5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 23 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Dasar SDN Lawanggintung 01 SDN Lawanggintung 01 terletak di Jalan Lawanggintung No. 22 Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sekolah dengan status akreditasi A, berada pada tanah seluas ± 1593 m 2 dengan luas bangunan 865 m 2 dan luas halaman 728 m 2. Jumlah guru dan staf Pegawai Negeri Sipil (PNS) 18 orang dan non PNS 13 orang, sedangkan jumlah siswa pada tahun ajaran 2008/2009 yaitu 632 siswa, laki-laki sebanyak 326 orang dan perempuan sebanyak 306 orang. Fasilitas yang tersedia di SDN Lawanggintung 01 terdiri dari 13 ruang kelas, 6 tempat cuci tangan, 9 kamar mandi/wc, air yang digunakan bersumber dari PDAM, listrik 3200 Kwh, tempat sampah, kantin sekolah, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang komputer, ruang perpustakaan, ruang UKS, musholla, koperasi, dan lapangan olahraga. Kegiatan yang dijalankan selain kegiatan belajar mengajar meliputi kegiatan ekstrakurikuler seperti tari, mading, volly dan bulu tangkis. Jam kegiatan belajar mengajar dikelompokkan menjadi dua yaitu jam WIB dan WIB. SDN Cimanggu Kecil SDN Cimanggu Kecil merupakan sekolah di wilayah Kota Bogor dengan status akreditasi B yang terletak di Jalan Cimanggu Kecil No. 35 RT 01/07 Kelurahan Ciwaringin Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. SD ini berdiri diatas lahan dengan luas bangunan 1660 m 2. Para tenaga pengajar di SDN Cimanggu kecil terdiri dari 16 guru tetap, 2 guru honorer, 2 orang staf tata usaha, dan 1 penjaga sekolah. Siswa yang mengikuti kegiatan belajar mengajar berjumlah 555 siswa, laki-laki 276 orang dan perempuan 279 orang. Fasilitas yang dimiliki diantaranya 16 ruang kelas, 8 kamar mandi, 4 tempat cuci tangan, air yang digunakan bersumber dari PAM, listrik 1350 Kwh, ruang perpustakaan, musholla, kantin, koperasi sekolah dan lapangan olahraga. Kegiatan belajar mengajar di SDN Cimanggu Kecil pada pukul WIB dan WIB. Kegiatan ekstrakurikuler yang ada di SDN Cimanggu Kecil diantaranya pramuka, seni tari, bela diri, baca Al-Qur an, voli dan futsal. SDN Pajeleran 01 SDN Pajeleran 01 adalah SD Negeri percontohan dengan akreditasi A yang terletak di Jalan Dadi Kusmayadi RT 01/08 Kelurahan Sukahati, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Tanah tempat berdirinya sekolah ini seluas 3697 m 2 dengan luas bangunan 2500 m 2. Guru yang mengajar di sekolah ini berjumlah 34 orang terdiri dari 22 orang guru PNS dan 12 orang guru non PNS. Jumlah siswa yang berada di SDN Pajeleran 01 sebanyak 1089 siswa terdiri dari siswa laki-laki 585 orang dan siswa perempuan 504 orang dengan rombongan belajar sebanyak 26 rombel. Fasilitas yang ada di SDN Pajeleran 01 terdiri dari ruang kelas (13 ruang), kamar mandi/wc (9 ruang), tempat cuci tangan (5 buah), air PAM, listrik 2200

2 24 VA, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang komputer, ruang perpustakaan, ruang Pertemuan Kegiatan Guru (PKG), ruang UKS, ruang pramuka, pendopo, pos satpam, dan musholla. Kegiatan belajar mengajar dikelompokkan menjadi dua yaitu jam WIB kelas 1, 2, 5 dan 6 dan WIB kelas 3 dan 4, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di SDN Pajeleran 01 terdiri dari tari, bahasa inggris, drama, mading, sepak bola dan basket. SDN Kotabatu 01 SD Negeri Kotabatu yang berada di wilayah kabupaten dengan akreditasi B berlokasi di Jalan Kapten Yusuf No. 1 Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Jumlah guru yang mengajar sebanyak 16 guru, sedangkan jumlah siswa sebanyak 353 (182 laki-laki dan 171 perempuan). Fasilitas yang tersedia di SDN Kotabatu 01 yaitu 6 ruang kelas, 4 kamar mandi/wc, 4 tempat cuci tangan, air yang digunakan bersumber dari air sumur, listrik 900 Kwh, musholla, ruang perpustakaan, ruang komputer, kantin, dan lapangan olahraga. Kegiatan belajar mengajar dimulai dari pukul WIB dan WIB, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler terdiri dari bela diri dan mading. Karakteristik Sosial Ekonomi Jenis Kelamin Secara umum guru perempuan lebih banyak dibandingkan guru laki-laki yaitu 75% dan 25% (Tabel 3). Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Atmaja (2010) juga menunjukkan bahwa guru perempuan 68.7% lebih banyak dibandingkan guru laki-laki (31.3%), begitu juga dengan penelitian Fitri (2007) pada 160 guru di 12 SD di Kota Bogor. Pekerjaan sebagai guru di Indonesia didominasi oleh perempuan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya bidang pekerjaan yang sesuai dijabat oleh wanita seperti sebagai perawat dan guru. Seluruh dunia mengakui bahwa wanita mempunyai peran utama di bidang pendidikan, walaupun terdapat perbedaan mengenai kepada siapa mereka harus memberi pelajaran, hanya kepada siswa putri atau kepada anak-anak kecil saja (Boserup 1984). Wanita dianggap lebih sesuai sebagai guru SD daripada pria baik bagi siswa putra dan putri, sedangkan guru pria lebih sesuai pada tingkat-tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan sebagai kepala sekolah. Wanita yang telah memiliki keluarga pada umumnya lebih memperhatikan anggota keluarganya terutama masalah gizi dan kesehatan, karena peran gandanya yaitu sebagai ibu rumahtangga dan sebagai pengajar atau pendidik. Guru yang telah memiliki pengetahuan terutama mengenai gizi dan keamanan pangan diharapkan dapat memberikan persepsi yang baik terhadap berbagai media pendidikan gizi yang diberikan di sekolah supaya dapat menyampaikan pada siswa dan dapat diaplikasikan juga dalam kehidupan sehari-hari.

3 Tabel 3 Sebaran guru SD berdasarkan jenis kelamin, wilayah dan akreditasi sekolah Akreditasi Jenis Kota Kabupaten A B Kelamin n % n % n % n % n % Perempuan Laki-laki Umur Sumarwan (2003) mengelompokkan umur seseorang menjadi: (a) Dewasa awal (19-24 tahun), (b) Dewasa lanjut (25-35 tahun), (c) Separuh baya (36-50 tahun), dan (d) Tua (51-65 tahun). Umur guru bagian terbesar pada kelompok separuh baya (61.8%) dan persentase terkecil umur guru adalah pada kelompok dewasa awal (4.4%) (Tabel 4). Rata-rata umur guru baik pria maupun wanita yaitu 42.3 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata umur guru baik pria maupun wanita masih termasuk pada kelompok umur yang produktif. Menurut Badan Pusat Statistik (2010) umur produktif seseorang yaitu pada kisaran tahun. Seseorang yang termasuk kategori usia produktif pada umumnya memiliki daya ingat yang masih baik dan hal ini menunjang penelitian dalam menjawab pertanyaan dan pernyataan mengenai pengetahuan, sikap, praktek gizi dan keamanan pangan serta dapat memberikan persepsi mengenai berbagai media pendidikan gizi yang akan digunakan untuk intervensi pendidikan gizi. Guru diharapkan dapat memberikan penjelasan selain menjawab pertanyaan yang diberikan terutama mengenai persepsi pada media pendidikan gizi. Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) antara umur guru di kota dan kabupaten. Demikian halnya pada uji beda t-test antara umur guru di sekolah akreditasi A dan B yang juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (p>0.05). Tabel 4 Keragaan statistik dan sebaran guru SD berdasarkan umur, wilayah dan akreditasi sekolah Kelompok Umur (Tahun) Akreditasi Kota Kabupaten A B n % n % n % n % n % Dewasa awal (19-24) Dewasa lanjut (25-35) Separuh baya (36-50) Tua (51-65) Rataan ± Simpangan 43.2 ± ± ± ± ± 9.5 baku Nilai P

4 26 Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam menunjang kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan yang tinggi terutama yang berkaitan dengan pengetahuan gizi yang baik tentang informasi gizi dan kesehatan akan mendorong terbentuknya perilaku makan yang baik (Sediaoetama 1991). Tabel 5 menunjukkan tingkat pendidikan guru SD umumnya S1 (47.1%) dan Diploma (47.1%). Menurut pembagian wilayah terlihat bahwa guru yang memiliki pendidikan S1 di wilayah kota lebih besar dari guru di wilayah kabupaten yaitu 50% dan 44.1%. Ditinjau dari akreditasi sekolah terlihat bahwa guru yang memiliki pendidikan S1 di sekolah yang terakreditasi B (53.8%) lebih besar dari sekolah berakreditasi A (42.9%). Hal ini diduga bahwa kesadaran guru yang tinggi dalam memotivasi diri sendiri dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di SD. Apabila anggaran untuk guru tersedia, maka guru dapat dibiayai oleh negara. Tabel 5 Sebaran guru SD berdasarkan tingkat pendidikan, wilayah dan akreditasi sekolah Tingkat Pendidikan Akreditasi Kota Kabupaten A B n % n % n % n % n % SMA/Sederajat Diploma S Sumarwan (2003) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara pandang, cara berpikir, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Sebaran antara tingkat pendidikan dan umur pada Tabel 6 terlihat bahwa 78.1% guru pada kelompok separuh baya memiliki pendidikan S1. Hal ini belum sesuai dengan ketentuan pengajaran Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa syarat guru di Indonesia minimal S1 bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran. Kualifikasi akademik pendidikan untuk guru SD/MI minimal adalah S1 dengan latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi serta sertifikat profesi guru untuk SD/MI. Namun kondisi pendidikan guru SD di Kota dan Kabupaten Bogor masih belum menunjukkan seperti yang diharapkan. Hardini (2008) menunjukkan persentase jumlah guru SD yang belum mencapai pendidikan S1 di Kota dan Kabupaten Bogor sebanyak 79.3% dan 82.6%. Faktor yang mempengaruhi kebijakan pemerintah di Kota dan Kabupaten Bogor dalam peningkatan pendidikan guru SD yaitu keterbatasan dana. Prioritas pembangunan pendidikan Kota Bogor adalah untuk menuntaskan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) dan SD gratis, sedangkan Kabupaten Bogor selain menuntaskan Wajar Dikdas, adalah untuk merenovasi gedung sekolah yang rusak serta meningkatkan nilai IPM.

5 27 Tabel 6 Sebaran guru SD berdasarkan tingkat pendidikan dan umur Tingkat Pendidikan Umur (Tahun) SLTA Diploma S1 n % n % n % n % Dewasa awal (19-24) Dewasa lanjut (25-35) Separuh baya (36-50) Tua (51-65) Lama Bekerja Guru yang bekerja di sekolah sebelumnya dan di sekolah saat ini masuk sebagai variabel lama bekerja sebagai guru. Lama bekerja sebagai guru dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu 1-10 tahun, tahun, tahun, tahun, lebih dari 40 tahun. Sebarannya dapat dilihat pada Tabel 7 yang menunjukkan bahwa sebagian besar guru baik di kota dan kabupaten maupun sekolah akreditasi A dan B bekerja antara tahun (42.6%) dan 1-10 tahun (29.4%). Hanya sebesar 1.5% guru SD yang bekerja lebih dari 40 tahun berada di wilayah kota dengan status akreditasi sekolah B. Guru yang lama bekerjanya 41 tahun ini masih termasuk ke dalam umur produktif karena usianya adalah 63 tahun. Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (p>0.1) antara lama bekerja guru di kota dan kabupaten, sedangkan menurut pembagian mutu sekolah berdasarkan hasil uji beda t-test ada perbedaan antara guru di sekolah akreditasi A dan B (p<0.05). Penelitian yang dilakukan Atmaja (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar guru yang memiliki lama bekerja antara 1-10 tahun sebanyak 46.9% dan tahun sebanyak 31.2%. Tabel 7 Keragaan statistik dan sebaran guru SD berdasarkan lama bekerja, wilayah dan akreditasi sekolah Lama bekerja (Tahun) Akreditasi Kota Kabupaten A B n % n % n % n % n % > Rataan ± Simpangan baku 19.9 ± ± ± ± ± 10.1 Nilai P Lama bekerja guru yang dikaitkan dengan kelompok umur terlihat pada Tabel 8 bahwa sebagian besar guru yang lama bekerja antara tahun termasuk dalam kelompok umur separuh baya yaitu tahun. Faktor umur dan lama bekerja terkait dengan perilaku dan persepsi guru yang berbeda-beda. Guru yang bekerja lebih lama diduga memiliki pengalaman yang berbeda-beda terutama mengenai gizi dan keamanan pangan yang dapat diperoleh dari mana saja dan

6 28 berbagai jenis media pendidikan gizi yang pernah mereka baca maupun lihat akan menghasilkan persepsi yang baik apabila perilaku gizi dan keamanan pangan guru hasilnya baik. Tabel 8 Sebaran guru SD berdasarkan lama bekerja dan kelompok umur Kelompok Umur (Tahun) Lama bekerja Dewasa awal (19-24) Dewasa lanjut (25-35) Separuh baya (36-50) Tua (51-65) (Tahun) n % n % n % n % n % > Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah guru tersebut dan tercantum dalam Kartu Keluarga (KK). Dilihat dari sebaran pada Tabel 9, sebagian besar (77.9%) guru baik di wilayah kota maupun kabupaten dengan akreditasi A dan B memiliki besar keluarga dengan kategori kecil. Secara keseluruhan, rata-rata besar keluarga guru adalah 4 orang. Proporsi besar keluarga kategori sedang antara guru di kabupaten (29.4%) lebih besar dibandingkan di kota (14.7%). Begitu pula pembagian menurut akreditasi, proporsi kategori keluarga sedang (5-7 orang) pada sekolah akreditasi B (34.6%) lebih besar dari akreditasi A (14.3%). Peran guru yang telah berkeluarga pada umumnya lebih memperhatikan masalah pangan, gizi, kesehatan dan keamanan pangan, seperti guru perempuan yang memiliki dua profesi yaitu mengajar dan sebagai ibu rumahtangga yang menyajikan makanan di rumah untuk keluarga; apabila anaknya sudah mengenal jajanan maka akan diberikan perhatian ekstra supaya tidak terkena penyakit akibat salah memilih jajanan yang menyehatkan. Menurut Suhardjo (2003) bahwa kurang energi dan protein berat akan sedikit dijumpai bila jumlah anggota keluarganya lebih kecil. Hal ini terjadi karena jika besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan relatif lebih tinggi daripada golongan yang lebih tua.

