PREDIKSI PENYAKIT KENCING MANIS (DIABETES MELLITUS) MENGGUNAKAN ALGORITME KLASIFIKASI VOTING FEATURE INTERVALS 5 EKA HAYANA HASIBUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREDIKSI PENYAKIT KENCING MANIS (DIABETES MELLITUS) MENGGUNAKAN ALGORITME KLASIFIKASI VOTING FEATURE INTERVALS 5 EKA HAYANA HASIBUAN"

Transkripsi

1 PREDIKSI PENYAKIT KENCING MANIS (DIABETES MELLITUS) MENGGUNAKAN ALGORITME KLASIFIKASI VOTING FEATURE INTERVALS 5 EKA HAYANA HASIBUAN DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 ABSTRAK EKA HAYANA HASIBUAN. Prediksi Penyakit Diabetes Mellitus Menggunakan Algoritme Klasifikasi Voting Feature Intervals 5 Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO dan TRI NOVIATI. Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit berbahaya yang menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Penyandang DM terus meningkat sekitar 7 juta jiwa setiap tahun. Peningkatan tersebut disebabkan oleh perubahan pola hidup sehari-hari seperti kurangnya aktivitas, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi lemak, karbohidrat dan faktor keturunan. Akibat kebiasaan tersebut menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat sehingga menimbulkan komplikasi diantaranya adalah penyakit jantung, ginjal, hati, dan gangguan pada pencernaan yaitu dyspepsia. Penyakit dyspepsia memiliki gejala yang mirip dengan DM sehingga pada penelitian ini dijadikan sebagai penyakit untuk diagnose pembanding. Penerapan algoritme VFI 5 pada data pasien mampu memberikan hasil prediksi yang baik dengan menghasilkan akurasi rata-rata 90% dilakukan berdasarkan validasi silang dengan 3-fold. Hasil dari selang pelatihan pada algoritme VFI5 5 menyatakan bahwa penyakit DM dan dyspepsia memiliki gejala yang mirip, sehingga bagi orang awam sulit untuk membedakan kedua penyakit tersebut tanpa melakukan uji laboratorium. Kata Kunci : Diabetes Mellitus, Dyspepsia, Voting Feature Intervals 5, 3-fold Cross Validation, Klasifikasi. i

3 ABSTRACT EKA HAYANA HASIBUAN. The prediction of Diabetes Mellitus disease, using the classification algorithm of Voting Feature Intervals 5. Supervised by AZIZ KUSTIYO and TRI NOVIATI. Diabetes Mellitus (DM) is a dangerous disease that causes the death of the fourth largest in the world. Persons with diabetes continues to increase by approximately 7 million people every year. The increase was caused by changing patterns of daily life such as a lack of activity, eating habits high in fat, carbohydrates and heredity. These habits might cause blood sugar levels rise, which further causes complications such as heart disease, kidney, liver, and gastrointestinal disorders that is dyspepsia. Dyspepsia diseases have symptoms similar to DM. There for in this study, for the diagnosis of disease were used as comparison. The application of VFI5 algorithm on the patient data can give good prediction results by generating an average accuracy of 90% is based on cross validation with a 3-fold. The result of interval training VFI5 algorithm states that DM disease and dyspepsia have similar symptoms, so for the layman it is difficult to distinguish the two diseases without laboratory tests. Keywords: Diabetes Mellitus, dyspepsia, Voting Feature Intervals 5, 3-fold Cross Validation, Classification. ii

4 PREDIKSI PENYAKIT KENCING MANIS (DIABETES MELLITUS) MENGGUNAKAN ALGORITME KLASIFIKASI VOTING FEATURE INTERVALS 5 EKA HAYANA HASIBUAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 iii

5 Judul Nama NRP : Prediksi Penyakit Kencing Manis (Diabetes Mellitus) Menggunakan Algoritme Klasifikasi Voting Feature Intervals 5 : Eka Hayana Hasibuan : G Pembimbing I Menyetujui, Pembimbing II Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom Nip dr. Tri Noviati, MARS Nip Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc Nip Tanggal Lulus : iv

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Juni Anak ketiga dari 4 bersaudara, dari pasangan Bapak Turman dan Ibu Hasni. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 9 Medan, kemudian melanjutkan pendidikan Diploma III pada Program Studi Elektronika dan Teknologi Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Lulus Diploma pada Tahun 2007 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor jurusan Ilmu Komputer untuk memperoleh gelar sarjana. v

7 PRAKATA Bismillahirrohmanirrohim, Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya yang telah diberikan, semoga sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Judul penelitian ini adalah Prediksi Penyakit Kencing Manis (Diabetes Mellitus) Menggunakan Algoritme Klasifikasi Voting Feature Intervals 5 yang dimulai sejak bulan Januari Penyelesaian penelitian ini tidak luput dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Untuk itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua saya yang senantiasa memberikan do a dan dukungan. 2. Bapak Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom dan Ibu dr. Tri Noviati, MARS selaku pembimbing dalam menjalankan proses pembuatan karya ilmiah ini. 3. Bapak dr. Muhammad Syafi i, M.Si yang telah bersedia dalam membagi ilmunya tentang penyakit Diabetes Mellitus dan kesesuaian data pada penelitian ini. 4. Bagian Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Pasar Rebo yang telah bersedia dijadikan tempat pengambilan data penelitian. 5. Seluruh dosen pengajar dan civitas akademika Departemen Ilmu Komputer FMIPA IPB 6. Teman-teman satu bimbingan yang bersama-sama berjuang dalam mengambil data penelitian. 7. Kakak, abang dan adik saya yang selalu memberikan dukungannya. 8. Anggi saksono, Crist Ferdian, Fazriah, Arifa, Hannisa, dan teman-teman seangkatan (ilkom ext 2) yang telah bersedia memberikan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi selama proses penelitian. 9. Teman-teman Kosan Cirahayu 3, dan semua pihak yang telah membantu memberikan dukungannya yang belum disebutkan di atas. Akhirnya penulis berharap semoga pernulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Amin. Bogor, Juni 2010 Eka Hayana Hasibuan vi

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 2 Latar Belakang... 2 Tujuan... 2 Ruang Lingkup... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 2 Kencing Manis (Diabetes Mellitus)... 2 Klasifikasi Diabetes Mellitus... 2 Gejala-gejala Diabetes Mellitus... 3 Dyspepsia... 3 Penyebab Dyspepsia... 3 Klasifikasi Dyspepsia... 3 K-fold Cross Validation... 4 Voting Feature Intervals 5 (VFI5)... 4 Confusion Matrix... 6 METODE PENELITIAN... 6 Survei... 6 Studi literatur dan konsultasi dengan dokter... 6 Pengumpulan data... 6 latih dan data uji... 7 Pelatihan... 7 Menentukan selang setiap fitur... 7 Klasifikasi Menentukan nilai vote pada data uji Menjumlahkan nilai setiap instances Menentukan kelas prediksi... 7 Akurasi... 7 Spesifikasi aplikasi... 7 HASIL DAN PEMBAHASAN... 7 Iterasi Pertama... 7 Iterasi Kedua... 8 Iterasi Ketiga... 9 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA vii

9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Confusion Matrix data dengan dua kelas iterasi ke Prediksi data benar dan salah (iterasi 1) Nilai vote pasien DM ke iterasi ke Prediksi data benar dan salah (iterasi2) Nilai vote pasien DM ke iterasi ke Prediksi data benar dan salah (iterasi 3) Nilai vote pasien DM ke Akurasi rata-rata DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pseudocode algoritme pelatihan VFI Pseudocode algoritme klasifikasi VFI Alur metode penelitian DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Normalisasi akhir pada iterasi pertama Nilai vote pada pasien salah prediksi pada iterasi pertama Normalisasi akhir pada iterasi kedua Nilai vote pasien salah prediksi iterasi kedua Normalisasi akhir iterasi ketiga Nilai vote pasien salah prediksi iterasi ketiga Selang-selang hasil proses pelatihan viii

10 PENDAHULUAN Latar Belakang Penderita Diabetes Mellitus (DM) meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2009, penderita DM di dunia mencapai 230 juta dan mengalami peningkatan sekitar 3 persen atau sekitar 7 juta setiap tahunnya. Selain itu diabetes telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh diabetes. Perlu diingat bahwa penyakit ini tidak hanya menyerang golongan ekonomi menengah ke atas, tetapi juga pada golongan tidak mampu. Jadi, penyakit ini sudah menjadi ancaman bagi negara-negara di seluruh dunia. Peningkatan jumlah penyandang diabetes ini akibat dari perubahan pola hidup sehari-hari, antara lain karena kurangnya aktivitas fisik dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan karbohidrat. Akibat dari kebiasaan di atas menyebabkan keadaan hiperglikemi atau kadar gula di atas batas normal yang berlangsung lama dan akan menyebabkan timbulnya serangkaian reaksi kimia pada selsel atau berbagai jaringan atau organ, terutama pada pembuluh darah maupun bagian saraf. Pada pembuluh darah besar akan terjadi penyempitan atau sumbatan di dalam pembuluh darah. Dengan demikian dapat menimbulkan komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ereksi, borok pada kaki, dyspepsia (gangguan pada usus) dan lain-lain. Penyakit yang menyebabkan penyakit dyspepsia memiliki gejala-gejala yang hampir mirip dengan diabetes di antaranya adalah mual, lemas dan muntah, Tetapi untuk mengetahui prediksi yang akurat terhadap kedua penyakit ini diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium membutuhkan biaya yang besar dan tidak semua balai pengobatan memiliki fasilitas yang lengkap seperti instansi-instansi di perkotaan. Algoritme VFI5 dipilih karena algoritme ini merupakan algoritme klasifikasi dan kokoh terhadap fitur yang tidak relevan sehingga mampu memberikan hasil yang baik. Penelitian sebelumnya yang menggunakan VFI5 adalah Guvenir (1998) yang melakukan penelitian diagnosis penyakit erythematosquamous di mana penyakit yang akan diklasifikasikan adalah psoriasis, seboroic dermatis, lichen planus, pityriasis rosea, chronic dermatitis dan pityriaris rubra pilaris dan penelitian ini menghasilkan akurasi sebesar 99, 2% kemudian oleh Rosyid (2009) tentang diagnosis penyakit paru yang menghasilkan akurasi sebesar 83%. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah menerapkan algoritme Klasifikasi VFI5 pada pasien rawat jalan Poliklinik Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Pasar Rebo dan mendapatkan hasil prediksi penyakit DM dengan akurasi yang baik. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada: 1. yang digunakan bersumber dari data Rekam Medik Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Pasar Rebo. 2. Jenis Penyakit yang diteliti adalah DM dan dyspepsia. 3. Diagnosa ini tidak menggunakan proses uji laboratorium tetapi menggunakan data hasil pemeriksaan gejala dari pasien DM dan dyspepsia. Manfaat Implementasi penerapan algoritme Klasifikasi VFI5 untuk prediksi penyakit DM ini diharapkan dapat membantu pihak paramedis dalam melakukan prediksi penyakit dalam tanpa harus menggunakan uji laboratorium yang membutuhkan biaya yang besar beserta balai pengobatan terpencil lainnya yang masih minim fasilitas. TINJAUAN PUSTAKA Kencing Manis (Diabetes Mellitus) Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). DM juga sering disebut sebagai The Great Imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dan gejalanya sangat bervariasi. DM dapat timbul secara perlahanlahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang lebih banyak, buang air kecil lebih sering, kelelahan ataupun berat badan menurun (Supartondo dan Waspadji 1987). Klasifikasi Diabetes Mellitus Klasifkasi Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut : 2

11 1. Tipe 1 atau diabetes yang bergantung pada insulin (IDDM). DM tipe ini disebabkan oleh kurangnya insulin dalam darah yang disebabkan karena kerusakan dari sel beta pangkreas. Gejala yang paling menonjol adalah sering terjadinya buang air kecil terutama malam hari, sering lapar dan haus, sebahagian besar penderita DM ini memiliki berat badan yang normal ataupun kurus. 2. Tipe 2 atau DM yang tidak bergantung pada insulin (NIDDM). Diabetes tipe ini disebabkan oleh insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik. Kadar insulin dapat normal, rendah bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. DM tipe ini ditandai dengan obesitas. 3. DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya. 4. DM gestasional (GDM). Terjadi pada wanita yang tidak menderita DM sebelum kehamilannya. Gejala-gejala Diabetes Mellitus Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya, yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa komplikasi yang luas, kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Dyspepsia Dyspepsia adalah Sindroma yang terdiri atas keluhan-keluhan yang disebabkan oleh kelainan traktus digestivus bagian proksimal yang dapat berupa mual atau muntah, kembung, dysphagia, rasa penuh, nyeri epigastrium atau nyeri retrosternal dan ruktus, yang berlangsung lebih dari 3 bulan dan didiagnosa GERD (Taley 2005). Dyspepsia juga sering disebut dengan sakit maag merupakan keluhan yang sangat sering kita jumpai sehari hari. Sebagai contoh dalam masyarakat di negara-negara barat dyspepsia dialami oleh sedikitnya 25% populasi. Di negara negara Asia belum banyak data tentang dyspepsia tetapi diperkirakan dialami oleh sedikitnya 20% dalam populasi umum (Soewignjo 2009). Penyebab Dyspepsia Berbagai hal yang dianggap sebagai penyebab dyspepsia misalnya adalah asam lambung, keradangan, gangguan motilitas, alkohol, rokok, obat yang merangsang dan makanan yang pedas, Tetapi bukti yang jelas dari peranan hal-hal tersebut belum ditemukan. Gejala dyspepsia dapat juga disebabkan karena keadaan dalam lambung atau esophagus misalnya ulkus peptikum, dyspepsia non ulkus, esophageal reflux, gastritis dan keganasan lambung. Tetapi banyak kelainan di luar lambung yang menimbulkan simptom yang mirip dengan dyspepsia seperti penyakit empedu (batu atau keradangan), obat-obat, DM, pangkreatitis kronik, penyakit hati kronik dan hepatoma. Klasifikasi Dyspepsia Klasifikasi dyspepsia beserta gejalagejalanya sebagai berikut: 1. Dyspepsia Fungsional Gejala dyspepsia fungsional (menurut kriteria Roma) terdiri atas: a. Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun. b. Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent). c. Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi). d. Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome). 2. Dyspepsia Organik Gejala dyspepsia Organik dibedakan menjadi: a. Dyspepsia Ulcus Merupakan bagian penting dari dyspepsia organik. Gejala utama dari ulkus peptikum adalah hunger pain food relief. Untuk ulkus duodeni nyeri umumnya terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan, dan penderita sering terbangun di tengah malam karena nyeri. Tetapi banyak juga kasus kasus yang gejalanya tidak jelas dan bahkan tanpa gejala. Pada ulkus lambung seringkali gejala hunger pain food relief tidak jelas, bahkan kadang kadang penderita justru merasa nyeri setelah makan. b. GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) Dahulu GERD dimasukkan dalam dyspepsia pungsional tetapi setelah ditemukan dasar-dasar organik maka 3

12 GERD dimasukkan ke dalam dyspepsia organik. Penyakit ini disebabkan Inkompetensi/relaksasi sphincter cardia yang menyebabkan regurgitasi asam lambung ke dalam esofagus. Gejala khas GERD adalah heart burn, rasa nyeri pada epigastrium, rasa nyeri pada retrosternal, regurgitasi asam, nafas pendek dan batukbatuk. K-Fold Cross Validation Merupakan metode membagi data menjadi k- fold yang saling bebas secara acak dengan ukuran relatif sama. Pelatihan dan pengujian dilakukan sebanyak k-kali. Pada iterasi ke-i, subset S i dijadikan sebagai data pengujian, dan data subset lainnya dijadikan sebagai data pelatihan. Tingkat akurasi dapat dihitung dengan membagi jumlah hasil klasifikasi yang benar dari k-iterasi dengan semua jumlah instance pada data awal (Han & Kamber 2001). Voting Feature Intervals 5 Algoritme klasifikasi VFI5 merepresentasikan sebuah konsep yang mendeskripsikan konsep selang antar fitur. Algoritme ini dikembangkan oleh Gülşen Demiröz dan Halil Altay Güvenir pada tahun Telah dikemukakan bahwa algoritme VFI ini termasuk dalam algoritme yang supervised, yaitu algoritme yang memiliki target berupa kelas-kelas data dan bersifat nonincremental yang berarti semua data pelatihan diproses secara bersamaan (Demiröz dan Güvenir 1997). Algoritme VFI terus berkembang hingga pada versi terakhirnya yaitu algoritme VFI5. Proses klasifikasi instance baru didasari pada feature vote. Masing-masing fitur yang ada memberikan nilainya pada voting di antara kelas-kelas yang ada. Kelas yang menerima nilai vote tertinggi maka ditentukan sebagai kelas yang diprediksi. Pada algoritme VFI5 selang dari setiap fitur diperoleh dari data latih. Algoritme VFI5 juga membuat interval untuk setiap fitur berupa range interval dan point interval. Sebuah range interval didefinisikan sebagai sebuah himpunan nilai-nilai yang berurutan dari fitur yang diberikan. Sebuah point interval didefinisikan untuk sebuah nilai fitur tunggal dimana hanya sebuah nilai tunggal yang digunakan untuk mendefinisikan selang tersebut. Keunggulan algoritme VFI5 adalah algoritme ini cukup kokoh (robust) terhadap feature yang tidak relevan namun mampu memberikan hasil yang baik pada real world dataset yang ada. VFI5 juga mampu menghilangkan pengaruh yang kurang menguntungkan dari feature yang tidak relevan dengan mekanisme votingnya (Güvenir 1998). Berikut terdapat dua proses pada algoritme VFI5 yaitu proses pelatihan dan proses klasifikasi. 1. Pelatihan Proses pelatihan ini bertujuan untuk mencari model yang akan digunakan untuk proses klasifikasi. Pada proses pelatihan ini akan dihasilkan selang pada setiap fitur. Sebuah selang mewakili himpunan nilai-nilai dari fitur yang diberikan. End point pada selang harus diketahui untuk menghasilkan selang fitur tertentu. Proses menemukan end point berbeda untuk fitur linear dan fitur nominal. Untuk fitur linear nilai-nilainya memiliki urutan dan dapat dibandingkan tingkatannya. Untuk menentukan end point pada fitur ini dengan cara mencari nilai maksimum dan minimum pada fitur tersebut untuk setiap kelas. Berbeda dengan fitur nominal dimana nilai-nilai dari fitur tersebut tidak memiliki urutan dan tidak dapat dibandingkan tingkatannya, untuk menentukan end point pada fitur ini dengan cara mencatat semua nilai yang berada pada fitur tersebut. Pada fitur selang menghasilkan point interval dan range interval serta jumlah maksimal end point, sedangkan fitur nominal hanya menghasilkan point interval saja. Untuk setiap selang i dari sebuah fitur f dihitung jumlah instance pelatihan setiap kelas c yang jatuh pada selang i dan hasilnya disimpan sebagai interval_class_count [f,i,c]hasil dari proses ini merupakan vote kelas c pada selang i. jumlah instance untuk setiap kelas c dapat berbeda-beda, sehingga dilakukan normalisasi pada vote kelas c untuk fitur f dan selang i, untuk menghilangkan efek perbedaan distribusi setiap kelas. Normalisasi dilakukan dengan cara membagi jumlah instance pelatihan setiap kelas c yang ada pada selang i sebuah fitur f dengan jumlah instance pada setiap kelas c, kemudian hasilnya disimpan sebagai interval_class_vote [f,i,c]. Nilai yang ada pada interval_class_vote[f,i,c] dinormalisasi kembali sehingga jumlah vote setiap kelas c pada selang i untuk fitur f sama dengan pseudocode algoritme pelatihan VFI5 pada Gambar 1. 4

13 train(trainingset): begin for each feature f if f is linear for each class c EndPoints[f] = EndPoints[f] U find_end_points(trainingset,f,c); sort(endpoints[f]); for each end point p in EndPoints[f] form a point interval from end point p form a range interval between p and next EndPoints p else /* f is nominal */ form a point interval for each value of f for each interval i on feature dimension f for each class c interval_class_count[f,i,c] = count_instances(f, i, c); for each interval i on feature dimension f for each class c interval_class_vote[f,i,c] = interval_class_count[f,i,c] / class_count[c] normalize interval_class_vote[f,i,c]; /*such that c interval_class_count[f,i,c]=1*/ end. 2. Klasifikasi Pada setiap kelas c, vote diberi nilai awal 0 karena semua fitur pada awalnya belum memberikan vote, kemudian dicari selang i dimana instance pengujian jatuh pada selang tersebut untuk setiap fitur f. Jika terdapat nilai suatu fitur dari instance pengujian yang hilang atau tidak diketahui, maka fitur tersebut diasumsikan tidak memberikan vote sehingga nilai vote untuk fitur tersebut sama dengan 0. Setelah instance pengujian jatuh pada selang i, maka semua vote setiap kelas c pada selang Gambar 1.Pseudocode algoritme pelatihan VFI5 classify(e): /*e is example to be classified*/ begin for each class c vote[c]=0 */sum of vote of class c*/ for each feature f for each class c feature_vote[f,c]=0 /*vote of feature f for class c*/ if f value is known i= find_interval(f, e f ) feature_vote[f, c]=interval_class_vote[f,i,c] for each class c vote[c]= vote[c] + (feature_vote[f, c] * w(f)); return class c with highest vote[c]; end tersebut disimpan dalam sebuah vektor <feature_vote[f,c i ],., feature_vote[f,c j ],, feature_vote[f,c k ]>, dimana feature_vote[f,c j ] merupakan fitur untuk kelas C j dan k adalah jumlah kelas. Kemudian nilai-nilai vote dari setiap fitur pada selang i dimana instance pengujian jatuh dijumlahkan setelah masingmasing dikalikan dengan bobot fitur yang bersesuaian dan hasilnya disimpan dalam sebuah vektor vote <vote[c i ],,vote[c k ]>. Kelas dengan jumlah vote terbesar diramalkan sebagai kelas prediksi. Gambar 2 merupakan pseudocode algoritme klasifikasi VFI5. Gambar 2.Pseudocode algoritme klasifikasi VFI5 5

14 Confusion Matrix Confusion matrix merupakan informasi tentang penggambaran data aktual yang direpresentasikan pada baris matriks dan kelas data hasil prediksi pada sebuah algoritme yang direpresentasikan pada kolom matriks klasifikasi. Untuk menentukan akurasi algoritme klasifikasi dapat dicari dengan mengevaluasi pada kolom matriks. Pada Tabel 1 disajikan confusion matrix untuk data dengan dua kelas (Kohavi & Provost 1998 diacu dalam Hamilton 2002). Tabel 1. Confusion matrix data dengan dua kelas. Studi literatur dan konsultasi dengan dokter Tahap selanjutnya adalah studi literatur yang berkaitan dengan penyakit dan algoritme VFI5 dan dilanjutkan dengan konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi data Survei Studi Literatur dan Konsultasi dengan dokter Pengumpulan data Prediksi Kelas 1 Kelas 2 Aktual Kelas 1 a b Kelas 2 c d VFI5 latih Pelatihan Uji Keterangan : a adalah jumlah instance kelas 1 yang berhasil diprediksi dengan benar sebagai kelas 1, b adalah jumlah instance kelas 1 yang tidak berhasil diprediksi dengan benar karena diprediksi sebagai kelas 2, c adalah jumlah instance kelas 2 yang tidak berhasil diprediksi dengan benar karena diprediksi sebagai kelas 1, d adalah jumlah instance kelas 2 yang berhasil diprediksi dengan benar sebagai kelas 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan proses untuk memperoleh hasil akurasi dari algoritme klasifikasi VFI5 dengan 3-fold validation pada penyakit DM dan dyspepsia. Tahapan-tahapan diagram alur penelitian disajikan pada Gambar 3. Survei Survei data dilakukan ke lembaga/instansi yang bersedia menyediakan data dan sekaligus bersedia sebagai tempat penelitian. Instansi yang dijadikan tempat survei dan penelitian adalah Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo Jakarta Timur. Klasifikasi Menentukan Selang setiap fitur Menentukan nilai vote Menjumlahkan nilai setiap instance berdasarkan fiturnya Menentukan Kelas Prediksi Akurasi Gambar 3. Alur metode penelitian Gambar 3. Diagram alur metode penelitian variabel gejala pendukung DM yang relevan untuk bahan penelitian. Konsultasi tersebut dilakukan dengan beberapa dokter diantaranya dr. TriNoviati (Rumah Sakit Pasar Rebo) dr. Muhammad Syafi i, M.Si (Rumah Sakit Pasar Rebo) Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam medis dokter dan perawat di Rumah Sakit Pasar Rebo. yang diteliti merupakan data gejala umum DM dan dyspepsia yang berupa data diskret. Kemudian untuk mempermudah penerapan algoritme data tersebut dikonversi menjadi data nominal 0 dan 6

15 1. Setelah itu dikonsultasikan dengan pihak dokter sehingga didapat relevasi data yang tepat untuk prediksi penyakit DM. latih dan data uji yang telah dikonversi akan dibagi menjadi data latih dan data uji. Untuk pembagian data latih dan data uji ini akan dilakukan dengan menggunakan metode acak. Seluruh data akan dibagi menjadi 2 : 1, di mana 2 untuk banyaknya data latih dan 1 untuk banyaknya data uji. Pelatihan Proses pelatihan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan algoritme VFI5, di mana data latih yang telah ditentukan digunakan sebagai input dari algoritme VFI5 dalam proses pelatihan. Gejala umum penyakit DM dan dyspepsia sebagai fitur dari setiap data pasien, sedangkan DM dan dyspepsia merupakan kelas dari data pasien tersebut Selang setiap fitur Selang setiap fitur didapat dari proses pelatihan. Untuk menentukan selang-selang ini terlebih dahulu dilakukan proses normalisasi yang dilakukan pada proses pelatihan. Selangselang ini berisikan nilai vote untuk setiap kelas pada setiap gejala. Klasifikasi Tahapan dari klasifikasi terdiri dari 3 tahap yaitu tahap menentukan nilai vote pada data uji, tahap menjumlahkan setiap instances dan tahap menentukan kelas prediksi. Berikut penjelasan dari tahapan tersebut. 1. Menentukan nilai vote pada data uji Pada proses klasifikasi, terdapat tahap menentukan nilai vote untuk instance baru. Nilai vote ini ditentukan dengan cara nilai fitur dari instance baru akan diperiksa dan dilihat letak selang nilai fitur tersebut, kemudian nilai vote setiap instance pada data latih yang terletak pada selang yang sama dengan instance yang baru akan disimpan sebagai vote dari instance baru tersebut. 2. Menjumlahkan nilai setiap instances Nilai vote yang telah dihasilkan dari tahap klasifikasi pertama dan telah dikalikan dengan bobot pada tahap klasifikasi kedua akan dijumlahkan pada setiap instance-nya. 3.Menentukan kelas prediksi Hasil penjumlahan vote dari setiap instance akan dibandingkan, kelas dengan total vote yang tertinggi akan menjadi kelas prediksi pada instance baru tersebut. Hasil dari proses ini merupakan hasil prediksi penyakit DM atau dyspepsia pada data uji. Akurasi Tahap akhir dari metode penelitian ini adalah menghitung nilai akurasi dari hasil yang diperoleh pada tahap pengolahan data menggunakan algoritme VFI5. Akurasi dapat dihitung dengan: data uji benar klasifikasi Akurasi = X 100% total data uji Spesifikasi aplikasi Aplikasi ini akan dikembangkan berbasis desktop, dengan implementasi perangkat keras dan perangkat lunak sebagai berikut : Perangkat keras yang digunakan berupa komputer notebook dengan spesifikasi: - Processor Intel Pentium core 2 solo 1,4 GHz - RAM 4 GB - HDD 500 GB Perangkat lunak yang digunakan : - Sistem Operasi : Microsoft Vista Premium - Matlab 7.1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal, data gejala DM dan dyspepsia atau data variabel yang masih berbentuk data ordinal dikonversi menjadi data nominal 0 dan 1. yang diberi nilai 0 adalah data yang tidak mengalami gejala sedangkan nilai 1 adalah data yang mengalami gejala. Proses ini dilakukan untuk mempermudah proses perhitungan algoritme. Proses konversi dilakukan melalui konsultasi dengan dokter. Hal ini dilakukan karena pihak dokter lebih memahami setiap gejala DM dan dyspepsia yang relevan dilihat dari tingkat pengaruh pada setiap gejala. yang telah dikonversi kemudian dibagi tiga bagian sesuai dengan konsep 3- Fold Cross Validation. Proses perhitungan menggunakan algoritme VFI5 dengan membagi antara data latih dan data uji 2:1, dimana 2 untuk data latih dan 1 untuk data uji. Pada pembagian data latih dan data uji dilakukan secara acak dengan menghitung banyaknya jumlah setiap angka nominal pada setiap gejala agar setiap data latih mendapatkan semua nilai nominal dari setiap 7

16 gejala. Pada penelitian ini dilakukan tiga kali percobaan sesuai dengan konsep K- fold cross validation dengan nilai k = 3 untuk mengoptimisasi data yang ada. Berikut ini diberikan penjelasan secara rinci pembahasan pada 3 percobaan tersebut: Iterasi pertama Pada iterasi pertama dapat dijelaskan bahwa yang menjadi fitur pada pasien DM adalah pusing, mual, muntah, dan lemas. Di sisi lain yang menjadi fitur pada pasien dyspepsia adalah demam, nyeri ulu hati, sesak nafas, nyeri dada, mencret, batuk dengan nilai vote lebih dari 0,5. Pada iterasi pertama data yang digunakan sebagai data latih berjumlah 54 data yang dibagi dalam dua kelas yaitu kelas DM sebanyak 34 data dan kelas dyspepsia sebanyak 20 data. Kemudian untuk data ujinya berjumlah 26 data yang dibagi menjadi dua kelas juga yaitu kelas DM sebanyak 16 data dan untuk kelas dyspepsia sebanyak 10 data. Pada Tabel 2 disajikan rincian data iterasi pertama. Tabel 2. iterasi ke-1 latih uji Jumlah Subset Instance Kelas Kelas DM Dys di atas diolah menggunakan algoritme klasifikasi VFI5. Diawali dengan proses pelatihan, dimana setiap gejala atau fitur dicari nilai end point-nya sampai didapatkan nilai vote dari setiap fitur. Pada Tabel 3 disajikan prediksi data yang benar dan salah pada fold pertama. Tabel 3. Prediksi data yang benar dan salah(iterasi 1) Aktual DM Prediksi Dys DM 15 1 Dys 1 9 Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa prediksi data kelas DM yang benar sebanyak 15 data dan prediksi kelas yang salah sebanyak 1 pasien yaitu pasien DM yang ke-41, Kemudian prediksi kelas dyspepsia yang benar ada sebanyak 9 data dan prediksi kelas dyspepsia yang salah ada 1 data yaitu pasien dyspepsia yang ke-80 yang diprediksi sebagai DM dan akurasi dari hasil prediksi data yang benar sebesar 92,31%. Pada hasil normalisasi akhir pada iterasi pertama dijelaskan bahwa pasien ke 35 sampai ke pasien ke-50 yang kelas sebenarnya merupakan pasien DM sedangkan pasien ke-51 sampai ke pasien ke-80 yang kelas sebenarnya merupakan pasien dyspepsia. Hasil normalisasi akhir disajikan pada Lampiran 1. Pada Tabel 4 disajikan nilai vote data salah prediksi pada pasien DM ke-41 sedangkan nilai vote pada pasien dyspepsia ke-80 disajikan pada Lampiran 2. Tabel 4. Nilai vote pasien DM ke-41 alageg Gejala pasien DM pasien DM ke 41 DM Nilai Vote Dys Pusing Mual Muntah Lemas Demam Nyeri Ulu hati Sesak nafas Nyeri dada Mencret batuk Total Normalisasi Akhir Keterangan: 0 : Nilai Tidak 1 : Nilai Ya Pada iterasi pertama kesalahan prediksi ada pada setiap kelas, oleh karena itu pada Tabel 4 disajikan nilai vote pasien DM pada fitur dengan nilai yang lebih besar pada pasien dyspepsia adalah mual, demam, nyeri ulu hati, nyeri dada, mencret, dan batuk. Kesalahan kedua terdapat pada data pasien dyspepsia ke- 80 yang diprediksi ke dalam kelas DM pada fitur dengan nilai vote yang lebih besar pada pasien DM adalah pusing, lemas, sesak nafas, mencret dan batuk. Iterasi Kedua Hasil pelatihan pada iterasi kedua yang menjadi fitur pada pasien DM adalah pusing, mual, muntah, dan muntah. Di sisi lain yang menjadi fitur pada pasien dyspepsia adalah demam, nyeri ulu hati, sesak nafas, nyeri dada, mencret, batuk dengan nilai vote lebih dari 0,5. Nilai selang 0 dari hasil pelatihan untuk fitur 8

17 nyeri dada pada kelas DM dan kelas dyspepsia cukup dekat artinya untuk fitur nyeri dada bisa dimiliki oleh kelas DM dan dyspepsia. Iterasi kedua menggunakan data latih berjumlah 54 data yang dibagi ke dalam kelas DM sebanyak 33 data dan kelas dyspepsia sebanyak 20 data. uji menggunakan data yang berjumlah 26 data yang masing-masing dibagi ke dalam kelas DM sebanyak 17 data dan kelas dyspepsia sebanyak 10 data. Pada Tabel 5 disajikan data iterasi ke-2. Tabel 5. iterasi ke-2 latih uji Jumlah Subset Instance Kelas Kelas DM Dys Pada Tabel 5 disajikan prediksi data benar dan salah pada iterasi kedua. Untuk data yang benar diprediksi menjadi pasien DM berjumlah 16 data sedangkan yang salah berjumlah 1 yaitu data pasien DM yang ke-21 dan untuk data yang benar diprediksi menjadi pasien dyspepsia berjumlah 9 data sedangkan data yang salah berjumlah 1 yaitu data pasien dyspepsia yang ke-67. Akurasi yang diperoleh dari prediksi data yang benar pada iterasi kedua sebesar 92,59% dimana terdapat peningkatan terhadap akurasi sebelumnya sebesar 0,28% dengan kesalahan prediksi sebanyak 2 pasien. Tabel 6. Prediksi data yang benar dan salah(iterasi 2) Aktual DM Prediksi Dys DM 16 1 Dys 1 9 Hasil normalisasi akhir pada iterasi kedua, pasien ke-18 sampai pasien ke-34 yang kelas sebenarnya merupakan pasien DM sedangkan pasien ke-61 sampai pasien ke-70 yang kelas sebenarnya merupakan pasien dyspepsia. Hasil normalisasi akhir dapat dilihat pada Lampiran 3. PadaTabel 7 disajikan nilai vote data salah prediksi pertama pada pasien DM yang ke-21, dimana pasien DM diprediksi ke dalam pasien dyspepsia karena pasien DM ini yang memiliki fitur pusing, mual, muntah dan lemas sebenarnya merupakan ciri utama dari penyakit DM, tetapi pasien DM ini juga memiliki fitur dengan nilai vote yang lebih tinggi pada fitur demam, nyeri ulu hati, mencret dan batuk. Kesalahan pada pasien DM yang ke-21 ini dapat dikatakan bahwa pasien ini mengalami penyakit DM yang sudah berkomplikasi dengan dyspepsia. Tabel 7. Nilai vote pasien DM ke-21 pasien DM ke 21 alageg Gejala pasien DM Nilai Vote DM Dys Pusing 1 0, Mual ,483 Muntah Lemas Demam Nyeri Ulu hati Sesak nafas Nyeri dada Mencret batuk Total Normalisasi Akhir Kesalahan prediksi kedua adalah pada pasien dyspepsia yang ke-67, yaitu pasien dyspepsia yang diprediksi ke dalam kelas DM dan untuk pasien dyspepsia yang salah prediksi mempunyai fitur dengan nilai yang lebih besar yaitu pada pusing, mual, muntah, lemas, demam, nyeri ulu hati, nyeri dada dan batuk. Nilai vote data salah prediksi pada pasien dyspepsia ke-67 dapat dilihat pada Lampiran 4. Iterasi Ketiga Pada selang hasil pelatihan iterasi ketiga ini dapat dijelaskan bahwa, untuk pasien DM memiliki fitur pusing, mual, muntah dan lemas sedangkan untuk demam, nyeri ulu hati, sesak nafas, nyeri dada, mencret dan batuk merupakan fitur dari pasien dyspepsia dengan nilai vote lebih dari 0,5. Iterasi ketiga ini adalah percobaan terakhir yang dilakukan pada penelitian ini. Iterasi ini menggunakan data latih berjumlah 53 data yang dibagi ke dalam kelas DM sebanyak 33 data dan kelas dyspepsia sebanyak 20 data. Untuk data ujinya berjumlah 27 data dan dibagi ke dalam kelas DM sebanyak 17 data dan kelas dyspepsia sebanyak 10 data. Berikut pada Tabel 8 disajikan data iterasi ke-3. 9

18 Tabel 8. iterasi ke-3 latih uji Jumlah Subset Instance Kelas Kelas DM Dys Pada Tabel 9 disajikan prediksi data yang benar dan salah dari iterasi ketiga, dimana untuk data prediksi benar sebagai pasien DM sebanyak 16 data dan untuk data salah prediksi sebagai pasien DM sebanyak 1 data. prediksi benar sebagai pasien dyspepsia sebanyak 7 data dan untuk data salah prediksi sebagai pasien DM ada sebanyak 3 data. Tabel 9. Prediksi data yang benar dan salah(iterasi 3) Aktual DM Prediksi Dys DM 16 1 Dys 3 7 Akurasi dari prediksi data yang benar sebesar 85,19% dimana terjadi penurunan dari akurasi sebelumnya. Penurunan akurasi sebesar 7,4% disebabkan oleh pada iterasi ketiga ini kesalahan prediksi terhadap pasien berjumlah 4 pasien. Tabel 10. Nilai vote pasien DM ke-14 alageg Gejala pasien DM pasien DM ke 14 DM Nilai Vote Dys Pusing 1 0, Mual 0 0,350 0,650 Muntah 1 0,653 0,347 Lemas 0 0,099 0,901 Demam 1 0,362 0,638 Nyeri Ulu hati 1 0,447 0,553 Sesaknafas 1 0,288 0,712 Nyeri dada 0 0,589 0,411 Mencret 1 0,357 0,643 batuk 1 0,139 0,861 Total ,062 Normalisasi Akhir ,606 Hasil dari normalisasi akhir pada iterasi ketiga adalah pasien ke-1 sampai pada pasien ke-17 yang kelas sebenarnya merupakan pasien DM, sedangkan pada pasien ke-51 sampai pada pasien ke-60 yang kelas sebenarnya merupakan pasien dyspepsia. Hasil dari normalisasi akhir ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada Tabel 10 disajikan nilai vote data salah prediksi pasien DM yang ke-14 sedangkan pada kesalahan data pasien dyspepsia ke-51, pasien dyspepsia ke-52 dan pasien dyspepsia ke-57 dapat dilihat pada Lampiran 6. Kesalahan prediksi pertama terjadi pada pasien DM yang ke-14 yaitu pasien DM yang diprediksi ke dalam kelas dyspepsia. Pasien DM salah prediksi pada fitur dengan nilai yang lebih besar adalah mual, lemas, demam, nyeri ulu hati, sesak nafas, mencret, dan batuk. Kesalahan prediksi kedua adalah pada data dyspepsia yang ke-51 yaitu pasien dyspepsia yang diprediksi ke kelas DM karena pada fitur dengan nilai yang lebih besar adalah mual, muntah, lemas, sesak nafas dan batuk. Kesalahan prediksi ketiga adalah pada pasien dyspepsia yang ke-52 yaitu pasien dyspepsia yang diprediksi ke kelas DM pada fitur dengan nilai yang lebih besar adalah pusing, mual, muntah, lemas, nyeri dada. Kesalahan terakhir dari iterasi ketiga adalah pada data pasien dyspepsia yang ke-57 yaitu pasien dyspepsia yang diprediksi ke kelas DM pada fitur dengan nilai yang lebih besar adalah mual, muntah, lemas, demam, nyeri ulu hati, nyeri dada, mencret. Dari keselurahan iterasi, penelitian ini menghasilkan akurasi rata-rata sebesar 90%. Pada Tabel 11 disajikan hasil akurasi rata-rata dari setiap percobaan. Tabel 11. Akurasi rata-rata Jumlah Jumlah Gejala data uji data latih Akurasi Iterasi I % Iterasi II ,59% Iterasi III ,19% Rata-rata 90,00% Dari seluruh percobaan pada penelitian ini diperoleh bahwa, nilai selang hasil dari pelatihan umumnya memiliki pola yang sama antara iterasi pertama sampai pada iterasi ketiga yaitu untuk fitur pusing, mual, muntah dan lemas merupakan gejala-gejala umum dari pasien DM, sedangkan untuk fitur demam, nyeri ulu hati, sesak nafas, nyeri dada, mencret dan batuk merupakan gejala-gejala dari pasien dyspepsia. Tetapi pada iterasi kedua, hasil nilai pelatihannya cukup mirip pada fitur nyeri dada sehingga diperoleh nilai selang yang tidak jauh berbeda antara kelas DM dan kelas dyspepsia 10

19 yang artinya bahwa untuk fitur nyeri dada bisa dimiliki oleh kedua pasien tersebut. Nilai hasil selang pelatihan dapat dilihat pada Lampiran 7. Pada hasil setiap iterasi memiliki kesalahan prediksi pada masing-masing data pasien yaitu pada iterasi pertama, data salah prediksi ada pada pasien DM ke-41 dan pasien dyspepsia ke-80. Pada iterasi kedua kesalahan prediksi ada pada pasien DM ke-21 dan pasien dyspepsia ke-67, sedangkan pada iterasi ketiga kesalahan prediksi ada pada pasien DM ke-14, pasien dyspepsia ke-51, dyspepsia ke-52, dyspepsia ke-57. Masing-masing kesalahan tersebut dapat dilihat pada fiturnya. Pada iterasi pertama sampai pada iterasi ketiga untuk pasien DM yang diprediksi menjadi pasien dyspepsia memiliki pola kesalahan prediksi dengan nilai vote lebih besar pada fitur demam, nyeri ulu hati, mencret dan batuk, sedangkan data salah prediksi pada pasien dyspepsia yang diprediksi menjadi pasien DM memiliki pola kesalahan yang sama dengan vote lebih besar pada fitur pusing, mual, muntah, lemas. Terdapat kasus pada iterasi ketiga di mana pasien dyspepsia diprediksi ke dalam kelas DM namun selisih nilai normalisasi dari kedua kelas tersebut kurang dari 0,01. Kesalahan tersebut disajikan pada lampiran 6. Tabel ini menunjukkan bahwa pasien dyspepsia yang diprediksi ke dalam kelas DM adalah pasien dyspepsia yang memiliki gejala yang sama dengan pasien DM. Pada kasus tersebut menurut keterangan dari dokter bahwa pasien tersebut sudah mengalami komplikasi, sehingga perlu diadakan uji lanjut oleh dokter menggunakan proses uji laboratorium. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada penelitian ini algoritme Voting Feature Interval 5 digunakan untuk klasifikasi data. yang digunakan pada penelitian ini merupakan data rekam medik dari poli penyakit dalam Rumah Sakit Pasar Rebo. Jumlah keseluruhan data yang digunakan sebanyak 80 data terdiri dari kelas DM sebanyak 50 data dan untuk kelas dyspepsia sebanyak 30 data. Penelitian ini menggunakan 3-fold cross validation yaitu percobaan dibagi menjadi iterasi pertama, iterasi kedua dan iterasi ketiga, masing-masing dengan kombinasi data latih dan uji yang berbeda. Iterasi pertama menghasilkan akurasi sebesar 92,31% dengan dua kesalahan prediksi pada pasien DM ke-41 dan pasien dyspepsia ke-80, akurasi iterasi kedua sebesar 92,59% dengan 2 kesalahan prediksi yaitu pada pasien DM ke-21 dan pasien dyspepsia ke-67 dan akurasi iterasi ketiga sebesar 85,19% dengan 4 kesalahan prediksi yaitu pada pasien DM ke-14, Pasien dyspepsia ke-51, Pasien dyspepsia ke-52, Pasien dyspepsia ke-57. Hasil selang fitur pada proses pelatihan dan normalisasi akhir pada penelitian ini adalah mirip. Saran Pada penelitian berikutnya diharapkan agar data dapat ditambah sehingga data yang dihasilkan lebih representatif. DAFTAR PUSTAKA Arjatmo T Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.Cet 2. Jakarta: Balai PenerbitFKUI. 008/12/07/diabetes-mellitus/ Demiroz G, Guvenir HA Classification by voting feature intervals. classification.pdf Guvenir An Expert system for the differential diagnosis of erythematosquamous diseases. Turki: Department of Computer Engennering, Bilkent University Hamilton H, Gurak E, Findlater L ConfusionMatrix. /~dbd/cs831/notes/confusion_matrix.html Han J, Kamber M Mining Concepts & Techniques. USA: Academic Press. Soewignjo S Dyspepsia, Rumah Sakit BiomedikaMataram. am.wordpress.com/2009/05/08/102 Supartondo, S waspadji Gambaran Klinis Diabetes Mellitus, Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Talley N, J Vakil Nimish Guidelines for the Management of Dyspepsia. spepsia.pdf 11

20 LAMPIRAN 12

21 Lampiran 1 Normalisasi akhir pada iterasi pertama No Pasien Lampiran 2 Nilai vote pada pasien salah prediksi iterasi pertama Gejala Normalisasi kelas DM Normalisasi kelas DYS Hasil Prediksi Kelas Iterasi 1 Nilai vote pasien DM- 41 Nilai vote pasien Dys- 80 Kelas Kelas Kelas Kelas DM Dys DM Dys Pusing Mual Muntah Lemas Demam Nyeru ulu hati Sesak nafas Nyeri dada Mencret Batuk Total Normalisasi Akhir Kelas Sebenarnya 35. 0,522 0,478 DM DM 36. 0,616 0,384 DM DM 37. 0,518 0,482 DM DM 38. 0,648 0,352 DM DM 39. 0,517 0,483 DM DM 40. 0,597 0,403 DM DM 41. 0,429 0,571 DYS DM 42. 0,616 0,384 DM DM 43. 0,51 0,49 DM DM 44. 0,598 0,402 DM DM 45. 0,521 0,479 DM DM 46. 0,599 0,401 DM DM 47. 0,611 0,389 DM DM 48. 0,665 0,335 DM DM 49. 0,578 0,422 DM DM 50. 0,584 0,416 DM DM 71. 0,487 0,513 DYS DYS 72. 0,465 0,535 DYS DYS 73. 0,477 0,523 DYS DYS 74. 0,497 0,503 DYS DYS 75. 0,397 0,603 DYS DYS 76. 0,461 0,539 DYS DYS 77. 0,364 0,636 DYS DYS 78. 0,435 0,565 DYS DYS 79. 0,364 0,636 DYS DYS 80. 0,522 0,478 DM DYS 13

22 Lampiran 3 Normalisasi akhir pada iterasi kedua No pasien Normalisasi Kelas DM Normalisasi Kelas Dys Hasil Prediksi Kelas Kelas Sebenarnya 18. 0,597 0,402 DM DM 19. 0,543 0,456 DM DM 20. 0,575 0,424 DM DM 21. 0,481 0,518 DYS DM 22. 0,593 0,407 DM DM 23. 0,575 0,424 DM DM 24. 0,527 0,472 DM DM 25. 0,536 0,463 DM DM 26. 0,538 0,461 DM DM 27. 0,534 0,465 DM DM 28. 0,599 0,400 DM DM 29. 0,541 0,458 DM DM 30. 0,536 0,463 DM DM 31. 0,597 0,402 DM DM 32. 0,632 0,367 DM DM 33. 0,564 0,435 DM DM 34. 0,576 0,423 DM DM 61. 0,397 0,602 DYS DYS 62. 0,387 0,613 DYS DYS 63. 0,402 0,598 DYS DYS 64. 0,412 0,587 DYS DYS 65. 0,463 0,536 DYS DYS 66. 0,414 0,585 DYS DYS 67. 0,558 0,441 DM DYS 68. 0,417 0,582 DYS DYS 69. 0,387 0,613 DYS DYS 70. 0,316 0,683 DYS DYS Lampiran 4 Nilai vote pada pasien salah prediksi iterasi kedua Iterasi 2 Gejala Nilai vote pasien DM-21 Nilai vote pasien Dys-67 Kelas Kelas Kelas Kelas DM Dys DM Dys Pusing 0, , Mual , ,483 Muntah Lemas Demam ,697 0,303 Nyeru ulu hati ,622 0,378 Sesak nafas ,248 0,752 Nyeri dada , Mencret , Batuk ,772 0,228 Total Normalisasi Akhir

23 Lampiran 5 Normalisasi akhir iterasi ketiga No Pasien Normalisasi Kelas DM Normalisasi Kelas DYS Hasil Prediksi Kelas Kelas Sebenarnya 1. 0,624 0,376 DM DM 2. 0,613 0,387 DM DM 3. 0,624 0,376 DM DM 4. 0,587 0,413 DM DM 5. 0,589 0,411 DM DM 6. 0,587 0,413 DM DM 7. 0,614 0,386 DM DM 8. 0,593 0,407 DM DM 9. 0,575 0,425 DM DM 10. 0,577 0,423 DM DM 11. 0,624 0,376 DM DM 12. 0,548 0,452 DM DM 13. 0,575 0,425 DM DM 14. 0,394 0,606 DYS DM 15. 0,52 0,48 DM DM 16. 0,518 0,482 DM DM 17. 0,537 0,463 DM DM 51. 0,504 0,496 DM DYS 52. 0,501 0,499 DM DYS 53. 0,431 0,569 DYS DYS 54. 0,339 0,661 DYS DYS 55. 0,442 0,558 DYS DYS 56. 0,444 0,556 DYS DYS 57. 0,506 0,494 DM DYS 58. 0,403 0,597 DYS DYS 59. 0,405 0,595 DYS DYS 60. 0,451 0,549 DYS DYS Lampiran 6 Nilai vote pada pasien salah prediksi iterasi ketiga Iterasi 3 Gejala Nilai vote pasien DM14 Nilai vote pasien Dys51 Nilai vote pasien Dys52 Nilai vote pasien Dys57 Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas DM Dys DM Dys DM Dys DM Dys Pusing 0, ,216 0,784 0,653 0,347 0,216 0,784 Mual 0,35 0,650 0,579 0,421 0,579 0,421 0,579 0,421 Muntah 0,653 0,347 0,653 0,347 0,653 0,347 0,653 0,347 Lemas 0,099 0,901 0,676 0,324 0,676 0,324 0,676 0,324 Demam 0,362 0,638 0,362 0,638 0,362 0,638 0,732 0,268 Nyeru ulu hati 0,447 0,553 0,447 0,553 0,447 0,553 0,563 0,437 Sesak nafas 0,288 0,712 0,654 0,346 0,288 0,712 0,288 0,712 Nyeri dada 0,589 0,411 0,32 0,68 0,589 0,411 0,589 0,411 Mencret 0,357 0,643 0,357 0,643 0,625 0,375 0,625 0,375 Batuk 0,139 0,861 0,779 0,221 0,139 0,861 0,139 0,861 Total ,045 4, Normalisasi Akhir

24 LAMPIRAN 7 Nilai selang hasil pelatihan iterasi pertama Pusing DM:0,078 Dys:0,922 DM:0,758 Dys:0,242 Mual DM:0,370 Dys:0,630 DM:0,541 Dys:0,459 Muntah Lemas DM:0,164 Dys:0,836 DM:0,624 Dys:0,376 DM:0,227 Dys:0,773 DM:0,595 Dys:0,405 Demam DM:0,805 Dys:0,195 DM:0,310 Dys:0,690 Nyeri Ulu Hati DM:0,602 Dys:0,398 DM:0,420 Dys:0,795 Sesak Nafas DM:0,686 Dys:0,314 DM:0,266 Dys:0,734 Nyeri dada DM:0,531 Dys:0,469 DM:0,407 Dys:0,593 Mencret DM:0,712 Dys:0,288 DM:0,338 Dys:0,662 Batuk DM:0,799 Dys:0,201 DM:0,205 Dys:0,795 Nilai selang hasil pelatihan iterasi kedua. Pusing DM:0,216 Dys:0,784 DM:0,653 Dys:0,347 Mual DM:0,464 Dys:0,536 DM:0,517 Dys:0,483 Muntah Lemas DM:0,267 Dys:0,733 DM:0,621 Dys:0,379 DM:0,212 Dys:0,788 DM:0,615 Dys:0,385 Demam DM:0,697 Dys:0,303 DM:0,361 Dys:0,639 Nyeri Ulu Hati DM:0,622 Dys:0,378 DM:0,395 Dys:0,605 16

25 Sesak Nafas DM:0,645 Dys:0,355 DM:0,248 Dys:0,752 Nyeri dada DM:0,517 Dys:0,483 DM:0,464 Dys:0,536 Mencret DM:0,666 Dys:0,334 DM:0,318 Dys:0,682 Batuk DM:0,772 Dys:0,228 DM:0,168 Dys:0,832 Nilai selang hasil pelatihan iterasi ketiga. Pusing Mual DM:0,216 Dys:0,784 DM:0,653 Dys:0,347 DM:0,350 Dys:0,536 DM:0,579 Dys:0,421 Muntah Lemas DM:0,216 Dys:0,784 DM:0,653 Dys:0,347 DM:0,099 Dys:0,901 DM:0,676 Dys:0,324 Demam Sesak Nafas Mencret DM:0,732 Dys:0,268 DM:0,362 Dys:0,638 DM:0,654 Dys:0,346 DM:0,288 Dys:0,712 DM:0,625 Dys:0,375 DM:0,357 Dys:0,643 Nyeri Ulu Hati Nyeri dada Batuk DM:0,563 Dys:0,437 DM:0,447 Dys:0,553 DM:0,589 Dys:0,411 DM:0,320 Dys:0,680 DM:0,779 Dys:0,201 DM:0,139 Dys:0,861 17

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Klasifikasi merupakan salah satu bidang kajian pada machine learning. Klasifikasi adalah proses menemukan sekumpulan model atau fungsi yang menggambarkan dan membedakan konsep

Lebih terperinci

PREDIKSI PENYAKIT PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 DENGAN BOBOT FITUR TIDAK SERAGAM DISTY TATA CERIA

PREDIKSI PENYAKIT PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 DENGAN BOBOT FITUR TIDAK SERAGAM DISTY TATA CERIA PREDIKSI PENYAKIT PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 DENGAN BOBOT FITUR TIDAK SERAGAM DISTY TATA CERIA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PASIEN SUSPECT PARVO DAN DISTEMPER PADA DATA REKAM MEDIK RUMAH SAKIT HEWAN IPB MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS ABSTRAK

KLASIFIKASI PASIEN SUSPECT PARVO DAN DISTEMPER PADA DATA REKAM MEDIK RUMAH SAKIT HEWAN IPB MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS ABSTRAK 1 KLASIFIKASI PASIEN SUSPECT PARVO DAN DISTEMPER PADA DATA REKAM MEDIK RUMAH SAKIT HEWAN IPB MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS Muhammad Iqbal 1, Aziz Kustiyo 1, Ekowati Handharyani 2 1 Departemen Ilmu

Lebih terperinci

PENGARUH INCOMPLETE DATA TERHADAP AKURASI VOTING FEATURE INTERVALS-5 (VFI5) ABSTRAK

PENGARUH INCOMPLETE DATA TERHADAP AKURASI VOTING FEATURE INTERVALS-5 (VFI5) ABSTRAK PENGARUH INCOMPLETE DATA TERHADAP AKURASI VOTING FEATURE INTERVALS-5 (VFI5) Atik Pawestri Sulistyo 1, Aziz Kustiyo 1, Agus Buono 2 1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian

Lebih terperinci

EKSPLORASI METODE PENENTUAN NILAI END POINT PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 SETA BAEHERA

EKSPLORASI METODE PENENTUAN NILAI END POINT PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 SETA BAEHERA EKSPLORASI METODE PENENTUAN NILAI END POINT PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 SETA BAEHERA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 EKSPLORASI

Lebih terperinci

DIAGNOSA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VFI5 ABDUL ROSYID

DIAGNOSA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VFI5 ABDUL ROSYID i DIAGNOSA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VFI5 ABDUL ROSYID DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ii DIAGNOSA PENYAKIT TUBERKULOSIS

Lebih terperinci

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Oleh: DHANY NUGRAHA RAMDHANY G

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Oleh: DHANY NUGRAHA RAMDHANY G DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5 Oleh: DHANY NUGRAHA RAMDHANY G64353 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Implementasi Metode Dempster Shafer Pada Sistem Pakar Untuk Diagnosa Jenis-jenis Penyakit Diabetes Melitus

Implementasi Metode Dempster Shafer Pada Sistem Pakar Untuk Diagnosa Jenis-jenis Penyakit Diabetes Melitus Implementasi Metode Dempster Shafer Pada Sistem Pakar Untuk Diagnosa Jenis-jenis Penyakit Diabetes Melitus Dewi Pratama Kurniawati Jurusan Teknik Informatika. Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro,

Lebih terperinci

PEMILIHAN DATA TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA VOTING FEATURE INTERVAL 5 (VFI 5) DAVID AULIA AKBAR ADHIEPUTRA

PEMILIHAN DATA TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA VOTING FEATURE INTERVAL 5 (VFI 5) DAVID AULIA AKBAR ADHIEPUTRA PEMILIHAN DATA TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA VOTING FEATURE INTERVAL 5 (VFI 5) DAVID AULIA AKBAR ADHIEPUTRA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 ARISTI IMKA APNIASARI G

DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 ARISTI IMKA APNIASARI G DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 ARISTI IMKA APNIASARI G64103027 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DEBITUR KARTU KREDIT DENGAN PEMILIHAN FITUR MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 SRI RAHAYU NATASIA

KLASIFIKASI DEBITUR KARTU KREDIT DENGAN PEMILIHAN FITUR MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 SRI RAHAYU NATASIA KLASIFIKASI DEBITUR KARTU KREDIT DENGAN PEMILIHAN FITUR MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 SRI RAHAYU NATASIA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian mengenai pengenalan wajah termotivasi oleh banyaknya aplikasi praktis yang diperlukan dalam identifikasi wajah. Pengenalan wajah sebagai salah satu dari teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang oleh karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang oleh karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang oleh karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan kekurangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus atau kencing manis salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Jamur merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di alam, sehingga sejak dahulu jamur dijadikan sebagai bahan konsumsi utama. Seiring dengan berkembangnya waktu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi yang sangat pesat, pada bidang kedokteran saat ini juga telah memanfatkan teknologi untuk membantu peningkatan pelayanan yang lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Biometrik merupakan ilmu pengetahuan yang membangun identitas seseorang berdasarkan sifat-sifat fisik, kimiawi, ataupun kebiasaan seseorang. Sistem biometrik dapat menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak DIAOSIS AUA SISTEM URIARI PADA AJI DA KUCI MEUAKA VFI 5 Dhany ugraha Ramdhany 1, Aziz Kustiyo 2, Ekowati Handharyani 3, dan Agus Buono 4 1, 2, 4 Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, IPB, Kampus IPB Darmaga

Lebih terperinci

Definisi Diabetes Melitus

Definisi Diabetes Melitus Definisi Diabetes Melitus Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti kencing dan melitus dalam bahasa latin yang berarti madu atau mel (Hartono, 1995). Penyakit ini merupakan penyakit menahun

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengidap diabetes. Baik pria maupun wanita, tua maupun muda, tinggal di kota

BAB 1 PENDAHULUAN. mengidap diabetes. Baik pria maupun wanita, tua maupun muda, tinggal di kota 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengidap diabetes di Indonesia menurut data WHO pada tahun 2009 mencapai 8 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat menjadi lebih dari 21 juta jiwa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS SHOREA (MERANTI) MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAUN EVI SUSANTI

IDENTIFIKASI JENIS SHOREA (MERANTI) MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAUN EVI SUSANTI IDENTIFIKASI JENIS SHOREA (MERANTI) MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAUN EVI SUSANTI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom?

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom? Neuropati otonom Neuropati otonom mempengaruhi saraf otonom, yang mengendalikan kandung kemih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU 1 PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Biometrik adalah ilmu untuk menetapkan identitas seseorang berdasarkan ciri fisik, kimia, ataupun tingkah laku dari orang tersebut. Dewasa ini, biometrik telah menjadi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lambung merupakan organ yang vital bagi tubuh yang cukup rentan cidera atau terluka. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja lambung adalah asupan makanan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak akibat penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin (Dorland, 2010). DM suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Millitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). Diabetes Mellitus merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai

Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai Gejala diabetes sering kali tidak terlihat secara jelas di awalnya. Kadang kita baru sadar atau terindikasi diabetes ketika sudah mengalami komplikasi diabetes.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah yang disebut Hiperglikemia dengan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG DIABETES MELLITUS ( DM ) YAYASAN PENDIDIKAN SETIH SETIO AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO MUARA BUNGO

ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG DIABETES MELLITUS ( DM ) YAYASAN PENDIDIKAN SETIH SETIO AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO MUARA BUNGO ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG DIABETES MELLITUS ( DM ) YAYASAN PENDIDIKAN SETIH SETIO AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO MUARA BUNGO Kata Pengantar Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat

Lebih terperinci

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan)

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan) Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan) Diabetes merupakan penyakit yang mempengaruhi kemampuan tubuh anda untuk memproduksi atau menggunakan insulin. Yaitu, hormon yang bekerja untuk mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya sebagai generasi penerus bangsa tidak luput dari aktifitas yang tinggi. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan Oleh: NAMA :Twenty

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menempatkan telepon selular menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Keberadaan telepon selular telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah istilah yang dipakai untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) dimasukkan sebagai salah satu target SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu mengurangi sepertiga angka kematian dini dari Penyakit

Lebih terperinci

SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 HIDA NUR FIRQIANI G

SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 HIDA NUR FIRQIANI G SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 HIDA NUR FIRQIANI G64103047 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Oleh karena itu untuk meningkatkan akurasinya, proses learning harus dihentikan lebih awal atau melakukan pemotongan tree secara umum. Untuk itu diberikan 2 (dua) buah threshold yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 menyatakan bahwa terdapat 3,2 juta penduduk dunia meninggal karena penyakit diabetes mellitus (DM) setiap tahunnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

Klasifikasi Pasien Suspect Parvo dan Distemper pada Data Rekam Medik Rumah Sakit Hewan IPB Menggunakan Voting Feature Intervals

Klasifikasi Pasien Suspect Parvo dan Distemper pada Data Rekam Medik Rumah Sakit Hewan IPB Menggunakan Voting Feature Intervals Klasifikasi Pasien Suspect Parvo dan Distemper pada Data Rekam Medik Rumah Sakit Hewan IPB Menggunakan Voting Feature Intervals,Aziz Kustiyo!, Muhammad Iqbal', Ekowati Handharyani- J Departemen Ilmu Komputer,

Lebih terperinci

PREDIKSI INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA ILMU KOMPUTER IPB MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 ABDUL NASRAH G

PREDIKSI INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA ILMU KOMPUTER IPB MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 ABDUL NASRAH G PREDIKSI INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA ILMU KOMPUTER IPB MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 ABDUL NASRAH G64103012 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan zaman membawa dampak yang sangat berarti bagi perkembangan dunia, tidak terkecuali yang terjadi pada perkembangan di dunia kesehatan. Sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

Lebih terperinci

DIABETES UNTUK AWAM. Desember 2012

DIABETES UNTUK AWAM. Desember 2012 DIABETES UNTUK AWAM Desember 2012 Apa itu Tubuh Manusia? Tubuh manusia seperti mesin yang komplex Glukosa adalah bahan bakar dari tubuh manusia Bagaimana tubuh kita menggunakan glukosa? Glukosa digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KELAYAKAN PESERTA TENDER PADA PETRONAS CARIGALI INDONESIA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : TENDER PENGADAAN JARINGAN INTERNET)

IDENTIFIKASI KELAYAKAN PESERTA TENDER PADA PETRONAS CARIGALI INDONESIA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : TENDER PENGADAAN JARINGAN INTERNET) IDENTIFIKASI KELAYAKAN PESERTA TENDER PADA PETRONAS CARIGALI INDONESIA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : TENDER PENGADAAN JARINGAN INTERNET) YOGI PURNOYUDHO NUGROHO G64103073 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga kesehatan tubuh adalah hal yang harus diperhatikan setiap manusia, karena dengan tubuh yang sehat dan kuat kita dapat menghadapi aktifitas dan menjalani kesibukan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005 ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005 Ahmad Taqwin, 2007 Pembimbing I : Agustian L.K, dr., Sp.PD. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data statistik organisasi WHO tahun 2011 menyebutkan Indonesia menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak setelah Amerika Serikat, China, India.

Lebih terperinci

RIZKY KUSUMAWATI NPM PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

RIZKY KUSUMAWATI NPM PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN STUDI KASUS PADA Tn. M UMUR 79 TAHUN YANG MENGALAMI MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKSTABILAN KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLITUS RUANG SEDAP MALAM RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI KARYA TULIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) dalam darahnya. Yang dicirikan dengan hiperglikemia, yang disertai. berbagai komplikasi kronik (Harmanto Ning, 2005:16).

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) dalam darahnya. Yang dicirikan dengan hiperglikemia, yang disertai. berbagai komplikasi kronik (Harmanto Ning, 2005:16). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Diabetes Melitus, penyakit gula, atau kencing manis adalah suatu penyakit, di mana tubuh penderitanya

Lebih terperinci

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I

PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I PENYAKIT DEGENERATIF V I L D A A N A V E R I A S, M. G I Z I EPIDEMIOLOGI WHO DEGENERATIF Puluhan juta ORANG DEATH DEFINISI Penyakit degeneratif penyakit yg timbul akibat kemunduran fungsi sel Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus adalah sebuah penyakit yang timbul jika terjadi kelainan pada fungsi - fungsi tubuh tertentu yang memanfaatkan karbohidrat, lemak dan protein

Lebih terperinci

Antisipasi Dampak Stress sekitar

Antisipasi Dampak Stress sekitar Antisipasi Dampak Stress sekitar PEMILU LEGISLATIF Dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, MMB Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM Anggota PAPDI Perubahan yang mendasar dalam penetapan anggota DPR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

Lebih terperinci

: FELICIA GAYLE ASIDAZ

: FELICIA GAYLE ASIDAZ KARYA TULIS ILMIAH KEJADIAN DISPEPSIA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BERKUNJUNG KE POLIKLINIK ENDOKRIN RSUD. DR. PIRNGADI MEDAN PADA BULAN SEPTEMBER HINGGA NOVEMBER 2014 Oleh : FELICIA GAYLE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No.

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No. PENGARUH LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN PERIODE 10 APRIL 30 MEI 2015 Halisah 1, Riza Alfian

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 Keluarga 1.1 Definisi keluarga Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing

Lebih terperinci

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5 Dhany Nugraha Ramdhany 1, Aziz Kustiyo 2, Ekowati Handharyani 3, dan Agus Buono" 1,2,4 Departemen IImu Komputer, FMIP A, IPB,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR DIAGNOSA DYSPEPSIA DENGAN CERTAINTY FACTOR

SISTEM PAKAR DIAGNOSA DYSPEPSIA DENGAN CERTAINTY FACTOR SISTEM PAKAR DIAGNOSA DYSPEPSIA DENGAN CERTAINTY FACTOR Joan Angelina Widians 1), Ari Utomo 2) 1), 2) Teknik Informatika Up.FTIK Universitas Mulawarman Samarinda Jl. Barong Tongkok, Kampus Gunung Kelua,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diabetes mellitus (DM) yang dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan karena adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan dapat menyebabkan kematian terbesar di seluruh dunia, salah satunya adalah diabetes melitus (DM). Diabetes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. darah disebabkan tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara

BAB 1 PENDAHULUAN. darah disebabkan tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) yang ada didalam darah terlalu tinggi. Tingginya kadar gula dalam darah disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesejahteraan dan ketersediaan pangan dapat. mengakibatkan sejumlah masalah, termasuk meningkatnya kejadian penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesejahteraan dan ketersediaan pangan dapat. mengakibatkan sejumlah masalah, termasuk meningkatnya kejadian penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kesejahteraan dan ketersediaan pangan dapat mengakibatkan sejumlah masalah, termasuk meningkatnya kejadian penyakit degeneratif seperti jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya. Dari data-data yang ada dapat

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya. Dari data-data yang ada dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu jenis penyakit menahun, yang angka kejadiannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syaraf) (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis

BAB I PENDAHULUAN. syaraf) (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Hiperglikemia jangka panjang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi penyebab kematian yang lebih umum bila dibandingkan dengan penyakit akibat infeksi di negara sedang berkembang. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa)

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diabetes mellitus merupakan gangguan kesehatan berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat resistensi insulin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci