Citra. Prapengolahan. Ekstraksi Ciri BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Citra. Prapengolahan. Ekstraksi Ciri BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengenalan pola, pengolahan citra, pengenalan pola sidik jari, dan jaringan saraf tiruan serta beberapa sub pokok pembahasan lainnya yang menjadi landasan dalam penulisan skripsi ini. 2.1 Pengenalan pola Pola adalah entitas yang terdefinisi dan dapat didefinisikan melalui ciri-cirinya (feature). Ciri-ciri tersebut digunakan untuk membedakan satu pola dengan pola yang lain. Dengan kata lain pengenalan pola dapat membedakan satu objek dengan objek lain. Struktur sistem pengenalan pola ditunjukkan pada gambar 2.1. Sistem pengenalan pola ini terdiri dari suatu sensor (misalnya kamera, dan scanner), teknik prapengolahan, suatu algoritma atau mekanisme ekstraksi ciri dan algoritma untuk klasifikasi atau pengenalan (bergantung pada pendekatan yang dilakukan). Sebagai tambahan, biasanya beberapa data yang sudah diklasifikasikan diasumsikan telah tersedia untuk melatih sistem. Citra Prapengolahan Ekstraksi Ciri Algoritma Pengenalan / Klasifikasi Klasifikasi Gambar 2.1 Struktur Sistem Pengenalan Pola

2 8 Prapengolahan meliputi transformasi masukan (input) data mentah untuk membantu kemampuan komputasional dan pencarian ciri. Pada prapengolahan, citra yang ditangkap oleh sensor akan dinormalisasi agar citra menjadi lebih siap untuk diolah pada tahap pemisahan cirri. Klasifikasi merupakan tahap untuk mengelompokkan data masukan pada satu atau beberapa kelas berdasarkan hasil pencarian beberapa ciri yang signifikan dan pemrosesan atau analisis terhadap ciri itu. Setiap kelas terdiri dari sekumpulan objek yang memiliki kedekatan (kemiripan) ciri (Putra, 2009). 2.2 Pengenalan Pola Sidik Jari Pengenalan sidik jari dianggap sebagai metode yang paling tua di antara jajaran teknologi biometrik lain yang ada, tetapi tidak dapat disangkal teknologi ini merupakan yang paling populer digunakan pada saat ini. Sidik jari memiliki banyak kelebihan dalam berbagai hal yang membuat biometrik ini lebih nyaman dan aman. Kelebihan dari biometrik pengenalan sidik jari didukung dengan beberapa hal, seperti (Maltoni, 2003) : 1. Parennial nature, yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada kulit manusia seumur hidup 2. Immutability, yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah kecuali mendapatkan kecelakaan yang serius 3. Individuality, yaitu pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap orang. Pada sidik jari manusia bagian yang menonjol atau yang berupa guratan disebut bukit (ridge), dan bagian yang tidak menonjol yang memisahkan bagian yang menonjol satu dengan yang lain disebut dengan lembah (valley) (Maltoni, 2003). Gambar 2.2 memperlihatkan sidik jari, bukit dan lembah pada sidik jari tersebut.

3 9 Gambar 2.2 Sidik Jari Ciri sidik jari dapat dibedakan menjadi tiga level yaitu (Maltoni,2003),: 1. Level 1: berada pada level global Aliran garis bukit akan membentuk sebuah pola yang mirip dengan salah satu dari Gambar Level 2: berada pada level local Terdapat 150 perbedaan pada karakteristik lokal. Pada level ini karakteristik dari sidik jari disebut dengan minutiae details. Dua karakteristik bukit yang paling banyak digunakan adalah ridge ending dan ridge bifurcation yang disebut dengan minutiae seperti lingkaran hitam pada Gambar Level 3: berada pada level very-fine Pada level ini dilihat ciri dari bukit seperti lebar, bentuk, kurvatur, kontur tepian dan detail. Terdapat finger sweat pore seperti ditunjukkan lingkaran kosong pada Gambar 2.4. Namun, jika ingin menggunakan ciri pada level ini hanya dimungkinkan jika citra sidik jari diambil pada resolusi 1000dpi dengan kualitas citra yang sangat baik.

4 10 (a) left-loop (b) right-loop (c) whorl (d) arch (e) tented-arch Gambar 2.3 Karakteristik Ciri Sidik Jari level 1 (Maltoni et.al, 2003) Gambar 2.4 Karakteristik Ciri Sidik Jari Level 2 dan 3, lingkaran hitam untuk minutiae dan lingkaran kosong untuk sweat pore (Maltoni et al, 2003) Ada beberapa kualitas dari citra sidik jari yang sangat berpengaruh terhadap ekstraksi ciri dari citra sidik jari dan yang selanjutnya akan berpengaruh pada hasil pencocokan citra sidik jari. Citra dikatakan baik, jika perbedaan lembah dan bukit terlihat jelas. Berikut adalah beberapa gambar yang menunjukkan beberapa kualitas citra (Chikkerur et al.,2007): (a) (b) (c) (d) Gambar 2.5 Gambar (a) citra sidik jari dengan kualitas baik (b) lembah dan bukit kurang dapat dibedakan dengan baik (c) dan (d) citra sidik jari yang kering (Chikkerur et al, 2007)

5 11 Beberapa kendala yang dihadapi peneliti dalam pencocokan citra sidik jari (Chikkerrur et al, 2007): 1. Kualitas citra yang rendah dapat memicu kesalahan pada ekstraksi ciri yang nantinya berdampak pada pencocokan. 2. Keterbatasan dalam representasi algoritma yang hanya dapat menggunakan salah satu dari informasi yang ditangkap manusia. 3. Ukuran sensor yang jauh lebih kecil dari ukuran sidik jari manusia, hal ini akan memicu ketidakarutan perekaman citra. 4. Adanya distorsi citra 5. Keterbatasan ukuran sensor yang mengakibatkan orang yang sama akan memiliki variasi yang berbeda pada tiap kali melakukan proses akuisisi 2.3 Pengolahan Citra Digital Citra atau gambar merupakan sesuatu yang menggambarkan objek dan biasanya dalam bentuk dua dimensi. Citra merupakan suatu representasi kemiripan dari suatu objek atau benda. Citra digital didefinisikan sebagai representasi diskrit dari data spasial (tata letak) dan intensitas (warna) informasi (Solomon & Breckon, 2011). Proses pengolahan citra adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar, transformasi gambar, melakukan pemilihan ciri citra untuk tujuan analisis dan mendapatkan kualitas citra yang lebih baik (Sutoyo, 2009). Tujuan dari pengolahan citra digital agar komputer memiliki sebuah penglihatan yang dapat melihat atau mengenali suatu objek gambar dengan jelas seperti selayaknya mata pada manusia. Setelah diperoleh citra digital yang berupa pola bit-bit di dalam memori komputer, maka analisis dan pengolahan dapat dilakukan. Pengolahan citra selalu melibatkan satu atau bahkan lebih algoritma yang akan diimplementasikan terhadap citra.

6 12 x height y width Gambar 2.6 Representasi sistem koordinat citra Berdasarkan representasi sistem koordinat citra pada gambar 2.5 citra dapat direpresentasikan dalam bentuk matriks dua dimensi dimana kolom pada matriks merepresentasikan lebar (width) pada citra, dan baris pada matriks merepresentasikan tinggi (height) pada citra. f x, y = f(0,0) f 0,1 f(0, i) f(1,0) f(1,1) f(1, i) f(j, 0) f(j, 1) f(j, i) (2.1) dengan keterangan: j = height -1 i = width Binerisasi (Thresholding) Binerisasi digunakan untuk membedakan objek gambar dengan latar belakang pada gambar tersebut. Proses ini akan menghasilkan citra hitam putih yang bersih dari tingkat keabuan (grayscale), atau dengan kata lain metode ini mengkonversi citra gray-level ke citra bilevel (binary image). Untuk mendapatkan citra grayscale digunakan persamaan (2.2) berikut: I grayscale x, y = αi colour x, y, r + β I colour x, y, g + γi colour (x, y, b) (2.2)

7 13 dengan keterangan: I grayscale = citra grayscale I colour = citra RGB (x,y) = koordinat citra (x,y,c) = piksel pada kordinat (x,y), r untuk merah, b untuk biru dan g untuk hijau α, β, γ = koefisien Pembobotan nilai koefisien ini (α, β dan γ) berdasarkan nilai dari respon mata manusia, biasanya koefisien ketiga nilai yang digunakan adalah (Solomon & Breckon, 2011). Setelah mendapatkan citra grayscale, citra biner dibentuk dengan teknik thresholding. Jika g (x, y) adalah sebuah nilai ambang (threshold) batas dari f(x, y) dengan nilai threshold T. Nilai T digunakan untuk memisahkan antara objek dengan background-nya, hasil threshold dapat ditulis sebagai berikut (Gonzales et al, 2004): g x, y = 1 f x, y T 0, f x, y < T (2.3) Deteksi Tepi Deteksi tepi berfungsi mengidentifikasi garis batas suatu objek yang terdapat pada citra. Tepi sebuah citra merupakan daerah yang memiliki intensitas cahaya yang kuat. Hal ini merupakan indikasi untuk menuju proses pembacaan piksel selanjutnya. Mendeteksi tepi suatu citra secara signifikan akan menyaring informasi yang tidak berguna dengan tidak menghilangkan struktur penting dari citra tersebut dan mampu merepresentasikan objek-objek yang terkandung dalam citra tersebut meliputi bentuk, ukuran serta tekstur (Putra, 2009).

8 14 Biasanya operator yang digunakan untuk mendeteksi tepi adalah operator berbasis gradien yang menggunakan turunan pertama yaitu operator Robert, operator Sobel dan operator Prewitt. Operator Sobel Operator Sobel merupakan salah satu pengembangan dari teknik deteksi tepi sebelumnya, juga pengembangan dari operator Prewit. Operator ini berfungsi sebagai filter image. Filter ini mendeteksi keseluruhan tepi yang ada. Operator Sobel menggunakan matriks M x N dengan berordo 3 x 3, 5 x 5, 7 x 7, dan sebagainya. Matriks seperti ini digunakan untuk mempermudah mendapatkan piksel tengah sehingga menjadi titik tengah matriks (a ij ). Piksel tengah ini merupakan piksel yang akan diperiksa. Cara pemanfaatan matriks ini sama seperti pemakaian sebuah grid, yaitu dengan cara memasukkan piksel-piksel disekitar yang sedang diperiksa (piksel tengah) ke dalam matriks. Cara yang demikian disebut spatial filtering. a 0 a 1 a 2 a 7 (x,y) a 3 a 6 a 5 a 4 Gambar 2.7 Piksel bertetangga Berdasarkan susunan piksel tetangga tersebut, besaran gradien yang dihitung menggunakan operator Sobel adalah: M = S x 2 + S y 2 atau M= s x + s y (2.4) dimana M adalah besar gradien di titik tengah kernel dan turunan parsial dihitung menggunakan persamaan berikut: S x = (a 2 + ca 3 + a 4 ) (a 0 + ca 7 + a 6 ) (2.5) S y = (a 0 + ca 1 + a 2 ) (a 6 + ca 5 +a 4 ) (2.6)

9 15 dimana c adalah konstanta yang bernilai 2. S x dan S y, dapat diimplementasikan menjadi kernel berikut S x = S y = Gambar 2.8 Kernel Operator Sobel Hasil akhir dari deteksi tepi sobel ini adalah ditemukannya beberapa piksel dengan intensitas yang lebih besar atau tajam. Maka setiap piksel kemungkinan hanya mempunyai dua warna dominan yaitu warna hitam dan putih Ekstraksi Ciri (Feature Extraction) Feature extraction merupakan suatu metode untuk mendapatkan karateristik dari suatu citra (dalam hal ini citra tersebut merupakan sidik jari). Dengan feature extraction maka citra yang satu dengan yang lain dapat dibedakan dengan memperhatikan ciri yang terdapat pada citra itu sendiri. Pada penelitian ini, penulis menggunakan transformasi wavelet. Prinsip kerja transformasi wavelet adalah menggunakan nilai rata-rata dari nilai input dan menyediakan semua informasi yang diperlukan agar dapat mengembalikan nilai input ke nilai semula (Putra, 2010). Pada transformasi wavelet diperlukan nilai selisih nilai input dan nilai rata-rata nilai input. Pada pengembangan sinyal berdimensi dua misalnya citra dapat menggunakan filter bank untuk dekomposisi citra. Biasanya digunakan sebuah tapis low-pass (H) dan tapis high pass (G). Konvolusi citra dengan tapis low-pass menghasilkan citra pendekatan, sedangkan tapis high pass menghasilkan citra detil. Dekomposisi pola sidik jari ini dilakukan untuk mempresentasikan pola digit ke dalam vektor yang mengandung beberapa informasi mengenai pola tersebut. Setiap proses dekomposisi akan menghasilkan setengah ukuran dari citra sebelum dilakukan

10 16 dekomposisi (Putra, 2010). Koefisien inilah yang kemudian menjadi basis input bagi jaringan saraf tiruan. Adapun algoritma dari transformasi wavelet ini adalah: 1. Input citra yang diinginkan menjadi 4 bagian citra baru dengan ukuran 2 N-1 x 2 N-1 2. Citra dibagi kembali, ulangi langkah 1 untuk bagian kanan atas dari hasil citra wavelet pada langkah Pembagian berhenti jika nilai rata-rata citra adalah 1 piksel. (a) (b) (c) (d) Gambar 2.9 Contoh transformasi wavelet pada citra (a) citra asli (b) dekomposisi level 1 (c) dekomposisi level 2 (d) dekomposisi level 3 (Sumber: Putra, 2010) Pada gambar 2.9 ditampilkan transformasi wavelet pada citra. Citra semula dibagi (dekomposisi) menjadi 4 sub-image baru. Setiap sub-image ini berukuran ¼ kali dari citra asli, 3 sub-image posisi atas kanan, bawah kiri dan bawah kanan terlihat kasar sementara 1 sub-image atas kiri tampak seperti citra asli dan tampak lebih halus, yang dapat dibagi menjadi 4 sub-image baru lagi. Proses demikian dapat diulang

11 17 sesuai level transformasi (dekomposisi) yang diinginkan. Hasil dekomposisi dapat dihitung dengan menggunakan rumus a = S i+ S i+1 2 (2.10) dan c i = s i - a i (2.11) Variabel a i merupakan koefisien pendekatan, c i merupakan koefisien detil dan s i adalah himpunan bilangan yang akan didekomposisi. 2.4 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan Saraf Tiruan (JST) merupakan representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah buatan disini digunakan karena jaringan saraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran (Kusumadewi, 2003). Jaringan Saraf tiruan dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan saraf biologi dengan asumsi sebagai berikut (Siang, 2009): 1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron). 2. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung. 3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal. 4. Untuk menentukan keluaran (output), setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi yang dikenakan pada penjumlahan masukan (input) yang diterima. Besarnya keluaran (output) ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.

12 Model Saraf (Neuron) Sebuah neuron akan mempunyai banyak nilai masukan yang berasal dari neuronneuron lain yang berhubungan dengan neuron tersebut dan akan menghasilkan sebuah nilai keluaran. Neuron tersebut akan berhubungan dengan neuron-neuron yang lain jika ada bobot-bobot yang menghubungkannya. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.10 Model Neuron (Haykin, 1999) Satu neuron terdiri dari tiga bagian dasar yaitu (Siang, 2009): 1 Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi. Jalur-jalur tesebut memiliki bobot/ keluaran yang berbeda-beda. Bobot yang bernilai positif akan memperkuat sinyal dan yang bernilai negatif akan memperlemah sinyal yang dibawanya. Jumlah, struktur dan pola hubungan antar unit-unit tersebut akan menentukan arsitektur jaringan (dan juga model yang terbentuk). 2 Suatu unit penjumlahan yang akan menjumlahkan input-input sinyal yang sudah dikalikan dengan bobotnya. 3 Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan diteruskan ke neuron lain ataukan tidak Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan Pembagian arsitektur jaringan saraf tiruan dapat dilihat dari kerangka kerja dan skema interkoneksi. Kerangka kerja jaringan saraf tiruan bisa dilihat dari jumlah lapisan

13 19 (layer) dan jumlah neuron pada setiap lapisan. Lapisan-lapisan penyusun jaringan saraf tiruan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (Heaton, 2008): 1. Lapisan Masukan (input layer) Neuron-neuron di dalam lapisan masukan disebut input neuron, yang menerima input dari dunia luar. Input yang dimasukkan merupakan penggambaran dari suatu masalah. 2. Lapisan Tersembunyi (hidden layer) Neuron-neuron yang berada dalam lapisan tersembunyi disebut hidden neuron. Penentuan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi merupakan bagian yang sangat penting dalam arsitektur jaringan saraf tiruan. Penggunaan neuron yang terlalu sedikit pada lapisan tersembunyi akan menghasilkan sesuatu yang disebut underfitting. Underfitting terjadi ketika hanya sedikit neuron pada hidden layer yang mampu mendeteksi signal pada sejumlah data yang rumit. Sedangkan, jumlah hidden neuron yang terlalu banyak juga dapat mengakibatkan beberapa masalah. Pertama, mengakibatkan jaringan mengalami overfitting, yaitu ketika jaringan memproses terlalu banyak informasi melebihi kapasitas. Kedua, mengakibatkan waktu proses pelatihan jaringan lebih lama (Heaton, 2008). Menurut Haykin (1999) jumlah hidden neuron berada pada interval 1 sampai 9. Sedangkan, menurut Heaton (2008), ada beberapa aturan yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah neuron yang akan digunakan pada lapisan tersembunyi, diantaranya adalah: a. Jumlah hidden neuron harus berada diantara ukuran input neuron dan output neuron. b. Jumlah hidden neuron harus 2 3 dari ukuran input neuron, ditambah ukuran output neuron. c. Jumlah hidden neuron harus kurang dari dua kali jumlah input neuron.

14 20 Ketiga aturan diatas hanya berupa pertimbangan dalam menentukan arsitektur jaringan saraf tiruan. Bagaimanapun, penentuan arsitektur jaringan akan kembali pada trial and error. 3. Lapisan keluaran (output layer) Neuron-neuron pada lapisan keluaran disebut output neuron. Keluaran dari lapisan ini merupakan keluaran jaringan saraf tiruan terhadap suatu permasalahan. M Bias Bias K A S x p o p1 E L U K x pi. i.. j.. k. o pk U A A... R N XpN N L M o pm A Input layer Lapisan Tersembunyi Lapisan Keluaran N Gambar Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan propagasi balik menerapkan metode pelatihan yang terawasi yaitu metode pelatihan yang memberikan nilai target yang diinginkan dari setiap neuron pada lapisan keluaran. Puspitaningrum (2006, hal:125) menyatakan bahwa istilah propagasi balik atau penyiaran kembali diambil dari cara kerja jaringan ini, yaitu bahwa gradien error neuron-neuron lapisan tersembunyi diturunkan dari penyiaran kembali error-error yang diasosiasikan dengan neuron-neuron lapisan keluaran. Hal ini karena nilai target untuk neuron-neuron tersembunyi tidak diberikan.

15 Algoritma Propagasi Balik Proses Komputasi Propagasi Balik Proses komputasi pada jaringan saraf propagasi balik dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu komputasi maju (forward) dan komputasi mundur (backward) (Fausset,1994). Pada jaringan diberikan sekumpulan contoh pelatihan yang disebut set pelatihan. Set pelatihan terdiri dari vektor input dan vektor output target. Keluaran dari jaringan berupa sebuah vektor output aktual. Selisih antara vektor output target dan vektor output aktual merupakan kesalahan (error) yang terjadi. Kesalahan (error) ini yang dijadikan sebagai dasar dalam melakukan perubahan bobot yang ada dengan mempropagasikannya kembali (Puspitaningrum, 2006). 1. Komputasi maju (forward) Pola masukan dihitung maju mulai dari lapisan masukan hingga lapisan keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. 2. Komputasi mundur (backward) Selisih antara target yang diinginkan dengan keluaran jaringan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan yang terjadi itu dipropagasi mundur. Dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan neuron-neuron di lapisan keluaran Komputasi maju (forward) Komputasi maju pada jaringan saraf tiruan propagasi balik dimulai dari lapisan masukan, namun neuron yang mengalami komputasi adalah neuron pada lapisan tersembunyi. Hal ini disebabkan karena neuron pada lapisan masukan hanya berfungsi meneruskan nilai masukan untuk neuron pada lapisan tersembunyi. Pencarian nilai masukan pada lapisan tersembunyi dilakukan dengan perkalian antara masukan

16 22 dengan nilai bobot yang menghubungkan lapisan masukan dengan lapisan tersembunyi. Nilai masukan untuk lapisan tersembunyi adalah: n z j = v j0 + x i v ji i=0 Keterangan: z j = nilai masukan pada lapisan tersembunyi v ji = bobot yang menghubungkan input layer dan lapisan tersembunyi x i = nilai keluaran dari neuron masukan ke neuron pada lapisan tersembunyi v j0 = bobot dari neuron bias ke neuron pada lapisan tersembunyi. (2.12) Dengan menggunakan nilai masukan pada lapisan tersembunyi (i zj ) ini, maka setiap neuron pada lapisan tersembunyi akan diaktifkan oleh fungsi aktivasi sehingga akan menghasilkan suatu nilai, nilai keluaran tersebut adalah: i zj = f (z j ) (2.13) Keterangan: i zj = nilai keluaran neuron ke- j pada lapisan tersembunyi f (z j ) = fungsi aktivasi neuron ke-j pada lapisan tersembunyi. Demikian juga halnya untuk mencari nilai pada lapisan keluaran. Pada lapisan keluaran proes komputasi sama seperti pada lapisan tersembunyi yaitu dengan menghitung nilai masukan dari setiap neuron k pada pada lapisan keluaran yang dirumuskan sebagai berikut: y k = w k0 + z j w kj n i=0 Keterangan: y k = nilai masukan pada lapisan keluaran w kj = bobot yang menghubungkan input layer dan lapisan tersembunyi z j = nilai keluaran dari neuron masukan ke neuron pada lapisan tersembunyi w k0 = bobot dari neuron bias ke neuron pada lapisan keluaran. (2.14)

17 23 Dengan menggunakan nilai masukan pada lapisan keluaran (k) ini, maka setiap neuron pada lapisan keluaran akan diaktifkan oleh fungsi aktivasi sehingga akan menghasilkan nilai keluaran, nilai keluaran tersebut adalah: o yk = f (y k ) (2.15) Keterangan: o yk = nilai keluaran neuron ke-k pada lapisan keluaran f (y k ) = fungsi aktivasi neuron ke-k pada lapisan keluaran. Setelah diperoleh nilai keluaran aktual pada komputasi maju maka proses komputasi selanjutnya adalah proses komputasi mundur Komputasi mundur (backward) Komputasi mundur pada jaringan saraf tiruan propagasi balik bertujuan untuk mendistribusikan kesalahan di unit y k (δ k ) ke semua unit pada lapisan tersembunyi yang terhubung langsung dengan y k. Hal ini juga dilakukan untuk menghitung kesalahan di unit z j (δ j ) di setiap unit di lapisan tersembunyi. Demikian seterusnya sampai semua kesalahan di lapisan tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit keluaran Perbaharuan bobot Setelah mendapatkan error, selanjutnya jaringan akan memperbaharui bobot menjadi bobot yang sesuai dari input yang dimasukkan menjadi output yang diinginkan. Untuk mencari bobot baru pada lapisan tersembunyi ke lapisan keluaran adalah: w kj baru = w kj lama + w kj (2.16) Sementara untuk mencari bobot baru pada lapisan masukan ke lapisan tersembunyi adalah: v ji baru = v ji lama + v ji (2.17)

18 Perhitungan Error Pada tahap pembelajaran dalam algoritma propagasi balik, diperlukan suatu kondisi untuk menghentikan proses pembelajaran dan sebagai pengukuran keakurasian jaringan dalam mengenali pola yang diberikan. Ada beberapa perhitungan error yang digunakan yaitu Mean Squared Error (MSE), Mean Absolute Error (MAE) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). 1. Mean Squared Error (MSE) adalah error rata-rata kuadrat dari selisih antara output jaringan dengan output target. Tujuannya adalah memperoleh nilai error sekecil mungkin secara iteratif dengan mengganti nilai bobot yang terhubung pada semua neuron pada jaringan. Rumus perhitungan MSE adalah sebagai berikut: MSE = 1 2 Keterangan: N i=1 t k = nilai output target o yk = nilai output sistem (2.18) (t k o yk ) 2 2. Mean Absolute Error (MAE) merupakan perhitungan error hasil absolute dari selisih antara nilai hasil sistem dengan nilai aktual. Rumus perhitungan MAE adalah sebagai berikut: MAE = 1 N N i=1 (2.19) tk o yk 3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE) yang hampir sama dengan MAE, namun hasilnya dinyatakan dalam bentuk persentase. Rumus perhitungan MAPE adalah sebagai berikut: N MAPE = 1 tk o N yk 100% i=1 (2.20)

19 Optimalitas Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Masalah utama yang terdapat dalam propagasi balik ialah lamanya proses iterasi yang dilakukan. Propagasi balik tidak dapat memastikan berapa epoch yang harus dilalui sampai pola yang diinginkan terpenuhi. Oleh karena itu terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengoptimalkan proses iterasi (Siang, 2009), yaitu: Pemilihan bobot dan bias awal Bobot awal merupakan unsur yang terpenting dalam pembentukan jaringan yang baik, karena bobot awal mempengaruhi kecepatan iterasi jaringan dalam mengenali pola. Bobot yang menghasilkan nilai fungsi aktivasi kecil sedapat mungkin dihindari karena akan menyebabkan perubahan bobotnya menjadi sangat kecil sehingga penurunan error menjadi kecil. Bobot awal standar yang biasa dipakai dalam melakukan proses komputasi dinilai memberikan waktu yang lama. Inisialisasi Nguyen Widrow merupakan modifikasi sederhana bobot-bobot dan bias ke unit tersembunyi yang mampu meningkatkan kecepatan jaringan dalam proses pelatihan jaringan. Inisialisasi Nguyen Widrow didefinisikan dengan persamaan: n β = 0.7 p (2.21) Keterangan: n = jumlah neuron pada lapisan input p = jumlah neuron pada lapisan tersembunyi β = faktor skala Prosedur inisialisasi Nguyen Widrow ialah: a. Inisialisasi bobot-bobot (v ji ) lama dengan bilangan acak dalam interval [-0.5, 0.5] b. Hitung v j = v 2 j1 + v 2 (2.22) j2 + + v 2 jn c. Bobot baru yang dipakai sebagai inisialisasi

20 26 v ji = βv ji lama v j (2.23) d. Bias baru yang dipakai sebagai inisialisasi v j0 = bilangan acak dalam interval β, β (2.24) Laju Pembelajaran ( learning rate) Penggunaan parameter learning rate memiliki pengaruh penting terhadap waktu yang dibutuhkan untuk tercapainya target error yang diinginkan. Jika nilai learning rate yang digunakan terlalu kecil maka terlalu banyak epoch yang dibutuhkan untuk mencapai nilai target yang diinginkan. Semakin besar nilai learning rate yang digunakan maka proses pelatihan jaringan akan semakin cepat, namun jika terlalu besar justru akan mengakibatkan algoritma menjadi tidak stabil dan menyebabkan nilai error berbolak balik pada nilai tertentu, sehingga mencegah tercapai target error yang diinginkan. Oleh karena itu pemilihan nilai learning rate harus seoptimal mungkin agar didapat proses pelatihan yang cepat (Siang, 2009) Momentum Penambahan parameter momentum dalam tahap pengoreksian nilai bobot dapat mempercepat proses pelatihan yaitu dengan memodifikasi nilai bobot pada iterasi (t+1) yang nilainya ditentukan oleh nilai bobot pada iterasi ke-t dan (t-1). β adalah konstanta yang menyatakan parameter momentum yang nilainya 0 β 1 keluaran (Siang, 2009): Perubahan bobot dengan menggunakan momentum pada lapisan keluaran: w kj t + 1 = w kj t + αδ k z j + β (w kj t w kj (t 1) (2.25) Perubahan bobot dengan menggunakan momentum pada lapisan tersembunyi: v ji t + 1 = v ji t + αδ k x i + β (v ji t v ji (t 1) (2.26)

21 Faktor Proporsional Jaringan saraf tiruan propagasi balik yang selama ini digunakan untuk berbagai macam aplikasi adalah jaringan saraf propagasi balik yang standar yang hanya menggunakan kedua faktor di atas (learning rate dan momentum). Pada penelitian ini digunakan faktor ketiga yang disebut sebagai faktor proporsional ( ). Faktor proporsional ini pertama sekali diperkenalkan dan digunakan pada permasalahan XOR (Zweiri et al, 2003). Modifikasi terhadap jaringan saraf propagasi balik dengan menambahkan faktor ketiga yang disebut faktor proporsional akan menyebabkan bertambahnya satu konstanta baru yang menyertainya, konstanta tersebut adalah e(w(t)). Untuk mendapatkan nilai e(w(t)) maka dapat digunakan rumus berikut ini (Zweiri et al, 2003): e( w( t)) e (2.27) k dimana e k = N i=1 (tk yk ) (2.28) e k adalah selisih antara nilai target dengan output Faktor ketiga tersebut menyebabkan perubahan bobot pada lapisan keluaran akan menjadi w kj t + 1 = αδ k z j + β t 1 + γek (2.29) Sedangkan perubahan bobot pada lapisan tersembunyi akan menjadi v ji t + 1 = αδ k x i + β t 1 + γe k (2.30) Dengan adanya faktor ketiga yang disebut faktor proporsional, maka saat ini pada jaringan saraf propagasi balik telah ada 3 faktor yang dapat diteliti untuk mendapatkan kinerja yang diinginkan.

22 Fungsi Aktivasi Fungsi aktivasi merupakan bagian penting dalam tahap perhitungan JST karena dipakai untuk menentukan keluaran dari suatu neuron. Peran fungsi aktivasi pada jaringan saraf tiruan adalah untuk mengaktifkan keluaran dari jaringan dan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan diteruskan ke neuron lain atau tidak. Beberapa fungsi aktivasi yang dipakai dalam JST adalah: Fungsi sigmoid biner (logsig) Fungsi sigmoid biner memiliki range nilai [0,1]. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk Jaringan Saraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai: f x = e x (2.31) dengan f x = f x (1 f x ) (2.32) Fungsi sigmoid bipolar (tansig) Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1. Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai: f x = 1 e x 1 + e x (2.33) dengan f x = f(x) 1 f(x) (2.34) 2.6 K-Fold Cross Validation Cross validation (validasi silang) merupakan metode untuk memperkirakan akurasi kesalahan dari data berdasarkan resampling (Sarle, 2004). K-Fold Cross Validation membagi data menjadi k subset yang ukurannya sama satu sama lainnya. Himpunan

23 29 yang dihasilkan yaitu S 1, S 2,, S k yang digunakan sebagai data pelatihan dan data pengujian. Dalam metode ini, dilakukan iterasi sebanyak k kali. Setiap melakukan iterasi, salah satu subset dijadikan data uji, sedangkan subset lainnya sebagai data latih. K-fold cross validation akan mengulang pengujian sebanyak k kali, dan hasil pengukuran adalah nilai rata-rata dari k kali pengujian. 2.7 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Pengarang Judul Keterangan 1 Kaur et.al, Fingerprint Verification Pengenalan dilakukan dengan 2008 System using Minutiae Extraction Technique menghilangkan titik minusi yang dianggap salah, menemukan titik percabangan dengan menghasilkan citra thinning dengan hasil yang baik. Telah ditemukan 24 percabangan (bifurcation) dalam penelitian ini, sehingga sistem memerlukan waktu ekseskusi yang lebih singkat. 2 Kanata, 2008 Deteksi Sidik Jari Berbasis Alihragam Gelombang Singkat (wavelet) dan Jaringan Saraf Tiruan(JST) Penelitian ini menerapkan wavelet daubechies yang digunakan untuk menghasilkan ciri dari sidik jari dengan memilih koefisien yang dihasilkan yang memiliki nilai Khusus Kota Mataram magnitude terbesar dan dan Sekitarnya menggunakan backpropagation sebagai pembelajarannya. Ruang citra warna yang digunakan YIQ (skala keabuan). Pada penelitian ini mampu mengenali 100 % data

24 30 3 Saraswat, 2010 An Efficient Automatic Attendance System Using Fingerprint Verification Technique sidik jari yang pernah dilatihkan dan mampu menguji citra yang terdistorsi sebesar 70 % Pengenalan dilakukan dengan memperhatikan minusi sidik jari, menghilangkan titik minusi yang dianggap tidak perlu dan menggunakan transformasi fourier dalam perbaikan citranya. Hasil verifikasi sekitar 92 % dengan penggunaan waktu yang lebih singkat. 4 Pokhriyal et.al, 2010 Fingerprint Authentication 2-D Wavelets 5 Barua et.al, 2011 Fingerprint Identification using Pada penelitian ini menggunakan wavelet dan pseudo Zernike Moments. Wavelet digunakan untuk mengurangi noise dan mengekstraksi ridge. Sedangkan pseudo Zernike moments digunakan untuk mengekstraksi fitur yang membawa informasi deskriptif mengenai citra sidik jari dan sebagai pencocokannya digunakan Euclidean distance Penelitian ini menerapkan sistem identifikasi sidik jari online menggunakan minutiae based dengan melakukan beberapa tahapan yaitu deteksi tepi, thinning, ekstraksi fitur dan klasifikasi. Tahap praproses

25 31 6 Reavindo, 2009 Pengaruh Faktor Proporsional Pada Jaringan Saraf Propagasi Balik Untuk Pengenalan Wajah Berbasis Eigenface meliputi binerisasi dan skeletonisasi ridge, yang dibutuhkan untuk klasifikasi. Fitur yang dinilai yaitu endpoint, percabangan (bifurcation), dan titik inti (core point) dari sidik jari, yang kemudian dilanjutkan dengan penghapusan minusi yang dianggap salah. Faktor pembelajaran ketiga yang disebut faktor proporsional (γ) digunakan pada penelitian ini untuk mengamati pengaruhnya pada pengenalan wajah berbasis eigenfaces. Pengaruh tersebut dapat diukur melalui perbandingan kinerja dari kedua jenis jaringan saraf propagasi balik tersebut. Kinerja jaringan yang digunakan sebagai acuan adalah kecepatan konvergensi jaringan, kemampuan memorisasi dan kemampuan generalisasi jaringan. Melalui pengukuran terhadap kinerja tersebut, maka penelitian ini menilai bahwa faktor proporsional akan memperburuk kinerja jaringan saraf bila digunakan pada interval [0.1, 0.9] dan [0.01, 0.09] sedangkan pada interval [0.001, 0.009]

26 32 akan memberikan kinerja yang baik.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi perangkat lunak dewasa ini tidak terlepas dari berkembangnya studi mengenai kecerdasan buatan. Ada dua hal yang termasuk dari kecerdasan buatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH 7B. Standar Backpropagation (BP) Backpropagation (BP) merupakan JST multi-layer. Penemuannya mengatasi kelemahan JST dengan layer tunggal yang mengakibatkan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Jaringan saraf buatan merupakan kumpulan dari elemen-elemen pemrosesan buatan yang disebut neuron. Sebuah neuron akan mempunyai banyak nilai masukan yang berasal dari

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah Vol. 14, No. 1, 61-68, Juli 2017 Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah La Surimi, Hendra, Diaraya Abstrak Jaringan syaraf tiruan (JST) telah banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas teori yang digunakan sebagai landasan pengerjaan pengenalan kata berdasarkan tulisan tangan huruf Korea (hangūl) menggunakan jaringan saraf tiruan propagasi balik.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital BAB II DASAR TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dua dimensi,dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f(x,y) adalah disebut dengan intensitas atau tingkat keabuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1) 3 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang mendasari penelitian ini. Dimulai dari teori dan konsep citra digital, deteksi pola lingkaran dengan Circle Hough Transform (CHT), ekstrasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION 1 Andrian Rakhmatsyah 2 Sayful Hakam 3 Adiwijaya 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan adalah paradigma pengolahan informasi yang terinspirasi oleh sistem saraf secara biologis, seperti proses informasi pada otak manusia.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Pemodelan Fisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Folder Sebuah directory (folder) adalah seperti ruangan-ruangan (kamar-kamar) pada sebuah komputer yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dari berkas-berkas (file).

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Aksara Batak Aksara adalah suatu sistem simbol visual yang tertera pada kertas maupun media lainnya (batu, kayu, kain, dll) untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengenalan pola, pengolahan citra,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JARINGAN SARAF SECARA BIOLOGIS Jaringan saraf adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan algoritma yang akan digunakan pada sistem pengenalan wajah. Bagian yang menjadi titik berat dari tugas akhir

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Bagian terpenting dari CRM adalah memahami kebutuhan dari pelanggan terhadap suatu produk yang ditawarkan para pelaku bisnis. CRM membutuhkan sistem yang dapat memberikan suatu

Lebih terperinci

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION Amriana 1 Program Studi D1 Teknik Informatika Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNTAD ABSTRAK Jaringan saraf tiruan untuk aplikasi

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA SIDIK JARI

PENGENALAN POLA SIDIK JARI TUGAS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENGENALAN POLA SIDIK JARI Disusun oleh : FAHMIATI NPM : 08.57201.000502 PROGRAM STUDI STRATA SATU (S1) SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS DARWAN ALI SAMPIT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori-teori pendukung pada penelitian ini. Adapun teori tersebut yaitu teori jaringan saraf tiruan dan algoritma backpropragation. 2.1. Jaringan Saraf

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2008 Express Edition. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Suara Manusia Menurut Inung Wijayanto (2013), produksi suara manusia memerlukan tiga elemen, yaitu sumber daya, sumber suara dan pemodifikasi suara. Ini adalah dasar dari teori

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dhita Azzahra Pancorowati 1110100053 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI Putri Khatami Rizki 1), Muchlisin Arief 2), Priadhana Edi Kresnha 3) 1), 2), 3) Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Bab ini akan menjelaskan tentang Hemispheric Structure Of Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN), Principal Component Analysis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Pola Pengenalan pola (pattern recognition) adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur atau sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai pengenalan tulisan tangan telah banyak dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra 2.1.1 Citra Secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus

Lebih terperinci

Pengenalan Citra Sidikjari Menggunakan Minutiae Dan Propagasi Balik

Pengenalan Citra Sidikjari Menggunakan Minutiae Dan Propagasi Balik Pengenalan Citra Sidikjari Menggunakan Minutiae Dan Propagasi Balik Sri Heranurweni 1 1) Jurusan Teknik Elektro, Universitas Semarang email : heranur@yahoo.com Abstrak : Teknik identifikasi konvensional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pemotong an Suara. Convert. .mp3 to.wav Audacity. Audacity. Gambar 3.1 Blok Diagram Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Pemotong an Suara. Convert. .mp3 to.wav Audacity. Audacity. Gambar 3.1 Blok Diagram Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Penelitian Penelitian yang dilakukan dapat dijelaskan melalui blok diagram seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Suara Burung Burung Kacer Burung Kenari Pengambil an

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian telapak kaki yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya BAB II LANDASAN TEORI 2. Citra/Image Citra atau yang lebih sering dikenal dengan gambar merupakan kumpulan dari titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanda Tangan Tanda tangan atau dalam bahasa Inggris disebut signature berasal dari latin signare yang berarti tanda atau tulisan tangan, dan biasanya diberikan gaya tulisan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrositmemiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 18 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Recurrent Neural Network untuk mengidentifikasi jenis tulisan Jepang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 18 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Penelitian Sistem pengenalan roda kendaraan pada penelitian ini tampak pada Gambar 10, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tahapan utama yaitu, tahapan pelatihan

Lebih terperinci

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi. 33 BAB 4 DISAIN MODEL Disain model sistem identifikasi citra karang dirancang sedemikian rupa dengan tuuan untuk memudahkan dalam pengolahan data dan pembuatan aplikasi serta memudahkan pengguna dalam

Lebih terperinci

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski Junia Kurniati Computer Engineering Department Faculty of Computer Science Sriwijaya University South Sumatera Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra adalah sebagai berikut. Gambar 3.1 Desain Penelitian 34 35 Penjelasan dari skema gambar

Lebih terperinci

Studi Modifikasi standard Backpropagasi

Studi Modifikasi standard Backpropagasi Studi Modifikasi standard Backpropagasi 1. Modifikasi fungsi objektif dan turunan 2. Modifikasi optimasi algoritma Step Studi : 1. Studi literatur 2. Studi standard backpropagasi a. Uji coba standar backpropagasi

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Karyawan atau tenaga kerja adalah bagian

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan Computer Vision terutama dalam bidang pengenalan wajah berkembang pesat, hal ini tidak terlepas dari pesatnya

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pikir

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pikir BAB 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pikir Pengenalan sidik jari merupakan salah satu metode yang diterapkan pada teknologi yang digunakan manusia seperti pada mesin absensi, alat pengamanan pada brankas dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE Warih Maharani Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh Sudharmadi Bayu Jati Wibowo

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Modifikasi Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Stasiun Klimatologi Siantan Fanni Aditya 1)2)*, Joko Sampurno 2), Andi Ihwan 2) 1)BMKG Stasiun

Lebih terperinci

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan JURNAL TEKNIK POMITS 1-7 1 Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Dhita Azzahra Pancorowati, M. Arief Bustomi Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Dahriani Hakim Tanjung STMIK POTENSI UTAMA Jl.K.L.Yos Sudarso Km 6.5 Tanjung Mulia Medan notashapire@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION Alvama Pattiserlihun, Andreas Setiawan, Suryasatriya Trihandaru Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Landasan teori ini secara umum berisi dua hal penting, yaitu kerangka teori dan pola

BAB 2 LANDASAN TEORI. Landasan teori ini secara umum berisi dua hal penting, yaitu kerangka teori dan pola 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Landasan teori ini secara umum berisi dua hal penting, yaitu kerangka teori dan pola pikir dari penulis. Sebagai kerangka teori, penulis menyajikan sejumlah teori yang relevan dengan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI SIDIKJARI DENGAN PEMROSESAN AWAL TRANSFORMASI WAVELET Minarni *

KLASIFIKASI SIDIKJARI DENGAN PEMROSESAN AWAL TRANSFORMASI WAVELET Minarni * KLASIFIKASI SIDIKJARI DENGAN PEMROSESAN AWAL TRANSFORMASI WAVELET Minarni * Abstrak Penelitian ini membahas sistem klasifikasi sidikjari. Citra sidikjari diproses awal dengan transformasi wavelet sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK Naskah Publikasi disusun oleh Zul Chaedir 05.11.0999 Kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) Intelligent Systems Pembahasan Jaringan McCulloch-Pitts Jaringan Hebb Perceptron Jaringan McCulloch-Pitts Model JST Pertama Diperkenalkan oleh McCulloch

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 32 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang analisis sistem melalui pendekatan secara terstruktur dan perancangan yang akan dibangun dengan tujuan menghasilkan model atau representasi

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 105 SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Anindita Septiarini Program Studi Ilmu Komputer FMIPA,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab 2 ini berisi tentang pembahasan teori-teori tentang jaringan syaraf tiruan, Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab 2 ini berisi tentang pembahasan teori-teori tentang jaringan syaraf tiruan, Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 ini berisi tentang pembahasan teori-teori tentang jaringan syaraf tiruan, Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ). 2.1. Algoritma Algoritma adalah urutan langkah-langkah

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci