PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL
|
|
- Suharto Chandra
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan PENDAYAGUNAAN PLOT PERMANEN DI SAVANA BEKOL Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : TAMAN NASIONAL BALURAN 2005
2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran pada saat ini diprioritaskan pada pembinaan habitat dan populasi satwa liar. Berbagai tekanan terhadap habitat dan populasi satwa terus berlangsung, baik yang bersifat alami (predator, perubahan iklim) maupun akibat pengaruh manusia (perburuan, penebangan liar, pengambilan hasil hutan non kayu). Dampak dari tekanan tersebut mengakibatkan kelestarian kawasan terganggu sehingga membutuhkan penanganan yang terencana dan berkesinambungan. Daya tarik Taman Nasional Baluran berupa panorama savana dan satwa liar hingga saat ini merupakan salah satu prioritas pembinaan dan pengembangan kawasan. Hasil pengamatan terhadap perubahan kondisi kawasan, adanya indikasi satwa mamalia besar berkurang intensitas pemanfaatan terhadap savanna. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya kuantitas dan kualitas savanna. Meluasnya invasi Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran mengakibatkan berkurangnya luasan savana Bekol dan savanna lainnya, walaupun telah dilakukan pemberantasan dan pengendalian laju invasi tanaman eksotik tersebut. Dampak lainnya berupa penurunan dominansi rumput sebagai pakan satwa, dikarenakan muncul dengan subur jenis herba eksotik lain dan tetap tumbuhnya anakan A. nilotica pasca pemberantasan. Kondisi di atas memberi gambaran seberapa parah kondisi habitat dan hidupan liar di Taman Nasional Baluran.Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menjaga agar kondisi habitat satwa tersebut tidak menjadi lebih parah. Salah satu kegiatan yang ingin dilakukan yaitu dengan mengadakan pengamatan sekaligus rehabilitasi terhadap kondisi habitat dalam suatu plot permanen. Pembangunan plot permanen pada tahun 2003 di Savana Bekol diharapkan dapat mendukung upaya diatas. Sedangkan pada perkembangannya, optimalisasi pemanfaatan plot permanen masuk dalam program tahunan pengelola. Begitu halnya pada tahun 2005 ini, masih diperlukan pemanfaatan dan pendayagunaan plot permanen sebagai tindak lanjut dari kegiatan pada periode tahun sebelumnya. 1
3 B. Tujuan Kegiatan pendayagunaan Plot Permanen di Savana Bekol ini mempunyai tujuan antara lain sebagai berikut : 1. Sebagai lokasi pengembangan dan pengamatan jenis-jenis rumput pakan satwa di Taman Nasional Baluran. 2. Sebagai lokasi pelaksanaan pengamatan dan uji efektifitas perlakuan terhadap gulma yang pesaing jenis rumput pakan satwa. 3. Sebagai kebun bibit jenis rumput guna kegiatan rehabilitasi savana pasca pemberantasan tanaman Acacia nilotica. 2
4 II. METODOLOGI A. Program Pengembangan Kegiatan PembPerencanaan pemanfaatan Plot Permanen disusun selama min. 3 tahun, hal ini dengan pertimbangan hingga berapa lama kondisi fisik plot permanen (terutama kondisi pagar) dapat bertahan. Rencana kegiatan yang dilaksanakan di plot permanen tersebut adalah : 1. Tahap I (tahun ke-1) Pembersihan plot dari jenis gulma/herba eksotik (mis. A. nilotica, widuri, jarak dan lainnya), sehingga pertumbuhan jenis rumput tidak terganggu. Pelaksanaan inventarisasi jenis rumput, baik yang terdapat di dalam plot maupun yang ada di luar plot. Melaksanakan kegiatan analisis vegetasi jenis-jenis rumput di plot tersebut. 2. Tahap II (tahun ke-2) Pembersihan dari jenis gulma atau herba eksotik (mis. A. nilotica, widuri, jarak dan lainnya). Pengamatan dinamika pertumbuhan rumput di savana dengan berbagai perlakuan (mis. dengan dan atau tanpa pembakaran). Mengamati pertumbuhan jenis-jenis rumput pakan satwa mamalia besar. 3. Tahap III (tahun ke-3) Pembersihan dari jenis gulma atau herba eksotik (mis. A. nilotica, widuri, jarak dan lainnya). Mengembangkan jenis-jenis rumput pakan satwa dalam rangka pembuatan kebun bibit. Kegiatan-kegiatan lain yang dapat menunjang rehabilitasi savana Bekol. B. Personel Pelaksana Pelaksana dari rencana kegiatan ini adalah anggota Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Taman Nasional Baluran Koordinator : Widyantoro Anggota : M. Iqbal Agus Yusuf Nanang Dwi W. Arif Pratiwi M. Yusuf S. Sutadi Yusuf Hernawan Achmad Toha Siswo Dwi Prayitno 3
5 C. Waktu Pelaksanaan Pada tahap ketiga, yaitu periode tahun 2005, kegiatan pendayagunaan plot permanen dilaksanakan pada tanggal 5 9 Maret D. Peralatan dan Bahan Peralatan dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan tersebut adalah: 1. Alat tulis 2. Buku pengenalan lapang jenis rumput, herba dan tumbuhan bawah lainnya. 3. Camera photo 4. Parang/ sabit 5. Minyak tanah 6. Pupuk 7. Banci 4
6 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Kegiatan Kegiatan pendayagunaan plot permanen pada tahap ketiga ini, diawali dengan pembabadan jenis seedling/trubusan, gulma, herba dan perdu yang tumbuh di dalam plot permanen. Disamping itu juga dilakukan identifikasi tumbuhan yang dibersihkan, hal ini untuk mengetahui tumbuhan selain jenis rumput yang tumbuh di lokasi plot. Tabel. Jenis-jenis flora yang tumbuh di savana Taman Nasional Baluran NO SPECIES NAMA LOKAL Seedling dan trubusan 1. Acacia leucophloea Willd Pilang 2. Acacia nilotica (L) Willd Akasia 3. Azadirachta indica A. Juss Mimbo 4. Zyzyphus rotundifolia Lamk Widoro bukol Perdu 5. Calotropis gigantea Ait Widuri 6. Ricinus communis L Jarak 7. Stachytarpheta indica Vahl Jarong 8. Thespesia lampas Dalz & Gibs Kapasan bunga kuning 9. Abelmoschus moschatus Kapasan bunga putih 10. Verronia cinerea Nyawon Herba 11. Cleome viscosa L Ancang-ancang 12. Datura metel L Kecubung 13. Euphorbia thymifolia L 14. Ocimum sanctum L Kemangian Pengamatan lain yang dilakukan di plot permanen pada tahap ketiga (tahun ke-3) yaitu dengan percobaan dan pengamatan penanaman jenis rumput pakan satwa. Rumput yang dicoba dikembangkan di plot adalah jenis lamuran (Dichantium caricosum (L) A. Camus ), katelan (Dactyloctenium aegyptium (L) Richt ), tuton (Echinochloa colonum Link). Sistem yang digunakan yaitu dengan system stum (cabutan akar dan ditanam kembali) dan dengan tanam/tabur biji rumput. 5
7 Sedangkan untuk meningkatkan prosentase tumbuh dan sebagai stimulan pertumbuhan rumput jenis pakan satwa perlu adanya pemupukan. B. Pembahasan Kegiatan pembersihan seedling/trubusan, gulma, herba dan perdu yang tumbuh di dalam plot permanen ini harus dilakukan secara rutin, karena dapat dipastikan akan tumbuh terubusan dari tonggak yang tertinggal atau akan muncul dari bibit yang masih tertinggal. Disamping itu tingkat pertumbuhan jenis herba dan perdu yang cepat mempengaruhi kondisi plot permanen. Pada percobaan dan pengamatan penanaman jenis rumput pakan satwa, perlu diperhatikan beberapa hal, diantaranya yaitu : 1. Waktu pengambilan dan penanaman jenis rumput tersebut, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pertumbuhan rumput tersebut. Pada percobaan kali ini rumput diambil pada saat akhir musim penghujan, sehingga kelangsungan rumput di plot permanen kurang terjamin. 2. Teknik pengambilan dan penanaman kembali di plot permanen. Teknik pengambilan dengan sistem cabutan sebaiknya dilanjutkan dengan pemotongan sebagian besar rumpun untuk mengurangi penguapan. 3. Proses perawatan. Hal ini perlu diperhatikan karena kondisi rumput pasca penanaman kembali masih rawan/ akar belum stabil. Terlebih lagi apabila suplai air hujan mulai berkurang, sehingga memerlukan penyiraman. Apabila proses pengkayaan jenis rumput tidak diperhatikan akan mengakibatkan prosentase tumbuh dari rumput tersebut kurang optimal. Pada saat penanaman rumput di plot permanen kondisi tanah masih relative basah dan hujan diperkirakan masih turun sehingga kebutuhan air bagi pertumbuhan rumput tersebut cukup terjamin. Sedangkan untuk mengantisipasi persaingan dengan tumbuhan lain di sekitar penanaman rumput tersebut dilakukan pembersihan dari gulma dan tanaman pengganggu lainnya. Pengamatan lanjutan dari pertumbuhan rumput jenis pakan satwa tersebut dilakukan dalm kurun waktu satu bulan berikutnya. Dengan harapan dalam jangka waktu tersebut dapat perakaran dari rumput sudah mantap dan mulai tumbuh di lokasi plot permanent dengan baik. 6
8 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kegiatan tahap ketiga (tahun ke-3) diawali dengan pemeliharaan berkala dengan pembersihan seedling/trubusan, herba maupun perdu. Terdapat + 14 jenis tanaman selain rumput hasil pembersihan. 2. Dilakukan percobaan penanaman rumput jenis lamuran (Dichantium caricosum (L) A. Camus ), katelan (Dactyloctenium aegyptium (L) Richt ), tuton (Echinochloa colonum Link). yang bibitnya diambil dengan cabutan dari lokasi diluar plot. B. Saran 1. Pendayagunaan plot permanen dilaksanakan secara rutin dan periodik sehingga menjamin keberhasilan dari percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan. 2. Walaupun dalam perencanaan awal pendayagunaan plot permanen hanya dalam tiga tahap (3 tahun), pengamatan dan pemanfaatan plot permanent tetap dilaksanakan dengan menyusun program selama kurun waktu tertentu. 7
9 MATRIK KEGIATAN PEMBERDAYAAN PLOT PERMANEN No Jenis Kegiatan 1 Pemberantasan seedling dan trubusan Acacia nilotica 2 Pemberantasan gulma (kapasan, nyawon, dll) Minyak tanah + air Sistem penanaman 3 Pengkayaan jenis rumput : a. tuton - Akar, stum, daun + tanah (3 berbanjar) b. lamuran - Akar, stum, daun + tanah (5 berbanjar) Jarak tanam Perlakuan Pola penanaman Kedalaman tanam Lebar lubang tanam Peralatan v Parang, kapak, sabit Mesin pemotong rumput, banci, sabit, parang Cangkul, banci, 30 x 30 Ditanam per 5 cm 5 cm sabit. cm rumpun 30 x 30 cm a. lamuran - Ditabur biji 2 x 4 cm b. katelan - Ditabur biji 2 x 4 cm 4 Pemupukan (menggunakan NPK) pupuk Ditanam per rumpun 5 cm 5 cm Cangkul, banci, sabit. Keterangan Pada tonggak bekas ditebang sebagian ada yang hidup Mayoritas hidup semua Sebagian ada yang hidup Sebagian ada yang hidup Petak ukur - - Tonggak bamboo, Pada tanah yang berbentuk benang gondang. ditumbuhi gulma pesegi panjang candela, sedikit yang tumbuh. Petak ukur - - Tonggak bamboo, Pada tanah yang berbentuk benang gondang. ditumbuhi gulma pesegi candela, sedikit yang panjang tumbuh Pada semua areal plot permanent, sedikit rumput dan gulma tumbuh semua
10
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA. Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 LAPORAN KEGIATAN REHABILITASI SAVANA BEKOL
Lebih terperinciSURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN
Lebih terperinciLaporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 1 BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Telah diketahui
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN
LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Savana merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan
Lebih terperinciTAMAN NASIONAL BALURAN 2006
LAPORAN KEGIATAN UJICOBA OUTBOUND KONSERVASI DI TAMAN NASIONAL BALURAN NIP 710034820 Oleh : Arif Pratiwi, ST TAMAN NASIONAL BALURAN 2006 UJI COBA KEGIATAN OUT BOUND KONSERVASI DI TAMAN NASIONAL BALURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semut adalah serangga yang memiliki keanekaragaman cukup tinggi. Seluruh anggota semut masuk dalam anggota Famili Formicidae. Keberadaan serangga ini sangat melimpah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
Lebih terperinciSuhadi Department of Biology, State University of Malang
Berk. Penel. Hayati: ( ), 00 sebaran tumbuhan bawah pada tumbuhan Acacia nilotica (l) Willd. ex Del. di savana bekol taman nasional baluran Suhadi Department of Biology, State University of Malang ABSTRACT
Lebih terperinciBALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Hasil Monitoring Pergerakan Dan Penyebaran Banteng Di Resort Bitakol Taman Nasional Baluran Nama Oleh : : Tim Pengendali Ekosistem Hutan BALAI TAMAN NASIONAL
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional. Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu dari tiga taman nasional yang ada di Sumatera yang dapat mewakili prioritas tertinggi unit konservasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan flora dan fauna serta kehidupan liar lain yang mengundang perhatian berbagai pihak baik di dalam maupun di luar negeri. Tercatat lebih dari
Lebih terperinciPOPULASI, HABITAT DAN PERILAKU JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus Daudin 1800) DI SAVANA BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN PRATIWI PRIMATIRTA WIDYANINGRUM
POPULASI, HABITAT DAN PERILAKU JALAK PUTIH (Sturnus melanopterus Daudin 1800) DI SAVANA BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN PRATIWI PRIMATIRTA WIDYANINGRUM DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
Lebih terperinciPenggunaan Accu zuur Dalam Rangka Pemberantasan Sedling dan Trubusan Acasia nelotica
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Penggunaan Accu zuur Dalam Rangka Pemberantasan Sedling dan Trubusan Acasia nelotica Oleh : Nama : Tim Pengendali Ekosistem Hutan BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran
Lebih terperinciPengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat (KPS)
Pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) 2018 1. Kriteria-Kriteria KPS a. Kriteria sempadan sungai menurut Pedoman Pengelolaan Kawasan Lindung adalah : a. Selebar 100 m di kanan kiri untuk lebar
Lebih terperinciANALISIS VEGETASI PADA SAVANA TANPA TEGAKAN AKASIA (Acacia nilotica) DI TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR
ANALISIS VEGETASI PADA SAVANA TANPA TEGAKAN AKASIA (Acacia nilotica) DI TAMAN NASIONAL BALURAN JAWA TIMUR Vegetation Analysis of Savannah Without Acacia (Acacia nilotica) Stand in Baluran National Park
Lebih terperinciPemeliharaan Lanskap (Landscape maintenance and management)
Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) Pemeliharaan Lanskap (Landscape maintenance and management) Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP. MAgr, PhD. Tujuan Memahami dasar pemeliharaan dan pengelolaan lanskap Mengaplikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang
Lebih terperinciMODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA
PKMM-1-6-2 MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA Rahmat Hidayat, M Indriastuti, F Syafrina, SD Arismawati, Babo Sembodo Jurusan Pengelolaan Hutan dan Konservasi Sumberdaya Hutan
Lebih terperinciEkologi Padang Alang-alang
Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)
Lebih terperincimenjadi lebih besar. Artinya, jenis-jenis tumbuhan bawah dan anakan memiliki potensi cukup tinggi sebagai pakan merak.
VI. PEMBAHASAN A. Potensi Pakan Merak Hijau di Taman Nasional Baluran Total jenis tumbuhan yang terinventarisasi pada petak contoh 122 jenis, namun hanya 30 jenis yang menjadi pakan merak. Dari 30 jenis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan
Lebih terperinciMAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan
MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan ANALISA PERKEMBANGAN KONDISI BANTENG (Bos javanicus) DI TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : Nama : Mochammad Yusuf Sabarno NIP : 710031517 TAMAN NASIONAL BALURAN 2007 ANALISA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Percobaan lapangan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak
23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Percobaan lapangan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Pola Faktorial 3 x 2 dimana 3 perlakuan jenis tanaman (Faktor A) dan
Lebih terperinciV. HASIL. A. Potensi Pakan Merak Hijau di Taman Nasional Baluran
V. HASIL A. Potensi Pakan Merak Hijau di Taman Nasional Baluran 1. Potensi pakan Pengamatan terhadap tumbuhan sebagai pakan merak hijau yang dilakukan pada empat tipe vegetasi di Taman Nasional Baluran
Lebih terperinciPemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula.
PEMELIHARAAN Dalam proses pembuatan taman pemeliharaan merupakan tahapan yang terakhir, namun tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Keberhasilan pemeliharaan bahkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi
Lebih terperinciPP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)
Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN
Lebih terperinciLaporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan konservasi
Lebih terperinciRENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU
RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU YAYASAN SEKA APRIL 2009 RANGKUMAN EKSEKUTIF Apa: Untuk mengurangi ancaman utama terhadap hutan hujan dataran rendah yang menjadi
Lebih terperinciPedoman Pengendalian dan Restorasi Savanna Terinvasi Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran
Removing Barriers to Invasive Species Management in Production and Protection Forests in South East Asia Indonesia Programme (FORIS Indonesia) Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savanna Terinvasi Acacia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu kawasan dilindungi yang pengelolaannya lebih diarahkan untuk melindungi sistem penyangga kehidupan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi
12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan
Lebih terperinciIII. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR
16 III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Kegiatan Tugas Akhir dilaksanakan di Banaran RT 4 RW 10, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. B. Waktu
Lebih terperinciPOLA PENYEBARAN JENIS KAPASAN KUNING (Thespesia lampas Dalz and Gibs) DI SAVANA BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN ANGGI GUSTIANI
POLA PENYEBARAN JENIS KAPASAN KUNING (Thespesia lampas Dalz and Gibs) DI SAVANA BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN ANGGI GUSTIANI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Lebih terperinciTATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian
III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam
Lebih terperinciSavana Taman Nasional Baluran
B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 3, Nomor 1 Januari 2002 Halaman: 207-212 Savana Taman Nasional Baluran Baluran Nasional Park Savanna M. YUSUF SABARNO Balai Taman Nasional Baluran, Jawa
Lebih terperinciJl. Sei Ulin No. 28 B, Po Box 65 Banjarbaru-Kalimantan Selatan 70174; Telp. (0511) ; Fax. (0511) ;
Pengaruh Pembebasan Jenis Akasia (Muhammad Abdul Qirom, dkk.) PENGARUH PEMBEBASAN JENIS AKASIA BERDURI Acacia nilotica (L.)Willd.ex Del TERHADAP KOMPOSISI JENIS TUMBUHAN PENYUSUN SAVANA DAN KUALITAS SAVANA
Lebih terperinciTEKNIK BUDIDAYA GAHARU SERTA PERAN NYATA PENYULUH KEHUTANAN DALAM BUDIDAYA GAHARU
TEKNIK BUDIDAYA GAHARU SERTA PERAN NYATA PENYULUH KEHUTANAN DALAM BUDIDAYA GAHARU Oleh : Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan BP2SDM Berdasarkan sifat fisiologis jenis-jenis
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih meningkatkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memanfaatkan hutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan kayu bangunan, hasil
Lebih terperinciTATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,
III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciDjufri Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah Darussalam Banda Aceh Abstract
Penurunan Kualitas Savana Bekol sebagai Feeding Ground bagi Rusa (Cervus timorensis) dan Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran Jawa Timur (Quality Reduction of Bekol Savannah as Feeding Ground
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung
Lebih terperinciSYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO
SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia saat ini mencapai 120,35 juta ha. Tujuh belas persen
Lebih terperinciI. PENDAWLUAN. A. Latar Belakang
I. PENDAWLUAN A. Latar Belakang Wallaby lincah (Macropus agilis papuanus. Peters and Doria, 1875) merupakan satu dari empat sub spesies Macropus agilis yang penyebarannya terdapat di wilayah selatan kepulauan
Lebih terperinciDINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 1
DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 1 Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan Dan Kehutanan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian
Lebih terperincitertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang
PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)
Lebih terperinciPEMBANGUNAN KEBUN PANGKAS RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) DI KHDTK TUMBANG NUSA, KALTENG
PEMBANGUNAN KEBUN PANGKAS RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) DI KHDTK TUMBANG NUSA, KALTENG Riswan Ariani, Dian Cahyo Buwono, Yusnan, Aril. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Jl. A. Yani Km 28,7
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1127, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Areal Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN
LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA
Lebih terperinciPEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa
Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,
Lebih terperinciKONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP
KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP Pengertian Konservasi Konservasi sumber daya alam adalah penghematan penggunaan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan
A B I B PENDAHULUAN Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menjamin tersedianya secara lestari bahan
Lebih terperinciSiti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System)
Siti Nurul Kamaliyah SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System) DEFINISI Suatu cara penanaman & pemotongan rumput, leguminosa, semak & pohon shg HMT tersedia sepanjang rahun : m. hujan : rumput &
Lebih terperinciPROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
PERBANDINGAN HASIL BUDIDAYA TANAMAN KANGKUNG SECARA HIDROPONIK DAN KONVENSIONAL (Kevin Marta Wijaya 10712020) PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR
Lebih terperinciI. MATERI DAN METODE
I. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Jl. Seroja Kulim Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru pada bulan Mei 2013 sampai dengan bulan September 2013. Lokasi penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,
Lebih terperinciBerikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam
Banyak sekali ulah manusia yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap Flora dan Fauna di Indonesia juga di seluruh dunia.tetapi,bukan hanya ulah manusia saja,berikut beberapa penyebab kepunahan flora dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta
Lebih terperinciSilvikultur intensif jenis rotan penghasil jernang (bibit, pola tanam, pemeliharaan)
Silvikultur intensif jenis rotan penghasil jernang (bibit, pola tanam, pemeliharaan) Teknik Pembibitan Generatif dan Teknik Penanaman Rotan Jernang Paket Iptek Silvikultur Intensif Page 87 Program : Penelitian
Lebih terperinciAGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA EKOSISTEM Ekosistem adalah suatu sistem yang terbentuk oleh interaksi dinamik antara komponen-komponen abiotik dan biotik Abiotik Biotik Ekosistem
Lebih terperinciBALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pembuatan Herbarium BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional Baluran sebagai salah satu kawasan konservasi sudah
Lebih terperinciBAGIAN KETIGA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REBOISASI HUTAN KONSERVASI DALAM RANGKA GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KETIGA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REBOISASI HUTAN KONSERVASI DALAM RANGKA GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang
Lebih terperinciLAPORAN SEMENTARA KEGIATAN PENELITIAN. PEMODELAN KESESUAIAN HABITAT AKASIA BERDURI (Acacia nilotica (L.) Willd. ex Del) DI TAMAN NASIONAL BALURAN
LAPORAN SEMENTARA KEGIATAN PENELITIAN PEMODELAN KESESUAIAN HABITAT AKASIA BERDURI (Acacia nilotica (L.) Willd. ex Del) DI TAMAN NASIONAL BALURAN AGUNG SISWOYO SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO
BUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO RuangTani.Com Cengkeh adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Pohon cengkeh merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh
3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.
Lebih terperinciPERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN
Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN SILVIKULTUR Metode Permudaan Metode permudaan merupakan suatu prosedur dimana suatu
Lebih terperinciANALISIS VEGETASI PADA TEGAKAN YANG TERINVASI AKASIA (Acacia nilotica) DI TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR
ANALISIS VEGETASI PADA TEGAKAN YANG TERINVASI AKASIA (Acacia nilotica) DI TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR Djufri (djufri_nia@yahoo.com) Institut Pertanian Bogor ABSTRACT The research was done in Baluran
Lebih terperinciTENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 02/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan
Lebih terperinciUsulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi DISUSUN OLEH : DYDIK SETYAWAN E
i PEMODELAN SPASIAL ARAH PENYEBARAN KEBAKARAN HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL BALURAN KABUPATEN SITUBONDO PROVINSI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER TAHUN
Lebih terperincigeografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)
KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati
Lebih terperinciTEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN
TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN Oleh : Ir. Suwignyo Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Samarinda Abstrak Ulin adalah salah satu jenis pohon
Lebih terperinciKEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT
KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan
Lebih terperinciPanduan Budidaya Salak Pondoh yang Baik
Panduan Budidaya Salak Pondoh yang Baik Salak pondoh adalah salah satu buah khas dari Indonesia, terutama wilayah Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Buah ini cukup digamri oleh banyak orang. Bahkan produk
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi
24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung
Lebih terperinciI. MATERI DAN METODE
I. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kelurahan Maharatu kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru pada bulan September 2013 sampai dengan bulan November 2013. 3.2.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang
Lebih terperinciSMP NEGERI 3 MENGGALA
SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri
Lebih terperinciE U C A L Y P T U S A.
E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi
Lebih terperinciPOTENSI PRODUKSI DAN BESARNYA PANGSA PASAR SORGUM DI JAWA BARAT
POTENSI PRODUKSI DAN BESARNYA PANGSA PASAR SORGUM DI JAWA BARAT Jalan H. Darham No 54 Cicalengka Bandung 40395 Telepon Kantor : 022-7222 0745 Telepon Gudang : 022-7220 7565 POTENSI PRODUKSI SORGUM Sorgum
Lebih terperinciBISNIS BUDIDAYA KARET
BISNIS BUDIDAYA KARET TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi budidaya tanaman karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut: Syarat tumbuh tanaman karet
Lebih terperinci