurut Goodman dan Hedetniemi (1977): Algoritma adalah urut-urutan terbatas dari operasi-operasi yang terdefinisi dengan baik, yang masing-masing membutuhkan memori dan waktu yang terbatas untuk menyelesaikan suatu permasalahan. 3. Menurut Gamedev.net ( : Algoritma adalah sekumpulan instruksi untuk melaksanakan suatu tugas. 4. Menurut wikipedia ( :

2 7 Algoritma adalah sebuah prosedur instruksi-instruksi untuk menyelesaikan sebuah tugas yang diberikan state awal dan kemudian dihentikan pada state akhir. Berdasarkan definisi di atas maka pengertian algoritma bila dipandang dari sudut pandang ilmu komputer adalah suatu fungsi yang terdiri dari serangkaian langkahlangkah yang terstruktur dan dituliskan secara sistematis yang akan dikerjakan untuk menyelesaikan masalah dengan bantuan komputer. 2.2 Teori Graf Pengenalan Teori Graf Menurut Johnsonbaugh (2002, p2), teori graf pertama kali diperkenalkan pada 1736, akan tetapi waktu itu belum mendapatkan banyak perhatian, dan pada abad ke-19 beberapa hasil penting dihasilkan, tetapi baru pada sekitar tahun 1920 minat akan teori graf berkembang. Minat pada teori graf adalah pada penerapannya pada banyak bidang, termasuk ilmu komputer, kimia, riset operasi, teknik kelistrikan, bahasa, dan ekonomi. Masalah awal yang muncul pada teori graf adalah penggambaran permasalahan seorang pengawas jalan di Wyoming, Amerika Serikat yang harus melakukan perjalanan ke semua jalan dan membuat laporan tentang kondisi jalan, kejelasan jalur-jalur di jalan, keadaan rambu-rambu lalu lintas, dan sebagainya. Karena ia tinggal di Greybull, cara paling ekonomis untuk memeriksa semua jalan harus dimulai dari Greybull, kemudian menyusuri masing-masing jalan dan kembali lagi ke Greybull.

3 8 Gambar 2.1 Sistem jalan utama di Wyoming Gambar 2.1 tersebut dapat dibuat modelnya sebagai sebuah graf. Kenyataannya, karena graf digambarkan dengan titik-titik dan garis-garis, maka graf mirip dengan peta jalan. Pada gambar 2.2 di bawah, telah digambarkan sebuah graf G yang merupakan model peta dari gambar 2.1 di atas. Titik-titik pada gambar 2.2 disebut verteks dan garisgaris yang menghubungkan verteks-verteks ini disebut rusuk (edge). Pada pemodelan ini setiap verteks merupakan gambaran dari setiap kota dan diberi nama dengan dengan tiga huruf pertama dari setiap kota yang digambarkan, dan setiap rusuk juga ditandai dengan e 1,...,e 13, di mana setiap rusuk mewakili setiap jalan yang menghubungkan dua verteks yang berbeda.

4 9 Gambar 2.2 Model graf dari sistem jalan Wyoming Suatu graf dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan arahnya, yaitu graf berarah (Directed Graph) dan graf tak berarah (Undirected Graph). Sebuah graf (atau graf tak terarah) G terdiri dari suatu himpunan V dari verteks-verteks (atau simpul-simpul) dan suatu himpunan E dari rusuk-rusuk (atau busur-busur) sedemikian rupa sehingga setiap e E dikaitkan dengan pasangan verteks tak terurut. Jika terdapat sebuah rusuk e yang menghubungkan verteks v dan w, kita tulis e = (v,w) atau e = (w,v). Dalam konteks ini, (v,w) menyatakan sebuah rusuk antara v dan w dalam sebuah graf tak terarah dan bukan sebuah pasangan terurut. Pada gambar 2.3 dapat dilihat sebuah contoh graf tak terarah di mana V = {A,B,C,D} dan e = {e 1,e 2,e 3,e 4 }.

5 10 Sebuah rusuk e dalam sebuah graf (tak terarah atau terarah) yang menghubungkan pasangan verteks v dan w dikatakan insiden pada v dan w, serta v dan w dikatakan insiden pada e dan disebut verteks-verteks damping (adjacent vertices). A e1 B node e4 D e3 e2 C edge Gambar 2.3 Graf tak terarah Pada gambar 2.2 di atas merupakan contoh dari sebuah graf G = (V,E) yang tidak berarah dengan V = {Gre, She, Wor, Buf, Gil, Sho, Cas, Dou, Lan, Mud} merupakan kumpulan verteks dan E = {e 1, e 2,e 3,e 4,e 5,e 6,e 7,e 8,e 9,e 10,e 11,e 12,e 13 }. Rusuk e 1 menghubungkan pasangan verteks-verteks tak terurut {Gre, She} dan rusuk e 10 menghubungkan pasangan verteks-verteks tak terurut {Cas, Dou}. Rusuk e 1 dinyatakan dalam (Gre, She) atau (She, Gre) dan rusuk e 10 dinyatakan dalam (Cas, Dou) atau (Dou, Cas). Rusuk-rusuk e 4 insiden pada Wor dan Buf dan verteks Wor dan Buf berdampingan. Sedangkan sebuah graf terarah atau directed graph G terdiri dari suatu himpunan V dari verteks-verteks (atau simpul-simpul) dan suatu suatu himpunan E dari rusuk-rusuk (atau busur-busur) sedemikian rupa sehingga setiap rusuk e E menghubungkan pasangan verteks terurut. Jika terdapat sebuah rusuk tunggal e yang menghubungkan pasangan terurut (v,w) dari verteks-verteks, kita tuliskan e=(v,w), yang menyatakan

6 11 sebuah rusuk dari v ke w. Pada gambar 2.4 dapat dilihat graf terarah atau directed graph di mana V = {A,B,C,D,E} dan e = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 }. A e 1 B e 3 e 2 e 4 e 6 E e 5 C D e 7 Gambar 2.4 Graf terarah Pada gambar 2.4 diatas rusuk terarah ditunjukkan dengan anak panah. Rusuk e 1 menghubungkan pasangan verteks-verteks terurut (A,B) dan rusuk e 3 menghubungkan verteks-verteks terurut (E,B). Rusuk e 1 dinyatakan dalam (A,B) dan rusuk e 3 dinyatakan dalam (E,B). Pada suatu graf jika setiap rusuknya memiliki suatu bobot atau nilai di mana bobot itu merupakan suatu nilai yang bisa berupa biaya atau jarak atau lainnya, graf semacam itu dikatakan graf berbobot (weighted graph) Teori Lintasan dan Siklus Misalkan v 0 dan v n adalah verteks-verteks dalam sebuah graf. Sebuah lintasan dari v 0 ke v n dengan panjang n adalah sebuah barisan berselang-seling dari n+1 verteks dan n rusuk yang berawal dengan verteks v 0 dan berakhir dengan verteks v n, (v 0,e 1,v 1,e 2,v 2,...,v n-1,e n,v n ), dengan rusuk ei insiden pada verteks v i-1 dan vi untuk i = 1,2,...,n.

7 12 Sebagai contoh dari gambar 2.4 di atas kita ambil lintasan dari A ke E merupakan lintasan yang dimulai dari A, yang kemudian menuju ke B, lalu menuju ke D dan berakhir di E sehingga lintasan dari A ke E dapat dituliskan (A, e 1, B, e 4, D, e 6,, E) dengan panjang 3. Sedangkan sebuah siklus adalah sebuah lintasan yang mempunyai panjang lintasan tidak nol dari kota pertama sampai kota terakhir yang merupakan kota pertama juga pada suatu graf, di mana tidak terdapat rusuk yang dilalui lebih dari sekali. Sebuah siklus sederhana adalah siklus dari kota pertama sampai kota terakhir yang merupakan kota terakhir juga pada suatu graf, di mana kecuali kota pertama dan kota terakhir yang keduanya sama, tidak terdapat node yang dilalui berulang. Untuk mengamati perbedaan antara lintasan, siklus, siklus sederhana, dengan contoh graf pada gambar 2.5 di bawah yang akan disajikan dalam bentuk tabel. Tabel 2.1 Perbedaan Lintasan, Siklus, dan Siklus Sederhana Lintasan Lintasan Sederhana Siklus Siklus Sederhana (5, 6, 2, 5) Tidak Ya Ya (2, 6, 5, 2, 4, 3, 2) Tidak Ya Tidak (6, 5, 2, 4) Ya Tidak Tidak (6, 5, 2, 4, 3, 2, 1) Tidak Tidak Tidak

8 Gambar 2.5 Sebuah graf yang tidak berarah Siklus Hamilton (Hamiltonian Cycle) Sebuah graf G = (V,E) yang merupakan sebuah graf yang terhubung dengan n node, dikatakan sebagai sebuah Hamiltonian Cycle jika dapat membentuk suatu jalur yang melalui n buah rusuk pada G dan mengunjungi setiap node hanya satu kali lalu kembali ke node awal. Dengan kata lain sebuah graf adalah Hamiltonian Cycle jika dimulai dari suatu node vi G dan semua node dalam G dikunjungi dengan urutan v 1, v 2,..., v n+1 dengan rusuk-rusuk yang menghubungkan verteks-verteks tersebut merupakan anggota E dalam G, pada i i n dan semua v i berbeda kecuali v 1 dan v n+1 yang merupakan node yang sama. Sir William Rowan Hamilton memasarkan sebuah teka-teki pada pertengahan 1800-an dalam bentuk sebuah dodecahedron (lihat Gambar 2.8). Masing-masing sudut yang berjumlah 20 tersebut diberi nama sebuah kota dan masalahnya berawal dari sembarang kota, kemudian menjalani rusuk-rusuk, mengunjungi setiap kota tepat satu kali, dan kembali ke kota semula. Kita sebut siklus dalam graf G yang mengandung

9 14 setiap verteks di G tepat satu kali, kecuali verteks awal dan akhir yang muncul dua kali, sebagai siklus Hamilton (Hamiltonian Cycle). Pada gambar 2.6 diperlihatkan sebuah contoh graf yang mempunyai siklus Hamilton. Kemudian pada gambar 2.7 diperlihatkan contoh graf yang sebelumnya pada gambar 2.6 diselesaikan sesuai teka-teki Hamilton di mana siklus dalam graf G mengandung setiap verteks tepat satu kali (kecuali verteks awal dan akhir yang muncul dua kali). A B C E D Gambar 2.6 Sebuah graf yang mempunyai siklus Hamilton A B C E D Gambar 2.7 Sebuah solusi siklus Hamilton

10 15 Gambar 2.8 (a) Teka-teki Hamilton, (b) Pemodelan Dodecahedron dalam graf, (c) Salah satu penyelesaian berbentuk siklus Hamilton 2.3 Vehicle Routing Problem Pengenalan Vehicle Routing Problem Vehicle Routing Problem (VRP) adalah nama yang dibuat untuk sebuah problem atau masalah di mana sebuah set rute yang akan dibentuk untuk sejumlah kota atau pelanggan dengan sejumlah kendaraan yang didasarkan atas satu atau beberapa depot. Setiap kota atau pelanggan hanya akan dilalui satu kali dan dilayani oleh satu kendaraan. Tujuan dari Vehicle Routing Problem adalah untuk mengunjungi sejumlah pelanggan atau kota dengan sejumlah kendaraan dan batasan-batasan lain yang diperlukan dan diketahui sehingga rute tersebut mempunyai biaya yang minimum dan rute bermula dan berakhir pada sebuah depot. Masalah ini pertama kali diformulasikan oleh Dantzig dan Ramser pada tahun 1959 sebagai masalah utama dalam bidang transportasi, distribusi, dan logistik. Dalam sektor perdagangan, transportasi berarti semakin baiknya daya jual dari suatu barang. Maka, dikembangkan metode komputerisasi untuk transportasi yang menghasilkan penghematan yang signifikan dari total biaya.

11 16 Pelanggan Depot Gambar 2.9 Contoh visualisasi input dari Vehicle Routing Problem Pelanggan Depot Rute Gambar 2.10 Salah satu output dari persoalan VRP dari input gambar 2.9 Vehicle Routing Problem bertujuan untuk meminimalkan jarak yang dilalui oleh armada kendaraan yang melayani sekumpulan pelanggan seperti pada gambar 2.9 dan

12 17 menghasilkan beberapa rute sesuai jumlah kendaraan seperti pada gambar Kasus ini sama dengan Travelling Salesman Problem (TSP), hanya saja untuk Travelling Salesman Problem hanya memiliki satu rute, di mana perbaikan rute dilakukan dalam satu rute itu sendiri, sedangkan dalam Vehicle Routing Problem memiliki banyak rute yang jumlahnya sesuai kendaraan yang akan dipakai walaupun tujuan keduanya sama yaitu untuk mencari jarak minimum dengan melewati semua node sekali. Jika VRP direpresentasikan dalam sebuah graf G = (V,E). Notasi yang digunakan adalah : V= {v 0,v 1,v 2,...,v n } adalah himpunan verteks, di mana : o Asumsikan depot terletak di verteks v 0 o Misalkan V = V tanpa elemen {v 0 } digunakan sebagai himpunan n kota A = {(v i,v j ) v i, v j V ; i j} adalah himpunan edge C adalah matriks jarak atau biaya c ij antara pelanggan v i dan v j yang bernilai nonnegatif d adalah vektor dari permintaan / demand dari pelanggan R i adalah rute dari kendaraan ke-i k adalah jumlah kendaraan (semua identik). Satu rute untuk tiap kendaraan. Dengan setiap verteks v i dalam V diasosiasikan dengan sejumlah barang q i yang akan diantarkan oleh satu kendaraan. Maka VRP bertujuan untuk menentukan sejumlah k rute kendaraan dengan total biaya yang minimum, bermula dan berakhir di sebuah depot, yang setiap verteks dalam V dikunjungi tepat sekali oleh satu kendaraan. Akhirnya, biaya dari solusi masalah ini S adalah : F VRP (S) = C( Ri) k i= 1

13 18 Dalam pembahasan kali ini model Vehicle Routing Problem yang digunakan adalah Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) di mana sejumlah kendaraan untuk mengantar barang harus melayani sejumlah pelanggan untuk 1 jenis barang dari depot dengan biaya transportasi yang minimum. Maka CVRP seperti VRP dengan tambahan konstrain di mana setiap kendaraan harus mempunyai kapasitas tertentu untuk barang tersebut. Asumsikan depot sebagai node 0 dan pelanggan sejumlah N yang akan dilayani oleh kendaraan sejumlah K. Permintaan untuk pelanggan i adalah q i, kapasitas dari kendaraan k adalah Q k, dan jarak maksimum yang diperbolehkan dari kendaraan k adalah D k. Maka model matematika dari CVRP menurut formulasi Bodin et al.(1983) dideskripsikan sebagai berikut: Min K N N k = 1 i= 0 j = 0 C ij k X ij k (1) X ij k = 1 jika kendaraan k datang dari pelanggan i ke j, (2) X ij k = 0 jika selain itu K N k = 1 i= 0 K N k = 1 j= 0 X ij k =1, j=1,2,...,n (3) X ij k =1, i=1,2,...,n (4)

14 19 N i= 0 X it k N j= 0 X tj k = 0, k = 1,2,...,K; t=1,2,...,n (5) N N i= 0 j= 0 d ij k X ij k D k, k=1,2,...,k (6) N j= 0 N q j ( i= 0 X ij k ) Q k, k=1,2,...,k (7) N j= 1 N i= 1 X 0j k 1, k=1,2,...,k (8) X i0 k 1, k=1,2,...,k (9) k X ij {0,1}, i,j=0,1,2,...,n; k=1,2,...,k (10) di mana N merepresentasikan jumlah pelanggan, dan K sebagai jumlah kendaraan, dan C k k ij adalah biaya perjalanan dari pelanggan i ke pelanggan j oleh kendaraan k dan d ij adalah jarak perjalanan dari pelanggan i ke pelanggan j oleh kendaraan k. Tujuan dari persamaan fungsi (1) adalah untuk meminimalkan total biaya oleh semua kendaraan. Batasan fungsi (3) dan (4) memastikan bahwa setiap pelanggan dilayani hanya sekali. Batasan fungsi (5) memastikan kelanjutan dari rute. Batasan fungsi (6) menunjukkan bahwa jumlah jarak dari setiap rute mempunyai batas. Batasan fungsi (7) menunjukkan bahwa jumlah demand dari setiap rute tidak dapat melebihi kapasitas dari kendaraan. Batasan fungsi (8) dan (9) memastikan bahwa setiap kendaraan hanya digunakan sekali. Batasan fungsi (10) memastikan bahwa variabel yang dipakai hanya menggunakan integer 0 atau 1.

15 Teknik Penyelesaian Vehicle Routing Problem Ada beberapa teknik penyelesaian yang telah dipakai untuk Vehicle Routing Problem ini, seperti : 1. Dynamic Programming Dynamic Programming adalah implicit enumerative search method yang dapat dilihat sebagai teknik Divide and Conquer. Untuk menyelesaikan masalah yang besar, dilakukan pemecahan masalah tersebut menjadi bagian-bagian kecil yang serupa dan independen di mana bagian-bagian tersebut dapat dipecahkan dengan metode yang serupa dengan masalah induk. Setelah bagian-bagian kecil tersebut diselesaikan maka hasil-hasil yang diperoleh digabung kembali dengan suatu metode tertentu untuk memberi solusi yang sebenarnya pada masalah tersebut. 2. Branch and Bound Pendekatan branch and bound terdiri dari dua prosedur dasar. Branching adalah proses mempartisi masalah yang besar menjadi dua atau lebih masalah kecil dan bounding adalah proses menghitung batas bawah pada solusi optimal dari masalah kecil tersebut. Bounding function yang digunakan yaitu, pemrosesan hanya dilakukan pada branch yang baik dan branch yang buruk tidak akan diproses dengan harapan branch yang baik akan memberikan hasil yang optimal di proses selanjutnya. 3. Branch and Cut Pendekatan branch and cut merupakan pendekatan yang menggunakan branch and bound dengan penambahan algoritma pemotongan atau cutting pada solusi yang didapatkan. Proses yang dilakukan adalah dengan mengaplikasikan branch and bound pada masalah yang akan menghasilkan suatu solusi yang nantinya

16 21 akan dipotong dengan algoritma tertentu untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Proses tersebut akan diulangi sampai tidak ada pemotongan lagi. 4. Nearest Neighbor Algoritma ini merupakan salah satu dari algoritma pertama yang diterapkan pada masalah pencarian jalur dengan menghubungkan node-node yang mempunyai jarak terpendek dari posisinya sekarang. 5. Farthest Insertion Algoritma ini hampir sama dengan algoritma nearest neighbor dengan perbedaan pada penghubungan node-node yang mempunyai jarak terjauh dari posisinya sekarang. 6. k-opt heuristic Algoritma ini merupakan generalisasi dari algoritma pencarian lokal seperti 2-opt dan 3-opt. Algoritma digunakan untuk memperbaiki rute yang telah terbentuk dengan cara menukar rute yang telah ada dengan rute lain yang mungkin dalam permasalahan tersebut. Pertukaran rute dilakukan apabila hasil penukaran akan menghasilkan hasil yang lebih baik. Proses tersebut diulangi sampai proses penukaran tidak lagi menghasilkan hasil yang lebih baik. 7. Simulated Annealing Simulated Annealing merupakan algoritma heuristik untuk masalah optimalisasi global. SA bekerja berdasarkan proses annealing. Annealing adalah teknik dalam metalurgi yang menyangkut pemanasan dan pendinginan yang terkontrol dari suatu material untuk meningkatkan ukuran dari kristal dan mengurangi kekurangannya. Panasnya menyebabkan atom-atom berpindah dari posisi mereka semula dan bergerak secara acak menuju energi yang lebih tinggi. Dan

17 22 pendinginannya yang lambat memberikan mereka kesempatan untuk mencari konfigurasi dengan energi yang lebih rendah dari sebelumnya. Dengan kata lain, setiap langkah dari algoritma SA menukarkan solusi yang ada sekarang dengan solusi acak lain yang dekat yang dipilih dengan kemungkinan dari perbedaan nilai fungsi yang bersangkutan dan temperatur global, yang akan turun secara bertahap. 8. Tabu Search Tabu Search dimulai dengan membuat solusi acak dan secara berturut-turut pindah ke salah satu tetangganya. Setiap kali pergerakan dilakukan, solusi sebelumnya akan dimasukkan ke dalam suatu daftar yang disebut tabu list. Dari suatu solusi yang diberikan, tidak semua tetangganya dapat dicapai. Setiap perpindahan akan membawanya pada solusi terbaik yang berada di sekitarnya, tetapi jika perpindahan itu ada di dalam tabu list maka hanya akan diterima apabila dapat menurunkan nilai dari fungsi obyektifnya sampai di bawah level yang telah dicapai sejauh ini (aspiration level). 9. Genetic Algorithm Genetic Algorithm merupakan teknik optimalisasi yang mensimulasikan fenomena dari evolusi natural yang pertama kali diteliti oleh Charles Darwin. Genetic Algorithm bekerja dengan sejumlah populasi dari kemungkinan solusi yang digambarkan sebagai kromosom. Dalam kromosom ada gen-gen yang terpisah yang melambangkan variabel-variabel dari masalah yang ditemui. Evolusi dimulai pada sebuah populasi acak dan berlangsung secara generasi. Dalam setiap generasi, fitness dari tiap individu dari sebuah populasi dievaluasi, sejumlah individu akan dipilih dari populasinya berdasarkan fitness-nya dan

18 23 dimodifikasi dengan crossover atau mutation untuk membentuk populasi baru. Populasi baru ini yang nantinya akan dipakai pada iterasi berikutnya. 10. Ant Colony System Algoritma Ant Colony Optimization (ACO) merupakan teknik probabilistik untuk menjawab masalah komputasi yang bisa dikurangi dengan menemukan jalur yang baik dengan graf. Algoritma ini diinspirasikan oleh kelakukan semut dalam mencari jalur dari koloni mereka ke tempat makanan. Dalam dunia nyata, semut mencari jalan secara acak, menemukan makanan, dan kembali ke sarang sambil meninggalkan jejak pheromone. Jika semut lain menemukan jalur tersebut, maka mereka tidak akan berjalan secara acak lagi tetapi mulai mengikuti jejak pheromone yang ditinggalkan, kembali sambil meninggalkan jejak pheromone yang kemudian menguatkan jejak tersebut. Jejak pheromone tersebut akan memudar seiring berjalannya waktu maka untuk jalur-jalur yang panjang, jejak tersebut akan mulai memudar sedangkan untuk jalur-jalur yang pendek, jejak tersebut akan mempunyai ketebalan pheromone yang tinggi dan membuat jalur tersebut yang akan dipilih dan jalur yang panjang akan ditinggalkan. 2.4 Particle Swarm Optimization Standard Particle Swarm Optimization Particle Swarm Optimization (PSO) merupakan teknik komputasi heuristik berbasis populasi paralel yang diajukan oleh Kennedy dan Eberhart (Kennedy dan Eberhart 1995), yang dimotivasi dari perilaku organisme seperti kumpulan ikan atau burung. Misalkan ada sejumlah burung yang sedang mencari makanan di sebuah daerah

19 24 secara acak. Di daerah tersebut hanya ada satu potong makanan. Semua burung tidak tahu dimana makanan tersebut berada. Tetapi mereka tahu seberapa jauh makanan tersebut dengan setiap perulangan. Jadi strategi yang baik untuk menemukan makanan tersebut adalah dengan mengikuti posisi burung yang terdekat dengan makanan. PSO dilakukan dengan mengikuti skenario seperti di atas dan digunakan untuk mencari optimalisasi dari sebuah permasalahan. Dalam PSO, setiap solusi adalah sebuah burung dalam area pencarian. Akan selanjutnya disebut sebagai partikel. Semua partikel mempunyai nilai fitness yang akan dievaluasi oleh sebuah fungsi fitness, dan mempunyai kecepatan yang akan mengarahkan jalannya dari partikel tersebut. Partikel tersebut akan berjalan di daerah permasalahan dengan mengikuti partikel terbaik yang ada. PSO diinisialisasi dengan sebuah grup partikel(solusi) secara acak dan selanjutnya mencari hasil terbaik. Dalam setiap perulangan, setiap partikel diperbaiki oleh dua nilai best. Yang pertama adalah solusi terbaik yang partikel tersebut pernah capai sampai saat ini. Nilai ini disebut P best. Nilai best yang lain yang dilihat dalam PSO adalah nilai terbaik dari seluruh partikel yang ada sampai saat ini. Nilai ini disebut G best. Model optimalisasi global yang diajukan oleh Shi dan Eberhart (1999) seperti berikut: V id = W V id + C 1 Rand (P best X id ) + C 2 rand (G best X id ) (11) X id = X id +V id (12) di mana V id adalah kecepatan dari partikel i, X id adalah posisi partikel, W adalah berat inersia. C 1 dan C 2 adalah faktor learning yang menunjukkan pergerakan dari partikel yang cenderung ke arah P best (C 1 ) atau cenderung ke arah G best (C 2 ) sehingga nilai yang

20 25 lebih besar akan mempengaruhi pergerakan partikel. Rand dan rand adalah fungsi random dalam interval [0,1], P best adalah posisi terbaik dari partikel ke-i dan G best adalah posisi terbaik dari semua partikel di dalam populasi/swarm. Pseudo code dari PSO adalah FOR setiap partikel Inisialisasi partikel END DO FOR setiap partikel Hitung nilai fitness IF nilai fitness lebih baik daripada nilai fitness terbaik(pbest) yang sudah ada SET nilai sekarang sebagai pbest yang baru END Pilih partikel dengan nilai fitness terbaik dari semua partikel sebagai gbest FOR setiap partikel Hitung kecepatan partikel menurut persamaan (11) UPDATE posisi partikel menurut persamaan (12) END WHILE kriteria iterasi maksimum atau error minimum belum dipenuhi

21 Discrete Particle Swarm Optimization Dalam menyelesaikan kasus CVRP ini, diadopsi algoritma kuantum diskrit PSO yang dibuat oleh Yang et al.(2004) berupa PSO biner (Binary PSO). Dalam teorinya, sebuah bit sebagai unit pembawa informasi selalu dalam kondisi interval [0, 1]. Vektor partikel didefinisikan sebagai berikut: V = [V 1, V 2,..., V M ], (V i = [v i 1,v i 2,...,v i N ]) di mana 0 v i j 1 (i=1,2,...,m; j=1,2,...,n); N adalah panjang partikel dan M adalah ukuran swarm. v j i sebagai probabilitas dari partikel ke-i dari bit ke-j yang bernilai 0. Asumsikan X = [X 1, X 2, X 3,..., X M ] (X i = [x 1 i, x 2 i,..., x N i ]) adalah denotasi partikel untuk masalah yang praktikal. Di mana x j i {0,1} (i = 1, 2,, M; j = 1, 2,, N) merepresentasikan korespondensi partikel diskrit dari partikel kuantum v j i, N adalah panjang partikel dan M adalah ukuran swarm. Untuk setiap v i j (i = 1,2,...,M; j = 1,2,...,N), hasilkan angka random dalam interval [0,1]. Jika angka random lebih besar dari v j i, maka x ij = 1, selain itu x ij = 0. Algoritmanya dapat ditulis sebagai berikut: V localbest = α x localbest + β (1 x localbest ) (13) V globalbest = α x globalbest + β (1 x globalbest ) (14) V = w V + c 1 V localbest + c 2 V globalbest (15) di mana α + β = 1, 0 < α, β < 1 adalah parameter pengendali yang mengindikasikan derajat kendali dari V. w + c 1 + c 2 = 1, 0 < w, c 1, c 2 < 1. Dalam persamaan (15), bagian pertama merepresentasikan inersia dari probabilitas sebelumnya; bagian kedua adalah cognition, yang merepresentasikan probabilitas eksplorasi lokal; bagian ketiga adalah

22 27 social, yang merepresentasikan kerjasama antara semua partikel kuantum. Proses dari implementasi DPSO sebagai berikut: Langkah 1 : Inisialisasi partikel kuantum V dan partikel diskrit X Langkah 2 : Untuk partikel diskrit X, hitung fitness Langkah 3 : Hitung V localbest seperti pada persamaan (13) Langkah 4 : Hitung V globalbest seperti pada persamaan (14) Langkah 5 : Hitung probabilitas kuantum V seperti pada persamaan (15) Langkah 6 : Hitung partikel diskrit X, jika random[0,1] > v j i, maka x j i = 1, selain itu x j i =0 Langkah 7 : Ulang ke langkah 2 sampai satu dari kriteria berhenti terpenuhi Fitness Function Fitness digunakan untuk mengevaluasi kondisi dari partikel di dalam swarm. Biasanya, memilih fungsi obyektif yang cocok sebagai fitness function adalah salah satu faktor kunci untuk mendapatkan resolusi yang baik pada masalah yang relevan. Dalam CVRP, obyektif yang dicari adalah minimalisasi dari jumlah jarak atau biaya. Maka persamaan yang cocok sebagai fitness function adalah: K N N Fit = Min C k k ij X ij k=1 i=0 j=0 Fungsi tersebut telah dijelaskan dalam bagian sebelumnya. Obyektif pencarian adalah minimalisasi biaya maka partikel dengan fitness yang minimal akan dipertahankan selama proses optimalisasi.

23 Aplikasi DPSO pada CVRP Permasalahan terletak pada bagaimana cara menerapkan DPSO pada CVRP. Dengan menemukan cara untuk pemetaan yang cocok dari solusi masalah ke partikel DPSO, masalah tersebut dapat diatasi. Asumsikan masalah di mana N pelanggan akan dilayani oleh sejumlah K kendaraan, dan kita dapat membuat area pencarian dalam dimensi N K. Setiap partikel berisi K bagian dan setiap bagian mempunyai N titik diskrit. Nilai dari setiap titik diskrit tersebut adalah 0 atau 1. Jika nilainya adalah 1, itu melambangkan kalau pelanggan yang bersangkutan dilayani oleh kendaraan yang berkaitan. Posisi dari setiap partikel mengindikasikan urutan dari pelanggan yang dilayani oleh tiap kendaraan. Sebagai contoh, dalam masalah 8 pelanggan yang akan dilayani oleh 2 kendaraan ditampilkan dalam gambar 2.11 yang menampilkan posisi partikel untuk masalah ini. Penggambaran dari Capacitated Vehicle Routing Problem (Pelanggan, Kendaraan) (1, 2), (2, 1), (3, 1), (4, 2), (5, 1), (6, 2), (7, 2), (8, 1) Pemetaan Kendaraan pertama Kendaraan kedua Dimensi : Posisi : Gambar 2.11 Pemetaan DPSO

24 29 Dalam proses koding, partikel direpresentasikan sebagai sebuah array 2 dimensi seperti tergambar pada gambar Untuk CVRP dengan sejumlah N pelanggan yang akan dilayani oleh sejumlah K kendaraan, dimensi pertama dari array 2 dimensi dari partikel adalah vektor berdimensi N K (s 1, s 2,..., s N K), di mana si (i = 1, 2,..., N K) adalah angka yang berada pada interval [1, N K] yang tidak sama satu dengan yang lainnya. l = s i {(s i - 1)/N} N merepresentasikan pelanggan yang ke-l dan k = {(s i - 1)/N} + 1 merepresentasikan kendaraan ke-k. Dimensi kedua juga vektor berdimensi N K, di mana setiap posisi bernilai 0 atau 1. Jika bit ke-(si) bernilai 1, itu melambangkan kalau pelanggan ke-l (l = s i {(s i - 1)/N} N) akan dilayani oleh kendaraan ke-k (k = {(s i - 1)/N} + 1). Selain itu, pelanggan ke-l tidak akan dilayani oleh kendaraan ke-k. Didasarkan oleh konstrain CVRP, harus dapat dipastikan bahwa setiap pelanggan dilayani tepat sekali oleh tepat satu kendaraan, panjang maksimum dari setiap rute tidak boleh melebihi konstrain dan total permintaan dari rute manapun tidak boleh melebihi kapasitas dari kendaraan. Tetapi, DPSO tidak dapat memastikan syarat-syarat konstrain tersebut terpenuhi, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap solusi setelah operasi DPSO, sebagai berikut : Periksa setiap partikel untuk setiap rute. Jika nilai lebih dari satu posisi dari posisi-posisi yang bersangkutan dalam partikel bernilai 1, pilih secara acak satu posisi dari posisi-posisi tersebut dan jadikan nilainya 1 dan lainnya bernilai 0. Jika nilai dari semua posisi dari posisi-posisi tersebut bernilai 0 maka pilih secara acak satu posisi dan jadikan nilainya 1 dan yang lain tidak berubah. Jika total jarak dari sebuah rute melebihi nilai yang dibatasi atau total permintaan dari setiap rute melebihi kapasitas dari

25 30 kendaraan, solusi tersebut menjadi tidak feasible (tidak mungkin). Untuk solusi-solusi yang tidak feasible, jalankan operasi DPSO sampai solusi menjadi feasible (mungkin) Pair Exchange Dalam CVRP, algoritma DPSO dipakai untuk menempatkan posisi-posisi pada jalur-jalur yang ada. Sedangkan pair exchange dapat dipakai untuk merubah urutan dari pelanggan yang akan dilayani oleh tiap kendaraan. Pair exchange dapat mempengaruhi kinerja dari solusi CVRP. Dalam skripsi ini pair exchange dilakukan dengan menukarkan posisi secara berpasangan. Sebagai contoh pada gambar 2.12 adalah hasil dari pair exchange dari rute pertama dengan menukarkan posisi yang bersebelahan. Rute pertama Dimensi : Posisi : Gambar 2.12 Posisi rute setelah dilakukan Pair Exchange Setelah menukar posisi pelanggan dalam rute yang sama selama beberapa kali, fitness dari solusi baru tersebut dihitung. Jika fitness dari solusi baru tersebut lebih baik maka solusi baru tersebut diterima.

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graf Definisi Graf Suatu graf G terdiri atas himpunan yang tidak kosong dari elemen elemen yang disebut titik atau simpul (vertex), dan suatu daftar pasangan vertex

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi graf, permasalahan optimasi, model matematika dari objek wisata di Yogyakarta, dan algoritma genetika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori graf 2.1.1 Defenisi graf Graf G adalah pasangan {,} dengan adalah himpunan terhingga yang tidak kosong dari objek-objek yang disebut titik (vertex) dan adalah himpunan pasangan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar dan beberapa definisi yang akan digunakan sebagai landasan berpikir dalam melakukan penelitian ini sehingga mempermudah penulis untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI.1. Penelitian Terdahulu Archetti et al. (009) menggunakan sebuah metode eksak yaitu branch-and-price scheme dan dua metode metaheuristics yaitu algoritma Variable Neighborhood

Lebih terperinci

ANT COLONY OPTIMIZATION

ANT COLONY OPTIMIZATION ANT COLONY OPTIMIZATION WIDHAPRASA EKAMATRA WALIPRANA - 13508080 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung e-mail: w3w_stay@yahoo.com ABSTRAK The Ant Colony Optimization

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini menjelaskan tentang hal-hal yang erat kaitannya dengan masalah m- ring star. Salah satu cabang matematika yang cukup penting dan sangat luas penerapannya di banyak bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setelah berkembangnya AI (Artifical Intelligence), banyak sekali ditemukan sejumlah algoritma yang terinspirasi dari alam. Banyak persoalan yang dapat diselesaikan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming 4 II TINJAUAN PUSTAKA Untuk memahami permasalahan yang berhubungan dengan penentuan rute optimal kendaraan dalam mendistribusikan barang serta menentukan solusinya maka diperlukan beberapa konsep teori

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM 3.1 TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Sebelum membahas pencarian solusi Travelling Salesman Problem menggunakan algoritma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan optimasi kombinatorial yang terkenal dan sering dibahas adalah traveling salesman problem. Sejak diperkenalkan oleh William Rowan Hamilton

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Defenisi Graf Graf G didefenisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis dengan notasi G = (V,E), yang dalam hal ini V adalah himpunan tidak kosong dari simpul-simpul

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 201 210. ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) Cindy Cipta Sari, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan BAB III PEMBAHASAN Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan Algoritma Genetika dan Metode Nearest Neighbour pada pendistribusian roti di CV. Jogja Transport. 3.1 Model Matetematika

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Ganda Teknik Informatika dan Matematika Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2006/2007 PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI RUTE PENGIRIMAN SPARE PARTS DENGAN ALGORITMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha mengalami persaingan yang begitu ketat dan peningkatan permintaan pelayanan lebih dari pelanggan. Dalam memenangkan persaingan tersebut

