DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 ARISTI IMKA APNIASARI G

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 ARISTI IMKA APNIASARI G"

Transkripsi

1 DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 ARISTI IMKA APNIASARI G DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Oleh: ARISTI IMKA APNIASARI G DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

3 ABSTRAK ARISTI IMKA APNIASARI. Diagnosis Penyakit Demam Berdarah Dengue Menggunakan Voting Feature Intervals 5. Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO dan IRMAN HERMADI. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Tingkat kematian akibat penyakit Demam Berdarah Dengue relatif masih tinggi. Salah satu penyebab tingginya tingkat kematian tersebut adalah keterlambatan diagnosis. Semakin cepat diagnosis dapat dilakukan, semakin cepat pula pertolongan bisa diberikan sehingga dapat mengurangi angka kematian tersebut. Penelitian ini akan menerapkan algoritma Voting Feature Intervals 5 (VFI5) untuk mendiagnosa penyakit DBD. Data yang digunakan adalah data sekunder penyakit DBD pada penelitian yang telah dilakukan oleh Syafii pada tahun Sampel terdiri dari data pasien yang menderita penyakit DBD dan demam dengue (DD) yang terdiri dari 32 kasus DBD dan 32 kasus DD. Pada penelitian ini digunakan 4 gejala klinis objektif yaitu demam, bercak, pendarahan spontan dan hasil uji tornikuet untuk menetapkan diagnosa DBD secara klinis. Empat gejala klinis tersebut selanjutnya dijadikan sebagai fitur pada algoritma VFI5. Berdasarkan kesimpulan klinis yang telah ditentukan, selanjutnya dilakukan validasi data. Semua data yang nilainya dianggap tidak konsisten dengan kelasnya akan dihilangkan. Dari validasi data dihasilkan 42 kasus, terdiri dari 23 kasus DBD dan 19 kasus DD. Pada penelitian ini dilakukan 4 tahap pengujian. Tahap pertama adalah pengujian untuk data sebelum validasi, tahap kedua adalah pengujian untuk data setelah validasi tanpa persebaran, tahap ketiga adalah pengujian untuk data setelah validasi dengan persebaran dan tahap keempat adalah pengujian data dengan pembagian data latih dan data uji seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh Syafii pada tahun Rata-rata akurasi yang dihasilkan pada pengujian tahap pertama terhadap data sebelum validasi adalah 65,66%. Pada pengujian tahap kedua untuk data setelah validasi tanpa persebaran ditemukan 3 instances yang kelas prediksinya tidak sesuai dengan kelas sebenarnya. Masing-masing instances tersebut memiliki peluang yang hampir sama untuk menjadi kelas DBD maupun kelas DD. Rata-rata akurasi pada pengujian tahap kedua ini adalah 92,86%. Selanjutnya pada pengujian tahap ketiga yang dilakukan pada data setelah validasi, tiga instances yang salah diklasifikasi pada tahap kedua disebar pada tiga data pengujian yang berbeda. Hasilnya terdapat 1 instances yang kelas prediksinya tidak sesuai dengan kelas sebenarnya. Instances tersebut memiliki peluang yang hampir sama untuk setiap kelasnya. Ratarata akurasi yang dihasilkan pada pengujian tahap ketiga ini mencapai 97,62%. Selanjutnya, pada pengujian tahap keempat akurasi yang dihasilkan untuk data setelah validasi adalah 100%. Akurasi tersebut jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Syafii pada tahun 2006 dengan menggunakan model ANFIS yang hanya mencapai 86,67%. Kata Kunci: demam berdarah dengue, diagnosis, voting feature intervals.

4 Judul Nama NRP : Diagnosis Penyakit Demam Berdarah Dengue Menggunakan Voting Feature Intervals 5 : Aristi Imka Apniasari : G Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Aziz Kustiyo, S.Si., M.Kom. NIP Irman Hermadi, S.Kom., MS. NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. NIP Tanggal Lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Pati pada tanggal 12 April 1985, anak dari pasangan Ali Imron dan Kartika Rini. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pati dan pada tahun yang sama melanjutkan kuliah ke Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada akhir perkuliahan, penulis berkesempatan mengikuti Praktek Lapang selama 2 bulan (3 Juli 26 Agustus 2006) di PT. Infomedia Nusantara, Jakarta. Pada bulan April Juni 2007, penulis bekerja sebagai fasilitator Program Keaksaraan di Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang merupakan salah satu persyaratan kelulusan pada Program Sarjana Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Tugas akhir ini mengambil judul Diagnosis Penyakit Demam Berdarah Dengue Menggunakan Voting Feature Intervals 5. Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan karya ilmiah ini khususnya kepada Bapak Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom dan Bapak Irman Hermadi, S.Kom, MS yang telah membimbing dengan penuh ketekunan dan kesabaran hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini. Selanjutnya, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1 Papa, Ibu, beserta kedua adikku atas motivasi, kasih sayang dan doanya selama ini. 2 Bapak Arief Ramadhan S.Kom atas kesediaannya menjadi moderator pada seminar tugas akhir dan penguji pada sidang tugas akhir. 3 Tatak T Setiana atas pengertian, motivasi dan doa yang diberikan kepada penulis. 4 Dr. M. Syafii, M.Si atas informasi yang diberikan kepada penulis. 5 Dian, Aulia, Charolina, Dessy dan Tri Puji atas motivasi dan keakraban yang terjalin selama ini. 6 Staf pengajar dan karyawan Departemen Ilmu Komputer, atas bantuannya selama penyelenggaraan seminar dan sidang tugas akhir. 7 Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Komputer angkatan 40 atas pengalaman dan kenangan yang tak ternilai. 8 Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan selama pengerjaan penelitian ini namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak termasuk penulis pribadi. Bogor, Mei 2007 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR LAMPIRAN...vii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 Ruang Lingkup... 1 Manfaat... 1 TINJAUAN PUSTAKA Demam Berdarah Dengue (DBD)... 1 Validasi Data... 3 Metode k-fold Cross Validation... 3 Algoritma Voting Feature Intervals 5 (VFI5)... 3 METODE PENELITIAN Data... 4 Seleksi Data... 5 Data Latih dan Data Uji... 5 Algoritma VFI5...5 Analisis... 5 Spesifikasi Aplikasi... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Tahap Pertama... 6 Pengujian Tahap Kedua... 9 Pengujian Tahap Ketiga Pengujian Tahap Keempat KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 19

8 vi DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah kasus penyakit DBD Sebaran data sebelum dan setelah validasi Hasil pembagian data tahap pertama Susunan data pelatihan dan data pengujian tahap pertama Akurasi dari setiap iterasi tahap pertama Komposisi jumlah instances tahap pertama iterasi pertama Komposisi jumlah instances tahap pertama iterasi kedua Komposisi jumlah instances tahap pertama iterasi ketiga Hasil pembagian data tahap kedua Susunan data pelatihan dan data pengujian tahap kedua Akurasi dari setiap iterasi tahap kedua Komposisi jumlah instances tahap kedua iterasi pertama Komposisi jumlah instances tahap kedua iterasi kedua Normalisasi tiga instances pengujian Komposisi jumlah instances tahap kedua iterasi ketiga Hasil pembagian data tahap ketiga Susunan data pelatihan dan data pengujian tahap ketiga Akurasi dari setiap iterasi tahap ketiga Komposisi jumlah instances tahap ketiga iterasi pertama Hasil pengujian instances salah klasifikasi tahap ketiga Normalisasi instances pengujian salah klasifikasi Komposisi jumlah instances tahap ketiga iterasi kedua Komposisi jumlah instances tahap ketiga iterasi ketiga Susunan data pelatihan dan data pengujian tahap keempat Komposisi jumlah instances tahap keempat pada data sebelum validasi Komposisi jumlah instances tahap keempat pada data setelah validasi... 16

9 vii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Algoritma pelatihan VFI Algoritma klasifikasi VFI Jenis fitur dan nilainya Data sebelum validasi Data setelah validasi tanpa persebaran Hasil pengujian tahap pertama Nilai interval_class_vote hasil pelatihan data tahap pertama iterasi pertama Nilai interval_class_vote hasil pelatihan data tahap pertama iterasi kedua Nilai interval_class_vote hasil pelatihan data tahap pertama iterasi ketiga Hasil pengujian tahap kedua Nilai interval_class_vote hasil pelatihan data tahap kedua iterasi pertama Nilai interval_class_vote hasil pelatihan data tahap kedua iterasi kedua Hasil pengujian 3 instances salah klasifikasi pada tahap kedua Nilai interval_class_vote hasil pelatihan data tahap kedua iterasi ketiga Data setelah validasi dengan persebaran Hasil pengujian tahap ketiga Nilai interval_class_vote hasil pelatihan data tahap ketiga iterasi pertama Nilai interval_class_vote hasil pelatihan data tahap ketiga iterasi kedua Nilai interval_class_vote hasil pelatihan data tahap ketiga iterasi ketiga Data pelatihan sebelum validasi tahap keempat Data pengujian sebelum validasi tahap keempat Nilai interval_class_vote hasil pelatihan data sebelum validasi pada tahap keempat Hasil pengujian tahap keempat pada data sebelum validasi Data pelatihan setelah validasi tahap keempat Data pengujian setelah validasi tahap keempat Nilai interval_class_vote hasil pelatihan data setelah validasi pada tahap keempat... 35

