KLASIFIKASI JAMUR KE DALAM KELAS DAPAT DIKONSUMSI ATAU BERACUN MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : FAMILI AGARICUS DAN LEPIOTA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KLASIFIKASI JAMUR KE DALAM KELAS DAPAT DIKONSUMSI ATAU BERACUN MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : FAMILI AGARICUS DAN LEPIOTA)"

Transkripsi

1 KLASIFIKASI JAMUR KE DALAM KELAS DAPAT DIKONSUMSI ATAU BERACUN MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : FAMILI AGARICUS DAN LEPIOTA) BAYU MAHARDHIKA PUTRA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 KLASIFIKASI JAMUR KE DALAM KELAS DAPAT DIKONSUMSI ATAU BERACUN MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : FAMILI AGARICUS DAN LEPIOTA) Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Oleh: BAYU MAHARDHIKA PUTRA G DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 ABSTRAK BAYU MAHARDHIKA PUTRA. Klasifikasi Jamur ke dalam Kelas Dapat Dikonsumsi atau Beracun Menggunakan Algoritma VFI5 (Studi kasus : famili Agaricus dan Lepiota). Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO dan SHELVIE NIDYA NEYMAN. Jamur merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di alam, sehingga sejak dahulu jamur banyak dijadikan sebagai bahan konsumsi utama. Salah satu jenis jamur yang banyak dikonsumsi adalah famili Agaricus dan Lepiota. Di alam terbuka jenis jamur famili Agaricus dan Lepiota ada yang bersifat beracun dan dapat dikonsumsi. Untuk membedakan jamur famili Agaricus dan Lepiota yang dapat dikonsumsi dengan jenis yang beracun didasarkan pada bentuk, sifat, dan keadaannya, sangat sukar dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan jamur famili Agaricus dan Lepiota ke dalam kelas dapat dikonsumsi dan beracun menggunakan voting feature intervals (VFI5). Data yang digunakan pada penelitian ini berupa kumpulan data jamur (famili Agaricus dan Lepiota) yang diambil dari UCI repository of machine learning database. Kumpulan data jamur ini terdiri atas gambaran hipotesis dari 23 spesies jamur yang berbeda. Setiap jamur menggambarkan 22 kumpulan bentuk (atribut) yang berbeda. Hal ini memungkinkan untuk mendeskripsikan spesies dari jamur ini berdasarkan 22 fitur yang berbeda. Kumpulan data jamur famili Agaricus dan Lepiota berjumlah 8124 instance, terdiri dari 4028 instance yang digolongkan pada jamur yang dapat dikonsumsi dan 3916 instance yang digolongkan pada jamur yang beracun. Akurasi dari klasifikasi yang dihasilkan oleh algoritma VFI5 cukup tinggi untuk setiap tahap pengujian. Pada pengujian tahap pertama, dihasilkan nilai akurasi tertinggi sebesar 87.70% dengan menggunakan 22 fitur pada data jamur. Pada pengujian tahap kedua dihasilkan nilai akurasi sebesar 94.85% dengan menggunakan 9 fitur yang merupakan ciri khas dari kelas jamur. Kata Kunci : voting feature intervals, mushroom, Agaricus, Lepiota

4 Judul : Klasifikasi Jamur ke dalam Kelas Dapat Dikonsumsi atau Beracun Menggunakan Algoritma VFI5 (Studi kasus : Famili Agaricus dan Lepiota) Nama : Bayu Mahardhika Putra NRP : G Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom NIP Shelvie Nidya Neyman, S.Kom, M.Si NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. drh. Hasim, DEA NIP Tanggal Lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 19 Februari Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Yulifri dan Monalisa Yusran. Pada tahun 2004, penulis lulus dari SMU Negeri 3 Padang dan pada tahun yang sama diterima menjadi mahasiswa S1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada bulan Februari 2008, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Divisi IT SMP Insan Kamil Bogor.

6 PRAKATA Alhamdulillahi robbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-nya sehingga tugas akhir dengan judul Klasifikasi Jamur ke dalam Kelas Dapat Dikonsumsi atau Beracun Menggunakan Algoritma VFI5 (Studi kasus : Famili Agaricus and Lepiota), dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, antara lain kepada orang tua penulis Ayah dan Bunda atas kasih sayang, dukungan dan doa yang terus mengalir. Bapak Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom selaku pembimbing pertama atas bimbingan dan arahannya selama penelitian dan penyusunan karya tulis ini. Ibu Shelvie Nidya Neyman, S.Kom, M.Si selaku pembimbing kedua atas bimbingan dan motivasi selama penyusunan karya tulis ini. Adikku Puti Sari Mayang atas perhatian dan kasih sayang. Bapak Sony Hartono Wijaya, S.Kom, M.Kom atas kesediaannya menjadi moderator seminar dan dosen penguji. Jeff Schlimmer atas data jamur yang telah digunakan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Adhita Ramadhan atas semangat, motivasi, dan bantuannya dalam senang maupun susah. Imam, Hasan, Teny Handayani, M. Rafi, Gananda, Andreas, Henry, Toro, Wawan, Tim futsal ilkom 41, Toenk Auto Club, Pak Pendi, Pak Soleh, dan teman-teman ilkomerz 41 terima kasih atas pertemanan selama kuliah dan bantuannya. Teman satu bimbingan David Aulia Akbar untuk kebersamaan dan bantuan selama bimbingan. Seluruh dosen Ilkom terima kasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama kuliah, staf Ilkom dan keluarga besar ilkomerz. Kepada semua pihak lainnya yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat disebut satu per satu, penulis ucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat. Bogor, November 2008 Bayu Mahardhika Putra

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...vi DAFTAR GAMBAR...vi DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1 Latar Belakang...1 Tujuan Penelitian...1 Ruang Lingkup Penelitian...1 TINJAUAN PUSTAKA...1 Jamur...1 Klasifikasi Jamur...1 Agaricales...2 Famili Agaricus dan Lepiota...2 sjamur Beracun...3 Edible vs Poisonous Mushroom...3 Klasifikasi...4 Voting Feature Intervals 5 (VFI5)...4 K-Fold Cross Validation...5 METODE PENELITIAN...5 Studi Pustaka...5 Data....5 Praproses...6 Klasifikasi Algoritma VFI5...6 Pembagian Data Latih dan Data Uji...6 Pelatihan...6 Pengujian...6 Perhitungan Akurasi...6 Spesifikasi dan Implementasi...6 HASIL DAN PEMBAHASAN...7 Pembagian Data Latih dan Uji...7 Pengujian Tahap Pertama...7 Iterasi Pertama...7 Iterasi Kedua...8 Iterasi Ketiga...9 Hasil Pelatihan dan Pengujian Tahap Pertama...9 Pengujian Tahap Kedua...10 Iterasi Pertama...10 Iterasi Kedua...11 Iterasi Ketiga...11 Hasil Pelatihan dan Pengujian Tahap Kedua...11 _Toc KESIMPULAN DAN SARAN...12 Kesimpulan...12 Saran...12 DAFTAR PUSTAKA...12 LAMPIRAN...14

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Spesifikasi data yang digunakan Hasil pembagian data keseluruhan Susunan data pelatihan dan data pengujian Komposisi jumlah instance per kelas pada data pelatihan dan data pengujian Hasil prediksi iterasi pertama Komposisi jumlah instance per kelas pada data pelatihan dan data pengujian Hasil prediksi iterasi kedua Komposisi jumlah instance per kelas pada data pelatihan dan data pengujian Hasil prediksi iterasi ketiga Fitur-fitur dengan point interval 1 pada setiap iterasi Akurasi dari setiap iterasi pengujian tahap pertama Hasil prediksi dari iterasi pertama Hasil prediksi dari iterasi kedua Hasil prediksi dari itersi ketiga Akurasi dari setiap iterasi pengujian tahap kedua...12 DAFTAR GAMBAR 1 Jamur yang dapat dikonsumsi (Agaricus bisporus) Urutan taksonomi Fungi Cetakan spora Agaricus Makro Fungi Amanita sp Lepiota americana Chlorophyllum molybdites Metode penelitian...5 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Dua puluh dua fitur famili Agaricus dan Lepiota Beberapa contoh gambar fitur jamur Nama fitur, lambang variabel, dan nama Atribut Interval hasil proses pelatihan iterasi pertama Kecenderungan fitur-fitur yang menjadi ciri khas jamur setiap iterasi Interval hasil proses pelatihan iterasi kedua Interval hasil proses pelatihan iterasi ketiga Interval hasil proses pelatihan tahap kedua iterasi pertama Interval hasil proses pelatihan tahap kedua iterasi kedua Interval hasil proses pelatihan tahap kedua iterasi ketiga...28

9 Latar Belakang PENDAHULUAN Jamur merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di alam, sehingga sejak dahulu jamur dijadikan sebagai bahan konsumsi utama. Seiring dengan berkembangnya waktu, telah diketahui bahwa terdapat lebih dari ribuan jamur dengan berbagai jenis. Tidak semua jenis jamur dapat dikonsumsi (edible). Banyak pula jenis jamur yang beracun (poisonous). Salah satu jenis jamur yang banyak dikonsumsi adalah Agaricus bisporus. Agaricus bisporus adalah jamur pangan yang berbentuk hampir bulat seperti kancing berwarna putih bersih, krem atau coklat muda. Agaricus bisporus merupakan jamur yang paling banyak dibudidayakan di dunia. Jamur ini dikenal juga dengan sebutan table mushroom, cultivated mushroom atau button mushroom yang merupakan kelas edible mushroom. Agaricus bisporus dalam kingdom Fungi termasuk ke dalam famili Agaricus dan Lepiota. Famili Agaricus dan Lepiota yang secara liar hidup di alam terbuka dengan bentuk yang beraneka ragam, warna yang bermacammacam serta sifat yang belum banyak diketahui, pada umumnya bersifat racun. Famili Agaricus dan Lepiota yang beracun dapat menyebabkan sakit pada seseorang yang memakannya, dapat menyebabkan kematian. Famili Agaricus dan Lepiota yang hidup di alam liar ada juga yang dapat dikonsumsi, bahkan ada yang dijadikan sebagai obat. Untuk membedakan jamur famili Agaricus dan Lepiota yang dapat dikonsumsi dengan jenis yang beracun berdasarkan pada bentuk, sifat, dan keadaannya, sangat sukar untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya bentuk yang hampir sama dari spesies jamur famili Agaricus dan Lepiota yang dapat di konsumsi dengan spesies jamur lain yang beracun. Pada penelitian ini akan digunakan algoritma VFI5 untuk membedakan jamur famili Agaricus dan Lepiota ke dalam kelas dapat dikonsumsi atau beracun. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengklasifikasikan famili Agaricus dan Lepiota menggunakan algoritma VFI 5 ke dalam kelas dapat dikonsumsi atau beracun. Ruang Lingkup Ruang lingkup pada penelitian ini meliputi : 1. Penerapan algoritma VFI5 pada data jamur (famili Agaricus dan Lepiota) yang bersumber dari UCI repository of machine learning database ( shroom). 2. Bobot setiap fitur pada algoritma VFI5 diasumsikan sama, yaitu satu. Jamur TINJAUAN PUSTAKA Jamur adalah tubuh-buah yang tampak di permukaan media tumbuh dari sekelompok Fungi (Basidiomycota) yang berbentuk seperti payung, terdiri dari bagian yang tegak (batang) dan bagian yang mendatar atau membulat. Secara teknis biologis, tubuh buah ini disebut basidium. Beberapa jamur aman dimakan manusia bahkan beberapa dianggap berkhasiat obat, dan beberapa yang lain beracun (Ulloa 2001). Gambar 1 merupakan jamur yang dapat dikonsumsi. Gambar 1 Jamur yang dapat dikonsumsi (Agaricus bisporus) (Sumber : Klasifikasi Jamur Dalam klasifikasi tumbuhan, kingdom Fungi dibagi ke dalam empat filum. Filum dari kingdom Fungi yaitu: Chytridiomycota, Ascomycota, Zygomycota, dan Basidiomycota (Ulloa 2001). Setiap filum dibagi ke dalam kelas, setiap kelas dibagi ke dalam ordo dan setiap ordo dibagi ke dalam famili. Contohya: jamur yang dibudidayakan (Agaricus bisporus), termasuk ke dalam filum Basidiomycota, dimana terdiri dari semua Fungi yang memproduksi spora dalam bentuk struktur mikroskopik yang biasa dikenal basidia. 1

10 Agaricus bisporus termasuk ke dalam kelas Hymenomycetes, kelompok dari kelas ini juga didasarkan pada karakteristik spora yang mikroskopik dan cara pelepasan spora. Agaricales, merupakan ordo dari Agaricus bisporus (terdiri dari semua jamur yang memiliki insang) dan jamur ini termasuk ke dalam famili Agaricaceae, dimana merupakan spesies Agaricus. Famili lebih lanjut dibagi ke dalam genus (singular, genus), dan genus dibagi ke dalam spesies (Lincoff 1981). Gambar 2 merupakan urutan taksonomi dari Fungi. ditutupi rumput (grassy area), halaman rumput dan di sepanjang pinggir jalan. Sebagian dari Agaricaceae merupakan jamur yang baik untuk dikonsumsi, sebagian lain adalah jamur yang beracun, dan sebagian kecil jamur yang mematikan. Delapan genus ditemukan pada North America : Agaricus (± 200 spesies), Chlorophyllum (1 spesies), Cystoderma (20 spesies), Dissoderma (1 spesies), Lepiota (± 100 spesies), Melanophyllum ( 1 spesies), Phaeolepiota (1 spesies), dan Squamanita (2 spesies). Ciri-ciri Agaricaceae, yaitu: memiliki sisik pada butiran-butiran kecil di daerah tudung dan insang yang terpisah dari batang. Agaricaceae, semuanya memiliki tudung membran, kebanyakan diantaranya memiliki cincin yang melekat pada batang. Pada genus seperti Lepiota dan Melanophyllum, cincin sering tidak ditemukan (hilang). Cetakan spora kemungkinan berwarna putih, hijau gelap, coklat tua, kemerah-merahan, keungu-unguan, dan coklat. Jamur ini dikelompokan dalam single famili atas dasar sebuah hubungan dari karakteristik bentuk mikroskopik dan bahan kimia, seperti: daging insang yang tidak pernah berlainan (seperti pada Amanita), spora biasanya halus, berdinding tipis, dan di bagian ujung memiliki pori-pori (Lincoff 1981). Gambar 3 merupakan bentuk cetakan spora Agaricus. Gambar 2 Urutan taksonomi Fungi Agaricales Agaricales terdiri dari Lima belas famili yang ditemukan atas dasar kemiripan bentuk (shape), warna spora (spore print colour), alat insang (gill), bentuk mikroskopik, dan reaksi kimia (Lincoff 1981). Salah satu ordo Agaricales adalah famili Agaricus dan Lepiota (Agaricaceae) yang termasuk ke dalam kingdom Fungi (Mycota), dan berasal dari filum Basidiomycota. Famili Agaricus dan Lepiota ( Agaricaceae) Agaricaceae merupakan famili dari jamur yang umumnya dibudidayakan (Agaricus bisporus) dan biasanya banyak ditemukan pada daerah kota dan daerah pinggiran kota. Walupun demikian Agaricaceae banyak tumbuh di hutan, batang kayu, daerah yang Gambar 3 Cetakan spora Agaricus (Sumber : Beberapa jenis famili Agaricus dan Lepiota termasuk ke dalam makro Fungi karena memiliki bentuk yang besar, dapat dilihat dengan mata telanjang dan dapat dipegang dengan tangan (Ulloa 2001). Salah satu bentuk makro Fungi disajikan pada Gambar 4. 2

11 khususnya insang dengan warna kemerah mudaan, kecoklat-coklatan, ungu kecoklatan atau kehitaman. 3. Menghindari kesalahan yang lebih banyak dalam menentukan/identifikasi spesies jamur. Hanya sedikit jamur yang dapat menyebabkan sakit parah dan yang lainnya dapat menyebabkan penyakit yang lebih ringan. Jamur beracun dapat juga menyebabkan Hallucinogenic (Fly) dan terkadang menimbulkan reaksi yang tidak dapat diprediksi (Lincoff 1981). Gambar 4 Makro Fungi (Agaricaceae) (Sumber : Jamur Beracun Untuk menentukan jamur ke dalam kelas dapat dikonsumsi atau beracun sangat sukar dilakukan. Salah satu cara untuk menentukannya adalah dengan mengetahui dengan tepat spesies dari jamur tersebut. Pengalaman sangat menentukan dalam mengenali karakteristik perbedaan jamur yang dapat dikonsumsi dengan spesies beracun. Berikut ini adalah beberapa aturan dari petunjuk yang dapat membantu untuk mengindari jamur beracun: 1. Jamur yang tidak boleh dimakan yaitu, spesies Amanita dan khususnya yang harus diperhatikan dalam mengidentifikasi jamur yang menyerupai spesies Amanita atau berbagai jamur putih lainnya. Amanita sp. disajikan pada Gambar 5. Edible vs Poisonous Mushroom Untuk menentukan jamur ke dalam kelas dapat dikonsumsi atau beracun sangat sukar dilakukan. Salah satu cara untuk menentukanya adalah dengan mengetahui secara tepat spesies dari jamur tersebut (Lincoff 1981), namun menentukan spesies jamur dapat dikonsumsi bukanlah hal yang mudah. Contohnya, Lepiota americana merupakan spesies dari jamur yang dapat dikonsumsi. Bahkan jamur spesies ini sangat bagus untuk dikonsumsi. Akan tetapi dalam identifikasi bentuk insang dan warna spora harus berhati-hati untuk menentukan spesies jamur ini, karena bisa saja merupakan spesies dari jamur beracun (Chlorophyllum molybdites). Lepiota americana disajikan pada Gambar 6 dan Chlorophyllum molybdites disajikan pada Gambar 7. Gambar 6 Lepiota americana (Sumber : Lincoff 1981) Gambar 5 Amanita sp. (Sumber : 2. Menghindari jamur yang berwarna coklat dan jamur yang berwarna coklat muda, Gambar 7 Chlorophyllum molybdites (Sumber : Lincoff 1981) 3

12 Klasifikasi Klasifikasi adalah proses menemukan sebuah himpunan model (fungsi) yang menggambarkan dan membedakan kelas-kelas data atau berbagai konsep. Tujuanya adalah untuk meramalkan kelas dari objek-objek yang label kelasnya belum diketahui (Han & Kamber 2001). Proses menemukan sebuah model dilakukan pada sebuah himpunan data training (data pelatihan). Untuk proses klasifikasi atau prediksi pada data testing (data pengujian) dilakukan berdasarkan model yang diturunkan data pelatihan tersebut. Voting Feature Intervals 5 (VFI5) Voting Feature Intervals 5 merupakan algoritma klasifikasi yang dikembangkan oleh Demiröz dan Güvenir (Demiröz 1997). Semua instance pelatihan diproses bersamaan. Algoritma VFI5 terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pelatihan dan klasifikasi. 1 Pelatihan Pada tahap pelatihan, awalnya ditentukan nilai end point suatu feature f pada kelas data c. End point untuk feature linier adalah feature yang nilainya memiliki urutan dan bisa dibandingkan tingkatannya yaitu berupa nilai minimum dan nilai maksimum setiap kelas c. End point untuk feature nominal adalah feature yang nilainya tidak memiliki urutan dan tidak bisa dibandingkan tingkatannya yaitu semua nilai yang berbeda yang ada pada feature kelas yang sedang diamati. Selanjutnya end points tersebut diurutkan menjadi interval untuk feature f. Terdapat dua jenis interval, yaitu point interval dan range interval. Point interval dibentuk dari setiap nilai yang berbeda dari end points. Range interval dibentuk dari dua nilai end points yang berdekatan tetapi tidak termasuk end points tersebut (Güvenir 1997). Tahap selanjutnya ialah menghitung jumlah instance pelatihan setiap kelas c dengan feature f yang nilainya jatuh pada interval i, direpresentasikan sebagai interval_class_count [f,i,c]. Untuk setiap instance pelatihan, dicari interval i di mana nilai feature f dari instance pelatihan e (e f ) tersebut jatuh. Jika interval i merupakan point interval dan nilai e f sama dengan nilai pada batas bawah atau batas atas maka jumlah kelas instance tersebut (e f ) pada interval i ditambah 1. Jika interval i merupakan range interval dan nilai e f jatuh pada interval tersebut, maka jumlah kelas instance e f pada interval i ditambah 1. Hasil dari proses tersebut merupakan jumlah vote kelas c pada interval i. Jumlah vote kelas c untuk feature f pada interval i dibagi dengan jumlah instance pada kelas c (class_count[c]) untuk menghilangkan perbedaan distribusi setiap kelas. Hasil normalisasi direpresentasikan dalam interval_class_vote [f,i,c]. Nilai-nilai pada interval_class_vote [f,i,c] dinormalisasi sehingga jumlah vote dari beberapa kelas pada setiap feature sama dengan 1. Normalisasi ini bertujuan agar setiap fitur memiliki kekuatan voting yang sama pada proses klasifikasi yang tidak dipengaruhi ukuranya. Berikut ini adalah pseudocode tahap pelatihan dari algoritma VFI5. train (TrainingSet); begin for each feature f if f is linear for each class c EndPoints[f] = EndPoints[f]U find_end_points(trainingset,f, c); sort (EndPoints[f]); for each end point p in EndPoints[f] form a point interval from end point p form a range interval between p and the next endpoint p else /*if f is nominal*/ form a point interval for each value of f for each interval i on feature f for each class c interval_class_count[f,i,c]=0; count_instances(f,trainingset); for each interval i on feature f for each class c normalize interval_class_vote[f,i,c]; /* such that c interval_class_vote[f,i,c] = 1 */ end 2 Klasifikasi Pada tahap awal klasifikasi dilakukan proses inisialisasi awal nilai vote masingmasing kelas dengan nilai 0. Untuk setiap feature f dicari nilai interval i di mana e f jatuh, e f adalah nilai feature f dari instance tes e. Jika e f tidak diketahui, maka feature tersebut tidak disertakan dalam voting (memberi nilai vote 0 untuk masing-masing kelas). Feature yang nilainya tidak diketahui diabaikan. 4

13 Jika e f diketahui maka interval tersebut ditemukan. Interval tersebut dapat menyimpan instances pelatihan dari beberapa kelas. Kelaskelas dalam sebuah interval direpresentasikan oleh vote kelas-kelas tersebut pada interval itu. Untuk setiap kelas c, feature f memberikan vote yang sama dengan interval_class_vote[f,i,c]. Notasi tersebut merepresentasikan vote feature f yang diberikan untuk kelas c. Setiap feature f mengumpulkan nilai vote kemudian dijumlahkan untuk memperoleh total vote. Kelas c yang memiliki nilai vote tertinggi diprediksi sebagai kelas dari instance tes e. Pseudocode untuk tahap klasifikasi dapat dilihat di bawah ini (Güvenir et al. 1998). classify (e) begin for each class c vote[c] = 0 for each feature f for each class c feature_vote[f,c] = 0; /*vote of feature f for class c*/ if e f value is known i = find_interval(f,e f) feature_vote[f,c] = interval_class_vote [f,i,c] for each class c vote[c] = vote[c] + feature_vote[f,c]*weight[f]; return class c with highes vote[c]; end K-Fold Cross Validation K-fold cross validation merupakan metode untuk memperkirakan generalisasi galat berdasarkan resampling (Weiss & kulikowski 1991 diacu dalam Sarle 2004). Hasil diperkirakan dari generalisasi galat biasanya digunakan untuk pemilahan diantara model yang bervariasi. Dalam k-fold cross validation, data dibagi secara acak menjadi k himpunan bagian yang ukurannya hampir sama satu sama lain. Himpunan bagian yang dihasilkan yaitu S 1, S 2, S 3,..., S`k digunakan sebagai pelatihan dan pengujian yang masingmasing diulang sebanyak k kali. Pada iterasi ke-i, himpunan bagian Si digunakan sebagai data pengujian dan himpunan bagian yang lainnya digunakan sebagai data pelatihan, dan seterusnya. Dalam klasifikasi dengan algoritma VFI5 disarankan menggunakan K- fold cross validation dengan nilai k lebih besar dari 2, dan akan lebih baik lagi menggunakan nilai k sebesar mungkin karena semakin besar nilai k maka akurasi yang di dapatkan akan cenderung tetap atau meningkat (Ramdan 2007). METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan disajikan pada Gambar 8. Studi Pustaka Gambar 8 Metode penelitian Pada tahap ini dilakukan studi pustaka yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam hal ini, studi pustaka meliputi jamur dapat dikonsumsi atau beracun pada famili Agaricus dan Lepiota dan penerapan algoritma VFI 5. Data Data yang digunakan pada penelitian ini berupa kumpulan data jamur (famili Agaricus dan Lepiota) yang diambil dari UCI repository of machine learning database ( om). Kumpulan data jamur ini terdiri atas gambaran hipotesis dari 23 spesies jamur yang berbeda dalam famili Agaricus dan Lepiota. Setiap jamur menggambarkan 22 kumpulan bentuk (atribut) yang berbeda. Bentuk yang beraneka ragam dari famili Agaricus dan Lepiota memungkinkan untuk mendeskripsikan sepesies dari jamur ini 5

14 berdasarkan 22 fitur yang berbeda. Kumpulan data jamur famili Agaricus dan Lepiota berjumlah 8124 instances yang berbeda. Jumlah data ini terdiri dari 4028 yang digolongkan pada jamur yang dapat dikonsumsi, 3916 digolongkan pada jamur yang beracun. Dua puluh dua fitur jamur famili Agaricus dan Lepiota disajikan pada Lampiran 1. Beberapa contoh gambar fitur jamur disajikan pada Lampiran 2. Praproses Pada tahap ini data yang sudah didapat diubah menjadi data numerik untuk masingmasing atribut. Hal ini digunakan untuk mempermudah dalam memasukan (input) data pada pembuatan program. Klasifikasi Algoritma VFI 5 Tahapan klasifikasi Voting Feature Intervals 5 terdiri dari dua proses yaitu pelatihan dan klasifikasi. Data yang digunakan pada tahapan ini juga dibagi menjadi dua bagian yaitu data pelatihan dan data pengujian. Pembagian Data Latih dan Data Uji Penelitian ini menggunakan metode 3- fold cross validation. Oleh karena itu, data yang digunakan dibagi menjadi tiga subset secara acak yang masing-masing subset memiliki jumlah instance dan perbandingan jumlah kelas yang hampir sama. Pembagian data ini digunakan pada proses iterasi klasifikasi. Iterasi dilakukan sebanyak tiga kali. Setiap iterasi, satu subset digunakan untuk pengujian sedangkan subset-subset lainya digunakan untuk pelatihan. Pelatihan Subset data pelatihan digunakan sebagai input bagi algoritma Voting Feature Intervals 5 pada tahapan pelatihan. Langkah pertama yang dilakukan pada tahapan pelatihan yaitu membuat interval dari masing-masing fitur berdasarkan nilai end point masing-masing fitur untuk setiap kelasnya. Setelah end point masing-masing fitur terbentuk maka dimulailah proses voting pada algoritma. Voting yang dilakukan yaitu menghitung jumlah data untuk setiap kelas pada interval tertentu. Masing-masing kelas pada rentang interval tertentu memiliki nilai vote yang berbeda-beda. Nilai vote tersebut akan dinormalisasi untuk mendapatkan nilai vote akhir pada masing-masing fitur. Pengujian Pada tahapan pengujian atau klasifikasi setiap nilai fitur dari data pengujian akan diperiksa letaknya pada interval. Nilai vote setiap kelas untuk setiap fitur pada interval yang bersesuaian diambil nilainya dan kemudian dijumlahkan. Kelas dengan nilai vote tertinggi menjadi kelas prediksi dari data pengujian tersebut. Tahapan pengujian menggunakan data uji yang telah ditentukan sebelumnya dalam proses iterasi. Data uji yang digunakan disesuaikan dengan subset data pelatihan yang digunakan. Perhitungan Akurasi Pada penelitian ini ingin diketahui akurasi yang dicapai algoritma VFI5. Tingkat akurasi dihitung dengan cara : Data uji benar diklasifikasi Tingkat akurasi = X 100% Total data uji Tingkat akurasi menunjukan tingkat kebenaran pengklasifikasian data terhadap kelas sebenarnya. Semakin rendah nilai akurasi maka semakin tinggi kesalahan klasifikasi. Tingkat akurasi yang baik adalah tingkat akurasi yang mendekati nilai 100%. Spesifikasi Implementasi Aplikasi yang digunakan pada penelitian ini dibangun dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak dengan spesifikasi sebagai berikut: Perangkat keras berupa computer mobile: 1. Processor Intel Pentium M 1,73 GHz 2. RAM kapasitas 512 MB 3. Harddisk kapasitas 40 GB 4. Monitor pada resolusi pixels 5. Keyboard dan Mouse Perangkat lunak: 1. Sistem Operasi : Microsoft Windows XP Home Edition 2. XAMPP yang terdiri dari Web Server Apache 2.0 dan sistem manajemen basis data MySQL dengan alat bantu pengolahan data menggunakan PHPMyAdmin 3. Bahasa Pemrograman: PHP Browser: Mozilla Firefox 3.0 6

15 HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data famili Agaricus dan Lepiota. Data ini merupakan kumpulan data jamur yang berjumlah 8124 instance. Semua instance yang memiliki nilai atribut yang tidak lengkap tetap digunakan karena algoritma VFI5 memiliki mekanisme voting yang mampu menangani nilai atribut yang tidak diketahui. Dengan demikian, tidak ada pengurangan jumlah instance dari data awal dan instanceinstance tersebut digunakan sebagai data pelatihan maupun data pengujian. Pada data jamur famili Agaricus dan Lepiota terdapat 22 fitur. Setiap fitur yang dimiliki oleh data jamur masing-masing memiliki atribut yang berbeda. Seluruh fitur yang terdapat pada data ini merupakan fitur nominal. Spesifikasi data yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Spesifikasi data yang digunakan Nama data Jumlah instance Jumlah fitur Famili Agaricus Lepiota Jumlah kelas Dua puluh dua fitur yang terdapat pada data ini masing-masing dilambangkan secara berturut-turut dengan variabel F1,F2,..,F22. Dalam implementasi seluruh nilai atribut yang digunakan dikonversi terlebih dahulu ke bentuk bilangan numerik. Nama fitur, lambang variabel, dan nama atribut tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Pembagian Data Latih dan Data Uji Data keseluruhan yang berjumlah 8124 instance tersebut terlebih dahulu dibagi secara acak menjadi 3 himpunan bagian yang ukurannya hampir sama satu sama lain. Pembagian data keseluruhan secara acak menghasilkan himpunan bagian yang disebut sebagai himpunan bagian S 1, himpunan bagian S 2, dan himpunan bagian S 3. Hasil pembagian data keseluruhan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil pembagian data keseluruhan Himpunan bagian Dapat dikonsumsi Beracun (instance) (instance) S S S Total Dengan metode 3-fold cross validation, maka akan dilakukan tiga kali iterasi dengan menggunakan dua himpunan bagian sebagai data latih dan satu himpunan bagian sebagai data uji. Susunan data yang digunakan sebagai data pelatihan dan data pengujian pada setiap iterasi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Susunan data pelatihan dan data pengujian Iterasi Pelatihan Pengujian Iterasi pertama S 1 & S 2 S 3 Iterasi kedua S 2 & S 3 S 1 Iterasi ketiga S 1 & S 3 S 2 Penelitian ini akan dilakukan dalam dua tahap pengujian. Tahap pertama adalah penelitian dengan menggunakan semua fitur yang ada dalam proses pelatihan dan proses pengujian. Tahap kedua adalah menggunakan fitur yang merupakan ciri khas dari kelas jamur dapat dikonsumsi atau kelas beracun berdasarkan pengujian tahap pertama. Data pelatihan dan data pengujian pada setiap iterasi akan digunakan dalam dua tahap pengujian. Pengujian Tahap Pertama Pada pengujian tahap pertama akan dilakukan pengujian dengan menggunakan 22 fitur yang ada pada data jamur famili Agaricus dan Lepiota. Iterasi Pertama Pada iterasi pertama, himpunan bagian S 1 dan himpunan bagian S 2 digunakan sebagai data pelatihan sedangkan himpunan bagian S 3 digunakan sebagai data pengujian. Komposisi jumlah instance per kelas pada data pelatihan dan data pengujian pada iterasi ini disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi jumlah instance per kelas pada data pelatihan dan data pengujian Kelas Pelatihan (instances) Pengujian (instances) Dapat dikonsumsi Beracun Total Proses pelatihan pada iterasi ini menghasilkan interval-interval fitur. Setiap interval suatu fitur tertentu memilki nilai-nilai vote yang didistribusikan fitur tersebut untuk kelas dapat dikonsumsi dan kelas beracun. 7

16 Interval tersebut beserta nilai vote setiap kelasnya disajikan pada Lampiran 4. Untuk fitur F1 sampai dengan fitur F22, dapat dilihat nilai distribusi fitur-fitur tersebut pada suatu interval yang dihasilkan oleh proses pelatihan yang mencerminkan kecenderungan fitur-fitur tersebut untuk menjadi ciri khas kelas dapat dikonsumsi atau kelas beracun. Pada iterasi ini terdapat kecenderungan fitur yang menjadi ciri khas kelas dapat dikonsumsi saja atau kelas beracun saja. Fitur-fitur tersebut disajikan pada Lampiran 5. Pengujian yang dilakukan pada iterasi ini sebagai klasifikasi pada data pengujian S 3 menghasilkan akurasi sebesar %. Terdapat 464 instance pada data pengujian S 3 yang kelas prediksinya tidak sesuai dengan kelas sebenarnya pada data famili Agaricus dan Lepiota. Instance tersebut diprediksi oleh algoritma VFI5 termasuk ke dalam kelas beracun, sedangkan pada data famili Agaricus dan Lepiota kelas sebenarnya pada instance tersebut adalah kelas dapat dikonsumsi. Hasil prediksi dari iterasi ini disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil prediksi dari iterasi pertama. Kelas Kelas awal Kelas prediksi Salah prediksi Dapat dikonsumsi Beracun Kesalahan dalam proses klasifikasi terjadi karena pada proses pelatihan dalam iterasi ini kecenderungan memberikan nilai vote yang lebih besar pada kelas beracun, sehingga total vote pada kelas beracun memiliki total nilai vote yang lebih besar dibandingkan dengan kelas dapat dikonsumsi. Rataan normalisasi (peluang) dari instance pengujian yang salah prediksi pada kelas dapat dikonsumsi sebesar 0.47 sedangkan pada kelas beracun sebesar Instance pengujian yang salah prediksi memiliki nilai peluang mendekati 0.5 untuk setiap kelasnya. Ini berarti instance pengujian tersebut mempunyai peluang yang hampir sama untuk masing-masing kelasnya. Iterasi Kedua Pada iterasi kedua, himpunan bagian S 2 dan himpunan bagian S 3 digunakan sebagai data pelatihan sedangkan himpunan bagian S 1 digunakan sebagai data pengujian. Komposisi jumlah instance per kelas pada data pelatihan dan data pengujian pada iterasi ini disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi jumlah instance per kelas pada data pelatihan dan data pengujian Kelas Pelatihan (instance) Pengujian (instance) Dapat dikonsumsi Beracun Total Proses pelatihan pada iterasi ini menghasilkan interval-interval fitur. Seperti pada iterasi pertama, setiap interval suatu fitur tertentu memilki nilai-nilai vote yang didistribusikan fitur tersebut untuk kelas dapat dikonsumsi dan kelas beracun. Interval tersebut beserta nilai vote setiap kelasnya disajikan pada Lampiran 6. Seperti pada iterasi pertama untuk fitur F1 sampai dengan fitur F22, dapat dilihat nilai distribusi fitur-fitur tersebut pada suatu interval yang dihasilkan oleh proses pelatihan yang mencerminkan kecenderungan fitur-fitur tersebut untuk menjadi ciri khas kelas dapat dikonsumsi atau kelas beracun. Pada iterasi ini terdapat kecenderungan fitur yang menjadi ciri khas kelas dapat dikonsumsi saja atau kelas beracun saja. Fitur-fitur tersebut disajikan pada Lampiran 5. Pengujian yang dilakukan pada iterasi ini sebagai klasifikasi pada data pengujian S 1 menghasilkan akurasi sebesar %. Terdapat 461 instance pada data pengujian S 1 yang kelas prediksinya tidak sesuai dengan kelas sebenarnya pada data famili Agaricus dan Lepiota. Instance tesebut diprediksi oleh algoritma VFI5 termasuk ke dalam kelas dapat dikonsumsi, sedangkan pada data famili Agaricus dan Lepiota kelas sebenarnya pada instance tersebut adalah kelas beracun. Hasil prediksi dari iterasi ini disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil prediksi dari iterasi kedua. Kelas Kelas awal Kelas prediksi Salah prediksi Dapat dikonsumsi Beracun Kesalahan dalam proses klasifikasi terjadi karena pada proses pelatihan dalam iterasi ini kecenderungan memberikan nilai vote yang lebih besar pada kelas dapat dikonsumsi, sehingga total vote pada kelas dapat dikonsumsi memiliki total nilai vote yang lebih besar dibandingkan dengan kelas beracun. Rataan normalisasi (peluang) dari 8

17 instance pengujian yang salah prediksi pada kelas dapat dikonsumsi sebesar 0.57 sedangkan pada kelas beracun sebesar Iterasi Ketiga Pada iterasi ketiga, himpunan bagian S 1 dan himpunan bagian S 3 digunakan sebagai data pelatihan sedangkan himpunan bagian S 2 digunakan sebagai data pengujian. Komposisi jumlah instance per kelas pada data pelatihan dan data pengujian pada iterasi ini disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Komposisi jumlah instance per kelas pada data pelatihan dan data pengujian Kelas Pelatihan (instance) Pengujian (instances) Dapat dikonsumsi Beracun Total Proses pelatihan pada iterasi ini menghasilkan interval-interval fitur. Seperti pada iterasi pertama dan iterasi kedua, setiap interval suatu fitur tertentu memilki nilai-nilai vote yang didistribusikan fitur tersebut untuk kelas dapat dikonsumsi dan kelas beracun. Interval tersebut beserta nilai vote setiap kelasnya disajikan pada Lampiran 7. Seperti pada iterasi pertama dan kedua, untuk fitur F1 sampai dengan fitur F22, dapat dilihat nilai distribusi fitur-fitur tersebut pada suatu interval yang dihasilkan oleh proses pelatihan yang mencerminkan kecenderungan fitur-fitur tersebut untuk menjadi ciri khas kelas dapat dikonsumsi atau kelas beracun. Pada iterasi ini terdapat kecenderungan fitur yang menjadi ciri khas kelas dapat dikonsumsi saja atau kelas beracun saja. Fitur-fitur tersebut disajikan pada Lampiran 5. Pengujian yang dilakukan pada iterasi ini sebagai klasifikasi pada data pengujian S 2 menghasilkan akurasi sebesar %. Terdapat 332 instance pada data pengujian S 2 yang kelas prediksinya tidak sesuai dengan kelas sebenarnya pada data famili Agaricus dan Lepiota. Keseluruhan instance tesebut diprediksi oleh algoritma VFI5 termasuk ke dalam kelas dapat dikonsumsi, sedangkan pada data famili Agaricus dan Lepiota kelas sebenarnya pada instance tersebut adalah kelas beracun. Hasil prediksi dari iterasi ini disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil prediksi dari iterasi ketiga. Kelas Kelas awal Kelas prediksi Salah prediksi Dapat dikonsumsi Beracun Seperti pada iterasi kedua kesalahan dalam proses klasifikasi terjadi karena pada proses pelatihan dalam iterasi ini kecenderungan memberikan nilai vote yang lebih tinggi pada kelas dapat dikonsumsi, sehingga total vote pada kelas dapat dikonsumsi memiliki total nilai vote yang lebih besar dibandingkan dengan kelas beracun. Rataan normalisasi (peluang) dari instance pengujian yang salah prediksi pada kelas dapat dikonsumsi sebesar 0.56 sedangkan pada kelas beracun sebesar Hasil Pelatihan dan Hasil Pengujian Tahap Pertama Proses pelatihan yang dilakukan pada setiap iterasi menghasilkan interval-interval fitur. Interval-interval untuk setiap fiturnya mempunyai nilai vote untuk kelas dapat dikonsumsi dan kelas beracun. Untuk setiap fitur yang merupakan ciri khas dari setiap kelas, terdapat interval dengan nilai vote 1 dimana nilai vote pada interval ini mencerminkan kecenderungan fitur tersebut untuk menjadi ciri khas dari kelas yang ada. Pada setiap iterasi terdapat fitur-fitur yang konsisten menjadi ciri khas kelas dapat dikonsumsi saja atau kelas beracun saja. Fitur-fitur tersebut disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Fitur-fitur dengan point interval 1 pada setiap iterasi nilai vote 1 Fitur Nama Fitur Dapat Beracun dikonsumsi F1 Cap-shape Conical F5 Odor Almond Anise Creosote Fishy Foul Spicy F9 Gill-color Buff F11 Stalk-root Rooted F14 Stalk-colorabove-ring Gray Buff 9

18 Tabel 10 Lanjutan nilai vote 1 Fitur Nama Fitur Dapat Beracun dikonsumsi Stalk-color- Gray Buff F15 bellow-ring White F19 Ring-type Large F20 F21 Spore-printcolor Population Abundant Numerous Green Selain karena total nilai vote yang lebih besar dibandingkan nilai vote kelas prediksi, beberapa kesalahan klasifikasi pada setiap iterasi terjadi karena adanya kesamaan bentuk setiap instance pengujian terhadap setiap kelas. Hal ini dapat dilihat dari peluang untuk masing-masing kelas prediksi yang mendekati nilai 0.5 (hampir sama setiap kelas). Sehingga mempengaruhi tingkat akurasi yang diperoleh pada setiap iterasi. Proses pengujian pada setiap iterasi menghasilkan akurasi. Akurasi dari setiap iterasi pada proses pengujian tahap pertama disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Akurasi dari setiap iterasi pengujian tahap pertama Iterasi Akurasi Pertama 82.97% Kedua 82.93% Ketiga 87.70% Rata-rata 84.53% Standar deviasi 2.74 % Dengan menggunakan 22 fitur yang ada pada data jamur famili Agaricus dan Lepiota algoritma VFI 5 memberikan rata-rata akurasi sebesar % dan standar deviasi sebesar 2.74%. Hal ini menunjukan algoritma VFI 5 cukup mampu melakukan klasifikasi dengan baik. Pengujian Tahap Kedua Pada pengujian tahap ini akan dilakukan pengujian terhadap fitur yang konsisten menjadi ciri khas kelas dapat dikonsumsi saja atau kelas beracun saja berdasarkan pengujian tahap pertama. Terdapat 9 fitur yang akan digunakan dalam proses pelatihan dan pengujian yang diperoleh dari pengujian tahap pertama. Fitur-fitur yang disertakan pada tahapan ini adalah fitur dengan lambang variabel: F1, F5, F9, F11, F14, F15, F19, F20, F21. Pembagian data yang digunakan pada pengujian tahap kedua sama persis seperti pada pembagian data tahap pertama. Susunan data yang digunakan sebagai data pelatihan dan data pengujian pada tahap kedua menggunakan susunan data yang sama seperti pada pengujian tahap pertama. Hal ini dilakukan agar dapat terlihat pengaruh dari penggunaan fitur yang konsisten menjadi ciri khas kelas dapat dikonsumsi saja atau kelas beracun saja pada akurasi yang dihasilkan. Iterasi Pertama Proses pelatihan dan pengujian iterasi pertama pada pengujian tahap kedua menggunakan data latih dan data uji seperti pada pengujian tahap pertama pada iterasi pertama. Seperti pada iterasi pertama di pengujian tahap pertama, proses pelatihan menghasilkan interval fitur yang memilki nilai-nilai vote untuk kelas dapat dikonsumsi dan kelas beracun. Interval tersebut beserta nilai vote setiap kelasnya disajikan pada Lampiran 8. Pengujian yang dilakukan pada iterasi ini sebagai klasifikasi pada data pengujian S 3 menghasilkan akurasi sebesar %. Terdapat 258 instance pada data pengujian S 3 yang kelas prediksinya tidak sesuai dengan kelas sebenarnya pada data famili Agaricus dan Lepiota. Hasil prediksi dari iterasi ini disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil prediksi dari iterasi pertama. Kelas Kelas awal Kelas prediksi Salah prediksi Dapat dikonsumsi Beracun Sama seperti pada pengujian tahap pertama iterasi pertama, kesalahan dalam proses klasifikasi terjadi karena pada proses pelatihan dalam iterasi ini kecenderungan memberikan nilai vote yang lebih besar pada kelas beracun, sehingga total vote pada kelas beracun memiliki total nilai vote yang lebih besar dibandingkan dengan kelas dapat dikonsumsi. Dari 257 instance yang salah prediksi pada kelas dapat dikonsumsi, rataan normalisasi (peluang) dari instance pengujian yang salah prediksi memberikan peluang nilai vote sebesar 0.46 untuk kelas dapat dikonsumsi dan 0.54 untuk kelas beracun. Pada kelas beracun terdapat satu instance yang salah prediksi. Instance tersebut memberikan peluang nilai vote sebesar

19 untuk kelas dapat dikonsumsi dan 0.52 untuk kelas beracun. Instance pengujian yang salah prediksi tersebut memiliki nilai peluang mendekati 0.5 untuk setiap kelasnya. Ini berarti instance pengujian tersebut mempunyai peluang yang hampir sama untuk masing-masing kelasnya. Iterasi Kedua Proses pelatihan dan pengujian iterasi kedua pada pengujian tahap kedua menggunakan data latih dan data uji seperti pada pengujian tahap pertama pada iterasi kedua. Seperti pada iterasi kedua di pengujian tahap pertama, proses pelatihan menghasilkan interval fitur yang memilki nilai-nilai vote untuk kelas dapat dikonsumsi dan kelas beracun. Interval tersebut beserta nilai vote setiap kelasnya disajikan pada Lampiran 9. Pengujian yang dilakukan pada iterasi ini sebagai klasifikasi pada data pengujian S 1 menghasilkan akurasi sebesar %. Terdapat 454 instance pada data pengujian S 1 yang kelas prediksinya tidak sesuai dengan kelas sebenarnya pada data famili Agaricus dan Lepiota. Hasil prediksi dari iterasi ini disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil prediksi dari iterasi kedua. Kelas Kelas awal Kelas prediksi Salah prediksi Dapat dikonsumsi Beracun Seperti pada iterasi kedua di pengujian tahap pertama, kesalahan dalam proses klasifikasi terjadi karena pada proses pelatihan dalam iterasi ini kecenderungan memberikan nilai vote yang lebih besar pada kelas dapat dikonsumsi, sehingga total vote pada kelas dapat dikonsumsi memiliki total nilai vote yang lebih besar dibandingkan dengan kelas beracun. Rataan normalisasi (peluang) dari instance pengujian yang salah prediksi pada kelas dapat dikonsumsi sebesar 0.67 sedangkan pada kelas beracun sebesar Rasio peluang dari setiap kelas pada iterasi ini cukup besar. Hal ini disebabkan karena pada proses pengujian beberapa fitur kelas beracun memberikan nilai vote 0, sehingga total vote kelas beracun lebih kecil dari kelas dapat dikonsumsi. Iterasi Ketiga Proses pelatihan dan pengujian iterasi ketiga pada pengujian tahap kedua menggunakan data latih dan data uji seperti pada pengujian tahap pertama pada iterasi ketiga. Seperti pada iterasi ketiga di pengujian tahap pertama, proses pelatihan menghasilkan interval fitur yang memilki nilai-nilai vote untuk kelas dapat dikonsumsi dan kelas beracun. Interval tersebut beserta nilai vote setiap kelasnya disajikan pada Lampiran 10. Proses pelatihan iterasi ketiga pada pengujian tahap kedua menggunakan data pelatihan seperti pada pengujian tahap pertama pada iterasi ketiga. Pengujian yang dilakukan pada iterasi ini sebagai klasifikasi pada data pengujian S 2 menghasilkan akurasi sebesar %. Terdapat 139 instance pada data pengujian S 2 yang kelas prediksinya tidak sesuai dengan kelas sebenarnya pada data jamur famili Agaricus dan Lepiota. Hasil prediksi dari iterasi ini disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil prediksi dari iterasi ketiga. Kelas Kelas awal Kelas prediksi Salah prediksi Dapat dikonsumsi Beracun Seperti pada iterasi kedua, kesalahan dalam proses klasifikasi terjadi karena pada proses pelatihan dalam iterasi ini kecenderungan memberikan nilai vote yang lebih besar pada kelas dapat dikonsumsi, sehingga total vote pada kelas dapat dikonsumsi memiliki total nilai vote yang lebih besar dibandingkan dengan kelas beracun. Rataan peluang dari instance pengujian yang salah prediksi pada kelas dapat dikonsumsi sebesar 0.56 dan kelas beracun sebesar Hasil Pengujian Tahap Kedua Seperti pada pengujian tahap pertama proses pelatihan menghasilkan interval fitur yang memilki nilai-nilai vote untuk kelas dapat dikonsumsi dan kelas beracun. Nilai vote dan interval yang dihasilkan pada pengujian tahap ini sama dengan nilai vote dan interval pengujian tahap pertama. Hal ini terjadi karena susunan anggota setiap himpunan bagian pada pengujian tahap kedua ini sama dengan pengujian tahap pertama. Pada setiap iterasi dalam pengujian tahap kedua terjadi peningkatan akurasi. Sehingga rata-rata akurasi pada pengujian ini mengalami peningkatan. Akurasi tertinggi yaitu sebesar % terdapat pada iterasi ketiga. Hal ini menunjukan bahwa 11

20 menggunakan fitur yang merupakan ciri khas dari jamur dapat dikonsumsi atau beracun dapat meningkatkan akurasi dari klasifikasi pada algoritma VFI5. Kesalahan klasifikasi pada setiap iterasi terjadi karena total nilai vote yang lebih kecil pada kelas sebenarnya. Akurasi yang didapatkan pada setiap iterasi dalam pengujian tahap kedua ini disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Akurasi dari setiap iterasi pengujian tahap kedua Iterasi Akurasi Pertama % Kedua % Ketiga % Rata-rata % Standar deviasi 5.89 % Berdasarkan akurasi yang didapatkan pada pengujian tahap kedua ini algoritma VFI 5 mampu mengklasifikasikan jamur ke dalam kelas dapat dikonsumsi atau beracun dengan rata-rata akurasi sebesar % dan standar deviasi sebesar 5.89 %. Penelitian ini dapat dikatakan berhasil karena akurasi tertinggi yang didapatkan sebesar %, hampir sama seperti pada penelitian sebelumnya yaitu sebesar 95% menggunakan data yang sama dengan metode sistem pembelajaran terawasi (supervised) berdasarkan kepada decision trees (Schlimmer 1987 diacu dalam Eusebi et al. 2008). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Algoritma voting feature intervals (VFI5) digunakan untuk melakukan klasifikasi. Data yang digunakan adalah data jamur famili Agaricus dan Lepiota. Proses pelatihan pada setiap iterasi menghasilkan interval-interval fitur. Nilai vote 1 pada interval fitur mencerminkan kecenderungan fitur tersebut menjadi ciri khas kelas dapat dikonsumsi atau kelas beracun. Terdapat 9 fitur (F1, F5, F9, F11, F14, F15, F19, F20, dan F21) yang merupakan ciri khas dari kelas dapat dikonsumsi saja atau kelas beracun saja (nilai vote 1). Akurasi dari klasifikasi yang dihasilkan oleh algoritma VFI5 cukup tinggi untuk setiap iterasinya. Pada pengujian tahap pertama, iterasi pertama menghasilkan akurasi sebesar 82.97%, iterasi kedua menghasilkan akurasi sebesar 82.93%, dan iterasi ketiga menghasilkan akurasi sebesar 87.70%. Ratarata akurasi yang dihasilkan pada pengujian tahap pertama oleh algoritma VFI5 adalah sebesar 84.53% dan standar deviasi sebesar 2.74%. Perbandingan hasil akurasi pada pengujian tahap kedua jauh lebih baik daripada pengujian tahap pertama. Pada pengujian tahap kedua akurasi yang diperoleh cenderung meningkat pada setiap iterasi. Hal ini menunjukan bahwa pada pengujian tahap kedua penggunaan fitur yang menjadi ciri khas suatu kelas jamur akan meningkatkan akurasi klasifikasi jamur. Penelitian dengan menggunakan algoritma VFI 5 dapat dikatakan berhasil. Ini ditunjukan oleh hasil akurasi tertinggi algoritma VFI 5 sebesar 94.85% yang mendekati hasil akurasi dari penelitian sebelumnya. Saran Penelitian ini menggunakan bobot fitur yang seragam yaitu satu. Hal ini masih dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan bobot yang berbeda untuk setiap fitur. Pemberian bobot untuk fitur yang menjadi ciri khas dari kelas jamur beracun sebaiknya lebih tinggi. Hal ini dikarenakan bahaya yang lebih besar ketika terjadi kesalahan dalam klasifikasi pada kelas jamur beracun. DAFTAR PUSTAKA Demiröz G Non-Incremental Classification Learning Algorithms Based on Voting Feature Intervals. [16 Agustus 2008]. Eusebi C, Gliga C, John D, Maisonave A Data Mining on a Mushroom Database. Proceedings of Student-Faculty Research Day; Pace University, 2 mei New York: Seidenberg School of CSIS. hlm B2.1-B2.9 Güvenir HA A Classification Learning Algorithm Robust to Irrelevant Features. tech-report/1998/bu-ceis-9810.pdf [16 Agustus 2008]. Güvenir HA, Demiröz, lter N Learning Differential Diagnosis of Erythemato-Squamous Diseases Using Voting Feature Intervals. Artificial Intelegence in Medicine, 13 (3),

21 Han J, Kamber M Data Mining Concepts &Techniques. USA: Academic Press. Lincoff GH The Audubon Society Field Guide to North American Mushrooms. New York: Alfred A. Knopf Press. Ramdan G Pengaruh Banyaknya Subset Validasi Silang Terhadap Kinerja Algoritma VFI5 [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sarle W What are cross-validation and bootsrapping?. [16 Agustus 2008] Ulloa M, Richard TH Illustrated Dictionary of Mycology. Minnesota: APS Press. 13

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Jamur merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di alam, sehingga sejak dahulu jamur dijadikan sebagai bahan konsumsi utama. Seiring dengan berkembangnya waktu,

Lebih terperinci

PENGARUH INCOMPLETE DATA TERHADAP AKURASI VOTING FEATURE INTERVALS-5 (VFI5) ABSTRAK

PENGARUH INCOMPLETE DATA TERHADAP AKURASI VOTING FEATURE INTERVALS-5 (VFI5) ABSTRAK PENGARUH INCOMPLETE DATA TERHADAP AKURASI VOTING FEATURE INTERVALS-5 (VFI5) Atik Pawestri Sulistyo 1, Aziz Kustiyo 1, Agus Buono 2 1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Klasifikasi merupakan salah satu bidang kajian pada machine learning. Klasifikasi adalah proses menemukan sekumpulan model atau fungsi yang menggambarkan dan membedakan konsep

Lebih terperinci

PEMILIHAN DATA TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA VOTING FEATURE INTERVAL 5 (VFI 5) DAVID AULIA AKBAR ADHIEPUTRA

PEMILIHAN DATA TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA VOTING FEATURE INTERVAL 5 (VFI 5) DAVID AULIA AKBAR ADHIEPUTRA PEMILIHAN DATA TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA VOTING FEATURE INTERVAL 5 (VFI 5) DAVID AULIA AKBAR ADHIEPUTRA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EKSPLORASI METODE PENENTUAN NILAI END POINT PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 SETA BAEHERA

EKSPLORASI METODE PENENTUAN NILAI END POINT PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 SETA BAEHERA EKSPLORASI METODE PENENTUAN NILAI END POINT PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 SETA BAEHERA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 EKSPLORASI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KELAYAKAN PESERTA TENDER PADA PETRONAS CARIGALI INDONESIA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : TENDER PENGADAAN JARINGAN INTERNET)

IDENTIFIKASI KELAYAKAN PESERTA TENDER PADA PETRONAS CARIGALI INDONESIA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : TENDER PENGADAAN JARINGAN INTERNET) IDENTIFIKASI KELAYAKAN PESERTA TENDER PADA PETRONAS CARIGALI INDONESIA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : TENDER PENGADAAN JARINGAN INTERNET) YOGI PURNOYUDHO NUGROHO G64103073 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PASIEN SUSPECT PARVO DAN DISTEMPER PADA DATA REKAM MEDIK RUMAH SAKIT HEWAN IPB MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS ABSTRAK

KLASIFIKASI PASIEN SUSPECT PARVO DAN DISTEMPER PADA DATA REKAM MEDIK RUMAH SAKIT HEWAN IPB MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS ABSTRAK 1 KLASIFIKASI PASIEN SUSPECT PARVO DAN DISTEMPER PADA DATA REKAM MEDIK RUMAH SAKIT HEWAN IPB MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS Muhammad Iqbal 1, Aziz Kustiyo 1, Ekowati Handharyani 2 1 Departemen Ilmu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menempatkan telepon selular menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Keberadaan telepon selular telah

Lebih terperinci

SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 HIDA NUR FIRQIANI G

SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 HIDA NUR FIRQIANI G SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 HIDA NUR FIRQIANI G64103047 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JAMUR BERACUN PADA JENIS JAMUR FAMILI LEPIOTA BERDASARKAN KLASIFIKASI

IDENTIFIKASI JAMUR BERACUN PADA JENIS JAMUR FAMILI LEPIOTA BERDASARKAN KLASIFIKASI IDENTIFIKASI JAMUR BERACUN PADA JENIS JAMUR FAMILI AGARICUS DAN LEPIOTA BERDASARKAN KLASIFIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom.) Pada Program

Lebih terperinci

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Oleh: DHANY NUGRAHA RAMDHANY G

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Oleh: DHANY NUGRAHA RAMDHANY G DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5 Oleh: DHANY NUGRAHA RAMDHANY G64353 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 ABSTRAK

SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 ABSTRAK 1 SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 Hida Nur Firqiani, Aziz Kustiyo, Endang Purnama Giri 1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 ARISTI IMKA APNIASARI G

DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 ARISTI IMKA APNIASARI G DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 ARISTI IMKA APNIASARI G64103027 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian mengenai pengenalan wajah termotivasi oleh banyaknya aplikasi praktis yang diperlukan dalam identifikasi wajah. Pengenalan wajah sebagai salah satu dari teknologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Biometrik adalah ilmu untuk menetapkan identitas seseorang berdasarkan ciri fisik, kimia, ataupun tingkah laku dari orang tersebut. Dewasa ini, biometrik telah menjadi suatu

Lebih terperinci

Lingkungan Pengembangan Pelatihan HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi Fitur Pelatihan (deskripsi training Klasifikasi Akurasi

Lingkungan Pengembangan Pelatihan HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi Fitur Pelatihan (deskripsi training Klasifikasi Akurasi 6 diberikan sesuai dengan beban SKS mata kuliah yang bersangkutan, sedangkan fitur IP TPB disesuaikan. Untuk fitur mata kuliah yang sudah terseleksi, bobot yang dipakai sesuai dengan beban SKS, sedangkan

Lebih terperinci

PREDIKSI MASA STUDI MAHASISWA DENGAN VOTING FEATURE INTERVAL 5 PADA APLIKASI KONSULTASI AKADEMIK ONLINE

PREDIKSI MASA STUDI MAHASISWA DENGAN VOTING FEATURE INTERVAL 5 PADA APLIKASI KONSULTASI AKADEMIK ONLINE PREDIKSI MASA STUDI MAHASISWA DENGAN VOTING FEATURE INTERVAL 5 PADA APLIKASI KONSULTASI AKADEMIK ONLINE Andre Widjaya, Lely Hiryanto, Teny Handhayani Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak DIAOSIS AUA SISTEM URIARI PADA AJI DA KUCI MEUAKA VFI 5 Dhany ugraha Ramdhany 1, Aziz Kustiyo 2, Ekowati Handharyani 3, dan Agus Buono 4 1, 2, 4 Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, IPB, Kampus IPB Darmaga

Lebih terperinci

PREDIKSI INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA ILMU KOMPUTER IPB MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 ABDUL NASRAH G

PREDIKSI INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA ILMU KOMPUTER IPB MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 ABDUL NASRAH G PREDIKSI INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA ILMU KOMPUTER IPB MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 ABDUL NASRAH G64103012 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Biometrik merupakan ilmu pengetahuan yang membangun identitas seseorang berdasarkan sifat-sifat fisik, kimiawi, ataupun kebiasaan seseorang. Sistem biometrik dapat menggunakan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DEBITUR KARTU KREDIT DENGAN PEMILIHAN FITUR MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 SRI RAHAYU NATASIA

KLASIFIKASI DEBITUR KARTU KREDIT DENGAN PEMILIHAN FITUR MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 SRI RAHAYU NATASIA KLASIFIKASI DEBITUR KARTU KREDIT DENGAN PEMILIHAN FITUR MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 SRI RAHAYU NATASIA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Studi Literatur: Peramalan, Curah Hujan, Knowledge Discovery in Database, Jaringan Saraf Tiruan, Backpropagation, Optimalisasasi Backpropagation Pengumpulan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Untuk bisa mendukung sistem secara utuh dibutuhkan teori-teori yang mendukung dalam pengembangan aplikasi ini. Teori-teori yang dibutuhkan meliputi pengenalan tanda tangan dan teknologi

Lebih terperinci

PREDIKSI INDEKS PRESTASI MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 (STUDI KASUS MAHASISWA PROGRAM MAYOR MINOR DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER IPB ) AKHYAR AZNI

PREDIKSI INDEKS PRESTASI MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 (STUDI KASUS MAHASISWA PROGRAM MAYOR MINOR DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER IPB ) AKHYAR AZNI PREDIKSI INDEKS PRESTASI MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 (STUDI KASUS MAHASISWA PROGRAM MAYOR MINOR DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER IPB ) AKHYAR AZNI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Oleh karena itu untuk meningkatkan akurasinya, proses learning harus dihentikan lebih awal atau melakukan pemotongan tree secara umum. Untuk itu diberikan 2 (dua) buah threshold yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5 Dhany Nugraha Ramdhany 1, Aziz Kustiyo 2, Ekowati Handharyani 3, dan Agus Buono" 1,2,4 Departemen IImu Komputer, FMIP A, IPB,

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM BAB V IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan implementasi dari Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Penilaian kinerja yang sudah dibangun 5.1 Lingkungan Implementasi Lingkungan implementasi meliputi

Lebih terperinci

PREDIKSI PENYAKIT PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 DENGAN BOBOT FITUR TIDAK SERAGAM DISTY TATA CERIA

PREDIKSI PENYAKIT PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 DENGAN BOBOT FITUR TIDAK SERAGAM DISTY TATA CERIA PREDIKSI PENYAKIT PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 DENGAN BOBOT FITUR TIDAK SERAGAM DISTY TATA CERIA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

PREDIKSI KOTA PERAIH ANUGERAH ADIPURA MENGGUNAKAN ALGORITME KLASIFIKASI VFI5 MUHAMAD HAIKAL

PREDIKSI KOTA PERAIH ANUGERAH ADIPURA MENGGUNAKAN ALGORITME KLASIFIKASI VFI5 MUHAMAD HAIKAL PREDIKSI KOTA PERAIH ANUGERAH ADIPURA MENGGUNAKAN ALGORITME KLASIFIKASI VFI5 MUHAMAD HAIKAL DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PREDIKSI

Lebih terperinci

Pengantar Matematika kelas1 : kelas2 : kelas3 : mutu : A B C D E

Pengantar Matematika kelas1 : kelas2 : kelas3 : mutu : A B C D E Lingkungan Pengembangan Aplikasi yang dipergunakan untuk skripsi dibangun dengan software dan hardware sebagai berikut: Hardware: 1. Prosesor Inter Pentium Dual Core E2140 @1.60GHz 2. Memori DDRAM 1 GB

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan alir seperti pada Gambar 8. Gambar 8 Diagram Alir Penelitian Pengumpulan Data

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perpustakaan merupakan tempat koleksi buku berada. Meskipun perpustakaan dapat bertujuan untuk menyediakan koleksi buku untuk perseorangan, namun perpustakaan

Lebih terperinci

Klasifikasi Pasien Suspect Parvo dan Distemper pada Data Rekam Medik Rumah Sakit Hewan IPB Menggunakan Voting Feature Intervals

Klasifikasi Pasien Suspect Parvo dan Distemper pada Data Rekam Medik Rumah Sakit Hewan IPB Menggunakan Voting Feature Intervals Klasifikasi Pasien Suspect Parvo dan Distemper pada Data Rekam Medik Rumah Sakit Hewan IPB Menggunakan Voting Feature Intervals,Aziz Kustiyo!, Muhammad Iqbal', Ekowati Handharyani- J Departemen Ilmu Komputer,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian untuk Sistem Optimalisasi Produksi ini menggunakan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian untuk Sistem Optimalisasi Produksi ini menggunakan BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian untuk Sistem Optimalisasi Produksi ini menggunakan model sekuensial linier. Desain penelitian untuk sistem optimalisasi produksi ini

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS SHOREA (MERANTI) MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAUN EVI SUSANTI

IDENTIFIKASI JENIS SHOREA (MERANTI) MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAUN EVI SUSANTI IDENTIFIKASI JENIS SHOREA (MERANTI) MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAUN EVI SUSANTI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA KEPUASAN MAHASISWA TERHADAP KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (STUDI KASUS DI STMIK AKAKOM YOGYAKARTA) Abstrak

PENGENALAN POLA KEPUASAN MAHASISWA TERHADAP KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (STUDI KASUS DI STMIK AKAKOM YOGYAKARTA) Abstrak PENGENALAN POLA KEPUASAN MAHASISWA TERHADAP KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (STUDI KASUS DI STMIK AKAKOM YOGYAKARTA) Dini Fakta Sari Teknik Informatika STMIK AKAKOM Yogyakarta dini@akakom.ac.id Abstrak Tenaga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Tampilan Hasil Berikut ini akan dijelaskan tentang tampilan hasil program dan pembahasan dari analisa dan rancang bangun sistem pendukung keputusan penilaian kelayakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. dalam melakukan penelitian untuk memudahkan penyusun dalam

BAB 3 METODE PENELITIAN. dalam melakukan penelitian untuk memudahkan penyusun dalam BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian adalah tahapan yang menggambarkan susunan dalam melakukan penelitian untuk memudahkan penyusun dalam melakukan kegiatan. Desain penelitian

Lebih terperinci

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Transformasi data, mengubah data ke bentuk yang dapat di-mine sesuai dengan perangkat lunak yang digunakan pada penelitian. Penentuan Data Latih dan Data Uji Dalam penelitian ini data terdapat dua metode

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DATA SPASIAL UNTUK KEMUNCULAN HOTSPOT DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN ALGORITME ID3 VIKHY FERNANDO

KLASIFIKASI DATA SPASIAL UNTUK KEMUNCULAN HOTSPOT DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN ALGORITME ID3 VIKHY FERNANDO KLASIFIKASI DATA SPASIAL UNTUK KEMUNCULAN HOTSPOT DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN ALGORITME ID3 VIKHY FERNANDO DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Penghitungan k-nn pada Adaptive Synthetic-Nominal (ADASYN-N) dan Adaptive Synthetic-kNN (ADASYN-kNN) untuk Data Nominal- Multi Kategori

Penghitungan k-nn pada Adaptive Synthetic-Nominal (ADASYN-N) dan Adaptive Synthetic-kNN (ADASYN-kNN) untuk Data Nominal- Multi Kategori Penghitungan k-nn pada Adaptive Synthetic-Nominal (ADASYN-N) dan Adaptive Synthetic-kNN (ADASYN-kNN) untuk Data Nominal- Multi Kategori Abstrak 1 Sri Rahayu, 2 Teguh Bharata Adji & 3 Noor Akhmad Setiawan

Lebih terperinci

Kelas. Kelas. p q r s t u v w x y Level Transformasi.

Kelas. Kelas. p q r s t u v w x y Level Transformasi. Fitur yang digunakan untuk pelatihan pada algoritme VFI5 diperoleh dari tiap-tiap piksel pada citra tanda tangan. Fitur pada pelatihan yang semula berupa matriks berukuran 3 4 piksel disusun menjadi matriks

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian 3.1.1 Metode Pengumpulan Data Proses pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara berikut ini, yaitu : 1. Observasi Observasi dilakukan dengan

Lebih terperinci

Akurasi. Perangkat Lunak: Sistem operasi: Windows Vista Home Premium Aplikasi pemrograman: Matlab 7.0

Akurasi. Perangkat Lunak: Sistem operasi: Windows Vista Home Premium Aplikasi pemrograman: Matlab 7.0 Tabel 1 Dimensi citra di tiap level Level transformasi Dimensi citra 1 46 56 2 23 28 3 12 14 4 6 7 5 3 4 6 2 2 Pada Gambar 5 disajikan visualisasi transformasi wavelet hingga level 3. Deskripsi citra dekomposisi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata kuliah kerja praktik yang ada di Universitas Kristen Duta Wacana merupakan mata kuliah yang bersifat mandiri. Dimana mahasiswa yang mengambil mata kuliah

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMANTAUAN PERANGKAT JARINGAN KOMPUTER INSTITUT PERTANIAN BOGOR BAGUS AULIA RAHMAN

MANAJEMEN PEMANTAUAN PERANGKAT JARINGAN KOMPUTER INSTITUT PERTANIAN BOGOR BAGUS AULIA RAHMAN MANAJEMEN PEMANTAUAN PERANGKAT JARINGAN KOMPUTER INSTITUT PERTANIAN BOGOR BAGUS AULIA RAHMAN DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 5.1 Implementasi Pembuatan Sistem 5.1.1 Lingkungan Pemrograman Implementasi dari Website KUA Lembang ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP dengan mengandalkan

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM. Untuk implementasi system ini ada beberapa spesifikasi perangkat lunak

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM. Untuk implementasi system ini ada beberapa spesifikasi perangkat lunak BAB V IMPLEMENTASI SISTEM 5.1 Kebutuhan Sistem Untuk implementasi system ini ada beberapa spesifikasi perangkat lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan. 5.1.1 Kebutuhan Perangkat Keras Perangkat keras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi informasi dan didistribusikan untuk pemakai. apapun seiring dengan perkembangan teknologi. Semakin tingginya wawasan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi informasi dan didistribusikan untuk pemakai. apapun seiring dengan perkembangan teknologi. Semakin tingginya wawasan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk menyimpan, mengolah dan menampilkan informasi bereferensi geografis, misalnya

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Perangkat keras yang digunakan untuk merancang sistem ini adalah: Processor : Intel Pentium IV 2,13 GHz

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Perangkat keras yang digunakan untuk merancang sistem ini adalah: Processor : Intel Pentium IV 2,13 GHz 62 BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Program 4.1.1 Spesifikasi Kebutuhan Program Spesifikasi Perangkat Keras Perangkat keras yang digunakan untuk merancang sistem ini adalah: Processor :

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI_DAN_EVALUASI. bangun penentuan lokasi agen baru, terlebih dahulu komponen-komponen utama

BAB IV IMPLEMENTASI_DAN_EVALUASI. bangun penentuan lokasi agen baru, terlebih dahulu komponen-komponen utama BAB IV IMPLEMENTASI_DAN_EVALUASI 4.1. Implementasi Sebelum mengimplementasikan dan menjalankan aplikasi rancang bangun penentuan lokasi agen baru, terlebih dahulu komponen-komponen utama komputer yang

Lebih terperinci

Rancangan Layar Insert Berita Gambar 4.81 Rancangan Layar Insert Berita

Rancangan Layar Insert Berita Gambar 4.81 Rancangan Layar Insert Berita 261 4.4.47 Rancangan Layar Insert Berita Gambar 4.81 Rancangan Layar Insert Berita Halaman ini menampilkan form insert berita. Tersedia tombol Insert, dan Cancel. 262 4.4.48 Rancangan Layar Update Berita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai pelaksanaan terhadap hasil perancangan yang telah diperoleh sebelumnya. Hasil perancangan pada tahap perancangan akan diimplemetasikan menjadi

Lebih terperinci

Lingkungan Pengembangan Data Mining HASIL DAN PEMBAHASAN Preprocessing Data

Lingkungan Pengembangan Data Mining HASIL DAN PEMBAHASAN Preprocessing Data Setelah dilakukan analisis clustering maka algoritme tersebut akan dibandingkan berdasarkan cluster yang terbentuk dari hasil analisis cluster-nya. Hasil perbandingan diharapkan dapat membuktikan bahwa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI FUZZY TEMPORAL ASSOCIATION RULE MINING (STUDI KASUS : DATA TRANSAKSI PASAR SWALAYAN ) HANDAYANI RETNO SUMINAR

PENGEMBANGAN APLIKASI FUZZY TEMPORAL ASSOCIATION RULE MINING (STUDI KASUS : DATA TRANSAKSI PASAR SWALAYAN ) HANDAYANI RETNO SUMINAR PENGEMBANGAN APLIKASI FUZZY TEMPORAL ASSOCIATION RULE MINING (STUDI KASUS : DATA TRANSAKSI PASAR SWALAYAN ) HANDAYANI RETNO SUMINAR DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Kebutuhan Program Untuk menjalankan aplikasi ini ada beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pengguna. Spesifikasi kebutuhan berikut ini merupakan spesifikasi

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan ala penelitian berupa perangkat keras

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan ala penelitian berupa perangkat keras Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Pada penelitian ini menggunakan ala penelitian berupa perangkat keras dan perangkat lunak, yaitu: a. Perangkat keras 1. Processor Intel Core

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1. Desain Penelitian Desain penelitian atau tahapan yang akan dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut. Studi Literatur 1. Logika Fuzzy 2.

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1. PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang pengajuan topik tugas akhir, perumusan masalah berdasarkan latar belakang, tujuan yang merupakan jawaban dari perumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Education data mining merupakan penelitian didasarkan data di dunia pendidikan untuk menggali dan memperoleh informasi tersembunyi dari data yang ada. Pemanfaatan education

Lebih terperinci

BAB III MET PEN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III MET PEN METODOLOGI PENELITIAN BAB III MET PEN METODOLOGI PENELITIAN III. 1 Desain Penelitian Studi Literatur Penentuan Kebutuhan dan Data yang akan digunakan Pengumpulan Data yang dibutuhkan Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITME FEATURE SELECTION INFORMATION GAIN DAN SYMMETRICAL UNCERTAINTY PADA DATA KETAHANAN PANGAN DELKI ABADI

PERBANDINGAN ALGORITME FEATURE SELECTION INFORMATION GAIN DAN SYMMETRICAL UNCERTAINTY PADA DATA KETAHANAN PANGAN DELKI ABADI PERBANDINGAN ALGORITME FEATURE SELECTION INFORMATION GAIN DAN SYMMETRICAL UNCERTAINTY PADA DATA KETAHANAN PANGAN DELKI ABADI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1. Perancangan Sistem Membuat suatu situs memerlukan persiapan, perencanaan yang baik, tujuan yang jelas dan percobaan yang berulang-ulang karena menyangkut semua elemen yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Wiley & Sons, 2003, Hal : 1. 1 Poe Vidette, Klauer Patricia dan Brobst Stephen, Building A Data WareHouse for Decision Support

BAB 1 PENDAHULUAN. Wiley & Sons, 2003, Hal : 1. 1 Poe Vidette, Klauer Patricia dan Brobst Stephen, Building A Data WareHouse for Decision Support BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Dewasa ini fungsi komputer semakin dimanfaatkan baik pada perusahaan menengah ke atas maupun pada perusahaan kecil. Adapun fungsi dari komputer itu sendiri adalah mengolah

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Tahap ini merupakan pembuatan perangkat lunak yang di sesuaikan

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Tahap ini merupakan pembuatan perangkat lunak yang di sesuaikan BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Sistem Tahap ini merupakan pembuatan perangkat lunak yang di sesuaikan dengan rancangan atau desain sistem yang telah di buat. Dimana aplikasi yang di

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM. Oleh: WULAN ANGGRAENI G

PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM. Oleh: WULAN ANGGRAENI G PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM Oleh: WULAN ANGGRAENI G54101038 PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Sebelum melakukan implementasi dan menjalankan sistem E-Auction pada

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Sebelum melakukan implementasi dan menjalankan sistem E-Auction pada BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Kebutuhan dan Instalasi Sistem Sebelum melakukan implementasi dan menjalankan sistem E-Auction pada PDAM Surya Sembada Kota Surabaya. Maka dibutuhkan spesifikasi perangkat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk menunjang kegiatan penelitian, dalam bab ini akan dijelaskan desain penelitian, metode penelitian yang digunakan, serta alat dan bahan penelitian. 3.1 Desain Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Berikut adalah gambaran mengenai desain penelitian aggregasi website pada web portal universitas berdasarkan framework Krishna Prasad dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Studi literatur mengenai decision support system serta beberapa metode yang digunakan untuk pengambilan keputusan dengan banyak kriteria, yaitu: metode

Lebih terperinci

PREDIKSI PENYAKIT KENCING MANIS (DIABETES MELLITUS) MENGGUNAKAN ALGORITME KLASIFIKASI VOTING FEATURE INTERVALS 5 EKA HAYANA HASIBUAN

PREDIKSI PENYAKIT KENCING MANIS (DIABETES MELLITUS) MENGGUNAKAN ALGORITME KLASIFIKASI VOTING FEATURE INTERVALS 5 EKA HAYANA HASIBUAN PREDIKSI PENYAKIT KENCING MANIS (DIABETES MELLITUS) MENGGUNAKAN ALGORITME KLASIFIKASI VOTING FEATURE INTERVALS 5 EKA HAYANA HASIBUAN DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi 4.1.1 Jadwal Implementasi Penerapan aplikasi ini terdiri dari beberapa tahapan berkelanjutan, dengan penjadwalan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Lebih terperinci

Lingkungan Pengembangan HASIL DAN PEMBAHASAN

Lingkungan Pengembangan HASIL DAN PEMBAHASAN aturan 3--5 untuk menentukan interval akan dibagi menjadi berapa kelompok. Hasilnya akan menjadi hirarki paling atas. Kemudian nilai maksimum dan nilai minimum diperiksa apakah nilainya masuk ke dalam

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PELANGGAN DENGAN ALGORITME POHON KEPUTUSAN DAN PELUANG PELANGGAN YANG MERESPONS PENAWARAN DENGAN REGRESI LOGISTIK

KLASIFIKASI PELANGGAN DENGAN ALGORITME POHON KEPUTUSAN DAN PELUANG PELANGGAN YANG MERESPONS PENAWARAN DENGAN REGRESI LOGISTIK KLASIFIKASI PELANGGAN DENGAN ALGORITME POHON KEPUTUSAN DAN PELUANG PELANGGAN YANG MERESPONS PENAWARAN DENGAN REGRESI LOGISTIK YUANDRI TRISAPUTRA & OKTARINA SAFAR NIDA (SIAP 16) Pendahuluan Latar Belakang

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat keadaan yang semakin mudah. Kemudahan di dalam lingkup sekolah juga sudah mulai berkembang. Siswa dan guru

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 85 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 4.1 Instalasi Software Dalam penulisan tugas akhir ini, pembuatan program dibuat menggunakan aplikasi pendukung seperti : Web Server, aplikasi pengolahan monitoring

Lebih terperinci

1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN. collaborative filtering ini digambarkan pada gambar 3.1

1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN. collaborative filtering ini digambarkan pada gambar 3.1 22 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada pembagunan sistem rekomendasi wisata bernilai sejarah berbasis web menggunakan metode collaborative filtering

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan beberapa perangkat keras dan perangkat

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan beberapa perangkat keras dan perangkat BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian Pada penelitian ini menggunakan beberapa perangkat keras dan perangkat lunak, diantaranya adalah : a. Perangkat keras 1.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Kebutuhan Sistem Hardware & Software Agar sistem dapat berjalan dengan baik dibutuh kan computer dengan spesifikasi yang mencakup fasilitas multimedia yaitu minimal mencakup

Lebih terperinci

PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN

PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN Chairisni Lubis 1) Yuliana Soegianto 2) 1) Fakultas Teknologi Informasi Universitas Tarumanagara Jl. S.Parman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai. Processor INTEL Pentium Dual Core T4300

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai. Processor INTEL Pentium Dual Core T4300 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian 1. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Processor INTEL Pentium Dual Core T4300

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Berikut adalah gambaran mengenai desain penelitian pencarian nilai siswa dengan menggunakan algoritma genetika: Studi Literatur Data Penelitian Metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Gambar 3. 1 Desain Penelitian Pemilihan Mahasiswa Berprestasi 28 29 3.2. Metode Penelitian 1.2.1. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sistem 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Aplikasi ini berbasiskan arsitektur client dan server. Kebutuhan perangkat keras untuk server lebih tinggi daripada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA IV.1. Tampilan Hasil Tampilan aplikasi perancangan SIG lokasi klinik hewan di wilayah Medan akan tampil baik menggunakan Mozilla Firefox, untuk menjalankan aplikasi ini buka Mozilla

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi 4.1.1 Kebutuhan Sumber Daya Sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem inventaris perangkat keras di PT. Kartika Buana Ayu (pihak pengelola gedung

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI SISTEM 4.1 Implementasi Sistem Implementasi bertujuan untuk menerapkan sistem yang dibangun agar dapat mengatasi permasalahan yang telah diangkat pada penelitian ini. Tahaptahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Setiap tahapan di dalam penelitian ini akan ditunjukkan di dalam Tabel 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Setiap tahapan di dalam penelitian ini akan ditunjukkan di dalam Tabel 2. 6 tahap ini, pola yang telah ditemukan dipresentasikan ke pengguna dengan teknik visualisasi agar pengguna dapat memahaminya. Deskripsi aturan klasifikasi akan dipresentasikan dalam bentuk aturan logika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini diperlukan sebuah desain dan metode penelitian agar dalam pelaksanaaannya dapat menjadi lebih teratur dan terurut. 3.1. Desain Penelitian Bentuk dari desain

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

MILIK UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan informasi yang tepat, akurat dan cepat semakin dibutuhkan oleh semua orang dengan intensitas yang semakin meningkat. Sebagai pemenuhan kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertukaran informasi di zaman modern ini telah sampai pada era digital. Hal ini ditandai dengan semakin dibutuhkannya teknologi berupa komputer dan jaringan internet

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah SMA Negeri Sumatera Selatan merupakan salah satu SMA yang menjadi pusat perhatian bagi siswa SMP di provinsi Sumatera Selatan. SMA yang berdiri dibawah naungan

Lebih terperinci

c. Rancangan Menu News

c. Rancangan Menu News 199 c. Rancangan Menu News Gambar 4.79 Rancangan UI Halaman Create News Halaman Create News adalah halaman yang dirancang agar Admin dengan mudah dapat memasukkan News baru yang belum terdapat di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi komputer sudah dimanfaatkan dalam berbagai bidang usaha mulai dari usaha kelas besar, kelas menengah, sampai usaha kelas kecil pun sudah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian. Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian. Dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pada bab ini akan dipaparkan skema umum penelitian yang dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara manual dari suatu kumpulan data. Defenisi lain data mining adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. secara manual dari suatu kumpulan data. Defenisi lain data mining adalah sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Data mining merupakan serangkaian proses untuk menggali nilai tambah dari suatu kumpulan data berupa pengetahuan yang selama ini tidak diketahui secara manual dari

Lebih terperinci

Sistem Klasifikasi Jamur Dengan Algoritma Iterative Dichotomiser 3

Sistem Klasifikasi Jamur Dengan Algoritma Iterative Dichotomiser 3 ISSN: 2528-4061 27 Sistem Klasifikasi Jamur Dengan Algoritma Iterative Dichotomiser 3 Junita Eka Sari 1, Nesi Syafitri 2 1,2 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau e-mail:

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program studi merupakan kesatuan rencana belajar dalam suatu jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum. Setiap program studi

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 4.1 Implementasi Pada bab ini akan dijelaskan implementasi dari aplikasi sistem dengan menggunakan beberapa fungsi yang dibuat dari ruang lingkup implementasi, pengkodean,

Lebih terperinci