BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 Identifikasi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Identifikasi merupakan proses pengenalan jati diri yang pertama kali diperkenalkan oleh Alfonsus Bertillon ( ), seorang dokter berkebangsaan Perancis. Teknik identifikasi ini semakin berkembang setelah kepolisian Perancis berhasil menemukan banyak pelaku tindakan kriminal. Saat ini proses identifikasi telah dimanfaatkan untuk kepentingan asuransi, penentuan keturunan, ahli waris, penyebab kecelakaan dan kematian seseorang, menemukan orang hilang, serta menentukan apakah seseorang dapat dinyatakan bebas dari hukuman. Proses ini juga sangat diperlukan dalam identifikasi korban bencana massal (Disaster Victim Identification/DVI), baik yang disebabkan oleh alam (gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir) maupun ulah manusia (kecelakaan darat, udara, laut, kebakaran hutan serta terorisme) (Singh, 2008). Identifikasi forensik memberi pengaruh besar terhadap proses berjalannya sistem pengadilan. Istilah forensik (for the courts) sendiri berarti untuk pengadilan menunjukkan bahwa tujuan utama forensik adalah memberikan bukti-bukti aktual dan temuan yang diperlukan dalam penegakan hukum di pengadilan. Kedokteran forensik bersama kepolisian saat ini menggunakan sistem identifikasi dalam merekonstruksi kejahatan, salah satunya pada kasus penemuan mayat (Murnaghan, 2012). Pada kasus penemuan mayat, identifikasi forensik pada sisa-sisa tubuh manusia sangatlah penting baik untuk alasan hukum maupun kemanusiaan. Proses identifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah sisa-sisa tubuh berasal dari manusia atau bukan, jati diri mayat, penyebab kematian, dan perkiraan waktu kematian berdasarkan data sebelum seseorang meninggal/hilang (antemortem data/amd) untuk dibandingkan dengan temuan pada mayat (postmortem data/pmd) (ICRC, 2013). Identifikasi akan menjadi lebih sulit jika mayat sudah tidak dapat dikenali lagi, misalnya pada korban bencana alam, kecelakaan yang menewaskan banyak orang serta pada kasus mutilasi, dimana potongan-potongan

2 6 yang ditemukan mungkin tidak lengkap. Pada kasus seperti ini, dokter diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada penyidik dalam hal perkiraan saat kematian, usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan ras, serta asal sisa-sisa potongan tubuh (RSBO, 2013) Metodologi Identifikasi Dalam proses identifikasi dikenal dua jenis metodologi identifikasi, yaitu metodologi komparatif dan metodologi rekonstruktif. Metodologi komparatif digunakan apabila terdapat AMD dan PMD untuk disesuaikan. AMD biasanya didapat dari sanak keluarga dan teman-teman dekat. Yang merupakan AMD adalah informasi pribadi secara umum/informasi sosial (nama, usia, alamat tempat tinggal, tempat bekerja, status pernikahan dan sebagainya), gambaran fisik (tinggi dan berat badan, warna mata dan rambut), riwayat kesehatan dan gigi (penyakit, fraktur, gigi yang hilang, dan mahkota gigi), ciri khas (kebiasaan, skar, tanda lahir dan tato), pakaian dan benda-benda lain yang terakhir kali dipakai, serta hal-hal yang diduga berhubungan dengan hilangnya seseorang. Metodologi ini biasa dipakai pada mayat yang masih utuh pada komunitas yang terbatas. Metodologi rekonstruktif digunakan apabila tidak tersedia AMD dengan menyusun kembali sisa-sisa potongan tubuh manusia yang tidak utuh lagi pada komunitas yang tidak terbatas seperti misalnya pada kasus mutilasi ataupun bencana massal. Yang merupakan PMD adalah informasi umum tentang sisa tubuh (rentang usia, jenis kelamin, tinggi), fakta-fakta medis dan dental (tanda fraktur lama, bekas operasi, kondisi gigi, misalnya tambalan gigi), trauma dan kerusakan post-mortem, informasi mengenai sidik jari, DNA, pakaian dan bendabenda lain yang ditemukan bersama/dekat sisa tubuh, informasi tambahan, seperti: dimana dan bagaimana sisa tubuh ditemukan berdasarkan pengakuan para saksi (ICRC, 2013).

3 7 Pada kasus bencana massal, Interpol menentukan identifikasi (DVI) yang dipakai, yaitu (Singh, 2008): Identifikasi primer (primary identifier), yaitu gigi geligi (dental record/dr), sidik jari (finger print/fp), dan DNA. Identifikasi sekunder (secondary identifier), yaitu visual (photography/pg), properti (property/p), medis (medical/m). Dalam mengidentifikasi sisa-sisa tubuh manusia, ada tiga tahapan yang perlu dilaksanakan, yaitu penelitian latar belakang, penemuan sisa-sisa tubuh, serta analisis laboratorium dan rekonsilasi. Dalam mencari latar belakang, diperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi, dokter, dokter gigi, ataupun dari laporan/data tertulis seperti rekam medis, surat keterangan kepolisian, sidik jari, dan fotograf (ICRC, 2013). Identifikasi dimulai dari metode yang sangat sederhana sampai yang rumit. Metode yang sederhana misalnya dengan cara visual (mengamati profil luar tubuh dan wajah), kepemilikan identitas yang masih melekat pada tubuh mayat (misalnya: pakaian, perhiasan, tato, dll) serta dokumentasi seperti foto diri, foto keluarga, SIM, dll. Metode sederhana kemudian dilanjutkan dengan metode ilmiah, yaitu pemeriksaan sidik jari, serologi, odontologi, antropologi, dan biologi yang hasilnya lebih spesifik pada seseorang. Metodologi selanjutnya adalah teknik superimposisi, yaitu pemeriksaan identitas seseorang dengan membandingkan korban semasa hidupnya dengan tengkorak yang ditemukan. Metodologi ini menjadi sulit jika foto korban tidak ada atau jelek kualitasnya, serta apabila tengkorak sudah hancur/tidak berbentuk lagi (Singh, 2008) Sumber Identifikasi Dalam mengidentifikasi suatu mayat, ada beberapa sumber dan data yang dapat dipergunakan, yaitu (Idries, 2011; ICRC, 2013): Visual /penampilan wajah dan tubuh mayat yang ditunjukkan kepada pihak keluarga dapat membantu apabila keadaan mayat tidak rusak berat atau belum mengalami pembusukan.

4 8 Dokumen seperti KTP, SIM, paspor, dan kartu identitas lainnya juga dapat membantu proses identifikasi. Akan tetapi, dalam kasus pembunuhan biasanya pelaku memusnahkan kartu identitas. Sidik jari setiap orang memiliki pola/kontur yang berbeda, sehingga dapat menggambarkan diri seseorang. Akan tetapi metode ini dapat digunakan jika belum terjadi pembusukan pada mayat. Gigi setiap orang memiliki bentuk yang khas, sehingga dapat dipakai dalam proses identifikasi meskipun mayat sudah mengalami pembusukan. X-Ray yang paling baik untuk dibandingkan dengan AMD adalah foto kepala dan pelvis. DNA yang didapat dari darah, rambut, cairan semen, gigi, dan jaringan lainnya sangat berbeda pada setiap orang, sehingga dapat dibandingkan dengan AMD atau dibandingkan dengan DNA keluarga. Sisa tulang yang diperiksa dapat menentukan usia, tinggi badan, jenis kelamin bahkan ras seseorang dengan banyak formula yang telah ditentukan. Pakaian, perhiasaan, tato dan bentuk fisik seseorang juga dapat membantu proses identifikasi apabila mayat tidak dalam keadaan busuk dan hancur Perkiraan Usia Usia saat seseorang meninggal dunia dapat diperkirakan dengan memeriksa temuan klinis, gigi geligi, dan radiologis. Erupsi atau pertumbuhan gigi terjadi sampai usia 20 tahun. Perkiraan usia dengan pertumbuhan gigi mendekati ketepatan sampai dengan 6 bulan. Penyatuan ujung-ujung tulang yang dinilai secara radiologis misalnya penyatuan ujung tulang paha, siku, dan mata kaki dapat dilihat pada usia 20 tahun; sedangkan penyatuan lutut, pergelangan tangan dan bahu akan terjadi sempurna pada usia tahun. Penutupan tulangtulang yang membentuk tengkorak menghasilkan perkiraan 10 tahunan. Usia korban akan menjadi lebih akurat apabila ketiganya dikombinasikan (Idries, 2011).

5 9 Tabel 2.1 Perkiraan usia berdasarkan erupsi gigi (Idries, 2011). Rahang Gigi 1 Gigi 2 Gigi 3 Gigi 4 Gigi 5 Gigi 6 Gigi 7 Laki-laki Atas 7,47 8,67 11,69 10,40 11,18 6,40 12,68 Bawah 12,12 6,21 11,47 10,82 10,79 7,70 6,54 Perempuan Atas 7,20 8,20 10,98 10,03 10,88 6,22 12,27 Bawah 11,66 5,94 10,89 10,18 9,86 7,34 6,26 Keterangan : usia dalam tahun Data-data lain yang dapat membantu menentukan usia adalah ukuran dan maturitas tulang, penutupan epifise, akar molar ketiga, vertebra, segmen tulang sacrum, simfisis pubis, sutura kranialis, perubahan pada ujung tulang rusuk serta batas peri-auricular Perkiraan Tinggi Badan Perkiraan tinggi badan dapat dilakukan dengan mengukur tulang panjang yang telah kering, seperti femur, tibia, humerus, radius, ulna, calcaneus dan talus. Tulang-tulang ini lalu diukur dengan formula-formula yang telah dirumuskan, seperti Formula Stevenson atau Formula Trotter dan Glesser untuk manusia ras Mongoloid untuk selanjutnya disesuaikan dengan AMD (Idries, 2011). Formula Stevenson TB = 61, ,4378 x F ± 2,1756 TB = 81, ,8131 x H ± 2,8903 TB = 59, ,0263 x T ± 1,8916 TB = 80, ,7384 x R ± 2,6791 Formula Trotter dan Glesser TB = 70,73 + 1,22 (F+T) ± 3,24 Keterangan : TB = tinggi badan (cm) F = Femur (tulang paha) H = Humerus (tulang lengan atas) T = Tibia (tulang kering)

6 10 R = Radius (tulang hasta) Semakin banyak tulang yang diukur, semakin besar ketepatan tinggi badan yang didapat Penentuan Ras Penentuan ras akan sangat berguna apabila susunan dalam masyarakat sudah heterogen, artinya baik ras Mongoloid (Cina, Jepang, Indian Amerika), Negroid (orang kulit hitam, Afrika dan Indian Amerika), dan Caucasoid (orang berkulit putih) sudah ada di dalam daerah tersebut ataupun dalam bencana massal, kecelakaan udara dan laut yang penumpangnya mungkin berasal dari banyak negara (DVI). Perbedaan dari ketiga ras tersebut dapat kita lihat melalui tengkorak, dahi, wajah, orbit, hidung serta ekstremitas. Ras Mongoloid ditandai dengan tengkorak persegi, dahi menonjol, wajah besar dan datar, orbit kecil, dan ekstremitas kecil. Ras Negroid ditandai dengan tengkorak sempit dan memanjang, dahi kecil, orbit persegi, dan ekstremitas besar dan lebar. Ras Caucasoid ditandai dengan tengkorak bulat, dahi cembung menonjol, wajah kecil, dan orbit triangular Penentuan Jenis Kelamin Jenis kelamin mayat dapat dengan mudah ditentukan hanya dengan melihat penampilan fisik saja jika bagian tubuh mayat masih utuh dan belum mengalami pembusukan. Apabila yang tersisa hanya tinggal tulang, kita dapat memperkirakan jenis kelaminnya dengan melihat bentuk tulang-tulang yang tersisa. Menurut SFU (Museum of Archaeology and Ethnology, 2010), tulangtulang yang dapat diidentifikasi adalah tulang panggul, tulang paha (femur), dan kepala (tengkorak). Tulang pada laki-laki biasanya lebih keras dan lebih lebar. Tulang panggul perempuan berbentuk oval dan cenderung lebih lebar dengan sudut subpubik yang lebar (>90 0 ) dari panggul laki-laki. Tulang paha laki-laki juga lebih panjang dan diameter caput humerusnya lebih lebar (>51mm), sedangkan perempuan < 45

7 11 mm. Tengkorak laki-laki ditandai dengan penonjolan arcus superciliaris yang lebih jelas dan prosesus mastoideus yang lebih besar bila dibandingkan dengan perempuan (Idries, 2011). Daerah supraorbital (kening) lebih jelas pada laki-laki dan batasnya lebih tajam pada wanita, langit-langit dan gigi lebih lebar, dagu yang lebih jelas dan rahang yang lebih lebar. Gambar 2.1 Perbedaan tulang panggul antara perempuan dan laki-laki. Gambar 2.2 Perbedaan tulang tengkorak antara laki-laki dan perempuan.

8 12 Laki-laki Perempuan Gambar 2.3 Perbedaan humerus antara laki-laki dan perempuan Antropometri Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti orang/manusia dan metron yang berarti ukuran. Secara umum, antropometri adalah mengukur manusia atau pengukuran terhadap tubuh manusia. Ilmu yang mempelajari tentang manusia disebut antropologi. Saat ini antropologi sangat berkembang dalam banyak bidang seperti pediatrik, ortopedik, kedokteran gigi, kedokteran olahraga, serta kedokteran forensik. Antropologi forensik berfokus pada morfologi, struktur, dan variabilitas jaringan keras untuk membantu proses identifikasi. Proses identifikasi yang dimaksud adalah pengukuran berat dan tinggi badan, panjang dan lebar kepala, panjang lengan maupun tungkai, panjang telapak kaki, jarak antara kedua ujung jari tengah dari tangan yang direntangkan serta panjang bahu dengan tujuan menentukan jati diri seseorang atau mayat. Data hasil antropometri inilah yang diolah oleh kedokteran forensik untuk membantu penyidik dalam menentukan saat kematian, usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan ras, serta asal sisa-sisa potongan tubuh yang ditemukan (AAAS, 2014). Bagi antropologis forensik, analisis terhadap tulang manusia telah membuka jalan kebenaran dalam pengadilan. Berdasarkan hasil temuan di TKP dan di laboratorium, dapat diketahui identitas korban, penyebab kematian, bahkan rekonstruksi tindakan kriminal pun dapat dilaksanakan (RSBO, 2013).

9 Anatomi Tangan Ada 27 buah tulang yang membentuk tangan dan pergelangan tangan. Tulang-tulang ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 8 buah karpal yang membentuk pergelangan tangan, 5 buah metakarpal yang membentuk tangan, dan 14 buah falang yang membentuk jari-jari tangan. Gambar 2.4 Tulang-tulang penyusun tangan. Tulang-tulang yang membentuk pergelangan tangan tersusun dalam 2 baris dengan gerakan yang sangat terbatas di antaranya. Dari radius menuju ulna, baris proximal terdiri dari skapoid, lunatum, trikuetrum, dan fisiformis. Dengan arah yang sama, di bagian distal terdiri dari trapezium, trapezoid, kapitatum, dan hamatum. Skapoid sebagai penghubung antara tiap baris sangat rentan terhadap fraktur. Baris distal tulang karpal membentuk unit yang terikat pada basis metacarpal 2 dan 3 (Wilhelmi, 2012; ASSH, 2009). Tangan terdiri dari 5 buah metakarpal yang ditandai dengan adanya basis, corpus dan caput. Metakarpal jari ke-1 (ibu jari) merupakan metakarpal yang terpendek dan paling bebas bergerak. Tiap metakarpal berartikulasi bagian distalnya pada bagian proximal falang tiap jari. Tiap jari terdiri dari 3 falang (proximal, media, dan distal), kecuali ibu jari yang terdiri dari 2 falang (Wilhelmi, 2012). Falang mengalami osifikasi dari pusat corpus pada masa prenatal. Distal falang mengalami osifikasi pada minggu ke-8 atau ke-9, falang proximal pada

10 14 minggu ke-10, dan falang media pada minggu ke-11 atau lebih. Pusat epifise muncul pada falang proximal di awal tahun ke-2 (perempuan), dan lebih lama di tahun yang sama (laki-laki), falang media dan distal pada tahun ke-2 (perempuan), atau tahun ke-3 atau ke-4 (laki-laki) (Standring, 2008) Rasio D2:D4 Rasio D2:D4 adalah perbedaan antara panjang jari (digiti=d) ke-2 (jari telunjuk) dengan jari ke-4 (jari manis). Panjang jari pada manusia telah diteliti lebih dari 120 tahun silam. Pada manusia, perbedaan panjang jari ke-2 dibanding panjang jari ke-4 (D2:D4) lebih rendah nilainya pada laki-laki dibandingkan perempuan (Paul et al., 2006; Gillam et al., 2008; Kraemer et al., 2009; Galis et al., 2010; Muler et al., 2011;Zheng and Cohn, 2011; Hiraishi et al., 2011; Zhao et al., 2013 ). Perbedaan ini terlihat baik pada anak-anak maupun dewasa. Perbedaan ciri ini merupakan salah satu perbedaan bentuk seksual (sexual dimorphic) yang dipengaruhi oleh konsentrasi hormon androgen yang diproduksi oleh fetus dan sensitivitas reseptor androgen pada masa embrio. Rendahnya nilai D2:D4 mencerminkan tingginya paparan hormon testosteron selama masa embrio, sedangkan tinginya nilai D2:D4 mencerminkan rendahnya paparan hormon testosteron selama masa embrio. Modulasi kadar hormon pada masa prenatal mempengaruhi rasio digit sedangkan postnatal tidak (Zheng dan Cohn, 2011; Hiraishi et al., 2012) dan menetap pada masa dewasa (Peeters et al., 2013). Hal ini menunjukkan bahwa rasio digit sepertinya hanya dipengaruhi pada masa janin dan tidak berubah setelah lahir. Galis et al. (2010) menyatakan bahwa rasio D2:D4 stabil setelah usia 2 tahun. Penelitian Trivers, Manning, dan Jacobson (2006) dalam Galis et al. (2010) pada anak Jamaica didapat rasio D2:D4 anak usia 7-14 tahun meningkat signifikan setelah pengukuran pada 4 tahun kemudian. Gillam et al. (2008) menunjukkan bahwa rasio D2:D4 berubah sejalan dengan usia tetapi nilainya tetap lebih rendah pada laki-laki daripada perempuan.

11 15 Menurut Muller et al. (2011), rasio D2:D4 ini tidak dipengaruhi oleh kadar hormon ibu, karena tidak terdapat korelasi antara kadar hormon androgen ibu dengan kadar hormon androgen pada cairan amnion. Muller juga menyatakan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar hormon androgen dengan rasio D2:D4 pada orang dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa sepertinya rasio D2:D4 tidak dipengaruhi oleh usia. Banyak penelitian menunjukkan hubungan rasio digit dengan perbedaan kadar androgen dan estrogen selama pertumbuhan. Muller et al. (2011); Zheng dan Cohn (2011) menyatakan bahwa perkembangan genital dan digit dikontrol oleh gen HoxA dan HoxD yang dipengaruhi oleh hormon androgen. Zheng dan Cohn (2011) memperkirakan bahwa reseptor androgen (AR) aktif di banyak sel pada masa kondensasi kartilago. Percobaan Zheng dan Cohn pada tikus mutan yang AR-nya dihilangkan, terdapat peningkatan rasio D2:D4 dibanding dengan kontrol sedangkan penghapusan pada reseptor estrogen (ER) menurunkan rasio D2:D4. Hal ini menunjukkan bahwa AR dan ER memiliki efek yang berlawanan pada rasio digit, dengan AR penting dalam perkembangan sifat maskulin/laki-laki (rasio D2:D4 rendah) dan ER penting dalam perkembangan sifat feminin/perempuan (rasio D2:D4 tinggi). Aktivitas AR dan ER paling tinggi tampak pada D4 dan tidak ada respon signifikan pada D2. Tingginya efek hormon pada perbedaan pertumbuhan D4 dan tidak adanya efek hormon pada D2 kemudian menjadikan rasio D2:D4 sebagai tanda perbedaan seksual. Rasio D2:D4 dapat diukur dengan berbagai cara, yaitu: 1. Pengukuran langsung pada D2 dan D4 dimulai dari tengah lipatan proksimal terhadap palmar sampai ujung digit dengan Vernier caliper (jangka sorong). 2. Pengukuran tidak langsung melalui fotokopi palmar, kemudian D2 dan D4 diukur dari tengah lipatan proksimal terhadap palmar sampai ujung digit dengan Vernier caliper (jangka sorong) atau dengan komputer (Adobe Photoshop). 3. Pengukuran tulang falang D2 dan D4 yang didapat dari radiograf dengan Vernier caliper (jangka sorong).

12 16 4. Pengukuran hasil skaning foto palmar yang diletakkan pada permukaan rata kemudian diukur dengan komputer (Adobe Photoshop). Gambar 2.5 Alat ukur panjang digiti (Vernier caliper/jangka sorong). 2011). Gambar 2.6 Pengukuran D2:D4 melalui fotomikrograf (Almasry et al., Gambar 2.7 Pengukuran D2:D4 melalui radiograf (Xi et al., 2014).

13 17 Baik pengukuran langsung maupun tidak langsung menunjukkan perbedaan rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan, walaupun nilai rasio tersebut memiliki sedikit perbedaan. Robertson et al. (2008) menyatakan bahwa pengukuran D2:D4 menunjukkan hasil yang lebih baik pada pengukuran metakarpal, Allaway et al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran berbasis komputer lebih dapat dipercaya dibanding pengukuran fisik, fotokopi dan skan, sedangkan menurut Xi et al. (2014), pengukuran terbaik didapat dengan mengukur falang secara langsung melalui radiograf Rasio D2:D4 dan Jenis Kelamin Sejak tahun 1800-an, penelitian tentang perbedaan bentuk seksual (sexual dimorphic) telah sangat berkembang hingga saat ini. Perbedaan bentuk seksual ini ternyata juga terlihat pada jari manusia. Perkembangan falang dan organ reproduksi manusia ternyata diatur oleh gen yang sama, yaitu HoxA dan HoxD (Muller et al., 2011; Zheng dan Cohn, 2011). Digit yang paling dipengaruhi oleh hormon androgen adalah D4, sedangkan D2 sepertinya tidak dipengaruhi oleh kadar hormon ini. Pada manusia, rasio D2:D4 lebih rendah nilainya pada laki-laki (<1) dibandingkan pada perempuan ( 1). Menurut Zheng dan Cohn (2011), Hiraishi et al. (2012), dan Peeters et al. (2013) nilai ini konstan setelah mencapai usia 2 tahun. Namun berbeda dengan hasil penelitian Manning et al. (2006), Gillam et al. (2008), dan Galis et al. (2010) yang mendapatkan perbedaan nilai rasio D2:D4 sejalan dengan peningkatan usia. Namun perbedaan ini konstan antara laki-laki dan perempuan, yaitu rasio D2:D4 laki-laki tetap lebih rendah nilainya dibandingkan perempuan.

14 18 Gambar 2.8 Perbedaan bentuk jenis kelamin terlihat pada pengukuran D2:D4 (Zheng dan Cohn (2011). Tabel 2.2 Rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan pada usia bervariasi pada beberapa penelitian yang berbeda (Galis et al., 2010). Menurut Muller et al. (2011), Knickmeyer et al. (2011), dan Hiraishi et al. (2012) nilai rasio D2:D4 ini bervariasi sesuai dengan etnis/suku/ras. Perbedaan rasio D2:D4 lebih jelas terlihat pada digit kanan dibandingkan digit kiri (Manning et al., 2012 dan Zhao et al., 2013) sehingga lebih sensitif dalam membandingkan nilai rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan, sedangkan Hiraishi et al. (2012) mendapatkan perbedaan yang lebih signifikan pada digit kiri. Robertson et al. (2008) dan Galis et al. (2010) mendapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara digit kanan dan kiri. Rasio D2: D4 tidak dipengaruhi oleh pemakaian

15 19 tangan yang dominan, sehingga nilainya sama antara tangan dominan dan nondominan. Penelitian Peeters et al. (2013) menunjukkan tidak ada hubungan antara rasio D2:D4 dengan aktivitas fisik, penggunaan tangan dominan, kekuatan otot, tinggi dan berat badan serta usia skeletal. Hal ini menunjukkan bahwa sepertinya rasio D2:D4 hanya dipengaruhi oleh kadar hormon androgen dalam kandungan, dimana kadar hormon androgen dipengaruhi oleh jenis kelamin, sehingga jenis kelamin mempengaruhi nilai rasio D2:D4 pada manusia. Jenis-jenis tangan manusia dapat dibagi menjadi 3 bentuk berdasarkan penampakannya pada radiograf, yaitu tipe 1 (D2>D4), tipe 2 (D2=D4), dan tipe 3 (D2<D4). Perempuan kebanyakan memiliki tangan dengan tipe 1 dan 2, sedangkan laki-laki kebanyakan memiliki tangan dengan tipe 3. Gambar 2.9 Klasifikasi jenis tangan berdasarkan radiograf (Robertson et al., 2008). Berikut ini adalah nilai-nilai rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya pada negara yang berbeda.

16 20 Tabel 2.3 Rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan di berbagai negara. Negara Usia Tangan Laki-laki Perempuan Inggris 66.6±7.9 tahun Kanan Kiri Belgia 15,7 ±1.3 tahun Kiri Jerman 37,3 tahun (laki-laki); 35 tahun (perempuan) Kanan Kiri Amsterdam, Belanda minggu Kanan Kiri Italia 54 tahun (laki-laki); 60 tahun (perempuan) Kanan Kiri Yunani 54 tahun (laki-laki); 60 tahun (perempuan) Kanan Kiri Australia/Selan dia Baru 54 tahun (laki-laki); 60 tahun (perempuan) Kanan Kiri Jepang tahun Kanan Kiri Yunnan, China 37,8 tahun (laki-laki); Kanan ,28 tahun Kiri (perempuan) Almadinah, Saudi Arabia Kanan (langsung; tidak langsung) Kiri (langsung; tidak langsung) 0.98±0.04; 0.96± ± 0.04 ; 0.96 ± ± 0.04 ; ± ± 0.04 ; 0.97 ± 0.04 Texas, Amerika Serikat Kanan Dari nilai yang tertera di tabel, terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan, dengan laki-laki memiliki nilai rasio D2:D4 yang lebih rendah dari pada perempuan. Terlihat juga bahwa terdapat sedikit perbedaan antara digit kanan dan kiri, serta terdapat perbedaan nilai rasio D2:D4 pada berbagai daerah yang berbeda. Hasil ini kemungkinan terjadi oleh karena perbedaan suku/ras/etnis yang mempengaruhi kadar androgen pada masa embrio manusia. BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun Formula

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun Formula 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkiraan Tinggi Badan Secara sederhana Topmaid dan Rollet membuat formula perkiraan tinggi badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun 1923. Formula tersebut

Lebih terperinci

PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA

PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU Oleh : RATNA MARIANA TAMBA 110100241 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PERBEDAAN RASIO

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antropometri Antropometri adalah pengukuran manusia dan lebih cenderung terfokus pada dimensi tubuh manusia. Ilmu pengetahuan mengenai antropometri berkembang terutama dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai 17.504 pulau dengan jumlah penduduk mencapai 249 juta jiwa lebih dan memiliki luas wilayah 1.913.578,68 km 2. Banyaknya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikalangan masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkiraan Tinggi Badan Tinggi badan merupakan ukuran bagi seseorang pada saat masih hidup, sedangkan panjang badan merupakan ukuran seseorang pada saat setelah meninggal dunia.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkiraan Tinggi Badan. Secara sederhana Topmaid dan Rollet membuat Formula perkiraan tinggi badan yang kemudian di populerkan oleh Hewing pada tahun 1923. Formula tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia. I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia. Beberapa kasus tersebut antara lain kasus mutilasi di Malang dan Klaten pada bulan Februari,

Lebih terperinci

BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK

BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK Panduan Belajar Ilmu Ke eran F k & Me BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK A. Tujuan pembelajaran Para mahasiswa diharapkan mampu : Memeriksa ciri khas tubuh korban. Mengumpulkan data-data ante mortem. Menentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor. antropologis untuk menentukan perbedaan rasial (Patel, 2012).

I. PENDAHULUAN. Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor. antropologis untuk menentukan perbedaan rasial (Patel, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Tinggi badan merupakan penjumlahan dari panjang tulangtulang panjang dan tulang-tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak. dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada kejadian bencana alam banyak korban yang tidak dikenal hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam menentukan identitas mayat seseorang dalam identifikasi forensik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam suatu data penyidikan untuk mengetahui identitas korban bencana massal seperti kecelakaan pesawat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum, untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum, untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identifikasi Peranan dokter forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum, untuk menentukan identitas seseorang,identifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik

Lebih terperinci

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan Athfiyatul Fatati athfiyatul.fatati@yahoo.com Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Airlangga ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasi Pada tahun 1882, M. Alphonse Bertillon, seorang dokter berkebangsaan Prancis memperkenalkan Bertillon system yang memakai cara pengukuran bagian tubuh dalam usaha

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA Tubuhmu memiliki bentuk tertentu. Tubuhmu memiliki rangka yang mendukung dan menjadikannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa lebih. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi semakin merisaukan segala pihak. Wikipedia mendefinisikan kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan manusia yang

Lebih terperinci

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak?

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak? Belajar IPA itu asyik, misalnya saat mempelajari tentang astronomi dan benda-benda langit, kita bisa mengenal lebih dekat tentang planet, bintang, dan benda-benda langit lainnya. Pelajaran seperti ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik

Lebih terperinci

Surjit Singh Instalasi/SMF Kedokteran Forensik dan Medicolegal Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan/FK-USU Medan

Surjit Singh Instalasi/SMF Kedokteran Forensik dan Medicolegal Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan/FK-USU Medan Instalasi/SMF Kedokteran Forensik dan Medicolegal Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan/FK-USU Medan Abstrak: DVI atau Disaster Victim Identification adalah suatu defenisi yang diberikan sebagai prosedur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rugae palatina atau disebut plicae palatinae transversae dan palatal rugae merupakan lipatan anatomik berupa garis jaringan ikat fibrous yang iregular dan asimetris

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian

BAB 1 PENDAHULUAN pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Setiap suku

Lebih terperinci

PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM. by : Hasty Widyastari

PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM. by : Hasty Widyastari ANATOMI PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM by : Hasty Widyastari Posisi Posisi Anatomi : Berdiri tegak, kedua lengan disamping lateral tubuh, kedua telapak tangan membuka kedepan Posisi Fundamental : Berdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALATIHAN SOAL BAB 15

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALATIHAN SOAL BAB 15 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALATIHAN SOAL BAB 15 1. Kelompok tulang di bawah ini yang termasuk tulang pipa adalah Tulang hasta, tulang paha, tulang betis Tulang hasta, tulang belikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu kawasan rawan bencana di dunia. Kondisi ini disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian Sekretariat Negara

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALatihan Soal 15.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALatihan Soal 15.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALatihan Soal 15.1 1. Kelompok tulang di bawah ini yang termasuk tulang pipa adalah... Tulang hasta, tulang paha tulang betis Tulang hasta, tulang belikat,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANTROPOMETRI Johan Sigismund Elsholtz adalah orang pertama yang menggunakan istilah antropometri dalam pengertian sesungguhnya (tahun 1654). Ia adalah seorang ahli anatomi berkebangsaan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang 21 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang yang digunakan dari kelahiran sampai dewasa. Dengan menentukan usia tulang, berarti menghitung

Lebih terperinci

Definisi Forensik Kedokteran Gigi

Definisi Forensik Kedokteran Gigi Definisi Forensik Kedokteran Gigi Ilmu kedokteran gigi forensik, atau dapat juga disebut dengan forensic dentistry atau odontology forensic. Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi gen pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi gen pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi gen pada organisme. Hubungan genetika dengan ilmu ortodonsia sangat erat dan telah diketahui sejak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae

BAB 1 PENDAHULUAN. Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rugae palatina disebut juga dengan plica palatine transversa atau palatal rugae adalah tonjolan pada bagian anterior dari mukosa palatal, terdapat di tiap sisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di Indonesia salah satu penyebab dimana mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal akan menghasilkan keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara rawan bencana karena kondisi geografisnya. Indonesia berada pada jalur pertemuan tiga lempeng raksasa yaitu lempeng Eurasia, Indoaustralia

Lebih terperinci

PANJANG TULANG FEMUR DAPAT MENJADI PENENTU TINGGI BADAN PRIA DEWASA MUDA

PANJANG TULANG FEMUR DAPAT MENJADI PENENTU TINGGI BADAN PRIA DEWASA MUDA PANJANG TULANG FEMUR DAPAT MENJADI PENENTU TINGGI BADAN PRIA DEWASA MUDA Purwani Tjahja Handajani dan Agus Prima Abstrak. Pengukuran tinggi badan dengan cara mengukur panjang tulang femur sangat membantu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TULANG BELULANG

IDENTIFIKASI TULANG BELULANG LAPORAN KASUS IDENTIFIKASI TULANG BELULANG Abdul Gafar Parinduri Departemen Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Email: sauqipancasilawati@gmail.com Abstrak: Identifikasi

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyum adalah kunci percaya diri pada seseorang. Seseorang merasa percaya diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identifikasi Pada tahun 1883 Alphonse Bertillon, dokter berkebangsaan Prancis, menemukan sistem identifikasi yang tergantung kepada karakter yang tetap dari bagian tubuh tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

SISTEM GERAK PADA MANUSIA

SISTEM GERAK PADA MANUSIA LAPORAN PENELITIAN SISTEM GERAK PADA MANUSIA OLEH : RESTI GHITA PRIBADI XI IPA 6 35 SMA NEGERI 3 BANDUNG SISTEM GERAK PADA MANUSIA A. Macam-Macam Organ Penyusun Sistem Gerak Fungsi Rangka Pada Manusia

Lebih terperinci

Abdul Gafar Parinduri RSUD Sultan Sulaiman Dinas Kesehatan Serdang Bedagai

Abdul Gafar Parinduri RSUD Sultan Sulaiman Dinas Kesehatan Serdang Bedagai MENENTUKAN TINGGI BADAN DARI TINGGI STERNUM Determine the Strature from the Sternal Length Abdul Gafar Parinduri RSUD Sultan Sulaiman Dinas Kesehatan Serdang Bedagai Abstrak Latar Belakang. Menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga gejala sosial yang bersifat universal. Pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, hingga kejahatan-kejahatan

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tinggi badan seseorang ditentukan oleh gabungan faktor genetik dan faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas tinggi kepala dan leher,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALatihan Soal 3.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALatihan Soal 3.1 1. fungsi tulang bagi tubuh kita antara lain... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALatihan Soal 3.1 memberi bentuk tubuh tempat peredaran darah membentuk otot tempat melekatnya organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) berpendapat bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d.

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d. 1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d. menegakkan tubuh 2. Tulang anggota gerak tubuh bagian atas dan bawah disebut.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Ortodontik merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan pendukung gigi dan kraniofasial, perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era gobalisasi banyak terjadi permasalahan yang meresahkan masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan bom dan lain-lain. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Fisik dan Kognitif Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antropometri adalah suatu cabang ilmu antropologi fisik yang mempelajari tentang teknik pengukuran tubuh manusia meliputi cara untuk mengukur dan melakukan pengamatan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Kelompok tulang di bawah ini yang termasuk tulang pipa adalah... Tulang hasta, tulang paha, tulang betis Tulang hasta, tulang belikat,

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH 1. Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.

Lebih terperinci

MANAGEMEN OF DECEASED IN DISASTER (PENATALAKSANAAN KORBAN MATI KARENA BENCANA) D R. I. B. G D S U R Y A P U T R A P, S P F

MANAGEMEN OF DECEASED IN DISASTER (PENATALAKSANAAN KORBAN MATI KARENA BENCANA) D R. I. B. G D S U R Y A P U T R A P, S P F MANAGEMEN OF DECEASED IN DISASTER (PENATALAKSANAAN KORBAN MATI KARENA BENCANA) D R. I. B. G D S U R Y A P U T R A P, S P F D I P R E S E N T A S I K A N P A D A : P E M B E K A L A N F A S I L I T A T

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ODONTOLOGI FORENSIK

IDENTIFIKASI DAN ODONTOLOGI FORENSIK IDENTIFIKASI DAN ODONTOLOGI FORENSIK Pada prinsipnya identifikasi adalah prosedur penentuan identitas individu, baik hidup ataupun mati, yang dilakukan melalui pembandingan berbagai data dari individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak terlepas dari kejadian-kejadian yang sering terjadi di luar dugaan, antara lain bencana alam dan kasus-kasus kriminal yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besarnya pengaruh erupsi gigi dan banyaknya kelainan yang mungkin ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter gigi mengetahui

Lebih terperinci

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR A. HUMERUS (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasi Untuk kepentingan visum et repertum (VeR) ketika dokter memeriksa jenazah, identifikasi tetap dilakukan sekalipun korban tersebut sudah dikenal. Dokter haruslah

Lebih terperinci

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN PEMULASARAN JENAZAH RUMAH SAKIT DR. KARIADI Jl. Dr. Sutomo No. 16 Semarang. Telp. (024) 8413993 PRO JUSTITIA VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 Atas permintaan tertulis

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

Dian Kemala Putri Bahan Ajar : Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi Teknik Industri Universitas Gunadarma

Dian Kemala Putri Bahan Ajar : Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi Teknik Industri Universitas Gunadarma ANTROPOMETRI Dian Kemala Putri Bahan Ajar : Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi Teknik Industri Universitas Gunadarma Definisi Antropos = manusia Metrikos = pengukuran Ilmu yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teoriteori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Anak 2.1.1 Definisi Pertumbuhan Proses pertumbuhan berjalan seiring dengan pertambahan usia anak. Definisi pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran atau dimensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu

I. PENDAHULUAN. Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu kedokteran forensik. Identifikasi diperlukan untuk mencari kejelasan identitas personal pada jenazah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia selama proses kehidupan mengalami perubahan dimensi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia selama proses kehidupan mengalami perubahan dimensi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indikator Pertumbuhan Wajah Tubuh manusia selama proses kehidupan mengalami perubahan dimensi. Maturitas merupakan karakteristik dari percepatan pertumbuhan hingga masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan yang berbeda-beda terletak diantara dua benua yaitu Australia dan Asia. Bangsa Indonesia pada awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatominya. Fraktur neck femur dan intertrokanter femur memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan yang disebabkan oleh pergerakan gigi. Ortodonsia mencakup diagnosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dalam proses hukum untuk kasus kecelakaan lalu. lintas, peran dokter sangat penting, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Dalam proses hukum untuk kasus kecelakaan lalu. lintas, peran dokter sangat penting, baik itu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam proses hukum untuk kasus kecelakaan lalu lintas, peran dokter sangat penting, baik itu dokter umum ataupun dokter ahli. Karena dalam kasus kecelakaan lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. baik masih hidup ataupun telah mati, dari yang masih utuh dan belum mengalami

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. baik masih hidup ataupun telah mati, dari yang masih utuh dan belum mengalami BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identifikasi 2.1.1 Defenisi Identifikasi adalah usaha pengenalan kembali korban yang tidak dikenal, baik masih hidup ataupun telah mati, dari yang masih utuh dan belum mengalami

Lebih terperinci

Hubungan panjang klavikula dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012

Hubungan panjang klavikula dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012 Jurnal e-iomedik (em), Volume 5, omor 1, Januari-Juni 2017 Hubungan panjang dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012 1 Osvaldo T. Liputra 2 Taufiq F. Pasiak 2 Djon Wongkar

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.1

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.1 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.1 1. Tempat melekatnya otot-otot utama tubuh adalah fungsi dari... Rangka Paru-paru Lemak Tengkorak Rangka

Lebih terperinci

BAB X ISOMETRIK. Otot-otot Wajah terdiri dari :

BAB X ISOMETRIK. Otot-otot Wajah terdiri dari : 116 BAB X ISOMETRIK Otot-otot Wajah terdiri dari : 1. Occopito Froratalis : otot-otot pada tulang dahi yang lebar yang berfungsi membentuk tengkorak kepala bagian belakang 2. Temporalis : otot-otot di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian sangat dibutuhkan karena bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang diteliti tersebut, agar apa yang diharapkan dapat tercapai. Metode yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diantaranya adalah korban kriminalitas dan korban kecelakaan lalu lintas.

BAB 1 PENDAHULUAN. Diantaranya adalah korban kriminalitas dan korban kecelakaan lalu lintas. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini jumlah angka kematian di Indonesia terus saja meningkat. Diantaranya adalah korban kriminalitas dan korban kecelakaan lalu lintas. Terkadang korban

Lebih terperinci

Ilmu Forensik? Ruang Lingkup. Kriminalistik

Ilmu Forensik? Ruang Lingkup. Kriminalistik Pengantar Menuju Ilmu Forensik Ilmu Forensik? forensic science secara umum adalah the application of science to law. Secara umum ilmu dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR. Kode Mata Kuliah : IOF 219. Materi : Sendi

BAHAN AJAR. Kode Mata Kuliah : IOF 219. Materi : Sendi BAHAN AJAR Mata Kuliah : Kinesiologi Kode Mata Kuliah : IOF 219 Materi : Sendi A. Pengertian Sendi, Persambungan, atau artikulatio adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pertemuan antara dua atau

Lebih terperinci

BAB II DEFENISI, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA, DIFERENSIAL DIAGNOSA. Pycnodysostosis berasal dari bahasa Yunani, Pycno (padat), dys (cacat) dan

BAB II DEFENISI, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA, DIFERENSIAL DIAGNOSA. Pycnodysostosis berasal dari bahasa Yunani, Pycno (padat), dys (cacat) dan 12 BAB II DEFENISI, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA, DIFERENSIAL DIAGNOSA 2.1 Defenisi Pycnodysostosis berasal dari bahasa Yunani, Pycno (padat), dys (cacat) dan ostosis (tulang). Pycnodysostosis merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. 11 Evaluasi status maturitas seseorang berperan penting dalam rencana perawatan ortodonti, khususnya

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S REINHARD JOHN DEVISON /IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S REINHARD JOHN DEVISON /IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S REINHARD JOHN DEVISON 047113001/IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Maturasi Seksual Laki-laki

PEMBAHASAN. Maturasi Seksual Laki-laki 32 PEMBAHASAN Pubertas adalah reaktivasi system syaraf pusat untuk perkembangan seksual yang ditandai oleh peningkatan hormon seks secara dratis dan merupakan kejadian berdurasi pendek, yang terjadi ketika

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH Oleh: MEITY MASITHA ANGGRAINI KESUMA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan, dan perbaikan dari keharmonisan dental dan wajah. 1 Perawatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah bidang kedokteran gigi yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi geligi, serta diagnosis, pencegahan, dan perbaikan dari

Lebih terperinci

LEMBAR PENGAMATAN PENGUKURAN DIMENSI TUBUH

LEMBAR PENGAMATAN PENGUKURAN DIMENSI TUBUH LEMBAR PENGAMATAN PENGUKURAN DIMENSI TUBUH Nama : Usia : Jenis Kelamin : Suku Bangsa : Berat Badan : No. Data yang diukur Simbol Keterangan Hasil Tinggi Pegangan Tangan Ukur jarak vertikal pegangan tangan

Lebih terperinci

RPP KELAS KONTROL. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RPP KELAS KONTROL. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran LAMPIRAN RPP KELAS KONTROL Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Materi Pokok Kelas / Semester Alokasi Waktu : Ilmu Pengetahuan Alam : Kerangka Tubuh Manusia : IV / I : 3 x 35 menit Standar Kompetensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pemahaman mengenai pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan salah satu hal penting untuk seorang dokter gigi khususnya dalam melakukan perawatan pada anak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan ditegakkan secara tepat sebelum perawatan dilakukan. Diagnosis ortodontik dapat diperoleh

Lebih terperinci

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI Komponen Ya Dilakukan Tidak Pengertian Gerakan/sentuhan yang diberikan pada bayi setiap hari selama 15 menit, untuk memacu sistem sirkulasi bayi dan denyut

Lebih terperinci