ANALISIS DAN STUDI KOMPARATIF PEMBERIAN FASILITAS TAX HOLIDAY DI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAN STUDI KOMPARATIF PEMBERIAN FASILITAS TAX HOLIDAY DI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN SKRIPSI"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS DAN STUDI KOMPARATIF PEMBERIAN FASILITAS TAX HOLIDAY DI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN SKRIPSI ADHITYA NOORMA FEBRIANTO FAKULTAS EKONOMI PROGRAM EKSTENSI AKUNTANSI JAKARTA MEI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS DAN STUDI KOMPARATIF PEMBERIAN FASILITAS TAX HOLIDAY DI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi ADHITYA NOORMA FEBRIANTO FAKULTAS EKONOMI PROGRAM EKSTENSI AKUNTANSI JAKARTA MEI 2012

3

4

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas berkah, rahmat, serta hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak dalam memberikan dukungan, saran,dan masukan yang sangat berarti baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Christine, S.E., M.In.Tax., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Pimpinan dan rekan kerja penulis di Badan Kebijakan Fiskal yang telah membantu dan memberikan kesempatan bagi penulis dalam memperoleh data dan menyelesaikan skripsi ini. 3. Rekan-rekan kerja penulis di Direktorat Jenderal Pajak yang selalu mendukung dan memberikan bantuan bagi penyelesaian skripsi ini. 4. Kedua orangtua dan adik tercinta atas doa, bimbingan, motivasi, dan perhatian serta kasih sayang kepada penulis. 5. Melly Pujasari yang selalu mendampingi penulis dalam suka maupun duka, dan tak bosan-bosannya selalu menyemangati penulis. 6. Rekan-rekan seperjuangan di Program Ekstensi Akuntansi Universitas Indonesia atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata, saya berharap ALLAH SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Jakarta, 23 Mei 2012 Penulis iv

6

7 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Adhitya Noorma Febrianto : Akuntansi : Analisis dan Studi Komparatif Pemberian Fasilitas Tax Holiday di Negara-Negara Anggota ASEAN Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis kriteria yang digunakan oleh negaranegara anggota ASEAN dalam memberikan Tax Holiday, perbedaan dan persamaan kriteria yang digunakan, kekurangan dan kelebihannya, serta mengetahui kriteria yang dapat diterapkan di Indonesia. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa seluruh negara anggota ASEAN menerapkan kriteriakriteria tertentu dalam pemberian fasilitas Tax Holiday. Kriteria-kriteria yang diterapkan tergantung pada kebijakan masing-masing negara. Dengan menerapkan kriteria-kriteria tersebut dalam memberikan fasilitas Tax Holiday, pemerintah setempat dapat menjaring investasi yang benar-benar dibutuhkan dalam memajukan perekonomian negara di masa datang, terutama apabila seluruh kriteria diterapkan secara konsisten. Namun demikian, penerapan kriteria-kriteria tersebut menimbulkan diskriminasi antar industri. Kata Kunci: Tax Holiday, Fasilitas Pajak Penghasilan, Kriteria, ASEAN vi

8 ABSTRACT Name Study Program Title : Adhitya Noorma Febrianto : Accounting : Analysis and Comparative Study on the Granting of Tax Holiday in ASEAN Member Countries This study aims to analyze the criterias implemented by ASEAN member countries on the granting of Tax Holiday, the similarities and the differences of those criterias, pluses and minuses, and to determine criterias that can be implemented in Indonesia. The result of this study concludes that ASEAN member countries are implementing certain criterias on granting the Tax Holiday depending on their national interest. By implement those criterias, governments have greater opportunities to attract the most qualified investment. In other hand, the implementation of those criteria reflects discrimination policy of government in industrial sectors. Keyword: Tax Holiday, Income Tax Incentive, Criteria, ASEAN vii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Penelitian Sistematika Penulisan TINJAUAN PUSTAKA Insentif Investasi Tax Holiday Peraturan Pelaksanaan Pemberian Insentif Investasi di Indonesia Dasar Hukum Pemberian Insentif Investasi di Indonesia Dasar Hukum Pemberian Insentif Pajak Penghasilan di Indonesia Dasar Hukum Pemberian Tax Holiday di Indonesia METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Proses Penelitian GAMBARAN UMUM ASEAN Profil Perekonomian Negara-Negara Anggota ASEAN Brunei Darussalam Filipina Indonesia Kamboja Laos Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam Iklim Investasi di Negara-Negara Anggota ASEAN Tax Holiday di Negara-Negara Anggota ASEAN Brunei Darussalam Filipina viii

10 4.4.3 Indonesia Kamboja Laos Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam PEMBAHASAN Perbandingan Pemberian Fasilitas Tax Holiday di Negara-Negara Anggota ASEAN Perbandingan Kriteria Jenis Bidang-Bidang Usaha Tertentu serta Jangka Waktu Pemberian Tax Holiday Perbandingan Kriteria Status Investasi Perbandingan Kriteria Nilai Investasi, Lokasi Investasi, dan Jumlah Tenaga Kerja Perbandingan Kriteria Kepemilikan Investasi, Orientasi Ekspor, Bahan Baku Lokal, dan Nilai Tambah Perbandingan Saat Dimulainya Pemanfaatan Fasilitas Tax Holiday Kekurangan dan Kelebihan Kriteria Pemberian Fasilitas Tax Holiday di Negara-Negara Anggota ASEAN Kriteria Jenis Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah- Daerah Tertentu serta Jangka Waktu Pemberian Tax Holiday Kriteria Status Investasi Kriteria Nilai Investasi, Lokasi Investasi, dan Tenaga Kerja Kriteria Kepemilikan Investasi, Orientasi Ekspor, Bahan Baku Lokal, dan Nilai Tambah Saat Dimulainya Pemanfaatan Fasilitas Tax Holiday Kriteria Pemberian Fasilitas Tax Holiday yang Dapat Diterapkan di Indonesia Kondisi Pemberian Tax Holiday di Indonesia Saat ini Usulan Pemberian Tax Holiday di Indonesia di Masa Datang KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Keterbatasan Penelitian Saran DAFTAR REFERENSI ix

11 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tujuan Pemerintahan dan Insentif Pajak yang Ditawarkan Tabel 2.2 Kelebihan dan Kelemahan Jenis-Jenis Insentif Pajak Tabel 4.1 Kondisi Perekonomian Brunei Darussalam Tabel 4.2 Kondisi Perekonomian Filipina Tabel 4.3 Kondisi Perekonomian Indonesia Tabel 4.4 Kondisi Perekonomian Kamboja Tabel 4.5 Kondisi Perekonomian Laos Tabel 4.6 Kondisi Perekonomian Malaysia Tabel 4.7 Kondisi Perekonomian Myanmar Tabel 4.8 Kondisi Perekonomian Singapura Tabel 4.9 Kondisi Perekonomian Thailand Tabel 4.10 Kondisi Perekonomian Vietnam Tabel 4.11 The Global Competitiveness Index Tabel 4.12 Doing Business Tabel 4.13 Kelompok Industri Pionir Brunei Darussalam Tabel 4.14 Bidang Usaha dan Cakupan Produk Prioritas di Kamboja Tabel 4.15 Pemberian Tax Holiday di Malaysia Tabel 4.16 Pemberian Tax Holiday di Singapura Tabel 4.17 Pemberian Tax Holiday di Thailand Tabel 4.18 Daerah Tertentu dalam Appendix II Government Decree No ND-CP Tabel 5.1 Perbandingan Kriteria Bidang Usaha dan Jangka Waktu dalam Pemberian Tax Holiday di Negara-Negara ASEAN Tabel 5.2 Kelompok Negara Berdasarkan Skema Pemberian Tax Holiday Tabel 5.3 Kriteria Status Investasi dalam Kebijakan Pemberian Tax Holiday oleh Negara-Negara Anggota ASEAN Tabel 5.4 Kriteria Nilai Investasi, Lokasi Investasi, dan Tenaga Kerja dalam Kebijakan Pemberian Tax Holiday oleh Negara- Negara Anggota ASEAN Tabel 5.5 Kriteria Kepemilikan Investasi, Orientasi Ekspor, Bahan Baku Lokal, dan Nilai Tambah dalam Kebijakan Pemberian Tax Holiday oleh Negara-Negara Anggota ASEAN Tabel 5.6 Saat Dimulainya Pemanfaatan Fasilitas Tax Holiday di Negara-Negara Anggota ASEAN Tabel 5.7 Perbandingan Kriteria Pemberian Tax Holiday oleh Negara- Negara Anggota ASEAN Tabel 5.8 Kekurangan dan Kelebihan Kriteria Pemberian Fasilitas Tax Holiday x

12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat regional. Pada saat ini anggota ASEAN berjumlah 10 negara, yaitu lima negara pendiri sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dan lima negara di kawasan Asia Tenggara lainnya yang kemudian masuk menjadi anggota ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja. Negara-negara anggota ASEAN secara umum termasuk ke dalam kategori negara ekonomi berkembang. Seperti halnya negara ekonomi berkembang lainnya, negara-negara anggota ASEAN juga mengandalkan investasi asing untuk meningkatkan perekonomian negara. Arus investasi yang masuk tidak selalu mengalir dengan lancar. Berbagai perkembangan ekonomi dan politik yang terjadi di dunia turut mempengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya. Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 hingga 2000 sempat memukul perekonomian negara-negara anggota ASEAN. Industri mengalami kebangkrutan dan investor menarik modalnya dari beberapa negara anggota ASEAN. Belum selesai dampak krisis ekonomi dan moneter tersebut, ASEAN kembali terimbas krisis keuangan yang melanda dunia pada tahun Krisis tersebut dipicu oleh adanya subprime mortgage crisis yang terjadi di Amerika Serikat, yang menyeret dunia ke dalam perlambatan ekonomi. Perlambatan ekonomi tersebut mengakibatkan banyak industri, terutama industri keuangan dan perbankan, yang runtuh dan beberapa di antaranya harus dibantu dengan kucuran dana miliaran dollar Amerika Serikat agar tidak bangkrut dan menyeret dunia ke dalam krisis yang lebih dalam. 1

13 2 Krisis ekonomi dan moneter merupakan faktor eksternal yang menghambat masuknya investasi dan bersifat insidental. Adapun faktor internal penyebab terhambatnya arus investasi yang masuk ke suatu negara antara lain: a. Infrastruktur, antara lain belum tersedianya listrik, gas, jalan, pelabuhan dan infrastruktur vital lainnya secara memadai; b. Kepastian hukum dan keamanan yang belum terjamin; c. Kebijakan tata ruang yang tidak jelas; d. Kebijakan ketenagakerjaan yang belum berpihak pada peningkatan investasi; e. Birokrasi yang tidak efisien. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya tarik investasi, serta menetralisir faktor-faktor penghambat masuknya investasi sebagaimana diuraikan di atas, pemerintah negara-negara anggota ASEAN memberikan insentif investasi sejalan dengan upaya masing-masing pemerintah untuk menghilangkan faktor-faktor penghambat tersebut. Salah satu insentif yang diberikan adalah insentif fiskal berupa pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Tax Holiday). Walaupun sama-sama berbentuk Tax Holiday, namun tiap negara di ASEAN memiliki skema pemberian yang berbeda-beda. Malaysia memberikan fasilitas ini sebagai salah satu sumber dukungan finansial bagi negaranya. Thailand memberlakukan zonasi untuk fasilitas ini dengan tujuan tercapainya pemerataan pembangunan. Demikian juga Laos, yang memberikan fasilitas Tax Holiday sebagai kompensasi atas kesediaan investor membangun infrastruktur di daerah penanaman investasinya. Kriteria atau skema pemberian fasilitas Tax Holiday di masing-masing negara memiliki kelemahan dan kelebihan. Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN yang belum lama memberlakukan ketentuan mengenai pemberian fasilitas Tax Holiday dapat mempelajari dan mencontoh mekanisme pemberian fasilitas tersebut yang telah berjalan di beberapa negara ASEAN dengan mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan di masing-masing negara dan juga dengan memperhitungkan kondisi perekonomian dan kebutuhan industri dalam negeri.

14 3 Penelitian mengenai kriteria pemberian fasilitas (insentif) perpajakan sangat jarang dilakukan. Penelitian mengenai fasilitas perpajakan yang banyak dilakukan adalah penelitian mengenai hubungan dan dampak pemberian fasilitas terhadap arus investasi asing (Foreign Direct Investment) yang masuk ke suatu negara. Beberapa penelitian dimaksud antara lain: a. penelitian oleh Dennis Botman, Alexander Klemm, dan Reza Baqir yang diterbitkan dalam bentuk working paper dengan judul Investment Incentives and Effective Tax Rates in the Philippines: A Comparison With Neighboring Countries oleh International Monetary Fund (IMF) pada September 2008; b. kajian oleh Kevin Fletcher dengan judul Tax Incentives in Cambodia, Lao PDR, and Vietnam yang dipersiapkan untuk IMF Conference on Foreign Direct Investment: Opportunities and Challenges for Cambodia, Lao PDR and Vietnam di Hanoi, Vietnam, pada tanggal Agustus Tidak seperti penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini akan membandingkan kriteria pemberian fasilitas Tax Holiday yang telah diterapkan di beberapa negara anggota ASEAN. Penulis juga akan menganalisis kelemahan dan kelebihan masing-masing kriteria pemberian fasilitas Tax Holiday tersebut. Dari kriteria-kriteria yang telah ada, penulis akan meneliti kriteria apa saja yang cocok untuk diterapkan di Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian, serta kebutuhan industri di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian ini diberi judul Analisis dan Studi Komparatif Pemberian Fasilitas Tax Holiday di Negara- Negara Anggota ASEAN. Penelitian ini merupakan tugas akhir yang diajukan oleh penulis untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dikemukakan penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

15 4 a. Apa saja jenis serta perbedaan dan persamaan kriteria yang digunakan oleh pemerintah negara-negara anggota ASEAN dalam memberikan fasilitas Tax Holiday? b. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari kriteria yang digunakan dalam pemberian fasilitas Tax Holiday tersebut? c. Dari kriteria-kriteria yang telah digunakan dalam pemberian fasilitas Tax Holiday di beberapa negara ASEAN, apa saja yang tepat untuk diterapkan di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui apa saja jenis serta perbedaan dan persamaan kriteria yang digunakan oleh pemerintah negara-negara anggota ASEAN dalam memberikan fasilitas Tax Holiday. b. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kriteria pemberian fasilitas Tax Holiday tersebut. c. Mengetahui kriteria mana saja dari kriteria pemberian fasilitas Tax Holiday yang telah diterapkan di Negara-negara ASEAN, yang cocok untuk diterapkan diterapkan di Indonesia sebagai bahan pertimbangan dalam mengevaluasi penerapan Tax Holiday di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai kriteria pemberian fasilitas Tax Holiday di negara-negara anggota ASEAN dan kriteria mana saja yang tepat untuk diterapkan dalam pemberian fasilitas serupa di Indonesia. b. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan kepada Pemerintah dan lembaga-lembaga pembuat kebijakan dan pengkajian dalam mengevaluasi pemberian fasilitas perpajakan berupa Tax Holiday.

16 5 c. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi kalangan akademisi yang ingin mendalami mengenai kebijakan pemberian fasilitas Tax Holiday di ASEAN. 1.5 Batasan Penelitian Terdapat berbagai macam fasilitas perpajakan yang diberikan oleh pemerintah di suatu negara, di antaranya penurunan atau pengurangan tarif Pajak Penghasilan Badan, pemberian subsidi pajak, pengurangan penghasilan neto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak dan amortisasi yang dipercepat. Ruang lingkup penelitian ini akan difokuskan pada kriteria pemberian fasilitas perpajakan berupa pembebasan Pajak Penghasilan badan (fasilitas Tax Holiday) yang telah diterapkan di beberapa negara di ASEAN beserta kelemahan dan kelebihannya. Adapun batasan-batasan dalam penelitian ini antara lain: a. Insentif perpajakan yang menjadi obyek penelitian adalah fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan badan (Tax Holiday). b. Penelitian terbatas pada kriteria pemberian fasilitas Tax Holiday di negaranegara anggota Association of South East Asian Nations (ASEAN). c. Data yang digunakan adalah data mengenai pemberian fasilitas Tax Holiday di negara-negara anggota ASEAN yang menerapkannya. d. Data utama diperoleh dari publikasi internet masing-masing negara anggota ASEAN. e. Data pendukung diperoleh dari internet, kepustakaan, media/surat kabar maupun sumber-sumber lainnya. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan hasil penelitian direncanakan sebagai berikut:

17 6 BAB 1: PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang latar belakang pengambilan judul yang digunakan, perumusan masalah yang akan dibahas, tujuan dan manfaat penelitian, batasan penelitian, serta sistematika penulisan skripsi. BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas mengenai konsep-konsep yang digunakan sebagai landasan pemikiran terkait dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yang meliputi konsep insentif investasi secara umum, konsep umum Tax Holiday, dan dasar hukum pemberian Tax Holiday di Indonesia. BAB 3: METODE PENELITIAN Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan meliputi pendekatan penelitian dan proses penelitian. BAB 4: GAMBARAN UMUM Bab ini membahas mengenai gambaran umum tentang ASEAN, kondisi perekonomian dan iklim investasi di negara-negara anggota ASEAN, serta pemberian Tax Holiday di negara-negara anggota ASEAN. BAB 5: PEMBAHASAN Bab ini membahas mengenai perbandingan kriteria pemberian Tax Holiday di negara-negara anggota ASEAN, kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kriteria tersebut, dan kriteria pemberian fasilitas Tax Holiday yang dapat diterapkan di Indonesia. BAB 6: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil, keterbatasan penelitian, dan saran yang dapat diberikan atas penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Insentif Investasi Perlakuan terhadap investasi asing langsung, atau lebih dikenal dengan istilah Foreign Direct Investment (FDI), yang masuk ke dalam suatu negara telah banyak berubah selama beberapa dekade terakhir, karena sebagian besar negara memiliki kebijakan yang liberal untuk menarik modal dari perusahaan-perusahaan multinasional. Adanya harapan bahwa perusahaan-perusahaan multinasional akan membawa dampak positif bagi perekonomian negara, seperti peningkatan lapangan kerja, peningkatan ekspor, peningkatan pendapatan dari sektor perpajakan, atau adanya alih teknologi dan ilmu pengetahuan, telah menyebabkan pemerintah di seluruh dunia menurunkan hambatan investasi yang ada di seluruh bidang dan membuka sektor usaha baru bagi investasi asing. Pemerintah di seluruh dunia juga secara bersamaan menyediakan berbagai bentuk insentif investasi untuk menarik minat perusahaan asing agar menanamkan modal di negaranya. Thomas (2000, 2007a) berpendapat bahwa pemerintahan yang ada di dunia bersaing untuk menarik investasi dengan menggunakan insentif karena dua alasan, yaitu mereka membutuhkan investasi tersebut dan dalam kenyataannya, modal dari perusahaan-perusahaan besar di dunia terus bergerak. Untuk alasan yang pertama, pemerintah harus bernegosiasi dengan para pemilik modal dengan segala kondisi iklim investasi yang ada di negaranya. Alasan yang kedua menciptakan suatu aspek persaingan dalam hubungan antara pemerintah dan pemilik modal, sepanjang investasi yang akan dilakukan dapat berlokasi di lebih dari satu negara. Selain karena kedua alasan tersebut, pemerintah juga dihadapkan pada adanya tekanan politik untuk memenangkan persaingan dalam menarik investasi yang diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan sekaligus memperoleh 7

19 8 penerimaan dari sektor pajak. Selain itu, terdapat tekanan dari pihak lain mengenai pentingnya pemberian insentif untuk menarik investasi, misalnya dari pemerintah daerah calon lokasi penanaman modal. Pada akhirnya, kebijakankebijakan penting yang dikeluarkan mengarah kepada perlunya menarik investasi asing (FDI) sebagai kunci pembangunan ekonomi, yang mengarah pada kesimpulan bahwa sangat penting untuk menggunakan insentif untuk menarik FDI. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) (2000) mendefinisikan insentif investasi sebagai keuntungan atau kemudahan terukur yang diberikan kepada perusahaan tertentu atau kategori perusahaan tertentu oleh pemerintah atau berdasarkan arahan pemerintah, dalam rangka mendorong mereka untuk berusaha, yang dilakukan dengan cara-cara tertentu. Pengertian insentif investasi dalam situs adalah suatu skema pemerintah yang ditujukan untuk mendorong minat sektor swasta dalam melakukan belanja modal jenis tertentu, atau menanamkan modalnya di daerah yang memiliki tingkat pengangguran tinggi atau daerah tertinggal. Menurut Thomas (2007), insentif investasi adalah subsidi yang diberikan untuk mempengaruhi lokasi penanaman modal. Menurutnya, tujuan insentif investasi tersebut mungkin untuk menarik investasi baru atau untuk mempertahankan investasi yang telah ada. Dari pengertian-pengertian tersebut, insentif investasi dapat didefinisikan sebagai kemudahan-kemudahan yang diberikan secara terukur oleh pemerintah kepada sektor swasta dalam rangka menarik investasi baru dan atau mempertahankan investasi yang telah ada. Secara umum, insentif investasi terdiri dari dua kelompok besar, yaitu insentif non fiskal dan insentif fiskal. Insentif non fiskal merupakan kemudahankemudahan yang diberikan oleh pemerintah yang tidak terkait langsung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN/State Budget), sedangkan insentif fiskal merupakan kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh pemerintah yang terkait langsung dengan APBN. Insentif non fiskal yang biasanya dijanjikan oleh pemerintah antara lain penyederhanaan proses perizinan, pembangunan infrastruktur dan pemberantasan pungutan liar, sedangkan insentif fiskal yang

20 9 dapat diberikan adalah insentif pajak (tax incentive) dan subsidi (termasuk subsidi pajak yang di Indonesia dikenal dengan istilah Pajak Ditanggung oleh Pemerintah/Pajak DTP). Titik awal pemikiran tentang pemberian insentif pajak adalah pertimbangan mengenai peran pemerintah yang harus dimainkan dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan (Easson dan Zolt, 2003). Pemerintah memiliki banyak tujuan sosial dan ekonomi, dan memiliki berbagai cara untuk mencapai tujuan tersebut. Kebijakan perpajakan hanya merupakan salah satu alternatif. Pemerintah menggunakan pajak dalam memperoleh pendapatan untuk membiayai belanja negara, mempengaruhi distribusi pendapatan di masyarakat, dan untuk mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat. Dasar pemikiran dalam memberikan insentif terhadap FDI adalah bahwa investasi asing menciptakan nilai lebih bagi negara tujuan dibandingkan bagi investor. FDI tidak hanya melibatkan arus modal, tetapi juga melibatkan penggunaan aset tidak berwujud seperti teknologi dan keahlian manajerial. Dengan demikian, pengaruh besar dari FDI yang masuk dapat berupa alih teknologi, keahlian manajerial, keterampilan dan aset tak berwujud lainnya dari suatu negara ke negara lainnya. Apabila aset tak berwujud tersebut diinternalisasi secara menyeluruh oleh investor yang merupakan perusahaan multinasional, tingkat pengembalian (rate of return) akan secara penuh mencakup keuntungan bersih dari investasi dan pemberian insentif tidak dapat dibenarkan, tetapi apabila aset tak berwujud tersebut tidak diinternalisasi maka pemberian insentif dapat dibenarkan (UNCTAD, 2000). Dalam merancang suatu sistem insentif, perlu dipertimbangkan respon investasi asing terhadap insentif tersebut. Sebuah kasus sederhana yang dapat diperhatikan adalah dimana satu-satunya manfaat bagi negara dari suatu proyek investasi adalah penerimaan pajak. Insentif pajak dianggap bermanfaat bagi negara tujuan apabila penurunan pendapatan negara sebagai akibat pemberian insentif tergantikan dengan meningkatnya penerimaan pajak di masa datang sebagai hasil meningkatnya arus penanaman modal yang masuk ke negara yang bersangkutan.

21 10 Pemberian insentif oleh pemerintah juga didasarkan oleh pertimbangan lain, yaitu kegagalan institusional (institutional failure). Ketika terdapat kegagalan institusional, manfaat proyek bagi investor (tingkat pengembalian investor) berbeda dari manfaat proyek terhadap perekonomian. Ada banyak penyebab kegagalan institusional, beberapa di antaranya bersifat alamiah dan sebagian lagi disebabkan oleh kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Penyebab alamiah tersebut antara lain eksternalitas karena adanya efek spillover, misalnya pengenalan teknologi baru (dimana tingkat pengembalian investor lebih rendah dibandingkan tingkat pengembalian terhadap perekonomian), polusi dan kemacetan yang disebabkan oleh proyek tersebut (dalam hal ini, biaya bagi perekonomian lebih besar dibandingkan biaya bagi investor), dan biaya-manfaat sosial, dimana tingkat pengembalian investor berbeda dari biaya bagi perekonomian. Dari sudut pandang pemerintah dalam memfasilitasi kegiatan ekonomi, ada dua tujuan utama dari pemberian insentif pajak, sebagai berikut (Downing, 2004). a. Untuk mempengaruhi pemilihan lokasi suatu proyek investasi, dengan asumsi ada lokasi lain sebagai pesaingnya. Hal tersebut juga dapat diartikan bahwa suatu negara ingin memberikan insentif bagi perusahaan untuk berusaha di wilayah yang sulit secara ekonomi dibandingkan dengan daerah yang lebih maju; atau b. Memberikan dukungan fiskal untuk memungkinkan suatu perusahaan melakukan proyek yang sebenarnya secara ekonomi sulit dilakukan (tidak feasible). Menurut Easson dan Zolt (2003), insentif pajak dapat didefinisikan sebagai suatu pengecualian pengenaan pajak, pembebasan pajak, pengurangan atau kredit pajak tertentu, tarif pajak khusus, atau kewajiban pajak yang ditangguhkan. Beberapa pengertian insentif pajak lainnya adalah sebagai berikut. a. Bolnick (2004) memberikan pengertian insentif pajak sebagai langkahlangkah fiskal yang digunakan untuk menarik penanaman modal, baik

22 11 domestik maupun asing, ke dalam beberapa kegiatan ekonomi tertentu, atau daerah-daerah tertentu di suatu negara. Pada dasarnya, definisi tersebut juga digunakan oleh International Bureau for Fiscal Documentation (IBFD). b. UNCTAD (2000) mendefinisikan insentif pajak sebagai seluruh insentif yang mengurangi beban pajak perusahaan dalam rangka mendorong perusahaan tersebut untuk berinvestasi dalam proyek-proyek atau sektor usaha tertentu. Insentif-insentif tersebut merupakan pengecualian dari ketentuan perpajakan yang berlaku umum. c. Fletcher (2002) mendefinisikan insentif pajak sebagai suatu ketentuan perpajakan yang diberikan kepada suatu proyek investasi dengan kualifikasi tertentu, yang mencerminkan suatu penyimpangan yang menguntungkan dari ketentuan perpajakan yang berlaku secara umum. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengertian insentif pajak adalah langkah-langkah di bidang perpajakan yang digunakan untuk menarik penanaman modal, baik domestik maupun asing, ke dalam beberapa kegiatan ekonomi tertentu atau daerah-daerah tertentu di suatu negara. Secara umum, Downing (2004) menyatakan ada dua tipe program insentif yang diberikan oleh pemerintah, yaitu: a. Entitlement, mengacu pada suatu keadaan dimana proyek yang berhak menerimanya didasarkan pada suatu kriteria atau formula tertentu, biasanya berdasarkan jumlah lapangan pekerjaan yang diciptakan, nilai penanaman modal baru dan jumlah pajak yang akan dihasilkan dari proyek tersebut; dan b. Discretionary, mengacu pada keadaan dimana pemerintah memberikan insentif berdasarkan negosiasi untuk proyek-proyek yang memenuhi syarat. Beberapa faktor yang mungkin dipertimbangkan antara lain persaingan usaha yang ketat, kesenjangan ekonomi antar wilayah, kualitas lapangan pekerjaan yang disediakan, potensi pertumbuhan perusahaan, manfaat fiskal bagi pemerintah, tingkat tekanan ekonomi di wilayah proyek, atau kesediaan perusahaan untuk mempekerjakan orang-orang dengan kebutuhan khusus.

23 12 Secara umum, pemerintah di banyak negara menawarkan tipe insentif entitlement kepada sebagian besar perusahaan yang merupakan penanaman modal baru dan menciptakan lapangan pekerjaan yang baru. Tipe insentif discretionary biasanya ditawarkan hanya kepada perusahaan yang memiliki skala ekonomi lebih besar atau proyek yang lebih kompetitif. Jika suatu proyek dievaluasi hanya berdasarkan bisnis semata di luar kepentingan publik, maka tipe discretionary akan dipandang lebih efisien karena adanya pertimbangan yang lebih jelas, yaitu apabila tidak ada investasi pemerintah, maka tidak akan ada proyek investasi. Dengan demikian, pemerintah dapat mendasarkan penawarannya pada kebutuhan untuk memenangkan negosiasi tersebut. Di sisi lain, karena keputusan dalam sektor publik merupakan subjek terhadap pengamatan publik dan dibutuhkan adanya kesadaran akan keadilan, konsistensi, dan objektivitas, tipe entitlement lebih dipilih daripada tipe discretionary. Easson dan Zolt (2003) mengemukakan bahwa mekanisme pemberian insentif pajak dipengaruhi oleh berbagai macam pertimbangan, antara lain: a. Jenis kepemilikan investasi, apakah diberikan kepada penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri, atau keduanya; b. Jenis investasi yang berhak memperoleh insentif, apakah diberikan hanya kepada penanaman modal baru, atau diberikan juga kepada perluasan usaha dan investasi yang telah ada sebelumnya (existing); c. Target sektor yang memperoleh insentif pajak; Beberapa sektor yang umumnya berhak memperoleh insentif pajak di beberapa negara antara lain manufaktur, industri pionir, dan sektor-sektor tertentu seperti pengembangan infrastruktur, perfilman, pariwisata dan pusat keuangan lepas pantai. d. Lokasi pemberlakuan insentif; e. Penciptaan lapangan pekerjaan; f. Alih teknologi; dan g. Pengembangan ekspor.

24 13 UNCTAD (2000) mengelompokkan jenis-jenis insentif pajak yang ada di dunia sebagai berikut: a. Pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan; Pemerintah dapat menetapkan tarif PPh badan yang lebih rendah sebagai pengecualian dari ketentuan perpajakan yang berlaku umum dalam rangka menarik FDI di bidang-bidang usaha tertentu atau daerah-daerah tertentu. Hongkong, Indonesia, Irlandia, Laos, Kamboja dan Estonia merupakan beberapa negara yang menggunakan jenis insentif ini. Insentif tersebut ditujukan terhadap penghasilan dari investor asing yang memenuhi kriteria tertentu, atau diterapkan untuk menarik tambahan FDI. Malaysia menerapkan insentif ini pada pertengahan dekade 1980-an ketika arus investasi yang masuk di bawah harapan pemerintah. b. Kompensasi kerugian; Pemerintah yang menerapkan tarif PPh badan yang rendah seringkali menggunakan dua mekanisme lain untuk menurunkan tarif pajak efektif. Salah satu mekanismenya adalah dengan mengizinkan investor untuk melakukan kompensasi kerugian selama beberapa tahun tertentu (biasanya tiga sampai lima tahun), untuk tujuan perpajakan. Biasanya, hanya kerugian dengan rasio tertentu yang bersifat tetap dan dengan batas atas tertentu yang diizinkan untuk dikompensasi. Kebijakan ini sangat disukai oleh investor yang proyeknya diperkirakan akan mengalami kerugian dalam beberapa tahun pertama di mana mereka tengah mencoba meningkatkan produksi dan menembus pasar. c. Tax Holiday; Tax Holiday merupakan bentuk insentif pajak yang paling umum digunakan. Pembahasan mengenai Tax Holiday disampaikan pada subbab 2.2. d. Investment allowances; Investment allowance merupakan pengurangan penghasilan kena pajak berdasarkan persentase tertentu dari investasi baru. Insentif ini cenderung menurunkan harga efektif dalam memperoleh modal. Baik investment

25 14 allowance maupun investment tax credit diberikan sebagai suatu persentase tertentu dari pengeluaran investasi yang memenuhi syarat. Karena mengurangi basis pajak, manfaat insentif ini terhadap investor antara lain tergantung kepada tarif PPh badan yang diterapkan atas basis pajak tersebut. Sebaliknya, variasi tarif PPh badan tidak mempengaruhi nilai investment tax credit. e. Investment tax credits; Investment tax credits bisa berupa flat investment tax credits atau incremental investment tax credits. Flat investment tax credits diperoleh sebagai suatu persentase tetap dari belanja investasi yang dikeluarkan dalam setahun atas aset tertentu, sedangkan incremental investment tax credits diperoleh sebagai suatu persentase tetap dari belanja investasi yang memenuhi syarat dalam satu tahun yang jumlahnya melebihi suatu batas tertentu yang biasanya berupa dasar rata-rata bergerak (moving-average base), misalnya rata-rata belanja investasi oleh wajib pajak selama tiga tahun sebelumnya. Investment tax credits dapat dihubungkan dengan sistem penyusutan. Di banyak negara, dasar penyusutan aset dari investasi harus dikurangi dengan suatu jumlah tertentu yang berasal dari investment tax credits dan bantuan dari pemerintah lainnya terkait dengan investasi. Hal ini menunjukkan bahwa investor mengakui adanya penurunan biaya dalam memperoleh aset yang dibutuhkan karena adanya insentif tersebut. Praktek tersebut juga diadopsi untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pemberian insentif investasi. f. Pengurangan pajak atas dividen dan bunga yang dibayarkan ke luar negeri; Pemerintah umumnya membebankan pajak-pajak atas dividen yang disetorkan ke luar negeri oleh investor asing. Pajak-pajak tersebut dapat dikurangi dalam rangka menarik investasi asing. Pada umumnya, pajak-pajak tersebut dikenakan dengan tarif 10%. Terlepas dari fenomena pergeseran beban pajak (tax-shifting), semakin rendah pajak atas dividen, berarti semakin besar insentif pajak yang diberikan. Di sisi lain, semakin rendah pajak atas dividen, semakin rendah beban atas pembayaran dividen ke luar negeri, yang berarti semakin rendah pula insentif untuk menanamkan modalnya kembali.

26 15 g. Perlakuan khusus atas keuntungan dari long-term capital; Banyak negara memberi perlakuan perpajakan khusus bagi peningkatan nilai aset yang dimiliki oleh perusahaan apabila aset tersebut dimiliki dalam suatu jangka waktu tertentu (biasanya enam bulan sampai satu tahun). Keuntungan dari aset jangka panjang (aset yang ditahan lebih dari jangka waktu minimal) biasanya dikenakan pajak dengan tarif setengah dari tarif pajak atas keuntungan dari aset jangka pendek (aset yang ditahan kurang dari jangka waktu minimal). Keuntungan dari aset jangka pendek biasanya dikenakan pajak dengan tarif umum. Perlakuan khusus tersebut dimaksudkan untuk mendorong investor mempertahankan asetnya dalam waktu yang lebih lama. h. Pengurangan untuk biaya-biaya tertentu; Beberapa negara mencoba untuk mendorong beberapa jenis perilaku tertentu dari investor melalui sistem perpajakan. Mereka memberlakukan lebih dari sekedar pengurangan penuh atas beberapa biaya tertentu. Sebagai contoh, beberapa negara memungkinkan adanya pengurangan ganda atas biasa pelatihan, biaya penelitian dan pengembangan, atau biaya pemasaran untuk tujuan ekspor. Jenis insentif ini dapat dipertimbangkan untuk mendorong alih teknologi. i. Pengurangan tarif hingga menjadi 0%; Pemerintah dapat menurunkan atau menghapus tarif atas barang modal berupa impor peralatan dan suku cadang untuk proyek investasi tertentu. Kebijakan ini memiliki dampak berkurangnya biaya investasi. Di sisi lainnya, pemerintah dapat menaikkan tarif atas impor barang jadi dalam rangka melindungi pasar domestik dari persaingan dengan barang impor. j. Pengurangan berdasarkan penyerapan tenaga kerja; Di banyak negara, kontribusi jaminan sosial yang bersifat wajib dapat menjadi beban bagi perusahaan, terutama perusahaan baru. Untuk mendorong investasi di sektor-sektor atau daerah-daerah tertentu, pemerintah dapat mengurangi besarnya kontribusi tersebut atau memberikan kredit pajak atau allowance berdasarkan jumlah pegawai yang dipekerjakan. Bulgaria, sebagai contoh,

27 16 menawarkan insentif pajak untuk mencapai tujuan sosialnya yaitu menyediakan lapangan pekerjaan kepada orang dengan kebutuhan khusus. k. Kredit pajak untuk nilai tambah; Dalam rangka meningkatkan kapasitas industri dalam negeri dan mengurangi ekspor komoditas bahan baku, pemerintah dapat memberikan kredit pajak atau allowance bagi produsen yang menghasilkan nilai tambah atau menggunakan komponen lokal dalam jumlah yang signifikan. l. Pengurangan atau kredit pajak untuk penghasilan dalam bentuk mata uang asing. Salah satu alasan banyak negara berkembang meningkatkan ekspor adalah untuk memperoleh mata uang asing yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Tidak hanya dalam bidang ekspor, tetapi juga banyak industri di sektor jasa (misalnya pariwisata dan perhotelan) yang diberikan pengurangan atau kredit pajak berdasarkan banyaknya mata uang asing yang diperoleh. Tabel 2.1 Tujuan Pemerintahan dan Insentif Pajak yang Ditawarkan Tujuan Pertimbangan Insentif yang Ditawarkan Memajukan kegiatan ekspor Skala ekonomi dalam kegiatan ekspor; Pembangunan citra negara; Perbedaan antara nilai tukar aktual dan nilai tukar ekuilibrium. Pembebasan Bea Masuk barang modal, peralatan atau bahan baku, suku cadang dan barang lain yang terkait dengan proses produksi; Pembebasan Bea Keluar; Perlakuan khusus atas penghasilan dari ekspor dan atau pengurangan PPh atas keuntungan dari nilai tukar;

28 17 Alih teknologi Dampak tidak langsung; Keengganan untuk menerima risiko. Kredit pajak untuk penjualan domestik sebagai imbalan dari kinerja ekspor; Pengurangan bea dan kredit pajak atas bea dan pajak yang dibayar atas impor bahan baku; kredit PPh atas penggunaan konten lokal dalam produk ekspor; pembebanan biaya-biaya di luar negeri dan capital allowance untuk industri yang berorientasi ekspor; pengurangan atau kredit PPh bagi nilai tambah bersih. Penyusutan mesin dipercepat; Pengurangan PPh/Tax Holiday; Allowance untuk investasi dan penanaman modal kembali; Allowance untuk pelatihan keahlian; Pengurangan pajak atas royalti dan dividen.

29 18 Peningkatan jumlah lapangan pekerjaan atau pelatihan keahlian Peningkatan nilai tambah domestik Investasi berdasarkan sektor Ketidaksempurnaan pasar tenaga kerja seperti tingginya upah minimal; Dampak tidak langsung. Permasalahan dalam pengembangan pemasok; Dampak tidak langsung terhadap industri hilir. Dampak tidak langsung; Kebijakan dan strategi industri; Keamanan nasional. Tax Holidays; Allowances untuk biayabiaya pelatihan; Pengurangan tarif berdasarkan jumlah total tenaga kerja; Pengurangan dalam pembayaran jaminan sosial. Tax Holidays; Pengurangan tarif PPh; Kompensasi kerugian untuk tujuan PPh; Pengurangan PPh berdasarkan pemasaran dan promosi; Pengurangan PPh berdasarkan total penjualan Pembebasan Bea Masuk atas barang modal, peralatan atau bahan baku, suku cadang dan barang-barang lainnya terkait proses produksi; Penyusutan mesin dipercepat; Pengurangan PPh/Tax Holiday;

30 19 Allowance untuk investasi atau penanaman modal kembali; Allowance untuk pelatihan keahlian; Kompensasi kerugian untuk tujuan PPh; Perlakuan khusus atas keuntungan dari modal (capital gain). Insentif regional Bagian infrastruktur; Pertimbangan rasa keadilan. Pembebasan bea masuk atas barang modal, peralatan atau bahan baku, suku cadang dan barang-barang lainnya terkait proses produksi; Penyusutan mesin dipercepat; Pengurangan PPh/Tax Holiday; Allowance untuk investasi atau penanaman modal kembali; Allowance untuk pelatihan keahlian; Kompensasi kerugian untuk tujuan PPh;

31 20 Perlakuan khusus atas keuntungan dari modal (capital gain). Sumber: Tax Incentives and Foreign Direct Investment: A Global Survey, UNCTAD (2000) Efektivitas dari pemberian insentif pajak berbeda-beda tergantung pada kegiatan perusahaan dan motivasi untuk menanamkan modal di luar negeri. Perkembangan bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa insentif pajak merupakan faktor yang penting bagi perusahaan yang aktif dan perusahaan yang beroperasi di berbagai pasar seperti perbankan, perusahaan asuransi dan perusahaan yang bergerak di bidang internet, karena perusahaan-perusahaan tersebut dapat merasakan dengan lebih baik berbagai macam rezim pajak yang berbeda di berbagai negara. Strategi tersebut dapat menjelaskan keberhasilan tax haven dalam menarik minat perusahaan global untuk mendirikan anak perusahaan. Hal yang serupa berlaku juga pada tarif pajak yang secara umum memiliki pengaruh yang lebih besar kepada keputusan investasi perusahaan yang berorientasi ekspor dibandingkan dengan perusahaan yang mencari pasar domestik atau mencari keuntungan di lokasi-lokasi tertentu, karena perusahaan yang berorientasi ekspor tidak hanya lebih aktif, tetapi juga beroperasi di pasar yang kompetitif dengan keuntungan yang sangat tipis. Seperti halnya kebijakan-kebijakan lain yang diambil oleh pemerintah, kebijakan pemberian insentif pajak dalam rangka menarik investasi asing juga menuai pro dan kontra dari masyarakat. Pro dan kontra yang timbul umumnya terkait dengan manfaat yang diperkirakan dapat diraih oleh pemerintah di masa mendatang sehubungan dengan pemberian insentif dibandingkan dengan beban yang harus ditanggung oleh pemerintah dalam melakukan kebijakan tersebut. Pihak yang mendukung kebijakan pemberian insentif pada umumnya berpendapat bahwa kebijakan tersebut diperlukan untuk meningkatkan investasi, yang pada akhirnya akan menciptakan lapangan pekerjaan dan mendatangkan manfaat sosial dan ekonomi lainnya. Dalam mempertimbangkan pendapat tersebut, perlu diingat bahwa insentif pajak utamanya merupakan pembedaan perlakuan perpajakan terhadap suatu investasi tertentu. Dengan demikian, insentif

32 21 pajak akan meningkatkan investasi secara umum hanya jika proyek yang lebih sensitif terhadap pajak mendapatkan perlakuan perpajakan yang dianggap lebih menguntungkan. Halvorsen (1995) menyatakan bahwa dalam kenyataannya, pengalaman yang ada menunjukkan bahwa dalam banyak kasus, proyek yang paling menguntungkan (yang tetap akan berjalan walaupun tanpa adanya insentif) adalah proyek yang paling banyak mendapatkan insentif pajak dibandingkan dengan proyek yang lebih sensitif terhadap pajak. Dalam kasus semacam itu, insentif pajak hanya akan menghasilkan hilangnya pendapatan pajak dalam jumlah yang signifikan. Beberapa pihak juga mendukung pemberian insentif pajak atas dasar pertimbangan bahwa insentif pajak akan mengalihkan investasi ke daerah yang lebih membutuhkan. Pertimbangan tersebut timbul karena adanya perhatian terhadap redistribusi pendapatan (misalnya insentif investasi untuk daerah miskin), dampak positif yang diharapkan (misalnya insentif untuk industri teknologi tinggi yang diharapkan akan melakukan alih teknologi), atau keinginan untuk melakukan diversifikasi ekonomi. Namun demikian, pertimbangan tersebut juga menimbulkan banyak kritik yaitu secara politis sangat sulit untuk mengidentifikasi dampak-dampak investasi secara tepat (Fletcher, 2002). Bolnick (2004) mengemukakan sepuluh alasan yang mendukung pemberian insentif pajak sebagai berikut. a. Insentif pajak akan memperbesar tingkat pengembalian bersih investor yang pada akhirnya akan digunakan untuk meningkatkan nilai investasinya. b. Insentif pajak akan menghasilkan eksternalitas positif seperti adanya alih teknologi dan ilmu pengetahuan. c. Insentif pajak merupakan instrumen yang praktis dan fleksibel yang dapat digunakan untuk mencapai keberhasilan suatu kebijakan seperti peningkatan investasi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan daerah tertinggal dan meningkatkan angkatan kerja. d. Insentif pajak merupakan sinyal bagi investor yang menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendukung investasi di negaranya.

33 22 e. Insentif pajak dapat menarik modal yang terus bergerak untuk dapat ditanamkan di suatu negara. f. Insentif pajak merupakan sarana bagi suatu negara untuk bersaing dengan negara lainnya dalam mendapatkan investasi. g. Insentif pajak merupakan kompensasi yang diberikan pemerintah karena tidak kondusifnya iklim investasi di negara yang bersangkutan, seperti biaya infrastruktur yang tinggi, ketidakstabilan ekonomi makro atau lemahnya penegakan hukum. h. Insentif pajak dapat menghasilkan peningkatan pendapatan bagi negara di masa yang akan datang. i. Insentif pajak dapat menjadi senjata politik bagi pemerintah dalam menarik simpati masyarakat, terutama kalangan investor. j. Pengalaman di beberapa negara, seperti Malaysia, Irlandia, Kosta Rika, dan Mauritius, menunjukkan bahwa insentif pajak berhasil meningkatkan investasi asing yang masuk ke dalam suatu negara. Pihak-pihak yang tidak setuju dengan pemberian insentif pajak berpendapat bahwa pemberian insentif pajak dapat mengurangi efektivitas dan efisiensi investasi. Sebagai contoh, investor lebih memilih suatu bidang usaha karena banyaknya insentif yang dijanjikan oleh pemerintah, padahal secara sosial ekonomi, ada bidang usaha lain yang dapat mendatangkan manfaat lebih besar bagi masyarakat. Dalam kasus lain, insentif pajak bukan mekanisme terbaik dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya, jika pemerintah ingin membantu daerah miskin, akan lebih efektif dan efisien apabila bantuan diberikan dalam bentuk transfer dana langsung, peningkatan kesempatan menikmati pendidikan dan kesehatan, atau menanamkan modal dalam bidang infrastruktur seperti jalan raya, dibandingkan memberikan insentif pajak. Pendapat lain yang menentang pemberian insentif pajak adalah bahwa insentif pajak akan memperburuk masalah tata kelola negara dan korupsi. Masalah-masalah tersebut akan muncul khususnya jika insentif pajak diberikan berdasarkan penilaian (judgment) pemerintah semata tanpa adanya prosedur dan

34 23 aturan yang jelas, karena hal tersebut akan memberikan kesempatan bagi pejabat pemerintah untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan politis dari pemberian insentif tersebut. Selain sepuluh alasan yang mendukung pemberian insentif sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Bolnick (2004) juga memaparkan sepuluh alasan mengapa beberapa pihak menolak pemberian insentif pajak, sebagai berikut. a. Pemberian insentif dapat mengakibatkan hilangnya pendapatan pemerintah yang mungkin akan sangat dibutuhkan dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan. b. Insentif pajak dapat disalahgunakan untuk penghindaran pembayaran pajak sehingga menimbulkan kebocoran pendapatan negara. c. Insentif pajak meningkatkan biaya administrasi perpajakan baik bagi pemerintah maupun bagi wajib pajak yang memperoleh insentif tersebut. d. Hilangnya pendapatan negara akibat pemberlakuan insentif pajak mengharuskan adanya penyesuaian fiskal sehingga dapat menimbulkan biaya ekonomi yang cukup besar. e. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa insentif pajak dapat mendistorsi ekonomi karena mengurangi efisiensi dan produktivitas investasi sebagai akibat dilakukannya upaya pemenuhan syarat untuk memperoleh insentif pajak yang dilakukan oleh investor. f. Pemberian insentif pajak secara selektif dapat mengakibatkan ketidakadilan bagi investor, baik antara investor asing dan domestik maupun antara investor baru dan investor yang telah ada. g. Pemberian insentif pajak seringkali dilakukan dengan tidak transparan sehingga menjadi tidak efektif. h. Pemberian insentif pajak dipengaruhi proses politik sehingga sering menimbulkan konflik kepentingan yang pada akhirnya tujuan pemberian insentif pajak menjadi tidak tercapai.

35 24 i. Masih banyak instrumen yang dapat digunakan untuk menarik investasi asing selain insentif pajak, antara lain: Pendidikan profesional dan teknis; Pembangunan infrastruktur industri dan jasa; Pembentukan standar kualitas; Menghilangkan kebijakan yang menghambat investasi; Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan Kebijakan yang mendukung pemasaran ekspor. j. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa insentif pajak tidak berhasil meningkatkan aliran investasi asing yang masuk ke dalam suatu negara. Negara-negara yang mengklaim keberhasilan pemberian insentif pajak, misalnya Malaysia, Irlandia, Kosta Rika, dan Mauritius, dalam kenyataannya didukung oleh beberapa faktor yang sangat mempengaruhi masuknya investasi asing seperti kondisi politik dan ekonomi yang stabil, angkatan kerja yang terdidik dan terampil, infrastruktur yang sangat baik, keterbukaan bagi perdagangan lintas batas, kepastian hukum, dan sistem promosi investasi yang efektif. Di beberapa negara yang kekurangan atau bahkan tidak memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya investasi, seperti di Uganda dan Indonesia, insentif pajak yang diberikan gagal meningkatkan masuknya investasi asing. Tabel 2.2 Kelebihan dan Kelemahan Jenis-Jenis Insentif Pajak Kelebihan Kelemahan 1. Tarif PPh Badan Rendah Administrasi sederhana; Manfaat terbesar dirasakan oleh Beban pendapatan lebih transparan. perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi, yang tetap dapat berjalan tanpa adanya insentif;

36 25 Mengundang penghindaran pajak dengan cara mengalihkan laba dari perusahaan dengan beban pajak yang tinggi kepada perusahaan dengan beban pajak yang rendah melalui transfer pricing baik dalam satu negara maupun antar negara; Seolah-olah merupakan berkah dadakan bagi investasi yang telah ada; Ada kemungkinan tidak terdapat kebijakan tax sparing di negara asal sehingga sama saja memberikan pendapatan pajak ke negara lain. 2. Tax Holiday Administrasi sederhana; Sama seperti insentif berupa tarif Menghindari bertemunya wajib PPh badan rendah; pajak dengan petugas pajak, Menarik proyek jangka pendek; terutama di negara yang tingkat Mengundang penghindaran pajak korupsinya sangat tinggi. melalui penambahan Tax Holiday dengan cara mendesain ulang investasi yang telah ada menjadi investasi baru; Menciptakan distorsi dalam persaingan antara investasi lama dan investasi baru; Beban pendapatan tidak transparan, kecuali wajib pajak tetap diwajibkan mengisi SPT.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Insentif Pajak untuk Investasi Insentif pajak untuk investasi merupakan sebuah keringanan pajak yang diberikan oleh negara untuk meningkatkan investasi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dan dengan luas wilayah 1.910.931,32 serta dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perlakuan terhadap investasi asing langsung yang masuk ke dalam suatu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perlakuan terhadap investasi asing langsung yang masuk ke dalam suatu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Insentif Investasi Perlakuan terhadap investasi asing langsung yang masuk ke dalam suatu negara telah banyak perubahan semenjak sebagian besar negara memiliki kebijakan yang liberal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini keberadaan pasar modal memiliki peran yang cukup vital

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini keberadaan pasar modal memiliki peran yang cukup vital BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini keberadaan pasar modal memiliki peran yang cukup vital dalam perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki peranan sebagai jembatan untuk mendistribusikan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Dari pembahasan dan analisis yang dilakukan oleh penulis berkenan dengan dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di Indonesia pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Profil Lembaga Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia. Sebagai penghubung utama antara dunia usaha

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu rangkaian yang terencana menuju keadaan ke arah yang lebih baik. Tahun 1969 pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia mulai melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berkembang, yang membutuhkan investasi cukup besar untuk menopang pertumbuhan ekonominya. Sementara sumber-sumber dana yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian yang semakin merosot di Indonesia disebabkan oleh krisis moneter, serta merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

INVESTASI DI INDONESIA

INVESTASI DI INDONESIA INVESTASI DI INDONESIA Agni Indriani Widyaiswara Madya Pusdiklat KNPK Faktor-faktor yang menjadikan investasi di Indonesia menarik Investasi dapat mempunyai multiplier effect yang besar karena dengan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50%

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50% BAB VII PERPAJAKAN PERPAJAKAN DI INDONESIA DIRASAKAN KURANG BERSAING UNTUK MENARIK INVESTASI. Pandangan ini umumnya diutarakan dalam 3 hal, yaitu: pelayanan pajak yang rendah, tarif pajak yang kurang bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5783 EKONOMI. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Fasilitas. Kemudahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 309). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan memberikan kontribusinya pada perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan memberikan kontribusinya pada perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manufaktur merupakan sektor industri yang penting di lingkup perekonomian Indonesia, jumlah perusahaannya yang sangat besar dibagi menjadi sektor-sektor, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui apakah suatu negera tersebut memiliki perekonomian yang baik (perekonomiannya meningkat)

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penurunan yang sangat drastis. Krisis global adalah salah satu dilema yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. penurunan yang sangat drastis. Krisis global adalah salah satu dilema yang sedang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian tidak selamanya dapat terus menerus berkembang dengan baik, ada kalannya mengalami pertumbuhan bahkan terkadang mengalami penurunan yang sangat drastis.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pendapatan negara memiliki dua komponen yakni penerimaan dalam negeri dan hibah. Sebagaimana tercantum di dalam Nota Keuangan 0 pendapatan negara selain menjadi sumber pembiayaan

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika perekonomian suatu negara mengalami depresiasi mata uang, maka bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

PERTEMUAN III ASPEK EKONOMI, POLITIK,

PERTEMUAN III ASPEK EKONOMI, POLITIK, Manajemen Proyek PERTEMUAN III ASPEK EKONOMI, POLITIK, SOSIAL DAN BUDAYA Aspek Politik UMUMNYA ASPEK POLITIK YANG BERKAIT DENGAN MANAJEMEN PROYEK ADALAH : A. STABILITAS POLITIK B. ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang menjadi masalah serius. Amerika Serikat merupakan negara adidaya dimana ketika perekonomiannya

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi yang berkembang dengan cepat membuat kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, transportasi, sistem informasi hingga perekonomian sehingga kegiatan

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor properti. Pada umumnya banyak masyarakat yang tertarik menginvestasikan dananya di sektor properti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional

Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Jakarta, 14 April 2015 1 Outline Peran Kementerian Keuangan Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

2 Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai berproduksi komer

2 Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai berproduksi komer TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. Pajak Penghasilan. Penanaman Modal. Fasilitas. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 77) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara I. Pendahuluan Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth).

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu negara dalam membangun perekonomian negaranya adalah laju pertumbuhan ekonomi. Setiap

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing Andin Hadiyanto Kementerian Keuangan RI Tantangan Utama Sektor Industri Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda (Christianti, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda (Christianti, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar keputusan keuangan yang dibuat oleh perusahaan dalam rangka memaksimalkan nilai perusahaan dan kesejahteraan pemegang saham. Keputusan keuangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi

BAB I PENDAHULUAN. cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keadaan perekonomian Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan kinerja yang cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut, atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut, atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, hampir semua negara menaruh perhatian besar terhadap pasar modal karena memiliki peranan strategis bagi penguatan ketahanan ekonomi suatu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan faktor-faktor produksi yaitu; modal, tenaga kerja dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan faktor-faktor produksi yaitu; modal, tenaga kerja dan teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

Account Representative

Account Representative Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ekonomi, pemerintah merupakan agen, dimana peran pemerintah adalah menghasilkan barang publik. Barang publik harus dihasilkan pemerintah, terutama karena tidak

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, GCG) telah

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, GCG) telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, GCG) telah menjadi isu hangat yang semakin berkembang di Indonesia. Konsep ini menjadi sering dibicarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang mulai mengalihkan perhatian dalam bentuk alternatif bagi pembiayaan pembangunan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci