BAB IV ANALISIS DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS DATA"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS DATA Bab ini merupakan pembahasan mengenai analisa suatu studi tentang peranan penatalayanan gereja di dalam usaha pencapaian kemandirian gereja dalam bidang dana di GPIB Kasih Karunia Medan. Penulis akan menganalisis data data yang diperoleh melalui hasil penelitian lapangan. Penulis akan menggunakan penjabaran deskriptif, yakni dengan menjabarkan pelaksanaan penatalayanan dan peranannya terhadap kemandirian gereja dalam bidang dana. Data data yang diperoleh tersebut akan ditinjau secara kritis dengan menggunakan teori teori yang telah dituliskan pada Bab II. Analisa ini bertujuan untuk menjawab kedua tujuan penelitian seperti yang tertulis pada Bab I, yakni: a. Mendeskripsikan peranan penatalayanan terhadap kemandirian dan gereja di GPIB Kasih Karunia Medan. b. Mendeskripsikan usaha penatalayanan guna mencapai kemandirian dana gereja di GPIB Kasih Karunia Medan Seputar Penatalayanan GPIB GPIB lahir dari lingkungan GPI, yang hadir pada masa pemerintahan Hindia Belanda melalui perusahaan dagang VOC. GPI dikenal dan dicirikan sebagai gereja negara selama pemerintahan Hindia Belanda, yang mana kehadiran GPI masih sarat dengan kepentingan politik pemerintahan Hindia Belanda. GPI dicirikan dengan gereja negara dikarenakan administrasi dan keuangan gereja menjadi tanggung jawab negara, sehingga teologi dan eksistensi gereja dibatasi oleh pemerintah pada masa itu. Masa pendudukan Jepang, gereja gereja di Indonesia khususnya gereja yang berasal dari lingkungan GPI mengalami perubahan yang hebat. Gereja gereja menghadapi tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas pelayanannya. Hubungan yang dibangun selama masa pendudukan Belanda antara gereja dengan pihak pihak luar negeri praktis 57

2 terputus. Demikian juga dengan sumber pemasukan dan pembiayaan gereja, yang tidak lagi menerima bantuan baik dari pemerintah Hindia Belanda maupun dari lembaga lembaga yang ada di luar negeri. Keadaan ini terus berlanjut hingga pada masa kemerdekaan. Keadaan ini menjadi titik tolak bagi gereja, sehingga gereja dituntut untuk mandiri dalam segala aspek (teologi, daya dan dana). Perubahan situasi yang terjadi di Indonesia membuat gereja untuk dapat menyesuaikan diri dengan konteks yang ada. Lahirnya GPIB ditandai dengan munculnya semangat kesadaran akan bergereja pada diri bangsa Indonesia dalam bentuk gereja lokal. Semangat bergereja ini berbenturan dengan perubahan situasi yang ada, sehingga menuntun GPIB untuk menata dirinya.. Gereja yang dapat membangun teologinya sendiri, mengatur dan mengembangkan sumber daya yang dimilikinya, serta dapat membiayai kebutuhannya dalam bidang dana. Semuanya ini menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh GPIB pada masa awal pelembagaannya. Sidang Sinode Am ke III di Bogor pada 30 Mei 10 Juni 1948 memberikan tiga tugas pokok kepada badan pekerja Am dalam mempersiapkan pelembagaan GPIB sebagai gereja yang baru dan berdiri sendiri. Salah satu tugasnya adalah menyiapkan tata gereja dan peraturan peraturan gereja. Tata gereja dan peraturan peraturan ini bertujuan untuk mendukung pelaksanaan penatalayanan gereja. Tata gereja merupakan susunan seluruh aturan gereja yang berfungsi untuk mengatur dan memberikan arah bagi seluruh kegiatan gereja sehingga terdapat keserasian, keseimbangan dan keselarasan dalam kehidupan bergereja. Peraturan peraturan yang dimiliki oleh gereja lahir berdasarkan pada tata gereja, karena didalamnya terdapat seluruh gagasan dasar GPIB. Semenjak pelembangaannya, tata gereja dan peraturan peraturan gereja yang dimiliki oleh GPIB terus mengalami perubahan dengan maksud agar GPIB dapat menyesuaikan diri dengan konteksnya. 58

3 Dalam rangka menata dan mengembangkan panggilan dan pengutusannya GPIB didasarkan pada sistem presbiterial sinodal. Pada sistem presbiterial sinodal, para presbiter menata dan mengembangkan persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Sistem presbiterial sinodal yang digunakan oleh GPIB, menetapkan bahwa pelaksana penatalayanan adalah presbiter. Dalam Tata Gereja pada peraturan no. 1 pasal 1 dituliskan, presbiter adalah warga sidi jemaat GPIB yang menyediakan diri secara khusus melalui proses perupaan untuk melayani di GPIB, sebagai pemenuhan panggilan dan pengutusan Kristus dalam rangka mewujudkan gereja missioner. Presbiter terdiri atas: diaken, penatua dan pendeta. Pada tingkat jemaat, persekutuan kerja dari para presbiter yang merupakan pimpinan GPIB di lingkup jemaat kemudian disebut dengan majelis jemaat. Adapun tugas tugas dari majelis jemaat yang tertuang dalam tata gereja peraturan no. 2 pasal 2 yakni: menjabarkan keputusan dan ketetapan persidangan sinode GPIB dan tugas tugas yang dipercayakan oleh majelis sinode dengan berpedoman pada visi dan misi GPIB; membuat dan menetapkan program kerja dan anggaran yang mengacu pada PKUPPG (pokok pokok kebijakan umum panggilan dan pengutusan gereja); menetapkan penatalayanan jemaat dan mengawasi pelaksanaannya. Dalam menjalankan tugas tugasnya tersebut, majelis jemaat dibantu oleh pelayanan kategorial (pelkat), komisi komisi maupun unit unit missioner yang dimiliki oleh gereja. Penjelasan Akardy mengenai etika penatalayan, bahwa penatalayan adalah jabatan yang diberikan, yang didalamnya terdapat wewenang kemudian penatalayan adalah jabatan yang ditetapkan dalam jangka waktu tertentu, sehingga tugas penatalayanan hanya dapat dilaksanakan selama masa jabatan itu masih berlaku. Penjelasan Akardy ini sejalan dengan sistem penatalayanan yang dirumuskan oleh GPIB. Dalam GPIB penatalayan dilaksanakan oleh presbiter. Presbiter selaku penatalayan memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus 59

4 dilaksanakan, dan presbiter bertugas dalam jangka waktu yang telah ditetapkan yakni lima tahun. GPIB memahami dirinya sebagai gereja misioner, maksudnya gereja yang secara konsisten menjalankan misi yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus untuk menyebarkan Injil dalam berbagai bentuk dan pola. Gereja missioner memahami aktivitas misinya dijalankan sesuai dengan visi gereja, yakni menjadi gereja yang mewujudkan damai sejahtera bagi seluruh ciptaan-nya. Selaku gereja misioner, GPIB dibawa untuk tidak terjebak dalam sikap yang statis, melainkan harus jeli melihat lingkungan serta konteks yang menyekitarinya. Dengan begitu gereja menjalankan misinya di semua tempat dan waktu. Penulis berpendapat, bahwa secara garis besar GPIB selaku gereja missioner telah melaksanakan tugas yang dimandatkan oleh Allah untuk mengatur dan mengelola rumah tangga gereja dengan baik. Secara historis pelembagaan GPIB sebagai gereja yang mandiri mendapatkan suatu tantangan yang hebat, karena pada masa itu gereja tidak lagi menjadi tanggung jawab dari pemerintah. Melainkan gereja bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Hal ini terjadi dikarenakan kebijakan dari pemerintah untuk memisahkan administrasi dan keuangan gereja dari tanggung jawab negara. Penatalayanan yang baik ini salah satunya, dapat dilihat dari tata gereja yang dirumuskan dan diamandemen pada tahun 2010 untuk menyesuaikan dengan konteks yang menyekitari gereja dan PKUPPG yang dirumuskan oleh gereja sebagai acuan jangka panjang untuk pelaksanaan pelayanan dan kesaksian gereja Penatalayanan Gereja Menurut GPIB Kasih Karunia Sairin menyatakan, rumusan mengenai eksistensi gereja, yakni: gereja bukan dari dunia ini, namun ia diutus kedunia. Identitas yang dimiliki oleh gereja sebagai suatu lembaga menjelaskan kehadirannya yang bukan berasal dari dunia ini melainkan atas campur tangan Allah yang mengutus gereja. Identitas ini yang membedakan gereja dengan lembaga lembaga lainnya. Penulis setuju dengan rumusan yang dinyatakan oleh Sairin. Gereja 60

5 dipahami sebagai persekutuan yang didirikan oleh Allah, dan bersamaan dengan itu gereja juga diutus untuk berkarya di tengah dunia ini. Tujuan dari gereja ini dimaksudkan untuk menghadirkan damai sejahtera Allah di dunia. Gereja diutus juga dipahami bahwa gereja memiliki tugas yang diberikan oleh Allah. Tugas tersebut membawa gereja untuk dapat memahami konteks yang ada disekitarnya. Penatalayanan yang dilakukan oleh gereja merupakan penataan terhadap kasih karunia yang Allah percayakan kepada gereja. Kasih karunia ini dapat berupa non materi maupun materi, yang kemudian oleh penulis disebutkan dengan potensi dan sumber daya. Potensi adalah kemampuan yang dapat dikembangkan, dan sumber daya adalah faktor produksi yang bersifat materi maupun non-materi yang dimiliki seperti tanah, sumber daya manusia, uang, barang dan sebagainya. Hasil wawancara menggambarkan bahwa penatalayanan merupakan suatu tugas yang dilaksanakan oleh gereja dalam mengatur dan mengelola rumah tangga gereja, yang ditambah dengan memberdayakan setiap potensi dan sumber daya yang dimiliki untuk menghadirkan tujuan dari gereja, yakni menghadirkan damai sejahtera. Tugas penatalayanan ini diikuti dengan tanggung jawab. Menurut Ihalauw, pelaksanaan penatalayanan harus berdasarkan pada visi gereja. Disini Ihalauw ingin menyampaikan bahwa pelaksanaan penatalayanan tidak boleh keluar dari cita cita GPIB yakni visi GPIB, sehingga pelaksanaan penatalayanan dapat berjalan dalam koridor tersebut. Adapun Visi GPIB yakni: menjadi gereja yang mewujudkan damai sejahtera bagi seluruh cipataan Nya. Visi ini menjadi cita cita yang akan diwujudnyatakan oleh GPIB terkait dengan eksistensinya di tengah tengah dunia khususnya di Indonesia. Kehadiran GPIB memiliki tujuan untuk menghadirkan damai sejahtera, bukan hanya terhadap sesama manusia tetapi bagi seluruh ciptaan Nya. Untuk itu penatalayanan 61

6 yang dilaksanakaan oleh gereja, bertujuan untuk mewujudkan visi GPIB yang telah dirumuskan. Menurut Evi, penatalayanan gereja dilaksanakan oleh pengurus harian majelis jemaat (PHMJ), melalui tugas dan tanggung jawabnya masing masing. Pengurus harian majelis jemaat 1 merupakan suatu struktur kepemimpinan yang bertujuan sebagai pelaksana sehari hari dari keputusan sidang majelis jemaat (SMJ). PHMJ dipilih dan ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan gereja sesuai dengan program kerja gereja yang telah diputuskan dan berdasarkan PKUPPG. PHMJ merupakan representasi harian dari majelis jemaat yang memiliki masa jabatan selama dua tahun enam bulan. Penulis tidak sependapat dengan Evi, karena menurut GPIB seperti yang tertuang pada tata gereja GPIB 2010 peraturan no. 1 pasal 1 ayat 4, yakni: presbiter adalah pelaksana penatalayanan di dalam gereja dan jemaat. Berdasarkan tata gereja GPIB peraturan no.1 pasal 1 ayat 4 ini, yang dimaksudkan dengan penatalayan adalah presbiter, yakni diaken, penatua dan pendeta. Kemudian persekutuan dari para presbiter ini disebut dengan majelis jemaat yang merupakan pimpinan GPIB pada tingkat jemaat. Presbiter yang dimaksudkan bukanlah presbiter yang berada dalam struktur kepemimpinan PHMJ melainkan keseluruhan presbiter. PHMJ hanya representasi dari harian dari majelis jemaat. Menurut David, penatalayanan memiliki pengertian yang sama dengan manajemen. Sugiyo Wiryoputro memberikan pengertian manajemen adalah ilmu dan seni dari suatu proses usaha perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengendalian kegiatan penggunaan sumber daya manusia serta benda dalam suatu organisasi agar tercapainya tujuan dari organisasi tersebut secara efektif dan efisien. 2 Sedangkan pengertian penatalayanan adalah tugas yang dipercayakan oleh Allah kepada manusia untuk mengelola setiap sumber daya yang diberikan, yang disertai dengan rasa tanggung jawab. 1 Lihat tugas tugas PHMJ pada Bab III hal Sugiyanto Wiryoputro, Dasar Dasar Manajemen Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 2. 62

7 Penatalayanan merupakan tugas yang Allah mandatkan sedangkan manajemen adalah ilmu atau seni untuk mengatur dan mengelolah suatu organisasi untuk mencapai tujuan dari organisasi. Dengan begitu penulis tidak sependapat dengan David yang menyamakan penatalayanan dengan manajemen. Menurut penulis, pokok utama yang membedakan antara penatalayanan dengan manajemen adalah mengenai pemahaman terhadap kepemilikan dan tanggung jawab. Penulis memahami bahwa manajemen tidak dapat disamakan dengan penatalayanan, tetapi dalam praksis penatalayanan memerlukan ilmu manajemen. Penatalayanan gereja harus dipahami bahwa penatalayanan yang dilakukan oleh gereja merupakan kepercayaan yang Allah berikan kepada gereja untuk melaksanakan pekerjaannya. Sehingga pelaksanaan penatalayanan berpedoman pada Firman Tuhan. Cooper White mengatakan bahwa pelaksanaan penatalayanan harus didasari dengan spiritualitas, dengan artian bahwa penatalayanan disertai dengan memikul salib Tuhan. Tujuannya agar penatalayan tidak keluar dari identitasnya sebagai murid Tuhan. Penulis setuju dengan gagasan Cooper White mengenai hal ini. Menurut penulis, apabila penatalayanan tidak didasari pada spiritualitas maka penatalayan yang mengurus rumah tangga gereja akan berpatokan pada kehendaknya sendiri, bukan pada kehendak tuannya yakni Allah. Penulis disini melihat, GPIB Kasih Karunia Medan melalui para narasumber yang menjadi representasi telah memiliki pemahaman yang masih kurang akan makna dan pelaksanaan penatalayanan gereja. Dapat dilihat dalam pernyataan pernyataan yang dikeluarkan oleh narasumber. Menurut penulis, hal ini terjadi karena sebagian narasumber (dua orang) tidak memiliki latar belakang pendidikan teologi. Sehingga sulit bagi narasumber untuk menjelaskan terminologi penatalayanan secara akurat. Tetapi secara garis besar narasumber dapat memahami penatalayanan dan bagaimana penatalayanan itu. 63

8 4.3. Peranan dan Usaha Penatalayanan dalam Kemandirian dana GPIB Kasih Karunia Praksis penatalayanan gereja tidak hanya berkaitan dengan tanggung jawab untuk mengatur atau menggunakan potensi dan sumber daya yang ada, melainkan gereja juga memiliki tanggung jawab untuk mengelola potensi dan sumber daya tersebut. Gereja dipanggil untuk menjalankan tanggung jawabnya selaku penatalayan dengan memberdayakan, memanfaatkan, mengelola dan memperbanyak setiap sumber daya yang dimiliki, untuk pelaksanaan pelayanan dan kesaksian di dalam dunia ini. Kemandirian gereja menurut LDKG adalah suatu upaya bersama yang dilakukan secara terus menerus memperkembangkan segala kemampuan atau potensi yang dimilikinya dan dipergunakan secara bebas dan bertanggung jawab bagi persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Dapat dipahami melalui pengertian kemandirian yang dijabarkan oleh LDKG bahwa kemandirian gereja merupakan suatu usaha yang dilakukan secara berkelanjutan, tidak dapat berhenti. Maksudnya adalah kemandirian merupakan suatu keadaan yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu, sehingga kemandirian bukanlah suatu keadaan yang absolut, yang bilamana telah mencapai suatu keadaan yang mandiri akan tetap bertahan sampai selamanya. Menurut penulis, pemahaman kemandirian yang seperti diatas adalah kekeliruan karena suatu keadaan yang mandiri dapat berubah jika usaha yang dilakukan berhenti. Kemandirian gereja adalah faktor penting yang memungkinkan gereja untuk dapat melaksanakan tugas panggilannya secara bertanggung jawab. Dengan demikian, kemandirian merupakan suatu pra-syarat penting untuk menjelaskan identitas gereja sebagai tubuh Kristus. Sehingga usaha kemandirian gereja adalah tugas yang tidak dapat dikesampingkan. David dan Ryan mempunyai pemahaman yang sama akan kemandirian gereja dalam bidang dana. Mereka berpendapat kemandirian dalam bidang dana merupakan suatu kemampuan gereja untuk mendapatkan dana guna membiayai segala kebutuhannya. Gereja 64

9 merupakan suatu organisasi atau lembaga yang membutuhkan dana untuk menjalankan roda organisasinya. Selaku gereja yang mandiri, kebutuhan gereja akan dana dapat terpenuhi oleh gereja itu sendiri tanpa meminta bantuan dari yang lain. Ryan menambahkan, bahwa sumber sumber dana yang dimiliki oleh gereja berasal dari warga jemaat melalui persembahan, perpuluhan maupun sumbangan yang diberikan kepada gereja. Disisi yang lain, David berpendapat bahwa gereja yang mandiri adalah gereja yang dapat mengusahakan kebutuhan dananya sendiri. Jadi pemasukan dana gereja tidak lagi bergantung dari pemberian warga jemaat. Maksudnya, gereja dapat berusaha untuk memenuhi kebutuhannya akan dana. Banyak sedikitnya pemberian jemaat, tidak menjadi permasalahan bagi gereja, karena gereja dapat mencukupkan kebutuhannya atas hasil usahanya. Hal serupa juga diutarakan oleh Ryan, bahwa melalui penatalayanannya gereja dapat berusaha menghasilkan sumber pemasukan yang baru selain dari pemberian jemaat. David dan Ryan mengatakan, kemandirian gereja dalam bidang dana dapat tercapai bilamana gereja mau mengembangkan dan memberdayakan sumber daya yang dimilikinya agar dapat menghasilkan sumber pemasukan yang baru, dengan kata lain gereja dituntut untuk berusaha. David menambahkan bahwa usaha yang gereja lakukan bukanlah usaha yang bersifat sementara melainkan usaha yang berkelanjutan sehingga sumber pemasukan melalui hasil usaha gereja tetap ada. Tujuan dari usaha yang dilakukan oleh gereja bukanlah semata mata untuk memperkaya gereja, melainkan dana yang dihasilkan melalui hasil usaha tersebut dapat dipergunakan untuk melaksanakan misi dan pelayanan gereja. Sehingga gereja dapat tertantang untuk melakukan pelayanan yang lebih besar lain. Hal yang sama diutarakan oleh Ryan, usaha yang dilakukan oleh gereja ini harus tetap berjalan dalam koridornya. Edgar Walz juga menyampaikan hal yang sama terkait dengan peranan uang dalam gereja. Gereja yang memahami misinya akan memandang uang sebagai alat untuk digunakan dalam pelaksanaan misi gereja. Sehingga kemampuan gereja untuk mendapatkan atau 65

10 menghasilkan dana dalam jumlah yang lebih besar akan dijadikan sebagai tantangan bagi gereja untuk membuat kegiatan pelayanan dan kesaksian yang lebih besar lagi. Menurut Evi, sumber pemasukan dana yang utama di Kasih Karunia berasal dari warga jemaat selain itu gereja juga dituntut untuk berusaha agar dapat menghasilkan sumber pemasukan dana yang baru guna mendukung pelaksanaan misi dan pelayanan gereja. Evi memiliki pendapat yang hampir mirip dengan David dan Ryan. Evi juga menyatakan bahwa gereja juga harus berusaha sehingga memiliki sumber pemasukan dana yang lain selain dari pemberian jemaat. Tetapi pendapat Evi selanjutnya sangat berbeda dengan dua narasumber tersebut, ia berpendapat bahwa kemandirian dalam bidang dana merupakan tugas dari ketua IV PHMJ. Sehingga kemandirian dana gereja dapat terwujud jika didukung dengan peran aktif dari ketua IV PHMJ. Pandangan Ihalauw terkait dengan penatalayanan dan kemandirian dalam bidang dana, disampaikan dengan sangat keras. Menurut Ihalauw banyak orang menilai bahwa peranan penatalayanan terkait dengan keuangan hanyalah mengenai pengaturan. Jika hal seperti ini terjadi maka warga jemaat akan menjadi korban. Karena gereja hanya mengatur keluar masuknya keuangannya. Dan bilamana gereja membutuhkan dana maka gereja akan meminta kepada warga jemaatnya atau menaikkan iuran persembahan tetap bulanan atau menerapkan perpuluhan, kesemuanya ini dilakukan karena sumber pemasukan keuangan gereja hanya berasal dari pemberian warga jemaat. Beliau juga menyampaikan bahwa di GPIB Kasih Karunia praksis penatalayanan terkait dengan kemandirian dalam bidang dana belum berjalan dengan baik dan semestinya. Karena, pada saat ini gereja masih mengharapkan pemberian warga jemaat untuk mencukupkan kebutuhannya. Berdasarkan pendapat Ihalauw, dapat dilihat bahwa peranan penatalayanan penting dalam pencapaian kemandirian dalam bidang dana. Pemahaman dan penerapan praksis penatalayanan yang salah oleh gereja akan berdampak pada warga jemaat yang menjadi 66

11 korban. Penatalayanan dalam kaitan dengan kemandirian dalam bidang dana harus dipahami sebagai suatu kemampuan gereja untuk menggali sumber sumber kekayaan dan untuk melipatgandakan, mengamankan dan menggunakannya secara tepat-guna harta benda yang diberikan oleh Tuhan untuk pelaksanaan misi gereja. Hasil temuan penulis dalam penelitiannya, yakni: jikalau melihat pemasukan keuangan gereja yang tertulis dalam program kerja gereja, maka dapat dilihat gereja memiliki dua sumber pemasukan yakni: pemasukan dari sektor rutin dan sektor program. Sumber pemasukan rutin diperoleh melalui persembahan syukur, persembahan tetap bulanan, kolekte, sumbangan dan pengembalian piutang gereja. Sedangkan sumber pemasukan program diperoleh melalui usaha dana yang dilakukan oleh panitia/ komisi maupun pelkat yang sifatnya accidentaly. GPIB memahami sumber pemasukan keuangan gereja berasal dari tiga sumber, yakni: melalui sektor rutin, program dan proyek. Dengan hanya terdapatnya dua sumber tersebut maka GPIB Kasih Karunia belum memiliki sumber pemasukan keuangan dari sektor proyek, yang dapat diperoleh melalui usaha pemberdayaan yang dilakukan oleh gereja terhadap potensi dan sumber daya yang ada. Berdasarkan rencana program dan anggaran GPIB Kasih Karunia: 92,90% pemasukan dana gereja berasal dari warga jemaat yakni persembahan dan kolekte; 3,46% pemasukan dana gereja berasal dari penerimaan rutin yakni dalam bentuk pengembalian pinjaman pegawai dan jasa giro/ bunga bank; sedangkan 3,64% berasal dari hasil usaha dana komisi komisi, penjualan kalender dan keranjang kasih untuk persidangan, yang kesemuanya merupakan kegiatan yang bersifat sementara. Yang dimaksudkan dengan persembahan adalah persembahan tetap bulanan (PTB), dan persembahan syukur. Kolekte berasal dari kolekte ibadah minggu, perjamuan kudus, ibadah jumat agung, ibadah natal, tahun baru, hari nasional, ibadah syukur, ibadah keluarga dan ibadah pelayanan kategorial (Pelkat). 67

12 Dengan melihat data rencana program dan anggaran GPIB Kasih Karunia ini, maka pemasukan keuangan GPIB Kasih Karunia Medan masih mengandalkan dari warga jemaatnya. Gereja masih bersikap pasif, dalam artian bahwa gereja hanya menerima dan mengatur penerimaan itu tanpa berusaha untuk melakukan tindakan yang lebih jauh terhadap penerimaan tersebut. Maksudnya adalah gereja tidak memperlihatkan suatu usaha yang lain untuk memungkinkan gereja agar tidak bergantung dari pemberian warga jemaat. Gereja melupakan aspek produktivitas melalui hasil usaha yang dilakukan. Tata gereja GPIB tidak melarang gereja untuk melakukan suatu usaha yang dapat menghasilkan pemasukan yang baru bagi gereja. Malahan tata gereja memberikan jalan bagi gereja untuk memiliki suatu usaha. Hal ini terdapat dalam tata gereja no. 12 pasal 1, badan usaha milik gereja (BUMG) adalah badan hukum GPIB yang merupakan badan pelaksana kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan semangat gerejawi dan bermanfaat sebagai saran pendukung yang menunjang dan menumbuh kembangkan kemandirian GPIB. BUMG dapat menjadi alat bagi gereja yang dapat dipakai untuk kepentingan mendukung pelayanan gereja. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh BUMG akan memberikan sumber pemasukan keuangan yang baru bagi gereja. Acuan jangka panjang PKUPPG ( ) merumuskan tugas misinya sebagai berikut, memantapkan spiritualitas umat untuk membangun dan mengembangkan GPIB sebagai gereja misioner yang membawa damai sejahtera Yesus Kristus di tengah tengah masyarakat dan dunia. Eksistensi dari BUMG yang terdapat dalam tata gereja, diharapkan terwujud dalam acuan jangka panjang PKUPPG sebagai strategi untuk mencapai sasaran tersebut. Beberapa sasaran yang hendak dicapai oleh GPIB dalam bidang dana dalam kaitannya dengan jemaat, yakni: badan usaha milik gereja sudah berperan untuk membantu majelis jemaat, tersedianya sumber dana yang dapat membiayai seluruh kebutuhan pos pos Pelkes, tersedianya sumber daya dan dana yang optimal yang dapat digunakan dan dikelola 68

13 secara teratur dalam koridor hukum yang ditaati bersama oleh semua unsur unsur dalam sistem GPIB. Salah satu strategi untuk mencapai sasaran tersebut adalah gereja didorong untuk memanfaatkan aset yang tidak aktif untuk dijadikan modal bagi BUMG. Pandangan Pipper dalam penatalayanan gereja, uang diikutsertakan dalam pengabdian kepada Tuhan. Uang tidak lagi diutamakan fungsi materinya, melainkan fungsi rohaninya. Pipper sejalan dengan Edgar Walz yang mengatakan, melalui uang gereja akan dipanggil untuk melayani maksud dan kehendak Allah. Sehingga uang dipakai sebagai alat untuk mengungkapkan kasih dan pelayanan serta menjadi alat untuk memuliakan Allah. Penulis sependapat dengan Pipper maupun Walz, dengan uang gereja dapat melaksanakan pelayanan yang lebih besar. Melihat fungsi rohani dari uang, maka gereja dapat melihat betapa pentingnya posisi uang sebagai alat dalam melaksanakan pelayanan dan kesaksian gereja. Dengan mengutamakan fungsi rohani dari uang tersebut, maka gereja akan melihat bahwa kemandirian dalam bidang dana dan memiliki sumber pemasukan baru yang berasal atas hasil usaha gereja menjadi penting untuk diwujudkan melalui penatalayanan gereja. Penulis berpendapat bahwa GPIB Kasih Karunia Medan belum dapat dikatakan sepenuhnya mandiri dalam bidang dana, berdasarkan pemahaman kemandirian dana yang dirumuskan dalam LDKG. Adapun kemandirian dana menurut LDKG adalah kemampuan gereja untuk menggali sumber sumber kekayaan dan untuk melipatgandakan, mengamankan dan menggunakan secara tepat guna harta benda yang diberikan Tuhan untuk pelaksanaan misi gereja. Dalam GPIB Kasih Karunia, sumber pemasukan keuangan gereja masih mengandalkan pemberian dari warga jemaat. Sedangkan kegiatan pelipatgandaan, ataupun usaha yang dilakukan oleh gereja melalui BUMG nya belum terjuwud-nyata. Ketergantungan gereja terhadap pemberian warga jemaat dapat berdampak buruk bagi keberlangsungan gereja. Dengan keadaan seperti ini penulis berpendapat bahwa berkaitan dengan kemandirian dana, peranan penatalayanan belum dilaksanakan secara maksimal. 69

14 Usaha usaha maupun peranan penatalayanan dalam pencapaian kemandirian dana pada GPIB Kasih Karunia Medan masih bersifat konvensional. Konvensial maksudnya sumber pemasukan dana yang dimiliki oleh gereja masih mengandalkan pemberian dari warga jemaat. Pentalayanan masih sebatas pengaturan keluar masuknya keuangan, dan belum sampai pada tahapan untuk memberdayakan dana yang dimiliki oleh gereja. Penulis setuju dengan teori Cunningham, penatalayanan ketika dipahami secara benar maka akan menyediakan sebuah model yang unik untuk hidup yang kreatif. Teori Cunningham ini mendukung pendapat pendapat para narasumber, bahwa untuk mencapai kemandirian dana maka gereja harus memiliki suatu usaha dengan memberdayakan segala potensi dan sumber daya yang ada pada gereja sehingga dapat menghasilkan sumber pemasukan keuangan yang baru Bisnis Sebagai Suatu Alternatif Gereja tidak dapat terus bergantung pada pemasukan keuangan yang bersifat konvensional, sehingga penulis memberikan gagasan bahwa gereja juga dapat memikirkan pemasukan keuangan yang bersifat inkonvensional yakni sumber pemasukan keuangan yang tidak berasal dari pemberian jemaat atau dalam GPIB disebut dengan sumber pemasukan dari sektor proyek. Sumber pemasukan proyek merupakan pemasukan keuangan yang diperoleh melalui usaha pemberdayaan terhadap potensi atau kemampuan yang dimiliki oleh gereja sehingga dapat menghasilkan pemasukan bagi gereja. Menurut penulis, bisnis dapat dijadikan suatu alternatif bagi gereja yang mendatangkan pemasukan keuangan yang bersifat inkonvensional. Pemasukan keuangan dari sektor inkonvensional tidak dapat terpisahkan dari pemasukan konvensional. Maksudnya, usaha inkonvensional yang dilakukan oleh gereja harus dilaksanakan sebagai cara pengelolahan yang kreatif dan produktif atas pemberian jemaat (persembahan, kolekte dan lain lain). 70

15 Menurut Eka Darmaputera, tradisi Kristen memiliki pandangan yang dualistik tentang bisnis. Disatu sisi, gereja dan bisnis seringkali dilihat dalam bingkai dikotomi sakral profan. Gereja dianggap sebagai yang rohani dan suci serta terdapat citra akan kesalehan, kejujuran dan moral baik, sedangkan bisnis itu duniawi dan kotor serta melekat tipu daya dan moral jahat. Sedangkan disisi lain, kegiatan bisnis dianggap sebagai sumber pemasukan dana inkonvensional bagi gereja dan berguna untuk mendukung misi dan pelayanan gereja. 3 Bisnis yang dilaksanakan oleh gereja dipandang sebagai alat yang dipakai oleh gereja yang dapat dipakai untuk mendukung pelayanan dan misi gereja. Bisnis dapat menjadi rohani jika dilaksanakan sesuai dengan nilai nilai Kristiani. Sedgwick dalam Mastra mengemukakan atribut atribut yang diperlukan untuk keberhasilan bisnis, seperti kreatifitas, inovasi, inisiatif, kemampuan meyakinkan orang, pengambilan resiko, kemampuan menganalisa dan kebebasan yang bertanggung jawab, yang kesemuanya itu dilaksanakan dengan tidak bertentangan dengan nilai nilai Kristiani. 4 Iman Kristen kaya akan nilai nilai yang sangat fundamental dalam melaksanakan bisnis. Visi bisnis yang hanya semata mata mengejar laba tanpa memperdulikan lingkungan, mengeksploitasi tenaga manusia tanpa memperhatikan kesehatan pekerja, memakai segala cara termasuk KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), menjual barang dengan kualitas rendah, dan menggunakan segala cara untuk mematikan bisnis orang lain yang menjadi kompetitornya, kesemua visi bisnis yang seperti ini bertolak belakang dengan iman Kristen. Eka darmaputera menekankan bahwa bisnis dilaksanakan dalam iman Kristen dan menjadikan ajaran Kristus sebagai dasarnya. Bisnis sarat dengan dimensi etika dan moral 3 Eka Darmaputera, Etika Sederhana Untuk Semua: Bisnis, Ekonomi dan Penatalayanan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), Made Gunaraksawati Mastra, Teologi Kewirausahaan, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen dan UKDW, 2009),

16 yang terkait dengan iman Kristen. Oleh karena itu, bisnis yang dijalankan oleh gereja diikuti dengan pengaplikasian iman Kristen secara utuh. 5 Adapun penulis mencoba untuk memberikan suatu alternatif terhadap bisnis yang dapat dilaksanakan oleh gereja, yakni: usaha katering dan toko buku Kristen. Pertama, usaha katering yang diusulkan oleh penulis bertujuan untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan dalam hal santapan makan seperti snack, nasi kotak maupun prasmanan pada masyarakat umum dan khususnya kepada warga jemaat serta gereja. Kedua, usaha toko buku Kristiani yang diusulkan oleh penulis bertujuan untuk memenuhi literatur literatur Kristiani yang bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman teologi umat Kristen, khususnya warga jemaat dan para presbiter. Usaha usaha yang dilakukan oleh gereja ini bukan sekedar untuk mencari laba, tetapi juga dapat meningkatkan ekonomi jemaat dengan terbukanya lapangan pekerjaan. Hasil dari keuntungan dari usaha usaha dari badan usaha milik gereja ini dapat digunakan untuk menunjang program dan kegiatan pelayanan gereja. Melalui kegiatan usaha ini gereja telah mengupayakan sumber pemasukan melalui sektor program dalam pemahaman GPIB atau sektor inkonvensional dalam pemahaman penulis. 5 Adji Ageng Sutama et.al., Bergumul Dalam Pengharapan: Buku Penghargaan Untuk Pdt. Dr. Eka Darmaputera, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004),

Lampiran Verbatim Wawancara NARASUMBER I: DAVID TUERAH Wawancara dengan mantan ketua pemuda GPIB Kasih Karunia Medan David Tuerah, 15 Maret 2012

Lampiran Verbatim Wawancara NARASUMBER I: DAVID TUERAH Wawancara dengan mantan ketua pemuda GPIB Kasih Karunia Medan David Tuerah, 15 Maret 2012 Lampiran Verbatim Wawancara NARASUMBER I: DAVID TUERAH Wawancara dengan mantan ketua pemuda GPIB Kasih Karunia Medan David Tuerah, 15 Maret 2012 : Bung pernah mendengar kata penatalayanan? Bung David :

Lebih terperinci

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA 2.1. Manajemen Asset Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan menyelesaikan persoalan bersama-sama dengan orang lain dimana memahami bahwa setiap aktivitas

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN

BAB III HASIL PENELITIAN BAB III HASIL PENELITIAN Bab ini berisikan tentang pemaparan hasil hasil penelitian yang didapati oleh penulis. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian deskriptif kualitatif,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus 1. Sebagai kehidupan bersama religius,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kajian

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kajian BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kajian 1.1.1. Kemandirian Gereja, Antara Impian dan Kenyataan Hingga dewasa ini pada kenyataannya kita masih menemukan adanya gereja gereja yang belum dapat secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk memperoleh data lapangan guna penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif sangat mengandalkan manusia

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB PEMBUKAAN Sesungguhnya Allah didalam Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia. Ia adalah sumber kasih, kebenaran, dan hidup, yang dengan kuat kuasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian dalam bidang daya dan kemandirian dalam bidang dana. 1 Kemandirian dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian dalam bidang daya dan kemandirian dalam bidang dana. 1 Kemandirian dalam 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penatalayanan merupakan tanggung jawab gereja, ketika berada di tengah tengah dunia ini. Penatalayanan bukan merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh gereja.

Lebih terperinci

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian BAB III Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB 1. Sejarah Singkat GPIB GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian dari GPI (Gereja Protestan Indonesia) yang dulunya bernama

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat GPIB Jemaat Bethesda Sidoarjo

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat GPIB Jemaat Bethesda Sidoarjo BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat GPIB Jemaat Bethesda Sidoarjo Sekitar tahun 1963 setelah keluarga dalam jemaat menjadi ± 10 keluarga, maka dipilihlah anggota Majelis jemaat, lalu dimintakan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) PEMILIHAN PELAKSANA HARIAN MAJELIS JEMAAT MASA BAKTI 2017 s.d 2020

PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) PEMILIHAN PELAKSANA HARIAN MAJELIS JEMAAT MASA BAKTI 2017 s.d 2020 PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) PEMILIHAN PELAKSANA HARIAN MAJELIS JEMAAT MASA BAKTI 2017 s.d 2020 I. Dasar Pelaksanaan Tata Gereja GPIB tahun 2015 1. Tata Dasar, Bab IV ttg Penatalayanan Gereja 2. Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat menjangkau seluruh jemaatnya agar dapat merasakan kehadiran Allah ditengahtengah kehidupannya. Dengan itu maka,

Lebih terperinci

Spiritualitas Penatalayanan

Spiritualitas Penatalayanan Spiritualitas Penatalayanan Oleh: Pnt. Virgo Tri Septo A. Lokakarya Penatalayanan Majelis dan Badan Pelayanan Jemaat GKI Madiun Minggu, 24 September 2017 Apa itu Penatalayanan? Penatalayanan adalah segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-

Lebih terperinci

Jakarta, 22 Agustus : 3551/VIII-17/MS.XX : 1 (satu) Bundel : Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Fungsionaris Pelaksana Harian Majelis Jemaat

Jakarta, 22 Agustus : 3551/VIII-17/MS.XX : 1 (satu) Bundel : Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Fungsionaris Pelaksana Harian Majelis Jemaat Jakarta, 22 Agustus 2017 Nomor Lamp Perihal : 3551/VIII-17/MS.XX : 1 (satu) Bundel : Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Fungsionaris Pelaksana Harian Majelis Jemaat Kepada Yth. : Seluruh Majelis Jemaat GPIB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

PERATURAN PELAKSANAAN MAJELIS JEMAAT NO. 1. Tentang JEMAAT

PERATURAN PELAKSANAAN MAJELIS JEMAAT NO. 1. Tentang JEMAAT PPMJ No. 1 tentang jemaat PERATURAN PELAKSANAAN MAJELIS JEMAAT NO. 1 Tentang JEMAAT P a s a l 1 Pengertian tentang Jemaat Nama, Sejarah dan Pelembagaan Jemaat 1. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH (1) Tata Gereja GKJ adalah seperangkat peraturan yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ dengan tujuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja dalam melaksanakan tugas dan panggilannya di dunia memerlukan beberapa alat pendukung, contohnya: kepemimpinan yang baik, organisasi yang ditata dengan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

UKDW BAB I Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I Latar Belakang Permasalahan BAB I 1. 1. Latar Belakang Permasalahan Pendeta dipandang sebagai tugas panggilan dari Allah, karenanya pendeta biasanya akan dihormati di dalam gereja dan menjadi panutan bagi jemaat yang lainnya. Pandangan

Lebih terperinci

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI PASAL 13 : BADAN PENGURUS SINODE Badan Pengurus Sinode adalah pimpinan dalam lingkungan Sinode yang terdiri dari wakil-wakil jemaat anggota yang bertugas menjalankan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008 PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008 tentang J E M A A T Dengan Kasih Karunia Yesus Kristus, Tuhan dan Raja Gereja BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP Menelaah : Kejadian

Lebih terperinci

BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN

BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN Persembahan identik secara formal dengan memberikan sesuatu untuk Tuhan. Berkaitan dengan itu, maka dari penelitian dalam bab tiga, dapat disimpulkan bahwa, pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

TATA GEREJA PEMBUKAAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN TATA GEREJA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya gereja adalah penyataan Tubuh Kristus di dunia, yang terbentuk dan hidup dari dan oleh Firman Tuhan, sebagai persekutuan orang-orang percaya dan dibaptiskan ke

Lebih terperinci

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

I.1. PERMASALAHAN I.1.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. PERMASALAHAN I.1.1. Latar Belakang Masalah Gereja adalah perwujudan ajaran Kristus. AjaranNya tidak hanya untuk diucapkan, melainkan juga untuk diperlihatkan secara nyata di dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan BAB V PENUTUP Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel Semarang, maka penulis membuat suatu kesimpulan berdasarkan pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Gereja yang ada dan hadir dalam dunia bersifat misioner sebagaimana Allah pada hakikatnya misioner. Yang dimaksud dengan misioner adalah gereja mengalami bahwa dirinya

Lebih terperinci

ANTROPOLOGI ALKITAB (Pelajaran 12) By Dr. Erastus Sabdono. Pemulihan Gambar Diri (Bagian 4)

ANTROPOLOGI ALKITAB (Pelajaran 12) By Dr. Erastus Sabdono. Pemulihan Gambar Diri (Bagian 4) ANTROPOLOGI ALKITAB (Pelajaran 12) By Dr. Erastus Sabdono Pemulihan Gambar Diri (Bagian 4) Proses keselamatan dalam Yesus Kristus pada dasarnya adalah proses menjadikan manusia unggul bagi Tuhan. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan, yang hadir bersama dengan pluralitas agama, adalah konteks kehidupan gerejagereja di Indonesia secara umum, dan gereja-gereja di Jakarta,

Lebih terperinci

GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT (GPIB) PERATURAN PELAKSANAAN MAJELIS JEMAAT (PPMJ) GPIB JEMAAT ZEBAOTH BOGOR

GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT (GPIB) PERATURAN PELAKSANAAN MAJELIS JEMAAT (PPMJ) GPIB JEMAAT ZEBAOTH BOGOR GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT (GPIB) PERATURAN PELAKSANAAN MAJELIS JEMAAT (PPMJ) GPIB JEMAAT ZEBAOTH BOGOR MAJELIS JEMAAT GPIB Jemaat ZEBAOTH Bogor ALAMAT PERATURAN PELAKSANAAN MAJELIS JEMAAT

Lebih terperinci

BAB II PENATALAYANAN DAN KEMANDIRIAN GEREJA. penatalayanan dan kemandirian gereja, dan diakhiri dengan kesimpulan dari penulis.

BAB II PENATALAYANAN DAN KEMANDIRIAN GEREJA. penatalayanan dan kemandirian gereja, dan diakhiri dengan kesimpulan dari penulis. BAB II PENATALAYANAN DAN KEMANDIRIAN GEREJA Bab ini berisikan kerangka pemikiran teoritis dalam studi mengenai penatalayanan dan kemandirian gereja. Pada bab ini penulis akan menguraikan pemahaman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46. BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN Gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil dan ditempatkan di dunia ini mempunyai tugas. Tugas gereja adalah untuk menyatakan hakekatnya sebagai tubuh

Lebih terperinci

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147 IV. PERAN MAJELIS JEMAAT SEBAGAI PEMIMPIN DALAM PEMBERDAYAAN WARGA JEMAAT 4.1 Pemberdayaan sebagai Pembangunan Gereja Dalam Tata Gereja GKI Pemberdayaan berarti memampukan, memberi kesempatan, dan mengijinkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang yang menulis dan meneliti tentang sumber daya manusia. Cardoso (2003) mengatakan salah satu sumber daya yang terdapat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP

BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP 4.1. Pengantar Pada Bab IV ini penulis akan mengunakan teori-teori yang sudah dikemukakan dalam Bab II untuk meninjau permasalahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Masalah Jemaat GKSBS Lembah Seputih merupakan jemaat yang sebagian besar pekerjaan warganya adalah di bidang pertanian. Sekelompok atau sekumpulan orang yang hidup

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat.

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat. BAB IV ANALISA GPIB adalah sebuah gereja yang berasaskan dengan sistem presbiterial sinodal. Cara penatalayanan dengan sistem presbiterial sinodal selalu menekankan: 1. Penetapan kebijakan oleh presbiter

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PROGRAM PELAYANAN DI JEMAAT 1. Pengantar Persidangan Majelis Sinode BNKP ke-56 telah terlaksana dengan baik pada tanggal 3-8 Juli 2012 bertempat di Jemaat BNKP Onolimbu, Resort

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK

III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK 3.1 Sejarah dan Perkembangan GKI Palsigunung Depok Gereja Kristen Indonesia (GKI) merupakan buah penyatuan dari GKI Jawa Barat, GKI Jawa Tengah, dan GKI Jawa Timur. Berdirinya

Lebih terperinci

APAKAH PENATALAYANAN ITU? Kepada orang Kristen, penatalayanan berarti tanggung jawab manusia kepada, dan penggunaan daripadanya, segala sesuatu yang

APAKAH PENATALAYANAN ITU? Kepada orang Kristen, penatalayanan berarti tanggung jawab manusia kepada, dan penggunaan daripadanya, segala sesuatu yang PENATALAYANAN APAKAH PENATALAYANAN ITU? Kepada orang Kristen, penatalayanan berarti tanggung jawab manusia kepada, dan penggunaan daripadanya, segala sesuatu yang dipercayakan Tuhan kepadanya hidup, tubuh,

Lebih terperinci

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika melihat sekilas tentang bagaimana Gereja menjalankan karyanya -khususnya Gereja Kristen Jawa (GKJ)-, memang sangat tampak bahwa Gereja merupakan sebuah organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan iman anak tentunya bukanlah hal yang dapat dianggap sepele. Banyak pihak bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan iman bagi anak-anak kecil

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Pekabaran Injil adalah tugas dan tanggung jawab gereja di tengah dunia. Gereja dipanggil untuk menjadi pekabar Injil (kabar sukacita, kabar

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang BAB IV TINJAUAN KRITIS Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya kita dapat melihat bahwa manusia selalu menyatu dengan kebudayaannya dan budaya itu pun menyatu dalam diri manusia. Karena itu budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang. diambil kemudian menjadi dasar penyusunan

BAB V PENUTUP. Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang. diambil kemudian menjadi dasar penyusunan BAB V PENUTUP Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang diambil kemudian menjadi dasar penyusunan implikasi baik dari aspek teoritis maupun praktis. 5.1

Lebih terperinci

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL Lenda Dabora Sagala STT Simpson Ungaran Abstrak Menghadapi perubahan sosial, Pendidikan Agama Kristen berperan dengan meresponi perubahan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang penting berada dalam gereja. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan gereja sebagai organisasi. Dalam teori Jan Hendriks mengenai jemaat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend. BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I

BAB I BAB I PENDAHULUAN 11. LATAR BELAKANG Kepemimpinan yang baik merupakan salah satu syarat bagi pertumbuhan, kestabilan, dan kemajuan kelompok apa pun. Ini berlaku bagi kelompok berskala raksasa, seperti

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu:

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu: IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu: (1) Kelurahan Kedaton, (2) Kelurahan Surabaya, (3) Kelurahan Sukamenanti, (4) Kelurahan Sidodadi, (5) Kelurahan Sukamenanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik itu organisasi profit maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. Kebijakan mutasi ini dalam organisasi profit berkaitan erat dengan pengembangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS)

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS) TATA GEREJA GKPS 1 GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS) Simalungun Protestant Christian Church Pimpinan Pusat : Pdt. Jaharianson Saragih, STh, MSc, PhD Sekretaris Jenderal : Pdt. El Imanson Sumbayak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan arus globalisasi, maka muncul pula persoalan-persoalan baru yang harus dihadapi oleh sumber daya manusia yang ada di dalam Gereja. Oleh

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS INSTITUSI KEAGAMAAN (KASUS GKPI SENTOSA BARU MEDAN) Murbanto Sinaga

RENCANA STRATEGIS INSTITUSI KEAGAMAAN (KASUS GKPI SENTOSA BARU MEDAN) Murbanto Sinaga Karya Tulis RENCANA STRATEGIS INSTITUSI KEAGAMAAN (KASUS GKPI SENTOSA BARU MEDAN) Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERSEKUTUAN GEREJA KRISTEN PERJANJIAN BARU Diterbitkan oleh: Majelis Pusat Gereja Kristen Perjanjian Baru Daftar Isi BAB I Keanggotaan... 3 BAB II Musyawarah Besar... 4 BAB

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) Diajukan Kepada Fakultas Teologi Sebagai Salah Satu Persyaratan Uji Kelayakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Tulus berarti tindakan yang dilandasi dengan

BAB IV ANALISIS. Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Tulus berarti tindakan yang dilandasi dengan BAB IV ANALISIS Hubungan Gereja dan Negara (politik) yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya, jika dikaitkan dengan konteks Gereja Toraja memperlihatkan bahwa hubungan keduanya mencirikan model pemisahan

Lebih terperinci

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3.1 Selayang Pandang Gereja Kristen Sumba Gereja Kristen Sumba adalah gereja yang berada di pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja tidak bisa lepas dari proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat seperti modernisasi dan sekularisasi. Perubahan akan menimbulkan permasalahan dan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama kata gereja yang diberikan oleh banyak kamus, khususnya kamus daring (online),

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus

Lebih terperinci

TATA GEREJA (TATA DASAR, TATA LAKSANA, DAN TATA ATURAN TAMBAHAN) SERTA PENGAKUAN-PENGAKUAN IMAN GEREJA KRISTEN IMMANUEL

TATA GEREJA (TATA DASAR, TATA LAKSANA, DAN TATA ATURAN TAMBAHAN) SERTA PENGAKUAN-PENGAKUAN IMAN GEREJA KRISTEN IMMANUEL TATA GEREJA (TATA DASAR, TATA LAKSANA, DAN TATA ATURAN TAMBAHAN) SERTA PENGAKUAN-PENGAKUAN IMAN GEREJA KRISTEN IMMANUEL Sinode Gereja Kristen Immanuel BANDUNG 2017 DAFTAR ISI Halaman I. 1 PEMBUKAAN Pembukaan...

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah menelusuri pernyataan Yesus dalam Yohanes 14: 6 kata Yesus kepadanya,

BAB V PENUTUP. Setelah menelusuri pernyataan Yesus dalam Yohanes 14: 6 kata Yesus kepadanya, BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan Setelah menelusuri pernyataan Yesus dalam Yohanes 14: 6 kata Yesus kepadanya, Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak

Lebih terperinci

MTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA

MTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA MTPJ 13-19 Juli 2014 TEMA BULANAN: Berdemokrasi Dalam Ekonomi Yang Berkeadilan TEMA MINGGUAN : Kejujuran Sebagai Senjata Melawan Korupsi Bahan Alkitab: Keluaran 22:1-5; Kisah Para Rasul 5:1-11 ALASAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Handoyomarno Sir, Benih Yang Tumbuh 7, Gereja Kristen Jawi Wetan, Malang, 1976, hal.25

BAB I PENDAHULUAN. 1 Handoyomarno Sir, Benih Yang Tumbuh 7, Gereja Kristen Jawi Wetan, Malang, 1976, hal.25 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Permasalahan Sejarah awal berdirinya Greja Kristen Jawi Wetan atau GKJW adalah berasal dari proses pekabaran Injil yang dilakukan oleh Coenrad Laurens

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Misi pembebasan ialah upaya gereja sebagai mitra Allah dalam perjuangan kemanusiaan melawan kemiskinan, ketidakadilan sosial, perbudakan, kebodohan, politik,

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai jemaat dewasa di GKJ, pasti mengenal tentang istilah pamerdi. 1 Jemaat awam menganggap bahwa pamerdi adalah semacam perlakuan khusus yang diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan visi dan misinya. Karena itu organisasi mempunyai sistem dan mekanisme yang diterapkan sebagai upaya

Lebih terperinci

GPIB Jemaat KASIH KARUNIA

GPIB Jemaat KASIH KARUNIA NO GPIB Jemaat KASIH KARUNIA Jl. Karya Agung No. 87 Parung Serab Ciledug, Tangerang 15153 Banten 021-7302108, Fax 021-7311862 email kantorkasihkarunia@yahoo.co.id www.gpibkaskar.blokspot.com GEREJA PROTESTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Identifikasi Permasalahan Sebagai salah satu penerus tradisi Gereja Reformasi, Gereja Kristen Jawa (GKJ) memiliki ajaran iman yang sangat mendasar sehubungan

Lebih terperinci

LAMPIRAN: Undang-Undang no 20 Tahun Tindak Pidana Korupsi

LAMPIRAN: Undang-Undang no 20 Tahun Tindak Pidana Korupsi LAMPIRAN: Undang-Undang no 20 Tahun 2001 Tindak Pidana Korupsi 1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Gereja Bali atau singkatannya GKPB, adalah salah satu dari sedikit gerejagereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seringkali kita mendengar dan membaca bahwa negara kita yaitu negara Indonesia adalah negara yang beragama. Dikatakan demikian, karena pada umumnya setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia BAB IV Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia 4.1. Diakonia sebagai perwujudan Hukum Kasih Gereja dapat dikatakan sebagai gereja apabila dia sudah dapat menjalankan fungsinya, yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

BAB 1 Pendahuluan.  1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News, 1 BAB 1 Pendahuluan 1. 1. Latar Belakang Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 Skala Richter pada kedalaman 17,1 km dengan lokasi pusat gempa terletak di dekat pantai pada koordinat

Lebih terperinci