7 Tabel 9 Keragaan statistik dan sebaran guru SD berdasarkan besar keluarga, wilayah dan akreditasi sekolah Akreditasi Besar keluarga Kota Kabupaten A B (Orang) n % n nn % n % n % n % Kecil ( 4) Sedang (5-7) Rataan ± Simpangan baku 3.4 ± ± ± ± ± 1.3 Nilai P Tingkat Pendapatan Keluarga Pendapatan perkapita perbulan digunakan sebagai gambaran keadaan ekonomi keluarga guru. Batas garis kemiskinan yang telah ditetapkan oleh BPS tahun 2008 kurang dari Rp perkapita/bulan. Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari (garis kemiskinan Bank Dunia sebesar USD $2 per kapita per hari). Standar Kemiskinan Internasional yang dikeluarkan Bank Dunia menyatakan penduduk miskin adalah yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang (dengan Kurs Rupiah Rp9 000,- maka Penduduk dikatakan miskin bila berpendapatan kurang dari Rp18 000,-). Hasil penelitian menunjukkan (Tabel 10) bahwa seluruh guru dalam penelitian ini berlatar belakang keluarga mampu atau tidak miskin yang berdasarkan pada rata-rata tingkat pendapatan keluarga yang lebih dari Rp per kapita/bulan (BPS 2008). Hal ini menunjukkan tingkat kesejahteraan guru sudah cukup baik. Selain itu juga terkait dengan besar keluarga yang sebagian besar guru memiliki besar keluarga kecil ( 4 orang). Besar keluarga akan mempengaruhi pola pengalokasian untuk pemenuhan kebutuhan pangan pada rumah tangga. Semakin besar keluarga, maka alokasi pangan untuk tiap individu akan semakin berkurang. Tabel 10 Sebaran guru SD berdasarkan garis kemiskinan, wilayah dan akreditasi sekolah Tingkat Pendapatan (Rp/Kap/Bln) BPS Miskin < Tidak miskin Bank Dunia (Kap/hari) < $ 1 $ 1 US $ 2 (Kap/hari) < $ 2 $ 2 Gold Standard < Akreditasi Kota Kabupaten A B n % n % n % n % n %

8 30 Tabel 11 memperlihatkan bahwa secara umum (52.9%) guru memiliki tingkat pendapatan keluarga pada kisaran Rp Rp perkapita/bulan. Pembagian menurut wilayah menunjukkan persentase pendapatan terbesar pada guru di kota yaitu pada kisaran Rp Rp1 juta per kapita/bulan (55.9%), sedangkan di kabupaten persentase terbesar yaitu 50.0%. Pada pembagian menurut akreditasi sekolah menunjukkan bahwa persentase terbesar tingkat pendapatan keluarga guru di sekolah akreditasi A yaitu pada kisaran Rp Rp1 juta per kapita/bulan sebesar 52.4%, sedangkan persentase terbesar di sekolah akreditasi B (53.8%). Persentase terendah yaitu hanya sebesar 1.5 % di sekolah akreditasi A atau di wilayah kota yang memiliki tingkat pendapatan keluarga pada kisaran Rp Rp per kapita/bulan. Menurut Riyadi (1996), kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan gizi berpengaruh dalam pemilihan pangan. Oleh karena itu, dengan semakin besar pendapatan seseorang tetapi tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang baik, maka orang tersebut akan kesulitan memilih jenis maupun jumlah pangan yang baik untuk dikonsumsi. Tabel 11 Sebaran guru SD berdasarkan tingkat pendapatan keluarga, wilayah dan akreditasi sekolah Tingkat Pendapatan (Rp1000/Kap/Bln) Akreditasi Kota Kabupaten A B n % n % n % n % n % < Pengetahuan, Sikap, Praktek Gizi dan Keamanan Pangan Perilaku yang merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari akan menggambarkan pengetahuan yang dimiliki, sikap yang ditunjukkan dan prakteknya di lapangan. Guru SD merupakan tenaga pendidik yang dijadikan suri tauladan terbaik bagi peserta didiknya. Menurut Atmaja (2010) mengingat pentingnya arti pendidikan mengenai gizi seimbang pada anak usia sekolah dasar guna pembentukan perilaku makan yang baik dan sehat, maka diperlukan tenaga pendidik yaitu guru yang memiliki wawasan yang luas dalam hal pengetahuan gizi. Hasil penelitiannya menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan gizi guru setelah diberi pelatihan mengenai pemahaman tentang materi gizi seimbang. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa sebanyak 50% guru memiliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan sedang (Tabel 12). Dilihat dari mutu sekolah menunjukkan bahwa pengetahuan guru di sekolah yang terakreditasi A lebih baik (kategori sedang 54.76%) dari sekolah yang akreditasi B (kategori kurang 46.15%). Guru di SD yang berakreditasi A mempunyai akses pengetahuan lebih luas dibandingkan guru di SD berakreditasi B. Rata-rata skor pengetahuan gizi dan keamanan pangan guru di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor relatif sama yaitu 58.4±12.2 dan 60.6±11.5. Octaviana (2011) menyatakan pengetahuan gizi yang baik diperoleh dari berbagai sumber informasi.

9 Tabel 12 Keragaan statistik dan sebaran guru SD berdasarkan pengetahuan, sikap, praktek gizi dan keamanan pangan Akreditasi Sekolah Kategori Kota Kabupaten A B n % n % n % n % n % Pengetahuan Kurang Sedang Baik Rata-rata±SD 58.4± ± ± ± ±11.8 Sikap Netral Positif Rata-rata±SD 78.2± ± ± ± ±7.5 Praktek Kurang Cukup Rata-rata±SD 71.8± ± ± ± ± Sikap positif terkait gizi dan keamanan pangan menunjukkan persentase sebesar 55.9%. sikap netral yang cukup tinggi yaitu 44.1% menyatakan bahwa guru kurang yakin dengan pernyataan tekair gizi dan keamanan pangan, sehingga hal ini dapat dijadikan landasan dalam menentukan materi yang akan diberikan dalam suatu intervensi pendidikan. Sikap gizi merupakan tahapan lebih lanjut dari pengetahuan yang dimiliki seseorang. Seseorang dengan pengetahuan yang baik maka akan memiliki sikap yang baik pula. Dukungan pengetahuan seseorang yang dapat menumbuhkan suatu sikap dan keyakinan atas sesuatu, belum menjamin bahwa seseorang akan bertindak sesuai dengan apa yang diketahui dan dipahaminya (Khomsan 2000). Rata-rata skor sikap gizi dan keamanan pangan guru SD menurut wilayah kota dan kabupaten relatif sama yaitu 78.2±8.2 dan 79.3±6.9. Berdasarkan akreditasi terlihat bahwa SD berakreditasi B (80.4±8.82) memiliki sikap lebih baik dari A (77.7±6.5). Rata-rata skor pengetahuan guru di SD berakreditasi B lebih rendah akan tetapi memiliki sikap lebih positif, hal ini diduga guru memiliki tingkat keyakinan atau pendapat yang berbeda tentang hal informasi yang diperoleh, pengalaman dan perilaku yang tidak hanya bersumber dari pengetahuan saja (Notoatmodjo 2007). Sebanyak 97.1% guru termasuk kategori cukup dalam hal praktek terkait gizi dan keamanan pangan. Walaupun praktek guru pada kategori kurang hanya 2.9% akan tetapi belum ada guru yang menunjukkan praktek gizi dan keamanan pangan yang baik. Secara wilayah rata-rata skor praktek gizi dan keamanan pangan relatif sama baik kota (71.8±3.4) maupun kabupaten (70.8±6.2). Demikian pula akreditasi A (72.4±5.4) dan B (69.5±3.72). Praktek yang baik perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang mencukupi seperti daya beli dan penyediaan makanan jajanan di kantin. Hal ini sesuai dengan pendapat In-Iw et al (2012) dari hasil penelitian di Sekolah Satriwatrakhang, Thailand bahwa makanan yang disediakan di kantin disesuaikan dengan kebutuhan siswa, selain itu guru harus selektif dalam membeli makanan jajanan supaya siswa lebih memilih jajanan yang sehat, bergizi dan aman (Octaviana 2011). 31

10 32 Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan Pengetahuan gizi dan keamanan pangan guru SD merupakan salah satu aspek penting untuk menunjang pemberian materi gizi dan keamanan pangan pada siswa. Guru yang memiliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang baik maka akan menyampaikan pada siswa dengan baik dan benar. Guru SD sangat berpotensi dalam menyampaikan pesan-pesan gizi praktis kepada siswanya. Pesan yang dikemas dalam satu paket pendidikan gizi yang berorientasi untuk memperkenalkan dan menanamkan kebiasaan makan yang baik dan benar sejak usia muda berdampak positif terhadap perilaku gizi siswa dan keluarga (Hermina et al. 2004). Pada penelitian ini, secara umum dapat dikatakan bahwa pengetahuan guru tentang gizi dan keamanan pangan termasuk pada kategori sedang (50.0%). Materi terkait gizi dan keamanan pangan diukur melalui pengetahuan gizi dan keamanan pangan. Pengetahuan gizi dan keamanan pangan guru diketahui dengan menilai pemahaman guru terhadap 20 pertanyaan dalam bentuk multiple choice tentang gizi dan keamanan pangan yang dibagi ke dalam 10 pertanyaan terkait gizi dan 10 pertanyaan mengenai keamanan pangan. Berdasarkan Tabel 13 pada pertanyaan terkait gizi dapat diketahui bahwa terdapat dua pertanyaan mengenai gizi yang seluruhnya (100%) mampu dijawab oleh guru. Pertanyaan pertama adalah pertanyaan tentang definisi pangan bergizi yang merupakan pangan yang mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menunjang kesehatan. Pertanyaan kedua terdapat pada guru SD di sekolah berakreditasi A yaitu pertanyaan mengenai makanan yang mengandung zat besi. Namun terdapat beberapa pemahaman tentang gizi yang masih rendah pada guru SD diantaranya adalah zat penghasil energi terdiri dari karbohidrat, protein, lemak (20.6%), ciriciri pangan sumber lemak (39.7%), penyakit kekurangan karbohidrat dan protein (13.2%), pentingnya sarapan (55.9%), fungsi vitamin A (36.8%) serta buah yang paling banyak mengandung vitamin C (14.7%). Pengetahuan guru terkait keamanan pangan masih kurang dapat dipahami sepenuhnya oleh sebagian besar guru. Guru yang dapat menjawab dengan benar paling banyak terdapat pada pertanyaan mengenai dampak mengonsumsi makanan yang tercemar mikroba (92.6%) dan contoh makanan yang mengandunng bahan kimia berbahaya (97.6%). Pengetahuan guru terkait keamanan pangan mengenai Bahan Tambahan Pangan (BTP) kurang dimengerti oleh sebagian besar guru. Guru yang dapat menjawab dengan benar pada beberapa pertanyaan terkait BTP masih sangat rendah diantaranya mengenai definisi BTP (55.9%), contoh BTP (13.2%) dan BTP aman dengan dosis yang tepat (17.6%). Hal ini sejalan dengan penelitian Octaviana (2011) yang menyatakan bahwa pertanyaan terkait pengetahuan tentang BTP yang tidak dijawab dengan benar oleh guru terdapat pada pertanyaan mengenai contoh BTP, fungsi formalin, contoh makanan yang mungkin ditambahkan formalin dan fungsi Monosodium Glutamat (MSG).

11 Tabel 13 Persentase guru SD yang menjawab benar pengetahuan gizi dan keamanan pangan berdasarkan wilayah dan akreditasi sekolah Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan Akreditasi Kota Kab A B % Pertanyaan Pengetahuan Gizi 1. Definisi pangan yang bergizi Zat gizi penghasil energi Yang bukan ciri-ciri sumber lemak Makanan yang mengandung zat besi Penyakit kekurangan KH dan protein Pentingnya sarapan Fungsi air bagi tubuh Fungsi vitamin A Kandungan gizi fast food Buah yang paling banyak mengandung vitamin C Pengetahuan Keamanan Pangan 11. Definisi pangan yang aman Jenis cemaran pada rambut di kue Akibat konsumsi makanan yang tercemar mikroba 14. Definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP) Contoh makanan mengandung bahan kimia berbahaya 16. Yang bukan merupakan contoh BTP Pangan yang biasanya menggunakan formalin 18. Penggunaan pemanis buatan pada pangan BTP pada sirup warna merah dan agak pahit saat ditelan 20. Yang tidak termasuk BTP aman dengan dosis yang tepat Contento (2007) mengemukakan bahwa pengetahuan gizi dapat ditingkatkan, antara lain melalui pendidikan gizi dengan cara pemberian edukasi terhadap guru. Tujuan pendidikan gizi terhadap guru adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan guru sehingga dapat memberikan pendidikan gizi yang baik kepada siswanya. Sikap Gizi dan Keamanan Pangan Secara umum sebagian guru SD memiliki sikap positif terkait gizi dan keamanan pangan (55.9%). Sikap gizi dan keamanan pangan guru diukur melalui 20 pernyataan yang terdiri dari 10 pernyataan terkait gizi dan 10 pernyataan terkait keamanan pangan. Pernyataan mengenai gizi yang dapat dijawab dengan benar oleh semua guru SD (100.0%) yaitu pernyataan tentang minum air tidak hanyaa pada saat haus saja terdapat di wilayah kabupaten dan sekolah berakreditasi A, sarapan juga penting walaupun istirahat dapat jajan terdapat di 33

12 34 wilayah kota dan pada sekolah akreditasi B (Tabel 14). Pernyataan terkait gizi yang masih rendah terdapat pada pernyataan mengenai porsi nasi sedikit saja agar tidak gemuk (27.9%), makan makanan yang beragam dapat meningkatkan nafsu makan berlebih (38.2%). Persentase pada Tabel 14 menunjukkan terdapat pernyataan mengenai keamanan pangan yang dijawab dengan benar oleh seluruh guru (100.0%) diantaranya makanan yang terbebas dari bakteri belum dikatakan aman berada di wilayah Kabupaten Bogor, perlunya membaca label pada kemasan makanan untuk melihat batas aman berada pada sekolah berakreditasi B, selalu memperhatikan kebersihan makanan maupun tempat berjualan berada pada wilayah kota dan kabupaten serta sekolah berakreditasi B. Pernyataan mengenai harus memberi nasehat walaupun orangtua sudah menasehati perihal keamanan pangan, sangat penting bagi sekolah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penjual pangan jajanan serta menyiapkan fasilitas mencuci tangan juga dijawab dengan benar oleh seluruh guru baik di wilayah kota dan kabupaten maupun di sekolah akreditasi A dan B. Pada pernyataan mengenai pangan jajanan yang aman sedikit pun tidak boleh menggunakan pemanis buatan dijawab setuju oleh 17.6% guru, hal ini diduga bahwa guru tidak mengetahui batas aman pemanis buatan yang terdapat pada pangan jajanan yang layak untuk dikonsumsi. Octaviana (2011) menyatakan bahwa 40% guru yang memiliki sikap positif mengenai BTP yang digunakan dalam pengolahan jajanan dapat memperbaiki kualitas dan membuat jajanan jadi lebih menarik. Guru menyebutkan apabila makanan tidak menggunakan BTP dapat mempengaruhi selera makan. Tabel 15 menunjukkan bahwa persentase terbesar guru SD mempunyai pengetahuan kurang dan memiliki sikap netral terkait gizi dan keamanan pangan (72.4%). Individu yang berpengetahuan baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya di dalam pemilihan maupun pengolahan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi kebutuhan bisa lebih terjamin (Suhardjo 2003).

13 Tabel 14 Persentase guru SD yang menjawab positif sikap gizi dan keamanan pangan berdasarkan wilayah dan akreditasi sekolah No Pernyataan Sikap Gizi dan Keamanan Pangan Sikap Gizi 1. Makanan sehat tidak perlu bersih, asalkan mengandung zat gizi 2. Jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh sama setiap orang Akreditasi Kota Kab A B % Porsi nasi sedikit saja agar tidak gemuk Makanan jajanan mengandung zat gizi Sebaiknya minum air hanya saat haus Sarapan tidak penting karena istirahat dapat jajan Makan makanan yang beragam dapat meningkatkan nafsu makan berlebih 8. Memilih jajan dibandingkan membawa bekal Memilih makanan berlemak dibandingkan sayur 10. Memilih konsumsi suplemen vitamin C dibandingkan buah Sikap Keamanan Pangan 11. Sangat penting membeli makanan jajanan yang sehat dan aman 12. Makanan yang terbebas dari bakteri sudah dikatakan aman 13. Tidak perlu membaca label pada kemasan makanan karena sudah dijamin aman 14. Pangan jajanan yang aman sedikit pun tidak boleh menggunakan pemanis buatan 15. Sangat penting memeriksa kemasan pangan Plastik adalah kemasan paling bagus dan aman untuk berbagai jenis makanan 17. Selalu memperhatikan kebersihan makanan maupun tempat berjualan 18. Guru tidak perlu memberi nasihat perihal keamanan pangan karena orang tua sudah menasihati 19. Sangat penting bagi sekolah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penjual pangan jajanan Sangat penting bagi sekolah untuk menyiapkan fasilitas mencuci tangan 35

14 36 Tabel 15 Sebaran guru SD berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi dan keamanan pangan Kategori Pengetahuan Sikap Netral Positif n % n % n % Kurang Sedang Baik Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dan keamanan pangan guru SD dengan sikap gizi dan keamanan pangan guru SD, p>0.1 (Tabel 16). Pada umumnya pengetahuan yang baik akan menunjukkan sikap yang lebih baik pula, seperti pada penelitian Octaviana (2011) yang menyatakan bahwa siswa yang berpengetahuan gizi baik dapat mencerminkan sikap gizi yang baik pula (62.9%). Akan tetapi pada kenyataannya guru memiliki sikap yang berbeda walaupun pengetahuan yang dimiliki lebih baik dari sikap. Sebaran guru terlihat bahwa guru yang memiliki pengetahuan kurang menunjukkan sikap netral terkait gizi dan keamanan pangan (72.4%). Tabel 16 Korelasi antara pengetahuan dengan sikap gizi dan keamanan pangan Statistik Pengetahuan n 68 Koefisien korelasi Peluang Praktek Gizi dan Keamanan Pangan Penelitian ini mengukur praktek gizi dan keamanan pangan guru SD. Pertanyaan terkait gizi berjumlah 10 pertanyaan dalam bentuk multiple choice, dan pertanyaan mengenai keamanan pangan berjumlah 8 pertanyaan. Hasil analisis pada Tabel 17 menunjukkan bahwa pertanyaan mengenai gizi belum dapat dijawab dengan benar (100.0%) oleh seluruh guru sesuai dengan praktek gizi yang baik. Praktek yang masih rendah terdapat pada pertanyaan mengenai frekuensi minum susu ditunjukkan oleh 40.8% guru yang mempraktekkan minum susu dalam satu bulan terakhir. Praktek gizi terkait BTP juga terlihat bahwa guru SMP di Kota Bogor kadang-kadang juga mengonsumsi jajanan seperti es eirup, minuman kemasan, permen (40.0%), mie dan bakso (100.0%) serta snack dan gorengan (80.0%) (Octavana 2011). Praktek keamanan pangan diterapkan dengan baik diantaranya setiap membeli makanan yang aman 100.0% guru memperhatikan rasa, kebersihan tempat berjualan, kebersihan penjual, tanggal kadaluwarsa pada kemasan dan label. Praktek keamanan yang kurang baik ditunjukkan dengan sebanyak 37.7% guru jarang mencuci tangan menggunakan sabun sehingga kurang terjaga kebersihannya.

15 Tabel 17 Persentase guru SD yang menjawab tepat praktek gizi dan keamanan pangan berdasarkan wilayah dan akreditasi sekolah No Pertanyaan Praktek Gizi dan Keamanan Pangan Akreditasi Kota Kab A B % Praktek Gizi 1. Frekuensi makan makanan utama dalam sehari 2. Frekuensi sarapan dalam seminggu Frekuensi minum air putih dalam sehari Frekuensi makan makanan selingan (camilan) dalam sehari 5. Frekuensi minum susu dalam satu bulan terakhir 6. Frekuensi membeli makanan fast food dalam satu bulan terakhir 7. Frekuensi membeli makanan jajanan di pinggir jalan dalam satu bulan terakhir 8. Garam yang digunakan di rumah Frekuensi melakukan kegiatan fisik atau olahraga 10. Merokok Praktek Keamanan Pangan 11. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan Mencuci tangan dengan menggunakan sabun 13. Mencuci tangan dengan air mengalir Lama (maksimum) menyimpan makanan yang digoreng Setiap membeli makanan yang aman memperhatikan a. Rasa b. Aroma c. Kebersihan makanan d. Warna e. Kebersihan tempat berjualan f. Kebersihan penjual g. Tidak pernah memperhatikan Setiap membeli makanan yang dikemas memperhatikan a. Tanggal kadaluarsa b. Komposisi zat gizi c. Informasi produk d. Cara penyajian e. Memeriksa keadaan kemasan f. Tidak pernah membaca label

16 38 Sebaran pada Tabel 18 menunjukkan bahwa guru SD yang memiliki pengetahuan yang baik maka akan menunjukkan praktek yang cukup, sama halnya dengan sikap. Guru SD memiliki penilaian positif menunjukkan praktek gizi dan keamanan pangan yang cukup. Pengetahuan mengenai gizi dan keamanan pangan Tabel 18 Sebaran guru SD berdasarkan pengetahuan, sikap dan praktek gizi dan keamanan pangan Praktek Kategori Kurang Cukup n % n % n % Pengetahuan Kurang Sedang Baik Sikap Netral Positif Hasil uji statistik pada Tabel 19 menyatakan bahwa pengetahuan, sikap gizi dan keamanan pangan guru SD tidak berhubungan dengan praktek gizi dan keamanan pangan guru SD (p>0.1). Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) secara logis, sikap akan ditunjukkan dalam bentuk praktek namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan praktek mempunyai hubungan yang sistematis. Artinya status pengetahuan atau sikap yang baik belum tentu terwujud dalam praktek yang baik pula (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu praktek, diperlukan suatu faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seseorang itu dapat menerapkan apa yang mereka ketahui. Hal ini sejalan dengan penelitian Octaviana (2011) yang menyatakan bahwa siswa SMP di Kota Bogor yang memiliki pengetahuan gizi baik belum tentu mencerminkan praktek gizi yang baik pula. Tabel 19 Korelasi antara pengetahuan, sikap dengan praktek gizi dan keamanan pangan Statistik Pengetahuan Sikap n Koefisien korelasi Peluang

17 39 Hubungan antara Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Perilaku Gizi dan Keamanan Pangan Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa karakteristik sosial ekonomi yang terdiri dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, lama bekerja, besar keluarga dan tingkat pendapatan guru tidak memiliki hubungan positif dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan (p>0.1). Guru SD dengan keluarga kecil berjumlah 4 orang memiliki sikap netral terhadap gizi dan keamanan pangan sebesar 67.9% (Tabel 20). Anggota keluarga yang memiliki informasi terkait gizi dan keamanan pangan pada umumnya akan saling berbagi informasi tersebut. Informasi yang diperoleh akan ditanggapi dengan berbagai macam sikap dan hal ini sangat tergantung dari penerimaan masing-masing anggota keluarga yang dapat menerima dengan negatif, netral dan positif terkait gizi dan keamanan pangan. Tabel 20 Sebaran guru SD berdasarkan besar keluarga dan sikap gizi dan keamanan pangan Sikap Gizi dan Keamanan Pangan Besar Keluarga Netral Positif n % n % n % Kecil ( 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar keluarga guru memperlihatkan adanya hubungan positif dengan sikap gizi dan keamanan pangan, p<0.1 (Tabel 21). Semakin banyak jumlah anggota keluarga guru maka semakin positif sikap gizi dan keamanan pangan guru SD. Mayoritas jumlah anggota keluarga guru adalah 4 orang, hal ini diduga karena sikap seseorang yang bisa diterima oleh orang lain biasanya akan diikuti dan semakin banyak anggota keluarga di rumah maka yang menganggap positif mengenai gizi dan keamanan pangan akan semakin banyak pula. Tabel 21 Korelasi antara besar keluarga dengan sikap gizi dan keamanan pangan Statistik Besar keluarga n 68 Koefisien korelasi Peluang 0.079* * nyata pada taraf 10.0 % Karakteristik sosial ekonomi guru SD yang memiliki hubungan dengan praktek gizi dan keamanan pangan yaitu lama bekerja dan umur (Tabel 22). Lama bekerja guru SD menunjukkan bahwa guru yang bekerja lebih dari 30 tahun memiliki praktek gizi dan keamanan pangan yang cukup.

18 40 Tabel 22 Sebaran guru SD berdasarkan lama bekerja, umur dan praktek gizi dan keamanan pangan Karakteristik Praktek Gizi dan Keamanan Pangan Sosial Ekonomi Kurang Cukup n % n % n % Lama Bekerja (Tahun) > Umur (Tahun) Dewasa awal (19-24) Dewasa lanjut (25-35) Separuh baya (36-50) Tua (51-65) Hasil analisis korelasi Pearson mengenai beberapa karakteristik sosial ekonomi diantaranya umur dan lama bekerja berhubungan secara nyata dengan praktek gizi dan keamanan pangan (Tabel 23). Semakin lama guru bekerja sebagai tenaga pendidik maka semakin baik praktek gizi dan keamanan pangan guru (p<0.1). Hal ini memperkuat dugaan bahwa guru yang telah lama mengajar mendapatkan pengalaman pengetahuan yang lebih dalam bidang gizi dan keamanan pangan tidak hanya dari lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan tempat tinggal sehingga dapat mempraktekkan hal-hal terkait gizi dan keamanan pangan dalam kehidupan sehari-hari. Umur guru yang semakin dewasa juga menunjukkan bahwa guru dapat memberikan contoh mengenai praktek gizi dan keamanan pangan baik di rumah maupun di sekolah. Tabel 23 Korelasi antara lama bekerja, umur dengan praktek gizi dan keamanan pangan Statistik Lama bekerja Umur n Koefisien korelasi Peluang Persepsi Guru pada Media Pendidikan Gizi Setelah mengetahui hasil analisis pengetahuan, sikap dan praktek gizi dan keamanan pangan guru SD, diharapkan guru dapat menilai dan memberikan pandangannya terhadap kelima jenis media pendidikan gizi yang akan digunakan pada intervensi pendidikan gizi. Untuk itu dibutuhkan penilaian guru sebelum media tersebut digunakan. Terdapat modul, poster, booklet, leaflet, dan flip chart untuk menunjang penyampaian materi pangan, gizi dan kesehatan.

19 Beberapa penelitian terkait dengan media seperti Ikada (2010) melakukan penelitian dengan membuat media pendidikan gizi dengan jenis media visual diam yaitu berupa buku cerita bergambar dengan tema yang dipilih adalah cara-cara hidup sehat sesuai dengan konsep Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) berjudul Aku ingin Sehat. Aspek yang dinilai mengenai tingkat kesukaan siswa SD terhadap buku terdiri dari alur cerita, isi cerita, ukuran tulisan dan gambar. Saloso (2011) memilih media audio berupa lagu anak-anak dan media visual berupa kartu bergambar dengan tema atau materi yang disampaikan adalah pesanpesan gizi dan kesehatan yang tertuang dalam PUGS dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Tingkat kesukaan siswa SD di Kota Bogor dilihat dari penggunaan lagu dan permainan kartu bergambar, lirik lagu dan penggunaan gambar pada kartu, pesan gizi dan kesehatan pada lagu dan kartu, panjang lagu, irama lagu, ukuran gambar, tulisan pada kartu. Pentingnya Materi Pangan, Gizi dan Kesehatan Hasil analisis deskriptif terhadap persepsi guru mengenai pentingnya materi pangan, gizi dan kesehatan menunjukkan rata-rata penilaian yang sangat penting dan penting yaitu 79.2% dan 20.6% (Tabel 24). Pendidikan gizi pada anak usia SD perlu diperhatikan secara serius. Materi seperti pengenalan piramida makanan, konsep Beragam, Bergizi, Berimbang (3B), dan konsep lain terkait gizi dan kesehatan perlu disisipkan dalam pembelajaran di sekolah. Pemilihan media yang tepat sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas penyampaian informasi. Media pendidikan gizi sebaiknya dibuat dengan konsep yang menyenangkan bagi anak (Ikada 2010). Materi pangan, gizi dan kesehatan sangat penting untuk diperhatikan dan tidak hanya diberikan di ruang kelas pada saat pelajaran yang terkait saja seperti IPA, akan tetapi materi tersebut dapat diterapkan pada semua mata pelajaran sehingga guru dapat menerapkan ilmu yang dimiliki bagi semua peserta didik. Persepsi guru yang menganggap materi pangan, gizi dan kesehatan sangat penting lebih banyak dibandingkan yang menganggap penting dan hasil analisis ini dapat digunakan sebagai acuan bahwa guru sudah lebih peduli terhadap gizi dan kesehatan. PUGS merupakan pesan gizi seimbang yang dikemas menarik oleh Ikada (2010) dalam bentuk buku cerita bergambar menunjukkan tingkat penerimaan yang baik. Secara keseluruhan buku, sebagian besar anak SD tergolong sangat menyukai (82.5%). Tabel 24 Sebaran guru SD berdasarkan pentingnya materi pangan, gizi dan kesehatan Akreditasi Sekolah Kategori Kota Kabupaten A B n % n % n % n % n % Sangat penting Penting

20 42 Penggunaan Media Persepsi guru pada Tabel 25 mengenai penggunaan beberapa media dinilai sangat setuju (96.9%) bahwa kelima jenis media digunakan dalam pembelajaran, karena guru dapat menggunakan media tersebut sebagai bahan referensi saat menyampaikan penjelasan pada siswa supaya siswa lebih mengerti. Guru juga menganggap setuju karena dapat menambah pengetahuan, media dianggap menarik dan sangat berguna untuk memotivasi diri sendiri, siswa dan keluarga. Kurang dari 10% guru yang menyatakan tidak setuju dengan penggunaan beberapa jenis media sebagai berikut: 1) Penggunaan modul, leaflet Jajanan Sehat dan Bergizi, dan booklet dengan penjelasan perlu adanya sosialisasi maupun penyuluhan pada guru sehingga guru bisa lebih paham. Apabila guru sudah memahami isi media maka akan dengan mudah disampaikan pada siswa dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti; 2) Poster dan flip chart kurang setuju untuk digunakan oleh guru sebagai media pembelajaran dalam menyampaikan materi, anggapannya bahwa poster cukup ditempel saja di mading maupun di kelas, sedangkan flip chart dapat diletakkan di perpustakaan. penggunaan leaflet Gizi Seimbang Anak Usia Sekolah bahwa daya serap siswa SD belum optimal untuk memahami isi dari leaflet tersebut cukup mendengarkan penjelasan guru; 3) Poster Sarapan Pagi yang menyajikan gambar makanan lengkap dan segelas susu terdapat 7,4 % guru tidak setuju karena menganggap bahwa pada kenyataannya tidak harus selalu sama dengan yang ada pada gambar mengingat kondisi atau kemampuan ekonomi orangtua siswa tidak sama. Penggunaan media pendidikan gizi diperlukan untuk meningkatkan efektifitas penyampaian pesan terkait informasi gizi dan kesehatan. Buku cerita bergambar merupakan salah satu alternatif media pendidikan gizi yang dapat digunakan (Ikada 2010). Hanya saja tidak disarankn untuk menggunakan buku cerita bergambar sebagai satu-satunya media pendidikan gizi yang digunakan. Perlu adanya kombinasi berbagai jenis media untuk mengakomodir perbedaan gaya belajar anak. Pemberian buku cerita bergambar sebagai media pendidikan gizi pada anak hanya melengkapi kegiatan learning dan belum sampai ke ranah practice, sehingga perlu diperhatikan media pendidikan gizi lain yang dapat melengkapi ranah tersebut.

21 Tabel 25 Sebaran guru SD berdasarkan persepsi terhadap penggunaan media pendidikan gizi Akreditasi Sekolah Media Kota Kabupaten A B n % n % n % n % n % Modul guru Gizi dan Keamanan Makanan Siswa Sekolah Dasar Setuju Tidak setuju Leaflet Gizi Seimbang Anak Usia Sekolah Setuju Tidak setuju Leaflet Jajanan Sehat dan Bergizi Setuju Tidak setuju Poster Gizi Setuju Tidak setuju Poster Keamanan Makanan Setuju Tidak setuju Poster Lima Kunci untuk Kemananan Pangan Setuju Tidak setuju Poster Sarapan Pagi Setuju Tidak setuju Booklet Menuju Kantin Sehat di Sekolah Setuju Tidak setuju Flip chart Aku Sehat Sekolahku Sehat Prestasiku Meningkat Setuju Tidak setuju Penelitian Prayuni (2011) menggambarkan bahwa alat pendidikan gizi yang digunakan di sekolah tidak hanya berupa poster atau gambar, melainkan juga mading atau kording, buku bacaan, Kartu Menuju Sehat (KMS), Power Point (PPT), brosur dan film. Pendidikan gizi dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media atau alat peraga. Buku bacaan merupakan alat yang paling banyak digunakan sekolah untuk menyampaikan materi gizi, yaitu sebanyak 92.3%. Buku merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki sekolah. Penyajian Materi Materi yang terdapat pada media dinilai oleh guru, dan persepsi yang ditunjukkan sebagian besar guru sangat setuju 66.2% dan setuju 33.7% pada penyajian materi di setiap media pendidikan gizi (Tabel 26). Penilaian tidak setuju (1,5%) yang terdapat pada poster Lima Kunci untuk Keamanan Pangan, guru menganggap materi yang terdapat pada poster terlalu umum bagi siswa sehingga kurang dapat dimengerti. Sebaiknya materi disederhanakan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Tulisan sederhana disarankan untuk poster ini sebagai salah satu contoh yaitu mengenai salah satu kunci yaitu Jagalah pangan pada suhu aman seperti jangan membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari dua jam. Tulisan ini dapat disederhanakan menjadi makanlah makanan yang baru matang dan segar!. 43

22 44 Sejalan dengan penelitian Ikada (2010) yang menyatakan bahwa cerita dalam buku cerita bergambar sangat menarik (92.5%), isi cerita buku sangat mudah dipahami (55.5%).Sebagian besar contoh memilih cerita sebagai bagian yang paling disukai dari buku (80.0%). Saloso (2011) mengungkapkan bahwa siswa mudah memahami pesan gizi dan kesehatan dari media audio (lagu anakanak) sebanyak 74.3%, sedangkan pada media kartu bergambar sebanyak 61.1% siswa sangat mudah memahami pesan gizi dan kesehatan yang terdapat pada kartu bergambar dan merupakan bagian yang paling disukai (66.7%). Tabel 26 Sebaran guru SD berdasarkan persepsi terhadap penyajian materi pada media pendidikan gizi Akreditasi Sekolah Media Kota Kabupaten A B n % n % n % n % n % Modul guru Gizi dan Keamanan Makanan Siswa Sekolah Dasar Sangat setuju Setuju Leaflet Gizi Seimbang Anak Usia Sekolah Sangat setuju Setuju Leaflet Jajanan Sehat dan Bergizi Sangat setuju Setuju Poster Gizi Sangat setuju Setuju Poster Keamanan Makanan Sangat setuju Setuju Poster Lima Kunci untuk Kemananan Pangan Sangat setuju Setuju Tidak setuju Poster Sarapan Pagi Sangat setuju Setuju Booklet Menuju Kantin Sehat di Sekolah Sangat setuju Setuju Flip chart Aku Sehat Sekolahku Sehat Prestasiku Meningkat Sangat setuju Setuju

4 METODE. Desain, Tempat dan Waktu. Teknik Penarikan Contoh

4 METODE. Desain, Tempat dan Waktu. Teknik Penarikan Contoh 15 4 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian yang digunakan cross sectional. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Pengembangan Model Pendidikan Makanan Jajanan Sehat Berbasis Sekolah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Sekolah yang diteliti terdiri dari empat sekolah dasar, yaitu dua SDN di Kota Bogor dan dua SDN di Kabupaten Bogor. Sekolah dasar yang terdapat di kota meliputi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum sekolah SDN Kebon Kopi 2 adalah sekolah yang berada di jalan Kebon Kopi Rt.04/09 kelurahan Kebon Kelapa terletak di Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah. Berdiri pada

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Guru Sekolah Dasar Pendidikan Gizi di Sekolah Dasar

2 TINJAUAN PUSTAKA Guru Sekolah Dasar Pendidikan Gizi di Sekolah Dasar 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Guru Sekolah Dasar Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumberdaya manusia (Sadirman 2004). Menurut Peraturan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kota (n=20) Kabupaten (n=27) Purposive. Gambar 2 Cara Penarikan Contoh Penelitian. SDN Akreditasi A Penjaja (n=11)

METODE PENELITIAN. Kota (n=20) Kabupaten (n=27) Purposive. Gambar 2 Cara Penarikan Contoh Penelitian. SDN Akreditasi A Penjaja (n=11) METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini desain Cross Sectional Study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei yang dilakukan di empat sekolah dasar dengan karakteristik mutu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 Umur dan Jenis Kelamin HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Jumlah siswa yang diteliti sebanyak 62 orang, terdiri dari siswa laki-laki yaitu 34 orang dan siswa perempuan yaitu 28 orang. Umur siswa

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangan nya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.

Lebih terperinci

HASIL Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL Gambaran Umum Lokasi Penelitian 33 HASIL Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gunung Batu 2. Sekolah ini terletak di Jalan Mayjend Ishak Djuarsa No. 2 RT. 01/RW. 03, Kelurahan Loji, Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sekolah Dasar yang diteliti Jumlah SD yang diteliti pada data sekunder Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 008 yaitu sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Selama masa ini banyak persoalan yang dihadapi para remaja yang berkaitan dengan masalah gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Variabel independen Variabel Dependen Perilaku siswa-siswi Pengetahuan Sikap Tindakan Makanan dan Minuman yang mengandung Bahan Tambahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hal ini dianggap penting mengingat anak sekolah merupakan cikal

Lebih terperinci

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah :

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah : KUESIONER SEKOLAH 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah : 4. Nama Kepala Sekolah : 5. Status Sekolah : Negeri / Swasta * 6. Status Akreditasi Sekolah : 7. Jumlah Murid Seluruh Kelas : Laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha BAB 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan di sekolah menyita waktu terbesar dari aktifitas keseluruhan anak sehari hari, termasuk aktifitas makan. Makanan jajanan di sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas bangsa yang akan datang sangat tergantung dengan kualitas anak-anak saat ini, salah satunya yaitu anak sekolah. Upaya peningkatan kualitas anak sekolah salah

Lebih terperinci

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah :

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah : KUESIONER SEKOLAH 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah : 4. Nama Kepala Sekolah : 5. Status Sekolah : Negeri / Swasta * 6. Status Akreditasi Sekolah : 7. Jumlah Murid Seluruh Kelas : Laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah individu yang berusia 10-19 tahun. Masa remaja merupakan proses perubahan perilaku, sikap, ataupun fisik dari masa anak ke masa dewasa (Depkes, 2001).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan terjadi pada setiap orang sejak dari dalam kandungan. Seseorang akan terus menerus tumbuh dan berkembang sesuai dengan berjalannya waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola menu empat sehat lima sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan

Lebih terperinci

Oktavia Candra Susanti, Eni Purwani. Program Studi Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jalan Ahmad Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura ABSTRAK

Oktavia Candra Susanti, Eni Purwani. Program Studi Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jalan Ahmad Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura ABSTRAK Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Kesehatan ISSN 2460-4143 PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KEAMANAN MAKANAN JAJANAN ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENDIDIKAN CERGAM DI SMP NEGERI 1 KEBAKRAMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini tengah menghadapi beban ganda masalah gizi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini tengah menghadapi beban ganda masalah gizi. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini tengah menghadapi beban ganda masalah gizi. Di mana ketika masalah gizi kurang masih belum dapat teratasi, masalah gizi lebih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sangat beragam jenisnya dan berkembang pesat di Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam tubuh yaitu berkisar antara 10-20%.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kesehatan adalah salah satu komponen kualitas manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak menjadi lemah dan cepat lelah serta berakibat meningkatnya angka absensi serta

BAB I PENDAHULUAN. anak menjadi lemah dan cepat lelah serta berakibat meningkatnya angka absensi serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia sekolah merupakan masa pertumbuhan bagi anak sehingga memerlukan gizi yang cukup dan seimbang. Defisiensi gizi pada usia sekolah dapat menyebabkan anak menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia sekolah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi (Kemenkes, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi (Kemenkes, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena pangan merupakan salah satu kebutuhan primer, selain sandang dan papan. Oleh karena itu manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak yang sehat merupakan anak yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental yang normal, sesuai dengan umur mereka. Anak yang sehat memiliki status

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO 1 HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Emmi Silitonga* Lufthiani** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola sekolah. Makanan dan jajanan sekolah

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan modal pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dilakukan di SDN 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.3 Karangasem, Laweyan, Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pembangunan kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Jenis pangan jajanan yang beragam di Indonesia saat ini sudah berkembang sangat pesat sejalan dengan pesatnya pembangunan. Pangan jajanan menurut FAO (1991&2000) adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala. yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala. yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut juga

BAB I PENDAHULUAN. antar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut juga bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka selera terhadap produk teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal, tetapi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. maka selera terhadap produk teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal, tetapi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan, industri pengolahan pangan, jasa dan informasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi makan masyarakat,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung berjudul Dampak Program Warung Anak Sehat (WAS) terhadap Perilaku Hygiene-Sanitasi Ibu WAS

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku 126 KERANGKA PEMIKIRAN Ada beberapa faktor yang mempengaruhi praktek gizi seimbang yang selanjutnya diterapkan dalam konsumsi energi dan zat gizi. Faktor tersebut diantaranya adalah pengetahuan,sikap,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kelas Populasi (N) Contoh (n) Kelas Kelas Total 81 40

METODE PENELITIAN. Kelas Populasi (N) Contoh (n) Kelas Kelas Total 81 40 15 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah metode survei dengan teknik wawancara. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Babakan, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Desain penelitian pendahuluan adalah cross sectional study menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif, gizi dan kesehatan mempunyai andil yang sangat besar. UU Kesehatan No. 36

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif, gizi dan kesehatan mempunyai andil yang sangat besar. UU Kesehatan No. 36 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal dasar pembangunan bangsa sehingga dalam membentuk manusia yang sehat, cerdas dan produktif, gizi dan kesehatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan gizi telah ditetapkan secara nasional dalam widyakarya nasional pangan dan gizi (1993) di Jakarta, keluarga jarang menghitung berapa kalori atau berapa gram

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross-sectional study. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kebon Kopi 2 Bogor. Penentuan lokasi SDN Kebon Kopi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar 5 TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Hurlock (1999) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan di masa datang. Untuk

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Analisa Univariat Analisa univariat ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Data ini merupakan data primer yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja masa yang sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan periode kehidupan anak dan dewasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi yaitu makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum beraktifitas, yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan kudapan. Energi dari sarapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar di Sekolah Dasar (SD), anak

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Kuesioner Penelitian UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, SIKAP DAN FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU MAKAN BERDASARKAN PEDOMAN UMUM GIZI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual adalah konsumsi pangan. Bagi individu,

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes GIZI DAUR HIDUP Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id Pengantar United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang bertujuan mempelajari hubungan pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan jajan siswa serta kaitannya dengan status

Lebih terperinci

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000) Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya Variabel 1 Kategori Karakteristik contoh : Umur anak Uang saku per hari Sosial ekonomi keluarga Pendidikan orang tua (Ayah dan Ibu) 9-1 1 tahun < Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah utama dibidang pangan dan gizi di Indonesia. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 ditegaskan bahwa salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM ) merupakan faktor utama yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM yang berkualitas, faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan. serta tumbuh kembang anak (Anggaraini, 2003:11).

BAB I PENDAHULUAN. lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan. serta tumbuh kembang anak (Anggaraini, 2003:11). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia Sekolah Dasar (6-12 tahun) mempunyai karakteristik banyak melakukan aktivitas jasmani. Oleh karena itu, pada masa ini anak membutuhkan energi tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan adalah segala yang kita makan atau masukkan kedalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan adalah segala yang kita makan atau masukkan kedalam tubuh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan adalah segala yang kita makan atau masukkan kedalam tubuh yang membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberi tenaga atau mengatur semua proses di dalam tubuh.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel

METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel 15 METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa dewasa. Transisi yang dialami remaja ini merupakan sumber resiko bagi kesejahteraan fisik dan

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU BALITA DENGAN POLA PEMBERIAN MP-ASI PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI POSYANDU MENUR IV KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Kepada Yth. Ibu Balita Di Tempat Kabanjahe, Juli 2015 Saya mahasiswa Jurusan Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Univariat. 1. Karakteristik responden. Reponden pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Univariat. 1. Karakteristik responden. Reponden pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Karakteristik responden Reponden pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 4 dan 5 usia minumum yaitu 127 bulan dan maximum yaitu 161 bulan. Jumlah responden

Lebih terperinci

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih Lampiran Kuesioner NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih PENGETAHUAN MENGENAI ANEMIA 1. Menurut kamu apakah itu anemia?

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 Mulinatus Saadah 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak usia sekolah dasar merupakan masa pertumbuhan yang baik sebagai awal perkembangan prestasi dan aset bangsa yang sangat berharga untuk pembangunan bangsa di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../..

KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN /../.. KUESIONER PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TENTANG KONSUMSI MAKANAN SIAP SAJI (FAST FOOD) MEDAN TAHUN 2015 I. INFORMASI WAWANCARA No. Responden Nama Responden Angkatan/Semester Tanggal Wawancara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis makanan yang sering dikonsumsi dan dikenal oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis makanan yang sering dikonsumsi dan dikenal oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan jajanan adalah makanan berupa penganan kudapan.makanan jajanan merupakan salah satu jenis makanan yang sering dikonsumsi dan dikenal oleh banyak orang, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status gizi anak. Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor utama penentu status gizi seseorang. Status

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

Lebih terperinci

SOSIALISASI JAJANAN SEHAT SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SD MIFTAKHUL ULUM RUNGKUT SURABAYA

SOSIALISASI JAJANAN SEHAT SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SD MIFTAKHUL ULUM RUNGKUT SURABAYA SOSIALISASI JAJANAN SEHAT SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN STATUS GIZI PADA ANAK Agus Aan Adriansyah, S.KM., M.Kes 1 Novera Herdiani, S.KM., M.Kes 2 Satriya Wijaya, S.KM., M.Kes 3 123 Prodi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

berturut-turut sebesar 10,7 persen dan 7,7 persen.

berturut-turut sebesar 10,7 persen dan 7,7 persen. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan merupakan modal pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Upaya kesehatan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden :

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, POLA ASUH, STATUS GIZI, DAN STATUS KESEHATAN ANAK BALITA DI WILAYAH PROGRAM WARUNG ANAK SEHAT (WAS) KABUPATEN SUKABUMI

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH DAN POSTER TERHADAP PERILAKU KONSUMSI MAKANAN JAJANAN MURID DI SD KELURAHAN PINCURAN KERAMBIL KECAMATAN SIBOLGA SAMBAS KOTA SIBOLGA

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 0 METODOLOGI PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survey yang dilakukan di lingkungan SMPN 5 Bogor yang berlokasi di Jalan Dadali no 10A Kota Bogor. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang maupun gizi lebih pada dasarnya disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang. Sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan makan dan zat gizi yang digunakan oleh tubuh. Ketidakseimbangan asupan makan tersebut meliputi kelebihan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Panti Asuhan 1. Kondisi Umum Panti Asuhan Darunajah terletak di Kota Semarang, lebih tepatnya di daerah Semarang Timur. Berada di daerah dusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, gaya hidup masyarakat telah berubah menjadi kurang sehat. Masyarakat sibuk dengan aktivitas dan pekerjaan mereka, akibatnya mereka kurang peduli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, salah satunya ialah remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik

Lebih terperinci

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA 94 KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA KARAKTERISTIK KELUARGA Nomor Responden : Nama Responden (Inisial)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi, maka kehadiran makanan siap saji semakin memanjakan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras

Lebih terperinci