RINGKASAN PENELITIAN DAMPAK KRISIS GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN KEPULAUAN RIAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN PENELITIAN DAMPAK KRISIS GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN KEPULAUAN RIAU"

Transkripsi

1 RINGKASAN PENELITIAN DAMPAK KRISIS GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN KEPULAUAN RIAU I. Latar Belakang Krisis keuangan global yang berawal dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat telah berimbas terhadap perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Koreksi harga-harga saham perusahaan skala dunia berimbas pada kejatuhan nilai aset keuangan perusahaan. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan kelangkaan likuiditas dan penurunan daya beli masyarakat. Pada kuartal akhir tahun 2008, beberapa negara bahkan telah mengalami kontraksi ekonomi yang tajam, seperti Amerika Serikat, Jepang, Hongkong dan Singapura. Bagi Indonesia, imbas tersebut semakin dirasakan baik melalui jalur pasar barang maupun pasar uang. Di pasar barang, indikasinya terlihat dari adanya pembatalan beberapa kontrak ekspor, penundaan pengiriman barang dan pembayaran yang terganggu, khususnya pada transaksi ekspor. Kondisi ini diperparah dengan harga komoditas yang turun, sehingga mempengaruhi nilai ekspor dan di sisi lain menjadi potensi masuknya barang impor dengan harga yang relatif murah ke pasar domestik. Di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi awal tahun. Sementara itu, pembiayaan ekspor-impor melalui perbankan terganggu seiring dengan memburuknya kepercayaan terhadap kondisi perekonomian. Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap perdagangan luar negeri (ekspor-impor) yang berasal dari proses produksi sektor industri manufaktur. Dengan kondisi tersebut, menurunnya daya beli global terutama Singapura berkorelasi langsung terhadap perlambatan ekspor. Ekspor tercatat mengalami kontraksi 1,39% di kuartal akhir 2008 setelah terus mengalami perlambatan sejak awal tahun Nilai tambah ekspor memberi kontribusi yang sangat penting dalam struktur perekonomian Kepulauan Riau dengan pangsa sebesar 102,7%, sedangkan impor mencapai 77,5% pada tahun Imbasnya, laju pertumbuhan ekonomi terkoreksi tajam dari 6,52% di kuartal III menjadi 3,05% (yoy) di akhir tahun Meski demikian, kondisi ekonomi regional sepanjang tahun 2008 tergolong cukup kondusif dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6,65%, sedangkan di tahun sebelumnya tumbuh 7,01%. Dari sisi konsumsi, penurunan daya beli masyarakat domestik akan mendorong penurunan konsumsi masyarakat itu sendiri. Bagi kota Batam, turunnya kapasitas utilisasi industri pengolahan mencapai 30% - 40% secara langsung mempengaruhi pendapatan pekerja/buruh sektor industri yang mencapai orang atau hampir sepertiga penduduk kota Batam (Dinas kependudukan Kota Batam). Beberapa industri besar bahkan telah melakukan langkah rasionalisasi karyawan untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Selain itu, turunnya daya beli masyarakat global terutama Singapura dan Malaysia juga berimbas pada penurunan kinerja pariwisata dan sektorsektor pendukungnya. Sementara di sisi pembiayaan, krisis keuangan mulai berdampak pada penurunan ekspansi kredit oleh perbankan di akhir tahun Kredit konsumsi yang berperan dalam peningkatan konsumsi masyarakat mulai tumbuh menurun, dan pada akhirnya berakibat pada penurunan konsumsi masyarakat. Adapun investasi sebagai salah satu penggerak roda perekonomian juga tak terlepas dari imbas krisis ekonomi dunia. Turunnya kemampuan ekonomi dunia berakibat pada penurunan investasi asing di Kepulauan Riau. Berbagai langkah ekspansi baik dalam bentuk perluasan usaha maupun investasi baru dipastikan tertahan merespon kerugian keuangan yang dialami sebagian besar perusahaan global, yang diantaranya telah melakukan investasi di Kepulauan Riau. Hal ini

2 juga diperparah dengan turunnya kemampuan ekonomi dalam negeri yang berdampak pada turunnya kemampuan investor dalam negeri. Investasi yang turun juga disebabkan oleh turunnya prospek perekonomian baik dalam skala nasional maupun regional Kepulauan Riau. Secara umum, transmisi krisis keuangan global terhadap perekonomian provinsi Kepulauan Riau dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1. Transmisi Krisis Keuangan Global terhadap Perekonomian Kepulauan Riau II. Metodologi Data yang digunakan dalam penelitian berupa data triwulanan periode 1996 Q1 s/d 2008 Q4. Karena provinsi Kepulauan Riau baru resmi berdiri pada tahun 2002, maka data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) komponen penggunaan dari tahun diperoleh dengan menggunakan proxy laju pertumbuhan komponen PDRB kota Batam, sebagai kekuatan ekonomi dominan di Kepulauan Riau. Selain itu, karena keterbatasan data di daerah, maka akan dilakukan interpolasi dari data tahunan menjadi triwulanan. Adapun data primer yang diolah dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik Indonesia, Direktorat Statistik Moneter Bank Indonesia, Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Otorita Batam, dan Dinas Tenaga Kerja Kota Batam. Penelitian menggunakan variabel FTZ yang berperan sebagai dummy pada persamaan Investasi. Hal ini dilatarbelakangi adanya anomali penurunan investasi secara siginifikan pada tahun 2001 dan 2005 di tengah pertumbuhan output ekonomi yang tinggi. Penyebab dominannya adalah perubahan struktural terkait kebijakan pemerintah dalam menertibkan kembali penerapan kawasan Special Economic Zone (SEZ) di kota Batam, dimana dalam pelaksanaannya justru terjadi de facto Free Trade Zone (FTZ). Perubahan kebijakan tersebut menghasilkan UU No.36 tahun 2000 namun justru menjadi penghambat iklim investasi karena pemberlakuan PPn dan PPN- BM. Selanjutnya pada akhir tahun 2004 kembali terjadi perubahan kebijakan status Batam sebagai kawasan ekonomi khusus (Bonded Zone). Pembebasan pajak dan insentif fiskal lainnya hanya diberikan untuk kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan khusus. Perjuangan untuk menjadikan Batam sebagai kawasan FTZ terus berlanjut dan terjadi tarik ulur kepentingan berbagai pihak, baik di daerah maupun di tingkat pusat.

3 Tabel 1. Keterangan Data Variabel Notasi Notasi Keterangan PDRB Riil Kepulauan Riau Y_KEPRIt BPS Konsumsi CIt BPS Proxi Pertumbuhan PDRB Batam Investasi PMTBt BPS dan diinterpolasi untuk periode Ekspor EKSt BPS tertentu Impor IMPt BPS Kumulatif Investasi Swasta PRIVATEt Otorita Batam Interpolasi untuk periode tertentu Pajak Tt Dirjen Perimbangan Keuangan Interpolasi untuk periode tertentu Jumlah Penduduk POP BPS Interpolasi untuk periode tertentu Jumlah Tenaga Kerja LABORt BPS Interpolasi untuk periode tertentu Upah Minimun Kota Batam UMKt Disnaker Batam Interpolasi untuk periode tertentu Nilai Tukar IDR/SGD SGDt BI Suku Bunga Riil R_RIIL BI Indeks Harga Konsusen IHK BPS PDB Riil Singapura PDB_SGt BI Polemik FTZ FTZt Berbagai sumber Output Gap Y Ŷ BPS Berdasarkan asumsi teori ekonomi yang dijabarkan dalam laporan penelitian, persamaanpersamaan yang akan diestimasi melalui metode ekonometrik adalah sebagai berikut (dalam logaritma natural atau persen) : Persamaan Konsumsi CIt = (Y_KEPRIt - Tt) + 2POPt + 3SGDt + μ... (1) Persamaan Investasi PMTBt = β0 + β1r_riilt + β2y_keprit + β3privatet +β4labort + β5umkt + β6sgdt + β7ftz + μ... (2) Persamaan Ekspor EKSt = γ0 + γ1sgdt + γ2pdb_sgt + μ... (3) Persamaan Impor IMPt = δ0 + δ1sgdt + δ2y_keprit + δ3impt-1 + μ... (4) Persamaan Inflasi IHKt = θ0 IHKt-1 + θ1(y Ŷ) + θ2pdb_sgt + μ... (5) III. Analisis Hasil estimasi ekonometrika menghasilkan persamaan sebagai berikut : Konsumsi Investasi CIt = (Y_KEPRIt - Tt) POPt SGDt (4.09)* (5.11)* (9.65)* (-2.83)* R 2 = DW = 1.44 PMTBt = R_RIILt Y_KEPRIt PRIVATEt LABORt UMKt SGDt FTZ

4 Ekspor Impor Inflasi (10.74)* (-6.78)* (-7.74)* (3.64)* (11.62)* (-11.38)* (8.93)* ( )* R 2 = DW = 1.59 EKSt = SGDt PDB_SGt (4.30)* (3.19)* (23.51)* R 2 = DW = 1.51 IMPt = SGDt Y_KEPRIt IMPt-1 (-2.51)** (-3.88)* (2.38)** (9.76)* R 2 = DW = 1.79 IHKt = 0.99 IHKt (Y Ŷ) PDB_SGt (61.26)* (0.15) (1.73)*** R 2 = DW = 1.76 Keterangan : * Signifikan 1%; ** Signifikan 5%; dan *** Signifikan 10% Hasil regresi pada persamaan konsumsi menginterpretasikan bahwa setiap peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan masyarakat (disposable) sebesar 1% akan meningkatkan konsumsi sebesar 0,84%. Sejalan dengan itu, kenaikan 1% konsumsi periode sebelumnya juga akan juga akan berpengaruh positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat sebesar 0,58%. Sebaliknya, jika kurs IDR/SGD terdepresiasi sebesar 1% maka konsumsi masyarakat akan menurun pada level 0,04%. Pada persamaan Investasi PMTB, ketersediaan tenaga kerja dan upah minimum kota Batam merupakan faktor yang paling mempengaruhi iklim investasi di Kepulauan Riau. Setiap 1% penambahan tenaga kerja di Kepulauan Riau akan meningkatkan investasi fisik sebesar 1,86%. Sedangkan kenaikan Upah Minimum Kota Batam sebanyak 1% akan berimplikasi pada penurunan investasi sebesar 1,1%. Sementara itu, pengaruh suku bunga riil pada model simultan terlihat sedikit lebih besar dibanding pada persamaan struktural, dimana kenaikan suku bunga riil sebesar 1% akan direspon dengan menurunnya investasi fisik sebesar 0,49%. Hasil estimasi juga menggambarkan adanya pola hubungan negatif antara output ekonomi dengan investasi fisik. Kondisi tersebut diduga dipengaruhi oleh penurunan investasi secara signifikan pada tahun 2001 yang kemudian kembali terkoreksi lebih tajam pada tahun 2005, sedangkan output perekonomian terus meningkat secara linier. Penyebab utamanya adalah adanya perubahan struktural terkait kebijakan pemerintah di akhir tahun 2000 dan 2004 dalam menertibkan kembali penerapan kawasan Special Economic Zone (SEZ) di kota Batam yang dalam pelaksanaannya justru terjadi de facto Free Trade Zone (FTZ). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selama periode penelitian, perkembangan provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan tidak mempengaruhi keputusan investor untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi fisik, tetapi lebih karena faktor stabilitas kebijakan pemerintah. Gejolak kebijakan tersebut berusaha digambarkan oleh variabel dummy FTZ akan berdampak negatif terhadap iklim investasi dengan pengaruh sebesar 0,37%.

5 Peran investasi swasta baik domestik maupun asing signifikan dalam mendorong peningkatan investasi fisik di Kepulauan Riau. Setiap pengingkatan persetujuan investasi swasta sebesar 1% akan direspon dengan peningkatan investasi fisik sebesar 0,079%. Selanjutnya peran investasi asing yang cukup besar menyebabkan nilai tukar menjadi pertimbangan penting dalam keputusan investasi. Depresiasi nilai tukar IDR/SGD sebesar 1% akan mempengaruhi peningkatan investasi sebesar 0,47%. Dari persamaan Ekspor diketahui bahwa ekspor Kepulauan Riau dipengaruhi oleh nilai tukar SGD dan kondisi perekonomian Singapura, dimana setiap peningkatan output ekonomi Singapura dan depresiasi kurs SGD sebesar 1% akan memberi pengaruh terhadap peningkatan ekspor masing-masing sebesar 1,17% dan 0,09%. Sedangkan di sisi impor diketahui bahwa kondisi perekonomian regional dan impor pada periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap impor Kepulauan Riau. Setiap peningkatan output dan impor periode sebelumnya sebesar 1% akan meningkatkan impor masing-masing sebesar 0,41% dan 0,88%. Sebaliknya, pengaruh kurs yang negatif sesuai dengan teori ekonomi, dimana depresiasi kurs SGD sebesar 1% akan menurunkan impor pada level 0,08%. Berdasarkan estimasi pada persamaan Inflasi diketahui bahwa inflasi secara signifikan dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi pada periode sebelumnya dan fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Singapura Dollar. Setiap 1% kenaikan indeks harga periode sebelumnya akan mempengaruhi peningkatan harga di periode berjalan mencapai 0,99%. Sementara itu, shock pada nilai tukar IDR/SGD sebesar 1% menyebabkan indeks harga konsumen (IHK) meningkat sebesar 0,02%. Adapun variabel output gap tidak signifikan mempengaruhi tingkat harga di Kepulauan Riau. Hal ini merupakan kesulitan tersendiri dalam melakukan estimasi output gap dalam skala regional akibat tingginya mobiltias sumber daya manusia, barang dan jasa (interregional). Atas dasar itu maka tidak relevan untuk menganalisis tingkat kapasitas produksi serta pengangguran siklis yang terjadi di Kepulauan Riau akibat krisis keuangan global. Berdasarkan persamaan inflasi dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab inflasi yang dominan di Kepulauan Riau adalah costpush dibanding demand pull yang dari adanya kesenjangan produksi. Secara faktual, inflasi di Kepulauan Riau juga banyak dipengaruhi oleh faktor kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok dari luar wilayah, yang biasanya terganggu akibat gelombang laut tinggi di bulan-bulan tertentu. IV. Kesimpulan dan Rekomendasi Dampak krisis global terhadap aktivitas perekonomian Kepulauan Riau semakin intens di penghujung tahun Penurunan daya beli global berkorelasi langsung terhadap perlambatan ekspor disebabkan besarnya pengaruh perdagangan internasional terhadap pembentukan PDRB. Kontribusi ekonomi yang dihasilkan dari aktivitas ekspor mencapai 102% sedangkan impor sebesar 77,5%. Ekspor berkontraksi 1,39% di kuartal akhir 2008 menjadi determinan utama perlambatan laju ekonomi dari 6,52% di kuartal III menjadi 3,05% di akhir kuartal IV-2008 (yoy). Meski demikian, kondisi ekonomi regional sepanjang tahun 2008 tergolong cukup kondusif dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6,65%, sedangkan di tahun sebelumnya tumbuh 7,01%. Adapun komponen konsumsi masyarakat dan investasi secara umum relatif belum terimbas dampak krisis keuangan global. Laju konsumsi rumah tangga tercatat berakselerasi dari 12,64% di tahun 2007 menjadi 19,03% di tahun Bersamaan dengan itu pertumbuhan Investasi fisik PMTB juga mengalami peningkatan dari 27% menjadi 29%. Kedua komponen permintaan tersebut sekaligus menjadi penyangga terjadinya perlambatan ekonomi yang lebih tajam di tahun Saran yang dikemukakan terkait hasil analisis menyangkut pada 4 aspek, yakni nilai tukar, tenaga kerja, implementasi FTZ dan kuatnya pengaruh ekonomi Singapura. Pengaruh variabel kurs IDR/SGD pada seluruh komponen permintaan menjadi perhatian penting dalam penelitian ini,

6 terlebih pengaruhnya yang negatif terhadap penurunan konsumsi masyarakat. Bank Indonesia Batam dan seluruh stakeholders di Kepulauan Riau sebaiknya lebih intens dalam melakukan langkah sosialisasi yang mengajak masyarakat terutama kalangan pengusaha retail agar menjadikan Rupiah sebagai acuan penetapan harga guna mengeliminir dampak fluktuasi nilai tukar. Sementara ketersediaan tenaga kerja, upah minimun serta stabilitas kebijakan fiskal pemerintah merupakan faktor terpenting dalam meningkatkan investasi fisik di Kepulauan Riau. Langkah rasionalisasi karyawan yang dilakukan beberapa perusahaan manufaktur seharusnya direspon pemerintah daerah dengan menciptakan lapangan kerja yang padat karya melalui percepatan realisasi anggaran belanja pembangunan, sekaligus membendung kepulangan tenaga kerja ke daerah asalnya. Langkah ini sangat penting guna memperkecil dampak krisis keuangan global dalam konteks regional Kepulauan Riau, maupun imbasnya bagi daerah asal pekerja, yang pada akhirnya turut membantu pemulihan perekonomian Nasional. Selain itu juga untuk menjaga ketersediaan tenaga kerja saat kondisi permintaan global mulai pulih. Adapun tarik ulur implementasi FTZ sangat tidak mendukung kondisi sektor riil di Kepulauan Riau yang mulai terkena dampak krisis global, dimana dampaknya diperkirakan lebih besar di tahun Kondisi ini dikhawatirkan dapat menghambat kelancaran lalu lintas barang dan jasa, serta berpotensi memicu kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat yang berasal dari impor. Ketidaksamaan pandangan antara pemerintah pusat dan daerah, termasuk belum adanya Roadmap Action Plan FTZ-BBK yang memuat kerangka kerja dan aturan yang komprehensif untuk seluruh kegiatan terkait FTZ di Batam, Bintan dan Karimun menyebabkan mekanisme pengaturan dilakukan secara parsial. FTZ hendaknya dipandang sebagai suatu sistem Otonomisasi Kawasan, melalui berbagai distribusi atau pelimpahan kewenangan kelembagaan Pusat ke Kawasan. Jika hal yang dikhawatirkan kelembagaan Pusat berupa terjadinya loosing power atau out of control terhadap dinamika Kawasan, maka instrumen yang perlu dibangun adalah sebuah mekanisme relasi kelembagaan vertikal (Pusat) dengan kelembagaan FTZ (Kawasan) secara komprehensif. Melalui mekanisme ini, kelembagaan Pusat masih memiliki peranan penting pada aspek-aspek yang menyangkut technical assistances. Namun hal-hal yang terkait dengan kebijakan-kebijakan teknis termasuk berbagai insentif fiskal di Kawasan FTZ-BBK menjadi otoritas penuh kelembagaan Kawasan atau Dewan Kawasan FTZ. Dengan demikian kelembagaan Pusat tidak lagi secara langsung mengurus Kawasan untuk hal-hal bersifat teknis, sehingga tercipta sebuah sistem Otonomi Kawasan yang pertanggungjawabannya tetap ke Pemerintah Pusat. Terakhir, besarnya pengaruh Singapura terhadap perekonomian Kepulauan Riau dalam jangka pendek memberikan pengaruh yang positif bagi perkembangan ekonomi daerah. Namun dalam jangka panjang pengaruhnya diperkirakan semakin kecil bahkan berbanding terbalik sebagaimana pola hubungan negatif yang ditujukkan oleh output PDRB dengan investasi fisik PMTB. Untuk itu diperlukan upaya menciptakan kekuatan ekonomi yang berbasis domestik dengan memberikan peran yang lebih besar terhadap industri lokal dalam mendukung operasional industriindustri besar. Selain itu, paradigma keunggulan komparatif melalui upah buruh yang murah sebaiknya mulai digantikan dengan upaya penciptaan daya saing bagi para industri lokal sehingga perannya dalam mendukung pertumbuhan industri besar menjadi lebih optimal. Sejalan dengan itu dukungan dari sisi pembiayaan perbankan lokal menjadi semakin penting dalam menstimulus perekonomian regional.

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH Krisis finansial global yang dipicu oleh krisis perumahan di AS (sub prime mortgage) sejak pertengahan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

RINGKASAN PENELITIAN: DAMPAK KRISIS FINANSIAL GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN SUMATERA SELATAN

RINGKASAN PENELITIAN: DAMPAK KRISIS FINANSIAL GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN SUMATERA SELATAN Suplemen 2 RINGKASAN PENELITIAN: DAMPAK KRISIS FINANSIAL GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN SUMATERA SELATAN I. Pendahuluan Gagalnya pembayaran subprime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat (AS) menyebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian setiap negara tidak selalu stabil, tetapi berubahubah akibat berbagai masalah ekonomi yang timbul. Salah satu aspek penting dari kegiatan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Uang memegang peranan yang sangat penting di sepanjang kehidupan manusia. Uang digunakan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum, yang dimana alat tukarnya

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang tidak berbeda jauh dengan negara sedang berkembang lainnya. Karakteristik perekonomian tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik dan stabil. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang memberikan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang. dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu negara tidak lepas dari peran para pemegang dana, dan memang erat hubungannya dengan investasi, tentunya dengan investasi para pemegang dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi perekonomian global, ditandai dengan meningkatnya harga minyak dunia sampai menyentuh harga tertinggi $170

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Uang merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian diseluruh dunia. Bagi seorang ekonom, uang adalah persediaan aset yang dapat dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang dihadapkan pada berbagai pilihan dalam menentukan proporsi dana atau sumber daya yang mereka miliki untuk konsumsi saat ini dan di masa mendatang. Kapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia semakin terintegrasi sebagai konsekuensi dari sistem perekonomian terbuka yang berhubungan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri

Lebih terperinci

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 87 VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 7.1 Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Domestik 7.1.1 Guncangan Penawaran (Output) Guncangan penawaran dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat terjadi akibat macetnya kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif melaksanakan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan sudah tentu membutuhkan dana yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan I 2010 Inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5%. Mayoritas responden (58,8%) optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2010 Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan sebesar 6,1%. Inflasi berada pada kisaran 6,1-6,5% Perkembangan ekonomi global dan domestik yang semakin membaik, kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2007 Kondisi ekonomi makro pada triwulan IV 2007 diperkirakan relatif sama dengan realisasi triwulan IV 2006. Kondisi ekonomi makro pada 2007 diperkirakan lebih baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar Modal merupakan salah satu tempat (media) yang memberikan kesempatan berinvestasi bagi investor perorangan maupun institusional. Oleh karena itu, arah

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat diperlukan terutama untuk negara-negara yang memiliki bentuk perekonomian terbuka.

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Penyesuaian Besarnya PTKP

I. Pendahuluan. II. Penyesuaian Besarnya PTKP PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP), SEBUAH KEBIJAKAN INSENTIF BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA I. Pendahuluan Pemerintah melalui Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia, tingkat suku bunga dunia, nilai dollar dalam rupiah, rasio belanja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci