BAB IV ANALISIS. Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Tulus berarti tindakan yang dilandasi dengan
|
|
- Indra Gunardi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV ANALISIS Hubungan Gereja dan Negara (politik) yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya, jika dikaitkan dengan konteks Gereja Toraja memperlihatkan bahwa hubungan keduanya mencirikan model pemisahan yang ramah (menurut Wogaman). Hal tersebut nampak dalam sikap politik Gereja Toraja seperti yang telah penulis uraikan pada Bab II, yang dinyatakan melalui keputusan-keputusan atau sikap politis Gereja Toraja. Hubungan yang terpisah namun ramah itu, dinyatakan dalam beberapa momentum dimana Gereja Toraja mengambil peran dalam mengarahkan warganya secara khusus dan warga masyarakat pada umumnya (pendidikan politik) dalam menghadapi berbagai dinamika politik yang terjadi di Indonesia baik pada aras lokal maupun pada aras nasional. Menururut penulis, hubungan model pemisahan yang ramah tersebut semestinya dilengkapi dengan model kemitraan yang profetis (menurut Ngelow). Dalam melaksanakan sikap politiknya Gereja Toraja khususnya terhadap pelaksanaan otonomi daerah, gereja hendaknya menghidupi ajaran Yesus yakni mengambil jarak kepada kekuasaan, dan mengeritik dengan tajam praktek kekuasaan duniawi sambil memperkenalkan pelayanan di dalam kekuasaan yakni melayani seorang akan yang lain bukan menjadi penguasa (band. Mrk 10:42-45). Gereja Toraja dalam kaitannya dengan peran dalam bidang politik, hendaknya Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Tulus berarti tindakan yang dilandasi dengan kasih, cerdik berarti strategi untuk mencapai visi dan misi Gereja dalam kehadirannya di bidang politik. Ketulusan gereja hadir dalam bidang politik, akan mampu menjadi garam dan terang dunia sehingga syalom dapat dirasakan oleh semua orang dan makhluk lainnya.
2 Sikap politik Gereja Toraja terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Tana Toraja, merupakan bukti kesadaran politis yang mulai terbuka pasca reformasi. Kesadaran politis yang dimaksudkan adalah memandang bidang politik sebagai medan dimana gereja dapat memperjuangkan nilai-nilai demokrasi demi mencapai masyarakat adil dan makmur. Kesadaran politis tersebut lahir dari semangat visi Gereja Toraja yaitu damai sejahtera bagi semua. Hal ini juga tidak dapat dipisahkan dari sistem yang dianut oleh Gereja Toraja yakni sistem presbiterial sinodal. Sistem tersebut memungkinkan jemaat-jemaat dalam lingkungan pelayanan Gereja Toraja khususnya yang berada dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Tana Toraja dengan pimpinan para presbiter (pendeta, penatua dan syamas/diaken) mendorong keterlibatan jemaat di tingkat wilayah pemerintahan masing-masing. Pada tingkat pemerintahan desa dan keluarahan, maka sangat penting bagi jajaran presbiter untuk mengatur kehadiran personal warga gereja, terutama dalam lembaga pemerintahan desa seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), dan terutama kehadiran warga gereja dalam musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrembangdes) sebagai awal dari sebuah rencana pembangunan tingkat desa yang melahirkan APBD Desa, Musrembang Kabupeten/kota yang melahirkan APBD kabupaten/kota, musrembang provinsi yang melahirkan APBD Provinsi dan musrembangnas yang melahirkan APBN yang dalam segala prosedur pembahasannya di DPR. Keterlibatan warga jemaat inilah yang diharapkan mewarnai proses perencanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan, mulai dari tingkat desa/kelurahan sampai tingkat nasional. Keterlibatan warga gereja tersebut merupakan bentuk atau sikap politik gereja yaitu bentuk mempengaruhi etos (menurut Wogaman), dimana gereja mengarahkan sebuah proses politik agar dapat terlaksana sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Namun menurut analisis penulis hal
3 tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal oleh Gereja Toraja, sehingga dalam hal proses politik di kabupaten Tana Toraja belum mencapai tujuan sebagaimana yang dimaksudkan dalam pelaksanaan otonomi daerah yakni memaksimalkan potesnsi-potensi daerah demi kemajuan dan kemakmuran masyarakat dalam daerah tersebut. Hal ini nampak dalam beberapa wilayah di kabupaten Tana Toraja yang masih tergolong daerah terpencil, minimnya sarana dan prasarana pelayanan publik, misalnya jalan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, merupakan bukti kegagalan Gereja Toraja dalam mengimplementasikan sikap politiknya terhadap proses pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten Tana Toraja. Selain itu, Gereja Toraja seharusnya menjadikan otonomi daerah sebagai bentuk mendidik warga gereja tentang isu politik (menurut Wogaman), dimana gereja sebagai lembaga mengambil peran serta dalam mensosialisasikan undang-undang otonomi daerah, agar warga jemaat dan masyarakat pada umumnya pun terlibat secara aktif dalam pelaksanaan program pemerintah, sebagai bagian dari pelaksanaan otonomi daerah. Juga seharusnya gereja mendorong pemerintah agar mempertimbangkan kearifan lokal untuk mewarnai semangat pelaksanaan otonomi daerah, karena hakikat dari otonomi daerah adalah memaksimalkan potensi-potensi daerah termasuk kearifan lokal. Pelaksanaan otonomi daerah khususnya di Kabupaten Tana Toraja, merupakan moment dimana Gereja Toraja mendidik warga gereja tentang isu-isu tertentu (menurut Wogaman), khususnya mengenai nilai-nilai demokrasi yang merupakan jiwa dari pelaksanaan otonomi daerah. Peran politik gereja yang nampak melalui pendidikan warga gereja terntang isu-isu tertentu merupakan pengejawantahan dari sikap politik gereja dalam mempengaruhi etos. Oleh karena itu dalam proses pendidikan atau pemberdayaan warga gereja tersebut, semestinya Gereja Toraja mendidik warganya maupun masyarakat pada umumnya tentang demokrasi, agar
4 pelaksanaan otonomi daerah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi demokratisasi. Dalam hal ini demokratisasi dipahami bahwa kepala daerah diangkat dan DPRD dibentuk berdasarkan mandat dari rakyat daerah, bukan diangkat oleh pemerintah pusat. Demokratisasi juga berarti bahwa DPRD mampu mengawasi jalannya pemerintahan daerah, tanpa terjebak dalam manajemen koruptif, serta masyarakat dapat memberikan kontrol, kritik dan koreksi terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa demokratisasi memerlukan transparansi maupun kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Tanpa demokratisasi yang dimaksudkan tersebut, maka otonomi daerah hanya melipatgandakan dan memindahkan otoritarianisme dari pusat ke daerah. Jadi otonomi daerah harus menjadi kesempatan bagi pemberdayaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah dan perlemen lokal dan sekaligus mendorong terciptanya balance of power antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Berkaitan dengan hal tersebut maka Gereja Toraja sebagai bagian dari lembaga keagamaan diharapkan mampu mendidik warga gereja dan warga masyarakat pada umumnya tentang pentingnya nilai-nilai demokrasi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun Gereja Toraja telah merumuskan demokratisasi dalam kaitannya dengan peran gereja di tengah bangsa dan Negara, sebagimana tercantum dalam hasil Konsultasi III Pekabaran Injil Gereja Toraja, namun hal tersebut menurut analisis penulis masih terbatas pemahaman demokrasi secara umum, belum menggabarkan demokratisasi secara khusus menyangkut otonomi daerah seperti yang telah diuraikan di atas. Semantara itu, isu mayoritas dan minoritas masih merupakan sebuah persoalan dalam Gereja Toraja. Hal tersebut berpengaruh terhadap sikap politik Gereja Toraja terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Pengaruh hal tersebut nampak dalam beberapa penyataan pimpinan Sinode Gereja Toraja sebagaimana penulis telah paparkan pada Bab III. Persoalan mayoritas dan
5 minoritas ini, menjelma dalam apa yang disebut oleh Gerrit Singgih sebagai Minority Complex. Yang dimaksud dengan Minority-complex adalah perasaan menganggap diri kecil sehingga timbul semacam penyakit ketakutan sebagai kaum minoritas. Perasaan seperi ini mengakibatkan dalam banyak hal pihak gereja mengambil sikap dan posisi sebagai anak manis terhadap penguasa, dan sebagai golongan minoritas telah menyandarkan diri pada perlindungan penguasa. Sikap seperti ini menghilangakan daya kritis gereja terhadap pemerintah. Persoalan ini dapat saja mengubah pola hubungan Gereja dan Negara, sehingga kecenderungan gereja akan menganut pola asimilasi (menurut Donald Jay Losher). Dengan demikian gereja hanya mampu menerima segala kebijakan secara pasif tanpa disertai daya kritis dan peran profetis. Faktor yang menyebabkan sikap politis Gereja Toraja hanya berada pada tataran konsep yang ideal, tanpa dibarengi dengan langkah-langkah kongkrit adalah warisan teologi dari GZB yang masih berkembang di kalangan warga gereja pada umumnya, sehingga mereka masih berpandangan bahwa politik itu kotor, bernuansa kekerasan, bahkan penuh dengan tipu muslihat. Oleh karena tidak mengherankan jika setiap momentum pesta demokrasi banyak warga yang bersikap apatis terhadap politik. Warisan teologi yang juga berpengaruh dalam sikap politik Gereja Toraja adalah warisan teologi kolonial. Seperti diketahui dalam teologi Kristen ada pemahaman mengenai pemerintah sebagai pelindung. Rasul Paulus yang giat mengabarkan Injil di dalam imperium Romawi, bisa melihat pemerintah Roma sebagai hamba Allah (Roma 13:1-7). Tafsiran yang bersifat kolonial seperti ini masih dipertahankan oleh gereja-gereja di Indonesia khususnya Gereja Toraja. Hal ini menurut analisis penulis, bahwa warisan teologi semacam inilah yang melatarbelakangi perumusan hubungan Gereja dengan pemerintah yang tercantum dalam Pengakuan Iman Gereja Toraja sebagaimana yang telah dipaparkan pada Bab II.
6 Dalam beberapa kasus, Gereja Toraja memperlihatkan pola hubungan Gereja dan Negara yaitu pemisahan total (menurut Zakaria J. Ngelow) atau pemisahan ketat ( menurut Losher) model ini cenderungan untuk berfokus pada ritual agama dan tidak peduli terhadap urusan politik. Kasus ini muncul pada Kisruh PILKADA di Kabupaten Tana Toraja pada tahun PILKADA tersebut diwarnai dengan konflik horizontal, dan BPMS Gereja Toraja sebagai representasi dari Institusi Gereja Toraja, tidak mengambil sikap dalam mengatasi hal tersebut, bahkan ada kecenderungan menutup mata terhadap persoalan ini walaupun pada akhirnya Gereja Toraja mengelurkan surat penggembalaan terkait hal tersebut. Tetapi hal sangat disayangkan bahwa ketika peristiwa ini berlangsung, Gereja hanya sibuk dengan rutinitasnya yakni dengan gembira ria mengadakan kegiatan pesparawi dalam rangka pekan spiritual. Padahal moment inilah Gereja Toraja harus menyatakan sikap politiknya secara tegas yakni membela rakyat kecil yang menjadi korban dari elit-elit politik yang bertikai, Gereja harus berusaha untuk menjadi mediator dalam penyelesain konflik, dan menyatakan suara profetisnya atas faktor-faktor yang menyebabkan konflik tersebut dan mengutuk dengan tegas para elit-elit politik lokal yang dengan sengaja menciptakan konflik bagi warga yang berbeda pilihan demi mencapai kekuasaan.
GEREJA DAN POLITIK. Tesis
GEREJA DAN POLITIK STUDI MENGENAI SIKAP POLITIK GEREJA TORAJA TERHADAP PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN TANA TORAJA Tesis Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi Agama Untuk Memperoleh
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN. Dalam perspektif sosiologis dapat dikatakan bahwa, gereja sebagai suatu institusi sosial,
Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Politik adalah sebuah bidang kehidupan di mana gereja dapat memperjuangkan terwujudnya tanda-tanda kerajaan Allah dalam Yesus Kristus: keadilan, kebenaran, HAM dan damai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat.
BAB IV ANALISA GPIB adalah sebuah gereja yang berasaskan dengan sistem presbiterial sinodal. Cara penatalayanan dengan sistem presbiterial sinodal selalu menekankan: 1. Penetapan kebijakan oleh presbiter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam segala bidang, tidak terkecuali dalam bidang politik. Keputusan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latarbelakang Permasalahan Peristiwa penting dalam kehidupan politik 1 di Indonesia terjadi pada tanggal 21 Mei 1998 2. Pergantian kepemimpinan nasional dalam era reformasi mengagendakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konteks pemerintahan yang demokratis kekuasaan tidak berada dan dijalankan oleh satu badan tapi dilaksanakan oleh beberapa badan atau lembaga. Tujuan dari dibagi-baginya
Lebih terperinciBAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian
BAB III Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB 1. Sejarah Singkat GPIB GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian dari GPI (Gereja Protestan Indonesia) yang dulunya bernama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus
Lebih terperinciKEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S
KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,
Lebih terperinciDesentralisasi dan Otonomi Daerah:
Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Teori, Permasalahan, dan Rekomendasi Kebijakan Drs. Dadang Solihin, MA www.dadangsolihin.com 1 Pendahuluan Diundangkannya UU 22/1999 dan UU 25/1999 merupakan momentum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk memperoleh data lapangan guna penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif sangat mengandalkan manusia
Lebih terperinciPemilu Alternatif ala Bung Hatta:
Pemilu Alternatif ala Bung Hatta: Tanpa Partai, Murah, Mudah dan Lebih Demokratis INSPIRASI dari Buku Demokrasi Kita, karya Bung Hatta LATAR BELAKANG (Kondisi Pemilu Saat Ini) Berbagai Kerusuhan Pemilu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. langsung, kebebasan berekspresi secara terbuka, berasosiasi, sampai kebebasan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Peristiwa besar di tahun 1998 telah menciptakan beberapa perubahan yang signifikan dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah serius yang sedang diperhadapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Kemiskinan mempunyai banyak segi dan dimensi mulai dari yang bersifat
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus
BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak bulan Juni 2005 pemilihan kepala daerah dan wakilnya dipilih secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV PENUTUP. otonomi desa selama masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada Bab II dan III, dapat disimpulkan perumusan sebagai berikut: a. Demokrasi merupakan cikal bakal dan aturan main diselenggarakannya otonomi desa. Dalam
Lebih terperinciBab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Republik Indonesia mengakui ada 6 (enam) agama di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Keenam agama tersebut juga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi,salah satu ciri negara yang menerapkan sistem demokrasi adalah melaksanakan kegiatan pemilihan umum
Lebih terperinciPENDIDIKAN POLITIK BAGI PEMILIH PEMULA. Oleh RANGGA Kamis, 19 Juni :56
Generasi muda merupakan asset terpenting bagi masa depan suatu bangsa. Disadari atau tidak bahwa peran pemuda sangat berpengaruh dalamp roses pembangunan bangsa serta proses kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lebih terperinciBab Empat. Penutup. 1. Kesimpulan. Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah
Bab Empat Penutup 1. Kesimpulan Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah peraturan/tata gereja definitif yang berisi uraian teologis-eklesiologis tentang identitas GTM secara menyeluruh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan disuatu Negara dapat dilakukan melalui sistem sentralisasi maupun desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi segala urusan dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan hakekat keberadaan Gereja sebagai yang diutus oleh Kristus ke dalam dunia, maka gereja mempunyai hakekat yang unik sebagai berikut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tanggal 21 Maret 2006, bertempat di Jakarta ditetapkanlah sebuah peraturan pemerintah yang baru, yang dikenal sebagai Peraturan Bersama dua Menteri (selanjutnya
Lebih terperinciBAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia
BAB IV Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia 4.1. Diakonia sebagai perwujudan Hukum Kasih Gereja dapat dikatakan sebagai gereja apabila dia sudah dapat menjalankan fungsinya, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran Partai Politik Lokal di Aceh merupakan suatu bukti
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran Partai Politik Lokal di Aceh merupakan suatu bukti perkembangan demokrasi di Indonesia. Dengan hadirnya Partai Politik Lokal merupakan tambahan sarana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fungsi-fungsi tersebut. Sebagaimana lembaga legislatif DPRD berfungsi
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merupakan suatu lembaga atau dewan perwakilan rakyat di daerah yang mencerminkan struktur dan system pemerintahan demokratis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setelah melalui perjalanan panjang selama kurang lebih 7 tahun dalam pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan pada tanggal 15 Januari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan
Lebih terperinciTugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan
Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang
1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Bagi orang Asia, adat merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan melekatnya identitas sebagai masyarakat suku. Hampir setiap suku mengenal adat sebagai bagian integral
Lebih terperinciPENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga
Karya Tulis PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan UKDW
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini banyak gereja mencoba menghadirkan variasi ibadah dengan maksud supaya ibadah lebih hidup. Contohnya dalam lagu pujian yang dinyanyikan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan, yang hadir bersama dengan pluralitas agama, adalah konteks kehidupan gerejagereja di Indonesia secara umum, dan gereja-gereja di Jakarta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan arus globalisasi, maka muncul pula persoalan-persoalan baru yang harus dihadapi oleh sumber daya manusia yang ada di dalam Gereja. Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. bangsa, sejak kemerdekaan hingga sekarang, banyak pengalaman dan pelajaran
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan demokrasi di Indonesia nertujuan untuk kepentingan bangsa dan Negara Indonesia yaitu mewujudkan tujuan nasional. Dalam perjalanan sejarah bangsa,
Lebih terperinciSAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Yang saya hormati: Tanggal, 19 Juni 2008 Pukul 08.30 W IB
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Desa merupakan basis bagi upaya penumbuhan demokrasi, karena selain jumlah penduduknya masih sedikit yang memungkinkan berlangsungnya proses demorasi secara
Lebih terperinci3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba
3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3.1 Selayang Pandang Gereja Kristen Sumba Gereja Kristen Sumba adalah gereja yang berada di pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciUKDW. Bab I PENDAHULUAN
Bab I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 1.1 Krisis Dalam Pelayanan Jemaat Dalam kehidupan dan pelayanan jemaat tak pernah luput dari krisis pelayanan. Krisis dapat berupa perasaan jenuh dan bosan dalam
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
BAB IV ANALISIS DATA Bab ini merupakan pembahasan mengenai analisa suatu studi tentang peranan penatalayanan gereja di dalam usaha pencapaian kemandirian gereja dalam bidang dana di GPIB Kasih Karunia
Lebih terperinciSetelah Ono Niha menjadi Kristen, lalu apa yang terjadi?
Setelah Ono Niha menjadi Kristen, lalu apa yang terjadi? 1. Tercipta: Tiga jalan (Sara lala hada, sara lala fareta, sara lala Agama) 2. Terjadi dualisme kepercayaan dalam diri Ono Niha yang Kristen. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN ALOR
PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang: a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang yang menulis dan meneliti tentang sumber daya manusia. Cardoso (2003) mengatakan salah satu sumber daya yang terdapat
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
+- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang
Lebih terperinciUKDW. Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan I. A. Latar Belakang Perbedaan merupakan hal yang selalu dapat kita temukan hampir di setiap aspek kehidupan. Beberapa perbedaan yang seringkali ditemukan misalnya perbedaan suku bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Paradigma baru pendidikan dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik itu organisasi profit maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. Kebijakan mutasi ini dalam organisasi profit berkaitan erat dengan pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,
Lebih terperinciPANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK
PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Ir. Apri Hananto Sukandar, M.Div Nomor Anggota : A- 419 Yang terhormat Pimpinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau
Lebih terperinciBAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran
BAB V Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran I. Refleksi Kehadiran saksi Yehova di tengah masyarakat Kelurahan Kawua yang merupakan bagian dari wilayah pelayanan GKST, pada akhirnya telah melahirkan tanggapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini globalisasi memiliki andil besar dalam perubahan yang terjadi saat ini, dari perubahan pola pikir, sampai kepada perubahan sikap seseorang. Globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
BAB V PENUTUP Pada bagian ini penulisan akan dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. 5.1.KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Gereja adalah persekutuan orang percaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa :
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa : Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem demokrasi memiliki pemikiran mendasar mengenai konsep
Lebih terperincikinerja DPR-GR mengalami perubahan, manakala ada keberanian dari lembaga legislatif untuk kritis terhadap kinerja eksekutif. Pada masa Orde Baru,
i K Tinjauan Mata Kuliah onsep perwakilan di Indonesia telah terejawantahkan dalam berbagai model lembaga perwakilan yang ada. Indonesia pernah mengalami masa dalam pemerintahan parlementer meski dinyatakan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN DESA
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. suatu periode yang akan datang (Suraji, 2011: xiii). Pengertian anggaran
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum anggaran diartikan sebagai rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan suatu institusi atau lembaga tertentu untuk suatu periode yang akan datang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi keuangan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi. Informasi tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi merupakan sistem yang digunakan untuk menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi. Informasi tersebut berupa informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem perwakilan ini masing-masing anggota masyarakat
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. dapat mendorong proses penganggaran khususnya APBD Kota Padang tahun
BAB VI PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Pada awalnya penulis ingin mengetahui peran komunikasi dalam hal ini melalui konsep demokrasi deliberatif yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas dapat mendorong proses penganggaran
Lebih terperinciHAKIKAT DEMOKRASI CONDRA ANTONI
HAKIKAT DEMOKRASI CONDRA ANTONI Makna dan Hakikat Demokrasi Macam-macam pengertian demokrasi: 1. Secara etimologis, demokrasi terdiri dari dua kata yang berasal dari Yunani yaitu demos yang berarti rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,
Lebih terperinciPeranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH
Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada oleh AA Gde Putra, SH.MH Demokrasi (pengertian Umum) Bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia memerlukan orang lain untuk saling memberi dan menerima. Hal itu menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial sekaligus
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan
BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan disebagianbesar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN
BAB V PENUTUP Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka berikut ini penulis mencoba memaparkan beberapa kesimpulan serta mengusulkan beberapa saran, yaitu : 5.1 KESIMPULAN GKJ (Gereja
Lebih terperinciBAB III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DAN OTORITASNYA DALAM PEMAKZULAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
BAB III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DAN OTORITASNYA DALAM PEMAKZULAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH A. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 1. Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Lebih terperinciCaroline Paskarina. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
Caroline Paskarina Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Pemilu itu Apa? Secara prosedural, pemilu adalah mekanisme untuk melakukan seleksi dan rotasi kepemimpinan politik Secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendeta adalah seorang pemimpin jemaat, khususnya dalam hal moral dan spiritual. Oleh karena itu, dia harus dapat menjadi teladan bagi jemaatnya yang nampak
Lebih terperinciPENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1
PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL Muryanto Amin 1 Pendahuluan Konstitusi Negara Republik Indonesia menuliskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan gereja dan kekristenan di era globalisasi sekarang ini begitu pesat. Pembangunan gereja secara fisik menjadi salah satu indikator bahwa suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain
Lebih terperinciProdi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Asahan Kata Kunci : Pengawasan DPRD, Pemerintah Daerah, Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah dan DPRD
Kolaborasi Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah Kota Tanjungbalai di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan
BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA 2.1. Manajemen Asset Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan menyelesaikan persoalan bersama-sama dengan orang lain dimana memahami bahwa setiap aktivitas
Lebih terperinci