PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S REINHARD JOHN DEVISON /IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S REINHARD JOHN DEVISON /IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS"

Transkripsi

1 PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S REINHARD JOHN DEVISON /IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S REINHARD JOHN DEVISON /IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Forensik (Sp.F) Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Konsentrasi Ilmu Kedokteran Forensik Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara REINHARD JOHN DEVISON /IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

4 Judul Tesis : Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Lengan Bawah Nama Mahasiswa : Reinhard John Devison Nomor Induk Mahasiswa : Program Pendidikan : Dokter Spesialis Konsentrasi : Kedokteran Forensik Menyetujui Komisi Pembimbing : Dr. H. Mistar Ritonga, Sp.F Ketua Dr. H. Guntur Bumi Nasution,Sp.F Anggota Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS Dr. Alfred C. Satyo, MSc, MHPE, Sp.F (K) Dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K) Tanggal lulus :

5 Telah diuji pada Tanggal PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Anggota :

6 PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Hormat saya, Penulis Reinhard John Devison

7 hvtñtç gxü Åt ^tá { Salam sejahtera, Puji syukur kepada Allah Bapa di Surga yang melimpahkan kasih dan karunia NYA serta kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa yang sedang menjalani kepaniteraan klinik senior (KKS) di bagian Kedokteran Forensik FK-USU/ RSUP.H. Adam Malik/ RSU. Dr. Pirngadi Medan, serta pada para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I dan Wanita Klas IIA Tanjung Gusta Medan. Dalam penyusunan Tesis ini, penulis tentunya banyak menemukan hambatan dan kesukaran, namun berkat ketabahan dan kerja keras penulis serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua responden (subjek penelitian) atas kesediaan dan keterlibatan yang diberikan. Kepada dr.h.mistar Ritonga, SpF dan dr.h.guntur Bumi Nasution, SpF selaku pembimbing serta para staf pengajar di Departemen Forensik FK-USU saya ucapkan terima kasih. Kepada dr.arlinda Sari Wahyuni, M.Kes atas bantuannya menyelesaikan metode penelitian dan analisa statistiknya. Terima kasih pula kepada Dokter, Pimpinan, staf dan pegawai di LP Klas I dan Wanita Klas IIA Tanjung Gusta Medan. Atas dukungan moral yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Pelayanan Kesehatan RSU.dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar, termasuk pula para pegawai di Instalasi Jenazah dan Kedokteran Forensik RSU.dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar. Tidak lupa rasa bangga dan terima kasih kepada Orang tua tercinta, mertua dan seluruh keluarga. Terima kasih atas ketabahan dan doa istri dan anak-anakku tercinta. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, yang telah membantu proses pendidikan dan selesainya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membalas segala kebaikan kita dan selalu melimpahkan berkatnya kepada kita semua. Medan, Maret 2009 Penulis Reinhard John Devison

8 DOA SYUKUR MENYELESAIKAN PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS Demi nama Allah Bapa., Putera., dan Roh Kudus. A m i n # # # Harapan kiranya terwujud sudah Untuk sempurnakan asa yang tertunda Tiada yang mustahil bagi Nya Anugerah kekuatan senantiasa dilimpahi Nya Hari demi hari kujalani Antara kesedihan dan kegembiraan Emosi jiwa kian menggelora Alunan kegembiraan kian bersorak sorai Nyatakan tekad yang terdalam Syukur dan pujian bagi Tuhan Sang Pencipta Indah dan bersinar harapan terkenang Andai ku kan tetap abadikan Giat dan tekun dalam pengharapan Insyaf dan ampun selalu ku kumandangkan Akhir hayat kan terus karyakan Nantikan berkah yang tak berkesudahan Terima kasih atas doa dan dukungan Istriku dr.tonggo Humala Sari Siagian Putriku Angelina Forensica Hutahaean Putraku Puraja Hutahaean Seluruh Keluarga

9 DAFTAR ISI Lembar Persetujuan Pembimbing Lembar Penetapan Panitia Penguji Lembar Surat Pernyataan Ucapan Terima Kasih Doa Syukur Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Abstrak i ii iii iv v vi ix xii xiv BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Hipotesis Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 5 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Antropometri Struktur Tinggi Tubuh Manusia Pertumbuhan Tulang Kelainan-Kelainan Tulang Mutilasi Prosedur Identifikasi Identifikasi Tulang Perkiraan Tinggi Badan Kerangka Konsepsional 43

10 Bab 3 Metodologi Penelitian 3.1. Rancangan Penelitian Tempat Dan Lama Penelitian Populasi Penelitian Sampel Dan Cara Pemilihan Sampel Besar Sampel Kriteria Penelitian Ijin Subjek Penelitian Etika Penelitian Instrumen Penelitian Cara Kerja Penelitian Batasan Operasional Pengolahan Dan Analisa Data 50 Bab 4 Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian Pembahasan 67 Bab 5 Kesimpulan Dan Saran 5.1. Kesimpulan Saran 72 Daftar Pustaka 73 Lampiran : 1. Tabel Induk Data Pengukuran Hasil Subjek Penelitian 2. Tabel - Tabel dan Grafik-Grafik Visualisasi Komputer 3. Surat Lembar Penjelasan kepada Subjek Penelitian 4. Surat Lembar Persetujuan Subjek Penelitian 5. Lembar Data Hasil Pengukuran Subjek Penelitian 6. Surat Permohonan Izin Penelitian di LP Tanjung Gusta dari Departemen Kedokteran Forensik FK USU. 7. Surat Izin Penelitian Dari Departemen Hukum dan HAM Kantor Wilayah Sumatera Utara. 8. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian di LP Klas I Medan. 9. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian di LP Wanita Klas II-A Medan. Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU

11 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Tabel gambaran derajat garis epifise (Epiphyseal line/ union) 16 Tabel 1.2. Klasifikasi tinggi badan menurut Martin Knussmann 19 Tabel 1.3. Klasifikasi lain tinggi badan menurut Martin Knussmann 20 Tabel 2.1. Perkiraan rata-rata kehilangan tulang rawan 29 Tabel 2.2. Formula Karl Pearson Untuk laki-laki dan Perempuan 31 Tabel 2.3. Formula Trotter-Glesser (1952) 32 Tabel 2.4. Formula Trotter-Glesser (1958). 34 Tabel 2.5. Formula Modifikasi Trotter-Glesser 35 Tabel 2.6. Formula Dupertuis dan Hadden. 36 Tabel 2.7. Formula Telkka 38 Tabel 2.8. Formula Parikh 38 Tabel 2.9. Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman. 38 Tabel Formula Antropologi Ragawi UGM 39 Tabel Formula Djaja Surya Atmadja 40 Tabel Formula Amri Amir 40 Tabel Formula Amri Amir 41 Tabel Formula Amri Amir 42 Tabel Formula Amri Amir 42 Tabel Formula Perkalian Penentuan Tinggi Badan di India 43 Tabel 3.1 Sebaran Responden Secara Umum 51 Tabel 3.2. Sebaran Responden Menurut Kelompok Umur 52 Tabel 3.3. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin 53 Tabel 3.4. Sebaran Responden Menurut Suku Bangsa 53 Tabel 3.5. Sebaran Responden Menurut Status Perkawinan 54 Tabel 3.6. Sebaran Responden Menurut Penggunaan Tangan 54

12 Tabel 3.7. Sebaran Responden Menurut Ukuran Berat Badan, Tinggi Badan, Panjang Lengan Kanan dan Kiri 55 Tabel 3.8. Sebaran Perbandingan Panjang Lengan Bawah Kanan dan Kiri 55 Tabel 3.9. Perbandingan Tinggi Badan laki-laki dan Perempuan 56 Tabel Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dengan Tinggi Badan 56 Tabel Hubungan Panjang Lengan Bawah Kiri dengan Tinggi Badan 57 Tabel Perbandingan Panjang Lengan Bawah Kanan Kiri Antara Laki-laki dengan Perempuan 57 Tabel Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dan Kiri dengan Tinggi Badan pada Laki-laki 58 Tabel Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dan Kiri dengan Tinggi Badan pada Perempuan 58 Tabel Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dengan Tinggi Badan 59 Tabel Hubungan Panjang Lengan Bawah Kiri dengan Tinggi Badan 59 Tabel Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dengan Tinggi Badan menurut Jenis Kelamin 60 Tabel Hubungan Panjang Lengan Bawah Kiri dengan Tinggi Badan menurut Jenis Kelamin 60 Tabel 4.1. Perbandingan Hasil Konversi Panjang Lengan Bawah Terhadap Rumus Peneliti dan Beberapa Rumus/ Formula Yang Telah Ada 70

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. (A). Papan Osteometri (B). Antropometer menurut Martin 7 Gambar 1.2. Dataran Frankfurt 8 Gambar 1.3. (A). Pengukuran beberapa ukuran panjang lengan (B). Beberapa titik anatomis tubuh 9 Gambar 1.4. Anatomi kerangka tubuh manusia tampak depan dan belakang 10 Gambar 1.5. Posisi anatomi tubuh manusia tampak depan dan belakang 11 Gambar 1.6. Kaliper Geser/ sorong 12 Gambar 1.7. Gambar pengukuran tinggi badan dan pengukuran tinggi titik anatomis lainnya 13 Gambar 1.8. Sketsa radiologis bagian caput tulang panjang 15 Gambar 1.9. Gambaran komponen tulang panjang pada potongan sagital 16 Gambar Gambaran penyatuan garis epifise pada tulang-tulang kerangka manusia 17 Gambar Gambar korban mutilasi 21 Gambar Gambaran Radiologis Processus Olecranii ulnae di daerah siku 24 Gambar Gambaran posisi titik Processus Olecranii ulna lengan kanan bawah pada saat posisi di fleksikan. 25 Gambar Struktur ruas lengan kanan; diangun atas lengan atas dan lengan bawah. 29 Gambar 2.1. Tabel Kerangka Konsepsional 43 Gambar 3.1. Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kanan 61

14 Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kiri 62 Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kanan pada Laki-laki 63 Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kiri pada Laki-laki 64 Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kanan pada Perempuan 65 Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kiri pada Perempuan 66

15 ABSTRAK Menentukan tinggi badan seseorang merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam proses identifikasi forensik. Ada banyak cara yang dapat dilakukan ahli kedokteran forensik maupun antropologi forensik untuk menentukan tinggi badan seseorang, diantaranya adalah dengan melakukan pengukuran terhadap bagian tubuh tertentu lainnya. Salah satu penentuan tinggi badan dapat dilakukan melalui pengukuran terhadap panjang ruas lengan bawah. Ada berbagai macam formula yang telah dirumuskan oleh para ahli kedokteran forensik dan antropologi tentang perkiraan tinggi badan dengan mengukur panjang beberapa tulang panjang, diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Trotter Glesser ( tahun 1952, 1958), namun penelitian untuk mencari formula pada orang hidup belum cukup banyak dilakukan, padahal tidak semua jenazah yang ditemukan menjadi tulang belulang. Pada kasus mutilasi, sebagian korban dalam keadaan terpotong-potong dengan jaringan otot dan kulit pembungkus tulang masih dijumpai/ melekat. Penelitian ini dilakukan terhadap subjek penelitian orang laki-laki dan perempuan yang masih hidup sebanyak 348 orang. Lalu dilakukan pengukuran tinggi badan dan panjang lengan bawah secara cermat untuk mencari formula hubungan antara panjang lengan bawah terhadap tinggi badan. Dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat sekat lintang (cross sectional) dan uji statistik Pearson Correlation diperoleh nilai r = 0,852 (untuk panjang lengan bawah kanan) dan r = 0,857 (untuk panjang lengan bawah kiri) yang berarti menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara panjang lengan bawah dengan tinggi badan seseorang.

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. LATAR BELAKANG Secara defenisi disebutkan bahwa ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Dalam istilah lain, ilmu kedokteran forensik juga dikenal dengan nama Legal Medicine. (1) Seiring dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu, ilmu kedokteran forensik terus berkembang menjadi suatu ilmu yang universal karena meliputi berbagai aspek ilmu pengetahuan. Salah satu bidang penting dalam ilmu kedokteran forensik adalah identifikasi. (2) Untuk kepentingan visum et repertum (VeR), ketika dokter memeriksa jenazah maka identifikasi pada jenazah tetap dilakukan sekalipun jenazah tersebut dikenal. Dokter haruslah mencatat jenis kelamin, umur, suku bangsa, panjang dan berat badan, kebangsaan, warna kulit, perawakan, keadaan otot, keadaan gizi, rambut, mata, gigi, bekas-bekas luka, tahi lalat, tato (rajah), pakaian, perhiasan, barang-barang yang ada pada jenazah, ada tidaknya kumis/ jenggot (pada laki-laki), cacat tubuh (2)(3) (4) (bawaan atau didapat) dan sebagainya. Dalam bidang kedokteran forensik peranan pemeriksaan identifikasi sangatlah penting pada korban yang telah meninggal, hal ini oleh karena setelah dilakukan identifikasi terhadap jenazah untuk kepastian identitas, barulah kemudian

17 pemeriksaan dapat dilanjutkan pada tingkat berikutnya. Pada jenazah yang sejak semula tidak dikenal atau biasa disebut dengan istilah Mr.X, tentunya identifikasi menjadi sulit, dan pemeriksaan jenazah untuk identifikasi ini akan menjadi semakin sulit lagi bila mayat yang dikirim ke rumah sakit atau puskesmas telah mengalami pembusukan atau mengalami kerusakan berat baik akibat kebakaran, ledakan, kecelakaan pesawat, ataupun tinggal sebagian jaringan tubuh misalnya pada kasus mutilasi (tubuh terpotong-potong). Pada kondisi tersebut tak jarang pihak kepolisian (penyidik) hanya menyerahkan kepala saja, sebagian lengan atau kaki yang terpotong-potong atau kadang kala tinggal tulang belulang saja. (1)(3) Terjadinya peningkatan kasus-kasus korban mutilasi pada akhir-akhir ini membuat penulis berpikir bahwa proses identifikasi sangat dibutuhkan oleh penyidik untuk mengungkap identitas korban mutilasi tersebut. Menurut berbagai data yang diperoleh penulis baik media cetak maupun elektronik, Kabareskrim Mabes Polri; Irjen. Pol. Drs. Susno Duadji,SH menyatakan bahwa di wilayah hukum Polda Metro Jaya saja sepanjang tahun 2008 tercatat 6 (enam) kasus mutilasi, dan yang paling menggemparkan adalah kasus korban mutilasi Heri Santoso yang dimutilasi menjadi tujuh potongan dengan pelaku mutilasi adalah Very Idam Heriyansyah alias Ryan dari Jombang. Salah satu identifikasi yang diperlukan adalah memperkirakan panjang badan korban mutilasi tersebut. Tinggi badan adalah ukuran seseorang pada saat masih hidup, sedangkan panjang badan adalah ukuran seseorang (jenazah) pada saat setelah meninggal. Panjang badan adalah salah satu hal penting untuk identifikasi. Maka untuk proses

18 identifikasi tersebut, memperkirakan tinggi badan seseorang pada saat masih hidup dilakukan dengan mengukur panjang badan jenazah (panjang jenazah) setelah meninggal. Mengukur panjang jenazah bila masih utuh bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang sulit, namun kesulitan akan muncul bila jenazah mengalami kerusakan yang sangat hebat atau tidak lagi utuh. (2)(5) Pada saat jenazah tidak lagi utuh (terpotong-potong), perkiraan panjang jenazah dapat dilakukan dengan mengukur bagian tertentu tubuh jenazah untuk memperkirakan tinggi badan seseorang pada saat masih hidup. Ada beberapa pengukuran bagian tubuh yang dapat dilakukan untuk memperkirakan tinggi badan secara umum adalah dengan mengukur jarak kedua ujung jari kanan dan kiri, mengukur panjang puncak kepala sampai symphisis pubis dikali 2, panjang salah satu ujung jari tengah sampai ujung olecranon sisi yang sama dikali 3,7, panjang femur dikali 4, ataupun panjang humeri dikali 6, yang semua perhitungan tersebut dapat memperkirakan panjang jenazah (tinggi badan) seseorang. (2) Dalam keadaan termutilasi, penentuan panjang jenazah (tinggi badan) seseorang, dapat dilakukan melalui beberapa pengukuran. Beberapa penelitian di FK USU yang pernah dilakukan adalah penentuan tinggi badan berdasarkan tulang panjang dan ukuran beberapa bagian tubuh yang pernah diteliti oleh Prof. Dr. Amri Amir,SpF (K) serta penentuan tinggi badan berdasarkan Formula G.S. Kler dengan menentukan Tinggi Hidung yang pernah diteliti oleh Dr. H. Mistar Ritonga, SpF. Pada kasus mutilasi, selain jari-jari tangan/ telapak tangan, kepala juga menjadi bagian yang paling sering menjadi incaran pelaku kejahatan untuk

19 dihilangkan, dimana hal tersebut dilakukan tentunya untuk menghilangkan identitas si korban. Beberapa cara memisahkan bagian tubuh yang sering terjadi pada kasus mutilasi adalah dengan memisahkan kepala pada daerah leher, memisahkan tangan pada daerah ketiak, siku ataupun pergelangan tangan, memisahkan kaki pada daerah paha atau lutut. (5)(6) Untuk menentukan tinggi badan dengan lebih baik, maka para ahli telah merumuskan formula penentuan tinggi badan berdasarkan ukuran panjang tulangtulang panjang. Oleh karena beberapa formula dirumuskan berdasarkan pengukuran orang eropah (barat), maka untuk memakainya pada orang Indonesia harus dipertimbangkan faktor koreksinya. Perkiraan tinggi badan dengan mengukur panjang salah satu tulang panjang yang masih dibungkus otot dan kulit seperti ruas lengan bawah yang dibentuk oleh 2 tulang panjang; radius dan ulna, kiranya dapat dilakukan. (2) 1.7. RUMUSAN MASALAH Pada keadaan termutilasi tubuh terpotong-potong menjadi beberapa bagian, sehingga akan semakin menyulitkan proses identifikasi, sehingga pengukuran bagian tubuh tertentu dapat dilakukan untuk memperkirakan tinggi badan si korban. Seperti diungkapkan oleh beberapa ahli bahwa pengukuran panjang dari tulang-tulang panjang dapat digunakan sebagai salah satu dari sekian banyak teori tentang cara penentuan tinggi badan berdasarkan pengukuran bagian bagian tubuh tertentu.

20 Dalam penelitian ini, akan diteliti lengan bawah yang masih utuh, artinya tidak dalam keadaan tinggal tulang belulang. Sehingga dirumuskanlah permasalahan, apakah ada signifikansi (hubungan) penentuan tinggi badan berdasarkan panjang lengan bawah pada orang Indonesia di kota Medan? 1.8. HIPOTESIS Untuk proses identifikasi dalam menentukan tinggi badan seseorang (jenazah), maka dapat dilakukan dengan mengukur panjang ruas lengan bawah TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Untuk mengetahui apakah identifikasi tinggi badan dapat ditentukan dengan mengukur panjang anggota gerak / alat gerak tubuh. Tujuan Khusus Untuk mengetahui apakah dalam menentukan tinggi badan dapat ditentukan dengan mengukur panjang ruas lengan bawah MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh para dokter-dokter (dokter umum) di Indonesia sebagai salah satu bahan masukan dalam cara menentukan tinggi badan manusia pada tubuh yang tidak lagi utuh atau sudah terpotong-potong yang diukur berdasarkan panjang lengan bawah.

21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ANTROPOMETRI Dalam pengamatan sehari-hari akan membawa kita kepada pengalaman bahwa manusia, walaupun satu species, bervariasi juga. Kenyataan ini mendorong orang untuk melihat perbedaan-perbedaan ini makin teliti dan metode yang paling tepat adalah ukuran, dimana disamping ketepatan memungkinkan juga objektivitas. Dengan demikian lahirlah sebidang ilmu yang disebut antropometri. Antropometri berasal dari kata Anthropos yang berarti man (orang) dan Metron yang berarti measure (ukuran). Jadi antropometri merupakan pengukuran terhadap manusia (mengukur manusia). (7) Johan Sigismund Elsholtz adalah orang pertama yang menggunakan istilah antropometri dalam pengertian sesungguhnya (tahun 1654). Ia adalah seorang ahli anatomi berkebangsaan Jerman. Pada saat itu ia menciptakan alat ukur yang disebut anthropometron, namun pada akhirnya Elsholtz menyempurnakan alat ukurnya dan inilah cikal bakal instrumen atau alat ukur yang sekarang kita kenal sebagai antropometer. (Gambar 1.1 ) (8)

22 (A) (B) Gambar 1.1: (A). Papan Osteometri (18) (B). Antropometer menurut Martin (8) Pada abad 19, penelitian di bidang antropometri mulai berkembang dari perhitungan sederhana menjadi lebih rumit, yaitu dengan menghitung indeks. Indeks adalah cara perhitungan yang dikembangkan untuk mendeskripsikan bentuk (shape) melalui keterkaitan antar titik pengukuran. Perhitungan indeks, titik pengukuran dan cara pengukuran berkembang pesat yang berdampak pada banyaknya variasi cara klasifikasi. Hal ini berdampak pada tidak adanya standardisasi, terutama pada bidang osteometri (pengukuran tulang-tulang). (8)(9) Tidak adanya standardisasi ini membuat para ahli tidak bisa membandingkan hasil penelitiannya karena standar pengukuran, titik pengukuran serta indeks yang berbeda-beda. (8) Upaya standardisasi mulai dilakukan pada pertengahan abad 19 berdasarkan studi Paul Broca yang mana upaya tersebut telah telah dilakukan sejak awal 1870-an, dan kemudian disempurnakan melalui kongres ahli antropologi Jerman pada 1882 di Frankfurt yang kemudian dikenal sebagai Kesepakatan Frankfurt, yaitu

23 menentukan garis dasar posisi kepala atau kranium ditetapkan sebagai garis Frankfurt Horizontal Plane atau Dataran Frankfurt (Gambar 1.2). (8) Garis C adalah Dataran Frankfurt Yang merupakan bidang horizontal sejajar dengan dasar/ lantai yang melalui titik paling bawah pada satu lekuk mata (umumnya paling kiri) dan titik paling atas pada dua lubang telinga luar (porion pada tengkorak, tragion pada manusia hidup). Dataran ini merupakan patokan penilaian dan pengukuran baik pengukuran tinggi badan maupun pengukuran sudut. Gambar 1.2: Dataran Frankfurt (8) Perkembangan berikutnya dibuat oleh antropologi Jerman lainnya yaitu Rudolf Martin yang pada tahun 1914 menerbitkan buku yang berjudul Lehrbuch der Anthropologie. Selanjutnya pada tahun 1981 bersama Knussmann, Rudolf Martin memperbaharui buku tersebut. (8)(9) Masyarakat lama umumnya telah menggunakan satuan ukuran dengan lebar jari, lebar telapak tangan, jengkal, hasta, depa, langkah kaki dan sebagainya. Namun Rudolf Martin dalam bukunya menjelaskan dengan teliti masing-masing titik anatomis yang dipergunakan. Masing-masing titik diberikan nama serta simbolnya, yang terdiri dari satu sampai tiga huruf. Jarak antara titik-titik antropometris ini menjadi ukuran antropometris, yang dilambangkan dengan simbol kedua titik/ ujung,

24 misalnya simbol v ialah vertex, sty ialah stylion yang merupakan titik paling distal pada ujung processus styloideus (Gambar 1.3). Disamping itu masing-masing ukuran lazimnya disertai nomor sesuai numerus pada buku Martin. (8) (A) (B) Gambar 1.3 (8) : (A). Pengukuran beberapa ukuran panjang lengan (B). Beberapa titik anatomis tubuh STRUKTUR TINGGI TUBUH MANUSIA Struktur tubuh manusia disusun atas berbagai macam organ yang tersusun sedemikian rupa satu dengan lainnya, sehingga membentuk tubuh manusia seutuhnya, dan kerangka adalah struktur keras pembentuk tinggi badan (Gambar 1.4). (11)

25 Gambar 1.4 (11) : Anatomi kerangka tubuh manusia tampak depan dan belakang Proses pertumbuhan dimulai sejak terjadi konsepsi dan berlangsung terusmenerus sampai umur dewasa, kemudian stabil dan pada usia relatif tua akan kembali berkurang. Pada saat sesudah dilahirkan, umur dapat diperkirakan sesuai golongan pertumbuhan dan perkembangan badan, antara lain bayi, balita, anak-anak, dewasa

26 muda. Pada janin, bayi baru lahir dan anak-anak sampai masa puber, umur dapat ditentukan berdasarkan tinggi (panjang) dan berat badan. Beberapa faktor harus dipertimbangkan antara lain keturunan, bangsa, gizi dan lain-lain. Namun pada orang dewasa penentuan umur berdasarkan tinggi badan dan berat badan tidak dapat dipergunakan lagi. (2)(10) Anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur tubuh dan hubungan bagianbagiannya satu sama lain. Pada sikap anatomi menunjukkan semua gambaran tubuh manusia didasarkan pada anggapan bahwa orang berdiri secara tegak lurus dengan ekstremitas (alat gerak) atas disamping tubuh, telapak tangan dan wajah menghadap ke depan (Gambar 1.5). (11)(12) Gambar 1.5 (11) : Posisi anatomi tubuh manusia tampak depan dan belakang

27 Dalam rangka membangun/ membentuk tinggi tubuh manusia, maka tubuh dibangun atas struktur susunan tulang-tulang/ kerangka yang terikat/ terkait satu sama lainnya, dengan demikian maka tinggi tubuh manusia akhirnya dapat diukur. Pengukuran tinggi badan manusia umumnya diukur dalam satuan centimeter (cm), ini juga didasari atas formula tentang perkiraan tinggi badan yang sudah ada, dan alat ukur yang digunakan umumnya adalah antropometer ataupun alat ukur lainnya (seperti kaliper geser/ sorong) (Gambar 1.6). (8)(13) Gambar 1.6 (8) : Kaliper Geser/ sorong Tinggi badan diukur pada saat berdiri secara tegak lurus dalam sikap anatomi. Kepala berada dalam posisi sejajar dengan dataran Frankfurt. Tinggi badan adalah hasil pengukuran maksimum panjang tulang-tulang secara paralel yang membentuk poros tubuh (The Body Axix), yaitu diukur dari titik tertinggi di kepala (cranium) yang disebut Vertex, ke titik terendah dari tulang kalkaneus (the calcanear tuberosity) yang disebut heel (Gambar 1.7). (13)

28 Gambar 1.7 (8) : Gambar pengukuran tinggi badan dan pengukuran tinggi titik anatomis lainnya PERTUMBUHAN TULANG Kerangka merupakan organ penyangga tubuh kita sehingga tubuh dapat berdiri tegak. Ada sekitar 206 jumlah tulang manusia dewasa yang membentuk bangun tubuh manusia. (12)(14). Sedangkan pada anak-anak jumlah tersebut sebenarnya lebih dari 300 tulang. Proses pertumbuhan anak-anak (bayi) menjadi dewasa menyebabkan terjadinya penyatuan beberapa tulang sehingga ketika dewasa jumlahnya menjadi lebih sedikit. (14) Tempat dimana dua tulang atau lebih saling berhubungan dinamakan sendi. Beberapa sendi tidak mempunyai pergerakan, namun beberapa sendi lainnya ada yang memiliki gerakan sedikit dan banyak. Mengukur tinggi badan adalah mengukur tubuh yang dibentuk oleh tulang yang dihubungkan dengan sendi. (12) Struktur utama

29 yang membentuk tinggi badan adalah kepala, leher, tulang belakang dan tulangtulang panjang kaki. (12)(14) Kerangka/ tulang pada tubuh manusia adalah jaringan yang hidup yang sepertiga bagiannya adalah air. (14) Seperti jaringan ikat lainnya, tulang terdiri atas selsel, serabut-serabut dan matriks. Mempunyai pembuluh darah yang masuk membawa oksigen dan zat makanan serta keluar membawa sisa makanan. (11) Struktur dasar tulang pada umumnya terdiri atas epifise, metafise dan diafise (Gambar 1.8 & 1.9). (15)(16) Epifise adalah pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang, metafise adalah bagian diafisis yang berbatasan dengan lempeng epifiseal, dan diafise sendiri adalah pusat pertumbuhan tulang yang ditemukan pada batang tulang. Pada tulang-tulang panjang ekstremitas (alat gerak) terjadi perkembangan secara osifikasi endokondral, dan osifikasi ini merupakan proses lambat dan tidak lengkap dari mulai dalam kandungan sampai usia sekitar tahun atau bahkan dapat lebih lama lagi. (12) Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan, sampai usia kira-kira 10 tahun anak pria dan wanita tumbuh dengan kecepatan yang kira-kira sama. Sejak usia 12 tahun, anak pria sering mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan wanita, sehingga kebanyakan pria yang mencapai remaja lebih tinggi daripada wanita. (12) Pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang atau dikenal dengan Epifise Line akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang, penutupan dari garis epifise line tersebut rata-rata sampai dengan umur 21 tahun (Tabel 1.1 dan Gambar 1.10). (16)(17)(18) Hal inilah yang menjadi dasar peneliti menetapkan usia sampel penelitian (subjek penelitian) diatas 21 tahun agar tidak terjadi bias yang

30 besar pada pengukuran, oleh karena pertumbuhan tulang yang masih berlanjut bila dilakukan dibawah usia 21 tahun. Secara teori disebutkan bahwa umumnya pria dewasa cenderung lebih tinggi dibandingkan wanita dewasa dan juga mempunyai tungkai yang lebih panjang, tulangnya yang lebih besar dan lebih berat serta massa otot yang lebih besar dan padat. Pria mempunyai lemak sub kutan yang lebih sedikit, sehingga membuat bentuknya lebih angular. Sedangkan wanita dewasa cenderung lebih pendek dibandingkan pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih sedikit massa otot. Wanita lebih banyak mempunyai lemak sub kutan. Wanita mempunyai sudut siku yang lebih luas, dengan akibat deviasi lateral lengan bawah terhadap lengan atas yang lebih besar. (12) Seluruh permukaan tulang, kecuali permukaan yang mengadakan persendian, diliputi oleh lapisan jaringan fibrosa tebal yang dinamakan periosteum. Periosteum banyak mengandung pembuluh darah, dan sel-sel pada permukaannya yang lebih dalam bersifat osteogenik. Periosteum khususnya berhubungan erat dengan tulangtulang pada tempat-tempat perlekatan otot, tendon, dan ligamentum pada tulang. (12) Gambar 1.8 (15) : Sketsa radiologis bagian caput tulang panjang

31 Gambar 1.9 (16) : Gambaran komponen tulang panjang pada potongan sagital. Table 1.1 Tabel gambaran derajat garis epifise (Epiphyseal line/ union) (18) Jenis Tulang Usia (Thn) Jenis Tulang Usia (Thn) Head of femur Acromion Greater trochanter Distal femur Lesser trochanter Proximal tibia Head of humerus Proximal fibula Distal humerus Dista tibia Medial epicondyle Distal fibula Proximal radius Metatarsals Proximal ulna Iliac crest Distal radius Primary elements pelvis Distal ulna Sternal clavicle metacarpals Acromial clavicle 18-21

32 Gambar 1.10 (18) : Gambaran penyatuan garis epifise pada tulang-tulang kerangka manusia (usia dalam tahun) KELAINAN-KELAINAN TULANG Beberapa kelainan pada tulang dapat terjadi sehingga mempengaruhi tinggi badan seseorang. Kelainan bisa dipengaruhi sejak masih dalam kandungan maupun

33 oleh karena faktor penyakit yang diperoleh setelah dilahirkan maupun setelah dewasa. (14) Dengan demikian, akhirnya kita mengenal beberapa kategori manusia berdasarkan tingginya, ada yang sangat tinggi, tetapi ada juga yang sangat pendek (Tabel 1.2 dan 1.3). (8) Pada penyakit gigantisme yang disebabkan oleh karena kelainan hormon dapat mengakibatkan pertumbuhan tulang terjadi dengan sangat cepat. Roberto wadlow adalah seorang Amerika yang pernah tercatat sebagai manusia tertinggi dengan tinggi badan mencapai 270 centimeter. Selain gigantisme dapat pula terjadi hal yang sebaliknya, dimana ukuran pertumbuhan yang terjadi sangat pendek, sehingga pernah tercatat ukuran manusia terkecil berkisar antara 60 sampai 75 centimeter. Manusia cebol yang terkenal yang pernah tercatat bernama Charles Stratton (General Tom Thumb). (14) di Indonesia kita mengenal artis yang cebol bernama Ucok Baba. Selain itu, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tinggi badan manusia adalah patah tulang (fraktur). Derajat deformitas tulang yang hebat akan sangat mempengaruhi tinggi badan seseorang, terutama bila yang mengalami patah tulang adalah tulang belakang, maupun tulang-tulang tungkai bawah. Pada penyakit Ricket, terdapat gangguan mineralisasi matriks tulang rawan pada tulang yang sedang tumbuh. Hal tersebut menimbulkan keadaan dimana sel tulang rawan terus tumbuh, menimbulkan pertumbuhan tulang rawan berlebihan dan pelebaran lempeng epifiseal. Matriks tulang rawan yang mineralisasinya jelek ini serta matriks osteoid yang lunak, menyebabkan terjadinya pembengkokan tulang bila

34 terkena tekanan berat badan. Deformitas yang ditimbulkan adalah pelebaran hubungan kostokondral, pembengkokan tulang-tulang panjang ekstremitas bawah dan penonjolan tulang-tulang frontal tengkorak, juga dapat terjadi deformitas pelvis. (12) Penyakit saraf tertentu; seperti Siringomielia, dapat mengakibatkan sensasi nyeri pada sendi akan menjadi hilang. Ini berarti bahwa sensasi untuk penanda rasa nyeri yang dirasakan bila sendi bergerak melampaui batas pergerakan normalnya tidak akan disadari, efeknya dapat terjadi destruksi sendi dan dapat berakibat pada pertumbuhan tulang dan tinggi badan. (9) Faktor usia juga sering berperan dalam mempengaruhi tinggi badan, diantaranya adalah osteoporosis, scoliosis dan lordosis. Keadaan struktur tulang yang mengalami penyusutan akibat penurunan fungsi metabolik tubuh, gangguan gizi/ diet, gangguan endokrin akan mempengaruhi struktur tulang. (12) Tabel 1.2 (8) : Klasifikasi tinggi badan menurut Martin Knussmann Kerdil Sangat pendek Pendek Di bawah sedang Sedang Di atas sedang Tinggi Sangat tinggi Raksasa Laki-laki (dalam cm) x-129,9 130,0-149,9 150,0-159,9 160,0-163,9 164,0-166,9 167,0-169,9 170,0-179,9 180,0-199,9 200,0-x Wanita (dalam cm) x-120,9 121,0-139,9 140,0-148,9 149,0-152,9 153,0-155,9 156,0-158,9 159,0-167,9 168,0-186,9 187,0-x

35 Tabel 1.3 (8) : Klasifikasi lain tinggi badan menurut Martin Knussmann Nanosomi Hyposomi Narmosomi Hypersomi Laki-laki (cm) x x Wanita (cm) x x MUTILASI Kasus mutilasi telah berlangsung sejak lama, pendapat ini disampaikan oleh guru besar psikologi Universitas Indonesia, Enoch Markum dalam The 1 st National Discussion on Indegenous Psycology: Mutilation Case Indonesian Perspective, di Jakarta pada akhir Desember 2008 yang dimuat pada harian Sinar Indonesia Baru halaman pertama edisi minggu, 7 Desember Profesor Enoch menyebutkan bahwa mutilasi telah berlangsung sejak 100 SM di Amazon Amerika. Di Indonesia menurutnya bahwa kasus mutilasi tercatat sebanyak 61 kasus sejak tahun Menanggapi kasus mutilasi yang menghebohkan yang dilakukan oleh Very Idam Heriyansyah alias Ryan dari Jombang, Jawa Timur pada tahun akhir 2008 yang lalu terhadap Heri Santoso yang dimutilasi menjadi tujuh potongan, merupakan tindak kriminal mutilasi yang terencana, dengan proses yang rasional agar tidak tertangkap dan mendapatkan keuntungan harta benda (Warta: harian Sinar Indonesia baru).

36 Mutilasi didefenisikan sebagai keadaan tubuh jenazah/ mayat yang terpotongpotong (Gambar 1.11). (1)(18)(19) Pada prinsipnya bahwa jenazah yang termutilasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti: akibat ledakan bom, kecelakaan pesawat terbang, termutilasi karena gigitan binatang buas serta termutilasi akibat tindak pidana pelaku mutilasi. Dari sekian banyak kasus mutilasi, yang sering menjadi sorotan adalah mutilasi akibat tindakan kriminal (pembunuhan dengan cara mutilasi). (18) Mutilasi akibat tindakan kriminal sering dihubungkan oleh beberapa ahli dengan perilaku kejahatan seksual. (19) Kasus mutilasi yang pernah tercatat dan paling terkenal di London adalah Jack The Ripper yang terjadi pada tahun 1888, dimana pembunuhan dengan cara mutilasi tersebut merupakan kejahatan seksual yang sangat sadis, yaitu isi bagian dalam si korban dikeluarkan dan dipotong-potong oleh si pelaku. (18)(19)(20) Identifikasi merupakan tindakan yang mutlak dilakukan terhadap jenazah yang tidak dikenal, apalagi terhadap jenazah yang termutilasi. Untuk itu peran dokter forensik dalam melakukan pemeriksaan secara maksimal sangat diharapkan. (21) Gambar 1.11 (19) : Gambar korban mutilasi

37 2.6. PROSEDUR IDENTIFIKASI Salah satu dasar dari sebuah pengetahuan identifikasi adalah pengetahuan tentang antropometri. Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti man (manusia) dan metron yang berarti mesure (pengukuran). Jadi antropometri berarti pengukuran pada manusia. Ada pula dikenal istilah Bertillon system atau Bertillonage yang diperkenalkan oleh Alfonsus Bertillon pada tahun Bertillon menyebutkan bahwa teori perhitungan tentang pengukuran tubuh manusia sebaiknya dilakukan pada usia 21 tahun. (19) Alfonsus Bertillon yang seorang dokter berkebangsaan Prancis ( ) pertama sekali memperkenalkan pengetahuan identifikasi secara ilmiah dengan cara memanfaatkan ciri umum seseorang, seperti ukuran antropometri, warna rambut, mata dan lain sebagainya. (22) Adanya perkembangan ilmu pengetahuan semakin meningkatkan kemampuan proses identifikasi seseorang, namun yang paling berperan adalah disiplin ilmu kedokteran yang dikenal sebagai identifikasi medik. (23) DVI atau Disaster Victim Identification menerangkan metode identifikasi yang telah distandarkan secara internasional dan diadopsi di Indonesia. Terdapat 2 golongan identifikasi, yaitu pertama disebut dengan Primary Identifiers yang terdiri dari sidik jari (fingerprint); rekam medik gigi (dental record) dan DNA (Deoxyribo Nucleid Acid), serta yang kedua disebut dengan Secondary Identifiers yang terdiri dari pemeriksaan medik (medical); property dan photography. (23) Pada pemeriksaan medik dilakukan pemeriksaan fisik jenazah secara keseluruhan yang meliputi bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, warna tirai mata,

38 cacat tubuh serta kelainan bawaan, jaringan parut bekas luka operasi, tato dan sebagainya. (21) Dalam pemeriksaan forensik penentuan tinggi badan seseorang individu sangatlah penting, terutama bila hanya sepotong bagian tubuh jenazah saja yang ditemukan. Oleh sebab itu begitu banyak metode-metode/ formula pemeriksaan yang dirumuskan untuk mengukur atau memperkirakan tinggi badan seseorang. (22) 2.7. IDENTIFIKASI TULANG Tulang/ kerangka merupakan bagian tubuh manusia yang cukup keras, tidak mudah mengalami pembusukan. Jaringan lunak pembungkus tulang akan mulai mengalami pembusukan dan menghilang pada sekitar 4 minggu setelah kematian. Pada masa ini tulang masih menunjukkan kesan ligamentum yang masih melekat disertai bau busuk. Setelah 3 bulan, tulang kelihatan berwarna kuning. Setelah 6 bulan, tulang tidak lagi mempunyai kesan ligamen dan berwarna kuning keputihan, serta tidak lagi mempunyai bau busuk. (22) Dengan demikian, tulang/ kerangka merupakan salah satu organ tubuh yang cukup baik untuk identifikasi manusia karena selain cukup lama mengalami pembusukan, tulang juga mempunyai karakteristik yang sangat menonjol untuk identifikasi. (22)(24) Upaya identifikasi pada tulang/ kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa tulang tersebut adalah: 1. Apakah tulang manusia atau hewan; 2. Apakah tulang berasal dari satu individu; 3. Berapakah usianya; 4. Berapakah umur tulang itu

39 sendiri; 5. Jenis kelamin; 6. Tinggi badan; 7. Ras; 8. Berapa lama kematian; 9. Adakah ruda paksa/ deformitas tulang; 10. Sebab kematian. (5)(18)(19)(24) Ada begitu banyak hal yang dapat diungkap dari pemeriksaan terhadap tulang/ kerangka, dan kenyataannya bahwa tinggi badan memiliki peranan penting dalam sebuah proses identifikasi. Pengetahuan identifikasi terhadap tulang sangat berperan tidak hanya pada saat organ tubuh hanya tinggal tulang-belulang saja, tetapi banyak hal yang dapat diungkap dari tulang/ kerangka tersebut pada saat masih dibaluti oleh jaringan otot, tendon dan kulit. Diantara hal yang dapat diungkapkan pada saat tulang terbalut jaringan lunak, adalah pengukuran panjang dari tulang-tulang panjang untuk mengukur tinggi badan, perkiraan usia korban juga dapat dilakukan dengan melihat gambaran garis epifise. Hal tersebut tentunya dapat dilakukan dengan mengukur tulang secara langsung pada organ tersebut ataupun dengan mengukur panjangnya organ dan melihat garis epifise melalui pemeriksaan radiologist (15)(21)(25)(26) (Gambar 1.12 dan Gambar 1.13). (26) Gambar 1.12: (26) Gambaran Radiologis Processus Olecranii ulnae di daerah siku

40 Identifikasi tulang belulang atau bagian potongan tulang maupun bagian tulang belulang yang masih dibaluti sebagian atau seluruh jaringan kulit yang diakibatkan oleh kasus mutilasi, gigitan binatang buas, maupun akibat lainnya sebaiknya tidak menggunakan satu prosedur pemeriksaan identifikasi, sangat disarankan agar semaksimal mungkin menggunakan berbagai metode identifikasi yang ada sehingga kesimpulan yang diperoleh dapat maksimal. Dalam penentuan tinggi badan juga sebaiknya demikian agar hasil maksimal maka disarankan untuk menggunakan seluruh bagian sisa jaringan yang ada dan menggunakan berbagai metode/ formula pengukuran yang ada. (25)(27) Gambar 1.13: Gambaran posisi titik Processus Olecranii ulna lengan kanan bawah pada saat posisi di fleksikan.

41 2.8. PERKIRAAN TINGGI BADAN Disebutkan bahwa tubuh manusia dibangun berdasarkan susunan struktur tulang/ kerangka tubuh manusia. (16)(28) Berdasarkan hal tersebut, maka diyakini bahwa tinggi badan tubuh manusia diyakini erat hubungannya dengan ukuran dari panjang tulang-tulang tersebut. Disebutkan bahwa ukuran panjang tulang-tulang panjang memiliki hubungan yang signifikan dalam memperkirakan tinggi badan manusia. Sering sekali autopsi yang dilakukan oleh ahli forensik tidak dilakukan terhadap tubuh yang masih utuh, tetapi sudah dalahm keadaan rusak atau terpotongpotong. (29) Dalam autopsi yang dilakukan terhadap tubuh-tubuh yang tidak lagi sempurna/ utuh, teori ataupun rumus yang menyatakan tentang hubungan panjang tulang-tulang tertentu dengan tinggi badan merupakan acuan yang tidak lagi dapat dipungkiri. (28)(30)(31)(32) Tulang-tulang panjang yang terdapat dalam tulang/ kerangka tubuh manusia meliputi humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula. (12)(26)(32) Ruas lengan dibangun atas tulang-tulang panjang seperti humerus pada ruas lengan atas dan radius dan ulna pada ruas lengan bawah (Gambar 1.14). (31)(32)(33) Dalam memperkirakan tinggi badan seseorang, maka harus diperhatikan bahwa pembentukan tinggi badan seseorang yang memang sudah dimulai sejak masih dalam kandungan (intra uterin), dan pertumbuhan tinggi badan tersebut akan terus bertambah ukurannya hingga usia sekitar tahun. Setelah usia tersebut tidaklah terlalu signifikan pertumbuhan tinggi badan dan akan berkurang seiring dengan pertambahan usia. (5)(16)(34)

42 Selain yang disebutkan diatas, perlu diperhatikan pula tentang tinggi badan yang masih akan mengalami perpanjangan pada beberapa hal, seperti: bahwa pertumbuhan maksimum akan terjadi pada usia tahun usia seseorang, dapat terjadi pertambahan tinggi badan pada tiap pagi hari, pada posisi berbaring dapat terjadi pertambahan tinggi badan 1-3 cm, dan pada jenazah akan terjadi pertambahan panjang badan selama fase relaksasi primer (sepanjang 1,5 cm pada pria dan 2 cm pada wanita). (5)(16) Disisi lain pula ternyata tinggi badan dapat mengalami penurunan/ pengurangan dalam hal: pertambahan usia setelah 25 tahun akan mengakibatkan terjadinya pengurangan tinggi badan sebanyak sekitar 1 mm pertahun, pada saat sore dan malam hari terjadi pengurangan tinggi badan sekitar 1,5 cm dibandingkan dengan pada saat pagi hari, ini disebabkan terjadinya penurunan elastisitas dan peningkatan kekuatan otot tulang punggung belakang pada waktu sore/ malam hari, pada posisi berdiri tinggi badan mengalami pengurangan dibandingkan pada posisi telentang/ berbaring, pada tubuh mayat, dapat terjadi pengurangan panjang badan selama terjadinya kaku mayat (rigor mortis). (5)(16) Pada keadaan tubuh yang tidak lagi utuh, dapat diperkirakan tinggi badan seseorang secara kasar, yaitu dengan: (2)(5) a. Mengukur jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan pada saat direntangkan secara maksimum, akan sama dengan ukuran tinggi badan,

43 b. Mengukur panjang dari puncak kepala (Vertex) sampai symphisis pubis dikali 2, ataupun ukuran panjang dari symphisis pubis sampai ke salah satu tumit, dengan posisi pinggang dan kaki diregang serta tumit dijinjitkan, c. Mengukur panjang salah satu lengan (diukur dari salah satu ujung jari tengah sampai ke acromion di klavicula pada sisi yang sama) dikali dua (cm), lalu ditambah lagi 34 cm (terdiri dari 30 cm panjang 2 buah klavicula dan 4 cm lebar dari manubrium sterni/ sternum), d. Mengukur panjang dari lekuk diatas sternum (sternal notch) sampai symphisis pubis lalu dikali 3,3, e. Mengukur panjang ujung jari tengah sampai ujung olecranon pada satu sisi yang sama, lalu dikali 3,7, f. Panjang femur dikali 4, g. Panjang humerus dikali 6. Bila pengukuran dilakukan pada tulang-tulang saja, maka dilakukan penambahan 2,5 sampai 4 cm untuk mengganti jarak sambungan dari sendi-sendi. Ketika sendi-sendi tidak lagi didapat, maka perhitungan tinggi badan dapat dilakukan dengan mengukur tulang-tulang panjang dengan menggunakan beberapa formula yang ada. (2)(16)(33)(35) Ketebalan bagian tulang rawan yang hilang rata-rata (Martin- Saller, 1957) (8) adalah (Tabel 2.1) (8)

44 Tabel 2.1: Perkiraan rata-rata kehilangan tulang rawan (8) Tulang Ujung atas Ujung bawah Total Femur 2,0 mm 2,5 mm 4,5 mm Maka harus ditambah 7,1 mm Humerus 1,5 mm 1,3 mm 2,8 mm 4,1 mm Tibia 3,0 mm 1,5 mm 4,5 mm 6,2 mm Radius 1,5 mm 1,0 mm 2,5 mm 3,2 mm (33) Gambar 1.14 : Struktur ruas lengan kanan; dibangun atas lengan atas dan lengan bawah.

45 Bila yang diukur adalah tulang yang dalam keadaan kering, maka umumnya telah terjadi pemendekan sepanjang 2 millimeter (mm) dibanding dengan tulang yang segar, yang tentunya hal tersebut harus diperhatikan dalam melakukan penghitungan tinggi badan. (1) Secara spesifik Glinka menyebutkan bahwa bila ingin merekonstruksi tinggi badan manusia ketika hidup, namun rekonstruksi dilakukan dari tulang-tulang saja maka karena tulang menjadi kering harus diperhitungkan penyusutan yang terjadi untuk tiap-tiap tulang. Pada beberapa tulang disebutkan penyusutan untuk masingmasing tulang femur sebesar 2,3-2,6 mm, humerus sebesar 1,3 mm, tibia sebesar 1,7 dan radius sebesar 0,7 mm. (8) Dalam mencari tinggi badan sebenarnya, perlu diketahui pula bahwa rata-rata tinggi badan laki-laki lebih besar dari perempuan, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Apabila tidak dibedakan, maka perhitungan ratio laki-laki:perempuan adalah 100:90. (1)(2)(18) Secara sederhana pula, Topmaid dan Rollet membuat formula perkiraan tinggi badan yang kemudian dipopulerkan oleh Ewing pada tahun formula tersebut hanya memperkirakan apakah seseorang tersebut tinggi, sedang atau pendek, dan tidak memberi ukuran ketinggian yang begitu tepat. Dalam formula ini disebutkan bahwa panjang tulang humerus, femur, tibia dan tulang belakang masingmasing adalah 20%, 22%, 27% dan 35% daripada ketinggian individu si empunya tulang tersebut. (22) Dibawah ini akan ditampilkan beberapa formula yang ada tentang perhitungan perkiraan tinggi badan oleh beberapa ahli.

46 A. Formula Karl Pearson (5)(8)(18)(22) Formula ini telah dipakai luas diseluruh dunia sejak lama (tahun 1899). Formula ini membedakan formula untuk laki-laki dan perempuan untuk subjek penelitian kelompok orang-orang eropah (European) dengan melakukan pengukuran pada tulang-tulang panjang yang kering (Tabel 2.2). (8) Tabel 2.2: Formula Karl Pearson Untuk laki-laki dan Perempuan Laki laki : 1. Tinggi badan = x F1 2. Tinggi badan = x HI 3. Tinggi badan = x TI 4. Tinggi badan = x RI 5. Tinggi badan = x (F1 + T1) 6. Tinggi badan = x (F x TI) 7. Tinggi badan = x (H1 + R1) 8. Tinggi badan = x (H x R1) 9. Tinggi badan = x F x HI 10. Tinggi badan = x F x T x HI x RI Perempuan : 1. Tinggi badan = x F1 2. Tinggi badan = x H1 3. Tinggi badan = x TI

47 4. Tinggi badan = x R1 5. Tinggi badan = x (F1+T1) 6. Tinggi badan = x (F x T1) 7. Tinggi badan = x (H1+R1) 8. Tinggi badan = x (H x RI) 9. Tinggi badan = x F x H1 10. Tinggi badan = x F x T x H x R1 Nota : F1 - panjang maksimal tulang paha (femur) H1 - panjang maksimal tulang lengan atas (humerus) R1 - panjang maksimal tulang pengumpil (radius) T1 - panjang maksimal tulang kering (tibia) B. Formula Trotter-Glesser (1952) (2)(5)(9)(18) Formula ini memakai subjek penelitian orang-orang Amerika kulit hitam (negro) dan kulit putih yang berusia antara tahun baik laki-laki maupun perempuan. Pertama sekali diteliti pada tahun 1952 oleh Trotter dan kemudian disempurnakan oleh Krogman dan Iscan pada tahun 1977 (Tabel 2.3) (18) Tabel 2.3: Formula Trotter-Glesser (1952) Male Whites Stature = ( femur + Fibula) ± 3.63 cm Stature = ( femur + tibia) ± 3.74 cm Stature = Stature = Male Negroes (femur + fibula) ± 3.63 cm ( femur + tibia) ± 3.68 cm

48 Stature = fibula ± 3.86 cm Stature = femur ± 3.91 cm Stature = femur ± Stature = tibia ± 3.96 cm 3.94 cm Stature = tibia ± Stature = fibula ± 4.02 cm 4.00 cm Stature = (humerus + raditis) ± 4.31 cm Stature = (humerus + raditis) ± 4.18 cm Stature = (humerus + ulna) ± 4.37 cm Stature = (humerus + ulna) ± 4.23 cm Stature = humerus ± 4.57 Stature = humerus ± 4.23 cm Stature = radius ± 4.66 Stature = radius ± 4.57 cm Stature = ulna ± 4.72 Stature = ulna ± 4.74 cm Male Whites Stature = humerus femur tibia ± 3.51 cm Stature = ( femur + tibia) ± 3.55 cm Stature = femur tibia ± 3.55cm Stature = fibula ± 3.57 cm Stature = tibia ± 3.66 cm Male Negroes Stature = humerus 0.20 radius femur tibia ± 3.22 cm Stature = femur tibia ± 3.23 cm Stature = (femur + tibia ) ± 3.28 cm Stature = femur ± 3.41 cm Stature = humerus tibia ± 3.58 cm

49 Stature = humereus tibia ± 3.67cm Stature = femur ± 3.72 cm Stature = radius ± 4.24 cm Stature = ulna ± 4.20 cm Stature = humerus ± 4.45 cm Stature = tibia ± 3.70 cm Stature = fibula ± 3.80 cm Stature = humerus ± 4.25 cm Stature = ulna ± 4.83 cm Stature = radius ± 5.05cm C. Formula Trotter-Glesser (1958) (2)(8) Formula yang dipopulerkan dalam buku Martin-Knussmann (1988) ini memakai subjek penelitian kelompok laki-laki ras mongoloid. (Tabel 2.4) (8) Tabel 2.4: Formula Trotter-Glesser (1958). TB = 2.68 X (H1) ± 4.3 TB = 3.54 X (R1) ± 4.6 TB = 3.48 X (U1) ± 4.8 TB = 2.15 X (F1) ± 3.9 TB = 2.39 X (T1) ± 3.3 TB = 2.40 X (Fi1) ± 3.2 TB = 1.67 X (H1 + R1) ± 4.2 TB = 1.68 X (H1 + U1) ± 4.1 TB = 1.22 X (F1 + T1) ± 3.2 TB = 1.22 X (F1 + Fi1) ± 3.2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun Formula

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun Formula 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkiraan Tinggi Badan Secara sederhana Topmaid dan Rollet membuat formula perkiraan tinggi badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun 1923. Formula tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkiraan Tinggi Badan. Secara sederhana Topmaid dan Rollet membuat Formula perkiraan tinggi badan yang kemudian di populerkan oleh Hewing pada tahun 1923. Formula tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANTROPOMETRI Johan Sigismund Elsholtz adalah orang pertama yang menggunakan istilah antropometri dalam pengertian sesungguhnya (tahun 1654). Ia adalah seorang ahli anatomi berkebangsaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkiraan Tinggi Badan Tinggi badan merupakan ukuran bagi seseorang pada saat masih hidup, sedangkan panjang badan merupakan ukuran seseorang pada saat setelah meninggal dunia.

Lebih terperinci

PANJANG TULANG FEMUR DAPAT MENJADI PENENTU TINGGI BADAN PRIA DEWASA MUDA

PANJANG TULANG FEMUR DAPAT MENJADI PENENTU TINGGI BADAN PRIA DEWASA MUDA PANJANG TULANG FEMUR DAPAT MENJADI PENENTU TINGGI BADAN PRIA DEWASA MUDA Purwani Tjahja Handajani dan Agus Prima Abstrak. Pengukuran tinggi badan dengan cara mengukur panjang tulang femur sangat membantu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identifikasi Pada tahun 1883 Alphonse Bertillon, dokter berkebangsaan Prancis, menemukan sistem identifikasi yang tergantung kepada karakter yang tetap dari bagian tubuh tertentu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum, untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum, untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identifikasi Peranan dokter forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum, untuk menentukan identitas seseorang,identifikasi

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TELAPAK TANGAN TESIS ISMURRIZAL / IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TELAPAK TANGAN TESIS ISMURRIZAL / IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TELAPAK TANGAN TESIS ISMURRIZAL 057113001/ IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasi Pada tahun 1882, M. Alphonse Bertillon, seorang dokter berkebangsaan Prancis memperkenalkan Bertillon system yang memakai cara pengukuran bagian tubuh dalam usaha

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN ATAS

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN ATAS 1 PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN ATAS T E S I S OLEH : ROSMAWATY 080149001/IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. aktif, serta terdiri atas ratusan otot, tendon, dan ligamen. Kaki manusia dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. aktif, serta terdiri atas ratusan otot, tendon, dan ligamen. Kaki manusia dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Telapak Kaki Kaki manusia merupakan struktur mekanis yang kuat dan kompleks, kaki terdiri dari 26 tulang dan 33 sendi yang mana 20 dari sendi ini artikulasinya aktif, serta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasi Untuk kepentingan visum et repertum (VeR) ketika dokter memeriksa jenazah, identifikasi tetap dilakukan sekalipun korban tersebut sudah dikenal. Dokter haruslah

Lebih terperinci

Abdul Gafar Parinduri RSUD Sultan Sulaiman Dinas Kesehatan Serdang Bedagai

Abdul Gafar Parinduri RSUD Sultan Sulaiman Dinas Kesehatan Serdang Bedagai MENENTUKAN TINGGI BADAN DARI TINGGI STERNUM Determine the Strature from the Sternal Length Abdul Gafar Parinduri RSUD Sultan Sulaiman Dinas Kesehatan Serdang Bedagai Abstrak Latar Belakang. Menentukan

Lebih terperinci

PENENTUAN UMUR BERDASARKAN OBLITERASI SUTURA TESIS OLEH INDRA SYAKTI NASUTION / IKK PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

PENENTUAN UMUR BERDASARKAN OBLITERASI SUTURA TESIS OLEH INDRA SYAKTI NASUTION / IKK PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PENENTUAN UMUR BERDASARKAN OBLITERASI SUTURA TESIS OLEH INDRA SYAKTI NASUTION 067113001 / IKK PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK & MEDICOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia. I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia. Beberapa kasus tersebut antara lain kasus mutilasi di Malang dan Klaten pada bulan Februari,

Lebih terperinci

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan Athfiyatul Fatati athfiyatul.fatati@yahoo.com Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Airlangga ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antropometri Antropometri adalah pengukuran manusia dan lebih cenderung terfokus pada dimensi tubuh manusia. Ilmu pengetahuan mengenai antropometri berkembang terutama dalam

Lebih terperinci

KORELASI PANJANG RADIUS DENGAN TINGGI BADAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT ANGKATAN 2010

KORELASI PANJANG RADIUS DENGAN TINGGI BADAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT ANGKATAN 2010 KORELASI PANJANG RADIUS DENGAN TINGGI BADAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT ANGKATAN 2010 Raja M. Simatupang Shane H. R. Ticoalu Djon Wongkar Bagian Anatomi Histologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinggi Badan 1. Definisi Tinggi badan adalah jarak dari vertex ke lantai, ketika orang tersebut berdiri tegak, posisi tubuh anatomis dan posisi kepala pada bidang Frankfort (Ahmad

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikalangan masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik

Lebih terperinci

MENENTUKAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TUNGKAI ATAS TESIS

MENENTUKAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TUNGKAI ATAS TESIS MENENTUKAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TUNGKAI ATAS TESIS OLEH: RAHMAWATI 097113005/IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tinggi badan seseorang ditentukan oleh gabungan faktor genetik dan faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas tinggi kepala dan leher,

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PERKIRAAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TELAPAK KAKI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Oleh : ANITA LIMANJAYA 070100347 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

Hubungan panjang klavikula dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012

Hubungan panjang klavikula dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012 Jurnal e-iomedik (em), Volume 5, omor 1, Januari-Juni 2017 Hubungan panjang dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012 1 Osvaldo T. Liputra 2 Taufiq F. Pasiak 2 Djon Wongkar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai 17.504 pulau dengan jumlah penduduk mencapai 249 juta jiwa lebih dan memiliki luas wilayah 1.913.578,68 km 2. Banyaknya jumlah

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA Tubuhmu memiliki bentuk tertentu. Tubuhmu memiliki rangka yang mendukung dan menjadikannya

Lebih terperinci

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak?

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak? Belajar IPA itu asyik, misalnya saat mempelajari tentang astronomi dan benda-benda langit, kita bisa mengenal lebih dekat tentang planet, bintang, dan benda-benda langit lainnya. Pelajaran seperti ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor. antropologis untuk menentukan perbedaan rasial (Patel, 2012).

I. PENDAHULUAN. Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor. antropologis untuk menentukan perbedaan rasial (Patel, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Tinggi badan merupakan penjumlahan dari panjang tulangtulang panjang dan tulang-tulang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain 39 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, dimana data yang menyangkut variabel bebas atau risiko dan

Lebih terperinci

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d.

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d. 1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d. menegakkan tubuh 2. Tulang anggota gerak tubuh bagian atas dan bawah disebut.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik (non-eksperimental)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik (non-eksperimental) III. METODE PENELITIAN III.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik (non-eksperimental) dengan pendekatan Cross Sectional, yaitu studi ini mencakup semua jenis penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 31 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kesehatan Anak dan Ilmu Gizi, khususnya pengukuran status gizi antropometri. 4.2

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Kelompok tulang di bawah ini yang termasuk tulang pipa adalah... Tulang hasta, tulang paha, tulang betis Tulang hasta, tulang belikat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa lebih. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE. Novitasari Mangayun

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE. Novitasari Mangayun HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE Novitasari Mangayun George. N. Tanudjaja Taufiq Pasiak Bagian Anatomi Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi

Lebih terperinci

KORELASI PANJANG LENGAN ATAS DENGAN TINGGI BADAN PADA WANITA SUKU BANJAR

KORELASI PANJANG LENGAN ATAS DENGAN TINGGI BADAN PADA WANITA SUKU BANJAR Amalia, F.dkk. Korelasi Panjang Lengan Atas... KORELASI PANJANG LENGAN ATAS DENGAN TINGGI BADAN PADA WANITA SUKU BANJAR Tinjauan Terhadap Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Fitria

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALATIHAN SOAL BAB 15

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALATIHAN SOAL BAB 15 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALATIHAN SOAL BAB 15 1. Kelompok tulang di bawah ini yang termasuk tulang pipa adalah Tulang hasta, tulang paha, tulang betis Tulang hasta, tulang belikat,

Lebih terperinci

PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA

PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU Oleh : RATNA MARIANA TAMBA 110100241 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PERBEDAAN RASIO

Lebih terperinci

PENENTUAN INDEKS KEPALA DAN WAJAH ORANG INDONESIA BERDASARKAN SUKU DI KOTA MEDAN

PENENTUAN INDEKS KEPALA DAN WAJAH ORANG INDONESIA BERDASARKAN SUKU DI KOTA MEDAN PENENTUAN INDEKS KEPALA DAN WAJAH ORANG INDONESIA BERDASARKAN SUKU DI KOTA MEDAN NETTY HERAWATI 087113001/IKF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 PENENTUAN INDEKS KEPALA DAN WAJAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian

BAB 1 PENDAHULUAN pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Setiap suku

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALatihan Soal 3.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALatihan Soal 3.1 1. fungsi tulang bagi tubuh kita antara lain... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALatihan Soal 3.1 memberi bentuk tubuh tempat peredaran darah membentuk otot tempat melekatnya organ

Lebih terperinci

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR A. HUMERUS (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Sidik Jari Jenis Kelamin Suku 3. Defenisi Operasional No. Defenisi Cara Penilaian Alat Ukur Hasil Ukur 1. Kepadatan alur Menghitung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Anak 2.1.1 Definisi Pertumbuhan Proses pertumbuhan berjalan seiring dengan pertambahan usia anak. Definisi pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran atau dimensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM. by : Hasty Widyastari

PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM. by : Hasty Widyastari ANATOMI PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM by : Hasty Widyastari Posisi Posisi Anatomi : Berdiri tegak, kedua lengan disamping lateral tubuh, kedua telapak tangan membuka kedepan Posisi Fundamental : Berdiri

Lebih terperinci

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN PEMULASARAN JENAZAH RUMAH SAKIT DR. KARIADI Jl. Dr. Sutomo No. 16 Semarang. Telp. (024) 8413993 PRO JUSTITIA VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 Atas permintaan tertulis

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG LENGAN PADA POPULASI DEWASA DI DENPASAR

ABSTRAK HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG LENGAN PADA POPULASI DEWASA DI DENPASAR ABSTRAK HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG LENGAN PADA POPULASI DEWASA DI DENPASAR Estimasi tinggi badan merupakan salah satu parameter yang diperlukan dalam proses identifikasi forensik. Beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu anatomi dan kinesiologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi semakin merisaukan segala pihak. Wikipedia mendefinisikan kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan manusia yang

Lebih terperinci

RPP KELAS KONTROL. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RPP KELAS KONTROL. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran LAMPIRAN RPP KELAS KONTROL Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Materi Pokok Kelas / Semester Alokasi Waktu : Ilmu Pengetahuan Alam : Kerangka Tubuh Manusia : IV / I : 3 x 35 menit Standar Kompetensi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi Ilmu Gizi khususnya bidang antropometri dan Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang respirologi. 4.2 Tempat dan

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu ilmu biologis tentang manusia bersama

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 1. Ilmu kesehatan anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 1. Ilmu kesehatan anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 1. Ilmu kesehatan anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. 2. Ilmu gizi, khususnya bidang antropometri. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Lempar Lembing Lempar lembing merupakan salah satu nomor pada cabang olahraga atletik yang diperlombakan dalam perlombaan nasional maupun internasional, baik untuk putra

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teoriteori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut

Lebih terperinci

GERAK PADA HEWAN DAN MANUSIA DAPAT TERJADI KARENA ADANYA KERJASAMA ANTARA TULANG (RANGKA) DENGAN OTOT.

GERAK PADA HEWAN DAN MANUSIA DAPAT TERJADI KARENA ADANYA KERJASAMA ANTARA TULANG (RANGKA) DENGAN OTOT. SISTEM RANGKA 1. RANGKA SEBAGAI ALAT GERAK PASIF. 2. OTOT SEBAGAI ALAT GERAK AKTIF. GERAK PADA HEWAN DAN MANUSIA DAPAT TERJADI KARENA ADANYA KERJASAMA ANTARA TULANG (RANGKA) DENGAN OTOT. BAGAIMANA GERAK

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1. Identifikasi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Identifikasi merupakan proses pengenalan jati diri yang pertama kali diperkenalkan oleh Alfonsus Bertillon (1853-1914), seorang dokter berkebangsaan Perancis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tolak Peluru Tolak peluru termasuk nomor lempar dalam olahraga atletik yang memiliki kriteria tersendiri dari alat hingga lapangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PANJANG ULNA DENGAN JENIS KELAMIN DAN TINGGI BADAN

HUBUNGAN ANTARA PANJANG ULNA DENGAN JENIS KELAMIN DAN TINGGI BADAN Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017 Proceeding Annual Scientific Meeting 2017 HUBUNGAN ANTARA PANJANG ULNA DENGAN

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) AWAL

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) AWAL Lampiran 5 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) AWAL Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam Kelas : 4 ( Empat ) Semester : I ( satu ) Alokasi waktu : 2 x 35 menit (1 x pertemuan) I. Standar Kompetensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan kuantitas kejahatan. Seiring dengan adanya perkembangan tindak

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Siklus I)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Siklus I) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Siklus I) Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar Negeri Karangasem 0 Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahun Alam Kelas /Semerter : IV / 1 Waktu : 4 X 3 Menit ( 2 x Pertemuan) I.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan metode analitik korelatif, dengan pendekatan cross

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan metode analitik korelatif, dengan pendekatan cross III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan metode analitik korelatif, dengan pendekatan cross sectional, dimana data yang menyangkut variabel bebas atau risiko dan variabel terikat

Lebih terperinci

I. Panduan Pengukuran Antropometri

I. Panduan Pengukuran Antropometri I. Panduan Pengukuran Antropometri A. Tujuan Tujuan dari pengukuran kesehatan adalah untuk mengetahui kondisi pertumbuhan dan gizi anak. Penilaian pertumbuhan pada anak sebaiknya dilakukan dengan jarak

Lebih terperinci

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot)

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot) Medical First Responder Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot) SASARAN Selesai mengikuti pelajaran, peserta mampu: 1. Menjelaskan patah tulang terbuka & tertutup, serta menyebutkan 4 tanda

Lebih terperinci

ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA

ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA Definisi Antropometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia Antropometri

Lebih terperinci

Tulang Rangka Manusia dan Bagian-bagiannya

Tulang Rangka Manusia dan Bagian-bagiannya Gambar Kerangka Manusia Tulang Rangka Manusia dan Bagian-bagiannya Rangka mempunyai fungsi sebagai berikut : Penopang dan penunjang tegaknya tubuh. Memberi bentuk tubuh. Melindungi alat-alat atau bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pentingnya Konsep Ergonomi untuk Kenyamanan Kerja Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan antara alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. walaupun satu spesies, tetap bervariasi. Kenyataan ini mendorong orang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. walaupun satu spesies, tetap bervariasi. Kenyataan ini mendorong orang untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Antropometri Pengamatan sehari-hari akan membawa kita kepada pengalaman bahwa manusia, walaupun satu spesies, tetap bervariasi. Kenyataan ini mendorong orang untuk melihat perbedaan-perbedaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALatihan Soal 15.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALatihan Soal 15.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALatihan Soal 15.1 1. Kelompok tulang di bawah ini yang termasuk tulang pipa adalah... Tulang hasta, tulang paha tulang betis Tulang hasta, tulang belikat,

Lebih terperinci

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum VISUM et REPERTUM Pengertian Menurut bahasa: berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum (melaporkan). Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR. Kode Mata Kuliah : IOF 219. Materi : Sendi

BAHAN AJAR. Kode Mata Kuliah : IOF 219. Materi : Sendi BAHAN AJAR Mata Kuliah : Kinesiologi Kode Mata Kuliah : IOF 219 Materi : Sendi A. Pengertian Sendi, Persambungan, atau artikulatio adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pertemuan antara dua atau

Lebih terperinci

STUDI ANTROPOMETRI MENGGUNAKAN INDEKS SEFALIK PADA ETNIK MELAYU DAN INDIA MAHASISWA MALAYSIA FKG USU TA

STUDI ANTROPOMETRI MENGGUNAKAN INDEKS SEFALIK PADA ETNIK MELAYU DAN INDIA MAHASISWA MALAYSIA FKG USU TA STUDI ANTROPOMETRI MENGGUNAKAN INDEKS SEFALIK PADA ETNIK MELAYU DAN INDIA MAHASISWA MALAYSIA FKG USU TA 2010-2012 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI Jenis Data 1. Dimensi Linier (jarak) Jarak antara dua titik pada tubuh manusia yang mencakup: panjang, tinggi, dan lebar segmen tubuh, seperti panjang jari, tinggi lutut,

Lebih terperinci

SISTEM GERAK PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

SISTEM GERAK PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc SISTEM GERAK PADA MANUSIA Drs. Refli., MSc SISTEM GERAK Sistem gerak terdiri dari Tulang - gerak pasif Otot gerak aktif Tendon ; Ujung otot lurik yang melekat pada tulang Ligamen : otot yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Atau Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autopsi forensik adalah satu pemeriksaaan yang dilakukan terhadap mayat yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini penting dilakukan

Lebih terperinci

BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK

BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK Panduan Belajar Ilmu Ke eran F k & Me BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK A. Tujuan pembelajaran Para mahasiswa diharapkan mampu : Memeriksa ciri khas tubuh korban. Mengumpulkan data-data ante mortem. Menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam estetika wajah karena dapat mempengaruhi daya tarik seseorang. 1 Masalah estetika wajah sangat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional, yaitu studi yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pusat pertokoan (mall) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan pendapatan negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Ergonomi Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari hari yang semakin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan cross sectional. Rancangan cross sectional adalah suatu

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan cross sectional. Rancangan cross sectional adalah suatu digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Rancangan cross sectional adalah suatu rancangan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 38/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl. Lahir : 15 Tahun / 15 Februari 1996;

P U T U S A N Nomor : 38/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl. Lahir : 15 Tahun / 15 Februari 1996; P U T U S A N Nomor : 38/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA di MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat

Lebih terperinci

ANATOMICAL LANMARK Merupakan titik skeletal yang mudah teridentifikasi, berguna saat menetapkan lokasi pengukuran ukuran2 tubuh atau penentuan tempat

ANATOMICAL LANMARK Merupakan titik skeletal yang mudah teridentifikasi, berguna saat menetapkan lokasi pengukuran ukuran2 tubuh atau penentuan tempat ANTHROPOMETRI TIM (Dra. Endang Rini Sukamti, M.S.) Fakultas Ilmu Keolahragaan UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA ANATOMICAL LANMARK Merupakan titik skeletal yang mudah teridentifikasi, berguna saat menetapkan

Lebih terperinci

Korelasi Antara Panjang Tulang Radius dengan Tinggi Badan pada Pria Dewasa. Correlation Between Long Bone Radius With In Male Adult Height

Korelasi Antara Panjang Tulang Radius dengan Tinggi Badan pada Pria Dewasa. Correlation Between Long Bone Radius With In Male Adult Height [ TINJAUAN PUSTAKA ] Korelasi Antara Panjang Tulang Radius dengan Tinggi Badan pada Pria Dewasa Indhraswari Dyah Wilujeng Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Kasus kecelakaan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional atau studi belah lintang dimana variabel

Lebih terperinci

TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI)

TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI) Lampiran 4. TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI) Pengantar : Dalam lokakarya kesegaran jasmani yang dilaksanakan pada tahun 1984 Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) telah disepakati dan ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam pembangunan nasional di bidang kesehatan. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014

ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014 ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014 Sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang, otot, tulang rawan (cartilago), ligamen, tendon, fasia, bursae dan persendian. 1.Osteoblast. Yang berfungsi dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Struktur anatomis telapak tangan terdiri dari dua bagian utama yaitu : a. Bagian tulang : Carpal, metacarpal, dan phalangs

II. TINJAUAN PUSTAKA. Struktur anatomis telapak tangan terdiri dari dua bagian utama yaitu : a. Bagian tulang : Carpal, metacarpal, dan phalangs 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek Anatomi Telapak tangan Struktur anatomis telapak tangan terdiri dari dua bagian utama yaitu : a. Bagian tulang : Carpal, metacarpal, dan phalangs b. Bagian lunak : Otot,

Lebih terperinci