BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan parameter dalam suatu penelitian ilmiah, karena tinjauan pustaka merupakan dasar pijak membangun suatu konstruk teoritik sebagai acuan dasar dalam membangun kerangka berpikir, dan menyusun hipotesis penelitian. Dalam bab ini akan diuraikan tentang kompetensi interpersonal dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya. 2.1 Kompetensi Interpersonal Dalam sub pokok bahasan tersebut akan dijelaskan secara berturutturut pengertian kompetensi interpersonal, teori kompetensi interpersonal, aspek-aspek kompetensi interpersonal, faktor-faktor yang memengaruhi kompetensi interpersonal Pengertian Kompetensi Interpersonal Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan. Mansur (2009), kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai individu, sehingga individu tersebut dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan pengertian interpersonal menurut Chaplin (2006) adalah segala sesuatu yang berlangsung antara dua orang individu yang timbul sebagai suatu hasil dari interaksi individu dengan individu yang lainnya. Dengan demikian, arti kata kompetensi interpersonal adalah kemampuan individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain yang timbul sebagai suatu hasil dari interaksi individu dengan individu yang 17

2 lain. Kompetensi interpersonal tersebut ditandai dengan adanya karakteristik-karakteristik psikologis tertentu yang mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antarpribadi yang baik dan memuaskan (Nashori, 2008). Bierman dan Suchy (2000) juga menyatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah salah satu faktor penting bagi keberhasilan individu dalam meniti kehidupannya. Handfield (2006) mengartikan kompetensi interpersonal sebagai kemampuan seseorang untuk bekerja dengan orang lain. Adapun McGaha dan Fitzpatrick (2005) mengartikan kompetensi interpersonal sebagai perilaku-perilaku yang sesuai dalam berhubungan seperti memulai kontak, dukungan emosional, keterbukaan, mengatasi konflik. Handfield (2006) mengartikan kompetensi interpersonal dengan kemampuan mengelola diri sendiri secara efektif dalam bekerja dengan orang lain dalam rangka menyelesaikan tugas/pekerjaan bersama mengartikan Kompetensi interpersonal sebagai sebuah kemampuan untuk membangun dan menjaga hubungan yang efektif. Menurut Buhrmester dkk., (1988) kompetensi interpersonal adalah ketrampilan atau kemampuan-kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain atau antar individu. Pada kesempatan lain DeVito, (1999) mengatakan bahwa kompetensi interpersonal adalah suatu ketrampilan komunikasi, kepemimpinan dan bekerja secara efektif dengan orang lain. Kompetensi interpersonal merupakan kumpulan lengkap dari sub-sub ketrampilan. Ketrampilan ini meliputi jangkauan yang sangat luas tentang ketrampilan seperti mendengar, mengemukakan pertanyaan, penyingkapan diri, memberi umpan balik dan berpartisipasi dalam dialog yang memberi 18

3 pengertian yang mendalam. Perkembangan kompetensi interpersonal merupakan syarat untuk membangun hubungan yang berhasil. Berdasarkan beberapa uraian dalam definisi di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan definisi kompetensi interpersonal menurut Buhrmester dkk., (1988), yaitu ketrampilan atau kemampuankemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain atau antar individu Teori Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal banyak didapatkan individu melalui proses belajar, mengobservasi orang lain, melalui petunjuk atau instruksi yang jelas, melalui trial dan error, dan lain-lain. Kompetensi interpersonal yang lebih baik akan didapatkan jika individu tersebut menambah dan memperbaiki pengetahuannya tentang komunikasi interpersonal. Kompetensi interpersonal yang lebih baik ini akan menyebabkan individu tersebut mendapatkan lebih banyak pilihan dalam melakukan interaksi, sehingga kemungkinan besar akan menghasilkan hubungan interpersonal yang efektif (DeVito, 1999). Ada tiga kebutuhan interpersonal oleh Schutz (dalam Marvin, 1985), yang terkait dalam pembentukan perilaku seseorang. Dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut, maka individu dapat membangun kompetensi interpersonal yang baik. Ketiga kebutuhan ini interpersonal, yaitu, inklusi, kontrol, dan kasih sayang. Jika tiga hal ini kurangan di masa anak-anak dapat menyebabkan seseorang untuk mengembangkan polapola karakteristik beradaptasi dengan kurang baik. Pola perilaku yang khas dibentuk pada masa anak-anak bertahan sampai dewasa dan menentukan pola karakteristik orientasi lainnya. 19

4 Inklusi, didefinisikan oleh Schutz yang terkait dengan rasa memiliki dalam situasi kelompok, dan kebutuhan terkait didefinisikan sebagai kebutuhan untuk membangun dan memelihara hubungan interaktif yang memuaskan dengan lainnya. Perilaku Inklusi dapat berkisar dari interaksi yang intensif untuk menyelesaikan permasalahan. Hubungan orang tua-anak dapat berupa positif (anak memiliki banyak kontak dan interaksi dengan orang tua) atau negatif (orang tua mengabaikan anak dan ada kontak minimal). Kebutuhan harus diperhitungkan oleh kelompok dan tidak diketahui oleh orang lain. Jika ada inklusi yang tidak memadai, anak mungkin mencoba untuk mengatasi kecemasan dengan baik atau melakukan upaya intensif untuk mencapai integrasi ke dalam kelompok. Ketika proses inklusi di masa anak-anak dapat berjalan dengan baik, maka ketika anak-anak tumbuh dewasa maka perilaku mereka merupakan wujud dari pembentukan di masa anak-anak. Konsep diri tumbuh dimulai ketika individu berada dalam lingkungan keluarga. Dengan demikian proses terbentuknya konsep diri individu ditentukan dengan perilaku yang diterimanya dalam lingkungan keluarga. Dan ketika mampu keluar dalam lingkungan sosial yang lebih luas, konsep diri tersebut akan terus berkembang atau tetap dan tidak berubah. Kontrol, mengacu pada aspek pengambilan keputusan hubungan interpersonal. Kebutuhan antarpribadi untuk kontrol didefinisikan oleh Schutz sebagai kebutuhan untuk membangun dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan orang lain sehubungan dengan kekuasaan otoritas. Ekspresi perilaku kontrol dapat berkisar dari terlalu banyak disiplin dan kontrol terlalu banyak kebebasan dan kurangnya disiplin. Pembentukan karakter individu dimulai dari bagaimana orang tua membentuk karakter anak sejak dalam lingkungan keluarga. Dan 20

5 kematangan anak akan berkembang sejalan dengan berbagi pengaruh yang diterimanya dalam lingkungan pergaulan yang lebih luas. Entah terlalu banyak kontrol atau terlalu sedikit menyebabkan perilaku defensif; individu tersebut dapat mengikuti aturan dan mencoba untuk mendominasi yang lain, atau menolak untuk mengendalikan atau dikendalikan oleh orang lain. Dalam proses berkelompok dengan teman sebaya misalnya, individu akan membangun suatu hubungan berdasarkan control yang diterimanya. Terkadang individu dapat mendengarkan teman, atau hanya mau didengarkan dan tidak mau mendengarkan orang lain. Kasih sayang, didasarkan pada pembangunan hubungan emosional dengan orang lain (dalam hal ini teman atau pasangan); Schutz mendefinisikan kebutuhan terkait sebagai kebutuhan untuk disukai dan dicintai. Ekspresi kasih sayang dapat berupa positif (mulai dari tarik untuk mencintai) atau negatif (mulai dari penolakan ringan untuk membenci) Akibatnya, hubungan antara sesama teman dapat menjadi hubungan yang positif (ditandai dengan kehangatan, persetujuan, cinta). Kecemasan yang berhubungan dengan hubungan ini adalah bahwa individu akan disukai dan ditolak. Atau individu malah lebih tertutup dan sulit untuk berteman (yaitu, menghindari hubungan interpersonal yang dekat). Dari tiga kebutuhan tersebut, penulis berasumsi bahwa terbentuknya suatu hubungan interpersonal didasarkan pada bagaimana cara individu mengenal dan mengembangkan konsep diri yang dimiliki sejak berada dalam keluarga. Selain itu proses selanjutnya ketika individu tidak lagi bersama keluarga dan telah ada dalam kelompok teman sebaya, maka individu harus mampu membangun serta mempertahankan suatu hubungan dalam jangka waktu lama. Dengan demikian diperlukanlah kompetensi interpersonal. 21

6 2.1.3 Aspek-aspek Kompetensi Interpersonal Stephen (2006) merincikan aspek kompetensi interpersonal yang terdiri dari: 1. Kesadaran diri, yaitu seberapa jauh individu mengenal dirinya sendiri. 2. Kemampuan mendengar, yaitu seberapa efektifnya seseorang menjadi seorang pendengar yang baik. 3. Empati dan pemahaman. 4. Kemampuan berkomunikasi. Buhrmester dkk., (1988) menyatakan aspek-aspek kompetensi interpersonal sebagai berikut: 1. Kemampuan berinisiatif Inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain, atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif merupakan usaha pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar, juga tentang dirinya sendiri dengan tujuan untuk mencocokkan sesuatu atau informasi yang telah diketahui agar dapat lebih memahaminya. 2. Kemampuan untuk bersikap terbuka (self-disclosure) Kemampuan membuka diri merupakan kemampuan untuk membuka diri, menyampaikan informasi yang bersifat pribadi mengenai dirinya dan memberi perhatian kepada orang lain sebagai suatu bentuk penghargaan yang akan memperluas kesempatan utuk terjadinya sharing. Kemampuan bersikap terbuka sangat berguna, agar hubungan yang sudah berlangsung dapat berkembang ke hubungan yang lebih pribadi atau mendalam. 22

7 3. Kemampuan bersikap asertif Adalah kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi secara tegas, mengemukakan gagasan, perasaan dan keyakinan secara langsung, jujur, jelas dan dengan cara yang sesuai. Dalam konteks kompetensi interpersonal kemampuan bersikap asertif melihat sejauh mana seseorang mampu mengungkapkan ketidaksetujuan atas berbagai macam hal atau peristiwa yang tidak sesuai dengan alam pikirannya. 4. Kemampuan memberikan dukungan emosional Kemampuan memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk mengoptimalkan komunikasi interpersonal antar dua pribadi. Dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberi rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan bermasalah. Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang. 5. Kemampuan mengelola dan mengatasi konflik Kemampuan mengataasi konflik meliputi sikap-sikap untuk menyusun strategi penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atau suatu masalah dan mengembangkan konsep harga diri yang baru. Menyusun strategi penyelesaian masalah adalah bagaimana individu yang bersangkutan merumuskan cara untuk menyelesaikan konflik dengan sebaik-baiknya. Sehubungan dengan hal ini, The Personal Psychology Center (dalam Nashori, 2000) menyatakan delapan aspek kompetensi interpersonal yaitu: 23

8 1. Kemampuan empati Yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain, seperti sikap kita terhadap teman yang sedang terkena musibah. 2. Kemampuan membangun diri Yaitu kemampuan membangun, memotivasi, mendukung diri sendiri, seperti konsep diri yang positif. 3. Kemampuan bekerja sama Yaitu kemampuan melakukan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dengan orang lain, seperti perilaku saling bekerja sama dalam suatu kepanitiaan. 4. Kemampuan dalam negosiasi Yaitu kemampuan untuk melakukan perundingan atau negosiasi dengan orang lain atau dapat melakukan hubungan persuasif dengan orang lain. Seperti menjadi juru bicara terhadap pihak yang sedang bertikai. 5. Kemampuan diplomasi Yaitu kemampuan untuk melakukan hubungan dengan sekelompok orang atau organisasi guna tujuan yang lebih besar. 6. Kemampuan manajemen konflik Kemampuan untuk memecahkan masalah dan mencari solusi atas masalah yang sedang dihadapi dengan tidak ada pihak yang dirugikan. 7. Kemampuan menghargai orang lain Kemampuan untuk menghargai dan menghormati orang lain dan memperlakukan orang lain dengan hormat. 24

9 8. Kemampuan menjadi tim Kemampuan untuk dapat bekerja sama dengan orang lain dalam satu kelompok kerja, sehingga dapat menjadi tim kerja yang kompak dan produktif. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan aspek-aspek kompetensi interpersonal yang dikemukakan oleh Buhrmester dkk., (1988) yaitu kemampuan berinisiatif, kemampuan bersikap terbuka, kemampuan bersikap asertif, kemampuan memberikan dukungan emosional serta kemampuan mengelola dan mengatasi konflik Faktor-faktor yang Memengaruhi Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal merupakan bagian dari kompetensi sosial (Hurlock, 1980). Kompetensi sosial dipengaruhi oleh partisipasi sosial yang dilakukan oleh individu, semakin besar partisipasi sosial semakin besar pula kompetensi sosialnya. Partisipasi sosial dipengaruhi oleh pengalaman sosial, dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan kompetensi interpersonal dipengaruhi faktor pengalaman dimana pengalaman tersebut tidak terlepas dari faktor usia dan kematangan seksualnya. Menurut Willis (1981) ada dua faktor yang memengaruhi kompetensi interpersonal yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri individu yang merupakan karakteristik dari individu dan faktor eksternal yaitu faktor di luar individu yang memengaruhi kompetensi interpersonal seseorang. 25

10 1. Faktor Internal Menurut Willis (1981) terdapat tujuh faktor internal dalam kompetensi interpersonal, yaitu: a. Usia Semakin individu bertambah usia, maka individu akan banyak melakukan kontak dengan orang lain dan individu belajar bagaimana bersikap terhadap orang lain. b. Jenis kelamin Pada hakekatnya laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan kompetensi yang sama. c. Konsep diri Konsep diri merupakan kemampuan untuk menerima diri apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan. Dengan konsep diri seseorang dapat memiliki cara pandang yang menyeluruh tentang dirinya sendiri berdasarkan pengalaman dari interaksi dengan orang lain. d. Kemampuan menyesuaikan diri Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri secara wajar dengan lingkungan sekitarnya. e. Kemampuan berempati Kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan. Empati merupakan inti dari hubungan interpersonal. f. Kemampuan menghargai orang lain Untuk dapat diterima oleh orang lain, maka individu harus bisa untuk dapat menghargai orang lain dengan baik. 26

11 g. Kemampuan berkomunikasi Dengan melakukan komunikasi dengan baik, maka apa yang individu sampaikan dapat ditangkap dengan baik oleh lawan bicaranya. 2. Faktor Eksternal Menurut Willis (1981) terdapat empat faktor eksternal dalam kompetensi interpersonal, yaitu: a. Lingkungan Lingkungan tempat tinggal berpengaruh besar terhadap perkembangan jiwa seseorang jika lingkungan menunjang. Seperti ada fasilitas yang memadai untuk berinteraksi, maka diharapkan pula individu akan menampilkan sikap yang bersahabat dalam pergaulan. b. Pola asuh orang tua Di dalam keluarga, anak akan menuruni perasaan dan sikap, disamping bahasa, tingkah laku, dan perbuatan orang tua untuk berperilaku. c. Latar belakang pendidikan sosial dan ekonomi Latar belakang pendidikan dan sosial ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kompetensi interpersonal masing-masing remaja. d. Dominasi kelompok Pergaulan saangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, terutama oleh dominasi teman sebaya. 27

12 Nashori (2008), juga mengemukakan bahwa kompetensi interpersonal dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1. Faktor Internal a. Jenis Kelamin Pada dasarnya kompetensi interpersonal yang dimiliki lakilaki dan perempuan tidaklah berbeda. b. Tipe Kepribadian Ada individu yang berorientasi ke dalam (intrinsik) dan ada pula yang berorientasi ke luar (ekstrinsik). Individu yang berorientasi keluar cenderung selalu berusaha untuk berkomunikasi dengan orang lain. c. Kematangan Orang yang matang dalam beragama memiliki kesabaran terhadap perilaku orang lain dan tidak mengadili atau menghukumnya. Ia dapat menerima kelemahan-kelemahan manusia dengan mengetahui bahwa ia punya kelemahan yang sama. d. Konsep Diri Orang yang konsep dirinya positif merasa dirinya setara dengan orang lain dan peka terhadap kebutuhan orang lain. 2. Faktor Eksternal a. Kontak dengan Orangtua Adanya kontak anak dengan orangtua, dapat menjadikan anak belajar dari lingkungan sosialnya dan pengalaman bersosialisasi tersebut dapat mempengaruhi perilaku sosial anak dalam lingkungan sekitarnya. 28

13 b. Teman Sebaya Adanya dukungan sosial dari teman sebaya dapat dilihat sebagai ketersediaan respons yang positif dari lingkungan. Semakin individu memperoleh banyak dukungan dari teman sebaya, semakin besar kemungkinan diterima dalam lingkungan sosial. Dengan memperoleh dukungan sosial tersebut, maka individu akan mampu mengembangkan kompetensi interpersonal. c. Aktivitas Aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu dapat memengaruhi pada tingkat kompentensi interpersonal yang dimiliki. d. Partisipasi Sosial Kompetensi sosial termasuk kompetensi interpersonal dapat dipengaruhi oleh partisipasi sosial dari individu. Oleh karena itu, semakin besar partisipasi sosial, maka semakin besar pula kompetensi interpersonalnya. Menurut Monks, dkk., (1990), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal, yaitu : 1. Umur. Konformisme semakin besar dengan bertambahnya usia, terutama terjadi pada remaja usia 15 atau belasan tahun. 2. Keadaan sekeliling. Kepekaan pengaruh dari teman sebayanya sangat mempengaruhi kuat lemahnya interaksi teman sebaya. 3. Jenis kelamin. Kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi dengan teman sebaya lebih besar daripada perempuan. 29

14 4. Kepribadian ekstrovert. Anak-anak ekstrovert lebih komformitas daripada introvert. 5. Besar kelompok. Pengaruh kelompok menjadi makin besar bila besarnya kelompok bertambah. 6. Keinginan untuk mempunyai status. Adanya dorongan untuk memiliki status inilah yang menyebabkan remaja berinteraksi dengan teman sebayanya, individu akan menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya di dalam perebutan tempat di dunia orang dewasa. 7. Interaksi orang tua. Suasana rumah yang tidak menyenangkan dan tekanan dari orang tua menjadi dorongan individu dalam berinteraksi dengan teman sebayanya. 8. Pendidikan. Pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor dalam interaksi teman sebaya karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kompetensi interpersonal terdiri dari faktor internal atau yang berasal dari dalam individu, dan faktor eksternal atau yang faktor berasal luar diri individu. Penulis memilih faktor internal yaitu konsep diri, karena penulis ingin melihat bagaimana konsep diri memengaruhi kompetensi interpersonal seorang individu yang berada jauh dari daerah asalnya. Untuk faktor internal dikemukakan mengenai teman sebaya, penulis ingin 30

15 melihat bagaimana dukungan sosial teman sebaya memengaruhi kompetensi interpersonal mahasiswa Ambon. Dengan demikian penulis ingin mengetahui apakah dukungan sosial teman sebaya memberi pengaruh terhadap kompetensi interpersonal individu yang yang jauh dari daerah asalnya dan baru mencari teman dalam komunitas yang berbeda, dan bagaimana membangun interaksi bersama lewat dukungan-dukungan yang diberikan. 2.2 Konsep Diri Dalam sub pokok bahasan tersebut akan dijelaskan secara berturutturut pengertian konsep diri, aspek-aspek konsep diri, dan peran konsep diri Pengertian Konsep Diri Konsep diri didefinisikan sebagai totalitas dari pemikiran individu dan perasaan memiliki referensi untuk dirinya sendiri sebagai obyek. Ini adalah persepsi individu dari dan perasaan terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsep diri individu terdiri dari sikap individu terhadap diri yang individu itu pegang (Hawkins, dkk., 2007). Senada dengan pendapat diatas, Papalia, dkk., (2008), berpendapat bahwa the self concept is our total image of ourselves. Hal ini dimaksud adalah hal yang kita percaya tentang diri kita sendiri, atau yang dikatakan sebagai gambaran dari kemampuan dan sifat, dan hal ini juga merupakan a cognitive construction, yang merupakan sebuah sistem representasi deskriptif dan evaluatif tentang diri. Jadi, self concept adalah rasa terhadap diri, di mana merupakan gambaran deksriptif dan evaluatif mental terhadap kemampuan dan sifat-sifat seseorang (Papalia, dkk., 2008). 31

16 Rakhmat (2002) mendefinisikan konsep diri sebagai segala presepsi tentang diri sendiri, secara fisik, sosial dan psikologis yang diperoleh berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Burns (1993) mendefinisikan konsep diri sebagai kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan, mencakup pendapatnya tentang diri sendiri, pendapat tentang diri dihadapan orang lain dan pendapat tentang hal-hal yang dicapai. Selain itu Centi (1993) mengemukakan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang berisikan mengenai bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi, bagaimana perasaan individu tentang dirinya sendiri dan bagaiman individu menginginkan dirinya sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan. Chaplin (2006) mengatakan bahwa konsep diri merupakan evaluasi individu terhadap diri sendiri, penilaian mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Menurut Stuart dan Sudeen (1998) konsep diri merupakan semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Juga Tarwoto dan Wartonah (2003) mengatakan bahwa konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Menurut Fitts (1971) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Dijelaskan juga konsep diri secara fenomenologis, dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya memberiakan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang 32

17 dirinya, berartia ia menunjukan kesadaran diri (self awarenees) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang dilakukan terhadap dunia di luar dirinya. Fitts (1971) juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang maka akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagsan tentang diriya sendiri sebagai orang yang inferior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ditampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsikannya secara subjektif. Berdasarkan beberapa uraian dalam definisi di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan definisi konsep diri menurut Fitts (1971), yaitu bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan Aspek-aspek konsep Diri Hurlock (2002) mengemukakan bahwa konsep diri terdiri dari dua aspek, yaitu: 1. Fisik. Aspek ini meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu mengenai penampilan, kesesuaian dengan jenis kelamin, arti penting tubuh, dan perasaan gengsi di hadapan orang lain yang disebabkan oleh keadaan fisiknya. Hal penting yang berkaitan dengan keadaan fisik adalah daya tarik dan penampilan tubuh dihadapan orang lain. 33

18 Individu dengan penampilan yang menarik cenderung mendapatkan sikap sosial yang menyenangkan dan penerimaan sosial dari lingkungan sekitar yang akan menimbulkan konsep yang positif bagi individu. 2. Psikologis. Aspek ini meliputi penilaian individu terhadap keadaan psikis dirinya, seperti rasa percaya diri, harga diri, serta kemampuan dan ketidakmampuannya. Penilaian individu terhadap keadaan psikis dirinya, seperti perasaan mengenai kemampuan atau ketidakmampuannya akan berpengaruh terhadap rasa percaya diri dan harga dirinya. Individu yang merasa mampu akan mengalami peningkatan rasa percaya diri dan harga diri, sedangkan individu dengan perasaan tidak mampu akan merasa rendah diri sehingga cenderung terjadi penurunan harga diri. Fitts (1971) mengemukakan aspek konsep diri, yaitu sebagai berikut: 1. Diri identitas (identity self) Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, Siapakah saya? Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. Kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya. 34

19 2. Diri Perilaku (behavioral self) Diri perilaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri yang kuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. 3. Diri Penerimaan/penilai (judging self) Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara mediator antara diri identitas dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenal pada dirinya bukanlah sematamata menggambarkan dirinya tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. 4. Diri Fisik (physical self) Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus). 35

20 5. Diri etik-moral (moral-ethical self) Bagian ini merupakan presepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang muliputi batasan baik dan buruk. 6. Diri Pribadi (personal self) Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. 7. Diri Keluarga (family self) Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa dirinya dekat sebagai anggota keluarga, Serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga. 8. Diri Sosial (social self) Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. Penilaian individu dalam aspek eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian diri sendiri dan interaksinya dengan orang lain. Misalnya saja, individu tidak akan menilai fisiknya baik apabila tidak ada penilaian terlebih dahulu yang disampaikan oleh individu yang lain. Demikian pula seseorang tidak akan mengatakan bahwa 36

21 dirinya memiliki pribadi yang baik, tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain di sekitarnya yang menunjukan bahwa dirinya memang memiliki pribadi yang baik. Berzonsky (1981) mengemukakan bahwa aspek konsep diri mencakup beberapa aspek, yaitu: 1. Fisik. Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang kondisi kesehatannya, badan dan penampilan fisiknya. 2. Psikis. Aspek yang meliputi pikiran, perasaan, dan sikap-sikap individu terhadap dirinya sendiri. 3. Sosial Aspek ini mencerminkan sejauh mana perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain. 4. Moral. Aspek yang meliputi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memberikan arti dan arah bagi kehidupan individu. 5. Keluarga. Aspek ini mencerminkan perasaan berarti dan berharga dalam kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan aspek-aspek konsep diri yang dikemukakan oleh Fitts (1971), yaitu diri identitas (identity self), diri perilaku (behavioral self), diri penilai (judging self), diri fisik (physical self), diri moral-etik (moral-ethical self), diri pribadi (personal self), diri keluarga (family self), diri sosial (social self). 37

22 2.2.3 Peran Konsep Diri Menurut Rogers (dalam Burns, 1993) ada empat peran dalam konsep diri yaitu: 1. Konsep diri merupakan penentu dalam perilaku individu. Perilaku seseorang akan sesuai dengan cara individu memandang dan menilai dirinya sendiri. 2. Konsep diri berperan untuk mempertahankan keselarasan batin. Individu akan mengubah perilaku yang tidak seimbang atau bertentangan dalam dirinya sampai dirinya merasakan adanya keseimbangan kembali dan situasinya menjadi menyenagkan lagi. 3. Konsep diri memengaruhi cara pandang seseorang dalam menginterpretasikan pengalaman. Pengalaman terhadap suatu peristiwa diberi arti oleh setiap orang. Hal ini tergantung dari bagaimana individu memandang dirinya. 4. Konsep diri memengaruhi harapan seseorang terhadap dirinya. Setiap orang mempunyai suatu harapan tertentu tentang dirinya dan hal itu tergantung dari bagaimana individu itu melihat dan menginterpretasikan dirinya sebagaimana adanya. Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat pentingnya peran konsep diri dalam kehidupan sebagai individu yang berinteraksi dengan orang lain. Konsep diri menjadi penting, karena dengan konsep diri individu akan mampu menentukan perilakunya, mempertahankan keselarasan batin, mempengaruhi cara seseorang menginterpretasikan pengalamannya serta mempengaruhi harapan seseorang terhadap dirinya. 38

23 2.3 Dukungan Sosial Teman Sebaya Dalam sub pokok bahasan tersebut akan dijelaskan secara berturutturut pengertian dukungan sosial teman sebaya, aspek-aspek dukungan sosial teman sebaya, dan peran dukungan sosial teman sebaya Pengertian dukungan sosial Teman Sebaya Menurut Baron dan Brnye (2005) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan kenyamanan seseorang secara fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman atau anggota keluarga. Smett (1994) mengatakan dukungan sosial merupakan salah satu bentuk ikatan secara sosial yang mengambarkan kualitas diri hubungan interpersonal, yang terdiri dari dukungan emosional, dukungan penghargaan atau penilaian, dukungan informatif dan dukungan instrumental. Sarafino (1994) menggambarkan dukungan sosial sebagai suatu kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain maupun kelompok. Taylor (1998), mengemukakan bahwa dukungan sosial didefinisikan sebagai presepsi atau pengalaman yang satu dicintai dan dirawat, terhormat dan dihargai, dan bagian dari jaringan sosial, bantuan dan kewajiban bersama. Kemudian House (dalam Cocke, 2008) mengatakan secara umum dukungan yang diberikan oleh orang lain dan muncul dalam hubungan interpersonal. Cocke juga menggariskan jenis perilaku yang dianggap sebagai potensi dukungan sosial yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasional dan penghargaan. Malecki dan Demary (2000) mengambarkan dukungan sosial sebagai dukungan umum atau perilaku dukungan spesifik individu dari orang-orang tertentu dalam jaringan sosial, yang meningkatkan fungsi mereka atau menahan mereka dari hasil penderitaan. 39

24 Smet (1994), menambahkan bahwa dukungan sosial merupakan suatu bentuk perhatian, penghargaan atau pertolongan yang diterima individu lain atau kelompoknya. Informasi tersebut diperoleh dari orang tua, guru, teman sebaya, kelompok atau organisasi. Dalam hal ini akan dilihat tentang teman sebaya yang merupakan anak-anak atau remaja dengan tingkat kematangan dan tingkat usia yang kurang lebih sama, dan merupakan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga (Santrok, 2007). Weiss (1974) menjelaskan enam dukungan sosial yang berbeda yang dapat diperoleh dari hubungan dengan orang lain. Ia berpendapat bahwa ada enam aspek yang diperlukan bagi individu untuk merasa cukup didukung dan untuk menghindari kesendirian, karena baginya setiap orang memerlukan orang lain untuk dapat berkembang dalam melewati tahap atau siklus kehidupan yang lebih tinggi. Teman sebaya memiliki peran penting dalam kehidupan remaja. Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibat, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh teman-teman sebayannya (Santrock, 2007). Teman sebaya (peers) adalah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama. Salah satu fungsi teman sebaya yang paling penting ialah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia diluar keluarga. Menurut Monks dkk., (2002) menyatakan bahwa berinteraksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan persahabatan yang bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat antara lain; ada saling pengertian, saling percaya dan menghargai. Teman sebaya menyediakan fungsi-fungsi penting dalam 40

25 masa remaja. Misalnya melalui pengidentifikasian diri dengan teman sebaya, remaja mulai membangun penilaian terhadap moral mereka, pada saat yang sama juga mulai menyediakan sumber-sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga dan juga mengenai diri mereka sendiri (Santrok dalam Gentry dan Campbell, 2002). Berdasarkan beberapa uraian dalam definisi di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan definisi Weiss (1974) menjelaskan enam dukungan sosial yang berbeda yang dapat diperoleh dari hubungan dengan orang lain. Hal tersebut diperlukan individu untuk merasa cukup didukung dan untuk menghindari kesendirian, karena baginya setiap orang memerlukan orang lain untuk dapat berkembang dalam melewati tahap atau siklus kehidupan yang lebih tinggi Aspek-aspek Dukungan Sosial Teman Sebaya House (dalam Glanz dkk., 2008) menyatakan bahwa aspek dukungan sosial mencakup: 1. Dukungan emosi, keberadaan seseorang atau lebih yang bisa mendengarkan dengan simpati ketika seorang individu mengalami masalah dan bisa menyediakan indikasi kepedulian dan penerimaan. 2. Dukungan penilaian, meliputi ketersediaan informasi yang berguna dalam rangka evaluasi diri. Dengan kata lain, memberikan umpan balik dan penguatan atau penegasan. 3. Dukungan informasi, meliputi ketersediaan pengetahuan yang berguna dalam menyelesaikan masalah, seperti menyediakan infromasi mengenai sumber-sumber dan layanan komunitas atau menyediakan nasehat dan tuntutan mengenai suatu aksi atau hal-hal tertentu untuk menyelesaikan masalah. 41

26 4. Dukungan instrumental, melibatkan bantuan nyata atau praktis yang secara langsung dapat membantu seseorang yang membutuhkan. Weiss (1974) mengemukakan adanya enam aspek dukungan sosial antara lain: 1. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Alliance). Dalam dukungan sosial ini, individu mendapat jaminan bahwa ada individu lain yang dapat diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan, bantuan tersebut sifatnya nyata dan langsung. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang karena individu menyadari ada individu lain yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila individu mengalami masalah dan kesulitan. 2. Bimbingan (Guidance). Dukungan sosial ini berupa nasehat, saran dan informasi yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dukungan ini juga dapat berupa feedback (umpan balik) atas sesuatu yang telah dilakukan individu. 3. Pengakuan positif (Reassurance of Worth). Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan terhadap kemampuan dan kualitas individu. Dukungan ini akan membuat individu merasa dirinya diterima dan dihargai. 4. Kedekatan emosional (Emotional Attachment). Dukungan sosial ini berupa pengekspresian dari kasih sayang, cinta, perhatian dan kepercayaan yang diterima individu, yang dapat memberikan rasa aman kepada individu yang menerimanya. 5. Integrasi sosial (Social Integration). Dukungan sosial, memungkinkan individu untuk memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang memungkinkannya untuk 42

27 membagi minat, perhatian serta melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama. Dukungan semacam ini memungkinkan individu mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok yang memiliki minat yang sama. 6. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity to Provide Nurturance). Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal adalah perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Dukungan sosial ini memungkinkan individu untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut Sarafino (1994) terdapat beberapa aspek yang terlibat di dalam pemberian dukungan sosial antara lain : 1. Aspek emosional. Aspek ini melibatkan kelekatan, jaminan dan keinginan untuk percaya pada orang lain, sehingga seseorang menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang. 2. Aspek instrumental. Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah menolong orang lain, meliputi peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung yang lain termasuk didalamnya memberikan peluang waktu. 3. Aspek informatif. Meliputi pemberian informasi untuk mengatasi masalah pribadi. Terdiri atas pemberian nasehat, pengarahan dan keterangan lain yang dibutuhkan. 4. Aspek penilaian. Aspek ini terdiri atas dukungan peran sosial yang meliputi umpan balik, pertandingan sosial dan afirmasi (persetujuan). 43

28 Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan aspek-aspek dukungan sosial yang dikemukakan oleh Weiss (1974), yaitu tentang ketergantungan yang dapat diandalkan (reliable alliance), bimbingan (guidance), pengakuan positif (reassurance of worth), kedekatan emosional (emotional attachment), integrasi sosial (social integration), kesempatan untuk mengasuh (opportunity to provide nurturance) Peran Dukungan Sosial Teman Sebaya Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari teman sebaya adalah : 1. Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. 2. Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan. 3. Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri. Dolan (dalam Mcgrath, 2009) menyatakan bawha teman dapat menjadi sumber informasi tertentu mengenai keanggotaan suatu jaringan sosial. Pertemanan biasanya juga menyediakan bantuan konkret dan nasehat, selain bantuan dan nasehat dari orang tua. Banyak studi menunjukan bahwa teman sebaya memberikan nasehat atau pemikiran penting bagi topik-topik yang mungkin terbatas untuk dibicarakan dalam keluarga. Cremers, (1989) dukungan sosial yang diberikan oleh teman sebaya berupa informasi terkait dengan hal-hal apa saja yang akan dilakukan oleh remaja dalam upaya pengembangan identitas diri yang positif. Selain itu dapat memberikan timbal balik atas apa yang akan di lakukan remaja untuk mencoba melakukan peran sosial untuk menyelesaikan krisi guna tercapainya identitas diri yang positif. 44

29 2.4 Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai kompetensi interpersonal banyak dilakukan oleh Buhrmester, dalam beberapa penelitian bersama teman-temannya Buhrmester pernah meneliti tentang bagaimana kompetensi interpersonal dibangun dalam hubungan dengan orang tua, teman sebaya dan pasangan (1988), kompetensi interpersonal pada remaja dan teman dekat (1990), kemudian mengenai kebutuhan dan kometensi interpersonal pada perkembangan remaja (1996). Dalam beberapa penelitiannya dijelaskan alasan seseorang harus membangun kompetensi interpersonal adalah bukan saja untuk melihat bagaimana dirinya mampu dalam mengatasi masalah yang terjadi dalam dirinya, namun juga bagaimana individu harus memperhatikan hubungan dengan individu yang lain. Berdasarkan penelitian-penelitian terkait dapat dilihat bahwa Hasil penelitian yang dilakukan Hartanti (2006), kepada 297 pengurus UKM Undip. Hasil penelitian menunjukkan skala konsep diri yang terdiri atas 28 aitem dengan α = 0,908 dan skala kompetensi interpersonal yang terdiri dari 31 aitem dengan α = 0,907. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal pengurus UKM Undip 0,572 (p < 0,05). Efektifitas konsep diri terhadap kompetensi interpersonal adalah 0,327, angka tersebut mengandung arti bahwa kompetensi interpersonal pengurus UKM Undip sebanyak 32,7% ditentukan oleh konsep diri dan sisanya sebesar 67,3% ditentukan faktor lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini. Nashori (2000) dalam penelitiannya juga menyatakan terdapat hubungan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal. Selain itu penelitian oleh Sangeeta (2012) menemukan pengaruh yang signifikan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal dilihat berdasarkan 45

30 jenis kelamin. Penelitian ini dilakukan terhadap remaja akademis kompeten dengan remaja akademis tidak kompeten. Subjek penelitian berjumlah 240 yang terdiri dari 120 remaja akademisi kompeten dengan 60 laki-laki dan 60 perempuan. Demikian juga 120 untuk remaja akademik tidak kompeten yang terdiri dari 60 laki-laki dan 60 perempuan. Penelitian ini menunjukan konsep diri berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal. Suatu penelitian longitudinal dilakukan oleh Merrill-Palmer Quarterly (2006), penelitian ini dilakukan terhadap laki-laki dan perempuan di Amerika untuk mengetahui kompetensi interpersonal mereka lewat dukungan orang tua, dukungan soial teman sebaya dan dukungan pasangan. Dari ketiga dukungan ini dilaporkan bahwa dukungan sosial teman sebaya memiliki kontribusi cukup besar terhadap kompetensi interpersonal baik laki-laki maupun perempuan. Penelitian oleh Buhrmester dkk., (1988) menunjukan adanya pengaruh teman dalam pengembangan kompetensi interpersonal. Dalam penelitian ini dilakukan tiga study berbeda, pertama dengan teman-teman kuliah, study ke dua dengan teman-teman sekamar dan study ke tiga dengan teman-teman yang baru dikenal. Dari penelitian ini ingin dilihat hubungan manakah yang lebih dominan bagi seseorang terkait dengan kompetensi interpersonal yang dimiliki. Hasil penelitian Foubert dan Grainger (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial teman sebaya juga memiliki kontribusi terhadap kompetensi interpersonal. Dengan adanya dukungan tersebut individu akan merasa dihargai dalam kelompok pertemanan, dan hal itu memungkinkan terbentuknya rasa percaya diri dalam membangun hubungan anata teman. Penelitian oleh Kramer dan Gottman (1992) yang 46

31 menyatakan bahwa individu yang memiliki kesempatan untuk memperoleh dukungan sosial teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan emosi, dan lebih mudah membina hubungan interpersonal. Selain itu penelitian oleh Idrus (2009), menyatakan pengaruh positif antara teman sebaya dengan kompetensi interpersonal mahasiswa. 2.5 Dinamika Hubungan Antar Variabel Kompetensi interpersonal merupakan suatu kemampuan yang ada dalam diri individu untuk membentuk suatu hubungan dengan orang lain. Dalam tiga kebutuhan interpersonal Stucz (dalam Marvin, 1985), terdapat tiga perilaku yang dapat memengaruhi kompetensi interpersonal. Dari ketiga perilaku itu individu dapat membangun kompetensi interpersonal lewat faktor internal dan eksternal yang terbentuk dari perilaku tersebut. Faktor internal dalam penelitian ini adalah konsep diri. Konsep diri sendiri merupakan suatu cara indivudu untuk dapat mengenal orang lain dan diri sendiri. Dengan demikian setiap perilaku positif atau negatif setiap individu dipengaruhi oleh konsep diri yang dimilikinya. Berdasarkan pada kajian dan hasil penelitian yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya. Penulis berasumsi bahwa konsep diri memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kompetensi interpersonal mahasiswa. Hal ini berarti semakin tinggi konsep diri mahasiswa, semakin tinggi pula kompetensi interpersonal yang mereka miliki. Mahasiswa dengan konsep diri yang tinggin maka mereka akan mampu mengenal diri mereka secara baik kelebihan ataupun kekurangannya. Dengan adanya kemampuan tersebut mereka akan mudah menyadari bahwa mereka mampu membangun suatu hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain. 47

32 Konsep diri merupakan pembentukan sejak berada dalam keluarga, dan berkembang seiring perkembangan individu. Konsep diri merupakan pandangan individu tentang dirinya serta memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Nashori 2000). Dengan kata lain konsep diri merupakan suatu hal yang penting dalam pengembangan kompetensi interpersonal. Nashori (2000) dalam penelitiannya juga menyatakan terdapat hubungan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal. Selain itu penelitian oleh Sangeeta (2012) menemukan pengaruh yang signifikan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal dilihat berdasarkan jenis kelamin. Dengan demikian penulis berasumsi bahwa peran konsep diri bagi mahasiswa Ambon yang dibangun dalam keluarga kemudian berkembang dalam proses belajar selama berada di Salatiga. Mahasiswa mampu atau tidaknya mengembangkan kompetensi interpersonal, tergantung dari bagaimana mahasiswa belajar membangun konsep diri yang positif (percaya diri, mudah bergaul, terbuka terhadap orang lain, dll). Selain konsep diri, faktor eksternal yakni bagaimana individu mampu membangun hubungan selain dengan diri sendiri namun juga dengan orang lain dalam lingkungan pergaulan. Untuk itu individu memerlukan suatu dukungan sosial yang luas untuk mendapat tempat dalam suatu lingkungan. Dukungan sosial teman sebaya menjadi suatu proses penting di mana setiap orang membutuhkan bantuan dan penilaian dalam membentuk suatu kepercayaan diri. Dukungan sosial teman sebaya memberikan peluang mahasiswa untuk dapat mengenal dengan baik antara yang satu dengan yang lain untuk membangun kompetensi interpersonal yang baik. 48

33 Berdasarkan pada kajian dan hasil penelitian yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya. Penulis berasumsi bahwa dukungan sosial teman sebaya memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kompetensi interpersonal mahasiswa. Hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial teman sebaya, semakin tinggi pula kompetensi interpersonal yang dapat dibangun mahasiswa. Dukungan sosial teman sebaya memberikan peluang bagi mahasiswa untuk memperoleh bantuan secara psikis dan materil dalam pembentukan kompetensi interpersonal. Mahasiswa akan merasa tidak dianggap atau asing ketika dia merasa tidak diterima dalam suatu lingkungan teman sebaya. Dan akan melumpuhkan kemampuan interpersonalnya. Menurut Buhrmester (1996), kompetensi interpersonal merupakan kemampuan yang diperlukan guna membangun dan membina serta memelihara hubungan interpersonal yang akrab dengan orang tua, teman dan pasangan. Dengan adanya kompetensi interpersonal membuat individu akan merasa mampu dan trampil untuk membangun suatu hubungan yang efektif dengan orang lain untuk mengatasi berbagai masalah yang mungkin muncul dalam siatuasi hubungan antar pribadi. Penelitian yang dilakukan Buhrmester dkk., (1988) telah membuktikan bahwa teman sebaya menjadi suatu hal yang mampu mendominasi terbentuknya suatu kompetensi interpersonal. 2.6 Model Penelitian Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu, maka model penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 49

34 Gambar 2.1 Model Penelitian: X 1 Y X 2 Keterangan: X 1 X 2 Y : Konsep Diri, : Dukungan Sosial Teman Sebaya, : Kompetensi Interpersonal. 2.7 Hipotesis Penelitian Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan model penelitian yang ada, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh secara simultan antara konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kompetensi interpersonal mahasiswa Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana. 50

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mahasiswa merupakan bagian dari lembaga pendidikan dalam hal ini Universitas Kristen Satya Wacana, yang berperan membentuk dan mendidik mahasiswa untuk mencapai target pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Minat Belajar 1. Pengertian Minat Belajar Slameto (2003) berpendapat bahwa minat adalah suatu kecenderungan untuk mempelajari sesuatu dengan perasaan senang. Apabila individu membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia adalah kemampuan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masyarakat Indonesia menganggap pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama dalam hal mencapai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia 2.1.1. Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian Kecemasan menghadapi kematian (Thanatophobia) mengacu pada rasa takut dan kekhawatiran

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengguna Narkoba 1. Pengertian Pengguna Narkoba Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang menggunakan narkotika atau psikotropika tanpa indikasi medis dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Minat Membaca. kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu; gairah; keinginan. Sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Minat Membaca. kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu; gairah; keinginan. Sedangkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Minat Membaca A. Minat Membaca Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu; gairah; keinginan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI. jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI. jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI A. Konsep diri 1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri bukan merupakan hasil sekali jadi yang terbentuk dalam jangka waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara 7 BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Interaksi Sosial A. Interaksi Sosial Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Interpersonal competence

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Interpersonal competence BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Interpersonal Competence 1. Pengertian Interpersonal competence Sears, Freedman dan Peplau (1991) mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang membuat individu lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare, yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan

Lebih terperinci

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung 1 Haunan Nur Husnina, 2 Suci Nugraha 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Teori

Bab II Tinjauan Teori Bab II Tinjauan Teori 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Pengertian umum dari konsep diri dalam psikologi adalah konsep pusat (central construct) untuk dapat memahami manusia dan tingkah lakunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain.

BAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain. BAB II LANDASAN TEORI A. KOMPETENSI INTERPERSONAL 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Sears, Freedman dan Peplau (1994) mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Prososial pada Remaja Sears dkk. (1994: 47), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun (Santrock, 2003: 31). Lebih rinci, Konopka dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Konsep Diri Pengertian Konsep Diri. Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Konsep Diri Pengertian Konsep Diri. Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tulisannya, Golson (dalam Idrus, 2007) menyatakan bahwa bukan persoalan seseorang memiliki kecerdasan, juga bukan karena yang bersangkutan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa 62 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Sosiometri Setelah data yang berasal dari sosiometri yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang,

BAB II LANDASAN TEORI. Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi 7 TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu cara untuk memengaruhi individu agar si pemberi pesan (sender) dan si penerima pesan (receiver) saling mengerti

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia karena banyak perubahan-perubahan yang dialami di dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Kata Motif, diartikan sebagai upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Sosial 2.1.1 Pengertian Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari masalah belajar. Pada dasarnya, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci