TEKNIK PENGELOLAAN DAN PENILAIAN KESEJAHTERAAN MURAI BATU (Copsychus malabaricus Scopoli, 1788) DI MEGA BIRD AND ORCHID FARM, BOGOR, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNIK PENGELOLAAN DAN PENILAIAN KESEJAHTERAAN MURAI BATU (Copsychus malabaricus Scopoli, 1788) DI MEGA BIRD AND ORCHID FARM, BOGOR, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 TEKNIK PENGELOLAAN DAN PENILAIAN KESEJAHTERAAN MURAI BATU (Copsychus malabaricus Scopoli, 1788) DI MEGA BIRD AND ORCHID FARM, BOGOR, JAWA BARAT ISNIA ESTU MARIFA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Pengelolaan dan Penilaian Kesejahteraan Murai Batu (Copsychus malabaricus Scopoli, 1788) di Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Isnia Estu Marifa NIM E

4 ABSTRAK ISNIA ESTU MARIFA. Teknik Pengelolaan dan Penilaian Kesejahteraan Murai Batu (Copsychus malabricus Scopoli, 1788) di Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh LIN NURIAH GINOGA dan BURHANUDDIN MASY UD. Populasi murai batu (Copsychus malabaricus) di habitat alaminya mengalami penurunan akibat perburuan, konversi dan degradasi hutan. Upaya konservasi yang dapat dilakukan yakni konservasi ek-situ melalui kegiatan penangkaran. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2014 di Mega Bird and Orchid Farm. Kandang murai batu di MBOF terdiri dari kandang pembesaran, kandang reproduksi dan inkubator. Jenis pakan yang diberikan pada murai batu yakni pur dan jangkrik. Ukuran keberhasilan penangkaran murai batu di MBOF pada tahun 2013 dan 2014 yakni persentase tingkat perkembangbiakan induk sebesar 70% dan 23.80%, daya tetas telur sebesar 66% dan 82.35% dan angka kematian 33.33% dan 21.43%. Penilaian kesejahteraan murai batu di MBOF menurut pengelola memiliki skor sebesar dan menurut pengamat sebesar yang memiliki arti pengelolaan yang dilakukan sudah cukup memenuhi kriteria kesejahteraan satwa. Kata kunci: daya tetas telur, kematian, kesejahteraan satwa, murai batu, perkembangbiakan ABSTRACT ISNIA ESTU MARIFA. Management Technique and Welfare Assessment of White-Rumped Shama (Copsychus malabaricus Scopoli, 1788) at Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, West Java. Supervised by LIN NURIAH GINOGA and BURHANUDDIN MASY'UD. Population of white-rumped shama (Copsychus malabaricus) in their natural habitat tends to decrease due to hunting activity, and forest conversion and degradation. One of efforts to conserve this species is ex-situ conservation by means of birds-keeping. This research aims to analyze management technique and to assess the success of bird-keeping of white-rumped shama at Mega Bird and Orchid Farm (MBOF). This study was conducted from May to July Types of hutches at MBOF are development, reproduction and incubation buildings. Feedstocks used in this research were powder and crickets. The percentage of reproduction level in 2013 and 2014 were respectively 70% and 23.80% while the hatchability were 66% and 82.35% and mortality were 33.33% and 21.43%. Welfare assessment conducted by breeder is while it is based on the research result is The conclusion is that management of white-rumped shama by MBOF complies with animal welfare criteria. Keywords: animal welfares, hatchability, mortality, reproduction, white-rumped shama

5 TEKNIK PENGELOLAAN DAN PENILAIAN KESEJAHTERAAN MURAI BATU (Copsychus malabaricus Scopoli, 1788) DI MEGA BIRD AND ORCHID FARM, BOGOR, JAWA BARAT ISNIA ESTU MARIFA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Teknik Pengelolaan dan Penilaian Kesejahteraan Murai Batu (Copsychus malabaricus, Scopoli 1788) di Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, Jawa Barat Nama : Isnia Estu Marifa NIM : E Disetujui oleh Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi Pembimbing I Dr Ir Burhanuddin Masy'ud, MS Pembimbing II Diketahui oleh Prof Dr Ir H Sambas Basuni, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah penangkaran, dengan judul Teknik Pengelolaan dan Penilaian Kesejahteraan Murai Batu (Copsychus malabaricus, Scopoli 1788) di Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, Jawa Barat. Karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik karena tidak luput dari dukungan berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung. Penghargaan dan terimakasih diberikan kepada Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi dan Bapak Dr Ir Burhanuddin Masy ud, MS sebagai dosen pembimbing yang dengan sepenuh hati mendukung dan senantiasa memberikan kritik dan saran. Diucapkan juga terimakasih kepada orang tua Bapak Sukandar dan Ibu Kurnia Harapini yang selalu bermurah hati untuk mendoakan penulis selama menempuh pendidikan dan mencari ilmu pengetahuan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf pengelola penangkaran Mega Bird and Orchid Farm yang telah membantu selama pengumpulan data karya ilmiah ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman KSHE 47 dan pihak-pihak lain yang telah berpartisipasi dalam mensukseskan karya ilmiah ini secara tidak langsung yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Desember 2014 Isnia Estu Marifa

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Waktu dan Tempat 2 Objek Penelitian 2 Alat 2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 2 Analisis Data 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Teknik Pengelolaan Penangkaran Murai Batu di MBOF 7 Penilaian Kesejahteraan Murai Batu di MBOF 21 SIMPULAN DAN SARAN 25 Simpulan 25 Saran 25 DAFTAR PUSTAKA 26

10 DAFTAR TABEL 1 Jenis dan metode pengumpulan data 3 2 Bobot parameter kesejahteraan satwa 7 3 Klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa 7 4 Populasi murai batu sampai bulan Juli Jenis, ukuran, dan konstruksi kandang murai batu di MBOF 9 6 Fasilitas kandang murai batu 10 7 Perawatan kandang murai batu di MBOF 13 8 Jenis pakan dan minum murai batu di MBOF 14 9 Jumlah konsumsi pakan murai batu Kandungan gizi pakan murai batu Konsumsi protein dan energi murai batu di MBOF Riwayat penyakit yang pernah diderita murai batu di MBOF Perbedaan murai batu jantan dan betina Klasifikasi harga jual murai batu di MBOF Persentase tingkat keberhasilan breeding murai batu di MBOF periode tahun 2013 dan Penilaian tingkat kesejahteraan murai batu di MBOF 21 DAFTAR GAMBAR 1 Murai batu di MBOF 8 2 Fasilitas kandang reproduksi murai batu 11 3 Fasilitas kandang inkubator murai batu 11 4 Fasilitas kandang pembesaran murai batu 12 5 Suhu dan kelembaban kandang murai batu di MBOF 13 6 Sketsa murai batu: (a) jantan dewasa, (b) betina dewasa 17 7 Anakan murai batu usia 2 bulan: (a) jantan, (b) betina 18 8 Anakan murai batu 19

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Burung murai batu (Copsychus malabaricus) merupakan jenis burung dari famili Muscicapidae yang dikenal dengan sebutan kucica hutan. Burung murai batu atau dalam bahasa Inggris disebut white-rumped shama banyak digemari karena keindahan suaranya. Menurut Delacour (1947) diacu dalam Basuni et al. (2005) murai batu memiliki daya tarik yang cukup besar untuk dipelihara karena termasuk kelompok burung yang bersuara bagus (the best song birds), sehingga burung ini sangat digemari dan dicari oleh para penggemar burung. Murai batu dapat ditemukan di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan bahkan sampai ke Asia Tenggara dan India (Fauzi 2014, MacKinnon 2010). Saat ini murai batu sudah menjadi burung langka di Pulau Jawa dan Pulau Kangean (MacKinnon et al. 2010). Basuni et al. (2005) menjelaskan populasi murai batu di alam sudah mulai langka karena memiliki sifat teritorial yang kuat serta banyaknya perburuan akibat kekhasan suaranya sebagai burung kicau. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Jepson dan Ladle (2009) yang mengatakan bahwa murai batu merupakan burung yang memiliki suara luar biasa dan termasuk jenis yang populasinya terbatas akibat tingginya eksploitasi. Hasil penelitian di Hutan Wisata Pananjung Pangandaran menyebutkan bahwa kepadatan populasi murai batu yaitu 6 pasang per 10 ha (Basuni et al. 2005). Penyebab lain penurunan populasi murai batu di alam adalah terjadinya konversi dan degradasi hutan (Basuni et al. 2005) serta nilai ekonomi murai batu yang tinggi. Jepson et al. (2011) menjelaskan burung murai batu muda di Jakarta dijual seharga 2,5 juta rupiah per pasang. Semakin dewasa dan semakin bagus suara yang dihasilkan maka harga murai batu akan semakin tinggi. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) tahun 2013 menyatakan status murai batu berada pada kategori least concern atau resiko rendah. Burung murai batu juga belum termasuk ke dalam daftar Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora (CITES) dan belum ditetapkan sebagai spesies yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan akan terjadi kelangkaan pada spesies tersebut akibat banyaknya perburuan dan eksploitasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya konservasi untuk tetap mempertahankan eksistensi murai batu dan menjaganya dari kepunahan. Salah satu upaya konservasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi penangkapan murai batu di alam yaitu melalui kegiatan penangkaran. Manfaat lain dari kegiatan penangkaran yakni dapat memberikan keuntungan ekonomi. Salah satu penangkaran yang berhasil mengembangbiakkan murai batu adalah penangkaran Mega Bird and Orchid Farm (MBOF). Keberhasilan kegiatan penangkaran ditentukan oleh teknik pengelolaan yang dilakukan oleh pengelola. Pengetahuan mengenai tingkat kesejahteraan satwa juga penting diketahui untuk menjaga kelestarian satwa di penangkaran. Selain itu, menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 8 Tahun 1999 satwa yang dipelihara di suatu lembaga konservasi perlu diperhatikan dan dipenuhi kesejahteraannya.

12 2 Berdasarkan pemikiran tersebut, penelitian mengenai teknik pengelolaan dan penilaian kesejahteraan murai batu di MBOF perlu dilakukan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengkaji teknik pengelolaan dan menilai kesejahteraan murai batu (Copsychus malabaricus) di MBOF. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan informasi bagi upaya pelestarian murai batu secara ek-situ. 2. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi upaya pengembangan penangkaran murai batu, khususnya di penangkaran MBOF, Bogor, Jawa Barat. METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli Penelitian ini dilakukan di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) yang berlokasi di Desa Cijujung Tengah, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah murai batu (Copsychus malabaricus) yang berada di penangkaran MBOF. Murai batu yang dijadikan objek penelitian berjumlah 6 ekor. Alat Alat-alat yang digunakan meliputi termometer dry-wet, meteran, timbangan, kamera digital, kalkulator, panduan wawancara, dan alat tulis. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung, pengukuran, teknik wawancara serta penelusuran dokumen/studi pustaka. Jenis dan metode pengumpulan data lebih lengkap terangkum dalam Tabel 1.

13 Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data 3 Jenis Data Data Primer Data Sekunder Data yang dikumpulkan A. Teknik pengelolaan: 1. Proses adaptasi 2.Manjemen kandang 3. Manajemen pakan 4. Manajemen kesehatan dan perawatan 5. Manajemen reproduksi 6. Pemanfaatan hasil 7. Tingkat keberhasilan B. Tingkat Kesejahteraan 1. Asal-usul bibit 2. Populasi 3. Sejarah penangkaran 4. Struktur organisasi 5. Jumlah tenaga kerja Metode pengambilan data Pengamatan Pengukuran Wawancara Dokumen / studi pustaka Data Primer A. Teknik pengelolaan Data-data yang dikumpulkan untuk mengkaji teknik pengelolaan penangkaran murai batu diantaranya : a) Proses adaptasi meliputi : perlakuan yang diberikan untuk adaptasi dan lama waktu adaptasi. Data dan informasi mengenai teknik adaptasi diperoleh dengan cara pengamatan langsung dan wawancara kepada pengelola. b) Manajemen kandang meliputi : jenis kandang, konstruksi kandang, jumlah kandang, ukuran kandang, perlengkapan kandang, suhu dan kelembaban kandang, serta perawatan kandang yang meliputi kegiatan membersihkan kandang, mengganti fasilitas di dalam kandang dan memperbaiki bagian kandang yang rusak. Data mengenai ukuran kandang dilakukan dengan cara mengukur panjang, lebar, dan tinggi kandang. Pengukuran suhu dan kelembaban kandang dilakukan juga selama 14 hari pada pagi (08.00 WIB),

14 4 siang (12.00 WIB), dan sore hari (16.00 WIB) dengan cara menggantungkan termometer dry-wet di dalam kandang. Informasi mengenai jenis, konstruksi, jumlah, perlengkapan dan perawatan kandang dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan wawancara dengan pengelola. c) Manajemen pakan meliputi : jenis pakan, waktu pemberian pakan, jumlah pemberian pakan, frekuensi, cara pemberian pakan, jumlah konsumsi, serta kebutuhan protein dan kalori. Pengamatan dan pengukuran jumlah konsumsi, kebutuhan protein dan kalori dilakukan selama 7 hari dengan cara menimbang setiap jenis pakan yang diberikan pengelola pada pagi dan sore hari. Pengumpulan data mengenai jenis, waktu pemberian, frekuensi, dan cara pemberian pakan dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan wawancara kepada pengelola. d) Manajemen kesehatan meliputi : jenis penyakit, bentuk pencegahan, upaya pengobatan, serta jenis obat dan vitamin yang diberikan. Pengumpulan data mengenai aspek kesehatan dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan wawancara kepada pengelola. e) Manajemen reproduksi meliputi : musim kawin di penangkaran, pemilihan bibit, penentuan jenis kelamin, sex ratio, jumlah anak per penetasan, pengaturan peneluran atau penetasan, pembesaran atau pengasuhan anak, serta tingkat keberhasilan breeding. Pengumpulan data mengenai aspek reproduksi dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan wawancara kepada pengelola. f) Pemanfaatan hasil meliputi : bentuk pemanfaatan, harga jual dan harga beli, teknik packing dan pengiriman, serta jalur pemasaran. Pengumpulan data mengenai pemanfaatan hasil dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan wawancara kepada pengelola. g) Tingkat keberhasilan meliputi : persentase perkembangbiakan induk betina, persentase daya tetas telur, dan persentase angka kematian. Pengumpulan data mengenai ukuran keberhasilan dilakukan dengan cara penelusuran dokumendokumen mengenai kegiatan penangkaran dan wawancara kepada pengelola. B. Penilaian kesejahteraan satwa Pengumpulan data penilaian kesejahteraan satwa dilakukan dengan cara wawancara kepada pengelola dan pengamatan langsung. Data yang dikumpulkan mengenai penilaian kesejahteraan satwa meliputi lima prinsip kesejahteraan satwa yakni: a) Bebas dari rasa lapar dan haus b) Bebas dari rasa tidak nyaman c) Bebas dari sakit, luka dan penyakit d) Bebas untuk mengekspresikan tingkah laku alami e) Bebas dari rasa takut dan tertekan Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data mengenai asal-usul bibit murai batu yang ditangkarkan, populasi murai batu, sejarah kegiatan penangkaran murai batu di MBOF dan struktur organisasi penangkaran serta jumlah tenaga kerja (SDM).

15 5 Analisis Data Teknik Pengelolaan Data dan informasi mengenai teknik pengelolaan dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Data yang dianalisis secara deskriptif meliputi manajemen kandang, pakan, kesehatan, reproduksi, teknik adaptasi, pemanfaatan hasil dan ukuran keberhasilan serta data pendukung. Analisis deskriptif dilakukan dengan menguraikan semua data dan informasi yang diperoleh disertai dengan ilustrasi seperti tabel, grafik, serta kurva yang relevan. Data mengenai manajemen pakan dan ukuran keberhasilan dianalisis juga secara kuantitatif dengan menggunakan rumus berikut : 1. Jumlah konsumsi pakan Keterangan: JK = jumlah konsumsi B = berat pakan sebelum diberikan b = berat pakan sisa JK = B-b 2. Kandungan gizi pakan Kandungan gizi pakan murai batu dipenangkaran diperoleh melalui studi pustaka mengenai analisis proksimat yaitu analisis kimia untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terdapat di dalam suatu bahan makanan. 3. Jumlah konsumsi protein dan energi Jumlah konsumsi pakan yang perlu dianalisis meliputi konsumsi protein dan energi. Rumus yang digunakan untuk menghitung konsumsi protein yaitu: KP = Konsumsi suatu pakan Konsumsi pakan keseluruhan X %PK Rumus untuk menghitung konsumsi energi: KKal = Konsumsi suatu pakan X Kalori (Kkal) Konsumsi pakan keseluruhan 4. Persentase perkembangbiakan induk betina PI = t Tt x 100% Keterangan : PI = perkembangbiakan induk t = induk betina yang berkembangbiak Tt = induk betina seluruhnya

16 6 5. Persentase daya tetas telur Keterangan : DTT = daya tetas telur α = telur yang menetas β = telur yang ditetaskan DTT = α β x 100% 6. Persentase angka kematian Keterangan : AM = angka kematian M = anakan yang mati Mt = total anakan AM = M Mt x 100% Hasil perhitungan presentase daya tetas telur, presentase perkembangbiakan induk dan presentase angka kematian dikategorikan dengan kriteria nilai yakni: 0% - 30% : Rendah 31% - 70% : Sedang 71% - 100% : Tinggi Penilaian Kesejahteraan Analisis data tingkat kesejahteraan satwa dilakukan dengan cara pengisisan tabel kriteria evaluasi kesejahteraan satwa yang mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal PHKA No. P6/IV-SET/2011. Masing-masing kriteria terdiri dari variabel-variabel yang telah ditetapkan sebelumnya kemudian dinilai dengan memberikan skor pada setiap variabel. Nilai skoring untuk setiap variabel yaitu 1 = buruk, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik, 5 = sangat baik/memuaskan. Penialaian dilakukan oleh pengelola dan pengamat agar didapatkan hasil penilaian yang objektif. Nilai dari setiap variabel dihitung untuk mendapatkan nilai terbobot dengan rumus: Nilai terbobot = bobot x skoring Penentuan bobot komponen penilaian kesejahteraan satwa dilakukan berdasarkan tingkat kepentingannya (Tabel 2). Komponen bebas dari rasa lapar dan haus memiliki bobot paling tinggi (30%) karena pakan merupakan faktor pembatas dan pemegang peran kunci dalam suatu usaha penangkaran (Thohari 1987). Komponen bebas dari rasa tidak nyaman dan bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit memiliki bobot 20%. Komponen bebas dari rasa takut dan tertekan serta komponen bebas mengekspresikan perilaku alamiah memiliki bobot terkecil yakni 15% (Ayudewanti 2013 dan Laela 2013).

17 7 Tabel 2 Bobot parameter kesejahteraan satwa Komponen Bobot Skoring (nilai skor) Nilai terbobot Bebas dari rasa lapar dan haus Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit Bebas mengekspresikan perilaku alami Bebas dari rasa takut dan tertekan Nilai kesejahteraan satwa dihitung dengan menggunakan rumus: Skor penilaian = Σ nilai terbobot 5 Hasil perhitungan skor penilaian selanjutnya dikategorikan kedalam beberapa klasifikasi yang mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal PHKA No. P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi (Tabel 3). Tabel 3 Klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa Klasifikasi Penilaian Nilai Sangat Baik Baik Cukup Perlu Pembinaan <60.00 HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik Pengelolaan Penangkaran Murai Batu di MBOF Sejarah dan Struktur Organisasi Penangkaran Penangkaran Mega Bird Farm didirikan pada tahun Penangkaran ini kemudian berganti nama menjadi Mega Bird and Orchid Farm pada tahun Burung yang pertama kali ditangkarkan salah satunya adalah murai batu (Gambar 1). Pemilik penangkaran pada awalnya membuat penangkaran burung karena hobi dan kecintaannya terhadap burung berkicau termasuk murai batu. Kondisi populasi murai batu yang mulai langka juga melatarbelakangi dibentuknya penangkaran tersebut. Pemilik penangkaran khawatir murai batu di alam akan habis akibat tingginya permintaan murai batu bahkan sampai sekarang banyak dimanfaatkan sebagai burung kontes. Jepson dan Ladle (2009) menjelaskan murai batu merupakan salah satu spesies yang popularitasnya semakin meningkat sejak tahun Struktur organisasi penangkaran MBOF terbagi dalam beberapa kategori pekerjaan. Secara keseluruhan penangkaran MBOF dipimpin oleh seorang direktur yang dibantu oleh seorang manajer dan seorang asisten manajer serta lima orang keeper. Selain itu, penangkaran ini memiliki lima orang tenaga keamanan yang bertugas menjaga keamanan lokasi sekitar penangkaran.

18 8 Tabel 4 Populasi murai batu sampai bulan Juli 2014 Kelas umur Jenis kelamin Jumlah (ekor) Keterangan* 0 s/d <5 bulan s/d <12 bulan 6 jantan, 5 betina 11 ekor Remaja 1 s/d <2 tahun 14 jantan, 8 betina 22 ekor Dewasa 2 s/d <3 tahun 24 jantan, 29 betina 53 ekor Dewasa (awal mampu bereproduksi) 3 tahun 33 jantan, 24 betina 57 ekor Indukan Total 77 jantan, 66 betina 143 ekor Populasi saat ini *Fauzi (2014) Gambar 1 Murai batu di MBOF Populasi Murai batu di MBOF Populasi murai batu yang ditangkarkan pada tahun 1996 berjumlah lima pasang. Murai batu yang ditangkarkan berasal dari burung milik sendiri dan membeli kepada para penangkar burung terutama murai batu betina. Murai batu tersebut dipelihara dan dijadikan indukan oleh pengelola sehingga populasinya semakin bertambah setiap tahunnya. Populasi murai batu di MBOF sampai pada bulan Juli 2014 bejumlah 143 ekor yang dibedakan berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin (Tabel 4). Proses Adaptasi Pengelola MBOF tidak menyediakan kandang khusus sebagai kandang karantina untuk murai batu yang baru didatangkan. Murai batu yang baru didatangkan langsung dimasukkan ke dalam kandang pembesaran kemudian disatukan dengan murai batu yang lain. Perlakuan yang diberikan oleh pengelola terhadap murai batu yang baru didatangkan sama seperti murai batu lainnya. Manajemen Kandang 1. Jenis, ukuran dan konstruksi kandang Jenis kandang murai batu yang terdapat di penangkaran MBOF terbagi kedalam tiga bagian yaitu kandang pembesaran, kandang reproduksi (indukan) dan kandang inkubator. Ukuran dan konstruksi dari masing-masing jenis kandang berbeda-beda (Tabel 5).

19 9 Tabel 5 Jenis, ukuran, dan konstruksi kandang murai batu di MBOF Jenis kandang Kandang reproduksi dan pemeliharaan induk Inkubator Kandang pembesaran Konstruksi kandang Dinding dari batako, atap berupa kawat ram dan asbes, lantai kandang berupa tanah Alas triplek, dinding kayu, dan kawat ram Triplek, kayu, dan besi Ukuran kandang (p x l x t) Unit 1,5 m x 3 m x 3 m cm x 45 cm x 50 cm 50 cm x 50 cm x 70 cm Jumlah (ekor/unit) Kandang merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam membangun sebuah penangkaran. Kandang reproduksi dan pemeliharaan induk berfungsi sebagai tempat untuk penjodohan dan perkawinan pasangan induk murai batu. Masing-masing kandang berisi satu pasang indukan murai batu. Kandang reproduksi murai batu di MBOF terbagi kedalam dua blok yaitu blok A dan blok C. Atap kandang reproduksi murai batu terbagi atas dua bagian yaitu bagian yang tertutup oleh asbes dan bagian yang terbuka dengan kawat ram. Kondisi atap tersebut dibuat sedemikian rupa agar sinar matahari dapat tetap masuk ke dalam kandang. Fauzi (2014) menyatakan kandang yang ideal adalah kandang yang memperoleh sinar matahari yang cukup karena baik untuk kesehatan burung. Lantai kandang reproduksi murai batu berupa tanah agar mempermudah proses dekomposisi feses. Fauzi (2014) dan Soemarjoto (2003) menyatakan kandang reproduksi yang baik adalah lantainya berupa tanah atau pasir agar kotoran burung mudah terurai. Kandang reproduksi murai batu di MBOF dibuat tertutup dan terletak di bagian dalam penangkaran agar proses reproduksi pasangan murai batu tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Fauzi (2014) menjelaskan bahwa murai batu yang sedang mengerami telurnya tidak boleh terlalu didekati karena akan membuat induk tidak tenang dan sering keluar masuk sarang sehingga proses pengeraman telur menjadi tidak optimal. Kandang reproduksi di MBOF mempunyai dua buah pintu yang memiliki ukuran dan fungsi berbeda. Pintu yang berukuran besar memiliki ukuran 50x100 cm terletak dibagian bawah kandang yang berfungsi sebagai tempat masuknya keeper ke dalam kandang untuk membersihkan kandang, mengganti air minum dan memasukan indukan serta mengambil anakan murai dari sangkar. Pintu kecil memiliki ukuran 20x20 cm berfungsi untuk memberikan pakan kepada murai batu. Kandang inkubator murai batu terletak di dalam kantor penangkaran MBOF. Inkubator berfungsi untuk memelihara anakan yang berusia satu minggu sampai usia satu bulan. Kandang inkubator di MBOF dapat dikatakan sudah sesuai karena memiliki lubang sirkulasi udara. Lubang sirkulasi udara pada kandang inkubator terbuat dari kawat ram yang berbentuk persegi dengan panjang

20 10 sisi 15 cm. Suprijatna et al. (2008) menyatakan bahwa inkubator yang baik harus dapat mengatur sirkulasi udara dengan lancar. Berdasarkan hal tersebut, kandang inkubator di MBOF dapat dikatakan sesuai. Kandang pembesaran murai batu di MBOF jumlahnya lebih banyak dibandingkan kandang reproduksi dan kandang inkubator. Banyaknya kandang pembesaran disebabkan karena murai batu di MBOF dapat bertelur sebanyak 6-7 kali dalam setahun. Kandang pembesaran berfungsi untuk membesarkan anakan murai batu yang berumur satu bulan hingga menjadi murai batu dewasa yang siap untuk dijadikan indukan. Kandang pembesaran murai batu di MBOF dapat dikatakan sudah sesuai. Menurut Soemarjoto dan Prayitno (1999) ukuran kandang atau sangkar untuk murai batu sebaiknya berbentuk persegi empat dengan ukuran panjang dan lebar kurang lebih 50 cm dan tinggi kurang lebih 60 cm. 2. Fasilitas kandang Fasilitas atau perlengkapan kandang merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa. Fasilitas kandang murai batu di MBOF berbeda-beda tergantung dari jenis kandangnya (Tabel 6). Tabel 6 Fasilitas kandang murai batu Jenis kandang Fasilitas Fungsi Kandang reproduksi dan pemeliharaan induk Tempat pakan Tempat minum dan mandi Kayu tenggeran Pohon palem Kotak sarang Wadah pakan Wadah air minum sekaligus tempat mandi Untuk bertengger Untuk bertengger, agar sesuai dengan habitat alami Tempat untuk bertelur dan mengerami telur Inkubator Kandang pembesaran Tempat pakan Tempat minum Sarang Pot penyangga Lampu 5 wat Tempat pakan Tempat minum Kayu tenggeran Kandang mandi Wadah pakan Wadah air minum Wadah untuk menaruh anakan Wadah sarang Untuk menghangatkan tubuh anakan Wadah pakan Wadah air minum Untuk bertengger Untuk mandi Fasilitas kandang reproduksi murai batu di MBOF sudah sesuai dalam memenuhi kebutuhan murai batu untuk bereproduksi (Gambar 2). Soemarjoto (2003) menjelaskan bahwa kandang reproduksi yang baik perlu dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum, tempat mandi, tempat bertengger, pohon dan sarang. Tempat pakan dan minum murai batu di kandang reproduksi sama seperti kandang pembesaran yakni terbuat dari plastik. Pohon palem dalam kandang reproduksi digunakan juga sebagai tempat bertengger murai batu sekaligus sebagai pelindung agar meyerupai habitat alaminya.

21 Kotak sarang pada kandang reproduksi terbuat dari triplek yang berbentuk persegi panjang dengan lubang di bagian tengah untuk tempat keluar masuknya induk. Ukuran kotak sarang yakni memiliki panjang 20 cm, lebar 20 cm, dan tinggi 30 cm. Fauzi (2014) menyatakan wadah sarang bagi murai batu idealnya memiliki panjang cm, lebar cm dan tinggi cm. Penempatan kotak sarang diletakkan di bagian atas dinding kandang yang tertutup oleh asbes agar tidak terkena air hujan dan panas matahari. Bahan penyusun sarang murai batu di MBOF terbuat dari ijuk dan daun pinus kering. Bahan penyusun sarang tersebut sebagian sudah dimasukkan kedalam kotak sarang oleh pengelola dan sebagian diletakkan di lantai kandang agar burung dapat membangun sarangnya sendiri. 11 Gambar 2 Fasilitas kandang reproduksi murai batu Kandang inkubator murai batu dilengkapi dengan fasilitas tempat pakan, minum, lampu, lubang sirkulasi udara, sarang dan pot penyangga (Gambar 3). Tempat pakan dan minum pada kandang inkubator diletakkan di luar kandang karena anakan murai batu diberi makan dengan cara disuapi oleh pengelola. Sarang pada kandang inkubator terbuat dari jerami yang disangga dengan pot kecil agar terhindar dari gangguan semut. Lampu 5 watt yang terdapat pada kandang digunakan untuk menghangatkan tubuh anakan murai batu. Gambar 3 Fasilitas kandang inkubator murai batu

22 12 Fasilitas kandang pembesaran murai batu di MBOF dinilai sudah sesuai untuk menunjang keberlangsungan hidup satwa. Untung dan Turut (1994) menjelaskan perlengkapan kandang yang diperlukan oleh murai batu adalah kayu untuk tenggeran, tempat pakan, tempat minum dan bak atau wadah untuk mandi. Tempat pakan dan minum pada kandang pembesaran terbuat dari plastik yang diletakkan dibagian sisi kandang (Gambar 4). Penggunaan plastik untuk tempat pakan dan minum bertujuan agar tidak mudah pecah jika terjatuh. Sudrajad (1999) menyatakan tempat pakan dan minum sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak bocor dan tidak mudah pecah, seperti plastik, bambu dan alumunium. Kayu tenggeran pada kandang pembesaran terbuat dari ranting pohon yang diletakkan di tengah kandang. Menurut Turut (1999) tenggeran sebaiknya berupa cabang atau ranting kayu dengan diameter kurang lebih 2 cm. Murai batu yang berada di kandang pembesaran dimandikan setiap pagi oleh pengelola pada tempat mandi khusus yang terbuat dari besi. Air yang digunakan untuk mandi murai batu berasal dari air tanah. Fauzi (2014) menjelaskan bak mandi pada murai batu sebaiknya diisi dengan air yang bersih. Gambar 4 Fasilitas kandang pembesaran murai batu 3. Perawatan kandang Berdasarkan hasil pengamatan, perawatan kandang murai batu di MBOF terdiri dari beberapa jenis kegiatan. Perawatan kandang yang dilakukan meliputi pembersihan kandang dari feses, pembersihan tempat pakan dan minum, penjemuran sarang pada kandang inkubator, penggantian kayu tenggeran, penggantian tempat pakan, tempat minum dan kawat ram yang telah rusak dan pemberian desinfektan (Tabel 7). Perawatan kandang bertujuan untuk menghindari timbulnya penyakit akibat kandang yang kotor. Setio dan Takandjandji (2007) menjelaskan kebersihan kandang beserta kelengkapannya perlu diperhatikan karena berhubungan dengan kesehatan satwa. Perawatan kandang yang dilakukan oleh pengelola di MBOF dinilai sudah baik. Sudrajad (1999) menjelaskan upaya pemeliharaan kandang di suatu penangkaran dapat berupa perbaikan kawat ram atau dinding kandang yang rusak, pembersihan kandang dan fasilitasnya.

23 13 Tabel 7 Perawatan kandang murai batu di MBOF Jenis perawatan Waktu Kegiatan yang dilakukan Pembersihan kandang dari feses Setiap pagi hari Menyikat dan menyemprot bagian kandang yang kotor Pembersihan tempat pakan dan minum Setiap pagi hari Menggosok tempat pakan dan minum dengan kain Penjemuran sarang Situasional Menjemur sarang di bawah sinar matahari Penggantian kayu tenggeran, tempat pakan, minum dan kawat ram Situasional Mengganti kayu tenggeran yang lapuk, mengganti tempat pakan, minum dan kawat ram yang rusak Pemberian desinfektan Satu bulan sekali Menyemprotkan daerah sekitar kandang dengan desinfektan 4. Suhu dan kelembaban kandang Hasil pengamatan suhu di dalam kandang reproduksi murai batu di MBOF berkisar antara o C dengan kelembaban 90-91% (Gambar 5). Suhu ( C) Kelembaban (%) Waktu Kelembaban (%) Suhu ( C) Gambar 5 Suhu dan kelembaban kandang murai batu di MBOF MacKinnon et al. (2010) menjelaskan bahwa burung murai batu umumnya terdapat di dataran rendah sampai ketinggian m. Basuni et al. (2005) menjelaskan bahwa murai batu dapat ditemukan di hutan wisata Pananjung Pangandaran. Kawasan hutan wisata Pananjung Pangandaran memiliki rata-rata suhu udara berkisar antara o C dengan kelembaban udara 80-90% (Supriadi dan Wicaksono 2013). Suhu dan kelembaban rata-rata kandang reproduksi murai batu di MBOF yakni 27.8 o C dan 90.7%, hal ini sama seperti suhu dan kelembaban habitat murai batu di alam yakni sebesar o C dan 80-90%. Pengukuran suhu dan kelembaban kandang dilakukan pada kandang reproduksi

24 14 karena dapat mempengaruhi keberhasilan reproduksi murai batu. Kosin (1969) dalam Masy'ud (2005) menjelaskan bahwa diantara faktor yang berpengaruh terhadap daya tetas telur adalah umur induk, suhu dan kelembaban kandang. Manajemen Pakan 1. Pemberian pakan dan minum Pakan merupakan salah satu komponen habitat yang penting dan dikategorikan sebagai faktor pembatas (limiting factor) karena berpengaruh terhadap kesejahteraan, pertumbuhan serta perkembangan populasi satwa. Jenis pakan dan minum pada murai batu di MBOF dibedakan berdasarkan kelas umur dan kualitas suara burung (Tabel 8). Pemberian pakan murai batu di MBOF sesuai dengan pakan murai batu di alam. Fauzi (2014) menjelaskan murai batu di alam memakan pakan yang berasal dari makhluk hidup seperti berbagai jenis serangga, cacing atau ikan kecil. Pengelola MBOF memberi pakan utama pada murai batu berupa jangkrik dan pur. Kroto terkadang diberikan oleh pengelola, namun frekuensi pemberian kroto dilakukan secara situasional karena jumlah kroto yang sangat terbatas. Menurut Fauzi (2014) dan Untung dan Turut (1994) beberapa jenis pakan yang dapat diberikan pada murai batu di penangkaran diantaranya jangkrik, kroto, kuning telur rebus, pur, belalang dan ulat hongkong. Tabel 8 Jenis pakan dan minum murai batu di MBOF Klasifikasi murai batu Anakan dan anakan (0-2 bulan) Anakan (3-5 bulan), Remaja (5-12 bulan) Dewasa (>1 tahun) Jenis pakan Pur dan mineral kalsium yang dicairkan dengan air hangat, jangkrik Pur, jangkrik, kroto Frekuensi pemberian pakan Setiap 1 jam dari pukul WIB Pur setiap pagi hari dan jangkrik pagi dan siang hari Pur, jangkrik, kroto 1 kali sehari pada pagi hari Jenis minum Air mineral aqua Air tanah Air tanah, air aqua (khusus yang memiliki kualitas suara yang baik) Cara pemberian pakan pada anakan yaitu dengan disuapi atau diloloh oleh pengelola menggunakan sumpit kayu sedangkan pemberian minum dengan menggunakan pipet. Cara pemberian pakan dan minum pada murai batu remaja dan dewasa yakni langsung diletakkan di tempat pakan dan minum. Komposisi pur dan mineral kalsium untuk anakan murai batu usia 0-2 bulan yakni 5 sendok makan pur dicampur dengan 1 sendok makan mineral kalsium. Pemberian jangkrik pada murai batu diberikan dengan cara menghilangkan kaki belakangnya terlebih dahulu. Jangkrik memiliki kaki belakang yang bergerigi tajam dan dapat merusak pita suara burung sehingga harus dihilangkan (Sudrajad 1999).

25 Soemarjoto (2003) menjelaskan pemberian jangkrik pada burung dapat membuat burung cepat dan rajin berkicau. Pemberian air minum pada murai batu berasal dari air tanah dan air mineral aqua. Air aqua diberikan pada anakan dan murai batu dewasa yang memiliki kualitas suara yang baik. Untung dan Turut (1994) menjelaskan air minum yang diberikan pada murai batu sebaiknya air matang dan harus diganti setiap hari. Pengelola MBOF selalu mengganti pakan dan minum secara rutin setiap pagi hari. 2. Jumlah konsumsi pakan Pengukuran jumlah konsumsi pakan murai batu di MBOF dilakukan pada dua jenis kandang yaitu kandang pembesaran dan reproduksi (Tabel 9). Jumlah konsumsi merupakan selisih antara pakan yang diberikan dengan sisa pakan dalam waktu 24 jam (Imran et al. 2012). Jenis pakan Tabel 9 Jumlah konsumsi pakan murai batu Kandang pembesaran Jumlah konsumsi (g/hari/ekor) Kandang reproduksi Pur 1.76 ± ± 0.15 Jangkrik 7.14 ± ± 0.04 Berdasarkan hasil pengukuran, jumlah konsumsi pakan tertinggi pada kedua jenis kandang adalah jangkrik yakni 7.14 g dan 3.84 g. Tingkat konsumsi jangkrik yang tinggi dikarenakan jangkrik merupakan pakan alami murai batu di alam. Murai batu tidak menyukai pur karena memiliki serat kasar yang tinggi sehingga sulit dicerna. Hifizah (2013) menjelaskan kandungan serat kasar yang tinggi pada pakan menyebabkan daya cerna pakan tersebut rendah. Konsumsi pakan pada kandang pembesaran lebih banyak dibandingkan kandang reproduksi. Banyaknya konsumsi pakan pada kandang pembesaran disebabkan karena jumlah pakan yang diberikan lebih banyak. Murai batu yang masih muda memerlukan asupan gizi yang cukup untuk memacu pertumbuhannya. 3. Kandungan gizi pakan Nilai gizi yang terkandung dalam pakan akan menentukan kualitas suatu pakan. Kandungan gizi tertinggi pada jangkrik dan pur adalah energi, sedangkan kandungan protein terbanyak terkandung dalam pur (Tabel 10). Murai batu menyukai jangkrik karena memiliki kadar air yang tinggi. Air berfungsi untuk memperlancar proses metabolisme dan fisiologi tubuh (Tillman et al. 1989). Tabel 10 Kandungan gizi pakan murai batu Nilai gizi Jangkrik (a) Pur Kadar abu (%) - 9 Kadar protein (%) Serat kasar (% ) Kadar lemak(%) Energi (kkal) (b) Kadar air (%) (a) Koswara (2002) dalam Yunanti (2012); (b) Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB 15

26 16 4. Konsumsi protein dan energi Konsumsi protein dan energi murai batu di MBOF penting diketahui karena mempengaruhi proses pertumbuhan dan reproduksi pada satwa. Berdasarkan hasil perhitungan, konsumsi protein dan energi murai batu di MBOF yakni 15.08% dan kkal (Tabel 11). Tabel 11 Konsumsi protein dan energi murai batu di MBOF Jenis pakan Protein kasar (%) Energi (kkal) Pur Jangkrik Jumlah Protein penting bagi satwa untuk meningkatkan produktivitas telur dan meningkatkan daya tetas telur serta berpengaruh terhadap berat telur yang berguna bagi perkembangan embrio (Ketaren 2010 dan Masy'ud 2005). Menurut Soemadi dan Mutholib (1995) protein juga berguna bagi tubuh burung sebagai bahan pembangun tubuh dan pengganti jaringan yang rusak. Untung dan Turut (1994) menjelaskan bahwa energi penting bagi murai batu untuk mendukung aktivitasnya. Manajemen Kesehatan dan Perawatan Kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang akan menentukan keberhasilan penangkaran. Jenis penyakit yang pernah diderita murai batu di MBOF diantaranya diare, berak kapur, flu, gangguan pernapasan dan katarak (Tabel 12). Tabel 12 Riwayat penyakit yang pernah diderita murai batu di MBOF Jenis penyakit Gejala Obat Diare Feses cair Tony s treasure Berak kapur Feses cair, berlendir dan berwarna Tony s treasure putih Flu Paruh dan hidung berair, bersinbersin Tony s treasure Gangguan pernapasan Paruh selalu terbuka seperti sesak Tony s treasure napas Katarak Mata berair, berwarna putih Tidak dapat diobati Segala jenis penyakit yang menyerang murai batu di MBOF diobati dengan obat yang sama yaitu tony s treasure. Tony s treasure merupakan obat yang terbuat dari berbagai jenis antibiotik yang digunakan untuk mengobati segala macam penyakit. Cara pemberian obat pada anakan murai batu yakni dengan cara menghaluskan obat terlebih dahulu kemudian dicampurkan kedalam air minum. Pada indukan obat langsung diberikan dengan cara dimasukkan ke dalam paruh murai batu. Bentuk perawatan kesehatan lainnya yaitu dengan memberikan suplemen kepada anakan dan indukan murai batu serta melakukan penjemuran pada anakan

27 dan indukan. Penjemuran murai batu di MBOF dilakukan setiap pagi hari sekitar pukul WIB selama menit. Penjemuran dilakukan untuk membantu pembentukkan vitamin D pada murai batu. Suplemen yang diberikan kepada anakan murai batu yaitu scott s emulsion. Indukan murai batu diberikan suplemen TM-Vita. Tujuan pemberian suplemen pada indukan murai batu adalah untuk menjaga stamina burung agar selalu sehat dan meningkatkan poduktivitas. Perawatan juga diberikan bagi murai batu yang mengalami susut bulu (moulting). Murai batu yang sedang mengalami susut bulu diberikan minyak ikan agar merangsang pertumbuhan bulu. Minyak ikan diberikan dengan cara diolesi pada jangkrik yang menjadi pakan murai batu. Upaya pencegahan yang dilakukan pengelola MBOF agar terhindar dari serangan penyakit adalah selalu menjaga kebersihan kandang dan memandikan burung agar tubuh burung tidak kotor. Manajemen Reproduksi Beberapa aspek reproduksi yang penting untuk diperhatikan dalam penangkaran diantaranya penentuan jenis kelamin, pemilihan induk, penjodohan, pengeraman dan penetasan serta pembesaran anakan murai batu. 1. Penentuan jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin murai batu sangat jelas secara kasat mata. Jenis Kelamin pada murai batu dapat dibedakan melalui warna bulu, panjang ekor dan variasi suara (Tabel 13). Tabel 13 Perbedaan murai batu jantan dan betina 17 Murai batu jantan Bertubuh besar Memiliki warna bulu hitam pekat pada kepala dan punggung Warna bulu dada cokelat atau kuning tajam Memiliki ekor panjang, biasanya lebih dari 17 cm Variasi kicauan yang dimiliki lebih beragam dengan volume suara besar Sumber : Fauzi (2014) Murai batu betina Ukuran tubuh kecil Memiliki warna bulu yang pudar atau keabu-abuan. Warna bulu dada lebih pucat Ekor lebih pendek dari ekor jantan antara cm Variasi kicauan yang dimiliki monoton dan volume suara lebih kecil Gambar 6 Sketsa murai batu: (a) jantan dewasa, (b) betina dewasa

28 18 Pengelola MBOF dapat menentukan jenis kelamin pada murai batu saat usia 2 bulan. Perbedaan jenis kelamin murai batu di MBOF dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan bulu pada sayap. Ukuran tubuh jantan lebih besar dibandingkan betina. Bulu sayap pada jantan terdapat banyak bintik-bintik coklat sedangkan bulu sayap pada betina memiliki bintik-bintik coklat yang lebih sedikit. (gambar 7). Gambar 7 Anakan murai batu usia 2 bulan: (a) jantan, (b) betina 2. Pemilihan induk Murai batu yang dijadikan indukan oleh pengelola MBOF berasal dari kandang pembesaran. Murai batu yang akan dijadikan induk dipilih yang tidak berasal dari satu keturunan. Pemilihan induk murai batu di MBOF didasarkan dengan kriteria yang tidak cacat, sudah dewasa, memiliki ukuran tubuh yang besar dan memiliki kualitas suara yang baik. Murai batu dewasa memiliki ukuran tubuh sekitar 27 cm dengan berat sekitar 32 gram (MacKinnon et al. 2010, Fauzi 2014). Perbandingan seks ratio jantan dan betina di MBOF adalah 1:1. Artinya jantan dan betina selalu dipasangkan dalam dalam satu kandang. 3. Penjodohan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjodohkan murai batu adalah umur dan tingkat birahi pada burung. Birahi atau estrus adalah suatu periode yang terjadi pada satwa betina dewasa yang siap untuk melakukan proses reproduksi dengan satwa jantan. Birahi pada satwa digambarkan dengan perubahan kadar hormon reproduksi sehingga menyebabkan satwa betina bersifat reseptif terhadap satwa jantan (Marcondes et al. 2002). Murai batu yang dijodohkan di MBOF berusia 3 tahun pada betina dan 5 tahun pada jantan. Fauzi (2014) menjelaskan burung murai batu mencapai tingkat kedewasaan kelamin pada usia 2 tahun pada jantan dan 1 tahun pada betina. Penjodohan murai batu di MBOF dilakukan dengan cara memasukkan jantan dan betina ke dalam kandang reproduksi. Murai batu jantan yang berada di kandang reproduksi dimasukkan ke dalam sangkar dan digantung di dinding kandang, sedangkan murai batu betina dilepaskan di dalam kandang. Tanda-tanda murai batu yang berjodoh yaitu murai betina akan sering mendekati sangkar yang berisi murai jantan. Penjodohan murai batu di MBOF dapat berlangsung selama 1-2 bulan. Apabila proses penjodohan berhasil maka murai batu jantan akan dilepaskan dari sangkar dan disatukan dengan betina pada kandang reproduksi. Murai batu yang tidak berjodoh akan diganti oleh pengelola dengan murai batu betina yang lain.

29 4. Peneluran, pengeraman, dan penetasan telur Peneluran, pengeraman, dan penetasan telur murai batu dilakukan di dalam kandang reproduksi. Jumlah telur yang dihasilkan murai batu di MBOF umumnya 2-3 butir. Proses pengeraman telur murai batu berlangsung selama hari. Murai batu di penangkaran MBOF dapat bertelur sebanyak 6-7 kali dalam setahun. Penetasan telur murai batu di MBOF dilakukan secara alami tanpa menggunakan mesin tetas. Menurut Fauzi (2014) beberapa faktor penyebab kegagalan dalam penetasan burung murai batu diantaranya adalah proses pembuahan yang tidak sempurna, pengeraman yang kurang bagus, kondisi lingkungan yang buruk, serta gangguan dari binatang lain. Anakan murai batu yang baru menetas akan dibiarkan di kandang dan dipelihara oleh induknya selama beberapa hari. Setelah usia 5-7 hari pengelola memisahkan anakan murai batu dan memasukkannya ke dalam kandang inkubator untuk mendapatkan perawatan. 5. Pembesaran anakan murai batu Penanganan anakan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara alami dan hand rearing. Pembesaran anakan murai batu di MBOF dilakukan secara hand rearing. Semiadi (1997) menjelaskan hand rearing adalah teknik pembesaran anak satwa yang dipisahkan dari induknya kemudian dipelihara dibawah pengaruh dan tangan manusia. Pembesaran dengan cara hand rearing dilakukan oleh pengelola agar pertumbuhan anakan terkontrol dan meminimalkan terjadinya kematian pada anakan serta agar induk murai batu dapat melakukan reproduksi kembali. Anakan murai batu (Gambar 8) dipelihara di kandang inkubator hingga mencapai umur <1 bulan. Saat mencapai umur satu bulan anakan akan dipindahkan ke kandang pembesaran serta dilakukan penandaan berupa pemasangan cincin (ring) pada kaki anakan murai batu. 19 Gambar 8 Anakan murai batu Pemanfaatan Hasil Penangkaran Murai batu di MBOF Murai batu merupakan salah satu jenis burung yang popularitas dan permintaanya cukup tinggi dipasaran (Fauzi 2014). Harga jual murai batu di penangkaran MBOF bervariasi tergantung usia burung (Tabel 14). Tabel 14 Klasifikasi harga jual murai batu di MBOF Klasifikasi burung Umur Suara Harga (Rp) Anakan 1-2 bulan Belum berkicau Dewasa reproduktif 3 tahun Belum bagus Dewasa 3 tahun Suara sudah bagus Dewasa (Juara) 5 tahun Suara sudah bagus >

30 20 Harga yang ditawarkan pengelola MBOF sudah termasuk kandang atau sangkar. Pembeli murai batu di MBOF umumnya berasal dari Jakarta, Bogor dan luar Pulau Jawa. Pengemasan burung yang akan dijual jarak jauh yakni dengan cara memasukkan kedalam boks atau kotak yang terbuat dari triplek. Pembeli yang berasal dari Pulau Jawa burung hanya dimasukkan ke dalam kandang atau sangkar dengan ditutupi koran atau kain. Murai batu yang banyak diminati oleh pembeli biasanya murai yang masih berumur 2 bulan dan murai batu dewasa yang sudah berproduksi. Penghasilan dari hasil penjualan murai tidak tentu setiap tahunnya, namun rata-rata dalam satu tahun terjual lima ekor anakan dan lima pasang murai yang sudah berproduksi. Penghasilan juga diperoleh dari hasil mengikuti kontes burung berkicau yang diselenggarakan setiap minggu untuk kelas latihan dan setiap 3 bulan untuk acara tingkat nasional. Pendapatan yang dapat diperoleh dari setiap mengikuti kontes berkisar antara Rp untuk kelas latihan dan Rp untuk tingkat nasional. Total pendapatan yang dapat diperoleh dari hasil penjualan dan mengikuti kontes murai batu di MBOF yakni ± Rp /tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, murai batu yang siap untuk kontes adalah murai yang memiliki volume suara yang tinggi serta mahir dalam berkicau karena mampu menirukan berbagai jenis kicauan burung lain. Pengelola MBOF melatih murai batu dengan cara memutar rekaman kicauan burung jenis lain setiap pagi hingga sore hari. Tingkat keberhasilan penangkaran murai batu Berhasil tidaknya suatu penangkaran ditentukan oleh banyak faktor, antara lain persentase daya tetas telur, persentase perkembangbiakan induk betina dan persentase angka kematian (Tabel 15). Tabel 15 Persentase tingkat keberhasilan breeding murai batu di MBOF periode tahun 2013 dan 2014 Tingkat keberhasilan 2013 Kategori 2014 Kategori Tingkat perkembangbiakan total betina betina yang 14 5 berkembangbiak Hasil 70% Sedang 23.81% - Daya tetas telur telur yang ditetaskan telur yang menetas Hasil 66% Sedang 82.35% Tinggi Tingkat kematian total anakan anakan yang mati 11 3 Hasil 33.33% Sedang 21.43% Rendah Jumlah induk yang berkembangbiak pada tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan pada tahun Total indukan murai batu yang berhasil berkembangbiak pada tahun 2014 adalah 5 ekor dari 21 ekor. Rendahnya persentase tingkat perkembangbiakan induk pada tahun 2014 disebabkan karena

31 murai batu yang ditangkarkan sedang mengalami susut bulu (moulting) sehingga tidak terjadi proses reproduksi. Selain itu, penelitian hanya dilakukan sampai pada bulan Juli 2014 sehingga tingkat perkembangbiakan belum dapat dikategorikan. Susut bulu (moulting) adalah lepasnya bulu-bulu burung yang lama dan usang secara periodik dan diganti dengan bulu yang baru (Jarulis et al.2013). Besarnya tingkat perkembangbiakan pada tahun 2013 disebabkan karena indukan murai batu tidak memelihara anakannya sendiri sehingga murai batu cepat bereproduksi kembali. Berdasarkan hasil perhitungan, persentase daya tetas telur murai batu di MBOF termasuk kategori sedang dan tinggi. Tingginya persentase daya tetas telur disebabkan kualitas pakan dan kondisi kandang reproduksi sudah baik. Menurut Kosin (1969) diacu dalam Masy'ud (2005) faktor yang berpengaruh terhadap daya tetas telur adalah umur induk, suhu dan kelembaban kandang serta kualitas pakan. Pakan yang diberikan kepada murai batu di MBOF memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Protein berguna bagi satwa untuk meningkatkan produktivitas telur. Persentase angka kematian anakan murai batu di MBOF berada pada kategori sedang dan rendah. Rendahnya persentase tingkat kematian dikarenakan pemeliharaan anakan murai batu dilakukan secara hand rearing sehingga segala kebutuhan anakan sudah disediakan oleh pengelola. Anakan yang dirawat oleh indukan akan lebih rentan dengan kematian. Pengelola MBOF membiarkan indukan memelihara anaknya selama kurang lebih 5-7 hari kemudian anakan diangkat oleh pengelola dan dipelihara di kandang inkubator. Penilaian Kesejahteraan Murai Batu di MBOF Berdasarkan hasil penilaian kesejahteraan murai batu yang dilakukan oleh pengelola dan pengamat diperoleh hasil skor kesejahteraan murai batu di MBOF menurut pengelola adalah dan menurut pengamat adalah (Tabel 16). Tabel 16 Penilaian tingkat kesejahteraan murai batu di MBOF No Komponen Bobot Skoring Nilai terbobot Pt Pa Pt Pa 1 Bebas dari rasa lapar dan haus Bebas dari rasa tidak nyaman Bebas dari rasa sakit, penyakit, luka 4 Bebas untuk berperilaku alami Bebas dari rasa takut dan tertekan Rataan Keterangan Cukup Cukup Keterangan: Pa =Pengelola; Pt =Pengamat Hasil penilaian tingkat kesejahteraan murai batu di MBOF menunjukkan kategori tingkat kesejahteraan yang sama antara pengamat dan pengelola. Selisih rataan penilaian yang dilakukan oleh pengelola dan pengamat tidak berbeda jauh dan termasuk dalam kategori cukup. Secara keseluruhan praktik pengelolaan 21

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian mengenai teknik penangkaran dan analisis koefisien inbreeding jalak bali dilakukan di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm (MBOF),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran UD Anugrah Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli 2012.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Teknik Penangkaran Secara umum terdapat beberapa aspek teknik manajemen penangkaran satwa yang diketahui dapat menentukan keberhasilan penangkaran suatu jenis satwa. Aspek

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Teknik Penangkaran Secara umum beberapa aspek teknik manajemen penangkaran satwa sangat menentukan keberhasilan suatu jenis satwa. Aspek teknik penangkaran tersebut diantaranya

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENANGKARAN BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) Oleh: Rizki Kurnia Tohir Rizki Amalia Adinda Putri Priyatna Windya Giri E34120028 E34120047 E34120074 DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Teknik Penangkaran 5.1.1 Perkandangan Kandang merupakan salah satu syarat yang diperlukan di dalam penangkaran mambruk. Untuk membuat kandang mambruk sebaiknya tidak terlalu

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) Oleh: Sri Harteti 1 dan Kusumoantono 2 1 Widyaiswara Pusat Diklat SDM LHK 2 Widyaiswara Balai Diklat LHK Bogor Abstract Indonesia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid RUANG LINGKUP BUDIDAYA PEMELIHARAAN JANGKRIK KALUNG KUNING A. UDJIANTO Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Ciawi Bogor RINGKASAN Komoditas jangkrik ini dapat memberikan tambahan penghasilan disamping

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

Karya Ilmiah Peluang Bisnis

Karya Ilmiah Peluang Bisnis Karya Ilmiah Peluang Bisnis STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Kampus terpadu : Jl. Ring Road Utara, Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta DI SUSUN OLEH : Nama : M.Ghufron.Wiliantoro NIM : 10.12.4963 Jurusan :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD

PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD PELUANG USAHA PENGEMBANGBIAKAN BURUNG LOVE BIRD Nama : Angga Rio Pratama Kelas : S1 TI 2C NIM : 10.11.3699 Lingkungan Bisnis STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 Peluang Usaha Pengembangbiakan Love Bird (

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa 22 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan sangat tinggi. Banyaknya para pencari kroto di alam yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. permintaan sangat tinggi. Banyaknya para pencari kroto di alam yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perunggasan saat ini sangat berkembang pesat. Tidak hanya jenis unggas konsumsi, tetapi juga unggas hias. Salah satu unggas hias yang paling diminati para pecinta

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap Efisiensi Penggunaan Protein pada Puyuh Betina (Cortunix cortunix japonica) dilaksanakan pada Oktober

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

Cara Ternak Jangkrik

Cara Ternak Jangkrik Cara Ternak Jangkrik Oleh : M Huda romdon BP3K Udanawu. cara ternak jangkrik Jangkrik merupakan hewan serangga herbivora yang bernafas menggunakan trakea. Jangkrik juga disebut Cengkrik dalam bahasa Indonesia,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Penangkaran Merak Hijau Jawa di Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah 5.1.1.1 Kandang sebagai habitat buatan Kandang merupakan tempat hidup habitat buatan satwa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan industri peternakan yang semakin pesat menuntut teknologi yang baik dan menunjang. Salah satu industri peternakan yang paling berkembang adalah industri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. Budidaya dan Pakan Ayam Buras Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Ayam kampung atau ayam bukan ras (BURAS) sudah banyak dipelihara masyarakat khususnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan puyuh dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian menggunakan 30 ekor Itik Rambon dengan jumlah ternak yang hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor

Lebih terperinci

Panduan Ikan Louhan. anekaikanhias.com. 2. Ikan Louhan Kamfa

Panduan Ikan Louhan. anekaikanhias.com. 2. Ikan Louhan Kamfa Panduan Ikan Louhan A. Jenis-jenis ikan louhan yang pernah populer di Indonesia. Mungkin, dari beberapa jenis ikan ini, ada jenis ikan louhan yang pernah kamu pelihara : 1. Ikan Louhan Cencu Ikan louhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Teknik Penangkaran 5.1.1 Sumber dan Jumlah Bibit Sebagian besar burung-burung yang terdapat di penangkaran burung MBOF berasal dari orang-orang yang memiliki hobi dalam mengoleksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten 30 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan pada April--Mei 2015. B. Alat dan Bahan 1) Alat yang digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN Disusun Oleh : Nama : Galih Manunggal Putra NIM : 11.12.5794 Kelas : 11-S1SI-06 Kelompok : H ABSTRAK Bisnis budidaya ikan konsumsi memang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di penangkaran rusa Hutan Penelitian (HP) Dramaga- Bogor yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi

Lebih terperinci

Kebun Binatang Mini ala Fakultas Kedokteran Hewan

Kebun Binatang Mini ala Fakultas Kedokteran Hewan Kebun Binatang Mini ala Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR NEWS Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga tak hanya memiliki fasilitas akademik yang menunjang kegiatan belajar mahasiswa, tetapi juga

Lebih terperinci

Enceng Sobari. Trik Jitu menangkarkan Lovebird. Sang Burung Primadona

Enceng Sobari. Trik Jitu menangkarkan Lovebird. Sang Burung Primadona Enceng Sobari Trik Jitu menangkarkan Lovebird Sang Burung Primadona i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB II BURUNG LOVEBIRD.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Penelitian Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang berumur 2 minggu. Puyuh diberi 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November - Desember 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November - Desember 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November - Desember 2014 di Kandang Percobaan UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BISNIS PEMBESARAN MURAI BATU SEBAGAI SARANA MENUJU MAHASISWA MANDIRI BIDANG KEGIATAN: PKM-K.

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BISNIS PEMBESARAN MURAI BATU SEBAGAI SARANA MENUJU MAHASISWA MANDIRI BIDANG KEGIATAN: PKM-K. PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BISNIS PEMBESARAN MURAI BATU SEBAGAI SARANA MENUJU MAHASISWA MANDIRI BIDANG KEGIATAN: PKM-K Diusulkan oleh: Ayas Abidun Bachtiar C0212011 2012 (Ketua Kelompok) Amirulloh

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan Desember 2014 di Laboratorium UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci