PENYAKIT MOSAIK KUNING KACANG PANJANG: RESPONS VARIETAS KACANG PANJANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYAKIT MOSAIK KUNING KACANG PANJANG: RESPONS VARIETAS KACANG PANJANG"

Transkripsi

1 PENYAKIT MOSAIK KUNING KACANG PANJANG: RESPONS VARIETAS KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) DAN EFISIENSI PENULARAN MELALUI KUTUDAUN (Aphis craccivora Koch.) HARWAN SUSETIO DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK HARWAN SUSETIO. Penyakit Mosaik Kuning Kacang Panjang: Respons Varietas Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) dan Efisiensi Penularan melalui Kutudaun (Aphis craccivora Koch.). Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT. Pada tahun dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning pada tanaman kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di kawasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penyebab utama penyakit mosaik kuning ini adalah Bean common mosaic virus-black eye cowpea (BCMV-BIC) yang bersifat tular benih dan dapat ditularkan melalui kutudaun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons lima varietas kacang panjang (Vigna sinensis L.) yaitu varietas Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan, dan Pilar terhadap infeksi BCMV dan mempelajari efisiensi kutudaun Aphis craccivora Koch. menularkan BCMV. Isolat BCMV yang digunakan adalah isolat asal Cirebon yang diperoleh dari Laboratorium Virologi, sedangkan kutudaun diperoleh dari pertanaman kacang panjang di Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Tanaman kacang panjang uji diinokulasi BCMV secara mekanis dan dilakukan pengamatan terhadap kejadian penyakit, keparahan penyakit, periode inkubasi, waktu pembungaan, dan bobot polong per tanaman. Penularan dengan kutudaun dilakukan dengan periode puasa 30 menit, periode makan akuisisi (pma) 5 menit, dan periode makan inokulasi (pmi) 30 menit. Jumlah serangga yang diuji adalah 1, 3, 5, 7, dan 10 ekor per tanaman. Varietas-varietas kacang panjang Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan dan Pilar menunjukan respons sangat rentan terhadap infeksi BCMV dengan periode inkubasi 6 sampai 16 hari, kejadian penyakit 90% sampai 100%, keparahan penyakit berkisar 49.06% sampai 69.69%. Infeksi BCMV menyebabkan gejala berat berupa malformasi daun dan kekerdilan tanaman, dan berpengaruh pada waktu berbunga dan bobot polong per tanaman. Tanaman kacang panjang terinfeksi mengalami penundaan waktu berbunga berkisar antara 2 sampai 5 hari dan penurunan bobot polong per tanaman mencapai 46.59%. Jumlah kutudaun (A. craccivora) berkolerasi positif dengan periode inkubasi (11 sampai 18 hari) dan kejadian penyakit (60% sampai 100%). Kata Kunci : Kacang panjang, BCMV, A. craccivora.

3 PENYAKIT MOSAIK KUNING KACANG PANJANG: RESPONS VARIETAS KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) DAN EFISIENSI PENULARAN MELALUI KUTUDAUN (Aphis craccivora Koch.) HARWAN SUSETIO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

4 Judul : Penyakit Mosaik Kuning Kacang Panjang: Respons Varietas Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) dan Efisiensi Penularan melalui Kutudaun (Aphis craccivora Koch.) Nama Mahasiswa NRP : Harwan Susetio : A Disetujui, Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc Dosen Pembimbing Diketahui, Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc Ketua Departemen Tanggal Lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan dari pasangan Bapak Mudiharjo dan Ibu Yoyoh Yuliati di Subang, Jawa Barat pada tanggal 08 Maret 1989 sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Panghegar Subang pada tahun Pada tahun penulis menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di MA Al-Khairiyah Cilegon sampai lulus pada tahun Selama menempuh pendidikan penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler PASKIBRA dan Pramuka. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan, diantaranya sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) Divisi Public Relation periode 2009/2010. Penulis juga pernah menjadi finalis program kegiatan Wirausaha Muda Mandiri yang bekerjasama dengan CDA-IPB. Dalam kepanitiaan penulis pernah mengikuti Lokakarya Nasional Wereng Coklat pada tahun Pada tahun 2011 penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Proteksi Tanaman.

6 PRAKATA Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberi nikmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Penyakit mosaik kuning kacang panjang: respons varietas kacang panjang (Vigna sinensis L.) dan efisiensi penularan melalui kutudaun (Aphis craccivora Koch.). Banyak pihak yang terlibat dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terima kasih penulis kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam memberi masukan, saran, arahan, bimbingan, perhatian, dan koreksi dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah bersedia menguji, dan memberi masukan untuk perbaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr selaku pembimbing akademik yang selalu memberi semangat dalam belajar dan selalu memberi motivasi ketika penulis mengalami kemunduran dalam akademik, dan staf Laboratorium Virologi: Bapak Edi Supardi dan Mba Tuti Legiastuti yang telah banyak membantu dan memberikan arahannya dalam melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu terlaksananya penelitian ini: seluruh anggota Laboratorium Virologi 44, Taher, Johan, Alice, Avanty, Julyanda, Chemy, Keisha, Kidung, dan terutama kepada Rizki Ramadhan yang banyak membantu ketika penelitian di Rumah Kaca. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orangtua (Mudiharjo dan Yoyoh Yuliati), dan kakak (Devi Mulatsih, SS. M.Hum) tercinta yang selalu memberi semangat, nasihat, motivasi, dukungan, dan doanya kepada penulis. Penelitian dan skripsi ini saya persembahkan untuk mereka Dream for my reminder. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca, petani, dan institusi dalam bidang pertanian. Amin. Bogor, 31 Oktober 2011 Harwan Susetio

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ix x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Botani dan Budidaya Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)... 3 Sifat Penting BCMV (Bean common mosaic virus)... 4 Biologi dan Morfologi Kutudaun Aphis craccivora Koch Imago Bentuk Tidak Bersayap... 5 Imago Bentuk Bersayap... 6 Peran Kutudaun Sebagai Serangga Vektor Virus... 8 BAHAN DAN METODE... 9 Tempat dan Waktu Penelitian... 9 Metode Penelitian... 9 Perbanyakan Inokulum BCMV... 9 Penanaman Tanaman Uji... 9 Inokulasi BCMV pada Lima Kultivar Kacang Panjang Identifikasi Kutudaun Pemeliharaan dan Perbanyakan Kutudaun Penularan BCMV melalui Serangga Vektor Kutudaun Deteksi Virus Rancangan Percobaan Parameter Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN... 15

8 Respon Lima Varietas Kacang Panjang terhadap Infeksi BCMV Pengaruh Infeksi BCMV terhadap Pembungaan Pengaruh Infeksi BCMV terhadap Bobot Polong per Tanaman Pengaruh Jumlah Kutudaun terhadap Infeksi BCMV KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 25

9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit mosaik kuning pada lima varietas kacang panjang Tabel 2 Analisis kuantitatif hasil ELISA lima varietas kacang panjang yang diinokulasi BCMV Tabel 3 Pengaruh inokulasi BCMV terhadap masa berbunga dan jumlah bunga Tabel 4 Pengaruh infeksi BCMV pada lima varietas kacang panjang terhadap bobot polong per tanaman Tabel 5 Analisis kuantitatif hasil ELISA pada kacang panjang varietas Parade yang diinokulasi BCMV melalui serangga vektor... 20

10 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 A. craccivora imago bentuk tidak bersayap... 7 Gambar 2 A. craccivora imago bentuk bersayap Gambar 3 Skala kategori serangan penyakit Gambar 4 Gejala daun kacang panjang terinfeksi BCMV Gambar 5 Preparat kutudaun (A. craccivora) tidak bersayap... 20

