IV. PEMILAHAN DAN OPTIMASI PENGGERGAJIAN, PENGERINGAN DAN PENGERJAAN KAYU UNTUK PEMBUATAN MOLDING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. PEMILAHAN DAN OPTIMASI PENGGERGAJIAN, PENGERINGAN DAN PENGERJAAN KAYU UNTUK PEMBUATAN MOLDING"

Transkripsi

1 IV. PEMILAHAN DAN OPTIMASI PENGGERGAJIAN, PENGERINGAN DAN PENGERJAAN KAYU UNTUK PEMBUATAN MOLDING A. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui karakteristik dolog kayu Mangium berupa volume log, angka bentuk dan cacat pertumbuhan. 2. Mengetahui proses pengolahan kayu berupa proses penggergajian log diameter kecil yang optimal dan proses pengerjaan kayu untuk pembuatan molding. 3. Mengetahui proses pengeringan dan cacat-cacatnya. 4. Menghitung nilai rendemen pada 3 pola penggergajian dalam bentuk papan sawn timber (R1), rough lumber (R2), blank (R3) dan lumber shearing (R4). 5. Menghitung biaya produksi shearwall untuk komponen struktur rumah prefabrikasi. B. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai bulan Maret sampai Mei Proses penggergajian dilaksanakan di Industri Penggergajian Kayu PT INHUTANI II di Semaras, Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Proses pengeringan, pengolahan dan pembuatan contoh uji komponen shearwall dilaksanakan di Industri Pengolahan Kayu PT Pradipta Ratanindo, Bati-Bati, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. C. Jenis Kegiatan Penelitian Kegiatan penelitian ini ada 4 yaitu pengukuran dan pemilahan log (grading log), penggergajian, pengeringan dan pengerjaan kayu untuk pembuatan molding. 1. Pengukuran dan Pemilihan Log (Grading Log) a. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah 60 buah dolog kayu Mangium umur 8 tahun, berdiameter cm dan panjang 210 cm dari HTI PT INHUTANI II di Pulau Laut. Alat yang digunakan berupa : meteran/phiband, penggaris, chainsaw, kamera, alat tulis, kapur tulis dan buku taksasi pengukuran. b. Metode Penelitian Pada tahap ini diukur diameter dan panjang log, cacat alami dan kesilindrisan setiap log kayu Mangium yang dinyatakan dalam nilai angka bentuk. Tahapan pengukuran dan pemilihan log sebelum digergaji adalah sebagai berikut : 73

2 1) Pembersihan dan Pemotongan Dolog Pembersihan bertujuan untuk menghilangkan lumpur, kerikil, kotoran atau benda lain yang mengganggu proses penggergajian. Pemotongan dolog bertujuan memotong dolog yang panjangnya belum sesuai dengan ukuran dan membuang cacat seperti busuk, pecah atau belah ujung dan bengkok sehingga diperoleh dolog yang rata pada kedua ujung bontos log tersebut dan cacat minimum. Pemotongan dolog dilakukan dengan portabel chain saw di log yard untuk memudahkan pemindahan dolog ke dalam pabrik. Gambar 13. Kegiatan pemotongan dolog dengan portabel chain saw 2) Pengukuran Dimensi Log. Pengukuran diameter dilakukan pada bagian pangkal (dp) dan ujung (du), masingmasing pengukuran dilakukan dua kali saling tegak lurus (dp1 dp2) dan du1 du2) tanpa kulit. Diameter diukur melalui titik pusat bontos, masing-masing bontos diukur diameter terpendek dan terpanjangnya, kemudian dirata-ratakan dengan rumus : (22) Keterangan : d = diameter rata-rata (cm) dp 1 = diameter pendek di pangkal (cm) dp du 2 1 = diameter panjang di pangkal (cm) = diameter pendek di ujung (cm) du2 = diameter panjang di ujung (cm) 74

3 Kemudian diukur panjang (p) log tersebut. Volume setiap log dihitung dengan rumus : (23) 3) Pemilahan Log (Grading Log) berupa Angka Bentuk Dolog Pada tahap ini diukur data interval diameter, panjang dan penyimpangan log berupa cacat alami dan kesilindrisan yang dinyatakan dalam nilai angka bentuk yang meliputi kebundaran, taper dan kelurusan setiap log, sebagai berikut : a) Kebundaran (K) Klasifikasi kebundaran dolog dikelompokan menjadi tiga, yaitu: bundar (> 90%), hampir bundar (> 80% - < 90%) dan tidak bundar (< 80%), yang bentuknya seperti Gambar 14a, dengan rumus sebagai berikut (Rachman dan Malik, 2008) : K1 < K2 K = K1 (24) b) Taper (T). Klasifikasi keruncingan dolog yaitu: Taper > 0,52 cm/m dan Tidak taper < 0,52 cm/m (Rachman dan Malik, 2008). Mengukur keruncingan dolog (taper) dengan cara mengurangi rata-rata diameter pangkal (dp) dengan rata-rata diameter ujung (du) kemudian dibagi dengan panjang log (p) sebagimana pada Gambar 14b dengan rumus sebagai berikut : (dp1 + dp2)/2 = dp (du1 + du2)/2 = du T = (dp du)/p (25) c) Kelurusan (Lr). Kelas kelurusan terbagi menjadi empat, yaitu: lurus ( 1/13 ; v =10 cm, d = 130 cm) = 0,00 0,07, hampir lurus (1/12 1/7) = 0,08 0,14, cukup lurus 1/6 1/2) = 0,16 0,50 dan tidak lurus (> 1/2) = > 0,50 (Rachman dan Malik, 2008). Pada badan kayu bulat ditentukan terlebih dahulu tiga titik, dua titik pada masing-masing ujungnya (pangkal dan ujung log) dan satu titik lagi pada tempat bengkokan (v). Kemudian antara pangkal dan ujung dihubungkan dengan seutas tali yang direntangkan dengan 75

4 tegang, selanjutnya dari v diukur jaraknya sampai pada tali yang direntangkan. Jarak yang diketahui tersebut dibandingkan dengan diameter untuk mengetahui kelurusan kayu sebagaimana Gambar 14c dengan rumus sebagai berikut : (26) (a) (b) (c) Gambar 14. Bentuk-bentuk dolog (a) Kebundaran, (b) Taper dan (c) Kelurusan 2. Optimasi Penggergajian Log Kayu Mangium a. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah 60 dolog kayu Mangium berdiameter cm dan panjang 210 cm sebagaimana bahan tersebut di atas. Dolog tersebut akan dibentuk menjadi papan lumber shearing tounge and groove (T and G) ukuran 18 x 105 x (200 s.d 2100) mm untuk bahan lumber sheathing komponen shearwall. Alat yang digunakan bandsaw 36 inchi dan Tabel Pembelahan Pertama Terbaik (PPT). b. Metode Penelitian Ukuran komponen struktur sesuai dengan ukuran hasil desain rumah prefab untuk komponen shearwall yaitu papan lumber shearing (T and G) ketebalan 18 mm, sehingga ukuran target ketebalan dari proses penggergajian adalah 25 mm dengan tambahan spilasi/allowance. Tahapan proses penggergajian adalah sebagai berikut : 1) Pembagian dan pemberian kode tiap log Jumlah 60 log berukuran panjang 210 cm dan dibagi menjadi 3 kelompok sesuai dengan jumlah pola penggergajian yang akan diteliti. Pengelompokkan log berupa pemberian kode warna pada bontos log. Sehingga setiap pola penggergajian terdiri dari 20 batang log dengan ukuran Ø yang proporsional. 76

5 2) Loading deck. Dilakukan pemuatan (loading) ke log deck sawmill dengan menggunakan Loader. Pada saat loading ke deck sawmill, dimuat tiap log dan dilakukan secara terpisah setiap kelompok pola penggergajian. 3) Peletakan log di atas carriage. Dolog ditempatkan pada kereta dolog (carriage) dengan posisi pangkal di depan dan lurus menghadap ke arah gergaji bandsaw. Penentuan posisi log pada carriage sebaiknya mengikuti pertimbangan operator karena pertimbangan kekokohan dalam memegang log untuk mengurangi resiko cacat saat penggergajian. Peletakan log pada carriage untuk Ø berbentuk elips adalah panjang Ø pangkal yang terpanjang pada posisi horizontal, sedang panjang Ø yang pendek terletak pada posisi vertikal. 4) Pembelahan utama dolog Pembelahan utama ini adalah tahap pertama pembelahan dolog dengan mesin bandsaw. Dalam menggergaji tebal papan yang dihasilkan seragam, yakni 25 mm. Kondisi log mudah digergaji pada saat kondisi basah (green). Proses pembelahan dolog dimulai dengan meletakkan dolog pada meja gergaji oleh dua orang operator dan mendorong dolog tersebut ke arah gergaji. Posisi pembelahan pertama ditentukan oleh operator yang mendorong dolog untuk digergaji. Operator yang lain menarik dolog yang sedang digergaji dan mengatur kayu gergajian yang akan diratakan sisinya. Proses ini dilakukan terus-menerus hingga dolog selesai dibelah menjadi kayu gergajian. Perlakuan pola penggergajian ada 3 macam, yaitu : a) Pola Konvensional Pola penggergajian konvensional adalah pola yang dilakukan tanpa mengikuti pola penggergajian tertentu, tetapi lebih menitikberatkan pengalaman dan kemampuan operator dalam melakukan penggergajian. b) Pola Satu Sisi Pola penggergajian satu sisi adalah pola sederhana dimana dolog dikunci pada suatu sisi lalu digergaji secara terus-menerus ke arah sisi yang berhadapan sampai selesai. Pola ini ditandai oleh irisan gergaji yang seolah-olah membuat garis singgung dengan lingkaran tahun yang sejajar satu sama lain bila dilihat pada penampang lintang log. 77

6 Gambar 15. Pola penggergajian satu sisi Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor (2008). c) Pola Satu Sisi dengan Program Model Optimasi Penggergajian (MOP) Pola penggergajian satu sisi dengan Program MOP hampir sama dengan pola penggergajian satu sisi. Teknik ini didukung oleh teori bahwa pada pola penggergajian satu sisi, posisi pembelahan pertama menentukan jumlah lintasan gergaji dan komposisi lebar papan yang akan dihasilkan. Posisi Pembelahan Pertama Terbaik (PPT) akan menghasilkan jumlah papan dan lebar papan tertinggi sehingga rendemen menjadi optimum. Asumsinya adalah dolog berbentuk silinder masif yang kedua ujungnya terpotong tegak lurus. Simulasi adalah suatu metode pemecahan masalah dengan cara menggunakan suatu model. Dalam penggergajian, sebagai model adalah dolog dengan diameter dan panjang tertentu yang dianggap berbentuk silindris masif dengan kedua ujungnya terpotong tegak lurus, tebal irisan gergaji dan ukuran kayu gergajian yang dianggap berbentuk lempengan empat persegi. Permasalahannya adalah bagaimana mendapat lempengan (kayu gergajian) secara maksimum dari dolog model. Dengan simulasi, banyaknya lempengan yang diperoleh dapat dihitung dengan rekayasa model matematis untuk menetapkan PPT melalui ukuran dolog, tebal irisan gergaji dan ukuran lempeng dan tahapan-tahapan perhitungan dalam program komputer secara berulang-ulang (Rachman, 1994). Hasil simulasi memberikan informasi bahwa pada tebal kayu gergajian yang akan diproduksi dan diameter dolog yang digergaji akan diperoleh posisi PPT, jumlah lembar kayu gergajian dan rendemen. Tabel ini membantu operator di lapangan untuk mendapatkan PPT tanpa menggunakan komputer (Ginoga et al., 1999). Data entri (dimasukkan dalam software) berupa diameter, panjang dan volume log, serta tebal gergaji dan tebal papan yang akan dihasilkan. Berdasarkan data tersebut, dilihat tabel PPT untuk memperoleh lebar PPT, jumlah papan yang dihasilkan dan rendemen gergajian secara simulasi. 78

7 Pola penggergajian satu sisi dengan Program MOP menggunakan petunjuk Tabel PPT hasil simulasi komputer yang berisi jumlah lembar kayu gergajian yang akan dihasilkan dan rendemen dolog yang akan digergaji pada ukuran panjang dan diameter tertentu. Manfaat tabel PPT adalah membantu pelaksanaan pengergajian di lapangan dalam menentukan posisi pembelahan awal tanpa menggunakan komputer (Ginoga et al.,1999) dan memperkirakan lembar papan yang akan dihasilkan dan rendemen sesuai tebalnya untuk dolog diameter kecil yang akan digergaji. Ukuran target ketebalan proses penggergajian sebesar 25 mm untuk ukuran standar modular ketebalan papan sebagai elemen panel shearwall sebesar 18 mm. Dasarnya sawn timber setebal 25 mm akan berkurang 3 mm pada saat pengetaman (planing) oleh double surfacer, 3,6 mm pada saat proses molding dengan molder dan nilai penyusutan papan serta 0,4 mm pada proses sanding. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan penggergajian dengan pola penggergajian satu sisi dengan Program MOP, yaitu : a) Menyiapkan Tabel PPT, kemudian menentukan diameter log yang akan digergaji b) Diameter standar untuk penentuan PPT adalah pada bagian diameter terbesar (biasanya pada pangkal batang) dari 2 ujung yang ada dan diukur di luar bagian kulit (tanpa kulit) dengan ketentuan sbb : Jika diameter pangkal berbentuk silindris maka dipakai rata-rata diameter pangkal. Jika diameter pangkal berbentuk elips, maka dipakai diameter pangkal terpanjang dan diposisikan arah mendatar (tidur). c) Pada tabel PPT, standar diameter berupa satuan tanpa angka di belakang koma, sehingga jika hasil pengukuran terdapat kelebihan angka, maka dibulatkan ke bawah. d) Pemberian tanda lebar PPT pada penampang melintang batang balok dilaksanakan pada bagian diameter yang terbesar (biasanya pada pangkal batang) dan dibuat di luar penampang melintang log agar terlihat oleh operator. e) Dibuat dudukan setebal 0,5 cm pada posisi 90 0 pada sisi PPT untuk dudukan log agar tidak mengelinding atau bergeser. f) Setelah persiapan itu selesai, maka kegiatan penggergajian dilakukan satu persatu pada dolog sesuai dengan pola yang diteliti. 79

8 Asumsi yang digunakan adalah rata-rata Ø dolog sama atau proporsional, sehingga setiap kelas Ø terwakili pada setiap pola penggergajian dengan cara dolog-dolog diukur diameternya dan kemudian dibagi secara proporsional. 5) Penumpukan kayu pacakan. Setelah dilakukan penggergajian maka dilakukan penumpukan kayu pacakan (kayu gergajian kasar yang sisinya masih belum rata karena belum dilakukan edging) secara terpisah sesuai dengan pola penggergajian yang diterapkan. 6) Pemuatan (loading ) kayu pacakan Pemuatan kayu pacakan ke atas Truk di industri sawmill PT INHUTANI II di Semaras, Pulau Laut, Kalimantan Selatan. 7) Pengangkutan ke industri pengolahan kayu. Pengangkutan dilakukan menuju PT Pradipta Ratanindo di Kecamatan Bati-bati, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Urutan proses penggergajian ini menggunakan teknik Saw Dry Rip (SDR), sehingga dalam proses penggergajian ini hanya sampai kegiatan pembelahan pertama dolog untuk dijadikan beberapa kayu pacakan yang disebut breakdown sawing. Kegiatan selanjutnya berupa kegiatan resawing, edging dan trimming dilaksanakan setelah proses pengeringan. Urutan proses penggergajian sebagaimana Gambar 16 berikut : Dolog di log yard 1. Pengukuran dan Pemilihan Log (Grading Log) 1) Pembersihan dan Pemotongan Dolog 2) Pengukuran Dimensi Setiap Log. 3) Pemilahan Log (Grading Log) berupa Angka Bentuk Dolog 2. Penggergajian berupa Optimasi Penggergajian Log Kayu Mangium 1) Pembagian dan Pemberian Kode tiap Log 2) Loading deck. 3) Peletakan log di atas carriage 4) Pembelahan dolog dengan bandsaw 5) Penumpukan kayu pacakan. 6) Pemuatan (loading ) kayu pacakan 7) Pengangkutan ke industri pengolahan kayu Gambar 16. Skema Proses Penggergajian 80

9 3. Proses Pengeringan a. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah papan pacakan kayu Mangium ukuran tebal 25 mm, panjang 2100 mm dan lebar papan bervariasi mulai dari 50 mm s/d 400 mm pada teknik SDR hasil optimasi penggergajian pada 3 pola penggergajian yang dilakukan sebelumnya. Penerapan penggerggajian teknik SDR menghasilkan bentuk sisi papan yang masih belum beraturan yang disebut kayu pacakan, karena belum dilakukan edging dan trimming. Alat yang digunakan adalah kiln dry tipe tunggal (kompartemen), moisture meter merek Ballunn dan MC Kuning, stick dari kayu Mangium ukuran (25 x 25 x 1000) mm dan klem. b. Metode Penelitian Proses pengeringan kayu Mangium ini menggunakan kilang pengering konvensional dengan beberapa tambahan modifikasi perlakuan. Tahapan pengeringan kayu Mangium adalah sebagai berikut : 1) Penyusunan kayu berupa pemasangan stick dan klem. a) Pemasangan stick Dilakukan penyusunan papan kayu pacakan berjumlah 20 lapis pada pallet pengeringan secara manual dengan memberi stick/pengganjal setiap jarak 30 cm arah tegak lurus pada tumpukan (stacking). Susunan papan kayu pacakan dibagi menjadi 3 kelompok sesuai pola penggergajian. b) Pemasangan klem Dilakukan pemasangan klem berupa pelat besi pada stacking dengan cara mengikat tumpukan papan kayu pacakan guna mengurangi cacat bentuk akibat pengeringan. 2) Pengeringan alami (air drying). Dilakukan pengeringan alami pada tumpukan papan kayu pacakan dengan cara diangin-anginkan pada ruang terbuka dibawah naungan (dengan peredaran udara yang cukup) selama 12 hari untuk mencapai KA kering udara dari kondisi basah (green). 3) Proses pengeringan kayu di dalam kilang pengering (kiln dry) a) Memasukkan papan kayu pacakan ke dalam kiln dry 81

10 b) Boiler sebagai sumber energi berupa uap panas dijalankan, tetapi belum dibuka ke dalam chamber selama 1 (satu) hari. c) Fan dalam chamber dijalankan. Chamber dilengkapi dengan 4 buah fan (exhaust fans) berkekuatan 50 Hz yang dipasang dibalik dinding dan atap. Fan ini selalu berputar untuk mendorong udara dingin dari chamber untuk stabilisasi suhu. d) Dilakukan penyemprotan (spraying) dengan uap dingin selama 15 menit di dalam kiln dry sebelum proses pengeringan untuk mendapatkan kesamaan KA. e) Uap panas (steam) yang dihasilkan oleh boiler dimasukkan ke dalam chamber sebagai pertanda dimulainya proses pengeringan kayu. f) Damper sebagai pengatur ventilasi dijalankan sehari setelah start awal. Damper dijalankan setiap 6 menit sekali yang terbuka selama 1 menit selama pengeringan. g) Dilakukan penyesuaian suhu pada setiap penurunan KA ± 10 %, sesuai skedul pengeringan standar Instruksi Pengeringan Kayu Papan Mangium ketebalan 25 mm s/d 35 mm dari IFC (2008), sebagaimana Tabel 11. Setiap penurunan KA ± 10 % dari KA awal sampai dengan target akhir KA sebesar 10 %, suhu ditingkatkan secara bertahap sebesar 5 o C dari suhu awal 40 o C hingga mencapai suhu maksimum (65 ± 5) o C pada tahap akhir proses pengeringan. Tipe skedul pengeringan yang digunakan adalah skedul berdasarkan Kadar Air (KA), dimana perubahan tahapan skedul berupa peningkatan suhu secara bertahap sebesar 5 0 C berdasarkan KA rata-rata dari kayu yang diduga dengan mengukur KA papan di dalam chamber setiap 3 hari sekali. Tabel 11. Skedul pengeringan untuk kayu Mangium ketebalan 25 mm. No. Kadar air/moisture content (%) Suhu ( C) Kelembaban/humidity (%) menjadi 65 air drying (28-32) 2 Papan kering udara (65) h) Pencatatan penurunan KA. Penurunan KA dicatat setiap 3 hari sekali sampai diketahui jumlah hari yang diperlukan (drying time) selama proses pengeringan. 4) Cooling down. Caranya mengeluarkan kayu dari kiln dry untuk air drying minimal 24 jam, lalu dimasukkan lagi setelah proses pengeringan pada saat KA TJS (25 30 %) yang berfungsi untuk memberi kesempatan pada pori-pori kayu agar tetap terbuka 82

11 dan rekondisi KA agar pengeringan merata (dilakukan jika terjadi stagnasi penurunan KA). 5) Penghentian steam dan boiler. Bila KA rata-rata telah mencapai 10 %, steam dan boiler dihentikan dan suhu diturunkan perlahan-lahan dari 65 o C sampai 30 o C. Lalu dilakukan pendinginan (cooling down) selama 12 jam sebelum papan kayu dikeluarkan dari ruang pengering untuk penyesuaian dengan suhu dan kelembaban setempat. 6) Fan dan Damper dihidupkan. Setelah mencapai KA 10 % Fan dan Damper dihidupkan selama 24 jam, kayu masih di dalam kiln dry, pintu kecil terbuka, pintu besar tertutup. 7) Seasoning. Dilanjutkan proses Seasoning dengan air drying di luar kiln dry selama 1 minggu untuk menghindari cacat pengerjaan. 8) Dilakukan pengamatan laju penurunan KA, jumlah dan jenis cacat pengeringan (cacat bentuk dan cacat badan) dan warna kayu yang dilakukan berdasarkan ASTM D

12 Urutan proses pengeringan kayu Mangium sebagaimana terlihat pada Gambar 17 berikut : 1) Penyusunan kayu berupa pemasangan stick dan klem 2) Pengeringan alami (air drying) 3) Proses pengeringan kayu di dalam kiln dry : a) Memasukkan papan kayu pacakan ke dalam kiln dry b) Boiler dijalankan, tetapi belum dibuka ke dalam chamber. c) Fan dalam chamber dijalankan guna stabilisasi suhu. d) Spraying dengan uap dingin selama seperampat jam untuk mendapatkan kesamaan KA. e) Membuka katup chamber untuk memasukkan uap panas (steam) yang sebagai pertanda dimulainya proses pengeringan kayu f) Damper dijalankan sehari setelah start awal sampai selesainya proses pengeringan. g) Peningkatan suhu yang dilakukan pada setiap penurunan KA ± 10 %. Suhu ditingkatkan secara bertahap sebesar 5 o C dari suhu awal 40 o C hingga mencapai suhu (65 ± 5) o C h) Pencatatan penurunan KA setiap 3 hari sekali sampai diketahui jumlah hari yang diperlukan (drying time) untuk proses pengeringan. 4) Bila KA rata-rata telah mencapai 10 %, steam dan boiler dihentikan, suhu diturunkan perlahan sampai 30 o C dan cooling down selama 12 jam. 5) Fan dan Damper dihidupkan selama 24 jam 6) Seasoning selama 1 minggu 7) Pengamatan laju penurunan KA, jumlah dan jenis cacat pengeringan (cacat bentuk dan cacat badan) dan warna kayu Gambar 17. Skema Proses Pengeringan Kayu Mangium 4. Proses Pengerjaan Kayu untuk Pembuatan Molding a. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah papan kayu pacakan Mangium pada teknik SDR hasil optimasi 3 pola penggergajian yang telah dikeringkan. Bahan lain adalah perekat Koyobond KR 560 (water based polymer isocyanate adhesive for wood), hardener dan sawdust ukuran mesh Alat yang digunakan berupa meteran, penggaris, kaliper, edger, trimmer (cross cutter), resaw/multiripsaw, planer/double surfacer, alat laminating, molder dan sander. 84

13 b. Metode Penelitian Kegiatan pengolahan kayu sekunder berupa proses pengerjaan kayu untuk pembuatan papan bentukan (molding) komponen shearwall. Proses pembuatan molding dilakukan dengan tiga tahapan yaitu : 1) Persiapan Lumber, yang meliputi kegiatan perataan sisi (edging), pemotongan (trimming) dan pembelahan ulang (resawing) beserta grading dan sortasinya. a) Perataan sisi (Edging) Perataan sisi dilakukan oleh mesin belah (edger) tipe gergaji piring (circle saw) ukuran 40,64 45,72 cm. Fungsinya untuk meratakan bagian pinggir kayu pacakan karena penerapan teknik penggerggajian SDR sebelumnya mengakibatkan bentuk sisi papan masih belum merata (papan berpingul) atau cacat lain menjadi sortimen dengan ukuran selebar mungkin. b) Pemotongan (Trimming) Kayu pacakan diteruskan ke unit gergaji potong trimmer/cross cutter (satu bilah). Fungsinya adalah mengerat papan-papan kayu pacakan menyilang serat secara tegak lurus (potongan menjadi siku) terhadap arah panjangnya untuk meratakan ujungujung papan, menghilangkan cacat, membuang panjang tertentu atau membagi papan menjadi dua bagian atau lebih. Tempat-tempat pemotongan dipilih sedemikian rupa sehingga cacat seperti mata kayu tidak sehat, pecah, retak dan lain-lain dapat dikeluarkan. Setelah tahapan tersebut terjadi perubahan papan dari kayu pacakan menjadi kayu gergajian (sawn timber). Kemudian dilakukan pengukuran dimensi papan untuk memperoleh volume papan sawn timber (V1) tiap pola penggergajian dengan ketebalan papan 25 mm, ukuran lebar variatif dan panjang 2050 mm dan 2100 mm sebagai dasar untuk memperoleh nilai rendemen pertama (R1). c) Pembelahan ulang (resawing) Pembelahan ulang (resawing) dilakukan dengan gergaji resaw/multiripsaw. Resaw berfungsi merajang (membelah) kembali kayu gergajian menjadi ukaran lebar tertentu atau membagi lebar papan menjadi dua lembar atau lebih berupa sortimen yang sudah mendekati ukuran lebar sortimen akhir. Resawing dilakukan dalam satu alur terhadap papan-papan sawntimber dengan satu ukuran terlebar 115 mm tiap papannya sampai semua papan selesai diresawing sebagai bahan dasar pembuatan papan lumber shearing (T and G) solid. Bagi papan yang tidak memenuhi lebar standar tersebut dibuat lebar papan 45 mm sebagai bahan 85

14 pembuatan lumber shearing (T and G) laminasi. Setelah pembelahan ulang maka ukuran lebar dan tebal kayu gergajian memenuhi permintaan yang diinginkan. d) Pola (grading dan sortasi) Lalu dilakukan pola (grading dan sortasi) berupa identifikasi cacat (cacat bentuk dan cacat badan) pada setiap lembar papan dengan memberi tanda pada cacatcacatnya seperti mata kayu tidak sehat, pecah, retak atau bengkok. e) Pemotongan (Trimming) Setelah pola dilanjutkan pemotongan kayu dengan gergaji potong cross cutter untuk membuang cacat-cacatnya menjadi panjang 200 mm sampai dengan 2100 mm. Sehingga diperoleh papan dengan ukuran lebar dan panjang yang sesuai dengan kebutuhan serta cacat minimum. Kemudian dilakukan pengukuran dimensi papan untuk memperoleh volume kayu tiap pola penggergajian berupa volume bilah/rough lumber (V2) dengan ukuran (25 x 115 x (200 s.d. 2100)) mm dan (25 x 45 x (200 s.d. 2100)) mm untuk memperoleh nilai rendemen kedua (R2). 2) Rough End Process, yang bertujuan meratakan permukaan kayu gergajian, membuat kayu gergajian benar-benar empat persegi (exactly) dan memperkecil beban pisau molding. Rough End Process meliputi kegiatan : a) Pengetaman (planing) Dilakukan pengetaman dua muka dengan planer/double surfacer dari papan solid ukuran (25 x 115 x (200 s.d. 2100)) mm dan (25 x 45 x (200 s.d. 2100)) mm menjadi ukuran (22 x 115 x (200 s.d. 2100)) mm dan (22 x 38 x (200 s.d. 2100)) mm. Dilanjutkan pengukuran papan solid ukuran (22 x 115 x (200 s.d. 2100)) mm untuk memperoleh volume kayu gergajian bersih (blank) setiap pola penggergajian (V3.1) sebagai dasar untuk memperoleh nilai rendemen ketiga (R3) dari papan solid. b) Pengelompokan (grouping) Dilakukan pengelompokan pada papan ukuran (22 x 38 x (200 s.d.2100)) mm berdasarkan ukuran panjang yang sama. c) Pelaburan perekat (glue application) Dilakukan pelaburan perekat pada sisi tebal papan ukuran (22 x 38 x (200 s.d.2100)) mm berdasarkan ukuran panjang yang sama dengan perekat Koyobond KR 560. Proporsi perekat adalah 85 % berupa perekat Koyobond KR 560 dan 15 % hardener. 86

15 d) Penyatuan papan (Laminating) Dilakukan proses laminating edge to edge terhadap 3 papan dengan lebar masingmasing 38 mm ke arah lebar dan dipres selama 45 menit berdasarkan ukuran panjang yang sama menjadi 1 papan laminasi ukuran (22 x 114 x (200 s.d 2100)) mm. Papanpapan laminasi ini diukur volumenya sebagai volume kayu gergajian bersih (blank) setiap pola penggergajian (V3.2) untuk memperoleh nilai rendemen ketiga (R3) papan laminasi. e) Penghitungan volume papan kayu gergajian bersih (blank) Volume papan solid (V3.1) dan papan laminasi (V3.2) kayu gergajian bersih (blank) masing-masing pola penggergajian dijumlahkan menjadi volume papan kayu gergajian bersih (blank) untuk memperoleh nilai rendemen ketiga (R3). 3) Molding Process. Kegiatan Molding Process meliputi kegiatan : a) Molding. Dilakukan proses molding terhadap papan solid dan papan laminasi dengan molder. Hasilnya berbentuk papan lumber shearing T and G berupa lumber shearing utuh (solid) dan lumber shearing laminasi. Proses Molding menghasilkan profil lumber shearing T and G ukuran (18,4 x 105 x (200 s.d 2100)) mm. b) Pendempulan Pendempulan dilakukan terhadap cacat-cacat pertumbuhan seperti mata kayu, busuk hati dan cacat-cacat bentuk akibat proses pengerjaan kayu seperti pingul dan retak pada profil lumber shearing. Dempul dibuat dari campuran sawdust ukuran mesh % dengan perekat Koyobond KR 560 tanpa hardener. c) Pengamplasan (sanding) Pada profil lumber shearing T and G ukuran (18,4 x 105 x (200 s.d 2100)) mm dilakukan sanding 2 sisi dengan sander. d) Penghitungan volume lumber shearing Tahapan akhir molding process ini adalah pengukuran dimensi profil lumber shearing T and G ukuran (18 x 105 x (200 s.d 2100)) mm. Volume lumber shearing solid (V4.1) dan laminasi (V4.2) masing-masing pola penggergajian dijumlahkan menjadi volume lumber shearing (V4) untuk memperoleh nilai rendemen keempat (R4). 87

16 : Urutan proses pembuatan molding lumber shearing terlihat pada Gambar 18 berikut 1). Persiapan Lumber : (R1) dan (R2) a) Perataan sisi (edging) b) Pemotongan (trimming) (R1) c) Pembelahan ulang (resawing) d) Pola (grading dan sortasi) e) Pemotongan (trimming) (R2) Papan solid ukuran (25 x 115 x (200 s.d 2100)) mm dan (25 x 45 x (200 s.d 2100)) mm 2). Rough End Process Pengetaman (planing) dua muka (double surfacer) menjadi berukuran (22 x 115 x (200 s.d 2100)) mm dan (22 x 38 x (200 s.d 2100)) mm Lumber ukuran (22 x 115 x (200 s.d 2100)) mm (V3.1) Lumber solid (blank) (R3) Lumber ukuran (22 x 38 x (200 s.d 2100)) mm Pengelompokan (grouping) berdasarkan ukuran panjang yang sama Pelaburan perekat (glue application) Laminating ukuran (22 x 114 x (200 s.d 2100)) mm (V3.2) Lumber laminating (blank) (R3) 3). Proses Molding meliputi kegiatan : a) Molding dengan molder menjadi profil lumber shearing tounge and groove ukuran (18,4 x 105 x (200 s.d 2100)) mm b) Pendempulan c) Pengamplasan (sanding) Lumber shearing tounge and groove ukuran (18 x 105 x (200 s.d 2100)) mm (V4 ; R4) Gambar 18. Skema Proses Pembuatan Molding 88

17 C. Analisis Data Analisis penelitian ini berupa analisa optimasi bahan kayu Mangium sebagai komponen shearwall yang meliputi : 1) Karakteristik dolog yang meliputi volume log, angka bentuk dan cacat pertumbuhan yang mempengaruhi kualitas dolog kayu Mangium pada setiap pola penggergajian. 2) Analisis proses pengolahan kayu Mangium yang meliputi proses penggergajian dan pengerjaan kayu. 3) Analisis jumlah hari yang diperlukan (drying time) untuk proses pengeringan berdasarkan tipe dan skedul pengeringan yang diterapkan dan analisis jumlah dan jenis cacat akibat proses pengeringan. 4) Menghitung dan membandingkan nilai rendemen pada 3 pola penggergajian baik bentuk solid maupun laminasi dari rendemen papan sawn timber (R1), bilah/rough lumber (R2), blank (R3) sampai bentuk molding lumber shearing T and G (R4). Rendemen penggergajian dirumuskan sebagai berikut : (27) Dimana : R = Rendemen berupa papan kayu hasil pembelahan (%) Vkg = Jumlah volume tiap papan kayu hasil pembelahan (m 3 ) Vd = Volume dolog (m ) 3 5) Menghitung biaya produksi shearwall untuk komponen struktur rumah prefabrikasi. D. Hasil dan Pembahasan 1. Pengukuran Dimensi dan Pemilihan Log (grading log). Setiap dolog memiliki penampilan berbeda dengan dolog lain. Penampilan dolog seperti bentuk bulat dengan diameter tertentu, silindris, taper dan kelurusan akan mempengaruhi proses penggergajian. Berikut hasil pengukuran dimensi dan pemilihan log : a. Pengukuran Dimensi dan Pembagian Log untuk 3 Variasi Pola Penggergajian Dimensi log menentukan volume log. Selanjutnya dapat menentukan volume luaran dan rendemennya. Sebelum digergaji, dimensi log yang meliputi diameter dan panjang log diukur pada bontos maupun badan kayu dan ditetapkan volumenya. 89

18 Contoh uji log berjumlah 60 batang dengan variasi diameter antara 22 sampai dengan 42 cm dan dibagi secara proporsional terhadap 3 pola penggergajian. Penentuan diameter berasal dari rata-rata diameter ujung dan pangkal masing masing 2 kali pengukuran sesuai standar penentuan PPT untuk volume input rendemen dan angka bentuk. Berdasarkan data dimensi dolog yang diperoleh dari pengukuran, kemudian dihitung volume dolog tersebut. Hasilnya tercantum pada Tabel 12 berikut yang merupakan rekapitulasi dari Lampiran 1. Tabel 12. Rata-Rata Dimensi Log Kayu Mangium untuk 3 Pola Penggergajian. No Uraian Pola penggergajian Konvensional Satu sisi MOP 1 Jumlah log (batang) Selang diameter log (cm) Rata-rata diameter log (cm) 29,21 29,36 29,61 4 Selang panjang log (cm) Rata-rata panjang log (cm) 210,0 209,5 210,0 6 Rata-rata volume/batang log (m 3 ) 0, , , Volume log (m 3 ) 2, , , Volume total log (m 3 ) 8, Persentase volume log (%) 32,89 33,20 33,92 Urutan dimensi log dari yang terkecil sampai yang terbesar adalah pola konvensional (32,89 %), pola satu sisi (33,20 %) dan pola satu sisi dengan MOP (33,92 %). b. Pemilahan Log (grading log) berupa Angka Bentuk Dolog Besar penyimpangan dari bentuk sempurna (silinder masif yang kedua ujungnya terpotong tegak lurus) yang dinyatakan dalam angka (kuantitatif) disebut angka bentuk dolog yang berpengaruh langsung pada rendemen penggergajian. Pada tahapan ini diukur data interval diameter, panjang dan penyimpangan log berupa cacat alami dan kesilindrisan yang dinyatakan dalam nilai angka bentuk yang meliputi kebundaran, taper dan kelurusan setiap log kayu Mangium umur 8 tahun. 1) Kebundaran Kebundaran (K) adalah perbandingan diameter terpendek dan terpanjang pada masing-masing penampang lintang sepotong dolog dan dinyatakan dalam persen. Oleh karena sepotong dolog ada dua penampang lintang (ujung dan pangkal) maka kebundaran ditentukan oleh nilai persentase yang lebih rendah. Hasil penghitungan 90

19 nilai kebundaran log pada ketiga kelompok pola penggergajian tercantum pada Tabel 13 berikut : Tabel 13. Nilai Kebundaran Log pada Ketiga Kelompok Pola Penggergajian No Uraian Pola penggergajian Konvensional Satu sisi MOP 1 Selang Kebundaran 0,5750 0,9722 0,6200-0,9615 0,5789 0, Rata-rata Kebundaran 0,7923 0,8505 0, Jumlah Kelas Kebundaran a. Bundar 3 (15%) 7 (35 %) 6 (30 %) b. Hampir Bundar 8 (40%) 8 (40 %) 11 (55 %) c. Tidak Bundar 9 (45%) 5 (25 %) 3 (15 %) Jumlah Total Terdapat 3 kelas kebundaran yaitu bundar, hampir bundar dan tidak bundar pada semua pola penggergajian. Rata-rata kebundaran pada Pola Konvensional berada pada kelas tidak bundar, sedang Pola Satu Sisi dan Pola MOP pada kelas hampir bundar. Pada Pola Konvesional dominan pada kelas tidak bundar (45 %), Pola Satu Sisi dan Pola MOP dominan pada kelas hampir bundar (40%) dan (55%). 2) Taper Taper atau keruncingan dolog (T) adalah perbedaan pangkal dan ujung untuk setiap satu meter panjang dolog. Dolog yang taper berbentuk seperti kerucut yang ujungnya terpotong tegak lurus. Sepotong dolog dikatakan taper apabila perbedaan diameter pangkal dan ujung lebih besar dari 0,52 cm tiap meter panjang (Amerika menetapkan 1 inci tiap 16 kaki panjang). Hasil penghitungan nilai taper log pada ketiga kelompok pola penggergajian tercantum pada Tabel 14 berikut : Tabel 14. Nilai Taper Log pada Ketiga Kelompok Pola Penggergajian No Uraian Pola Penggergajian Konvensional Satu Sisi MOP 1 Selang Taper (cm/m) 0,0000 2,1429 0,0000 3,8095 0,2381-5, Rata-rata Taper (cm/m) 0,9167 0,9422 1, Jumlah Kelas Taper : a. Taper 14 (70%) 13 (65 %) 15 (75 %) b. Tidak taper 6 (30%) 7 (35 %) 5 (25 %) Jumlah Total Berdasarkan Tabel 14 tersebut terdapat 2 kelas taper yaitu Taper dan Tidak Taper pada semua pola penggergajian. Rata-rata taper yang dominan pada Pola Konvensional, Pola Satu Sisi dan Pola MOP semua termasuk ke dalam kelas taper yaitu berturut turut (70 %), (65 %) dan (75 %). 91

20 Dolog taper apabila digergaji tanpa pola tertentu maka kayu gergajian yang dihasilkan akan mengandung serat miring. Sortimen itu tidak disukai karena kekuatan kayunya rendah, mudah patah dan tidak layak sebagai kayu penyangga (tiang). Untuk menghindari terjadinya serat miring pada kayu gergajian yang dihasilkan dapat dilakukan dengan beberapa variasi pola penggergajian taper. 3) Kelurusan Kelurusan (Lr) ialah perbandingan jarak penyimpangan terjauh antara garis lurus yang ditarik dari kedua ujung dolog (deviasi = v) dengan diameter dolog yang bersangkutan. Hasil penghitungan nilai kelurusan log pada ketiga kelompok pola penggergajian tercantum pada Tabel 15 berikut : Tabel 15. Nilai Kelurusan Log pada Ketiga Kelompok Pola Penggergajian No Uraian Pola Penggergajian Konvensional Satu Sisi MOP 1 Selang Kelurusan 0,0000 0,2299 0,0000-0,1967 0,0000 0, Rata-rata Kelurusan 0,0583 0,0413 0, Jumlah Kelas Kelurusan : a. Lurus 11 (55%) 15 (75 %) 10 (50 %) b. Hampir Lurus 6 (30%) 2 (10 %) 8 (40 %) c. Cukup lurus 3 (15%) 3 (15 %) 2 (10 %) d. Tidak lurus 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) Jumlah total Terdapat 3 kelas kelurusan (lurus, hampir lurus dan cukup lurus) pada semua pola penggergajian dan tidak ada satupun kelas tidak lurus. Rata-rata kelurusan pada Pola Konvensional, Pola Satu Sisi dan Pola MOP termasuk kategori kelas lurus. Pada Pola Konvesional, Pola Satu Sisi dan Pola MOP dominan terdapat pada kategori kelas lurus berturut-turut (55 %), (75 %) dan (50 %). Berdasarkan pengukuran dimensi dan pemilihan log kayu Mangium dari HTI Semaras dan Tanjung Seloka di PT INHUTANI II, kualitas dolog berdasarkan kondisi dimensinya berturut-turut dari yang terbaik adalah Pola MOP, diikuti Pola Satu Sisi dan Pola Konvensional, walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Dimensi log yang meliputi diameter, panjang dan volume log pada ketiga pola penggergajian hampir sama. Hal ini dibuat proporsional untuk mengurangi bias pengukuran rendemen dalam rangka membandingkan hasil penggergajian ketiga pola penggergajian tersebut. Berdasarkan nilai angka bentuk, kondisi dolog secara keseluruhan berturut-turut dari yang terbaik adalah Pola Satu Sisi, diikuti Pola MOP dan terakhir Pola 92

21 Konvensional. Karakteristik dolog dari PT INHUTANI II adalah sebagian besar batangnya berbentuk tidak bundar sampai hampir bundar, taper dan lurus. Karakteristik dolog yang meliputi volume log, angka bentuk dan cacat pertumbuhan mempengaruhi kualitas dolog kayu Mangium pada setiap pola penggergajian. Makin tinggi kualitas dolog, makin tinggi pula volume, kualitas dan rendemen kayu gergajian yang akan diperoleh (Widarmana, 1981). Informasi karakteristik dolog kayu Mangium ini perlu diketahui sebelum pelaksanaan penggergajian agar konversi dolog menjadi kayu gergajian dilakukan dengan tepat, prosesnya berjalan efisien dan nilai kayu gergajian optimum. 2. Optimasi Penggergajian Log Kayu Mangium Kegiatan awal dalam perancangan rumah prefabrikasi adalah proses pengolahan kayu berupa proses penggergajian. Proses penggergajian yang dilakukan menggunakan 3 pola penggergajian yaitu Pola Konvensional, Pola Satu Sisi dan Pola Satu Sisi dengan program Model Optimasi Penggergajian (MOP) guna mengetahui pola penggergajian yang paling optimal dalam penyediaan bahan baku untuk komponen shearwall. Optimasi penggergajian diukur berdasarkan nilai rendemen masing-masing jenis pola penggergajian mulai dalam bentuk sawn timber, bilah/rough lumber, blangking sampai lumber shearing. Bahan yang digunakan berupa dolog sebanyak 8,7313 m 3 yang dibagi ke dalam 3 pola penggergajian secara proporsional dengan selang diameter 22 s/d 42 cm. a. Proses Penggergajian Proses penggergajian adalah konversi kayu bulat (primary conversion) menjadi kayu persegian atau kayu gergajian (Rachman, 1986). Pada penggergajian kecil seperti sawmill di Semaras PT INHUTANI II ini, pembelahan pertama, pembelahan ulang dan perataan sisi dikerjakan oleh mesin yang sama. Proses pembelahan dolok dimulai dengan meletakkan dolok pada meja gergaji oleh dua orang operator dan mendorong dolok tersebut ke arah gergaji. Posisi pembelahan pertama ditentukan oleh operator yang mendorong dolok untuk digergaji. Operator yang lain menarik dolok yang sedang digergaji dan mengatur kayu gergajian yang akan diratakan sisinya. Proses ini dilakukan terus-menerus hingga dolok selesai dibelah menjadi kayu gergajian. Penentuan posisi log saat di meja gergaji, sebaiknya mengikuti operator karena pertimbangan kekokohan dalam memegang log, sehingga bisa mengurangi resiko cacat saat penggergajian. 93

22 Ukuran-ukuran komponen rumah prefab dibuat serba modular dan serba papan yang seragam dalam satu log yang akan digergaji sehingga tidak boros bahan (efisien) tetapi memenuhi kekuatan sebagai bahan konstruksi bangunan. Pendekatan yang digunakan adalah pola penggergajian dan desain konstruksi bangunan rumah prefab yang dominan menggunakan papan (serba papan) mulai dari lantai, dinding dan kuda-kuda papan paku. Ukuran-ukuran komponen struktur yang dibuat sesuai dengan ukuran hasil desain rumah prefab untuk komponen shearwall. Ukuran-ukuran standar modular bahan untuk papan akan digunakan sebagai elemen panel shearwall ini adalah papan dengan ketebalan 18 mm, sehingga ukuran target ketebalan dari proses penggergajian sebagai pengolahan kayu primer adalah 25 mm dengan tambahan allowance. Allowance sebesar 7 mm ini akan habis pada saat pengolahan kayu sekunder sampai tebal papan bersih 18 mm. Dasarnya sawn timber setebal 25 mm akan berkurang 3 mm pada saat pengetaman (planing) oleh double surfacer, 3,6 mm pada saat proses molding dengan molder dan penyusutan papannya serta 0,4 mm pada proses sanding. Kegiatan utama proses penggergajian adalah pembelahan dolog dengan bandsaw di sawmill. Pada proses penggergajian ini dolog digergaji menjadi beberapa bagian yang disebut kayu pacakan. Personil yang menentukan jumlah dan bentuk pacakan berikut konversinya menjadi sortimen dalam suatu pabrik penggergajian disebut saw master. Dalam pabrik penggergajian skala kecil seperti di PT INHUTANI II ini dirangkap oleh operator. Proses pembelahan oleh bandsaw menghasilkan kayu pacakan yang berbentuk utuh sesuai dengan besarnya diameter log, sehingga dihasilkan sebanyak-banyaknya papan dengan lebar maksimum dan mempunyai cacat minimal serta memperoleh rendemen maksimum baik secara kuantitas maupun kualitas. Saw master mempunyai peranan penting dalam usaha mencapai tujuan tersebut. Operator dan saw master yang berpengalaman, terampil dan bekerja cermat sangat menentukan tinggi rendahnya rendemen. Hal ini dikarenakan operator dan saw master dapat menyesuaikan kondisi dolog yang mempunyai bentuk, ukuran dan cacat yang sangat bervariasi dengan sortimen yang hendak dihasilkan. Urutan proses penggergajian secara lengkap meliputi kegiatan pemotongan dolog di log deck, breakdown sawing, resawing, edging dan trimming (Rachman dan Malik, 2008). Semua kayu gergajian belum tentu perlu melewati semua langkah tersebut. Penelitian ini menggunakan proses penggergajian teknik Saw Dry Rip (SDR) yaitu 94

23 pembelahan log yang menghasilkan kayu gergajian atau sortimen yang kemudian dikeringkan tanpa diratakan pinggir dan dipotong ujung terlebih dahulu (Maeglin dan Boone, 1983), sehingga proses penggergajian hanya sampai kegiatan pembelahan pertama dolog untuk dijadikan beberapa kayu pacakan yang disebut kegiatan breakdown sawing. Kegiatan resawing, edging dan trimming dilaksanakan setelah proses pengeringan. Penerapan proses penggergajian teknik SDR dalam rangka meminimalisir cacatcacat bentuk akibat proses pengolahan kayu terutama pada proses pengeringan. Pola SDR ini membuat kualitas kayu lebih baik akibat pengeringan lebih dahulu dilakukan dibanding pola Saw Rip Dry (SRD), tetapi agak lebih rumit. Bila ingin menerapkan pola SRD pada kayu Mangium disarankan dengan menambah tebal kayu gergajian dari 25 mm menjadi 30 mm, karena lebih rentan terjadi cacat pada arah tebal. Pola SRD lebih cepat dan efisien, tetapi kurang hemat kayu. b. Pola Penggergajian Pola penggergajian adalah rencana dan cara pembelahan dolog menjadi potongan atau lembaran kayu gergajian beserta urutan dan penugasannya pada mesin-mesin penggergajian, dengan cara merencanakan dan mengatur cara menggergaji agar dolog dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. Pola penggergajian berperan menentukan besarnya rendemen dan tingkat mutu kayu gergajian. Untuk menerapkan pola yang sesuai harus mengetahui sifat-sifat umum jenis kayu dan kualitas dolog serta jenis dan kualitas kayu gergajian yang akan diproduksi. Berbagai macam pola penggergajian dapat diciptakan untuk setiap potong dolog. Pada dasarnya pola penggergajian terpilih tergantung pada sortimen serta pemanfaatan kayu gergajian yang dikehendaki. Dalam penelitian ini menggunakan pola pengergajian konvensional, satu sisi (live sawing) dan penggergajian simulasi berupa Pola Satu Sisi dengan program Model Optimasi Penggergajian (MOP), karena pertimbangan diameter rata-rata kayu Mangium yang termasuk kategori berdiameter kecil yaitu berkisar antara 22 s/d 42 cm. Asumsi yang digunakan adalah rata-rata diameter dolog sama. Masing-masing pola penggergajian dijelaskan sebagai berikut : 1) Pola Konvensional Pola penggergajian konvensional adalah suatu pola yang dilakukan tanpa mengikuti pola penggergajian tertentu, tetapi lebih menitikberatkan pengalaman dan kemampuan operator dalam melakukan penggergajian. Pola ini kemungkinan merupakan kombinasi terhadap pola-pola penggergajian yang ada, yaitu kombinasi dari pola penggergajian satu 95

24 sisi (live sawing), berguling (round sawing), taper (taper sawing) dan perempatan (quarter sawing). 2) Pola Satu Sisi Pola penggergajian satu sisi biasa digunakan untuk pembuatan kayu gergajian berbentuk papan dari dolog diameter kecil, kayu-kayu dari hutan tanaman dan dolog yang banyak mengandung cacat. Dengan pola ini akan diperoleh rendemen yang tinggi, papan yang lebar dan waktu produksi relatif cepat akan tetapi kualitas kayu gergajian yang dihasilkan umumnya rendah. Tetapi bila dolognya bermutu tinggi maka pola satu sisi akan menghasilkan rendemen paling tinggi (Rachman dan Malik, 2008). 3) Pola Satu Sisi dengan Program MOP Untuk memperoleh rendemen kayu gergajian yang optimum dengan pola satu sisi, telah direkayasa suatu teknik untuk membantu operator penggergajian dalam penentuan pembelahan pertama terbaik dengan program komputer berupa Model Optimasi Penggergajian (MOP) yang memandang dolog sebagai silinder masif yang kedua ujungnya terpotong tegak lurus. Dalam pola penggergajian satu sisi, posisi pembelahan pertama menentukan jumlah lintasan gergaji dan komposisi lebar papan yang akan dihasilkan. Posisi Pembelahan Pertama Terbaik (PPT) akan menghasilkan jumlah papan dan lebar papan tertinggi sehingga rendemen menjadi optimum. Model dolog silinder masif ini bila secara simulasi pada posisi pembelahan pertama tertentu dengan lebar irisan gergaji tertentu, selanjutnya model digergaji secara terus-menerus pada ketebalan papan tertentu sampai selesai, maka jumlah lembar papan dan lebar tiap lembar papan yang dihasilkan (volume) dapat dihitung. Bila dicoba berbagai posisi pembelahan pertama secara simulasi akan diperoleh satu posisi yang menghasilkan rendemen tertinggi. Posisi ini adalah posisi Pembelahan Pertama Terbaik (PPT). Penentuan posisi pembelahan pertama akan berpengaruh pada volume kayu gergajian yang akan dihasilkan. Pola penggergajian satu sisi dengan Program MOP hampir sama dengan pola penggergajian satu sisi, bedanya dalam menentukan lebar pembelahan pertama kali dengan menggunakan petunjuk Tabel PPT. Di dalam Program MOP ini terdapat tabel PPT hasil simulasi komputer, jumlah lebar kayu gergajian yang akan dihasilkan dan rendemen dolog yang akan digergaji pada ukuran panjang dan diameter tertentu. Manfaat tabel PPT ini adalah untuk membantu pelaksanaan pengergajian di lapangan dalam menentukan posisi pembelahan awal tanpa menggunakan komputer (Ginoga et al., 1999) dan memperkirakan lembar papan yang akan dihasilkan dan rendemen sesuai tebalnya 96

25 untuk suatu dolog diameter kecil yang akan digergaji. Dengan cara ini rendemen tertinggi simulasi penggergajian mencapai sekitar 83% (Rachman, 1994). Berikut ini disajikan data rendemen ketiga pola penggergajian yang meliputi pola penggergajian konvensional, pola satu sisi dan pola MOP dari Kayu Mangium. Tabel 16. Perbandingan rendemen kayu Mangium dari pola penggergajian konvensional, pola satu sisi dan pola MOP No. Bentuk Pola Pola Satu Pola MOP Rasio rendemen konvensional(%) sisi (%) Simulasi (%) Aktual (%) (aktual/simulasi) 1 Sawn timber 70,93 73,49 79,53 74,70 0,94 Rendemen hasil penggergajian yang diperoleh dari simulasi berdasarkan Tabel 16 di atas selalu lebih tinggi dari hasil aktual, karena pola penggergajian simulasi berasumsi bahwa dolog berbentuk simetris, lurus dan silindris, lintasan gergaji lurus serta cacat dolog belum diperhitungkan. Rasio antara rendemen aktual dan rendemen simulasi yang diperoleh dari hasil penggergajian dalam bentuk sawntimber sebesar 0,94. Tingginya nilai rasio tersebut karena hasil penggergajian bentuk sawntimber masih mengandung cacatcacat akibat pengeringan, belum dilakukan pola (grading dan sortasi) dan baru dilakukan perataan sisi (edging) dan pemotongan ujung (trimming) dengan lebar yang masih bervariasi sesuai lebar diameter dolognya. Ketika sudah dalam bentuk papan bilah (rough lumber) yaitu bentuk papan hasil pembelahan ulang (resawing) yang mendekati ukuran target baik untuk papan solid maupun papan laminasi, dan dilakukan pola (grading dan sortasi) serta pemotongan ujung (trimming) sehingga ukuran panjangnya bervariasi setelah dikeluarkannya cacat-cacat pada papan tersebut, maka rasio antara rendemen aktual dan rendemen simulasi hanya sebesar 0,57 dengan rendemen aktual pola MOP bentuk bilah sebesar 45,51 %. Hasil rendemen tertinggi dalam bentuk kayu gergajian (sawn timber) adalah pola penggergajian MOP sebesar 74,70 %, kemudian diikuti pola satu sisi dan pola konvensional berturut-turut sebesar 73,49 % dan 70,93 %. Rendemen aktual hasil penggergajian dari pola penggergajian MOP selalu lebih tinggi dibanding 2 pola penggergajian lainnya. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Rachman dan Balfas (1993), bahwa sejak diterapkannya teknik penggergajian dengan sistem simulasi dengan program MOP dalam penentuan posisi PPT, teknik ini mampu meningkatkan rendemen penggergajian dolog diameter kecil rata-rata 12,4 % atau menjadi 51,24 %. Dolog yang digergaji dengan Pola Satu Sisi dan Pola Satu Sisi dengan Program MOP akan menghasilkan kayu gergajian datar (flat sawn lumber). Kayu gergajian datar 97

26 ditandai oleh gari-garis berbentuk elip pada permukaan yang terbentuk karena irisan gergaji mengerat kayu secara tangensial atau menyinggung lingkaran tahun. Garis-garis itu tampak jelas terutama pada jenis kayu yang perbedaan kayu awal dan kayu akhirnya cukup nyata Pengenalan karakteristik kayu bulat untuk penghara industri penggergajian merupakan hal penting agar dapat menerapkan efisiensi proses dengan baik dan cepat. Pada hakekatnya karakteristik kayu bulat ini cenderung menurunkan efisiensi proses penggergajian. Dengan mengenalnya, diharapkan penurunan efisiensi proses dapat dihindari. Karakteristik kayu yang sering ditemui pada kayu Mangium adalah tegangan tumbuh, kayu muda dan hati rapuh. Saat ini terjadi perubahan bahan baku industri perkayuan dari hutan alam yang berdiameter besar ke hutan tanaman dan hutan rakyat yang berdiameter kecil dan relatif lebih muda. Beberapa karakteristik dolog diameter kecil yang ditemui pada kayu Mangium adalah tegangan tumbuh, yang dapat dilihat pada saat dolog digergaji terjadi pecah papan. Kayu muda pada dolog penghara penggergajian akan menurunkan kualitas kayu gergajian karena sortimen mudah bengkok atau pecah. Dolog yang mengandung hati rapuh akan mengurangi pemanfaatan untuk menjadi kayu gergajian, karena kualitasnya rendah. 3. Proses Pengeringan Proses selanjutnya adalah pengeringan bahan baku berupa papan-papan kayu pacakan dari hasil penggergajian. Tujuan pengeringan kayu ini untuk peningkatan kekuatan dan keawetan kayu, stabilisasi dimensi dan peningkatan kualitas kayu baik dalam proses pengolahan maupun pada saat penggunaan dan mendapatkan standar pengeringan bagi papan-papan dari kayu Mangium. Masalah serius yang dikeluhkan dalam pengolahan kayu adalah proses pengeringan karena berlangsung lama dengan kecenderungan cacat bentuk dan pecah dalam (honeycomb defect). a. Modifikasi Metode Konvensional (air and kiln drying) Proses pengeringan kayu ini menggunakan metode konvensional yang dimodifikasi dengan menggunakan standar Instruksi Pengeringan Kayu Papan Mangium ketebalan 25 mm s/d 35 mm dari IFC (2008). Penggunaan standar ini karena skedul pengeringannya menggunakan tipe skedul berdasarkan kadar air (KA). Perubahan tahapan skedul didasarkan atas KA rata-rata dari kayu yang dapat diduga/diukur dengan papan contoh atau memakai load cell ataupun in kiln moisture meter. Skedul tipe ini biasa digunakan 98

27 pada kayu daun lebar seperti kayu Mangium karena proses pengeringannya lebih sulit dan sebaran kadar airnya besar. Modifikasi metode konvensional (air and kiln drying) pada proses pengeringan kayu Mangium ini berupa penurunan suhu awal pada skedul pengeringan IFC (2008), penggunaan kilang pengering konvensional bertipe kompartemen/tunggal dan tambahan perlakuan pada proses pengeringannya. Pemakaian suhu awal diturunkan dari 45 C pada skedul pengeringan IFC (2008) menjadi hanya 40 C. Hal ini untuk mengurangi cacatcacat yang terjadi selama proses pengeringan dan sebagai pengganti metode shed drying (pre-drying treatment). Penambahan suhu dilakukan secara bertahap sebesar 5 C setiap 3 hari sampai suhu 65 C guna mendapatkan papan dengan KA 10 %. Menurut Basri et al., (2001), pemakaian suhu 60 C di awal pengeringan sudah menampakkan perubahan bentuk, pecah dalam dan degradasi warna pada kayu. Hal ini menunjukkan adanya kepekaan kayu Mangium tehadap panas, terutama pada kandungan air di atas titik jenuh serat. Oleh karena itu diperlukan metode pengeringan yang sesuai sehingga dapat meningkatkan sifat pengeringan (mempercepat waktu pengeringan/laju pengeringan dan mengurangi cacat kayu/tidak menurunkan mutu kayu). Penggunaan kilang pengering konvensional bertipe kompartemen/tunggal ini sesuai dengan karakter kayu Mangium yang sukar dikeringkan dan perlu pengeringan yang baik. Ciri tipe kilang pengering kompartemen adalah papan kayu dimasukkan dan dikeluarkan dalam satu waktu; keseluruhan skedul dilakukan di dalam satu kilang; suhu dan kelembaban sama pada semua bagian kilang dan baik digunakan untuk kayu yang sukar dikeringkan. Beberapa tambahan perlakuan modifikasi dalam pengeringan kayu Mangium adalah pemasangan stik setiap jarak 30 cm pada proses stacking, pemasangan klem pada stacking untuk mengurangi cacat akibat pengeringan, penyemprotan dengan uap dingin selama 15 menit sebelum proses pengeringan untuk mendapatkan kesamaan KA dan Damper dijalankan setiap 6 menit sekali terbuka selama 1 menit selama proses pengeringan. Cooling down dengan cara mengeluarkan kayu dari kiln dry untuk air drying minimal 24 jam tidak dilakukan karena tidak terjadi stagnasi penurunan KA pada saat KA TJS (25 30 %). Setelah mencapai KA 10 %, suhu diturunkan perlahan-lahan sampai 0 C. Kemudian Fan dan Damper tetap dihidupkan selama 24 jam, kayu masih di dalam kiln dry, pintu kecil terbuka, pintu besar tertutup dan dilanjutkan proses Seasoning dengan air drying di luar kiln dry selama 1 minggu untuk menghindari cacat pengerjaan. 99

28 b. Skedul dan Hasil Pengeringan Hasil kegiatan pengeringan kayu ini berupa skedul penambahan suhu secara bertahap dan jumlah hari pada setiap kenaikan suhu tersebut. Waktu pengeringan kayu Mangium dengan metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi dapat dilihat pada Tabel 17 dan diharapkan bisa menjadi standar pengeringan untuk kayu Mangium. Tabel 17. Waktu pengeringan (drying time) metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi pada Proses Pengeringan Kayu Mangium No MC (%) Suhu ( C ) Jumlah hari Laju pengeringan (drying rate), Keterangan %/hari menjadi hari 4,6 Air drying 2 65 menjadi hari 3,0 Kiln drying 3 56 manjadi hari 7,0 Kiln drying 4 35 manjadi hari 1,3 Kiln drying 5 31 menjadi hari 1,7 Kiln drying 6 26 menjadi hari 2,3 Kiln drying 7 19 menjadi hari 2,7 Kiln drying 8 11 menjadi hari 0,7 Kiln drying Total hari 33 hari Waktu pengeringan alami (air drying) papan kayu Mangium dengan tebal 25 mm kondisi basah dari Pulau Laut memerlukan waktu sekitar 12 hari untuk menurunkan KA dari kondisi segar % ke rata-rata KA 65 %. Sebagai perbandingan hasil pengujian pengeringan kayu Mangium di PT INHUTANI II menggunakan metode pengeringan alami pada kayu berupa papan dengan tebal 25 mm memerlukan waktu sekitar 1 bulan untuk menurunkan KA dari kondisi segar % ke KA 40 % (Trihastoyo, 2001). Setelah pengeringan alami (air drying) sebagai pre-drying treatment maka dilanjutkan pengeringan dengan kiln drying sampai KA ± 10 %. Dari Tabel 17 di atas, metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi membutuhkan waktu 30 hari (12 hari pengeringan alami dan 18 hari pengeringan dengan kilang pengering) sampai KA 11 % dan membutuhkan waktu 33 hari (12 hari pengeringan alami dan 21 hari pengeringan dengan kilang pengering) sampai KA 9 %. Metode konvensional yang dimodifikasi ini efektif untuk mengurangi waktu pengeringan tanpa menurunkan kualitas dan tidak merubah warna papan kayu Mangium. 100

29 Bila dilihat laju pengeringan (drying rate) yang merupakan % penurunan KA per hari (% decrease in moisture content per day) terlihat bahwa di bawah KA titik jenuh serat (TJS) proses pengeringannya berjalan lambat. TJS adalah suatu keadaan dimana air dalam kayu hanya terdapat pada dinding sel sedangkan dalam rongga sel sudah kosong. Pada kondisi demikian pergerakan air ke permukaan kayu sangat sulit karena permeabilitasnya sudah berkurang, bahkan zat ekstratif dalam kayu menutup jalan bagi aliran air di dalam kayu. Oleh karena itu untuk mempercepat waktu pengeringan, penggunaan metode kiln drying perlu ditingkatkan suhunya agar menghasilkan panas yang lebih tinggi. Tabel 18 berikut merupakan hasil penelitian mengenai waktu pengeringan berupa jumlah hari yang diperlukan pada papan kayu Mangium dengan 5 metode pengeringan yang pernah dilakukan di PT INHUTANI II. Tabel 18. Waktu pengeringan pada papan kayu Mangium dengan 5 metode pengeringan di PT INHUTANI II No Metode Pengeringan Waktu pengeringan dari kondisi basah sampai KA 15 % (hari) 1 Metode konvensional (air + kiln drying) 40 2 Metode kiln drying 14 3 Metode shed drying 28 4 Metode shed + kiln drying 19 5 Metode konvensional (air + kiln drying) yang dimodifikasi 30 Sumber : Basri et al Jika dibandingkan dengan metode konvensional (air + kiln drying) yang membutuhkan waktu selama 40 hari untuk mencapai KA 15 %, maka metode konvensional yang dimodifikasi ini relatif cepat yaitu hanya membutuhkan waktu selama 30 hari. Namun jika dibandingkan dengan metode kiln drying selama 14 hari, metode shed + kiln drying selama 19 hari dan metode shed drying selama 28 hari untuk mencapai KA 15 %, maka metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi ini membutuhkan waktu yang lebih lama namun menghasilkan kualitas kayu yang lebih baik (tidak terjadi perubahan warna dan cacat bentuk minimal akibat proses pengeringan). Kombinasi air drying dan kiln drying yang dimodifikasi tampaknya lebih efektif untuk mengeringkan papan kayu Mangium daripada menggunakan metode konvensional (air + kiln drying), metode shed + kiln drying dan shed drying. Papan kayu Mangium kondisi basah dikeringka n sampai KA 65 % dengan pengeringan alami (air drying) 101

30 sebagai pre-drying treatment dan dilanjutkan pengeringan dengan kiln drying sampai KA yang diinginkan sebesar %. Rata-rata waktu pengeringan yang dibutuhkan pada kombinasi pengeringan yang dimodifikasi ini adalah 30 hari untuk sampai KA 11 % dan 33 hari untuk sampai KA 9 %. Pengeringan sampai KA 10 % dilakukan untuk tujuan ekspor. Kombinasi air drying dan kiln drying yang dimodifikasi ini menjadikan papan kayu Mangium akan mudah dan cepat dikeringkan dengan mutu kayu yang baik. Hasil yang baik dapat diperoleh karena titik kritis pengeringan kayu Mangium ini masih di atas TJS baik pada saat pengeringan alami yaitu KA sebesar 65 %, maupun pada saat pengeringan di dalam kilang pengering yaitu KA sebesar 56 % pada saat suhu 40 C, KA sebesar 35 % pada saat suhu 45 C dan KA sebesar 31 % pada saat suhu mencapai 50 C. Pre-drying treatment berupa pengeringan alami (air drying) dan penurunan suhu awal dari 45 C pada skedul pengeringan IFC (2008) menjadi hanya 40 C sebagai pengganti metode shed drying, bertujuan untuk akselerasi proses pengeringan dan mengurangi cacat kolaps dan pecah selama proses pengeringan. Namun metode ini masih lebih lambat dibandingkan dengan metode shed + kiln drying yang juga lebih baik pada perbaikan sifat pengeringannya. Industri pengolahan kayu mempunyai masalah dalam pengeringan kayu Mangium kondisi segar. Untuk menyelesaikan masalah ini, industri telah menggunakan metode pengeringan alami sekitar hari untuk menurunkan KA dari kondisi segar sampai KA 40 %. Dibandingkan dengan metode pengeringan alami, metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi lebih sesuai dan efisien karena waktu pengeringannya dapat dikurangi sekitar 10 hari (40 hari pada metode konvensional dan hanya 30 hari dengan metode konvensional yang dimodifikasi pada KA akhir 15 %), walaupun masih lebih baik dengan metode shed + kiln drying yang bisa mengurangi waktu pengeringan sampai 3 minggu (Basri, et al. 2002). Kayu Mangium termasuk jenis kayu yang sulit dikeringkan (berlangsung lama dengan kecenderungan cacat bentuk dan pecah dalam), karena : 1) Kayu Mangium termasuk jenis kayu daun lebar yang struktur selnya lebih heterogen (persentase jari-jari kayu besar dan ukuran vessel bervariasi). 2) Proporsi kayu teras pada kayu Mangium lebih besar dibandingkan kayu gubalnya, sehingga menghambat proses pengeringan akibat permeabilitasnya berbeda. Pada kayu teras terbentuk zat ekstratif dan tylosis yang menutup lumen-lumen sel dan terjadinya aspirasi noktah pada kayu gubal sehingga mengurangi permeabilitas kayu. 102

31 3) Kayu Mangium peka tehadap panas, terutama pada kandungan air di atas titik jenuh serat, sehingga perlu dilakukan metode baru dalam proses pengeringan berupa modifikasi metode konvensional, seperti pre-drying treatment pada shed drying method. Dibandingkan dengan kayu lain yang berat jenisnya sama, kayu Mangium termasuk lambat mengering dengan tingkat kepekaan yang tinggi terhadap panas. Jika pengeringan dipercepat resikonya adalah pecah, berubah bentuk dan degradasi warna pada kayu. Faktor yang mempengaruhi sifat pengeringan kayu Mangium adalah struktur anatomi dan kandungan kimia kayunya. Hal ini dinyatakan dari hasil penelitian Waluyo (2003) yang memperoleh data ukuran noktah kayu Mangium sangat kecil, sedangkan frekwensi jarijarinya sangat tinggi, serta terdapat endapan berwarna hitam dalam pembuluh kayu. Noktah antar pembuluh yang kecil serta adanya penyumbatan dalam pembuluh kayu akan menghambat proses pengeluaran air dalam kayu. Selain itu frekwensi jari-jari kayu yang tinggi menjadi titik lemah dalam pengeringan karena retak dan pecah pada kayu biasanya terjadi lewat jari-jari. Disarankan penanganan log setelah ditebang dibiarkan dahulu 1 sampai 6 bulan untuk diperam guna menurunkan kandungan minyak atau dilakukan peneresan seperti di hutan jati. Jika kondisi segar (fresh cut) langsung diolah terjadi kesulitan pada saat pengeringan yang butuh waktu lebih lama. Dari uraian di atas, industri harus mempertimbangkan dalam menentukan metode pengeringan kayu Mangium. Jika ingin mendapatkan produk kayu Mangium dengan mutu dan nilai jual tinggi, maka disarankan memilih metode konvensional yang dimodifikasi ini dan metode shed + kiln drying. Metode ini memerlukan waktu agak lama yaitu 30 hari untuk target KA 15 % dan tambahan biaya, namun hasilnya lebih baik. Akan tetapi jika pertimbanganya pada kuantitas produk, maka metode pengeringan yang bisa digunakan adalah kiln drying yang hanya memerlukan waktu 14 hari, namun terdapat kendala berupa cacat-cacat akibat proses pengeringan. Metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi ini efektif untuk mengurangi waktu pengeringan tanpa menurunkan kualitas dan tidak merubah warna papan kayu Mangium. Papan kayu Mangium kondisi basah dikeringkan sampai KA 65 % dengan pengeringan alami (air drying) sebagai pre-drying treatment dan dilanjutkan pengeringan dengan kiln drying sampai KA sebesar 10 %. 103

32 c. Macam-macam Cacat Teknis akibat Proses Pengeringan Penggunaan kayu kekuatan rendah sampai menengah semakin banyak digunakan untuk bahan konstruksi kayu, karena keberadaan kayu yang kuat semakin langka. Jenis kayu yang dipakai untuk konstruksi bangunan sebagai kayu pertukangan didominasi oleh jenis-jenis kayu yang berasal dari HTI yang memiliki kekuatan rendah sampai menengah tetapi banyak terdapat cacat-cacat akibat pertumbuhan maupun saat pengerjaan kayu. Selama proses pengolahan kayu, ditemukan cacat-cacat serat terpisah dan cacat bentuk akibat pengerjaan/pengolahan kayu tersebut (Rachman dan Malik, 2008). Ada 4 macam cacat pada 2 kategori cacat tersebut yang ditemukan pada proses pengolahan kayu Mangium ini, yaitu : cacat bentuk (warping) berupa memangkuk/mencawan (cupping) dan cacat serat terpisah berupa retak (checks), pecah tertutup (splits, honeycomb defect) dan pecah terbuka (open split, shake) sebagaimana tercantum pada Tabel 19. Sementara cacat yang lain seperti mata kayu, miring serat dan pingul tidak dihitung sebagai cacat karena produk ini untuk kebutuhan dalam negeri. Tabel 19. Kategori dan Persentase Cacat pada Metode Penggergajian Saw Dry Rip (SDR) pada Masing-masing Pola Penggergajian No. Kategori Cacat Persen Metode cacat bentuk cacat serat terpisah total papan cacat penggergajian pecah pecah papan mencawan Retak cacat (%) tertutup terbuka 1 Pola konvensional ,10 2 Pola satu sisi ,79 3 Pola satu sisi dengan MOP ,88 Jumlah total ,07 Beberapa cacat tersebut dapat dijumpai secara bersamaan pada sebatang kayu gergajian, tetapi pada umumnya ditonjolkan cacat yang spesifik dan intensitasnya tinggi. Hal ini sangat tergantung pada persyaratan kualita yang ditetapkan dalam penggunaan kayu tersebut. Untuk menjamin keseragaman pada kekuatan kayu dalam menentukan allowable stress untuk perencanaan bangunan, dilakukan stress grading atau pemberian mutu pada kayu bangunan. Stress grading didasarkan pada karakteristik yang ada pada kayu (adanya cacat) serta pengaruhnya terhadap kekuatan kayu. Cacat-cacat yang harus dibatasi dalam stress grading adalah mata kayu, miring serat, pingul (wane), pecah dan retak. Dari 593 contoh uji papan yang diamati, ada 119 (20,07 %) contoh uji yang mengalami cacat pada semua pola penggergajian. Jumlah cacat tertinggi berdasarkan pola 104

33 penggergajian terjadi pada pola satu sisi dengan MOP sebanyak 52 buah (24,88 %) berupa cacat mencawan (16 buah), retak (13 buah), pecah tertutup (9 buah) dan pecah terbuka (14 buah). Diikuti oleh pola satu sisi sebanyak 38 buah (19,79 %) berupa cacat mencawan (11 buah), retak (9 buah), pecah tertutup (8 buah) dan pecah terbuka (10 buah). Cacat terendah terjadi pada pola penggergajian konvensional sebanyak 29 buah (15,10 %) berupa cacat mencawan (7 buah), retak (8 buah), pecah tertutup (5 buah) dan pecah terbuka (9 buah). Dolog yang digergaji dengan pola satu sisi dan pola satu sisi dengan MOP menghasilkan kayu gergajian datar (flat sawn lumber). Kelemahan kayu gergajian datar adalah stabilitas dimensi dan keausan permukaan yang relatif rendah. Bentuk kayu gergajian datar menyebabkan presentase cacat pada pola satu sisi dengan MOP dan pola satu sisi lebih tinggi dibanding pola konvensional yang menghasilkan kayu gergajian relatif bervariasi. Cacat-cacat yang terjadi akibat penerapan pola penggergajian satu sisi dan proses pengeringan kayu ini yang menurunkan rendemen dan kualitas kayu Mangium. Cacat kayu adalah kelainan atau penyimpangan pada kayu yang dapat menurunkan kekuatan atau pengaruhnya kurang baik dalam penggunaan, penampilan, atau pengerjaan lebih lanjut (Sofyan dan Surjokusumo, 1980). Menurut berat-ringannya, cacat dikelompokkan menjadi 2 (Mardikanto, et al. 2011), yaitu : 1) Cacat berat yaitu cacat yang tidak diperkenankan (Non Permissible Defects/NPD). Yang termasuk kedalam kelompok cacat berat adalah lubang gerek besar (large borer holes), pecah, lapuk (decay), busuk (rot), serat tertekuk (compression failure) dan hati rapuh (brittle heart). Berdasarkan kriteria tersebut, maka cacat berat yang terdapat pada kayu gergajian Mangium adalah cacat serat terpisah berupa pecah, sedangkan cacat lainnya tidak ditemukan. Cacat pecah yang terdapat pada hasil pengeringan papan kayu Mangium, terdiri dari : 105

34 a) Retak (checks), terutama disebabkan oleh tegangan yang terjadi dalam pengeringan, biasanya lebar pecah sebesar rambut (hair line) dan terputus-putus. Gambar 19. Retak (checks) pada papan kayu gergajian Mangium b) Pecah tertutup (splits), dengan lebar tidak lebih dari 2 mm dan tidak tembus. Gambar 20. Pecah tertutup (splits) pada papan kayu gergajian Mangium c) Pecah dalam (honeycomb defect). Gambar 21. Pecah dalam (honeycomb defect) pada papan kayu gergajian Mangium 106

35 d) Pecah terbuka (open split) lebar 2 mm sampai 6 mm dan atau sudah tembus kemuka sebaliknya. Gambar 22. Pecah terbuka (open split) pada papan kayu gergajian Mangium e) Belah (shake) yaitu pecah yang lebarnya lebih dari 6 mm. Gambar 23. Belah (shake) pada papan kayu gergajian Mangium Pecah tertutup (splits) dan pecah dalam (honeycomb defect) dalam rekapitulasi risalah cacat disatukan dengan istilah pecah tertutup (splits, honeycomb defect). Sedangkan pecah terbuka (open split) dan belah (shake) dalam rekapitulasi risalah cacat disatukan dengan istilah pecah terbuka (open split, shake). Bentuk pecah yang terdapat pada kayu gergajian Mangium berupa pecah ujung (end splits) yaitu pecah tertutup atau pecah terbuka/belah yang terdapat pada ujung papan. 2) Cacat Ringan ialah cacat yang diperkenankan sesuai dengan persyaratan mutu, yang meliputi mata kayu (knot), lubang jarum dan lubang gerek (pinhole), retak permukaan (surface cheks), perubahan warna (discoloration), kantong damar atau kantong getah, kayu gubal (sapwood), cacat teknis dan cacat bentuk. 107

36 Cacat ringan yang terdapat pada kayu gergajian Mangium adalah mata kayu (knots), kayu gubal (sapwood) dan cacat bentuk sedangkan cacat lainnya tidak ditemukan. a) Mata kayu (knots) Mata kayu adalah potongan melintang bebas cabang atau ranting yang dikelilingi oleh pertumbuhan kayu atau bagian lain dari pohon. Ada 2 jenis mata kayu, yaitu : Mata kayu sehat (intergrown knots) adalah apabila bebas dari pembusukan atau gejala-gejalanya, keadaannya lebih keras atau sama dengan kayu sekitarnya dengan warna biasanya lebih gelap dari warna kayu sekitarnya. Gambar 24. Mata kayu sehat (intergrown knots) pada papan kayu Mangium Mata kayu busuk/lepas (encased knots) yaitu mata kayu yang telah mengalami pembusukan, sehingga kayunya lebih lunak dari kayu di sekitarnya, biasanya dihasilkan oleh cabang atau ranting yang mati. Di dalam pengujian yang mempengaruhi mutu adalah diameter, jumlah dan jarak antara mata kayu yang satu dengan yang lainnya. Gambar 25. Mata kayu busuk/lepas (encased knots) pada papan kayu Mangium Cacat alami berupa mata kayu hampir terdapat pada setiap papan akibat tumbuhnya cabang pada batang. Serat di sekitar mata kayu tumbuh melingkar mengelilingi mata kayu. Orientasi serat yang mengalami penyimpangan di sekitar mata kayu ini disamping daya kohesi antara mata kayu dengan kayu sekitarnya 108

37 yang lebih lemah (dibandingkan antar serat kayu) yang menyebabkan reduksi kekuatan kayu pada umumnya. Ada dua macam mata kayu yaitu mata kayu sehat (intergrown knot) dan mata kayu lepas (encased knot). Mata kayu sehat adalah mata kayu yang masih sehat, terikat erat pada kayu yang dihasilkan dari cabang yang masih hidup. Sedangkan mata kayu lepas yaitu mata kayu yang tidak terikat erat ke kayu hingga mudah terlepas dan dapat menjadi berlubang, dihasilkan dari cabang yang sudah mati. Pengaruh mata kayu terhadap kekuatan lentur dan kekakuan kayu adalah akibat penyimpangan orientasi serat. Lokasi mata kayu pada daerah tegangan tarik akan mengurangi kekuatan lentur. Dalam penelitian ini tidak dilakukan penghitungan jumlah mata kayu tersebut, baik mata kayu sehat maupun mata kayu lepas/busuk, karena untuk mata kayu lepas yang besar langsung dibuang, yang kecil dilakukan pendempulan. Mata kayu sehat tidak dihitung sebagai cacat, karena produk lumber shearing ini untuk kebutuhan lokal yang tetap mengikutsertakan mata kayu sehat yang dianggap bukan sebagai cacat karena hanya berfungsi sebagai sheathing pada rangka dinding kayu shearwall. b) Kayu gubal (sapwood) adalah bagian terluar dari kayu yang berbatasan dengan kulit dan merupakan bagian batang yang masih hidup (berwarna lebih terang) dan berisi zat makanan cadangan. Penilaian kayu gubal dalam penentuan mutu molding hanya pada ada tidaknya noda. Noda ini termasuk dianggap perubahan warna (discoloration). Gambar 26. Kayu gubal (sapwood) pada papan kayu gergajian Mangium Tebal kayu teras pada kayu Mangium lebih besar dibanding kayu gubalnya. Diameter kayu Mangium di HTI yang berumur 8 tahun ini berkisar antara cm dengan tebal kayu terasnya mencapai cm. Tebal kayu gubal dan kayu 109

38 teras berpengaruh terhadap kekuatan kayu. Oleh karena kayu gubal lebih bersifat inferior maka keadaannya akan menurunkan mutu dolog. Dalam rangka menurunkan daur teknis agar kayu teras lebih tebal dibanding pada pertumbuhan normalnya, dapat dipacu dengan prunning dan mempersempit jarak tanam (Pandit, 1995). Cacat alami berupa kayu gubal hampir terdapat pada setiap papan. Dalam penelitian ini tidak dilakukan penghitungan jumlah kayu gubal, karena produk lumber shearing ini untuk kebutuhan lokal yang menganggap kayu gubal bukan merupakan cacat. c) Cacat bentuk umumnya terjadi akibat sistem pengeringan bahan baku (kayu gergajian) yang tidak baik, sehingga KA kayu pada waktu pembentukan tidak merata dan dapat mengakibatkan terjadinya lengkungan (croocking), membusur (bowing), mencawan (cupping) atau memuntir (twisting). Gambar 27. Cacat bentuk mencawan (cupping) pada papan kayu gergajian Mangium Dalam penelitian ini jenis cacat bentuk yang ditemukan adalah mencawan (cupping), sedangkan cacat bentuk yang lain tidak diketemukan. Cacat bentuk (mencawan) akibat pengeringan ini dapat dibuat efektif dengan membuat laminasi, karena kalau dipaksakan solid papan tidak akan terpakai. Rendemen dari proses pengolahan kayu Mangium adalah rendemen untuk pasar lokal yang mengikutsertakan mata kayu sehat, retak, pinhole dan kayu gubal. Kayu Mangium memiliki tegangan pertumbuhan yang tinggi. Tegangantegangan yang dibebaskan pada kayu Mangium lebih besar dibandingkan beberapa jenis kayu daun lebar lainnya (Wahyudi et al. 1998). Ini mengindikasikan bahwa tegangan-tegangan pertumbuhan juga tinggi, oleh karenanya resiko terjadinya cacat pada kayu Mangium juga tinggi. 110

39 Tegangan tumbuh (internal stress, reaction wood dan spring) adalah aksi dari dolog yang ingin kembali ke bentuk asalnya karena dalam masa pertumbuhan, pohon mengalami tegangan karena miring, bengkok menyusup mencari sinar matahari, tiupan angin dan lain-lain. Tegangan tumbuh mudah terbentuk pada kayu-kayu cepat tumbuh pada hutan tanaman walaupun batangnya tidak miring selama pertumbuhan (Haygreen dan Bowyer, 1982). Tegangan tumbuh terjadi karena adanya gaya-gaya longitudinal, yaitu tension yang berkembang mulai dari empulur ke arah tepi dolog dan compression yang berkembang mulai dari tepi dolog ke arah empulur. Reaksi tegangan tumbuh ini dapat dilihat pada saat dolog pertama kali atau beberapa kali digergaji, tegangan tumbuh menyebabkan pecahnya kayu gergajian dan bengkoknya sisa dolog. Keadaan ini tampak jelas pada jenis kayu Mangium. Kerugian lain adalah pengaruh penyusutan longitudinal yang tinggi. Pengerutan longitudinal yang tinggi akan menyebabkan bengkoknya kayu terutama sewaktu pengeringan. Tegangan tumbuh dapat menimbulkan serat berbulu pada permukaan kayu gergajian yang menimbulkan panas pada bilah gergaji sehingga bilah tersebut tidak dapat menggergaji lurus karena menurunnya tegangan (tension) bilah. Tegangan-tegangan pertumbuhan adalah penyebab utama timbulnya pecah pada pohon yang masih berdiri maupun pada log-log hasil penebangan, perubahan bentuk pada kayu gergajian seperti membusur dan mencawan setelah digergaji dari log serta brittle heart dan compression failures pada pohon berdiri (Panshin dan de Zeeuw, 1980). Retak dan pecah disebabkan adanya penurunan KA pada permukaan kayu sampai pada titik rendah tertentu dan mengakibatkan timbulnya tegangan tarik maksimum tegak lurus serat yang cenderung menyebabkan terpisahnya serat-serat kayu dan menyebabkan cacat. Hal ini yang menyebabkan kayu Mangium mempunyai cacat pecah dan retak yang cukup banyak. Retak dan pecah berpengaruh terhadap kekuatan tarik, kekuatan tekan dan kekuatan geser. Untuk mengurangi cacat retak dan pecah yang terjadi pada pohon Mangium akibat tegangan pertumbuhan dapat dihindari dengan teresan sebelum dilakukan penebangan dan pembuatan takik/alur pada batang pohon Mangium. Berdasarkan analisa macam-macam cacat teknis akibat proses pengeringan disimpulkan beberapa hal berikut : 111

40 1) Jumlah cacat pada proses pengeringan dengan metode konvensional yang dimodifikasi sebesar 20,07 % contoh uji yang mengalami cacat pada semua pola penggergajian. Jumlah cacat berdasarkan pola penggergajian dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah pola satu sisi dengan MOP sebanyak 24,88 %, pola satu sisi sebanyak 19,79 % dan pola penggergajian konvensional sebanyak 15,10 %. 2) Urutan jenis cacat dari yang terbesar sampai yang terkecil berturut-turut adalah mencawan sebanyak 34 buah, pecah terbuka sebanyak 33 buah, retak sebanyak 30 buah dan pecah tertutup sebanyak 22 buah. 3) Dolog yang digergaji dengan pola satu sisi dan pola MOP menghasilkan kayu gergajian datar yang memiliki stabilitas dimensi dan keausan permukaan yang relatif rendah, sehingga presentase cacatnya lebih tinggi dibanding pola konvensional. 4) Cacat berat pada kayu gergajian Mangium berupa retak (checks), pecah tertutup (splits), pecah dalam (honeycomb defect), pecah terbuka (open split) dan belah (shake). 5) Cacat ringan pada kayu gergajian Mangium berupa mata kayu (knots), kayu gubal (sapwood) dan cacat bentuk tipe mencawan (cupping). 4. Proses Pengerjaan Kayu Mangium untuk Pembuatan Molding a. Proses Pengerjaan Kayu Mangium menjadi Lumber Shearing Proses pengolahan kayu lebih lanjut dari hasil produksi primer disebut pengolahan kayu sekunder. Kegiatan pengolahan sekunder dalam perancangan rumah prefabrikasi ini adalah proses pengerjaan kayu untuk pembuatan papan bentukan (molding) komponen shearwall. Proses pembuatan molding dilakukan dengan tiga tahapan yaitu : 1) Persiapan Lumber, yang meliputi kegiatan perataan sisi (edging), pemotongan (trimming), pembelahan ulang (resawing) beserta grading dan sortasinya. Penelitian ini menggunakan proses penggergajian teknik SDR, sehingga kegiatan resawing, edging dan trimming dilaksanakan setelah proses pengeringan, yaitu pada proses pengerjaan kayu berupa pembuatan molding tahap persiapan lumber. Setelah tahapan kegiatan perataan sisi (edging) dan pemotongan (trimming) pada kayu pacakan Mangium yang pertama ini diperoleh hasil pengukuran dimensi papan berupa volume papan sawn timber (V1) tiap pola penggergajian 112

41 dengan ketebalan papan 25 mm, ukuran lebar variatif dan panjang 2050 mm dan 2100 mm untuk memperoleh nilai rendemen pertama (R1). Setelah pengukuran rendemen yang pertama tersebut dilanjutkan kegiatan pembelahan ulang (resawing) beserta grading dan sortasinya dan pemotongan (trimming) kayu Mangium yang kedua. Pada kegiatan pembelahan ulang (resawing), operator gergaji perlu mencurahkan perhatiannya dengan baik karena : (1) ukuran lebar dan tebal akhir kayu gergajian paling banyak ditentukan/dibuat oleh mesin gergaji ini dan (2) penampilan akhir permukaan kayu gergajian sebagian besar ditentukan oleh hasil kerja mesin resaw. Operator mesin gergaji resaw harus mengetahui ukuran sortimen yang dibuat. Untuk memudahkan pekerjaan, operator dilengkapi dengan alat ukur (meteran) dan kapur untuk menandai bagian yang perlu dibuang dari sebuah kayu pacakan yang sedang digergaji. Setelah tahapan kegiatan pembelahan ulang (resawing), pola (grading dan sortasi) dan pemotongan (trimming) kayu Mangium yang kedua ini diperoleh hasil pengukuran dimensi papan untuk memperoleh volume kayu tiap pola penggergajian berupa volume bilah/rough lumber (V2) dengan ukuran (25 x 115 x (200 s.d. 2100)) mm dan (25 x 45 x (200 s.d. 2100)) mm untuk memperoleh nilai rendemen kedua (R2). 2) Rough End Process, yang bertujuan meratakan permukaan kayu gergajian (dengan planer), membuat kayu gergajian benar-benar empat persegi (exactly), mengeluarkan cacat dari lembaran kayu gergajian dan memperkecil beban pisau molding. Dalam penelitian ini menggunakan rough end process tipe 3 (Rahman dan Malik, 2008) yang dimodifikasi, karena lumber shearing yang dibuat berdasarkan asal/bentuk bahan bakunya, yaitu molding kayu utuh (solid wood) dan molding sambung (laminating edge to edge wood). Rough End Process meliputi kegiatan : pengetaman (planing), pengelompokan (grouping), pelaburan perekat (glue application) dan penyatuan papan (laminating). Proses pengetaman (planing) menghasilkan ukuran (22 x 115 x (200 s.d. 2100)) mm dan (22 x 38 x (200 s.d. 2100)) mm. Fungsi pengetaman (planing) adalah meratakan dan menipiskan permukaan pada 1 atau 2 muka sisi lebar dan tebalnya. Kemudian dilakukan pengukuran papan solid (lumber) ukuran (22 x 115 x (200 s.d. 2100)) mm untuk memperoleh volume kayu gergajian bersih (blank) 113

42 setiap pola penggergajian (V3.1) sebagai dasar untuk memperoleh nilai rendemen ketiga dari papan solid (R3.1). Untuk papan-papan ukuran (22 x 38 x (200 s.d. 2100)) mm dilakukan proses laminating dengan perekatan ke arah lebar untuk mendapatkan papan-papan laminasi yang lebarnya hampir sama dengan papan solid menjadi berukuran (22 x 114 x (200 s.d. 2100)) mm. Proses perekatan dengan menggunakan perekat Koyobond KR 560 (water based polymer isocyanate adhesive for wood). Proporsinya adalah 85 % berupa perekat Koyobond KR 560 dan 15 % hardener. Senyawa kimia organik isocyanate dikembangkan di Jerman pada tahun 1930 dan perekat berbahan dasar isocyanate mulai digunakan pada pertengahan tahun Pelopor penggunaan diisocyanate sebagai perekat kayu adalah Deppe dan Ernst pada tahun Sebagai akibat dari pekerjaannya, pembuatan papan komersial dengan menggunakan diisocyanate dimulai di Jerman pada tahun 1975 (Pizzi, 1983). Isosianat merupakan salah satu perekat yang digunakan dalam pembuatan papan biokomposit. Perekat ini bersifat karsinogen dan beracun. Perekat ini tergolong kategori perekat termosetting, karena tidak dapat kembali ke bentuk semula apabila diaplikasikan ke bahan yang digunakan. Perekat isosianat memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada perekat lainnya. Isosianat bereaksi bukan hanya dengan aquarous tetapi juga dengan kayu yang menghasilkan ikatan kimia yang kuat sekali (chemical bonding). Isosianat juga memiliki gugus kimia yang sangat reaktif, yaitu R-N=C=O. Keunikan perekat isosianat adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, panas, cepat kering, ph netral dan kedap terhadap solvent (pelarut organik). Isosianat membutuhkan waktu yang lama untuk mengental, pada saat menit ke-70 isosianat tidak mampu mengental dengan sempurna (Ruhendi dan Hadi, 1997). Menurut Marra (1992), perekat isosianat memiliki keunggulan, diantaranya : 1) Dibutuhkan jumlah sedikit untuk memproduksi papan dengan kekuatan sama. 2) Dapat menggunakan suhu kempa yang lebih rendah. 3) Siklus pengempaan lebih singkat. 4) Lebih toleran pada partikel berkadar air tinggi. 5) Membutuhkan energi pengeringan yang lebih sedikit. 6) Stabilitas dimensi papan yang dihasilkan lebih tinggi. 114

43 7) Tidak ada emisi formaldehida. Kegiatan laminating sebaiknya tidak dilakukan pada kayu Mangium dengan KA kurang dari 20 % (ditandai dengan bau kayu yang masih menyengat). Setelah kering pada proses laminating, papan-papan laminasi tersebut akan saling terlepas, karena papan tersebut masih mengalami kembang susut dan melengkung. Tidak dilakukan proses laminating ke arah panjang papan sistem finger joint model butt joint (papannya tipis), karena desain shearwall yang digunakan adalah model diagonal yang memakai semua ukuran panjang lumber shearing. Setelah tahapan kegiatan pengelompokan (grouping), pelaburan perekat (glue application) dan penyatuan papan (laminating) pada proses pembuatan papan laminasi diperoleh volume kayu gergajian bersih (blank) setiap pola penggergajian (V3.2) untuk memperoleh nilai rendemen ketiga dari papan laminasi (R3.2). Hasil Rough end Process disebut kayu gergajian bersih (blank). Volume papan solid (V3.1) dan papan laminasi (V3.2) kayu gergajian bersih (blank) masing-masing pola penggergajian tersebut dijumlahkan dan menjadi volume papan kayu gergajian bersih (blank) untuk memperoleh nilai rendemen ketiga (R3). 3) Molding Process. Kegiatannya meliputi molding, pendempulan dan pengamplasan (sanding). Molding adalah proses merubah lembar kayu gergajian persegi-empat menjadi bentuk profil beralur dengan berbagai ragam bila dilihat pada penampang lintang. Proses molding dilakukan pada papan solid dan papan laminasi dari tahapan sebelumnya menjadi lumber shearing atau papan tounge and groove (Tand G) ukuran (18,4 x 105 x (200 s.d 2100)) mm berupa molding utuh (solid) dan molding laminasi untuk sheathing komponen shearwall. Molding kayu utuh (solid) adalah molding yang bahan bakunya dari kayu utuh, sedangkan molding sambung/laminasi adalah molding yang bahan bakunya dari kayu gergajian pendek/sempit atau kayu lainnya yang disambung, terdiri dari bilah sambung. Untuk molding sambung/laminasi, bahan baku papan/bilah sambungnya mempunyai ukuran dan warna yang sama atau hampir sama, jenis kayu sama atau mempunyai sifat-sifat yang hampir sama serta disambung dengan perekat yang baik. Tahapan proses berikutnya adalah pendempulan pada papan-papan tersebut. Dempul yang dipakai untuk pendempulan pada papan lumber shearing T and G 115

44 dibuat sendiri untuk penghematan dan kepraktisan. Dempul buatan sendiri ini berupa campuran serbuk kayu (sawdust) pada ukuran mesh yang lembut (10 20 %) dicampur perekat Koyobond dari melamin tanpa hardener sampai berbentuk pasta yang berwarna agak gelap. Pendempulan dilakukan terhadap cacat-cacat pertumbuhan seperti mata kayu dan cacat-cacat bentuk akibat proses pengerjaan kayu seperti pingul dan retak pada profil lumber shearing. Kemudian dilanjutkan dengan proses pengamplasan pada profil lumber shearing T and G ukuran (18,4 x 105 x (200 s.d 2100)) mm pada kedua sisi papan dengan sander. Proses sanding ini akan mengurangi ketebalan pada masingmasing sisi 0,2 mm, sehingga netto tebal setelah sanding adalah 18 mm. Setelah dilakukan pendempulan dan pengamplasan terhadap profil lumber shearing T and G hasil proses molding sebelumnya diperoleh ukuran (18 x 105 x (200 s.d 2100)) mm. Volume lumber shearing solid (V4.1) dan laminasi (V4.2) masing-masing pola penggergajian dijumlahkan menjadi volume lumber shearing (V4) untuk memperoleh nilai rendemen keempat (R4). Berikut beberapa persyaratan umum bahan baku untuk pembuatan molding yaitu : 1) Pengaturan bahan baku untuk menghindari pemborosan. 2) Tidak menggunakan bahan baku yang tidak akan menghasilkan mutu kayu bentukan yang dikehendaki 3) Untuk molding sambung, bahan baku papan/bilah sambungnya mempunyai ukuran dan warna yang sama atau hampir sama, jenis kayu sama atau mempunyai sifat-sifat yang hampir sama serta disambung/direkat dengan perekat yang baik 4) Kadar air maksimal 20 %. 5) Tidak diperkenankan mempunyai cacat lobang gerek besar, mata kayu busuk, mata kayu lepas, pingul dan lengkung. b. Rendemen Optimasi pengerjaan kayu merupakan suatu kriteria keberhasilan proses penggergajian yang diukur berdasarkan tinggi rendahnya rendemen. Rendemen penggergajian adalah perbandingan volume kayu gergajian yang dihasilkan (output) dengan volume bahan baku kayu bulat (input) yang dinyatakan dalam persen. Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan dan pembandingan nilai rendemen pada 3 pola penggergajian baik bentuk solid maupun laminasi. Macam rendemen yang dihitung dan dibandingkan meliputi nilai rendemen papan sawn timber (R1), bilah/rough 116

45 lumber (R2), blank (R3) sampai bentuk molding lumber shearing T and G (R4) dengan ukuran sortimen untuk shearwall pada komponen struktur rumah prefabrikasi Papan sawntimber adalah bentuk papan hasil pembelahan pertama kali oleh bandsaw yang sudah mengalami pengeringan, perataan sisi (edging) dan pemotongan ujung (trimming) dengan lebar yang masih bervariasi sesuai lebar diameter dolognya. Papan bilah (rough lumber) adalah bentuk papan hasil pembelahan ulang (resawing) yang mendekati ukuran target baik untuk papan solid maupun papan laminasi, pola (grading dan sortasi) dan pemotongan ujung (trimming) sehingga ukuran panjangnya bervariasi setelah dikeluarkannya cacat-cacat pada papan tersebut. Papan blangking adalah bentuk papan hasil pengetaman (planing) dengan double surfacer berupa papan ketam 4 sisi (surfaced 4 side/s4s) baik untuk papan solid maupun papan laminasi. Lumber shearing adalah bentuk papan berupa profil/papan bentukan hasil molding, pendempulan dan pengampelasan (sanding). Data perhitungan nilai rendemen kayu Mangium pada masing-masing pola pengergajian dan tingkatan setiap produk tersaji pada Lampiran 1 dan Tabel 20 berikut. Tabel 20. Volume dan Rendemen kayu Mangium pada masing-masing pola pengergajian dan pada setiap tahapan produksi No Jenis produk Volume (m 3 ) Rendemen (%) a b c a b c 1 Log 2, , , ,00 100,00 100,00 2 Sawn timber (R1) 2, , , ,93 73,49 74,70 3 Bilah/Rough Lumber (R2) 1, , , ,94 42,36 45,51 4 Blangking (R3) 1, , , ,87 35,53 38,17 5 Lumber shearing (R4) 0, , , ,66 26,35 28,33 Keterangan : a) pola konvensional, b) pola satu sisi, dan c) pola satu sisi dengan MOP Dari Tabel 20 di atas, hasil rendemen dari Pola Konvensional, Pola Satu Sisi dan Pola Satu Sisi dengan program MOP dalam bentuk papan sawn timber berturut turut (70,93 %), (73,49 %) dan 74,70 % ; Bilah/rough lumber berturut turut 44,94 %, %, dan 45,51 % ; bentuk Blangking berturut turut 37,87 %, 35,53 %, dan 38,17 % dan bentuk lumber shearing berturut turut 27,66 %, 26,35 %, dan 28,33 %. Rendemen tertinggi pada produk sawn timber adalah pola satu sisi dengan MOP, berikutnya berturut-turut diikuti oleh pola satu sisi dan pola konvensional. Komposisi ini tidak sejalan pada proses produksi selanjutnya yang berupa bilah/rough lumber, blanking maupun produk akhir lumber shearing, dimana rendemen tertinggi tetap 117

46 pada pola satu sisi dengan MOP, namun rendemen berikutnya diikuti oleh pola konvensional dan terakhir pola satu sisi. Fenomena pergeseran posisi pola satu sisi ini akibat banyaknya cacat pada penerapan pola penggergajian satu sisi yang lebih besar dibanding cacat yang ditimbulkan oleh pola konvensional. Dolog yang digergaji dengan pola satu sisi akan menghasilkan kayu gergajian datar (flat sawn lumber). Kelemahan kayu gergajian datar adalah stabilitas dimensi dan keausan permukaan yang relatif rendah. Pada jenis kayu dengan kembang susut tinggi, kayu gergajiannya akan mudah melengkung (bowing), memangkuk (cupping), terpuntir (twisting) atau retak pecah bila tidak dikeringkan dengan baik. Cacat-cacat bentuk akibat proses pengeringan dan pengerjaan kayu akan menurunkan rendemen kayu Mangium yang menggunakan pola penggergajian satu sisi. Namun secara keseluruhan proporsi rendemen tertinggi pada setiap tahapan proses produksi terdapat pada pola penggergajian satu sisi dengan program MOP. Nilai rendemen di atas masih mengikutsertakan cacat-cacat ringan yang dianggap bukan merupakan cacat seperti mata kayu sehat (intergrown knots), lubang jarum dan lubang gerek (pinhole), retak permukaan (surface cheks), perubahan warna (discoloration) pada kayu gubal (sapwood) dan serat tertekuk (compression failure), karena produk lumber shearing ini untuk kebutuhan lokal. Sedangkan proporsi lumber shearing yang dibuat berdasarkan bentuk bahan bakunya, yaitu molding kayu utuh (solid wood) dan molding sambung (laminating edge to edge) adalah 76,04 % kayu solid, 23,96 % kayu laminating pada Pola Konvensional, 73,73 % kayu solid, 26,27 % kayu laminating pada Pola Satu Sisi dan 73,77 % kayu solid, 26,23 % kayu laminating pada Pola Satu Sisi dengan Program MOP. Sehingga bentuk molding kayu utuh (solid wood) tertinggi pada Pola Konvensional diikuti Pola Satu Sisi dengan Program MOP dan Pola Satu Sisi. Volume kayu bentukan profil/hias terdiri dari Initial Size atau Nominal Size berupa volume khayal yang merupakan hasil perkalian antara luas penampang khayal dan panjang papan tersebut dan Net Finish Size atau Actual Size berupa volume sebenarnya yang merupakan hasil perkalian antara luas penampang sebenarnya dan panjang papan tersebut. Penelitian ini menggunakan Initial Size atau Nominal Size sebagai dasar dalam menentukan volume dan rendemen lumber shearing T and G, sesuai dengan SNI sebagai standar perhitungan rendemen molding dan untuk mempermudah perhitungan volume dan rendemen molding tersebut. 118

47 Untuk keperluan perbandingan, rendemen molding dihitung berupa output dari setiap tahapan proses produksi pembuatan molding pada masing-masing pola pengergajian dan mesin pembuatnya. Rendemen akhir merupakan rendemen produk akhir berupa lumber shearing T and G dari rendemen masing-masing tahap proses. Untuk membandingkan hasil nilai rendemen pada ketiga pola penggergajian tersebut dapat dilihat pada Gambar 28 berikut ini. Rendemen (%) Pola konvensional Pola Satu Sisi Pola MOP Jenis produk Gambar 28. Kurva nilai rendemen pada setiap tahapan proses produksi pembuatan molding pada masing-masing pola pengergajian Sebagai gambaran, Tabel 21 berikut menjelaskan nama produk sebagai hasil dari setiap tahapan proses produksi pembuatan molding dan mesin pembuatnya. Tabel 21. Nama produk sebagai hasil dari setiap tahapan proses produksi pembuatan molding dan mesin pembuatnya No Nama proses Nama mesin Hasil/output 1 Penyiapan bahan Bandsaw dan kiln dry Kayu pacakan 2 Pembuatan bilah Multiripsaw Sawn timber 3 Penyerutan Planer Bilah / rough lumber 4 Pemotongan bilah Cross cutter Blanks/ S2S/S4S 5 Pembuatan profil/molding Molder Lumber shearing Kualitas kayu gergajian yang baik dicirikan dengan presentase cacat permukaan yang rendah serta ukuran akhir yang seragam, sedangkan kuantitas kayu gergajian dicirikan dengan adanya rendemen yang tinggi (Rachman, 1994). Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya rendemen, antara lain (Padlinurdjaji dan Ruhendi, 1981) : jenis kayu yang digergaji, ukuran dan kualitas kayu bulat, tipe 119

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN Sebelum diuraikan mengenai pola dan tehnik pembelahan kayu bulat, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai urut-urutan proses menggergaji, dan kayu bulat sampai menjadi kayu

Lebih terperinci

ANALISA JENIS LIMBAH KAYU PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISA JENIS LIMBAH KAYU PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN ANALISA JENIS LIMBAH KAYU PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN THE ANALYSIS OF VARIETY OF WOOD WASTE MATERIAL FROM WOOD INDUSTRY IN SOUTH BORNEO Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand Industri

Lebih terperinci

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP KARYA TULIS PENGGERGAJIAN KAYU Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 839 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN AGUSTUS 2008 Arif Nuryawan : Penggergajian Kayu,

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI

VI. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI VI. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI A. Pembahasan Umum Kayu konstruksi sebagai bahan struktural membutuhkan kekuatan yang tinggi. Struktur bangunan kayu memiliki stabilitas dan integritas yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pembangunan rumah di Indonesia sangat tinggi sekitar 900.000 sampai 1,2 juta unit/tahun akibat pertambahan jumlah penduduk dan bencana alam seperti tsunami, banjir,

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK. A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian

VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK. A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian Agar suatu industri penggergajian yang didirikan dapat berjalan lancar, sesuai dengan rencana, selama jangka waktu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga Agustus 2011 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi Laporan Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi pasca letusan Merapi 21 Disusun oleh: Ali Awaludin,

Lebih terperinci

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU 3.1.Keterkaitan Antara Kondisi Kebasahan/Kekeringan Kayu dan Kandungan Air serta Kadar Air Dan uraian pada kuliah kedua minggu yang lalu, dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK 7.1 Pelaksanaan Pekerjaan Balok Balok adalah batang dengan empat persegi panjang yang dipasang secara horizontal. Hal hal yang perlu diketahui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu. 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksankan mulai dari bulan November 2011 - April 2012 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Peningkatan

Lebih terperinci

BAB 10 PERLAKUAN PARIPURNA, TEGANGAN PENGERINGAN DAN CASE HARDENING

BAB 10 PERLAKUAN PARIPURNA, TEGANGAN PENGERINGAN DAN CASE HARDENING BAB 10 PERLAKUAN PARIPURNA, TEGANGAN PENGERINGAN DAN CASE HARDENING Perlakuan paripurna adalah perlakuan yang dilaksanakan di dalam tanur pengering pada akhir proses pengeringan. Perlakuan ini dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali KONSTRUKSI PONDASI 9.1 Konstruksi Pondasi Batu Kali atau Rollaag Konstruksi pondasi ini merupakan bagian dari konstruksi bangunan gedung dan sangat penting karena sangat menentukan kekokohan bangunan.

Lebih terperinci

Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu

Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu Sambungan Kayu Konstruksi kayu merupakan bagian dari konstruksi bangunan gedung. Sambungan dan hubungan kayu merupakan pengetahuan dasar mengenai konstruksi kayu yang sangat membantu dalam penggambaran

Lebih terperinci

PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL

PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL Yustinus Suranto Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen terpenting dari suatu proyek pembangunan, karena kumpulan berbagai macam material itulah yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD)

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR ERHADAP SABILIAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSIAS SUMAERA UARA MEDAN 2008 DAFAR ISI Halaman Kata Pengantar.. i Daftar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

VII. VOLUME DAN SORTIMEN. A. Penaksiran Volume Kayu Gergajian

VII. VOLUME DAN SORTIMEN. A. Penaksiran Volume Kayu Gergajian VII. VOLUME DAN SORTIMEN A. Penaksiran Volume Kayu Gergajian Terdapat beberapa macam cara penaksiran volume kayu gergajian dan kayu bulat yang ada, baik secara perhitungan dengan menggunakan rumus tertentu,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Juni 009 : 7 PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL THE INFLUENCE OF NATURAL AND ARTIFICIAL DRYING FOWORD THE

Lebih terperinci

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU CENDANA

.:::: Powered By Ludarubma ::::. KAYU CENDANA Page 1 of 6 Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.6-1999/ Revisi SNI 01-2026-1990 KAYU CENDANA 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi, klasifikasi,

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 % TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG

KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG KARYA TULIS KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

Uji Efektifitas Teknik Pengolahan Batang Kayu Sawit untuk Produksi Papan Panil Komposit

Uji Efektifitas Teknik Pengolahan Batang Kayu Sawit untuk Produksi Papan Panil Komposit Uji Efektifitas Teknik Pengolahan Batang Kayu Sawit untuk Produksi Papan Panil Komposit Fakhri, Syafhiddin, Haji Gussyafri, Eko Riawan Laboratorium Kayu, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA

ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA Makkarennu, Beta Putranto, Nurfina Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia SNI 03-6448-2000 SNI Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kuat tarik panel kayu struktural ICS 79.060.01 Badan Standarisasi Nasional Daftar Isi Daftar Isi...i 1 Ruang Lingkup...1 2 Acuan...2 3 Kegunaan...2

Lebih terperinci

DINDING DINDING BATU BUATAN

DINDING DINDING BATU BUATAN DINDING Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yang berfungsi memisahkan/ membentuk ruang. Ditinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang berupa dinding partisi/ pengisi (tidak menahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

Kayu lapis Istilah dan definisi

Kayu lapis Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu lapis Istilah dan definisi (ISO 2074:2007, IDT) ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Jenis kayu lapis...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan bahan baku kayu. Menurut Kementriaan Kehutanan (2014), data

Lebih terperinci

III. DASAR PERENCANAAN

III. DASAR PERENCANAAN III. DASAR PERENCANAAN Persamaan kekuatan secara umum dapat dituliskan seperti pada Persamaan 3.1, dimana F u adalah gaya maksimum yang diakibatkan oleh serangkaian sistem pembebanan dan disebut pula sebagai

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil sumber daya yang berasal dari hutan yang dapat di jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat dijadikan bahan baku

Lebih terperinci

MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN

MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN mbaran konstruksi beton untuk keperluan pelaksanaan pembangunan gedung sangat berperan. Untuk itu perlu dikuasai oleh seseorang yang berkecimpung dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia konstruksi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini, di berbagai tempat dibangun gedung-gedung betingkat, jembatan layang, jalan, dan

Lebih terperinci

b. Komponen D2 Berat komponen adalah 19,68 kg Gambar 65. Komponen D1 Gambar 66. Komponen D2

b. Komponen D2 Berat komponen adalah 19,68 kg Gambar 65. Komponen D1 Gambar 66. Komponen D2 1. Varian I Varian I memiliki tiga buah komponen yaitu komponen D1 yang berfungsi sebagai dinding utama, komponen D2, komponen D3 dan komponen D4. Varian I dikembangkan dalam modul 70 x 60 cm. a. Komponen

Lebih terperinci

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK)

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) 6.1. Analisis Nilai Tambah Jenis kayu gergajian yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan kayu pada industri penggergajian kayu di Kecamatan

Lebih terperinci

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM PENGUJIAN BETON 4.1. Umum Beton adalah material struktur bangunan yang mempunyai kelebihan kuat menahan gaya desak, tetapi mempunyai kelebahan, yaitu kuat tariknya rendah hanya 9 15% dari kuat desaknya.

Lebih terperinci

KAYU GERGAJIAN RIMBA

KAYU GERGAJIAN RIMBA Page 1 of 12 Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.1-1999/ Revisi SNI 01-0191-1987 KAYU GERGAJIAN RIMBA 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi,

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

SNI MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN SNI UDC STANDAR NASIONAL INDONESIA

SNI MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN SNI UDC STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI 03-3529 - 1994 UDC 691.024.15.035.3 MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN DAFTAR ISI Halaman 1. RUANG LINGKUP... 1 2. DEFiNISI... 1 3. ISTILAH... 1 4. KLASIFIKAS1...

Lebih terperinci

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri 1 DIKTAT PENGERINGAN KAYU Oleh: Efrida Basri I. Konsep Dasar Pengeringan Kayu Pengeringan kayu adalah suatu proses pengeluaran air dari dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

STUDI RENDEMEN BAHAN BAKU LOG PADA IU-IPHHK RUSMANDIANSNYAH DI KECAMATAN DAMAI KABUPATEN KUTAI BARAT

STUDI RENDEMEN BAHAN BAKU LOG PADA IU-IPHHK RUSMANDIANSNYAH DI KECAMATAN DAMAI KABUPATEN KUTAI BARAT Jurnal AGRIFOR Volume XV Nomor 2, Oktober 2016 ISSN P 1412-6885 ISSN O 2503-4960 STUDI RENDEMEN BAHAN BAKU LOG PADA IU-IPHHK RUSMANDIANSNYAH DI KECAMATAN DAMAI KABUPATEN KUTAI BARAT Sopianoor 1, Zuhdi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUANb Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUANb Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUANb A. Latar Belakang Permasalahan Dalam Perkembangan teknologi dan kemajuan industri saat ini yang sangat pesat memacu peningkatan pembangunan dari segala sektor kehidupan. Dan ini berdampak

Lebih terperinci

WORKING PLAN SIMPLE WALL SHELF S001

WORKING PLAN SIMPLE WALL SHELF S001 A DESKRIPSI PRODUK Simple Wall Shelf berukuran jadi 1.200 x 200 x 50 mm. Ukuran panjang dan lebar bisa ditambah/dikurangi sesuai dengan rencana penempatan anda. Varian ukuran panjang adalah 1.000 1.400mm,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan menurut kekuatan lentur paku serta pembenaman paku ke dalam balok terhadap empat jenis kayu dilakukan selama kurang lebih tiga

Lebih terperinci

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi Standar Nasional Indonesia Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi ICS 79.040.20 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Suatu bangunan gedung harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran

LAMPIRAN. Suatu bangunan gedung harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran LAMPIRAN Sistem proteksi pasif terdiri dari : Ketahanan Api dan Stabilitas Suatu bangunan gedung harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran sehingga pada saat terjadi kebakaran pengguna gedung

Lebih terperinci

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn PENGAWETAN KAYU Eko Sri Haryanto, M.Sn PENGERTIAN Pengeringan kayu adalah suatu proses pengeluaran air dari dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan lingkungan dimana kayu akan digunakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang

BAB II DASAR TEORI. bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Pengupasan Pengupasan merupakan pra-proses dalam pengolahan agar didapatkan bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang sangat penting,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium

Lebih terperinci

Bambu lamina penggunaan umum

Bambu lamina penggunaan umum Standar Nasional Indonesia Bambu lamina penggunaan umum ICS 79.060.01 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGERINGAN DAN TEBAL KAYU TERHADAP KECEPATAN DAN CACAT PENGERINGAN KAYU TUSAM.

PENGARUH METODE PENGERINGAN DAN TEBAL KAYU TERHADAP KECEPATAN DAN CACAT PENGERINGAN KAYU TUSAM. PENGARUH METODE PENGERINGAN DAN TEBAL KAYU TERHADAP KECEPATAN DAN CACAT PENGERINGAN KAYU TUSAM. Yustinus Suranto, Riris Trideny Situmorang Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

Mutu dan Ukuran kayu bangunan

Mutu dan Ukuran kayu bangunan Mutu dan Ukuran kayu bangunan 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi definisi, istilah, penggolongan, syarat mutu, ukuran, syarat pengemasan, dan syarat penendaan kayu bangunan. 2. Definisi Kayu bangunan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI DINDING BAMBU PLASTER Oleh Andry Widyowijatnoko Mustakim Departemen Arsitektur Institut Teknologi Bandung

KONSTRUKSI DINDING BAMBU PLASTER Oleh Andry Widyowijatnoko Mustakim Departemen Arsitektur Institut Teknologi Bandung MODUL PELATIHAN KONSTRUKSI DINDING BAMBU PLASTER Oleh Andry Widyowijatnoko Mustakim Departemen Arsitektur Institut Teknologi Bandung Pendahuluan Konsep rumah bambu plester merupakan konsep rumah murah

Lebih terperinci

KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM

KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM Page 1 of 13 1. Ruang lingkup Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.2-1999/ Revisi SNI 01-2704-1992 KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan,

Lebih terperinci

Metode pengujian lentur posisi tegak kayu dan bahan struktur. bangunan berbasis kayu

Metode pengujian lentur posisi tegak kayu dan bahan struktur. bangunan berbasis kayu Metode pengujian lentur posisi tegak kayu dan bahan struktur 1 Ruang lingkup bangunan berbasis kayu Metode pengujian ini menyediakan penurunan sifat lentur posisi tegak kayu dan bahan struktur bangunan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari bulan Pebruari hingga Juni 2009. Identifikasi herbarium dilakukan di Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, sementara pengamatan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 14 /VI-BIKPHH/2009 Tanggal : 10 November 2009

Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 14 /VI-BIKPHH/2009 Tanggal : 10 November 2009 Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 14 /VI-BIKPHH/009 Tanggal : 10 November 009 I. KETENTUAN UMUM METODA PENGUKURAN KAYU BULAT RIMBA INDONESIA 1. Kayu Bulat Rimba

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton merupakan bahan kebutuhan untuk masyarakat modern masa kini. Beton adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam struktur bangunan. Di Indonesia hampir seluruh

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

Kandungan Kayu Gubal dan Teras pada Dolog dan Papan Gergajian. Manglid (Manglieta glauca Bl.))

Kandungan Kayu Gubal dan Teras pada Dolog dan Papan Gergajian. Manglid (Manglieta glauca Bl.)) Kandungan Kayu Gubal dan Teras pada Dolog dan Papan Gergajian Manglid (Manglieta glauca Bl.) (Sapwood and Heartwood Contents on the Logs and Sawn Boards of Manglid (Manglieta glauca Bl.)) Balai Penelitian

Lebih terperinci

Kayu gergajian daun lebar Bagian 2: Cara uji

Kayu gergajian daun lebar Bagian 2: Cara uji Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian daun lebar Bagian 2: Cara uji ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN ANALISIS BIAYA PROSES PENGERINGAN KAYU GERGAJIAN DI PT SUMALINDO LESTARI JAYA DAN PT KALINDO PACIFIC

PRODUKTIVITAS DAN ANALISIS BIAYA PROSES PENGERINGAN KAYU GERGAJIAN DI PT SUMALINDO LESTARI JAYA DAN PT KALINDO PACIFIC PRODUKTIVITAS DAN ANALISIS BIAYA PROSES PENGERINGAN KAYU GERGAJIAN DI PT SUMALINDO LESTARI JAYA DAN PT KALINDO PACIFIC Productivity and Cost Analysis of Drying Process of Sawn Timber at PT Sumalindo Lestari

Lebih terperinci

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini memuat ketentuan mengenai jenis, ukuran, persyaratan modulus elastisitas dan keteguhan lentur mutlak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 17 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboraturium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong

Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong SNI 03-6367-2000 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini meliputi pipa beton tidak bertulang yang digunakan sebagai pembuangan air

Lebih terperinci

BAB 2 BAMBU LAMINASI

BAB 2 BAMBU LAMINASI BAB 2 BAMBU LAMINASI 2.1 Pengertian Bambu Laminasi Bambu Laminasi adalah balok/papan yang terdiri dari susunan bilah bambu yang melintang dengan diikat oleh perekat tertentu. Pada tahun 1942 bambu laminasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu merupakan bahan alami yang bersifat higroskopis. Hal ini berarti kayu mempunyai kemampuan untuk menarik atau mengeluarkan air dari udara atau dari dalam tergantung pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material BAB III METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancang bangun alat. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material Pusat Teknologi Nuklir Bahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5. Bogor 16610. Telp/fax : 0251 8633378/0251 86333413

Lebih terperinci