Lebih terperinci

Pemanfaatan Algoritma Hybrid Ant Colony Optimization dalam Menyelesaikan Permasalahan Capacitated Minimum Spanning Tree. Tamam Asrori ( )

Pemanfaatan Algoritma Hybrid Ant Colony Optimization dalam Menyelesaikan Permasalahan Capacitated Minimum Spanning Tree. Tamam Asrori ( ) Pemanfaatan Algoritma Hybrid Ant Colony Optimization dalam Menyelesaikan Permasalahan Capacitated Minimum Spanning Tree Tamam Asrori (5104 100 146) Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Dan Manfaat Rumusan

Lebih terperinci

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP)

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) JTRISTE, Vol.1, No.2, Oktober 2014, pp. 50~57 ISSN: 2355-3677 Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) STMIK Handayani Makassar najirah_stmikh@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian-pengertian dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada Bab II yaitu masalah ditribusi, graf, Travelling Salesman Problem (TSP), Vehicle Routing Problem (VRP),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah perkotaan atau city development memiliki beberapa aspek penting salah satunya adalah logistik perkotaan atau city logistics. Alasan mengapa city

Lebih terperinci

Artikel Ilmiah oleh Siti Hasanah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing.

Artikel Ilmiah oleh Siti Hasanah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing. Artikel Ilmiah oleh Siti Hasanah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing. Malang, 1 Agustus 2013 Pembimbing Dra. Sapti Wahyuningsih,M.Si NIP 1962121 1198812 2 001 Penulis Siti Hasanah NIP 309312426746

Lebih terperinci

PANDUAN APLIKASI TSP-VRP

PANDUAN APLIKASI TSP-VRP PANDUAN APLIKASI TSP-VRP oleh Dra. Sapti Wahyuningsih, M.Si Darmawan Satyananda, S.T, M.T JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2016 0 Pengantar Aplikasi ini dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab II dalam penelitian ini terdiri atas vehicle routing problem, teori lintasan dan sirkuit, metode saving matriks, matriks jarak, matriks penghematan, dan penentuan urutan konsumen.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memindahkan barang dari pihak supplier kepada pihak pelanggan dalam suatu supply

BAB II KAJIAN TEORI. memindahkan barang dari pihak supplier kepada pihak pelanggan dalam suatu supply BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan beberapa teori pendukung untuk pembahasan selanjutnya. 2.1. Distribusi Menurut Chopra dan Meindl (2010:86), distribusi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan barang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

APLIKASI SIMULATED ANNEALING UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

APLIKASI SIMULATED ANNEALING UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 1 (2015), hal 25 32. APLIKASI SIMULATED ANNEALING UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Edi Samana, Bayu Prihandono, Evi Noviani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vehicle Routing Problem (VRP) merupakan salah satu permasalahan yang terdapat pada bidang Riset Operasional. Dalam kehidupan nyata, VRP memainkan peranan penting dalam

Lebih terperinci

APLIKASI TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE ARTIFICIAL BEE COLONY

APLIKASI TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE ARTIFICIAL BEE COLONY APLIKASI TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE ARTIFICIAL BEE COLONY Andri 1, Suyandi 2, WinWin 3 STMIK Mikroskil Jl. Thamrin No. 122, 124, 140 Medan 20212 andri@mikroskil.ac.id 1, suyandiz@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai tempat, sering menjadi masalah dalam dunia industri sehari-hari. Alokasi produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan rute terpendek merupakan suatu jaringan pengarahan rute perjalanan di mana seseorang pengarah jalan ingin menentukan rute terpendek antara dua kota berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Traveling Salesman Problem (TSP) adalah permasalahan dimana seorang salesman harus mengunjungi semua kota yang ada dan kota tersebut hanya boleh dikunjungi tepat satu

Lebih terperinci

Penyelesaian Traveling Salesperson Problem dengan Menggunakan Algoritma Semut

Penyelesaian Traveling Salesperson Problem dengan Menggunakan Algoritma Semut Penyelesaian Traveling Salesperson Problem dengan Menggunakan Algoritma Semut Irfan Afif (13507099) Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO)

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) Anna Maria 1, Elfira Yolanda Sinaga 2, Maria Helena Iwo 3 Laboratorium Ilmu dan Rekayasa Komputasi Departemen

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE OPTIMAL PADA KEGIATAN PENJEMPUTAN PENUMPANG TRAVEL MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM

PENENTUAN RUTE OPTIMAL PADA KEGIATAN PENJEMPUTAN PENUMPANG TRAVEL MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 1-6 1 PENENTUAN RUTE OPTIMAL PADA KEGIATAN PENJEMPUTAN PENUMPANG TRAVEL MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM Laksana Samudra dan Imam Mukhlash Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

Aplikasi Algoritma Dijkstra dalam Pencarian Lintasan Terpendek Graf

Aplikasi Algoritma Dijkstra dalam Pencarian Lintasan Terpendek Graf Aplikasi Algoritma Dijkstra dalam Pencarian Lintasan Terpendek Graf Nur Fajriah Rachmah - 0609 Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Fokus dalam bidang teknologi saat ini tidak hanya berada pada proses pengembangan yang disesuaikan dengan permasalahan yang dapat membantu manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berbeda di, melambangkan rusuk di G dan jika adalah. a. dan berikatan (adjacent) di. b. rusuk hadir (joining) simpul dan di

BAB II KAJIAN TEORI. berbeda di, melambangkan rusuk di G dan jika adalah. a. dan berikatan (adjacent) di. b. rusuk hadir (joining) simpul dan di 1. Teori graf BAB II KAJIAN TEORI 1. Definisi Graf G membentuk suatu graf jika terdapat pasangan himpunan ) )), dimana ) (simpul pada graf G) tidak kosong dan ) (rusuk pada graf G). Jika dan adalah sepasang

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI ) ISSN: `1907-5022 Yogyakarta, 19 Juni STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN

Lebih terperinci

Pemanfaatan Algoritma Semut untuk Penyelesaian Masalah Pewarnaan Graf

Pemanfaatan Algoritma Semut untuk Penyelesaian Masalah Pewarnaan Graf Pemanfaatan Algoritma Semut untuk Penyelesaian Masalah Pewarnaan Graf Anugrah Adeputra - 13505093 Program Studi Informatika, Sekolah Teknik Elektro & Informatika ITB Jl. Ganesha No.10 If15093@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

Pencarian Jalur Terpendek dengan Algoritma Dijkstra

Pencarian Jalur Terpendek dengan Algoritma Dijkstra Volume 2 Nomor 2, Oktober 207 e-issn : 24-20 p-issn : 24-044X Pencarian Jalur Terpendek dengan Algoritma Dijkstra Muhammad Khoiruddin Harahap Politeknik Ganesha Medan Jl.Veteran No. 4 Manunggal choir.harahap@yahoo.com

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf Rahadian Dimas Prayudha - 13509009 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

OPTIMASI RUTE ARMADA KEBERSIHAN KOTA GORONTALO MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION. Zulfikar Hasan, Novianita Achmad, Nurwan

OPTIMASI RUTE ARMADA KEBERSIHAN KOTA GORONTALO MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION. Zulfikar Hasan, Novianita Achmad, Nurwan OPTIMASI RUTE ARMADA KEBERSIHAN KOTA GORONTALO MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION Zulfikar Hasan, Novianita Achmad, Nurwan ABSTRAK Secara umum, penentuan rute terpendek dapat dibagi menjadi dua metode,

Lebih terperinci

Matematika dan Statistika

Matematika dan Statistika ISSN 1411-6669 MAJALAH ILMIAH Matematika dan Statistika DITERBITKAN OLEH: JURUSAN MATEMATIKA FMIPA UNIVERSITAS JEMBER Majalah Ilmiah Matematika dan Statistika APLIKASI ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA CHEAPEST

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sebuah graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sebuah graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Graf Sebuah graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V adalah himpunan tak kosong dari simpul-simpul (vertices) pada G. Sedangkan E adalah himpunan

Lebih terperinci

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG Achmad Hambali Jurusan Teknik Informatika PENS-ITS Kampus PENS-ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60 Telp (+6)3-59780, 596, Fax. (+6)3-596 Email : lo7thdrag@ymail.co.id

Lebih terperinci

Lingkup Metode Optimasi

Lingkup Metode Optimasi Algoritma Genetika Lingkup Metode Optimasi Analitik Linier Non Linier Single Variabel Multi Variabel Dgn Kendala Tanpa Kendala Numerik Fibonacci Evolusi Complex Combinasi Intelijen/ Evolusi Fuzzy Logic

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN METODE SIMPLE HILL CLIMBING

PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN METODE SIMPLE HILL CLIMBING Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 0, No. (2015), hal 17 180. PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN METODE SIMPLE HILL CLIMBING Kristina Karunianti Nana, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN an berkembang algoritma genetika (genetic algorithm) ketika I. Rochenberg dalam bukunya yang berjudul Evolution Strategies

BAB I PENDAHULUAN an berkembang algoritma genetika (genetic algorithm) ketika I. Rochenberg dalam bukunya yang berjudul Evolution Strategies BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teori graf sangat pesat dari tahun ke tahun, pada tahun 1960-an berkembang algoritma genetika (genetic algorithm) ketika I. Rochenberg dalam bukunya yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu graph merupakan suatu pasangan { E(G), V(G) } dimana :

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu graph merupakan suatu pasangan { E(G), V(G) } dimana : BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Graph Suatu graph merupakan suatu pasangan { E(G), V(G) } dimana : V(G) adalah sebuah himpunan terhingga yang tidak kosong ( non empty finite set) yang elemennya disebut

Lebih terperinci

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Wayan Firdaus Mahmudy (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih efektif dan efisien karena akan melewati rute yang minimal jaraknya,

BAB I PENDAHULUAN. lebih efektif dan efisien karena akan melewati rute yang minimal jaraknya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Distribusi merupakan proses penyaluran produk dari produsen sampai ke tangan masyarakat atau konsumen. Kemudahan konsumen dalam mendapatkan produk yang diinginkan menjadi

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN SIMULASI PENCARIAN JALUR TERAMAN PADA PERUTEAN KENDARAN

PERANCANGAN DAN SIMULASI PENCARIAN JALUR TERAMAN PADA PERUTEAN KENDARAN PERANCANGAN DAN SIMULASI PENCARIAN JALUR TERAMAN PADA PERUTEAN KENDARAN SUHARDIMAN USMAN NRP : 1204 100 027 Dosen Pembimbing : Subchan, Ph.D 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penentuan rute kendaraan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan metode pencarian yang disesuaikan dengan proses genetika dari organisme-organisme biologi yang berdasarkan pada teori evolusi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE TABU SEARCH

PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE TABU SEARCH Buletin Ilmiah Mat. Stat. Dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 1 (2015), hal 17 24. PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE TABU SEARCH Fatmawati, Bayu Prihandono, Evi Noviani INTISARI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Traveling Salesperson Problem selanjutnya dalam tulisan ini disingkat menjadi TSP, digambarkan sebagai seorang penjual yang harus melewati sejumlah kota selama perjalanannya,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelum sampai pada pendefenisian masalah lintasan terpendek, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan mengenai konsep-konsep dasar dari model graph dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR Karels, Rheeza Effrains 1), Jusmawati 2), Nurdin 3) karelsrheezaeffrains@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 18 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Optimasi Optimasi adalah salah satu ilmu dalam matematika yang fokus untuk mendapatkan nilai minimum atau maksimum secara sistematis dari suatu fungsi, peluang maupun

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teka-Teki Silang Teka-teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan yang mengharuskan penggunanya untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ORDER CROSSOVER DAN INSERTION MUTATION Samuel Lukas 1, Toni Anwar 1, Willi Yuliani 2 1) Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem logistik yang bertanggungjawab akan perpindahan material antar fasilitas. Distribusi berperan dalam membawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Travelling Salesman Problem (TSP) merupakan salah satu permasalahan yang penting dalam dunia matematika dan informatika. TSP dapat diilustrasikan sebagai perjalanan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah penentuan rute bus karyawan mendapat perhatian dari para peneliti selama lebih kurang 30 tahun belakangan ini. Masalah optimisasi rute bus karyawan secara matematis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 TEORI GRAF 2.1.1 Definisi Definisi 2.1 (Munir, 2009, p356) Secara matematis, graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis dengan notasi G = (V,E), yang dalam hal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Vehicle Routing Problem Vehicle Routing Problem merupakan permasalahan distribusi yang mencari serangkaian rute untuk sejumlah kendaraan dengan kapasitas tertentu

Lebih terperinci

SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION. Taufan Mahardhika 1

SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION. Taufan Mahardhika 1 SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION Taufan Mahardhika 1 1 Prodi S1 Kimia, Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih 1 taufansensei@yahoo.com Abstrak Swarm

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIC ANT COLONY SYSTEM UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM

ALGORITMA GENETIC ANT COLONY SYSTEM UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM ALGORITMA GENETIC ANT COLONY SYSTEM UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM Lutfiani Safitri 1) Sri Mardiyati 2) 1) Matematika, FMIPA Universitas Indonesia Jl. H. Boan lisan 9, Depok 16425 Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MASALAH

BAB IV ANALISIS MASALAH BAB IV ANALISIS MASALAH 4.1 Tampilan Program Persoalan TSP yang dibahas pada tugas akhir ini memiliki kompleksitas atau ruang solusi yang jauh lebih besar dari TSP biasa yakni TSP asimetris dan simetris.

Lebih terperinci

OPTIMISASI PARTICLE SWARM PADA PEMASANGAN JARINGAN PIPA AIR PDAM"

OPTIMISASI PARTICLE SWARM PADA PEMASANGAN JARINGAN PIPA AIR PDAM OPTIMISASI PARTICLE SWARM PADA PEMASANGAN JARINGAN PIPA AIR PDAM" Izak Habel Wayangkau Email : izakwayangkau@gmail.com Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik Universitas Musamus Merauke Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1. Analisis Sistem yang Berjalan Analisa sistem yang berjalan bertujuan untuk mengidentifikasi persoalanpersoalan yang muncul dalam pembuatan sistem, hal ini dilakukan

Lebih terperinci

VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT Agung Hadhiatma 1*, Alexander Purbo 2* 1,2 Program Studi Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyelesaikan masalah maka perlu dirumuskan terlebih dahulu langkahlangkah

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyelesaikan masalah maka perlu dirumuskan terlebih dahulu langkahlangkah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komputer merupakan salah satu alat bantu untuk menyelesaikan masalah. Untuk dapat menyelesaikan masalah maka perlu dirumuskan terlebih dahulu langkahlangkah

Lebih terperinci

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )}

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )} GRAF Graf G(V,E) didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V adalah himpunan berhingga dan tidak kosong dari simpul-simpul (verteks atau node). Dan E adalah himpunan berhingga dari busur (vertices

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini akan membahas tentang teori dan konsep dasar yang mendukung pembangunan dari aplikasi yang dibuat. 2.1 Penjadwalan Penjadwalan adalah pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi,

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing : Ir. Budi Santosa, M.S., Ph.D Oleh : Sas Wahid Hamzah

Dosen Pembimbing : Ir. Budi Santosa, M.S., Ph.D Oleh : Sas Wahid Hamzah Artificial Immune System untuk Penyelesaian Vehicle Routing Problem with Time Windows Dosen Pembimbing : Ir. Budi Santosa, M.S., Ph.D Oleh : Sas Wahid Hamzah 2507100054 Pendahuluan Pendahuluan Fungsi Objektif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Graf merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang dapat digunakan dalam membantu persoalan diberbagai bidang seperti masalah komunikasi, transportasi, distribusi,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Graf Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis dengan notasi G=(V,E), yang dalam hal ini V adalah himpunan tidak-kosong dari simpul-simpul (vertices

Lebih terperinci

Konsep. Graph adalah suatu diagram yang memuat informasi tertentu. Contoh : Struktur organisasi

Konsep. Graph adalah suatu diagram yang memuat informasi tertentu. Contoh : Struktur organisasi GRPH 1 Konsep Graph adalah suatu diagram yang memuat informasi tertentu. Contoh : Struktur organisasi 2 Contoh Graph agan alir pengambilan mata kuliah 3 Contoh Graph Peta 4 5 Dasar-dasar Graph Suatu graph

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum

Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum Gerard Edwin Theodorus - 13507079 Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung, email: if17079@students.if.itb.ac.id Abstract Makalah ini

Lebih terperinci

ALGORITMA HARMONY SEARCH DALAM OPTIMALISASI VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOW (VRPTW)

ALGORITMA HARMONY SEARCH DALAM OPTIMALISASI VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOW (VRPTW) ALGORITMA HARMONY SEARCH DALAM OPTIMALISASI VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOW (VRPTW) Irinne Puspitasari 1, Purwanto 2 Email : irinne.puspitasari@gmail.com JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Algoritma. Untuk. Problem Dengan. Vehicle. Window. Jasa

Algoritma. Untuk. Problem Dengan. Vehicle. Window. Jasa Pengembangan Algoritma Heuristik Ant Colony System Untuk Menyelesaikan Permasalahan Dynamic Vehicle Routing Problem Dengan Time Window (DVRPTW) Pada Penyedia Jasa Inter-City Courier Nurlita Gamayanti (2207

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC)

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC) PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC) Yayun Hardianti 1, Purwanto 2 Universitas Negeri Malang E-mail: yayunimoet@gmail.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

Desain Rute Terpendek untuk Distribusi Koran Dengan Algoritma Ant Colony System

Desain Rute Terpendek untuk Distribusi Koran Dengan Algoritma Ant Colony System Desain Rute Terpendek untuk Distribusi Koran Dengan Algoritma Ant Colony System Jan Alif Kreshna, Satria Perdana Arifin, ST, MTI., Rika Perdana Sari, ST, M.Eng. Politeknik Caltex Riau Jl. Umbansari 1 Rumbai,

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI RUTE DISTRIBUSI BOTOL OXYGEN MENGGUNAKAN ALGORITMA ELITIST ANT SYSTEM (STUDI KASUS: CV SURYA MEDIKA)

PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI RUTE DISTRIBUSI BOTOL OXYGEN MENGGUNAKAN ALGORITMA ELITIST ANT SYSTEM (STUDI KASUS: CV SURYA MEDIKA) PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI RUTE DISTRIBUSI BOTOL OXYGEN MENGGUNAKAN ALGORITMA ELITIST ANT SYSTEM (STUDI KASUS: CV SURYA MEDIKA) H.M. Jarot S. Suroso & Bayu Arie Prabowo Jurusan Teknik Informatika dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, salah satu program dari

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, salah satu program dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kesejahteraan dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat berpendapatan rendah merupakan program nasional dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, selalu dilakukan perjalanan dari satu titik atau lokasi ke lokasi yang lain dengan mempertimbangkan efisiensi waktu dan biaya sehingga

Lebih terperinci

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN Studi Pustaka Pembentukan Data

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN  Studi Pustaka Pembentukan Data Gambar 4 Proses Swap Mutation. 8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Proses evaluasi solusi ini akan mengevaluasi setiap populasi dengan menghitung nilai fitness setiap kromosom sampai terpenuhi kriteria

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. Algoritma 2.. Definisi Algoritma Secara umum algoritma adalah urutan logis langkah-langkah penyelesaian masalah yang disusun secara sistematis [Rinaldi Munir, 25, p.75]. Kata algoritma

Lebih terperinci

METODE PROGRAM DINAMIS PADA PENYELESAIAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM

METODE PROGRAM DINAMIS PADA PENYELESAIAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 329 336. METODE PROGRAM DINAMIS PADA PENYELESAIAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM Hermianus Yunus, Helmi, Shantika Martha INTISARI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Teori Graf Teori graf merupakan pokok bahasan yang sudah tua usianya namun memiliki banyak terapan sampai saat ini. Graf digunakan untuk merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE ANT COLONY OPTIMIZATION UNTUK PEMILIHAN FITUR PADA KATEGORISASI DOKUMEN TEKS

IMPLEMENTASI METODE ANT COLONY OPTIMIZATION UNTUK PEMILIHAN FITUR PADA KATEGORISASI DOKUMEN TEKS IMPLEMENTASI METODE ANT COLONY OPTIMIZATION UNTUK PEMILIHAN FITUR PADA KATEGORISASI DOKUMEN TEKS Yudis Anggara Putra Chastine Fatichah Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi merupakan proses penyaluran produk dari produsen sampai ke tangan masyarakat atau konsumen. Kemudahan konsumen dalam menjangkau produk yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Graf 2.1.1 Definisi Graf Graf G merupakan representasi dari suatu masalah yang digambarkan sebagai sekumpulan noktah (simpul) yang dihubungkan dengan sekumpulan garis (sisi).

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Graph Graf adalah struktur data yang terdiri dari atas kumpulan vertex (V) dan edge (E), biasa ditulis sebagai G=(V,E), di mana vertex adalah node pada graf, dan edge adalah rusuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tempat tujuan berikutnya dari sebuah kendaraan pengangkut baik pengiriman melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. tempat tujuan berikutnya dari sebuah kendaraan pengangkut baik pengiriman melalui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masalah pengiriman barang, sebuah rute diperlukan untuk menentukan tempat tujuan berikutnya dari sebuah kendaraan pengangkut baik pengiriman melalui darat, air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awalnya komputer hanya digunakan untuk alat hitung saja tetapi seiring dengan perkembangan teknologi, komputer diharapkan mampu melakukan semua yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian pada bagian ini akan diuraikan tentang tinjauan pustaka dan landaran teori yang sesuai dengan ACO dan AG. 2.1 Algoritma Ant Colony Optimization Secara umum pencarian

Lebih terperinci

Algoritma Genetika Ganda (AGG) untuk Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP)

Algoritma Genetika Ganda (AGG) untuk Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 T 6 Algoritma Genetika Ganda (AGG) untuk Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) Daryono Budi Utomo, Mohammad Isa Irawan, Muhammad Luthfi

Lebih terperinci