BAB I PENDAHULUAN. Pronomina relatif adalah salah satu jenis konjungsi. Kridalaksana (2011)
|
|
- Verawati Pranata
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pronomina relatif adalah salah satu jenis konjungsi. Kridalaksana (2011) mendefinisikan konjungsi sebagai partikel yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat atau paragraf dengan paragraf. Dari definisi tersebut maka pronominal relatif berfungsi sebagai penghubung dari suatu unit dengan unit lainnya. Dalam hal ini unit yang dimaksud adalah klausa dengan status yang berbeda, dalam artian penggabungan antar klausa dengan menggunakan pronomina relatif tersebut nantinya akan bersifat hierarkhis. Berbeda dengan konjungsi subordinatif lainnya, pronominal relatif wajib didahului oleh anteseden, yaitu kata yang berasal dari kategori nomina, frasa nominal atau pronomina dan ditunjuk kembali oleh pronomina relatif tersebut, sedangkan konjungsi subordinatif lainnya tidak. Baik dalam bahasa Prancis (selanjutnya akan ditulis bp) dan bahasa Indonesia (selanjutnya akan ditulis bi) memiliki sistem pronomina relatif ini. Sebagaimana dijelaskan oleh Grevisse (2007, 1385) bahwa le pronom relatif unit aussi une roposition a un autre element, mais trois caractere le distinguent de la conjoction de subordination `PronRel juga menghubungkan sebuah klausa dengan elemen lainnya, tapi terdapat tiga karateristik yang membedakannya dengan konjungsi subordinatif.' Ketiga karakteristik tersebut akan dibahas lebih lanjut pada Bab 1.6 Landasan Teori. BP sendiri memiliki lima jenis pronomina relatif, 1
2 yaitu qui, que où, dont dan où. Masing-masing jenis memiliki karakteristik dan kegunaanya sendiri. Sedangkan dalam bp, Kridalaksana (2011) menjelaskan bahwa pronomina relatif adalah pronomina yang berfungsi sebagai penghubung dan menunjuk kembali pada kata yang mendahuluinya; antara lain yang dan di mana. Dengan adanya perbedaan jumlah dan tipe tersebut, diasumsikan bahwa terdapat permasalahan dalam memadankan pronomina relatif dari bp sebagai bahasa sumber (selanjutnya ditulis BSu) ke dalam bi sebagai bahasa sasaran (selanjutnya ditulis BSa). Selain itu, tingkat kerumitan pemadanan tersebut dinilai lebih tinggi sebab kedua bahasa memiliki masing-masing kaidah bahasa. Untuk itu, dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pemadanan pronomina relatif dari BSu ke dalam BSa, dengan bahan yang diambil dari novel karya Albert Camus berjudul La Peste dan N. H Dini berjudul Sampar. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah pemadanan pronomina relatif sebagai penghubung antar klausa dalam kalimat majemuk bertingkat dari bp ke bi dan apa pengaruhnya terhadap pemadanan kalimat majemuk bertingkat tersebut? 1..3 Tujuan Penelitian Menjelaskan secara kualitatif bentuk padanan konjungsi majemuk klausa relatif dalam bp pada bi setelah melalui proses terjemahan, serta menjelaskan bagaimana bentuk kalimat majemuk bertingkat. 2
3 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Klausa relatif merupakan klausa terikat yang memerlukan konjungsi sebagai penghubung antara klausa tersebut dengan klausa utama/induknya. Dalam bp konjungsi tersebut dikenal sebagai PronRel yang terbagi menjadi dua, yaitu PronRel tunggal dan PronRel ganda. Kedua jenis tersebut merupakan pokok bahasan dari penelitian ini. Dengan bp sebagai bahasa sumber (BSu) dan bi sebagai bahasa sasaran (BSa), peneliti mengambil data dari novel bahasa Prancis dan terjemahannya berjudul La Peste karya Albert Camus dan Sampar yang alih bahasakan oleh N.H Dini, penulis bermaksud meneliti lebih jauh tentang bagaimana bentuk padanan kedua jenis PronRel dari bp ke dalam bi. Dalam novel La Peste ditemukan data yang mencukupi untuk keperluan analisis bagi kelima jenis PronRel yang terkelompok dalam jenis PronRel tunggal dan PronRel ganda. Dengan banyaknya data dan adanya pengulangan struktur kalimat yang telah sesuai dengan kaidah kalimat bp, maka tidak diperlukan lagi data yang berasal dari sumber lain. Sedangkan data terjemahan yang digunakan, sejauh makna atau pesan dari BSu ke dalam BSa tersampaikan, maka data tersebut dianggap dapat digunakan. Sebab pada padasarnya, masalah terjemahan bukan sekedar mengalihbahasakan kata per kata, namun juga menyangkut makna dan pesan, yang lebih lanjut akan dibahas dalam Bab 1.6 Landasan Teori. Data-data yang digunakan memiliki kemungkinan telah digunakan pada penelitian sebelumnya, mengacu pada skripsi berjudul Kalimat Majemuk Bertingkat Hubungan Sebab Akibat dalam Bahasa Prancis: Struktur dan Masalah Penerjemahannya. Meskipun demikian, dipastikan tidak ada kemiripan dengan 3
4 penelitian ini. 1.5 Tinjauan Pustaka Sebelumnya telah ada penelitian mengenai kalimat majemuk oleh Dwi Nugrahaeni Widayanti (2002) dengan judul Kalimat Majemuk Bertingkat Hubungan Sebab Akibat dalam Bahasa Prancis: Struktur dan Masalah Penerjemahannya. Meskipun data yang digunakan sama, namun terdapat perbedaan antara penelitian yang terdahulu dengan penelitian ini. Dalam tulisannya, Widayanti membahas mengenai konstruksi kalimat majemuk bahasa Prancis yang berhubungan dengan sebab-akibat. Dapat dipastikan kedua tulisan ini tidak sama dilihat dari masing-masing rumusan masalahnya. Selanjutnya terdapat skripsi berjudul Studi Kontrastif Klausa Relatif Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia oleh Dhian Martha Nusantari (2004 ). Berlatar belakang adanya interferensi pada pembelajar bahasa Jepang dalam menerjemahkan atau membuat klausa relatif ke dalam bi, Nusantari menggunakan data berupa buku teks dan hasil terjemahan dari mahasiswa Jepang yang mempelajari bi. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diambil oleh penulis, Nusantari membagi tujuannya menjadi dua hal yaitu mengetahui kaidah klausa relatif dalam bahasa Jepang dan bi; mengetahui persamaan dan perbedaan klausa relatif dalam bahasa Jepang dan bi. Dalam penelitiannya, Nusantari menyimpulkan bahwa antara klausa relatif bahasa Jepang dan bi, dapat terbagi menjadi tiga irisan jika digambarkan dengan diagram gabungan. Terdapat dua wilayah yang jauh berbeda antara bahasa Jepang dan bi, yang menunjukkan perbedaan antara keduanya dari segi jenis, pronomina perangkai (konjungsi) dan 4
5 letak frasa pewatas. Tulisan ini kemudian menginspirasi peneliti mengenai perbedaan antara klausa relatif bp dan bi, jika dalam tulisan sebelumnya, Nusantari lebih menekankan pada konstruksi yang dibuat oleh orang Jepang yang sedang mempelajari bi dan sebaliknya, maka lain halnya dengan tulisan ini. Kali ini peneliti mengambil topik pembahasan tidak hanya berdasarkan konstruksi masing-masing kalimat, melainkan dari padanan konjungsi yang dianalis menggunakan konstruksi kalimat (secara gramatikal). Skripsi berjudul Aspek Perefektif dan Imperfektif Bahasa Prancis dan Penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia oleh Agrika Puspita Sari, yang membahas terjemahan makna aspek perfektif dan imperfektif bp ke dalam bi melalui proses morfologis verba bi. Berdasarkan kesimpulan, ditemukan kalimat terjemahan pada data dengan pemilihan kata kerja yang dapat mengungkapkan kembali makna aspek disamping mengungkapkan makna kata kerja tersebut dalam bi yang tidak mengenal adanya kedua aspek. Proses pengungkapan kembali dua aspek tersebut dalam bi menggunakan kata kerja berimbuhan me(n)-, me(n)- /-kan, dan me(n)-/-i. Walaupun memiliki tema penelitian yang sangat berbeda, tapi beberapa teori terutama mengenai teori terjemahan yang digunakan pada penelitian sebelumnya juga dapat diterapkan pada penelitian kali ini. 1.6 Landasan Teori PronRel Bahasa Indonesia Menurut Chaer (1990: 11) kata dapat terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu kata penuh dan kata tugas. Pembagian secara "kasar" dan banyak diikuti orang adalah bahwa kata-kata dalam bi dapat dibagi dalam dua golongan besar, 5
6 yaitu pertama yang disebut dengan kata penuh dan kedua yang disebut kata tugas. Perbedaan kata penuh dan kata tugas secara morfologis adalah kata penuh mempunyai kemungkinan untuk diperluas dengan imbuhan atau dengan pengulangan, sedangkan kata tugas tidak memiliki kemungkinan demikian. Ciri lain dan kata tugas dijelaskan oleh Alwi, dkk. (2003: 287) antara lain, kata tugas hanya mempunyai arti gramatikal dan tidak memiliki arti leksikal. Arti suatu kata tugas ditentukan bukan oleh kata itu secara lepas, melainkan oleh kaitannya dengan kata lain dalam frasa atau kalimat. Dicontohkan oleh Alwi,dkk. (2003: 287) jika pada nomina seperti buku kita dapat memberikan arti berdasarkan kodrat kata itu sendiri- benda yang terdiri atas kumpulan kertas yang bertulisan-, sedangkan kata tugas seperti dan atau ke baru akan mempunyai arti apabila dirangkai dengan kata lain untuk menjadi, misalnyaalnya, ayah dan ibu dan ke pasar. Masih menurut Alwi, dkk. (2003: 287) ciri lain dari kata tugas adalah bahwa hampir semuanya tidak dapat menjadi dasar untuk membentuk kata lain. Chaer (1990: 12) menyebutkan dua golongan kata tugas di antaranya adalah yang lazim disebut dengan kata depan atau preposisi dan kata penghubung atau konjungsi. Kridalaksana (2011: 112) menyebutkan beberapa jenis kata tugas antara lain preposisi, konjungsi, artikel, dan pronomina. Sedangkan Alwi, dkk (2003: 288) membagi kata tugas menjadi lima kelompok yaitu preposisi, konjungsi, interjeksi, artikula dan partikel penegas. Dengan demikian konjungsi dari klausa relatif ini, atau yang sering disebut dengan PronRel juga tergolong kata tugas. Konjungsi itu sendiri, menurut Kridalaksana (2011: 131) adalah partikel 6
7 yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf. Chaer (1990: 58) kemudian membagi konjungsi berdasarkan fungsinya menjadi dua jenis, salah satunya adalah konjungsi untuk menghubungkan klausa dengan klausa secara subordinatif. Konjungsi yang demikian disebut sebagai konjungsi subordinatif oleh Kridalaksana (2011: 131), yaitu konjungsi yang dipakai untuk mengawali klausa terikat untuk menyambungkannya dengan klausa utama dalam klaimat bersusun, termasuk di dalamnya konjungsi yang mengawali sekaligus menghubungkan klausa relatif dengan klausa utamanya, yaitu pronomina relatif PronRel bi tidak memiliki batasan dan ciri yang jelas, Kridalaksana (2011: 201) hanya menyebutkan bahwa PronRel merupakan pronomina yang berfungsi sebagai penghubung dan menunjuk kembali pada kata yang mendahuluinya; dalam Bahasa Indonesia antara lain yang dan di mana. Perlu diketahui bahwa kata yang dalam bi sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai konjungsi. Alwi, dkk. menyebutkan, selain tenitasuk katagori konjungsi yang juga termasuk dalam golongan kata tugas lainnya, yaitu artikula, dengan penjelasan di bawah ini. Yang sebagai artikula Berdasarkan penjelasan Alwi, dkk. (2003 : 304), artikula adalah kata tugas yang membatasi makna nomina. Dalam bi ada kelompok artikula, antara lain (1) bersifat gelar, (2) mengacu ke makna kelompok dan (3) menominalkan. Sedangkan di sini, kata yang tergolong kelompok ketiga, yaitu artikula berfungsi untuk menominalkan. Masih menurut Alwi, dkk. (2003: 306), kata yang; di sini memiliki fungsi ganda dalam sintaksis. Sebagai artikula, yang membentuk frasa 7
8 nominal dari verba, adjektiva, atau kelas kata lain bersifat takrif atau definit. Yang sebagai konjungsi Sebagai konjungsi berfungsi menghubungkan klausa utama dengan klausa sematan atau klausa relatif misalnya dalam kalimat contoh berikut, Contoh: Saya membaca buku yang mengisahkan perjuangan Pangeran Diponegoro. (Alwi, dkk., 2003: 391) Seperti yang telah disinggung, bahwa kata yang konjungtif ini merupakan kata tugas. Dengan kata lain, kata ini tidak memiliki makna leksikal. Namun demikian, kata yang adalah kata yang tergolong memiliki makna gramatikal. Mengenai makna gramatikal, akan dibahas pada Bab Teori Terjemahan Seperti yang telah dibahas bahwa fungsi dari konjungsi adalah sebagai penghubung antar klausa. Bedanya, untuk kata yang sebagai PronRel ini, selalu memiliki sebuah kata yang mendahuluinya, disebut anteseden. Pengertian anteseden, menurut Kridalaksana, adalah (1) informasi dalam ingatan atau konteks yang ditunjukakn oleh suatu ungkapan misalnya dalam klaimat Bukunya mana? nya menunjuk pada suatu anteseden tertentu; (2) salah satu unsur dalam kalimat atau klausa terdahulu yang ditunjuk oleh ungkapan dalam suatu kalimat atau klausa misalnya Amin kaya, tetapi kantongnya kosong, Amin adalah anteseden dari nya. Anteseden ditujuk oleh anaphora atau katafora. Namun dalam hal ini, anteseden adalah kata yang berasal dari kategori nomina atau frasa nominal yang ditunjuk kembali oleh PronRel. 8
9 1.6.2 Klausa Relatif Bahasa Indonesia Klausa bawahan yang dihubungan dengan PronRel disebut dengan klausa relatif. Lain halnya dengan klausa bawahan hasil dari hubungan subordinatif lainnya yang berfungsi sebagai komplemen, klausa relative berfungsi sebagai pewatas atau pemberi keterangan. Dengan demikian terdapat dua jenis klausa relatif, yaitu pewatas atau yang membatasi dari kelompok lainnya; dan pemberi informasi yaitu yang memberikan informasi tambahan. Untuk jenis kedua biasanya ditandai dengan pemisahan klausa bawahan dan klausa induk dengan koma sebelum konjungsi yang. Perincian kedua klausa ini didukung oleh penjesan dari Sneddon (2010) yang menyebutkan bahwa terdapat berbagai macam jenis klausa relative bi, dua diantaranya seperti yang telah dijelaskan. Jenis lainnya, yang berhubungan dengan penelitian ini adalah: 1) Possesor topic-comment relative clauses meaning whose Klausa relatif topik-komen kepemilikan yang bermakna whose Sebelumnya perlu dijelaskan mengenai klausa topik-komen, yaitu klausa yang digunakan untuk menyoroti frasa nominal tertentu. Frasa tersebut diambil dari klausa dasar dan ditempatkan pada awal kalimat yang kemudian menjadi topik. Sedangkan sisanya menjadi komen dari topik tersebut ditandai dengan suffik nya. (Sneddon, 2010: 286). Dalam pembentukan kalimat majemuk bertingkat, kaidah pembentukan klausa topik komen dapat digunakan. Klausa relatif topik-komen adalah klausa yang subyeknya dimiliki oleh head noun (nomina inti) (Sneddon, 2010: 296). 9
10 Dicontohkan klausa relatif topik-komen berupa Sopir itu namanya Ali, yang dibentuk dari klausa tunggal Nama sopir itu Ali. Yang menjadi topik atau headnoun merupakan nomina sopir yang kemudian disebut sebagai anteseden, sedangkan kata nama yang sebelumnya menjadi subyek dan Ali yang sebelumnya menjadi obyek dari verba kopula menjadi bagian dari komen, yang keseluruhannya disatukan dengan konjungsi yang dan suffiks nya untuk menunjuk kembali headnoun. Contoh lainnya dari klausa relatif topik-komen ini adalah saat subyek dari klausa topik-komen merupakan sesuatu yang dimiliki oleh topik, dapat muncul setelah predikat, seperti dalam klausa lima puluh empat Negara Afrika yang diakui kedaulatannya. Dalam contoh klausa topiknya adalah lima puluh empat Negara Afrika, sedangkan komennya adalah kedalautannya diakui. Dalam klausa dasar maka akan berbentuk kedaulatan lima puluh empat Negara Afrika, kata kedaulatan bermula dari subyek yang diposisikan sebagai komen. 2) Prepositional Relative Clauses Klausa relatif berpreposisi Dalam pembentukan klausa relatif jenis ini, head dari frasa sisipan tidak identic dengan subyek (atau topik) dari klausa relatif. Melainkan, hal tersebut identic dengan nomina dalam frasa preposisional dalam klausa relatif, misalnya dalam klausa tunggal di belakang rumah itu ada pohon mangga maka jika dibentuk menjadi klausa relatif akan seperti rumah yang di belakangnya ada pohon mangga. Dengan kata lain, yang menjadi anteseden dari klausa relatif jenis ini adalah nomina yang tergabung dalam frasa preposisional. 10
11 1.6.3 PronRel Bahasa Prancis Lain halnya dengan PronRel pada bi, jika PronRel bi digolongkan pada konjungsi subordinatif, maka dalam bp PronRel dibedakan dari konjungsi subordinatif. Letak perbedaan tersebut berdasarkan Grevisse adalah, Les pronoms relatifs, qu'on appelle parfois conjonctifs, servent à introduire une proposition, qu'on appelle elle-méme relative; la difference des conjonctions de subordination (qui introduisent aussi une proposition), 1) ils ont une fonction dans cette proposition: celle de sujet, de complement, parfois d'attribut; 2) ils ont un genre, un nombre, une personne, même s 'ils n'en portent pas visiblement les marques; 3) s'ils sont réprésentants, ils ont un antécédent (Grevisse, 2007: 909). PronRel bp yang disebut juga konjungtif (bersifat konjungsi) berfungsi untuk mengawali sebuah klausa, yang disebut dengan relatif; PronRel mmemiliki perbedaan dengan konjungsi subordinatif (yang juga memiliki fungsi mengenalkan klausa) antara lain: PronRel menduduki sebuah fungsi dalam klausa relatif tersebut, sebagai subjek, komplemen, atau terkadang sebagai atribut memiliki penanda gender, jumlah (tunggal atau jamaknya), penanda persona, walaupun terkadang tanda-tanda tersebut muncul secara implisit jika PronRel tersebut merupakan réprésentants (representatif i ), maka PronRel tersebut mempunyai antécédent (anteseden) Dari ketiga poin definisi tersebut, dapat diketahui bahwa PronRel memiliki berbagai macam jenis. Berikut penggolongan jenis-jenis PronRel: 11
12 Berdasarkan anteseden Grevisse (2007:912) mengungkapkan bahwa anteseden dapat beerasal dari kelas kata nomina atau frasa nomina, pronomina, 'disebutkan oleh Kridalaksana (2011: 69) bahwa adjektiva, adverbia clan bahkan klausa utamanya. Dilihat dari keberadaan anteseden, PronRel terbagi menjadi dua jenis: 1) PronRel adalah nominal (tanpa anteseden) Si le pronom est nominal (ou sans antécédent), la proposition relative ellemême a dans la phrase (ou, éventuellement, dans une proposition) la function de sujet ou de complement (Grevisse, 2007: 911) Saat PronRel muncul tanpa anteseden yang mendahuluinya, maka seluruh bagian dari klausa relatif yang mengikuti pronomina tersebut menduduki fungsi subjek atau komplemen, dicontohkan pada Le Bon Usage Contoh: Je choisirai qui je veux aku akan memilihsiapa yang ku mau' 2) PronRel adalah representant (memiliki anteseden) Si le pronom est representant, la proposition est complement de l'antecedent, c'est-a-dire du terme represents (Grevisse, 2007: 911). Jika pronomina berfungsi sebagai representatif, klausa (terikat) merupakan pelengkap dari anteseden, yaitu merepresentasikan. Berbeda saat PronRel merupakan nomina, klausa relatifnya menempati fungsi subyek atau komplemen pada klausa utamanya, PronRel berupa representatif ini merupakan komplemen dari antesedennya berupa nomina atau frasa nominal, Contoh: Il ne faut pas reveiller le chat qui dort. jangan membangunkan kucing yang sedang tidur.' Berdasarkan bentuknya 1) Formes simples, PronRel berbentuk tunggal Yang dimaksud dengan PronRel berbentuk tunggal di sini, yaitu pronomina 12
13 tersebut hanya terbentuk dari satu kelas kata (pronomina itu sendiri). Beberapa PronRel tergolong formes simples antara lain : qui, que, quoi, dont, dan où. Bentuk PronRel tunggal ini selalu sama, artinya PronRel tunggal, terutama qui dan que tidak membawa penanda unsur gramatika lainnya misalnyaalkan penanda jumlah dan genre. Grevisse menuliskan: les autres pronoms relatifs ne portent pas les marques de la personne, du genre et du nombre (Grevisse, 2007: 912). beberapa PronRel lainnya tidak membawa penanda persona, genre dan jumlah. Kemudian Grevisse memberikan keterangan tambahan bahwa meskipun qui dan que tidak menampakkan penandanya dengan tidak berubah sesuai accord, namun penanda tersebut sebenarnya ada secara implisit yang terletak pada verba klausa relatifnya, Contoh: Les personnes qui sont maitresses d'elles-mêmes ont souvent le dernier mot. orang yang menjual diri mereka sendiri sering memiliki pesan terakhir (Grevisse, 2007 :912) Dari kalimat contoh di atas dapat diketahui bahwa antesedennya berjumlah jamak dan femina, hal tersebut dapat dilihat dari verba klausa relatifnya sont maitresses sebagai penunjuk bahwa anteseden dari klausa tersebut orang ketiga femina dan jamak. Kaidah yang sama berlaku pada PronRel que seperti dalam contoh berikut. Contoh: Toute la peine que vous vous êtes donnée a été perdue. `semua kesedihan yang kau berikan telah hilang.' (Grevisse, 2007 : 913) Pada kalimat contoh, penanda femina anteseden dapat dilihat dari bentuk 13
14 verba doner dan ajektiva perdue berubah menyesuaikan bentuk femina. Namun, hal ini tidak dapat diberlakukan pada semua verba untuk menandai gender, persona, atau jumlah sebab untuk pronomina que kaidah tersebut hanya berlaku untuk klausa terikat dengan verba berkala lampau atau verba klausa utama adalah verba kopulatif yang memerlukan kata sifat sebagai komplemen, kita tidak akan bisa melihat penandanya apabila verba klausa terikat atauun klausa utama tidak dalam bentuk-bentuk tertentu seperti yang dijelaskan. Sedangkan untuk qui, apabila klausa relatifnya memiliki verba selain bentuk verba kopulatif, maka penanda juga tidak akan tampak. Meskipun kedua PronRel tunggal ini memiliki ciri yang sama dalam hal penandaan, tapi terdapat perbedaan dalam hal penempatan fungsi sintaksis. Untuk PronRel qui, Grevisse menjelaskan bahwa PronRel ini dapat menduduki fungsi subjek, sebagaimana diungkapkan oleh Grevisse Dans la langue ordinaire, qui a pour antecedent un nom ou un pronom qui peuvent designer aussi bien des personnes que des choses (Grevisse, 2007:912) Dalam bahasa keseharian, qui memiliki anteseden berupa nomina atau pronomina yang juga dapat menunjukkan baik orang maupun benda.' Selain kedua bentuk tersebut, qui dan que, terdapat bentuk PronRel tunggal lainnya, yaitu où dan dont. Untuk pronomina dont, antesedennya dapat berupa nomina atau pronomina. PronRel dont sendiri berfungsi sebagai komplemen dari subjek, verba, atribut dan komplemen obyek langsung berawalan preposisi de. Grevisse (2007 :926) mencontohkan bahwa dont dapat menjadi komplemen obyek langsung dalam contoh kalimat Le livre dont j'ai lu 14
15 quelques passages`buku yang aku baca beberapa halaman'. 2) Formes composées, PronRel berbentuk ganda (lebih dari satu) Yang dimaksud dengan PronRel berbentuk ganda ini, yaitu PronRel tersebut terbentuk lebih dari satu kelas kata (gabungan kelas kata) misalnya PronRel lequel yang terbentuk dari l'article défini (artikel takrif) berupa le dan determinator interogatif berupa quel. Keduanya dapat berubah tergantung pada jumlah (tunggal atau jamaknya) serta gender yang dimi1iki oleh antesedennya, misalnya Contoh: : La maison dans laquelle j'ai passe mon enfance a ete détruite pendant la guerre. rumah tempat aku melalui masa kecilku hancur saat perang' PronRel laquelle pada kalimat contoh mengikuti bentuk la maison dari segi gender dan penentu tunggal atau jamaknya. Lequele berfungsi sebagai kompelemen berpreposisi. Hal ini lah yang membedakan PronRel majemuk ini dengan jenis PronRel lainnya. Pronomina ini hampir selalu didahului oleh preposisi. Grevisse menerangkan bahwa pada umumnya anteseden dari lequel ini berupa un nom inanime atau benda mati. Namun di sisi lain, terdapat pula anteseden yang berupa nomina atau pronomina yang menujukkan persona/orang misalnya dalam kalimat L'homme sous lequel la marine francaise s'était relevée contre l'angleterre (Grevisse, 2007: 925) `Pria yang di bawah kekuasaannya, maritim Prancis dibangun melawan Inggris.' Selain fungsinya sebagai komplemen berpreposisi, lequel juga dapat menduduki subyek, sama halnya seperti PronRel qui. Berdasarkan keterangan Grevisse, hal tersebut dikarenakan lequel juga membawa penanda dari jumlah 15
16 dan terkadang penanda gender. Parce qu'il porte les marques du nombe et souvent du genre, it permet d'éviter des équivoques. D 'autre part, il rattache la relative à son antécédent d'une. façon plus çouple que ne le ferait s 'emploie notamment quand la relative est une indication accessoire, adventice (Grevisse, 2007: 925). Karena PronRel itu (lequel) membawa penanda jumlah dan terkadang gender, pronomina tersebut memperbolehkan untuk menghindari ketidakjelasan. Di lain sisi, pronomina itu mengikat kembali klausa relatif pada anteseden dengan cara yang lebih fleksibel dibandingkan qui; pronomina itu digunakan terutama saat klausa relatif adalah keterangan sampingan, bukan yang pokok (Grevisse, 2007:925). Dan kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa lequel dan variannya dapat menduduki fungsi subjek, terutama saat klausa relatif adalah klausa yang berfungsi sebagai pemberi keterangan tambahan, Grevisse (2007:925) mencontohkannya dalam kalimat Elle était avec son mail, madame Homais et le pharmacien, lequel se tourmentait beaucoup sur le danger des fusée perdues Dia bersama suaminya, nyonya Homais dan apoteker, yang bingung akan bahaya hilangnya suku cadang.' Dalam kalimat tersebut, pronomina lequel jelas mengacu pada persona bergender maskulin, yaitu pada suami nyonya Homais yang sekaligus seorang apoteker. Hal tersebutlah yang dimaksud oleh Grevisse dengan menghindari ketidakjelasan. Apabila posisi lequel digantikan oleh qui maka, akan muncul ketidakjelasan pada anteseden yang ditunjuk, antara nyonya Homais, suaminya atau justru keduanya Teori Sintaksis Selain pengetahuan mengenai PronRel dan kategori sintaksis yang dimiliki masing-masing bahasa, juga diperlukan pengetahuan mengenai dasar-dasar 16
17 sintaksis, terutama mengenai pembagian masing-rnasing kategori tersebut dengan menggunakan phrase structure rule `kaidah penjabaran' A major assumption in linguitics since the 1930s has been that sentences consist of phrases structural groupings of words : sentences have phrase structure. Thus the sentence (S) The child drew an elephant.breaks up into a Noun Phrase (NP) 'the child' and a Verb Phrase (VP) `drew an elephant. The VP in turn breaks up into a Verb (V) 'drew' and a further Noun Phrase 'an elephant' (Cook, V.J, 2007: 28) Asumsi mayoritas dalam linguistik sejak tahun 1930-an bahwa kalimat terdiri dari frasa-frasa kelompok-kelompok kata secara struktural : kalimat mempunyai struktur frasal. Oleh karena itu kalimat (K) Anak itu menggambar sebuah gajah terbagi menjadi sebuah frasa nominal (FN) `anak itu' dan sebuah frasa verbal (FV) `menggambar sebuah gajah'. FV kemudian terbagi lagi menjadi sebuah verba (V) `menggambar' dan sebuah frasa nominal lanjutan `sebuah gajah'. Asumsi dan teori tersebut sesuai dengan realita bahasa yang ada, bahwa kalimat-kalimat yang terbentuk dalam bahasa apa pun hampir seluruhnya dapat digolong sesuai dengan kutipan di atas. Penggolongan ini berlaku pula untuk bi, seperti yang telah disebutkan pada Bab I.1 Landasan Teori. Phrase structure analysis thus breaks the sentence up into smaller and smaller grammatical constituents, finishing with words or morphemes when the process can go no further (Cook, V.J, 2007 : 29). Analisis struktur frasal memecah kalimat secara gramatikal ke konstituenkontituen yang lebih kecil, diakhiri dengan kata-kata atau morfemmorfem saat proses tersebut tidak dapat dilakukan lebih lanjut (Cook, V.J; 200'1:20). Dari kutipan tersebut, diketahui pula bagaimana cara penerapan teori tersebut, yaitu dengan memecah-mecah frasa ke bagian-bagian lebih kecil, sampai pemecahan tersebut tidak dapat dilakukan lagi. Dikaitkan dengan kaidah penjabaran ini, maka digunakan fungsi sintaksis dalam menjabarkan masing-masing data kalimat. Berdasarkan penjelasan Alwi, dkk, (2003: 36), fungsi itu bersifat sintaksis, artinya berkaitan dengan urutan kata 17
18 atau frasa dalam kalimat. Fungsi sintaksi utama dalam bahasa adalah predikat, subyek, obyek, pelengkap dan keterangan. Fungsi sintaksis inilah yang digunakan dalam mencari konjungsi. Selain itu, terdapat beberapa aturan dasar yang perlu diketahui dalam hal menguraikan berdasarkan fungsi dan kategori. S -> NP + VP S = sentence `kalimat NP = noun phrase `frasa nominal' VP = verb phrase `frasa verbal' NP -> D + N + Adj NP = noun phrase `frasa nominal' D = determiner `determina' N = noun `nomina' Adj adjective `ajektiva' VP -> V + NP VP = verb phrase `frasa verbal' V = verb `verba' NP = noun phrase "frasa nominal' Dalam penguraian berdsarkan ketiga rumusan tersebut, digunakan kategori atau kelas kata sebagai acuan. Konsep dasar lainnya yang perlu diketahui adalah ketika terdapat symbol P, phrase atau frasa, maka symbol yang terletak di depannya adalah headnoun atau inti dari frasa tersebut, misalnya NP (noun phrase) maka inti dari frasa tersebut adalah kata yang berasal dari kategorin nomina dan seterusnya. 18
19 1.6.5 Teori Terjemahan Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style. But this relatively simple satements requires careful evaluation of several seemingly contracditoty elements (Nida and Taber, 1974 : 12). Menerjemahkan adalah menyampaikan kembali ke dalam bahasa sasaran, pesan dari bahasa sumber dengan makna yang paling dekat dan alami, pertama dan segi makna dan kedua dari segi gaya. Tetapi pemyataan relatif sederhana ini memerlukan evaluasi hati-hati dari beberapa elemen yang nampaknya kontradiktif (Nida dan Taber, 1974: 12). Dari kutipan tersebut dapat diketahui definisi dari kegiatan terjemahan, yang terletak pada kata kunci reproducing `memproduksi ulang.' Pada dasarnya terdapat berbagai macam jenis terjemahan, Newmark (1981 via Kardimin 2013: 56) membagi jenis-jenis terjemahan tersebut dengan bagan berikut: Bagan 1 Pada bagan 4 ragam terjemahan dilihat dari keberpihakannya terhadap teks atau kepada pembacanya. Di antara beberapa jenis terjemahan tersebut, teradapat dua macam jenis yang saling bersinggungan dan memiliki kemungkinan untuk dibedakan dalam beberapa kasus, yaitu terjemahan semantis dan terjemahan komunikatif. Kardimin (2013: 57) memberikan contoh kasus di mana kedua 19
20 jenis terjemahan tersebut tidak bisa dibedakan, yaitu apabila struktur atau gaya bahasa teks BSu sama dengan gaya bahasa teks BSa, dan isinya bersifat umum seperti dalam kalimat berikut, Contoh: The young man is wearing a heavy light blue jacket (BSu) Sem./Komunikatif : Pemuda itu memakai jaket tebal berwarna biru muda Harfiah : Lelaki muda itu memakai jaket berat bim muda (Kardimin, 2013: 57) Namun apabila struktur atau gaya bahasa teks BSu tidak mempunyai padanan strukturnya pada BSa, maka dapat dilihat perbedaan antara kedua jenis tersebut, antara semantis dan komunikatif, pada terjemahan semantis gaya bahasa dipertahankan sedapat mungkin, sedangkan terjemahan komunikatif gaya bahasa diubah ke dalam struktur yang berterima pada BSu sekaligus luwes, sebab terjemahan komunikatif dituntun untuk menciptakan efek yang dialai oleh pembaca BSa, sehingga dalam terjemahan jenis ini tidak diperbolehkan adanya bagian terjemahan yang sulit dimengerti. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa sebuah ragam terjemahan ditentukan berdasarkan kebutuhan atau tujuan kegiatan terjemahan tersebut. The new focus, however, has shifted from the form of the message to the response of the receptor. Therefore, what one must determine is to response of the receptor to the translated message. This response must then be compared with the way in which the original receptors presumably reacted to the message when it was given in its original setting (Nida and Taber, 1974: 1). Bagaimanapun, fokus barn telah bergeser dan bentuk pesan (fokus lama) ke respon penerima. Oleh karena itu, apa yang harus dipastikan adalah respon dari penerima terhadap pesan yang diterjemahkan. Tanggapan ini kemudian hams dibandingkan dengan bagaimana reaksi penerima asli terhadap pesan ketika itu diberikan dalam keadaan aslinya (Nida dan 20
21 Taber, 1974: 1). Yang diutamakan dalam kegiatan terjemahan adalah respon penerima pesan terhadap hasil terjemahan, melainkan bukan bentuk pesan yang disesuaikan dengan aslinya, oleh karena itu dibutuhkan ekuivalensi atau padanan terjemahan. Sebab padanan terjemahan menuntut tersampaikannya pesan seakurat mungkin pada pembaca dan mendapatkan respon yang seharusnya, dibandingkan mempertahankan bentuk. Ekuivalensi tidak hanya berlaku pada batasan leksikal, namun juga secara gramatikal. Kardimin (2013: 93) menjelaskan bahwa padanan gramatika dapat dicapai melalui strategi struktural. Strategi struktural yang dimaksud antara lain: (a) Penambahan (Addition); (b) Pengurangan (Subtraction); (c) Transposisi (Transposition). Kardimin juga mencotohkan bagaimana penerapan ketiga strategi tersebut melalui penerjamahan kalimat Bahasa Inggris sebagai BSu dan Bahasa Indonesia sebagai BSa dengan mengambil kata sandang tentu dan tak tentu sebagai subyeknya. Nida dan. Taber menuliskan bahwa gramatika juga memiliki makna. When one thinks of meaning, it almost inevitably in terms of words or idioms, for we generally take grammar for granted, since it seems to be merely a set of arbitrary rules about arrangements-rules that must be followed if one wants to be understood, but not rules that in themselves seem to have any meaning (Nida and Taber, 1974: 34). Saat seseorang berpikir mengenai makna, hampir bisa dipastikan tentang kata dan idiom, pada umumnya kita hanya berasumsi mengenai gramatika, karena gramatika hanya tampak seperti aturan-aturan arbitrer mengenai pembentukan (aturan yang seseorang harus taati jika ingin dimengerti), tapi bukan sebagai aturan yang di dalamnya memiliki makna tersendiri (Nida dan Taber, 1974:-34). Definisi dari makna gramatikal itu sendiri dijabarkan oleh Kridalaksana 21
22 (2011: 148) sebagai hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar; ans. hubungan antara kata dengan kata lain dalam frase atau klausa. Makna gramatikal ini erat hubungannya dan dibutuhkan untuk mengidentifikasi PronRel dalam pencarian padanannya ke BSa. Arti suatu kata tugas ditentukan bukan oleh kata itu secara lepas, melainkan oleh kaitannya dengan kata lain dalam frasa atau kalimat. Dengan kata lain, pemadanan PronRel ini hanya dapat dilakukan dengan cara melihat kedudukannya sebagai suatu unsur gramatikal dan hubungannya dengan unsur gramatika lainnya dalam kesatuan sebagai kalimat majemuk bertingkat. Dalam suatu proses penerjemahan, pemadanan PronRel ini akan berada di beberapa tahapan. Pertama tahap analisis, khususnya pada saat decoding, penerjemah diharuskan mengerti kedudukan PronRel ini secara sintaksis dan semantis. Langkah awal tersebut akan membantunya untuk melakukan transfer dan mendapatkan padanan yang memiliki fungsi sintaksis dan semantis yang sama. Namun, dalam beberapa kondisi tertentu dapat dimungkinkan PronRel tersebut tidak ditemukan padanan yang memiliki fungsi sintaksis dan semantis yang sama sebagai PronRel. Contohnya, telah disinggung pada bagian Landasan Teori mengenai jenis-jenis PronRel dalam bi dan bp, dart penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa PronRel bp memiliki jenis PronRel ganda, yang terdiri dari PronRel dan gabungan unsur gramatika preposisi, yaitu lequel dan variannya, sedangkan dalam bi tidak memiliki padanan dengan gabungan kedua unsur tersebut. Dalam analisis, dapat dimungkinkan ditemukannya padanan bentuk PronRel tersebut dari BSu ke BSa walau tidak mempertahankan unsur 22
23 pembentuknya, di lain sisi terdapat pula kemungkinan untuk berubah sama sekali seperti teori terjemahan yang diungkapkan Nida dan Taber. Kardimin (2013:80) menambahkan bahwa terdapat tiga strategi dasar yang berkenaan dengan masalah struktur, yaitu penambahan (addition), pengurangan (subtraction) dan transposisi (transposition). 1.7 Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menjelaskan bagaimana pemadanan konjungsi dan kalimat majemuk berklausa relatif dari BSu ke dalam BSa. Gaya penelitian kualitatif berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya (Somantri, 2005). Sehingga, penelitian kualitatif biasanya sangat memperhatikan proses, peristiwa dan otentisitas. Memang dalam penelitian kualitatif kehadiran nilai peneliti bersifat eksplisit dalam situasi yang terbatas, melibatkan subjek dengan jumlah relatif sedikit. Dengan demikian, hal yang umum dilakukan ia berkutat dengan analisis tematik. Analisisi tematik yang dimaksud bersifat deduktif (theory driven) yaitu analisis berdasarkan teori dan atau penelitian sebelumya. Dalam penelitian kali ini, digunakan novel La Peste karya Albert Camus yang menceritakan serangan hama pes di Aljazair pada tahun 1940an. Adapun metode pengumpulan data dan metode analisis data adalah sebagai berikut: a) Metode pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan kalimat majemuk bertingkat yang mengandung PronRel, dan yang klausa bawahannya berbentuk klausa relative. Data yang telah terkumpul kemudian dikelompokkan masing- 23
24 masing berdasarkan jenis PronRelnya yaitu, qui, que, où, dont dan lequel. b) Metode analisis data Dari data yang telah dikelompokkan, data kemudian dianalisis dengan menjabarkan masing-masing kalimat menggunakan fungsi sintaksis. Data yang telah terklasifikasi, dikelompokkan kembali berdasarkan adanya perubahan atau deviasa yang ditemukan atau tidak setelah dipadankan dengan kalimat terjemahan. Dari pengelompokkan kedua tersebut, kemudian akan diketahui pola perubahan. Untuk memastikan bahwa telah terjadi perubahan, terutama saat kalimat terebut berubah jenisnya digunakan teori X-bar sebagai acuan. Daalm setiap analisis kalimat data, akan disertai terjemahan secara harafiahnya, yang ditandai dengan indeks angka setiap pemisahan kata berdasarkan fungsi sintaksis. Misalkan, terdapat fungsi (S 1 ) memiliki arti bahwa kata tersebut menduduki fungsi S pada klausa utama, sedangkan indeks angka (... 2 ) dan seterusnya menandakan bahwa kata tersebut merupakan klausa bawahan. 1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini ditulis dalam 3 Bab utama. Bab 1 berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan penelitian, tinjauan pustaka dan landasan teori yang digunakan sebgai acuan dan pendekatan dalam penulisan. Bab 2 berisi data dan analisisnya. Dalam bab 2 ini akan terbagi menjadi beberapa sub-bab berdasarkan jenis PronRel dengan tujuan penulisan yang lebih sistematis dan efisien. Serta bab 3 berisi kesimpulan dari analisis. 24
BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang butuh berkomunikasi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang butuh berkomunikasi dengan sesamanya. Alat komunikasi ini merupakan hal yang vital bagi manusia karena digunakan setiap hari. Alat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki peranan penting dalam hal berkomunikasi. Fungsi penting dari bahasa adalah menyampaikan pesan dengan baik secara verbal atau tulisan. Pesan yang disampaikan
Lebih terperinciAlat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015
SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita sendiri bisa menjadikannya sebagai sahabat. Buku cerita memberikan informasi kepada anak tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos yang memiliki arti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos yang memiliki arti penunjukan secara langsung (Purwo, 1984: 2). Dardjowidjojo (1988: 35) bersama beberapa ahli bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara verbal. Tentunya ilmu bahasa atau sering disebut linguistik memiliki cabangcabang ilmu bahasa,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan serta saran berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab sebelumnya. 5.1 Kesimpulan 5.1.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan.
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni kegiatan mengubah bentuk bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dalam The Merriam Webster Dictionary
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, dibalik kemajuan teknologinya yang pesat
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Permasalahan itu antara lain dalam lingkup sintaksis, semantik, dan pergeseran
BAB IV KESIMPULAN Gérondif banyak digunakan baik dalam bp lisan maupun tulis, sedangkan bi tidak memiliki bentuk ini, sehingga menimbulkan permasalahan dalam penerjamahan. Permasalahan itu antara lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi atau berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Bahasa sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang digunakan untuk berkomunikasi atau berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Bahasa sangat beranekaragam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam mempelajari suatu bahasa, khususnya bahasa asing, pembelajar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam mempelajari suatu bahasa, khususnya bahasa asing, pembelajar terlebih dahulu harus memahami kaidah-kaidah tata bahasa, seperti membuat kalimat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perbedaan bahasa sudah tidak lagi menjadi hambatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai belahan dunia. Tuntutan mendapatkan informasi inilah yang memunculkan
Lebih terperinciBAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE
BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal yang wajib diketahui dan dipenuhi yang terdapat pada bahasa Arab dan bahasa Inggris atau bahasa-bahasa
Lebih terperinciBAB V P E N U T UP. adverbia dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab berdasarkan pada tinjauan
BAB V P E N U T UP Penelitian dalam thesis ini mengungkapkan persamaan dan perbedaan antara adverbia dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab berdasarkan pada tinjauan analisis kontrastif. Adapun adverbia
Lebih terperinciBAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang
BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka
digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Ada tiga kajian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Ketiga kajian tersebut adalah makalah berjudul Teori Pengikatan
Lebih terperinciMULTIFUNGSI KATA TOUT DALAM BAHASA PRANCIS
MULTIFUNGSI KATA TOUT DALAM BAHASA PRANCIS Pengadilen Sembiring Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Kosa kata dan sistem tata bahasa Prancis memiliki keunikan dan kesederhaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda. Dalam menghadapi masalah ini, kegiatan penerjemahan memberikan solusi karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa, baik lisan maupun tulisan merupakan alat yang penting dalam mendukung terjalinnya komunikasi antar individu. Dalam kegiatan komunikasi, tujuan dari kegiatan
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian
Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian penerjemahan dan metode penerjemahan yang akan digunakan untuk menganalisis data pada Bab 3. Seperti dikutip
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Frasa Verba Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pada penting tidaknya informasi itu. Bahasa yang digunakan di tiap wilayah tidak sama. Perbedaan bahasa yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sarana komunikasi, bahasa selalu terkait dengan 3 unsur, yaitu pembicara, mitra wicara, dan isi wicara. Isi wicara juga dapat disebut sebagai informasi. Informasi
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut. Secara garis besar kalimat imperatif bahasa Indonesia dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi dengan Negara lain di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengerti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda. Berbagai macam problematika pada proses komunikasi juga turut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat mendukung terjalinnya komunikasi di antara semua orang dari berbagai belahan dunia yang berbeda. Berbagai macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau sebuah konstruksi tata bahasa yang terdiri atas dua kata atau lebih.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur bahasa terdiri atas beberapa tingkatan yaitu kata, frasa, klausa dan kalimat. Frasa merupakan satuan sintaksis yang satu tingkat berada di bawah satuan klausa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri, menyatakan makna yang lengkap dan mengungkapkan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalimat adalah gabungan dari beberapa kata yang dapat berdiri sendiri, menyatakan makna yang lengkap dan mengungkapkan suatu maksud dari pembicara. Secara tertulis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel Higurashi no Ki merupakan salah satu karya penulis terkenal bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya sebagai penulis pada tahun
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN
No.: FPBS/FM-7.1/08 SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KODE : Grammaire IV : PR204 Dra. Iim Siti Karimah, M.Hum Dr. Yuliarti Mutiarsih, M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA PERANCIS FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA
Lebih terperinciNOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA
NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA Suhandano Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Tulisan ini membahas bagaimana nomina ditata dalam sistem tata bahasa Indonesia. Pembahasan dilakukan
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech. Selain nomina, ajektiva, pronomina, verba, preposisi, konjungsi, dan interjeksi, adverbia
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. ini. Pada bagian simpulan akan dipaparkan poin-poin utama yang diperoleh dari keseluruhan
BAB V PENUTUP Pada bagian ini dipaparkan simpulan dan saran sebagai bagian akhir dalam penelitian ini. Pada bagian simpulan akan dipaparkan poin-poin utama yang diperoleh dari keseluruhan analisis data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahkluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahkluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia, karena dalam kehidupannya manusia tidak terpisahkan dari pemakaian bahasa. Dengan bahasa, manusia
Lebih terperinciBAB III KESIMPULAN. karena novel merupakan suatu upaya komunikasi kebahasaan karena teks novel
BAB III KESIMPULAN Skripsi ini membandingkan antara penataan informasi pada bahasa Prancis sebagai BSu dan bahasa Indonesia sebagai BSa yag bersumber dari dua novel berbahasa Prancis dan terjemahannya.
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN SINTAKSIS BAHASA PRANCIS OLEH PEMBELAJAR BERBAHASA INDONESIA: SEBUAH STUDI KASUS
HUMANIORA VOLUME 15 Analisis Kesalahan No. 3 Oktober Sintaksis 2003 Bahasa Prancis Halaman 327-335 ANALISIS KESALAHAN SINTAKSIS BAHASA PRANCIS OLEH PEMBELAJAR BERBAHASA INDONESIA: SEBUAH STUDI KASUS Roswita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kaidah sebuah bahasa. Unsur-unsur atau satuan dari kalimat itu tersusun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kalimat memiliki unsur-unsur atau satuan yang lebih kecil yang tersusun sesuai dengan kaidah sebuah bahasa. Unsur-unsur atau satuan dari kalimat itu tersusun
Lebih terperinci5 Universitas Indonesia
BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu penjelasan tentang teori Lexical Functional Grammar (subbab 2.1) dan penjelasan tentang struktur kalimat dalam bahasa Indonesia (subbab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penerjemah tersebut adalah teks sastra berupa novel dengan judul Madame
BAB I PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG Karya sastra terjemahan merupakan peluang yang menjanjikan di abad ke- ini. Varietas karya sastra terjemahan yang diminati oleh masyarakat Indonesia terdiri atas empat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan suatu informasi yang bermutu atau berinteraksi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia untuk menyampaikan suatu informasi yang bermutu atau berinteraksi dengan sesamanya. Dengan bahasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada kekuatan imaginasi. Fungsi imaginative bahasa biasanya digunakan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi bahasa menurut Halliday (1978:21) adalah fungsi imaginative, yaitu bahasa digunakan untuk melahirkan karya sastra yang berbasis pada kekuatan
Lebih terperinciKONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA
HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga dewasa sekalipun. Manfaat yang dapat diperoleh antara lain sebagai hiburan, penghilang stres, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Analisis yang telah dilakukan pada Bab III menunjukkan bahwa rubrik
BAB IV KESIMPULAN Analisis yang telah dilakukan pada Bab III menunjukkan bahwa rubrik Animaux memiliki progresivitas informasi jenis Progression Linéaire (PL), Topique Constant (TC), dan Enchaînement à
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara semantik atau pragmatik. Kajian makna bahasa seharusnya tidak terlepas dari konteks mengingat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengungkapkan buah pikirannya, perasaannya,
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR FRASA NOMINA DALAM LAGU ANAK PELANGI-PELANGI DAN PENERJEMAHAN BAHASA INGGRISNYA, RAINBOWS
Linguistika Akademia Vol.2, No.2, 2013, pp. 169~182 ISSN: 2089-3884 ANALISIS STRUKTUR FRASA NOMINA DALAM LAGU ANAK PELANGI-PELANGI DAN PENERJEMAHAN BAHASA INGGRISNYA, RAINBOWS Mohammad Khoir e-mail: choir_yan@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSATAKA. frasa pemerlengkap. Konsep-konsep tersebut perlu dibatasi untuk menghindari
6 BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu struktur, kalimat tanya, infleksi, frasa infleksi, komplemen, spesifier,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjangkau ke berbagai kalangan dan usia. Sebagian orang telah menganggap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komik sebagai salah satu media hiburan maupun pendidikan mampu menjangkau ke berbagai kalangan dan usia. Sebagian orang telah menganggap komik sebagai bagian dari hidupnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik melalui lisan maupun tulisan. Salah satu bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Bahasa
Lebih terperinciSKRIPSI OLEH: LINA AFIDATIS SALAFIYAH NIM
ANALISIS CAMPUR KODE BAHASA PRANCIS DALAM BAHASA INDONESIA DALAM KOMUNIKASI MELALUI FACEBOOK : STUDI KASUS MAHASISWA PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA PRANCIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA SKRIPSI OLEH: LINA AFIDATIS
Lebih terperinciKemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi
Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Astri Saraswati, Martono, Syambasril Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNTAN, Pontianak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial menggunakan bahasa. Bahasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting dalam interaksi antar manusia. Manusia melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial menggunakan bahasa. Bahasa juga dipandang sebagai cermin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau lebih, tetapi Murcia dan Freeman (1999:83) dalam bukunya The Grammar
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada umumnya frasa merupakan kelompok kata atau gabungan dua kata atau lebih, tetapi Murcia dan Freeman (1999:83) dalam bukunya The Grammar Book: an ESL/ EFL- Teacher
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup
Lebih terperinciKAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki persamaan dan perbedaan serta keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa di dunia beserta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, pemerian mengenai klausa tidak ada yang sempurna. Satu sama lain pemerian klausa saling melengkapi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan
Lebih terperinciskripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Prodi Pendidikan Bahasa Prancis oleh Neneng Ulwiyati
P KEMAMPUAN MAHASISWA SEMESTER ATAS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG DALAM MENGGUNAKAN LES PRONOMS RELATIFS COMPOSÉS skripsi disajikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan sosial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan sosial manusia. Tidak ada manusia tanpa bahasa dan tidak ada bahasa tanpa manusia. Dua hal yang
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian
III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ialah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Kridalaksana, 1982: 17). Dalam ilmu pengetahuan, bahasa merupakan objek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sistem lambang yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahas masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini, penulis akan menjabarkan teori-teori yang digunakan penulis dalam menerjemahkan Komik Indonesia Nusantaranger karya Tim Nusantaranger. Agar dapat menerjemahkan komik
Lebih terperinciKONSTITUENSI DALAM PROSES PENERJEMAHAN (Sebuah Tinjauan Singkat) CONSTITUENCY IN THE TRANSLATION PROCESS ( A Short Consideration)
KONSTITUENSI DALAM PROSES PENERJEMAHAN (Sebuah Tinjauan Singkat) CONSTITUENCY IN THE TRANSLATION PROCESS ( A Short Consideration) Adiloka Sujono Universitas Widyaguna Malang Adilokas@gmail.com Abstrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berkomunikasi antar manusia dibutuhkan bahasa yang disepakati oleh pengguna bahasa itu sendiri. Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hobi adalah kegemaran; kesenangan istimewa pada waktu senggang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hobi adalah kegemaran; kesenangan istimewa pada waktu senggang, bukan pekerjaan utama. 1 Tujuan hobi adalah untuk memenuhi keinginan dan mendapatkan kesenangan. 2 Terdapat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Pada kajian pustaka dicantumkan beberapa penelitian terdahulu yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pada kajian pustaka dicantumkan beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan warna kulit, ras, agama, bangsa dan negara. Bahasa merupakan perwujudan suatu konsep
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak
9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menunjukkan eksistensi sebuah masyarakat. Untuk membangun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi atau komunikasi dalam suatu masyarakat sangat dibutuhkan untuk menunjukkan eksistensi sebuah masyarakat. Untuk membangun komunikasi dalam suatu masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dalam Alquran Surat Almujadilah ayat 11 dijelaskan bahwa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak zaman dahulu, bahasa adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Bahasa senantiasa hadir dan dihadirkan. Ia berada dalam diri
Lebih terperinciCONCORDANCE DE TEMPS DU PASSÉ PADA KLAUSA HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM NOVEL ALICE AU PAYS DES MERVEILLES SKRIPSI
CONCORDANCE DE TEMPS DU PASSÉ PADA KLAUSA HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM NOVEL ALICE AU PAYS DES MERVEILLES SKRIPSI OLEH: RADIK BABAROSA NIM. 105110301111005 PROGRAM STUDI BAHASA
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk
Lebih terperinciPENGGUNAAN FRASA DAN KLAUSA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA SEKOLAH DASAR
Penggunaan Frasa dan Klausa Bahasa Indonesia (Kunarto) 111 PENGGUNAAN FRASA DAN KLAUSA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA SEKOLAH DASAR Kunarto UPT Dinas Pendidikan Kacamatan Deket Kabupaten Lamongan
Lebih terperinciBASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)
BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. klausa bukanlah kalimat karena klausa harus tergabung dengan klausa lainnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Klausa merupakan satuan sintaksis yang memiliki ciri seperti kalimat, tapi klausa bukanlah kalimat karena klausa harus tergabung dengan klausa lainnya agar dapat membentuk
Lebih terperinciPENANDA L EXPRESSION DE L OPPOSITION BAHASA PRANCIS PADA BUKU AJAR ECHO 2 DAN ECHO 3: MÉTHODE DE FRANÇAIS KE DALAM BAHASA INDONESIA SKRIPSI
PENANDA L EXPRESSION DE L OPPOSITION BAHASA PRANCIS PADA BUKU AJAR ECHO 2 DAN : MÉTHODE DE FRANÇAIS KE DALAM BAHASA INDONESIA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,
654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat
Lebih terperinciKALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat
KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemrosesan Bahasa Alami (Natural Language Processing) Pemrosesan bahasa alami (Natual Language Processing - NLP) merupakan salah satu bidang ilmu Kecerdasan Buatan (Artificial
Lebih terperinciPENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS
Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah liat, clay juga ada yang terbuat dari bermacam-macam bahan tetapi adonannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Clay dalam arti yang sesungguhnya adalah tanah liat, namun selain terbuat dari tanah liat, clay juga ada yang terbuat dari bermacam-macam bahan tetapi adonannya memiliki
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Bentuk Frasa Pada Wacana Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas XII SMA Karangan Dawud DKK Penerbit : Erlangga 2004 oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu
Lebih terperinci