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang sering ditemui di pasar tradisional atau swalayan, menempati urutan ke- 8 dari 20 jenis sayuran yang dikonsumsi di Indonesia (Karsono 1997). Kacang panjang merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan gizi keluarga. Tanaman ini berumur pendek, tumbuh baik pada dataran medium sampai dataran rendah, dapat ditanam di lahan sawah, tegalan atau pekarangan pada setiap musim. Usahatani kacang panjang dapat diandalkan sebagai usaha agribisnis yang mampu meningkatkan pendapatan petani (Suryadi et al. 2003). Luas panen kacang panjang mengalami penurunan sebanyak 12% (sekitar ha) dengan kemampuan produksi yang tergolong rendah, yaitu ton dan ton/ha untuk berturut-turut rataan produksi dan produktivitas nasional. Salah satu faktor penyebab masih rendahnya daya hasil tanaman sayuran di Indonesia adalah penggunaan benih sayuran dengan mutu genetik dan fisiologis yang kurang baik, dan beberapa gangguan penyakit tanaman. Penyakit penting kacang panjang di Indonesia diantaranya layu cendawan (Fusarium sp.), antraknosa (Colletotrichum sp.), puru akar (Meloidogyne sp.), dan mosaik yang disebabkan oleh beberapa jenis virus diantaranya Bean common mosaic virus (BCMV), Bean yellow mosaic virus (BYMV), Cowpea aphid borne mosaic virus (CaBMV) (Anwar et al. 2005). Pada tahun dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning pada tanaman kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di kawasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Damayanti (2009) melaporkan bahwa penyebab terbanyak penyakit mosaik kuning di Jawa Barat (Bogor, Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon) dan Jawa Tengah (Tegal dan Pekalongan) adalah BCMV-black eye cowpea (BCMV-BIC) yang menginfeksi secara tunggal atau bersama dengan Cucumber mosaic virus (CMV). Bean common mosaic virus (BCMV) termasuk dalam famili Potyviridae, genus Potyvirus. Beberapa anggota Potyvirus dilaporkan menyerang tanaman kacang-kacangan yang secara ekonomis sangat penting karena ditularkan melalui

12 2 benih dan menyebar secara alami melalui kutudaun secara non persisten (Morales dan Bos 1988). Menurut Blackman dan Eastop (2000) spesies kutudaun yang dapat menularkan BCMV diantaranya Aphis craccivora, A. gossypii, dan Myzus persicae. Efisiensi penularan oleh masing-masing spesies kutudaun tersebut belum diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan kutudaun menularkan BCMV. Strategi pengendalian virus, termasuk BCMV umumnya mengandalkan penggunaan benih sehat, menghilangkan tanaman terinfeksi, menggunakan varietas tahan, dan penyemprotan insektisida untuk mengendalikan serangga vektor (Saleh 1997). Sebagai upaya untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap untuk mengatasi permasalahan penyakit mosaik kuning kacang panjang maka dilakukan evaluasi respons varietas kacang panjang dan penularan BCMV melalui serangga vektor kutudaun. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons lima varietas kacang panjang (Vigna sinensis L.) yaitu varietas Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan, dan Pilar terhadap infeksi BCMV dan mempelajari efisiensi kutudaun A. craccivora Koch. menularkan BCMV. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah pengetahuan dasar dalam menyusun strategi pengendalian penyakit kuning terutama yang didasarkan pada pengendalian serangga vektor kutudaun A. craccivora Koch. dan penggunaan varietas tahan.

13 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Budidaya Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Tanaman kacang panjang dalam taksonomi tumbuhan termasuk kelas Dicotyledonae (berkeping dua), Ordo Rosales, Famili Leguminosae, Genus Vigna, Spesies Vigna sinensis L. (Hutapea 1994). Tanaman kacang panjang merupakan tanaman semak, menjalar, semusim dengan tinggi kurang lebih 2,5 m. Batang tanaman ini tegak, silindris, lunak, berwarna hijau dengan permukaan licin. Daunnya majemuk, lonjong, berseling, panjang 6-8 cm, lebar 3-4,5 cm, tepi rata, pangkal membulat, ujung lancip, pertulangan menyirip, tangkai silindris, panjang kurang lebih 4 cm, dan berwarna hijau. Bunga tanaman ini terdapat pada ketiak daun, majemuk, tangkai silindris, panjang kurang lebih 12 cm, berwarna hijau keputih-putihan, mahkota berbentuk kupu-kupu, berwarna putih keunguan, benang sari bertangkai, panjang kurang lebih 2 cm, berwarna putih, kepala sari kuning, putik bertangkai, berwarna kuning, panjang kurang lebih 1 cm, dan berwarna ungu. Buah tanaman ini berbentuk polong, berwarna hijau, dan panjang cm. Bijinya lonjong, pipih, berwarna coklat muda. Akarnya tunggang berwarna coklat muda (Hutapea 1994). Komposisi gizi pada setiap 100 g bagian kacang panjang yang dapat dimakan adalah 89 g air, 3 g protein, 0.5 g lemak, 5.2 g kabohidrat, 1.3 g serat, 0.6 g hidrat arang, 64 mg kalsium, 54 mg fosfor, 1.3 mg zat besi, 167 mg vitamin A, 0,07 mg Vitamin B1, 28 mg vitamin C dan mengahasilkan 125 kalori (Prosea 1996). Tanaman kacang panjang tumbuh baik di dataran rendah sampai menengah hingga ketinggian 700 mdpl. Pada ketinggian di atas 700 mdpl tanaman kacang panjang pertumbuhannya akan terhambat. Tanaman tumbuh baik pada tanah Latosol, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dan drainasenya baik, ph sekitar 5,5-6,5. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang adalah C pada siang hari dan pada malam hari sekitar 15 0 C (Prosea 1996).

14 4 Sifat Penting BCMV (Bean common mosaic virus) BCMV termasuk ke dalam famili Potyviridae, genus Potyvirus. Potyvirus merupakan kelompok virus tumbuhan terbesar yang diketahui saat ini (Agrios 1997). Partikel BCMV memiliki panjang 750 nm dan lebar nm. Tipe asam nukleatnya single stranded RNA (ssrna/rna utas tunggal). Kandungan asam nukleat dalam partikel virus sebesar 5%. Kandungan protein dalam mantelnya sebesar 95% (Morales dan Bos 1988). BCMV dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis, beberapa spesies kutudaun secara nonparsisten, melalui benih dan bunga. Virus ini dapat ditularkan oleh beberapa spesies kutudaun, khususnya Acyrthosiphom pisum, A.fabae dan M. persicae. Spesies lain yang dilaporkan termasuk A. gossypii, A. medicanigis, A. rumicis, Hyalopterus atriplicis, Macrosiphum ambrosiae, M. pisi dan M. solanifolii (Morales dan Bos 1988). BCMV merupakan virus yang terbawa benih, infeksi BCMV pada benih terjadi sebelum tanaman mengalami inisiasi bunga. Fenomena ini tampaknya terkait dengan transmisi serbuk sari BCMV, yaitu ketika virus masuk ke dalam sel telur pada saat pembuahan. BCMV mengalami perkembangan di dalam ovul dan kotiledon, tetapi tidak pada kulit benih. BCMV mampu mempertahankan infektivitas dalam biji selama 30 tahun (Morales dan Bos 1988). Tanaman yang terinfeksi secara sistemik, khususnya dari infeksi benih menunjukan gejala daun dengan pola mosaik dan penyimpangan jaringan daun menggulung dan mengerut sepanjang tulang daun. Gejala pada tanaman terinfeksi menunjukan daun belang, mosaik, jaringan tulang daun klorosis dan malformasi daun pada daun-daun muda, biasanya gejala muncul setelah 7-10 hari setelah inokulasi (Djikstra dan De jeger 1998). Biologi dan Morfologi Kutudaun Aphis craccivora Koch. Tipe reproduksi kutudaun ditentukan oleh keadaan lingkungan tempat hidupnya. Di daerah dengan keadaan iklim yang hangat sepanjang tahun, seperti di daerah tropis dan rumah kaca, reproduksi berlangsung secara partenogenetik Embrio telah berkembang dalam tubuh induknya dan larva dilahirkan oleh induknya (Wigglesworth 1950).

15 5 Siklus hidup A. craccivora pada kondisi lingkungan yang sesuai berkisar antara 5-6 hari, dengan rata-rata 5.5 hari. Di daerah yang beriklim sedang keperidian dapat mencapai 60 ekor. Walaupun demikian mortalitas pada tingkat nimfa cukup besar. Serangga bersayap hanya menghasilkan kira-kira separuh dari jumlah keturunan yang dapat dihasilkan serangga tidak bersayap (Jurgen et al. 1977). Di Indonesia A. craccivora yang dibiakan pada kacang tanah mempunyai siklus hidup rata-rata 4 hari. Stadium tiap instar 1 hari. Jumlah nimfa yang dihasilkan oleh seekor betina rata-rata mencapai 115 serangga (Darsono 1991). A. craccivora biasanya menyerang tanaman Leguminoceae dengan kepadatan populasi yang berbeda-beda, tetapi pada musim kemarau ia dapat bertahan pada gulma. Serangga-serangga ini menghuni permukaan bawah daun pada bagian atas tanaman. Pada saat pembentukan bunga, populasi akan berkurang (Jurgen et al. 1977). Nimfa A. craccivora yang baru lahir hialin, kemudian secara berangsurangsur berubah menjadi coklat dan akhirnya menjadi abu-abu hitam. Nimfa yang baru lahir panjangnya 0.35 mm dan lebarnya 0.18 mm (Sutardjo 1978). Serangga dewasa A. craccivora yang partonegenensis terdiri dari dua bentuk, yakni bentuk tidak bersayap (apterae) dan bentuk bersayap (alatae) (Cottier 1953; Eastop 1961; Martin 1983). Imago Bentuk Tidak Bersayap Imago yang tidak bersayap kepalanya berwarna hitam dengan dengan mata berwarna merah gelap hampir hitam, dan sepasang antena yang panjangnya dua pertiga panjang tubuh dan terdiri dari enam ruas. Antena tidak mempunyai sensorial sekunder (Cottier 1953; Eastop 1961). Tubuhnya berukuran ± mm, berwarna hitam (biasanya mengkilat) dan kadang-kadang sedikit bertepung putih. Pada bagian dorsal yang berwarna hitam mengkilat, terdapat retikulasi, kecuali pada bagian ujung-ujung ruas abdomen yang memperlihatkan imbrikasi. Pada bagian dorsal (terutama abdomen) terdapat bercak gelap. Panjang kornikel k mm. kauda berwarna hitam dan mengecil di bagian ujung. Pada kauda terdapat 5-6 rambut yang tersusun 2-5 rambut pada satu sisi dan 3 rambut pada sisi yang lainnya. Pada

16 6 ujung kauda kadang-kadang terdapat beberapa rambut kecil. Panjang kauda k mm. lempeng genital (genital plate) berwarna hitam dan mempunyai helai rambut (Cottier 1953; Eastop 1961). Femur berwarna hialin sampai agak kuning atau coklat muda. Sepertiga sampai setengah bagian ujungnya agak hitam sampai hitam. Biasanya femur tungkai belakang lebih gelap daripada femur tungkai muka dan tengah. Tibia berwarna hampir hialin sampai pucat agak kuning atau agak coklat dan bagian ujungnya berwarna hitam. Tarsus berwarna hitam (Cottier 1953; Eastop 1961). Imago Bentuk Bersayap Bentuk serangga dewasa bersayap hampir sama dengan serangga tidak bersayap. Rata-rata ukuran tubuhnya lebih kecil dibandingkan serangga yang tidak bersayap (Cottier 1953). Protoraks berwarna hitam dengan pita hijau sampai hijau tua tepat di depan dan di belakangnya. Skutum dan skutelum berwarna hitam. Pangkal sayap tidak berwarna sampai hijau pucat, coklat atau merah. Pembuluh-pembuluh sayap berwarna coklat sampai coklat agak hitam. Stigma berwarna kelabu coklat muda (Cottier 1953). Abdomen berkilat hijau semu hitam sampai hitam. Kornikel, kauda, pelat anal dan pelat genital berwarna hitam. Panjang kornikel k mm. Kauda mempunyai 4-6 rambut, 1-3 rambut pada salah satu sisi dan 3 rambut pada sisi kauda lainnya. Panjang kauda 0.19 mm, lempeng genital berwarna hitam dan mempunyai helai rambut (Cottier 1953).

17 7 Gambar 1 A. craccivora imago bentuk tidak bersayap (Cottier 1953) (1) Antena, (2) Kepala, (3) Kornikel, (4) Kauda, (5) Lempeng genital, (6) Toraks dan abdomen imago tidak bersayap. Gambar 2 A. craccivora imago bentuk bersayap (Cottier 1953) (1) Antena, (2) Antena ruas III, (3) Kepala, (4) Kornikel, (5) Kauda, (6) Lempeng genital, (7) Toraks dan abdomen imago bersayap.

18 8 Peran Kutudaun Sebagai Serangga Vektor Virus Vektor patogen adalah organisme yang bertindak sebagai agens pembawa patogen, dan dapat menularkannya ke tumbuhan lain. Serangga vektor virus yang terbanyak termasuk dalam ordo Hemiptera dan Thysanoptera. Serangga vektor yang termasuk ordo Hemiptera diantaranya kutudaun, kutukebul, wereng daun yang merupakan vektor utama virus dan menjadi vektor hampir 400 spesies virus. (Fareres dan Moreno 2009). Jumlah vektor dan ketergantungannya pada musim merupakan faktor penting dalam epidemiologi penyakit virus. Efisiensi penularan virus oleh kutudaun erat kaitannya dengan konsentrasi virus dan jumlah kutudaun, karena semakin banyak koloni kutudaun pada pertanaman maka proses kecepatan multiplikasi virus semakin meningkat dan mempercepat perkembangan epidemi penyakit. Faktor lain yang mempengaruhi diantaranya kemampuan kutudaun dalam membawa dan menularkan virus, periode yang diperlukan kutudaun untuk memperoleh cairan sel tanaman, periode untuk menghisap cairan sel dan untuk memindahkan virus ke tanaman sehat, dan periode makan akuisisi selesai sampai kutudaun mampu menularkan virus ke tanaman sehat (Bos 1990). Hubungan penularan virus oleh serangga vektor dibedakan atas penularan secara non persisten, semi persisten, dan persisten. Pada penularan non persisten kutudaun menularkan virus dari dan ke dalam parenkima inang. Perolehan dan inokulasi terjadi dalam periode makan yang pendek dari beberapa detik sampai beberapa menit. Vektor segera menjadi infektif sesudah pengambilan virus. Penularan virus secara semi persisten memerlukan waktu beberapa jam ( jam) untuk tetap infektif dalam tubuh vektor sebelum ditularkan ke tumbuhan sehat yang sesuai. Pada sisi ekstrem yang lain adalah penularan persisten. Biasanya penularan virus tetap persisten dalam tubuh vektor meskipun telah lebih dari 100 jam meninggalkan sumber virus. Penularan persisten dibedakan dalam bentuk sirkulatif dan propagatif. Virus sirkulatif masuk dalam tubuh vektor, menuju ke usus dan hemolimfe kemudian menetap sampai dapat dikeluarkan lagi melalui kelenjar saliva (ludah) dan cairan liur dalam mulutnya, sedangkan virus propagatif memperbanyak diri dalam tubuh vektor (Bos 1990)

19 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB mulai bulan April sampai Agustus Metode Penelitian Penelitian terdiri atas dua kegiatan, yaitu (1) Evaluasi respons lima varietas tanaman kacang panjang terhadap BCMV, dan (2) Uji efisiensi kutudaun menularkan BCMV. Perbanyakan Inokulum BCMV Isolat BCMV yang digunakan adalah isolat asal Cirebon yang diperoleh dari Laboratorium Virologi, Departemen Proteksi Tanaman IPB. Inokulum diperbanyak pada tanaman kacang panjang varietas Parade, yang memiliki respons sangat rentan terhadap BCMV (Damayanti dan Suryadi 2008). Metode yang digunakan dalam perbanyakan inokulum virus adalah menularkan virus secara mekanis pada tanaman kacang panjang yang berumur satu minggu setelah tanam (MST). Cairan perasan tanaman (sap) dibuat dengan cara menggerus daun muda yang terinfeksi virus sebanyak 0,5 g dalam 0,01 M bufer fosfat (ph 7) yang mengandung merkapto etanol 2% dengan perbandingan 1:10 (b/v). Sap tersebut dioleskan pada permukaan daun yang sudah ditaburi dengan carborundum 600 mesh. Permukaan daun yang sudah diberi perlakuan dibilas menggunakan air destilata yang mengalir. Penanaman Tanaman Uji Tanaman kacang panjang yang digunakan dalam penelitian terdiri atas lima varietas yaitu Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan, dan Pilar. Masing-masing varietas memiliki sifat agronomi yang berbeda (Lampiran 1-5). Benih kacang panjang yang sehat ditanam pada polybag berukuran 35 x 35 cm dan 10 x 10 cm yang sudah berisi tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Setiap polybag ditanami tiga benih dengan kedalaman 2 cm.

20 10 Pada umur satu MST, dilakukan penyiangan dan pemilihan satu bibit terbaik untuk tahapan selanjutnya. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari hingga siap untuk pengujian respons ketahanan terhadap BCMV. Inokulasi BCMV pada Lima Varietas Kacang Panjang Metode inokulasi yang dilakukan dalam pengujian respons lima varietas kacang panjang adalah metode mekanis mengikuti tahapan yang diuraikan sebelumnya pada bagian perbanyakan inokulum BCMV. Setelah inokulasi tanaman dipelihara di rumah kaca. Pengamatan dilakukan terhadap periode inkubasi penyakit, kejadian penyakit, keparahan penyakit, waktu pembungaan, jumlah bunga, dan bobot polong/tanaman. Deteksi virus dilakukan menggunakan metode Indirect ELISA. Identifikasi Kutudaun Kutudaun diperoleh dari pertanaman kacang panjang di Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Identifikasi dilakukan berdasarkan buku identifikasi Blackman dan Eastop (2000), yaitu menggunakan kutudaun yang tidak bersayap. Karakter yang diamati terdiri dari kepala, abdomen, sifunkuli, kauda, dan antena. Sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu preparat kutudaun mengikuti metode Mound (2006). Kutudaun dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml alkohol 95% kemudian tabung dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit. Setelah dipanaskan isi tabung dituangkan pada cawan sirakus, kemudian kutudaun ditusuk dengan jarum. Kutudaun selanjutnya dimasukan kembali ke dalam tabung reaksi yang berisi KOH 10% dan dipanaskan hingga terlihat transparan. Tabung berisi kutudaun tersebut kemudian dituang kembali ke dalam cawan sirakus, dengan bantuan mikroskop dan jarum, isi tubuh kutudaun dikeluarkan dengan cara menekan tubuh serangga tersebut. Kutudaun selanjutnya dicuci dengan air destilata sebanyak dua kali. Perlakuan selanjutnya adalah dehidrasi kutudaun, dengan cara merendam kutudaun yang telah dibersihkan dengan air destilata dalam alkohol secara berurutan mulai dari tingkat kepekatan 50%, 80%, 95%, dan absolut 100%, masing-masing perendaman selama 10 menit. Kutudaun kemudian direndam dalam minyak cengkeh hingga berwarna coklat dan

21 11 selanjutnya diletakan di atas gelas obyek. Posisi kutudaun ditata hingga terlihat bagian-bagian tubuhnya, selanjutnya gelas obyek tersebut ditutup dengan gelas penutup. Sisa-sisa minyak cengkeh disekitar gelas penutup diserap menggunakan tisu hingga bersih, setelah itu dikeringkan di tabung pengering serangga. Setelah koleksi preparat serangga tersebut kering, kemudian bagian sisi gelas penutup diolesi dengan kutek agar tidak mudah rusak. Pemeliharaan dan Perbanyakan Kutudaun Kutudaun yang telah diidentifikasi sebagai A. craccivora dipelihara dan diperbanyak pada tanaman kacang panjang varietas Parade. Sebelumnya kutudaun dari lapangan dibebas viruskan terlebih dahulu pada tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) Schott ) yang sehat dan sudah dicuci. Tangkai daun talas dibalut dengan kapas basah dan diletakan pada cawan petri. Kutudaun imago yang tidak bersayap dimasukan ke dalam cawan petri yang berisi daun talas menggunakan kuas. Cawan petri ditutup dan imago kutudaun dibiarkan melahirkan nimfa pada daun talas. Kutudaun pada stadia nimfa tersebut dipindahkan ke tanaman kacang panjang sehat dan dibiarkan berkembang biak untuk digunakan pada tahapan penularan BCMV dengan serangga vektor. Penularan BCMV melalui Serangga Vektor Kutudaun Kutudaun yang digunakan adalah stadia imago. Kutudaun dipindahkan dari tanaman kacang panjang ke dalam cawan petri untuk diberikan periode puasa selama 30 menit. Kutudaun kemudian dipindahkan ke tanaman kacang panjang sakit dan diberikan periode makan akuisisi (pma) selama 5 menit. Setelah melewatkan pma, kutudaun dipindahkan ke tanaman kacang panjang sehat varietas Parade untuk diberikan periode makan inokulasi (pmi) selama 30 menit. Pada tahap pmi jumlah serangga yang dipindahkan adalah 1 ekor/tanaman, 3 ekor/tanaman, 5 ekor/tanaman, 7 ekor/tanaman, dan 10 ekor/tanaman. Perlakuan untuk tanaman kontrol sama dengan tanaman yang diuji, tetapi kutudaun yang digunakan diberikan periode makan akuisisi pada tanaman kacang panjang sehat atau tidak terinfeksi BCMV. Pengamatan dilakukan selama empat minggu setelah pmi, mencakup kejadian penyakit, dan titer virus. Deteksi virus dilakukan menggunakan metode Indirect-ELISA.

22 12 Deteksi Virus Metode yang dilakukan untuk deteksi virus adalah metode ELISA tidak langsung (indirect-elisa), menggunakan antiserum Potyvirus (Agdia, USA). Deteksi virus dilakukan pada minggu ke-2 dan ke-4 setelah inokulasi. Tahap ELISA diawali dengan penyiapan sap sebagai antigen. Sap disiapkan dengan menggerus tanaman sakit menggunakan mortar dengan extraction buffer ph 9,6 [1,59 g Na 2 CO 5 ; 2,93 g NaHCO 3 ; 0,20 g NaN 3 ; 20 g PVP yang dilarutkan dalam 1 l air destilata] dengan perbandingan 1:100 (v/v). Sebanyak 100 µl sap diisikan ke dalam sumuran ELISA. Plat diinkubasi semalam pada suhu 4 0 C, setelah itu plat dicuci sebanyak tujuh kali dengan PBST (Phosphate buffer saline tween 20). Tiap sumuran kemudian diisi dengan 100 µl antiserum BCMV (1:200). Plat diinkubasi kembali pada suhu ruang 24 0 C selama dua jam, kemudian plat dicuci sebanyak delapan kali dengan PBST. Sumuran plat selanjutnya diisi 100 µl enzim konjugat RaM-AP (Goat anti-rabbit yang telah dilabel enzim Alkaline phosphate) dalam conjugate buffer dan diinkubasi selama satu jam pada suhu ruang 24 0 C. Plat kemudian dicuci dengan PBST sebanyak delapan kali. Setiap sumuran diisi kembali dengan 100 µl substrat PNP (Pnitrophenylphosphate) (1 tablet PNP dalam 5 ml PNP buffer) dan diinkubasi selam menit pada suhu ruang. Perubahan warna diamati pada masingmasing sumuran. Apabila warna telah berubah menjadi kuning, reaksi segera dihentikan dengan menambahkan 50 µl NaOH 3M. Hasil ELISA dianalisis secara kuantitatif dengan ELISA reader (BIO-RAD Model 550) pada panjang gelombang 405 nm. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dengan taraf nyata (α) = 5%. Pengaruh perlakuan yang berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan uji selang berganda Duncan (DMRT) dengan taraf nyata 5%. Data diolah dengan program Statistical Analysis System (SAS) versi Pada pengujian respons varietas kacang panjang, perlakuan terdiri atas lima varietas yaitu Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan, dan Pilar. Setiap varietas tanaman diulang sebanyak sepuluh kali, untuk masing-masing

23 13 varietas terdapat kontrol dengan sepuluh ulangan, sehingga jumlah tanaman dalam pengujian inokulasi BCMV pada tanaman kacang panjang adalah 100 tanaman. Pada pengujian penularan BCMV melalui serangga vektor kutudaun, perlakuan terdiri atas jumlah serangga/tanaman yaitu 1 ekor/tanaman, 3 ekor/tanaman, 5 ekor/tanaman, 7 ekor/tanaman, dan 10 ekor/tanaman dengan lima ulangan dan setiap perlakuan terdapat kontrol dengan jumlah yang sama yaitu lima ulangan, sehingga jumlah tanaman yang diuji sebanyak 50 tanaman. Parameter Pengamatan 1). Persentase kejadian penyakit dihitung dengan rumus : Keterangan : KP = Kejadian Penyakit (% tanaman bergejala) n = Tanaman bergejala N = Jumlah tanaman yang diamati/diinokulasi 2). Persentase keparahan penyakit dihitung dengan rumus : Keterangan : P = Tingkat kerusakan n = Jumlah bagian tanaman yang diamati pada kategori serangan (daun, bunga, polong). v = Nilai kategori serangan Z = Nilai skala kategori serangan tertinggi N= Jumlah seluruh bagian yang diamati (daun, bunga, polong) Skala kategori serangan penyakit yang digunakan adalah sebagai berikut (Gambar 3): Skor 0 = Tanaman tidak bergejala Skor 1 = Gejala mosaik ringan dengan pemucatan tulang daun Skor 2 = Gejala mosaik sedang Skor 3 = Gejala mosaik berat Skor 4 = Malformasi daun (kerdil atau mati)

24 14 a b c d e Gambar 3 Skala kategori serangan penyakit (a) skor 0; (b) skor 1; (c) skor 2; (d) skor 3; (e) skor 4. 3). Periode inkubasi virus dalam tanaman adalah waktu timbulnya gejala, dari mulai inokulasi sampai terlihat gejala pertama. 4). Masa pembungaan, diamati pada saat bunga pertama kali muncul (bakal bunga); jumlah bunga yang muncul dihitung sampai empat minggu setelah masa berbunga. 5). Bobot polong/tanaman dihitung mulai dari kacang panjang siap panen yaitu pada saat tanaman berumur hari. Polong yang tepat untuk dipanen yaitu berwarna hijau segar dan polongnya masih padat. Tanaman kacang panjang dapat dipanen beberapa kali, dengan interval panen dilakukan seminggu sekali berjalan sampai masa produktif terhenti atau setelah tanaman berumur sekitar 4 bulan.

25 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Respons Lima Varietas Kacang Panjang terhadap Infeksi BCMV Parameter untuk mengukur infeksi BCMV pada lima varietas uji terdiri atas periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit. Periode inkubasi BCMV berkisar antara 6-16 hari. Gejala pertama kali terlihat pada 6 hari setelah inokulasi (HSI) yaitu pada varietas Parade, sedangkan gejala paling lama muncul pada varietas Long Silk (Tabel 1). Perbedaan periode inkubasi dapat disebabkan oleh sifat dan kecepatan perkembangan virus dalam jaringan serta tingkat kerentanan tanaman terhadap infeksi virus. Menurut Walkey (1991), periode inkubasi tanaman dipengaruhi oleh faktor inang, konsentrasi virus, dan faktor lingkungan. Tabel 1 Periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit mosaik kuning pada lima varietas kacang panjang Varietas Periode Inkubasi (HSI) Kejadian Penyakit a (%) Keparahan Penyakit ± Stdev b (%) Parade a New Jaliteng a Long Silk a Super Sainan a Pilar a a Kejadian penyakit adalah proporsi tanaman bergejala / tanaman yang diinokulasi b Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5% Kejadian penyakit pada lima varietas mencapai % (Tabel 1). Tingginya kejadian penyakit tersebut menunjukan bahwa kelima varietas kacang panjang tidak tahan terhadap infeksi BCMV. Tingkat keparahan penyakit pada varietas uji tidak berbeda nyata, dengan kisaran antara 49.06% sampai 69.69% (Tabel 1). Varietas Super Sainan menunjukan keparahan tertinggi (69.69%) dan varietas Long Silk terendah (49.06%). Damayanti (2009) melakukan penelitian yang sama menggunakan 10 varietas kacang panjang (Bre Nero, Guma, Parade, Bapan, Jaliteng, Pilar, Super Sainan, Hijau Super, Super Putih, dan Jangkis) dan hasil pengamatan terhadap keparahan penyakit menunjukan tingkat keparahan

26 16 varietas Parade, Super Sainan, dan Pilar berkisar 3.00, sedangkan varietas New Jaliteng berkisar Agrios (2005) menyatakan bahwa genotip varietas tanaman menentukan tipe gejala yang akan muncul dan variasi kerentanan terhadap patogen disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah gen yang mengatur ketahanan setiap varietas. Belum ada informasi mengenai sifat ketahanan kelima varietas kacang panjang yang diuji terhadap BCMV. Titer virus pada tanaman terinfeksi diukur pada 2 MSI dan 4 MSI menggunakan metode ELISA. Berdasarkan analisis kuantitatif ELISA diketahui bahwa nilai absorbansi ELISA (NAE) pada 2 MSI lebih tinggi dibandingkan pada 4 MSI. Penurunan NAE pada lima varietas kacang panjang berkisar antara 15.41% sampai 79.05% dengan penurunan tertinggi terjadi pada varietas Pilar (79.05%) dan Parade (67.74%) (Tabel 2). Hal ini menunjukan sifat predisposisi tanaman inang (kerentanan dan kepekaan atau ketahanan dan toleransi) berpengaruh dalam replikasi virus. Faktor umur tanaman juga penting, dengan kecenderungan tanaman muda lebih rentan terhadap infeksi virus dibandingkan dengan tanaman dewasa (fenomena ketahanan tanaman dewasa) (Bos 1990). Tabel 2 Analisis kuantitatif hasil ELISA lima varietas kacang panjang yang diinokulasi BCMV Varietas Nilai Absorban ELISA (NAE) ± Stdev* 2 MSI 4 MSI Sehat Sehat Terinfeksi Terinfeksi Penurunan NAE (%) Parade 0.10 ± 0.003a 0.34 ± 0.11b 0.11 ± 0.004b 0.11 ± 0.002a New Jaliteng Long Silk Super Sainan 0.20 ± 0.14a 0.41 ± 0.23b 0.09 ± 0.001ab 0.32 ± 0.19a ± 0.02a 0.47 ± 0.21b 0.10 ± 0.02ab 0.32 ± 0.02a ± 0.03a 0.48 ± 0.18b 0.11 ± 0.01a 0.39 ± 0.01a Pilar 0.22 ± 0.01a 2.12 ± 0.98a 0.12 ± 0.08a 0.45 ± 0.14a * Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5% Gejala infeksi BCMV pada lima varietas kacang panjang terdiri atas mosaik ringan, sedang, berat, dan diikuti dengan malformasi daun dengan tipe

27 17 gejala melepuh, mengerut, dan pengerdilan. Gejala pertama kali muncul berupa pemucatan tulang daun (vein clearing) pada daun-daun muda, mengakibatkan jaringan sekitarnya mengalami klorosis, menjadi hijau muda, kemudian berkembang menjadi mosaik kuning disertai dengan malformasi daun. Setelah itu, tulang daun akan mengerut sehingga daun bergelombang dan permukaan daun tidak merata. Gejala lanjut akan menunjukan lepuhan, pengerdilan, dan akhirnya layu (Gambar 4). Semua varietas menunjukan gejala malformasi. Varietas Super Sainan dan Pilar menunjukan gejala yang lebih parah dibandingkan tiga varietas lainnya, karena tanaman yang terinfeksi mengalami pengerdilan (Gambar 4c & 4d). a b c d e Gambar 4 Gejala daun kacang panjang terinfeksi BCMV (a) Mosaik ringan, (b) Mosaik sedang, (c) Mosaik berat dan daun mengecil, (d) Malformasi daun dan pengerdilan tanaman, (e) Tanaman sehat. Menurut Matthews (1991) faktor genetik inang mempengaruhi tipe gejala tanaman yang terinfeksi, sedangkan Agrios (2005) berpendapat bahwa faktor genetik tidak hanya mempengaruhi tipe gejala tetapi juga variasi dalam kerentanan terhadap patogen yang disebabkan perbedaan jenis dan jumlah gen yang mengatur ketahanan pada setiap jenis varietas. Pengaruh Infeksi BCMV terhadap Pembungaan Tanaman kacang panjang yang terinfeksi BCMV cenderung mengalami penghambatan pada fase pembungaan. Kemunculan bunga pertama menjadi lebih lambat dibandingkan tanaman sehat. Hal tersebut terutama tampak pada varietas

28 18 Long Silk, Super Sainan, dan Pilar dengan masa berbunga tanaman terinfeksi berbeda nyata dengan tanaman sehat (Tabel 3). Jumlah bunga yang terbentuk juga cenderung lebih rendah pada tanaman terinfeksi, bahkan untuk varietas Parade jumlah bunga pada tanaman terinfeksi berbeda nyata dengan tanaman sehat. Pembentukan bunga terhambat karena infeksi virus dapat menurunkan kadar hormon dan merangsang sintesis zat penghambat pertumbuhan serta menyebabkan penurunan jumlah bunga yang dihasilkan (Agrios 2005). Selain itu, daun yang diinokulasi BCMV mudah sekali gugur karena tanaman lebih cepat membentuk lapisan absisi. Tabel 3 Pengaruh inokulasi BCMV terhadap masa berbunga dan jumlah bunga Tanaman Uji Masa Berbunga (HST) ± Stdev* Sehat Terinfeksi Jumlah Bunga ± Stdev Sehat Terinfeksi Parade ± 2.06c ± 2.78bc ± 4.38a 9.50 ± 1.17b New Jaliteng ± 2.62c ± 3.09bc 9.00 ± 1.41bc 6.66 ± 1.73cd Long Silk ± 4.27a ± 9.02b 5.50 ± 2.44cd 6.00 ± 3.58cd Super Sainan ± 4.97a ± 8.12b 7.62 ± 3.08cd 6.66 ± 3.88cd Pilar ± 4.11a ± 6.02b 6.00 ± 0.57cd 4.30± 2.58d *Angka dalam baris yang sama diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5% awal. Pengaruh Infeksi BCMV terhadap Bobot Polong per Tanaman Inokulasi BCMV dilakukan pada saat tanaman berada pada fase vegetatif Infeksi BCMV pada saat tersebut sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman. Tanaman mengalami kekerdilan karena pertumbuhan yang terhambat akibat laju fotosintesis rendah sehingga kabohidrat yang dimanfaatkan lebih sedikit dalam perkembangan akar, batang, dan daun. Selain itu, tanaman yang terinfeksi virus akan mengalami peningkatan respirasi sehingga tanaman akan menjadi cepat layu (Matthews 1993). Varietas Parade memiliki potensi bobot polong paling tinggi dibandingkan varietas lainnya sedangkan varietas Super Sainan potensi bobot polongnya paling rendah (Tabel 4). Infeksi BCMV dapat menyebabkan penurunan bobot polong yang cukup besar. Penurunan bobot polong akibat infeksi BCMV berkisar

29 % sampai 85.15%. Secara umum, infeksi BCMV menyebabkan penurunan bobot polong yang sangat nyata pada kelima varietas tanaman kacang panjang. Tabel 4 Pengaruh infeksi BCMV pada lima varietas kacang panjang terhadap bobot polong per tanaman Varietas Bobot Polong (g) ± Stdev* Sehat Terinfeksi Penurunan Bobot (%) Parade ± 9.762a ± 5.032ab New Jaliteng ± 6.215a ± 6.159bc Long Silk ± 7.781bc ± 3.027cde Super Sainan ± 3.712cde ± 1.986e Pilar ± 3.978cd ± 3.655de *Angka dalam baris yang sama diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5% Pengaruh Jumlah Kutudaun terhadap Infeksi BCMV Hasil identifikasi kutudaun yang dikumpulkan dari pertanaman kacang panjang di Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor menunjukan bahwa spesies kutudaun tersebut adalah A. craccivora. Ciri-ciri penting A. craccivora yang diamati sesuai dengan kunci identifikasi (Blackman dan Eastop 2000) yaitu imago (aptera) dengan panjang tubuh 1.35 mm, panjang sifunkuli 0.45 mm, panjang kauda 0.28 mm, jumlah rambut pada kauda 5-6 helai, dan kepala tempat antena melekat tidak berkembang (weakly developed) (Gambar 5). Penularan BCMV menggunakan jumlah kutudaun yang berbeda bertujuan untuk mengetahui efisiensi kutudaun sebagai serangga vektor. Tipe gejala infeksi pada kacang panjang yang ditularkan melalui A. craccivora hampir sama seperti perlakuan dengan metode mekanis yaitu terdiri atas pemucatan tulang daun (vein banding), mosaik, dan malformasi daun. Hasil penularan membuktikan bahwa satu ekor A. craccivora telah mampu menyebabkan 60% kejadian penyakit. Kejadian penyakit mencapai 100% ketika digunakan lebih banyak A. craccivora, yaitu tujuh ekor dan sepuluh ekor per tanaman. Melalui penularan dengan kutudaun, infeksi BCMV terlihat lebih lambat dibandingkan dengan penularan secara mekanis. Periode inkubasi BCMV yang ditularkan melalui kutudaun berkisar antara 11 hari sampai 18 hari. Gejala pertama kali muncul pada

30 20 perlakuan 10 ekor kutudaun per tanaman dan perpanjangan periode inkubasi berkorelasi dengan jumlah kutudaun per tanaman. Gambar 5 Preparat kutudaun (A. craccivora) tidak bersayap (aptera) (a) Imago, (b) Kauda, (c) Sifunkuli, (d) Kepala tempat melekat antena tidak berkembang. Tabel 5 Analisis kuantitatif hasil ELISA pada kacang panjang varietas Parade yang diinokulasi BCMV melalui serangga vektor Jumlah kutudaun/tanaman Periode Inkubasi (HSI) Kejadian Penyakit a (%) NAE ± Stdev b 4 MSI ± b ± ab ± ab ± a ± a a Kejadian penyakit adalah proporsi tanaman bergejala / tanaman yang diinokulasi b Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%; NAE=Nilai absorban ELISA Keberhasilan serangga vektor kutudaun menularkan virus dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ketepatan kutudaun menghisap cairan tanaman dari sel tanaman yang mengandung virus (Djikstra dan De jager 1998). Lebih lanjut Matthews (1991) menjelaskan bahwa, konsentrasi virus pada tanaman terinfeksi dapat berbeda pada tiap bagian jaringan tanaman. kutudaun tidak menghisap jaringan tanaman yang mengandung virus, maka tidak Bila akan terjadi penularan. Semakin banyak jumlah kutudaun akan meningkatkan kesempatan penularan virus.

31 21 Hasil pengukuran kejadian penyakit dan titer virus (NAE) tidak selalu berkorelasi (Tabel 5). Hal tersebut terutama terlihat pada perlakuan satu kutudaun per tanaman. Berdasarkan gejala mosaik yang muncul terdapat tiga tanaman yang terinfeksi, tetapi menurut NAE reaksi ELISA tergolong reaksi negatif. Gejala mosaik yang muncul tersebut diduga disebabkan oleh virus lain sehingga perlu konfirmasi lebih lanjut.

32 22 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Infeksi BCMV pada tanaman kacang panjang menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tanaman sehingga berpengaruh terhadap perkembangan dan produksi tanaman. Peran kutudaun A. craccivora sebagai serangga vektor berpotensi untuk menyebarkan penyakit terutama bila populasi kutudaun tinggi. Varietas-varietas kacang panjang Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan dan Pilar menunjukan respons sangat rentan terhadap infeksi BCMV dengan kejadian penyakit > 90% dan gejala berat berupa malformasi daun dan kekerdilan tanaman. Infeksi BCMV pada kelima varietas tersebut menyebabkan penundaan waktu berbunga berkisar antara 2 sampai 5 hari dan rata-rata penurunan bobot polong per tanaman mencapai 46.59%. Efisiensi penularan BCMV melalui A. craccivora berkolerasi positif dengan jumlah serangga vektor. Saran Berdasarkan hasil penelitian, perlu lebih banyak varietas yang diuji untuk evaluasi respons ketahanan varietas kacang panjang dalam percobaan di lapangan. Hal ini untuk mengetahui tingkat ketahanan varietas tersebut dalam kondisi alami. Perlu dilakukan penelitian berkaitan dengan upaya pengendalian kutudaun A. craccivora sebagai vektor BCMV. Penelitian lebih lanjut menggunakan beberapa spesies kutudaun perlu dilakukan untuk mengetahui potensinya sebagai vektor BCMV.

33 23 DAFTAR PUSTAKA Agrios GN Plant Pathology. Ed. ke-4. San Diego: Academic Press. Agrios GN Plant Pathology. Ed. ke-5. New York: Academic Press. Anwar A, Sudarsono, Ilyas S Indonesian vegetable seeds: Current condition and prospects in business of vegetable seeds. Bul. Agron (33) (1): Blackman RL, Eastop VF Aphids on the World Crop: An Identification and Information Guide. London: The Natural History Museum. Bos L Pengantar Virologi Tumbuhan. Triharso, Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction to Plant Virology. Cottier W Aphids of New Zealand. Wellington: New Zealand Departement of Scientific and Industrial Research. Damayanti TA, Suryadi D Identifikasi penyebab daun kecil kacang panjang Cowpea little leaf disease (CLLD) isolat Indonesia; kajian sifat bioekologi dan biomolekuler [abstrak]. J Bogor Agriculture University. [31 Oktober 2011] Damayanti TA Kajian Sifat Bioekologi dan Biomolekuler Penyebab Outbreak Penyakit Kuning pada Kacang Panjang di Jawa Barat dan Jawa Tengah [abstrak]. J Bogor Agriculture University. [31 Oktober 2011] Darsono S Biologi dan perkembangan populasi A. craccivora Koch. (Homoptera: Aphididae) pada tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Djikstra J, De Jagger Practical Plant Virology: Protocol and Exercise. Boston: Springer. Eastop VF Study of Aphididae (Homoptera) of West Africa. London: W Clowes. Fareres A, Moreno A Behavioural aspect influencing plant virus transmission by homopteran insect. Virus Research 141: Hutapea JR Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Departemen Kesehatan: Jakarta. Jurgen K, Schmutterer H. Koch W Diseases, Pests and Weeds in Tropical Crops. New York: J Wiley. Karsono S Peningkatan hasil kacang panjang melalui cara mekanis dan kimia. Sumber Daya dan Produktivitas Kacang Hijau Dan Kacang- Kacangan Lain. Prosiding Peningkatan Efisiensi Penggunaan Input. Balai Penelitian Tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian. Malang. Hal

34 24 Martin The Identificatioan of common aphid pest of tropical agriculture. Tropical Pest Managemant. 49(4): Matthews REF Student Edition Plant Virology. Ed ke-3. London: Academic Press. Matthews REF Diagnosis of Plant Disease. Ed ke-3. Florida: CRC Press. Morales FJ, Bos L Bean common mosaic virus/aab Description of Plant Viruses. Virus Research 337. Mound Thysanoptera Slide Mounting Methods. Taxonomy Workshop 1 (Thrips). AADCP PS: Strengthening ASEAN Plant Health Capacity Project Kuala Lumpur-Malaysia. [PROSEA] Plant Resources South East Asia Legume Genetic Resources: The PROSEA Manual for Authors, Editors, and Publishers. Ed ke-10. Oshkosh: University of Wisconsin. Saleh N Pengaruh biji belang dan pengendalian vektor terhadap intensitas serangan soybean stunt virus dan hasil kedelai. Komponen teknologi peningkatan produksi tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian. Edisi Khusus Balitkabi 9: Suryadi, Luthfy, Kusandriani Y, Gunawan Karakteristik dan Deskripsi Plasma Nutfah Kacang Panjang. Buletin Plasma Nutfah 9(1): Walkey DGA Applied Plant Virology. Ed ke-2. London: Chapman and Hall. Wigglesworth VB The Principle of Insect Physiology. Ed ke-4. London: Methuen.

35 LAMPIRAN

36 Lampiran 1 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Parade Varietas : Parade Warna benih : Coklat Warna bunga : Putih Warna polong : Hijau Panjang polong : 85 cm Produksi : ton/ha Kebutuhan benih/ha : kg/ha Kemurnian fisik : 98% Daya berkecambah : 85% Panen : 45 HST

37 Lampiran 2 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas New Jaliteng Varietas : New Jaliteng Warna benih : Hitam-putih Warna bunga : Kuning muda Warna polong : Hijau Panjang polong : cm Produksi : ton/ha Kebutuhan benih/ha : kg/ha Kemurnian fisik : 99.8% Daya berkecambah : 88% Panen : 45 HST

38 Lampiran 3 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Long Silk Varietas : Long Silk Warna benih : Hitam-putih Warna bunga : Kuning muda Warna polong : Hijau Panjang polong : cm Produksi : ton/ha Kebutuhan benih/ha : kg/ha Kemurnian fisik : 98% Daya berkecambah : 98% Panen : 45 HST

39 Lampiran 4 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Super Sainan Varietas : Super Sainan Warna benih : Coklat tua Warna bunga : Ungu muda Warna polong : Putih Panjang polong : 70 cm Produksi : ton/ha Kebutuhan benih/ha : kg/ha Kemurnian fisik : 98% Daya berkecambah : 85% Panen : 45 HST

40 Lampiran 5 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Pilar Varietas : Pilar Warna benih : Hitam-putih Warna bunga : Putih Warna polong : Hijau Panjang polong : cm Produksi : ton/ha Kebutuhan benih/ha : kg/ha Kemurnian fisik : 95% Daya berkecambah : 85% Panen : 45 HST

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. golongan sayuran dan mengandung zat gizi cukup banyak. Kacang panjang adalah sumber

TINJAUAN PUSTAKA. golongan sayuran dan mengandung zat gizi cukup banyak. Kacang panjang adalah sumber II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Kacang panjang adalah tanaman hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kacang panjang merupakan anggota Famili Fabaceae

Lebih terperinci

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh Lina Setyastuti A44102061 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Virus Terbawa Benih Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas

Lebih terperinci

Dede Suryadi 1), Nursyamsih 1), Nila R. Pravitasari 1), Supatmi 1), Alghienka defaosandi 1), Tri Asmira Damayanti 1)

Dede Suryadi 1), Nursyamsih 1), Nila R. Pravitasari 1), Supatmi 1), Alghienka defaosandi 1), Tri Asmira Damayanti 1) 1 Barrier crop UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) Dede Suryadi 1), Nursyamsih 1), Nila R. Pravitasari 1), Supatmi 1), Alghienka defaosandi 1), Tri Asmira

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan sejak Februari 2011 sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Institut Pertanian Bogor di Cikabayan, Dramaga dan Laboratorium

Lebih terperinci

Respons Lima Varietas Kacang Panjang terhadap Bean common mosaic virus

Respons Lima Varietas Kacang Panjang terhadap Bean common mosaic virus ISSN: 0215-7950 Volume 10, Nomor 4, Agustus 2014 Halaman 112 118 DOI: 10.14692/jfi.10.4.112 Respons Lima Varietas Kacang Panjang terhadap Bean common mosaic virus Response of Five Varieties of Yard Long

Lebih terperinci

POTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp.

POTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp. POTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis) LULU KURNIANINGSIH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Vigna sinensis L.) bukan tanaman asli Indonesia. Plasma nutfah tanaman kacang

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Vigna sinensis L.) bukan tanaman asli Indonesia. Plasma nutfah tanaman kacang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Kacang panjang adalah salah satu jenis sayuran yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia maupun dunia. Tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae.

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. Golongan kacang panjang ini merupakan tanaman perdu semusim yang memiliki banyak manfaat bagi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Uji serologi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian serta pembacaan nilai absorban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang Bean common mosaic virus (BCMV)

TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang Bean common mosaic virus (BCMV) 4 TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) adalah tanaman sayuran yang sudah lama ditanam di Indonesia. Sumber genetik tanaman kacang panjang diduga berasal dari India, Cina,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Arti Penting Tanaman Bengkuang

TINJAUAN PUSTAKA. Arti Penting Tanaman Bengkuang TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Tanaman Bengkuang Bengkuang merupakan tanaman asli dari Amerika Tengah dan ditanam menggunakan benih. Umbi bengkuang mengandung 80-90% air, 10-17% karbohidrat, 1-2,5% protein;

Lebih terperinci

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A44102060 PROGRAM STUD1 HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 2 SEPTEMBER 2010 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 2 SEPTEMBER 2010 ISSN AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 2 SEPTEMBER 2010 ISSN 1979-5777 101 EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG DENGAN Aphis craccivora Koch. DAN A. gossypii Glover. Tri Asmira Damayanti*, Endah Muliarti*, Dewi

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Perlakuan Ekstrak Tumbuhan terhadap Waktu Inkubasi, Kejadian Penyakit, Keparahan, dan NAE Waktu inkubasi. Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh beragam waktu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Wawancara Pengamatan dan Pengambilan Contoh

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Wawancara Pengamatan dan Pengambilan Contoh 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di enam perkebunan buah naga di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari tiga kabupaten. Kebun pengamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Cendawan Endofit terhadap Gejala dan Titer ChiVMV pada Tanaman Cabai Tanaman cabai varietas TM88 yang terinfeksi ChiVMV menunjukkan gejala yang ringan yaitu hanya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas 30 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA WAKTU INOKULASI DAN EFISIENSI Bean common mosaic virus TERBAWA BENIH KACANG PANJANG HAMDAYANTY

HUBUNGAN ANTARA WAKTU INOKULASI DAN EFISIENSI Bean common mosaic virus TERBAWA BENIH KACANG PANJANG HAMDAYANTY i HUBUNGAN ANTARA WAKTU INOKULASI DAN EFISIENSI Bean common mosaic virus TERBAWA BENIH KACANG PANJANG HAMDAYANTY DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ii ABSTRAK

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Merah Besar Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu namun pada batang muda berambut halus berwarna hijau. Tinggi tanaman mencapai 1 2,5 cm dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang. Menurut Haryanto (2007), tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang. Menurut Haryanto (2007), tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Panjang 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang Menurut Haryanto (2007), tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan Divisi Kelas Sub

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosa. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Gladiol 2.1.1 Taksonomi Tanaman Gladiol Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Pteropsida

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium Agrobioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

Pengaruh Penyakit Virus Mosaik dan Kuning Terhadap Hasil Panen Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Di Desa Perean, Baturiti, Tabanan

Pengaruh Penyakit Virus Mosaik dan Kuning Terhadap Hasil Panen Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Di Desa Perean, Baturiti, Tabanan Pengaruh Penyakit Virus Mosaik dan Kuning Terhadap Hasil Panen Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Di Desa Perean, Baturiti, Tabanan NI NYOMAN ALIT PURWANINGSIH*) NI MADE PUSPAWATI I DEWA NYOMAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG. (Bean common mosaic virus-bcmv isolat Iybn) dengan Aphis. craccivora Koch. dan A.

EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG. (Bean common mosaic virus-bcmv isolat Iybn) dengan Aphis. craccivora Koch. dan A. EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG (Bean common mosaic virus-bcmv isolat Iybn) dengan Aphis craccivora Koch. dan A. gossypii Glover ENDAH MULIARTI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai memiliki biji berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai memiliki biji berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Morfologi Kedelai Tanaman kedelai memiliki biji berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji. Biji umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai VARIETAS ANJASMORO KABA SINABUNG No. Galur MANSURIAV395-49-4 MSC 9524-IV-C-7 MSC 9526-IV-C-4 Asal Seleksi massa dari populasi Silang ganda 16 tetua Silang ganda

Lebih terperinci

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var. UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var. Domba) Onesia Honta Prasasti (1509100036) Dosen Pembimbing : Kristanti Indah

Lebih terperinci

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Tanaman jagung disamping sebagai bahan baku industri pakan dan pangan pada daerah tertentu di Indonesia dapat juga sebagai makanan pokok. Karena

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycines max L. Merril) Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman eksotik yang diperkirakan berasal dari Manshukuw (Cina) yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. yang merupakan kumpulan dari pelepah yang satu dengan yang lain. Bawang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. yang merupakan kumpulan dari pelepah yang satu dengan yang lain. Bawang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang merah termasuk dalam faimili Liliaceae yang termasuk tanaman herba, tanaman semusim yang tidak berbatang, hanya mempunyai batang semu yang merupakan kumpulan

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI Triyani Dumaria DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai

Lebih terperinci