PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA Kondisi Eksisting dan Urgensi Permasalahan Agroidustri Halal Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA Kondisi Eksisting dan Urgensi Permasalahan Agroidustri Halal Indonesia"

Transkripsi

1 175 IX. PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA 9.1. Kondisi Eksisting dan Urgensi Permasalahan Agroidustri Halal Indonesia Penelaahan lebih dalam dari posisi daya saing agroindustri halal Indonesia melibatkan delapan belas kriteria internal dan eksternal yang merupakan hasil perumusan dalam analisis SWOT-Kuantitatif dalam Bab VI terdahulu. Hasil analisis SWOT tersebut, kemudian dipetakan berdasarkan penilaian tingkat urgensi faktor saat ini dibandingkan dengan kondisi ideal yang diharapkan. Pada Gambar 60 dan Tabel 24 berikut, diilustrasikan posisi faktor-faktor berdasarkan tingkat kepentingan saat ini terhadap kondisi idealnya. 1 Ketersediaan Bahan Baku 7 Ketersediaan Sarana dan Prasarana Riset 13 Nilai Tambah dan Dampak Ekonomi 2 Kemampuan Lembaga Sertifikasi 8 Infrastruktur Logistik 14 Potensi Pasar 3 Sistem Sertifikasi Halal 9 Jejaring Kelembagaan Pasar Bebas, Keluasan Skup dan Segmen 15 Pasar Internasional Intrinsik Produk; Level of Trust Harga, Mutu, 4 Variasi Produk, Cara Penyajian, Apresiasi, 10 Kebijakan Dan Komitmen Pemerintah Konsumen, Negeri Tingkat Penerimaan Lembaga 16 Internasional Atas Standar Dalam Tingkat Kesadaran Masyarakat dan 5 Kesiapan dan Jumlah Pelaku Industri Halal 11 Industri 17 Dinamika Global dan Makroekonomi 6 Advokasi Internasional dan Lokal 12 Tingkat Inovasi dan Daya Saing Produk 18 Sistem Jaminan Halal Asing Gambar 60. Tingkat Pencapaian dan Tingkat Urgensi Faktor-Faktor Pengembangan Agroindustri Halal Indonesia

2 176 Tabel 24. Nilai Tingkat Pencapaian dan Tingkat Urgensi Faktor-Faktor Pengembangan Agroindustri Halal Indonesia No. Faktor Urgensi Kondisi Saat Ini 1 Ketersediaan Bahan Baku 2,12 4,00 2 Kemampuan Lembaga Sertifikasi 2,06 4,12 3 Sistem Sertifikasi Halal 2,06 3,06 4 Intrinsik Produk; Level of Trust, Harga, Mutu, Variasi Produk, Cara Penyajian, Apresiasi 4,00 2,06 Konsumen. 5 Kesiapan dan Jumlah Pelaku Industri Halal 4,12 1,35 6 Advokasi Internasional dan Lokal 3,00 1,12 7 Ketersediaan Sarana dan Prasarana Riset dan Teknologi 3,06 1,35 8 Infrastruktur Logistik 4,18 1,29 9 Jejaring Kelembagaan 3,06 2,12 10 Kebijakan dan Komitmen Pemerintah 4,00 2,12 11 Tingkat Kesadaran Masyarakat dan Industri 3,94 2,06 12 Tingkat Inovasi dan Daya Saing Produk 3,00 1,47 13 Nilai Tambah dan Dampak Ekonomi Pengembangan Agroindustri Halal 4,12 2,06 14 Potensi Pasar 2,18 4,41 15 Pasar Bebas, Keluasan Skup dan Segmen Pasar Internasional 3,6 1,35 16 Tingkat Penerimaan Lembaga Internasional Atas Standar Dalam Negeri 3,00 2,12 17 Dinamika Global dan Makroekonomi 3,3 2,06 18 Sistem Jaminan Halal Asing 2,06 3,06 Dari Gambar 59 di atas, diketahui bahwa agroindustri halal Indonesia memiliki beberapa faktor yang kondisinya mendekati ideal. Faktor-faktor tersebut adalah potensi pasar yang besar, kemampuan lembaga sertifikasi, ketersediaan bahan baku dan sistem sertifikasi yang paling unggul di dunia. Pada kelompok faktor lain yang memiliki tingkat urgensinya sedang meliputi, kemampuan advokasi, riset dan pengusaan teknologi, inovasi dan daya saing produk serta jejaring kelembagaan, sedangkan kelompok faktor yang memiliki kondisi yang paling jauh dari kondisi ideal dengan tingkat urgensi paling tinggi adalah infrastruktur logistik, komitmen pemerintah pada pengembangan agroindustri halal, kekuatan industri pelaku agroindustri halal dan kesadaran masyarakat.

3 177 Kelompok dengan tingkat urgensi yang tinggi dan jauh dari kondisi ideal, merupakan kelompok permasalahan yang paling penting untuk dibenahi. Permasalahan infrastruktur logistik menjadi hal paling utama untuk segera diatasi mengingat dari posisinya terlihat faktor infrastruktur adalah faktor dengan nilai terendah dan terpenting jika dibandingkan dengan faktor-faktor lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor infrastruktur menjadi faktor dengan kondisi eksiting terburuk dan tingkat urgensi yang paling tinggi. Faktor lain yang perlu segera diatasi adalah kemampuan riset atau penelitian dan pengembangan, tingkat inovasi, kemampuan advokasi, serta komitmen pemerintah yang rendah. Kondisi pada saat ini yang sudah mencapai kondisi mendekati ideal masih perlu ditingkatkan adalah, kemampuan lembaga sertifikasi, ketersediaan bahan baku dan potensi pasar Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Penentuan prioritas strategi pengembangan agroindustri halal dengan menggunakan analisis SWOT-AHP didahului dengan penentuan posisi daya saing Indonesia diantara enam negara ASEAN yang diperbandingkan yakni dengan Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand dan Filipina. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 25 berikut. Tabel 25. Koordinat SWOT Enam Negara ASEAN Pelaku Agroindustri Halal No. Negara Koordinat S-W O-T 1 Indonesia 1,35 1,25 2 Malaysia 3,87 3,01 3 Brunei Darussalam 1,11 1,69 4 Thailand 3,85 2,71 5 Filipina -0,97-0,56 6 Singapura 0,80 1,98 Kriteria daya saing ditentukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor internal yang berpotensi menjadi kekuatan dan kelemahan, dan faktor-faktor eksternal yang berpotensi menjadi peluang dan ancaman bagi agroindustri halal secara umum. Tabel 26 berikut menunjukkan daftar kriteria yang berpotensi

4 178 menjadi kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal di masa yang akan datang. Tabel 26. Kriteria Daya Saing Dan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Halal FAKTOR Kriteria Daya Saing Agroindustri halal Simbol Ketersediaan Bahan Baku KI 1 Kemampuan Lembaga Sertifikasi KI 2 Sistem Sertifikasi Halal KI 3 Level of Trust, Harga, Mutu, Variasi Produk, Cara Lingkungan Internal Lingkungan Eksternal KI 4 Penyajian, Apresiasi, Konsumen, Kesiapan dan Jumlah Pelaku Industri halal KI 5 Advokasi Internasional dan Lokal KI 6 Ketersediaan Sarana dan Prasarana Riset dan Teknologi KI 7 Infrastruktur Logistik KI 8 Jejaring Kelembagaan KI 9 Kebijakan Dan Komitmen Pemerintah KE 1 Tingkat Kesadaran Masyarakat dan Industri KE 2 Tingkat Inovasi dan Daya Saing Produk KE 3 Nilai Tambah dan Dampak Ekonomi Pengembangan Agroindustri Halal KE 4 Potensi Pasar KE 5 Pasar Bebas, Keluasan Skup dan Segmen Pasar Internasional KE 6 Tingkat Penerimaan Lembaga Internasional Atas Standar Dalam Negeri KE 7 Dinamika Global dan Makroekonomi KE 8 Sistem Jaminan Halal Asing KE 9 Tabel 26 di atas menunjukkan kriteria lingkungan eksternal dan lingkungan internal yang digunakan dalam menentukan prioritas strategi dalam pengembangan agroindustri halal Indonesia. Kriteria eksternal menunujukkan lebih berpengaruh dengan bobot 0,529 dibanding dengan internal (0,47). Pada kriteria internal bobot tertinggi diperoleh dari kesediaan infrastruktir logistik yang sesuai dengan persyaratan halal (0,070), kemampuan advokasi internasional (0,060) serta kesiapan dan Jumlah pelaku industri halal (0,055). Untuk kriteria ekternal, potensi pengembangan kebijakan dan komitmen pemerintah menjadi kriteria yang memiliki bobot tertinggi dengan bobot 0,105. Skor ini jauh lebih besar dibandingkan dengan faktor-faktor eksternal maupun internal lainnya. Hal

5 179 tersebut sesuai dengan temuan bahwa negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam memiliki kondisi agroindustri halal yang sangat baik karena faktor komitmen dan kebijakan pemerintah terhadap pengembangan agroindustri halal-nya yang tinggi. Hasil perbandingan berpasangan antar kriteria, baik dalam kelompok internal maupun eksternal yang menghasilkan nilai bobot daya saing masing-masing kriteria dalam perspektif pengembangan agroindustri halal Indonesia, ditunjukkan pada Gambar 61 berikut. Gambar 61. Bobot Daya Saing Masing-Masing Kriteria Lingkungan Internal dan Eksternal Dalam Perspektif Pengembangan Agroindustri Halal Kriteria-kriteria di atas dipergunakan untuk memilih strategi yang akan dilaksanakan. Strategi-strategi tersebut didapatkan dari hasil analisis SWOTkuantitatif yang mengelompokkan alternatif strategi pengembangan agroindustri halal. Tabel 27 berikut menunjukkan pengelompokkan alternatif strategi

6 180 pengembangan agroindustri halal yang digunakan dalam pengurutan prioritas strategi dengan menggunakan metode AHP. Tabel 27. Pengelompokan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Halal No. Pengelompokkan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Simbol 1 Perbaikan komitmen, peningkatan koordinasi antarpemangku kepentingan perbaikan dan rencana pembangunan (tata kelola kebijakan). 2 Penciptaan halal champions. A Pembangunan infrastruktur logistik yang kompatibel dengan konsep halal. Pengembangan kemampuan advokasi dan jejaring sdm dan kerjasama perdagangan. Peningkatan penguasaan penelitian dan pengembangan agroindustri halal untuk mendapatkan produk yang memiliki daya saing tinggi. Meningkatkan kemampuan dalam menyediakan bahan baku halal yang berkelanjutan. Edukasi dan sosialisai mengenai konsep halal sebagai konsep mutu. 8 Peningkatan mutu dan variasi produk halal dalam negeri. A8 A1 A3 A4 A5 A6 A7 Pemilihan prioritas dari kelompok alternatif strategi di atas kemudian dilakukan dengan menggunakan metode AHP yang memadukan tujuan, kriteria internal dan kriteria eksternal. Pada Gambar 62 berikut, dijelaskan hierarki penentuan strategi pengembangan agroindustri halal beserta nilai bobot yang diperoleh masing-masing kriteria dan kelompok strategi.

7 181 KI 1 Ketersediaan Bahan Baku KI 2 Kemampuan Lembaga Sertifikasi KI 3 Sistem Sertifikasi Halal 0,036 0,043 0,042 Perbaikan Komitmen, Peningkatan Koordinasi Antarpemangku Kepentingan perbaikan Dan Rencana Pembangunan (Tata kelola kebijakan) 0,129 KI 4 Intrinsik Produk 0,053 KRITERIA INTERNAL (0,471) KI 5 Kesiapan dan Jumlah Pelaku Industri Halal 0,055 Penciptaan Halal Champions 0,119 KI 6 Advokasi Internasional Dan Lokal KI 7 Ketersediaan Sarana dan Prasarana Riset dan Teknologi KI 8 Infrastruktur Logistik 0,060 0,049 0,070 Pembangunan Infrastruktur Logistik Yang Kompatibel Dengan Konsep Halal 0,136 Tujuan: Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Indonesia KI 9 Jejaring Kelembagaan KE 1 Kebijakan dan Komitmen Pemerintah KE 2 Tingkat Kesadaran Masyarakat dan Industri KE 3 Tingkat Inovasi dan Daya Saing Produk 0,063 0,105 0,049 0,057 Pengembangan Kemampuan Advokasi Dan Jejaring SDM dan Kerjasama Perdagangan Peningkatan Penguasaan Penelitian dan Pengembangan untuk mendapatkan produk yang memiliki daya saing tinggi 0,125 0,122 KRITERIA EKSTERNAL (0,529) KE 4 Nilai Tambah dan Dampak Ekonomi Pengembangan Agroindustri Halal KE 5 Potensi Pasar 0,061 0,049 Peningkatkan kemampuan dalam menyediakan bahan baku halal yang berkelanjutan 0,126 KE 6 Pasar Bebas, Keluasan Skup dan Segmen Pasar Internasional KE 7 Tingkat Penerimaan Lembaga Internasional Atas Standar Dalam Negeri 0,053 0,055 Edukasi dan Sosialisai Mengenai Konsep Halal sebagai konsep mutu 0,120 KE 8 Dinamika Global dan Makroekonomi KE 9 Sistem Jaminan Halal Asing 0,054 0,046 Peningkatan Mutu dan Variasi Produk Halal Dalam Negeri 0,124 Gambar 62. Hierarki Penentuan Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Indonesia

8 182 Dari Gambar 61 di atas, pembobotan kriteria mengahasilkan pengurutan kepentingan yang menjadi kriteria dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Prioritas kepentingan tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa tingkat kepentingan. Tabel 28 berikut menjelaskan prioritas perhatian yang telah dikelompokkan berdasarkan perolehan nilainya. Tabel 28. Prioritas Perhatian Pengembangan Agorindustri Halal Indonesia No. Nilai Bobot Kriteria Kepentingan Simbol Nilai 1 Kebijakan dan Komitmen Pemerintah Memberikan Insentif dan Fasilitas KI 1 0,105 2 Ketersediaan Infrastruktur Logistik KI 7 0,075 3 Kekuatan Jejaring Kelembagaan KI 8 0,064 4 Kemampuan Advokasi KI 5 0,063 5 Nilai Tambah dan Dampak Ekonomi Pengembangan Agroindustri Halal KE 2 0,061 6 Tingkat Inovasi dan Daya Saing Produk KI 11 0,057 7 Tingkat Penerimaan Lembaga Internasional Atas Standar Dalam Negeri KE 4 0,055 8 Kesiapan Industri Dalam Penerapan Jaminan Halal KI 10 0,055 9 Ketersediaan Sarana dan Prasarana Riset KI 6 0, Dinamika Global dan Makroekonomi KE Faktor Intrinsik Produk Halal KE Keluasan Skup dan Segmen Pasar Internasional KE 3 0, Tingkat Kesadaran Masyarakat dan Industri KI 2 0, Besarnya Potensi Pasar KI 4 0, Resiko Penerapan Sistem Jaminan Halal KE 6 0, Kemampuan Lembaga Sertifikasi KI 12 0, Tingkat Kemudahan Sistem Sertifikasi Halal KI 9 0, Ketersediaan Sumber Bahan Baku KI 3 0,036 Kategori Kepentingan Sangat Penting Penting Cukup Penting

9 183 Dari ke delapan belas kriteria yang masing-masing telah memiliki bobot digolongkan sebagai ke dalam tiga tingkatan kepentingan. Tingkat kepentingan tersebut dikelompokkan berdasarkan bobot kriteria yang didapatkan. Bobot > 0,53 dikategorikan sebagai cukup penting, bobot antara 0,53 dan 0,70 dikatergorikan sebagai penting dan bobot > 0,70 sebagai kriteria yang sangat penting. Kriteria yang termasuk kedalam kelompok sangat penting adalah, 1) Kebijakan dan komitmen pemerintah dan 2) Ketersediaan infrastruktur. Faktor-faktor dalam kategori sangat penting ini menjadi faktor yang berpengaruh secara strategis bagi pengembangan agroindustri halal Indonesia dalam jangka panjang, sebab selama ini orientasi pengembangan agroindustri halal kurang jelas, yang ada hanya pada beberapa lembaga secara sporadis dan tidak terorganisir, sedangkan dalam bisnis halal global, negara-negara produsen produk halal sudah mampu bersaing dan mengekspansi pasarnya ke pasar Internasional. Faktor-faktor yang berada pada kelompok penting terdiri atas 1) Kekuatan jejaring kelembagaan, 2) Kemampuan advokasi, 3) Nilai tambah dan dampak ekonomi pengembangan agroindustri halal, 4) Tingkat inovasi dan daya saing produk, 5) Tingkat penerimaan lembaga internasional atas standar dalam negeri, 6) Kesiapan industri dalam penerapan jaminan halal, 7) Ketersediaan sarana dan prasarana riset, 8) Dinamika global dan makroekonomi, 9) Faktor intrinsik produk halal, 10) Keluasan skup dan segmen pasar internasional, 11) Tingkat kesadaran masyarakat dan industri dan 12) Besarnya potensi pasar, sedangkan kelompok pengembangan agroindustri halal yang cukup penting terdiri dari 1) Resiko penerapan sistem jaminan halal, 2) Kemampuan lembaga sertifikasi, 3) Tingkat kemudahan sistem sertifikasi halal, dan 4) Ketersediaan sumber bahan baku. Faktor-faktor dalam kategoti penting dan cukup penting di atas, berpengaruh terhadap peningkatan utilitas atas potensi pasar dan produsen produk halal Indonesia merupakan kekuatan yang memiliki tingkat lebih baik dari negara lain. Produsen global menilai pasar Indonesia merupakan peluang yang sangat besar nilai ekonomisnya, sehingga Indonesia perlu mempersiapkan industri yang efisien untuk dapat menghasilkan produk-produk halal inovatif bermutu dengan harga yang rasional.

10 184 Dari analisis diatas dan dengan menggunakan metode AHP, strategi yang diperoleh dalam mengembangkan agroindustri halal Indonesia, dihasilkan nilai alaternatif strategi yang ditampilkan pada Tabel 29 berikut. Tabel 29. Tabel Urutan Altenatif Strategi Dengan Metode AHP Urutan Alternatif Strategi Simbol Nilai 1 Pembangunan infrastruktur logistik yang sesuai dengan konsep halal. A3 0,136 2 Perbaikan komitmen, peningkatan koordinasi antar pemangku kepentingan perbaikan dan rencana A1 0,129 pembangunan (tata kelola kebijakan). 3 Meningkatkan kemampuan dalam menyediakan bahan baku halal yang berkelanjutan. A6 0,126 4 Pengembangan kemampuan advokasi dan jejaring SDM dan kerjasama perdagangan. A4 0,125 5 Peningkatan mutu dan variasi produk halal dalam negeri. A8 0,124 6 Peningkatan penguasaan penelitian dan pengembangan agroindustri halal untuk mendapatkan produk yang memiliki daya saing A5 0,122 tinggi. 7 Edukasi dan sosialisai mengenai konsep halal sebagai konsep mutu. A7 0,12 8 Penciptaan Halal Champions. A2 0,119 Dari Tabel 29 di atas, maka diperoleh hasil bahwa dalam mengembangkan agroindustri halal yang diarahkan untuk mengantisipasi bisnis halal global, maka strategi yang harus ditempuh berdasarkan prioritasnya adalah 1) Pembangunan infrastruktur logistik yang kompatibel dengan konsep halal, 2) Perbaikan perundang-undangan dan rencana pembangunan jangka panjang, 3) Peningkatan koordinasi antarpemangku kebijakan dan kepentingan, 4) pengembangan kemampuan advokasi dan jejaring kerjasama perdagangan, 5) Peningkatan daya saing produk halal dalam negeri, 6) Peningkatan penguasaan penelitian dan pengembangan agroindustri halal, 7) Peningkatan kesadaran masyarakat dan industri dan 8) Penciptaan halal champions. Secara lebih jelas, pengembangan strategi perlu diwujudkan dengan langkah-langkah strategis untuk implementasi pengembangan agroindustri halal. Implementasi strategi tersebut diilustrasikan pada sub bab berikut.

11 Implementasi Strategi Langkah-langkah implementasi strategi merupakan upaya yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang pengembangan agroindustri halal Indonesia, yakni mengembangkan agroindustri halal yang mampu melindungi hak-hak konsumen muslim dan non-muslim atas produk yang bermutu, serta sekaligus menguasai pasar dalam negeri dengan kemampuan produksi dan penguasaan pasar yang baik untuk dapat bersaing dan melakukan ekspansi ke pasar global secara berkelanjutan. Strategi yang dirancang merupakan penjabaran dari kebijakan yang didasarkan pada informasi terhadap sistem nyata dari dunia bisnis dan agroindustri halal. Strategi pengembangan tersebut ditujukan untuk mencapai suatu tingkat kinerja ekonomi dan perkembangan teknologi tertentu dengan lebih terencana dan terukur. Oleh karena hal tersebut, implementasi strategi yang dipilih dirancang untuk dapat merepresentasikan dengan lengkap dan utuh secara struktural faktor-faktor yang dibutuhkan dalam pengembangan agroindustri halal. Strategi yang dihasilkan meliputi delapan strategi yang mengacu pada startegi korporasi, dimana pemegang kebijakan utamanya adalah pemerintah yang mengelola koordinasi lembaga-lembaga dibawahnya sebagai mana unit-unit kelembagaan tersebut menjalankan kebijakan yang sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dengan satu tujuan utama. untuk diimplementasikan dalam mengembangkan agroindustri halal dalam mengantisipasi bisnis halal global. Berikut dijelaskan impelementasi strategi yang diurutkan mulai dari perumusan visi strategi pengembangan hingga delapan prioritas strategi yang telah diurutkan pada sub bab terdahulu. a. Pelaksanaan Strategi Pengembangan Saat ini pemerintah Indonesia mulai mengakui besarnya potensi bisnis halal, namun belum dituangkan dalam kebijakan khusus. Prioritas kebijakan yang telah ada ada baru sebatas pengembangan pertanian terutama untuk komoditas pertanian dan perkebunan. Di tingkat pusat, Indonesia tidak memiliki visi khusus pengembangan agroindustri halal, sedangkan di beberapa daerah sudah mulai berkomitmen mengembangkan bisnis halal seperti pemerintah Kota Bogor dan

12 186 Provinsi Sulewesi Selatan. Dengan otonomi daerah, wilayah-wilayah tersebut mulai memahami bahwa agroindustri halal dapat berpeluang untuk menjadi motor penggerak ekonomi daerah. Dengan tidak adanya kebijakan khusus mengenai agroindustri halal, maka tidak ditemukan paket-paket kebijakan berupa insentif bagi pelaku bisnis dan agroindustri halal. Hal tersebut mengakibatkan agroindustri halal saat ini dibiarkan bergulir dengan sendirinya tanpa adanya tim dan arahan khusus untuk menanganinya. Untuk itu, dari hasil analisis pada penelitian ini maka strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia perlu diarahkan untuk memiliki visi sebagai berikut: Menyelenggarakan pembangunan agroindustri halal sebagai motor penggerak perekonomian nasional, yang mampu memberikan dorongan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan menyediakan platform yang kredibel untuk menjembatani rantai pasok produk halal, sehingga mampu memenuhi kebutuhan produk halal di dalam negeri sekaligus mampu bersaing dengan produk halal global secara berkelanjutan. Secara jelas pencapaian visi di atas digambarkan dalam Gambar 63 berikut ini. Pengembang Produk Halal Pemasar Produk Halal Pasar Produk Halal Industri Jasa dan Manufaktur Nasional dan Pihak Global yang Terlibat Manajemen Produksi Agroindustri Halal Indonesia Sertifikasi Konsultasi Pengembangan Kesepahaman Aspek-Aspek Peraturan Antar Pemangu Kepentingan Lembaga Fatwa Lembaga Auditing Pemerintah dan DPR Pemerintah Daerah Konsumen Lembaga Penyokong Tujuan Pemerintah memiliki komitmen untuk menyelenggarakan pembangunan agroindustri halal sebagai motor penggerak perekonomian nasional, yang mampu memberikan dorongan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Komitmen tersebut dijabarkan dengan menyediakan platform yang kredibel untuk menjembatani rantai pasok produk halal, sehingga mampu memenuhi kebutuhan produk halal yang memilki daya saing tinggi di dalam negeri sekaligus mampu bersaing dengan produk halal global secara berkelanjutan. Gambar 63. Konsep Pengembangan Agroindustri Halal Indonesia.

13 187 Konsep pengembangan agroindustri halal Indonesia perlu diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan produk halal dalam negeri dan mengantisipasi persaingan yang semakin tinggi dalam bisnis halal global. Pada Gambar 62 dikemukakan visi dalam pengembangan agroindustri halal Indonesia, dimana dalam pencapaiannya diperlukan suatu platform agroindustri halal yang dapat mengakomodir berbagai kebutuhan pemangku kepentingan dalam hal manajemen, sertifikasi, produksi dan konsultasi dengan melibatkan berbagai lembaga agar bersepaham dan sepakat dalam pencapaian visi dan misi pengembangan agroindustri halal. b. Perbaikan Komitmen, Peningkatan Koordinasi Antar Pemangku Kepentingan perbaikan dan Rencana Pembangunan (Tata kelola Kebijakan) Tata kelola kebijakan dan sistem birokrasi pemerintah yang masih lemah selama ini memicu ekonomi biaya tinggi sehingga menyebabkan turunnya daya saing produk lokal. Hal tersebut juga berlaku pada agroindustri halal sehingga Indonesia memiliki posisi daya saing yang relatif rendah terutama dengan negaranegara ASEAN lainnya. Saat ini, pemerintah sedang berupaya merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Produk Halal yang mengatur mengenai kepastian hukum bagi jaminan produk halal di dalam negeri. Jika ditelaah lebih dalam, selain ditujukan untuk perlindungan konsumen, RUU ini juga mewajibkan produsen untuk melalui proses audit halal. RUU Jaminan Produk Halal yang dirancang memiliki ukuran keberhasilan berupa peningkatan pendapatan negara melaui proses audit dan potensi labelisasi produk halal, namun sesuatu yang esensial dalam RUU Jaminan Produk Halal tersebut tidak tersentuh, yakni semangat untuk melakukan pembangunan agroindustri halal secara menyeluruh. Pembangunan agroindustri halal jika diarahkan dalam sebuah Undang- Undang, akan menjadi bukti komitmen kuat dukungan pengembangan agroindustri halal. Hal tersebut juga akan dapat memberikan dampak berganda pada peningkatan produktivitas perekonomian nasional dalam jangka panjang, tidak semata-mata dengan tujuan jangka pendek seperti kenaiknan potensi pendapatan negara melalui proses audit dan labelisasi halal.

14 188 Komitmen melalui rencana pembangungan jangka panjang dan legalitas dasar hukum menjadi penting dilakukan untuk mengatasi berbagai indikasi yang menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah terhadap pengembangan agroindustri halal. Kondisi ini masih semakin kurang baik ketika banyaknya lembaga yang ingin terlibat namun tanpa ada arah dan pembagian kewenangan yang jelas sehingga memicu berbagai permasalahan. Beberapa institusi pemerintahan dan swasta merasa memiliki kewenangan dalam mengatur pengembangan agroindustri halal, terlebih dalam hal proses sertifikasi halal. Ditingkat pusat, institusi pemerintah yang saat ini mulai membuka dukungan pada pengembangan praktek dan bisnis halal, diantaranya adalah Kementrian Agama, Kementrian Perdagangan, Kementrian Perindustrian, Badan Standarisasi Nasional, Kementrian Perindustrian, Kementrian Kesehatan, Badan POM dan Pemerintah Daerah. Institusi di luar pemerintahan meliputi para importir, eksportir, perbankan, lembaga swadaya masyarakat, media, lembaga riset, industri manufaktur, lembaga sertifikasi, Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta para pelaku utama agroindustri halal yang meliputi Industri kecil, menengah dan besar yang bergerak dibidang manufaktur dan jasa pendukung. Keseluruhan lembaga di atas selama ini memahami industri halal dengan pemahamannya masing-masing tanpa adanya kesamaan visi dan pemahaman, sehingga pengembangan berlangsung sporadis dan tidak terarah bahkan cenderung saling melemahkan. Dari hasil temuan di atas, koordinasi pemangku kepentingan terutama dari pihak pemerintah selaku pemegang kewenangan kebijakan, memiliki arah yang tidak sinergis dengan arah pengembangan yang berbeda-beda serta berorientasi jangka pendek menjadi masalah yang perlu diatasi dengan strategi perbaikan komitmen, peningkatan koordinasi antar pemangku kepentingan (tata kelola kebijakan). Pihak yang berwenang dalam sertifikasi halal saat ini adalah MUI. sejauh ini standar halal Indonesia yang merupakan rintisan MUI telah diakui dunia sebagai pionir, dengan level of trust yang tinggi, namun bagi pihak pelaku industri dianggap ekslusif, berbiaya tinggi, dan memiliki sikap yang berbeda dengan negara lain serta kurang membuka kesempatan advokasi dalam hal perundingan

15 189 secara internasional. Perbedaan standar ini menimbulkan berbagai kebingungan di pihak industri. Di Indonesia, MUI menganggap halal adalah wilayah syariah, namun pemerintah selaku regulator juga memiliki keinginan untuk melakukan sertifikasi. Menghadapi hal tersebut, diperlukan Undang-Undang yang membagi cakupan kewenangan lembaga-lembaga yang berkepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Dari permasalahan di atas, maka diperlukan komitmen dalam bentuk perencanaan jangka panjang dan kemudian diimplementasikan dengan baik agar agroindustri halal Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya dari negara-negara ASEAN yang cenderung memanfaatkan kelemahan kebijakan pengembangan agroindustri halal di Indonesia. Pengembangan komitmen perlu diawali dengan pemahaman atas posisi kelompok institusi dengan cakupan kewenangannya oleh pemerintah dan pemangku kepentingan agroindustri halal Indonesia lainnya. Tata pemangku kepentingan agroindustri halal Indonesia secara ideal dapat dijelaskan pada Gambar 64 berikut. KELOMPOK INSTITUSI SISTEM INFORMASI AGROINDUSTRI HALAL NASONAL AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA DATABASE AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA CAKUPAN KEWENANGAN KELOMOK ULAMA MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA LEMBAGA AUDITING LEMBAGA SERTIFIKASI NASIONAL LEMBAGA SERTIFIKASI INTERNASIONAL AUDITOR INDUSTRI JASA DAN MANUFAKTUR INDUSTRI KECIL INDUSTRI MENENGAH INDUSTRI BESAR PELAKU UTAMA HALAL LEMBAGA PENYOKONG IMPORTIR / EKSPORTR PENYEDIA JASA LOGISTIK PERBANKAN DAN ASURANSI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT MEDIA LEMBAGA RISET ASOSIASI PENDUKUNG INVESTASI PEMERITAH (KEMENTRIAN) PERHUBUNGAN AGAMA PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN PERTANIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KESEHATAN KOMINFO ARAH KEBIJAKAN PIRAMIDA PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM LEVEL PELAKSANAAN PENJAMIN KEBERLANJUTAN KEBIJAKAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL BAPPENAS ARAH PEMNBANGUNAN NASIONAL PONDASI KEBIJAKAN PEMANGKU KEPENTINGAN AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA Gambar 64. Pemangku Kepentingan Agroindustri Halal Indonesia Pada Gambar 63 di atas, dijelaskan bahwa pemangku kepentingan agroindustri halal Indonesia perlu diletakkan dengan pondasi kebijakan yang kuat

16 190 melalui perencanaan strategis sebagai bukti komitmen pemerintah terhadap pengembangan agroindustri halal. Lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah perlu memahami cakupan kewenangan berdasarkan kelompok institusi untuk melakukan tugasnya masing-masing dan berkoordinasi secara aktif satu sama lain untuk mewujudkan tujuan bersama disertai dengan pembangunan sistem informasi dan database agroindustri halal nasional yang mampu mencakup seluruh pemangku kepentingan yang terlibat. Pemangku kepentingan agroindustri halal Indonesia antara lain yang berasal dari produsen adalah Dewan Perwakilan Rakyat berupa dukungan politik dalam pembuatan landasan, Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPPENAS) sebagai perencana arah kebijakan nasional, Kementrian terkait, pelaku agroindustri halal yang mencakup pemegang saham pada industri-industri besar pemain utama agroindustri halal nasional, pihak manajemen dan karyawan dari perusahaan-perusahan produsen produk halal, baik produk hewani, makanan olahan, obat-obatan, kosmetik dan lainnya, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat konsumen dan pemerhati halal serta, pembeli, pemasok (supplier), pesaing baik dari dalam dan luar negeri, asosiasi perusahaan, perusahaan ekspor impor, Majelis Ulama Indonesia (MUI), lembaga riset serta lembaga sertifikasi nasional dan internasional. Menyikapi hal-hal di atas, dalam upaya memperkuat jejaring kelembagaan, pemerintah Indonesia harus sigap dalam mengembangkan agroindustri halal dan pemanfaatan potensi bisnisnya. Seperti yang telah dilakukan oleh Thailand dan Malaysia, pemerintahannya mendirikan lembaga yang bertanggungjawab atas pengembangan industri halal. Lembaga ini berwenang memimpin koordinasi antar lembaga yang berwenang serta melakukan advokasi di tingkat lokal dan internasional. Lembaga ini juga mengawal berbagai kebijakan pemerintah dalam pengembangan agroindustri halal negaranya seperti insentif pajak, insentif bea masuk dan bea impor, bantuan modal pemerintah bagi industri yang memiliki komitmen terhadap produk halal dan memberikan dukungan pengembangan keilmuan yang mendukung agroindustri halal. Kebijakan negara-negara lain tersebut perlu juga dilakukan oleh Indonesia.

17 191 Negara-negara tersebut tengah memperkuat jejaring kelembagaannya di dalam negerinya dan juga melakukanya secara internasional. c. Pembangunan Infrastruktur Logistik yang Sesuai Dengan Konsep Halal Pembangunan infrastruktur logistik menjadi faktor strategi terpenting dalam pengembangan agroindustri halal Indonesia, mengingat kondisi infrastruktur industri Indonesia merupakan yang terburuk dibandingkan dengan negara lain mengakibatkan rendahnya daya saing industri dan produk-produk Indonesia. Dalam konteks pengembangan agroindustri halal, strategi pembangunan infrastruktur logistik perlu diselaraskan dengan konsep halal dimana kehalalan harus terjamin sepanjang rantai pasoknya. Beberapa keuntungan mengintegrasikan konsep logistik modern dengan logistik halal digambarkan pada Gambar 65 berikut. Ketelusuran Sertifikasi Ketersediaan produk Kemamputelusuran Analisa dan Pelaporan Pemenuhan Aspek Halal Kesempurnaan penyelesaian Ketepatan waktu Keamanan Keamanan lingkungan Biaya LOGISTIK HALAL Kunci Pelaksanaan Logistik Modern Keunggulan Perpaduan Jaminan Mutu Kecepatan Kemudahan Penghematan Biaya Efektif CSR Keberlanjutan Usaha Pencitraan merek Gambar 65. Keuntungan Integrasi Logistik Modern dan Logistik Halal Pemahaman perpaduan logistik modern dan logistik halal dapat dijadikan landasan sebelum mengimplementasikan strategi pembangunan infrastruktur logistik pada pengembangan agroindustri halal. Kunci dari pelaksanaan logistik modern adalah kesempurnaan penyelesaian, ketepatan waktu, keamanan, keamanan lingkungan dan efisiensi biaya. Konsep logistik halal mencakup

18 192 jaminan dapat menjamin ketelusuran, sertifikasi, ketersediaan produk, kemamputelusuran serta analisa dan pelaporan sepanjang rantai pasoknya. Di lain pihak, keunggulan pelaksanaan halal logistik modern adalah adanya jaminan mutu, kecepatan, terciptanya kemudahan, penghematan biaya, tingkat efektifitas yang tinggi, jaminan keberlanjutan usaha dan hal-hal tersebut mampu mendukung pencitraan merek halal dan jaminan mutunya secara global. Pembangunan infrastruktur logistik yang memadukan konsep logistik modern dan logistik halal dapat membantu dalam peningkatan produktifiktas dan efisiensi melalui pengembangan sistem transportasi yang baik. Pembangunan tersebut perlu disertai dengan pendampingan pelaku agroindustri halal dalam penyediaan sarana logistik, rantai pasok, cold chain, pergudangan, material dan lainnya dengan insentif-insentif agar dapat memacu perkembanganyang lebih pesat. Pengembangan infrastruktur agroindustri halal yang disertai pemberian berbagai insentif bagi berbagai pelaku agroindustri halal terutama bagi investor dan produsen dapat berupa bantuan keuangan dan berbagai kelonggaran pajak. Dengan implementasi strategi tersebut, diharapkan mampu memperbaiki kondisi infrastruktur agroindustri halal Indonesia secara bertahap sehingga mampu meningkatkan daya saing produk halal Indonesia di dalam negeri dan tingkat global. d. Meningkatkan Kemampuan Dalam Menyediakan Bahan Baku Halal Yang Berkelanjutan Kekuatan penyediaan bahan baku di Indonesia berkaitan dengan keanekaragaman dan potensi sumber daya alam yang sangat besar namun belum didayagunakan dengan baik, sehingga ketersediaannya sering kali tidak dapat dijamin keberlanjutan pasokannya. Keragaman bahan baku yang dimilki Indonesia berpeluang menciptakan aneka produk halal inovatif yang mampu meningkatkan tingkat daya saing. Bahan baku dari hasil alam Indonesia relatif murah dan sangat bervariasi dengan jumlah yang besar. Untuk itu, diperlukan dukungan dan komitmen pemerintah saat ini untuk membantu para penghasil bahan baku dalam rangka peningkatan kapasitas produksi agroindustri. Jika

19 193 pengelolaan pasokan bahan baku dalam negeri dapat dilakukan dengan baik, diharapkan pemanfaatan bahan baku halal lokal dengan harga murah mampu mengganti bahan baku impor. Ketergantungan pada bahan baku impor lebih banyak disebabkan karena pengelolaan bahan baku di dalam negeri yang kurang baik, sehingga mutu, tingkat keterjaminan harga dan keberlanjutan pasokan bahan baku menajadi rendah. Ketergantungan pada bahan baku impor juga menyebabkan harga bahan baku yang tidak stabil dan tergantung pada kondisi ekonomi dunia. Impelentasi strategi pemenuhan bahan baku agroindustri halal Indonesia digambarkan dalam Gambar 66 berikut ini. STRATEGI PENYEDIAAN BAHAN BAKU JANGKA WAKTU LINGKUP KERJASAMA MITRA KERJASAMA TUJUAN AKHIR Jangka Pendek Kerjasama Perdagangan Bilateral Internasional Australia, Selandia Baru, China, India, Brazil, Indonesia dan Negara-negara lain Strategi Pemenuhan Bahan Baku Halal Nasional Jangka Menengah Kerjasama Organisasi dan Industri ASEAN, Bilateral, IMT-GT dll. Ketersediaan Bahan Baku Bemutu, Ekonomis dan Berkelanjutan Jangka Panjang Penelitian dan Pengembangan Pengembangan produk turunan dari kelapa sawit, perkebunan dan perikanan Gambar 66. Implementasi Strategi Penyediaan Bahan Baku Dalam upaya meningkatkan kemampuan penyediaan bahan baku halal yang berkelanjutan, implementasi strategi dalam mengatasi tidak terjaminnya bahan baku yang diperlukan, yang pertama adalah, mengadakan kerjasama dengan negara-negara penghasil bahan baku utama sebagai strategi jangka pendek. Strategi kedua adalah strategi jangka menengah dengan mengadakan kerjasama atau pengembangan kemitraan perdagangan pemasok bahan baku halal internasional dalam lingkup organisasi internasional atau secara bilateral dengan negara-negara penghasil bahan baku, dan strategi ketiga adalah strategi jangka panjang untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku berupa riset yang dilakukan

20 194 untuk membuat berbagai produk turunan dari berbagai komoditas unggulan Indonesia. Indonesia memiliki peluang besar dalam memberdayakan sumber daya alamnya untuk menciptakan berbagai temuan baru yang dapat diaplikasikan dalam agrindustri halal. Peluang antara lain dapat dilakukan dalam berbagai penelitian menyangkut sumber bahan baku pengganti non-halal. Komoditas yang paling potensial adalah kelapa sawit yang dapat digunakan sebagai subtitusi dari bahan baku yang digunakan selama ini. Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia perlu mendorong riset terhadap kelapa sawit untuk mampu menjadi penyedia bahan baku utama bagi agroindustri halalnya. Riset lain pun dilakukan pada komoditas-komoditas lain seperti perkebunan dan perikanan (Yaik, 2011). Dengan strategi yang dilakukan negara-negara produsen produk halal yang dilakukan saat ini, maka perlu dilakukan antispasi terkait penyediaan bahan baku yang berkualitas dan berkelanjutan. e. Startegi Pengembangan Kemampuan Advokasi dan Jejaring SDM dan Kerjasama Perdagangan Secara politik, tekanan dunia internasional terhadap isu halal cukup kuat. Saat ini, banyak negara internasional terutama di Eropa yang menentang penyembelihan secara Islam karena dianggap melanggar kesejahteraan hewan. Meskipun masih kontroversi, namun isu tersebut semakin besar dan perlu dijadikan sebagai peluang bagi Indonesia untuk mengambil ceruk pasar yang ditinggalkan tersebut. Intervensi asing di dalam negeri sering kali membuat rantai pasok bahan baku halal terutama daging menjadi terganggu, hal ini perlu dijadikan momentum yang tepat agar Indonesia mampu memberdayakan segenap kemampuan sumber dayanya untuk memeangkan pasar didalam dan peluang pasar internasional yang ada saat ini. Kemampuan advokasi pemerintah saat ini dinilai tidak cukup kuat dapat menghadapi berbagai ancaman pihak luar seperti hal-hal di atas dan juga menyangkut isu-isu hambatan perdagangan berupa ancaman pengaduan pada lembaga-lembaga perdagangan dunia seperti WTO dan lain-lain. Berkenaan dengan potensi yang ada dan potensi agroindustri halal sebagai non-tarief barier,

21 195 agroindustri halal sangat mungkin dikembangkan karena mampu memberikan keuntungan berupa perlindungan bagi pasar dalam negeri. Oleh karena hal tersebut, pemerintah perlu meningkatkan kemampuan lobi internasionalnya. Indonesia selama ini dinilai inferior jika dihadapkan pada perundinganperundingan perdagangan internasional, sehingga sikap kesetaraan terhadap bangsa-bangsa lain perlu dikembangkan. Permasalahan yang dimiliki Indonesia jauh lebih kompleks dibandingkan dengan negara lain. Upaya advokasi yang lebih keras dalam mengkampanyekan produk halal dalam negeri dan pemahaman akan standar sertifkasi serta mutu halal adalah sesuatu hal yang perlu dengan segera dilakukan. Dalam pergaulan internasional, beberapa negara ASEAN bersikap lebih lunak dan kompromistis mengenai standar sistem sertifikasi kehalalan produknya, sedangkan Indonesia yang dikenal sebagai negara pelopor sertifikasi halal dengan check list terlengkap, tidak disertai dengan kemapuan advokasi yang baik, sehinga usaha yang dilakukan selama ini dalam jangka panjang akan berakibat pada melemahnya tingkat kompetisi Indonesia secara Internasional. Hal tersebut disebabkan negara lain lebih mengakomodir beberapa hal berkaitan dengan kepentingan pelaku bisis dalam menjalankan standar halalnya dibandingkan dengan Indonesia. Permasalahan lain yang melatarbelakangi pentingnya penguatan kemampuan advokasi adalah karena adanya pandangan masyarakat, pelaku industri dan organisasi-organisasi internasional yang memahami halal sebagai standar yang dapat diperlakukan sama dengan sistem standarisasi lainya seperti ISO, HACCP dan sejenisnya. Pada kenyataannya, halal merupakan hal yang menyangkut keyakinan yang perlu dipenuhi sebagai hak konsumen Muslim dan tidak dapat dikompromikan statusnya. Kepastian status halal langsung berkaitan dengan teologi dan hukum yang tidak dapat dibicarakan tanpa pengetahuan yang menyeluruh dan mendalam dari sudut pandang keagamaan. Sikap masyarakat lokal dan internasional akan hal tersebut di atas, menandakan belum ada pemahaman mendalam akan esensi halal. Advokasi yang cerdas dalam agroindustri halal perlu ditujukan agar pasar halal internasional menerima konsep halal yang sehingga dapat dimasuki tanpa kendala yang berarti. Untuk itu peranan

22 196 advokasi menjadi penting untuk meyakinkan pasar internasional serta memperluas jejaring kerjasama industri halal secara global. Advokasi Indonesia secara global kemampuannya kalah dengan negara lain terutama Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam. Advokasi yang dilakukan Indonesia selama ini lebih banyak dilakukan oleh LPPOM-MUI, sedangkan pendampingan yang dilakukan lembaga-lembaga yang mewakili pemerintah cenderung tidak memiliki visi yang sama dan tidak terkoordinasi. Reputasi Indonesia sebagai negara demokrasi Islam terbesar menjadi modal utama untuk dapat menjadi pemimpin bisinis halal dunia. Peluang itu dapat dimanfaatkan dengan menciptakan SDM dengan kemampuan advokasi yang tinggi, serta memanfaakan perkembangan teknologi informasi untuk mempromosikan produk halal nasional serta memanfaatkan tren meningkatnya bisnis dan penyelenggaraan halal expo dan forum halal berskala internasional di dalam dan luar negeri. Indonesia juga perlu meningkatkan loby-loby perdagangannya, terutama untuk pasar internasional seperti negara-negara maju terutama di Eropa seperti Perancis, Belanda dan Inggris dapat dijadikan kunci untuk masuk ke dalam pasar Eropa. Advokasi yang dilakukan dapat berisi upaya pengakuan terhadap standar halal Indonesia agar dapat diterima di pasar-pasar Internasional. Indonesia juga perlu aktif menjadi pemrakarsa forum-forum bisnis dan ilmiah tingkat dunia di berbagai negara sekaligus melakukan misi dagang dan industrinya. Standar pelaksanaan sertifikasi produk halal perlu dikembangkan advokasinya agar lebih adaptif dengan kebutuhan konsumen internasional. Dengan upaya pengembangan kemampuan di atas, kemampuan advokasi Indonesia dalam bisnis halal secara bertahap akan mampu diakui secara Internasional. Pada Gambar 67 berikut menerangkan strategi pengembangan kemampuan advokasi dan jejaring SDM dan kerjasama perdagangan.

23 197 STRATEGI Pengembangan Kemampuan Sertifikasi dan Jejaring SDM KEGIATAN TUJUAN OUT PUT Perlindungan Intergritas dan Transparansi Sertifkasi Halal Konsesus Persyaratan Sertifikasi Halal Peningakatan kuaitas pelaksanaan sertifikasi halal Indonesia sebagai acuan starandarisasi halal internasional Menjamin klaim halal tetap berdasarkan ilmu dan pengetahuan Menghindari berbagai peraturan yang membingungkan, kontradiktif, tidak transparan dan tidak efektifnya dampak sertifikasi halal pada pelaku industri Sistem sertifikasi halal yang memiliki integritas tertinggi Sistem Sertifikasi Halal yang mampu memberikan kontribusi terhadap nilai tambah dan daya saing. Kegiatan Expo dan Road Show Road Show halal di seluruh wilayah dengan melibatkan BUMN, Perusahaan Multinasional (MNCs), Produsen dan Pemain Halal Lokal dan Internasional Identifikasi potensi-potensi produsen halal di dalam negeri Pengembangan Advokasi dan Promosi Perdagangan Produk Halal Indonesia Pengembangan Merek (Branding) Meningkatkan kesadaran atas diatara seluruh pemeluk agama dan budaya Memperoleh pemahaman bahwa penggunaan label produk Halal Indonesia akan mendapatkan keuntungan kompetitif. Identifikasi nama-nama merek produk halal lokal dan memberikan asistensi dalam mengembangkan mereknya (branding) Intelegen Pemasaran Menyediakan data-data intelejen pemasaran terbaru yang berkaitan dengan pasar halal global. Publikasi direktori halal dengan daftar produsen halal seluruh Indonesia Publikasi dan studi intelejen pemasaran Halal Gambar 67. Strategi Pengembangan Kemampuan Advokasi, Jejaring SDM dan Kerjasama Perdagangan Halal Strategi peningkatan mutu dan variasi produk halal dalam negeri bertujuan untuk memenangkan persaingan di pasar domestik dan pasar global. Strategi ini diimplementasikan melalui sinkronisasi kebijakan dan regulasi, melakukan patok duga (benchmarking) regulasi dan standar mutu asing (Eropa, dll) serta perbandingan aspek mutu dan keamanan (quality and safety) serta peningkatan pelaksanaan sistem jaminan halal. Upaya untuk peningkatan variasi produk dilakukan dengan peningkatan penelitian dan pegembangan variasi produk, mengidentifikasi produk dan merek produk halal lokal serta melakukan asistensi dalam upaya mengembangkan merek (branding). Dengan implementasi strategi di atas, diharapkan akan terwujud berbagai inovasi dalam proses dan produk halal Indonesia, peningkatan jumlah variasi produk, pelaku agroindustri halal, dalam hal ini produsen akan lebih bertanggung jawab dalam penanganan pangan sepanjang rantai produksi dengan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan dengan melakukan Good Agriculture Practice (GAP) dan Good Handling Practice (GHP). Selain hal tersebut, implikasi lain adalah semakin berkembangnya penerapan sistem jaminan halal (SJH) dan

24 198 HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada pelaku agroindustri halal sehingga dapat dengan mudah menerapkan ketertelusuran halal (traceability) produk. Strategi peningkatan mutu dan variasi produk halal secara rinci dijelaskan pada Gambar 68 berikut. STRATEGI TARGET PASAR TUJUAN IMPLEMENTASI STRATEGI IMPLIKASI Peningkatan Mutu dan Variasi Produk Halal Dalam Negeri Pasar Domestik dan Pasar Global Peningkatan Mutu dan Daya Saing Peningkatan Variasi Produk Sinkronisasi Kebijakan dan Regulasi Melakukan Patok Duga (Benchmarking) Regulasi dan Standar Mutu Asing (Eropa, dll) aspek mutu dan keamanan (Quality and Safety) Peningkatan Pelaksanaan Sistem Jaminan Halal Peningkatan R&D Pengembangan Variasi Produk Identifikasi produk dan merek produk halal lokal Asistensi dalam upaya mengembangkan merek (branding) Inovasi proses dan produk Peningkatan Jumlah Variasi Produk Produsen akan lebih bertanggung jawab dalam penanganan pangan sepanjang rantai produksi Berkewajiban memenuhi standard Mutu ; Good Agriculture Practice-GAP dan Good Handling Practice-GHP. Mengembangkan Sistem Jaminan Halal SJH dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang baik bagi industri. Menerapkan ketertelusuran halal (traceability) produk. Gambar 68. Strategi Peningkatan Mutu dan Variasi Produk Halal f. Strategi Peningkatan Penguasaan Penelitian dan Pengembangan Agroindustri Halal Untuk Mendapatkan Produk Yang Memiliki Daya Saing Tinggi Dimasa yang akan datang dengan tuntutan pasar terhadap produk halal dengan inovasi yang tinggi semakin meningkat. Pengembangan produk halal harus diarahkan untuk dapat menciptakan berbagai produk halal yang inovatif dengan menciptakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar. Penciptaan produk inovatif hendaknya memanfaatkan bahan baku lokal dengan menggunakan teknologi tepat guna sehingga mampu memproduksi produk yang bernilai tambah dan berdaya jual tinggi. Peluang Indonesia dalam meningkatkan variasi produk yang tinggi dapat diarahkan tidak hanya pada produk makanan dan minuman melainkan ke arah farmasi, perbankan dan jasa halal lainnya. Kebutuhan industri akan hasil riset terkini yang semakin meningkat, ha; tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar akan produk-produk inovatif. Untuk memenuhi hal tersebut, diperlukan unsur-unsur pendorong inovasi agar dapat meguatkan kemampuan Indonesia saat ini yang telah ada seperti riset

25 199 dan pengusaaan teknologi, SDM dan kemampuan pengembangan IPTEK berbasis halal. Kolaborasi juga perlu dikembangkan dengan dorongan dari berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah untuk melakukan penelitian yang menyangkut teknologi yang berkaitan dengan produk halal. Upaya pengembangan keilmuan berbasis produk halal di Indonesia belum banyak dilakukan dan hanya terbatas di beberapa universitas. Hal ini disebabkan belum begitu dipahaminya tingkat kepentingan dalam mengembangkan agroindustri dalam konteks halal. Dengan rendahnya perhatian pemerintah dan masyarakat berimbas juga pada minimnya insentif penelitian bagi agroindustri halal untuk meningkatkan kemampuan SDM yang ada. Kurangnya komitmen pemerintah, lebih jauh berdampak pada kurangnya pengusaan teknologi yang digunakan dalam industri halal. Walaupun berbagai penelitian halal dilakukan oleh periset Indonesia, namun berbagai penemuan baru serta hak paten atas halal-nya tidak banyak dikuasai. Dalam hal ini Malaysia jauh lebih unggul karena kebijakannya mengarah pada pengembangan agroindustri halal dalam jangka panjang dengan bentuk komitmen pemerintah yang memberikan dana yang sangat cukup kepada riset yang mendukung agroindustri dan bisnis halal. Dalam perkembangan kelilmuan berbasis produk halal, tantangannya terletak pada semakin tinggi ilmu dan teknologi yang dihasilkan maka semakin banyak pula produk yang sulit dideteksi kehalalalnya. Semakin banyak bahan baku yang berstatus subhat, atau tidak jelas haram dan halal-nya. Status halalnya harus ditentukan berdasarkan Hadist oleh para ulama. Proses berikutnya, ulama meminta tenaga-tenaga ahli untuk memeriksa status halal-nya, dan jika terbukti halal maka dikeluarkan fatwa yang tertulis dalam status sertifikat halal. Perkembangan pasar halal yang semakin pesat dan kedudukan Indonesia sebagai pasar halal nomor satu dunia tidak diimbangi dengan perkembangan inovasi produk halal dalam negeri dan hal patennya. Hak-hak paten teknologi dan produk halal mulai dikuasai oleh negara-negara lain dapat menjadi ancaman. Hal lain yang terjadi adalah, lemahnya keterkaitan antara hasil riset dengan kebutuhan industri. Negara-negara produsen utama halal dunia pada umumnya memiliki road-map riset dan pengembangan agroindustri halal untuk memicu

26 200 perkembangan bisnis halalnya. Komitmen terhadap riset yang berkelanjutan juga disertai dengan kemampuan modal yang besar untuk menyediakan berbagai peralatan berteknologi tinggi sesuai dengan perkembangan IPTEK terkini. Implementasi strategi peningkatan penguasaan penelitian dan pengembangan agroindustri halal untuk mendapatkan produk halal inovatif yang memiliki daya saing tinggi antara lain dapat diwujudkan dengan mempergunakan temuan-temuan R&D dan informasi pasar untuk menciptakan bisnis dan produk halal baru, serta melakukan outsourcing aktivitas pendukung riset seperti laboratorium, analisis, audit dll. Inovasi yang diperlukan saat ini adalah berupa modernisasi sektor pertanian untuk meningkatkan produktivitas petani serta sebagai faktor pendorong agroindustri halal untuk menciptakan nilai tambah produk. Dimasa yang akan datang, dalam penciptaan produk halal inovatif perlu didukung dengan sumber daya manusia dengan pola pikir kreatif dan inovatif dengan input kreativitas, ilmu pengetahuan, teknologi dan dukungan kebijakan. Gambar 69 berikut yang merupakan sintesa mengenai unsur-unsur pendorong dalam pengembangan produk halal inovatif di Indonesia ILMU PENGETAHUAN Bahan Baku Lokal KREATIVITAS DUKUNGAN KEBIJAKAN INFORMASI PASAR Produk Halal Sesuai Permintaan Pasar INOVASI PRODUK HALAL Teknologi Tepat Guna TEKNOLOGI SENI DAN BUDAYA LITBANG Produk Bernilai Tambah dan Berdaya Jual Tinggi OUTSOURCING PENDUKUNG RISET Gambar 69. Unsur-Unsur Pendorong Dalam Pengembangan Produk Halal Inovatif

ANALISIS POSISI DAYA SAING AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA

ANALISIS POSISI DAYA SAING AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA 105 VI. ANALISIS POSISI DAYA SAING AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA 6.1. Posisi Daya Saing Agroindustri Halal Indonesia Posisi daya saing ditentukan dengan metode analisis SWOT-Kuantitatif dengan membandingkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 49 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Dalam penelitian ini dipelajari upaya-upaya agar agroindustri halal di Indonesia mampu bersaing secara global dan mampu memenuhi

Lebih terperinci

VII. POSISI DAYA SAING PRODUK AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA

VII. POSISI DAYA SAING PRODUK AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA 121 VII. POSISI DAYA SAING PRODUK AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA 7.1. Faktor Intrinsik Produk Berdasarkan analisis SWOT-Kuantitatif telah dikemukakan penilaian terhadap kondisi saat ini atas kekuatan, kelemahan

Lebih terperinci

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS 93 5.1. Perkembangan Umum MIHAS Pada bab ini dijelaskan perkembangan bisnis halal yang ditampilkan pada pameran bisnis halal Malaysia International Halal Showcase

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan Menurut Rosyidi (2007), dalam melakukan kegiatan ekspor suatu perusahaan dapat menentukan sendiri kebijakan mengenai pemasaran

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA The Business and Investment Forum for Downstream Palm Oil Industry Rotterdam, Belanda, 4 September 2015 Bismillahirrohmanirrahim 1. Yang Terhormat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan melalui pengelolaan strategi pendidikan dan pelatihan, karena itu pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan

PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan 2014 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal Apa itu Perbuatan Hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syara. (Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, Haram) Hukum Halal/Haram Menjadi dasar dalam proses Sertifikasi

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6 6.1 Kesimpulan Dalam pembahasan tentang kesiapan PT PAL Indonesia (Persero), penelitian ini menemukan bahwa PT PAL Indonesia (Persero) pada prinsipnya memiliki kesiapan

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 2014 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa misi terpenting dalam pembangunan adalah untuk

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Teknologi. Industri. Pengguna. Pembinaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Teknologi. Industri. Pengguna. Pembinaan. No.227, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. Teknologi. Industri. Pengguna. Pembinaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PEMBINAAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.183, 2012 PERTAHANAN. Industri. Kelembagaan. Penyelenggaraan. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5343) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

Menjadikan Bogor sebagai Kota yang nyaman beriman dan transparan

Menjadikan Bogor sebagai Kota yang nyaman beriman dan transparan BAB 3 ISU ISU STRATEGIS 1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN a. Urusan Perdagangan, menghadapi permasalahan : 1. Kurangnya pangsa pasar

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Koordinasi Dinas Olahraga dan Pemuda Provinsi Jawa Barat Dinas Olahraga dan Pemuda

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

BADAN STANDARDISASI NASIONAL Jakarta, November 2013

BADAN STANDARDISASI NASIONAL Jakarta, November 2013 BADAN STANDARDISASI NASIONAL Jakarta, November 2013 latar belakang: INFRASTRUKTUR PASAR GLOBAL BIPM Ketertelusuran Pengukuran WTO; OIML Regulasi Penilaian Kesesuaian PASAR GLOBAL Akreditasi ILAC; IAF Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam Menghadapi MEA 2015 SEKILAS TENTANG ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)/ MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Kerjasama ekonomi ASEAN mengarah kepada

Lebih terperinci

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016 LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016 DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UMKM KOTA PEKALONGAN 2016 DAFTAR ISI Prakata Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA Konferensi Tingkat Tinggi Association of South East Asia Nations (ASEAN) ke-9 tahun 2003 menyepakati Bali Concord II yang memuat 3 pilar untuk mencapai vision 2020 yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan politik

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini diuraikan perihal mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Latar belakang

Lebih terperinci

Lampiran I. Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis Pada PT Rekadaya Elektrika

Lampiran I. Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis Pada PT Rekadaya Elektrika 128 Lampiran I Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis Pada PT Rekadaya Elektrika Jakarta, 17 April 2009 Kepada Yth : PT Rekadaya Elektrika Jakarta Dengan Hormat, Sehubungan dengan adanya analisis

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG Untuk memberikan arahan pada pelaksanaan pembangunan daerah, maka daerah memiliki visi, misi serta prioritas yang terjabarkan dalam dokumen perencanaannya. Bagi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan www.packindo.org oleh: Ariana Susanti ariana@packindo.org ABAD 21 Dunia mengalami Perubahan Kemacetan terjadi di kota-kota besar

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : 7 TAHUN 2015 TANGGAL : 18 SEPTEMBER 2015 KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Sekretariat Kementerian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

IDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO

IDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO RINGKASAN EKSEKUTIF WISHNU TIRTA, 2006. Analisis Strategi Penggunaan Bahan Baku Kayu Bersertifikat Ekolabel Di Indonesia. Di bawah bimbingan IDQAN FAHMI dan BUDI SUHARDJO Laju kerusakan hutan di Indonesia

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PRODUK LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 1. Pendahuluan Sektor pertanian merupakan tumpuan ekonomi dan penggerak utama ekonomi nasional dan sebagian besar daerah, melalui perannya dalam pembentukan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja adalah dokumen rencana yang memuat program dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan, dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM UMKM ( Usaha Mikro Kecil dan Menengah ) merupakan pelaku ekonomi nasional yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian. Karena. kegiatan

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 Dr. Sahat M. Pasaribu Pendahuluan 1. Semua Negara anggota ASEAN semakin menginginkan terwujudnya kelompok masyarakat politik-keamanan,

Lebih terperinci