BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengenalan pola, pengolahan citra, jaringan saraf tiruan propagasi balik, dan beberapa sub pokok pembahasan lainnya yang menjadi landasan dalam penulisan skripsi ini. 2.1 Pengenalan Pola Pola adalah entitas yang terdefinisi dan dapat didefinisikan melalui ciri-cirinya (feature). Ciri-ciri tersebut digunakan untuk membedakan suatu pola dengan pola yang lain. Pengenalan pola bertujuan untuk menentukan kelompok untuk kategori pola berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh pola tersebut. Dengan kata lain pengenalan pola membedakan objek dengan objek lain. Suatu sistem pengenalan pola melakukan: 1. Proses akuisisi data melalui sejumlah alat pengindraan atau sensor, 2. Mengatur bentuk representasi data, 3. Melakukan proses analisis dan klasifikasi data. Tiga pendekatan pembuatan sistem pengenalan pola adalah Statistik (statistical), Sintaksis (syntactic) dan Jaringan Saraf Tiruan (neural network) (Schalkoff, 1992). 1. Statistik Semakin banyak pola yang disimpan, maka sistem akan semakin cerdas. Salah satu contoh penerapannya banyak pada pola pengenalan iris scan.

2 8 Kelemahannya: hanya bergantung pada data yang disimpan saja, tidak memiliki sesuatu struktur yang unik yang dapat menjadi kunci pengenalan pola. 2. Sintaksis (rule) Dengan rule/aturan maka sistem yang lebih terstruktur sehingga memiliki sesuatu ciri yang unik. Salah satu contoh penerapannya pada pola pengenalan sidik jari (fingerprint). 3. Jaringan Saraf Tiruan (JST) Merupakan gabungan dari pendekatan statistik dan pendekatan sintaks. Dengan gabungan dari dua metode maka JST merupakan pengenalan pola yang lebih akurat. Salah satu contoh penerapannya pada pola pengenalan suatu citra JST merupakan suatu sistem yang dapat memproses informasi dengan meniru cara kerja jaringan saraf otak manusia. Struktur sistem pengenalan pola ditunjukkan pada gambar 2.1. Sistem pengenalan pola ini terdiri dari suatu sensor (misalnya kamera, dan scanner), teknik prapengolahan, suatu algoritma atau mekanisme ekstraksi ciri dan algoritma untuk klasifikasi atau pengenalan (bergantung pada pendekatan yang dilakukan). Sebagai tambahan, biasanya beberapa data yang sudah diklasifikasikan diasumsikan telah tersedia untuk melatih sistem. Pola data Sensor Prapengolahan Ekstraksi Ciri Algoritma Klasifikasi klasifikasi Gambar 2.1 Struktur Sistem Pengenalan Pola Prapengolahan adalah transformasi input (masukan) data mentah untuk membantu kemampuan komputasional dan pencarian ciri serta untuk mengurangi noise (derau). Pada prapengolahan citra (sinyal) yang ditangkap oleh sensor akan dinormalisasi agar citra menjadi lebih siap untuk diolah pada tahap pemisahan ciri.

3 9 Kualitas ciri yang dihasilkan pada proses pemisahan ciri sangat bergantung pada hasil prapengolahan. Klasifikasi merupakan tahap untuk mengelompokkan input data pada satu atau beberapa kelas berdasarkan hasil pencarian beberapa ciri yang signifikan dan pemrosesan atau analisis terhadap ciri itu. Setiap kelas terdiri dari sekumpulan objek yang memiliki kedekatan (kemiripan) ciri. (Munir, 2004; Putra, 2009) 2.2 Pengolahan Citra Digital Citra atau gambar atau image merupakan suatu yang menggambarkan objek dan biasanya dalam bentuk dua dimensi. Citra merupakan suatu representasi kemiripan dari suatu objek atau benda. Citra digital didefinisikan sebagai representasi diskrit dari data spasial (tata letak) dan intensitas (warna) informasi (Solomon & Breckon, 2011). Citra digital merupakan citra yang telah disimpan dalam bentuk file sehingga dapat diolah dengan menggunakan komputer. Pengolahan citra digital adalah istilah umum untuk berbagai macam teknik yang ada untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dalam berbagai cara. Gambar 2.2 merupakan representasi koordinat pada citra digital. (0,0) width x height y Gambar 2.2 Representasi sistem koordinat citra (

4 10 Selanjutnya berdasarkan representasi sistem koordinat citra pada gambar 2.2 citra dapat direpresentasikan dalam bentuk matriks dua dimensi dimana kolom pada matriks merepresentasikan lebar (width) pada citra, dan baris pada matriks merepresentasikan tinggi (height) pada citra. (2.1) dimana: j = height -1 i = width -1 Untuk mempermudah proses pengolahan citra biasanya digunakan citra biner. Citra biner (binary image) merupakan citra dimana piksel-pikselnya hanya memiliki dua buah nilai intensitas, biasanya 0 dan 1, dimana 0 menyatakan warna latar belakang (backgraound) dan 1 menyatakan warna tinta/objek (foreground) atau dalam bentuk angka 0 untuk warna hitam dan angka 255 untuk warna putih Binarization (Thresholding) Binarization digunakan untuk membedakan gambar text dengan latar belakang pada gambar huruf atau angka tersebut. Proses ini akan menghasilkan citra hitam putih yang bersih dari tingkat keabun (grayscale), atau dengan kata lain metode ini mengkonversi citra gray-level ke citra bilevel (binary image). Untuk mendapatkan citra grayscale digunakan persamaan (2.2) berikut: (2.2) dimana: I grayscale = citra grayscale I colour = citra RGB (x,y) = koordinat citra

5 11 (x,y,c) = channel piksel pada kordinat (x,y), r untuk merah, b untuk biru dan g untuk hijau α, β, γ = koefisien Pembobotan nilai koefisien (α, β dan γ) berdasarkan nilai dari respon mata manusia, biasanya ketiga nilai yang digunakan adalan (Solomon & Breckon, 2011). Setelah mendapatkan citra grayscale, citra biner dapat dibentuk dengan teknik thresholding. Jika g(x, y) adalah sebuah nilai ambang (threshold) batas dari f(x, y) yang terdapat pada gambar 2.2 dengan nilai threshold T. Nilai T digunakan untuk memisahkan antara object dengan background-nya, maka hasil threshold dapat ditulis sebagai berikut (Gonzales et al, 2004): (2.3) Penghilangan Derau (Noise Reduction) Penghilangan derau bertujuan untuk menghindari distorsi pada saat segmentasi. Metode yang digunakan untuk penghilangan derau adalah median filter (Efford, 2000). Metode ini menggantikan piksel (x,y) dengan nilai tengah piksel disekitarnya. Pada gambar 2.3 terdapat representasi dari piksel citra dan ketetanggaannya yang akan digunakan untuk proses penghilangan derau, dimana p 1 merupakan piksel tengah dan p 2 sampai p 9 merupakan piksel tetangga. p 9 p 2 p 3 p 8 p 1 p 4 p 7 p 6 p 5 Gambar 2.3 Representasi piksel citra dan ketetangaannya

6 12 Median filter merupakan metode rank filtering yang umum digunakan, metode ini memilih nilai peringkat tengah (middle-ranked) dari sebuah ketetanggaan (neighbourhood) sebagai nilai keluaran. Untuk ketetanggaan 3x3, nilai tengahnya adalah nilai kelima dari daftar terurut nilai tingkat abu-abu. Untuk sebuah ketetanggaan, dengan bilangan ganjil, maka nilai tengah terdapat pada posisi. Median filter sangat baik untuk meghilangkan beberapa jenis derau. Gambar 2.5(a) menunjukkan citra dengan impulse noise acak mempengaruhi 5 persen dari piksel. Gambar 2.4(b) menunjukkan hasil penghalusan derau gambar dengan menggunakan median filter 3x3. (a) (b) Gambar 2.4 (a) Citra dengan impulse noise. (b) citra hasil median filter 3x3 ( Median filter dapat menghilangkan impulse noise dengan memeriksa perhitungan yang dilakukan pada ketetanggaan 3x3 secara tunggal dari suatu citra. Pada gambar 2.5 merupakan contoh nilai-nilai piksel citra yang akan dihilangkan deraunya dengan menggunakan ketetanggan 3x3 (didalam kotak).

7 Gambar 2.5 Sebuah ketetanggan 3x3 dalam bagian citra berderau Untuk menerapkan median filter, kita tempatkan tingkat abu-abu pada sebuah daftar, {64, 64, 64, 64, 255, 255, 64, 64, 255}, kemudian dafar diurutkan secara menaik, menghasilkan {64, 64, 64, 64, 64, 64, 255, 255, 255}. Median dari kumpulan nilai ini adalah 64. Nilai derau telah berpindah ke akhir daftar oleh karena itu tidak memepengaruhi pemilihan nilai piksel baru. Median filter dapat mengeliminasi impulse noise jika piksel noise menempati kurang dari setengah area ketetanggaan. Pada gambar 2.4(a) dapat dilihat efek dari median filter pada gambar yang rusak dengan 20% impulse noise. Pada gambar 2.4(b) diterapkan sebuah median filter 3x3. Tingkat noise cukup tinggi, pada beberapa lokasi, sebuah keteganggaan 3x3 masih mengandung lebih dari 4 piksel noise. Akibatnya masih terdapat noise pada citra yang di-filter. Langkah prosedural untuk median filter adalah sebagai berikut (Angel, 2010): 1. Misalkan matriks input citra 2. Kemudian tambahkan nilai 0 ke sekeliling matriks, sehingga didapatkan matris dengan ukuran atau

8 14 3. Tambahkan window dengan ukuran 3x3. Mulai dari matriks A(1,1) letakkan window tersebut. 4. Nilai yang akan diganti adalah element tengah (nilai dari A(2,2)) 5. Urutkan matriks window secara menaik (ascending) 6. Setelah pengurutan, matriks keluaran ditempatkan dengan nilai 0 pada posisi piksel (2,2) (matriks window). Nilai piksel output diperoleh menggunakan median dari piksel ketetanggaan. 7. Ulangi prosedur ini untuk semua nilai matriks input dengan menggeser window keposisi berikutnya. Misal posisi A(1,2) dan seterusnya. 8. Matriks output = Cropping Cropping pada pengolahan citra berarti memotong satu bagian dari citra sehingga diperoleh citra yang diharapkan. Ukuran pemotongan citra tersebut berubah sesuai dengan ukuran citra yang diambil. Cropping dilakukan pada koordinat (x,y) sampai pada koordinat (m,n). Oleh karena itu, pertama kali yang harus dilakukan adalah menentukan koordinat-koordinat tersebut. Penulis menyebutnya koordinat X L, Y T, X R dan Y B dimana x memiliki koordinat X L sampai X R (X L < x < X R ) dengan selang [X L, X R ] dan y memiliki koordinat Y T sampai Y B (Y T < y < Y B ) dengan selang [Y T, Y B ] didapat (X L, Y T ) adalah koordinat titik sudut kiri atas dan (X R, Y B ) adalah koordinat titik sudut kanan bawah maka ukuran pemotongan citra dapat dirumuskan sebagai berikut (Arief, 2010): (2.4) (2.5)

9 15 dimana w = ukuran lebar citra hasil cropping h = ukuran tinggi citra hasil cropping Thinning Thinning adalah operasi morfologi yang digunakan untuk menghapus piksel foreground yang terpilih dari gambar biner, bisanya digunakan untuk proses mencari tulang dari sebuah objek (skeletonization). Thinning bertujuan untuk mengurangi ukuran dari suatu image (image size) dengan tetap mempertahankan informasi dan karakteristik penting dari image tersebut (Pardede, 2010). Terdapat cukup banyak algoritma untuk image thinning dengan tingkat kompleksitas, efisiensi dan akurasi yang berbeda-beda. Citra yang digunakan untuk proses thinning adalah citra biner, jika data masukannya berupa citra RGB maka haruslah citra tersebut dimanipulasi menjadi citra grayscale, citra grayscale merupakan syarat guna menghasilkan suatu citra biner. Namun untuk mengubah citra grayscale menjadi citra biner dilakukan proses thresholding dahulu. Sehingga diperoleh citra threshold, jika citra threshold sudah diperoleh maka citra biner dapat dicari. Citra biner ini yang kemudian akan diproses dalam proses thinning. Citra hasil dari algoritma thinning biasanya disebut dengan skeleton (kerangka). Umumnya suatu algoritma thinning yang dilakukan terhadap citra biner seharusnya memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Skeleton dari citra kira-kira berada di bagian tengah dari citra awal sebelum dilakukan thinning. 2. Citra hasil dari algoritma thinning harus tetap menjaga struktur keterhubungan yang sama dengan citra awal. 3. Suatu skeleton seharusnya memiliki bentuk yang hampir mirip dengan citra awal. 4. Suatu skeleton seharusnya mengandung jumlah piksel yang seminimal mungkin namun tetap memenuhi kriteria-kriteria sebelumnya

10 16 Hasil dari operasi thinning pada citra biner yang sederhana dapat dilihat pada gambar 2.6. Dimana gambar 2.6(a) merupakan citra asli sebelum dilakukan proses thinning dan gambar 2.6(b) merupakan citra hasil proses thinning. (a) Gambar 2.6 (a) Pola awal (b) Pola hasil Thinning ( (b) Sebagian besar algoritma thinning merupakan algoritma yang besifat iteratif. Dalam sebuah penelusuran piksel sisi diperiksa berdasarkan beberapa kriteria untuk menentukan apakah suatu piksel sisi dihapus atau tidak. Banyaknya jumlah penelusuran yang terjadi dihitung berdasarkan jumlah loop (perulangan) yang terjadi. Ada beberapa jenis algoritma thinning yaitu sequential dan paralel. Jenis sequential menggunakan hasil dari penelusuran sebelumnya dan hasil yang didapatkan sejauh ini dalam penelusuran yang sekarang untuk memproses piksel yang sekarang. Jadi pada setiap ujung penelusuran sejumlah piksel telah diproses terlebih dahulu. Hasil ini dapat digunakan secepatnya untuk memproses piksel selanjutnya. Sedangkan jenis parallel, hanya hasil dari penelusuran sebelumnya yang mempengaruhi keputusan untuk menghapus suatu titik pada penelusuran yang sekarang. Algoritma ZhangSuen adalah algoritma thinning untuk citra biner, dimana piksel background citra bernilai 0, dan piksel foreground (region) bernilai 1. Algoritma ini cocok digunakan untuk bentuk yang diperpanjang (elongated) dan dalam aplikasi OCR (Optical Character Recognition). Algoritma ini terdiri dari beberapa penelusuran, dimana setiap penelusurannya terdiri dari 2 langkah dasar yang diaplikasikan terhadap titik objek (titik batas) region. Titik objek ini dapat

11 17 didefinisikan sebagai sembarang titik yang pikselnya bernilai 1, dan memiliki paling sedikit 1 piksel dari 8-ketetanggaannya yang bernilai 0. Setiap iterasi dari metode ini terdiri dari dua sub-iterasi yang berurutan yang dilakukan terhadap contour points dari wilayah citra. Contour point adalah setiap piksel dengan nilai 1 dan memiliki setidaknya satu 8-neighbor yang memiliki nilai 0. Dengan informasi ini, langkah pertama adalah menandai contour point p untuk dihapus jika semua kondisi ini dipenuhi: (a) 2 N(p 1 ) 6; (b) S(p 1 ) = 1; (c) p 2. p 4. p 6 = 0; (d) p 4. p 6. p 8 = 0; dimana N(p 1 ) adalah jumlah tetangga dari p 1 yang tidak 0; yaitu, N(p 1 ) = p 2 + p p 8 + p 9 dan S(p 1 ) adalah jumlah dari transisi 0-1 pada urutan p 2, p 3,..., p 8, p 9. Dan pada langkah kedua, kondisi (a) dan (b) sama dengan langkah pertama, sedangkan kondisi (c) dan (d) diubah menjadi: (c ) p 2. p 4. p 8 = 0; (d ) p 2. p 6. p 8 = 0; Langkah pertama dilakukan terhadap semua border pixel di citra. Jika salah satu dari keempat kondisi di atas tidak dipenuhi atau dilanggar maka nilai piksel yang bersangkutan tidak diubah. Sebaliknya jika semua kondisi tersebut dipenuhi maka piksel tersebut ditandai untuk penghapusan. Piksel yang telah ditandai tidak akan dihapus sebelum semua border points selesai diproses. Hal ini berguna untuk mencegah perubahan struktur data. Setelah langkah 1 selesai dilakukan untuk semua border points maka dilakukan penghapusan untuk titik yang telah ditandai (diubah menjadi 0). Setelah itu dilakukan langkah 2 pada data hasil dari langkah 1 dengan cara yang sama dengan langkah 1 sehingga, dalam satu kali iterasi urutan algoritmanya terdiri dari: (1) Menjalankan langkah 1 untuk menandai border points yang akan dihapus, (2) hapus titik-titik yang ditandai dengan menggantinya menjadi angka 0,

12 18 (3) menjalankan langkah 2 pada sisa border points yang pada langkah 1 belum dihapus lalu yang sesuai dengan semua kondisi yang seharusnya dipenuhi pada langkah 2 kemudian ditandai untuk dihapus, (4) hapus titik-titik yang ditandai dengan menggantinya menjadi angka 0. Prosedur ini dilakukan secara iteratif sampai tidak ada lagi titik yang dapat dihapus, pada saat algoritma ini selesai maka akan dihasilkan skeleton dari citra awal (Zhang & Suen, 1984) Ekstraksi Ciri (Feature Extraction) Feature extraction merupakan suatu metode untuk mendapatkan karateristik dari suatu citra (dalam hal ini citra tersebut merupakan suatu karakter berupa huruf dan angka). Dengan feature exktraction maka citra yang satu dengan yang lain dapat dibedakan dengan memperhatikan ciri yang terdapat pada citra itu sendiri. Beberapa metode feature extraction yang ada adalah sebagai berikut (Mulyo et al., 2004): 1. Pixel Mapping Pixel mapping merupakan metode feature extraction yang sederhana. Metode ini merupakan kelanjutan proses thresholding, dimana suatu citra telah berubah warnanya menjadi hitam atau putih. Pixel mapping merupakan suatu pemetaan dari citra yang disimpan ke dalam array, dimana piksel yang berwana hitam mempunyai nilai 1 sedangkan piksel yang berwarna putih mempunyai nilai 0. Contoh dari penerapan pixel mapping dapat dilihat pada gambar 2.7.

13 19 Gambar 2.7 Contoh Feature Extraction dengan Pixel Mapping 2. Image Compression Pada metode ini citra dibagi menjadi daerah. Misalkan input citra berukuran piksel dan citra dibagi menjadi daerah, dimana masing-masing daerah terdiri dari piksel (gambar 2.8). Gambar 2.8 Citra berukuran 32 x 32 piksel yang terbangi menjadi 8 x 8 daerah Pada gambar 2.8 terlihat bahwa citra asli yang berukuran piksel menjadi citra berukuran piksel, dimana setiap 1 pikselnya mewakili piksel citra asli. Dengan kata lain bahwa setiap daerah piksel dikompresi menjadi 1 nilai pixel. Gambar 2.9 Citra berukuran 32 x 32 piksel setelah dikompresi menjadi 8 x 8 piksel

14 20 Pada gambar 2.9 terlihat bahwa setiap pixel mempunyai nilai feature extraction yang berbeda. Daerah-daerah tersebut mempunyai nilai antara 0 dan 1, hal tersebut dapat dilihat pada tingkat keabu-abuan warna tiap pikselnya. Untuk mencari nilai image compression dari tiap piksel, digunakan persamaan berikut: (2.6) dimana: v = nilai image compression M = jumlah piksel daerah dalam satu baris N = jumlah piksel daerah dalam satu kolom f(x,y) = jumlah binary pixel pada suatu posisi (x,y) Segmentasi Segmentasi digunakan untuk mendapatkan karakter dari suatu citra kata. Adapun metode segmentasi yang dipakai dengan menggunakan algoritma Heuristic (Lecolinet & Baret, 1994; Rodrigues & Gay Thome 2000). Metode dari algoritma segmentasi Heuristic berdasarkan terhadap sebuah konstruksi pengambilan keputusan dengan sistem tree dan berdasarkan pada penggunaan profil histogram yang telah tercipta dan diproporsikan oleh suatu kata. Profil proyeksi merupakan sebuah struktur data yang digunakan untuk menyimpan sejumlah piksel yang bukan merupakan background ketika suatu citra diproyeksikan melalui sumbu X dan Y pada persamaan (2.7). Setiap sel dari vektor proyeksi dikaitan dengan jumlah piksel yang terletak di atas posisi threshold yang telah ditentukan, biasanya warna latar belakang (background) (persamaan (2.8)) dan (2.9)) sebuah proyeksi histogram alternatif mengambil rata-rata dari intensitas piksel yang terkait (Rodrigues & Gay Thome 2000). (2.7)

15 21 (2.8) (2.9) Dimana X dan Y merupakan sumbu horizontal dan vertikal, h merepresentasikan ketinggian gambar (ukuran vertikal) untuk X atau lebar (ukuran horizontal) bagi Y dan v merepresentasikan ukuran dari gambar. Ide utama dari metode yang termasuk dalam konstruksi tree dengan proses pengulangan, terletak dari data pada histogram yang telah mencapai performa yang ditentukan. Tingkat kesuksesan ditentukan dari kriteria heuristic tersebut. Algoritma Heuristic merupakan metode dimana proses segmentasi dimulai dengan pencarian titik-titik segmentasi yang valid melalui metode ekstraksi sebuah kata. Proses segmentasi ini dapat lebih dipahami proses kerjanya dengan memperhatikan kondisi histogram dari tiap-tiap karakter yang masih dalam 1 kelompok kata. Untuk membantu proses segmentasi, maka pada saat prosess pemotongan kata dilakukan juga pengecekan terhadap ketentuan tipografi. Pada dasarnya ada tiga jenis tipografi dari kata yang terbentuk. Dari ketiga pola di atas sangat membantu dalam proses segmentasi. Hal ini dapat dilihat ketika dilakukannya proses histogram vertikal. (a) (b)