10 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et al, 2004). Tingkat kematian akibat penyakit Demam Berdarah Dengue relatif masih tinggi. Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai , dengan jumlah kematian sebanyak 389 jiwa atau case fatality rate (CFR) sebesar 1,53% (Kristina et al, 2004). Salah satu penyebab tingginya tingkat kematian tersebut adalah keterlambatan diagnosis (Sutaryo 2004 diacu dalam Syafii 2006). Semakin cepat diagnosis dapat dilakukan, semakin cepat pula pertolongan bisa diberikan sehingga dapat mengurangi angka kematian tersebut. Penyakit DBD juga sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya (Kristina et al, 2004). Diagnosis penyakit DBD berdasarkan hasil pemeriksaan klinis antara lain dilakukan oleh Syafii (2006) dengan menggunakan Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS). Akurasi model ANFIS yang dikembangkan Syafii (2006) mencapai 86,67%. Akurasi ini belum maksimal karena data yang digunakan pada penelitian Syafii (2006) lebih banyak berupa data nominal. Sementara itu salah satu syarat agar model ANFIS bisa digunakan secara efektif adalah data yang digunakan harus memiliki selang atau grade. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan algoritma klasifikasi Voting Feature Intervals (VFI5), karena algoritma ini bisa menangani data ordinal maupun data nominal dengan baik. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Iqbal (2007) dalam mengklasifikasi pasien Suspect Parvo dan Distemper. Dari 49 fitur yang digunakan, 47 fitur diantaranya berupa data nominal. Hasil akurasi yang diperoleh dalam pengklasifikasian pasien Suspect Parvo dan Distemper dengan menggunakan algoritma VFI5 adalah 90%. Demikian pula dengan penelitian yang telah dilakukan oleh HA Güvenir, G Demiröz dan N Ilter (1998) dalam memprediksi penyakit erythemato-squamous. Akurasi yang dihasilkan dengan menggunakan algoritma VFI5 mencapai 96,2%. Dengan demikian terbukti bahwa algoritma VFI5 mampu memprediksi suatu penyakit dengan akurasi yang cukup tinggi. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapkan algoritma klasifikasi VFI5 dalam diagnosa penyakit DBD. Ruang Lingkup Pada penelitian ini dilakukan pembatasan masalah pada : 1 Data yang digunakan adalah data sekunder penyakit DBD pada penelitian Syafii (2006). 2 Bobot (weight) setiap feature pada data diasumsikan sama. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat membantu semua pihak dalam deteksi dini penyakit DBD menggunakan algoritma VFI5. TINJAUAN PUSTAKA Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun Sejak itu penyakit DBD menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit ini (Kristina et al, 2004). DBD adalah penyakit febril akut yang disebabkan oleh virus Dengue. Virus ini terdiri dari empat serotipe dan disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Ibrahim et al, 2005). Keempat tipe virus Dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga (Kristina et al, 2004). Gejala Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang

11 2 menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Beberapa pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, mual, muntah maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus (Kristina et al, 2004). Kriteria klinis untuk diagnosa DBD antara lain (Kristina et al, 2004) : a Demam tinggi yang mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari (38 C- 40 C) b Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji tornikuet positif dan terdapat salah satu bentuk pendarahan yaitu pandarahan pada kulit (petekia, purpura), pendarahan hidung (epitaksis), pendarahan gusi, muntah berdarah (hematemesis) dan berak berdarah (melena). c Hepatomegali (pembesaran hati). d Shock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmhg atau kurang dan tekanan sistolik sampai 80 mmhg atau lebih rendah. e Trombositopenia, pada hari ke 3-7 ditemukan penurunan trombosit sampai /mm 3. f Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai hematokrit. g Gejala-gejala klinis lainnya yang dapat menyertai : anoreksia (hilangnya nafsu makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang dan sakit kepala. h Rasa sakit pada otot dan persendian. Berdasarkan kriteria klinis tersebut, maka WHO membagi derajat penyakit DBD dalam empat kategori yaitu (Hasan 1985 diacu dalam Syafii 2006) : - Kategori (1) : dijumpai demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi pendarahan adalah uji tornikuet positif. - Kategori (2) : kategori 1 disertai pendarahan spontan seperti petekia di kulit, epitaksis atau pendarahan lainnya. - Kategori (3) : kategori 2 disertai kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun disertai kulit dingin, lembab dan penderita gelisah. - Kategori (4) : kategori 3 disertai shock berat dengan nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak dapat diukur. Secara alamiah penyakit DBD mengalami perjalanan empat tahap yaitu (Sutaryo 2004 diacu dalam Syafii 2006) : 1 masa inkubasi selama 5-9 hari, pada masa ini tidak dijumpai gejala. 2 masa akut selama 1-3 hari, pada masa ini akan muncul gejala subjektif (lemah, mual, muntah, nyeri kepala dan lain-lain) serta gejala objektif (demam, bercak merah, pendarahan spontan hidung, gusi, pencernaan, pembesaran hati) 3 masa kritis selama 1-3 hari, pada masa ini diikuti gejala shock, kesadaran menurun, ekstremitas dingin, kulit lembab dan tekanan darah turun. 4 masa penyembuhan selama 1-2 hari, pada masa ini cepat sekali membaik dan gejala hilang tetapi terkadang muncul bercak merah yang disebut rash rekovalesen. Pemeriksaan uji tornikuet adalah menguji ketahanan kapiler darah dengan cara membendung pembuluh darah lengan atas dengan tekanan alat tensimeter yang dipompa sampai tekanan 100mmHg dan dipertahankan selama 10 menit kemudian dilepas (Gandasoebrata 1985 diacu dalam Syafii 2006). Setelah itu dicari adanya bercak-bercak merah kecil yang disebut petekia yang timbul dalam lingkaran bergaris 5 cm, kira-kira 4 cm di bawah lipatan dalam lengan (fossa cubiti). Uji tornikuet dinyatakan positif apabila ditemukan 10 petekia atau lebih dalam lingkaran (Syafii 2006). Penularan Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang. Orang yang beresiko terserang DBD adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan (Kristina et al, 2004). Penyebaran Kasus penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun Kasus di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang. Beberapa tahun

12 3 kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di Indonesia, dengan jumlah kasus sebagai berikut (Kristina et al, 2004). Tabel 1 Jumlah kasus penyakit DBD Tahun Jumlah kasus Jumlah kematian orang orang orang orang orang orang orang orang orang (sampai 5 Maret) orang 389 orang Validasi Data Validasi adalah meneliti kebenaran data dalam kondisi khusus. Dalam hal ini kondisi khusus tersebut adalah aturan (rule base) yang diperoleh dari pakar. Validasi dilakukan dengan cara meneliti konsistensi data terhadap aturan tersebut. Menurut pendapat pakar dijumpai demam tinggi yang mendadak disertai salah satu manifestasi pendarahan dapat dijadikan kesimpulan klinis penyakit DBD (Syafii 2006). Metode k-fold Cross Validation Validasi silang (cross-validation) merupakan metode untuk memperkirakan eror generalisasi berdasarkan resampling (Weiss & Kulikowski 1991; Efron & Tibshirani 1993; Hjorth 1994; Plutowski et al. 1994; Shao & Tu 1995, diacu dalam Sarle 2004). Dalam k-fold cross validation, data dibagi secara acak menjadi k himpunan bagian yang ukurannya hampir sama satu sama lain. Himpunan bagian yang dihasilkan yaitu S 1,S 2,...,S k digunakan sebagai pelatihan dan pengujian. Pengulangan dilakukan sebanyak k kali dan pada setiap ulangan disisakan satu subset untuk pengujian dan subset lainnya untuk pelatihan. Pada iterasi ke-i, subset S i diperlakukan sebagai data pengujian, dan subset lainnya diperlakukan sebagai data pelatihan. Pada iterasi pertama S 2,...S k menjadi data pelatihan dan S 1 menjadi data pengujian. Selanjutnya pada iterasi kedua S 1,S 3,...,S k menjadi data pelatihan dan S 2 menjadi data pengujian, dan seterusnya. Algoritma Voting Feature Intervals 5 (VFI5) Salah satu algoritma yang digunakan untuk mengklasifikasikan data adalah Voting Feature Intervals. Algoritma ini dikembangkan oleh Gülşen Demiröz dan H. Altay Güvenir pada tahun 1997 (Demiröz dan Güvenir 1997). Algoritma klasifikasi Voting Feature Intervals 5 (VFI5) merepresentasikan deskripsi sebuah konsep oleh sekumpulan interval nilainilai feature atau atribut. Pengklasifikasian instances baru didasarkan pada voting pada klasifikasi yang dibuat oleh nilai tiap-tiap feature secara terpisah. Algoritma tersebut termasuk dalam algoritma yang supervised, artinya memiliki target yang dalam hal ini adalah kelas-kelas data dari kasus yang ada. Selain itu juga bersifat non-incremental yang berarti semua instances pelatihan diproses secara bersamaan (Demiroz dan Güvenir 1997). Dari semua instances pelatihan tersebut, algoritma VFI5 membuat interval untuk setiap feature. Interval-interval yang dibuat dapat berupa range interval maupun point interval. Range interval terdiri atas nilai-nilai antara dua end point yang berdekatan tetapi tidak termasuk kedua nilai end point itu sendiri. Point interval terdiri atas seluruh end point secara berturutturut. Untuk setiap interval, nilai vote untuk setiap kelas pada interval tersebut akan disimpan. Dengan demikian, sebuah interval dapat merepresentasikan beberapa kelas dengan menyimpan nilai vote yang dimiliki setiap kelas. Oleh karena itu, algoritma VFI dikatakan sebagai multi-class feature projection based algorithms. Keunggulan algoritma VFI5 adalah algoritma ini cukup kokoh (robust) terhadap feature yang tidak relevan namun mampu memberikan hasil yang baik pada real-world datasets yang ada. VFI5 mampu menghilangkan pengaruh yang kurang menguntungkan dari feature yang tidak relevan tersebut dengan mekanisme voting-nya (Güvenir 1998). Algoritma VFI5 dikembangkan menjadi dua tahap yaitu pelatihan dan klasifikasi. 1 Pelatihan Pada tahap pelatihan ini, pertama kali yang dilakukan adalah menemukan nilai end point setiap feature f pada setiap kelas data c. Ada dua jenis feature yang dikenal yaitu feature linier dan feature nominal. Feature linier adalah feature yang nilainya memiliki urutan atau bisa dibandingkan tingkatannya. Feature nominal adalah kebalikan dari feature linier yaitu feature yang nilainya tidak memiliki urutan dan tidak bisa dibandingkan tingkatannya. End point untuk feature linier tersebut merupakan nilai maksimum dan nilai minimum feature itu sendiri, sedangkan end point untuk feature nominal meliputi semua nilai yang berbeda

13 4 yang ada pada feature kelas yang sedang diamati. Setelah nilai end point untuk setiap feature linier didapatkan maka langkah selanjutnya adalah mengurutkan nilai-nilai end point tersebut. Hasil pengurutan tersebut akan membentuk suatu interval bagi feature f. Jika feature tersebut merupakan feature linier yang memiliki nilai kontinu maka akan dibentuk dua interval yaitu point interval dan range interval. Jika suatu feature merupakan feature nominal maka hanya akan dibentuk point interval. Batas bawah pada range interval (ujung paling kiri) adalah - sedangkan batas atas range interval (ujung paling kanan) adalah +. Jumlah maksimum end point pada feature linier adalah 2k, sedangkan jumlah maksimum intervalnya adalah 4k+1, dengan k adalah jumlah kelas yang diamati. Langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah instances pelatihan setiap kelas c dengan feature f yang nilainya jatuh pada interval i dan direpresentasikan sebagai interval_class_count [f,i,c]. Untuk setiap instance pelatihan, dicari interval i dimana nilai feature f dari instance pelatihan e (e f ) tersebut jatuh. Jika interval i merupakan point interval dan nilai e f sama dengan nilai pada batas bawah atau batas atas maka jumlah kelas instances tersebut (e f ) pada interval i ditambah 1. Jika interval i merupakan range interval dan nilai e f jatuh pada interval tersebut maka jumlah kelas instances e f pada interval i ditambah 1. Hasil dari proses tersebut merupakan jumlah vote kelas c pada interval i. Untuk menghilangkan efek perbedaan distribusi setiap kelas, maka jumlah vote kelas c untuk feature f pada interval i dinormalisasi dengan cara membagi vote tersebut dengan jumlah instances kelas c yang direpresentasikan dengan class_count[c]. Hasil normalisasi ini dinotasikan sebagai interval_class_vote[f,i,c]. Kemudian nilai-nilai interval_class_vote[f,i,c] dinormalisasi sehingga jumlah vote dari beberapa kelas pada setiap feature f sama dengan 1. Normalisasi ini bertujuan agar setiap feature memiliki kekuatan voting yang sama pada proses klasifikasi yang tidak dipengaruhi oleh ukurannya. 2 Prediksi (klasifikasi) Tahap klasifikasi pada algoritma VFI5 diawali dengan proses inisialisasi awal nilai vote masing-masing kelas dengan nilai 0. Untuk setiap feature f, dicari interval i dimana nilai e f jatuh, dengan e f merupakan nilai feature f dari instances tes e. Jika e f tidak diketahui (hilang), maka feature tersebut tidak diikutsertakan dalam voting (memberi vote 0 untuk masingmasing kelas). Oleh karena itu, feature yang memiliki nilai tidak diketahui diabaikan. Jika e f diketahui maka interval tersebut dapat ditemukan. Interval tersebut dapat menyimpan instances pelatihan dari beberapa kelas. Kelas-kelas dalam sebuah interval direpresentasikan oleh vote kelas-kelas tersebut pada interval itu. Untuk setiap kelas c, feature f memberikan vote yang sama dengan interval_class_vote[f,i,c]. Notasi tersebut merepresentasikan vote feature f yang diberikan untuk kelas c. Setiap feature f mengumpulkan votevotenya dalam sebuah vektor (feature_vote[f,c1],..., feature_vote[f,cj],..., feature_vote[f,ck]), dimana feature_vote[f,cj] merupakan vote feature f untuk kelas Cj dan k adalah jumlah kelas. Kemudian d vektor vote, dimana d merupakan jumlah feature, dijumlahkan untuk memperoleh total vektor vote (vote[c1],..., vote[ck]). Kelas dengan jumlah vote terbesar diprediksi sebagai kelas dari instances tes e. Pseudocode algoritma pelatihan dan klasifikasi VFI5 dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini melalui beberapa tahapan proses untuk mengetahui akurasi yang diperoleh algoritma VFI5 dalam mendiagnosa penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Tahapantahapan proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada penelitian Syafii (2006). Sampel terdiri dari data pasien yang menderita penyakit DBD dan Demam Dengue (DD). Menurut International Classification of Deseases tenth revision (ICD 10) penyakit DBD diberi kode A.91 dan penyakit DD dengan kode A.90. Persyaratan catatan medis yang dijadikan sampel adalah apabila di dalam catatan medis terdapat 4 (empat) catatan tentang kriteria klinis yaitu : demam (panas), bercak-bercak (petekia), tanda pendarahan spontan (mimisan, gusi berdarah, muntah berdarah dan tinja berwarna hitam) dan hasil uji tornikuet. Dicatat juga kriteria laboratoris hasil pemeriksaan darah trombosit. Penyakit DD digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini karena

14 5 pertimbangan adanya catatan 4 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratoris (Syafii 2006). Data latih Pelatihan Model VFI5 Klasifikasi Akurasi Data Seleksi data Data uji Gambar 1 Tahapan proses klasifikasi data Jumlah penderita DBD 120 orang sedang jumlah penderita DD 111 orang. Berdasarkan daftar penderita ini maka dilakukan pencarian catatan medisnya. Dari pencarian terhadap 231 catatan medis, ditemukan 205 catatan medis. 26 catatan medis tidak ditemukan karena sedang digunakan dan juga karena kasusnya bukan rawat inap. Dari 205 catatan medis yang ditemukan, catatan medis yang memenuhi persyaratan hanya 64, yang terdiri dari 32 kasus DBD dan 32 kasus DD (Syafii 2006). Seleksi Data Pada penelitian ini akan dilakukan seleksi terhadap keseluruhan data baik sebelum maupun setelah validasi. Seleksi ini dilakukan untuk menentukan data mana yang digunakan sebagai data latih dan data uji. Data Latih dan Data Uji Dengan metode 3-fold cross validation, seluruh data dibagi menjadi beberapa subset. Masing-masing subset memiliki ukuran contoh yang hampir sama. Subset-subset tersebut akan digunakan sebagai data pelatihan dan data pengujian. Masing-masing data memuat informasi tentang data input berupa demam, bercak, pendarahan, hasil uji tornikuet dan data output berupa diagnosa (DBD atau DD). Algoritma VFI5 Pada penelitian ini digunakan algoritma klasifikasi VFI5 dengan bobot setiap feature diasumsikan sama, yaitu satu. Tahapan ini terdiri dari dua proses yaitu pelatihan dan prediksi (klasifikasi) kelas instances baru. Pada tahap pelatihan, data yang telah dibagibagi menjadi beberapa subset menjadi input algoritma klasifikasi VFI5. Selanjutnya akan ditentukan nilai end point untuk setiap fitur. Dari nilai end point tersebut akan dibentuk interval-interval dari setiap fitur yang ada. Setelah semua interval terbentuk, langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah instances setiap kelas yang berada pada setiap interval tersebut dan dilakukan normalisasi. Hasil dari tahap pelatihan berupa interval setiap fitur merupakan suatu model dari VFI5. Pada tahap klasifikasi, setiap nilai feature dari suatu instances baru diperiksa letak interval nilai feature tersebut. Vote-vote setiap kelas untuk setiap feature pada setiap interval yang bersesuaian diambil dan kemudian dijumlahkan. Kelas dengan nilai total vote tertinggi akan menjadi kelas prediksi instances baru tersebut. Analisis Pada tahapan ini dilakukan proses penghitungan akurasi. Akurasi diperoleh dengan perhitungan : data uji benar diklasifikasi akurasi= total data uji Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap hasil diagnosa penyakit DBD dengan menggunakan VFI5. Hasil diagnosa diperoleh dari kelas dengan jumlah vote terbesar. Spesifikasi Aplikasi Aplikasi dirancang dan dibangun dengan hardware dan software sebagai berikut : Hardware berupa komputer personal dengan spesifikasi : 1 Prosesor Intel Pentium 4 2 Memori 512 MB 3 Harddisk 80 GB 4 Monitor 15 5 Alat input mouse dan keyboard Software : 1. Sistem Operasi : Microsoft Windows XP 2. Microsoft Visual Basic 6.0

15 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan penelitian Syafii (2006) maka pada penelitian ini digunakan 4 gejala klinis objektif yaitu demam, bercak, pendarahan spontan dan hasil uji tornikuet untuk menetapkan diagnosa DBD secara klinis. Demam tinggi yang mendadak disertai salah satu manifestasi pendarahan dapat dijadikan kesimpulan klinis penyakit DBD. Empat gejala klinis tersebut selanjutnya dijadikan sebagai fitur. Fitur-fitur yang ada dibedakan menjadi fitur linier dan fitur nominal. Suhu badan merupakan fitur linier sedangkan tiga gejala klinis lainnya merupakan fitur nominal. Nilai untuk fitur nominal ditentukan sebagai berikut : Nilai 1 diberikan untuk fitur nominal tertentu pada instances yang memiliki gejala penyakit yang dilambangkan fitur nominal tersebut. Nilai 0 diberikan untuk fitur nominal tertentu pada instances yang tidak memiliki gejala penyakit yang dilambangkan fitur nominal tersebut. Nama-nama fitur beserta keterangan nilainya dapat dilihat pada tabel yang disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan kesimpulan klinis yang telah ditentukan, selanjutnya dilakukan validasi data. Semua data yang nilainya dianggap tidak konsisten dengan kelasnya akan dihilangkan. Data sebelum dan setelah validasi dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Sebaran data sebelum dan setelah validasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran data sebelum dan setelah validasi Kasus Sebelum validasi Setelah validasi DBD DD Jumlah Keseluruhan data baik sebelum maupun setelah validasi terlebih dahulu dibagi secara acak menjadi 3 himpunan bagian (subset) yang akan digunakan dalam metode validasi silang, yaitu metode 3-fold cross validation. Setiap himpunan bagian memiliki ukuran yang hampir sama satu sama lain. Pembagian data keseluruhan secara acak menghasilkan himpunan bagian yang disebut sebagai himpunan bagian S 1, himpunan bagian S 2 dan himpunan bagian S 3. Pada penelitian ini dilakukan 4 tahap pengujian. Tahap pertama adalah pengujian untuk data sebelum validasi, tahap kedua adalah pengujian untuk data setelah validasi tanpa persebaran, tahap ketiga adalah pengujian untuk data setelah validasi dengan persebaran dan tahap keempat adalah pengujian data dengan pembagian data latih dan data uji seperti pada penelitian Syafii (2006). Pengujian Tahap Pertama Pada tahap ini dilakukan pengujian untuk keseluruhan data sebelum validasi. Pembagian data secara acak menghasilkan subset-subset yang masing-masing memiliki jumlah instances yang hampir sama. Hasil pembagian data tahap pertama disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil pembagian data tahap pertama Himpunan DBD DD bagian S 1 11 instances 10 instances S 2 10 instances 11 instances S 3 11 instances 11 instances Total 32 instances 32 instances Pada Lampiran 4, himpunan bagian S 1 untuk kasus DBD adalah data dari nomor 1 sampai 11, sedangkan untuk kasus DD adalah data dari nomor 33 sampai 42. Himpunan bagian S 2 terdiri dari data kasus DBD dari nomor 12 sampai 21 dan kasus DD dari nomor 43 sampai 53. Himpunan bagian S 3 terdiri dari data kasus DBD dari nomor 22 sampai 32 dan kasus DD dari nomor 54 sampai 64. Pada penelitian ini pelatihan dan pengujian data dilakukan sebanyak 3 kali. Susunan data yang digunakan sebagai data pelatihan dan data pengujian pada setiap iterasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Susunan data pelatihan dan data pengujian tahap pertama Iterasi Pelatihan Pengujian S Pertama 2 dan S 3 S 1 (43 instances) (21 instances) S Kedua 1 dan S 3 S 2 Ketiga (43 instances) S 1 dan S 2 (42 instances) (21 instances) S 3 (22 instances) Hasil pengujian tahap pertama untuk keseluruhan data sebelum validasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari keseluruhan data

16 7 sebelum validasi yaitu sebanyak 64 instances, ditemukan 42 instances sebagai data yang diklasifikasi benar. Rata-rata akurasi yang dihasilkan pada pengujian tahap pertama ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Akurasi dari setiap iterasi tahap pertama Iterasi Akurasi Pertama 66,67% Kedua 66,67% Ketiga 63,64% Rata-rata 65,66% Pada tahap pertama ini, baik pada iterasi pertama, kedua maupun ketiga, kecenderungan yang terlihat pada setiap fitur untuk menjadi ciri khas gejala DBD dan DD hampir sama, dengan perbandingan nilai yang kurang signifikan. Bahkan terdapat kecenderungan yang tidak tepat pada fitur pendarahan untuk menjadi ciri khas gejala DBD dan DD. Iterasi Pertama Pada iterasi pertama, himpunan bagian S 2 dan S 3 digunakan sebagai data pelatihan sedangkan himpunan bagian S 1 digunakan sebagai data pengujian. Komposisi jumlah instances per kelas pada data pelatihan dan data pengujian iterasi pertama disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi jumlah instances tahap pertama iterasi pertama Kelas Pelatihan Pengujian DBD 21 instances 11 instances DD 22 instances 10 instances Pada Lampiran 4, data yang digunakan untuk pelatihan pada tahap pertama iterasi pertama ini adalah gabungan dari himpunan bagian S 2 dan S 3 dengan kasus DBD dari nomor 12 sampai 32 dan kasus DD dari nomor 43 sampai 64. Data pengujiannya adalah himpunan bagian S 1 yaitu data dari nomor 1 sampai 11 untuk kasus DBD dan nomor 33 sampai 42 untuk kasus DD. Proses pelatihan pada iterasi pertama akan menghasilkan selang-selang fitur. Setiap selang suatu fitur tertentu memiliki nilai-nilai yang didistribusikan fitur tersebut untuk kelas DBD dan kelas DD. Selang-selang tersebut beserta nilai setiap kelasnya disajikan pada Lampiran 7. Nilai distribusi pada fitur demam menunjukkan kecenderungan bahwa pada suhu badan 36 ºC dan lebih dari 39 ºC merujuk pada kelas DD, sedangkan pada suhu 36,4 ºC sampai 39 ºC merujuk pada kelas DBD. Tetapi dari hasil tersebut tidak dapat disimpulkan bahwa pada suhu rendah dan suhu tinggi penderita terserang DD dan pada suhu sedang penderita positif DBD. Hal ini disebabkan karena peran fitur-fitur lain dalam pengklasifikasian kelas sangat mempengaruhi. Antara fitur yang satu dengan fitur yang lain memiliki keterkaitan yang sangat erat. Selain itu, kecenderungan yang muncul tersebut bisa dijelaskan dari segi tahapan perjalanan siklus DBD. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa DBD mengalami perjalanan empat tahap. Pada masa inkubasi hampir tidak ditemukan gejala. Kemudian pada masa akut mulai dijumpai beberapa gejala yang salah satunya adalah suhu badan naik. Adanya fenomena bahwa pada suhu tinggi penderita justru negatif DBD, bisa jadi disebabkan karena penderita memeriksakan dirinya ke dokter pada masa akut ini, yaitu saat gejala demam mulai muncul, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan diagnosis sebagai penyakit flu atau tipus, bukan DBD. Pada fitur bercak, nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang mencerminkan kecenderungan bahwa penderita positif DBD bila ditemukan adanya bercak dengan perbandingan nilai yang cukup signifikan yaitu 0,840 untuk kelas DBD dan 0,160 untuk kelas DD. Sementara itu kecenderungan penderita DD kurang terlihat dengan perbandingan nilai yang kurang signifikan, yaitu 0,556 untuk kelas DD dan 0,444 untuk kelas DBD. Pada fitur pendarahan, kecenderungan yang muncul untuk menjadi ciri khas kelas DBD bisa dikatakan tidak tepat karena nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang mencerminkan kecenderungan bahwa penderita terserang DD apabila terjadi pendarahan dengan perbandingan nilai 0,656 untuk kelas DD dan 0,344 untuk kelas DBD. Begitu juga sebaliknya untuk kecenderungan penderita positif DBD justru terjadi bila tidak ada pendarahan dengan perbandingan nilai yang kurang signifikan yaitu 0,512 untuk kelas DBD dan 0,488 untuk kelas DD. Untuk fitur uji tornikuet, nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang mencerminkan kecenderungan bahwa penderita positif DBD bila hasil uji tornikuetnya positif dengan perbandingan nilai 0,663 untuk kelas DBD dan 0,337 untuk kelas DD. Sebaliknya, kecenderungan penderita DD terjadi bila hasil uji tornikuetnya negatif dengan perbandingan nilai 0,690 untuk kelas DD dan 0,310 untuk kelas DBD.

17 8 Pengujian yang dilakukan pada iterasi pertama sebagai klasifikasi pada data pengujian S 1 menghasilkan akurasi sebesar 66,67%. Dari keseluruhan jumlah data pengujian S 1 sebanyak 21 instances, ditemukan 14 instances sebagai data yang diklasifikasi benar. Iterasi Kedua Pada iterasi kedua, himpunan bagian S 1 dan himpunan bagian S 3 digunakan sebagai data pelatihan sedangkan himpunan bagian S 2 digunakan sebagai data pengujian. Komposisi jumlah instances per kelas pada data pelatihan dan data pengujian iterasi kedua disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Komposisi jumlah instances tahap pertama iterasi kedua Kelas Pelatihan Pengujian DBD 22 instances 10 instances DD 21 instances 11 instances Pada Lampiran 4, data yang digunakan untuk pelatihan pada tahap pertama iterasi kedua adalah gabungan dari himpunan bagian S 1 dan S 3, yaitu data dari nomor 1 sampai 11 serta 22 sampai 32 untuk kasus DBD dan data dari nomor 33 sampai 42 serta 54 sampai 64 untuk kasus DD. Data pengujiannya adalah himpunan bagian S 2 yaitu data dari nomor 12 sampai 21 untuk kasus DBD dan nomor 43 sampai 53 untuk kasus DD. Seperti pada iterasi pertama, proses pelatihan pada iterasi ini menghasilkan selangselang fitur. Setiap selang suatu fitur tertentu memiliki nilai-nilai yang didistribusikan fitur tersebut untuk kelas DBD dan kelas DD. Selang-selang tersebut beserta nilai setiap kelasnya disajikan pada Lampiran 8. Nilai distribusi pada fitur demam menunjukkan kecenderungan bahwa pada suhu badan kurang dari 36 ºC dan lebih dari 39 ºC merujuk pada kelas DD, sedangkan pada suhu antara 36,4 ºC sampai 39 ºC merujuk pada kelas DBD. Kecenderungan yang muncul untuk fitur demam pada iterasi kedua ini sama seperti kecenderungan yang terlihat pada iterasi pertama, yaitu bahwa pada suhu rendah dan suhu tinggi penderita terserang DD dan pada suhu sedang penderita positif DBD, demikian pula dengan penyebab munculnya kecenderungan ini. Pada fitur bercak, nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang mencerminkan kecenderungan bahwa penderita positif DBD bila ditemukan adanya bercak dengan perbandingan nilai yang cukup signifikan yaitu 0,827 untuk kelas DBD dan 0,173 untuk kelas DD. Sementara itu kecenderungan penderita DD kurang terlihat dengan perbandingan nilai yang kurang signifikan, yaitu 0,552 untuk kelas DD dan 0,448 untuk kelas DBD. Seperti pada iterasi pertama, untuk fitur pendarahan kecenderungan yang muncul bisa dikatakan tidak tepat karena nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang mencerminkan kecenderungan bahwa penderita terserang DD apabila terjadi pendarahan dengan perbandingan nilai yang kurang signifikan yaitu 0,512 untuk kelas DD dan 0,488 untuk kelas DBD. Begitu juga sebaliknya untuk kecenderungan penderita positif DBD justru terjadi bila tidak ada pendarahan dengan perbandingan nilai 0,501 untuk kelas DBD dan 0,499 untuk kelas DD. Untuk fitur uji tornikuet, nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang mencerminkan kecenderungan bahwa penderita positif DBD bila hasil uji tornikuetnya positif dengan perbandingan nilai 0,672 untuk kelas DBD dan 0,328 untuk kelas DD. Sebaliknya, kecenderungan penderita DD terjadi bila hasil uji tornikuetnya negatif dengan perbandingan nilai pada selang adalah 0,677 untuk kelas DD dan 0,323 untuk kelas DBD. Pengujian yang dilakukan pada iterasi kedua sebagai klasifikasi pada data pengujian S 2 menghasilkan akurasi sebesar 66,67%. Dari keseluruhan jumlah data pengujian S 2 sebanyak 21 instances, ditemukan 14 instances sebagai data yang diklasifikasi benar. Iterasi Ketiga Pada iterasi ketiga, himpunan bagian S 1 dan himpunan bagian S 2 digunakan sebagai data pelatihan sedangkan himpunan bagian S 3 digunakan sebagai data pengujian. Komposisi jumlah instances per kelas pada data pelatihan dan data pengujian pada iterasi ini disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Komposisi jumlah instances tahap pertama iterasi ketiga Kelas Pelatihan Pengujian DBD 21 instances 11 instances DD 21 instances 11 instances Pada Lampiran 4, data yang digunakan untuk pelatihan pada tahap pertama iterasi ketiga ini adalah gabungan dari himpunan bagian S 1 dan S 2 dengan kasus DBD dari nomor 1 sampai 21 dan kasus DD dari nomor 33 sampai 53. Data pengujiannya adalah himpunan bagian S 3 yaitu data dari nomor 22 sampai 32

18 9 untuk kasus DBD dan nomor 54 sampai 64 untuk kasus DD. Proses pelatihan menghasilkan selangselang fitur. Seperti pada iterasi pertama dan iterasi kedua, setiap selang suatu fitur tertentu memiliki nilai-nilai yang didistribusikan fitur tersebut untuk kelas DBD dan kelas DD. Selang-selang tersebut beserta nilai setiap kelasnya disajikan pada Lampiran 9. Hampir sama dengan hasil yang didapat pada iterasi pertama dan iterasi kedua, nilai distribusi pada fitur demam menunjukkan kecenderungan bahwa pada suhu badan kurang dari 36,5 ºC dan lebih dari 39 ºC merujuk pada kelas DD, sedangkan pada suhu 36,5 ºC sampai 39 ºC merujuk pada kelas DBD. Penyebab munculnya kecenderungan ini sama seperti yang sudah dijelaskan pada iterasi pertama dan iterasi kedua. Pada fitur bercak, nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang tidak ada yang mencerminkan kecenderungan fitur ini untuk menjadi ciri khas dari kelas DBD dan kelas DD. Nilai yang dihasilkan setiap interval baik pada kelas DBD maupun kelas DD adalah 0,5. Seperti pada iterasi pertama dan iterasi kedua, kecenderungan yang muncul pada fitur pendarahan bisa dikatakan tidak tepat karena nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang mencerminkan kecenderungan bahwa penderita terserang DD apabila terjadi pendarahan dengan perbandingan nilai 0,6 untuk kelas DD dan 0,4 untuk kelas DBD. Kecenderungan penderita positif DBD justru terjadi bila tidak ada pendarahan dengan perbandingan nilai yang kurang signifikan yaitu 0,514 untuk kelas DBD dan 0,486 untuk kelas DD. Untuk fitur uji tornikuet, nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang mencerminkan kecenderungan bahwa penderita positif DBD bila hasil uji tornikuetnya positif dengan perbandingan nilai 0,593 untuk kelas DBD dan 0,407 untuk kelas DD. Sebaliknya, kecenderungan penderita DD terjadi bila hasil uji tornikuetnya negatif dengan perbandingan nilai 0,667 untuk kelas DD dan 0,333 untuk kelas DBD. Pengujian yang dilakukan pada iterasi ketiga sebagai klasifikasi pada data pengujian S 3 menghasilkan akurasi sebesar 63,64%. Dari keseluruhan jumlah data pengujian S 3 sebanyak 22 instances, ditemukan 14 instances sebagai data yang diklasifikasi benar. Pengujian Tahap Kedua Pada tahap ini akan dilakukan pengujian terhadap data setelah validasi. Pembagian data keseluruhan secara acak menghasilkan subsetsubset yang masing-masing memiliki jumlah instances yang hampir sama. Hasil pembagian data tahap kedua disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil pembagian data tahap kedua Himpunan bagian DBD DD S 1 8 instances 6 instances S 2 8 instances 6 instances S 3 7 instances 7 instances Total 23 instances 19 instances Pada Lampiran 5, himpunan bagian S 1 untuk kasus DBD adalah data dari nomor 1 sampai 8, sedangkan untuk kasus DD adalah data dari nomor 24 sampai 29. Himpunan bagian S 2 terdiri dari data kasus DBD dari nomor 9 sampai 16 dan kasus DD dari nomor 30 sampai 35. Himpunan bagian S 3 terdiri dari data kasus DBD dari nomor 17 sampai 23 dan kasus DD dari nomor 36 sampai 42. Seperti pengujian tahap pertama, pada pengujian tahap kedua ini pelatihan dan pengujian data dilakukan sebanyak 3 kali. Susunan data yang digunakan sebagai data pelatihan dan data pengujian pada setiap iterasi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Susunan data pelatihan dan data pengujian tahap kedua Iterasi Pelatihan Pengujian S Pertama 2 dan S 3 S 1 (28 instances) (14 instances) S Kedua 1 dan S 3 S 2 Ketiga (28 instances) S 1 dan S 2 (28 instances) (14 instances) S 3 (14 instances) Nilai-nilai distribusi yang dihasilkan setiap fitur pada selang baik pada iterasi pertama, kedua maupun ketiga jauh lebih baik dan lebih jelas terlihat kecenderungannya daripada pengujian tahap pertama. Hal ini disebabkan karena adanya validasi data dimana data dengan nilai yang tidak konsisten dengan kelasnya dihilangkan. Perbedaan selanjutnya yang bisa dilihat dari pengujian tahap pertama dengan pengujian tahap kedua adalah kecenderungan yang dihasilkan oleh fitur pendarahan. Apabila pada pengujian tahap pertama kecenderungan yang dihasilkan oleh fitur pendarahan kurang tepat, maka pada pengujian tahap kedua ini, kecenderungan yang muncul pada fitur

19 10 pendarahan bisa dijadikan kesimpulan klinis untuk menjadi ciri khas gejala DBD. Hasil pengujian keseluruhan data setelah validasi tanpa adanya persebaran 3 instances yang salah diklasifikasi baik dari iterasi pertama, kedua maupun ketiga dapat dilihat pada Lampiran 10. Dari keseluruhan jumlah data setelah validasi yaitu sebanyak 42 instances, ditemukan 39 instances sebagai data yang diklasifikasi benar. Rata-rata akurasi yang dihasilkan pada pengujian tahap kedua ini dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Akurasi dari setiap iterasi tahap kedua Iterasi Akurasi Pertama 100% Kedua 78,57 % Ketiga 100% Rata-rata 92,86% Iterasi Pertama Pada iterasi pertama, himpunan bagian S 2 dan himpunan bagian S 3 digunakan sebagai data pelatihan sedangkan himpunan bagian S 1 digunakan sebagai data pengujian. Komposisi jumlah instances per kelas pada data pelatihan dan data pengujian pada iterasi ini disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Komposisi jumlah instances tahap kedua iterasi pertama Kelas Pelatihan Pengujian DBD 15 instances 8 instances DD 13 instances 6 instances Pada Lampiran 5, data yang digunakan untuk pelatihan pada tahap kedua iterasi pertama ini adalah gabungan dari himpunan bagian S 2 dan S 3 dengan kasus DBD dari nomor 9 sampai 23 dan kasus DD dari nomor 30 sampai 42. Data pengujiannya adalah himpunan bagian S 1 yaitu data dari nomor 1 sampai 8 untuk kasus DBD dan nomor 24 sampai 29 untuk kasus DD. Proses pelatihan pada iterasi pertama menghasilkan selang-selang fitur. Setiap selang suatu fitur tertentu memiliki nilai-nilai yang didistribusikan fitur tersebut untuk kelas DBD dan kelas DD. Selang-selang tersebut beserta nilai setiap kelasnya disajikan pada Lampiran 11. Nilai distribusi pada fitur demam menunjukkan kecenderungan bahwa pada suhu badan lebih dari 39 ºC merujuk pada kelas DD, sedangkan pada suhu antara 36,4 ºC sampai 39 ºC merujuk pada kelas DBD. Kecenderungan yang muncul untuk fitur demam pada tahap kedua iterasi pertama ini sama seperti kecenderungan yang terlihat pada pengujian tahap pertama, yaitu bahwa pada suhu rendah dan suhu tinggi penderita terserang DD dan pada suhu sedang penderita positif DBD. Faktor-faktor yang menyebabkan kecenderungan ini sama seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya pada pengujian tahap pertama. Pada fitur bercak, nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang mencerminkan kecenderungan bahwa penderita positif DBD bila ditemukan adanya bercak dengan perbandingan nilai 1 untuk kelas DBD dan 0 untuk kelas DD. Sebaliknya, penderita cenderung DD bila tidak ditemukan bercak di tubuhnya dengan perbandingan nilai yang kurang signifikan, yaitu 0,6 untuk kelas DD dan 0,4 untuk kelas DBD. Bila pada pengujian tahap pertama kecenderungan yang dihasilkan oleh fitur pendarahan kurang tepat, maka pada pengujian tahap kedua ini, kecenderungan yang muncul pada fitur pendarahan bisa dijadikan kesimpulan klinis untuk menjadi ciri khas gejala DBD. Nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang mencerminkan kecenderungan bahwa penderita positif DBD apabila terjadi pendarahan dengan perbandingan nilai 1 untuk kelas DBD dan 0 untuk kelas DD. Begitu juga sebaliknya, kecenderungan penderita DD terjadi bila tidak ada pendarahan dengan perbandingan nilai yang kurang signifikan yaitu 0,517 untuk kelas DD dan 0,483 untuk kelas DBD. Untuk fitur uji tornikuet, nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada selang mencerminkan kecenderungan bahwa penderita positif DBD bila hasil uji tornikuetnya positif dengan perbandingan nilai 1 untuk kelas DBD dan 0 untuk kelas DD. Sebaliknya, kecenderungan penderita DD terjadi bila hasil uji tornikuetnya negatif dengan perbandingan nilai 0 untuk kelas DD dan 1 untuk kelas DBD. Pengujian yang dilakukan pada iterasi pertama sebagai klasifikasi pada data pengujian S 1 menghasilkan akurasi sebesar 100%. Hal ini berarti prediksi kelas sebagai hasil klasifikasi yang dilakukan oleh algoritma VFI5 sama dengan kelas sebenarnya untuk seluruh data pengujian S 1. Iterasi Kedua Pada iterasi kedua, himpunan bagian S 1 dan himpunan bagian S 3 digunakan sebagai data pelatihan sedangkan himpunan bagian S 2 digunakan sebagai data pengujian. Komposisi

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 17 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN Sampel penelitian diambil dari medical record (catatan medis) rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta pada tanggal 13-16 Desember 2005. Sampel terdiri dari data pasien

Lebih terperinci

PENGARUH INCOMPLETE DATA TERHADAP AKURASI VOTING FEATURE INTERVALS-5 (VFI5) ABSTRAK

PENGARUH INCOMPLETE DATA TERHADAP AKURASI VOTING FEATURE INTERVALS-5 (VFI5) ABSTRAK PENGARUH INCOMPLETE DATA TERHADAP AKURASI VOTING FEATURE INTERVALS-5 (VFI5) Atik Pawestri Sulistyo 1, Aziz Kustiyo 1, Agus Buono 2 1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian

Lebih terperinci

DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5

DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 KOMPUTASI. Vol.5 No. 9. 2007. 48-61 DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5 I) 1) A.. W: ka Anni. 1) Irman Hermadi, Aziz Kusl1yo, risti tm 'U pntasart 1) Departemen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Klasifikasi merupakan salah satu bidang kajian pada machine learning. Klasifikasi adalah proses menemukan sekumpulan model atau fungsi yang menggambarkan dan membedakan konsep

Lebih terperinci

BAB IV RANCANG BANGUN SISTEM

BAB IV RANCANG BANGUN SISTEM 22 BAB IV RANCANG BANGUN SISTEM Pengguna sistem adalah dokter namun sistem dapat juga digunakan oleh praktisi kesehatan lainnya seperti bidan, perawat bahkan masyarakat umum. Dokter dibantu dalam pengambilan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PASIEN SUSPECT PARVO DAN DISTEMPER PADA DATA REKAM MEDIK RUMAH SAKIT HEWAN IPB MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS ABSTRAK

KLASIFIKASI PASIEN SUSPECT PARVO DAN DISTEMPER PADA DATA REKAM MEDIK RUMAH SAKIT HEWAN IPB MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS ABSTRAK 1 KLASIFIKASI PASIEN SUSPECT PARVO DAN DISTEMPER PADA DATA REKAM MEDIK RUMAH SAKIT HEWAN IPB MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS Muhammad Iqbal 1, Aziz Kustiyo 1, Ekowati Handharyani 2 1 Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam dengue / DD dan Demam Berdarah Dengue / DBD (Dengue Haemorrhagic Fever / DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui

Lebih terperinci

ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) UNTUK DIAGNOSA DAN TATALAKSANA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MUHAMMAD SYAFII

ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) UNTUK DIAGNOSA DAN TATALAKSANA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MUHAMMAD SYAFII ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) UNTUK DIAGNOSA DAN TATALAKSANA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MUHAMMAD SYAFII SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK Kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 ) BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina.

Lebih terperinci

EKSPLORASI METODE PENENTUAN NILAI END POINT PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 SETA BAEHERA

EKSPLORASI METODE PENENTUAN NILAI END POINT PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 SETA BAEHERA EKSPLORASI METODE PENENTUAN NILAI END POINT PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 SETA BAEHERA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 EKSPLORASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypty dan atau Aedes albopictus. Infeksi virus

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN 13 BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Teori Virus Dengue Lingkungan Vektor (Nyamuk) Host (Manusia) Faktor Demografis Jenis Kelamin Umur Demam Berdarah Dengue (DBD) Pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditransmisikan melalui cucukan nyamuk dari genus Aedes,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR KEASLIAN KARYA TULIS

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR KEASLIAN KARYA TULIS ABSTRAK PERBEDAAN RERATA JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN MANIFESTASI PERDARAHAN NEGATIF-RINGAN DAN SEDANG-BERAT DI RSUP SANGLAH TAHUN 2015 Trombositopenia adalah salah satu dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian mengenai pengenalan wajah termotivasi oleh banyaknya aplikasi praktis yang diperlukan dalam identifikasi wajah. Pengenalan wajah sebagai salah satu dari teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

PEMILIHAN DATA TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA VOTING FEATURE INTERVAL 5 (VFI 5) DAVID AULIA AKBAR ADHIEPUTRA

PEMILIHAN DATA TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA VOTING FEATURE INTERVAL 5 (VFI 5) DAVID AULIA AKBAR ADHIEPUTRA PEMILIHAN DATA TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA VOTING FEATURE INTERVAL 5 (VFI 5) DAVID AULIA AKBAR ADHIEPUTRA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Oleh: DHANY NUGRAHA RAMDHANY G

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Oleh: DHANY NUGRAHA RAMDHANY G DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5 Oleh: DHANY NUGRAHA RAMDHANY G64353 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MENGENAL PEI\IYAKIT DEMAM BERDARAH PENDAHULUAN penderita dan keluarganya, karena kurangnya pengertian dan pemahaman tentang

bio.unsoed.ac.id MENGENAL PEI\IYAKIT DEMAM BERDARAH PENDAHULUAN penderita dan keluarganya, karena kurangnya pengertian dan pemahaman tentang MENGENAL PEI\IYAKIT DEMAM BERDARAH Oleh. DTa. HEXA APRILIANA HIDAYAH' MS. PENDAHULUAN Dalam masa peralihan menuju kemajuan, masyarakat akan berhadapan juga dengan timbulnya penyakit-penyakit, baik itu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu. Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu. Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak dengan mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu

Lebih terperinci

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak DIAOSIS AUA SISTEM URIARI PADA AJI DA KUCI MEUAKA VFI 5 Dhany ugraha Ramdhany 1, Aziz Kustiyo 2, Ekowati Handharyani 3, dan Agus Buono 4 1, 2, 4 Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, IPB, Kampus IPB Darmaga

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1.Analisa Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh perusahaan untuk menanggulangi penyakit seperti gejala-gejala, nilai akurasi di data, namun tanpa peran serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia karena prevalensinya yang cenderung meningkat serta penyebarannya

Lebih terperinci

Divisi Infeksi Tropis Bagian IKA FK USU Medan

Divisi Infeksi Tropis Bagian IKA FK USU Medan DENGUE HEMORRHAGIC FEVER ( D H F ( Divisi Infeksi Tropis Bagian IKA FK USU Medan DHF adalah suatu demam akut yang disebabkan oleh 4 serotipe dari virus Dengue PENYEBAB : Group : B. Arbovirus Sub group

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti yang banyak ditemukan di

Lebih terperinci

PREDIKSI PENYAKIT PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 DENGAN BOBOT FITUR TIDAK SERAGAM DISTY TATA CERIA

PREDIKSI PENYAKIT PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 DENGAN BOBOT FITUR TIDAK SERAGAM DISTY TATA CERIA PREDIKSI PENYAKIT PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VOTING FEATURE INTERVALS 5 DENGAN BOBOT FITUR TIDAK SERAGAM DISTY TATA CERIA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

Perancangan Prediksi Keputusan Medis Untuk Penyakit Demam Berdarah Dengue Dengan Jaringan Syaraf Tiruan

Perancangan Prediksi Keputusan Medis Untuk Penyakit Demam Berdarah Dengue Dengan Jaringan Syaraf Tiruan Konferensi asional Sistem & Informatika 2015 STMIK STIKOM Bali, 9 10 Oktober 2015 Perancangan Prediksi Keputusan Medis Untuk Penyakit Demam Berdarah Dengue Dengan Jaringan Syaraf Tiruan i Komang Sri Julyantari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap individu masyarakat yang harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk memproteksi masyarakatnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Jamur merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di alam, sehingga sejak dahulu jamur dijadikan sebagai bahan konsumsi utama. Seiring dengan berkembangnya waktu,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1.1 Definisi Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang

Lebih terperinci

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif Definisi DBD Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat menghisap darah manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia, terutama negara-negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai leukopenia,

Lebih terperinci

GAMBARAN SEROLOGIS IgG-IgM PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DI RSUP SANGLAH PERIODE JULI-AGUSTUS 2014 ABSTRAK

GAMBARAN SEROLOGIS IgG-IgM PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DI RSUP SANGLAH PERIODE JULI-AGUSTUS 2014 ABSTRAK GAMBARAN SEROLOGIS IgG-IgM PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DI RSUP SANGLAH PERIODE JULI-AGUSTUS 204 Putu Gde Hari Wangsa, A.A. Wiradewi Lestari 2 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 TINJAUAN PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (DHF) merupakan penyakit infeksi tropik yang disebabkan oleh virus dengue dan

BAB I PENDAHULUAN. (DHF) merupakan penyakit infeksi tropik yang disebabkan oleh virus dengue dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhage Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi tropik yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk

Lebih terperinci

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan FKUI, 2002:Hal

Lebih terperinci

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penyakit demam dengue atau demam berdarah merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KELAYAKAN PESERTA TENDER PADA PETRONAS CARIGALI INDONESIA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : TENDER PENGADAAN JARINGAN INTERNET)

IDENTIFIKASI KELAYAKAN PESERTA TENDER PADA PETRONAS CARIGALI INDONESIA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : TENDER PENGADAAN JARINGAN INTERNET) IDENTIFIKASI KELAYAKAN PESERTA TENDER PADA PETRONAS CARIGALI INDONESIA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI 5 (STUDI KASUS : TENDER PENGADAAN JARINGAN INTERNET) YOGI PURNOYUDHO NUGROHO G64103073 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Demam Berdarah Dengue 3.1.1. Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musim penghujan yang terjadi di negara-negara tropis menyebabkan perkembangan beberapa organisme penyebab penyakit, seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit. Udara

Lebih terperinci

PREDIKSI INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA ILMU KOMPUTER IPB MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 ABDUL NASRAH G

PREDIKSI INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA ILMU KOMPUTER IPB MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 ABDUL NASRAH G PREDIKSI INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA ILMU KOMPUTER IPB MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 ABDUL NASRAH G64103012 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak

DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5. Abstrak DIAGNOSIS GANGGUAN SISTEM URINARI PADA ANJING DAN KUCING MENGGUNAKAN VFI 5 Dhany Nugraha Ramdhany 1, Aziz Kustiyo 2, Ekowati Handharyani 3, dan Agus Buono" 1,2,4 Departemen IImu Komputer, FMIP A, IPB,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyebab timbulnya penyakit DHF. oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropodborne

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyebab timbulnya penyakit DHF. oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropodborne BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) 1. Penyebab timbulnya penyakit DHF Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara tropis maupun subtropis. Penyakit ini dapat menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama hampir dua abad penyakit Demam Berdarah (DB) disejajarkan

BAB I PENDAHULUAN. Selama hampir dua abad penyakit Demam Berdarah (DB) disejajarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama hampir dua abad penyakit Demam Berdarah (DB) disejajarkan dengan pilek atau diare yaitu sebagai penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Namun sejak

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Demam Berdarah Dengue 1. Pengertian Penyakit DBD Demam dengue adalah demam virus akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut Dengue

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut Dengue BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan global pada decade terakhir dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.penyakit ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter

Lebih terperinci

Hasil Uji Statistik Trombosit Range dengan. Perdarahan Kulit dan Perdarahan Mukosa 64

Hasil Uji Statistik Trombosit Range dengan. Perdarahan Kulit dan Perdarahan Mukosa 64 14 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Frekuensi Karakteristik Trombosit, Perdarahan Kulit, Petechiae, Perdarahan Mukosa, Epistaxis, Perdarahan Gusi, Melena 60 Hasil Uji Statistik Trombosit

Lebih terperinci

PREDIKSI INDEKS PRESTASI MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 (STUDI KASUS MAHASISWA PROGRAM MAYOR MINOR DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER IPB ) AKHYAR AZNI

PREDIKSI INDEKS PRESTASI MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 (STUDI KASUS MAHASISWA PROGRAM MAYOR MINOR DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER IPB ) AKHYAR AZNI PREDIKSI INDEKS PRESTASI MAHASISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA VFI5 (STUDI KASUS MAHASISWA PROGRAM MAYOR MINOR DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER IPB ) AKHYAR AZNI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 3 tahun berturut turut. Berdasarkan laporan yang masuk dari rumah sakit dan

BAB I PENDAHULUAN. 3 tahun berturut turut. Berdasarkan laporan yang masuk dari rumah sakit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, khususnya daerah endemis seperti kota Surabaya, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 90 % dan biasanya menyerang anak di bawah 15 tahun. 2. Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 90 % dan biasanya menyerang anak di bawah 15 tahun. 2. Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditransmisikan oleh nyamuk Ae. Aegypti. 1 Menyebabkan banyak kematian pada anakanak sekitar 90 % dan biasanya

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada anak-anak. Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian DBD

BAB 1 PENDAHULUAN. pada anak-anak. Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian DBD BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit endemik di daerah tropis yang memiliki tingkat kematian tinggi terutama pada anak-anak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dan dapat mengakibatkan kematian pada penderita dalam waktu yang relatif singkat.penyakit

Lebih terperinci

DIAGNOSA PENYAKIT DBD (DEMAM BERDARAH DENGEU) DENGAN ALGORITMA PEMBELAJARAN HYBRID DAN BACKPROPAGATION BERBASIS NEURAL NETWORK

DIAGNOSA PENYAKIT DBD (DEMAM BERDARAH DENGEU) DENGAN ALGORITMA PEMBELAJARAN HYBRID DAN BACKPROPAGATION BERBASIS NEURAL NETWORK SNIPTEK 2015 ISBN: 978-602-72850-6-4 DIAGNOSA PENYAKIT DBD (DEMAM BERDARAH DENGEU) DENGAN ALGORITMA PEMBELAJARAN HYBRID DAN BACKPROPAGATION BERBASIS NEURAL NETWORK Ita Dewi Sintawati AMIK BSI Bekasi Jl.

Lebih terperinci

Klasifikasi Pasien Suspect Parvo dan Distemper pada Data Rekam Medik Rumah Sakit Hewan IPB Menggunakan Voting Feature Intervals

Klasifikasi Pasien Suspect Parvo dan Distemper pada Data Rekam Medik Rumah Sakit Hewan IPB Menggunakan Voting Feature Intervals Klasifikasi Pasien Suspect Parvo dan Distemper pada Data Rekam Medik Rumah Sakit Hewan IPB Menggunakan Voting Feature Intervals,Aziz Kustiyo!, Muhammad Iqbal', Ekowati Handharyani- J Departemen Ilmu Komputer,

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI Oleh Siska Yuni Fitria NIM 042010101027 FAKULTAS

Lebih terperinci

SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 ABSTRAK

SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 ABSTRAK 1 SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 Hida Nur Firqiani, Aziz Kustiyo, Endang Purnama Giri 1 Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengue merupakan penyakit mosquito-borne yang dapat. menyerang berbagai kelompok usia dan dapat berakibat fatal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengue merupakan penyakit mosquito-borne yang dapat. menyerang berbagai kelompok usia dan dapat berakibat fatal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengue merupakan penyakit mosquito-borne yang dapat menyerang berbagai kelompok usia dan dapat berakibat fatal dalam waktu yang singkat (Setyawan, 2012 ; Hastuti,

Lebih terperinci

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C) Nama : Ardian Nugraheni (23111307C) Nifariani (23111311C) MACAM-MACAM PENYAKIT A. Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) 1) Pengertian Terjadinya penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue

Lebih terperinci

PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIS ANTARA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN IgM+IgG+ DAN PASIEN DBD DENGAN IgM-IgG+ SKRIPSI

PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIS ANTARA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN IgM+IgG+ DAN PASIEN DBD DENGAN IgM-IgG+ SKRIPSI PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIS ANTARA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN IgM+IgG+ DAN PASIEN DBD DENGAN IgM-IgG+ SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dikenali di Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemik penyakit serupa dibangkok. Setelah tahun 1958 penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu dengue shock syndrome (DSS). Kewaspadaan dini terhadap. tanda-tanda syok pada penderita demam berdarah dengue (DBD)

BAB I PENDAHULUAN. yaitu dengue shock syndrome (DSS). Kewaspadaan dini terhadap. tanda-tanda syok pada penderita demam berdarah dengue (DBD) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi virus dengue dapat menimbulkan manifestasi yang serius yaitu dengue shock syndrome (DSS). Kewaspadaan dini terhadap tanda-tanda syok pada penderita

Lebih terperinci

ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) UNTUK DIAGNOSA DAN TATALAKSANA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MUHAMMAD SYAFII

ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) UNTUK DIAGNOSA DAN TATALAKSANA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MUHAMMAD SYAFII ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) UNTUK DIAGNOSA DAN TATALAKSANA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MUHAMMAD SYAFII SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK Kematian akibat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Pola Spasial Menurut Lee dan Wong (2001), pola spasial atau spatial pattern adalah sesuatu yang menunjukkan penempatan atau susunan benda-benda di permukaan bumi. Setiap

Lebih terperinci

DIAGNOSA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VFI5 ABDUL ROSYID

DIAGNOSA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VFI5 ABDUL ROSYID i DIAGNOSA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU MENGGUNAKAN ALGORITME VFI5 ABDUL ROSYID DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ii DIAGNOSA PENYAKIT TUBERKULOSIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Biometrik adalah ilmu untuk menetapkan identitas seseorang berdasarkan ciri fisik, kimia, ataupun tingkah laku dari orang tersebut. Dewasa ini, biometrik telah menjadi suatu

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI NEURAL NETWORK PADA DATA PASIEN DEMAM BERDARAH

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI NEURAL NETWORK PADA DATA PASIEN DEMAM BERDARAH 53 BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI NEURAL NETWORK PADA DATA PASIEN DEMAM BERDARAH Pada bab ini disajukan pengujian program aplikasi dan ahsil pengujiannya termasuk spesifikasi komputer yang digunakan

Lebih terperinci

Lingkungan Pengembangan Pelatihan HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi Fitur Pelatihan (deskripsi training Klasifikasi Akurasi

Lingkungan Pengembangan Pelatihan HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi Fitur Pelatihan (deskripsi training Klasifikasi Akurasi 6 diberikan sesuai dengan beban SKS mata kuliah yang bersangkutan, sedangkan fitur IP TPB disesuaikan. Untuk fitur mata kuliah yang sudah terseleksi, bobot yang dipakai sesuai dengan beban SKS, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mulai menjangkit di Indonesia sejak tahun 1968. Status Indonesia sebagai negara beriklim tropis menyebabkan penyebaran penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Biometrik merupakan ilmu pengetahuan yang membangun identitas seseorang berdasarkan sifat-sifat fisik, kimiawi, ataupun kebiasaan seseorang. Sistem biometrik dapat menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salah satu penyakit yang endemis, hingga sekarang angka kesakitan DBD cenderung meningkat dan angka Kejadian Luar

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI KEPUTUSAN MEDIS PADA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE SKRIPSI JAMIL FAHMI NASUTION

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI KEPUTUSAN MEDIS PADA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE SKRIPSI JAMIL FAHMI NASUTION IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PREDIKSI KEPUTUSAN MEDIS PADA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE SKRIPSI JAMIL FAHMI NASUTION 070823001 PROGRAM STUDI SARJANA MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksana diagnosa digantikan oleh sebuah sistem pakar, maka sistem pakar

BAB I PENDAHULUAN. pelaksana diagnosa digantikan oleh sebuah sistem pakar, maka sistem pakar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem pakar menirukan perilaku seorang pakar dalam menangani suatu persoalan. Pada suatu kasus seorang pasien mendatangi dokter untuk memeriksa badannya yang mengalami

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN INTEGRASI SITEM PCM ANALYSIS PENCEGAHAN TERHADAP VIRUS ZIKA. Oleh: Rika Puspitasari Rangkuti

PERANCANGAN DAN INTEGRASI SITEM PCM ANALYSIS PENCEGAHAN TERHADAP VIRUS ZIKA. Oleh: Rika Puspitasari Rangkuti PERANCANGAN DAN INTEGRASI SITEM PCM ANALYSIS PENCEGAHAN TERHADAP VIRUS ZIKA Oleh: Rika Puspitasari Rangkuti 2215 105 046 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Definisi Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorhagic Fever / DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Penyakit demam berdarah adalah penyakit menular yang di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Penyakit demam berdarah adalah penyakit menular yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit demam berdarah adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh virus dengue dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegeypti. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus,

Lebih terperinci

¹STIKES Nani Hasanuddin Makassar ²STIKES Nani Hasanuddin Makassar ³STIKES Nani Hasanuddin Makassar ABSTRAK

¹STIKES Nani Hasanuddin Makassar ²STIKES Nani Hasanuddin Makassar ³STIKES Nani Hasanuddin Makassar ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU ORANG TUA TERHADAP PENANGANAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI PERAWATAN ANAK RSU LABUANG BAJI MAKASSAR Sukmawati Hasan 1, Alfiah A 2, St Nurbaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Lebih terperinci

SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 HIDA NUR FIRQIANI G

SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 HIDA NUR FIRQIANI G SELEKSI FITUR MENGGUNAKAN FAST CORRELATION BASED FILTER PADA ALGORITMA VOTING FEATURE INTERVALS 5 HIDA NUR FIRQIANI G64103047 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan penduduk salah satunya adalah menanggulangi penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), mulai dari tindakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai

Lebih terperinci

Peran Faktor Lingkungan Terhadap Penyakit dan Penularan Demam Berdarah Dengue

Peran Faktor Lingkungan Terhadap Penyakit dan Penularan Demam Berdarah Dengue Peran Faktor Lingkungan Terhadap Penyakit dan Penularan Demam Berdarah Dengue Hendra Kurniawan Abstrak. Indonesia sehat tahun 2010 difokuskan pada preventif yaitu pencegahan penyakit. Demam berdarah dengue

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan curah hujan tinggi memiliki risiko untuk penyakit-penyakit tertentu, salah satunya adalah penyakit demam berdarah dengue. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat sejak diketemukannya kasus tersebut di Surabaya pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat sejak diketemukannya kasus tersebut di Surabaya pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mulai menimbulkan masalah kesehatan masyarakat sejak diketemukannya kasus tersebut di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit

Lebih terperinci

Untuk mendiagnosia klinik DBD pedoman yang dipakai adalah yang disusun WHO :

Untuk mendiagnosia klinik DBD pedoman yang dipakai adalah yang disusun WHO : Musim hujan, akan merupakan yangdiharaplkan nyamuk untuk berkembang biak dan siap mencari mangsa, terutama nyamuk Aedes Aegity penyebab DBD. Hati- hati... Dewasa ini penyakit DBD masih merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci