LAPORAN KEGIATAN IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KEGIATAN IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan"

Transkripsi

1 LAPORAN KEGIATAN IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2005

2 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang populasi satwa mamalia besar, terutama banteng, di kawasan Taman Nasional Baluran diprediksikan telah terjadi penurunan jumlah yang cukup signifikan pada kurun waktu 3 tahun terakhir. Kekhawatiran akan itu menuntut pengelola kawasan untuk lebih serius menangani masalah tersebut. Hingga saat ini telah banyak terjadi perubahan pola perilaku, pergerakan dan populasi satwa (terutama banteng). Hal ini dipengaruhi banyak faktor, yang diantaranya yaitu perubahan kondisi habitat, misalnya : menurunnya kualitas dan kuantitas sumber air minum satwa di dalam kawasan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, guna memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupannya, satwa mamalia besar (terutama banteng) berusaha untuk mencari lokasi atau habitat yang mempunyai daya dukung yang cukup. Salah satu kebutuhan pokok tersebut yaitu ketersediaan pakan dan sumber air minum. Banteng dan satwa mamalia besar lainnya, terutama pada musim kemarau, dapat melakukan perjalanan yang jauh untuk menemukan sumber air. Keterbatasan persediaan air di suatu habitat satwa akan sangat berpengaruh terhadap perilaku, pola pergerakan dan populasi satwa tersebut. Selain faktor keterbatasan sumber pakan dan air, faktor perburuan liar dan predator juga memiliki andil yang cukup berarti dalam penurunan populasi satwa liar. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut dari kegiatan pengamatan satwa mamalia besar di Taman Nasional Baluran, diperlukan monitoring lanjutan yang dilakukan secara berkala / rutin setiap periode waktu tertentu. Kegiatan ini berpedoman pada jalur atau lokasi yang ditempuh pada kegiatan tahun sebelumnya dan juga jalur atau lokasi lain yang diindikasikan sebagai perkembangan kondisi habitat banteng di kawasan Taman Nasional Baluran. B. Tujuan Kegiatan Kegiatan identifikasi habitat mamalia besar ini bertujuan : 1. Mengetahui perkembangan kondisi habitat satwa mamalia besar di dalam kawasan Taman Nasional. 2. Mengumpulkan bahan kajian guna pengambilan kebijakan dalam pengelolaan populasi satwa dan habitatnya. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mamalia Mamalia merupakan hewan yang hampir seluruh tubuhnya tertutup oleh kulit berambut, termasuk hewan berdarah panas. Sebutan mamalia berdasarkan adanya kelenjar mamae pada hewan betina untuk menyusui anaknya yang masih muda. Berdasarkan waktu aktivitasnya mamalia dapat diklasifikasikan menjadi hewan nokturnal (aktif malam hari) dan hewan diurnal (aktif siang hari). Berdasarkan tempat hidupnya dapat diklasifikasikan menjadi hewan arboreal (hidup di pohon) dan terestrial (hidup di darat), berdasarkan jenis makanannya dapat diklasifikasikan menjadi hewan browser (memakan pucuk daun), hewan grasser (pemakan rumput), dan tergolong dalam herbivora, karnivora dan omnivora. 1. Banteng (Bos javanicus d Alton) a. Klasifikasi Nama daerah lain untuk banteng adalah sapi alas (jawa), klebo dan temadu (Kalimantan). Menurut Lekagul dan McNeely (1977) dan Alikodra (1982), secara taksonomi banteng dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Klas : Mammalia Subklas : Theria Ordo : Artiodactyla Subordo : Ruminantia Famili : Bovidae Subfamili : Bovinae Tribe : Bovini Genus : Bos Spesies : Bos javanicus d Alton b. Morfologi Banteng merupakan hewan yang besar, tegap dan kuat dengan memiliki bahu depan yang lebih tinggi daripada bagian belakang dengan sepasang tanduk di kepalanya. Pada banteng jantan dewasa tanduknya berwarna hitam mengkilap, runcing dan melengkung IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 2

3 ke arah depan (medio enterior), sedangkan pada betina dewasa tanduknya lebih kecil dan melengkung ke belakang. (Lekagul dan Mc. Neely, 1977 dalam Anonimous, 1997) Pada bagian tengah dada terdapat gelambir (dewlap) memanjang dari pangkal kaki depan hingga bagian leher, tetapi tidak mencapai daerah kerongkongan (Hoorgerwerf, 1970; Helder, 1976 dalam Alikodra, 1997). Menurut Preffer dan Sinaga (1964) dalam Santosa, (1985), berat banteng dewasa di Taman Nasional Baluran dapat mencapai 900 Kg dan tinggi bahunya kurang lebih 170 cm. Banteng jantan mempunyai ukuran tengkorak 50 cm, sedangkan betina dewasa lebih kecil dari ukuran tengkorak banteng jantan. Tinggi bahu bervariasi menurut umur. Banteng jantan yang berumur 8 10 tahun mempunyai tinggi bahu 170 cm, sedangkan banteng betina mempunyai tinggi bahu 150 cm (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous 1997). Banteng mempunyai ciri khas yaitu pada bagian pantat terdapat belang putih, bagian kaki dari lutut ke bawah seolah-olah memakai kaos kaki berwarna putih, serta pada bagian atas dan bawah bibir berwarna putih. Banteng jantan mempunyai warna bulu hitam. Semakin tua umurnya makin hitam warna bulunya. Banteng betina warna kulitnya coklat kemerahan, semakin tua umurnya semakin gelap menjadi coklat tua. Warna kulit anak banteng baik yang jantan maupun betina lebih terang dari pada warna kulit banteng betina dewasa, tetapi pada banteng jantan muda (anak) warna kulitnya lebih gelap sejak berumur antara bulan. (Alikodra 1983). Menurut Hoorgerwerf (1970) dan Lekagul & McNeely (1973) dalam Alikodra (1983), umur banteng maksimum berkisar diantara tahun, selanjutnya hidup seekor banteng betina dapat menghasilkan keturunannya sebanyak 21 ekor anak. Umur pertama banteng betina mampu untuk berkembang biak adalah 3 tahun, sedangkan banteng jantan lebih dari 3 tahun. c. Fisiologi Banteng Banteng termasuk satwa yang berkelompok. Jumlah setiap kelompok berjumlah sekitar ekor, yang terdiri dari banteng jantan dewasa, induk dan anak-anaknya. Sex ratio antara banteng jantan dan betina dalam suatu populasi banteng berkisar antara 1 : 3 sampai 1 : 4. Banteng termasuk satwa yang mempunyai satu kali musim kawin dalam satu tahun dan melakukan perkawinan dalam satu periode waktu tertentu tergantung dari lokasi habitatnya. Lama bayi dalam kandungan adalah 9,5 10 bulan (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous, 1997). Musim kawin banteng di Taman Nasional Baluran, menurut petugas, berlangsung setelah musim kawin rusa, yaitu antara Bulan Agustus atau September, yang ditandai oleh banteng jantan mengeluarkan suara lenguhan. d. Perilaku Banteng, sebagai satwa yang hidup berkelompok, biasanya terdiri dari satu ekor banteng jantan dewasa, bertindak sebagai ketua kelompok, jantan muda, betina induk dan anak-anaknya. Banteng terkenal sebagai satwa yang mempunyai daya penciuman dan pendengaran yang tajam. Sebagai tandanya, di waktu makan banteng sering mengangkat kepala sambil mengibas-ibaskan telinganya untuk mendengar apakah ada bahaya. Apabila ada tanda bahaya, banteng yang pertama kali mendengar hal itu akan segera menghadap ke arah sumber bahaya sambil memberi isyarat kepada banteng yang lainnya. Bila ada bahaya mengancam, banteng-banteng muda dan betina terlebih dahulu masuk ke dalam hutan kemudian disusul oleh banteng dewasa jantan (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous, 1997). Dalam tiap-tiap kelompok biasanya terdapat beberapa banteng jantan muda (2 5 ekor) yang mana pada saatnya nanti, salah satunya akan menggantikan sebagai ketua kelompok. Waktu pergantian ketua kelompok, sering terjadi perkelahian, dan banteng yang kalah akan memisahkan diri dari kelompoknya dan kadang-kadang diikuti oleh beberapa banteng betina yang setia kemudian membentuk kelompok baru (Alikodra, 1980). Banteng yang sudah tua dan mendekati ajalnya akan memisahkan diri dan menjadi banteng soliter sehingga rawan untuk menjadi mangsa satwa predator (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous, 1997). Menurut Alikodra (1983), banteng mempunyai sifat-sifat : - menyukai daerah yang luas dan tidak ada gangguan alami - daerah yang banyak terdapat garam; daerah yang tidak ada gangguan lalat, lebah dan yang lainnya serta daerah moonson forest, savana dan suka hidup berkelompok - suka melakukan perjalanan jauh sambil makan - dan kurang tahan terhadap terik matahari sehingga banteng sering berlindung di bawah pohon rindang di dekat padang rumput/ savana. 2. Kerbau Liar (Bubalus bubalis) a. Klasifikasi Nama daerah lain untuk kerbau air adalah kebo dan maeso (Jawa), munding (Sunda), lambar (Sulawesi), bicil (Timor), kabo (Bali), hadangan dan trewan (Kalimantan) IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 3

4 dan karbui (Madura). Menurut Lekagul dan McNeely (1977) dalam Anonimous (1997), secara taksonomi kerbau liar dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Klas : Mamalia Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae Genus : Bubalus Spesies : Bubalus babalis Linnaeus Menurut Mason (1977) dalam Santosa (1985), ada dua tipe kerbau air, yaitu kerbau sawah atau kerbau lumpur (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo). Kerbau lumpur mempunyai warna kulit abu-abu keputihan pada anak-anak dan menjadi biru kehitaman setelah dewasa, tanduk tumbuh ke samping membentuk lengkungan setengah lingkaran serta lebih suka berkubang di kolam yang berlumpur. b. Morfologi Kerbau air termasuk hewan ruminansia besar yang mempunyai ciri-ciri bertubuh besar, warna kulit kelabu hitam dengan rambut pendek kaku tersebar jarang berwarna merah kelabu. Di bawah lehernya terdapat warna merah keputihan yang arahnya melintang seperti huruf V, bagian kaki mulai dari lutut ke bawah seolah-olah memakai kaos kaki berwarna abu-abu keputihan. Pada bagian bibir dan sudut mata bagian atas terdapat warna putih. Warna tubuh kerbau liar jantan dan betina sama. (Santosa, 1985) Kerbau liar mempunyai sepasang tanduk yang besar dengan pangkal yang bergarisgaris melintang dan mempunyai potongan segitiga. Tanduk kerbau jantan lebih besar daripada tanduk kerbau betina (Lekagul dan McNeely, 1977 dalam Santosa, 1985). Selanjutnya menurut Preffer dan Sinaga (1964) dalam Santosa (1985), kerbau liar dewasa yang pernah ditemukan di Taman Nasional Baluran dapat mencapai berat 1000 kg dan tinggi bahunya kurang lebih 150 cm. Kriteria umur dan jenis kelamin kerbau liar berdasarkan ciri morfologisnya yaitu kerbau jantan dewasa warna tubuhnya hitam kebiruan, tanduk relatif lebih besar dan tebal, serta ada penis pada selangkangnya. Sedangkan kerbau betina lebih kecil tubuhnya dan tanduk lebih kecil dan tipis, juga ditandai dengan adanya puting susu dan vagina. c. Fisiologi Kerbau Liar termasuk hewan ruminansia yang mempunyai kromosom 48 buah. Kerbau juga suka berkubang untuk menghindarkan sengatan matahari dan serangga, sehingga disebut juga hewan yang tergantung kepada air (khususnya untuk berkubang). Secara fisiologis kerbau kurang tahan terhadap sengatan sinar matahari dibandingkan dengan sapi (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous, 1997). Dalam keadaan istirahat dan naungan kerbau mempunyai suhu tubuh, laju pernafasan dan pulsa jantung yang lebih rendah dibandingkan sapi. Bila terkena panas sinar matahari, suhu tubuh, laju pernafasan dan pulsa jantung melonjak cepat. Begitu mendapat naungan atau mendapatkan air keadaan akan menjadi normal kembali. Penyebabnya ialah karena kerbau mempunyai pori-pori dan kelenjar keringat hanya sepersepuluh dari sapi, dimana pori-pori sapi mempunyai kerapatan per sentimeter persegi. Keadaan ini yang menyebabkan kerbau tergantung pada air / kubangan dan naungan. Kerbau mencapai dewasa kelamin pada umur 3 3,5 tahun. Musim kawin terjadi pada Bulan Oktober November. Lama mengandung bayi berkisar hari (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous, 1997). d. Perilaku Pada umumnya herbivora menghabiskan waktunya selama berjam-jam hanya untuk makan. Pemamah biak sering berbaring pada waktu memamah biak. (Tanudimadja, 1978 dalam Anonimous, 1997) Tingkah laku makan binatang liar sangat bervariasi, baik lamanya makan maupun frekuensi makannya tiap hari. Jika dilihat tingkah laku makan pada skala pendek, maka tingkah laku makan dilakukan bersama-sama dengan tingkah laku pindah gerak. Gerak tersebut termasuk gerak penjelajahan daerah lingkungannya maupun perpindahan di dalam mencari makan dan memilih makanannya (Suratmo, 1979). Selama musim kemarau kerbau liar betina dan anaknya merumput bersama-sama pada tempat yang tinggi atau secara terpisah pada tanah yang datar. Sedangkan pada waktu sore, malam dan pagi hari kerbau tinggal bersama-sama ( Ahmadi, 1986 dalam Anonimous. 1997). Dalam aktivitas harian kerbau liar di Taman Nasional Baluran membentuk kelompok terutama yang dewasa muda dengan tiap kelompoknya ada 5 63 ekor. Tetapi ada juga kerbau liar yang hidup soliter. Kerbau liar membentuk kelompok bila merasakan adanya bahaya dan memperlihatkan perilaku waspada, yaitu dengan berperilaku diam sambil menengadahkan kepalanya dan mencari sumber bahaya dan arah datangnya. Umumnya tindakan yang diambil adalah lari menghindar bersama-sama, dimulai dari anak, induk dan diikuti oleh kerbau jantan sehingga seluruh anggota kelompok merasa selamat (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous, 1997). IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 4

5 Menurut Tuloch (1978) dalam Anonimous (1997), menyatakan bahwa diantara individu-individu kerbau jarang terjadi interaksi yang agresif. Interaksi agresif sering terjadi apabila ada anak yang mencoba untuk menyusu pada bukan induknya. Saat Kerbau betina sedang birahi akan menunjukkan perilaku tertentu, yaitu dengan menggosokkan tubuhnya dengan tanah, melenguh dan mendengus, mencoba menaiki kerbau yang lain, pada saat lari ekornya diangkat ke atas. Disamping itu kerbau betina yang sedang birahi kadang-kadang menjadi lebih agresif dengan mengembara lebih jauh karena kurang adanya pejantan, tanda-tanda ini akan nampak jelas biasanya pada musim dingin (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous. 1997). 3. Rusa Timor ( Cervus timorensis de Blainvile ) a. Klasifikasi Rusa timor merupakan hewan yang dilindungi karena terjadi penurunan populasi yang dianggap sampai pada titik yang kritis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kepunahan. Rusa timor termasuk satwa liar yang berkerabat dekat dengan kancil dan kijang. Klasifikasi lengkap rusa timor menurut Widyastuti (1993) adalah sebagai berikut : Klas : Mamalia Ordo : Artiodactyla Family : Cervidae Genus : Cervus Species : Cervus timorensis b. Morfologi Morfologi rusa timor ditandai dengan warna kulit coklat kemerah-merahan, hidupnya berkelompok dan mempunyai daerah teritorial sendiri-sendiri. Rusa jantan berwarna lebih gelap dan bulunya lebih kasar serta mempunyai tanduk yang bercabang indah, dan umumnya berwarna coklat keabu-abuan sampai coklat gelap. Bobot badan dewasa dapat mencapai 60 kg, panjang badan berkisar antar 1,95 2,10 m, tinggi badan 1,00 1,10 m. Umur sapih 4 bulan, dewasa kelamin betina terjadi pada umur 2 tahun 3 bulan dan umur tua sekitar tahun. Lama kebuntingan rusa antara hari. Jumlah anak yang dilahirkan dari setiap kali beranak pada umumnya berjumlah 2 ekor (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). c. Habitat Satwa liar dalam hidupnya memerlukan tempat-tempat yang dapat dipergunakan untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain dan tempat berkembang biak. Rusa mempunyai sifat mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Tempat hidup rusa umumnya di daerah yang dekat dengan hutan dan pada padang rumput / savana. Satwa ini memiliki indera penciuman dan pendengaran yang tajam, sehingga mudah menghindarkan diri dari musuh yang akan memangsanya (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Daerah-daerah yang kering dan terbuka merupakan tempat habitat rusa, seperti padang rumput atau bukitbukit, berkemiringan yang landai, dengan pohon dan belukar yang tersebar. B. Habitat Satwa Mamalia Besar Guna mendukung kehidupannya, satwa liar membutuhkan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya, baik makanan dan air. Menurut Alikodra (1990), habitat merupakan kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar. Setiap satwa menempati habitat sesuai dengan lingkungannya yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya dan setiap satwa liar menghendaki kondisi yang berbeda-beda. Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup satwa liar yaitu terdiri dari makanan, air, temperatur, kelembaban, tekanan udara dan tempat berlindung maupun kawin. Faktor ini secara keseluruhan berperan sebagai sistem yang berfungsi dalam mengendalikan pertumbuhan populasi Perubahan faktor pembatas (pakan dan air pada musim kemarau) baik dari segi kualitas maupun kuantitas dapat mengubah daya dukung lingkungannya. Dalam pembinaan habitat, faktorfaktor pembatas tersebut harus diperhatikan fluktuasinya dan dipantau untuk menetapkan programprogram pengelolaan yang tepat. (Alikodra, 1983) IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 5

6 BAB III. METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan identifikasi habitat satwa mamalia besar terdiri dari banteng (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis) dan rusa (Cervus timorensis). Akan tetapi dalam pengamatan lebih dominan ditujukan pada banteng. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 1-5 Oktober 2005, termasuk kegiatan survei lapangan dan pelaksanaan pengamatannya. B. Alat dan Bahan Peralatan dan bahan yang dibutuhkan antara lain sebagai berikut : 1. Alat tulis 2. Peta kerja 3. Kamera foto 4. Handycam 5. Kertas lakmus ph 6. Binoculer 7. Parang 8. Buku panduan lapangan 9. Tally sheet 10. Kompas C. Metode Kegiatan Kegiatan identifikasi habitat satwa mamalia besar dilaksanakan dengan monitoring langsung di lapangan. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi : 1. Obyek pengamatan : a. masing-masing habitat satwa (Sumber air minum satwa alami, tempat minum buatan dan sungai, feeding ground, dll ) 2. Lokasi pengamatan : a. Sumber-sumber air minum satwa yang menyebar di kawasan Taman Nasional Baluran. b. Lokasi sumber pakan (feeding ground) c. Jalur-jalur pergerakan satwa di dalam kawasan. d. Lokasi-lokasi tertentu yang diidentifikasi sebagai habitat satwa mamalia besar. 3. Metode pelaksanaan : a. Inventarisasi lokasi dan habitat mamalia besar (jumlah sumber air minum satwa, jalur-jalur satwa, feeding ground / savana dll). b. Penentuan data lapangan yang dikumpulkan dan pembuatan tally sheet Nama lokasi dan posisi di kawasan yang digunakan sebagai habitat satwa mamalia besar. Identifikasi pemanfaatan habitat tersebut oleh satwa. sekitar habitat satwa tersebut. Indikasi satwa yang memanfaatkan habitat tersebut, berupa jejak, kotoran, dan tanda-tanda lainnya. Indikasi ada / tidaknya gangguan terhadap habitat satwa tersebut. Perkiraan jumlah dan jenis satwa dari tanda atau indikasi yang ditemukan di lokasi tersebut. c. Mencatat berbagai informasi lain yang diperlukan dan belum termasuk dalam tally sheet. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Habitat Satwa Mamalia Besar Guna mendukung kehidupannya satwa mamalia besar (banteng, rusa dan kerbau liar) di Taman Nasional Baluran membutuhkan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungannya yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya dan setiap individu atau kelompok satwa liar menghendaki kondisi yang berbeda-beda. Taman Nasional Baluran yang terdiri dari berbagai tipe habitat, mulai dari pantai hingga pegunungan, merupakan kawasan yang menyediakan berbagai potensi dan sesuai dengan kondisi yang diperlukan oleh satwa mamalia besar. Pengamatan satwa mamalia besar lebih tertuju kepada kondisi habitat satwa. Wilayah pengamatan meliputi Seksi Konservasi Wilayah Pandean dan Bekol. Kegiatan identifikasi habitat mamalia besar ini dilakukan dengan penjelajahan kawasan pada saat puncak musim kemarau (September Oktober), dimana kondisi habitat, ketersediaan pakan dan sumber air pada posisi ekstrim sebagai faktor pembatas dalam kelangsungan kehidupan banteng dan mamalia besar lainnya di Taman Nasional Baluran. Sedangkan khusus untuk pengamatan sumbersumber air yang diindikasikan dimanfaatkan oleh satwa mamalia besar, baik untuk minum maupun kebutuhan lainnya, dilakukan dengan pengamatan secara rutin. Dari wilayah-wilayah yang dijadikan lokasi pengamatan, diharapkan mewakili kondisi habitat dari mamalia besar yang terdapat di kawasan Taman Nasional Baluran secara keseluruhan. IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 6

7 Lokasi lokasi yang diamati dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1. Lokasi yang Diamati dalam Penjelajahan Kawasan 1. Lokasi : Blok Savana Kajang Tipe vegetasi : areal sebagian terbuka, bekas tebangan akasia (banyak tonggak dan sisa kayu) sebagian didominasi tegakan akasia umur + 4 th, cukup rapat. terdapat jenis lain tingkat pohon : pilang, mimbo, asam, kesambi. tumbuhan bawah : nyawon, kapasan, jarong. : Sumber air terdekat : Bama, Batu Hitam, Kalitopo. Dekat dengan pantai ( ke arah timur m). Terdapat jalur setapak pencari biji akasia berduri. Tanda identifikasi Satwa : Banteng (Jejak) Kerbau liar (Jejak) Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat : lokasi jalur lintasan satwa lokasi feeding ground (buah dan pucuk daun akasia berduri) lokasi resting area (temporer) 2. Lokasi : Blok Curah udang Tipe vegetasi : sebagian didominasi tegakan akasia umur > 10 th, cukup rapat. Sebagian hutan sekunder, terdapat jenis lain tingkat pohon : pilang, mimbo, asam, kesambi, bukol, talok. tumbuhan bawah : nyawon, kapasan, jarong, lantana, mimosa Terdapat rumput jenis gegajahan dalam kondisi kering Tanda identifikasi Satwa : Banteng (Jejak, kotoran) Kerbau liar (Jejak, kotoran) Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat : lokasi jalur lintasan satwa lokasi feeding ground (buah dan pucuk daun akasia berduri) terdapat lokasi resting area (sering digunakan) : Sumber air terdekat : Bekol (bak buatan), Bama, Batu Hitam, Kalitopo. Dekat dengan pos Seksi Konservasi Wilayah II Bekol ( ke arah utara m). Lokasi resting area tersebar dan cukup luas (tanda - tanda : rebahnya tumbuhan bawah). Terdapat banyak jalur setapak pencari biji akasia berduri. Terdapat curah dan dilintasi jalur / trail Bekol Bama / Kajang. 3. Lokasi : Blok Asam Sabuk Tipe vegetasi : hutan sekunder, terdapat jenis lain tingkat pohon : pilang, mimbo, asam, bukol. tumbuhan bawah : dominan lantana, nyawon, mimosa, kapasan, jarong,. Tanda identifikasi Satwa : Banteng (Jejak, kotoran) Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat : lokasi jalur lintasan satwa lokasi feeding ground (browsing) lokasi resting area (temporer) : Sumber air terdekat : Bekol (bak buatan) Terdapat lokasi resting area, sempit dan jarang digunakan. Dekat dengan pos pos Seksi Konservasi Wilayah II Bekol ( ke arah barat laut m). Dilintasi jalur / trail Bekol HM Lokasi : Blok Kramat Tipe vegetasi : Merupakan lokasi eks-savana kramat. sebagian didominasi tegakan akasia umur + 4 tahun, kerapatan cukup tinggi. Beberapa bagian terdapat jenis lain tingkat pohon : pilang, mimbo, asam, kesambi, Tanda identifikasi Satwa : Banteng (Jejak, kotoran) Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat : Lokasi jalur lintasan satwa IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 7

8 bukol, apak. tumbuhan bawah : nyawon, kapasan, jarong, mimosa : Sumber air terdekat : Bekol (bak buatan) Ditemukan jalur (jarak tertentu) yang sering dilewati satwa Terdapat banyak jalur setapak pencari biji akasia berduri. Dilintasi bekas / sisa pipa saluran air Talpat Bekol Lokasi feeding ground (buah dan pucuk daun akasia berduri) Lokasi resting area (temporer digunakan) 5. Lokasi : Blok Kethokan Kendal Evergreen (Hm 80 Batangan Bekol) Tipe vegetasi : Hutan musim dengan kerapatan tegakan cukup tinggi. Jenis tumbuhan tingkat pohon : mimbo, asam, kesambi, apak, krasak, walikukun, kayu budeng, klampis, cangkring, serut. Tumbuhan bawah : nyawon, kapasan, jarong, mimosa, lantana. Tumbuhan merambat : labu hutan, garung, liana. Tanda identifikasi Satwa : Banteng (Jejak, kotoran) Kerbau liar (Jejak, kotoran) Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat : Lokasi jalur lintasan satwa Lokasi feeding ground (hasil identifikasi kotoran diduga makan labu hutan) Lokasi resting area (temporer digunakan) : Sumber air terdekat : Bekol (bak buatan), Kelor, Manting, Sumber Batu. Ditemukan jalur yang cukup sering dilewati satwa. Identifikasi jejak cukup sulit karena lantai hutan tertutup serasah daun kering. 6. Lokasi : Blok Drebus Savana Bekol Tipe vegetasi : Sebagian termasuk ekosistem hutan pantai dengan kerapatan tegakan cukup tinggi, sebagian lainnya hutan sekunder dan tegakan akasia berduri umur 6 7 tahun. Beberapa jenis tegakan tingkat pohon : popohan, apak, gebang, pilang, mimbo, asam, apak. Tumbuhan bawah : nyawon, kapasan, jarong, mimosa, lantana. Tanda identifikasi Satwa : Banteng (Jejak, kotoran) Kerbau liar (Jejak, kotoran) Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat : lokasi jalur lintasan satwa lokasi feeding ground (buah dan pucuk daun akasia berduri). : Sumber air terdekat : Bekol (bak buatan), Bama, Kelor, Manting, Sumber Batu. Ditemukan jalur satwa yang tumpang tindih sering dilewati satwa rusa, banteng dan kerbau liar. Terdapat banyak jalur setapak pencari biji akasia berduri. Pada periode Juli Nopember 2005 terdapat kegiatan pemberantasan akasia berduri di lokasi savana Drebus. 7. Lokasi : Lokasi Kiri Jalan HM Jalur Batangan - Bekol Tipe vegetasi : Sebagian termasuk ekosistem hutan sekunder dengan kerapatan yang kurang Sebagian besar lainnya semak Beberapa jenis tegakan tingkat pohon : walikukun, talok, klampis, kendal. Tumbuhan bawah : jarak, jejerukan, nyawon, kapasan, jarong, mimosa, lantana Banyak tumbuhan merambat : rawe Tanda identifikasi Satwa : Banteng (kotoran) Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat : lokasi jalur lintasan satwa : Sumber air terdekat : lokasi (sungai kecil dan luapan air pertanian) PT. Kapuk Baluran IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 8

9 Indah, Palongan, Dung Biru. Sedikit sekali ditemukan tanda identifikasi satwa. Terdapat banyak kegiatan masyarakat terutama pencari kayu bakar. 8. Lokasi : Lokasi Bitakol Batas Buffer Zone Tipe vegetasi : Merupakan tegakan hutan produksi : jati (dominan), gemelina Sebagian hutan musim dengan kerapatan sedang, dengan vegetasi : walikukun, klampis, gebang, talok, kendal, kesambi. Tumbuhan bawah : nyawon, jarong, mimosa, lantana Tanda identifikasi Satwa : Banteng (Jejak, kotoran, perjumpaan langsung) Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat : Lokasi jalur lintasan satwa Lokasi feeding ground Lokasi resting area (dengan titik lokasi tertentu, relatif tetap) : Sumber air terdekat : Sungai Bajulmati, kubangan di Blok Panggang Lokasi mulai dari Blok Amparan hingga Blok Babatan (dekat Pos Batangan), sepanjang jalur + 12 km Cukup banyak ditemukan tanda identifikasi satwa banteng Terdapat banyak kegiatan masyarakat, terutama pencari kayu bakar Bagi satwa mamalia besar, terutama banteng, faktor-faktor utama dalam habitat terdiri dari hutan, padang penggembalaan / savana dan sumber-sumber air, baik air tawar maupun air laut yang mengandung mineral. Kebutuhan utama yang disediakan oleh habitat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Ketersediaan Pakan dan Sumber Air Minum Banteng dan juga satwa mamalia besar lainnya, memerlukan sumber pakan yang cukup guna menjamin kelangsungan hidupnya. Pada saat musim penghujan, ketersediaan pakan dalam kawasan Taman Nasional Baluran bukan menjadi suatu permasalahan. Akan tetapi berbeda kondisi ketika musim kemarau, faktor sumber pakan dan air menjadi faktor pembatas bagi kelangasungan satwa liar tersebut. Banteng merupakan jenis satwa grasser (pemakan rerumputan) dan browser (pemakan jenis semak dan hijauan lain). Pola kebiasaan makan banteng dapat berubah sewaktu-waktu, terutama dipengaruhi oleh faktor musim dan ketersediaan sumber pakan. Menurut Alikodra (1983) dalam hal memilih jenis tumbuhan yang dimakannya, banteng termasuk jenis satwa liar yang kurang selektif. Hampir semua jenis tumbuhan bawah baik rumput maupun bukan rumput dimakan oleh banteng. Tabel 2. Keragaman Jenis Pakan Banteng di Taman Nasional Ujung Kulon No. Jenis Pakan Jumlah Jenis 1. Rumput Herba 9 3. Tumbuhan bawah hutan Buah-buahan 4 Jumlah 73 Sedangkan hasil pengamatan terhadap pakan satwa yang pernah dilaporkan oleh Alikodra (1983) di Taman Nasional Baluran terdiri dari 62 jenis tumbuhan, terdiri dari 31 jenis rerumputan dan 31 jenis lainnya selain rumput (termasuk didalamnya herba, tumbuhan bawah dan buah-buahan). Dalam kegiatan ini juga diamati alternatif pemilihan pakan oleh banteng yang diketahui melalui analisa feses secara kasat mata. Banyak ditemukan feses banteng terdapat biji Acacia nilotica dan beberapa diantaranya ditemukan biji labu hutan. Berdasarkan informasi tersebut disimpulkan bahwa pada musim kemarau saat ini, banyak satwa mamalia besar mencari alternatif pakan berupa polong akasia yang telah jatuh di lantai hutan dan buah-buahan yang berada di dalam hutan. yang kini terjadi di kawasan Taman Nasional Baluran yaitu berkurangnya kualitas dan kuantitas padang penggembalaan / savana yang diakibatkan oleh invasi Acacia nilotica. Sebagian besar luas savana yang berada di Bekol dan sekitarnya telah berubah penutupan lahannya dari jenis rumput menjadi tegakan akasia berduri tersebut. Guna mempertahankan keberadaan savana tersebut telah dilakukan pemberantasan tegakan Acacia nilotica dan upaya rehabilitasi savana secara berkelanjutan. Disamping faktor sumber pakan, salah satu faktor pembatas lain yang berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan banteng adalah ketersediaan air. Kebutuhan air bagi satwa mamalia besar memegang peranan yang sangat penting. Lokasi sumber air minum satwa yang terdapat di kawasan Taman Nasional Baluran dapat diidentifkiasi pada saat musim kemarau. Keberadaan sumber air minum satwa tersebut dapat dikatagorikan dalam tiga kelompok berdasarkan asal dan kondisi suplai air, yaitu : IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 9

10 a. Sumber air satwa berupa kubangan alami, yang berada di beberapa titik / lokasi sepanjang posisi timur kawasan, berbatasan atau berada di tipe habitat hutan pantai dan hutan mangrove. Lokasi air minum satwa ini berasal dari limpahan pasang surut air laut ( payau ) dan berupa mata air ( tawar ). b. Sumber air minum satwa berupa bak minum buatan, yang terdapat di bekol dan dibangun untuk membantu pemenuhan kebutuhan air minum satwa di musim kemarau. c. Sungai Bajulmati, yang sekaligus merupakan bentang alam sebagai batas kawasan bagian selatan, terdapat beberapa titik lokasi turun satwa ke sungai untuk minum. Gambar 1. Kubangan alami, Bak minum buatan dan Sungai Bajulmati sebagai sumber air minum satwa Dari hasil pengamatan terhadap sumber-sumber air terdapat 18 sumber air di kawasan Taman Nasional Baluran yang digunakan sebagai tempat minum oleh satwa. Sumber sumber air tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4. Sumber sumber Air Alami Tempat Minum Satwa di Kawasan Taman Nasional Baluran 1. Lokasi Bekol - (utara bukit bekol) merupakan bak buatan luas + 4 m 2, kedalaman 1 m. - (savana) merupakan bak buatan dengan bentuk memanjang dengan luas + 6 m 2, kedalaman + 80 cm. - Ketersediaan air di kedua kubangan tersebut sangat dipengaruhi oleh pengisian air dengan generator. - Tempat terbuka tidak ada vegetasi yang menaungi - Sering didatangi satwa mamalia besar. Vegetasi sekitar kubangan - Widoro bukol (Ziziphus rotundifolia) - Pilang (Acacia leucophloea) - Mimbo (Azadirachta indica) - Ketergantungan pengisian air dengan generator. datang / tidaknya satwa - Dekat dengan pos jaga dan aktivitas manusia Jejak banteng tidak teridentifikasi dengan jelas karena tertutup oleh jejak jejak rusa yang cukup banyak dan rutin mendatangi sumber air Bekol 2. Lokasi Rowojambe - Bentuk seperti huruf U merupakan ujung salah satu percabangan anak sungai Rowojambe. - Cekungan tanah dengan luas + 35 m 2. - Ketersediaan air sedikit karena hanya berupa limpahan salah satu cabang anak sungai, sehingga pada saat musim kemarau volume air semakin berkurang. - Tempat cukup tertutup oleh vegetasi yang menaungi Vegetasi sekitar kubangan - Gebang (Corypha utan) - Popohan (Buchanania arborescens) - Manting (Syzygium polyanthum) - Volume air yang semakin berkurang di musim kemarau. - Lokasi sumber air cukup terlindung dan tertutup oleh vegetasi - Aktivitas manusia di sekitar sumber air cukup jarang. Jejak jejak lama cukup banyak ditemukan. Cukup sering didatangi satwa mamalia besar. 3. Lokasi Palongan - Bentuk seperti lingkaran. - Cekungan tanah dengan luas + 40 m 2. IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 10

11 Vegetasi sekitar kubangan - Ketersediaan air cukup banyak, pada saat musim kemarau volume air semakin berkurang. - Tempat cukup tertutup oleh vegetasi yang menaungi. - Gebang (Corypha utan) - Popohan (Buchanania arborescens) - Manting (Syzygium polyanthum) - Rotan - Lokasi sumber air cukup terlindung dan tertutup oleh vegetasi sekitar - Dekat dengan savana Palongan, Semiang dan Cangkring. Jalan yang dilalui banteng melewati savana Palongan yang terbuka dengan jenis tanah berpasir sehingga jejak jejak yang ditemukan nampak jelas sekali. Sering didatangi satwa mamalia besar (rutin setiap hari). 4. Lokasi Dung Biru - Bentuk elips besar - Panjang kubangan + 25 m dan lebar + 13 m. - Kubangan cukup besar - Kualitas air cukup bagus walaupun di kubangan tersebut terdapat beberapa pohon tumbang dan serasah - Di sekeliling kubangan terdapat beberapa jenis pohon, yang mana tajuknya sebagian menutupi kubangan tersebut - Akses satwa ke kubangan terbuka dari segala arah Vegetasi sekitar kubangan - Gebang (Corypha utan) - Krasak (Ficus sp) - Walikukun (Schoutenia ovata) - Asem (Tamaridus indica) - Trenggulun (Protium javanicum) - Kendal (Cordia obligua) - Apak (Ficus sp) - Berada di tepi jalur masyarakat masuk kawasan - Rusaknya tegakan gebang di sebelah barat kubangan - Setiap hari didatangi banteng meskipun hanya 1-2 ekor. - Ditemukan juga jejak kerbau liar yang berkubang. - Merupakan tujuan satwa yang berasal dari savana Semiang apabila tidak ke sumber air Palongan. - Di lokasi ini banyak gangguan akibat aktivitas orang pencari rencek, pencari rumput, pemancing dan pemburu. 5. Lokasi Sigedung - Bentuk lingkaran. - cekungan tanah dengan luas + 25 m 2. - Ketersediaan air cukup banyak. - Tempat cukup tertutup oleh vegetasi yang menaungi Vegetasi sekitar kubangan - Gebang (Corypha utan) - Prepat (Sonneratia alba) - Meskipun kuantitas air cukup banyak, namun tidak ada jejak banteng yang mendatangi. Hal ini diduga karena adanya pohon malengan (Excoecaria agallocha) yang getahnya beracun roboh ke sumber air dan membusuk sehingga kualitas air sangat menurun (berwarna kehijauan dan bau). Tidak ditemukan jejak banteng atau kerbau liar, hanya ditemukan jejak rusa (1 2 ekor) 6. Lokasi Popongan - Berbentuk elips dengan panjang + 13 m dan lebar 10 m, membujur dari barat timur IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 11

12 Vegetasi sekitar kubangan - Ada beberapa kubangan lain (2 buah) dengan kualitas yang kurang mendukung - Akses 2 kubangan yang kualitas jelek tersebut sebelah utara dan barat tertutup oleh tegakan dan rerimbunan vegetasi - Sedangkan yang sering didatangi satwa walaupun ada beberapa tegakan di sekitarnya tapi akses satwa ke kubangan bisa dari segala arah - Kendal (Cordia obligua) - Malengan (Excoecaria agallocha) - Nyamplung (Calophyllum inophyllum) - Popohan (Buchanania arborescens) - Gebang (Corypha utan) - Kuantitas air sedikit. - Akses satwa terbatas dari arah selatan, timur dan utara, karena sebelah barat bukit montor - Berada di tepi jalur aktivitas masyarakat - Gangguan aktivitas masyarakat yang mengambil gebang Cukup sering didatangi satwa meski tidak dalam jumlah besar ( 1 3 ekor). 7. Lokasi Sumberbatu - Terdiri dari dua kubangan. - Yang kecil berbentuk lingkaran dengan diameter + 3 m dan yang besar berbentuk kurva melengkung seperti kacang merah dengan luas + 50 m 2. - Kualitas air kurang bagus, keruh dan banyak serasah. - Kuantitas air sedang, biasa didatangi satwa dari arah utara. Vegetasi sekitar kubangan - Nyamplung (Calophyllum inophyllum) - Popohan (Buchanania arborescens) - Gebang (Corypha utan) - Kuantitas air sedikit. - Berada di tepi jalur aktivitas masyarakat - Gangguan aktivitas masyarakat yang mengambil gebang Terdapat jejak baru dan jejak lama 8. Lokasi Nyamplung - Terdiri dari beberapa kubangan yang bedekatan dengan bentuk memanjang ke arah selatan, mengikuti alur tanah yang berbatasan dengan tegakan mangrove - Kualitas air cukup bagus dengan kuantitas air yang sedang, selalu berair sepanjang tahun - Dikelilingi beberapa jenis pohon yang cukup rapat - Akses satwa ke kubangan dapat dari segala arah Vegetasi sekitar sumber air - Popohan (Buchanania arborescens) - Gebang (Corypha utan) - Nyamplung (Calophyllum inophyllum) - Banyak gangguan, pemasangan plastik penghalau burung - Berada di tepi jalur lintas manusia (jalan trail) - Tegakan gebang yang berada di sekitar kubangan kondisinya rusak, banyak pengambilan kobel Terdapat bekas jejak banteng tapi lama. 9. Lokasi Manting Selatan - Berbentuk lonjong-elips memanjang dari utara ke selatan dengan panjang + 15 m dan lebar + 15m - Kualitas air cukup bagus dengan kuantitas air yang sedang, selalu berair sepanjang tahun meski pada musim kemarau air berkurang cukup banyak. - Dikelilingi beberapa jenis pohon yang cukup rapat - Akses satwa ke kubangan dapat dari segala arah Vegetasi sekitar sumber air - Popohan (Buchanania arborescens) - Gebang (Corypha utan) - Trenggulun (Protium javanicum) - Manting (Syzygium polianthum) - Kesambi (Schleichera oleosa) IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 12

13 - Banyak gangguan, pemasangan plastik penghalau burung - Berada di tepi jalur lintas manusia (jalan trail) - Tegakan gebang yang berada di sekitar sumber air minum kondisinya rusak, banyak pengambilan kobel - Cukup sering didatangi banteng (2 3 ekor). 10. Lokasi Sumber Manting - Bentuk elips memanjang dari timur ke barat - Luas + 30 m 2. - Kualitas air bagus, jernih dan bersih dengan kuantitas air yang banyak, selalu berair sepanjang tahun karena merupakan sumber air tawar. - Dikelilingi beberapa jenis pohon yang cukup rapat - Akses satwa ke kubangan dapat dari segala arah Vegetasi sekitar sumber air - Popohan (Buchanania arborescens) - Gebang (Corypha utan) - Nyamplung (Calophyllum inophyllum) - Berada di tepi jalur lintas manusia (jalan trail) - Tegakan gebang yang berada di sekitar kubangan kondisinya rusak, banyak pengambilan kobel - Cenderung tidak didatangi satwa. - Ada jejak banteng dari arah utara masuk jauh dari ujung sumber air, diduga banteng tersebut menyusuri hulu sumber air manting utara yang menyambung ke Sumber Manting. 11. Lokasi Manting Utara - Berbentuk lonjong memanjang ke arah selatan - Luas + 50 m 2. - Kuantitas air sangat sedikit, cenderung mengering pada musim kemarau. - Vegetasi kurang rapat sehingga sumber air tidak teduh - Akses satwa ke kubangan dapat dari segala arah Vegetasi sekitar sumber air - Manting (Syzygium polianthum) - Gebang (Corypha utan) - Banyak gangguan, pemasangan plastik dan kobel yang ditancapkan di sumber air sebagai penghalau burung. - Berada di tepi jalur lintas manusia (jalan trail) - Tegakan gebang yang berada di sekitar kubangan kondisinya rusak, banyak pengambilan kobel Terdapat bekas jejak banteng pada pengamatan pertama. Pada pengamatan selanjutnya tidak dijumpai jejak, karena sumber air telah mulai mengering. Jejak selanjutnya ditemukan menuju arah Sumber Manting. 12. Lokasi Kelor - Bentuk memanjang dan sedikir berliku, seperti angka empat atau kursi terbalik - Panjang + 24 m dan lebar bagian yang berair + 3 m - Kubangan berair tawar, ada mata airnya. - Air berlumpur dan terjadi pendangkalan akibat erosi tanah pada saat musim hujan - Ada beberapa pohon yang berada di sekitar kubangan tersebut. - Akses satwa ke kubangan dari arah utara, barat dan selatan, karena bagian timur dekat pantai Vegetasi sekitar sumber air - Waru laut (Hibiscus tiliaceus) - Prepat (Sonneratia alba) - Manting (Syzygium polianthum) - Gebang (Corypha utan) - Trenggulun (Protium javanicum) IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 13

14 - Pendangkalan kubangan akibat erosi, mata air tertutup - Dekat dengan jalur Bama-Manting, aktivitas memancing - Pemasangan plastik-penghalau burung oleh pemikat burung, merusak kondisi kubangan, mengganggu satwa - Rusaknya tegakan gebang disekitar kubangan - Banyak ditemukan jejak banteng, kerbau liar dan rusa. Banteng dan kerbau masuk dari arah pantai berpasir (memutar) sedangkan rusa masuk dari tepi selatan (berlumpur). - Pada pengamatan III terdapat pohon gebang (Corypha utan) yang belum kering roboh ke sumber air. 13. Lokasi Bama. Hampir membentuk lingkaran dengan diameter + 20 m. - Merupakan sumber air tempat minum satwa yang potensial - Hanya beberapa bagian kubangan digenangi air, terutama bagian utara dan timur (hasil digali) kubangan - Sumber mata air tawar berada di tengah kubangan - Sebagian besar kubangan sekarang tertutup lumpur/tanah akibat erosi areal penebangan akasia di lokasi barat kubangan. - Beberapa pohon besar berada di sekitar kubangan, dengan tajuk cukup tinggi, menaungi sebagian kubangan. - Akses satwa ke kubangan dapat dari segala arah. - Kualitas air bagus, kuantitas semakin menipis saat kemarau Vegetasi sekitar sumber air - Gebang (Corypha utan) - Manting (Syzygium polyanthum) - Prepat (Sonneratia alba) - Pengaruh erosi tanah masuk ke kubangan hingga ketebalan + 40 cm, menyulitkan satwa minum karena terperangkap lumpur - Akibat endapan lumpur sehingga mengurangi debit mata air - Dekat dengan jalur aktivitas masyarakat (mancing dll) sehingga mengganggu keberadaan satwa - Akibat gangguan predator (ajag) yang berada di sekitar kubangan tersebut - Ditemukan jejak rusa, ajag dan monyet di sekitar kubangan. - Jejak banteng tidak terlihat tertimpa/rusak oleh jejak rusa yang banyak mendatangi lokasi tersebut. 14. Lokasi Kalitopo Merupakan genangan air yang memanjang, sungai yang tertutup pasir ketika musim kemarau. - Merupakan air payau - Kanan kiri ditumbuhi tegakan mangrove - Bila musim penghujan tembus ke laut Vegetasi sekitar sumber air Jenis mangrove - Merupakan sumber air payau - Dikelilingi oleh tegakan mangrove - Tidak ditemukan jejak banteng, baik baru maupun lama. Jejak yang ada dari jenis ajag, biawak, monyet, merak. 15. Lokasi Kajang - Merupakan genangan air sebagian dari buangan air sumur, tidak begitu luas, lebar + 5 m - Berupa curah yang mengering di musim kemarau - Kualitas air tidak bagus - Banyak sampah, tercemar sabun cuci/mandi Vegetasi sekitar sumber air - Prepat (Sonneratia alba) - Waru laut (Hibiscus tiliaceus) IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 14

15 - Dekat dengan gubuk pencari ikan dan bersandarnya perahu nelayan sehingga banyak aktivitas manusia di lokasi tersebut - Dekat dengan gubuk pencari biji Acacia nilotica dan merupakan pusat pengolahan awal biji akasia sebelum diangkut dengan perahu. Pengolahan tersebut menggunakan mesin dengan suara yang berisik sehingga mengganggu satwa. - Tercemarnya air oleh aktivitas manusia yang memanfaatkan sumur di dekat kubangan. - Tidak ditemukan jejak banteng, baik baru maupun lama. Hanyak dijumpai jejak monyet dan lutung. 16. Lokasi Tanjung Kajang/Batu Hitam. - Kubangan yang berbentuk memanjang ke arah pantai - Lebar + 5 m. - Merupakan daerah genangan pasang surut air laut - Terdapat aliran sumber air tawar, nampak saat surut - Bagian barat kubangan terdapat tebing batu dan jalur jalan setapak berbatasan dengan hutan mangrove Vegetasi sekitar sumber air Jenis mangrove - Berada di tepi jalur manusia (jalan setapak) menuju Balanan - Apabila laut pasang terendam air laut - Aktivitas manusia mencari ikan cukup tinggi - Ditemukan jejak banteng, pada pengamatan I dan II. - Ditemukan pula beberapa jejak rusa. 17. Lokasi Sungai Bajulmati Berupa titik lokasi turun satwa di sepanjang sungai yang membentang dari blok Amparan-Panjaitan hingga ke camping ground Batangan, lebar sungai bervariasi dan debit air yang berbeda, karena banyak anak sungai dan sumber mata air di sepanjang sungai. Titik lokasi turun minum satwa terdapat di : Blok Curah tangis Blok Gadungan Blok Tengkong atas (jejak di selatan sungai) Blok Tanah merah Blok Reboisasi/Babatan Lokasi Dam Bajulmati bagian atas Vegetasi sekitar sumber air - Sekaligus merupakan batas Kawasan Taman Nasional Baluran bagian selatan - Kualitas air bagus, tidak ada pencemaran - Beberapa bagian sungai yang mempunyai topografi landai atau ada jalur menuju sungai dan dapat dilewati satwa, menjadi lokasi turun satwa untuk minum - Sebagian ruas sungai langsung berbatasan dengan tebing yang curam dan terjal. - Kanan-kiri sungai berbatasan dengan hutan jati / gemelina - Terdapat beberapa titik turun satwa ke sungai utk minum - Jambu hutan (Syzygium samarangense) - Mangga hutan - berbagai jenis Ficus sp. - Kepuh (Sterculia feotida) - kedondong hutan IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 15

16 - Merupakan sumber air alternatif yang melimpah - Berbatasan dengan kawasan perhutani - Aktivitas masyarakat masuk hutan cukup tinggi - Adanya lintasan jalan raya provinsi yang membentang antara Batangan Karang teko - Kerawanan terhadap perburuan semakin meningkat Sepanjang tepi sungai (+ 4 km) dijumpai jejak baru banteng (8 titik), kotoran lama (5 titik), jejak baru di bwh teg. Jati (5 titik). Juga jejak rusa, ajag, merak. 18. Lokasi Bawah Jembatan Panggang - Bentuk melingkar dengan luas + 10 m 2 - Berupa cekungan tanah berisi air sisa musim hujan - Berada di bagian curah panggang - Berada di bawah pohon apak (Ficus sp) Vegetasi sekitar sumber air - Tanaman Jati - Merupakan sumber air alternatif yang terbatas - Berada di tepi (jarak hanya + 10 m dari jalan Raya Pantura yang melintasi kawasan TN Baluran - Kerawanan terhadap perburuan semakin meningkat Ditemukan jejak baru satwa banteng mengikuti curah. Diperkirakan 1 ekor. Dari ke 18 sumber air tersebut ada beberapa yang sudah tidak didatangi satwa dikarenakan beberapa faktor yang antara lainnya yaitu : a. Kualitas air pada sumber air tersebut sudah menurun. Hal tersebut dijumpai pada sumber air Sigedung. Sumber air tersebut secara kuantitas cukup banyak dan posisi lokasi yang cukup tertutup, namun tidak didatangi satwa terutama banteng dan kerbau. Hanya ditemukan beberapa jejak rusa yang sudah lama. Menurut hasil pengamatan, hal tersebut dikarena kualitas air yang jelek, berwarna hijau dan berbau busuk, diduga akibat robohnya pohon malengan (Excoecaria agallocha). b. Berkurangnya kuantitas sumber air. tersebut terjadi pada beberapa sumber air. Sebagai contoh yaitu sumber air Bama. Hingga tahun akhir tahun 2002, volume air di lokasi ini masih cukup banyak dan tidak mengalami kekeringan pada saat kemarau. Akan tetapi, diakibatkan endapan tanah dengan voleme yang cukup besar, pada saat musim penghujan, sehingga menutupi mata air sumber air Bama. Endapan tanah tersebut yang berasal dari lokasi pemberantasan tegakan Acacia nilotica di sekitar Bama. Dari pengamatan saat ini, kuantitas air yang terdapat di lokasi tersebut sangat terbatas dan kering saat kemarau panjang. c. Ketergantungan pengisian air dari generator. Ketersediaan air untuk satwa berupa bak buatan di Bekol sangat tergantung oleh pengisian dari generator. ini berbeda ketika penyediaan air berasal dari pipanisasi sumber Kacip di Gunung Baluran yang merupakan sumber air alami dengan volume air yang cukup melimpah. Sejak kerusakan dan hilang / terputusnya pipa pada tahun 2001 sumber air Kacip tidak lagi mengisi bak-bak minum satwa buatan di Bekol. 2. Hutan Sebagai Habitat Tempat Berlindung Satwa Mamalia Besar Hutan yang terdapat di Taman Nasional Baluran terdiri dari tipe hutan musim baik primer maupun sekunder. Juga terdapat hutan homogen yang merupakan tegakan Acacia nilotica. Keanekaragaman jenis tumbuhan yang menyusun hutan di kawasan Baluran mempunyai peranan yang penting untuk menjamin keseimbangan ekosistem. Juga berarti berfungsi dalam mempertahankan kelangsungan hidup mamalia besar. Beberapa tipe hutan yang digunakan sebagai habitat mamalia besar terdiri dari a. Hutan Pantai, yang banyak terdapat di sepanjang pesisir pantai bagian timur kawasan dan berbatasan dengan hutan mangrove. Banteng sering mendatangi lokasi hutan ini karena sebagian besar sumber air minum alami satwa berada di tipe hutan ini. Kerapatan pohon di lokasi ini cukup tinggi dengan komposisi jenis diantaranya : malengan (Excoecaria agallocha), manting (Syzigium polyanthum), popohan (Buchanania arborescens) dan gebang (Corypha utan). b. Hutan Sekunder (Hutan Musim Dataran Rendah). Tipe habitat ini hampir mendominasi daerah pengamatan yang meliputi wilayah Bekol dan Pandean. Terdiri dari kerapatan vegetasi tingkat pohon tingkat kurang hingga sedang. Pada saat musim kemarau mengalami kondisi kering dengan pohon sebagian besar menggugurkan daunnya, baik sebagian maupun keseluruhan. Terdapat bagian hutan dengan lokasi terbuka yang didominasi semak dan tumbuhan bawah lainnya. Jenis vegetasi tingkat pohon terdiri dari : dadap / kelor wono (Erythrina eudophylla), widoro bukol (Zizyphus rotundifolia), kemloko (Embica officinalis), pilang (Acacia leucophloea), kepuh (Sterculia foetida), asam (Tamarindus indica), walikukun IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 16

17 (Schoutenia ovata), mimbo (Azadirachta indica) klampis (Acacia tomentosa), talok (Grewia eriocarpa), kesambi (Schleicera oleosa), walikukun (Schoutenia ovata), timongo (Kleinhovia hospita) dan rukem (Flacourtia indica). Satwa mamalia besar memanfaatkan hutan tipe ini untuk beristirahat (resting), jalur lintasan dan lokasi feeding (browsing). Lokasi resting yang terdapat di suatu lokasi dapat dimanfaatkan satwa secara rutin dan bersifat tetap maupun temporer. tersebut tergantung ritme harian pergerakan satwa tersebut. Satwa mamalia besar memilih lokasi resting pada tipe b a Ket. a : lokasi resting b : kotoran banteng di jalur satwa Gambar 2. Lokasi resting habitat dengan kondisi sebagai berikut : berupa lokasi yang sedikit terbuka dengan penutupan semak atau tumbuhan bawah (kapasan, nyawon, jarong dll). Semak dan tumbuhan bawah tersebut dalam kondisi rebah/roboh, bekas ditimpa tubuh satwa terdapat vegetasi tingkat pohon dengan kerapatan kurang, cukup melindungi lokasi tersebut, diantaranya : klampis, pilang dan walikukun di sekitarnya terdapat beberapa jalur satwa menuju lokasi tersebut dengan tanda identifikasi satwa berupa jejak maupun kotoran 3. Padang Penggembalaan / Savana Dalam penggunaan habitat, satwa mamalia besar mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi kepada kelestarian savana, yaitu sebagai lokasi feeding (grassing), aktivitas sosial dan bermain Beberapa savana yang masih digunakan sebagai habitat mamalia besar yaitu Savana Bekol, Semiang dan Palongan. (Lihat Tabel 5) Pada saat pengamatan berlangsung, dijumpai jejak baru banteng setiap dua hari sekali di sumber air Palongan dan Dung biru, yang berdekatan dengan Savana Palongan dan Semiang dimana juga dijumpai jejak baru. Hal tersebut menunjukkan bakwa banteng secara rutin memanfaatkan savana tersebut sebagai lokasi grassing dan beraktivitas minum di sumber air sekitar lokasi tersebut. Gambar 3. Savana Semiang dan Palongan Savana Semiang Savana Palongan Sedangkan beberapa lokasi savana lainnya (Savana Kramat, Balanan dan Kajang) telah terinvasi Acacia nilotica. Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan untuk merehabilitasi kondisi savana, mulai dengan pemberantasan tegakan akasia berduri, pencabutan seedling hingga pengkayaan jenis rumput pakan satwa. Akan tetapi percepatan perkembangan dan pertumbuhan tanaman tersebut belum sebanding dengan percepatan pemberantasan akasia berduri maupun rehabilitasi savana yang dilakukan. Meskipun demikian, satwa banteng, rusa dan kerbau liar masih dapat dijumpai beberapa diantaranya di lokasi Savana Bekol (lihat tabel 3). Terutama jenis rusa yang jumlahnya masih cukup banyak. IdentHabitatMamaliaBesar-Baluran-05-FIX.doc 17

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Pengamatan Kondisi Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran. Oleh :

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Pengamatan Kondisi Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran. Oleh : Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pengamatan Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan

Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan LAPORAN KEGIATAN PENGAMATAN KONDISI HABITAT MAMALIA BESAR DI BLOK KRAMAT DALAM RANGKA PEMBINAAN HABITAT Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan TAMAN NASIONAL BALURAN TAHUN 2005 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar

Lebih terperinci

Analisis Habitat Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran

Analisis Habitat Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran Laporan Kegiatan PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN Analisis Habitat Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Hasil Monitoring Pergerakan Dan Penyebaran Banteng Di Resort Bitakol Taman Nasional Baluran Nama Oleh : : Tim Pengendali Ekosistem Hutan BALAI TAMAN NASIONAL

Lebih terperinci

POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM

POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN Ambar Kristiyanto NIM. 10615010011005 http://www.ppt-to-video.com Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu taman nasional tertua

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 1 BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Telah diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA. Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA. Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 LAPORAN KEGIATAN REHABILITASI SAVANA BEKOL

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN

Lebih terperinci

MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan

MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan ANALISA PERKEMBANGAN KONDISI BANTENG (Bos javanicus) DI TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : Nama : Mochammad Yusuf Sabarno NIP : 710031517 TAMAN NASIONAL BALURAN 2007 ANALISA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

menjadi lebih besar. Artinya, jenis-jenis tumbuhan bawah dan anakan memiliki potensi cukup tinggi sebagai pakan merak.

menjadi lebih besar. Artinya, jenis-jenis tumbuhan bawah dan anakan memiliki potensi cukup tinggi sebagai pakan merak. VI. PEMBAHASAN A. Potensi Pakan Merak Hijau di Taman Nasional Baluran Total jenis tumbuhan yang terinventarisasi pada petak contoh 122 jenis, namun hanya 30 jenis yang menjadi pakan merak. Dari 30 jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan konservasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah, Letak dan Luas Kawasan Upaya penunjukan kawasan Baluran menjadi suaka margasatwa telah dirintis oleh Kebun Raya Bogor sejak tahun 1928, rintisan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semut adalah serangga yang memiliki keanekaragaman cukup tinggi. Seluruh anggota semut masuk dalam anggota Famili Formicidae. Keberadaan serangga ini sangat melimpah

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL

PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Rusa Sambar Perilaku satwa liar merupakan gerak gerik satwa liar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang diperoleh dari lingkungannya

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I.

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I.

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2

SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2 SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2 1. Cermati teks negosiasi berikut! Terima Kasih Bu Mia Kamis pagi usai pelajaran olahraga, Bu Mia, guru Kimia masuk kelas

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Savana merupakan

Lebih terperinci

Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi DISUSUN OLEH : DYDIK SETYAWAN E

Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi DISUSUN OLEH : DYDIK SETYAWAN E i PEMODELAN SPASIAL ARAH PENYEBARAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL BALURAN KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER TAHUN

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Badak Jawa Di dunia terdapat lima jenis badak, badak hitam (Diceros bicornis), badak putih (Ceratotherium simum), badak india (Rhinoceros unicornis),

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. komunikasi massa audio visual yang dibuat berdasarkan asas

BAB II LANDASAN TEORI. komunikasi massa audio visual yang dibuat berdasarkan asas BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang melandasi proses pengerjaan laporan kerja praktik ini. 2.1 Film Film adalah bagian dari karya cipta seni dan budaya yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I.

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni

KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni KEKAYAAN NYAMPLUNG DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Oleh : Aris Budi Pamungkas & Amila Nugraheni Nyamplung tentu tanaman itu kini tak asing lagi di telinga para rimbawan kehutanan. Buah yang berbentuk bulat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 2.1.1. Klasifikasi Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut (Napier dan Napier, 1967): Filum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

BAB V EKOSISTEM, BIOSFER & BIOMA

BAB V EKOSISTEM, BIOSFER & BIOMA BAB V EKOSISTEM, BIOSFER & BIOMA EKOSISTEM: lingkungan biologis yang terdiri dari semua organisme hidup di daerah tertentu, serta semua benda tak hidup (abiotik), komponen fisik dari lingkungan seperti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER V Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami rawa, fungsi, manfaat, dan pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) Stadia Sungai Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kawasan Gunung Parakasak memiliki luas mencapai 1.252 ha, namun areal yang berhutan hanya tersisa < 1%. Areal hutan di Gunung

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai sekitar 80.791,42 km (Soegianto, 1986). Letak Indonesia sangat

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun

Lebih terperinci

SOAL KONSEP LINGKUNGAN

SOAL KONSEP LINGKUNGAN 131 SOAL KONSEP LINGKUNGAN 1. Ciri-ciri air yang tidak tercemar adalah a. Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa b. Berkurangnya keberagaman biota perairan c. Banyak biota perairan yang mati d.

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI GUNUNG ASEUPAN Dalam Rangka Konservasi Dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA

Lebih terperinci