16 22 (c) Gambar 2.10 (a) Citra asli (b) Histogram horizontal ( (c) Histogram vertikal ( Dari pola histogram (gambar 2.10(b) dan gambar 2.10(c)) yang dilakukan pada citra asli (gambar 2.10(a)), maka dapat telihat bahwa titik pemotongan karakter dilakukan saat tinggi kurva mendekati nilai X atau Y minimum. 2.3 Jaringan Saraf Tiruan (JST) Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) adalah bagian dari Computer Science yang mencoba memberikan kemampuan manusia (seperti manusia) kepada komputer. Salah satu cara untuk memberikan computer kemampuan manusia adalah dengan menggunakan jaringan saraf tiruan. Otak manusia merupakan contoh dari jaringan saraf tiruan. Otak manusia terdiri dari jaringan yang terdiri dari miliaran neuron yang saling terhubung. Neuron adalah sel individual yang dapat memproses informasi dan kemudian mengaktifkan neuron yang lain untuk melanjutkan proses (Heaton, 2005). Jaringan saraf tiruan adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah buatan digunakan karena jaringan saraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program computer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran. Sistem

17 23 pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik kinerja tertentu yang sama dengan jaringan saraf biologis. Jaringan saraf tiruan telah dikembangkan sebagai generalisasi model matematika dari kognisi manusia atau saraf biologis, berdasarkan asumsi bahwa: 1. Pengolahan informasi terjadi pada elemen-elemen sederhana yang disebut neuron. 2. Sinyal dilewatkan di antara neuron melalui link koneksi. 3. Sambungan setiap link memiliki bobot terkait, dalam jaringan saraf yang khas, mengalikan sinyal yang ditransmisikan. 4. Setiap neuron menerapkan fungsi aktivasi (biasanya nonliniear) untuk input (jumlah bobot sinyal input) untuk menentukan sinyal output (Fausett, 1994) Konsep dasar jaringan syaraf tiruan Jaringan saraf tiruan adalah prosesor tersebar paralel yang sangat besar yang memiliki kecenderungan untuk menyimpan pengetahuan yang bersifat pengalaman dan membuatnya siap untuk digunakan. JST menyerupai otak manusia dalam dua hal, yaitu: 1. Pengetahuan diperoleh jaringan melalui proses belajar. 2. Kekuatan hubungan antar sel syaraf (neuron) yang dikenal sebagai bobotbobot sinaptik digunakan untuk menyimpan pengetahuan. Pembagian arsitektur jaringan saraf tiruan bias dilihat dari kerangka kerja dan skema interkoneksi. Kerangka kerja jaringan saraf tiruan bisa dilihat jumlah lapisan (layer) dan jumlah node pada setia lapisan. Lapisan-lapisan penyusun jaringan saraf tiruan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu 1. Lapisan input Node-node di dalam lapisan input disebut unit-unit input. Unit-unit input menerima input dari dunia luar. Input yang dimasukkan merupakan penggambaran dari suatu masalah.

18 24 2. Lapisan tersembunyi Node-node di dalam lapisan terembunyi disebut unit-unit tersembunyi. output dari lapisan ini tidak secara langsung dapat diamati. 3. Lapisan output Node-node pada lapisan output disebut unit-unit output. Keluaran atau output dari lapisan ini merupakan output jaringan saraf tiruan terhadap suatu permasalahan Mengenai pengelompokan jaringan saraf tiruan, ada pula yang membaginya ke dalam dua kelompok, yaitu jaringan saraf tiruan umpan maju (feed-forward networks) dan jaringan saraf tiruan berulang/umpan balik (recurrent/feedback networks). Jaringan saraf tiruan umpan maju adalah graf yang tidak mempunyai loop, sedangkan jaringan saraf tiruan berulang/umpan balik dirincikan dengan adanya loop-loop koneksi balik. Pendapat lain mengenai arsitektur jaringan saraf tiruan adalah sebagai berikut 1. Jaringan lapis tunggal (single layer net) Jaringan yang memiliki arsitektur jenis ini hanya memiliki satu buah lapisan bobot koneksi. Jaringan lapisan-tunggal terdiri dari unir-unir input yang menerima sinyal dari dunia luar, dan unit-unit output dimana nilainya dapat dilihat sebagai respon dari jaringan saraf tiruan tersebut. 2. Jaringan multilapis (multilayer net) Merupakan jaringan dengan satu atau lenih lapisan tersembunyi. Jaringan multilapis memiliki kemampuan lebih dalam memecahkan masalah bila dibandingkan dengen single layer net, namun pelatihannya mungkin lebih rumit. 3. Jaringan kompetitif Pada jaringan ini sekumpulan neuron bersaing untuk menapatkan hak menjadi aktif.

19 Model syaraf (neuron) Sebuah neuron adalah sebuah unit pengeolahan informasi yang merupakan dasar untuk pengoperasian jaringan saraf tiruan. Gambar 2.8 (Haykin, 1999) menunjukkan model dari sebuah neuron, yang merupakan bentuk dasar untuk merancang jaringan saraf tiruan. Satu neuron terdiri dari tiga bagian dasar yaitu (Siang, 2009): 1. Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi. Jalur-jalur tesebut memiliki bobot/keluaran yang berbeda-beda. Bobot yang bernilai positif akan memperkuat sinyal dan yang bernilai negatif akan memperlemah sinyal yang dibawanya. Jumlah, struktur dan pola hubungan antar unit-unit tersebut akan menentukan arsitektur jaringan (dan juga model yang terbentuk). 2. Suatu unit penjumlahan yang akan menjumlahkan input-input sinyal yang sudah dikalikan dengan bobotnya. 3. Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan diteruskan ke neuron lain ataukan tidak. Gambar 2.11 Model Nonlinear Neuron Fungsi Aktivasi dan Error Fungsi aktivasi merupakan bagian penting dalam tahap perhitungan JST karena dipakai untuk menentukan keluaran dari suatu neuron. Beberapa fungsi aktivasi yang dipakai dalam JST adalah: 1. Fungsi sigmoid biner (logsig) Fungsi ini pada umumnya digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai

20 26 antara 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai: (2.10) dengan (2.11) 2. Fungsi sigmoid bipolar (tansig) Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1. Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai: (2.12) dengan (2.13) Pada tahap pembelajaran di dalam algoritma propagasi balik, diperlukan suatu kondisi untuk menghentikan proses pembelajaran. Berbagai kondisi seperti squared error, total squared error, dan mean squared error dapat digunakan untuk menghentikan proses pembelajaran. Definisi dari masing-masing kondisi tersebut diatas adalah sebagai berikut: 1. squared error, adalah jumlah dari masing-masing kuadrat dari perbedaan antara target yang telah ditentukan dengan keluaran yang dihasilkan oleh jaringan setiap neuron pada lapisan keluaran. 2. sum squared error (SSE), adalah jumlah squared error untuk setiap pasangan pelatihan. 3. mean squared error (MSE), bisa berarti squared error dibagi dengan jumlah neuron pada lapisan keluaran atau sum squared error dibagi dengan jumlah pasangan pelatihan. Pada umumnya digunakan total squared error di dalam algoritma propagasi balik, tetapi pada dasarnya ketiga kondisi tersebut mempunyai kemiripan yaitu sebagai informasi error yang telah didefinisikan untuk menghentikan proses pembelajaran. Harga dari error yang telah didefinisikan, sebelumnya sudah ditentukan dan jika harga

21 27 error yang dihitung pada tahap pembelajaran lebih kecil dari harga error yang telah didefinisikan maka proses pembelajaran dihentikan. Harga dari error yang didefinisikan untuk menghentikan proses pembelajaran akan menentukan ketepatan jaringan pada saat pengenalan pola dan lamanya proses pembelajaran. Semakin kecil harga error yang didefinisikan akan menyebabkan semakin tinggi tingkat ketepatan jaringan pada saat pengenalan pola nanti, tetapi proses pembelajaran menjadi semakin lama dan sebaliknya. (2.14) Dimana: n = banyaknya pola pelatihan k = banyaknya keluaran t kn = nilai terget keluaran yang diinginkan y kn = nilai keluaran actual Sebagai contoh akan dilakukan perhitungan nilai SSE. Jika pada suatu JST terdapat 2 pola masukan dan menghasilkan pola keluaran sebagai berikut: Pola Input Nilai Output Aktual Nilai Output Target Jika nilai error yang diinginkan adalah 0.1, maka perhitungan nilai SSE ialah: SSE = 0.5 * ((1-0.99) 2 + (0-(-0.01)) 2 + (1-0.82) 2 + (1-0.9) 2 ) SSE = 0.5 * ((0.01) 2 + (0.01) 2 + (0.18) 2 + (0.1) 2 ) SSE = 0.5 * ( ) SSE = 0.5 * (0.3342) SSE =

22 28 Karena SSE > 0.1 maka jaringan dianggap belum mengenali pola, sehingga perlu dilakukan iterasi kembali agar jaringan mencapai error yang diinginkan Proses Belajar Belajar merupakan suatu proses dimana parameter-parameter bebas JST diadaptasikan melalui suatu proses perangsangan berkelanjutan oleh lingkungan dimana jaringan berada. Berdasarkan algoritma pelatihannya, maka JST terbagi menjadi dua yaitu: 1. Supervised Learning (Pembelajaran Terawasi) Metode pembelajaran ini memerlukan pengawasan dari luar atau pelabelan data sampel yang digunakan dalam proses belajar. Dimana Jaringan belajar dari sekumpulan pola masukan dan keluaran. Sehingga pada saat pelatihan diperlukan pola yang terdiri dari vector masukan dan vektor target yang diinginkan. Vektor masukan dimasukkan ke dalam jaringan yang kemudian menghasilkan vektor keluaran yang selanjutnya dibandingkan dengan vektor target. Selisih kedua vector tersebut menghasilkan galat (error) yang digunakan sebagai dasar untuk mengubah matriks koneksi sedemikian rupa sehingga galat semakin mengecil pada siklus berikutnya. 2. Unsupervised Learning (Pembelajaran tak Terawasi) Metode pembelajaran ini jaringan saraf tiruan mengorganisasi dirinya sendiri untuk membentuk vektor-vektor input yang serupa, tanpa menggunakan data atau contoh-contoh pelatihan. Struktur menggunakan dasar data atau kolerasi antara pola-pola data yang dieksplorasi. Paradigma pembelajaran ini mengorganisasi pola-pola ke dalam kategori-kategori berdasarkan kolerasi yang ada Propagasi Balik Metode propagasi balik merupakan metode yang sangat baik dalam menagani masalah pengenalan pola-pola kompleks. Metode ini merupakan metode jaringan saraf tiruan yang popluler. Beberapa contoh aplikasi yang melibatkan metode ini adalah

23 29 pengompresian data, pendeteksian virus computer, pengidentifikasian objek, sintesis suara dari teks, dan lain-lain. Istilah propagasi baik (atau perambatan kembali ) diambil dari cara kerja jaringan ini, yaitu bahwa gradient error unit-unit tersembunyi diturunkan dari penyiaran kembali error-error yang diasosiasikan dengan unit-unit output. Hal ini karena nilai target untuk unit-unit trersembunyi tidak diberikan. Metode ini menurunkan gradien untuk meminimalkan penjumlahan error kuadrat output jaringan. Nama lain dari propagasi balik adalah aturan delta yang digeneralisasi Arsitektur Di dalam jaringan propagasi balik, setiap unit yang berada di lapisan input terhubung dengan setiap unit yang ada di lapisan tersembunyi. Hal serupa berlaku pula pada lapisan tersembunyi. Setiap unit yang ada di lapisan tersembunyi terhubung dengan setiap unit yang ada di lapisan output. Pada gambar 2.9 terdapat arsitektur JST propagasi balik dengan menggunakan satu layer tersembunyi (Fausett, 1994).

24 30 y 1 yk y m w mp w 10 w k0 wm0 w 11 w k1 w m1 w 1j w kj w mj w pk w 1p 1 z 1 z j z p v 10 v j0 v po v 11 v j1 v p1 v 1i v ji v pi v 1n v jn v pn 1 x 1 x i xn Gambar 2.12 Jaringan saraf tiruan propagasi balik dengan satu lapisan tersembunyi. Jaringan saraf tiruan propagasi balik terdiri dari banyak lapisan (multilayer neural networks): 1. Lapisan input (1 buah). Lapisan input terdiri dari neuron-neuron atau unit-unit input, mulai dari unit input 1 sampai unit input n. 2. Lapisan tesembunyi (minimal 1). Lapisan tersembunyi terdiri dari unit-unit tersembunyi mulai dari unit tersembunyi 1 sampai unit tersembunyi p. 3. Lapisan output (1 buah). Lapisan output terdiri dari unit-unit outut mulai dari unit output 1 sampai unit output m. n, p, m masing-masing adalah bialangan integer sembarang menurut arsitektur jaringan saraf tiruan yang dirancang. v 0j dan w 0k masing-masing adalah bias untuk unit tersembunyi ke-j dan unit output ke-k. Bias v j0 dan w k0 berprilaku sepertu bobot di mana output bias ini selalu sama dengan 1. v ji adalah bobot koneksi antara unit ke-i lapisan input dengan unit ke-j lapisan tersembunyi, sedangkan w kj adalah bobot koneksi antara unit ke-j lapisan tersembunyi dengan unit ke-k lapisan output.

25 Jumlah Lapisan Tersembunyi yang Digunakan Satu buah lapisan tersembunyi bisa dikatakan cukup memadai untuk menyelesaikan masalah sembarang fungsi pendekatan. Dengan menggunakan lebih dari satu buah lapisan tersembunyi, kadang-kadang suatu masalah lebih mudah untuk diselesaikan. Mengenai banyaknya jumlah lapisam tersembunyi yang dibutuhkan, tidak terdapat ketentuan khusus (Puspitaningrum, 2006) Jumlah Neuron di Lapisan Tersembunyi Menentukan jumlah neuron di lapisan tersembunyi merupakan bagian terpenting dalam menentukan rancangan arsitektur jaringan saraf tiruan secara keseluruhan. Meskipun lapis tersembunyi ini tidak berinteraksi dengan lingkungan eksternal, lapisan ini memiliki pengaruh besar terhadap hasil akhir jaringan. Jumlah lapis tersembunyi dan jumlah neuron pada masing-masing lapis tersembunyi harus dipertimbangkan dengan cermat. Menggunakan terlalu sedikit neuron di lapisan tersembunyi akan menghasilkan sesuatu yang disebut underfitting. Underfitting terjadi ketika terlalu sedikit neuron di lapisan tersembunyi untuk dapat mendeteksi sinyal dalam satu set data yang rumit. Sebaliknya mennggunakan terlalu banyak neuron di lapisan tersembunyi akan menghasilkan sesuatu yang disebut overfitting. Overfitting terjadi ketika jaringan saraf memiliki banyak kapasitas pengolahan informasi sehingga sedikitnya jumlah informasi yang terdapat pada data pelatihan tidak cukup untuk melatih semua neuron di lapisan tersembunyi. Ada banyak aturan yang digunakan untuk menentukan jumlah neuron di lapisan tersembunyi. Berikut adalah beberapa diantaranya adalah (Heaton, 2005): 1. Jumlah neuron lapisan tersembunyi harus diantara ukuran lapisan input dan lapisan output. 2. Jumlah neuron lapisan tersembunyi harus 2/3 dari ukuran neuron input, ditambah ukuran lapisan output.

26 32 3. Jumlah neuron lapis tersembunyi tidak pernah lebih dari dua kali ukuran lapisan input Algoritma Cara kerja jaringan propagasi balik adalah sebagai berikut, mula-mula jaringan diinisialisasi dengan bobot yang diset dengan bilangan acak. Lalu contoh-contoh pelatihan dimasukkan ke dalam jaringan. Contoh pelatihan terdiri dari pasangan vektor input dan vektor target. Keluaran dari jaringan berupa sebuah vektor output aktual. Selanjutnya vektor output aktual jaringan dibandingkan dengan vektor output target untuk mengetahui apakah output jaringan sudah sesuai dengan yang diharapkan (output aktual sudah sama dengan output target). Error yang timbul akibat perbedaan antara output aktual dengan output target tersebut kemudian dihitung dan digunakan untuk mengupdate bobot-bobot yang relevan dengan jalan mempropagasikan kembali error. Setiap perubahan bobot yang terjadi diharapkan dapat mengurangi besar error. Epoch (siklus setiap pola pelatihan) seperti ini dilakukan pada semua set pelatihan sampai unjuk kerja jaringan mencapai tingkat yang diinginkan atau sampai kondisi berhenti terpenuhi. Setelah proses selesai, barulah diterapkan algoritma aplikasi. Algoritma propagasi balik dapat dibagi ke dalam 2 bagian: 1. Algoritma pelatihan Terdiri dari 3 tahap: tahap umpan maju pola pelatihan input, tahap pemprogasibalikan error, dan tahap pengaturan bobot. 2. Algoritma aplikasi Yang digunakan hanyalah tahap umpan maju saja. Berdasarkan gambar 2.9 berikut adalah proses pelatihan JST propagasi balik dengan sebuah lapis tersembunyi (Fausett, 1994):

27 33 a. Algoritma Pelatihan Salah satu dari fungsi aktivasi yang djelaskan pada sub bab dapat digunakan pada algoritma standar propagasi balik. Bentuk data (terutama nilai-nilai target) merupakan faktor penting dalam memilih fungsi yang sesuai. Berikut ini adalah algoritma pelatihan propagasi balik. 0. Inisialisasi bobot-bobot (dengan menggunakan nilai acak yang kecil). 1. While kondisi berhenti tidak terpenuhi do langkah ke-2 sampai langkah ke-9 2. Untuk setiap pasangan pola pelatihan, lakukan langkah ke-3 sampai langkah ke Setiap unit input x i (dari unit ke-1 sampai unit ke-n pada lapisan input) mengirimkan sinyal input ke semua unit yang ada dilapisan atasnya (ke lapisan tersembunyi). 4. Pada setiap unit di lapisan tersembunyi z j (dari unit ke-1 sampai unit ke-p; i=1,...,n; j=1,...,p) sinyal output lapisan tersembunyinya dihitung dengan menerapkan fungsi aktivasi terhadap penjumlahan sinyal-sinyal input berbobot z i : (2.15) kemudian dikirim ke semua unit di lapisan atasnya. 5. Setiap unit di lapisan output y k (dari unit ke-1 sampai unit ke-m; i=1,...,n; k=1,...,m) dihtung sinyal outputnya dengan menerapkan fungsi aktivasi terhadap penjumlahan sinyal-sinyal input bebobot z j bagi lapisan ini: (2.16) Tahap propagasi (perambatan) balik error: 6. Setiap unit output y k (dari unit ke-1 sampai unit ke-m; j=1,...,p; k=1,...,m) menerima pola target t k lalu informasi kesalahan lapisan output (δ k ) dihitung. δ k dikirim ke lapisan bawahnya dan digunakan untuk menghitung besar koreksi bobot dan bias ( w kj dan w k0 ) antara lapisan tersembunyi dengan lapisan output:

28 34 (2.17) (2.18) (2.19) Dengan merupakan laju pembelajaran yang digunakan. 7. Pada setiap unit di lapisan tersembunyi (dari unit ke-1 sampai unit ke-p; i=1,...,n; j=1,...,p; k=1,...,m) dilakukan perhiutngan informasi kesalahan lapisan tersembunyi (δ j ). δ j kemudian digunakan untuk menghitung besar koreksi bobot dan bias ( v ji dan v j0 ) antara lapisan input dan lapisan tersembunyi. (2.20) (2.21) (2.22) Dengan merupakan laju pembelajaran yang digunakan. Tahap peng-update-an bobot dan bias: 8. Pada setiap unit output y k (dari unit ke-1 sampai unit ke-m) dilakukan pengupdate-an bias dan bobot (j=0,...,p; k=1,...,m) sehingga bias dan bobot baru menjadi: (2.23) Dari unit ke-1 sampai unit ke-p di lapisan tersembunyi juga dilakukan pengupdate-an pada bias dan bobotnya ( i=0,...,n; j=1,...,p): (2.24) 9. Tes kondisi berhenti

29 35 b. Algoritma Aplikasi Setelah dilakukan pelatihan, jaringan sarar tiruan propagasi balik dapat diterapkan dengan hanya menggunakan tahap umpan maju (feedforward) pada fase pelatihan. Berikut merupakan algoritma dari aplikasi propagasi balik. 0. Inisialisasi bobot. Bobot ini diambil dari bobot-bobot terakhir yang diperoleh dari algoritma pelatihan. 1. Untuk setiap vektor input, lakukan langkah ke-2 sampai ke Setiap unit input x i (dari unit ke-1 sampai unit ke-n pada lapisan input; i=1,...,n) menerima sinyal input pengujian x i dan menyiarkan sinyal x i ke semua unit pada lapisan di atasnya (unit-unit tersembunyi) 3. Setiap unit di lapisan tersembunyi z j (unit ke-1 sampai unit ke-p; i=1,...,n; j=1,...,p) menghitung sinyal outputnya dengan menerapkan fungsi aktivasi terhadap penjumlahan sinyal-sinyal input x i. Sinyal output dari lapisan tersembunyi kemudian dikirim ke semua unit pada lapisan di atasnya, dengan menggunakan persamaan (2.15) pada proses pelatihan: 4. Setiap unit output y k (ke-1 sampai unit ke-m; j=1,...,p; k=1,...,m) menghitung sinyal outputnya dengan menerapakan fungsi aktivasi terhadap penjumlahan sinyal-sinyal input bagi lapisan ini, yaitu sinyal-sinyal input z j dari lapisan tersembunyi, dengan menggunakan persamaan (2.16) pada proses pelatihan : Optimalitas Arsitektur Backpropagation Masalah utama yang terdapat dalam backpropagation ialah lamanya proses iterasi yang dilakukan. Backpropagation tidak dapat memastikan berapa epoch yang harus

30 36 dilalui sampai pola yang diinginkan terpenuhi. Oleh karena itu terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengoptimalkan proses iterasi (Puspitaningrum, 2006), yaitu: 1. Pemilihan bobot dan bias awal Bobot awal merupakan unsur yang terpenting dalam pembentukan jaringan yang baik, karena bobot awal mempengaruhi kecepatan iterasi jaringan dalam mengenali pola. Bobot awal standar yang biasa dipakai dalam melakukan proses komputasi dinilai memberikan waktu yang lama. Inisialisasi Nguyen Widrow merupakan modifikasi sederhana bobot-bobot dan bias ke unit tersembunyi yang mampu meningkatkan kecepatan jaringan dalam proses pelatihan jaringan. Inisialisasi Nguyen Widrow didefinisikan dengan persamaan: (2.25) Dimana: n = jumlah neuron pada lapisan input p = jumlah neuron pada lapisan tersembunyi β = faktor skala Prosedur inisialisasi Nguyen Widrow ialah: a. Inisialisasi bobot-bobot (v ji ) lama dengan bilangan acak dalam interval [-0.5, 0.5] b. Hitung (2.26) c. Bobot baru yang dipakai sebagai inisialisasi (2.27) d. Bias baru yang dipakai sebagai inisialisasi v j0 = bilangan acak dalam interval (2.28) 2. Momentum Penambahan parameter momentum dalam tahap pengoreksian nilai bobot dapat mempercepat proses pelatihan yaitu dengan memodifikasi nilai bobot

31 37 pada iterasi (t+1) yang nilainya ditentukan oleh nilai bobot pada iterasi ke-t dan (t-1). μ adalah konsanta yang menyatakan parameter momentum yang nilainya 0 μ 1. Maka persamaan untuk menentukan bobot baru ialah: (2.29) dimana: w kj (t) = bobot awal pola kedua (hasil dari iterasi pola pertama) w kj (t 1) = bobot awal pada iterasi pola pertama (2.30) dimana: v ji (t) = bobot awal pola kedua (hasil iterasi pola pertama) v ji (t-1)= bobot awal pada iterasi pertama 2.4 Data Flow Diagram (DFD) Data Flow Diagram (DFD) adalah suatu model logika data atau proses yang dibuat untuk menggambarkan dari mana asal data dan kemana tujuan data yang keluar dari sistem, dimana data disimpan, proses apa yang menghasilkan data tersebut dan interaksi antara data yang tersimpan dan proses yang dikenakan pada data tersebut. DFD menunjukan hubungan antar data pada sistem dan proses pada sistem. Dengan kata lain DFD merupakan suatu cara untuk menggambarkan bangaimana data dip roses dalam sebuah sistem (Sommerville, 2007). DFD dapat digunakan untuk mewakili sistem atau perangkat lunak pada setiap level abstraksi. DFD dapat dibagi menjadi beberapa level yang mewakili tingkatan aliran informasi dan detail fungsional. Oleh karena itu DFD menyediakan mekanisme untuk pemodelan fungsional serta pemodelan arus informasi. Menurut Yourdan dan DeMarco (1987) komponen DFD terdiri dari:

32 38 1. Terminator mewakili entitas eksternal yang berkomunikasi dengan sistem yang sedang dikembangkan. Biasanya terminator dikenal external entity. 2. Komponen proses menggambarkan bagian dari sistem yang mentransformasikan input menjadi output. 3. Komponen data store digunakan untuk membuat model sekumpulan paket data dan diberi nama dengan kata benda jamak yang biasanya database. 4. Alur data merupakan komponen yang menunjukan arah menuju ke dan keluar dari suatu proses. Adapun lambang DFD yang digunakan terdapat pada gambar terminator proses Data store Alur data Gambar 2.13 Komponen Data Flow Diagram DFD level 0 disebut juga sebuah model dasar sistem atau model konteks (diagram konteks), yang mewakili element seluruh perangkat lunak sebagai satu gelembung (proses) tunggal dengan data input atau output yang ditunjukkan dengan panah keluar dan panah masuk (Pressman, 2001). Notasi dasar yang digunakan untuk mengembangkan sebuah DFD tidak dengan sendirinya cukup menjelaskan persyaratan untuk perangkar lunak. Notasi grafid harus ditambah dengan teks deskriptif. Spesifikasi proses (PSPEC) dapat digunakan untuk menentukan rinciaan pengolahan tersirat oleh gelembung dalam DFD. Spesifikasi proses menggambarkan masukan ke fungsi algoritma yang diterapkan untuk mengubah input dan output yang dihasilkan. Selain itu PSPEC menunjukkan pembatasan dan keterbatasan yang ditetapkan pada proses (fungsi), karakteristik kinerja yang dapat mempengaruhi cara dimana proses tersebut dilaksanakan.

33 Plat nomor Kendaraan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), atau sering kali disebut plat nomor atau nomor polisi (nopol), adalah plat aluminium tanda kendaraan bermotor di Indonesia yang telah didaftarkan pada Kantor Bersama Samsat. Spesifikasi teknis dari Tanda Nomor Kendaraan Bermotor : 1. Panjang plat nomor kendaraan buat mobil 39,5 cm 2. Lebar plat nomor kendaraan buat mobil 13,5 cm 3. Panjang plat nomor kendaraan buat motor 27,5 cm 4. Lebar plat nomor kendaraan buat motor 11 cm 5. Latar belakang untuk plat kendaraan pribadi warna hitam Gambar 2.14 Plat nomor kendaraan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengenalan pola, pengolahan citra,

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas teori yang digunakan sebagai landasan pengerjaan pengenalan kata berdasarkan tulisan tangan huruf Korea (hangūl) menggunakan jaringan saraf tiruan propagasi balik.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital BAB II DASAR TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dua dimensi,dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f(x,y) adalah disebut dengan intensitas atau tingkat keabuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

Citra. Prapengolahan. Ekstraksi Ciri BAB 2 LANDASAN TEORI

Citra. Prapengolahan. Ekstraksi Ciri BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengenalan pola, pengolahan citra,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah Vol. 14, No. 1, 61-68, Juli 2017 Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah La Surimi, Hendra, Diaraya Abstrak Jaringan syaraf tiruan (JST) telah banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Citra RGB Suatu citra biasanya mengacu ke citra RGB. Citra (image) merupakan suatu yang menggambarkan objek dan biasanya dua dimensi. Citra merupakan suatu representasi, kemiripan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH 7B. Standar Backpropagation (BP) Backpropagation (BP) merupakan JST multi-layer. Penemuannya mengatasi kelemahan JST dengan layer tunggal yang mengakibatkan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JARINGAN SARAF SECARA BIOLOGIS Jaringan saraf adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK Eko Budi Wahyono*), Suzuki Syofian**) *) Teknik Elektro, **) Teknik Informatika - Fakultas Teknik Abstrak Pada era modern

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Aksara Batak Aksara adalah suatu sistem simbol visual yang tertera pada kertas maupun media lainnya (batu, kayu, kain, dll) untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2

Lebih terperinci

VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) 3 JARINGAN SYARAF BIOLOGIS (JSB) Otak manusia berisi sekitar 0 sel syaraf (neuron) yang bertugas untuk memproses informasi yang masuk. Tiap sel syaraf dihubungkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION Amriana 1 Program Studi D1 Teknik Informatika Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNTAD ABSTRAK Jaringan saraf tiruan untuk aplikasi

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra 2.1.1 Citra Secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 105 SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Anindita Septiarini Program Studi Ilmu Komputer FMIPA,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 32 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang analisis sistem melalui pendekatan secara terstruktur dan perancangan yang akan dibangun dengan tujuan menghasilkan model atau representasi

Lebih terperinci

BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) 8.1 Komponen Jaringan Syaraf JARINGAN SYARAF BIOLOGIS (JSB) Otak manusia berisi sekitar 10 11 sel syaraf (neuron) yang bertugas untuk memproses informasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Jaringan Syaraf Tiruan merupakan suatu representasi buatan dari otak manusia yang dibuat agar dapat mensimulasikan apa yang dipejalari melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI Putri Khatami Rizki 1), Muchlisin Arief 2), Priadhana Edi Kresnha 3) 1), 2), 3) Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA

TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA Iwan Suhardi, Toleransi Jaringan Syaraf Tiruan TOLERANSI UNJUK PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENAMBAHAN DERAU DAN SUDUT PUTARAN TERHADAP POLA KARAKTER TULISAN TANGAN JENIS ANGKA Iwan Suhardi Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN Ibrahim Arief NIM : 13503038 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrositmemiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL

PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL Nama Mahasiswa : Achmad Fauzi Arief NRP : 03 09 007 Jurusan : Matematika FMIPA-ITS Dosen Pembimbing : Drs. Nurul Hidayat, M.Kom Abstrak

Lebih terperinci

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan JURNAL TEKNIK POMITS 1-7 1 Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Dhita Azzahra Pancorowati, M. Arief Bustomi Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Dalam pengerjaan perancangan dan pembuatan aplikasi pengenalan karakter alfanumerik JST algoritma Hopfield ini menggunakan software Borland Delphi 7.0. 3.1 Alur Proses Sistem

Lebih terperinci

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana Oleh: Riza Prasetya Wicaksana 2209 105 042 Pembimbing I : Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT. NIP. 196907301995121001 Pembimbing II : Muhtadin, ST., MT. NIP. 198106092009121003 Latar belakang Banyaknya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1) 3 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang mendasari penelitian ini. Dimulai dari teori dan konsep citra digital, deteksi pola lingkaran dengan Circle Hough Transform (CHT), ekstrasi

Lebih terperinci

PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN

PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN Chairisni Lubis 1) Yuliana Soegianto 2) 1) Fakultas Teknologi Informasi Universitas Tarumanagara Jl. S.Parman

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Karyawan atau tenaga kerja adalah bagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaringan Saraf Tiruan (JST) Jaringan saraf tiruan pertama kali secara sederhana diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts pada tahun 1943. McCulloch dan Pitts menyimpulkan bahwa

Lebih terperinci

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A ARTIFICIAL NEURAL NETWORK CAHYA YUNITA 5213100001 ALVISHA FARRASITA 5213100057 NOVIANTIANDINI 5213100075 TEKNIK PERAMALAN - A MATERI Neural Network Neural Network atau dalam bahasa Indonesia disebut Jaringan

Lebih terperinci

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc IIS AFRIANTY, ST., M.Sc Sistem Penilaian Tugas dan Keaktifan : 15% Quiz : 15% UTS : 35% UAS : 35% Toleransi keterlambatan 15 menit Handphone: Silent Costume : aturan UIN Laki-laki Perempuan Menggunakan

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN BANYAKNYA JUMLAH KELAS POLA YANG DIKENALI DAN TINGKAT KERUMITAN POLANYA

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN BANYAKNYA JUMLAH KELAS POLA YANG DIKENALI DAN TINGKAT KERUMITAN POLANYA ISSN: 1693-6930 159 ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN BANYAKNYA JUMLAH KELAS POLA YANG DIKENALI DAN TINGKAT KERUMITAN POLANYA Iwan Suhardi, Riana T. Mangesa Jurusan

Lebih terperinci

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 30 BAB IV SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 4.1 Gambaran Umum Sistem Diagram sederhana dari program yang dibangun dapat diilustrasikan dalam diagram konteks berikut. Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Pemodelan Fisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 18 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Recurrent Neural Network untuk mengidentifikasi jenis tulisan Jepang

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan algoritma yang akan digunakan pada sistem pengenalan wajah. Bagian yang menjadi titik berat dari tugas akhir

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA Ramli e-mail:ramli.brt@gmail.com Dosen Tetap Amik Harapan Medan ABSTRAK Jaringan Syaraf Tiruan adalah pemrosesan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Analisis adalah kemampuan pemecahan masalah subjek kedalam elemen-elemen konstituen, mencari hubungan-hubungan internal dan diantara elemen-elemen, serta mengatur

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) Intelligent Systems Pembahasan Jaringan McCulloch-Pitts Jaringan Hebb Perceptron Jaringan McCulloch-Pitts Model JST Pertama Diperkenalkan oleh McCulloch

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.7. Kecerdasan Buatan Kecerdasan Buatan adalah suatu bidang sains komputer yang ditujukan untuk menyempurnakan kinerja sistem instrumentasi elektronika. Peralatan atau sistem yang

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, M. Rhifky Wayahdi 2 1 Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. memungkinkan sistem komputer membaca secara otomatis nomor kendaraan dari gambar digital

BAB 2 LANDASAN TEORI. memungkinkan sistem komputer membaca secara otomatis nomor kendaraan dari gambar digital BAB 2 LANDASAN TEORI 2. License plate recognition [4] License plate recognition (LPR) adalah jenis teknologi, terutama perangkat lunak, yang memungkinkan sistem komputer membaca secara otomatis nomor kendaraan

Lebih terperinci

PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ABSTRAK

PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ABSTRAK PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN Decy Nataliana [1], Sabat Anwari [2], Arief Hermawan [3] Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan adalah paradigma pengolahan informasi yang terinspirasi oleh sistem saraf secara biologis, seperti proses informasi pada otak manusia.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Pola Pengenalan pola (pattern recognition) adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur atau sifat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Bab ini akan menjelaskan tentang Hemispheric Structure Of Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN), Principal Component Analysis

Lebih terperinci

PENGENDALIAN POSISI MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DENGAN UMPAN BALIK KAMERA PEMOSISIAN GLOBAL

PENGENDALIAN POSISI MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DENGAN UMPAN BALIK KAMERA PEMOSISIAN GLOBAL PENGENDALIAN POSISI MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DENGAN UMPAN BALIK KAMERA PEMOSISIAN GLOBAL Randy Reza Kautsar (1), Bima Sena Bayu D S.ST M.T (2), A.R. Anom Besari. S.ST, M.T (2) (1)

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION Alvama Pattiserlihun, Andreas Setiawan, Suryasatriya Trihandaru Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengenalan pola (pattern recognition) dapat diartikan sebagai proses klasifikasi dari objek atau pola menjadi beberapa kategori atau kelas. Dan bertujuan untuk pengambilan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat 6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Daging Sapi dan Daging Babi 2.1.1.Daging Sapi Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,

Lebih terperinci

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK Naskah Publikasi disusun oleh Zul Chaedir 05.11.0999 Kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Syaraf manusia Jaringan syaraf dengan lapisan

Lebih terperinci

1.1. Jaringan Syaraf Tiruan

1.1. Jaringan Syaraf Tiruan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi yang digambarkan sebagai berikut

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA (Studi Eksplorasi Pengembangan Pengolahan Lembar Jawaban Ujian Soal Pilihan Ganda di

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Pegawai atau karyawan merupakan

Lebih terperinci

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Wawan Kurniawan Jurusan PMIPA, FKIP Universitas Jambi wwnkurnia79@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom Outline Konsep JST Model Struktur JST Arsitektur JST Aplikasi JST Metode Pembelajaran Fungsi Aktivasi McCulloch

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengklasifikasian merupakan salah satu metode statistika untuk mengelompok atau menglasifikasi suatu data yang disusun secara sistematis. Masalah klasifikasi sering

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan Computer Vision terutama dalam bidang pengenalan wajah berkembang pesat, hal ini tidak terlepas dari pesatnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m.

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan, maka diperlukan alat dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. 3.1.1 Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci