2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Tropis di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Tropis di Indonesia"

Transkripsi

1 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Tropis di Indonesia Buah tropis di Indonesia merupakan komoditas hortikultura yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agroindustri. Pengelolaan usahatani buah tropis sebagai usaha agroindustri dapat meningkatkan pendapatan petani karena nilai ekonomi buah tropis yang tinggi. Buah tropis sebagai komoditas hortikultura pada umumnya ditanam sebagai tanaman sela, tanaman pekarangan, dan kebun. Pada saat ini, pembangunan agroindustri komoditas buah tropis pada berbagai sentra produksi hampir di seluruh propinsi Indonesia telah mempunyai fasilitas melalui berbagai program dan kegiatan dengan dukungan dana dari APBN, APBD (propinsi dan kabupaten/kota) atau dukungan dana dari masyarakat (petani dan swasta). Pelaksanaan pengembangan buah tropis sebagai produk hortikultura juga telah didukung dengan kegiatan dari berbagai institusi di dalam lingkup dan di luar lingkup Kementrian Pertanian. Kegiatan dan pendanaan pembangunan hortikultura telah dilakukan untuk pengembangan budidaya dan penerapan teknologi, pemberdayaan kelembagaan petani, penguatan modal usaha, fasilitas promosi investasi dan produk, serta fasilitasi kerjasama dan kemitraan usaha antar produsen dan pelaku usaha di sentra produksi dan sentra pemasaran. Ketersediaan komoditas hortikultura dapat diukur dari ketersediaan produk per kapita, yaitu angka yang menunjukkan tingkat konsumsi penduduk yang telah memperhitungkan kuantitas produksi, jumlah penduduk, tambahan dari impor dan pengurangan akibat ekspor serta pengurangan untuk keperluan bibit dan pakan ternak. Ketersediaan buah per kapita meningkat 3,47% dari 72,93 kg/th pada tahun 2007 menjadi 75,46 kg/th pada tahun Peningkatan ketersediaan ini sangat berkaitan dengan upaya peningkatan produksi dan kualitas produk yang telah dilakukan selama ini (Direktorat Jenderal Hortikultura 2009). Secara keseluruhan, luas panen buah tropis di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan, yaitu hektar pada tahun 2007 dan hektar pada tahun Secara kuantitas, peningkatan produksi tanaman buah pada tahun 2008 cukup besar, yaitu ton. Dalam perdagangan internasional,

2 10 impor produk tidak dapat dihindari walaupun terjadi peningkatan produksi nasional. Jika neraca ekspor impor bernilai positif (volume dan nilainya), maka pasar luar negeri dan devisa dapat meningkat. Indonesia termasuk kelompok negara net-importir buah (sebagian dalam bentuk produk olahan), tetapi impor buah Indonesia relatif kecil dibandingkan dengan produksi nasional, yaitu hanya 3,5%.pada tahun 2010 (Antara 2011) Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Rata-rata peningkatan PDB nasional hortikultura sebesar 10 % pada tahun Peningkatan ini terjadi karena produksi di berbagai sentra peningkatan dan luas areal panen mengalami peningkatan serta nilai ekonomi produk hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya (Direktorat Jenderal Hortukultura 2009). Pada sektor pertanian, PDB sub-sektor hortikultura menempati urutan kedua terbesar setelah PDB sub-sektor perkebunan. Pada tahun 2008 nilai PDB hortikultura sebesar Rp milyar, sedangkan nilai PDB komoditas perkebunan sebesar Rp milyar, nilai PDB peternakan dan hasil-hasilnya Rp milyar, serta PDB sub-sektor pertanian lainnya Rp milyar. Dilihat dari pendapatan nasional, konstribusi hortikultura pada pembentukan PDB memperlihatkan kecenderungan meningkat, baik pada keseluruhan PDB hortikultura maupun pada PDB kelompok komoditas hortikultura. Pada tahun 2005, PDB hortikultura sebesar Rp 61,79 trilyun naik menjadi Rp 89,057 trilyun pada tahun Dari penyerapan tenaga kerja, sub-sektor hortikultura mampu menyerap tenaga kerja sebanyak orang pada tahun 2005 dan menunjukkan kecenderungan peningkatan selama 5 tahun hingga tenaga kerja yang terserap sebanyak orang pada tahun 2008 (Direktorat Jenderal Hortukultura 2009). 2.2 Manggis Buah manggis (Garcinia mangoestana L) merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia. Permintaan ekspor buah manggis dari Indonesia sampai

3 11 pada saat ini terus meningkat. Pangsa ekspor buah manggis Indonesia di dunia adalah sebesar 0,75% (FAO 2010). Pesaing pasar buah manggis bagi Indonesia pada saat ini adalah Thailand, Malaysia, dan negara Amerika Latin. Volume dan nilai ekspor buah manggis dari Indonesia pada tahun ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Volume dan nilai ekspor buah manggis Indonesia pada tahun Tahun Volume (ton) Nilai (x US$1.000) Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) Di Indonesia, tanaman manggis tersebar hampir ada di semua pulau. Penghasil utama buah manggis untuk ekspor adalah di pusat produksi manggis, yaitu Tasikmalaya, Purwakarta, Bogor, Sukabumi, Lampung, Purworejo, Belitung, Lahat, Tapanuli Selatan, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Trenggalek, Blitar, dan Banyuwangi. Produksi buah manggis di setiap provinsi di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 3. Tujuan ekspor buah manggis adalah Hong Kong, Taiwan, RRC, Singapura, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan negara-negara Eropa. Permintaan dari Amerika Serikat juga mulai tinggi pada akhir-akhir ini. Perubahan volume ekspor buah manggis Indonesia tidak selaras dengan nilai ekspornya. Hal ini disebabkan kualitas buah manggis hasil panen petani manggis tidak stabil sehingga harga yang diberikan oleh pembeli juga tidak stabil. Sebagian besar tanaman manggis merupakan tanaman pekarangan, kebun campuran, dan ditanam pada daerah perbukitan/hutan. Budidaya tanaman manggis pada umumnya masih sangat tradisional, tanpa ada pemeliharaan (pembersihan dan pemangkasan), dan jarang dipupuk (bahkan pemupukan tidak pernah dilakukan). Jadi. petani memanen buahnya tanpa teknologi budi daya optimal dan hanya menunggu pohon manggis berbuah secara alamiah sehingga kualitas buah manggis yang dipanen tidak stabil.

4 12 Tabel 3 Produksi buah manggis di setiap provinsi di Indonesia pada tahun 2010 Provinsi Volume (ton) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Provinsi Bangka Belitung Kepulauan Riau Volume (ton) Provinsi Volume (ton) B a l i DKI Jakarta 1 R i a u 893 Jawa Barat J a m b i 959 Sumatera Selatan 415 Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Bengkulu Jawa Timur Lampung Banten Sumber: Badan Pusat Statistik (2011) Nusa Tenggara Barat Nusa TenggaraTimur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Volume (ton) Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Rantai Pasok Sistem rantai pasok adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk mengefisienkan secara integral antara pemasok, pengolah, gudang, dan konsumen akhir sehingga barang atau jasa diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, dan pada waktu yang tepat dengan tujuan meminimalkan biaya ketika terdapat permintaan terhadap kepuasan konsumen (Levi et al. 2000). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003), rantai pasok adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan produk dan jasanya kepada para konsumennya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran produk dan jasa tersebut. Analisis rantai pasok menekankan pada cara barang berpindah dari produsen kepada konsumen, pertukaran pembayaran kredit dan modal di antara anggota rantai pasok, sinyal harga, perilaku harga, nilai tambah, inseminasi teknologi, serta aliran informasi pada rantai pasok tersebut. Manajemen rantai pasok merupakan pendekatan yang digunakan untuk memadukan pemasok, pengolah, gudang, dan pengecer secara efisien sehingga suatu barang dapat diproduksi dan didistribusikan pada kuantitas yang tepat, lokasi yang tepat, dan waktu yang tepat untuk memuaskan kebutuhan tingkat

5 13 pelayanan dengan biaya minimal (Levi et al. 2000). Bailey et al. (2002) menggunakan definisi manajemen rantai pasok yang dikembangkan oleh The International Centre for Competitive Excellence, yaitu manajemen rantai pasok merupakan integrasi proses bisnis dari pengguna akhir melalui pemasok awal yang memberikan produk, pelayanan, dan informasi yang memberi nilai tambah untuk konsumen. Menurut Vorst (2000) manajemen rantai pasok adalah perencanaan yang terintegrasi, koordinasi, serta pengendalian seluruh proses bisnis logistik dan kegiatan dalam rantai pasok untuk memberikan nilai unggul pada biaya yang minimum pada rantai pasok tersebut dengan tetap memuaskan keinginan pemangku kepentingan lain dalam rantai pasok tersebut. Tang (2006) mendefinisikan manajemen rantai pasok sebagai manajemen aliran bahan, informasi, dan finansial melalui sebuah jaringan kerja organisasi (yaitu pemasok, pengolah, penyedia logistik, pedagang besar/distributor, dan pengecer) yang bertujuan untuk memproduksi dan mengirimkan produk atau jasa untuk pelanggan. Manajemen rantai pasok mencakup koordinasi serta kolaborasi proses dan kegiatan melalui fungsi yang berbeda, seperti pemasaran, penjualan, produksi, perancangan produk, pengadaan, logistik, pembiayaan, dan teknologi informasi dalam jaringan kerja organisasi. Rantai pasok lebih ditekankan pada aliran bahan dan informasi, sedangkan manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok (Vorst 2004). Tujuan manajemen rantai pasok adalah mengurangi risiko pasar, meningkatkan nilai tambah, efisiensi, dan keunggulan kompetitif, serta menyusun strategi pengembangan produk dan memasuki pasar baru (Saptana et al. 2006). 2.4 Rantai Pasok Pertanian Pada prinsipnya, rantai pasok pertanian memiliki dua tipe, yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar dapat berupa buah, sayuran, dan sejenisnya yang tidak membutuhkan proses pengolahan khusus atau proses transformasi kimia. Produk pertanian yang diproses membutuhkan proses transformasi kimia atau perubahan bentuk. Rantai pasok untuk produk pertanian yang diproses akan melibatkan beberapa pemain, di antaranya petani atau

6 14 perkebunan, pengolah atau pabrik, distributor, dan pengecer (retail). Setiap perusahaan diposisikan dalam sebuah lapisan jaringan dan keterlibatan minimal satu rantai pasok. Dalam jaringan rantai pasok pertanian, lebih dari satu rantai pasok dan lebih dari satu proses bisnis yang dapat diidentifikasi. Dalam satu waktu, proses paralel dan berurutan dapat terjadi dalam rantai pasok pertanian (Vorst 2006 a ). Jika rantai pasok pada umumnya didefinisikan sebagai sistem consumerdriven, maka rantai pasok pertanian dapat didefinisikan sebagai sistem producerconsumer-driven. Peramalan permintaan dan pasokan mempunyai tingkat kepentingan yang sama dalam rantai pasok pertanian, tetapi anggota rantai pasok mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mengendalikannya (Bailey et al, 2002). Rantai pasok pertanian juga cukup khas karena karakteristik bahan pertanian yang sangat sensitif terhadap waktu. Oleh karena itu, pengelolaan persediaan, transportasi, dan komponen rantai pasok lainnya perlu dirancang dengan memperhatikan karakteristik tersebut. Pembahasan rantai pasok pertanian belum banyak dilakukan karena kajian rantai pasok pada umumnya dilakukan oleh para peneliti dengan latar belakang ilmu manajemen atau keteknikan yang berbasis logam. Beberapa penelitian yang mengkaji lingkup rantai pasok pertanian antara lain Wouda et al. (2001), Schiefer (2002), Haan et al. (2003), Zee dan Vorst (2005), Aramyan et al. (2006), Vorst (2006 b ), dan Yandra et al. (2007). Untuk rantai pasok produk hortikultura, beberapa penelitian antara lain telah dilakukan oleh Vorst (2000), Top dan Rijgersberg (2003), Buurma dan Saranark (2006), Araki et al. (2006), Rastoin et al. (2006), Dimyati dan Muharam (2006), Hart et al. (2007), serta Marimin (2008). Karakteristik produk-produk pertanian yang sangat khas menyebabkan kompleksitas masalah rantai pasok menjadi meningkat. 2.5 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan aspek utama yang perlu dikelola dalam manajemen rantai pasok. Untuk mengevaluasi kinerja suatu rantai pasok diperlukan beberapa indikator. Dalam beberapa pustaka, indikator kinerja rantai pasok yang telah dibahas adalah sebagai berikut (Sharma & Bhagwat 2007):

7 15 1. Prosedur rencana pemesanan. Indikator ini digunakan untuk mengukur kinerja kegiatan yang terkait dengan pemesanan. Beberapa indikator tersebut adalah metode pemasukan pesanan, lead time pemesanan, dan urutan pemesanan. 2. Kerjasama rantai pasok dan yang terkait dengannya. Indikator ini digunakan untuk menilai tingkat koordinasi di antara anggota rantai pasok. Beberapa kriteria untuk indikator ini adalah tingkat dan derajat pembagian informasi, biaya inisiatif pembeli-pedagang, perluasan kerjasama dalam perbaikan kualitas, serta perluasan pendampingan dalam usaha penyelesaian masalah. 3. Tingkat produksi. Kategori ini terdiri dari produk dan pelayanan, penggunaan kapasitas, serta efektivitas teknik penjadwalan. 4. Ukuran yang terkait dengan pengiriman. Ukuran ini dirancang untuk mengevaluasi kinerja pengiriman dan biaya distribusi. 5. Ukuran pelayanan konsumen dan kepuasan konsumen. Ukuran ini bertujuan untuk mengintegrasikan spesifikasi konsumen dalam perancangan, menetapkan dimensi kualitas, serta sebagai umpan balik untuk proses pengendalian. Ukuran ini terdiri dari fleksibilitas produk/pelayanan, ketepatan waktu, dan pelayanan setelah transaksi. 6. Finansial dan biaya logistik. Indikator ini digunakan untuk menilai kinerja finansial rantai pasok, seperti biaya aset, pengembalian modal, serta biaya persediaan total. Gunasekaran et al. (2001, 2004) mengidentifikasi dan membahas indikator kinerja manajemen rantai pasok yang berbeda. Indikator tersebut diklasifikasikan ke dalam tingkat manajemen strategis, taktis, dan operasional. Indikator tersebut juga dibedakan sebagai alat ukur finansial dan non-finansial sehingga metode pembiayaan berdasarkan analisis kegiatan yang sesuai dapat diterapkan. Indikator evaluasi kinerja manajemen rantai pasok tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.

8 16 Tabel 4 Indikator evaluasi kinerja manajemen rantai pasok Tingkat Manajemen Indikator Kinerja Finansial Non- Finansial Strategis Total waktu siklus rantai pasok Total waktu aliran kas Ketepatan waktu Tingkat penerimaan konsumen terhadap nilai produk Rasio keuntungan bersih terhadap produktivitas Laju pengembalian modal Rentang produk dan pelayanan Variasi pada anggaran Lead time pemesanan Fleksibilitas sistem pelayanan untuk memenuhi keinginan khusus konsumen Tingkat kerjasama pembeli-pemasok Lead time pemasok pada norma industri Tingkat pengiriman pemasok yang bebas cacat Lead time pengiriman Kinerja pengiriman Taktis Ketepatan teknik peramalan Waktu siklus pengembangan produk Metode pemasukan pesanan Efektivitas metode faktur pengiriman Waktu siklus pembelian pesanan Waktu siklus proses yang dirancanakan Efektivitas jadwal induk produksi Pendampingan pemasok dalam penyelesaian masalah secara teknis Kemampuan pemasok untuk menanggapi masalah kualitas Inisiatif penghematan biaya pemasok Pencatatan pemasok dalam prosedur Keandalan pengiriman Kecepatan tanggap dalam pengiriman mendadak Evektivitas jadwalan perencanaan distribusi Operasional Biaya per jam operasi Biaya informasi Penggunaan kapasitas Total biaya persediaan: Tingkat persediaan yang baru masuk Pekerjaan yang sedang berjalan Nilai bahan yang terbuang Produk jadi yang belum terjual Laju penolakan pemasok Kualitas dokumentasi pengiriman Efisiensi waktu siklus pembelanjaan pesanan Frekuensi pengiriman Keandalan penggerak untuk kinerja Kualitas barang yang terkirim Pencapaian kiriman yang bebas cacat Sumber: Gunasekaran et al. (2001)

9 17 Model Supply Chain Operation Reference (SCOR) menetapkan 2 jenis atribut kinerja (Bolstorff & Rosenbaum 2003), yaitu: 1. Kinerja yang terkait dengan pelanggan yang terdiri dari: a. Reliabilitas, yaitu kinerja rantai pasok dalam mengirimkan produk yang benar ke tempat, waktu, kondisi dan pengemasan, kuantitas, dokumentasi, serta pelanggan yang tepat b. Responsiveness, yaitu kecepatan rantai pasok memberikan produk kepada pelanggan c. Agility, yaitu kemampuan rantai pasok dalam menanggapi perubahan pasar untuk memperoleh atau mempertahankan keunggulan bersaing. 2. Kinerja yang terkait dengan internal yang terdiri dari: a. Biaya, yaitu biaya yang terkait dengan pengoperasian rantai pasok b. Pengelolaan aset, yaitu keefektifan organisasi dalam mengelola aset untuk mendukung pemenuhan permintaan. Hal ini mencakup pengelolaan seluruh aset, yaitu modal tetap dan modal kerja. Beberapa penelitian yang terkait dengan pengukuran kinerja rantai pasok telah dilakukan antara lain oleh Bruwer dan Speh (2000), Narahari dan Biswas (2000), Chan dan Chan (2005), Pranoto (2005), Bichescu (2006), Jing-yuan et al. (2006), Jammernegg dan Reiner (2007), serta Wong dan Wong (2007). Untuk pengukuran kinerja pada rantai pasok pertanian, beberapa penelitian antara lain telah dilakukan oleh Pereira (2004), Aramyan et al. (2006), Bunte (2006), Vorst (2006 b ), Aramyan et al. (2007), serta Persson dan Araldi (2007). Menurut Aramyan et al. (2006), beberapa metode telah dikembangkan untuk pengukuran kinerja rantai pasok. Beberapa metode terbaik dalam pengukuran kinerja tersebut adalah Supply-Chain Council s Supply Chain Operations Reference (SCOR), Balance Scorecard (BSC), Multi Criteria Analysis (MCA), Data Envelopment Analysis (DEA), Activity Based Costing (ABC), Economic Value Added (EVA), dan Life Cycle Analysis (LCA).

10 Manajemen Risiko Rantai Pasok Risiko pada rantai pasok dapat dikelola melalui koordinasi dan kolaborasi antar mitra dalam rantai pasok sehingga keuntungan dan keberlanjutan dapat terjamin (Tang 2006). Menurut Tang (2006), untuk mengurangi dampak risiko rantai pasok, maka perlu dilakukan koordinasi dan kolaborasi dengan 4 pendekatan dasar, yaitu: 1. Manajemen pasokan. Pelaku dalam rantai pasok dapat melakukan koordinasi atau kolaborasi dengan mitra hulu untuk menjamin pasokan bahan yang efisien sepanjang rantai pasok. Manajemen pasokan terkait dengan 5 hal, yaitu: a. Perancangan jaringan kerja pasokan. Dalam merancang jaringan kerja rantai pasokan, perlu diperhatikan hal-hal berikut: Konfigurasi jaringan kerja, yaitu pemasok, fasilitas pengolah, pusat distribusi, dan gudang mana yang harus dipilih Penugasan produk, yaitu fasilitas (pemasok, fasilitas pengolah, pusat distribusi, dll) mana yang harus bertanggung jawab untuk proses perakitan, produk setengah jadi, dan produk akhir Penugasan pelanggan, yaitu fasilitas di hulu yang mana yang harus bertanggung jawab untuk menangani permintaan dari hilir Perencanaan produksi, yaitu kapan dan berapa produksi atau proses dilakukan pada setiap fasilitas Perencanaan transportasi, yaitu kapan dan sarana transportasi apa yang harus digunakan. b. Hubungan pemasok. Tang (1999) mengidentifikasi 4 jenis hubungan pemasok, yaitu pedagang umum, pemasok yang disukai, pemasok khusus, dan mitra. Pemasok tersebut berbeda satu dengan yang lain dalam hal jenis kontrak, panjang kontrak, jenis pertukaran informasi, skema penentuan harga, jadwal pengiriman, dll. Hubungan pemasok juga dibedakan dengan mempertimbangkan kondisi pasar yang diukur dari sisi tingkat kepentingan strategis bahan bagi pembeli dan daya tawar pembeli.

11 19 c. Proses pemilihan pemasok (kriteria dan pemilihan pemasok). Boer et al. (2001) membagi proses pemilihan pemasok ke dalam 3 tahap, yaitu: Pembentukan pemilihan kriteria yang dapat dilakukan dengan metode interpretative structural modeling dan sistem pakar Penentuan pemasok yang disetujui yang dapat dilakukan dengan metode analisis clustering, data envelopment analysis, dan artificial intelligence Pemilihan akhir pemasok yang dapat dilakukan dengan metode model pembobotan linier, biaya total kepemilikan, model pemrograman matematis (pemograman linier, goal programming, data envelopment analysis, dll), dan model simulasi. d. Alokasi pesanan ke pemasok. Setelah pemasok dipilih, maka pembeli harus menentukan cara untuk mengalokasikan kuantitas pesanan pada pemasok terpilih. Risiko pada alokasi pesanan ini diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu permintaan yang tidak pasti, kapasitas pemasok yang tidak pasti, lead time pemasok yang tidak pasti, dan biaya pemasok yang tidak pasti e. Kontrak pemasok. Jenis kontrak pemasok yang dikarakteristikkan berdasarkan aliran bahan dan aliran finansial sebagai berikut: Permintaan yang tidak pasti yang terdiri dari kontrak dengan harga borongan, kontrak pembelian kembali, kontrak pembagian pendapatan, dan kontrak berdasarkan kuantitas (fleksibilitas kuantitas dan pemesanan minimum) Harga yang tidak pasti. 2. Manajemen permintaan Pelaku dalam rantai pasok dapat melakukan koordinasi atau kolaborasi dengan mitra hilir untuk mempengaruhi permintaan dengan cara yang menguntungkan. Strategi manajemen permintaan digunakan untuk membentuk permintaan yang tidak pasti sehingga pelaku dalam rantai pasok dapat menggunakan pasokan

12 20 yang tidak fleksibel untuk memenuhi permintaan yang dimodifikasi. Strategi manajemen permintaan dirancang untuk membangkitkan efek sebagai berikut: a. Menarik / memindahkan permintaan ke waktu lain b. Menarik / memindahkan permintaan ke pasar lain c. Menarik / memindahkan permintaan ke produk lain yang dapat dilakukan dengan mekanisme substitusi produk dan membuat paket produk. 3. Manajemen produk Pelaku dalam rantai pasok dapat memodifikasi rancangan produk atau proses agar pasokan lebih mudah memenuhi permintaan. Strategi manajemen produk dapat dilakukan dengan cara: a. Penundaan proses yang diklasifikasikan berdasarkan cara pengoperasian dan peramalan permintaan sebagai berikut: Sistem make to order tanpa perbaruan peramalan Sistem make to stock tanpa perbaruan peramalan Sistem make to order dengan perbaruan peramalan Sistem make to stock dengan perbaruan peramalan. b. Pengurutan proses c. Substitusi produk. 4. Manajemen informasi Pelaku dalam rantai pasok dapat meningkatkan koordinasi atau kolaborasinya jika informasi yang tersedia pada setiap pelaku rantai pasok dapat diakses oleh mitranya. Manajemen informasi dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis produk, yaitu: a. Strategi manajemen informasi untuk pengelolaan produk fashion. Pengurangan simpangan baku permintaan selama lead time pengisian akan menghasilkan pengurangan persediaan untuk seluruh rantai pasok. Pengelolaan produk dengan siklus hidup yang pendek dan lead time pengisian yang pendek dapat membuat pengecer melakukan pemesanan lebih dari satu kali pesanan selama musim penjualan. Pada industri barangbarang fashion, jenis sistem pengisian ini disebut sistem respon cepat.

13 21 b. Strategi manajemen informasi untuk pengelolaan produk fungsional. Dalam pengelolaan produk yang bersiklus hidup panjang, informasi pasar merupakan hal yang kritis untuk membangkitkan peramalan permintaan yang tepat. Karena pedagang besar, distributor, pengolah, dan pengecer semakin jauh dari pasar pelanggan, maka para pelaku pada rantai pasok tersebut biasanya tidak mempunyai informasi pasar pada tangan pertama, seperti data penjualan, preferensi pelanggan, serta tanggapan pelanggan pada berbagai strategi pemberian harga dan promosi. Mitra rantai pasok hulu biasanya membangkitkan peramalan permintaannya berdasarkan pada pesanan yang dilakukan oleh mitra hilir mereka. Perencanaan berdasarkan pesanan yang dilakukan oleh mitra hilir akan membentuk fenomena yang disebut dengan bullwhip effect, yaitu pesanan menunjukkan peningkatan variabilitas seluruh rantai pasok walaupun permintaan pelanggan stabil (Stermann 1989). Strategi untuk mengatasi bullwhip effect, yaitu informasi bersama, persediaan pedagang yang dikelola, serta perencanaan peramalan dan pengisian secara bersama. Beberapa penelitian terkait dengan manajemen risiko rantai pasok telah dilakukan, antara lain oleh Aviv (2004), Cachon dan Lariviere (2005), Cheng dan Wu (2005), Chod dan Rudi (2005), Gaur et al. (2005), Gilbert (2005), serta Sahin dan Robinson (2005). 2.7 Nilai Tambah Rantai Pasok Nilai tambah merupakan perbedaan antara biaya input dan nilai output. Nilai tambah sepanjang rantai pasok dapat berbentuk barang tangible yang ditambahkan dan jasa intangible yang dipasok (Hines 2004). Nilai tambah merupakan semua tambahan nilai yang dibuat pada tahap produksi tertentu oleh faktor faktor produksi, termasuk nilai tangible yang ditambahkan melalui transformasi bahan mentah, tenaga kerja dan barang modal, serta nilai intangible yang ditambahkan melalui modal intelektual (menggunakan aset pengetahuan) dan hubungan pertukaran (yaitu hubungan kerja sama yang dibangun).

14 22 Menurut Hayami et al. (1987), nilai tambah tangible dipengaruhi oleh: 1. Faktor teknis, yaitu kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan, dan tenaga kerja 2. Faktor pasar, yaitu harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja. Nilai tambah tangible diperoleh melalui pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan. Beberapa penelitian yang terkait dengan nilai tambah dalam rantai pasok telah dilakukan, antara lain oleh Gurău (2004), Bates et al. (2006), Gloy dan Stephenson (2006), serta Clements dan Price (2007). 2.8 Pengembangan Rantai Pasok Pengembangan rantai pasok mencakup keputusan yang sangat luas. Beberapa keputusan dalam pengembangan rantai pasok mempunyai karakteristik berefek jangka menengah hingga jangka panjang, mengandung risiko dan ketidakpastian sedang hingga tinggi, serta mempunyai konsekuensi yang relatif besar terhadap organisasi yang terlibat. Semini et al. (2005) mengklasifikasikan keputusan dalam pengembangan rantai pasok sebagai berikut: 1. Keputusan struktur. Keputusan struktur terkait dengan lokalisasi pabrik produksi, gudang, serta pemilihan pemasok dan penyedia jasa transportasi. Keputusan ini berupa: a. Lokalisasi fasilitas. Keputusan ini merupakan keputusan lokalisasi geografis fasilitas dan produksi. Beberapa aspek untuk pertimbangan adalah biaya, waktu, budaya, situasi politik, modal tenaga kerja, dan kapasitas produksi. b. Keputusan membuat atau membeli. Dalam keputusan ini, produksi milik perusahaan sendiri dan kompetensi inti dipertimbangkan dan dievaluasi kemudian dibandingkan dengan pertimbangan jika membeli dari pemasok khusus.

15 23 c. Pemilihan pemasok. Evaluasi kriteria pemasok adalah kualitas, ketepatan pengiriman, harga, fleksibilitas, kompetensi teknis, situasi finansial, jarak geografis dan budaya. d. Distribusi. Pemilihan strategi distribusi mencakup pemilihan alat transportasi dan pola distribusi, seperti pengapalan, cross-docking, dan kapasitas penyimpanan. Penggunaan jasa logistik dari pihak lain juga merupakan keputusan dalam distribusi. 2. Keputusan pengendalian. Pada keputusan pengendalian, struktur rantai pasok tidak diubah, tetapi keputusan difokuskan pada cara mengelola rantai pasok secara efektif dan efisien. Keputusan ini berupa: a. Perencanaan dan pengendalian sistem. Produksi dikendalikan dengan beberapa cara yang berbeda. Material Requirement Planning dan Just In Time merupakan prinsip pengendalian yang banyak digunakan di beberapa perusahaan. Mekanisme pengendalian dalam manajemen persediaan juga merupakan keputusan yang penting, seperti titik pemesanan kembali atau pemesanan secara periodik. b. Teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi merupakan kunci yang membuat pengendalian menjadi efektif dan efisien, misal: pengendalian untuk perencanaan manajemen pemesanan, produksi, persediaan, dan distribusi. c. Sistem integrasi dan kolaborasi antar pelaku. Manajemen rantai pasok dapat dilakukan dengan integrasi tinggi dengan pelaku lain. Integrasi mempunyai tingkat yang berbeda dari koalisi dan aliansi serta integrasi tingkat tinggi hingga integrasi tingkat rendah dalam pasar. d. Pengukuran kinerja. Dalam mengukur kinerja rantai pasok digunakan ukuran kinerja yang memberikan kinerja yang lebih baik bagi seluruh rantai pasok.menurut Viswanadham (1999), pengukuran kinerja rantai pasok secara umum dapat

16 24 diklasifikasikan ke dalam 2 kategori, yaitu pengukuran secara kualitatif (antara lain: kepuasan konsumen dan kualitas produk) dan pengukuran secara kuantitatif (antara lain: leadtime pengiriman pesanan, waktu respon rantai pasok, fleksibilitas, penggunaan sumberdaya, kinerja pengiriman, dll). Pengukuran kinerja rantai pasok secara kuantitatif secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kategori, yaitu non-finansial (lead time, tingkat pelayanan konsumen, tingkat persediaan, dan penggunaan sumber daya) dan finansial. 2.9 Penelitian Pendahulu dan Posisi Penelitian Pengambilan keputusan diperlukan dalam pengembangan suatu rantai pasok. Model pada dasarnya digunakan untuk membantu pengambilan keputusan pada sistem yang kompleks. Model yang baik adalah model yang mampu mewakili sistem pada kondisi nyata dan memberikan konfigurasi yang efektif. Model rantai pasok diklasifikasikan menjadi 2, yaitu model deskriptif dan model normatif. Kesulitan pengembangan model normatif yang akurat untuk pengembangan rantai pasok tergantung pada beberapa faktor dengan faktor dominan adalah sebagai berikut: 1. Tingkat keputusan yang dibuat oleh model. Keputusan pada umumnya dibagi menjadi keputusan strategis, taktis, dan operasional. Tingkat kesulitan pengembangan model semakin tinggi dari keputusan operasional ke keputusan strategis. 2. Lingkup dan skala model. Lingkup model berdasarkan pada jumlah dan interaksi komoditas, jumlah eselon atau tahap pada rantai pasok, serta periode dalam horizon waktu. Skala model berdasarkan pada jumlah pemasok, transformasi, serta fasilitas pelanggan dan jalur transportasi. Lingkup atau jumlah objek logistik yang semakin besar akan menambah tingkat kesulitan pengumpulan data dan penyelesaian yang optimal. 3. Jumlah negara atau asosiasi perdagangan yang terlibat dalam model. Faktor ini dapat dimasukkan juga sebagai faktor lingkup. Kompleksitas semakin meningkat jika lebih dari satu peraturan negara, perpajakan, dan mata

17 25 uang terlibat dalam rantai pasok tersebut. Beberapa penelitian model rantai pasok telah dilakukan pada rantai pasok domestik dan rantai pasok global. Model rantai pasok domestik cenderung lebih comprehensive dengan mencakup biaya, kendala dan objek logistik yang lebih banyak serta lebih konsisten dalam mencakup beberapa faktor, komponen, dan biaya daripada model rantai pasok global. 4. Derajat ketidakpastian yang dimasukkan ke dalam model. Model perencanaan akan mencakup peramalan nilai paramater di masa yang akan datang, seperti permintaan, produksi, biaya, dan nilai tukar. Model deterministik berdasarkan pada nilai tunggal pada setiap parameter (biasanya nilai mean). Model stokastik mencakup beberapa nilai yang masing-masing mempunyai probabilitas atau distribusi probabilitas. Analisis skenario biasanya dilakukan pada model stokastik. Model deterministik dapat juga disebut model stokastik dengan skenario tunggal. Manajemen rantai pasok menjadi lebih sulit karena beberapa sumber ketidakpastian dan hubungan yang kompleks antara pelaku dalam rantai pasok tersebut. Oleh karena itu, keputusan reaksi terhadap ketidakpastian dan variabilitas (fleksibilitas manajemen rantai pasok yang mencakup fasilitas yang fleksibel, outsourcing, dan mekanisme kontrak) juga perlu dipertimbangkan dalam pengembangan rantai pasok (Graves & Willems 2004). Beberapa pendekatan yang digunakan untuk penyelesaian masalah ketidakpastian dan kompleksitas rantai pasok antara lain teori pengendalian yang memodelkan ketidakpastian sebagai kedatangan pengganggu pada model dinamis sistem, Model Predictive Control (MPC), sistem pakar, dan metode berdasarkan analisis statistik yang mengasumsikan bahwa variabel ketidakpastian mengikuti distribusi probabilitas tertentu. Secara ringkas, posisi penilitian ini terhadap beberapa penelitian pengembangan rantai pasok berdasarkan jenis produk dan lingkup (1. Produk pertanian, 2. Domestik, 3. Global), metode yang digunakan (1. DEA, 3. SCOR 4. EVA, 5. Hayami, 6.Sistem Pakar, 7. Deterministik, 8. Analitik, 10. Simulasi), risiko, analisis nilai tambah, serta indikator kinerja ditunjukkan pada Tabel 5.

18 26 Pada umumnya, penelitian rantai pasok produk pertanian mengukur kinerjanya dengan mengukur keuntungan yang diperoleh (Pranoto 2005), biaya yang dikeluarkan pada proses bisnis rantai pasok tersebut (Apaiah & Hendrix 2004; Araki et al. 2006; Yandra et al. 2007), atau return on investment (Bunte 2006). Minimasi biaya dalam suatu rantai pasok produk pertanian dapat dilakukan dengan penentuan lokasi produksi, komposisi produk, dan metode transportasi yang digunakan (Apaiah & Hendrix 2004), jumlah produksi dan kapasitas produksi (Araki et al. 2006), serta tingkat persediaan (Yandra et al. 2007). Keputusan yang diambil untuk meningkatkan kinerja tersebut juga merupakan keputusan untuk mengurangi risiko dengan pendekatan manajemen pasokan (Tang 2006). Hasil beberapa penelitian lain mengenai rantai pasok produk pertanian menunjukkan bahwa anggota rantai pasok cenderung menekan biaya yang dikeluarkannya dengan cara melakukan eksploitasi terhadap anggota rantai pasok yang relatif lebih lemah (Rustiani & Maspiyati 1996; Simatupang 1997). Beradasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut, maka risiko dan nilai tambah pada setiap anggota rantai perlu dipertimbangkan dalam pengembangan rantai pasok untuk meningkatkan kinerjanya sehingga diharapkan tidak ada anggota rantai pasok yang dirugikan dan rantai pasok tersebut dapat berkesinambungan.

19 Tabel 5 Posisi penelitian pengembangan rantai pasok Penelitian Jenis Produk dan Lingkup Metode Risiko Analisis Nilai Tambah Kinerja Apaiah dan Hendrix (2004) Trienekens, et al. (2004) Cachon dan Lariviere (2005) Gaur et al. (2005) Gilbert, K. (2005) Guillén et al. (2005) Li dan He (2005) Pranoto (2005) Sahin dan Robinson (2005) Araki et al. (2006) Bunte (2006) Jing-yuan et al. (2006) Kao-hua dan Chang-chuan (2006) Polatoglu (2006) Rong et al. (2006) Clements dan Price (2007) Persson dan Araldi (2007) Sharma dan Bhagwat (2007) Wong dan Wong (2007) Yandra et al. (2007) Cho et al. (2008) Yaibuathet et al. (2008) Penelitian yang dilakukan Keterangan: Jenis produk dan lingkup:1. Produk pertanian, 2. Domestik, 3. Global Metode yang digunakan : 1. DEA, 3. SCOR 4. EVA, 5. Hayami 6.Sistem Pakar, 7. Deterministik, 8. Stokastik, 9. Analitik, 10. Simulasi

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Konsumsi ikan segar

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Konsumsi ikan segar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendekatan manajemen rantai pasok telah banyak digunakan sebagai salah satu model untuk meningkatkan keunggulan bersaing dalam industri. Manajemen rantai pasok merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun Oleh: Puput Resno Aji Nugroho (09.11.2819) 09-S1TI-04 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) AMIKOM YOGYAKARTA Jalan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hortikultura tergolong sebagai komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi (high value commodity). Kontribusi sub sektor hortikultura pada nilai Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : NANANG PURNOMO 11.21.0616 S1 TI-TRANSFER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin berkembangnya jumlah permintaan produk pangan, semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi perusahaan untuk memproduksi pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Dengan semakin majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai asupan gizi. Oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan potensi ikannya, sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan dan perairan. Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan

I. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya tanaman obat adalah salah satu cara penglolaan tanaman obat untuk mendatangkan keuntungan. Pembangunan ekonomi Indonesia bertumpu pada bidang pertanian dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Perancangan jaringan supply chain merupakan kegiatan strategis yang perlu dilakukan. Tujuanya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang permintaanya berubah secara dinamis

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik karena banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian, maupun karena kontribusinya yang

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan memegang peranan penting di Indonesia. Hal ini didukung oleh faktor letak geografis Indonesia yang mendukung untuk sektor pertanian,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

MRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

MRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Implikasi Secara Umum 1. Pengembangan manajemen logistik Manajemen Rantai Pasokan pada hakikatnya pengembangan lebih lanjut dari manajemen logistik, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Penjelasan rinci dari masing-masing subbab dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun BAB I PENDAHULUAN Penelitian menjelaskan bagaimana sistem informasi manajemen rantai pasok minyak sawit mentah berbasis GIS dirancang. Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan

Lebih terperinci

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business Supply Chain Management Pengertian supply adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran rempah. Sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan guna menambahkan

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) INTRODUCTION T I P F T P U B KONTRAK 50 % UTS 30 % Tugas 20 % Kuis/ present WHAT IS SUPPLY CHAIN? Sebuah rantai pasokan yang terdiri dari semua pihak yang terlibat, secara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Seperti yang terdapat pada Gambar 1.1, dari 110.804.042

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #8

Pembahasan Materi #8 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Implikasi Secara Umum Implikasi Terhadap Manajemen Mutu Implikasi Terhadap Arus Barang Implikasi Terhadap Organisasi Implikasi Biaya & Nilai Tambah Implikasi

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 187-191 ISSN : 2355-6226 BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH Yonvitner Departemen Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja (Performance Measurement)

Pengukuran Kinerja (Performance Measurement) Pengukuran Kinerja (Performance Measurement) McGraw-Hill/Irwin Copyright 2013 by The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved. Tujuan sistem pengukuran Iktisar Pengukuran Kinerja Asesmen operasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tidak dapat lepas dari persoalan transportasi, baik untuk pengadaan bahan baku ataupun dalam mengalokasikan barang jadinya. Salah satu metode yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan 41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu pengamatan yang bersifat spesifik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah nasional menghadapi tantangan dari negara-negara maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang saat ini masih

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan-perusahaan sangat ketat dalam era globalisasi ini yang menghendaki perdagangan bebas. Persaingan yang sengit dalam pasar global sekarang ini,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

Rantai Pasokan Global (Global Supply Chains)

Rantai Pasokan Global (Global Supply Chains) Rantai Pasokan Global (Global Supply Chains) McGraw-Hill/Irwin Copyright 2013 by The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved. Gambaran rantai pasokan global Kondisi Ekonomi global sebagai alasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

Merancang Jaringan Supply Chain

Merancang Jaringan Supply Chain Merancang Jaringan Supply Chain Pendahuluan Perancangan jaringan supply chain juga merupakan satu kegiatan penting yang harus dilakukan pada supply chain management. Implementasi strategi supply chain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi organik telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan di Aceh Tengah karena merupakan salah satu jenis kopi arabika dengan nilai harga jual tertinggi di dunia

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Produksi buah Manggis di Indonesia pada tahun Volume (Ton) B a l i Volume (Ton) Provinsi.

2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1 Produksi buah Manggis di Indonesia pada tahun Volume (Ton) B a l i Volume (Ton) Provinsi. 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manggis Buah Manggis (Garcinia mangoestana L) merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia. Permintaan ekspor buah Manggis dari Indonesia sampai saat ini terus meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I Pengelolaan Rantai Pasokan 1 Rantai Pasok(Supply Chain) Suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai suplai melalui optimalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang mantap sesuai dengan tujuan dan harapan harapan awal dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang mantap sesuai dengan tujuan dan harapan harapan awal dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang bersifat khusus untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu, dan sumber daya yang terbatas (Ilmu

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci