II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu"

Transkripsi

1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter lanskap tersebut. Dalam hal ini indera manusia memegang peranan penting dalam merasakan suatu lanskap. Menurut Hubbard dan Kimball dalam Laurie (1990), arsitektur lanskap adalah seni yang fungsi terpentingnya untuk menciptakan dan melestarikan keindahan lingkungan di sekitar tempat hidup manusia dan pada pemandangan alam yang lebih luas lagi. Setiap tempat memiliki bentukan dan karakter lanskap yang berbeda baik terbentuk secara alami ataupun buatan. Karakter lanskap alami terdiri atas banyak tipe, antara lain: gunung, bukit, lembah, hutan, padang rumput, aliran air, rawa, laut danau, dan padang pasir. Karakter ini terbentuk oleh adanya kesan harmoni atau kesatuan antara elemen-elemen lanskap yang ada di alam seperti suatu bentuk lahan, formasi batuan, vegetasi, dan fauna. Derajat dari harmoni atau kesatuan dari bermacam elemen lanskap tidak hanya diukur dari kesan menyenangkan yang akan ditimbulkan, tetapi juga dari ukuran kualitas yang disebut dengan keindahan. Keindahan dapat diartikan sebagai hubungan harmoni yang nyata dari keseluruhan komponen perasaan (Simonds, 1983). 2.2 Wisata Terpadu Menurut Organisasi Wisata Dunia dalam Holden (1991) wisata terdiri dari aktivitas perjalanan seseorang dan tinggal pada tempat di luar lingkungan mereka juga tidak berkaitan dengan liburan tahunan, bisnis, atau tujuan lain. Kawasan wisata memiliki keadaan alam dengan sumberdaya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Gunn, 1994). Aktifitas wisata merupakan pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari km dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinitasnya menuju suatu tempat tertentu, dimana aktifitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada

2 5 pada tempat yang dituju dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasikan keinginan mereka (Gunn, 1994). Menurut Susantio (2003) perlu dikembangkan jenis-jenis pariwisata sesuai kondisi suatu daerah. Misalnya wisata bahari/tirta, wisata sejarah, wisata arkeologi, wisata budaya, wisata agama, wisata ziarah, wisata kesehatan, wisata werdha (orang tua), wisata remaja, wisata perkebunan (wisata agro), wisata nostalgia, wisata pendidikan/ilmiah, wisata alam, wisata petualangan, wisata dirgantara, wisata berburu, wisata belanja, dan wisata industri. Adapun bentuk-bentuk wisata menurut Gunn (1994) dikembangkan dan direncanakan berdasarkan hal berikut: a. Kepemilikan (ownership) atau pengelolaa areal wisata tersebut yang dapat dikelompokkan ke tiga sektor yaitu badan pemerintah, organisasi nirlaba, dan perusahaan komersial. b. Sumberdaya, yaitu: alam dan budaya c. Perjalanan wisata/lama tinggal d. Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan atau di luar ruangan e. Wisata utama/wisata penunjang f. Daya dukung tapak dengan tingkat penggunaan pengunjung yaitu: intensif, semi intensif, dan ekstensif Wisata terpadu merupakan usaha memadukan berbagai jenis wisata dengan potensi wisata yang terdapat pada suatu kawasan. Wisata terpadu menjadi salah satu dari usaha wisata yang berkembang saat ini. Jenis wisata ini memadukan berbagai wisata yang dikemas dalam satu paket wisata. Kawasan wisata terpadu adalah suatu kawasan wisata yang menyediakan berbagai sarana, obyek dan daya tarik wisata serta jasa pariwisata yang terletak di suatu kawasan (Perda Batam, 2003). Banyak daerah di Indonesia yang telah mengembangkan wisata terpadu seperti Provinsi Banten dengan menawarkan cagar budaya, wisata air dan wisata taman batu di Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak. Selain daerah Banten adapula wisata terpadu yang ditawarkan di daerah Lamongan yaitu wisata terpadu bahari dimana menawarkan jenis wisata air. Selain kedua daerah tersebut banyak daerah yang mengembangkan jenis wisata ini, salah satu yang sudah berjalan adalah Batam. Dari setiap daerah yang telah

3 6 mengembangkan jenis wisata ini yang terpenting adalah perlunya suatu studi pendahuluan agar dalam mengembangkan kawasan ini tidak sulit karena masalah yang timbul di kawasan ini adalah masalah pengelolaan (Wisata nusantara.com, 2009). 2.3 Potensi Wisata Langkah pokok dalam melakukan kajian potensi objek dan daya tarik wisata adalah lewat identifikasi dan tidak terlepas dari objek tersebut. Daya tarik memiliki sifat relatif dan tergantung dari orang yang melihat, dalam hal ini wisatawan. Dengan demikian, menarik tidaknya suatu objek berkaitan erat dengan latar belakang budaya wisatawan, dan ini perlu diperhatikan pada saat tahap identifikasi objek wisata (Raharjana, 2009). Menurut Raharjana (2009) ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan berkenaan dengan daya tarik dari suatu objek wisata. Aspek-aspek ini merupakan sisi objek yang dapat dikatakan menarik. Beberapa diantaranya adalah: (1) Keunikan Suatu objek wisata biasanya menjadi menarik antara lain karena keunikannya, kekhasannya, keanehannya. Artinya objek ini sulit didapatkan kesamaannya atau tidak ada dalam masyarakat-masyarakat yang lain. Aspek keunikan ini seringkali terkait dengan sejarah dari objek itu sendiri, baik itu sejarah dalam arti yang sebenarnya maupun sejarah dalam arti yang lebih mitologis. Oleh karena itu dalam mengidentifikasi objek-objek wisata aspek keunikan ini perlu diperhatikan, karena ini dapat menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan. (2) Estetika Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah aspek keindahan, dan ini merupakan unsur yang paling penting dari suatu objek wisata untuk dapat menarik wisatawan. Aspek keindahan ini sangat perlu diperhatikan dalam proses pengembangan suatu objek wisata. Suatu objek yang tidak unik dapat saja menarik banyak wisatawan karena keindahan yang dimilikinya. Bilamana

4 7 keindahan ini menjadi sangat menonjol, maka keindahan tersebut kemudian menyatu dengan keunikan, dan membuat objek tersebut semakin menarik. (3) Keagamaan Suatu objek wisata bisa saja tidak unik, tidak menarik, namun mempunyai nilai keagamaan yang tinggi. Artinya, objek tersebut dipercaya sebagai objek yang bersifat suci, wingit, atau mempunyai kekuatan supernatural tertentu, yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Aspek keagamaan ini perlu diperhatikan ketika identifikasi dan promosi dilakukan, karena wisatawan tertentu seringkali tertarik oleh hal-hal semacam ini. (4) Ilmiah Suatu objek wisata juga dapat menarik banyak wisatawan karena nilai ilmiah atau nilai pengetahuan yang tinggi, yang dimilikinya, walaupun unsur unik, estetis, dan keagamaannya kurang. Namun demikian, nilai ilmiah yang tinggi dari objek wisata tersebut pada dasarnya juga merupakan bagian dari keunikannya. Aspek ilmiah ini juga perlu diperhatikan dalam proses identifikasi, pengembangan dan promosi objek wisata tersebut, karena ini merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menarik lebih banyak wisatawan. Daya tarik sebuah objek wisata akan semakin kuat bilamana berbagai elemen penarik tersebut hadir bersama-sama. Jika tidak, maka dalam proses pengembangan dan promosi elemen-elemen yang masih kurang menonjol hendaknya diperkuat lagi agar objek tersebut mampu menarik wisatawan lebih banyak lagi. Selanjutnya dalam mengidentifikasi suatu objek perlu memperhatikan tiga hal, yakni: kriteria atau patokan yang digunakan dalam identifikasi, metode identifikasi, dan dokumentasi hasil identifikasi. Bagian pertama, kriteria identifikasi didasarkan kepada sifat objek yang diidentifikasi. Berdasarkan sifatnya, objek wisata terbagi menjadi dua : a. Objek material (benda) Sebagai contoh, objek budaya material adalah objek-objek yang mencakup hasil perilaku manusia, seperti rumah, barang kerajinan, ataupun objek alam yang direkayasa manusia.

5 8 b. Objek non material (aktivitas) Objek non material sifatnya lebih mengarah pada aktivitas manusia, baik itu aktivitas yang rutin, ataupun yang jarang dilakukan dan berlangsung karena ada sesuatu atau waktu-waktu yang khusus. Kedua, metode identifikasi objek wisata yang dilakukan seperti halnya ketika melakukan penelitian diantaranya pengamatan dan survai lapangan, pengamatan dengan partisipasi observasi, dan wawancara mendalam. 4.4 Perencanaan Lanskap dan Proses Perencanaan Lanskap Perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif tanpa akhir dan dapat ditambah, juga merupakan proses yang rasional dan evolusi yang teratur. Perencanaan merupakan urutan-urutan pekerjaan yang panjang dan terdiri dari bagian-bagian pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan. Semua bagian tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga apabila terjadi perubahan pada satu bagian, maka akan mempengaruhi bagian yang lain (Simonds, 1983). Perencanaan tapak (lanskap) adalah suatu kompromi antara penyesuaian tapak dan adaptasi program terhadap kondisi tapaknya. Kemudian dijelaskan dengan lebih rinci bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu proses melengkapi, menempatkan dan menghubungkan program-program satu dengan lainnya, dengan kerusakan minimum, dilengkapi dengan imajinasi serta kepekaan terhadap implikasi-implikasi pada analisis tapak. Hubungan timbal balik antara program dan tapak akan menghasilkan rencana tata guna lahan. Rencana ini akan memperihatkan dimana program secara spesifik dapat ditampung dalam tapak dan bagaimana proyek tersebut dihubungkan dengan lingkungan di sekitarnya (Laurie, 1990). Perencanaan lanskap merupakan suatu penyesuaian antara lanskap dan program yang akan dikembangkan untuk menjaga ekosistem dan pemandangan lanskap sehingga tercapai penggunaan terbaik (Mars,1983). Perencanaan tapak adalah sebuah proses dimana analisa tapak dan persyaratan-persyaratan program untuk maksud kegunaan tapak dibahas secara bersama didalam proses sintesa yang kreatif. Elemen-elemen dan fasilitas-fasilitas ditempatkan pada tapak sesuai

6 9 dengan perhubungan fungsionalnya dan dalam suatu cara yang benar-benar tanggap terhadap karakteristik-karakteristik tapak dan wilayahnya (Laurie,1990). Nurisjah dan Pramukanto (1995) menyatakan bahwa pendekatan perencanaan harus efektif untuk menyediakan segala bentuk pelayanan dan ruang bagi manusia dan penggunanya. Pada awal proses perencanaan dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan, dan menjawab kepentingan dan kebutuhan manusia dan mengakomodasi berbagai kepentingan ke produk (lahan) yang direncanakan seperti antara lain untuk mengkreasikan dan merencanakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas, dan berbagai bentuk pelayanan sumber daya yang tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), pada awalnya, proses perencanaan dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan dan menjawab kepentingan dan kebutuhan manusia, dan mengakomodasikan berbagai kepentingan ini ke produk (lahan) yang direncanakan, seperti untuk mengkreasikan dan merencanakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas, dan berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia. Pada tahapan perencanaan selalu terdapat kemungkinan adanya perubahan yang diakibatkan oleh penyesuaian kepentingan dan beberapa hal yang tidak dapat dihindari. Sejauh tetap menunjang tujuan yang direncanakan pada awal, perubahan-perubahan ini masih dapat ditoleransi atau diakomodasikan. Adapun tahapan dalam proses perencanan lanskap menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995) : 1. Persiapan Tahap ini merupakan tahap awal sebelum memasuki tahapan proses perencanaan. Produk utama dari tahapan ini adalah suatu usulan kegiatan kerja, yang memuat : a. Jadwal kerja kegiatan perencanaan b. Rencana biaya pelaksanaan kegiatan perencanaan c. Produk perencanaan yang akan dihasilkan

7 10 2. Pengumpulan Data dan Informasi Pada tahap ini dikumpulkan semua data dan informasi pembentuk tapak serta data dan informasi lain yang diduga akan mempengaruhi tapak dan perencanaan yang akan mempengaruhi tapak dan perencanaan yang akan dibuat pada tapak. Seluruh data yang dikumpulkan, dalam bentuk data primer maupun data sekunder, dapat berasal atau diukur secara fisik dari tapak sendiri atau dapat berasal dari luar tapak. Semua data yang terkumpul dapat disajikan dalam berbagai bentuk (gambar, peta, tulisan dan lainnya) sejauh memberikan informasi terpakai mengenai kondisi tapak. Data yang dikumpulkan dapat dibagi lima kelompok: a. Data fisik b. Data biota dan habitat c. Data sosial d. Data finansial e. Data mengenai berbagai peraturan dan undang-undang 3. Analisis Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dilakukan analisis terhadap berbagai aspek dan faktor yang berperan terhadap keindahan dan kelestarian rencana pada tapak/lahan tersebut sehingga dapat diketahui masalah, hambatan, potensi serta berbagai tingkat kerawanan dan kerapuhan dari lahan atau lanskap tersebut. Secara kualitatif deskriptif, data dikelompokkan menjadi kelompok yang menyajikan: a. Potensi tapak b. Kendala tapak c. Amenities tapak d. Danger signal tapak Secara kuantitatif, dihitung daya dukung dari sumberdaya yang akan dikembangkan untuk tujuan dan fungsi yang diinginkan. Suatu tapak atau lanskap sebaiknya dikembangkan sampai batas daya dukungnya terutama untuk menjaga kelestarian dan keindahan alamnya. Hasil dari analisis ini yaitu disajikannya berbagai kemungkinan atau alternatif pengembangan

8 11 tapak/lanskap, baik yang bersifat total maupun hanya merupakan bagian dari tapak direncanakan. 4. Sintesis Pada tahap ini, hasil yang diperoleh dari tahap analisis yang dikristalisasi dan dikembangkan sebagai input untuk mendapatkan rencana lanskap yang sesuai dengan tujuan dan program yang diinginkan. Hasil dari tahap sintesis adalah alternatif-alternatif rencana penggunaan lahan dengan berbagai kekuatan dan kelemahannya. 5. Perencanaan Lanskap Dari hasil sintesis ditentukan alternatif terpilih. Alternatif ini dapat berupa satu alternatif, modifikasi atau kombinasi dari beberapa alternatif pra perencanaan. Alternatif terpilih ini dinyatakan sebagai rencana lanskap (landscape plan), yang dapat disajikan dalam bentuk rencana lanskap total atau rencana tapak. Bentuk hasil akhir dari kegiatan perencanaan lanskap ini bukanlah suatu pendugaan atau pra konsep yang masih mentah, tetapi konsep yang dihasilkan merupakan suatu kumpulan kebijakan atau kriteria yang dapat mewakili nilai, aspirasi dan keinginan dari masyarakat yang menggunakan lanskap tersebut. 2.5 Perencanaan Lanskap Wisata Menurut Gunn (1994), perencanaan kawasan wisata merupakan proses pengintegrasian komponen-komponen kawasan yang meliputi daya tarik, pelayanan, informasi, transportasi dan promosi. Pada proses ini, ditujukan untuk memberikan kepuasan bagi para pengunjung, meningkatkan aspek ekonomi, melindungi sumberdaya alam dan integrasi aspek sosial ekonomi dari komuniti dan kawasan. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan yang baik dan terintegrasi pada semua aspek pengembangan wisata. Lebih lanjut dikatakan Gunn (1994) bahwa berdasarkan skala perencanaan kawasan wisata terbagi atas tiga yaitu skala tapak, skala tujuan dan skala regional. Pertama adalah skala tapak, yang telah banyak dilakukan pada tapak dengan luasan tertentu seperti pada resort, marina, hotel, taman dan tapak wisata lainnya.

9 12 Skala kedua adalah tujuan, dimana atraksi-atraksi wisata dikaitkan dengan keberadaan masyarakat sekitar, pemerintah daerah, dan sektor swasta juga dilibatkan. Skala yang ketiga adalah wilayah, dimana pengembangan lebih terarah pada kebijakan tata guna lahan yang terkait dengan jaringan transportasi, sumberdaya yang harus dilindungi dan dikembangkan sebagai daerah yang sangat potensial. Gunn (1994) juga mengungkapkan pengembangan daerah tujuan wisata harus memperhatikan semua sumberdaya alam dan budaya, serta lingkungan agar tidak terjadi degradasi. Pengembangan kawasan wisata harus selalu melindungi sumberdaya yang ada karena penting sekali bagi keberhasilan wisata, selain hal tersebut juga harus menonjolkan kualitas asli atau lokal dari suatu tempat. Perencanaan kawasan yang baik harus dapat melindungi badan air dan menjaga air tanah, mengkonservasi hutan, dan sumberdaya mineral, menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk aktifitas rekreasi dan suaka margasatwa, serta dapat melindungi tapak yang memiliki keindahan dan ekologis (Simond, 1983). 2.6 Karst Karst adalah jenis batuan gamping yang telah mengalami proses pelarutan dengan batuan asam karbonat dan asam lainnya sebagai hasil dari proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan di atasnya. Pembentukan Fisiografis secara umum berupa bukit-bukit dengan besar dan ketinggian yang beragam. Ciri khas bentang alam ini selain pembukitan, adanya dekokan/cekungan dengan berbagai ukuran. Pengasatan permukaan yang terganggu, serta gua dan sistem pengasatan bawah tanah. Perlindungan kawasan karst dan gua-gua di bawahnya dalam UU No. 24 th 1992 bahwa yang termasuk kawasan lindung diantaranya kawasan resapan air dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan (pasal 7) yang merupakan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan dibawahnya (pasal 3) (Rahmadi, 2007). Menurut Purnomo (2005), Topografi karst adalah bentukan rupa bumi yang unik dengan kenampakan atau fenomena khas akibat proses pelarutan dan pengendapan kembali CaCO 3 diatas dan dibawah permukaan bumi. Selain itu,

10 13 bentang alam seperti karst juga dapat terjadi dari proses pelapukan, hasil kerja hidrolik misalnya pengikisan, pergerakan tektonik, pencairan es dan evakuasi dari batuan beku (lava). Karena proses utama pembentukanya bukan pelarutan, maka bentang alam demikian disebut pseudokarst. Sementara itu karst yang terbentuk oleh pelarutan disebut truekarst. Lebih Lanjut dikatakan Purnomo (2005), salah satu potensi yang ada di daerah karst adalah air bawah tanah yang tersimpan dalam bentukan morfologi karst, dimana batuan karbonat bertindak sebagai akuifer dengan jumlah penyimpanan air tanah yang melebihi akifer jenis lain. Air tanah merupakan salah satu unsur sumber daya alam ( Natural Resources ) yang sangat penting keberadaanya untuk kehidupan makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan) karena menunjang berbagai aktivitas kehidupan. Maka dari itu pengoptimalan pemanfaatan dan perlindungan karst dengan pembagian daerah karst perlu diperhatikan untuk menunjang kelestarian daerah karst.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata Secara etimologi kata rekreasi berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang merupakan gabungan dari kata re yang berarti kembali dan creation yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP GUNUNG KAPUR CIBADAK CIAMPEA BOGOR SEBAGAI KAWASAN WISATA TERPADU PUPUT NOVIANA

PERENCANAAN LANSKAP GUNUNG KAPUR CIBADAK CIAMPEA BOGOR SEBAGAI KAWASAN WISATA TERPADU PUPUT NOVIANA PERENCANAAN LANSKAP GUNUNG KAPUR CIBADAK CIAMPEA BOGOR SEBAGAI KAWASAN WISATA TERPADU PUPUT NOVIANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN PUPUT NOVIANA.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Wisata Pengertian Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Wisata Pengertian Wisata 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Menurut Simonds (2006), lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia. Lanskap terdiri dari lanskap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT SALINAN Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : Mengingat : a. bahwa kawasan kars yang merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata Pada dasarnya pengembangan pariwisata adalah suatu proses yang berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA Objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat

Lebih terperinci

II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK

II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Tujuan: Memahami dasar pemikiran merencana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Lanskap Menurut Marsh (2005) perencanaan lanskap perkotaan merupakan cakupan besar yang fokus terhadap seluruh area metropolitan. Kebanyakan aktivitas dalam merencana

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan

Lebih terperinci

Prioritas Ekosistem Karst Dengan Perkembangan Ekonomi Masyartakat

Prioritas Ekosistem Karst Dengan Perkembangan Ekonomi Masyartakat Prioritas Ekosistem Karst Dengan Perkembangan Ekonomi Masyartakat Dwi Noviar ADITYA 1, PREMONOWAT 1, Hari Wiki UTAMA 12 Teknik Geologi UPN Yogyakarta, Indonesia 1 Pascasarjana Teknik Geologi UGM, Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penting untuk meningkatkan devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah yang memiliki industri

Lebih terperinci

TAHAPAN KEGIATAN ARL PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA & INFORMASI ANALISIS TAPAK/LANSKAP SINTESIS PERENCANAAN TAPAK/LANSKAP

TAHAPAN KEGIATAN ARL PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA & INFORMASI ANALISIS TAPAK/LANSKAP SINTESIS PERENCANAAN TAPAK/LANSKAP TAHAPAN KEGIATAN ARL ARL 200 Departemen Arsitektur Lanskap PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA & INFORMASI /LANSKAP SINTESIS PERENCANAAN TAPAK/LANSKAP PERANCANGAN/DESAIN TAPAK/LANSKAP Proses memahami kualitas &

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran manusia makin meningkat dalam mencapai suatu prestasi yang tinggi, maka negara-negara yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan

Lebih terperinci

ARSITEKTUR LANSKAP ANALISIS TAPAK TAHAPAN KEGIATAN ARL 9/7/2014 ARL 200. Departemen Arsitektur Lanskap CONTOH ANALISIS TAPAK

ARSITEKTUR LANSKAP ANALISIS TAPAK TAHAPAN KEGIATAN ARL 9/7/2014 ARL 200. Departemen Arsitektur Lanskap CONTOH ANALISIS TAPAK TAHAPAN KEGIATAN ARL ARSITEKTUR LANSKAP ARL 200 PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA & INFORMASI ANALISIS TAPAK/LANSKAP SINTESIS PERENCANAAN TAPAK/LANSKAP Departemen Arsitektur Lanskap PERANCANGAN/DESAIN TAPAK/LANSKAP

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara spesifik lansekap adalah suatu areal lahan atau daratan yang memiliki kualitas

TINJAUAN PUSTAKA. Secara spesifik lansekap adalah suatu areal lahan atau daratan yang memiliki kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansekap Secara spesifik lansekap adalah suatu areal lahan atau daratan yang memiliki kualitas visual bentukan lahan, formasi batuan, elemen air, dan pola tanaman yang berbeda

Lebih terperinci

LANSKAP. Mempunyai karakter (tropis, temperate; gurun, gunung, pantai; rural, urban; oriental, western; tradisional/etnik, modern, dll) time

LANSKAP. Mempunyai karakter (tropis, temperate; gurun, gunung, pantai; rural, urban; oriental, western; tradisional/etnik, modern, dll) time PTO4104. Pengantar Arsitektur Lanskap, 2010 LANSKAP FACTORS Mempunyai karakter (tropis, temperate; gurun, gunung, pantai; rural, urban; oriental, western; tradisional/etnik, modern, dll) Karakter lanskap

Lebih terperinci

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH Keputusan pemerintah dalam pelaksanaan program Otonomi Daerah memberikan peluang kepada berbagai propinsi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

I. UMUM. Sejalan...

I. UMUM. Sejalan... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM I. UMUM Kekayaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Wisata dan Pariwisata Pariwisata Berkelanjutan

TINJAUAN PUSTAKA Wisata dan Pariwisata Pariwisata Berkelanjutan 5 TINJAUAN PUSTAKA Wisata dan Pariwisata Menurut UU No. 10 Tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI REMBANG Penekanan Desain Waterfront

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI REMBANG Penekanan Desain Waterfront LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI REMBANG Penekanan Desain Waterfront Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata, wisata dan wisata alam Pariwisata merupakan perjalanan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain yang bukan tempat tinggalnya dan menetap sementara waktu

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1518 K/20/MPE/1999 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1518 K/20/MPE/1999 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1518 K/20/MPE/1999 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang pertambangan harus memperhatikan

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, yaitu Objek Wisata Alam Pemandian Air Panas. Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memilki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya di sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan pertumbuhan

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang penuh dengan keberagaman budaya dan pariwisata. Negara yang memiliki banyak kekayaan alam dengan segala potensi didalamnya, baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A34204040 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Karst Secara terminologi, karst adalah bentang alam batuan gamping yang dibentuk oleh kegiatan pelarutan air. Proses itu akan berjalan baik selama batuan yang tersedia masih memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi 10 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi Penelitian mengenai perencanaan lanskap ini dilakukan di kawasan bersejarah Komplek Candi Gedong Songo,, Kecamatan Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Peta,

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Obyek Wisata Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan ( something to see).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode Survey Deskriptif Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey deskriptif. Metode survey deskriptif merupakan metode untuk

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan di

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan pariwisata merupakan salah satu sektor tumpuan yang diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan di sektor pariwista dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata telah diasumsikan sebagai industri yang dapat diandalkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata telah diasumsikan sebagai industri yang dapat diandalkan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata telah diasumsikan sebagai industri yang dapat diandalkan untuk mengisi devisa. Alasan utama pengembangan pariwisata sangat terkait dengan kemajuan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).

TINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994). TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan Berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata dan kawasan pengembangan pariwisata Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap adalah suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan 5 TINJAUAN PUSTAKA Danau Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai

Lebih terperinci

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perkampungan Portugis Kampung Tugu Jakarta Utara Lanskap Sejarah Aspek Wisata Kondisi Lanskap: - Kondisi fisik alami - Pola Pemukiman - Elemen bersejarah - Pola RTH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Bandung Selatan memiliki sebuah kawasan wisata potensial, yaitu kawasan wisata Ciwidey. Di kawasan tersebut terdapat empat tujuan wisata utama, diantaranya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016)

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) A. Latar Belakang Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata dan Rekreasi Undang- Undang No.9 Tahun 1990 mendefinisikan wisata sebagai perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat ini ramai dikunjung oleh wisatawan baik dari dalam maupun dari luar

BAB I PENDAHULUAN. tempat ini ramai dikunjung oleh wisatawan baik dari dalam maupun dari luar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahorok dengan pemandangan alam yang indah, udara yang sejuk, sungai dengan air yang jernih, walaupun keadaan hutannya tidak asli lagi, menjadikan tempat ini ramai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekowisata bagi negara-negara berkembang dipandang sebagai cara untuk mengembangkan perekonomian dengan memanfaatkan kawasan-kawasan alami secara tidak konsumtif. Untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taman Nasional sebagai Destinasi Wisata Saat ini ekowisata diartikan secara beragam, diantaranya oleh Fennell (2003), mendefinisikan ekowisata sebagai bentuk wisata berbasiskan

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata diposisikan sebagai sektor yang strategis dalam pembangunan nasional sekaligus menjadi salah satu sumber devisa. Sektor ini perlu dikembangkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN JUDUL Fasilitas Out Bound Pengembangan Obyek Wisata Suban

BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN JUDUL Fasilitas Out Bound Pengembangan Obyek Wisata Suban 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN JUDUL Fasilitas Sarana yang memudahkan dalam melakukan kegiatan atau pekerjaan. Out Bound - Batas luar - Belajar menuju luar Pengembangan Suatu tahap atau proses pembangunan

Lebih terperinci