VI. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI"

Transkripsi

1 VI. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI A. Pembahasan Umum Kayu konstruksi sebagai bahan struktural membutuhkan kekuatan yang tinggi. Struktur bangunan kayu memiliki stabilitas dan integritas yang tinggi. Sebab kayu memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibanding beratnya, sehingga bangunan kayu umumnya lebih ringan. Sambungan-sambungan komponen bangunan kayu bersifat daktil dan tidak mudah lepas. Saat terjadi kerusakan pada salah satu komponen bangunan, kayu akan mengambil posisi keseimbangan baru. Sehingga bangunan kayu lebih tahan terhadap gempa (Karlinasari dan Nugroho 2006). Kayu banyak digunakan sebagai material bangunan karena sifat fleksibilitasnya sebagai bahan untuk konstruksi, kekuatannya cukup tinggi, ringan, mudah didapat, mudah dikerjakan, dapat diperbaharui dan berkelanjutan (ramah lingkungan). Paradigma penggunaan sumber daya kayu mulai berubah, dari hutan alam ke hutan tanaman. Hutan tanaman memiliki potensi yang menjanjikan sebagai pemasok kayu konstruksi karena rotasinya lebih pendek dengan sifat kayu yang cukup baik. Contoh jenis kayu cepat tumbuh dengan kekuatan yang cukup baik adalah kayu Mangium (Acacia mangium Willd). Kayu Mangium dapat digunakan untuk bahan baku pulp dan kertas, kayu energi dan kayu pertukangan, apalagi diketahui bahwa teksturnya memiliki kemiripan dengan jati sehingga sering dikatakan sebagai jati mangium. Sebagai salah satu pohon cepat tumbuh unggulan dari hutan tanaman, kayu Mangium memiliki prospek yang potensial berdasarkan sifat sifat dasar kayunya dimana kekuatan kayu dapat diperhitungkan sebagai kayu konstruksi struktural melalui penerapan sistem masinal. Pada masa yang akan datang dengan perbaikan sifat yang dilakukan, termasuk perbaikan teknik silvikultur, diharapkan terjadi peningkatan sifat mekanis kayunya. Kebutuhan rumah yang mendesak dan kurangnya pasokan kayu dari hutan alam, perlu strategi pembangunan berupa rumah prefabrikasi dari kayu karena kecepatan pembangunan, harga terjangkau dan adanya pasokan kayu alternatif dari hutan tanaman baik hutan rakyat maupun HTI seperti kayu Mangium. Pembangunan rumah masal prefabrikasi juga berfungsi untuk penanggulangan pasca bencana berupa rumah, sekolah dan fasilitas umum lainnya dengan membuat depo-depo rumah prefabrikasi di daerah rawan bencana yang dapat dibuat secara cepat dalam kondisi darurat dan dapat 153

2 dipindahkan setelah tahap relokasi pasca bencana. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi pemanfaatan dan pembuatan rancangan komponen struktur rumah prefabrikasi dari kayu Mangium umur 8 tahun untuk memenuhi kebutuhan rumah yang ramah lingkungan dan tahan gempa. Kayu sebagai bahan bangunan yang ramah lingkungan (green building) termasuk dalam kategori konstruksi bangunan yang berkelanjutan (sustainable construction) karena bahannya bersifat renewable dan dapat diproduksi secara berkelanjutan. Beberapa prinsip sustainable construction dapat dipenuhi oleh bahan dari kayu, antara lain : 1. Reduse resources comsumption (Reduce), dapat mengurangi konsumsi sumberdaya dan energi dalam pemanfaatannya, 2. Reuse resources (Reuse), sumberdaya kayu dapat digunakan berulang kali. 3. Use recyclable resources (Recycle), sumberdaya kayu dapat di daur ulang/diolah kembali. 4. Protect nature (Nature), pengembangan sumberdaya pohon/kayu dapat melindungi keseimbangan alam, 5. Eliminate toxics (Toxic), pengembangan sumberdaya pohon/kayu dapat mengurangi racun dan polusi. 6. Apply life-cycle costing (Economic), penggunaan sumberdaya pohon/kayu lebih ekonomis dibanding menggunakan bahan lainnya dan 7. Focus on quality (Quality), pengawasan terhadap kualitas bahan dan bangunan dapat dilakukan lebih teliti (Kibert, 2007). Tiga hal dilakukan yaitu penentuan tegangan ijin dan pengkelasan mutu kayu Mangium umur 8 tahun untuk bahan konstruksi, merancang komponen shearwall untuk rumah prefab dengan konstruksi modular berupa optimalisasi pengolahan bahan dan uji komponen untuk kekuatan konstruksi dan ketahanan gempa sehingga bisa diproduksi secara masal. Kendala keterbatasan kayu Mangium sebagai bahan konstruksi bangunan dapat diatasi dengan penerapan rekayasa pengolahan bahan dan rekayasa struktur dengan analisa konstruksi guna meningkatkan sifat dan kualitas kayu sesuai persyaratan teknis bangunan, meningkatkan rendemen (efisiensi) dan optimalisasi bahan baku kayu. Penelitian ini meliputi studi numerik, empirik dan analitik yang saling berkaitan dengan tujuan akhir memberikan rekomendasi penggunaan kayu Mangium umur 8 tahun sebagai bahan struktur bangunan rumah kayu prefabrikasi yang kokoh dan ramah lingkungan. Studi numerik meneliti tentang karakteristik, tegangan ijin dan pengkelasan mutu kayu Mangium untuk bahan konstruksi rumah prefab sederhana sehat. Studi empirik dengan melakukan pengujian sifat dasar untuk menentukan karakteristik kayu Mangium, optimasi penggerjian dan pengolahan kayu Mangium dan pengujian eksperimental keandalan panel komponen shearwall kayu Mangium terhadap beban lateral monotonik. 154

3 Dalam studi analitik telah dianalisis perilaku panel komponen shearwall kayu Mangium akibat pengaruh beban lateral monotonik pada rumah prefabrikasi berdasarkan kajian eksperimental keandalan dinding rangka - papan diagonal kayu Mangium. Analisis ini untuk mengetahui pengaruh tipe lumber sheathing pada bentuk konstruksi stress skin component yang digunakan secara ekstensif untuk wood frame shearwalls terhadap kekuatan shearwall dan pengaruhnya terhadap ketahanan gempa dan mengetahui tipe lumber sheathing yang paling berpengaruh terhadap kekuatan shearwall. Lumber sheathing dibuat secara horisontal (straight sheathing) sebagai kontrol dan secara diagonal (diagonal sheathing) sebagai perlakuan dengan desain tertutup (utuh) dan terbuka (pintu dan jendela). Berdasarkan penelitian tentang karakteristik, tegangan ijin dan pengkelasan mutu kayu Mangium sebagai bahan kayu struktural rumah prefabrikasi, nilai sifat fisis berupa kadar air (KA) berkisar antara 11,82 % sampai 14,38 % dengan nilai rata-rata 13,01 % dan berat jenis (BJ) berkisar antara 0,49 sampai 0,67 dengan nilai rata-rata 0,58. Hasil pengujian KA dan BJ pada kayu Mangium pada umur 8 tahun ini secara deskriptif tidak berbeda nyata dengan hasil pengujian BJ dan KA pada kayu Mangium umur yang sama dengan BJ 0,53 pada KA 15,0 % (Sulistyawati, 2009) dan umur 10 tahun dengan BJ 0,57 pada KA 14,48 % (Ginoga, 1997). Namun berbeda dengan kayu Mangium dari Indramayu pada umur yang sama yaitu BJ 0,47 pada KA 16,5 % (Firmanti et al. 2003). Perbedaan nilai BJ di atas disebabkan 2 kemungkinan, yaitu perbedaan KA dan tempat tumbuh asal kayu Mangium tersebut. Pada kayu Mangium umur 8 tahun, BJ diukur pada KA yang relatif rendah yaitu sekitar 13,01 %, sedangkan pada kayu umur yang sama dari Indramayu pada KA yang lebih tinggi yaitu 16,5 % dan pada umur 10 tahun diukur pada KA antara 14 % sampai 18 %. Perbedaan KA kayu Mangium ini kemungkinan mempengaruhi kekuatan kayu sehingga berpengaruh terhadap nilai berat jenisnya, dimana kekuatan umumnya meningkat seiring berkurangnya KA di bawah titik jenuh serat (Haygreen dan Bowyer, 1982). Pada umur pohon yang lebih tua akan dibentuk kayu yang lebih berat daripada umur yang lebih muda. Jika dilihat hasil perbandingan nilai berat jenis di atas, ternyata umur kayu Mangium 8 tahun lebih tinggi dibanding umur 10 tahun. Hal ini karena adanya variasi antar pohon dalam spesies yang sama akibat perbedaan kondisi dan lingkungan tempat tumbuh serta faktor keturunan (genetik). Kayu Mangium pada penelitian ini berasal dari Pulau Laut, Kalimantan Selatan sedangkan kayu Mangium pembanding 155

4 berasal dari Bogor (Sulistyawati, 2009) dan Indramayu (Firmanti et al., 2003) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Variasi nilai berat jenis kayu dapat terjadi dalam satu pohon maupun antar pohon pada spesies yang sama (Tsoumis, 1991). Variasi dalam satu pohon dapat terjadi pada arah vertikal (pangkal, tengah, ujung) maupun horisontal (dekat empulur, teras dan gubal); sedangkan variasi antar pohon dalam spesies yang sama disebabkan oleh perbedaan kondisi dan lingkungan tempat tumbuh serta faktor keturunan (genetik). Sifat mekanis dari data CKBC berupa kekakuan lentur (MOEs) berkisar antara kg/cm 2 sampai kg/cm 2 dengan rata-rata kg/cm 2. Kekakuan lentur kayu tertinggi mencapai 2 sampai 3 kali kekakuan lentur kayu terlentur. Keteguhan lentur patah (MOR) kayu Mangium berkisar antara 385 kg/cm 2 sampai kg/cm 2 dengan rata-rata kg/cm 2. Sehingga kekuatannya bisa mencapai 3 sampai 4 kali lebih kuat dari kayu terlemah. Nilai kekakuan lentur (MOE) kayu Mangium berdasarkan data FS- NDT hasil pengujian statis pada umur 8 tahun berkisar pada selang yang agak lebar yaitu antara kg/cm 2 sampai kg/cm 2 dengan rata-rata kg/cm 2. Kekakuan lentur kayu tertinggi dapat mencapai 2 kali kekakuan lentur kayu terlentur. Menurut PKKI yang mendasarkan penentuan kekuatan dari berat jenis, keteguhan lentur statis dan keteguhan tekan sejajar serat, kayu Mangium umur 8 tahun ini termasuk kelas kuat II III sesuai dengan kayu Mangium umur 10 tahun (Ginoga, 1997). Sehingga penelitian sifat dasar kayu ini mampu menurunkan daur teknis untuk kayu konstruksi ringan dari 10 tahun menjadi 8 tahun. Berdasarkan pengkelasan mutu dengan SKI C-bo- 010:1987 dan RSNI 2002, kayu Mangium pada umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II ini cukup kaku dan kuat. Berdasarkan sifat mekanis yang dimiliki tersebut kayu Mangium dapat digunakan sebagai komponen kayu yang bersifat struktural (Sulistyawati, 2009), bahan konstruksi, mebel dan barang kerajinan. Papan kayu Mangium umumnya berukuran sempit/tipis serta ukuran yang relatif pendek, maka teknologi papan sambung dan balok lamina menjadi solusi untuk mengatasi masalah tersebut (Rachman dan Balfas, 1993). Pada pengamatan ekor bawah pada semua data baik data primer maupun data sekunder, sebagai bagian paling menentukan kekuatan desain kayu, lebih dekat ke distribusi Weibull daripada distribusi Normal maupun distribusi 3-Parameter Weibull. Oleh sebab itu distribusi Weibull dipilih sebagai distribusi standar bagi kekuatan kayu konstruksi dari kayu Mangium maupun kayu-kayu konstruksi di pasaran kayu Indonesia 156

5 (Bahtiar, 2000). Hal ini sesuai dengan Amerika Serikat yang juga menetapkan distribusi Weibull sebagai distribusi standar sebagaimana tertuang pada ASTM D Nilai kekakuan (MOE), kekuatan (MOR) dan kekuatan karakteristik kayu Mangium pada data FS mempunyai selang kekakuan dan kekuatan yang lebih lebar dan lebih rendah dibanding data CKBC, karena data FS banyak mengandung cacat-cacat kayu akibat pertumbuhan dan pengolahan kayu, sedangkan data CKBC relatif bebas dari cacatcacat kayu. Untuk keperluan konstruksi, variabel kekuatan karakteristik kayu ini tidak banyak berarti. Pemborosan kayu sebagai bahan bangunan masih tinggi, meskipun telah dipilahpilah kekuatan kayunya, karena setiap kelompok data kayu ini hanya memiliki satu nilai kekuatan karakteristik, padahal rentang kekuatannya masih lebar. Berdasarkan uraian sebelumnya, kekuatan kayu Mangium tertinggi pada data CKBC dapat mencapai 3 sampai 4 kali kekuatan kayu terlemah. Sedangkan kekuatan kayu Mangium pada data FS lebih lebar lagi, yaitu mencapai 8 sampai 9 kali lebih kuat dari kayu terlemah. Penetapan satu nilai kekuatan karakteristik (R 0,05 ) untuk setiap jenis kayu pada format ASD, secara ekonomis maupun sumberdaya sangat merugikan, karena justifikasi kekuatan jauh di bawah kemampuan sebenarnya dari sebagian besar kayu, namun dari segi keamanan struktur menjadi lebih aman. Tindakan ini menyebabkan penggunaan dimensi kayu untuk suatu beban tertentu menjadi lebih besar daripada yang dibutuhkan, sehingga terjadi pemborosan sumberdaya kayu. Oleh karena itu perlu perbaikan pada perhitungan nilai karakteristik (R setiap jenis kayu dengan format LRFD berdasarkan ASTM D yang memerlukan informasi lebih banyak seperti reference values dan variabilitas dibanding prosedur sebelumnya. Pengguna LRFD hanya memerlukan tipe distribusi dan parameter-parameter yang mencirikan distribusi tersebut. Pada perbaikan prosedur ini, pendugaan distribusi dan parameternya lebih akurat menggunakan sebagian ekor distribusi daripada seluruh distribusi, karena untuk aplikasi gedung hanya ekor bawah distribusi keteguhan dan ekor atas distribusi beban yang mungkin menyebabkan kerusakan. Hal ini sesuai dengan hasil perhitungan sebelumnya pada pengamatan distribusi kekakuan dan kekuatan kayu Mangium, dimana distribusi Weibull dipilih sebagai distribusi standar bagi kekuatan kayu konstruksi dari kayu Mangium maupun kayu-kayu konstruksi di pasaran kayu Indonesia. Berdasarkan nilai tegangan ijin dan nilai reference resistance, nilai data primer lebih besar dibanding nilai data sekunder. Sehingga kayu Mangium dari PT INHUTANI II relatif lebih kuat dibanding kayu Mangium dari data sekunder. Meskipun nilai 157 0,05 ) untuk

6 reference resistance (Rn) data sekunder pada ukuran FS terendah, namun perhitungannya menggunakan prosedur reliability normalization, sehingga dapat menduga keterandalan struktur dengan tepat. Berbeda dengan perhitungan ketahanan referensi (reference resistance) pada data primer dan data sekunder dari data CKBC yang sudah dikonversi ke bentuk FS yang menggunakan prosedur format conversion, sehingga tidak dapat menduga keterandalan struktur dengan tepat. Keterandalan yang tepat menunjukkan kemungkinan kerusakan yang semakin kecil. Berdasarkan pengkelasan mutu dengan standar RSNI 2002, nilai MOE dan MOR data CKBC-DT dan FS-NDT data primer kayu Mangium pada umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II ini cukup kaku dan kuat dengan nilai kuat acuan E12 E13. Nilai ini sama dengan hasil pengujian kayu Mangium pada umur yang sama dari Indramayu dengan nilai kuat acuan E12 (Firmanti et al., 2003) dan lebih tinggi dibanding hasil pengujian dari Bogor dengan nilai kuat acuan E10 E12 (Sulistyawati, 2009). Sedangkan berdasarkan data sekunder FS-DT ini cukup kaku namun kurang kuat serta berdasarkan data sekunder CKBC-NDT, data primer FS-NDT dan data sekunder FS-NDT ini layak untuk konstruksi karena cukup kaku. Berdasarkan sifat mekanis dan kelas mutu yang dimiliki, kayu Mangium dapat direkomendasikan sebagai bahan bangunan, terutama untuk konstruksi struktural seperti shearwall sebagai komponen struktur rumah kayu prefabrikasi karena relatif cukup kaku dan kuat. Pada saat ini PT INHUTANI II sudah menurunkan daurnya menjadi 8 tahun, baik untuk kebutuhan pulp maupun untuk kayu pertukangan. Kayu Mangium banyak digemari di Jepang maupun Eropa terutama untuk kebutuhan garden furniture (table top, meja, kursi, flooring, wall). Hasil pengujian pada pemilihan dan optimasi penggergajian kayu Mangium, kualitas dolog berdasarkan kondisi dimensinya berturut-turut dari yang terbaik adalah pola penggergajian Pola MOP, diikuti Pola Satu Sisi, dan Pola Konvensional, walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Karakteristik dolog kayu Mangium dari PT INHUTANI II sebagian besar batangnya berbentuk tidak bundar sampai hampir bundar, taper dan lurus. Karakteristik dolog yang meliputi volume log, angka bentuk dan cacat pertumbuhan akan mempengaruhi kualitas dolog kayu Mangium pada setiap pola penggergajian. Karakteristik dolog kayu Mangium sebagai bahan baku atau kayu penghara yang masuk penggergajian adalah produk alam yang berupa dolog yang berkeragaman besar dalam kualitasnya. Makin tinggi kualitas dolog, makin tinggi pula volume, kualitas dan 158

7 rendemen kayu gergajian yang akan diperoleh (Widarmana, 1981). Informasi karakteristik dolog ini perlu diketahui sebelum pelaksanaan penggergajian, yang meliputi sumber tumbuhan yang menghasilkan kayu (timber) dan bagaimana tingkah laku (behaviour) kayu Mangium tersebut agar konversi dolog menjadi kayu gergajian dilakukan dengan tepat, prosesnya berjalan efisien dan nilai kayu gergajian yang dihasilkan menjadi optimum. Kegiatan awal dalam optimasi pemanfaatan kayu Mangium sebagai komponen rumah prefabrikasi adalah proses pengolahan kayu berupa proses penggergajian. Proses penggergajian yang dilakukan menggunakan 3 pola penggergajian yaitu Pola Konvensional, Pola Satu Sisi dan Pola Satu Sisi dengan program Model Optimasi Penggergajian (MOP) guna mengetahui pola penggergajian yang paling optimal dalam penyediaan bahan baku untuk komponen shearwall. Optimasi penggergajian diukur berdasarkan nilai rendemen masing-masing jenis pola penggergajian mulai dalam bentuk sawn timber, bilah/rough lumber, blangking sampai lumber shearing. Penggergajian merupakan proses pertama dalam urutan industri pengolahan kayu berupa kegiatan merubah bentuk atau konversi kayu bulat menjadi kayu persegian untuk memenuhi tujuan tertentu (Rachman dan Malik, 2008). Sedangkan tujuan menggergaji adalah untuk mendapatkan kayu gergajian dengan ukuran dan kualita tertentu sesuai dengan tujuan pemakaiannya, mendapatkan produksi dan rendemen yang tinggi, memanfaatkan kayu gergajian dengan ongkos produksi yang rendah dan memperoleh kayu gergajian dengan ukuran yang tepat, bebas cacat atau berkualitas tinggi (Padlinurdjaji dan Ruhendi, 1981). Bila melihat mata rantai industri pengolahan kayu, maka dalam pabrik pengergajian terjadi proses perubahan pertama kali kayu dalam bentuk dolog menjadi kayu gergajian (sawn timber) atau disebut juga kayu konversi berupa balok, papan, tiang serta sortimen lainnya. Sehingga industri kayu gergajian disebut industri kayu primer. Proses pembelahan oleh bandsaw menghasilkan belahan besar berupa kayu pacakan yang berbentuk utuh sesuai dengan besarnya diameter log tersebut. Tujuan utama pembelahan dolog menjadi kayu pacakan adalah agar dari kayu pacakan yang akan dihasilkan diperoleh sebanyak-banyaknya papan dengan lebar maksimum dan mempunyai cacat minimal. Sehingga tujuan akhirnya adalah memperoleh rendemen maksimum baik secara kuantitas maupun kualitas. Urutan proses penggergajian secara lengkap meliputi kegiatan pemotongan dolog di log deck, breakdown sawing, resawing, edging dan trimming (Rachman dan Malik, 159

8 2008). Kayu gergajian belum tentu perlu melewati semua langkah tersebut. Pada penelitian ini menggunakan proses penggergajian teknik Saw Dry Rip (SDR), sehingga dalam proses penggergajian hanya sampai kegiatan pembelahan pertama dolog untuk dijadikan beberapa kayu pacakan yang disebut kegiatan breakdown sawing. Kegiatan selanjutnya berupa kegiatan resawing, edging dan trimming dilaksanakan setelah proses pengeringan. Penerapan proses penggergajian teknik SDR pada proses penggergajian kayu Mangium adalah dalam rangka meminimalisir cacat-cacat bentuk akibat proses pengolahan kayu terutama pada proses pengeringan. Pola SDR ini membuat kualitas kayu lebih baik akibat pengeringan lebih dahulu dilakukan dibanding pola Saw Rip Dry (SRD), tetapi agak lebih rumit. Bila ingin menerapkan pola SRD pada kayu Mangium disarankan dengan menambah tebal hasil kayu gergajian (sawn timber) dari 25 mm menjadi 30 mm, karena lebih rentan terjadi cacat pada arah tebalnya. Sehingga pola SRD ini lebih cepat dan efisien, tetapi kurang hemat kayu. Pola penggergajian adalah rencana dan cara pembelahan dolog menjadi potongan atau lembaran kayu gergajian beserta urutan dan penugasannya pada mesin-mesin penggergajian, dengan cara merencanakan dan mengatur cara menggergaji agar dolog dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. Pola penggergajian berperan dalam menentukan besarnya rendemen dan tingkat mutu kayu gergajian yang dihasilkan. Untuk menerapkan pola yang sesuai harus mengetahui sifat-sifat umum jenis kayu dan kualitas dolog serta jenis dan kualitas kayu gergajian yang akan diproduksi. Berbagai macam pola penggergajian dapat diciptakan untuk setiap potong dolog. Pada dasarnya pola penggergajian terpilih tergantung pada sortimen serta pemanfaatan kayu gergajian yang dikehendaki. Dalam penelitian ini menggunakan Pola Konvensional, Pola Satu Sisi (live sawing) dan Pola Satu Sisi dengan program Model Optimasi Penggergajian (MOP), karena pertimbangan diameter rata-rata kayu Mangium yang berkisar antara cm. Hasil rendemen tertinggi dalam bentuk kayu gergajian (sawn timber) adalah pola penggergajian MOP sebesar 74,70 %, kemudian diikuti pola satu sisi dan pola konvensional berturut-turut sebesar 73,49 % dan 70,93 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rendemen aktual hasil penggergajian yang diperoleh dari pola penggergajian MOP selalu lebih tinggi dibanding 2 pola penggergajian lainnya, karena pola penggergajian simulasi berasumsi bahwa dolog berbentuk simetris, lurus, dan silindris, lintasan gergaji lurus serta cacat dolog belum diperhitungkan. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh 160

9 Rachman dan Balfas (1993), bahwa sejak diterapkannya teknik penggergajian dengan sistem simulasi dengan program MOP dalam penentuan posisi PPT, teknik ini mampu meningkatkan rendemen penggergajian dolog diameter kecil rata-rata 12,4 % atau menjadi 51,24 %. Pengenalan karakteristik kayu bulat untuk penghara industri penggergajian merupakan hal penting agar dapat menerapkan efisiensi proses dengan baik dan cepat. Hakekatnya karakteristik kayu bulat ini cenderung menurunkan efisiensi proses penggergajian. Dengan mengenalnya, diharapkan penurunan efisiensi proses dapat dihindari. Karakteristik kayu yang sering ditemui pada kayu Mangium adalah tegangan tumbuh, kayu muda dan hati rapuh. Tujuan pengeringan kayu adalah untuk peningkatan kekuatan dan keawetan kayu, stabilisasi dimensi dan peningkatan kualitas kayu baik dalam proses pengolahan maupun pada saat penggunaan dan mendapatkan standar pengeringan bagi papan-papan dari kayu Mangium. Masalah serius yang dikeluhkan dalam pengolahan kayu adalah proses pengeringan karena berlangsung lama dengan kecenderungan cacat bentuk dan pecah dalam (honeycomb defect). Pengeringan kayu Mangium ini menggunakan kilang pengering konvensional bertipe tunggal, karena tipe ini sesuai dengan karakter kayu Mangium yang sukar dikeringkan dan perlu pengeringan yang baik. Metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi membutuhkan waktu 30 hari (12 hari pengeringan alami dan 18 hari pengeringan dengan kilang pengering) sampai kadar air 11 % dan 33 hari (12 hari pengeringan alami dan 21 hari pengeringan dengan kilang pengering) sampai kadar air 9 %. Berdasarkan laju pengeringan (drying rate) yang merupakan % penurunan kadar air per hari (% decrease in moisture content per day) terlihat bahwa di bawah kadar air titik jenuh serat proses pengeringannya berjalan lambat. Titik jenuh serat adalah suatu keadaan dimana air dalam kayu hanya terdapat pada dinding sel sedangkan dalam rongga sel sudah kosong. Pada kondisi yang demikian pergerakan air ke permukaan kayu sangat sulit karena permeabilitasnya sudah berkurang, bahkan zat ekstratif dalam kayu menutup jalan bagi aliran air di dalam kayu. Oleh karena itu untuk mempercepat waktu pengeringan, penggunaan metode kiln drying perlu ditingkatkan temperaturnya agar menghasilkan panas yang lebih tinggi. Berdasarkan pengeringan kayu Mangium dengan menerapkan metode konvensional yang dimodifikasi, efektif untuk mengurangi waktu pengeringan tanpa menurunkan 161

10 kualitas dan merubah warna papan kayu Mangium. Papan kayu Mangium kondisi basah dikeringkan sampai kadar air 65 % dengan pengeringan alami (air drying) sebagai predrying treatment dan dilanjutkan pengeringan dengan kiln drying sampai kadar air yang diinginkan sebesar 10 %. Dari 593 contoh uji papan yang diamati, ada 119 (20,07 %) contoh uji yang mengalami cacat pada semua pola penggergajian. Jumlah cacat tertinggi berdasarkan pola penggergajian terjadi pada pola satu sisi dengan MOP sebanyak 24,88 %, diikuti pola satu sisi sebanyak 19,79 % dan pola konvensional sebanyak 15,10 %. Dolog yang digergaji dengan pola satu sisi akan menghasilkan kayu gergajian datar (flat sawn lumber), yang mempunyai kelemahan pada stabilitas dimensi dan keausan permukaan yang rendah. Bentuk kayu gergajian datar ini menyebabkan presentase cacat kedua pola penggergajian tersebut lebih tinggi dibanding pola konvensional. Cacat-cacat akibat penerapan pola penggergajian satu sisi dan proses pengeringan ini akan menurunkan rendemen dan kualitas kayu. Cacat berat yang terdapat pada kayu gergajian Mangium adalah cacat serat terpisah berupa pecah, yang meliputi : retak (checks), pecah tertutup (splits), pecah dalam (honeycomb defect), pecah terbuka (open split) dan belah (shake). Bentuk pecah yang terdapat pada kayu gergajian Mangium berupa pecah ujung (end splits). Cacat ringan berupa mata kayu (knots), kayu gubal (sapwood) dan cacat bentuk tipe mencawan (cupping). Cacat-cacat bentuk akibat proses pengeringan dan pengerjaan kayu diduga menurunkan rendemen dari kayu Mangium pada pola penggergajian satu sisi. Karakteristik dolog kayu Mangium adalah tegangan tumbuh yang terlihat pada saat dolog digergaji terjadi pecah papan. Kayu muda pada dolog penghara penggergajian akan menurunkan kualitas kayu gergajian karena sortimen mudah bengkok atau pecah. Kayu Mangium memiliki tegangan pertumbuhan yang tinggi. Tegangan-tegangan yang dibebaskan pada kayu Mangium lebih besar dibandingkan beberapa jenis kayu daun lebar lainnya (Wahyudi et al. 1998). Ini mengindikasikan bahwa tegangan-tegangan pertumbuhan juga tinggi, oleh karenanya resiko terjadinya cacat pada kayu Mangium ini juga tinggi. Tegangan tumbuh (internal stress, reaction wood dan spring) adalah aksi dari dolog yang ingin kembali ke bentuk asalnya karena dalam masa pertumbuhan, pohon mengalami tegangan karena miring, bengkok menyusup mencari sinar matahari, tiupan angin dan lain-lain. Tegangan tumbuh mudah terbentuk pada kayu-kayu cepat tumbuh pada hutan tanaman walaupun batangnya tidak miring selama pertumbuhan (Haygreen 162

11 dan Bowyer, 1982). Tegangan tumbuh terjadi karena adanya gaya-gaya longitudinal, yaitu tension yang berkembang mulai dari empulur ke arah tepi dolog dan compression yang berkembang mulai dari tepi dolog ke arah empulur. Kegiatan pengolahan sekunder dalam perancangan rumah prefabrikasi adalah proses pengerjaan kayu untuk pembuatan papan bentukan (molding) komponen shearwall. Proses pembuatan molding dilakukan dengan tiga tahapan yaitu : 1) Persiapan Lumber, yang meliputi kegiatan perataan sisi (edging), pemotongan (trimming), pembelahan ulang (resawing) beserta grading dan sortasinya, 2) Rough End Process yang meliputi kegiatan pengetaman (planing), pengelompokan (grouping), pelaburan perekat (glue application), dan penyatuan papan (laminating) dan 3) Molding Process, yang meliputi kegiatan molding, pendempulan dan pengamplasan (sanding). Optimasi pengerjaan kayu merupakan kriteria keberhasilan yang diukur berdasarkan tinggi rendahnya rendemen dalam suatu proses penggergajian. Rendemen aktual pada semua bentuk hasil penggergajian yang diperoleh dari pola penggergajian MOP selalu lebih tinggi dibanding 2 pola penggergajian lainnya. Rendemen hasil penggergajian yang diperoleh dari pola penggergajian MOP dalam bentuk papan (sawn timber), bilah (rough lumber), blangking maupun lumber shearing selalu ditempati pola penggergajian MOP. Berikutnya diikuti Pola Konvensional dan Pola Satu Sisi. Proporsi lumber shearing yang dibuat berdasarkan bentuk bahan bakunya, yaitu molding kayu utuh (solid wood) rata-rata diatas 70 % dan molding sambung (laminating edge to edge) rata-rata kurang dari 30 % baik pada Pola Konvensional, Pola Satu Sisi dan Pola Satu Sisi dengan Program MOP. Sedangkan kualitas papan laminasi lebih baik dibanding papan solid, tetapi prosesnya lebih banyak walau biaya yang dibutuhkan tidak berbeda nyata. Nilai rendemen pada penelitian masih mengikutsertakan cacat-cacat ringan yang dianggap bukan merupakan cacat seperti mata kayu sehat (intergrown knots), lubang jarum dan lubang gerek (pinhole), retak permukaan (surface cheks), perubahan warna (discoloration) pada kayu gubal (sapwood) dan serat tertekuk (compression failure), karena produk lumber shearing ini untuk kebutuhan lokal. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai rendemen pada penelitian ini adalah ukuran dan kualitas kayu bulat, pola pengergajian yang diterapkan dan angka bentuk terutama taper. Biaya proses produksi molding berupa lumber shearing tounge and groove rumah prefabrikasi dan biaya angkutan ke Pulau Jawa sebesar Rp ,-/m 3. Komposisi biaya terbesar berturut-turut pada pembelian log (40,45 %), proses penggergajian 22,21 163

12 %, proses pengeringan 17,39 %, biaya transportasi 12,63 %, proses pengerjaan 7,01 % dan biaya tata usaha kayu 0,31 %. Harga rumah kayu prefab tipe 21 senilai ± Rp ,- per unit yang terdiri dari Rp ,- untuk bahan kayu 4,5 m 3 (Fahutan, 2005) dan sisanya senilai Rp ,- untuk bahan atap, pondasi umpak dan upah pekerja tetapi belum termasuk harga tanah. Pada pembuatan dan perakitan shearwall kayu Mangium sebagai komponen struktur rumah prefabrikasi menunjukkan bahwa papan dan rangka bentuk solid dari kayu Mangium masih mengalami pelengkungan (bowing), berakibat mempersulit sewaktu merakit menjadi komponen struktur shearwall. Tetapi papan dan rangka bentuk solid ini lebih sederhana dalam proses. Berbeda dengan papan laminasi yang lebih lebih rumit dalam proses pembuatan (tambahan proses grouping, glue application dan laminating) tetapi lebih stabil. Secara keseluruhan kualitas papan laminasi lebih baik dibanding papan solid, tetapi prosesnya lebih banyak. Meskipun demikian biaya yang dibutuhkan tidak berbeda nyata. Pada pembuatan shearwall, tipe papan horisontal (straight sheathing) lebih mudah dalam perakitan dibanding tipe papan diagonal (diagonal sheathing), karena ukuran panjang papan pada dinding horisontal seragam. Namun hal ini mengakibatkan pemborosan bahan, kecuali dengan system finger joint. Perakitan tipe papan diagonal lebih rumit daripada papan horisontal, karena harus membuat ukuran papan yang variatif, tetapi hemat bahan karena bisa memanfaatkan segala ukuran panjang papan dan tidak perlu dibuat finger joint. Untuk stabilisasi dimensi dan optimalisasi bahan produk kayu Mangium sebagai shearwall, maka perlu dilakukan pengeringan yang optimal dan dibuat dengan cara laminated edge to edge. Pengujian komponen shearwall kayu Mangium berupa uji racking monotonic kekakuan dan kekuatan berupa beban horisontal berdasarkan ISO Penentuan F max, est dan indeks penambahan beban sebagai perlakuan tergantung kepada desain material shearwall (with or with out opening), material shearwall (frame dan sheathingnya) dan ukuran dimensi shearwall. Dalam penelitian ini digunakan nilai estimasi beban maksimal (Fmax, est) dari contoh uji pertama berupa komponen shearwall horisontal yang juga berfungsi sebagai kontrol. Pertimbangan memilih contoh uji kontrol untuk mendapatkan nilai F max, est adalah bahwa tiap contoh uji nilainya akan berbeda-beda tergantung dari desain panel dinding yang dibuat sebagai perlakuannya dan contoh uji tersebut merupakan gabungan dari 2 desain. Sementara jika berdasarkan desain dari penelitian sebelumnya hanya terdiri dari satu 164

13 panel dinding. Berdasarkan preliminary test pada contoh uji pertama sebagai kontrol diperoleh beban maksimum (F max ) sebesar 216 kg. F max ini digunakan untuk semua benda uji karena merupakan F max, est terkecil sehingga dianggap yang paling konservatif untuk mendapatkan semua nilai kekakuan dan kekuatan komponen shearwall tersebut. Kekakuan tipe komponen panel shearwall dari kayu Mangium tertinggi dapat mencapai 6-7 kali kekakuan tipe komponen panel shearwall terlentur. Sedang kekuatannya bisa mencapai 2 sampai 3 kali lebih kuat dari tipe komponen panel shearwall terlemah. Sementara kekakuan dan kekuatan lumber sheathing tipe horisontal (straight sheathing) relatif lebih lemah dibanding tipe diagonal sheathing. Shearwall tipe diagonal sheathing lebih kuat dan kaku karena mempunyai sifat triangulasi seperti halnya sifat rangka batang (truss) dan lebih dapat menahan beban lateral. Nilai kekakuan dan kekuatan panel shearwall utuh pada tipe diagonal sheathing (tipe C) yang tertinggi tersebut masih dapat ditingkatkan dengan pemakuan pada rangka antara sesuai desain rumah prefabrikasi. Komponen shearwall utuh dengan pola papan diagonal (B) dan komponen shearwall dengan pola papan diagonal utuh dan berjendela (C) mengalami kegagalan konstruksi berupa kegagalan struktur karena adanya penurunan menahan beban secara drastis sebelum deformasinya mencapai 100 mm. Komponen shearwall lain yaitu shearwall tipe (A), (D), (E1) dan (E2) mengalami kegagalan konstruksi berupa kegagalan servis kemampuan layan (serviceability failure) yang terjadi karena shearwall mempunyai sifat sangat daktail, dimana komponen belum runtuh walau deformasinya sudah mencapai 100 mm. Jenis kerusakan yang menonjol pada variasi desain panel komponen shearwall adalah kegagalan service kemampuan layan (serviceability failure). Sehingga kegagalan struktur tidak tampak, yang terjadi adalah struktur mengalami displacemen horizontal yang sangat besar yang mencapai 100 mm, seperti yang dipersyaratkan pada ISO Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur rumah untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya keruntuhan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur rumah tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi diambang keruntuhan. Pengukuran daktilitas shearwall dengan mengukur faktor daktilitasnya (μ) yang menunjukkan bagaimana kegagalan sistem struktur (rapuh atau daktil) terjadi dan menjadi parameter untuk perbandingan antara pengukuran hasil uji dengan nilai desainnya. 165

14 Semua tipe shearwall berperilaku daktail parsial karena faktor daktilitas shearwall (μ) bernilai antara 1,01 sampai dengan 2,41. Tipe shearwall yang berperilaku mendekati elastik penuh adalah tipe A dan E1. Perilaku daktil parsial sudah memenuhi 1,0 < μ < μm, sehingga dalam perencanaan suatu struktur rumah oleh perencana atau pemilik gedung dapat memilih nilai μ sendiri sesuai yang dikehendaki. Pada saat dilakukan pengujian terdapat beberapa deformasi yang terjadi, baik pada komponen shearwall tipe papan horisontal maupun tipe papan diagonal. Kerusakan yang terjadi pada komponen shearwall tipe papan horisontal berupa pergeseran antar papan akibat gaya lateral dan terlepasnya rangka shearwall pada titik-titik sambungan (joint). Sedang kerusakan yang terjadi pada komponen shearwall tipe papan diagonal berupa terbentuknya celah (gap) diantara susunan panel papan-papan diagonal bagian bawah akibat pembebanan dan rusaknya struktur akibat patah dan terlepasnya rangka shearwall pada titik-titik sambungan (joint). Pada saat pengujian, komponen shearwall mendapat beban pada salah satu sisi saja berupa uji monotonik lateral dan tidak dapat berputar pada titik itu (jepit) maka shearwall tersebut berperilaku seperti balok kantilever yang disebut shearwall kayu bertulang kantilever. Pada sisi sebelah kiri mendapatkan tekanan berupa beban yang biasanya disebut tekanan/kekangan (restrained) dan sebelah kanan bebas untuk terjadinya defleksi. Shearwall kayu bertulang kantilever adalah suatu subsistem struktur rumah yang fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh Gempa Rencana, yang runtuhnya disebabkan oleh momen lentur (bukan oleh gaya geser) dengan terjadinya sendi plastis pada kakinya, di mana nilai momen runtuhnya dapat mengalami peningkatan terbatas akibat pengerasan regangan. Kekakuan (MOE) pada beberapa tipe komponen panel shearwall dari kayu Mangium berkisar pada selang yang sangat lebar yaitu antara kg/cm 2 sampai kg/cm 2 dengan rata-rata kg/cm 2. Sedangkan kekuatan (MOR) pada tipe komponen panel shearwall dari kayu Mangium berkisar antara 222 kg/cm 2 sampai 519 kg/cm 2 dengan rata-rata 426 kg/cm 2. Pada shearwall tipe straight sheathing terlihat bahwa batang bracing vertikal berupa stress skin component tidak efektif menahan momen, sehingga nilai MOE dan MOR struktur shearwall tersebut masih sesuai dengan bahan baku kayu. Pada shearwall tipe diagonal sheathing terjadi peningkatan nilai MOE dan MOR yang lebih besar karena fungsi bracing diagonal berupa stress skin component membuat struktur menjadi lebih kaku. Kekakuan dan kekuatan struktur tersebut 166

15 disebabkan oleh bentuk geometri penampang bracing, walaupun juga dipengaruhi oleh bahan/material dan jenis tumpuannya. Untuk mengetahui ketahanan bangunan terhadap pengaruh gempa maka dilakukan perhitungan gaya gempa dengan menggunakan cara analisis gempa static ekuivalen berdasarkan SNI Bangunan rumah kayu prefabrikasi dikategorikan sebagai bangunan beraturan dengan tinggi dinding 2,4 m, dengan peruntukan rumah tinggal dan ditetapkan jenis tanah keras. Hasilnya desain tipe A komponen shearwall sesuai untuk diaplikasikan pada zona gempa kecil, tipe B, D, E1 dan E2 sesuai pada zona gempa sedang dan tipe C sesuai pada zona gempa besar. Secara keseluruhan, desain shearwall tipe diagonal sheathing komponen panel shearwall dari kayu Mangium sesuai untuk diaplikasikan pada zona sedang dan besar. Berdasarkan perbandingan hasil pengujian dengan perhitungan beban gempa hasil analisis struktur desain, bahwa beban gempa tidak terlalu mempengaruhi rumah kayu dan rumah berbahan kayu dapat dibuat menjadi rumah kayu tahan gempa. Sehingga panel shearwall ini dapat dimanfaatkan sebagai elemen struktural tahan gempa pada bangunan rumah tinggal. Kombinasi rangka kayu dengan panel papan yang berbahan dasar papan solid dan papan laminasi dapat bekerja dengan baik jika ditinjau dari faktor kekuatan dan daktilitas yang diperlukan untuk rumah tahan gempa. B. Rekomendasi 1. Kayu Mangium dapat digunakan sebagai kayu pertukangan untuk bahan bangunan rumah kayu. 2. Untuk mengurangi cacat retak dan pecah yang terjadi pada pohon Mangium akibat tegangan pertumbuhan dapat dihindari dengan teresan sebelum dilakukan penebangan dan pembuatan takik/alur pada batang pohon Mangium. 3. Pada tahap penyusunan kayu saat proses pengeringan kayu Mangium, sebaiknya kegiatan pemasangan klem diganti dengan pemberian beban pada tumpukan papan sawn timber guna mengurangi cacat terutama cacat bentuk akibat pengeringan. 4. Untuk stabilisasi dimensi dan optimalisasi (efisiensi bahan baku) produk kayu dari log diameter terbatas seperti kayu Mangium dilakukan pengeringan yang optimal dan dibuat dengan cara teknologi papan sambung dan balok lamina (laminated fingerjoint, laminated side to side dan laminated edge to edge). 167

16 5. Pengujian empiris yang dilakukan pada komponen shearwall ini perlu dilakukan uji pendahuluan dengan menyediakan contoh uji tersendiri untuk mendapatkan F max, estnya.. 6. Dilakukan pelengkapan model contoh uji menjadi 8 variasi (sesuai gambar yang disetting) dengan cara menempatkan panel shearwall pada posisi berlawanan untuk 3 variasi terakhir. 7. Untuk mendapatkan nilai kekakuan dan kekuatan yang konsisten, perlu penguatan pemakuan benda uji pada rangka horisontal bagian tengah sesuai desain rumah prefabrikasi. 8. Kerusakan terbesar pada shearwall terjadi pada sudut-sudut sambungan, maka pada titik-titik sambungan tersebut diberi pengaku/penguat berupa alat sambung berbentuk segitiga (triangle geometry) atau berbentuk menyiku (rigid joints) berbahan kayu atau baja. 9. Perlu uji siklik pada shearwall untuk ketahanan lateral dan ketahanan gempa. 10. Modul dengan komponen shearwall bisa terdiri dari beberapa panel sesuai ukuran dan fungsi ruangan tersebut, sehingga perlu juga diperhatikan hubungan antar panel tersebut. 168

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pembangunan rumah di Indonesia sangat tinggi sekitar 900.000 sampai 1,2 juta unit/tahun akibat pertambahan jumlah penduduk dan bencana alam seperti tsunami, banjir,

Lebih terperinci

IV. PEMILAHAN DAN OPTIMASI PENGGERGAJIAN, PENGERINGAN DAN PENGERJAAN KAYU UNTUK PEMBUATAN MOLDING

IV. PEMILAHAN DAN OPTIMASI PENGGERGAJIAN, PENGERINGAN DAN PENGERJAAN KAYU UNTUK PEMBUATAN MOLDING IV. PEMILAHAN DAN OPTIMASI PENGGERGAJIAN, PENGERINGAN DAN PENGERJAAN KAYU UNTUK PEMBUATAN MOLDING A. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui karakteristik dolog kayu Mangium berupa volume log, angka bentuk dan

Lebih terperinci

V. PENGUJIAN KEKUATAN SHEARWALL KAYU MANGIUM SEBAGAI KOMPONEN STRUKTUR RUMAH PREFABRIKASI

V. PENGUJIAN KEKUATAN SHEARWALL KAYU MANGIUM SEBAGAI KOMPONEN STRUKTUR RUMAH PREFABRIKASI V. PENGUJIAN KEKUATAN SHEARWALL KAYU MANGIUM SEBAGAI KOMPONEN STRUKTUR RUMAH PREFABRIKASI A. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui keandalan dan menganalisis perilaku shearwall

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK, TEGANGAN IJIN DAN KELAS MUTU KAYU MANGIUM SEBAGAI BAHAN KAYU STRUKTURAL RUMAH PREFABRIKASI

III. KARAKTERISTIK, TEGANGAN IJIN DAN KELAS MUTU KAYU MANGIUM SEBAGAI BAHAN KAYU STRUKTURAL RUMAH PREFABRIKASI III. KARAKTERISTIK, TEGANGAN IJIN DAN KELAS MUTU KAYU MANGIUM SEBAGAI BAHAN KAYU STRUKTURAL RUMAH PREFABRIKASI A. Tujuan Penelitian 1. Menentukan nilai kekuatan karakteristik, tegangan ijin, reference

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-dasar Pembebanan Struktur Dalam merencanakan suatu struktur bangunan tidak akan terlepas dari beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Agar struktur bangunan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMANFAATAN KAYU MANGIUM (Acacia PREFABRIKASI TAHAN GEMPA SULISTYONO

OPTIMASI PEMANFAATAN KAYU MANGIUM (Acacia PREFABRIKASI TAHAN GEMPA SULISTYONO OPTIMASI PEMANFAATAN KAYU MANGIUM (Acacia mangium Willd) SEBAGAI KOMPONEN RUMAH PREFABRIKASI TAHAN GEMPA SULISTYONO PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN KEHUTANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang konstruksi terus menerus mengalami peningkatan, kontruksi bangunan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan pernah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Perencanaan suatu struktur bangunan gedung didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencaaan struktur bangunan harus mengikuti peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan struktur bangunan yang aman. Pengertian beban adalah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN Sebelum diuraikan mengenai pola dan tehnik pembelahan kayu bulat, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai urut-urutan proses menggergaji, dan kayu bulat sampai menjadi kayu

Lebih terperinci

T I N J A U A N P U S T A K A

T I N J A U A N P U S T A K A B A B II T I N J A U A N P U S T A K A 2.1. Pembebanan Struktur Besarnya beban rencana struktur mengikuti ketentuan mengenai perencanaan dalam tata cara yang didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan komponen struktur terutama struktur beton bertulang harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan dan model struktur masih terus dilakukan. Oleh karena itu masih terus dicari dan diusahakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu sendiri

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Struktur Pada suatu struktur bangunan, terdapat beberapa jenis beban yang bekerja. Struktur bangunan yang direncanakan harus mampu menahan beban-beban yang bekerja pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Dalam perencanaan bangunan tinggi, struktur gedung harus direncanakan agar kuat menahan semua beban yang bekerja padanya. Berdasarkan Arah kerja

Lebih terperinci

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP KARYA TULIS PENGGERGAJIAN KAYU Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 839 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN AGUSTUS 2008 Arif Nuryawan : Penggergajian Kayu,

Lebih terperinci

III. DASAR PERENCANAAN

III. DASAR PERENCANAAN III. DASAR PERENCANAAN Persamaan kekuatan secara umum dapat dituliskan seperti pada Persamaan 3.1, dimana F u adalah gaya maksimum yang diakibatkan oleh serangkaian sistem pembebanan dan disebut pula sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia adalah suatu negeri yang sangat kaya akan kayu, baik kaya dalam jenisnya maupun kaya dalam kuantitasnya. Kayu sering dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan

Lebih terperinci

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Desember 00 : 7 BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) LAMINATED BEAMS FROM COCONUT WOOD (Cocos nucifera L) Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand

Lebih terperinci

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA ABSTRAK STUDI ANALISIS KINERJA BANGUNAN 2 LANTAI DAN 4 LANTAI DARI KAYU GLULAM BANGKIRAI TERHADAP BEBAN SEISMIC DENGAN ANALISIS STATIC NON LINEAR (STATIC PUSHOVER ANALYSIS) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan kayu yang digunakan sebagai bahan baku konstruksi telah lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu gergajian sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi Kayu Mangium (Acacia mangium Willd)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi Kayu Mangium (Acacia mangium Willd) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kayu Mangium (Acacia mangium Willd) 1. Risalah Kayu Mangium Pohon Mangium adalah tanaman asli (indigeneous species) yang tumbuh di Australia bagian utara, Papua Nugini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia konstruksi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini, di berbagai tempat dibangun gedung-gedung betingkat, jembatan layang, jalan, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Suatu struktur bangunan yang direncanakan harus sesuai dengan peraturan - peraturan yang berlaku, sehingga mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batang tekan merupakan batang yang mengalami tegangan tekan aksial. Dengan berbagai macam sebutan, tiang, tonggak dan batang desak, batang ini pada hakekatnya jarang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelat dasar kolom mempunyai dua fungsi dasar : 1. Mentransfer beban dari kolom menuju ke fondasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelat dasar kolom mempunyai dua fungsi dasar : 1. Mentransfer beban dari kolom menuju ke fondasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelat Dasar Kolom Pelat dasar kolom mempunyai dua fungsi dasar : 1. Mentransfer beban dari kolom menuju ke fondasi. Beban beban ini termasuk beban aksial searah gravitasi, geser,

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) 1 PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai S-1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi Laporan Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi pasca letusan Merapi 21 Disusun oleh: Ali Awaludin,

Lebih terperinci

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang BAB II TINJAUAN PIISTAKA 2.1 Pendahuluan Pekerjaan struktur secara umum dapat dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap (Senol,Utkii,Charles,John Benson, 1977), yaitu : 2.1.1 Tahap perencanaan (Planningphase)

Lebih terperinci

Pengertian struktur. Macam-macam struktur. 1. Struktur Rangka. Pengertian :

Pengertian struktur. Macam-macam struktur. 1. Struktur Rangka. Pengertian : Pengertian struktur Struktur adalah sarana untuk menyalurkan beban dalam bangunan ke dalam tanah. Fungsi struktur dalam bangunan adalah untuk melindungi suatu ruang tertentu terhadap iklim, bahayabahaya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sambungan dalam struktur gedung merupakan bagian terlemah sehingga perlu perhatian secara khusus. Seluruh elemen struktur mengalami pembebanan sesuai dengan bagian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi. Struktur

Lebih terperinci

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5. Bogor 16610. Telp/fax : 0251 8633378/0251 86333413

Lebih terperinci

Gambar 5.1. Proses perancangan

Gambar 5.1. Proses perancangan 5. PERANCANGAN SAMBUNGAN BAMBU 5.1. Pendahuluan Hasil penelitian tentang sifat fisik dan mekanik bambu yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa bambu, khususnya bambu tali, cukup baik untuk digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan kayu untuk hampir semua bangunan struktural masih sangat umum bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kayu yang digunakan untuk bangunan struktural umumnya terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR Rizfan Hermanto 1* 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan konstruksi bangunan menggunakan konstruksi baja sebagai struktur utama. Banyaknya penggunaan

Lebih terperinci

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini memuat ketentuan mengenai jenis, ukuran, persyaratan modulus elastisitas dan keteguhan lentur mutlak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil sumber daya yang berasal dari hutan yang dapat di jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat dijadikan bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memikul tekan pada semua beban bekerja distruktur tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. memikul tekan pada semua beban bekerja distruktur tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik: kuat tariknya bervariasi dari 8 sampai 14 % dari kuat tekannya. Karena rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atap adalah bagian dari suatu bangunan gedung yang berfungsi sebagai penutup seluruh ruangan yang ada di bawahnya terhadap pengaruh panas, hujan, angin, debu atau untuk

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Perencanaan Umum 3.1.1 Komposisi Bangunan Pada skripsi kali ini perencanaan struktur bangunan ditujukan untuk menggunakan analisa statik ekuivalen, untuk itu komposisi bangunan

Lebih terperinci

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perencanaan merupakan langkah awal dari suatu pembangunan fisik berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman oleh perencana agar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fase Fase Dalam Proses Perancangan Perancangan merupakan rangkaian yang berurutan, karena mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan dalam

Lebih terperinci

Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu

Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu Sambungan Kayu Konstruksi kayu merupakan bagian dari konstruksi bangunan gedung. Sambungan dan hubungan kayu merupakan pengetahuan dasar mengenai konstruksi kayu yang sangat membantu dalam penggambaran

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG

KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG KARYA TULIS KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan hutan alam di Indonesia periode antara tahun 1985-1997 mencapai 1,6 juta ha setiap tahunnya. Pada periode antara tahun 1997-2000 kerusakan hutan mencapai rata-rata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi Cross laminated timber (CLT) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan suatu kombinasi antara beton dan baja tulangan. Beton bertulang merupakan material yang kuat

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG HOTEL 4 LANTAI & 1 BASEMENT DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL DI WILAYAH GEMPA 4

PERENCANAAN GEDUNG HOTEL 4 LANTAI & 1 BASEMENT DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL DI WILAYAH GEMPA 4 PERENCANAAN GEDUNG HOTEL 4 LANTAI & 1 BASEMENT DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL DI WILAYAH GEMPA 4 Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Struktur Bangunan Suatu sistem struktur kerangka terdiri dari rakitan elemen struktur. Dalam sistem struktur konstruksi beton bertulang, elemen balok, kolom, atau dinding

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013 PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN 1961 NI- DAN SNI 7973:213 Eman 1, Budisetyono 2 dan Ruslan 3 ABSTRAK : Seiring perkembangan teknologi, manusia mulai beralih menggunakan

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KONSEP PENGEMBANGAN KOMPONEN DINDING PREFABRIKASI

ANALISIS DAN KONSEP PENGEMBANGAN KOMPONEN DINDING PREFABRIKASI BAB IV ANALISIS DAN KONSEP PENGEMBANGAN KOMPONEN DINDING PREFABRIKASI Penelitian sistem prefabrikasi ini berawal dari terjadinya peningkatan kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal, yang terjangkau dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Juni 009 : 7 PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL THE INFLUENCE OF NATURAL AND ARTIFICIAL DRYING FOWORD THE

Lebih terperinci

Kayu lapis Istilah dan definisi

Kayu lapis Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu lapis Istilah dan definisi (ISO 2074:2007, IDT) ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Jenis kayu lapis...

Lebih terperinci

Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu

Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu 25 Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu Suhardiman, Asroni Mukhlis Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Bengkalis E-mail : Suhardiman@polbeng

Lebih terperinci