BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam dan Ekowisata Wisata alam merupakan salah satu jenis rekreasi dengan mengadakan kegiatan perjalanan atau sebagian kegiatan tersebut bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam melalui terminologi ekoturisme (Ceballos-Lascurain, 1987 yang diacu oleh Kohdyat, 1997). Kegiatan wisata alam sering kali disediakan di lanskap alami seperti zona pemanfaatan Taman Nasional oleh Pengusaha Pariwisata Alam (PPA) yang diawasi dan diarahkan sesuai dengan PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam yang telah diperbaharui menjadi PP No. 36 Tahun 2010 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Selain itu, dalam penetapan kawasan wisata di lanksap alami juga diarahkan dan ditetapkan melalui Peraturan Dirjen PHKA No. P.3/IV- SET/2011 tentang Pedoman Penyusunan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, sehingga kelestarian kawasan tersebut tetap terjaga. Salah satu bentuk konsep dari wisata alam adalah ekowisata. Ekowisata merupakan pengembangan dan operasi dari aktivitas wisata dalam melindungi lingkungan dengan meningkatkan keterlibatan komunitas lokal secara aktif dalam menghasilkan operasi dan pengelolaan wisata, menciptakan produk wisata berupa pembelajaran, nilai edukasi dan wisata yang meminimalisir dampak negatif dan menghasilkan kontribusi positif dalam perkembangan ekonomi lokal (Sekartjakrarini dan Legoh, 2004). Dalam pengembangan sarana dan prasarana fisik di kawasan konservasi perlu mempertimbangkan (WAPJL,2003): a. Aspek ekologi; dengan memperhatikan konsep ramah lingkungan, tidak memotong jalur satwa, memperhatikan garis sempadan pantai/sungai. b. Aspek fisik; memperhatikan tekstur dan jenis tanah serta topografi. Model pengembangan berdasarkan pelaku pengembangan menurut Sukandi (2000) terdapat empat model pengembangan ekoturisme, yaitu : a. Home Grown

2 4 Model ini merupakan suatu pengembangan pariwisata atas usaha usaha masyarakat setempat dengan memanfaatkan potensi pariwisata lokal. Sebagai contoh, penduduk setempat menyediakan penginapan-penginapan sederhana bagi turis mancanegara atau lokal. b. Imported-Private Sector Led Pelaku pengembangan terutama tenaga terdidik berasal dari luar masyarakat setempat dalam model ini. Saat ini model Imported-Private Sector Led banyak diterapkan untuk mengelola obyek-obyek wisata alam, baik di Indonesia ataupun di negara-negara lain. Perusahaan biasanya menyewa suatu kawasan wisata untuk jangka waktu tertentu. c. Imported-Government Led Pemerintah mengembangkan kegiatan pariwisata untuk membantu meningkatkan pertumbuhan pariwisata. Biasanya jika sudah berjalan lancar, dilakukan swastanisasi dalam pengoperasiannya. d. Home Grown-with Outside Influences Penduduk setempat menyediakan suatu obyek wisata kemudian dibantu oleh pihak luar masyarakat setempat, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), penyandang dana internasional, dan pihak swasta. Motif kegiatan dapat berupa konservasi, pengembangan masyarakat, dan komersial. Peranan pihak luar adalah untuk menstimulasi agar suatu kegiatan kepariwisataan yang dimiliki dan dioperasikan oleh masyarakat setempat dapat berhasil dalam mencapai tujuannya. 2.2 Bumi Perkemahan Bumi perkemahan adalah sebidang lahan yang memenuhi persyaratan mendirikan tenda untuk berteduh atau menyelenggarakan kegiatan berkemah. Melalui bumi perkemahan, kegiatan menikmati alam, serta mengembangkan bakat dan keterampilan dapat dilakukan. Kegiatan-kegiatan tersebut dikembangkan melalui fungsi konservasi, pendidikan, dan pariwisata untuk kawasan lanskap seperti taman nasional. Prinsip-prinsip pembangunan bumi perkemahan menurut PHPA (1986) untuk memenuhi fungsi konservasi adalah sebagai berikut :

3 5 1. Layout bumi perkemahan harus seminimal mungkin mengubah alam lingkungan. 2. Penyebaran areal tidak terlalu luas agar dapat dikendalikan secara efektif. 3. Pembangunan dan pemanfaatannya tidak akan menimbulkan kerusakan atau menurunkan potensi ekosistem lingkungan. 4. Harus mampu memberikan perlindungan dan keamanan yang cukup terhadap areal bumi perkemahan. 5. Mempunyai fasilitas dan akomodasi yang memadai bagi kepuasan pengguna areal bumi perkemahan. 6. Mudah dikelola tanpa memerlukan biaya tinggi oleh pihak pengelola. Jenis bumi perkemahan menurut Sriyanto dkk. (1988), dibedakan sebagai berikut: 1. Bumi perkemahan sederhana dengan ciri pengelolaan ekstensif, luas 0,25 ha, dikembangkan secara terbatas, suasana alami untuk petualangan, modifikasi sumberdaya alam minimal dan memberi kenyamanan bagi pengguna. Fasilitas yang tersedia adalah areal perkemahan, sarana sanitasi, jalan setapak, pos jaga, dan gudang. 2. Bumi perkemahan sedang dengan pengelolaan semi intensif dengan luas 1-2 ha, dikembangkan secara terbatas, modifikasi sumberdaya secukupnya, dan memberi kenyamanan bagi pekemah. Fasilitas yang tersedia adalah areal perkemahan, areal api unggun, areal upacara, dapur umum, jalan setapak, reservoir air, pondok jaga, dan gudang. 3. Bumi perkemahan lengkap dengan ciri pemeliharaan intensif, luas 2-3 ha, modifikasi sumberdaya secukupnya. Fasilitas yang tersedia terdiri dari sarana akomodasi, areal perkemahan, arena api unggun, arena ketangkasan, sarana sanitasi, reservoir air, jalan setapak, jalan mobil, area parkir, pintu gerbang, dapur umum, pusat informasi, pondok jaga, amphitheatre, dan pusat pertolongan pertama pada kecelakaan. Tempat berkemah adalah tempat untuk menginap dengan menggunakan tenda, beserta kendaraan kemah dan segenap aktivitas di luar perkemahan outdoor living. Dalam kondisi seperti ini tanah harus dapat dilewati berulang kali oleh manusia atau secara terbatas oleh kendaraan. Kriteria evaluasi lahan untuk tempat berkemah disajikan dalam Tabel 1.

4 6 Tabel 1 Kriteria Evaluasi Lahan untuk Tempat Berkemah (Hardjowigeno, 1985) Sifat tanah Kesesuaian lahan Baik Sedang Buruk Drainase *) c, ac,b,ab ab, aj. aj, j, sj. Air tanah > 75 cm Air tanah > 50 cm Air tanah < 50 cm Banjir Tanpa musim kemah Tanpa dalam musim kemah Banjir dalam musim kemah Permeabilitas Sangat cepat, Agak lambat, Sangat lambat sedang lambat Kemiringan 0-8% 8-15% > 15% Tekstur tanah **) lp,lph,lpsh, lli,lip, lip,lid, permukaan l, ld lid, pl, p pasir lepas (bukan pasir (mudah terlepas) bang),organik Kerikil dan 0-20% 20-50% > 50% Kerakal Batu 0-0.1% 0.1-3% > 3% *) c = cepat; ac = agak cepat; b = baik; ab = agak baik; aj = agak jelek; j = jelek; sj = sangat jelek. **) lp= lempung berpasir; lph= lempung berpasir halus; lpsh= lempung berpasir sangat halus; l= lempung; ld= lempung berdebu; lli= lempung liat; llip= liat berpasir; llid= liat berdebu; pl= pasir berlempung; p= pasir. Kebutuhan area setiap orang untuk aktivitas berkemah yaitu seluas 84,3 m², termasuk area parkir. Sedangkan hasil studi yang dilakukan oleh Arifin (1990), kebutuhan ruang per orang adalah 22,5 m², yang mencakup areal tenda, bermain, penyangga, dan bangunan MCK. 2.3 Hutan Diklat Hutan Diklat adalah Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk pendidikan dan pelatihan tanpa merubah fungsi hutan tersebut. Suatu Hutan Diklat dapat memenuhi dan menampung berbagai tujuan khusus melalui tipe pemanfaataan lahan didalamnya. Berbagai tipe pemanfaatan lahan untuk hutan mempunyai spesifikasi yang jelas mengenai tujuan pengelolaannya. Berbagai tipe pemanfaatan lahan beserta tujuannya dalam suatu hutan dijelaskan pada Tabel 2 dan beberapa kriteria bagi setiap tipe pemanfaatan lahan hutan disajikan dalam Tabel 3.

5 7 Tabel 2 Tujuan Tipe-Tipe Pemanfaatan Lahan untuk Hutan (Soemarno, 2002) No. Tipe Pemanfaatan Tujuan 1. Hutan lindung tetap pendidikan Konservasi hutan alam pegunungan sebagai sumber plasma nutfah dan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan 2. Hutan konservasi air alamiah Pengamanan kesinambungan suplai air, untuk pertanian dan domestik. 3. Hutan konservasi Konservasi tanah terhadap erosi dalam rangka untuk tanah alamiah mencegah kerusakan mekanik dan sedimentasi pada sistem penampung dan penyaluran air, sangat penting ada lereng yang curam dan mudah longsor. Produksi kayu gergajian dan hasil kayu tambahan di hutan alam pegunungan dengan tingkat produksi rendah 4. Hutan produksi alamiah dengan pengelolaan ekstensif 5. Hutan produksi Produksi kayu gergajian dan kayu lain dengan produktivitas alamiah yang intensif medium, dengan preservasi fisiognomi hutan. 6. Hutan tanaman kayu Produksi kayu gergajian untuk kebutuhan lokal dan ekspor. timber 7. Hutan tanaman kayu Produksi kayu pulp sangat fleksibel dengan biaya murah. pulp 8. Hutan tanaman Produksi kayu bakar dengan biaya murah kayu bakar 9. Hutan bambu Produksi material multiguna &sekaligus untuk konservasi tanah 10. Hutan rakyat Produksi kayu campuran di sekitar wilayah desa 11. Agro-hutani/ Wanatani Sistem hutan tanaman dengan ternak dan budidaya tanaman pertanian menggunakan sistem rotasi yang terkendali 12. Hutan tanaman Vegetasi penutup tanah di daerah yang sangat peka erosi konservasi dalam rangka untuk mengamankan daerah di bawahnya 13. Hutan wisata Menciptakan fasilitas wisata di kawasan hutan. Tabel 3 Kriteria Setiap Tipe Pemanfaatan Lahan Hutan (Soemarno, 2002) No. Tipe Pemanfaatan Lahan 1. Hutan lindung tetap Kriteria Tipe-tipe vegetasi alamiah yang relatif tidak terganggu, luas minimum setiap tipe vegetasi ha, lokasi dan deskripsi tipetipe vegetasi, teknologi tradisional, taraf pengelolaan medium, perlindungan terhadap gangguan, petak observasi permanen, pemantauan perkembangan vegetasi, latihan dan pendidikan. 2. Hutan konservasi Distribusi hutan seimbang per Sub DAS, air alamiah, luas total minimum 7000 ha; data setiap sub-das tentang kekurangan/kelebihan air dan debit air di batas hutan. taraf pengelolaan medium, pengalaman dalam konservasi air dan pemantauan perkembangan hutan, konservasi tajuk dan perakaran, perlindungan terhadap gangguan, pemantauan curah hujan dan debit air di batas hutan. 3. Hutan alam untuk konservasi tanah Komposisi vegetasi, klasifikasi erodibilitas DAS, taraf pengelolaan medium, pemantauan curah hujan, sedimentasi dan perkembangan vegetasi, stimulasi tajuk, topsoil yang strukturnya bagus dan perakaran yang dalam, perlindungan terhadap gangguan, ada perencanaan jalan dan metode pemanenan.

6 8 4. Hutan produksi alamiah yang ekstensif 5. Hutan produksi alamiah yang intensif 6. Hutan tanaman kayu timber 7. Hutan tanaman kayu pulp 8. Hutan tanaman kayu bakar 9. Hutan tanaman bambu Data tentang komposisi dan dimensi vegetasi, estimasi tebang pilih; satuan-satuan hutan > 5 ha pada kemiringan > 100%, data tentang kelas lereng, akses dari desa terdekat, taraf pengelolaan rendah hingga medium, pemantauan perkembangan hutan, perencanaan, perlakuan silvikultur, perlindungan terhadap gangguan, pengetahuan metode panen dan konservasi, pelatihan personil. Data tentang komposisi dan dimensi vegetasi, estimasi tebang pilih; satuan-satuan hutan > 25 ha pada lereng <70%, data tentang kelas kemiringan, sistem jalan yang terencana dengan aksesibilitas potensial yang bagus, taraf pengelolaan tinggi, perencanaan perlakuan silvikultur, perlindungan terhadap gangguan, pengetahuan tentang metode pembangunan jalan dan pemanenan, pelatihan personil. Data komposisi spesies, potensial dan dimensi silvikultur, syarat tumbuh spesies tentang iklim, tanah dan hidrologi; tergantung pada teknologi yang digunakan pada kemiringan hingga 50% atau 70%, sebaiknya pada permukaan lahan yang tidak kasar dan aksesibilitasnya baik, taraf pengelolaan medium atau tinggi, perencanaan yang intensif terhadap perlakuan silvikultur dan operasi panen, supervisi yang bagus dan intensif, fasilitas transpor yang baik, pelatihan personil. Data komposisi dan dimensi spesies; pada slope > 50% tidak peka terhadap erosi, potensi produktivitasnya baik, aksesibilitasnya baik dan permukaan tanah tidak kasar; unit-unit minimum > 5 ha, skala usaha > 500 ha, taraf pengelolaan medium hingga tinggi, perencanaan yang baik dan intensif terhadap perlakuan silvikultur dan operasi pemanenan, fasilitas transportasi yang baik, pelatihan personil. Data tentang komposisi spesies dan potensial hasil; pada slope< 50% pada wilayah di dekat desa, tingkat pengelolaan rendah atau medium, pada areal yang dapat tererosi operasi pemanenan lebih ekstensif. Data komposisi spesies dan potensial hasil; sebaiknya padatanahtanah yang subur, taraf pengelolaan rendah hingga medium, penelitian tentang sistem pengelolaan dan potensial hasil. 10. Hutan rakyat Data tentang komposisi spesies, potensi dan dimensi silvikultur; pada slope hingga 50%; Di sekitar wilayah desa, taraf pengelolaan medium, perencanaan dan implementasinya di bawah supervisi lembaga kehutanan. 11. Agro-hutani Data tentang kompoisi spesies, potensial, dimensi dan hasil tanaman hutan dan tanaman pertanian, pengetahuan tentang kompetisi antara spesies pohon dan tanaman pertanian; pada tanah-tanah yang tingkat kesuburannya moderat dan peka erosi; pada slope < 30%; aksesibilitas internal dan eksternalnya baik, taraf pengelolaan medium atau tinggi, perencanaan yang baik dan intensif terhadap penggunaan lahan ini, termasuk sistem penelitian dan pengelolaannya. 12. Hutan tanaman konserva si tanah Data komposisi spesies, potensi dan dimensi silvikultur,data penutupan tajuk dan penutupan permukaan tanah; pada areal yang sangat peka erosi, dengan slope > 70%, taraf pengelolaan medium, pengetahuan tentang perlakuan silvikultur dan konservasi tanah.

7 9 13. Hutan wisata Komposisi vegetasi yang sesuai, berselang- seling dengan tempat terbuka; kondisi iklim yang nyaman, lokasi camping atau slope <15%, aksesibilitas eksternal dan internal yang bagus, fasilitas rekreasi yang memadai, taraf pengelolaan medium hingga tinggi, pengetahuan tentang pemanfaatan kawasan hutan untuk wisata. 2.4 Perancangan Lanskap Menurut Simonds (1983), perancangan secara umum adalah proses kreatif yang mengintegrasikan aspek teknologi, sosial, ekonomi, dan biologi, serta efek psikologis dan fisik yang ditimbulkan dari bentuk, bahan, warna, dan ruang, tekstur, dan kualitas lainnya. Terdapat enam prinsip desain menurut Ingles (2004) yang dapat diterapkan dalam perancangan suatu lanskap, yaitu : 1. Balance ( keseimbangan ) Merupakan sesuatu yang baik dilihat dan apabila tidak seimbang maka secara fisik akan terlihat tidak nyaman. 2. Focal point (pusat perhatian) Focal point dalam lanskap dalam diciptakan dengan menggunakan elemen lunak, elemen keras, warna, pergerakan tekstur, dan atau kombinasi dari beberapa fitur. Elemen atau komposisi yang dihasilkan tersebut memiliki karakter yang kuat, sehingga dapat menarik dan mengambil perhatian pengunjung. 3. Simplicity (kesederhanaan) Tujuan dari prinsip desain ini adalah memberikan kenyamanan bagi pengunjung dengan meminimalisasi penggunaan elemen yang terlalu banyak. 4. Rhythm and line (ritme dan garis) Ritme sebagai prinsip desain merupakan hasil yang diberikan dari pergerakan suatu objek dengan suatu interval dan standar jarak diantara pengulangan objek tersebut. Garis tercipta ketika material yang berbeda bertemu. Kesatuan dari dua batas suatu material juga akan membentuk garis.

8 10 5. Proportion (proporsi) Proporsi terpusat pada hubungan ukuran antara semua elemen lanskap termasuk hubungan vertikal dan horizontal. 6. Unity (kesatuan) Kesatuan diukur ketika kelima prinsip desain lainnya telah dimasukkan dalam lanskap. Kesatuan juga memiliki kontribusi dalam mengkreasikan desain secara keseluruhan. 2.5 Proses Perancangan Lanskap Menghasilkan suatu rencana dan rancangan areal rekreasi yang baik, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, dipelajari dan dianalisis. Nurisjah dan Pramukanto (1995) menyebutkan yaitu potensi dan kendala tersedia, potensi pengunjung, kebijakan dan peraturan yang terkait dengan sumberdaya dan penggunannya, alternatif dan dampak dari perencanaan dan pelaksanaan ulang yang dilakukan dan pemantauan hasil perencanaan dan perancangan. Nurisjah dan Pramukanto (1995) menambahkan, terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan di antaranya sebagai berikut: 1. Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar. 2. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang akan direncanakan. 3. Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik. 4. Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan yang dapat menampilkan kesan masa lalunya. Perancangan lanskap kawasan wisata, terutama wisata alam adalah merencanakan suatu bentuk penyesuaian program rekreasi dengan suatu lanskap untuk menjaga kelestariannya. Program wisata alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan dan kenyamanannya, dimana proses perencanaan dan perancangan dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan wisata (Knudson, 1980).

9 11 Menurut Booth (1983), proses perancangan sampai pada konstruksi harus memberikan pemikiran yang logis dan kerja tim yang baik dalam menciptakan sebuah desain, memberikan informasi yang jelas tentang desain, memberikan solusi alternatif yang terbaik, serta menjelaskan solusi tersebut kepada klien. Perancangan lanskap untuk pengembangan wisata alam akan menghasilkan sebuah desain yang menarik yang berbasis ramah lingkungan, sehingga fungsi dari kawasan tersebut dapat berjalan dengan baik dengan mengikuti tahapan proses desain yang ada. Proses desain tersebut, yaitu: 1. Penerimaan proyek (Project acceptance) 2. Riset dan analisis (Research and analysis) a. Persiapan peta dasar b. Inventarisasi dan analisis c. Wawancara dengan klien d. Pengembagan program 3. Desain/perancangan (Design) a. Diagram fungsi b. Diagram hubungan tapak c. Concept plan d. Studi bentuk perancangan e. Preliminary design f. Schematic plan g. Master plan h. Design development 4. Gambar-gambar konstruksi (Construction Drawings) a. Layout plan b. Grading plan c. Planting plan d. Construction details 5. Pelaksanaan (Implementation) 6. Evaluasi setelah konstruksi (Post-Contruction Evaluation Maintenance) 7. Pengelolaan (Maintenance)

10 12 Simonds (1983) juga mengatakan dasar proses perencanaan dan perancangan meliputi enam tahap, yaitu : 1. Tahap commission, tahap ini merupakan langkah awal untuk mendapatkan sebuah proyek melalui sebuah persetujuan kontrak dengan klien dalam bentuk tertulis sebagai dasar pegangan pelaksanaan tugas. 2. Tahap research, adalah kegiatan pengumpulan berbagai informasi melalui survai, pengumpulan data, atau wawancara. 3. Tahap analysis, pada tahap ini dilakukan analisis terhadap tapak dengan identifikasi potensi dan kendala pada tapak. 4. Tahap synthesis, pada tahap ini dilakukan pemecahan setiap masalah dan pemanfaatan potensi. 5. Tahap construction, persiapan dokumen secara detail meliputi perancangan gambar detail, spesifikasi dan perkiraan biaya. 6. Tahap operation, adalah tahap proses dan pelaksanaan kegiatan pengembangan dan pembangunan kegiatan wisata alam sesuai dengan rencana desain, serta pemeliharaan yang telah dibuat terhadap proyek yang telah dikerjakan. Proses pengerjaan suatu taman lanskap hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah pengawasan dan evaluasi yang kontinyu dan fleksibel, serta peka terhadap penyempurnaan waktu dan dana yang disediakan. 2.6 Kegiatan Magang Kegiatan magang merupakan pelaksanaan dari salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk memfasilitasi pegawai, mahasiswa, siswa, dan masyarakat umum dalam mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan ke dalam dunia kerja. Fakta seringkali menunjukkan bahwa fresh graduate belum mampu bekerja secara optimal karena belum memiliki pengalaman kerja. Pembekalan diri dengan pengalaman kerja dapat diperoleh melalui kegiatan magang mahasiswa. Kegiatan magang merupakan sarana latihan kerja bagi mahasiswa dalam meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan keterampilan di bidang keilmuan tertentu. Kegiatan magang sifatnya hanya mengikuti secara teknis kegiatan dan rutinitas yang dilaksanakan oleh institusi yang menjadi tempat magang.

11 13 Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam ilmu pengetahuan serta upaya dalam membentuk sikap profesionalisme dalam bekerja. Kegiatan magang berarti melaksanakan apa yang menjadi fungsi, tugas, kewajiban, dan pekerjaan pokok dari institusi tempat magang yang relevan dengan bidang keilmuan yang terkait. 2.7 Konsultan Lanskap Menurut Gold (1980), konsultan lanskap adalah pengembang swasta yang memiliki tanggung jawab moral dalam hal penyediaan ruang dan fasilitas rekreasi dalam kota. Perencana kota dan arsitektur lanskap berperan penting dalam kegiatan preservasi, perancangan ruang terbuka, pembangunan fasilitas rekreasi, dan program sosial sebagai pelayanan kebutuhan rekreasi bagi manusia. Konsultasi memiliki beberapa kelebihan di antaranya: 1. Kemampuan profesional, yaitu memiliki kompetensi secara teknis berupa kemampuan dari segi perancangan yang dapat dilihat dari proyek desain yang telah dikerjakan. 2. Penyediaan pelayanan, dimana kualitas pelayanan jasa yang telah dikerjakan dapat dievaluasi dari referensi klien sebelumnya. 3. Kemampuan untuk menyediakan staf tim perencanaan degan latar belakang pengalaman dan pengetahuan yang cukup baik untuk mengerjakan suatu proyek dan menyelesaikannya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 4. Kemampuan untuk menyewa staf ahli tambahan yang dibutuhkan sesuai beban kerja yang dibutuhkan. 5. Memiliki latar belakang pengalaman, alat-alat dan pengetahuan langsung yang berkaitan dengan situasi dan proyek yang beragam. 6. Hasil kerja yang objektif dan profesional. 7. Sistem kerja berdasarkan pada jadwal kerja yang telah dibuat. Pemilihan konsultan yang profesional, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini: (1) pengalaman dan reputasi, (2) latar belakang dari setiap staf yang ada, (3) kemampuan tingkat muatan kerja, (4) ketersediaan pakar ahli dalam setiap bidang disiplin ilmu, (5) tanggung jawab secara profesional, (6) tanggung jawab sosial.

12 Manajemen Proyek Lanskap Menurut Oberlender (1993), manajemen proyek adalah sebuah ilmu yang dan seni yang mengatur sumberdaya manusia, peralatan, bahan, dana, dan waktu untuk menyelesaikan suatu pelaksanaan dengan waktu dan biaya yan optimal. Berbagai disiplin ilmu memiliki keterkaitan dengan manajemen proyek yang terfokus menorganisasi semua kebutuhan dalam pelaksanaan. Menurut Stoner dan Freeman (1992), manajemen memiliki proses yang mencakup empat fungsi utama, yaitu: a. Perencanaan (planning), merupakan konsep dasar dari suatu manajemen, dimana tugas-tugas manajemen disusun dan tujuan serta sasaran ditetapkan. b. Pengorganisasian (organizing), adalah suatu proses pengaturan dan diferensiasi kerja, wewenang, dan sumberdaya dalam anggota organisasi, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. c. Pengarahan (directing), mencakup tahap mengarahkan, mempengaruhi, dan memotivasi karyawan untuk bekerja dan menjalankan tugasnya dengan baik. d. Pengendalian (controlling), ditujukan untuk penetapan standar kerja, mengukur kinerja yang sedang berjalan, membandingkan kinerja ini dengan standar yang telah ditetapkan.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 5 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Lanskap berdasarkan Simonds (1983) merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana suatu lanskap dikatakan

Lebih terperinci

KEGIATAN PROSES PERANCANGAN LANSKAP UNTUK PENGEMBANGAN WISATA ALAM DI PT IdeA CAROLINE PUSPITA DEWI

KEGIATAN PROSES PERANCANGAN LANSKAP UNTUK PENGEMBANGAN WISATA ALAM DI PT IdeA CAROLINE PUSPITA DEWI 1 KEGIATAN PROSES PERANCANGAN LANSKAP UNTUK PENGEMBANGAN WISATA ALAM DI PT IdeA CAROLINE PUSPITA DEWI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ABSTRACT Natural landscape

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arsitektur Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup perancangan dan pembangunan keseluruhan lingkungan binaan,

Lebih terperinci

Proses Desain (1) 10/18/2016. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006) (ARL 200) PRAKTIKUM MINGGU 10

Proses Desain (1) 10/18/2016. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006) (ARL 200) PRAKTIKUM MINGGU 10 MK. DASAR DASAR ARSITEKTUR LANSKAP (ARL 200) Perencanaan Perencanaan merupakan suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan kondisi yang diharapkan dari suatu tapak serta cara untuk mencapai kondisi

Lebih terperinci

Perencanaan DESAIN/PERANCANGAN 16/09/2015. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006)

Perencanaan DESAIN/PERANCANGAN 16/09/2015. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006) Perencanaan MK. DASAR-DASAR ARSITEKTUR LANSKAP (ARL 200) Perencanaan merupakan suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan kondisi yang diharapkan dari suatu tapak serta cara untuk mencapai kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Lanskap memiliki arti yang luas, namun orang-orang awam mengartikan lanskap sebagai taman atau pertamanan. Simonds (1983) menyatakan lanskap merupakan suatu bentang

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A34204040 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Lanskap Menurut Marsh (2005) perencanaan lanskap perkotaan merupakan cakupan besar yang fokus terhadap seluruh area metropolitan. Kebanyakan aktivitas dalam merencana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Arboretum

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Arboretum 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Simonds (1983) berpendapat bahwa lanskap ialah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dimana elemen-elemen lanskapnya dibagi menjadi elemen lanskap utama dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond & Strake (2006), lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia. Dalam suatu lanskap,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran manusia makin meningkat dalam mencapai suatu prestasi yang tinggi, maka negara-negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 2). Waktu penelitian sejak pelaksanaan hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 9 bulan (Februari 2011-Oktober 2011).

III. METODOLOGI. 2). Waktu penelitian sejak pelaksanaan hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 9 bulan (Februari 2011-Oktober 2011). 16 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Bandara Internasional SoekarnoHatta, Tangerang, Banten dengan lokasi yang berada pada Terminal 3 (Gambar 2). Waktu penelitian

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Agrowisata Agrowisata pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang mengintegrasikan sistem pertanian dan sistem pariwisata sehingga membentuk objek wisata yang menarik. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk ditunjukkan pada pengunjung sekaligus sebagai pusat produksi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 2. Peta Jakarta Timur Gambar 3. Pata Lokasi Taman Mini Indonesia (Anonim, 2010b) Indah (Anonim, 2011)

BAB III METODOLOGI. Gambar 2. Peta Jakarta Timur Gambar 3. Pata Lokasi Taman Mini Indonesia (Anonim, 2010b) Indah (Anonim, 2011) BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang dilaksanakan di Taman Burung, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) (Gambar 3). Lokasi Taman Burung TMII ini berada di Kompleks TMII, Jalan Pondok

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Kelapa Rapat (Klara) Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, dengan luas area ± 5.6 Ha (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian berlokasi di Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia (YAPIPI) yang secara administratif berlokasi di Kp. Bojongsari RT 03 RW 05 Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Perumahan dan Permukiman

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Perumahan dan Permukiman 5 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Lanskap adalah bentang alam, total keseluruhan tapak ataupun pemandangan baik yang alami maupun buatan. Menurut Simonds (1983), lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter lanskap tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata dan Rekreasi Undang- Undang No.9 Tahun 1990 mendefinisikan wisata sebagai perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desain Tapak

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desain Tapak 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desain Tapak Menurut Simonds dan Starke (2006), desain merupakan proses pemberian bentuk adalah kreasi dari tempat, ruang, atau segala sesuatu yang dibuat manusia untuk mewujudkan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK 26 BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK 5.1 Konsep Pengembangan Ancol Ecopark Hingga saat ini Ancol Ecopark masih terus mengalami pengembangan dalam proses pembangunannya. Dalam pembentukan konsep awal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 3/IV-SET/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 3/IV-SET/2011 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 3/IV-SET/2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DESAIN TAPAK PENGELOLAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Lindung

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Lindung II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Lindung Hutan Lindung merupakan kawasan hutan yang ditetapkan karena memiliki sifat khas sebagai sistem penyangga kehidupan yang mampu memberikan perlindungan kepada mahluk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Magang

III. METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Magang 3.1 Lokasi dan Waktu Magang III. METODOLOGI Kegiatan magang dilakukan di perusahaan AECOM Singapore Pte. Ltd, divisi Planning, Design, Development (PDD), tim Landscape Architecture (LA team). Perusahaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terminal BaranangsiangJalan Raya Pajajaran, Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor, Jawa Barat (Gambar 9). Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode Survey Deskriptif Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey deskriptif. Metode survey deskriptif merupakan metode untuk

Lebih terperinci

Selain itu bambu memberikan kesan alami yang eksotis dan indah sehingga akan mempengaruhi karakter orang yang tinggal di dalamnya.

Selain itu bambu memberikan kesan alami yang eksotis dan indah sehingga akan mempengaruhi karakter orang yang tinggal di dalamnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bambu sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK) sangat potensial untuk mensubstitusi kayu bagi industri yang menggunakan kayu sebagai bahan baku. Selain berpotensi sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata Secara etimologi kata rekreasi berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang merupakan gabungan dari kata re yang berarti kembali dan creation yang berarti

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG Page 1 of 19 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 UMUM TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

Lebih terperinci

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI *) PERLINDUNGAN PELESTARIAN MODERN Suatu pemeliharaan dan pemanfaatan secara bijaksana Pertama: kebutuhan untuk merencanakan SD didasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Desain Lanskap

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Desain Lanskap 3 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Menurut Simonds (2006), lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu, yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia. Lanskap terdiri dari lanskap alami

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di

I. PENDAHULUAN. Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di Provinsi Lampung. Padang Golf Sukarame didirikan oleh Perkumpulan Golf Lampung (PGL).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Lokasi Magang (Sumber: metroterkini.com dan PT. RAPP)

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Lokasi Magang (Sumber: metroterkini.com dan PT. RAPP) 14 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Magang Kegiatan magang dilakukan di PT. Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP) yaitu pada Departemen Research and Development (RDD). Perusahaan ini berlokasi di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pemilik kewenangan terhadap lahan kawasan Situ Bagendit di bawah pengelolaan Dinas PSDA cukup kesulitan menjalankan fungsi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1127, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Areal Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian 16 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Studi mengenai Perencanaan Jalur Hijau Jalan sebagai Identitas Kota Banjarnegara dilakukan di jalan utama Kota Banjarnegara yang terdiri dari empat segmen,

Lebih terperinci

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG I.1 LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Dalam kurun lima tahun terakhir pertumbuhan perekonomian kota Bandung terus terdongkrak naik. Penyebab kondisi yang tengah dialami kota Bandung tidak hanya karena saat ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN 5.1. Pengelolaan Perusahaan

V. PEMBAHASAN 5.1. Pengelolaan Perusahaan 73 V. PEMBAHASAN 5.1. Pengelolaan Perusahaan PT. Innovative Development for Eco Awareness (Idea) Consultant merupakan perusahaan konsultan yang bergerak di bidang arsitektur lanskap. Terdapat tiga divisi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI JL.TERAPI PERUM. BUMI MENTENG ASRI. Gambar 2. Lokasi Konsultan Lanskap Oemardi_zain (googlemaps.com, serigama.

BAB 3 METODOLOGI JL.TERAPI PERUM. BUMI MENTENG ASRI. Gambar 2. Lokasi Konsultan Lanskap Oemardi_zain (googlemaps.com, serigama. 14 BAB 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi Magang Kegiatan magang dilakukan di kantor Konsultan Lanskap Oemardi_zain yang terletak di Perumahan Bumi Menteng Asri, Blok BE No. 2, Bogor Jawa Barat. Kantor ini merupakan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH. PERANCANGAN HUTAN PINUS BATEALIT sebagai KAWASAN. WISATA ALAM EDUKASI di JEPARA. (Pendekatan Green Architecture)

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH. PERANCANGAN HUTAN PINUS BATEALIT sebagai KAWASAN. WISATA ALAM EDUKASI di JEPARA. (Pendekatan Green Architecture) NASKAH PUBLIKASI ILMIAH PERANCANGAN HUTAN PINUS BATEALIT sebagai KAWASAN WISATA ALAM EDUKASI di JEPARA (Pendekatan Green Architecture) Diajukan sebagai Pelengkap dan syarat guna Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci