ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK (Kasus : Rumah Makan di Kota Bogor) EKO SUPRIYANA A PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 Angan mengahalangi kebaikan, kebenaran membawa kepada kesuksesan yang disertai keberuntungan, dan nafsu salah mendorong kepada kejahatan (Yahya bin Muadz ra.) Karya kecil ini ku persembahkan untuk keluarga tercinta, Bapak, Ibu, Erna & Suami dan Zidan

3 RINGKASAN EKO SUPRIYANA. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Pembelian Minyak Goreng Bermerek dan Tidak Bermerek (Kasus : Rumah Makan di Kota Bogor). Di bawah bimbingan HARMINI Minyak goreng adalah salah satu komoditas dari sembilan bahan pokok yang cukup penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Oleh karena itu minyak goreng dikategorikan sebagai komoditas yang cukup strategis. Pada saat ini, pengembangan agribisnis minyak goreng di Indonesia memiliki peranan yang cukup besar dalam penciptaan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja dan sumber devisa. Pangsa pasar minyak goreng indonesia saat ini sebagian besar dikuasai oleh minyak goreng tanpa merek sebesar 70 persen dari total pangsa pasar nasional, sedangkan sisanya 30 persen oleh minyak goreng bermerek. Agar dapat bersaing dan memperoleh pangsa pasar yang diinginkan, produsen seyogyanya dapat mengetahui perilaku konsumen terhadap produk minyak goreng. Melalui penelitian terhadap proses keputusan pembelian konsumen terhadap produk, produsen dapat mengetahui keinginan dan prioritas konsumen. Adapun salah satu yang menjadi konsumen minyak goreng ini adalah rumah makan yang berada di wilayah Kota Bogor. Pemilihan rumah makan sebagai responden karena proses keputusan pembelian minyak goreng yang dilakukan oleh konsumen rumah makan berbeda dengan konsumen individu. Berdasarkan rumusan tersebut maka permasalahan yang dapat diteliti adalah : bagaimana karakteristik konsumen dan tahapan proses keputusan pembelian minyak goreng, bagaimana deskripsi tingkat kepentingan atribut produk minyak goreng, faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keputusan pembelian minyak goreng dan bagaimana implikasi perilaku konsumen terhadap strategi pemasaran minyak goreng. Berdasarkan rumusan permasalahan maka tujuan dari penelitian ini adalah: mengkaji karakteristik konsumen dan menganalisis proses keputusan pembelian minyak goreng bermerek dan tidak bermerek, mendeskripsikan tingkat kepentingan atribut produk minyak goreng, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian minyak goreng dan menganalisis implikasi perilaku konsumen terhadap strategi pemasaran minyak goreng. Karakteristik responden dan tahapan proses keputusan pembelian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Adapun karakteristik responden yang dianalisis adalah jenis rumah makan, kapasitas kursi, omzet perbulan, jumlah pengunjung, jumlah karyawan, kepemilikan tempat parkir dan akses ke jalan raya. Tahapan proses keputusan pembelian yang dianalisis adalah pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian, dan evaluasi pasca pembelian. Sementara untuk mengetahui tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut produk minyak goreng menggunakan analisis ukuran pemusatan dengan menggunakan nilai tengah. Analisis Diskriminan digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhi konsumen dalam pembelian minyak goreng. Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian dirumuskan strategi pemasaran yang sesuai dengan perilaku konsumen minyak goreng bermerek dan tidak bermerek. Jumlah responden digunakan sebanyak 36 responden rumah makan, dengan 18 rumah makan minyak goreng bermerek dan 18 rumah makan minyak goreng tanpa merek.

4 Karakteristik responden minyak goreng bermerek antara lain : sebagian besar jenis rumah makan tradisional, kapasitas kursi berkisar antara 20 sampai 40 buah, omzet rata-rata perbulan antara Rp sampai dengan Rp , dengan jumlah rata-rata pengunjung per bulan orang. Jumlah karyawan umumnya antara 10 sampai 50 orang, dengan fasilitas tempat parkir yang cukup luas dan akses ke jalan raya yang mudah pada sebagian besar rumah makan. Bangunan yang digunakan umumnya berukuran besar dengan tipe bangunan permanen. Sementara karakteristik responden minyak goreng tanpa merek adalah sebagian besar jenis rumah makan tradisional, dengan kapasitas kursi kurang dari 20 buah, omzet rata-rata per bulan berkisar antara Rp Rp , jumlah pengunjung per bulan antara orang. Jumlah karyawan umumnya kurang dari 10 orang, dengan fasilitas tempat parkir dan dekat dengan akses jalan raya. Untuk bangunannya berukuran kecil sampai sedang dan umumnya tipe bangunannya adalah semi permanen. Pada tahapan pengenalan kebutuhan, responden minyak goreng bermerek memiliki motivasi karena pembelian dilakukan merupakan keputusan perusahaan (33,33 persen) dan mencari manfaat untuk memuaskan konsumen (83,33 persen). Sementara sebagian besar (66,67 dan 94,44 persen) responden minyak goreng tidak bermerek memiliki motivasi dan pencarian manfaat pembelian karena harganya yang terjangkau dan untuk meningkatkan laba rumah makan. Pada proses pencarian informasi responden setuju bahwa informasi diperoleh sebagian besar berasal dari penjual yakni sebesar 61,11 persen responden minyak goreng bermerek, dan 94,44 persen untuk responden minyak goreng tidak bermerek, sehingga informasi dari penjual merupakan informasi yang paling berpengaruh. Atribut yang diperhatikan dalam tahapan evaluasi alternatif pada dua kelompok responden berbeda. Pada responden responden minyak goreng bermerek atribut yang dianggap paling penting adalah warna (33,33 persen), sementara pada responden minyak goreng tidak bermerek atribut yang dianggap paling penting adalah harga (61,11 persen). Pada tahapan pembelian dua kelompok responden sebagian besar memutuskan pembelian secara terencana masing-masing 83,33 dan 55,56 persen untuk minyak goreng bermerek dan minyak goreng tidak bermerek. Tetapi dalam frekuensi pembelian minyak goreng yang dilakukan, sebagian besar responden minyak goreng bermerek melakukan pembelian seminggu sekali (61,11 persen). Sementara sebagian besar reponden minyak goreng tidak bermerek melakukan pembelian setiap hari (50 persen). Tempat pembelian sebagian besar dikirim oleh penjual untuk minyak goreng bermerek (61,11 persen) dan di grosir untuk minyak goreng tidak bermerek (72,22 persen). Pada tahapan terakhir sebagian besar responden merasa puas atas minyak goreng yang digunakannya. sehingga responden tidak akan beralih pada minyak goreng lain dengan persentase sebesar 100 persen untuk minyak goreng bermerek dan 83,33 persen untuk minyak goreng tidak bermerek. Berdasarkan analisis tingkat kepentingan atribut produk, diperoleh atribut yang dianggap sangat penting oleh responden minyak goreng bermerek adalah atribut informasi produk, aroma, warna, kemudahan memperoleh, merek, dan harga, sementara atribut kemasan dan promosi merupakan atribut yang dianggap penting. Pada responden responden minyak goreng tidak bermerek atribut yang dianggap sangat penting adalah harga, kemudahan memperoleh, warna dan aroma. Atribut informasi produk dan kemasan dianggap penting. Faktor yang paling dominan berpengaruh dalam keputusan pembelian minyak goreng adalah omzet per bulan, kapasitas kursi, jumlah tamu untuk minyak goreng bermerek dan frekuensi pembelian untuk minyak goreng tidak

5 bermerek. Faktor yang dianggap tidak berpengaruh adalah faktor jumlah tamu, tempat pembelian, jumlah pembelian, jarak tempat pembelian dan jenis rumah makan. Strategi pemasaran yang bisa dilakukan pada minyak goreng bermerek adalah mencantumkan informasi produk dengan jelas dan lengkap, mempertahankan warna dan aroma, menjaga ketersediaan produk, mempertahankan reputasi merek, menjaga kestabilan harga dan lebih gencar melakukan promosi. Sementara strategi pemasaran untuk minyak goreng tidak bermerek adalah mempertahankan harga, menjamin kemudahan memperoleh produk, mempertahankan warna dan aroma minyak goreng, serta meningkatkan hubungan dengan distributor atau pengecer.

6 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK (Kasus : Rumah Makan di Kota Bogor) Oleh : EKO SUPRIYANA A SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

7 Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Pembelian Minyak Goreng Bermerek dan Tidak Bermerek (Kasus : Rumah Makan di Kota Bogor) Nama Mahasiswa : Eko Supriyana NRP : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Harmini, MS NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP Tanggal Kelulusan :

8 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Desember 2006 Eko Supriyana A

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 26 April 1978, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Sugeng Santoso dan Ibu Maryanah. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh di SD Negeri Sirnagalih 1 Kabupaten Bogor pada tahun 1984 lulus tahun Setelah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 9 Kota Bogor, lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 8 Kota Bogor lulus tahun1996. Tahun 1997, Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program Diploma III Teknisi Peternakan, Fakultas Peternakan, lulus pada tahun Selanjutnya pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata-1 pada program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

10 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, kata-kata yang sudah seharusnya saya ungkapkan setelah dapat menyelesaikan skripsi ini, karena atas izin dan karunia dari ALLAH SWT. semuanya dapat terjadi. Pada kesempatan ini juga saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas peran dan bantuannya. 1. Kedua orang tua (Ibu dan Bapak), atas doa dan segala bantuan yang tak terkira, mudah-mudahan semua itu mendapat balasan dari ALLAH SWT. 2. Adikku Erna dan Suami untuk doa dan bantuannya, serta si kecil Zidan semoga menjadi anak yang saleh. 3. Ibu Ir. Harmini, MSi atas segala kebaikan, kesabaran dan bimbingannya hingga sksipsi ini dapat terwujud. 4. Ibu Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji utama atas semua masukkan yang berharga kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. 5. Ibu Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan, atas koreksi dan masukan untuk skripsi ini. 6. Bapak Muhammad Firdaus, SP, MM selaku evaluator kolokium yang telah memberikan saran dan kritik untuk penulisan skripsi ini. 7. Staff sekretariat ekstensi yang telah banyak membantu kelancaran penulis dalam menyusun skripsi ini. 8. Para pemilik dan pimpinan rumah makan di wilayah Kota Bogor yang bersedia dikunjungi oleh penulis. 9. Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Bogor atas data yang diberikan pada penulis. 10. Alfia nugrah dan keluarga, untuk semua bantuan, doa dan dorongannya semoga semua itu menjadikan kebaikan.

11 11. Saryani dan keluarga, makasih banyak Ni...! untuk semua bantuannya, semoga cepat dapat calon Teman-teman ext, amay suhada yang di Karawang, agus Bantani, dhani, simon sering-sering ngumpul dong n temen-temen lainnya. 13. Teman TD 34, om Sud (Iman), Roni di pemalang, Fery ama Keluarga moga tambah makmur, eko harmiyadi, haerul, febry, irma, retno, rahma yang udah pada jauh dan semua anak TD 34 yang nggak bisa disebutin satusatu. 14. Keluarga di Ciapus, uwa dan sepupu-sepupu atas semua doanya. 15. Temen-temen begadank di rumah, cepetan pada cari pacar sana Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapakan balasan dari ALLLAH SWT. amin ya robbal alamin. Bogor, Desember 2006 Penulis

12 KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Shalawat dan salam kepada nabi besar Muhammad SAW. Skripsi ini adalah penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembelian minyak goreng tidak bermerek dan bermerek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, proses keputusan pembelian dan atribut-atribut yang diperhatikan oleh responden. Sehingga dari tujuan tersebut dapat dirumuskan strategi pemasaran sebagai masukan bagi produsen minyak goreng. Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun agar dapat berguna pada penelitian-penelitian lanjutan yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah pengetahuan bagi pembaca sekalian. Bogor, Desember 2006 Penulis

13 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Klasifikasi Minyak Goreng Standarisasi Minyak Goreng Pola Pemasaran Minyak Goreng Definisi dan Klasifikasi Rumah Makan Jenis Restoran Penelitian Mengenai Minyak Goreng Penelitian Mengenai Analisis Tingkat Kepentingan Atribut dan Analisis Diskriminan III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsumen Perilaku Konsumen Proses Keputusan Pembelian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen Industri Atribut Produk Strategi Pemasaran Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis data Analisis Deskriptif Analisis Tingkat Kepentingan Atribut Produk Minyak Goreng Analisis Diskriminan Definisi Operasional... 42

14 V. GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Gambaran Umum Daerah Penelitian Wilayah dan Topografi Penduduk Karakteristik Responden Minyak Goreng Jenis Rumah Makan Kapasitas Kursi Omzet Per Bulan Jumlah Pengunjung Jumlah Karyawan Tempat Parkir Akses ke Jalan Raya VI. PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN MINYAK GORENG Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian Evaluasi Pasca Pembelian Ringkasan Proses Keputusan Pembelian VII. ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG Tingkat Kepentingan Konsumen Terhadap Atribut-Atribut Produk Minyak Goreng Minyak Goreng Curah Minyak Goreng Kemasan Analisis Diskriminan VIII. IMPLIKASI PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN MINYAK GORENG Strategi Produk Strategi Harga Strategi Distribusi Strategi Promosi IX. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 96

15 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jumlah Perusahaan, Penciptaan Nilai Tambah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Industri Minyak Goreng di Indonesia, Tahun Nilai Ekspor dan Impor Minyak/Lemak Nabati dan Hewani Indonesia, Tahun Produksi Minyak Goreng Indonesia, Tahun Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan untuk Minyak Goreng Indonesia, Tahun Klasifikasi Minyak Goreng Menurut Klasifikasi Komoditi Indonesia, Tahun Standar Mutu Minyak Goreng Indonesia Menurut SNI Perkembangan Jumlah Rumah Makan di Kota Bogor, Tahun Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Kecamatan di Kota Bogor, Tahun Jumlah Kepadatan Per Kecamatan di Kota Bogor, Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Rumah Makan untuk Setiap Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kapasitas Kursi untuk Setiap Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Omzet per Bulan untuk Setiap Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Banyaknya Tamu yang Dilayaninya per Bulan untuk Setiap Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Karyawan yang Dipekerjakannya untuk Setiap Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tempat Parkir untuk Setiap Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya... 53

16 16. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Akses Jalan untuk Setiap Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Motivasi Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Manfaat Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Sumber Informasi Tentang Minyak Goreng yang Akan Dibeli untuk Masingmasing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Sumber Informasi yang Paling Mempengaruhi Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Atribut yang Paling Menarik dari Iklan Minyak Goreng Kemasan Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Atribut yang Menjadi Perhatian dari Iklan Minyak Goreng Kemasan Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Atribut Awal yang Menjadi Pertimbangan Dalam Proses Pembelian untuk Masingmasing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Atribut Produk Minyak Goreng yang Dianggap Paling Penting untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Cara Memutuskan Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Frekuensi Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Wadah yang Digunakan Dalam Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tempat Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Pertimbangan Pemilihan Tempat Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya... 67

17 30. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Pihak yang Mengambil Keputusan Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Persepsi Responden Terhadap Promosi Minyak Goreng yang Biasa Dipakai untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Promosi yang Diharapkan Responden Minyak Goreng Kemasan Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Perlakuan Responden Terhadap Minyak Goreng yang Biasa Dipakai untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Perlakuan Responden Apabila Minyak Goreng yang Biasa Dipakai Tidak Tersedia di Tempat Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Perlakuan Responden Apabila Tidak Menggunakan Minyak Goreng yang Biasa Dipakai untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Kecenderungan Pada Variabel-variabel Proses Keputusan Pembelian Minyak Goreng Bermerek dan Tidak Bermerek Rata-rata Skor Tingkat Kepentingan Responden untuk Setiap Atribut Minyak Goreng yang Digunakannya... 77

18 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pola Pemasaran Minyak Goreng Bermerek di Indonesia Pola Distribusi Minyak Goreng Tidak Bermerek di Indonesia Model Keputusan Pembelian Model Perilaku Konsumen Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Pembelian Minyak Goreng Bermerek dan Tidak Bermerek pada Rumah Makan... 36

19 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kuesioner Penelitian Rata-rata Skor Tingkat Kepentingan Responden untuk Minyak Setiap Atribut Minyak Goreng Tidak Bermerek Rata-rata Skor Tingkat Kepentingan Responden untuk Minyak Setiap Atribut Minyak Goreng Bermerek Hasil Analisis Diskriminan

20 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu komoditas dari sembilan bahan pokok yang cukup penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada pengalaman selama ini yang menunjukkan bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menyebabkan timbulnya dampak ekonomis dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian nasional. Oleh karena, itu minyak goreng dikategorikan sebagai komoditas yang cukup strategis (Sumaryanto dan Marcellus, 1996). Selain strategis, minyak goreng juga merupakan komoditas yang bersifat multiguna karena minyak goreng termasuk kedalam komoditas pangan yang dapat dikonsumsi langsung atau menjadi bahan baku bagi banyak industri, seperti industri makanan (snack), kerupuk, mie instant dan industri lainnya. Pada saat ini, pengembangan agribisnis minyak goreng di Indonesia memiliki peranan yang cukup besar dalam penciptaan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja dan sumber devisa. Menurut BPS ( ), nilai tambah yang dihasilkan dari industri minyak goreng tersebut setiap tahunnya ( ) cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 nilai tambah yang dihasilkan dari industri minyak goreng tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya (2002). Hal ini, disebabkan oleh berkurangnya jumlah perusahaan minyak goreng dari tahun sebelumnya (2002). Pada tahun 2002 jumlah perusahaan minyak goreng adalah sebanyak 222 buah dan berkurang menjadi 131 buah pada tahun Dampak dari menurunnya jumlah perusahaan minyak goreng ini menyebabkan tenaga kerja yang terserap pun menjadi turut mengalami penurunan. Data mengenai jumlah perusahaan, nilai tambah dan

21 penyerapan tenaga kerja di industri minyak goreng dari tahun 1999 sampai dengan 2003 terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Perusahaan, Penciptaan Nilai Tambah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Industri Minyak Goreng di Indonesia, Tahun Tahun Jumlah Nilai Tambah Perusahaan (Rp) Sumber : BPS, Penyerapan Tenaga Kerja (orang) Selain dapat menyerap tenaga kerja, industri minyak goreng ini pun dapat menjadi sumber devisa yang cukup besar bagi negara. Menurut BPS ( ) penerimaan devisa Indonesia dari industri minyak goreng pada tahun 2004 mencapai 4.492,8 juta US$. Apabila dipersentasekan maka jumlah devisa dari minyak goreng tersebut menyumbang 6,30 persen terhadap total ekspor Indonesia. Sementara itu, nilai impor komoditas minyak goreng untuk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 70,70 juta US$. Jumlah ini telah mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 51,10 US$. Data lebih lengkapnya tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Ekspor dan Impor Minyak/Lemak Nabati dan Hewani Indonesia, Tahun Tahun Ekspor % Terhadap Impor (juta US$) Total Ekspor (juta US$) ,9 3,8 32, ,1 2,9 47, ,6 2,6 39, ,0 4,6 52, ,8 4,9 51, ,8 6,3 70,7 Sumber : BPS,

22 Meningkatnya nilai eskpor tersebut menyebabkan total produksi minyak goreng di Indonesia dari tahun mengalami peningkatan (Tabel 3). Hal ini berarti bahwa konsumsi untuk komoditas minyak goreng mengalami peningkatan. Tabel 3. Produksi Minyak Goreng Indonesia, Tahun Minyak Goreng Minyak Goreng Minyak Goreng Tahun Total (kg) Sawit (kg) Kelapa (kg) Lainnya (kg) Sumber : BPS, Berdasarkan data pada Tabel 3, produksi minyak goreng Indonesia cenderung mengalami peningkatan, tetapi apabila dilihat dari konsumsi rata-rata minyak goreng masyarakat Indonesia per kapita dalam sebulannya ternyata cenderung mengalami penurunan. Menurut BPS (2004) pada tahun 2003 konsumsi rata-rata minyak goreng per kapita dalam sebulan adalah sebesar 0,8170 liter, sedangkan tahun 2004 hanya sebesar 0,8127 liter. Menurunnya jumlah konsumsi rata-rata minyak goreng perkapita dalam sebulan dikarenakan adanya kenaikan harga minyak goreng. Hal ini diketahui dari besarnya jumlah pengeluaran yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk membeli minyak goreng yang cenderung mengalami peningkatan. Data mengenai konsumsi dan pengeluaran per kapita untuk minyak goreng tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan untuk Minyak Goreng Indonesia, Tahun Tahun Konsumsi (l) Pengeluaran * (Rp) Keterangan : * minyak dan lemak Sumber : BPS, 2004

23 Minyak goreng yang diproduksi oleh Indonesia tersebut sebagian besar (95 persen) menggunakan bahan baku kelapa sawit dan kelapa, sedangkan yang menggunakan bahan baku selain kelapa sawit dan kelapa (kedelai, jagung, kacang tanah dan sebagainya) hanya sebesar lima persen saja (Sumaryanto dan Marcellus, 1996). Besarnya jumlah minyak goreng yang diproduksi dengan menggunakan bahan baku kelapa sawit dan kelapa tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan bahan baku minyak kelapa sawit dan kelapa di Indonesia sangat melimpah. Berdasarkan data BPS (2004), diketahui bahwa produksi minyak kelapa sawit dan inti sawit yang dihasilkan oleh perkebunan besar adalah 6.448,6 ribu ton dan 1.453,7 ribu ton, sedangkan minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari perkebunan rakyat sebesar 3.828,2 ribu ton. Sementara itu, produksi kelapa (ekuivalen kopra) yang dihasilkan dari perkebunan besar adalah 88,5 ribu ton dan dari perkebunan rakyat sebesar 3.173,1 ribu ton. Berdasarkan bahan dasar tersebut maka diketahui ternyata jumlah bahan baku kelapa sawit dan kelapa yang digunakan cukup besar. Besarnya jumlah bahan baku yang digunakan ini menunjukkan bahwa masyarakat yang mengkonsumsi minyak goreng kelapa dan kelapa sawit juga besar jumlahnya Perumusan Masalah Pangsa pasar minyak goreng terbagi dalam dua segmen, yakni pasar minyak goreng bermerek dan minyak goreng tidak bermerek. Pasar minyak goreng tidak bermerek memiliki pangsa pasar terbesar yaitu sebesar 70 persen dari total pasar minyak goreng nasional, sedangkan sisanya 30 persen untuk minyak goreng bermerek 1. Apabila dibandingkan dengan minyak goreng tanpa merek, pangsa pasar minyak goreng bermerek masih kecil, namun pada saat ini 1 klaim di Minyak Goreng/15 Februari 2005

24 semakin banyak produsen minyak goreng yang memusatkan produknya dengan menggunakan merek. Saat ini berbagai minyak goreng bermerek banyak beredar di pasaran antara lain, Bimoli, Filma, Kunci Mas, Cap Sendok, Sania, Barco dan lainnya. Semakin banyaknya minyak goreng bermerek yang beredar di pasar, maka menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Baik persaingan antara produsen minyak goreng bermerek dengan minyak goreng tidak bermerek, maupun persaingan sesama minyak goreng bermerek. Dibandingkan dengan minyak goreng tanpa merek, pada umumnya minyak goreng bermerek memiliki beberapa kelebihan antara lain, warna yang lebih jernih, aroma yang lebih baik, non-kolesterol, mengandung berbagai vitamin, dikemas menarik dan lain-lain. Selain itu gencarnya produsen minyak goreng bermerek melakukan promosi, yang diharapkan dapat meningkatkan penjualan sehingga memperoleh pangsa pasar lebih tinggi. Meningkatnya persaingan dalam industri minyak goreng, mengakibatkan produsen seyogianya dapat mengetahui perilaku konsumen terhadap produk minyak goreng. Melalui penelitian terhadap proses keputusan pembelian konsumen terhadap produk, produsen dapat mengetahui keinginan dan prioritas konsumen dalam membeli produk dengan kategori tertentu. Dengan demikian, produsen dapat memproduksi minyak goreng sesuai keinginan konsumen. Maraknya minyak goreng yang beredar di pasar, memberikan keleluasaan bagi konsumen untuk memilih jenis minyak goreng dengan keunggulan yang dimilikinya sesuai dengan selera konsumen. Salah satu kategori konsumen minyak goreng adalah rumah makan yang berada di wilayah Kota Bogor. Pemilihan rumah makan sebagai responden karena proses keputusan pembelian minyak goreng yang dilakukan oleh konsumen rumah makan berbeda dengan konsumen individu. Rumah makan cenderung melalui

25 proses yang kompleks dalam mengambil keputusan pembelian minyak goreng. Hal ini dikarenakan, rumah makan memiliki ciri khas tersendiri yang disesuaikan dengan jenis makanan yang ditawarkan kepada konsumennya. Selain itu, adanya kecenderungan bahwa minyak goreng bermerek mempunyai harga yang lebih tinggi dibanding minyak goreng tidak bermerek, sehingga akan berimplikasi pada segmen pasar yang ingin diperoleh. Hal lain yang menyebabkan penelitian ini dilakukan adalah topik penelitian tentang analisis perilaku konsumen minyak goreng untuk responden rumah makan belum ada yang melakukan. Berdasarkan rumusan tersebut maka permasalahan yang dapat diteliti adalah : 1. Bagaimana karakteristik konsumen dan tahapan proses keputusan pembelian minyak goreng bermerek dan tidak bermerek? 2. Bagaimana deskripsi tingkat kepentingan atribut-atribut produk minyak goreng? 3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian minyak goreng? 4. Bagaimana implikasi perilaku konsumen terhadap strategi pemasaran minyak goreng (bermerek dan tidak bermerek)? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji karakteristik konsumen dan menganalisis proses keputusan pembelian minyak goreng bermerek dan tidak bermerek. 2. Mendeskripsikan tingkat kepentingan atribut-atribut produk minyak goreng.

26 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses keputusan pembelian minyak goreng. 4. Menganalisis implikasi perilaku konsumen terhadap strategi pemasaran minyak goreng (bermerek dan tidak bermerekj) Manfaat Penelitian Diharapkan informasi ini berguna untuk produsen minyak goreng agar dapat merumuskan, merencanakan, dan menerapkan strategi pemasaran. Bagi kalangan akademis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan acuan untuk penelitian yang akan datang Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini hanya terbatas pada rumah makan yang berada di wilayah Kota Bogor. Jenis rumah makan yang menjadi responden adalah rumah makan non fast food.

27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Klasifikasi Minyak Goreng Minyak goreng merupakan produk yang berfungsi sebagai bahan pembantu yang digunakan dalam proses menggoreng bahan makanan, baik oleh rumah tangga maupun oleh industri makanan. Fungsi minyak goreng sangat penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan makanan dan peningkatan nilai gizi. Menurut surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor : 02240/B/SK/VII/1991 tentang pedoman persyaratan mutu serta label dan periklanan makanan yang dimaksud minyak goreng (cooking oil) adalah minyak yang diperoleh dari atau dengan cara memurnikan minyak nabati, dengan tujuan untuk menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak bebas dan zat-zat warna. Berdasarkan bahan baku pembuatannya, minyak goreng terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama adalah minyak yang dihasilkan dari hewan yang secara awam sering diistilah sebagai lemak (fat). Penggunaan untuk konsumsi langsung rumah tangga sebagai bahan pangan relatif terbatas. Biasanya, minyak hewani sebagai bahan pangan lebih bersifat tidak langsung yakni ikutan dari konsumsi daging. Kelompok kedua adalah minyak nabati, yakni minyak yang dihasilkan dari ekstrak kandungan asam lemak dari tumbuh-tumbuhan. Minyak nabati yang populer dikonsumsi manusia adalah hasil olahan dari ekstrak minyak yang berasal dari sawit, kelapa, kacang tanah, kedelai, jagung, bunga matahari dan lobak (Sumaryanto dan Marcellus, 1996). Berdasarkan Klasifikasi Komoditi Indonesia (KKI) (BPS, 1999), minyak goreng diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok KKI, yaitu nomor diperuntukkan untuk industri minyak goreng dari minyak kelapa dan KKI nomor

28 15144 untuk minyak goreng dari minyak kelapa sawit. Sementara KKI nomor untuk minyak goreng nabati lainnya, seperti minyak goreng yang berasal dari jagung, kacang kedelai, kacang tanah, biji bunga matahari, biji kapas, biji kapuk, wijen dan lainnya. Rincian mengenai klasifikasi minyak goreng pada Tabel 5. Tabel 5. Klasifikasi Minyak Goreng Menurut Klasifikasi Komoditi Indonesia, Tahun 1998 No KKI Keterangan No HS Commodity Descriptrion xx Industri minyak goreng dari minyak kelapa.0100 Minyak goreng kelapa Other copra oil xx Industri minyak goreng dari minyak kelapa sawit.0101 Minyak goreng kelapa sawit Other palm oil.0102 Minyak goreng inti kelapa sawit Other palm kernel oil xx Minyak goreng lainnya dari nabati.0101 Minyak bekatul Other fixed vegetable fats and oil.0102 Minyak goreng jagung Other maize oil.0103 Minyak gorenng kacang kedelai Other soya bean oil Dinetralkan dan dikelantang Neutralized and bleached Lain-lain Other.0104 Minyak goreng kacang tanah Other ground nut oil.0105 Minyak goreng biji bunga matahari Other sunflower seed oil or safflower oil.0106 Minyak goreng biji kapas Other cotton seed oil.0107 Minyak goreng wijen Sesame oil and its fraction.0108 Minyak goreng biji kapuk Refined of kapok seed oil * Kapok seed oil.0109 Minyak goreng lainnya dari nabati Keterangan : * Nomor HS yang berlaku sejak tahun 1996 Sumber : BPS, Other fixed vegetable fats and oil 2.2. Standarisasi Minyak Goreng Untuk menjaga standar mutu minyak goreng yang diperdagangkan, Pemerintah melalui Departemen Perindustrian menetapkan syarat minimal mutu

29 minyak goreng yang ketentuannya terdapat dalam SNI nomor ketentuan-ketentuan mengenai standar mutu minyak goreng yang terkandung dalam SNI tersebut tercantum pada Tabel 6. Tabel 6. Standar Mutu Minyak Goreng Indonesia Menurut SNI No. Indikator Satuan Syarat 1 Kandungan air % 0.3 % maksimum 2 Bilangan peroksida mg oksigen/100 oksigen 1.0 % maksimum 3 Kandungan asam lemak bebas % 0.3 % maksimum (asam pelarut) 4 Kandungan logam berbahaya (PB, - negatif Cu, Mg) 5 Kandungan minyak pelikan - negatif 6 Bau/aroma - normal 7 Warna - normal 8 Rasa - normal Sumber : Departemen Peridustrian dalam Puri, Pola Pemasaran Minyak Goreng Proses pemasaran minyak terdiri dari beberapa variasi. Pola pemasaran minyak goreng bermerek dilaksanakan dengan melibatkan beberapa pelaku pasar, yaitu: produsen, distributor (whole saler/pedagang besar), grosir (medium merchant/pedagang menengah) dan pedagang pengecer (retailer/pedagang kecil). Diagram pola pemasarannya seperti pada Gambar 1. P R O D U S E N Pedagang Besar Distributor Produsen dari Daerah lain Pedagang Menengah Pedagang Kecil Konsumen Commisioner Agen lainnya Gambar 1. Pola Pemasaran Minyak Goreng Bermerek di Indonesia (sumber : Mulyana dan Asep, 1996)

30 Sementara pola pemasaran untuk minyak goreng tidak bermerek biasanya dapat melalui agen atau langsung ke tempat pengecer. Pola distribusi ini melibatkan juga beberapa pelaku pasar, yaitu : produsen, distributor, commisioner, grosir dan pedagang pengecer. Distribusi minyak goreng tidak bermerek tidak dilaksanakan secara ketat sesuai dengan hirarki seperti dalam pemasaran untuk minyak goreng bermerek. Artinya produsen dapat memasarkan produknya secara langsung, baik itu kepada pedagang besar, menengah, kecil atau pun ke konsumen (Mulyana dan Asep, 1996). Pola pemasaran untuk minyak goreng tidak bermerek terdapat pada Gambar 2. PRODUSEN Pedagang Besar Pedagang Menengah Produsen dari Daerah lain Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen Gambar 2. Pola Distribusi Minyak Goreng Tidak bermerek di Indonesia (Sumber : Mulyana dan Asep, 1996) 2.4. Definisi dan Klasifikasi Rumah Makan Rumah makan adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan hidangan dan minuman yang umum di tempat usahanya, termasuk kafetaria, kantin, warteg dan lain sebagainya (Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Bogor, 2005) Sementara menurut Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekominikasi Nomor : KM. 95/HK.103/MPPT/1987, restoran adalah salah satu

31 jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya dan memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan. Penggolongan rumah makan atau restoran di Kota Bogor dilakukan oleh Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Bogor, berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan penilaian terhadap rumah makan atau restoran yang telah memenuhi syarat, maka tim penilai dari Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya akan menggolongkan rumah makan atau restoran tersebut sesuai dengan kelasnya, yaitu tinggi, menengah atau rendah. Menurut Dewi (2004), berdasarkan data dari wawancara dengan staf Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Bogor, penggolongan restoran di Kota Bogor yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Bogor tidak melakukan penggolongan menurut kelas-kelasnya, tetapi penggolongan restoran berdasarkan jumlah kursi. 1. Lebih dari 50 kursi : restoran kelas tinggi sampai 21 kursi : restoran kelas menengah 3. Kurang dari atau sama dengan 20 : restoran kelas rendah 2.5. Jenis Restoran Menurut Torsina (2000), terdapat 10 jenis restoran orisinal yang berkembang saat ini, yaitu: 1. Family Conventional. Restoran tradisi keluarga, mementingkan masakan yang enak, suasana dan harga yang bersahabat. Jenis restoran ini biasanya menawarkan pelayanan dan dekorasi yang sederhana.

32 2. Fast Food. Menu yang disajikan telah siap atau segera tersedia, agak terbatas dalam jenis, ruang dengan dekorasi warna-warna utama dan tenang. Harga yang ditawarkan relatif tidak mahal serta mengutamakan banyak pelanggan. Restoran jenis ini erat kaitannya dengan eat-in (makan di restoran) dan take-out (dibungkus untuk dimakan di luar restoran). 3. Speciality Restaurants. Restoran ini biasanya terletak jauh dari keramaian, namun menyajikan masakan khas yang menarik perhatian dan berkualitas. Umumnya ditujukan kepada turis atau orang-orang yang ingin mentraktir teman atau keluarga dalam suasana yang khas. 4. Kafetaria. Biasanya terletak di dalam perkantoran, pusat perbelanjaan, sekolah atau pabrik-parik. Kafetaria meyajikan menu terbatas seperti yang disajikan di rumah, berganti-ganti tiap hari dan harga ekonomis. 5. Coffe Shop. Ditandai dengan pelayanan makan secara tepat dan pergantian tepat duduk yang cepat. Terdapat banyak sitting yang menempati counter service untuk menekankan suasana informal. Lokasi utamanya berada di gedung perkantoran atau di pusat perbelanjaan dengan traffic pejalan yang tinggi. Hal ini berguna untuk menarik perhatian pengunjung untuk makan siang atau coffe break. 6. Gourmet. Merupakan restoran yang berkelas, dengan suasana yang sangat nyaman dengan dekorasi yang bersifat artistik. Ditujukan bagi mereka yang menuntut standar penyajian yang tinggi dan bergengsi. 7. Etnik. Menyajikan masakan daerah tertentu yang spesifik. Dekorasi disesuaikan dengan etnik yang bersangkutan, bahkan pakaian seragam pekerjanya kadang bernuansa etnik.

33 8. Snack Bar. Ruangannya umumnya kecil, cukup untuk melayani orang-orang yang ingin makanan kecil atau jajan. Dapat memperoleh volume penjualan yang baik, karena waktu makan yang ditawarkan ditambahkan dengan pesanan take-out. 9. Buffet. Biasanya berupa swalayan, namun untuk produk minuman wine, liquor dan bir dapat dilayani dengan khusus. Ciri utama buffet adalah berlakunya satu harga untuk makan sepuasnya apa yang disajikan pada buffet. Peragaan dan display makanan sangat memegang peranan disini, sebab langsung menjual diirnya. 10. Drive In/Drive Thru or Parking. Para pembeli yang menggunakan mobil tidak perlu keluar dari kendaraannya. Pesanan diantar hingga ke mobil untuk eatin (sementara parkir) atau take-away dan jenis makanan yang disajikan pun dikemas secara praktis Penelitian Terdahulu Mengenai Minyak Goreng Berdasarkan hasil studi literatur terhadap beberapa penelitian terdahulu diketahui ternyata untuk komoditas minyak goreng ini pernah diteliti oleh beberapa orang dari sisi pemasaran dan perilaku konsumennya. Berdasarkan pemasarannya, menurut Arsianti (1996) yang melakukan penelitian di PT. Intiboga Sejahtera selaku produsen minyak goreng bermerek dengan merek Bimoli, menyatakan bahwa pola pemasaran untuk minyak goreng merek Bimoli dilakukan dengan menunjuk perusahaan distributor untuk pendistribusian nasional. Sementara agen lokal ditunjuk untuk pendistribusian yang tidak terjangkau oleh distributor nasional. Selain menggunakan distributor dan agen lokal, PT. Intiboga Sejahtera juga mendistribusikan produknya secara langsung ke konsumen yang membeli dengan partai besar, seperti rumah makan, industri makanan, pameran dan bazaar.

34 Sementara itu menurut Yusuf (2003) yang meneliti tentang pemasaran minyak goreng tidak bermerek menyatakan bahwa struktur pasar minyak goreng tidak bermerek di pasar tradisional Kabupaten Bogor merupakan pasar persaingan sempurna. Hal ini dicirikan dengan produk minyak goreng tidak bermerek yang dijual semuanya seragam, pelayanan yang ditawarkan oleh distributor biasanya hampir sama dan sensitivitas harga tinggi. Pola pemasaran minyak goreng tidak bermerek pun ternyata tidak jauh berbeda dengan minyak goreng bermerek, yaitu dengan mendapatkan suplai minyak goreng dari distributor besar yang berasal dari Jakarta. Adapun saluran pemasaran yang berada di bawah distributor Jakarta meliputi agen lokal (grosir), outlet milik perusahaan, pengecer dan konsumen langsung. Berdasarkan sisi perilaku konsumennya penelitian minyak goreng ini pernah dilakukan oleh Rahmi (2001), Nisa (2002), Widaningsih (2004) dan Agustina (2004). Penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2001) mengarah pada faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen ibu rumah tangga dalam pengambilan keputusan pembelian minyak goreng bermerek. Alat analisis yang digunakan adalah analisis komponen utama. Hasil penelitian menujukkan diketahui ternyata variabel yang berpengaruh lebih besar pada proses pembelian minyak goreng bermerek adalah pekerjaan responden, alasan pemilihan, tahap pembelian, jumlah merek yang diketahui, manfaat yang diperoleh dan ukuran bermerek yang biasa dibeli. Berdasarkan analisis komponen utama, variabel yang paling berpengaruh menyusun komponen utama pertama adalah pengaruh kenaikan harga, sebanyak 60 responden memilih akan tetap membeli walaupun harganya mengalami kenaikan, tindakan ini dilakukan konsumen karena merasa cocok. Variabel yang berpengaruh pada komponen utama kedua adalah manfaat yang dicari dalam pembelian minyak goreng, dan variabel komponen utama yang ketiga adalah promosi merek.

35 Penelitian yang dilakukan oleh Nisa (2002) menganalisis perilaku konsumen minyak goreng sawit bermerek di Kotamadya Jakarta selatan. Penelitian yang dilakukan menggunakan alat analisis komponen utama dan model sikap multiatribut Fishbein untuk mengetahui sikap responden terhadap atribut minyak goreng sawit bermerek. Hasil penelitian menunjukkan tiga variabel yang paling berpengaruh dalam pembelian minyak goreng sawit bermerek, yaitu pengaruh keluarga, bentuk bermerek dan pendidikan terakhir konsumen. Berdasarkan analisis sikap diketahui bahwa minyak goreng Bimoli merupakan merek yang mendapatkan sikap yang paling baik, diikuti merek Tropical, Filma dan Sania. Atribut produk yang dirasakan responden penting adalah minyak goreng sawit yang tidak mudah tengik. Hal ini dikarenakan ketengikan minyak goreng akan berpengaruh terhadap cita rasa masakan yang diolah. Atribut yang tidak terlalu penting adalah warna bermerek, karena warna bermerek minyak goreng sawit bermerek relatif sama dan tidak terlalu berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. Hasil analisis komponen utama menunjukkan variabel yang menyusun komponen utama pertama adalah sumber bahan baku, kandungan gizi, non-kolesterol dan penggunaan minyak goreng. Penelitian Widaningsih (2004) analisis persepsi konsumen atas harga, merek dan kualitas minyak goreng Tropical, menggunakan alat analisis perceved quality analysis, yaitu untuk melihat kualitas produk atau merek sasaran dibandingkan secara relatif terhadap pesaing. Ukuran yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah harga, manfaat kesehatan, bermerek yang menarik merek dan warna. Penelitian Agustina (2004) mengenai analisis perilaku konsumen terhadap minyak goreng padat sawitri menunjukkan bahwa atribut yang dinilai paling penting dalam pemakaian produk minyak goreng adalah mutu, manfaat

36 dan informasi kadaluarsa. Hasil dari analisis chi square terhadap hubungan peralihan merek dengan karakteristik responden, tingkat kepuasan, dan tingkat ketertarikan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemungkinan beralihnya responden ke minyak goreng padat Sawitri dengan usia, pekerjaan, pendidikan, pengeluaran, jumlah anggota keluarga responden dengan kecenderungan beralih merek. Artinya semakin puas terhadap minyak goreng padat Sawitri, maka mereka akan cenderung untuk beralih ke merek ini. Apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan ternyata hasil penelitian terdahulu tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Penelitian terdahulu tersebut memiliki kesamaan dalam hal komoditi yang ditelitinya, yaitu minyak goreng. Sementara perbedaannya adalah pertama responden yang digunakan adalah rumah makan dan kedua membandingkan perilaku konsumen atas dasar jenis minyak goreng, yakni minyak goreng tidak bermerek dan minyak goreng bermerek. Adapun manfaat dari hasil penelitian terdahulu ini terhadap penelitian yang dilakukan adalah dalam hal gambaran penentuan variabel yang akan digunakan Penelitian Terdahulu Mengenai Analisis Tingkat Kepentingan Atribut dan Analisis Diskriminan 1. Analisis Tingkat Kepentingan Atribut Muliasari (2004) dalam penelitiannya mengenai preferensi konsumen terhadap produk sayuran fresh cut, menyatakan bahwa dari analisis tingkat kepentingan atribut diketahui ternyata terdapat beberapa kategori atribut yang menjadi pertimbangan konsumen dalam pemilihan sayuran fresh cut. Adapun kategori tersebut adalah sangat penting (kebersihan produk, keamanan mengkonsumsi), penting (daya tahan produk, kesegaran produk, informasi bermerek, kepraktisan produk, ketersediaan produk, kemudahan memperoleh,

37 kesesuaian merek, variasi jenis sayuran), agak penting (karakteristik estetik, harga, variasi jenis potongan) dan sedang (ukuran bermerek dan bahan bermerek). 2. Analisis Diskriminan Menurut Hardiana (2006) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dalam konsumsi buah di Bekasi menyatakan bahwa setelah dianalisis dengan menggunakan diskriminan ternyata variabel yang berpengaruh terhadap konsumsi buah hanya satu variabel dari delapan variabel yang dianalisis. Adapun variabel tersebut adalah tempat pembelian buah. Dipilihnya variabel tersebut sebagai faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi buah adalah berdasarkan kepada hasil stepwise statistic yang memiliki nilai Min D. Square 0,508, Exact F statistic 10,866 dan F test 0,01. Pada penelitian terdahulu, alat analisis yang digunakan adalah analisis tingkat kepentingan atribut dan analisis diskriminan. Analisis tingkat kepentingan atribut digunakan untuk mengetahui atribut yang dianggap penting oleh konsumen, sementara analisis diskriminan digunakan untuk mengetahui variabel yang berpengaruh dalam proses pembelian. Kedua alat analisis tersebut digunakan pada penelitian ini, dengan demikian dapat memberikan gambaran dalam menentukan variabel yang akan digunakan.

38 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsumen Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dalam Theodora (2005) dinyatakan bahwa definisi konsumen adalah setiap orang atau pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan Perilaku Konsumen Engel et.al. (1994) mendefinisikan perilaku konsumen adalah sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghasilkan produk dan jasa, termasuk keputusan yang mendahului menyusul tindakan ini. Menurut Utomo (1993) perilaku konsumen pada dasarnya adalah suatu proses yang kompleks, mencakup berbagai aktivitas, peran dan keterlibatan manusia pada berbagai keadaan dari pengaruh faktor lingkungan. Perilaku konsumen merupakan landasan dalam perencanaan dan pengembangan srategi pemasaran bagi perusahaan. Perusahaan yang berorientasi pada konsep pemasaran harus mengerti selera dan keinginan konsumen, karena keuntungan bagi perusahaan akan diperoleh dengan sendirinya, apabila konsumen merasa puas jika selera atau keinginan konsumen terpenuhi. Menurut Engel et.al (1994) perilaku konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut adalah pengaruh lingkungan, perbedaan individu dan proses psikologis.

39 Proses Keputusan Pembelian Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen akan mencakup pertimbangan berbagai aspek yang melalui suatu tahapan tertentu. Menurut Engel et.al. (1995) dalam proses keputusan pembelian konsumen melewati lima tahap, yaitu: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan hasil penilaian konsumen terhadap produk yang telah dibeli. Diagram proses keputusan pembelian terdapat pada Gambar 3. Pengenalan kebutuhan Pencarian Evaluasi Keputusan??????? Informasi Alternatif Pembelian Hasil Gambar 3. Model Keputusan Pembelian (Sumber: Engel et.al., 1995) 1. Pengenalan Kebutuhan Proses pembelian suatu produk oleh konsumen dimulai ketika suatu kebutuhan dirasakan dan dikenali. Menurut Engel et.al. (1995), pengenalan kebutuhan didefinisikan sebagai suatu persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk mengaktifkan proses keputusan. Pengenalan kebutuhan tidak secara otomatis mengaktifkan suatu tindakan. Hal ini akan bergantung pada beberapa faktor, yaitu : kebutuhan yang dikenali harus cukup penting, dan konsumen harus percaya bahwa solusi bagi kebutuhan tersebut ada dalam batas kemampuan. 2. Pencarian Informasi Adanya kebutuhan yang belum terpenuhi akan mendorong seseorang untuk mencari informasi dan lebih tanggap terhadap rangsangan atau stimulus yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan itu. Engel et.al. (1995) mendefinisikan pencarian informasi sebagai aktivasi termotivasi dari

40 pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi dari lingkungan. Pencarian informasi dapat bersifat internal dan eksternal. Pencarian internal melibatkan perolehan kembali pengetahuan dari ingatan, sementara pencarian eksternal terdiri atas pengumpulan dari pasar. Pada proses pencarian dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni: situasi, ciri-ciri produk lingkungan eceran, dan konsumen. Selain itu pengetahuan dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan pencarian terutama dengan mengusahakan pemanfaatan yang lebih efektif atas informasi yang baru diperoleh. Pencarian juga akan bergantung pada tingkat keterlibatan konsumen dengan produk dan proses konsumen, serta kepercayaan dan sikap konsumen. Menurut Kotler (2004), dalam pencarian informasi, sumber informasi digolongkan dalam empat kelompok, yakni: 1) pribadi, 2) komersial, 3) Publik dan 4) pengalaman. Jumlah dan pengaruh relatif sumber-sumber informasi tersebut berbeda bergantung pada kategori produk dan karakteristik pembeli. Tiap informasi menjalankan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. 3. Evaluasi Alternatif Konsumen akan melakukan evaluasi terhadap berbagai merek produk yang diperoleh selama pencarian informasi, merek produk dievaluasi atas dasar berbagai kriteria dalam upaya pemenuhan kebutuhan. Menurut Engel et.al. (1995) evaluasi alternatif adalah sebagai proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Kompleksitas dari evaluasi alternatif akan bervariasi secara dramatis bergantung pada proses khusus yang diikuti konsumen dalam mengambil keputusan konsumsi mereka. Terdapat beberapa konsep dasar yang dapat membantu dalam memahami proses evaluasi konsumen, yakni: pertama, konsumen berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan; kedua, konsumen

41 mencari manfaat tertentu dari solusi pruduk dan ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu (Kotler, 2004). Dalam memilih alternatif konsumen menggunakan atribut tertentu yang disebut kriteria evaluasi. Kriteria evaluasi yang digunakan antara lain; harga, merek, negara asal dan kriteria yang bersifat hedonik. Kriteria-kriteria ini biasanya bervariasi sesuai dengan kepentingan konsumen. Faktor yang mempengaruhi konsumen dalam menggunakan kriteria evaluasi diantaranya: pengaruh situasi, kesamaan alternatif-alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan dan pengetahuan. Setelah konsumen menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan dalam evaluasi alternatif, selanjutnya konsumen memutuskan alternatif-alternatif pilihan. Kemudian konsumen menentukan pillihan akhir atau kaidah keputusan untuk menyeleksi alternatif-alternatif pilihan (Engel et.al., 1995). 4. Keputusan Pembelian Proses pembelian dilakukan setelah dilakukan evaluasi terhadap berbagai kriteria. Pembelian itu sendiri sebenarnya merupakan keputusan yang kompleks dan tidak dapat begitu saja dilakukan oleh konsumen dengan segera. Menurut Engel et.al. (1995), tindakan pembelian adalah tahap besar terakhir didalam model perilaku konsumen. Dalam proses pembelian, konsumen mengambil keputusan, kapan membeli dan dimana membeli serta bagaimana membayar. Niat pembelian oleh konsumen digolongkan dalam dua kategori, yakni: 1) produk dan merek atau 2) produk saja. Kategori produk dan merek umumnya disebut pembelian yang terencana sepenuhnya, sedangkan kategori produk saja sebagai pembelian yang terencana walaupun pilihan merek dibuat di tempat penjualan.

42 Dalam proses keputusan pembelian dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain mempengaruhi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal: 1) intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen, 2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain; faktor kedua adalah situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian (Kotler, 2004). 5. Hasil Pembelian Engel et.al. (1995) menyatakan bahwa perilaku pasca pembelian adalah merupakan proses evaluasi setelah seorang konsumen mempelajari dan mengetahui lebih dalam tentang produk yang dibeli. Indikator adanya kepuasan atau ketidakpuasan konsumen dapat dilihat dari pembelian ulang terhadap perusahaan. Konsumen cenderung melakukan pembelian ulang apabila mendapatkan kepuasan atas produk yang dibeli, demikian sebaliknya. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut (Kotler, 2004) Faktor Faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Perilaku pembelian konsumen dalam proses keputusan pembeliannya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu adalah: pertama, pengaruh lingkungan meliputi, 1) budaya, 2) kelas sosial, 3) pengaruh pribadi, 4) sikap dan 5) situasi. Kedua, perbedaan individu meliputi, 1) sumber daya konsumen, 2) motivasi dan keterlibatan, 3) pengetahuan, 4) sikap dan 5) kepribadian, gaya hidup dan demografis. Ketiga proses psikologis, 1) pengolahan informasi, 2) pembelajaran dan 3) perubahan sikap dan perilaku. Secara lengkap model perilaku konsumen dapat dilihat pada Gambar 4.

43 PENGARUH LINGKUNGAN Budaya Kelas Sosial Pengaruh Pribadi Keluarga Situasi PERBEDAAN INDIVIDU Sumber Daya Konsumen Motivasi dan Keterlibatan Pengetahuan Sikap Kepribadian, Gaya Hidup, Demografi? PROSES KEPUTUSAN Pengenalan Kebutuhan? Pencarian Informasi?? Evaluasi Alternatif?? Pembelian? Hasil PROSES PSIKOLOGIS Pengolahan informasi Pembelajaran Perubahan Sikap dan Perilaku? STRATEGI PEMASARAN Produk Harga Tempat Promosi Gambar 4. Model Perilaku Konsumen (Sumber: Engel et.al., 1994) 1. Pengaruh Lingkungan Budaya. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar (Kotler, 2004). Dalam proses keputusan pembelian, faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling dalam. Budaya

44 bersama dengan unsur-unsur lain dari lingkungan memberi dampak pada semua tahap pengambilan keputusan konsumen. Masing-masing budaya terdiri dari sub budaya yang meliputi; kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak sub budaya yang membentuk segmen pasar penting dan pemasok sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Kelas Sosial. Pada dasarnya semua masyarakat memiliki strata sosial. Kelas sosial merupakan pengelompokan orang yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hirarkis dan yang anggotanya menganut nilainilai, minat dan perilaku yang serupa (Kotler, 2004). Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengelompokkan anggota masyarakat ke dalam kelas sosial antara lain: pendapatan, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya. Kelas sosial tersebut menunjukkan preferensi produk dan merek yang berbeda dalam banyak hal termasuk: pakaian, perabot rumah, kegiatan waktu luang dan kendaraan (Engel et.al., 1994). Pengaruh Pribadi. Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi: usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri pembeli. Pengaruh pribadi kerap memainkan peranan penting dalam proses pengambilan keputusan konsumen, khususnya bila ada tingkat keterlibatan yang tinggi dan resiko yang dirasakan dan produk atau jasa memiliki visibilitas publik. Pengaruh pribadi juga dapat dimanfaatkan untuk pemasar dengan cara memonitor komunikasi lisan dan berusaha mengendalikannya bila komunikasi itu bersifat negatif (Engel et.al., 1994). Keluarga. Dalam keputusan konsumsi dipengaruhi oleh jenis keluarga dimana individu menjadi anggota. Menurut Kotler (2004) keluarga merupakan

45 organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Situasi. Pengaruh situasi dapat dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Pengaruh situasi dapat mewujudkan diri dalam bermacam cara dalam pembelian. Situasi pembelian mengacu pada latar dimana konsumen memperoleh produk dan jasa. Sifat lingkungan informasi seperti: ketersediaan, beban, format dan bentuk informasi dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Selain itu lingkungan eceran dapat mempengaruhi keputusan pembelian diantaranya: musik, tata ruang, warna, kepadatan dan pengaruh waktu (Engel et.al., 1994). 2. Perbedaan Individu Setiap individu dalam perilaku konsumen karena adanya faktor sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan dan sikap serta kepribadian, gaya hidup dan demografi. Sumber Daya Konsumen. Menurut Engel et.al. (1994), konsumen memiliki sumber daya utama yang digunakan dalam proses pembelian, yaitu: uang, waktu dan perhatian konsumen. Pandangan konsumen mengenai sumber daya yang tersedia akan mempengaruhi ketersediaan untuk menggunakan uang atau waktu untuk produk. Jadi proses pembelian sangat dipengarui oleh pendapatan konsumen. Motivasi dan Keterlibatan. Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhannya dan memperoleh kepuasan dari pemenuhan kebutuhan tersebut. Keterlibatan adalah tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan dan/atau minat yang dibangkitkan oleh stimulus didalam situasi spesifik. Beberapa faktor yang mempengaruhi keterlibatan diantaranya, yaitu: faktor pribadi, produk dan situasi (Engel et.al., 1994).

46 Pengetahuan. Pengetahuan konsumen adalah informasi yang disimpan di dalam ingatan. Menurut Engel et.al. (1994), bahwa pengetahuan konsumen terbagi dalam tiga bidang yaitu: 1) pengetahuan produk adalah analisis kesadaran dan citra dalam pemilihan merek dan produk. 2) Pengetahuan pembelian adalah yang mencakup informasi yang dimiliki konsumen yang berhubungan erat dengan perolehan produk. Pengetahuan pembelian melibatkan informasi berkenaan dengan keputusan tentang di mana produk tersebut dibeli dan kapan pembelian dilakukan. 3) Pengetahuan pemakaian adalah informasi yang menggambarkan bagaimana suatu produk dapat digunakan dan kelengkapan yang diperlukan dalam menggunakan produk tersebut. Sikap. Menurut Kotler (2004), sikap adalah evaluasi, perasaan emosional dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap merupakan evaluasi secara keseluruhan yang terdiri dari sifat penting yaitu intensitas dukungan dan kepercayaan masing-masing. Sifat ini tergantung pada kuallitas pengalaman konsumen sebelumnya dengan objek sikap (Engel et.al., 1994). Kepribadian, Gaya Hidup, dan Demografi. Merupakan sistem yang penting untuk mengerti mengapa orang memperlihatkan perbedaan dalam konsumsi produk dan preferensi merek. Salah satu variabel yang mempengaruhi keputusan pembelian karena perbedaan antara perilaku konsumen. 3. Proses Psikologis Pemrosesan Informasi. Mengacu pada proses yang dengannya suatu stimulus diterima, ditafsirkan disimpan di dalam ingatan dan dimunculkan kembali. Pemrosesan informasi terdiri dari lima tahap, sesuai model

47 pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh William Mc Guien (Engel et al. 1995), yaitu : 1) pemaparan, 2) perhatian, 3) pengolahan, 4) penerimaan, dan 5) retensi. Pembelajaran. Pembelajaran adalah proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap dan/atau perilaku. Dalam pembelajaran terdapat dua pendekatan yaitu: 1) pendekatan kognitif, yakni pembelajaran dicerminkan melalui perubahan pengetahuan. 2) pendekatan behaviorisme, yakni pembelajaran yang berkenaan dengan perilaku yang dapat diamati (Engel et.al., 1995). Perubahan Sikap atau Perilaku. Mengetahui bagaimana cara mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen merupakan salah satu dari tugas paling mendasar yang dihadapi oleh perusahaan. Cara yang biasa digunakan untuk membujuk konsumen agar tertarik dengan produk yang ditawarkan adalah melalui komunikasi pemasaran, berupa komunikasi persuasif. Dalam melakukan komunikasi dipengaruhi oleh motivasi konsumen, pengetahun, ketergugahan, suasana hati, ciri kepribadian dan sikap (Engel et.al., 1995) Konsumen Industri Menurut Utomo (1993) perilaku pembeli organisasional memiliki beberapa kesamaan dengan perilaku pembeli akhir (konsumen rumah tangga), walaupun demikian banyak juga perbedaannya sehingga membutuhkan perencanaan strategi pemasaran yang berbeda pula. Persamaan dan perbedaan perilaku pembeli organisasional tersebut dijelaskan dalam sub bab berikut ini. 1. Kesamaan Perilaku Konsumen Industri dengan Konsumen Akhir Menurut Utomo (1993) pembeli organisasional pada umumnya dilakukan dengan pertimbangan rasional, yaitu biaya, kualitas produk dan pelayanan. Dalam banyak hal justru faktor personal dan emosional yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Jika hal ini terjadi maka faktor-faktor penentu

48 keputusan pembelian untuk pembeli akhir berlaku juga untuk pembeli organisasional. 2. Perbedaan Perilaku Konsumen Industri dengan Konsumen Akhir Menurut Utomo (1993) beberapa hal yang menyebabkan perilaku pembeli organisasional berbeda dengan perilaku pembeli akhir adalah : 1. Perilaku pembeli organisasional seringkali melalui proses keputusan kelompok. Hal ini berarti bahwa keputusan pembelian ditentukan oleh banyak pihak, yaitu agen pembelian, teknisi, manajer produksi dan manajer umum. Masing-masing individu merupakan satu unit pengambil keputusan atau dikenal dengan decision center. 2. Terdapat ketergantungan yang cukup tinggi antara penjual dan pembeli. 3. Perilaku pasca pembelian merupakan hal yang begitu penting bagi pembeli karena pembeli menghadapi beberapa resiko atas pemasangan dan penggunaan produk yang relatif mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. 4. Negosiasi sangat dibutuhkan untuk terwujudnya penjualan. Oleh karena itu dibutuhkan interaksi antara penjual dan pembeli. 5. Pembelian barang industrial dilakukan atas dasar derived demand. Hal ini berarti bahwa permintaan terhadap satu jenis barang industrial akan ditentukan oleh permintaan barang lain. Proses keputusan pembelian pada pembeli organisasional didasarkan kepada informasi yang diperolehnya. Pencarian informasi pada pembeli organisasional akan lebih banyak bertumpu pada tenaga penjual, tenaga ahli, dan sumber-sumber resmi yang ditunjuk. Proses evaluasi terjadi pada dua tingkatan, yaitu pemasok dan merek. Kriteria yang dipergunakan pada pemasok mungkin adalah ketepatan dalam penyampaian, pemasangan, pelayanan purna jual dan reputasi perusahaan.

49 Sementara evaluasi pada merek mungkin adalah pada harga, kinerja produk dan tampilan khusus yang ditawarkan dalam produk. Keputusan pembelian pada umumnya dilakukan atas dasar kelompok. Hal ini terjadi mungkin karena harga produk relatif tinggi, pembelian produk baru, produk yang dibeli menggunakan teknologi lebih kompleks dan lingkup organisasi yang akan mempergunakan produk cukup luas Atribut Produk Pada dasarnya suatu produk terdiri dari sekumpulan atribut yang menggabungkan ciri dari produk tersebut. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), barang dalam arti sempit adalah sebagai kumpulan atribut dan sifat kimia yang secara fisik dapat diraba dalam bentuk yang nyata. Secara luas barang didefinisikan sebagai suatu sifat yang kompleks, baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba (termasuk bungkus, warna, harga, prestise perusahaan/lembaga tataniaga, pelayanan perusahaan) yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan atau kebutuhannya. Kotler (2002), konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan berbeda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk merumuskan kebutuhan konsumen tersebut. Sementara Simamora (2004) menyatakan bahwa atribut objek perilaku konsumen adalah faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan pembelian suatu merek atau kategori produk itu sendiri. Konsumen akan memberikan perhatian terbesar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. Atribut produk dapat menjadi penilaian tersendiri bagi konsumen terhadap suatu produk. Konsumen akan melakukan penilaian terhadap produk dengan melakukan evaluasi terhadap atribut produk. Konsumen akan menggambarkan pentingnya suatu atribut bagi dirinya. Didalam menunjukkan evaluasi atribut

50 terdapat dua sasaran pengukuran yang penting, yaitu: 1) mengidentifikasikan kriteria evaluasi yang mencolok, dan 2) memperkirakan saliensi relatif dari masing-masing atribut produk (Engel et.al., 1995). Kriteria evaluasi yang mencolok ditentukan dengan menentukan atribut yang menduduki peringkat tertinggi. Adapun saliensi diartikan sebagai kepentingan dimana konsumen diminta untuk menilai kepentingan dari pelbagai kriteria evaluasi. Ukuran evaluasi atribut yang dihasilkan menunjukkan kepentingan atribut sekaligus keteringinan atribut. Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut produk merupakan kekuatan, harapan dan keyakinan terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk Strategi Pemasaran Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang serta jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Swastha dan Ibnu, 2000). Sementara itu menurut Kotler (1997) pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial, dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang bernilai satu dengan yang lain. Berdasarkan definisi tersebut maka diketahui bahwa pemasaran terdiri dari konsep inti, yaitu kebutuhan, keinginan, permintaan produk, nilai, biaya, kepuasan, pertukaran, transaksi, hubungan pasar, dan pemasaran serta pemasar. Fokus dari pemasaran tersebut adalah produk dapat sampai ke tangan konsumen. Agar produk tersebut dapat sampai ke tangan konsumen maka dibutuhkan suatu strategi pemasaran. Menurut Jauch dan Glueck dalam Beik (2002) strategi adalah rencana yang disatukan secara menyeluruh dan terpadu

51 yang mengkaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan. Menurut Kotler (2004) strategi pemasaran adalah rencana terintegrasi untuk mencapai tujuan perusahaan dengan meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan dalam melayani konsumen sasaran perusahaan. Adapun salah satu strategi pemasaran yang selama ini sering digunakan oleh perusahaan adalah bauran pemasaran (Marketing Mix). Menurut Kotler (2004), bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Alat pemasaran tersebut terdiri dari 4P, yaitu produk (product), harga (Price), distribusi (place) dan promosi (promotion). 1. Strategi Produk Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan kesuatu pasar yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Produk merupakan alat bauran pemasaran yang paling mendasar (Kotler, 2002). Strategi produk memerlukan hubungan berbagai kepentingan mengenai bauran produk, lini produk, merek, bermerek dan label. Menurut Kotler (2002), bauran produk adalah kumpulan dari semua produk dan unit produk yang ditawarkan penjual tertentu kepada pembeli. Bauran produk memiliki tingkat kelebaran tertentu (banyak macam lini produk), panjang produk (jumlah keseluruhan jenis produk), kedalaman produk (jumlah variasi produk yang ditawarkan) dan konsistensi produk (menunjukkan hubungan dari berbagai lini produk dengan pemakai terakhir saluran distribusi atau lainnya). Keputusan merek merupakan hal utama dalam strategi produk. Merek merupakan nama, istilah, tanda simbol, rancangan atau kombinasi dari hal

52 tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing (Kotler, 2002). Selain merek, pengemasan dan pelabelan merupakan elemen yang penting dari strategi produk. Pengemasan mencakup seluruh kegiatan merancang dan memproduksi wadah atau pembungkus produk. Sedangkan label mengidentifikasikan produk atau merek, berupa tempelan atau gambar yang dirancang yang mempunyai satu kesatuan dengan bermerek. 2. Strategi Harga. Harga merupakan satu-satunya elemen dari bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan (Kotler, 2002). Strategi harga meliputi metode penetapan harga pokok, memodifikasi harga yang sudah ada dan memprakarsai serta menanggapi perubahan harga. Dalam menetapkan harga produk ada prosedur yang harus dilakukan oleh produsen, yaitu: 1) memilih tujuan penetapan harga, 2) menentukan permintaan, 3) memperkirakan biaya, 4) menganalisis harga, 5) memilih metode penetapan harga, dan 6) menetapkan harga. 3. Strategi Tempat Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2002). Saluran pemasaran yang dipilih perusahaan sangat mempengaruhi semua keputusan pemasaran lain. Agar barang atau jasa yang telah diproduksi oleh produsen akan tiba ke konsumen pada saat harga, tempat dan bentuk yang tepat, maka diperlukan identifikasi alternatif saluran pemasaran. Menurut Kotler (2002), suatu alternatif saluran pemasaran digambarkan dengan tiga elemen, yaitu: 1) jenis perantara

53 bisnis yang tersedia, 2) jumlah perantara yang diperlukan dan 3) syarat dan tanggung jawab tiap peserta saluran. 4. Strategi Promosi Promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasai kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran (Swastha dan Ibnu, 2000). Menurut Kotler (2002), dalam mengembangkan bauran promosi perusahaan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu: 1) jenis pasar produk, 2) tahap kesiapan konsumen, 3) tahap siklus hidup produk dan 4) peringkat pasar perusahaan. Bauran promosi pemasaran terdiri dari lima cara komunikasi utama, yaitu: 1) periklanan, 2) promosi penjualan, 3) hubungan masyarakat, 4) penjualan pribadi dan 5) pemasaran langsung Kerangka Pemikiran Operasional Minyak goreng merupakan salah satu komoditas dari sembilan bahan pokok yang cukup penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Selain itu, minyak goreng juga memiliki peranan yang cukup besar dalam penciptaan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja dan sumber devisa bagi negara. Pasar minyak goreng nasional saat ini dikuasai oleh minyak goreng tidak bermerek, yakni sebesar 70 persen, sedangkan sisanya sebesar 30 persen diisi oleh minyak goreng bermerek. Apabila dibandingkan dengan minyak goreng tanpa merek, pangsa pasar minyak goreng bermerek masih kecil, namun pada saat ini semakin banyak produsen minyak goreng yang memusatkan produknya dengan menggunakan merek. Akibatnya tingkat persaingan dalam industri minyak goreng semakin ketat, baik persaingan antara minyak goreng bermerek dengan minyak goreng tidak bermerek, maupun persaingan antar perusahaan minyak goreng bermerek dalam merebut pangsa pasar.

54 Untuk mengembangkan strategi pemasaran dalam meraih pasar. Pemasar atau produsen seyogianya dapat mengetahui perilaku konsumen yang akan menjadi sasarannya. Produsen minyak goreng harus dapat memenuhi produk minyak goreng sesuai dengan keinginan konsumen rumah makan. Konsumen rumah makan memiliki karakteristik tersendiri yang disesuaikan dengan jenis makanan yang ditawarkan kepada konsumennya. Hal ini sesuai dengan segmen pasar yang ingin diperoleh oleh masing-masing rumah makan. Dalam menganalisa perilaku konsumen mengacu pada teori perilaku konsumen menurut Engel et.al. (1994). Perilaku konsumen pada tahapan proses keputusan pembelian meliputi tahapan; pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan penilaian terhadap hasil pembelian. Proses keputusan pembelian dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: pengaruh lingkungan, perbedaan individu dan proses psikologi. Dengan menganalisa proses keputusan pembelian minyak goreng, maka diharapkan memperoleh informasi yang akan menjadi acuan dalam menetapkan strategi pemasaran bagi produsen minyak goreng. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran pemusatan, yaitu sembarang ukuran yang menunjukkan pusat segugus data yang telah diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar atau sebaliknya dari yang terbesar sampai yang terkecil. Metode ini digunakan untuk mengetahui deskripsi tingkat kepentingan atribut-atribut minyak goreng. Sementara mengetahui faktor apakah yang mempengaruhi konsumen dalam pilihan pembelian minyak goreng menggunakan Analisis Diskriminan. Untuk lebih jelasnya gambaran mengenai alur kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

55 Tingkat persaingan pasar yang tinggi pada industri minyak goreng Minyak goreng bermerek dan tidak bermerek Minyak goreng sebagai komoditas yang penting dalam perekonomian Indonesia Konsumen rumah makan dengan karakteristik yang berbeda Proses keputusan pembelian Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Pembelian Hasil Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian minyak goreng Kapasitas kursi Omzet per bulan Pengunjung per bulan Tempat pembelian Frekuensi pembelian per bulan Jumlah pembelian per bulan Jarak tempat pembelian Jenis rumah makan Tingkat kepentingan atribut produk minyak goreng Harga Warna Aroma Merek Bermerek Informasi produk Kemudahan memperoleh Promosi penjualan Analisis Diskriminan Metode Ukuran Pemusatan Analisis Deskriptif Rekomendasi Strategi Pemasaran Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Pembelian Minyak Goreng Bermerek dan Tidak Bermerek Pada Rumah Makan

56 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai perilaku konsumen dalam proses pembelian minyak goreng curah dan kemasan dilakukan di wilayah Kota Bogor. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa perkembangan rumah makan atau restoran di Kota Bogor cukup pesat. Hal ini dikarenakan Bogor adalah kota tujuan wisata dan letaknya dekat dengan ibukota negara, yaitu Jakarta. Penelitian lapang dilakukan pada bulan April Mei Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dan dipandu oleh kuesioner (Lampiran 1). Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan tertutup, yaitu berupa pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga responden dibatasi dalam memberi jawaban, yaitu kepada beberapa alternatif atau satu jawaban saja. Sementara pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban dan cara pengungkapan dapat bermacam-macam. Pada pertanyaan terbuka ini responden diberi kebebasan (tidak dibatasi) dalam menjawab pertanyaan terbuka. Sementara data sekunder merupakan data-data pelengkap yang diperoleh dari literatur yang terkait dengan penelitian ini. Adapun data tersebut berasal dari buku, artikel, dan internet, Badan Pusat Statistik dan instansi lainnya.

57 4.3. Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data Sampel adalah bagian atau sejumlah cuplikan yang diambil dari suatu populasi. Sementara populasi adalah sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus (Santosos dan Fandy, 2001). Pada penelitian ini jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 36 rumah makan, yang terdiri dari 18 responden minyak goreng bermerek dan 18 responden minyak goreng tidak bermerek. Besarnya jumlah sampel yang diambil mengacu kepada pendapat Siagian dan Sugiarto (2002) yang menyatakan bahwa secara empiris sampel dapat diambil dengan jumlah minimal 30 responden. Pada jumlah tersebut sampel dikategorikan sudah cukup besar dan distribusi peluang rata-ratanya akan mengikuti distribusi normal. Pengambilan sampel dilakukan pada rumah makan di wilayah kota Bogor, dengan membagi kedalam enam kecamatan sesuai dengan administrasi wilayah kota Bogor yang terdiri dari enam kecamatan, yaitu : kecamatan Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Selatan, Bogor Barat, Bogor Utara dan Tanah Sareal. Pada setiap kecamatan diambil enam responden, masing-masing tiga responden minyak goreng bermerek dan tiga responden minyak goreng tidak bermerek. Penentuan responden dilakukan dengan cara mendatangi rumah makan dan menanyakan minyak goreng yang digunakan. Jika jumlah responden dalam satu kecamatan baik untuk responden minyak goreng bermerek maupun minyak goreng tidak bermerek sudah terpenuhi, maka pengambilan sampel untuk kecamatan tersebut dihentikan. Pengambilan sampel selanjutnya dilakukan pada kecamatan lainnya untuk responden minyak goreng bermerek dan minyak goreng tidak bermerek.

58 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dari kuisioner diolah dan dianalisis dengan menggunakan Analisis Deskriptif, Analisis Tingkat Kepentingan Atribut Minyak Goreng dan Analisis Diskriminan Analisis Deskriptif Menurut Nazir (1988), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Pada penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik responden dan tahapan proses keputusan pembelian konsumen. Adapun karakteristik responden yang dianalisis adalah jenis rumah makan, kapasitas kursi, omzet perbulan, jumlah pengunjung, jumlah karyawan, kepemilikan tempat parkir dan akses ke jalan raya. Sementara tahapan proses keputusan pembelian yang dianalisis adalah pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian, dan evaluasi pasca pembelian Analisis Tingkat Kepentingan Atribut Produk Minyak Goreng Pada penelitian ini, penilaian kepentingan atribut minyak goreng dimaksudkan untuk melihat seberapa penting suatu atribut produk tersebut dinilai oleh responden. Untuk melihat tingkat kepentingan atribut ini, maka metode yang digunakan adalah dengan ukuran pemusatan. Menurut Walpole (1995), ukuran pemusatan adalah sembarang ukuran yang menunjukkan pusat segugus data yang telah diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar atau sebaliknya dari yang

59 terbesar sampai yang terkecil. Adapun ukuran pemusatan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah nilai tengah dengan rumus sebagai berikut : X = X i n Keterangan : X = Nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut minyak goreng X i = Penilaian responden n = Jumlah responden Setelah dirata-ratakan kemudian hasil perhitungan tingkat kepentingan atribut minyak goreng tersebut diklasifikasi ke dalam kategori. Untuk menghitung kategori tersebut maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Kategori tingkat kepentingan = A B C Keterangan : A = Nilai kategori maksimum B = Nilai kategori minimum C = Jumlah kategori Adapun hasil perhitungannya adalah sebagai berikut : Kategori tingkat kepentingan = Klasifikasi kategori : 1,00 2,20 = Sangat tidak penting 2,21 3,41 = Tidak penting 3,42 4,62 = Agak penting 4,63 5,83 = Penting 5,84 7,00 = Sangat penting = 1, Analisis Diskriminan Menurut Supranto (2004) analisis diskriminan adalah teknik menganalisis data jika variabel tak bebas (disebut criterion) merupakan kategori (non-metrik, nominal atau ordinal, bersifat kualitatif), sedangkan variabel bebas sebagai

60 prediktor adalah metrik (interval atau rasio, bersifat kuantitatif). Teknik analisis diskriminan ini dibedakan menjadi dua yaitu : 1. analisis diskriminan dua kelompok/kategori. Analisis ini berlaku jika variabel tak bebas Y dikelompokkan menjadi dua sehingga diperlukan satu fungsi diskriminan. 2. analisis diskriminan berganda (multiple discriminant analysis), yaitu variabel tak bebas dikelompokkan menjadi lebih dari dua kelompok sehingga diperlukan fungsi diskriminan sebanyak (k 1) kalau memang ada k kategori. Model analisis diskriminan berkenaan dengan kombinasi linear adalah sebagai berikut : D i = b 0 + b 1 X i1 + b 2 X i2 + b 3 X i3 + b 4 X i4 + b 5 X i5 + b 6 X i6 + b 7 X i7 + b 8 X i8 Keterangan : D i = nilai diskriminan dari responden ke-i (variabel terikat, yakni pilihan konsumen terhadap jenis minyak goreng curah atau kemasan). X i1 = jumlah kursi dari responden ke-i (buah). X i2 = omzet per bulan dari responden ke-i (rupiah). X i3 = jumlah tamu per bulan dari responden ke-i (orang). X i4 = tempat pembelian minyak goreng dari responden ke-i. 0 = grosir 1 = dikirim 2 = warung 3 = supermarket X i5 = frekuensi pembelian minyak goreng per bulan dari responden ke-i (kali/bulan). X i6 = jumlah pembelian minyak goreng per bulan dari responden ke-i (Kg). X i7 = jarak tempat pembelian minyak goreng dari responden ke-i. 0 = dekat 1 = jauh X i8 = jenis rumah makan dari responden ke-i. 0 = tradisional 1 = non tradisional b j = koefisien atau timbangan diskriminan dari variabel 1 8 Koefisien atau timbangan (weight) fungsi diskriminan b j diperkirakan akan menyebabkan kelompok atau kategori mempunyai nilai fungsi diskriminan (skor) yang sangat berbeda. Jika ada dua kategori A dan B, nilai fungsi diskriminan dari kelompok yang satu (A) sangat berbeda dengan kelompok ke dua (B). Jika

61 ada tiga kelompok A, B, dan C, maka nilai fungsi diskriminan kelompok A sangat berbeda dengan B, dan sangat berbeda dengan kelompok C. Langkah dalam analisis diskriminan adalah menentukan variabel bebas atau prediktor harus didasarkan pada teori atau hasil penelitian sebelumnya. Namun untuk riset exploratory (riset tahap penjajagan), pengalaman peneliti diperlukan sebagai pegangan untuk memilih variabel tak bebas. Untuk estimasi model digunakan program komputer SPSS versi 11,5. Koefisien diskriminan bisa dihitung dengan dua pendekatan yaitu, direct method dan stepwise discriminant analysis. Direct method meliputi estimasi koefisien fungsi diskriminan dimana seluruh variabel bebas atau prediktor terlibat, maksudnya semua data dimasukkan dalam analisis secara simultan bersamasama tanpa memperhatikan discriminating power. Metode yang kedua yaitu stepwise discriminat analysis, variabel bebas/prediktor diikutsertakan secara berurutan, didasarkan pada kemampuannya untuk mendiskrimansi antarkelompok. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah stepwise discriminat análisis. Elemen sebagai objek penelitian (responden) kemudian diputuskan untuk dimasukkan kedalam kelompok tertentu berdasarkan nilai diskriminan dan suatu aturan keputusan yang tepat Definisi Operasional 1. Konsumen adalah rumah makan yang membeli suatu produk atau jasa dengan tujuan untuk mengkonsumsi produk atau jasa tersebut. 2. Responden minyak goreng bermerek adalah rumah makan yang lebih sering atau lebih menyukai untuk mengkonsumsi minyak goreng bermerek.

62 3. Responden minyak goreng tidak bermerek adalah rumah makan yang lebih sering atau lebih menyukai untuk mengkonsumsi minyak goreng tidak bermerek. 4. Minyak goreng bermerek adalah produk minyak goreng yang berasal dari bahan baku minyak sawit atau kelapa yang memiliki merek dan dikemas dalam botol atau jerigen. 5. Minyak goreng tidak bermerek adalah produk minyak goreng yang berbahan baku minyak sawit atau kelapa yang dikemas dalam jerigen atau drum. Biasa dijual per kilogram dan tidak mempunyai merek. 6. Atribut produk adalah ciri yang melekat pada suatu produk minyak goreng yaitu kemasan, warna, merek, label, ukuran dan kandungannya. 7. Atribut harga adalah nilai yang harus dibayarkan oleh konsumen untuk membeli minyak goreng. 8. Atribut aroma adalah aroma atau bau yang dimiliki oleh produk minyak goreng ketika digunakan saat menggoreng. 9. Atribut ukuran adalah isi minyak goreng dalam satuan liter atau kilogram. 10. Atribut kemasan adalah kelengkapan pembungkusan pada produk minyak goreng kemasan. 11. Atribut ketersediaan produk dijelaskan dengan mudah tidaknya konsumen untuk memperoleh produk minyak goreng. 12. Atribut promosi adalah informasi yang disampaikan produsen mengenai produk minyak goreng kepada responden melalui iklan dan media lainnya. 13. Brand image adalah persepsi responden terhadap suatu minyak goreng kemasan. 14. Loyalitas responden adalah kemungkinan responden untuk membeli minyak goreng tertentu bila terjadi perubahan situasi.

63 V. GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Wilayah dan Topografi Secara geografis Kota Bogor adalah daerah yang terletak diantara garis lintang BT, BT dan LS LS dengan ratarata ketinggian dari permukaan laut (dpl) berkisar antara meter dpl. Berdasarkan wilayah administrasinya Kota Bogor memiliki enam kecamatan dan 68 kelurahan. Adapun kecamatan tersebut meliputi Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Tanah Sareal. Luas wilayah Kota Bogor sebesar 118,50 Km 2 yang digunakan untuk perkantoran pemerintah, perumahan, sawah, industri dan lainnya. Kota Bogor berjarak sekitar 60 Km dari ibukota negara (Jakarta), dan 100 Km dari ibukota propinsi Jawa Barat (Bandung). Letak Kota Bogor ini berbatasan dengan Kabupaten Bogor. Adapun batas-batas wilayah dari Kota Bogor ini adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Selatan : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin 2. Sebelah Timur : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi 3 Sebelah Utara : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Bojong Gede 4. Sebelah Barat : Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Berdasarkan topografinya yang strategis maka perkembangan Kota Bogor menjadi daerah tujuan wisata dan bisnis berkembang dengan pesat. Menurut BPS (2004), jumlah pengunjung wisata yang ke Kota Bogor adalah sebanyak orang. Salah satu bisnis yang berkembang pesat di Kota Bogor adalah rumah makan. Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata, Seni dan

64 Budaya Kota Bogor, perkembangan rumah makan di wilayah Kota Bogor setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 terdapat 192 rumah makan, meningkat dibanding tahun sebelumnya. Tahun 2002 hanya terdapat 161 rumah makan, sedangkan tahun 2003 terdapat 178 rumah makan. Data selengkapnya terdapat pada Tabel 7. Seiring dengan berkembangnya usaha rumah makan tersebut maka permintaan minyak goreng sebagai salah satu bahan baku turut berkembang. Tabel 7. Perkembangan Jumlah Rumah Makan di Kota Bogor, Tahun Tahun Jumlah Rumah Makan Peningkatan (%) , , , , , ,87 Sumber : Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Bogor, Penduduk Jumlah penduduk Kota Bogor secara keseluruhan berdasarkan data BPS Kota Bogor (2005) adalah berjumlah jiwa dengan komposisi jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. Kecamatan Bogor Barat adalah kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak, yaitu , sedangkan daerah yang jumlah penduduknya terkecil terdapat pada Kecamatan Bogor Timur dengan jumlah penduduk hanya sebesar jiwa. Besarnya jumlah penduduk yang terdapat di Kecamatan Bogor Barat karena daerah ini memiliki luas wilayah yang paling besar bila dibandingkan dengan wilayah lainnya, yaitu sebesar 32,62 Kilometer persegi atau sama dengan 27,53 persen dari total wilayah Kota Bogor. Perincian data dari masing-masing luas wilayah kecamatan ini beserta jumlah penduduknya dapat dilihat pada Tabel 8.

65 Tabel 8. Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Kecamatan di Kota Bogor, Tahun 2004 Kecamatan Jumlah Penduduk Wilayah Luas (Km 2 ) Persen (%) Bogor Timur ,15 8,57 Bogor Tengah ,33 7,03 Bogor Selatan ,61 24,14 Bogor Barat ,62 27,53 Bogor Utara ,72 14,95 Tanah Sareal ,07 17,78 Jumlah ,50 100,00 Sumber : BPS Kota Bogor, 2005 Apabila dilihat dari tingkat kepadatannya, pada tahun 2004 kepadatan penduduk Kota Bogor adalah sekitar jiwa per Kilometer persegi. Kecamatan Bogor Tengah adalah daerah yang memiliki tingkat kepadatan paling tinggi bila dibandingkan dengan daerah lainnya, yaitu sebesar jiwa per Kilometer persegi. Besarnya jumlah kepadatan penduduk pada wilayah Kecamatan Bogor Tengah karena Kecamatan ini adalah pusat pemerintahan, tempat pariwisata dan kegiatan ekonomi. Dengan demikian penyebaran rumah makan pun sebagian besar terdapat di wilayah ini. Selain faktor di atas, faktor lain yang menjadikan wilayah tersebut banyak terdapat rumah makan adalah karena wilayah ini terdapat jalan provinsi yang menghubungkan kota Jakarta dan kota Bandung. Penyebaran rumah makan di wilayah lain pun sangat tergantung pada jalan provinsi ini, seperti di wilayah Bogor Utara, Tanah Sareal, Bogor Barat dan Bogor Timur. Pada keempat wilayah tersebut penyebaran rumah makan banyak terdapat sepanjang jalan provinsi. Di wilayah Bogor Selatan jumlah rumah makan sangat sedikit, hal ini karena wilayahnya sebagian besar adalah pemukiman dan sawah serta kegiatan ekonominya tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan wilayah lainnya. Perincian data mengenai Jumlah Kepadatan Penduduk di Kota Bogor per Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9.

66 Tabel 9. Jumlah Kepadatan per Kecamatan di Kota Bogor, Tahun 2004 Kecamatan Kepadatan (Jiwa/Km 2 ) Persen (%) Bogor Timur ,48 Bogor Tengah ,68 Bogor Selatan ,07 Bogor Barat ,96 Bogor Utara ,68 Tanah Sareal ,12 Jumlah ,00 Sumber : BPS Kota Bogor, 2005 BPS Kota Bogor (2005), secara umum kegiatan ekonomi di Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu sebesar 31 persen, sektor industri pengolahan sebesar 28 persen dan 41 persen lagi di dominasi oleh sektor lain, seperti jasa dan sebagainya. Sektor tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat Karakteristik Responden Minyak Goreng Pada penelitian ini responden dibagi menjadi dua, yaitu responden yang menggunakan minyak goreng bermerek dan responden yang menggunakan minyak goreng tidak bermerek. Menurut hasil pengamatan diketahui bahwa untuk minyak goreng bermerek banyak digunakan oleh rumah makan yang mempunyai bangunan berukuran besar dengan tipe bangunan permanent. Sementara untuk jenis minyak goreng tidak bermerek cenderung digunakan oleh rumah makan yang memiliki bangunan berukuran kecil sampai sedang dan umumnya tipe bangunannya adalah semi permanen, Adapun yang menjadi segmen konsumen dari rumah makan ini apabila dilihat dari jenis minyak goreng yang digunakan adalah untuk rumah makan yang menggunakan minyak goreng bermerek umumnya adalah berasal dari kalangan menengah ke atas. Sementara untuk rumah makan yang menggunakan minyak goreng tidak bermerek umumnya berasal dari kalangan menengah ke bawah.

67 Karakteristik yang dianalisis pada masing-masing responden adalah sama. Adapun karakteristik yang dianalisis pada penelitian ini adalah jenis rumah makan, kapasitas kursi, omzet perbulan, jumlah pengunjung, jumlah karyawan, sarana parkir dan akses ke jalan raya. Penjelasan dari masingmasing karakteristik responden ini dapat dilihat pada sub bab berikut ini Jenis Rumah Makan Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pemilik rumah makan maka diketahui ternyata sebagian besar jenis rumah makan yang dijadikan usaha oleh responden, baik yang menggunakan minyak goreng bermerek maupun minyak goreng tidak bermerek adalah bersifat tradisional. Adapun persentase jumlahnya, pada masing-masing responden adalah sama, yaitu sebesar 72,22 persen dari total responden. Sementara itu pada responden minyak goreng bermerek sisanya sebesar 22,22 persen mengusahakan usahanya dengan jenis rumah makan yang bersifat Indonesia dan 5,56 persen jenis rumah makan oriental. Pada responden minyak goreng tidak bermerek sebesar 27,78 persen mengusahakan usahanya dengan jenis rumah makan yang bersifat Indonesia. Besarnya persentase jumlah responden yang mengusahakan jenis rumah makan tradisional menunjukkan bahwa selera masyarakat Kota Bogor terhadap makanan tradisonal masih cukup besar. Perincian data dari masing-masing responden ini dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Rumah Makan untuk Setiap Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Jenis Rumah Makan Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Tradisional 13 72, ,22 Indonesia 4 22, ,78 Oriental 1 5,56 0 0,00 Jumlah , ,00

68 Kapasitas Kursi Apabila dilihat dari kapasitas kursi yang digunakan oleh responden maka diketahui ternyata sebagian besar (44,44 persen) responden minyak goreng bermerek menggunakan kursi berjumlah 40 sampai kurang dari 80 buah kursi. Sementara responden minyak goreng tidak bermerek (55,56 persen) memakai kursi sebanyak 20 sampai kurang dari 40 buah kursi. Kondisi ini menunjukkan bahwa luas rumah makan responden minyak goreng bermerek relatif lebih besar dibanding dengan responden minyak goreng tidak bermerek. Sementara itu persentase jumlah responden yang memiliki kapasitas kursi diatas seratus kursi ternyata untuk responden minyak goreng tidak bermerek sangat sedikit sekali, yaitu sebesar 5,56 persen, sedangkan pada responden minyak goreng bermerek persentasenya adalah sebesar 27,78 persen. Hal ini berarti bahwa dari sisi kapasitas, responden minyak goreng bermerek memiliki kelebihan dibandingkan dengan responden minyak goreng tidak bermerek. Perincian data dari karakteristik responden rumah makan berdasarkan kapasitas kursi ini dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kapasitas Kursi untuk Setiap Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Kapasitas Kursi Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) < ,00 1 5, < , , < , , < ,22 0 0,00 > ,78 1 5,56 Jumlah , , Omzet per Bulan Pada penelitian ini pendapatan responden untuk responden minyak goreng bermerek, sebagian besar (33,33 persen) memiliki pendapatan berkisar

69 antara Rp sampai kurang dari Rp Sementara untuk responden minyak goreng tidak bermerek sebagian besar (83,33 persen) adalah berkisar antara Rp sampai kurang dari Rp Kondisi ini menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh responden minyak goreng bermerek lebih besar dari responden minyak goreng tidak bermerek. Hal ini terjadi karena kapasitas kursi yang dimiliki oleh responden minyak goreng bermerek lebih banyak dari responden minyak goreng tidak bermerek. Perincian data dari karakteristik responden rumah makan berdasarkan omzet perbulan ini dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Omzet per Bulan untuk Setiap Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Omzet per Bulan (Rp) Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) < , , < , , < ,33 1 5, < ,22 0 0,00 = ,11 0 0,00 Jumlah , , Jumlah Pengunjung Jumlah pengunjung yang datang pada rumah makan milik responden minyak goreng bermerek sebagian besar (50 persen) berjumlah antara 3000 sampai 4000 orang. Sementara jumlah pengunjung yang datang pada rumah makan responden minyak goreng tidak bermerek ternyata sebagian besar (33,33 persen) berjumlah antara 1000 sampai 3000 orang. Hal ini berarti bahwa jumlah pengunjung yang singgah di rumah makan responden minyak goreng bermerek lebih besar dari responden minyak goreng tidak bermerek.

70 Besarnya jumlah pengunjung yang singgah pada responden minyak goreng bermerek ini dikarenakan sebagian besar rumah makan minyak goreng bermerek adalah rumah makan jenis keluarga. Adapun konsumen dari rumah makan ini adalah keluarga yang punya kemampuan untuk sering makan di luar rumah dan rombongan. Hal ini menunjukkan bahwa segmen pasar dari rumah makan yang menggunakan minyak goreng bermerek adalah konsumen dari kalangan menengah ke atas. Sebaliknya segmen pasar pada rumah makan yang menggunakan minyak goreng tidak bermerek adalah konsumen dari kalangan menegah ke bawah. Perincian data dari karakteristik responden rumah makan berdasarkan jumlah kunjungan ini dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Banyaknya Tamu yang Dilayaninya Kunjungan per Bulan untuk Setiap Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Kunjungan per Bulan Minyak Goreng Tidak Minyak Goreng Bermerek (Orang) Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) < , , < , , < , , < ,00 1 5,56 = , ,67 Jumlah , , Jumlah Karyawan Responden minyak goreng bermerek sebagian besar (33,33 persen) memiliki jumlah karyawan yang cukup banyak, yaitu berkisar antara orang. Sementara pada responden minyak goreng tidak bermerek, sebagian besar (66,67 persen) memiliki jumlah karyawan kurang dari 10 orang. Hal ini terjadi karena kapasitas rumah makan responden minyak goreng bermerek, apabila dilihat dari jumlah kursi dan pengunjungnya lebih besar dari responden minyak goreng tidak bermerek.

71 Pada penelitian ini, persentase jumlah responden yang menggunakan jumlah karyawan diatas 50 orang hanya terdapat pada responden minyak goreng bermerek (11,11 persen), sedangkan pada responden minyak goreng tidak bermerek tidak ada yang menggunakan jumlah karyawan lebih besar dari 50 orang. Perincian data dari masing-masing responden minyak goreng ini berdasarkan karakteristik penggunaan karyawannya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Karyawan yang Dipekerjakannya untuk Setiap Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Jumlah Karyawan Minyak Goreng Tidak Minyak Goreng Bermerek (Orang) Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) < , , < , , < , ,00 = , ,00 Jumlah , , Tempat Parkir Tempat parkir adalah salah satu sarana pelayanan yang dilakukan oleh rumah makan agar konsumen memperoleh kemudahan dalam menyimpan kendaraannya. Pada penelitian ini, sebagian besar responden (minyak goreng bermerek dan minyak goreng tidak bermerek) memiliki tempat parkir. Adapun persentase jumlah masing-masing responden yang memiliki tempat parkir tersebut adalah sebanyak 94,44 persen untuk responden minyak goreng bermerek dan 66,67 persen untuk responden minyak goreng tidak bermerek. Perincian data dari masing-masing responden minyak goreng ini berdasarkan karakteristik kepemilikan tempat parkir dapat dilihat pada Tabel 15.

72 Tabel 15. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tempat Parkir untuk Setiap Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Tempat Parkir Minyak Goreng bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Ada 17 94, ,67 Tidak ada 1 5, ,33 Jumlah , , Akses ke Jalan Raya Pada penelitian ini, sebagian besar responden, baik minyak goreng bermerek maupun minyak goreng tidak bermerek memiliki rumah makan dekat dengan jalan raya. Adapun persentase jumlahnya adalah sebesar 83,33 persen untuk responden minyak goreng bermerek dan sebesar 66,67 persen untuk responden minyak goreng tidak bermerek. Sementara itu persentase jumlah responden yang memiliki rumah makan dengan akses jalan raya yang susah adalah sebesar 16,67 persen untuk minyak goreng bermerek dan 33,33 persen untuk minyak goreng tidak bermerek. Besarnya persentase jumlah responden yang memiliki akses mudah ke jalan raya menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik rumah makan tersebut memiliki tempat usaha yang strategis. Biasanya letak usaha yang strategis akan mempermudah responden memperoleh konsumen. Perincian data dari masingmasing responden minyak goreng ini berdasarkan karakteristik akses jalan raya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Akses Jalan untuk Setiap Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Akses Jalan Minyak Goreng Tidak bermerek Minyak Goreng Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Mudah 15 83, Susah 3 16, ,33 Jumlah , ,00

73 VI. PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN MINYAK GORENG Proses keputusan pembelian minyak goreng yang dilakukan oleh konsumen akan mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat mempengaruhi. Oleh karena itu dalam proses pembeliannya konsumen melalui berbagai tahapan, yang meliputi lima tahap, yaitu : pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan hasil penilaian konsumen terhadap produk yang telah dibeli Pengenalan Kebutuhan Keputusan membeli minyak goreng diawali ketika konsumen menyadari adanya kebutuhan akan produk tersebut. Kebutuhan akan minyak goreng ini dimotivasi oleh dua manfaat, yaitu manfaat utilitarian (fungsional atau fisiologis dari minyak) dan manfaat hedonis (manfaat minyak goreng yang mencakup respon emosional, kesenangan panca indera dan pertimbangan estetis). Seberapa jauh peranan dari minyak goreng bagi konsumen tergantung dari keterlibatan konsumen tersebut, yaitu tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan terhadap minyak goreng. Pada penelitian ini responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu responden minyak goreng bermerek dan responden minyak goreng tidak bermerek. Menurut responden, motivasi rumah makan membeli dan menggunakan minyak goreng adalah karena harga yang terjangkau, mudah diperoleh, merupakan keputusan rumah makan, untuk mengurangi biaya produksi dan kualitas. Perincian persentase jumlah responden yang menyatakan pendapatnya dapat dilihat pada Tabel 17.

74 Tabel 17. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Motivasi Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Motivasi Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Harga yang terjangkau 5 27, ,67 Mudah diperoleh 2 11, ,67 Merupakan keputusan perusahaan 6 33,33 1 5,56 Mengurangi biaya produksi 0 0, ,11 Kualitas terjamin 5 27,78 0 0,00 Jumlah , ,00 Berdasarkan Tabel 17 diketahui ternyata motivasi sebagian besar responden minyak goreng bermerek adalah karena atas dasar hasil keputusan perusahaan. Adapun jumlah persentasenya adalah sebesar 33,33 persen. Responden lainnya mempunyai motivasi karena harganya yang terjangkau (27,78 persen), kualitasnya terjamin (27,78 persen) dan mudah diperoleh (11,11 persen). Motivasi responden minyak goreng bermerek tersebut ternyata tidak sama dengan responden minyak goreng tidak bermerek. Responden tidak bermerek membeli dan menggunakan minyak goreng adalah karena harganya yang terjangkau. Adapun jumlah persentasenya adalah sebesar 66,67 persen dari total responden. Sementara yang memiliki motivasi lain (keputusan perusahaan, mudah diperoleh, mengurangi biaya produksi) jumlahnya adalah sebesar 33,33 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa harga minyak goreng yang terjangkau disesuaikan dengan segmen konsumen dari responden minyak goreng tidak bermerek, yaitu konsumen dari kelas menengah ke bawah. Selain motivasi, responden juga mencari manfaat dari pembelian minyak goreng. Menurut responden manfaat yang dapat diperoleh responden dari pembelian minyak goreng ini adalah dapat meningkatkan laba, memuaskan

75 konsumen, dan gaya hidup sehat. Persentase jumlah responden yang menyatakan pendapatnya ini dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Manfaat Pembelian untuk Masing-masing Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Manfaat Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Untuk Meningkatkan Laba 1 5, ,44 Untuk Memuaskan Konsumen 15 83,33 1 5,56 Gaya hidup sehat 2 11,11 0 0,00 Jumlah , ,00 Berdasarkan Tabel 18 diketahui ternyata manfaat yang diperoleh sebagian besar responden minyak goreng bermerek karena menggunakan minyak goreng bermerek adalah konsumen menjadi puas. Hal ini dikarenakan cita rasa dari masakan yang dihasilkan terasa lebih enak. Adapun persentase jumlah responden yang menyatakan pendapatnya ini adalah sebesar 83,33 persen. Sementara itu persentase jumlah responden yang merasakan manfaat lain dari penggunaan minyak goreng bermerek adalah sebesar 16,67 persen. Manfaat yang diperoleh responden minyak goreng bermerek tersebut ternyata tidak sama dengan manfaat yang diperoleh responden minyak goreng tidak bermerek. Responden minyak goreng tidak bermerek karena menggunakan minyak goreng tidak bermerek adalah untuk dapat meningkatkan laba usahanya. Persentase jumlah responden yang menyatakan ini adalah sebesar 94,44 persen. Sementara itu yang menyatakan bahwa konsumen menjadi puas karena menggunakan minyak goreng tidak bermerek hanya sebesar 5,56 persen. Meningkatnya laba yang diperoleh responden minyak goreng tidak bermerek ini karena responden menganggap bahwa harga minyak goreng tidak bermerek itu adalah murah.

76 6.2. Pencarian Informasi Setelah responden mengenal kebutuhannya, kemudian responden akan mencari informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan minyak goreng, baik dari pengetahuan yang tersimpan dalam ingatannya (pencarian internal) maupun dari lingkungannya (pencarian eksternal). Menurut hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa sumber-sumber informasi mengenai minyak goreng pada seluruh responden (minyak goreng bermerek dan tidak bermerek) tidak begitu nyata perbedaannya. Hal ini dikarenakan sebesar 61,11 persen responden minyak goreng bermerek dan 94,4 persen responden minyak goreng tidak bermerek, menyatakan bahwa penjual pengecer adalah sebagai sumber informasi utama mengenai minyak goreng. Kondisi ini terjadi karena responden lebih banyak berinteraksi dengan penjual pengecer dibanding dengan media. Sementara itu persentase jumlah responden yang menyatakan bahwa karyawan, media elektronik (televisi dan radio), media massa (koran, majalah dan brosur) sebagai sumber informasi adalah hanya sebesar 38,89 persen untuk minyak goreng bermerek dan 5,60 persen untuk responden minyak goreng tidak bermerek. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Sumber Informasi Tentang Minyak Goreng yang Akan Dibeli untuk Masingmasing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya. Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Sumber Informasi Minyak Goreng Tidak Minyak Goreng Bermerek Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Penjual pengecer 11 61, ,44 Karyawan 1 5,56 1 5,56 Televisi/Radio 6 33,33 0 0,00 Jumlah , ,00 Sumber informasi yang dipilih responden tersebut ternyata sangat mempengaruhi responden dalam keputusan pemilihan minyak goreng. Adapun

77 sumber informasi yang sangat mempengaruhi responden (minyak goreng bermerek dan tidak bermerek) adalah penjual pengecer. Persentase jumlah responden (minyak goreng bermerek dan tidak bermerek) yang menyatakan bahwa penjual pengecer sangat mempengaruhi keputusan konsumen dalam pemilihan minyak goreng adalah sebesar 50 persen untuk responden minyak goreng bermerek dan 88,89 persen untuk responden minyak goreng tidak bermerek. Hal ini terjadi karena responden menganggap bahwa penjual pengecer adalah individu yang memiliki pengetahuan cukup mengenai produk yang dijualnya. Sementara itu persentase jumlah responden yang menyatakan bahwa karyawan, media elektronik (televisi dan radio), dan media massa (Koran, majalah dan brosur) sebagai sumber informasi yang sangat mempengaruhi responden dalam pemilihan minyak goreng adalah sebesar 50 persen untuk responden minyak goreng bermerek dan 11,11 persen untuk responden minyak goreng tidak bermerek. Perincian datanya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Sumber Informasi yang Paling Mempengaruhi Pembelian untuk Masingmasing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Sumber Informasi Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Penjual pengecer 9 50, ,89 Karyawan 2 11, ,11 Televisi/Radio 5 27,78 0 0,00 Koran/Majalah/Brosur 2 11,11 0 0,00 Jumlah , ,00 Sebagian besar responden menyatakan bahwa sumber informasi yang sangat mempengaruhi dalam pemilihan minyak goreng adalah penjual pengecer, tetapi pada responden minyak goreng bermerek persentase jumlahnya tidak sebesar responden minyak goreng tidak bermerek. Hal ini dikarenakan

78 responden minyak goreng bermerek memiliki sumber informasi lain yang dapat mempengaruhi responden, yaitu iklan yang terdapat pada media elektronik dan media massa. Iklan adalah bentuk promosi yang dilakukan oleh produsen agar konsumen mengenal produk yang akan dipasarkannya. Menurut sebagian besar responden minyak goreng bermerek (61,11 persen) menyatakan bahwa yang dapat menyebabkan responden terpengaruh oleh iklan tersebut adalah tokoh dari pembawa pesan. Hal ini berarti bahwa untuk di wilayah Kota Bogor figur seseorang masih memiliki pengaruh yang kuat terhadap responden minyak goreng. Kondisi ini terjadi karena tokoh pembawa pesan adalah orang yang selama ini memiliki citra yang cukup baik di masyarakat dan merupakan public figure. Sementara itu persentase jumlah responden yang menyatakan bahwa yang dapat mempengaruhi responden dalam pemilihan minyak goreng adalah isi pesan, dan cara penyampaian pesan hanya sebesar 38,89 persen. Perincian datanya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Atribut yang Paling Menarik dari Iklan Minyak Goreng Bermerek Atribut Jumlah (%) Tokoh Pembawa Pesan 11 61,11 Isi Pesan 6 33,33 Cara Penyampaian Pesan 1 5,56 Media Iklan 0 0,00 Jumlah ,00 Adapun informasi yang paling diperhatikan oleh responden dari iklan minyak goreng tersebut adalah harga, merek, kemasan, kandungan bahan baku dan tanggal kadaluarsa. Menurut sebagian besar (66,67 persen) responden kandungan bahan baku adalah hal utama yang paling diperhatikan. Hal ini dikarenakan setiap kandungan bahan baku minyak goreng bermerek tidak sama. Perbedaannya adalah terletak pada kandungan omega, lemak, penggunaan

79 bahan pengawet dan lainnya. Hal ini berarti bahwa kepedulian responden terhadap kesehatan konsumennya cukup tinggi. Persentase jumlah responden yang memperhatikan atribut lain (merek, harga, kemasan dan tanggal kadaluarsa) selain kandungan bahan baku adalah hanya sebesar 33,33 persen. Perincian datanya dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Atribut yang Menjadi Perhatian dari Iklan Minyak Goreng Bermerek Atribut Jumlah (%) Harga 2 11,11 Merek 3 16,67 Kemasan 0 0,00 Kandungan Bahan Baku 12 66,67 Tanggal Kadaluarsa 1 5,56 Jumlah , Evaluasi Alternatif Tahap ketiga dari proses keputusan pembelian adalah evaluasi alternatif (prepurchase alternative evaluation). Evaluasi alternatif adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, serta memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada proses ini, konsumen membandingkan berbagai pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam memilih produk minyak goreng, responden mempertimbangkan beberapa kriteria yang pada akhirnya akan dipilih produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Pada Tabel 23 sebanyak 61,11 persen responden minyak goreng bermerek menyatakan lebih mempertimbangkan atribut kualitas, sementara responden minyak goreng tidak bermerek menyatakan untuk atribut awal lebih mempertimbangkan harga minyak goreng (94,44 persen). Hanya sebagian kecil responden minyak goreng bermerek dan tidak bermerek yang memperhatikan atribut lain, seperti atribut harga (minyak goreng bermerek), merek (minyak goreng bermerek), kesehatan (minyak goreng bermerek) dan tempat pembelian

80 (minyak goreng tidak bermerek). Adapun persentasenya adalah sebesar 38,89 persen untuk minyak goreng bermerek dan 5,56 persen untuk responden minyak goreng tidak bermerek. Perincian data masing-masing atribut awal yang menjadi pertimbangan konsumen dalam proses pembelian minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Atribut Awal yang Menjadi Pertimbangan Dalam Proses Pembelian untuk Masingmasing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yan Digunakan Atribut Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Harga 2 11, ,44 Kualitas 11 61,11 0 0,00 Merek 1 5,56 0 0,00 Bermerek 0 0,00 0 0,00 Manfaat kesehatan 4 22,22 0 0,00 Dekat dengan tempat penjualan 0 0,00 1 5,56 Jumlah , ,00 Berdasarkan pertimbangan awal tersebut kemudian responden memilah atribut yang dianggap paling penting berdasarkan hasil evaluasi. Pada Tabel 24 terlihat bahwa atribut yang dianggap paling penting oleh responden minyak goreng bermerek dalam proses pembelian minyak goreng adalah warna. Persentase jumlah responden yang menyatakan pendapat ini adalah sebesar 33,33 persen. Besarnya jumlah persentase responden yang menyatakan pendapat ini karena menurut responden minyak goreng bermerek, minyak goreng yang bagus adalah yang memiliki warna jernih kuning keemasan. Selain warna, atribut lain yang dianggap paling penting oleh responden minyak goreng bermerek adalah harga, aroma, merek, dan bermerek. Persentase yang menyatakan pendapat ini adalah sebesar 66,67 persen.

81 Atribut yang dianggap penting oleh responden minyak goreng bermerek ternyata tidak sama dengan responden minyak goreng tidak bermerek. Atribut yang dianggap paling penting oleh responden minyak goreng tidak bermerek dalam proses pembelian adalah harga. Persentase responden yang menyatakan ini adalah sebesar 61,11 persen. Sementara untuk responden yang mempertimbangkan warna dan aroma persentasenya hanya sebesar 38,89 persen. Besarnya jumlah persentase responden yang menyatakan atribut harga dianggap paling penting karena responden ini menganggap bahwa harga untuk minyak goreng tidak bermerek lebih murah dari minyak goreng bermerek. Data selengkapnya seperti terlihat pada Tabel 24. Tabel 24. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Atribut Produk Minyak Goreng yang Dianggap Paling Penting untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Atribut Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Harga 1 5, ,11 Warna 6 33,33 1 5,56 Aroma 4 22, ,33 Merek 5 27,78 0 0,00 Bermerek 2 11,11 0 0,00 Jumlah , , Pembelian Setelah konsumen memutuskan alternatif yang dipilihnya, maka konsumen akan melakukan pembelian. Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai produk yang akan dibeli, waktu membeli, dan cara membayar. Pada penelitian ini cara responden memutuskan pembelian adalah dengan terencana, yaitu konsumen menentukan terlebih dahulu pilihan tempat, produk dan merek sebelum proses pembelian dilakukan. Adapun persentase jumlah responden yang merencanakan terlebih dahulu proses pembeliannya adalah sebesar

82 83,33 persen untuk responden minyak goreng bermerek dan sebesar 55,56 persen untuk responden minyak goreng tidak bermerek. Sementara sisanya sebesar 16,67 persen responden minyak goreng bermerek dan 44,44 persen responden minyak goreng tidak bermerek, cara memutuskan proses pembeliannya adalah tergantung situasi dan mendadak. Perincian datanya tertera pada Tabel 25. Tabel 25. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Cara Memutuskan Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Cara Memutuskan Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Terencana 15 83, ,56 Tergantung Situasi 2 11, ,44 Mendadak 1 5,56 0 0,00 Jumlah , ,00 Dalam melakukan proses pembelian minyak goreng, umumnya responden melakukannya seminggu sekali untuk responden minyak goreng bermerek dan setiap hari untuk responden minyak goreng tidak bermerek. Persentase jumlah responden yang menyatakan ini adalah sebesar 61,11 persen untuk responden minyak goreng bermerek dan 50 persen untuk responden minyak goreng tidak bermerek. Sementara sisanya (responden minyak goreng bermerek dan tidak bermerek) melakukan proses pembelian dalam waktu dua hari sekali, seminggu sekali, seminggu dua kali, dua minggu sekali, tiga minggu sekali dan sebulan sekali. Perincian datanya dapat dilihat pada Tabel 26.

83 Tabel 26. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Frekuensi Pembelian per Bulan untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Frekuensi Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Setiap hari 2 11, ,00 Dua hari sekali 0 0, ,22 Seminggu sekali 11 61, ,22 Seminggu dua kali 1 5,56 0 0,00 Dua minggu sekali 1 5,56 0 0,00 Tiga minggu sekali 0 0,00 1 5,56 Sebulan sekali 3 16,67 0 0,00 Jumlah , ,00 Berdasarkan Tabel 27, responden minyak goreng bermerek diketahui sebagian besar responden lebih menyukai jerigen sebagai wadah yang digunakan dalam proses pembelian minyak goreng. Adapun persentase jumlah responden yang menggunakan wadah ini adalah sebesar 88,89 persen. Besarnya persentase jumlah responden yang menggunakan wadah ini karena jumlah minyak goreng yang dibelinya adalah dalam jumlah besar. Hal ini diketahui dari frekuensi pembelian yang dilakukan oleh responden ini, yaitu seminggu sekali (61,11 persen), setiap hari (11,11 persen), seminggu dua kali (5,56 persen), dua minggu sekali (5,56 persen) dan sebulan sekali (16,67 persen). Pada Tabel 27 diketahui selain menggunakan jerigen, responden juga melakukan pembelian dalam bentuk plastik isi ulang (refill). Responden ini biasanya melakukan pembelian dalam jumlah tidak banyak. Adapun persentase jumlah responden yang menggunakan plastik sebagai wadah adalah sebesar 11,11 persen. Pada responden minyak goreng tidak bermerek lebih menyukai jika wadah yang digunakan dalam melakukan proses pembelian adalah plastik. Hal ini dikarenakan minyak goreng yang dibeli oleh responden ini dalam jumlah

84 sedikit, sehingga plastik dianggap lebih fleksibel dalam hal jumlah pembelian. Adapun persentase jumlah responden yang menggunakan plastik sebagai wadah adalah sebesar 55,56 persen. Sebagian lagi responden minyak goreng tidak bermerek menggunakan jerigen dan botol sebagai wadah. Persentase jumlah responden yang menggunakan wadah ini adalah sebesar 44,44 persen dengan perbandingan 38,89 persen menggunakan jerigen dan 5,56 persen menggunakan botol. Data selengkapnya mengenai wadah yang digunakan dalam pembelian minyak goreng disajikan dalam Tabel 27. Tabel 27. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Wadah yang Digunakan Dalam Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Wadah Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Botol 0 0,00 1 5,56 Plastik 2 11, ,56 Jerigen 16 88, ,89 Jumlah , ,00 Responden tersebut biasa membeli minyak goreng pada beberapa tempat. Tempat tersebut adalah grosir, warung, dan supermarket/swalayan. Selain berbelanja ditempat penjualan, responden pun kadang dikirim oleh penjual. Responden yang pembeliannya dikirim biasanya berasal dari distributor dan sudah ada ikatan kontrak antara rumah makan dengan distributor atau pembelian dilakukan digrosir kemudian minyak goreng tersebut dikirim bersama dengan bahan pokok lainnya. Berdasarkan Tabel 28 diketahui bahwa sebagian besar responden minyak goreng bermerek (61,11 persen) lebih menyukai pembelian dengan cara dikirim oleh penjual, sementara sisanya sebesar 38,89 persen responden lebih menyukai pembelian minyak goreng di grosir. Besarnya persentase jumlah

85 responden yang melakukan pembelian dengan cara dikirim karena responden ini telah memiliki tempat langganan untuk merek produk tertentu sehingga untuk pembeliannya responden tinggal menghubungi penjualnya. Pada responden minyak goreng tidak bermerek sebagian besar melakukan pembelian minyak goreng di grosir (72,22 persen), sementara sisanya (27,78 persen) melakukan pembelian dengan cara dikirim (11,11 persen) dan di warung (16,67 persen). Besarnya persentase jumlah responden yang melakukan pembelian digrosir karena responden dapat membeli minyak goreng dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan di warung atau dikirim. Adapun perincian datanya dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tempat Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Tempat Minyak Goreng Tidak Minyak Goreng Bermerek Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Toko Grosir 6 33, ,22 Dikirim oleh penjual 11 61, ,11 Warung 0 0, ,67 Supermarket/swalayan 1 5,56 0 0,00 Jumlah , ,00 Dalam memilih tempat pembelian minyak goreng tersebut, responden mempertimbangkan kedekatan tempat pembelian dengan lokasi rumah makan, harga yang murah, pelayanan yang memuaskan, dan sekalian belanja untuk kebutuhan lain. Menurut sebagian besar (44,44 persen) responden minyak goreng bermerek yang menjadi pertimbangn utama dalam penentuan tempat pembelian adalah dari segi pelayanannya yang memuaskan. Menurut responden, pelayanan yang memuaskan adalah apabila ketika membutuhkan minyak goreng, produk dengan merek tertentu tersedia dan harganya pun tidak terlalu mahal. Selain itu ketika produknya minta dikirimkan maka penjual

86 bersedia untuk mengirimnya. Selain pelayanan yang memuaskan, harga jual yang murah dan sekalian dengan belanja kebutuhan lain adalah hal lain yang menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan tempat pembelian. Adapun persentase responden yang menyatakan ini adalah sebesar 55,56 persen dengan perbandingan 22,22 persen untuk pertimbangan harga murah dan 33,33 persen untuk pertimbangan sekalian dengan belanja kebutuhan lain. Pada responden minyak goreng tidak bermerek sebagian besar (55,56 persen) yang menjadi pertimbangan utama dalam penentuan tempat pembelian adalah karena sekalian dengan belanja kebutuhan lain. Hal ini berarti bahwa dalam melakukan pembeliannya responden kurang memperhitungkan tempat lokasi pembelian. Penyebabnya adalah karena apabila sekalian belanja dengan kebutuhan lain maka responden beranggapan bahwa dapat menghemat biaya pembelian. Hal ini dikarenakan responden tidak harus mengeluarkan biaya transportasi dua kali. Sementara sebagian lagi responden minyak goreng tidak bermerek menyatakan bahwa yang menjadi pertimbangan utama tempat pembelian minyak goreng adalah karena dekat dengan lokasi rumah makan (38,89 persen) dan pelayanan tempat pembelian itu memuaskan (5,56 persen). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Pertimbangan Pemilihan Tempat Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang digunakan Alasan Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Dekat dengan lokasi rumah makan 0 0, ,89 Harga murah 4 22,22 0 0,00 Pelayanan memuaskan 8 44,44 1 5,56 Sekalian dengan belanja kebutuhan lain 6 33, ,56 Jumlah , ,00

87 Keputusan pembelian minyak goreng tersebut didasarkan kepada pendapat beberapa orang, yaitu pemilik rumah makan, pimpinan rumah makan, juru masak dan karyawan. Menurut hasil wawancara diketahui bahwa untuk responden minyak goreng bermerek, keputusan pembelian minyak goreng, sebagian besar (50 persen) ditentukan oleh pimpinan rumah makan, sedangkan sisanya ditentukan oleh pihak lain, seperti pemilik rumah makan, juru masak, dan karyawan. Pada responden minyak goreng tidak bermerek, pengambilan keputusan pembelian sebagian besar ditentukan oleh pemilik rumah makan. Adapun persentase jumlahnya adalah sebesar 50 persen, sedangkan sisanya sebesar 50 persen lagi ditentukan oleh pimpinan rumah makan (27,78 persen), juru masak (5,56 persen), dan karyawan (16,67 persen). Perincian datanya dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Pihak yang Mengambil Keputusan Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Pengambil Keputusan Minyak Goreng Tidak Minyak Goreng Bermerek Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Pemilik rumah makan 5 27, ,00 Pimpinan rumah makan 9 50, ,78 Juru masak 2 11,11 1 5,56 Karyawan 2 11, ,67 Jumlah , , Evaluasi Pasca Pembelian Setelah membeli minyak goreng yang diinginkan dan membandingkan kenyataan atau hasilnya dengan pertimbangan awal maka akan terbentuk sikap tertentu yang akan mempengaruhi niat pembelian di masa yang akan datang.

88 Menurut sebagian besar (33,33 persen) responden minyak goreng bermerek menyatakan bahwa untuk komoditas ini sering melihat promosinya di media cetak maupun media elektronik. Berdasarkan promosi inilah maka konsumen dapat mengevaluasi terhadap produk yang dibelinya. Hal ini dikarenakan setiap promosi dari komoditas ini akan menunjukkan kelebihannya. Sementara untuk responden minyak goreng tidak bermerek sebagaian besar (94,44 persen) diketahui ternyata untuk komoditas ini tidak ada pihak yang mempromosikan kualitasnya. Hal ini terjadi karena minyak goreng tidak bermerek tidak mempunyai merek dan diasumsikan memiliki kandungan yang sama. Oleh karena itu untuk komoditas ini responden mengambil keputusan bukan berdasarkan kelebihan atau keunggulan dari produk yang dibelinya tetapi berdasarkan harga jualnya. Data selengkapnya mengenai persepsi konsumen terhadap promosi ini dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Persepsi Responden Terhadap Promosi Minyak Goreng yang Biasa Dipakai untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Promosi Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Tidak Ada 4 22, ,44 Sangat jarang 4 22,22 1 5,56 Jarang 4 22,22 0 0,00 Sering 6 33,33 0 0,00 Sangat sering 0 0,00 0 0,00 Jumlah , ,00 Pada promosi produk minyak goreng bermerek, yang diharapkan oleh sebagian besar (83,33 persen) responden minyak goreng bermerek adalah dalam bentuk potongan harga. Hal ini berarti konsumen cenderung ingin harga minyak goreng menjadi lebih murah, sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Sementara sisanya (16,67 persen) mengharapkan promosi yang dilakukan oleh

89 perusahaan dalam bentuk pemberian produk gratis (11,11 persen), dan undian berhadiah (5,56 persen). Bentuk promosi seperti ini dapat menyebabkan responden minyak goreng bermerek terus mengevaluasi produk yang telah dibelinya. Perincian data dari promosi yang diharapkan responden ini dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Promosi yang Diharapkan Responden Minyak Goreng Bermerek Promosi Jumlah (%) Pemberian produk gratis 2 11,11 Potongan harga 15 83,33 Undiah berhadiah 1 5,56 Jumlah ,00 Menurut informasi yang diperoleh dari seluruh (100 persen) responden, baik minyak goreng bermerek maupun minyak goreng tidak bermerek diketahui ternyata responden merasa puas karena telah menggunakan minyak goreng pilihannya. Pada responden minyak goreng bermerek, selain karena laba yang diperolehnya meningkat dan pelayanan penjual, keuntungan lainnya adalah rasa masakan menjadi lebih lezat sehingga loyalitas konsumen menjadi meningkat. Sementara pada responden minyak goreng tidak bermerek, kepuasan ini diperoleh atas dasar keuntungan (laba) yang diperolehnya dan pelayanan yang diberikan oleh penjual. Oleh karena hal tersebut, maka responden minyak goreng bermerek mempunyai loyalitas terhadap produk yang digunakannya sangat tinggi. Hal ini diketahui dari persentase jumlah respondennya yang menyatakan bahwa tidak berniat mengganti minyak goreng yang digunakannya, yaitu sebesar 100 persen. Begitu juga pada sebagian besar (83,33 persen) responden minyak goreng tidak bermerek menyatakan tidak berniat untuk mengganti minyak gorengnya dengan minyak goreng lain. Hanya sedikit saja dari responden ini yang berniat

90 mengganti minyak gorengnya, yaitu sebesar 16,67 persen. Perincian datanya dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Perlakuan Responden Terhadap Minyak Goreng yang Biasa Dipakai untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Perlakuan Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Tidak berniat mengganti , ,33 Berniat mengganti 0 0, ,67 Jumlah , ,00 Berdasarkan hal tersebut maka apabila minyak goreng yang biasa digunakan tidak tersedia ditempat pembelian maka menurut sebagian besar responden minyak goreng bermerek menyatakan akan membeli ke tempat lain adalah sebesar 77,78 persen, sementara responden yang menyatakan akan membeli minyak goreng lain dan tidak jadi membeli persentase jumlahnya adalah sama, yaitu sebesar 11,11 persen. Pendapat responden minyak goreng bermerek tersebut sama dengan responden minyak goreng tidak bermerek. Namun apabila dilihat dari persentase jumlahnya tidak sama. Sebagian besar (83,33 persen) responden minyak goreng tidak bermerek lebih baik mencari ke tempat lain. Hanya sedikit saja yang menyatakan bahwa responden akan membeli minyak goreng lain atau tidak jadi membeli. Adapun jumlah persentasenya adalah sebesar 11,11 persen (membeli minyak goreng lain) dan 5,56 persen (tidak jadi membeli). Perincian datanya terdapat pada Tabel 34.

91 Tabel 34. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Perlakuan Responden Apabila Minyak Goreng yang Biasa Dipakai Tidak Tersedia di Tempat Pembelian untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Perlakuan Minyak Goreng Tidak Minyak Goreng Bermerek Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Mencari Ke Tempat Lain 14 77, ,33 Membeli Minyak Goreng Lain 2 11, ,11 Tidak Jadi Membeli 2 11,11 1 5,56 Jumlah , ,00 Kondisi responden minyak goreng terhadap ketersediaan produk tersebut ternyata juga sama dengan kondisi responden apabila harga minyak goreng mengalami peningkatan. Menurut sebagian besar responden (minyak goreng bermerek dan tidak bermerek) apabila harga naik maka responden tetap membeli minyak goreng yang biasa digunakan. Adapun persentase jumlahnya adalah sebesar 88,89 persen untuk minyak goreng bermerek dan 66,67 persen untuk minyak goreng tidak bermerek. Hanya sedikit saja responden yang menyatakan akan membeli minyak goreng lain, yaitu 11,11 persen untuk minyak goreng bermerek dan 33,33 persen untuk minyak goreng tidak bermerek. Hal ini terjadi karena apabila responden tidak menggunakan minyak goreng yang biasa responden merasakan ada yang kurang dalam masakannya. Pendapat ini diutarakan oleh sebagian besar (83,33 persen) responden minyak goreng bermerek, sedangkan pada responden minyak goreng tidak bermerek yang menyatakan pendapat ini hanya sebesar 44,44 persen. Perincian data dari responden yang menyatakan perasaannya apabila tidak menggunakan minyak goreng yang biasa digunakan dapat dilihat pada Tabel 35.

92 Tabel 35. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Perlakuan Responden Apabila Tidak Menggunakan Minyak Goreng yang Biasa Dipakai untuk Masing-masing Jenis Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Perasaan Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Tidak Bermerek Jumlah (%) Jumlah (%) Merasa ada yang kurang 15 83, ,44 Biasa saja 3 16, ,56 Jumlah , , Ringkasan Proses Keputusan Pembelian Minyak Goreng Berdasarkan rangkaian proses keputusan pembelian minyak goreng yang dilakukan oleh responden minyak goreng bermerek dan tidak bermerek. Mulai dari tahap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan evaluasi pasca pembelian, terdapat beberapa kecenderungan variabel-variabel yang menjadi pilihan. Pada tahap pengenalan kebutuhan, motivasi dan manfaat pembelian dari sebagian besar responden minyak goreng bermerek (83,33 persen) adalah merupakan keputusan perusahaan dan kepuasaan konsumen. Sementara pada responden minyak goreng tidak bermerek sebagian besar memilih harga (66,67 persen) dan untuk meningkatkan laba (94,44). Pada tahap pencarian informasi, penjual pengecer merupakan sumber informasi yang paling berpengaruh bagi responden minyak goreng bermerek dan tidak bermerek, masing-masing 50,00 dan 88,89 persen. Sementara atribut iklan yang paling menarik bagi responden minyak goreng bermerek adalah tokoh pembawa pesan (61,11 persen) dan kandungan bahan baku (66,67 persen). Dalam proses evaluasi alternatif, responden minyak goreng bermerek menganggap warna merupakan atribut yang dianggap penting (33,33 persen). Sementara harga merupakan atribut yang dianggap penting oleh responden minyak goreng tidak bermerek (61,11 persen).

93 Pada tahap pembelian, responden minyak goreng bermerek dan tidak bermerek sebagian besar melakukan pembalian secara terencana (83,33 dan 55,56 persen), dengan frekuensi pembelian dilakukan seminggu sekali 61,11 persen (responden minyak goreng bermerek) dan setiap hari 50,00 persen (responden minyak goreng tidak bermerek). Sementara pembelian dilakukan dengan menggunakan jerigen oleh responden minyak goreng bermerek (88,89 persen) dan plastik oleh responden minyak goreng tidak bermerek (55,56 persen). Tempat pembelian minyak goreng bagi responden minyak goreng bermerek sebagian besar dikirim oleh penjual (61,11 persen) dan tempat pembelian bagi reponden minyak goreng sebagian besar di toko grosir (72,22 persen). Pemilihan tempat tersebut dengan pertimbangan pelayanan yang memuaskan bagi sebagian besar responden minyak goreng bermerek (44,44 persen) dan sekalian dengan belanja kebutuhan lain (55,56 persen). Tahap terakhir pada proses keputusan, yaitu evaluasi pasca pembelian. Dalam tahap ini, pihak yang memutuskan pembelian adalah pimpinan rumah makan untuk responden minyak goreng bermerek yaitu sebesar 50,00 persen dan pemilik rumah makan untuk responden minyak goreng tidak bermerek sebesar 50,00 persen. Dalam hal promosi, persepsi responden minyak goreng bermerek terhadap promosi minyak goreng yang biasa digunakan adalah sering (33,33 persen) dan responden minyak goreng tidak bermerek menyatakan tidak ada promosi dilakukan (94,44 persen). Bentuk promosi yang diharapkan oleh responden minyak goreng bermerek adalah potongan harga produk (83,33 persen). Sementara perlakuan responden minyak goreng bermerek dan tidak bermerek terhadap minyak goreng apabila produk tersebut tidak tersedia ditempat biasa membeli, maka mencari ketempat lain (77,78 dan 83,33 persen). Data selengkapnya mengenai rangkaian proses keputusan pembelian minyak goreng terdapat pada Tabel 36.

94 Tabel 36. Kecenderungan Pada Variabel-variabel Proses Keputusan Pembelian Minyak Goreng Bermerek dan Tidak Bermerek Kecenderungannya Pada Variabelvariabel Proses Keputusan Pembelian 1. Pengenalan Kebutuhan a) Motivasi pembelian b) Manfaat pembelian 2. Pencarian Informasi a) Sumber informasi b) Sumber informasi paling berpengaruhi c) Atribut yang paling menarik dari iklan minyak goreng d) Atribut yang menjadi perhatian dari iklan minyak goreng 3. Evaluasi Alternatif a) Atribut Awal yang Menjadi Pertimbangan b) Atribut Minyak Goreng yang Dianggap Penting 4. Pembelian a) Cara memutuskan pembelian b) Frekuensi pembelian c) Jenis wadah yang digunakan d) Tempat pembelian e) Pertimbangan pemilihan tempat pembelian 5. Evaluasi Pasca Pembelian a) Pihak yang memutuskan pembelian b) Persepsi responden terhadap promos i minyak goreng c) Promosi yang diharapkan responden minyak goreng bermerek d) Perlakuan responden terhadap minyak goreng yang biasa dipakai e) Perlakuan responden apabila minyak goreng yang biasa dipakai tidak tersedia di tempat penjualan f) Perlakuan responden apabila harga minyak goreng yang biasa dipakai naik g) Perlakuan responden apabila tidak menggunakan minyak goreng yang biasa dipakai Minyak Goreng Bermerek Keputusan perusahaan (83,33) Memuaskan konsumen (83,33) Penjual pengecer (61,11) Penjual pengecer (50,00) Tokoh pembawa pesan (61,11) Kandungan bahan baku (66,67) Kualitas (61,11) Warna (33,33) Terencana (83,33) Seminggu sekali (61,11) Jerigen (88,89) Dikirim oleh penjual (61,11) Pelayanan Memuaskan (44,44) Pimpinan rumah makan (50,00) Sering (33,33) Potongan harga (83,33) Tidak berniat mengganti (100,00) Mencari ke tempat lain (77,78) Tetap membeli minyak goreng yang biasa dipakai (88,89) Merasa ada yang kurang (83,33) Minyak Goreng Tidak bermerek Harga terjangkau (66,67) Meningkatkan laba (94,44) Penjual pengecer (94,44) Penjual pengecer (88,89) - - Harga (94,44) Harga (61,11) Terencana (55,56) Setiap hari (50,00) Plastik (55,56) Toko grosir (72,22) Sekalian dengan belanja kebutuhan lain (55,56) Pemilik rumah makan (50,00) Tidak Ada (94,44) - Tidak berniat mengganti (83,33) Mencari ke tempat lain (83,33) Tetap membeli minyak goreng yang biasa dipakai (66,67) Biasa saja (55,56)

95 VII. ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG Pada proses keputusan pembelian minyak goreng, baik minyak goreng bermerek maupun tidak bermerek, terdapat banyak variabel yang dipertimbangkan oleh konsumen. Adapun variabel tersebut meliputi, harga, warna, aroma, merek, kemasan, informasi produk, kemudahan memperoleh produk dan promosi. Selain variabel tersebut, terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian minyak goreng, yaitu jumlah kursi, omzet pendapatan, jumlah tamu, tempat pembelian, frekuensi pembelian, jumlah karyawan, jarak tempat pembelian dan jenis rumah makan. Masing-masing kelompok variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis tingkat kepentingan atribut (metode ukuran pemusatan) dan analisis Diskriminan. Analisis tingkat kepentingan atribut dilakukan dengan mengurutkan variabel yang menjadi pertimbangan konsumen dalam pembelian minyak goreng berdasarkan urutan nilai rata-ratanya, yaitu mulai dari atribut yang memiliki tingkat yang tertinggi hingga atribut yang tidak terlalu dipentingkan. Analisis Diskriminan digunakan untuk menguji faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian minyak goreng. Penjelasan dari masing-masing analisis berikut variabelnya dapat dilihat pada sub bab berikut Tingkat Kepentingan Konsumen Terhadap Atribut-Atribut Produk Minyak Goreng Penilaian kepentingan atribut minyak goreng ini dilakukan agar dapat melihat seberapa penting suatu atribut produk dinilai oleh responden. Hal ini perlu dilakukan agar perusahaan dapat membuat suatu kebijakan yang berkaitan

96 dengan atribut minyak goreng ini. Adapun atribut yang dianalisis pada tingkat kepentingan adalah harga, warna, aroma, merek, kemasan, informasi produk, kemudahan memperoleh produk dan promosi. Atribut ini diperoleh berdasarkan dari hasil studi terhadap penelitian terdahulu dan wawancara dengan beberapa responden pemilik rumah makan. Pengolahan data untuk analisis tingkat kepentingan atribut ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 11,5 dan hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Tingkat kepentingan produk minyak goreng tidak bermerek berdasarkan nilai rata-rata skor kepentingan yang diperoleh seperti tercantum pada Tabel 37. Tabel 37. Rata-rata Skor Tingkat Kepentingan Responden untuk Setiap Atribut Minyak Goreng yang Digunakannya Jenis Minyak Goreng yang Digunakan Minyak Goreng Bermerek Atribut Rata-rata Kategori Skor Atribut Informasi 6,28 Sangat Penting Aroma 6,28 Sangat Penting Warna 6,17 Sangat Penting Kemudahan 6,17 Sangat Penting Merek 5,28 Sangat Penting Harga 5,28 Sangat Penting Minyak Goreng Tidak Bermerek Atribut Rata-rata Kategori Skor Atribut 1 Harga 6,50 Sangat Penting 2 Kemudahan 6,22 Sangat Penting 3 Warna 5,83 Sangat Penting 4 Aroma 5,56 Sangat Penting Urutan 5 Informasi 4,72 Penting 6 Kemasan 3,78 Penting Kemasan 4,78 Penting 7 Promosi 3,28 Promosi 4,50 Penting 8 Agak Penting Minyak Goreng Bermerek Berdasarkan Tabel 37, atribut informasi termasuk kedalam kategori sangat penting dengan rata-rata skor kepentingan yang diperoleh atribut ini adalah sebesar 6,28. Menurut hasil wawancara dengan responden diketahui

97 bahwa untuk minyak goreng bermerek ini, responden sebelum membeli biasanya terlebih dahulu akan melihat kandungan dari isi minyak goreng dan tanggal kadaluarsa. Hal ini dikarenakan pada saat ini banyak minyak goreng bermerek yang mengandung bahan pengawet. Selain itu dengan melihat informasi dan tanggal kadaluarsa terlebih dahulu maka responden mengharapkan dapat memperoleh produk minyak goreng yang memiliki kualitas sesuai dengan yang diinginkan. Adapun kualitas yang diinginkan konsumen antara lain tidak mengandung bahan pengawet, mengandung omega-3, tidak mengandung lemak jenuh yang dapat meningkatkan kolesterol dan lainnya. Selain informasi, atribut lain yang sangat penting bagi responden dalam pemilihan minyak goreng bermerek adalah aroma. Rata-rata skor kepentingan yang diperoleh atribut ini adalah sebesar 6,28 sama dengan atribut informasi. Menurut konsumen biasanya produk minyak goreng yang telah lama disimpan dalam gudang akan memberikan rasa bau kurang enak atau bau tengik bila dibandingkan dengan produk yang baru. Oleh karena itu konsumen sangat mempertimbangkan atribut ini. Hal ini dikarenakan apabila tidak dipertimbangkan maka akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap rasa dari masakan yang dihasilkannya. Menurut responden, atribut lain yang termasuk ke dalam kategori sangat penting adalah warna. Rata-rata skor kepentingan yang diperoleh atribut ini adalah sebesar 6,17. Menurut konsumen produk minyak goreng yang bagus dan menarik untuk dibeli adalah minyak goreng yang memiliki warna bening atau kuning keemasan. Hal ini dikarenakan menurut konsumen dapat memberikan warna yang menarik kepada hasil gorengan. Selain itu warna yang bening juga menunjukkan bahwa produk tersebut masih baru dan belum kadaluarsa. Atribut lain yang sangat penting menjadi pertimbangan konsumen dalam pemilihan minyak goreng adalah kemudahan dalam memperoleh produknya.

98 Rata-rata skor kepentingan yang diperoleh atribut ini adalah sebesar 6,17. Kemudahan memperoleh produk adalah suatu kondisi dimana ketika membutuhkan minyak goreng maka produk tersebut harus tersedia di tempat penjualan. Selain atribut tersebut di atas, atribut lain yang sangat penting adalah merek dan harga. Rata-rata skor kepentingan yang diperoleh ini adalah 5,28 (merek), dan 5,28 (harga). Merek adalah ciri dari suatu produk yang dipasarkan oleh penjual. Berdasarkan merek maka produk dapat memiliki identitas. Pada saat ini banyak merek minyak goreng yang beredar di pasaran. Adapun merek minyak goreng tersebut antara lain, Bimoli, Barco, Cap Sendok, Filma, Kunci Mas, Sania, dan lain-lain. Masing-masing dari merek minyak goreng tersebut memiliki segmen pasar yang sama, yaitu dari rumah tangga sampai dengan rumah makan. Menurut hasil wawancara dengan konsumen maka diketahui ternyata sebagian besar responden rumah makan yang diwawancarai menggunakan minyak goreng merek Bimoli, sedangkan sisanya menggunakan berbagai macam merek seperti Barco, Filma, Piramid dan lainnya. Alasan responden menggunakan minyak goreng tersebut adalah karena kualitasnya bagus atau harganya lebih murah dari merek lain. Harga merupakan atribut penting lainnya yang dijadikan sebagai pertimbangan oleh konsumen dalam pemilihan minyak goreng bermerek. Hal ini dikarenakan harga merupakan patokan dari kemampuan konsumen dalam pembelian minyak goreng. Menurut konsumen biasanya harga yang dicari adalah harga yang murah, tetapi dengan kualitas produk yang bagus. Pada penelitain ini, atribut kemasan dan promosi termasuk kedalam kategori penting. Rata-rata skor kepentingan yang diperoleh atribut ini adalah 4,78 (bermerek) dan 4,50 (promosi). kemasan adalah suatu wadah yang digunakan oleh penjual untuk menampung minyak goreng yang akan dijualnya

99 dalam satuan liter. Menurut konsumen, minyak goreng bermerek yang biasanya dibeli adalah yang memiliki kemasan yang cukup menarik dan bersih. Promosi adalah atribut terakhir penting lainnya yang dipertimbangkan oleh responden rumah makan dalam pemilihan minyak goreng bermerek. Hal ini dikarenakan dengan adanya promosi maka responden dapat mengetahui informasi tentang suatu produk minyak goreng. Adapun promosi selama ini yang sering dilakukan oleh produsen adalah melalui iklan di media elektronik dan media masa Minyak Goreng Tidak Bermerek Menurut hasil wawancara dengan responden minyak goreng tidak bermerek diketahui bahwa atribut produk yang masuk dalam kategori sangat penting adalah atribut harga, kemudahan, warna dan aroma dengan rataan skor masing-masing adalah 6,50; 6,22; 5,83 dan 5,56. Minyak goreng tidak bermerek ini dari sisi harga ternyata murah dan terjangkau oleh responden. Namun murah saja ternyata tidak cukup untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan responden dalam memilih produk. Responden mempertimbangkan hal penting lainnya, yaitu kemudahan dalam memperoleh produk. Kemudahan memperoleh produk adalah suatu kondisi dimana responden tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh produk sehingga keberadaannya harus tersedia di tempat penjualan produk, seperti grosir dan warung terdekat. Kondisi ini menjadi pertimbangan responden karena apabila dalam kondisi terdesak responden tetap harus memperolehnya dengan mudah. Warna minyak juga adalah atribut yang termasuk kedalam kategori sangat penting menurut responden minyak goreng tidak bermerek, dengan ratarata skor kepentingan yang diperoleh atribut ini adalah sebesar 5,83. Responden menyatakan bahwa warna yang dipilih oleh responden dalam penggunaan minyak goreng tidak bermerek adalah yang memiliki warna bening.

100 Menurut responden, minyak goreng yang memiliki warna bening adalah menunjukkan bahwa minyak goreng tersebut masih baru dan bersih. Atribut lain yang termasuk kedalam kategori sangat penting ini adalah aroma. Rata-rata skor kepentingan yang diperoleh atribut ini adalah sebesar 5,56. Aroma adalah salah satu ciri khas dari minyak goreng dan ciri bahwa produk minyak goreng yang dipasarkan oleh penjual tersebut masih baru atau sudah lama. Menurut responden biasanya minyak goreng yang sudah tersimpan lama ditempat penyimpanan akan terasa berbau bila dibandingkan dengan produk yang masih baru. Akibatnya bila responden menggunakan minyak goreng yang sudah lama maka hasil masakannya pun dari segi rasa akan berbeda dengan minyak goreng yang masih baru. Oleh karena itu atribut ini sangat diperhatikan oleh responden untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Pada penelitian ini informasi produk merupakan hal yang menjadi perhatian responden. Oleh karena itu atribut ini termasuk kedalam kategori penting dengan nilai sebesar 4,72. Adapun informasi yang menjadi perhatian responden pada penelitian ini adalah mengenai harga jual, kemudahan memperoleh dan kualitas dari minyak goreng tidak bermerek. Sementara informasi mengenai kandungan yang terdapat pada minyak goreng tidak bermerek, responden kurang memperhatikannya. Hal ini dikarenakan responden berasumsi bahwa semua isi kandungan dari minyak goreng tidak bermerek adalah sama. Selain informasi yang termasuk kedalam kategori penting adalah kemasan. Rata-rata skor kepentingan yang diperoleh atribut ini adalah sebesar 3,78. Kemasan adalah alat yang digunakan sebagai wadah untuk menyimpan minyak goreng yang dibeli oleh responden. Menurut responden apabila

101 kemasan yang digunakan untuk menyimpan minyak goreng yang dibeli tidak cukup bersih maka konsumen pun akan dengan mudah beralih ke penjual lain Analisis Diskriminan Setelah diolah dengan menggunakan software SPSS versi 11,5 maka diperoleh hasil bahwa atribut yang memiliki pengaruh positif terhadap penggunaan minyak goreng adalah terdiri dari empat atribut, yaitu atribut kursi, omzet, tamu dan frekuensi pembelian (Lampiran 4). Dipilihnya keempat atribut tersebut didasarkan kepada nilai hasil test of equality of means yang memiliki signifikansi kurang dari taraf nyata lima persen dan nilai F test yang lebih besar dari F tabel yaitu sebesar 15,599 untuk kursi, 23,102 untuk omzet, 4,423 untuk tamu dan 13,974 untuk frekuensi. Pada Lampiran 4 juga terlihat bahwa apabila dilihat dari nilai Chi-Square yang diperoleh, yaitu sebesar 26,747 dengan sig. Sebesar 0,00 menunjukkan bahwa terdapat indikasi perbedaan yang nyata antara kedua grup (tidak bermerek dan bermerek) pada model diskriminan. Hal ini berarti bahwa perilaku konsumen yang membeli minyak goreng tidak bermerek dengan minyak goreng bermerek memiliki perbedaan. Adapun variabel yang memiliki perbedaan antar group tersebut adalah variabel omzet, frekuensi, kursi dan tamu. Omzet adalah pendapatan yang diperoleh responden dari hasil penjualannya. Menurut hasil analisis maka diketahui bahwa omzet memiliki hubungan positif dengan minyak goreng bermerek. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi omzet rumah makan, maka minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng bermerek. Hal ini sesuai dengan responden rumah makan minyak goreng bermerek yang memiliki omzet lebih besar (antara Rp sampai dengan kurang dari Rp ) dari responden rumah makan minyak goreng tidak bermerek. Pada responden

102 minyak goreng bermerek, umumnya merupakan rumah makan yang berukuran besar dengan konsumen utamanya adalah konsumen dari kalangan menengah keatas. Hal ini ditunjukkan dengan harga makanan dan minuman yang jauh lebih tinggi dibanding dengan harga pada responden yang menggunakan minyak goreng tidak bermerek, yang mencapai tiga kali lipatnya. Sehingga omzet yang diperoleh responden minyak goreng bermerek jauh lebih tinggi. Variabel lain yang memiliki hubungan positif dengan minyak goreng bermerek adalah kursi. Hal ini berarti semakin banyak kursi yang digunakan maka skala usaha semakin besar, maka minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng bermerek. Banyaknya kursi yang dimiliki menunjukkan besar kecilnya ukuran rumah makan. Pada responden minyak goreng bermerek, jumlah kursi yang dimiliki umumnya lebih banyak dibanding dengan responden minyak goreng tidak bermerek. Hal ini sesuai dengan tipe bangunan rumah makan dari responden minyak goreng bermerek umumnya luas, sehingga dapat menampung kursi banyak dan dapat melayani pengunjung yang datang lebih banyak. Selain variabel omzet dan kursi, variabel yang masih mempunyai hubungan positif dengan minyak goreng bermerek adalah variabel tamu. Walaupun variabel tamu tidak terdapat pada tabel yang dianalisis (Lampiran 4), tetapi variabel tamu mempunyai nilai signifikansi kurang dari taraf nyata lima persen. Tamu adalah banyaknya pengunjung yang datang ke rumah makan dalam satu bulan. Hal ini berarti semakin banyak jumlah tamu yang dilayani atau datang pada rumah makan, maka minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng bermerek. Jumlah tamu yang datang dalam satu bulan pada rumah makan yang menggunakan minyak goreng bermerek berkisar antara 3000 sampai 4000 orang. Jumlah ini lebih besar jika dibandingkan dengan rumah makan yang menggunakan minyak goreng tidak bermerek. Hal ini terjadi karena

103 tamu atau pengunjung yang datang pada rumah makan minyak goreng bermerek berasal dari keluarga yang biasa makan diluar dan rombongan. Frekuensi pembelian adalah jumlah pembelian minyak goreng bermerek yang dilakukan oleh konsumen dalam waktu sebulan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa untuk variabel ini memiliki hubungan positif dengan minyak goreng tidak bermerek. Berarti apabila frekuensi pembelian semakin sering maka minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng tidak bermerek. Pada responden minyak goreng tidak bermerek frekuensi pembelian umumnya dilakukan setiap hari atau dua hari sekali, dengan volume pembelian dalam jumlah relatif kecil, yaitu berkisar antara satu sampai dua kilogram. Hal ini sesuai dengan tipe bangunan rumah makan, umumnya memiliki ukuran kecil sampai sedang yang hanya dapat menampung sedikit pengunjung, dan konsumennya berasal dari kalangan menengah kebawah. Sehingga pembelian minyak goreng yang dilakukan oleh responden minyak goreng tidak bermerek dalam satu bulan menjadi sering. Variabel yang tidak berpengaruh nyata pada penelitian ini adalah tempat pembelian minyak goreng. Hal ini dikarenakan responden tidak melihat bentuk dari tempat penjualan minyak goreng. Bagi responden adalah ketika butuh maka bagaimana pun bentuk tempat penjualannya, minyak goreng tersebut tersedia dengan harga yang terjangkau. Jarak tempat pembelian pun termasuk kedalam variabel yang tidak berpengaruh dalam pemilihan jenis minyak goreng. Hal ini dikarenakan dalam penentuan jenis minyak goreng, responden mendasarkannya kepada keinginan konsumen. Oleh karena itu walaupun jarak tempat pembelian minyak goreng cukup jauh dari rumah makan, responden tetap akan membelinya. Variabel lain yang dianggap tidak berpengaruh dalam pemilihan minyak goreng adalah jenis rumah makan.

104 VIII. IMPLIKASI PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN MINYAK GORENG Penelitian mengenai perilaku konsumen ini tidak hanya berguna untuk mengetahui proses keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tetapi juga sangat berguna dalam merumuskan strategi pengembangan produk tersebut berdasarkan preferensi konsumen. Strategi pemasaran adalah implikasi dari hasil analisis perilaku konsumen yang meliputi proses keputusan pembelian dan atribut yang dipertimbangkan konsumen. Pada penelitian ini strategi pemasaran yang digunakan mengacu kepada Kotler (2002), yaitu strategi produk, strategi harga, strategi promosi dan strategi distribusi. Penjelasan dari masing-masing strategi ini dapat dilihat pada sub bab berikut Strategi Produk Atribut yang termasuk kedalam strategi produk adalah atribut aroma, warna, merek, dan kemasan. Pada konsumen rumah makan minyak goreng bermerek, atribut warna, aroma dan merek adalah atribut yang dianggap penting dan atribut kemasan merupakan atribut yang kurang penting pada tahap evaluasi alternatif dalam proses keputusan pembelian. Sementara berdasarkan hasil analisis tingkat kepentingan atribut (Tabel 37), atribut aroma, warna, merek dan kemasan sangat dipertimbangkan oleh konsumen. Dimana atribut aroma, warna dan merek termasuk kedalam kategori sangat penting, sementara atribut kemasan termasuk dalam kategori penting. Kondisi ini terjadi karena menurut konsumen rumah makan, minyak goreng bermerek yang bagus dan sehat adalah produk yang memiliki aroma yang tidak bau dan warnanya bening. Sementara

105 atribut merek menjadi pertimbangan, karena dengan merek yang terkenal merupakan jaminan kualitas. Berdasarkan hal tersebut maka strategi pemasaran yang dapat diterapkan pada komoditas minyak goreng bermerek adalah dengan mempertahankan aroma dan warna minyak goreng jangan sampai beraroma kurang enak dan berwarna keruh. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan tidak menjual produk yang telah kadaluarsa. Sementara itu untuk atribut merek, mempertahankan reputasi merek bagi minyak goreng yang sudah dikenal konsumen dan meningkatkan penetrasi merek bagi minyak goreng yang baru muncul atau belum dikenal oleh konsumen. Untuk atribut kemasan, jenis kemasan dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dalam penggunaan minyak goreng, dapat menyimpan minyak goreng dengan baik dan desain menarik. Pada penelitian ini, atribut warna dan aroma merupakan faktor yang dianggap penting oleh konsumen rumah makan minyak goreng tidak bermerek pada proses keputusan pembelian, dalam tahap evaluasi alternatif. Sementara berdasarkan rata-rata skor tingkat kepentingan atribut produk (Tabel 37), atribut warna dan aroma merupakan faktor yang diangggap sangat penting. Hal ini menunjukkan bahwa atribut warna dan aroma sangat diperhatikan oleh konsumen rumah makan minyak goreng tidak bermerek. Oleh karena itu strategi yang dapat diterapkan untuk minyak goreng tidak bermerek adalah dengan mempertahankan warna dan aroma minyak goreng. Menurut konsumen rumah makan, biasanya minyak goreng yang memiliki aroma yang kurang enak dan warna yang agak kotor menunjukkan bahwa minyak goreng tersebut sudah tidak layak untuk digunakan.

106 8.2. Strategi Harga Atribut harga pada konsumen rumah makan minyak goreng bermerek tidak termasuk kedalam kategori atribut yang dianggap paling penting. Hal ini dikarenakan konsumen rumah makan minyak goreng bermerek lebih menekankan kepada kualitas minyak goreng. Walaupun tidak termasuk ke dalam kategori atribut yang dianggap paling penting, tetapi produsen harus tetap menjaga kestabilan harga jual. Hal ini dikarenakan apabila harga jual minyak goreng bermerek terlalu mahal maka akan menyebabkan konsumen rumah makan pindah kepada minyak goreng lain. Oleh karena itu strategi yang dapat diterapkan oleh konsumen rumah makan minyak goreng bermerek adalah dengan tetap menjaga kestabilan harga jual untuk menjaga agar konsumen tidak pindah kepada produk minyak goreng lainnya. Sementara itu, harga merupakan bagian peka bagi konsumen rumah makan minyak goreng tidak bermerek. Pada proses keputusan pembelian, atribut harga dianggap penting, sementara pada tingkat kepentingan atribut, faktor harga termasuk kedalam kategori sangat penting. Menurut konsumen rumah makan minyak goreng tidak bermerek, harga yang baik adalah harga yang murah atau dapat terjangkau. Hal ini sesuai dengan manfaat yang dicari oleh konsumen rumah makan minyak goreng tidak bermerek yaitu dapat menekan biaya dan memperoleh keuntungan yang cukup besar dari usaha rumah makannya. Oleh karena itu strategi yang dapat diterapkan oleh produsen minyak goreng tidak bermerek adalah dengan mempertahankan harga agar terjangkau oleh konsumen rumah makan Strategi Distribusi Kemudahan untuk mendapatkan produk minyak goreng berdasarkan tingkat kepentingan atribut, baik konsumen minyak goreng bermerek maupun

107 tidak bermerek merupakan atribut yang termasuk kedalam kategori sangat penting. Hal ini dikarenakan dalam setiap melakukan pembelian, konsumen rumah makan selalu mempertimbangkan lokasi pembelian yang strategis dan mudah dijangkau. Dipilihnya lokasi yang strategis untuk membeli minyak goreng dikarenakan apabila dalam kondisi mendadak maka konsumen dapat memperolehnya secara mudah. Oleh karena itu strategi yang dapat diterapkan oleh produsen adalah dengan menyalurkan produknya ke pedagang pengecer yang memiliki lokasi penjualan yang strategis. Selain itu penyaluran produknya pun harus kontinyu kepada pedagang pengecer, agar persediaan minyak goreng yang dibutuhkan oleh konsumen rumah makan tetap tersedia. Sementara pada pedagang pengecer diharapkan produk yang dibutuhkan oleh konsumen rumah makan selalu tersedia, sehingga konsumen rumah makan tidak mengalami kesulitan dalam memperolehnya. Menurut konsumen rumah makan (bermerek dan tidak bermerek), beberapa tempat penjualan dan distributor telah melakukan sistem distribusi yang bagus kepada konsumennya, yaitu dengan mengirimkan langsung produknya kepada konsumen bila terdapat pesanan. Hal ini dilakukan agar konsumen rumah makan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap produk yang dibelinya Strategi Promosi Menurut konsumen rumah makan informasi produk termasuk kedalam kategori agak penting (minyak goreng tidak bermerek) dan sangat penting (minyak goreng bermerek) untuk dipertimbangkan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari konsumen rumah makan diketahui ternyata sebagian besar konsumen rumah makan memperoleh informasi produk yang dibelinya adalah

108 dari penjual. Adapun konsumen rumah makan yang memperoleh informasi dari penjual adalah minyak goreng bermerek (50 persen) dan minyak goreng tidak bermerek (88,89 persen). Pada penelitian ini, informasi produk yang dibawa oleh penjual minyak goreng bermerek tidak sama dengan minyak goreng tidak bermerek. Pada penjual minyak goreng bermerek informasi yang dibawanya, selain harga jual dan kondisi produk adalah kandungan dari isi produk yang biasanya tertera pada kemasan. Dengan demikian maka penjual minyak goreng dapat dijadikan sebagai sarana promosi penjualan dengan cara melakukan personal selling yang dijalankan pemasar. Bentuk promosi lainnya yang diharapkan oleh konsumen minyak goreng bermerek adalah pemberian produk gratis atau pemberian potongan harga. Berdasarkan penelitian ini, konsumen rumah makan yang mengharapkan bentuk promosi pemberian produk gratis sebanyak 11,11 persen dan pemberian potongan harga 83,33 persen. Promosi lain yang dapat digunakan produsen minyak goreng adalah dengan menggunakan kemasan. Kemasan minyak goreng dapat digunakan sarana promosi yang efektif dengan cara mencantumkan merek harga, sertifikat halal, standar mutu, tanggal produksi, dan tanggal kadaluarsa. Kondisi ini akan memudahkan konsumen rumah makan untuk mengingat dan meyakinkan konsumen rumah makan mengenai minyak goreng yang dibelinya. Bentuk promosi yang umum digunakan sekarang adalah promosi melalui iklan. Media yang bisa digunakan iklan antara lain, media elektronik, cetak dan media massa lainnya, dengan menampilkan tokoh yang dikenal oleh masyarakat dan menjadi idola. Berdasarkan penelitian ini, sebagian besar konsumen rumah makan melihat iklan dianggap menarik dari sisi tokoh pembawa pesan. Sementara pada penjual minyak goreng tidak bermerek informasi yang

109 dibawanya adalah mengenai harga jual dan kondisi produk (masih baru atau sudah lama). Strategi yang dapat diterapkan oleh produsen adalah dengan cara menjalin hubungan baik dengan penjual pengecer sehingga penjual dapat mempromosikan produk yang dijualnya. Selain itu, untuk minyak goreng bermerek memberikan potongan harga, agar dapat meningkatkan penjualan dan menarik pelanggan baru dan mencantumkan merek dan informasi lainnya dengan jelas, menarik dan mudah diingat. Frekuensi iklan pun perlu ditingkatkan dengan model atau pembawa pesan yang terkenal. Sehingga konsumen rumah makan tidak hanya tahu informasi produk dari penjual saja.

110 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka disimpulkan bahwa : 1. Karakteristik responden minyak goreng bermerek memiliki karakteristik jenis rumah makan tradisional, kapasitas kursi berkisar antara buah, omzet perbulan antara Rp Rp , jumlah pengunjung orang, jumlah karyawan orang, memiliki tempat parkir dan akses ke jalan raya mudah. Sementara responden minyak goreng tidak bermerek adalah sebagian besar jenis rumah makan tradisional, kapasitas kursi kurang dari 20 buah, omzet perbulan Rp sampai kurang dari Rp , jumlah pengunjung antara orang, jumlah karyawan kurang dari 10 orang, memiliki tempat parkir dan akses ke jalan raya dekat. 2. Atribut yang diperhatikan responden dalam proses pembelian produk adalah : a. Minyak goreng bermerek : informasi (sangat penting), aroma (sangat penting), warna (sangat penting), kemudahan (sangat penting), merek (sangat penting), harga (sangat penting), bermerek (penting), dan promosi (penting). b. Minyak goreng tidak bermerek : harga (sangat penting), kemudahan (sangat penting), warna (sangat penting), aroma (sangat penting), informasi (penting), bermerek (penting), promosi (agak penting). 3. Faktor yang paling dominan berpengaruh dalam pengambilan proses keputusan pembelian minyak goreng adalah omzet perbulan, kapasitas kursi, jumlah tamu untuk minyak goreng bermerek dan frekuensi pembelian untuk minyak goreng tidak bermerek.

111 4. Strategi pemasaran yang dapat dilakukan antara lain : a. Minyak goreng bermerek : mencantumkan informasi dengan jelas dan lengkap, mempertahankan aroma dan warna minyak goreng, menjamin ketersedian minyak goreng di tempat penjualan, mempertahankan reputasi merek, menjaga kestabilan harga dan lebih gencar melakukan promosi, diantaranya dengan pemotongan harga produk dan pemasangan iklan di media massa. b. Minyak goreng tidak bermerek : mempertahankan harga, meningkatkan intensitas penyaluran produk agar persediaan tetap terjaga, mempertahankan warna dan aroma minyak goreng, serta meningkatkan hubungan dengan penjual pengecer Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka beberapa hal yang dapat dilakukan produsen minyak goreng agar dapat bersaing dan meningkatkan penjualan, yaitu : 1. Minyak goreng bermerek : mencantumkan informasi produk dengan jelas dan lengkap, mempertahankan aroma dan warna minyak goreng, menjamin ketersedian minyak goreng di tempat penjualan, mempertahankan reputasi merek, menjaga kestabilan harga dan lebih gencar melakukan promosi, diantaranya dengan pemotongan harga produk dan pemasangan iklan di media massa. 2. Minyak goreng tidak bermerek : mempertahankan harga, meningkatkan intensitas penyaluran produk agar persediaan tetap terjaga, mempertahankan warna dan aroma minyak goreng, serta meningkatkan hubungan dengan penjual pengecer.

112 DAFTAR PUSTAKA Agustina N Analisis Perilaku Konsumen Terhadap Minyak Goreng Padat Sawitri (Studi Kasus Di Kota Bogor). [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Arsianti, T Analisis Kegiatan Promosi Dalam Meningkatkan Pemasaran Minyak Goteng dengan Metode Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan (Kasus pada PT. Intiboga Sejahtera, Jakarta). [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Badan Pusat Statistik Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia. Jakarta : BPS. BPS Klasifikasi Komoditi Indonesia Jakarta : Statistik Industri Besar Dan Sedang Indonesia Jakarta : BPS Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia: Ekspor Jakarta : BPS Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia: Impor Jakarta : BPS Statistik Indonesia Jakarta : BPS Statistik Indonesia Jakarta : BPS. Beik, IS Analisis Perilaku Konsumen Mahasiswa IPB Sebagai Konsumen Susu Pasteurisasi Dalam Proses Keputusan Pembelian Susu KPBS [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Dewi, S.T Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Oleh Konsumen Restoran Tradisional Sunda (Studi Kasus di Kotamadya Bogor). [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Bogor Buku Data Pariwisata Kota Bogor Tahun Bogor : Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Bogor. Engel, J.F, Roger, D.B, Paul, W.M Perilaku Konsumen. Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara. Binarupa Aksara Perilaku Konsumen. Jilid 2. Jakarta :

113 Hardiana, D Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Buah di Bekasi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Kotler, P Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Jakarta : PT. Indeks Manajemen Pemasaran. Jilid 2. Jakarta : PT. Prenhallindo. Mulyana, W. dan Agus, S Pemasaran dan Integrasi Pasar. Bogor : IPB Press. Nazir, M Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Nisa, C Analisis Perilaku Konsumen Minyak Goreng Sawit Bermerek di Kotamadya Jakarta Selatan. [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Puri, E.A.C Analisis Strategi Promosi Minyak Goreng Cap Sendok Pada PT. Astra Agrolestari Tbk. Divisi Refinery. [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Rahmi, S Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Ibu Rumah Tangga Dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Minyak Goreng Kemasan (Studi Kasus Di Hero Gatot Subroto). [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Santoso, S dan Fandy T Riset Pemasaran, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Siagian, D. dan Sugiarto Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Simatupang, P. dan Nizwar, S Keterkaitan Antar Industri. Bogor : IPB Press. Simatupang P. dan Andreng, P Konsumsi Minyak Goreng untuk Pangan. Bogor : IPB Press. Sumaryanto dan Marcellus, R Sistim Agribisnis dan Peranan Minyak Goreng Dalam Perekonomian Nasional. Bogor : IPB Press. Supranto, J Analisis Multivariat: Arti dan Interpretasi. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Swasta, B. dan Ibnu, S Pengantar Bisnis Modern: Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern. Yogyakarta : Liberty. Torsina, M Usaha Restoran yang Sukses. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Komputer (Kelompok Gramedia).

114 Utomo, H Manajemen Pemasaran. Jakarta : Gunadarma. Widianingsih, D.M Analisis Persepsi Konsumen Atas Harga, Merek, dan Kualitas Minyak Goreng Tropical di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Walpole, R.E Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Yulinar, Y, D Analisis Pendapatan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelangsungan Usaha Kolam Jaring Apung (Kasus di Desa Bongas Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Yusuf, M Strategi Pemasaran Distribusi Minyak Goreng Curah di Kabupaten Bogor (Studi Kasus Distributor Lokal Segmen Niaga). [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian.

115 LAMPIRAN

116 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Kuesioner Penelitian No. Responden :.. Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penyusunan skripsi mengenai ANALISIS PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN MINYAK GORENG TIDAK BERMEREK DAN BERMEREK (Studi Kasus Rumah Makan Di Kota Bogor) oleh Eko Supriyana (A ), mahasiswa Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini secara lengkap. Semua informasi yang diterima dari hasil kuesioner ini bersifat rahasia dan dipergunakan hanya untuk kepentingan akademis. Atas kerja sama Anda, saya ucapkan terima kasih. Nama Usia Jabatan Pendidikan :.. (L/P) : : : Latar Belakang Responden (pilih salah satu dengan menggunakan tanda X) Nama Rumah Makan Alamat Tahun Berdiri :... :.. No. Telp. :.. Jenis Rumah Makan :? Tradisional? Oriental? Indonesia? Continental? Internasional Kapasitas Kursi Omzet Per Bulan :. buah, Lesehan (jika ada)..buah : Rp. Jumlah Pengunjung Rata-rata per Bulan :. orang Jumlah Karyawan :.. orang Sarana parkir : ada / tidak ada (coret salah satu), Akses ke jalan raya : mudah / susah (coret salah satu) SCREENING Dalam proses menggoreng di rumah makan ini umumnya menggunakan minyak goreng jenis apa? a. MINYAK GORENG TIDAK BERMEREK, silahkan mengisi lembar A (Halaman 2) b. MINYAK GORENG BERMEREK, silahkan mengisi lembar B (Halaman 5) Jika rumah makan ini menggunakan MINYAK GORENG BERMEREK, merek apa yang biasa digunakan?... (sebutkan)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK (Kasus : Rumah Makan di Kota Bogor) EKO SUPRIYANA A.14101630 PROGRAM STUDI EKSTENSI

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Jenis Restoran

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Jenis Restoran II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Jenis Restoran Restoran adalah salah satu jenis usaha pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Restoran Restoran adalah bangunan yang menetap dengan segala peralatan yang digunakan untuk proses pembuatan (pengolahan) dan penjualan (penyajian) makanan dan minuman bagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Restoran 2.2 Jenis Restoran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Restoran 2.2 Jenis Restoran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Restoran Restoran berasal dari bahasa Prancis yaitu restaurer. Kemudian kata tersebut di serap ke dalam bahasa Inggris menjadi restaurant yang berarti memulihkan atau

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Restoran

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Restoran II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Restoran Menurut SK Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No. KM 73/PW 105/MPPT-85, restoran adalah salah satu jenis usaha dibidang jasa pangan yang bertempat disebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak goreng bagi masyarakat Indonesia adalah salah satu kebutuhan pokok atau merupakan salah satu dari Sembako (sembilan bahan pokok) menurut keputusan Menteri Perindustrian

Lebih terperinci

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng, SII. Sumber : Departemen Perindustrian. dalam SII tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator.

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng, SII. Sumber : Departemen Perindustrian. dalam SII tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator. 1.1. Latar belakang Minyak goreng merupakan salah satu komoditi strategis Indonesia karena minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan kebutuhan pokok masyarakat. Oleh karena itu pengadaannya selalu

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Restoran

II TINJAUAN PUSTAKA Restoran II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Restoran 2.1.1. Definisi Restoran Menurut Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor 73/PW.105/MPPT/1985 dalam Christvelldy (2007), restoran adalah salah satu

Lebih terperinci

PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A

PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A 14103696 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN PRODUK CREPE (Kasus: D Crepes dan Crepes Co Pangrango Plaza - Bogor)

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN PRODUK CREPE (Kasus: D Crepes dan Crepes Co Pangrango Plaza - Bogor) ANALISIS PERILAKU KONSUMEN SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN PRODUK CREPE (Kasus: D Crepes dan Crepes Co Pangrango Plaza - Bogor) Oleh: ARYA SAJIWA A14103660 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT RESTORAN ORIENTAL FOOD (Kasus Restoran Makisu dan Shanghai Garden di Gedung Bursa Efek Indonesia) SKRIPSI

PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT RESTORAN ORIENTAL FOOD (Kasus Restoran Makisu dan Shanghai Garden di Gedung Bursa Efek Indonesia) SKRIPSI PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT RESTORAN ORIENTAL FOOD (Kasus Restoran Makisu dan Shanghai Garden di Gedung Bursa Efek Indonesia) SKRIPSI DWIANA SILVI LEUNAWATI A14103669 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN KONSUMEN RESTORAN DEATH BY CHOCOLATE AND SPAGHETTI BOGOR

ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN KONSUMEN RESTORAN DEATH BY CHOCOLATE AND SPAGHETTI BOGOR ANALISIS SIKAP DAN KEPUASAN KONSUMEN RESTORAN DEATH BY CHOCOLATE AND SPAGHETTI BOGOR SKRIPSI EGRETTA MELISTANTRI DEWI A 14105667 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapai oleh pekerjaan tersebut sesuai dengan yang ditargetkan baik dalam hal mutu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapai oleh pekerjaan tersebut sesuai dengan yang ditargetkan baik dalam hal mutu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Efisiensi Menurut Sedarmayanti (2001 : 23), pengertian efisiensi kerja adalah perbandingan terbaik antara suatu pekerjaan yang dilakukan dengan hasil yang dicapai oleh

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP RESTORAN ETNIK KHAS TIMUR TENGAH RESTORAN ALI BABA, KOTA BOGOR. Titik Hidayati A

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP RESTORAN ETNIK KHAS TIMUR TENGAH RESTORAN ALI BABA, KOTA BOGOR. Titik Hidayati A ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP RESTORAN ETNIK KHAS TIMUR TENGAH RESTORAN ALI BABA, KOTA BOGOR Titik Hidayati A14102584 PROGRAM STUDI SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP SUSU FORMULA LAKTOGEN (Studi Kasus di Ramayana Bogor Trade Mall, Kota Bogor)

ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP SUSU FORMULA LAKTOGEN (Studi Kasus di Ramayana Bogor Trade Mall, Kota Bogor) ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP SUSU FORMULA LAKTOGEN (Studi Kasus di Ramayana Bogor Trade Mall, Kota Bogor) SKRIPSI AULIA RAHMAN HASIBUAN A.14104522 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN MIE INSTANT GAGA MIE 100 PADA PT JAKARANA TAMA FOOD INDUSTRY KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : DIAN HERYANTO A

STRATEGI PEMASARAN MIE INSTANT GAGA MIE 100 PADA PT JAKARANA TAMA FOOD INDUSTRY KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : DIAN HERYANTO A STRATEGI PEMASARAN MIE INSTANT GAGA MIE 100 PADA PT JAKARANA TAMA FOOD INDUSTRY KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh : DIAN HERYANTO A14105662 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP ROKOK KRETEK DI KECAMATAN BOGOR BARAT. Oleh : Muser Hijrah Fery Andi A

ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP ROKOK KRETEK DI KECAMATAN BOGOR BARAT. Oleh : Muser Hijrah Fery Andi A ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP ROKOK KRETEK DI KECAMATAN BOGOR BARAT Oleh : Muser Hijrah Fery Andi A.14102695 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS HARGA DAN LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG MEREK BIMOLI DI KOTA BOGOR INDRA UTAMA NASUTION A.

ANALISIS SENSITIVITAS HARGA DAN LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG MEREK BIMOLI DI KOTA BOGOR INDRA UTAMA NASUTION A. ANALISIS SENSITIVITAS HARGA DAN LOYALITAS KONSUMEN TERHADAP MINYAK GORENG MEREK BIMOLI DI KOTA BOGOR INDRA UTAMA NASUTION A. 14103550 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMILIHAN MEREK TEH DALAM BOTOL OLEH PEDAGANG KAKI LIMA (Kasus Di Kota Bogor)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMILIHAN MEREK TEH DALAM BOTOL OLEH PEDAGANG KAKI LIMA (Kasus Di Kota Bogor) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMILIHAN MEREK TEH DALAM BOTOL OLEH PEDAGANG KAKI LIMA (Kasus Di Kota Bogor) Oleh: WAHYU PURBIANTORO A 14103605 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR SKRIPSI INTAN AISYAH NASUTION H34066065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

STRATEGI BAURAN PEMASARAN DENGAN PENERAPAN METODE PROSES HIERARKI ANALITIK DI AGROWISATA LITTLE FARMERS LEMBANG, BANDUNG

STRATEGI BAURAN PEMASARAN DENGAN PENERAPAN METODE PROSES HIERARKI ANALITIK DI AGROWISATA LITTLE FARMERS LEMBANG, BANDUNG STRATEGI BAURAN PEMASARAN DENGAN PENERAPAN METODE PROSES HIERARKI ANALITIK DI AGROWISATA LITTLE FARMERS LEMBANG, BANDUNG SKRIPSI IMAM WAHYUDI H34066064 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MAKANAN SIAP SAJI DI KENTUCKY FRIED CHICKEN

ANALISIS PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MAKANAN SIAP SAJI DI KENTUCKY FRIED CHICKEN ANALISIS PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MAKANAN SIAP SAJI DI KENTUCKY FRIED CHICKEN CABANG PAJAJARAN, BOGOR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN Oleh YUGI RAMDHANI A.14101057 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

Karakteristik Konsumen 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Pekerjaan 5. Pendapatan 6. Etnis

Karakteristik Konsumen 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Pekerjaan 5. Pendapatan 6. Etnis KERANGKA PEMIKIRAN Rumah Makan Wong Solo merupakan salah satu restoran waralaba lokal yang memiliki peluang pasar yang baik dan sudah cukup dikenal oleh masyarakat pada umumnya. Saat ini Rumah Makan Wong

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

ANALISIS POSISI PRODUK SUSU BUBUK WYETH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN (Kasus Tiga Supermarket di Kota Bogor)

ANALISIS POSISI PRODUK SUSU BUBUK WYETH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN (Kasus Tiga Supermarket di Kota Bogor) ANALISIS POSISI PRODUK SUSU BUBUK WYETH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN (Kasus Tiga Supermarket di Kota Bogor) Oleh: NAOMI MUTIARA ERITA S. A14103571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis merupakan suatu mega sektor karena mencakup banyak sektor, baik secara vertikal (sektor pertanian, perdagangan, industri, jasa, keuangan, dan sebagainya), maupun

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS SIKAP KONSUMEN DAN KINERJA ATRIBUT TEH HIJAU SIAP MINUM MEREK NU GREEN TEA ORIGINAL DI KOTA JAKARTA. Dhita Aditya Ayuningtyas H

ANALISIS SIKAP KONSUMEN DAN KINERJA ATRIBUT TEH HIJAU SIAP MINUM MEREK NU GREEN TEA ORIGINAL DI KOTA JAKARTA. Dhita Aditya Ayuningtyas H ANALISIS SIKAP KONSUMEN DAN KINERJA ATRIBUT TEH HIJAU SIAP MINUM MEREK NU GREEN TEA ORIGINAL DI KOTA JAKARTA Dhita Aditya Ayuningtyas H34066034 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN RESTORAN PONDOK MAKAN MIRAH, JAKARTA SELATAN SARI ERLIANINGSIH A

STRATEGI PEMASARAN RESTORAN PONDOK MAKAN MIRAH, JAKARTA SELATAN SARI ERLIANINGSIH A STRATEGI PEMASARAN RESTORAN PONDOK MAKAN MIRAH, JAKARTA SELATAN SARI ERLIANINGSIH A.14105704 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SARI

Lebih terperinci

ANALISIS PRIORITAS STRATEGI BAURAN PEMASARAN PADA PT. TAMAN SAFARI INDONESIA, CISARUA, BOGOR. Oleh : HAFNANSYAH HARAHAP A

ANALISIS PRIORITAS STRATEGI BAURAN PEMASARAN PADA PT. TAMAN SAFARI INDONESIA, CISARUA, BOGOR. Oleh : HAFNANSYAH HARAHAP A ANALISIS PRIORITAS STRATEGI BAURAN PEMASARAN PADA PT. TAMAN SAFARI INDONESIA, CISARUA, BOGOR Oleh : HAFNANSYAH HARAHAP A 14103540 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS BENCHMARKING BISNIS KOMPETITIF STEAK (Studi Kasus Obonk Steak and Ribs di Bogor, Jawa Barat) Oleh : ZULKA AFIFFEY A

ANALISIS BENCHMARKING BISNIS KOMPETITIF STEAK (Studi Kasus Obonk Steak and Ribs di Bogor, Jawa Barat) Oleh : ZULKA AFIFFEY A ANALISIS BENCHMARKING BISNIS KOMPETITIF STEAK (Studi Kasus Obonk Steak and Ribs di Bogor, Jawa Barat) Oleh : ZULKA AFIFFEY A14105629 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PERUSAHAAN AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) MEREK CITRABAS DELUXE (Studi Kasus di PT. Buana Tirta Abadi Jakarta)

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PERUSAHAAN AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) MEREK CITRABAS DELUXE (Studi Kasus di PT. Buana Tirta Abadi Jakarta) ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PERUSAHAAN AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) MEREK CITRABAS DELUXE (Studi Kasus di PT. Buana Tirta Abadi Jakarta) Oleh : CITRA WIDYALESTARI A 14105522 PROGRAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pemasaran Pemasaran merupakan sebuah proses sosial yang bertumpu pada pemenuhan kebutuhan individu dan kelompok dengan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utility atau konsumsi. Dimana salah satu aktifitas konsumen tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. utility atau konsumsi. Dimana salah satu aktifitas konsumen tersebut adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan pokok manusia terdiri dari sandang, pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar dapat dijelaskan sebagai kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MARTABAK AIR MANCUR BOGOR (Kasus Cabang Jl.Pajajaran dan Cabang Jl. Sudirman) Oleh SAN SARY A

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MARTABAK AIR MANCUR BOGOR (Kasus Cabang Jl.Pajajaran dan Cabang Jl. Sudirman) Oleh SAN SARY A ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MARTABAK AIR MANCUR BOGOR (Kasus Cabang Jl.Pajajaran dan Cabang Jl. Sudirman) Oleh SAN SARY A 14103585 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELIAN KONSUMEN KOPI BUBUK INSTAN (KASUS DI GIANT BOTANI SQUARE, BOGOR) Oleh: NURRAYYAN ARMADA A

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELIAN KONSUMEN KOPI BUBUK INSTAN (KASUS DI GIANT BOTANI SQUARE, BOGOR) Oleh: NURRAYYAN ARMADA A FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELIAN KONSUMEN KOPI BUBUK INSTAN (KASUS DI GIANT BOTANI SQUARE, BOGOR) Oleh: NURRAYYAN ARMADA A14105695 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN SAYURAN DI PASAR TRADISIONAL ( Studi Kasus Di Pasar Baru Bogor) Oleh : FITRIA FISSAMAWATI A

ANALISIS KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN SAYURAN DI PASAR TRADISIONAL ( Studi Kasus Di Pasar Baru Bogor) Oleh : FITRIA FISSAMAWATI A ANALISIS KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN SAYURAN DI PASAR TRADISIONAL ( Studi Kasus Di Pasar Baru Bogor) Oleh : FITRIA FISSAMAWATI A 14105548 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN 1980-2007 Oleh HARIYANTO H14084006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR CPO (Crude Palm Oil) INDONESIA DAN HARGA MINYAK GORENG SAWIT DOMESTIK OLEH : YUDA ISKANDAR ARUAN A

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR CPO (Crude Palm Oil) INDONESIA DAN HARGA MINYAK GORENG SAWIT DOMESTIK OLEH : YUDA ISKANDAR ARUAN A FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR CPO (Crude Palm Oil) INDONESIA DAN HARGA MINYAK GORENG SAWIT DOMESTIK OLEH : YUDA ISKANDAR ARUAN A14103613 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PELABELAN PERINGATAN KESEHATAN TERHADAP POLA KONSUMSI ROKOK OLEH ANITA NURUL HUDA

PENGARUH PELABELAN PERINGATAN KESEHATAN TERHADAP POLA KONSUMSI ROKOK OLEH ANITA NURUL HUDA PENGARUH PELABELAN PERINGATAN KESEHATAN TERHADAP POLA KONSUMSI ROKOK OLEH ANITA NURUL HUDA A14103513 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS SOSIAL EKONOMI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI SUSU CAIR (Pada Hypermarket Carrefour, Lebak Bulus, Jakarta) Oleh : ASMA NASUTION H

SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI SUSU CAIR (Pada Hypermarket Carrefour, Lebak Bulus, Jakarta) Oleh : ASMA NASUTION H SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI SUSU CAIR (Pada Hypermarket Carrefour, Lebak Bulus, Jakarta) Oleh : ASMA NASUTION H 34066025 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP COFFEE SHOP DE KOFFIE POT BOGOR. Oleh : ANITA MAGDALENA DAMANIK A

ANALISIS SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP COFFEE SHOP DE KOFFIE POT BOGOR. Oleh : ANITA MAGDALENA DAMANIK A ANALISIS SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP COFFEE SHOP DE KOFFIE POT BOGOR Oleh : ANITA MAGDALENA DAMANIK A14104659 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia sangat penting untuk mengonsumsi protein yang berasal dari hewani maupun nabati. Protein dapat diperoleh dari susu, kedelai, ikan, kacang polong

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DAN ATRIBUT IDEAL MAKANAN TRADISIONAL GEPUK DAN IKAN BALITA KARUHUN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PEMASARAN

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DAN ATRIBUT IDEAL MAKANAN TRADISIONAL GEPUK DAN IKAN BALITA KARUHUN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PEMASARAN ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DAN ATRIBUT IDEAL MAKANAN TRADISIONAL GEPUK DAN IKAN BALITA KARUHUN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PEMASARAN Oleh : Husnul Chotimah A07400149 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS POSITIONING MINUMAN SERBUK INSTAN MARIMAS

ANALISIS POSITIONING MINUMAN SERBUK INSTAN MARIMAS ANALISIS POSITIONING MINUMAN SERBUK INSTAN MARIMAS (SURVEY : JAKARTA DAN BOGOR) LINDA SUMIATI PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LINDA

Lebih terperinci

ANALISIS EKUITAS MEREK KECAP SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI BAURAN PEMASARAN DI KOTA TANGERANG (Studi Kasus: Kecap Merek ABC dan Bango)

ANALISIS EKUITAS MEREK KECAP SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI BAURAN PEMASARAN DI KOTA TANGERANG (Studi Kasus: Kecap Merek ABC dan Bango) ANALISIS EKUITAS MEREK KECAP SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI BAURAN PEMASARAN DI KOTA TANGERANG (Studi Kasus: Kecap Merek ABC dan Bango) DISUSUN OLEH: EFENDY A14104121 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI. menyajikan simpulan dan implikasi atas permasalahan mengenai kesadaran UKM

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI. menyajikan simpulan dan implikasi atas permasalahan mengenai kesadaran UKM BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI Setelah melakukan penelitian, analisis dan pembahasan maka peneliti dapat menyajikan simpulan dan implikasi atas permasalahan mengenai kesadaran UKM kuliner rumah makan terhadap

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR Oleh PITRI YULIAN SARI H 34066100 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN WISATAWAN KE KAWASAN WISATA PANTAI CARITA KABUPATEN PANDEGLANG

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN WISATAWAN KE KAWASAN WISATA PANTAI CARITA KABUPATEN PANDEGLANG ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN WISATAWAN KE KAWASAN WISATA PANTAI CARITA KABUPATEN PANDEGLANG Oleh: RINA MULYANI A14301039 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN STUDI MAHASISWA PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN STUDI MAHASISWA PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN STUDI MAHASISWA PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Pendekatan Model Persamaan Struktural) Oleh : SYAFRUDIN A.14101701

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA RESTORAN LASAGNA GULUNG BOGOR, JAWA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA RESTORAN LASAGNA GULUNG BOGOR, JAWA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA RESTORAN LASAGNA GULUNG BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI DEFIETA H34066031 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 RINGKASAN DEFIETA.

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN SUSU UHT MEREK REAL GOOD DI KOTA BOGOR. Oleh : YUSTIKA MUHARASTRI A

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN SUSU UHT MEREK REAL GOOD DI KOTA BOGOR. Oleh : YUSTIKA MUHARASTRI A ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN SUSU UHT MEREK REAL GOOD DI KOTA BOGOR Oleh : YUSTIKA MUHARASTRI A14104120 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ANALISIS KEPUASAN

Lebih terperinci

ANALISIS SIKAP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KUNJUNGAN KONSUMEN KAFE BACA DI BUKU KAFE, DEPOK JAWA BARAT

ANALISIS SIKAP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KUNJUNGAN KONSUMEN KAFE BACA DI BUKU KAFE, DEPOK JAWA BARAT ANALISIS SIKAP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KUNJUNGAN KONSUMEN KAFE BACA DI BUKU KAFE, DEPOK JAWA BARAT OLEH : FANNY RAMA A. 14104547 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Konsumen

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Konsumen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Konsumen Karakteristik konsumen RM Wong Solo yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan penerimaan per bulan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BAWANG MERAH GORENG PO MEKAR WANGI DESA TARAJU, KECAMATAN SINDANG AGUNG KABUPATEN KUNINGAN. Oleh UUM SUMIATI H

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BAWANG MERAH GORENG PO MEKAR WANGI DESA TARAJU, KECAMATAN SINDANG AGUNG KABUPATEN KUNINGAN. Oleh UUM SUMIATI H STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BAWANG MERAH GORENG PO MEKAR WANGI DESA TARAJU, KECAMATAN SINDANG AGUNG KABUPATEN KUNINGAN Oleh UUM SUMIATI H34066126 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN TOMAT BANDUNG DI SUPERMARKET SUPER INDO MUARA KARANG JAKARTA UTARA SKRIPSI

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN TOMAT BANDUNG DI SUPERMARKET SUPER INDO MUARA KARANG JAKARTA UTARA SKRIPSI ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN TOMAT BANDUNG DI SUPERMARKET SUPER INDO MUARA KARANG JAKARTA UTARA SKRIPSI Oleh: ARIEF FERRY YANTO A14105515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN KOPI BUBUK CAP TIGA SENDOK DI KOTA PADANG

STRATEGI PEMASARAN KOPI BUBUK CAP TIGA SENDOK DI KOTA PADANG STRATEGI PEMASARAN KOPI BUBUK CAP TIGA SENDOK DI KOTA PADANG SKRIPSI SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA PERTANIAN OLEH RIFI YANTI 0810221051 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBELIAN KRIM YOGHURT ACTIVIA (KASUS DI GIANT BOTANI SQUARE, BOGOR) Oleh: SURURUN MASRURAH H

ANALISIS FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBELIAN KRIM YOGHURT ACTIVIA (KASUS DI GIANT BOTANI SQUARE, BOGOR) Oleh: SURURUN MASRURAH H ANALISIS FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBELIAN KRIM YOGHURT ACTIVIA (KASUS DI GIANT BOTANI SQUARE, BOGOR) Oleh: SURURUN MASRURAH H34066120 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok

I. PENDAHULUAN. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Dalam bahan pangan, minyak goreng berfungsi sebagai media penghantar panas, menambah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label PENDAHULUAN Latar Belakang Label merupakan salah satu alat komunikasi untuk menyampaikan sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label yang disusun secara baik akan memudahkan konsumen

Lebih terperinci

Oleh : THOMSON BERUTU A

Oleh : THOMSON BERUTU A ANALISIS MANAJEMEN STRATEGI GIANT (PT. HERO SUPERMARKET, Tbk.) DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN RITEL DI KOTA BOGOR (Studi Kasus di Giant PT. Hero Supermarket, Tbk. Botani Square) Oleh : THOMSON BERUTU A 14105616

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PENAMBAHAN MESIN VACUUM FRYING UNTUK USAHA KECIL PENGOLAHAN KACANG ( STUDI KASUS DI PD. BAROKAH CIKIJING MAJALENGKA JAWA BARAT) Oleh: FARIDA WIDIYANTHI A14104549 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A14104093 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR Oleh : Endang Pudji Astuti A14104065 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak goreng. Sebagian besar permintaan terhadap minyak goreng ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. minyak goreng. Sebagian besar permintaan terhadap minyak goreng ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang penting bagi masyarakat Indonesia. Minyak goreng dapat dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat.

Lebih terperinci

ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI PEPAYA (Carica papaya) DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING PADA PT. CIPTA DAYA AGRI JAYA DI BOGOR JAWA BARAT

ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI PEPAYA (Carica papaya) DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING PADA PT. CIPTA DAYA AGRI JAYA DI BOGOR JAWA BARAT ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI PEPAYA (Carica papaya) DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING PADA PT. CIPTA DAYA AGRI JAYA DI BOGOR JAWA BARAT OLEH : EDWIN HAPOSAN A14102671 POGRAM EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN BAWANG GORENG di UD Cahaya Tani, Banjaratma, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes. Oleh : ARWANI AMIN A

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN BAWANG GORENG di UD Cahaya Tani, Banjaratma, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes. Oleh : ARWANI AMIN A ANALISIS STRATEGI PEMASARAN BAWANG GORENG di UD Cahaya Tani, Banjaratma, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes Oleh : ARWANI AMIN A14103034 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN PRODUK YOU C 1000 (Studi Kasus Mahasiswa Strata Satu Institut Pertanian Bogor) Oleh : Prawira Atma Negara A

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN PRODUK YOU C 1000 (Studi Kasus Mahasiswa Strata Satu Institut Pertanian Bogor) Oleh : Prawira Atma Negara A ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN PRODUK YOU C 1000 (Studi Kasus Mahasiswa Strata Satu Institut Pertanian Bogor) Oleh : Prawira Atma Negara A 14105587 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

OLEH DODI EKAPRASETYA A

OLEH DODI EKAPRASETYA A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN PABRIK KELAPA SAWIT ( Studi Kasus : Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Milano Aek Batu Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara ) OLEH DODI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alam Indonesia mempunyai kekayaan pertanian yang berlimpah, baik jenis maupun macamnya. Salah satu hasil pertaniannya adalah buah-buahan. Komoditi hortikultura khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan agribisnis dalam suatu negara agraris seperti Indonesia adalah besar sekali. Hal ini disebabkan karena cakupan aspek agribisnis adalah meliputi kaitan dari mulai

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung nilai gizi yang tinggi. Gizi yang tinggi ini merupakan sumber

I. PENDAHULUAN. mengandung nilai gizi yang tinggi. Gizi yang tinggi ini merupakan sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecap manis merupakan salah satu produk turunan kedelai yang mengandung nilai gizi yang tinggi. Gizi yang tinggi ini merupakan sumber karbohidrat dan protein yang diperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN DAN SENSITIVITAS HARGA BEBERAPA MEREK KECAP MANIS DI KOTA DEPOK (Kasus Kecap Merek Bango, ABC, dan Nasional)

ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN DAN SENSITIVITAS HARGA BEBERAPA MEREK KECAP MANIS DI KOTA DEPOK (Kasus Kecap Merek Bango, ABC, dan Nasional) ANALISIS LOYALITAS KONSUMEN DAN SENSITIVITAS HARGA BEBERAPA MEREK KECAP MANIS DI KOTA DEPOK (Kasus Kecap Merek Bango, ABC, dan Nasional) Oleh : BERTHA ELIZABET A14104131 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN SERTA KETIMPANGAN KONSUMSI PANGAN DAN NONPANGAN ANTARDESA DAN KOTA DI INDONESIA TAHUN 2008 OLEH BARUDIN H

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN SERTA KETIMPANGAN KONSUMSI PANGAN DAN NONPANGAN ANTARDESA DAN KOTA DI INDONESIA TAHUN 2008 OLEH BARUDIN H ANALISIS PERILAKU KONSUMEN SERTA KETIMPANGAN KONSUMSI PANGAN DAN NONPANGAN ANTARDESA DAN KOTA DI INDONESIA TAHUN 2008 OLEH BARUDIN H14094011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PENERAPAN CRM (CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT) PADA PEMASARAN TANAMAN ANGGREK

PENERAPAN CRM (CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT) PADA PEMASARAN TANAMAN ANGGREK PENERAPAN CRM (CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT) PADA PEMASARAN TANAMAN ANGGREK (Studi Kasus : Antika Anggrek, Taman Anggrek Ragunan, Jakarta) Oleh : TRIYADI A 14104122 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN BERPENDAPATAN TINGGI DI BOGOR TERHADAP KERIPIK KENTANG PRINGLES DAN PRODUK TRANSGENIK

PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN BERPENDAPATAN TINGGI DI BOGOR TERHADAP KERIPIK KENTANG PRINGLES DAN PRODUK TRANSGENIK PENGETAHUAN DAN PENERIMAAN KONSUMEN BERPENDAPATAN TINGGI DI BOGOR TERHADAP KERIPIK KENTANG PRINGLES DAN PRODUK TRANSGENIK Oleh : BABAN SUBANDI A14105518 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI. Oleh Sazili Musaqa A

ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI. Oleh Sazili Musaqa A ANALISIS SISTEM PENGADAAN DAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN BATANG HARI, PROVINSI JAMBI Oleh Sazili Musaqa A07400548 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan yang perlu diberdayakan karena selain sebagai sumber penerimaan daerah kota Bogor serta pengembangan dan pelestarian seni

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber pangan yang diharapkan masyarakat yaitu memiliki nilai gizi tinggi serta menyehatkan. Salah satu sumber gizi yang tinggi terdapat pada bahan pangan kedelai, yang mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia Minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (oil and fats) merupakan bagian dari minyak

Lebih terperinci

KEPUASAN DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PRODUK PERTANIAN SEGAR DI RITEL MODERN (Kasus Carrefour dan Giant Hypermarket Pamulang, Tangerang Selatan)

KEPUASAN DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PRODUK PERTANIAN SEGAR DI RITEL MODERN (Kasus Carrefour dan Giant Hypermarket Pamulang, Tangerang Selatan) KEPUASAN DAN KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PRODUK PERTANIAN SEGAR DI RITEL MODERN (Kasus Carrefour dan Giant Hypermarket Pamulang, Tangerang Selatan) SKRIPSI FIRDAUS SINULINGGA A 14104671 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN COFFEESHOP WARUNG KOPI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PEMASARAN SKRIPSI IVAN STENLEY H

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN COFFEESHOP WARUNG KOPI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PEMASARAN SKRIPSI IVAN STENLEY H ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN COFFEESHOP WARUNG KOPI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PEMASARAN SKRIPSI IVAN STENLEY H34052032 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR Oleh : Topan Candra Negara A14105618 PROGRAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A14104038 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN KAPSUL HERBAL DR LIZA (Studi Kasus Hotel Salak The Heritage Bogor, Jawa Barat)

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN KAPSUL HERBAL DR LIZA (Studi Kasus Hotel Salak The Heritage Bogor, Jawa Barat) ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN KAPSUL HERBAL DR LIZA (Studi Kasus Hotel Salak The Heritage Bogor, Jawa Barat) Oleh : Zahakir Haris A14104638 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci