V. HASIL. A. Potensi Pakan Merak Hijau di Taman Nasional Baluran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL. A. Potensi Pakan Merak Hijau di Taman Nasional Baluran"

Transkripsi

1 V. HASIL A. Potensi Pakan Merak Hijau di Taman Nasional Baluran 1. Potensi pakan Pengamatan terhadap tumbuhan sebagai pakan merak hijau yang dilakukan pada empat tipe vegetasi di Taman Nasional Baluran diperoleh hasil seperti pada tabel 12. Pada hutan evergreen tercatat 59 jenis tumbuhan tetapi yang dimakan hanya 12 jenis yaitu Barleria prionitis, Achyranthes aspera, Achyranthes sp. Capparis separia, Acalypha indica, Bauhinia angulata, Sida acuta, Streblus asper, Corypha utan, Passiflora foetida, Passiflora sp., dan Azima sarmentosa. Pada hutan musim tercatat 60 jenis tumbuhan, yang dimakan 15 jenis yaitu B. prionitis, A. aspera, Achyranthes sp, C. separia, A. indica, B. angulata, Cassia mimosoides, Clitoria ternatea, Indigofera sumatrana, S. acuta, Wisadula acidula, S. asper, Plumbago zeylanica, Zyzyphus rotundifolia, dan Morinda tomentosa. Hutan pantai hanya 5 jenis tumbuhan yang dimakan dari 37 jenis tercatat yaitu A. aspera, Calotropis gigantea, C. separia, S. asper, dan C. utan. Sedangkan di savana tercatat 36 jenis tumbuhan dan terlihat dimakan sebanyak 22 jenis yaitu A. aspera, Amaranthus sp, C. gigantea, Ipomoea obscura, A. indica, Euphorbia hirta, Phyllanthus sp, Cassia obstusifolia L., C. ternatea L., Flemingia lineata, I. Sumatrana, Tephrosia pumila, S. acuta, W. acidula, C. utan, Passiflora sp, Plumbago zeylanica, Eleusine indica, Z. rotundifolia, Morinda tinctoria, A. sarmentosa, dan Capsicum sp. Empat jenis dari sembilan belas jenis yang tercatat di savana tidak masuk ke dalam analisis vegetasi yaitu Capsicum sp, Eleusine indica, C. obstusifolia dan Amaranthus sp. Total jenis tumbuhan yang dimakan oleh merak hijau di Resort Bekol, Taman Nasional Baluran adalah 30 jenis berupa pohon (4 jenis), tihang (2 jenis), anakan (5 jenis), dan tumbuhan bawah (24 jenis). Sebagian besar merupakan tumbuhan bawah dan bagian yang dimakan berupa daun-daunan (lampiran 2).

2 Tabel 12. Jenis pakan merak di Taman Nasional Baluran No Jenis Tumbuhan Tipe Vegetasi Evergreen Hutan Musim Hutan Pantai Savana Habitus yang ditemui dimakan 1 Barleria prionitis L. herba 2 Achirantes aspera L. herba 3 Achyranthes sp. herba 4 Amaranthus sp herba 5 Calotropis gigantea R. Br. semak 6 Capparis separia L. anakan 7 Ipomoea obscura (L.) Kor liana 8 Acalypha indica L. herba 9 Euphorbia hirta. herba 10 Phyllanthus sp. herba 11 Bauhinia angulata Roxb. liana 12 Cassia mimosoides Bl. herba 13 Cassia obtusifolia L. herba 14 Clitoria ternatea L. liana 15 Flemingia lineata Roxb. herba 16 Indigofera sumatrana Linn. herba 17 Tephrosia pumila Persl. herba 18 Sida acuta Burm. F. herba 19 Wisadula acidula liana 20 Streblus asper Lour. pohon, tihang, anakan 21 Corypha utan Lam. pohon 22 Passiflora foetida L. liana 23 Passiflora sp. liana 24 Plumbago zeylanica L. semak 25 Eleusine indica herba 26 Zyzyphus rotundifolia Lam. pohon, tihang, anakan 27 Morinda tinctoria Roth. pohon, anakan 28 Morinda tomentosa Roth anakan 29 Azima sarmentosa(bl.) B. & H. semak 30 Capsicum sp. semak Jumlah jenis pakan Berdasarkan grafik batang pada gambar 10, terlihat bahwa savana merupakan tipe vegetasi yang memiliki jumlah jenis pakan merak paling banyak (22 jenis tumbuhan). Sedangkan hutan musim mempunyai jenis vegetasi dengan jumlah jenis pakan kedua terbesar (15 jenis). Hutan pantai adalah tipe vegetasi dengan jumlah jenis pakan paling sedikit (5 jenis) jumlah jenis pakan merak 5 0 evergreen hutan musim hutan pantai savana tipe vegetasi Gambar 12. Jumlah jenis pakan merak pada setiap tipe vegetasi

3 Potensi tumbuhan pakan merak hijau akan terkait dengan sebaran, pergerakan, serta kelimpahan populasi merak di suatu wilayah. 2. Struktur dan Komposisi Analisis vegetasi dilakukan pada habitat pakan merak hijau, yang merupakan tempat terbuka (open area) di hutan evergreen, hutan musim, hutan pantai, dan savana. Analisis vegetasi yang dilakukan di empat tipe vegetasi tersebut menghasilkan daftar tumbuhan sebanyak 122 jenis dari kurang lebih 50 suku (lampiran 3). Total jenis pohon yang ditemukan adalah 29 jenis, tingkat tihang 27 jenis, tingkat sapihan 28 jenis, tingkat anakan 37 jenis, dan tumbuhan bawah sebanyak 68 jenis (lampiran 9). Tabel 13. Indeks Nilai Penting tertinggi di Taman Nasional Baluran Evergreeen Hutan Musim Hutan Pantai Savana Total TNB Pohon Nama Streblus asper Schoutenia ovata Korth. Corypha utan Morinda tinctoria Roth. Streblus asper Tihang Sapihan Anakan Tumbuhan bawah INP % % 84.31% % 51.66% Nama Streblus asper Grewia eriocarpa Streblus asper Acacia nilotica (L.) Willd. Ex Del. Streblus asper INP 88.57% 42.73% 47.22% % 43.97% Nama Capparis micracantha DC. Grewia eriocarpa Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Azadirachta indica Capparis micracantha DC. INP 50.04% 43.75% % 55.05% 29.46% Nama Streblus asper Randia sp1. Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Jathropa gossypyfolia L. Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. INP 24.73% 56.92% 77.78% 71.43% 31.91% Nama Bauhinia angulata Roxb. Oplismenus burmannii (Retz.) Beauv. Oplismenus burmannii (Retz.) Beauv. Achyranthes aspera L. Oplismenus burmannii (Retz.) Beauv. INP 24.93% 79.28% 83.90% 42.75% 47.67% Hasil rangkuman analisis vegetasi di areal tersebut (tabel 13) menunjukkan bahwa dari keempat tipe vegetasi yang ada (total), serut (Streblus asper) memiliki nilai penting tertinggi (51.655%) pada vegetasi tingkat pohon dan tingkat tihang (43.966%). Pada tingkat sapihan, sanek (Capparis micracantha DC.) yang mendominasi dengan nilai %. Sedangkan nilai penting tertinggi pada tingkat anakan dimiliki oleh manting (Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.) dengan nilai penting %. Pada tingkat tumbuhan bawah rumput 006 (Oplismenus

4 burmannii (Retz.) Beauv) memiliki INP tertinggi yaitu % dan setelahnya adalah jarong (14.657%). Masing-masing jenis tumbuhan tersebut mendominasi dengan kerapatan yang tinggi, kecuali pada sanek yang memiliki nilai tertinggi pada frekuensi. Evergreen. Tipe vegetasi evergreen didominasi oleh serut (S. asper) pada tingkat pohon, tihang, maupun anakan yaitu sebesar %, %, dan %. Pada tingkat sapihan didominasi oleh sanek (C. micracantha DC.) dengan nilai penting %, dan tumbuhan bawah didominasi oleh jenis liana berdaun kupu-kupu (Bauhinia angulata Roxb.) dengan nilai penting %. Habitus pohon, tihang, dan sapihan memiliki nilai kerapatan yang tinggi dibandingkan nilai frekuensi. Namun sebaliknya pada anakan dan tumbuhan bawah. Jumlah jenis pohon yang tercatat pada analisis vegetasi di habitat pakan evergreen adalah 12 jenis, tihang sebanyak 10 jenis, sapihan 12 jenis, anakan 21 jenis, dan tumbuhan bawah 30 jenis (lampiran 5). Hutan musim. Berdasarkan analisis vegetasi di hutan musim diperoleh bahwa walikukun (Schoutenia ovata Korth.) memiliki nilai penting tertinggi pada tingkat pohon ( %). Pada tingkat tihang dan sapihan didominasi oleh talok (Grewia eriocarpa) dengan nilai penting % dan %. Dlimoan (Randia sp1.) mendominasi tingkat anakan sebanyak % dan rumput 006 (O. burmanii) mendominasi tingkat tumbuhan bawah sebanyak %. Kelima jenis tumbuhan tersebut memiliki nilai kerapatan yang tinggi dibandingkan nilai frekuensi, terutama pada dlimoan dan jenis rumput O. burmanii. Jumlah pohon yang tercatat dalam analisis vegetasi di hutan musim Taman Nasional Baluran adalah sebanyak 14 jenis, tihang sebanyak 11 jenis, sapihan 13 jenis, anakan 14 jenis, dan tumbuhan bawah sebanyak 31 jenis (lampiran 6). Hutan pantai. Gebang (Corypha utan) mendominasi pepohonan di daerah pantai dengan nilai penting %. Sedangkan di tingkat tihang, serut menduduki nilai penting tertinggi sebesar %, dan di tingkat sapihan dan anakan didominasi oleh manting (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dengan nilai penting berturut-turut sebesar % dan %. Tumbuhan bawah masih didominasi oleh rumput 006 (O. burmanii) dengan INP sebesar %. Semua jenis yang mendominasi

5 tersebut memiliki nilai kerapatan paling tinggi dibandingkan nilai frekuensi ataupun dominasi. Jumlah jenis tumbuhan bawah di hutan pantai paling sedikit dibandingkan tipe ekosistem lainnya yaitu hanya 15 jenis. Jumlah pohon di hutan pantai sebanyak 12 jenis, tingkat tihang sebanyak 7 jenis, sapihan 5 jenis, dan anakan 13 jenis (lampiran 7). Savana. Habitat makan merak di savana didominasi oleh mengkuduan (M. tinctoria) pada tingkat pohon dengan INP sebesar %. Untuk tingkat tihang didominasi oleh akasia ( Acacia nilotica (L.) Willd. Ex Del) sebanyak %, dan tingkat sapihan oleh mimbo (Azadirachta indica) sebanyak %, serta tingkat anakan oleh jarak (Jathropa gossypifolia L.) sebanyak %. Sedangkan tingkat tumbuhan bawah didominasi oleh jarong (A. aspera L.) sebesar %. Masing-masing nilai penyusun INP jenis tumbuhan tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan, namun nilai kerapatan masih yang tertinggi. Savana memiliki jumlah jenis pohon paling sedikit yaitu 7 jenis, tihang sebanyak 4 jenis, sapihan dan anakan sebanyak 5 jenis, serta tumbuhan bawah 28 jenis (lampiran 8). Tabel 14. Persentase jumlah jenis tumbuhan pakan merak dari jumlah jenis tumbuhan yang ditemukan No. Tingkat Jumlah Jenis Jumlah Jenis Pertumbuhan Dimakan Merak Persentase 1 Pohon % 2 Tihang % 3 Sapihan Anakan % 5 Tumbuhan Bawah % Jumlah jenis pakan merak dari tumbuhan berbentuk pohon adalah 4 jenis dari 29 jenis atau 13,79%. Jumlah jenis tihang sebagai pakan merak 7,41% dari total tihang yang ditemukan. Jumlah sapihan adalah 0 (nol), jumlah jenis anakan sebanyak 13,51% dari total jenis anakan, dan 35,29% jenis tumbuhan bawah sebagai pakan merak hijau jawa dari total jenis tumbuhan bawah. Tipe vegetasi savanna dan hutan musim lebih disukai merak sebagai habitat makan karena memiliki komposisi jenis tumbuhan bawah yang lebih banyak dan dibandingkan tipe vegetasi lain. Selain itu areal tipe vegetasi tersebut lebih terbuka.

6 B. Distribusi Pakan Merak Hijau Distribusi pakan merak dapat terlihat dari penyebaran masing-masing jenis pakan pada petak contoh. Tabel 15. menunjukkan bahwa jarong (A. aspera L.) dengan frekuensi 0.425% menduduki tempat kedua setelah serut (Streblus asper) dengan frekuensi 0.563%. Kemudian urutan setelahnya adalah jerukan dari suku Capparidaceae (Capparis separia L.) dengan nilai frekuensi 0.263%. Tabel 15. Frekuensi Pakan Merak Hijau di Taman Nasional Baluran No Marga/Jenis Suku Nama Lokal Jumlah petak yang diduduki Frekuensi Pakan (%) 1 Streblus asper Moraceae Serut Achyrantes aspera Amaranthaceae jarong/purutan Capparis separia L. Capparidaceae Jerukan Bauhinia angulata Roxb. Fabaceae rayutan daun kupu Sida acuta Burm. F. Malvaceae sidaguri Corypha utan Palmae gebang Indigofera tinctoria Linn. Fabaceae Tarum Zizyphus rotundifolia Rhamnaceae bukol Achyranthes sp. Amaranthaceae Morinda tinctoria Roth. Rubiaceae mengkuduan Barleria prionitis L. Acanthaceae berduri banyak Acalypha indica L. Euphorbiaceae sangkep Phyllanthus niruri L. Euphorbiaceae meniran Euphorbia hirta Euphorbiaceae pathikan kebo Tephrosia pumila Persl. Fabaceae kacang beneh Calotropis gigantea Asclepiadaceae widuri Cassia mimosoides Bl. Fabaceae aseman Clitoria ternatea L. Fabaceae rayutan kacang Flemingia lineata Fabaceae othok-othok Passiflora sp. Passifloraceae labu hutan Ipomoea obscura (L.) Kor Convolvulaceae rayutan bulu Azima sarmentosa (Bl.) B. & H. Salvadoraceae sokdoy Plumbago zeylanica L. Plumbaginaceae melati hutan Wissadula acidula Malvaceae rayutan kangkung Passiflora foetida Passifloraceae santiet Morinda tomentosa Roth Rubiaceae Mirip mengkuduan Jenis tumbuhan pakan merak hijau yang ditemukan di lokasi pengamatan tercatat 30 jenis, yang masuk pada petak contoh ada 26 jenis sedangkan 4

7 jenis tercatat di luar petak contoh. Empat jenis pakan yang dimaksud adalah Capsicum sp., Amaranthus sp., Eleusine indica, dan Cassia obtusifolia L. Keempat jenis tumbuhan tersebut ditemukan di selokan di antara bangunan kantor taman nasional seksi wilayah Bekol. C. Palatabilitas Pakan Merak Hijau Merak hijau memiliki tingkat kesukaan terhadap bahan pakan tertentu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jarong (Achirantes aspera L.) dari suku Amaranthaceae merupakan tumbuhan yang paling sering dimakan oleh merak (Pavo muticus muticus Linn.) dengan nilai palatabilitas paling tinggi yaitu %. Kemudian othok-othok (Flemingia lineata Roxb.) dengan nilai % tingkat kesukaan kedua dan rayutan labu hutan (Passiflora sp.) dengan nilai % tingkat kesukaan ketiga. Ketiga jenis ini paling banyak ditemukan di savana. Gambar 13. Jarong (Achyranthes aspera L.) (Doc.: Septania 2006)

8 Gambar 14. Daun dan bunga othok-othok (Flemingia lineata Roxb.) (Doc.: Septania 2006) Tabel 16. Palatabilitas Pakan Merak Hijau di Taman Nasional Baluran No Marga/Jenis Suku Nama Lokal Insiden dimakan Palatabilitas (%) 1 Achyrantes aspera L. Amaranthaceae jarong/purutan Flemingia lineata Roxb. Fabaceae othok-othok Passiflora sp. Passifloraceae labu hutan Morinda tinctoria Rubiaceae mengkuduan Acalypha indica Euphorbiaceae sangkep Indigofera sumatrana Fabaceae tarum Sida acuta Burm. F. Malvaceae sidaguri Corypha utan Palmae gebang Calotropis gigantea Asclepiadaceae widuri Zyzyphus rotundifolia Rhamnaceae bukol Barleria prionitis L. Acanthaceae berduri banyak Bauhinia angulata Roxb. Fabaceae rayutan daun kupu Euphorbia hirta Euphorbiaceae pathikan kebo Tephrosia pumila Persl. Fabaceae kacang beneh Achyranthes sp. Amaranthaceae Capparis separia L. Capparidaceae jerukan Cassia mimosoides Bl. Fabaceae aseman Streblus asper Moraceae serut Azima sarmentosa Salvadoraceae sokdoy Ipomoea obscura (L.) Kor Convolvulaceae rayutan bulu Phyllanthus sp. Euphorbiaceae meniran Plumbago zeylanica L. Plumbaginaceae melati hutan Clitoria ternatea L. Fabaceae rayutan kacang Wisadula acidula Malvaceae rayutan kangkung Passiflora foetida Passifloraceae santiet Morinda tomentosa Roth Rubiaceae mirip mengkuduan

9 Merak hijau di TNB lebih menyukai tumbuhan bawah dan liana sebagai pakan (85%). Hal ini berdasarkan pengamatan yang dituliskan pada tabel 17. mengenai habitus tumbuhan dan jumlah yang terlihat dimakan oleh merak. Tabel 17. Habitus tumbuhan dan jumlah dimakan oleh merak hijau No Habitus Insiden Dimakan 1. Pohon Tihang 2 3. Sapihan 0 4. Anakan Tumbuhan bawah dan liana 222 Uji t-student terhadap habitus tumbuhan dan jumlah yang dimakan oleh merak hijau, diperoleh hasil sebagai berikut : Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T P C ( , ) Hasil uji-t tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan bawah pada tingkat kepercayaan 95% lebih disukai daripada tingkat habitus lain. Hal ini berarti merak lebih menyukai tumbuhan bawah sebagai pakan dibandingkan habitus lainnya (pohon, tihang, sapihan, dan anakan) dan juga mendukung pernyataan bahwa merak makan sambil berjalan oleh Hernowo (1996). Tabel 18. Bagian tumbuhan yang dimakan oleh merak hijau dan jumlahnya No Bagian jumlah % 1 daun buah bunga Tabel 18. menunjukkan frekuensi bagian tumbuhan yang paling sering dimakan adalah bagian daun (78.947%).

10 Uji-t terhadap bagian tumbuhan yang dimakan oleh merak dan jumlahnya adalah sebagai berikut: Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T P C ( , ) Hasil uji-t tersebut menunjukkan bahwa bagian daun pada tingkat kepercayaan 95% lebih disukai merak dari pada bagian buah atau bunga. D. Analisis Proksimat Pakan Merak Hijau Analisis proksimat dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Analisis ini tidak dilakukan pada semua jenis pakan merak yang ditemukan, tetapi hanya pada beberapa jenis yang masuk kategori sangat disukai oleh merak hijau, antara lain adalah jarong, othok-othok, rayutan labu hutan, dan mengkuduan. Bagian tumbuhan yang dianalisis adalah bagian tumbuhan yang dimakan oleh merak. Analisis dilakukan untuk mengetahui nilai gizi pakan merak hijau. Tabel 19. Hasil analisis proksimat beberapa pakan merak hijau No Kode BK Abu PK SK LK Beta-N 1 Jarong 82,08 6,44 12,14 29,69 0,10 33,71 2. Othok-othok 84,25 5,11 17,55 28,26 0,02 33,31 3. Labu Hutan 82,20 13,64 23,39 20,89 0,11 24,17 4. Mengkuduan 83,18 9,61 18,22 23,93 0,07 31,35 Keterangan : BK : Bahan Kering PK : Protein Kasar SK : Serat Kasar LK : Lemak Kasar Beta-N : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan serat kasar pada empat jenis pakan yang dianalisis tidak jauh berbeda. Nilai serat kasar paling tinggi terdapat pada jarong (29.69). Nilai protein kasar pada empat jenis pakan merak berbeda-beda. Nilai paling tinggi terdapat pada labu hutan (23.39) dan terendah pada jarong (12.14).

11 Analisis proksimat juga dilakukan pada feses merak, namun hanya terbatas pada kandungan protein kasar dan serat kasar. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 20. Tabel 20. Hasil analisis proksimat pada kotoran merak hijau No Kode BK Abu PK SK LK Beta-N ,05 27, ,11 14, ,65 27, Rata-rata ,60 23, Nilai rata-rata hasil analisis proksimat pada kotoran merak menunjukkan kisaran yang tidak berbeda jauh dengan nilai analisis proksimat pada empat jenis pakan merak (tabel 20.). E. Aktivitas makan Aktivitas makan merak hijau di Taman Nasional Baluran secara umum dimulai pada pukul dan dilanjutkan lagi pada pukul Jika terjadi mendung atau gerimis, maka merak akan turun dari pohon tidur lebih siang atau naik ke pohon tidur lebih awal, sehingga waktu makan mengalami perubahan. Di sela-sela waktu makan, merak berteduh dari sengatan sinar matahari. Sangat sulit untuk mengamati merak makan sambil berteduh di Taman Nasional Baluran, karena pada umumnya merak berteduh di bawah semak-semak.

12 Gambar 15. Merak sedang makan buah gebang di pagi hari (Doc.: Septania 2006) Gambar 16. Merak jantan sedang makan buah gebang di sore hari (Doc.: Septania 2006) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa merak melakukan pemilihan terhadap tipe vegetasi sebagai tempat mencari pakan. Pada tabel 21. dapat terlihat bahwa merak paling sering terlihat makan di tipe ekosistem savana dengan jumlah 215 kali. Sedangkan hutan pantai paling sedikit dengan jumlah ditemui merak makan hanya 5 kali.

13 Tabel 21. Lokasi ditemui merak sedang makan dan jumlahnya No. Tipe Vegetasi Insiden ditemui merak sedang makan 1 Evergreen 14 2 Hutan Musim 18 3 Hutan Pantai 5 4 Savana 215 Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T P C ( , ) Uji-t terhadap tipe vegetasi tempat merak mencari pakan pada tingkat kepercayaan 95% terhadap lokasi ditemui merak sedang makan menunjukkan bahwa merak menyukai savana sebagai tempat makan dibandingkan tipe vegetasi yang lain. Hal ini mendukung pernyataan Maryanti (2007) bahwa merak menyukai tempat makan yang terbuka. Cara makan merak tergantung pada jenis pakan yang dikonsumsi. Secara umum, merak melakukan gerakan memotong dan menarik (menyobek) untuk jenis pakan berbentuk daun. Sedangkan untuk jenis pakan berbentuk buah atau biji, biasanya merak mematuk dengan paruh. Jika pakan yang diinginkan berada di atas kepala, merak akan meloncat untuk mendapatkannya, seperti yang dilakukan pada buah widuri (C. gigantea). Jenis buah tertentu seperti jarong, memberikan cara makan yang unik bagi merak, yaitu dengan menarik biji yang menempel pada tangkai buah, dengan paruhnya hingga ke ujung tangkai. Merak merupakan hewan omnivora, selain tumbuhan merak juga makan serangga untuk melengkapi kebutuhan protein hewaninya. Serangga yang terlihat dimakan oleh merak adalah semut dan rayap. Untuk memakan serangga, merak biasanya mengais-ais tanah sedikit untuk membuka rumah serangga, kemudian mematuk dengan paruhnya. Cara mematuk juga dilakukan merak untuk mengambil batu kecil (kerikil) yang digunakan untuk membantu proses pencernaan di dalam tembolok. F. Strategi Mencari Pakan (Foraging Strategy) Merak menyukai tempat-tempat yang terbuka (open area) pada saat berjalan. Jalan hewan besar seperti banteng dan kerbau menjadi pilihan utama jalur merak mencapai sumber air. Begitu juga jalan beraspal. Sambil berjalan, merak makan tumbuhan yang berada di kanan atau kirinya.

14 Strategi ini yang dipakai merak dalam mendapatkan pakan. Makan sambil berjalan merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan makan merak yang cukup banyak karena tubuhnya yang besar. Selain makan tumbuhan, merak juga makan serangga untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Pada saat berjalan sambil makan, merak biasanya berkelompok. Namun merak jantan dewasa (bulu hias panjang) biasa melakukannya soliter. Saat mematuk atau mengais tanah, merak tetap melakukan gerakan waspada. Kewaspadaan ini biasanya ditandai dengan ditegakkannya leher ke atas dengan kepala diam seakan sedang mengamati dan mendengarkan kondisi di sekitarnya. Penggunaan waktu merak dalam mencari makan terbagi menjadi dua, yaitu pagi dan sore hari. Setelah turun dari tempat tidurnya di pagi hari, merak makan di sepanjang jalan menuju tempat minum atau tempat berteduh. Kemudian di sore hari, merak keluar dari tempat berteduhnya, dan akan makan di sepanjang jalan menuju tempat minum dan tempat tidurnya. Kadang, merak melakukan aktivitas makan pada saat berteduh atau berlindung. Hal ini teramati pada saat merak sedang berteduh di bawah pohon mengkuduan (M. tinctoria) di savana dan pada saat merak berlindung di atas pohon serut di hutan pantai. Kebutuhan merak akan air dipenuhi dengan mencari sumber-sumber air tawar di habitatnya. Jika tidak menemukan air tawar, merak akan minum di sumber air payau. Sumber air tawar di areal penelitian terdapat di sekitar Bukit Bekol, savana tengah, dan sumber air manting di hutan pantai. Sedangkan sumber air payau untuk minum merak terdapat di Kelor, Kalitopo, dan kubangan Bama. Gambar 17. Kelompok merak sedang makan sambil berjalan (Doc.: Puroso 2006)

15 Gambar 18. Sekumpulan merak di kubangan Bekol (Doc.: Septania 2006) Gambar 19. Merak sedang makan di sekitar kubangan Bama (Doc.: Septania 2006) Merak adalah hewan yang sangat waspada dan tajam penglihatannya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa merak merupakan satwa pertama yang mengetahui kehadiran makhluk lain yang dianggap mencurigakan dan membahayakan dibandingkan hewan lain seperti rusa. Kewaspadaan merak juga bisa teramati pada saat pengamat melakukan nyanggong. Pengamat harus melakukan adaptasi terhadap merak untuk melakukan pengamatan pada saat naik pohon. Karena ketika terlihat kejanggalan seperti terlihatnya pengamat atau peralatan penelitian (tangga

16 atau tali), merak tidak akan mau mendekat lokasi tersebut. Hal ini berarti bahwa merak merekam kondisi lokasi pada hari sebelumnya. Ketinggian pohon sebagai titik pengamatan bervariasi, dari 3 meter sampai 7 meter dari permukaan tanah. Gambar 20. Merak sedang mencari makan di pinggir jalan di hutan musim bersikap waspada (Doc.: Septania 2006) Melakukan pengamatan tumbuhan sebagai pakan merak juga tidak mudah. Merak termasuk hewan yang sangat awas dan waspada. Sebagian besar merak waspada (kepala tegak dan berbunyi tak..tak..tak..) pada jarak 20 meter. Sedikit sekali merak yang bisa teramati sampai jarak 7 meter jika dia tidak menyadari kejanggalan dan kehadiran pengamat. Namun jika pengamat melakukan gerakan sedikit saja, merak akan terbang menjauh.

menjadi lebih besar. Artinya, jenis-jenis tumbuhan bawah dan anakan memiliki potensi cukup tinggi sebagai pakan merak.

menjadi lebih besar. Artinya, jenis-jenis tumbuhan bawah dan anakan memiliki potensi cukup tinggi sebagai pakan merak. VI. PEMBAHASAN A. Potensi Pakan Merak Hijau di Taman Nasional Baluran Total jenis tumbuhan yang terinventarisasi pada petak contoh 122 jenis, namun hanya 30 jenis yang menjadi pakan merak. Dari 30 jenis

Lebih terperinci

BAB V. HABITAT MERAK HIJAU JAWA

BAB V. HABITAT MERAK HIJAU JAWA BAB V. HABITAT MERAK HIJAU JAWA 5.1 PENDAHULUAN 5.1.1 Latar Belakang Merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) tersebar di beberapa tipe habitat yaitu hutan hujan tropika dataran rendah di jawa, hutan musim,

Lebih terperinci

POPULASI BURUNG MERAK HIJAU

POPULASI BURUNG MERAK HIJAU POPULASI BURUNG MERAK HIJAU (Pavo muticus Linnaeus, 1766) DI EKOSISTEM SAVANA, TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR (Population Phoenix Birds (Pavo muticus Linnaeus, 1766) in Savanna Ecosystem, Baluran National

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semut adalah serangga yang memiliki keanekaragaman cukup tinggi. Seluruh anggota semut masuk dalam anggota Famili Formicidae. Keberadaan serangga ini sangat melimpah

Lebih terperinci

POTENSI JENIS TUMBUHAN SEBAGAI PAKAN MERAK HIJAU JAWA (Pavo muticus muticus Linnaeus, 1766) DI TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR KUNCUP AYU SEPTANIA

POTENSI JENIS TUMBUHAN SEBAGAI PAKAN MERAK HIJAU JAWA (Pavo muticus muticus Linnaeus, 1766) DI TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR KUNCUP AYU SEPTANIA POTENSI JENIS TUMBUHAN SEBAGAI PAKAN MERAK HIJAU JAWA (Pavo muticus muticus Linnaeus, 1766) DI TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR KUNCUP AYU SEPTANIA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA. Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA. Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 LAPORAN KEGIATAN REHABILITASI SAVANA BEKOL

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Hari ke Total

LAMPIRAN. Hari ke Total LAMPIRAN Tabel 1.Populasi merak hijau jawa di TNAP tahun 2006 Sadengan 34 26 24 20 18 20 25 26 26 32 251 Rowobendo 36 39 47 45 52 50 51 37 35 49 62 Guntingan 10 8 6 3 3 4 6 5 7 10 441 Sumber Gedang 4 2

Lebih terperinci

POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM

POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN Ambar Kristiyanto NIM. 10615010011005 http://www.ppt-to-video.com Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu taman nasional tertua

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL

PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Penyebaran merak hijau di Pulau Jawa (Sumber : Keterangan : : penyebaran saat ini : penyebaran historis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Penyebaran merak hijau di Pulau Jawa (Sumber :  Keterangan : : penyebaran saat ini : penyebaran historis II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyebaran di Pulau Jawa Penyebaran merak hijau di Indonesia hanya ada di Pulau Jawa, yaitu di beberapa taman nasional di daerah hutan dataran rendah, terutama di daerah Jawa bagian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

BAB VI. EKOLOGI PERILAKU MERAK HIJAU JAWA

BAB VI. EKOLOGI PERILAKU MERAK HIJAU JAWA BAB VI. EKOLOGI PERILAKU MERAK HIJAU JAWA 6.1 PENDAHULUAN 6.1.1 Latar Belakang Merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) dahulu tersebar mulai dari Malaysia dan P Jawa, dan tidak terdapat di Sumatra maupun

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan

Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan Nurlina Saking dan Novia Qomariyah Disampaikan Dalam Rangka Seminar Nasional Teknologi Peternakan

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 1 BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Telah diketahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki

I. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu dari tiga taman nasional yang ada di Sumatera yang dapat mewakili prioritas tertinggi unit konservasi

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Pengamatan Kondisi Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran. Oleh :

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Pengamatan Kondisi Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran. Oleh : Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pengamatan Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL INTEGRASI SAINS. herba yaitu : Talas, singkong,, kangkung, patikan kebo, pandan, rimbang

BAB V PEMBAHASAN HASIL INTEGRASI SAINS. herba yaitu : Talas, singkong,, kangkung, patikan kebo, pandan, rimbang 82 BAB V PEMBAHASAN HASIL INTEGRASI SAINS A. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian tumbuhan herba yang sudah ditemukan di lingkungan kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Palangka Raya, dengan areal

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Hasil Monitoring Pergerakan Dan Penyebaran Banteng Di Resort Bitakol Taman Nasional Baluran Nama Oleh : : Tim Pengendali Ekosistem Hutan BALAI TAMAN NASIONAL

Lebih terperinci

Analisis Habitat Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran

Analisis Habitat Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran Laporan Kegiatan PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN Analisis Habitat Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

Suhadi Department of Biology, State University of Malang

Suhadi Department of Biology, State University of Malang Berk. Penel. Hayati: ( ), 00 sebaran tumbuhan bawah pada tumbuhan Acacia nilotica (l) Willd. ex Del. di savana bekol taman nasional baluran Suhadi Department of Biology, State University of Malang ABSTRACT

Lebih terperinci

POPULASI, HABITAT DAN PERILAKU JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus Daudin 1800) DI SAVANA BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN PRATIWI PRIMATIRTA WIDYANINGRUM

POPULASI, HABITAT DAN PERILAKU JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus Daudin 1800) DI SAVANA BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN PRATIWI PRIMATIRTA WIDYANINGRUM POPULASI, HABITAT DAN PERILAKU JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus Daudin 1800) DI SAVANA BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN PRATIWI PRIMATIRTA WIDYANINGRUM DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan

LAPORAN KEGIATAN IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan LAPORAN KEGIATAN IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang populasi satwa mamalia

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2

SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2 SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2 1. Cermati teks negosiasi berikut! Terima Kasih Bu Mia Kamis pagi usai pelajaran olahraga, Bu Mia, guru Kimia masuk kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi 22 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi Madura Jantan yang Mendapat Kuantitas Pakan Berbeda dilaksanakan pada bulan Juni September 2015. Lokasi

Lebih terperinci

SELEKSI JENIS TUMBUHAN PAKAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis Blainville) DI PULAU MENJANGAN BALI. Program Studi Biologi FMIPA Universitas Udayana 2016

SELEKSI JENIS TUMBUHAN PAKAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis Blainville) DI PULAU MENJANGAN BALI. Program Studi Biologi FMIPA Universitas Udayana 2016 SELEKSI JENIS TUMBUHAN PAKAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis Blainville) DI PULAU MENJANGAN BALI I Ketut Ginantra I B Made Suaskara I Ketut Muksin Program Studi Biologi FMIPA Universitas Udayana 2016 I.

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pembuatan Herbarium BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional Baluran sebagai salah satu kawasan konservasi sudah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya kerusakan hutan Paliyan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri. Kehutanan Nomor 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya kerusakan hutan Paliyan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri. Kehutanan Nomor 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Eksploitasi hutan Paliyan sudah terjadi sejak zaman penjajahan Belanda. Pada periode penjajahan Jepang, eksploitasi hutan semakin meningkat terutama kayu jati. Eksploitasi

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Labelisasi Pohon

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Labelisasi Pohon Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Labelisasi Pohon BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Baluran memiliki beberapa tipe ekosistem yang tersebar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah Berdasarkan hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada 20 buah petak contoh di Arboretum PT Arara Abadi diperoleh jumlah tumbuhan bawah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di kandang kambing Kelompok Tani Ternak Tunas Melati, di desa Cepoko Kuning, Batang, Jawa Tengah serta

Lebih terperinci

Jl. Sei Ulin No. 28 B, Po Box 65 Banjarbaru-Kalimantan Selatan 70174; Telp. (0511) ; Fax. (0511) ;

Jl. Sei Ulin No. 28 B, Po Box 65 Banjarbaru-Kalimantan Selatan 70174; Telp. (0511) ; Fax. (0511) ; Pengaruh Pembebasan Jenis Akasia (Muhammad Abdul Qirom, dkk.) PENGARUH PEMBEBASAN JENIS AKASIA BERDURI Acacia nilotica (L.)Willd.ex Del TERHADAP KOMPOSISI JENIS TUMBUHAN PENYUSUN SAVANA DAN KUALITAS SAVANA

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik 1. Sejarah Penetapan Menurut Buku Informasi (2001), Taman Nasional Baluran ditetapkan sebagai taman nasional berdasarkan pengumuman Menteri Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI PADA SAVANA TANPA TEGAKAN AKASIA (Acacia nilotica) DI TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR

ANALISIS VEGETASI PADA SAVANA TANPA TEGAKAN AKASIA (Acacia nilotica) DI TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR ANALISIS VEGETASI PADA SAVANA TANPA TEGAKAN AKASIA (Acacia nilotica) DI TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR Vegetation Analysis of Savannah Without Acacia (Acacia nilotica) Stand in Baluran National Park

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Maret Juni Lokasi penelitian di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Maret Juni Lokasi penelitian di kandang 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Evaluasi Panjang Potongan Hijauan yang Berbeda dalam Ransum Kering Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Kambing Lokal dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para peternak selayaknya memanfaatkan bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan produk sampingan olahan

Lebih terperinci

POTENSI VEGETASI PAKAN DAN EFEKTIVITAS PERBAIKAN HABITAT RUSA TIMOR (Cervus timorensis, de Blainville 1822) DI TANJUNG PASIR TAMAN NASIONAL BALI BARAT

POTENSI VEGETASI PAKAN DAN EFEKTIVITAS PERBAIKAN HABITAT RUSA TIMOR (Cervus timorensis, de Blainville 1822) DI TANJUNG PASIR TAMAN NASIONAL BALI BARAT Media Konservasi Vol. 13, No. 2 Agustus 2008 : 59 64 POTENSI VEGETASI PAKAN DAN EFEKTIVITAS PERBAIKAN HABITAT RUSA TIMOR (Cervus timorensis, de Blainville 1822) DI TANJUNG PASIR TAMAN NASIONAL BALI BARAT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan merupakan bahan pakan sumber serat yang sangat diperlukan bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. (2005) porsi hijauan

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di stasiun penelitian Yayasan Ekosistem Lestari Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI PADA TEGAKAN YANG TERINVASI AKASIA (Acacia nilotica) DI TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR

ANALISIS VEGETASI PADA TEGAKAN YANG TERINVASI AKASIA (Acacia nilotica) DI TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR ANALISIS VEGETASI PADA TEGAKAN YANG TERINVASI AKASIA (Acacia nilotica) DI TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR Djufri (djufri_nia@yahoo.com) Institut Pertanian Bogor ABSTRACT The research was done in Baluran

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak 8 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian keluaran kreatinin pada urin sapi Madura yang mendapat pakan dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga Januari 2015 di kandang peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitan ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengandesain tujuan utama untuk membuat

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 16 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 2012 yang bertempat di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Analisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah, Letak dan Luas Kawasan Upaya penunjukan kawasan Baluran menjadi suaka margasatwa telah dirintis oleh Kebun Raya Bogor sejak tahun 1928, rintisan tersebut

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama makanan ternak ruminansia adalah hijauan pada umumnya, yang terdiri dari rumput dan leguminosa yang mana pada saat sekarang ketersediaannya mulai terbatas

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam peningkatan produktivitas ternak ruminansia adalah ketersediaan pakan yang berkualitas, kuantitas, serta kontinuitasnya terjamin, karena

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05)

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05) Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Perlakuan 2 95663 98356 49178 1,97 0,234 Kelompok 3 76305 76305 25435 1,02 0,459 Galat 5 124978 124978 24996 Total 10 296946 S = 158,100 R-Sq = 57,91%

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

Djufri Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah Darussalam Banda Aceh Abstract

Djufri Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah Darussalam Banda Aceh   Abstract Penurunan Kualitas Savana Bekol sebagai Feeding Ground bagi Rusa (Cervus timorensis) dan Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran Jawa Timur (Quality Reduction of Bekol Savannah as Feeding Ground

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS

ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS 1 TEKNOLOGI PERTANIAN ANALISIS KERAPATAN TEGAKAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BALURAN BERBASIS QUANTUM-GIS ANALYSIS OF STAND DENSITY IN BALURAN NATIONAL PARK BASED ON QUANTUM-GIS Maulana Husin 1), Hamid Ahmad,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai September 2015 bertempat di Kandang Kambing Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memanfaatkan hutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan kayu bangunan, hasil

Lebih terperinci