KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PRODUKSI LEGUM PADA TIGA TARAF NAUNGAN DI DUA AGRO-EKOSISTEM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PRODUKSI LEGUM PADA TIGA TARAF NAUNGAN DI DUA AGRO-EKOSISTEM"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PRODUKSI LEGUM PADA TIGA TARAF NAUNGAN DI DUA AGRO-EKOSISTEM JUNIAR SIRAIT, SIMON P. GINTING dan ANDI TARIGAN Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Galang Deli Serdang ABSTRAK Integrasi sistem produksi tanaman-ternak di lahan perkebunan membutuhkan ketersediaan hijauan pakan dari tanaman yang toleran terhadap naungan agar sistem dapat berlangsung berkesinambungan. Suatu penelitian telah dilaksanakan di dua agroekosistem yakni di dataran rendah beriklim basah Sei Putih Kabupaten Deli Serdang dan dataran tinggi beriklim kering Gurgur Kabupaten Tobasa Sumatera Utara. Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data karakteristik morfologi dan produksi leguminosa pada taraf naungan dan ekosistem yang berbeda sehingga didapat spesies yang lebih tahan terhadap kondisi naungan. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan petak terbagi (split-plot design) menggunakan 3 ulangan. Petak utama adalah naungan terdiri atas tiga taraf yakni 0, 55 dan 75%, sedang petak bagian adalah spesies leguminosa terdiri atas pintoi, dan. Peubah yang diamati mencakup; tinggi vertikal tanaman, luas daun, jumlah daun per batang, jumlah anakan serta produksi. Data dianalisis dengan menggunakan program SAS, bila terdapat perbedaan antar perlakuan naungan dan spesies serta interaksinya dilakukan uji lanjut dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test). Hasil penelitian menunjukkan A. memiliki rataan produksi tertinggi di dataran rendah beriklim basah Sei Putih pada ketiga taraf naungan, dan berbeda nyata dengan dua spesies lainnya. Produksi A. pintoi di kedua agroekosistem cenderung meningkat dengan bertambahnya taraf naungan. C. memiliki produksi terrendah. Dapat disimpulkan bahwa A. pintoi dan A. dapat beradaptasi pada kondisi naungan. Kata Kunci: Naungan, agro-ekosistem, leguminosa, morfologi, produksi PENDAHULUAN Upaya pengembangan produksi ternak ruminansia menuntut adanya ketersediaan sumber daya pakan yang stabil dan kompetitif, karena input pakan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan dan kelangsungan usaha produksi. Pada sistem produksi kambing, pakan hijauan (forages) masih menjadi salah satu komponen pakan yang dominan, walaupun pada sistem usaha yang komersial-intensif peran pakan nonhijauan (konsentrat) meningkat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Produksi pertanian yang mengintegrasikan komoditas ternak dan tanaman dalam satu unit usaha produksi (crop livestock systems) merupakan sistem alternatif untuk memacu perkembangan ternak ruminansia. Sistem integrasi ruminansia dengan tanaman perkebunan telah menjadi topik penelitian yang intensif dan telah menghasilkan berbagai rekomendasi teknologi untuk mengimplementasikannya. Namun, salah satu aspek yang masih tetap menjadi kendala adalah relatif cepatnya penurunan ketersediaan hijauan pakan untuk mendukung kebutuhan nutrisi ternak yang disebabkan oleh menurunnya ketersediaan energi matahari bagi proses fotosintesis hijauan pakan dibawah kanopi tanaman. Potensi untuk meningkatkan produksi dan kontinuitas ketersediaan hijauan dalam sistem integrasi ini dapat dieksplorasi melalui introduksi spesies hijauan pakan yang memiliki adaptabilitas dan toleransi yang tinggi terhadap naungan. Laporan penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa jenis hijauan pakan memiliki sifat toleransi naungan yang relatif tinggi (SHELTON dan STUR 1990; STUR,1990; STUR dan SHELTON, 1990), namun belum banyak dikembangankan untuk mendukung sistem integrasi ternak-tanaman. Potensi jenis hijauan tersebut perlu di dieksplorasi lebih lanjut sebagai sumber hijauan yang potensial pada berbagai tingkat naungan dan kondisi egroekosistem yang berbeda. Hal ini diperlukan dalam rangka mendorong implementasi sistem integrasi ternak dengan tanaman perkebunan dengan memberikan alternatif jenis hijauan yang dapat digunakan baik sebagai tanaman penutup tanah maupun sebagai sumber hijauan pakan ternak. 88

2 Beberapa spesies diantaranya: (1), (2) hybrid, (3) repens, (4) sp. IRFL dan (5) pintoi. merupakan tanaman yang unik karena memiliki manfaat yang beraneka ragam antara lain: sumber protein dari hijauan untuk ternak dengan kandungan protein kasar berkisar 7,82 19% berdasarkan bahan kering, meningkatkan produktivitas rumput bila ditanam secara campuran, pupuk hijau untuk lahan yang miskin bahan organik, menyuburkan tanah yang miskin unsur hara, penutup tanah di areal perkebunan, pengendali erosi pada lahan miring, dan tanaman hias (YUHAENI, 2001). Disamping itu tanaman ini mampu bersaing dengan gulma sehingga dapat eksis dan memiliki persistensi yang cukup baik. Hal ini didukung oleh sistem perakaran (rhizoma) yang kuat. berasal dari Amerika Selatan dan dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Tanaman ini dapat dikembangkan di Indonesia yang diharapkan untuk memperbaiki pastura alam khususnya di daerah kering/tandus. Untuk spesies yang tahan naungan memungkinkan dilakukannya integrasi dengan areal perkebunan maupun kehutanan. mucunoides dikenal dengan sebutan Calopo atau kacang asu, berasal dari Amerika Selatan. Tanaman ini merupakan jenis leguminosa berumur panjang yang bersifat memanjat dan merambat. Tumbuh baik di daerah dengan curah hujan tahunan 1270 mm atau lebih. Pada musim kemarau yang agak panjang dapat mengalami kematian. Tidak tahan terhadap genangan air tetapi tahan terhadap naungan sedang (JAYADI, 1991). SANCHEZ dan POND (1991) serta IBRAHIM et al., (1990) menyebutkan bahwa kacang asu memiliki kualitas pakan yang baik dengan kandungan protein kasar sebesar 18,3%; NDF 48,6%; ADF 37,6% juga mineral makro maupun mikro seperti Ca, P, Na, K, Mg, S, Fe, Zn, Cu dan Mn. Diharapkan tanaman ini menambah keanekaragaman sumber hijauan pakan ternak, meskipun dari segi palatabilitas kurang disukai ternak namun dapat menjadi alternatif khususnya pada musim kemarau yang berkepanjangan. Untuk mendukung pengembangan produksi kambing, maka sumber daya pakan harus juga dikembangkan agar mampu mendukung produksi kambing secara berkesinambungan. Hijauan merupakan komponen pakan yang sangat penting karena merupakan pakan basal. Dalam sistem produksi integrasi ternak-tanaman seperti model kambing-kelapa sawit, ketersediaan hijauan pakan sepanjang umur kelapa sawit merupakan kendala karena meningkatnya naungan sejalan dengan umur tanaman. Menurut CHONG et al., (1994), A. pintoi dan Stylosanthes guianensis merupakan jenis leguminosa yang toleran terhadap naungan di perkebunan karet maupun kelapa sawit, khususnya pada tanaman muda. Produktivitas hijauan akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur tanaman perkebunan disebabkan semakin berkurangnya penetrasi cahaya dalam arti taraf naungan semakin besar dengan berkembangnya kanopi tanaman utama. HORNE et al., (1994) menyebutkan bahwa ada dua cara untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan produksi hijauan di perkebunan karet maupun kelapa sawit, yaitu: (1) introduksi spesies hijauan yang tahan naungan dan (2) perubahan pola penanaman guna mendukung produksi hijauan yang berkesinambungan. Sehubungan dengan hal tersebut telah dilakukan penelitian penanaman tiga spesies leguminosa dalam skala plot ukuran 4x4 m pada tiga taraf naungan di ekosistem dataran tinggi dan dataran rendah. Diharapkan melalui penelitian ini diperoleh data karakteristik morfologi dan produksi pada taraf naungan dan ekosistem yang berbeda dan didapat spesies mana yang lebih tahan terhadap kondisi naungan. MATERI DAN METODA Penelitian dilakukan di dua agroekosistem berbeda yaitu dataran rendah-basah (50 m dpl; curah hujan rata-rata 1800 mm/tahun) berlokasi di Sungai Putih, Kabupaten Deli Serdang dan dataran tinggi-kering (1000 m dpl) berlokasi di Gurgur, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara. Jenis hijauan yang diuji adalah leguminosa terdiri atas tiga spesies yakni: pintoi (Ap), (Ag) dan (Cm). Hijauan ditanam pada plot seluas 4x4 m 2 dan diberi naungan buatan menggunakan paranet dengan taraf naungan 0, 55 dan 75% PAR dari cahaya penuh. Materi tanam disemaikan 89

3 terlebih dahulu di dalam polibag sebelum dipindahkan ke plot penelitian. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan SP-36 (50 kg) dan KCl (50 kg) per hektar per tahun. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan petak terbagi (split-plot design) dalam rancangan acak lengkap menggunakan 3 ulangan (GOMEZ and GOMEZ, 1984). Petak utama (main plot) adalah naungan, sedang petak bagian (sub-plot) adalah tiga spesies leguminosa dengan model matematik sbb: Y = µ + Rep + Taraf naungan (TN) + galat a + spesies (SP) + galat b + TN x SP + galat c Dimana, galat a (Rep x TN) digunakan untuk menguji pengaruh naungan, galat b (Rep x SP) digunakan untuk menguji pengaruh spesies dan galat c (Rep x TN x SP) digunakan untuk menguji interaksi antara naungan dan spesies. Data dianalisis dengan menggunakan program SAS (SAS, 1987), dan bila terdapat perbedaan antar perlakuan naungan dan spesies serta interaksinya dilakukan uji lanjut dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) menurut STEEL and TORRIE (1993). Jumlah petak untuk masing-masing ekosistem adalah: 3 (PAR) x 3 (spesies tanaman) x 3 (ulangan) = 27 petak. Luas petak terkecil = 4 x 4 m = 16 m 2 ; Luas total percobaan bersih untuk kedua ekosistem adalah 2 x 27 x 16 m 2 = 864 m 2. Peubah yang diamati mencakup: 1) karakteristik morfologis (tinggi vertikal, luas daun, jumlah daun per batang, jumlah anakan) serta 2) produksi. Taraf naungan diukur menggunakan alat solarimeter. Paranet yang terbuat dari polyethylene dibentangkan sepanjang plot perlakuan setinggi 2 m di atas permukaan tanah untuk membantu sirkulasi udara dan pelaksanaan pengamatan. Pada sisi terakhir yang menghadap Timur dan Barat, paranet ditarik dengan sudut 45 0 ke bawah mencapai kira-kira 1 meter diatas permukaan tanah. Hal ini dilakukan untuk mencegah terobosan sinar matahari pada pagi dan sore hari. Tata letak perlakuan pada penelitian disajikan dalam Gambar 1. Dataran Rendah Basah (Sei Putih, Deli Serdang) N-O N-55 N-75 N-O N-55 N-75 N- N-55 N-75 Ag Ap Cm Cm Ap Ag Ap Ag Cm Cm Ag Ap Ag Cm Ap Cm Ap Ag Ap Cm Ag Ap Ag Cm Ag Cm Ap R1 R2 R3 Dataran Tinggi Kering (Gurgur, Tobasa) N-O N-55 N-75 N-O N-55 N-75 N-O N-55 N-75 Ag Ap Cm Cm Ap Ag Ap Ag Cm Cm Ag Ap Ag Cm Ap Cm Ap Ag Ap Cm Ag Ap Ag Cm Ag Cm Ap R1 R2 R3 Gambar 1. Tata letak perlakuan penelitian Keterangan: Ag : ; Ap: pintoi; Cm:, N-0 : Taraf naungan 0%; N-55: Taraf naungan 55%; N-75: Taraf naungan 75% R : Replikasi 90

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter morfologis Tinggi vertikal tanaman Pada dataran rendah Sei Putih, tinggi tanaman tidak dipengaruhi secara nyata (P>0,05) oleh taraf naungan, spesies leguminosa maupun interaksi taraf naungan dengan spesies legume. Tidak terdapat perbedaan nyata tinggi tanaman pada ketiga taraf naungan dan ketiga spesies leguminosa (Tabel 1). Meskipun demikian, khusus untuk A. pintoi (di dataran tinggi maupun dataran rendah) terdapat kecenderungan peningkatan tinggi tanaman dengan bertambahnya taraf naungan. Umumnya tanaman yang tumbuh pada kondisi naungan beradaptasi melalui pertambahan tinggi sebagai upaya untuk memperoleh cahaya yang lebih banyak. Tabel 1. Rataan tinggi vertikal tiga spesies berbeda di dataran rendah Sei Putih cm ,0 29,3 38,0 35,8 a pintoi 19,3 29,3 33,3 27,3 a 32,7 27,0 17,3 25,7 a 30,7 a 29,6 a 28,6 a Untuk dataran tinggi Gurgur, tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh taraf naungan (P>0,05), tetapi spesies leguminosa serta interaksi perlakuan naungan dengan spesies berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tinggi tanaman (Tabel 2). Tanaman tertinggi adalah C. dan berbeda nyata (P<0,05) dengan tinggi A. maupun A. pintoi. yang memiliki tinggi terkecil adalah A. pintoi pada taraf naungan 0 dan 55%. C. berbeda dengan dua spesies lainnya dimana tanaman ini memiliki tinggi yang relatif sama di dua ekosistem yang berbeda. Sementara itu spesies A. dan A. pintoi memiliki tinggi tanaman yang jauh lebih rendah di dataran tinggi Gurgur dibanding dengan di dataran rendah Sei Putih. Tabel 2. Interaksi taraf naungan dengan spesies leguminosa terhadap tinggi vertikal di dataran tinggi Gurgur cm ,8 b 18,8 b 16,5 bc 18,0 pintoi 11,5 d 14,3 cd 16,0 bc 13,9 26,3 a 26,2 a 24,3 a 25,6 18,9 19,8 18,9 Huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada P<0,05 dengan Luas daun Hasil analisis keragaman menunjukkan tidak terdapat pengaruh nyata (P>0,05) taraf naungan dan interaksi taraf naungan dengan spesies leguminosa terhadap luas daun di dataran rendah Sei Putih. leguminosa memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap luas daun. Secara numerik terdapat kecenderungan peningkatan luas daun seiring dengan bertambahnya taraf naungan pada ketiga spesies leguminosa. Tabel 3. Rataan luas daun tiga spesies leguminosa pada taraf naungan yang berbeda di dataran rendah Sei Putih cm ,7 14,0 17,3 15,3 b pintoi 15,0 17,0 12,7 14,9 b 46,3 54,0 55,0 51,8 a 25,3 a 28,3 a 28,3 a Huruf yang berbeda dalam satu lajur atau baris, 91

5 Untuk dataran tinggi Gurgur analisis keragaman menunjukkan tidak terdapat pengaruh nyata (P>0,05) interaksi antara naungan dengan spesies leguminosa terhadap luas daun. Pengaruh nyata (P<0,05) terhadap luas daun ditemukan pada perlakuan naungan dan spesies leguminosa. Hal yang berbeda di dataran tinggi Gurgur adalah pada spesies C., dimana tanaman ini menunjukkan penurunan luas daun dengan meningkatnya taraf naungan (Tabel 4). Kondisi ini kontradiktif dengan apa yang seharusnya terjadi pada tanaman yang tumbuh dibawah naungan. Umumnya tanaman justru meningkatkan luas daun sebagai bentuk adaptasi terhadap naungan. Hal ini dapat dimaklumi karena tanaman ini tidak tahan akan kekeringan yang berkepanjangan yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan termasuk perkembangan daun. Tabel 4. Rataan luas daun tiga spesies leguminosa pada taraf naungan yang berbeda di dataran tinggi Gurgur cm ,8 17,0 12,2 15,3 b pintoi 15,7 12,5 14,7 14,3 b 51,0 39,2 34,8 41,7 a 27,8 a 23,9 ab 20,6 b Jumlah daun per batang Jumlah daun per batang ditentukan dengan menghitung jumlah helai daun yang terdapat pada satu batang tanaman (tanpa ada anakan) dengan jumlah sampel 10 tanaman per spesies yang diambil secara acak. Jumlah daun per batang untuk dataran rendah Sei Putih disajikan dalam Tabel 5. Hasil analisis keragaman menunjukkan adanya pengaruh nyata (P<0,05) spesies legum terhadap jumlah daun per batang. Sedangkan untuk perlakuan naungan maupun interaksi naungan dengan spesies tidak ada pengaruh nyata (P>0,05). Meskipun tidak terdapat pengaruh nyata taraf naungan terhadap jumlah daun per batang, namun untuk spesies A. dan A. pintoi terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah daun dengan bertambahnya taraf naungan (Tabel 5). Jumlah daun tertinggi diperoleh pada spesies A. pintoi pada taraf naungan 75% sebanyak 74,7 helai diikuti oleh A. pada taraf naungan yang sama. Berbeda halnya dengan spesies C. yang justru jumlah daunnya menurun dengan meningkatnya taraf naungan, dimana jumlah daun terrendah sebanyak 14 helai diperoleh pada taraf naungan tertinggi. Hal ini memberikan indikasi bahwa C. mengalami cekaman pada kondisi ternaungi khususnya pada taraf naungan berat. Namun demikian tanaman C. telah lama digunakan sebagai tanaman penutup tanah diperkebunan. Tabel 5. Rataan jumlah daun/batang tiga spesies berbeda di dataran rendah Sei Putih helai ,3 58,3 62,7 55,4 a pintoi 37,7 38,3 74,7 50,2 a 19,7 18,7 14,0 17,4 b 34,2 a 38,4 a 50,4 a Untuk dataran tinggi Gurgur ditemukan hal yang sama sebagaimana di dataran rendah Sei Putih. Pengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah daun per batang hanya ditemukan pada perlakuan spesies, sedang untuk perlakuan naungan maupun interaksi naungan dengan spesies tidak terdapat pengaruh nyata (P>0,05). Meskipun tidak terdapat pengaruh nyata interaksi naungan dengan spesies terhadap jumlah daun per batang, namun A. dan A. pintoi menunjukkan pertambahan jumlah daun dengan meningkatnya taraf naungan (Tabel 6). Hal ini menggambarkan 92

6 bahwa lebih beradaptasi dengan kondisi naungan dibanding dengan C. mucunoides. Jumlah daun ketiga spesies legum di dataran rendah Sei Putih lebih banyak dibanding dengan di dataran tinggi Gurgur. Kondisi ini mengindikasikan bahwa ketiga spesies lebih sesuai tumbuh di dataran rendah beriklim basah. Tabel 6. Rataan jumlah daun/batang tiga spesies berbeda di dataran tinggi Gurgur helai ,8 22,5 21,0 20,4 a pintoi 22,3 31,7 24,5 26,2 a 16,7 10,5 11,0 12,7 b 18,6 a 21,6 a 18,8 a Jumlah anakan Rataan jumlah anakan tiga spesies leguminosa di dataran rendah Sei Putih disajikan dalam Tabel 7. Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terdapat pengaruh nyata (P>0,05) perlakuan naungan maupun interaksi naungan dengan spesies terhadap jumlah anakan, tetapi spesies legum memberikan pengaruh nyata (P<0,05). Secara teori disebutkan bahwa tanaman yang tumbuh pada cahaya penuh memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dibanding dengan tanaman pada kondisi naungan. Namun pada penelitian ini jumlah anakan pada naungan 55% (N-55) lebih banyak dibanding naungan 0% (N-0) meskipun diantara ketiga taraf naungan tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dipahami karena fotosintat digunakan secara merata untuk pertumbuhan anakan dan tinggi tanaman. Sebab tinggi tanaman ketiga spesies tidak berbeda nyata pada ketiga taraf naungan (Tabel 1 dan 2). Rataan jumlah anakan A. pintoi (19,9) nyata lebih banyak dibanding dengan A. maupun C.. Tabel 7. Rataan jumlah anakan tiga spesies berbeda di dataran rendah Sei Putih 13,0 13,7 8,0 11,6 b pintoi 20,7 23,3 15,7 19,9 a 8,3 10,0 14,3 10,9 b 14,0 a 15,7 a 12,7 a Untuk dataran tinggi Gurgur, diperoleh hal yang sama dengan dataran rendah Sei Putih, dimana perlakuan naungan, spesies, maupun interaksi naungan dengan spesies legum tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap rataan jumlah anakan. Rataan jumlah anakan pada ketiga taraf naungan (14,0 vs 15,7 vs 12,7) tidak berbeda nyata seperti disajikan dalam Tabel 8. Demikian juga halnya dengan ketiga spesies leguminosa tidak ditemukan perbedaan nyata Tabel 8. Rataan jumlah anakan tiga spesies berbeda di dataran tinggi Gurgur 19,0 13,5 17,3 16,6 a pintoi 15,2 18,0 16,8 16,7 a 4,8 6,5 6,8 14,1 a 13,0 a 12,7 a 13,7 a Produksi segar leguminosa Rataan produksi segar yang disajikan pada Tabel 9 dan 10 merupakan akumulasi dua kali pemanenan pada bulan basah. Data produksi yang diperoleh mempunyai keragaman yang 93

7 sangat besar. Hasil analisis keragaman menunjukkan terdapat pengaruh nyata (P<0,05) spesies leguminosa terhadap produksi, namun perlakuan naungan serta interaksi naungan dengan spesies tidak ditemukan pengaruh nyata (P>0,05). Rataan produksi A. di dataran rendah Sei Putih (1369,5 g m -2 ) nyata lebih tinggi dibanding dua spesies lainnya. Namun bila dibandingkan produksi antara perlakuan naungan 0% (N-0) dengan naungan 55% (N- 55), satu-satunya spesies yang menunjukkan peningkatan dibanding N-0 adalah A. pintoi. Tabel 9. Produksi segar tiga spesies leguminosa pada taraf naungan yang berbeda di dataran rendah Sei Putih g m ,3 1429,2 1091,7 1369,5 a pintoi 151,1 435,4 293,8 293,8 b Calopogoniu m 279,3 97,9 166,9 181,4 b 672,9 a 654,2 a 517,4a Produksi A. pintoi pada kondisi ternaungi lebih tinggi dibanding pada keadaan cahaya penuh. Produksi pada perlakuan N-55 sebesar (435,4 g m -2 ) lebih tinggi 188% dibanding produksi pada naungan 0% (151,1 g m -2 ). Meskipun produksi pada perlakuan N-75 mengalami penurunan sebesar 32,5% dibanding N-55, namun masih lebih tinggi 94% dari produksi pada perlakuan N-0 (Tabel 9). Produksi A. dan C. pada perlakuan N-55 dan N-75 lebih rendah dibanding produksi pada kondisi tanpa naungan. Produksi segar tertinggi untuk dataran tinggi Gurgur diperoleh pada spesies A. pintoi. Bila dikaitkan dengan tinggi tanaman, produksi terbesar ini diperoleh pada tanaman dengan tinggi tanaman terendah. A. pintoi memiliki tinggi sebesar 13,9 cm nyata lebih rendah dari dua spesies lainnya (Tabel 2). Dalam hal ini dapat disebutkan bahwa tinggi tanaman berbanding terbalik dengan produksi sebagaimana hasil penelitian SIRAIT et al., (2005). Produksi yang tinggi pada A. pintoi didukung oleh perakaran yang cepat menyebar, jumlah anakan serta jumlah daun yang relatif lebih banyak dibanding dua spesies lainnya. Hasil analisis keragaman menunjukkan rataan porduksi A. pintoi (316 g m -2 ) nyata lebih tinggi (P<0,05) dibanding produksi A. maupun C.. Perlakuan naungan dan interaksi naungan dengan spesies tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap produksi segar. Produksi segar A. cenderung mengalami penurunan dengan meningkatnya taraf naungan (Tabel 10). Produksi A. pintoi pada naungan 55% meningkat sebesar 19,3% dibanding pada perlakuan tanpa naungan serta lebih tinggi 26,3% dibanding pada perlakuan N-0. Produksi A. pintoi di kedua agroekosistem relatif sama dan menunjukkan adaptasi yang baik pada kondisi naungan. Produksi C. pada perlakuan naungan N-55 lebih tinggi dibanding N-0. Produksi tanaman ini mengalami penurunan yang sangat drastis bila dibandingkan dengan produksi di dataran rendah Sei Putih. Tabel 10. Produksi segar tiga spesies leguminosa pada taraf naungan yang berbeda di dataran tinggi Gurgur g m ,5 191,7 127,1 193,8 b pintoi 302,1 360,4 285,4 315,9 a 18,8 41,7 13,5 24,6 c 194,5 a 197,9 a 142,0 a KESIMPULAN pintoi menunjukkan adaptasi yang baik pada kondisi naungan diindikasikan oleh produksi yang cenderung meningkat seiring bertambahnya taraf naungan pada kedua 94

8 agroekosistem. Hal ini didukung oleh oleh perakaran yang cepat menyebar, jumlah anakan serta jumlah daun yang relatif lebih banyak. merupakan spesies dengan produksi tertinggi di dataran rendah beriklim basah Sei Putih, namun produksinya cenderung menurun dengan meningkatnya taraf naungan meskipun tidak terdapat perbedaan nyata pada ketiga taraf naungan. memiliki produksi terrendah khususnya di agroekosistem dataran tinggi beriklim kering Gurgur yang nyata lebih rendah dibanding A. pintoi dan A.. Kedua spesies beradaptasi dengan kondisi naungan dan dapat menjadi alternatif tanaman penutup tanah di daerah perkebunan. DAFTAR PUSTAKA CHONG, D.T., K.F. NG and I. TAJUDDIN Evaluation of selected forage species in rubber plantation for sheep production. Paper presented at the 7 th Animal Science Congress of the Australian-Asian Animal Production System Societies, Bali-Indonesia, July GOMEZ, K.A., and A.A. GOMEZ Statistical Procedures for Agricultural Research 2 nd Ed. John Wiley and Son. HORNE, P.M., I. TAJUDDIN and D.T. CHONG Agroforestry plantation systems: sustainable forage and animal production in rubber and oil palm plantations. Paper presented to ACIARsponsored symposium Agroforestry and Animal Production for Human Welfare at 7 th Animal Science Congress of the Australian- Asian Animal Production System Societies, Bali-Indonesia, July IBRAHIM T.M., M.D. SANCHEZ, A. DARUSSAMIN and K.R. POND Evaluation of selected and introduced forage species in North Sumatra. In: Small Ruminant Collaborative Research Support Program Sei Putih. Annual report , pp JAYADI, S Tanaman Makanan Ternak Tropika. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. SHANCEZ, M.D. and K.R. POND Nutrition of sheep that are integrated with rubber tree production systems. In: (Iniguez and Sanchez, Eds) Integrated Tree Cropping and Small Ruminant Production Systems. Small Ruminant Collaborative Research Support Program. University of California-Davis, pp SHELTON, H.M. and W.W. STUR Opportunities for Integration of Ruminants in Plantation Crops of Southeast Asia and the Pacific. In: H.M.Shelton and W.W. Stur (eds.) Forages for Plantation Crops.ACIAR Proceeding N Hal.5-9. SIRAIT, J., S. HARDJOSOEWINGJO, N.D. PURWANTARI dan P. DEWI Pertumbuhan dan Serapan Nitrogen Rumput pada Naungan dan Pemupukan yang Berbeda. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. STATISTICS ANALYTICAL SYSTEM SAS User s Guide: Statistic. 6 th ed., SAS Institute Inc.,Cary,NC,USA. STEEL, R.G.D., and J.H. TORRIE Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. B. Sumantri, penerjemah. Gramedia Pusraka Utama. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statitistics. STUR, W.W Methodology for Establishing Selection Criteria for Forage Evaluation In: L.C. Iniguez and M.D. Sanchez (Eds.) Integrated Tree Cropping and Small Ruminant Production System. Medan September pp STUR W.W., and H.M. SHELTON Review of Forage Resources in Plantation Crops of Southeast Asia and the Pacific. In: H.M. Shelton and W.W. Stur (Eds.) Forages for Plantation Crops. ACIAR No. 32, pp YUHAENI, S : Tanaman Unik Hijauan Pakan Ternak. Leaflet, Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. 95

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan Lokakarya Fungsional Non Peneliri 1997 PENGEMBANGAN TANAMAN ARACHIS SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK Hadi Budiman', Syamsimar D. 1, dan Suryana 2 ' Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jalan Raya Pajajaran

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN NILAI NUTRISI ENAM SPESIES HIJAUAN PADA TIGA TARAF NAUNGAN DI DATARAN TINGGI- BERIKLIM KERING

PRODUKSI DAN NILAI NUTRISI ENAM SPESIES HIJAUAN PADA TIGA TARAF NAUNGAN DI DATARAN TINGGI- BERIKLIM KERING PRODUKSI DAN NILAI NUTRISI ENAM SPESIES HIJAUAN PADA TIGA TARAF NAUNGAN DI DATARAN TINGGI- BERIKLIM KERING (Production and Nutritive Value of Six Species of Forages Species on Three Shading Levels in High

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan pakan dalam usaha bidang peternakan sangat penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan produksi ternak. Jenis pakan

Lebih terperinci

Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala. yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau.

Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala. yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau. Pemanfaatan lahan-lahan yang kurang

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS BIO-URIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT Panicum maximum PADA PEMOTONGAN KE TIGA

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS BIO-URIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT Panicum maximum PADA PEMOTONGAN KE TIGA PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS BIO-URIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT Panicum maximum PADA PEMOTONGAN KE TIGA Ni Nyoman Candraasih Kusumawati 1), Ni Made Witariadi 2), I Ketut Mangku Budiasa 3),

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pegaruh Perlakuan terhadap Produksi Hijauan (Bahan Segar)

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pegaruh Perlakuan terhadap Produksi Hijauan (Bahan Segar) IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pegaruh Perlakuan terhadap Produksi Hijauan (Bahan Segar) Produksi hijauan segar merupakan banyaknya hasil hijauan yang diperoleh setelah pemanenan terdiri dari rumput

Lebih terperinci

PRODUKSI HIJAUAN Desmodium uncinatum PADA BERBAGAI JENIS NAUNGAN DAN INTERVAL PEMOTONGAN

PRODUKSI HIJAUAN Desmodium uncinatum PADA BERBAGAI JENIS NAUNGAN DAN INTERVAL PEMOTONGAN PRODUKSI HIJAUAN Desmodium uncinatum PADA BERBAGAI JENIS NAUNGAN DAN INTERVAL PEMOTONGAN (Forage Production of Desmodium uncinatum under Different Shades and Cutting Intervals) ACHMAD FANINDI dan E. SUTEDI

Lebih terperinci

SELEKSI TANAMAN PAKAN TERNAK UNGGUL MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAMBING BOERKA DI EKOSISTEM KEBUN JERUK

SELEKSI TANAMAN PAKAN TERNAK UNGGUL MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAMBING BOERKA DI EKOSISTEM KEBUN JERUK SELEKSI TANAMAN PAKAN TERNAK UNGGUL MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAMBING BOERKA DI EKOSISTEM KEBUN JERUK (Forages Selection to Support the Development of Boerka Goat in Citrus Ecosystem) TATANG M. IBRAHIM Balai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan pakannya berupa hijauan. Pakan hijauan dengan kualitas baik dan kuantitas yang cukup

Lebih terperinci

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola The Effect of Three Kind Manure (Cow, chicken, and goat) to The Vegetative

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis PENGELOLAAN PAKAN DALAM USAHA TERNAK KAMBING

Petunjuk Teknis PENGELOLAAN PAKAN DALAM USAHA TERNAK KAMBING Petunjuk Teknis PENGELOLAAN PAKAN DALAM USAHA TERNAK KAMBING Diterbitkan : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Hak Cipta @ 2009. Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih Po. Box I Galang Deli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan merupakan bahan pakan sumber serat yang sangat diperlukan bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. (2005) porsi hijauan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan pakan

I. PENDAHULUAN. hasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan pakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam peningkatan usaha peternakan adalah pakan. Kekurangan pakan, dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena

Lebih terperinci

Pendahuluan Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan. Nevy Diana Hanafi 1, Sayed Umar 2, dan Irawati Bachari 3

Pendahuluan Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan. Nevy Diana Hanafi 1, Sayed Umar 2, dan Irawati Bachari 3 Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol. 1, No. 3, Desember 2005 Pengaruh Tingkat Naungan pada Berbagai Pastura Campuran terhadap Produksi Hijauan (The Effect Levels of the Shade at Various Pasture Mixtures

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS RUMPUT Stenotaphrum secundatum Cv. Vanuatu PADA BERBAGAI TARAF PEMUPUKAN NITROGEN DALAM KONDISI TERNAUNG DAN TANPA NAUNGAN

PRODUKTIVITAS RUMPUT Stenotaphrum secundatum Cv. Vanuatu PADA BERBAGAI TARAF PEMUPUKAN NITROGEN DALAM KONDISI TERNAUNG DAN TANPA NAUNGAN PRODUKTIVITAS RUMPUT Stenotaphrum secundatum Cv. Vanuatu PADA BERBAGAI TARAF PEMUPUKAN NITROGEN DALAM KONDISI TERNAUNG DAN TANPA NAUNGAN N. W. SUKARJI, I. W. SUARNA, dan I. B. GAGA PARTAMA. Jurusan Nutrisi

Lebih terperinci

Produksi dan Serapan Nitrogen Rumput pada Naungan dan Pemupukan yang Berbeda

Produksi dan Serapan Nitrogen Rumput pada Naungan dan Pemupukan yang Berbeda Produksi dan Serapan Nitrogen Rumput pada Naungan dan Pemupukan yang Berbeda J. SIRAIT 1, N.D. PURWANTARI 2 dan K. SIMANIHURUK 1 1 Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Galang Sumatera Utara 20585

Lebih terperinci

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK Dian Agustina (dianfapetunhalu@yahoo.co.id) Jurusan Peternakan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

MORFOFISIOLOGI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum Cv Riversdale) PADA TARAF NAUNGAN DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA

MORFOFISIOLOGI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum Cv Riversdale) PADA TARAF NAUNGAN DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA MORFOFISIOLOGI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum Cv Riversdale) PADA TARAF NAUNGAN DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA (Morphophysioology of Guinena Grass (Panicum maximum cv Riversdale) on Different Shading Level

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

ISBN... Petunjuk Teknis TEKNIK BUDIDAYA DAN PEMANFAATAN Stenotaphrum secundatum UNTUK TERNAK KAMBING DAN RUMINANSIA LAINNYA

ISBN... Petunjuk Teknis TEKNIK BUDIDAYA DAN PEMANFAATAN Stenotaphrum secundatum UNTUK TERNAK KAMBING DAN RUMINANSIA LAINNYA ISBN... Petunjuk Teknis TEKNIK BUDIDAYA DAN PEMANFAATAN Stenotaphrum secundatum UNTUK TERNAK KAMBING DAN RUMINANSIA LAINNYA Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berasal dari hijauan dengan konsumsi segar per hari 10%-15% dari berat badan,

I. PENDAHULUAN. berasal dari hijauan dengan konsumsi segar per hari 10%-15% dari berat badan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak ruminansia, diperlukan ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan, baik secara kualitas maupun kuantitas secara berkesinambungan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA TANAMAN Leguminosa Styloshanthes guianensis (Stylo) merupakan salahsatu tanaman pakan yang telah beradaptasi baik dan tersebar di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Rumput Jumlah Daun Hasil penghitungan jumlah daun menunjukan terjadinya penurunan rataan jumlah daun pada 9 MST dan 10 MST untuk rumput raja perlakuan D0, sedangkan untuk

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia. PENGANTAR Latar Belakang Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia. Produktivitas ternak ruminansia sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan yang berkualitas secara cukup dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN LEGUM Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens DAN Arachis pintoi SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN LEGUM Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens DAN Arachis pintoi SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN LEGUM Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens DAN Arachis pintoi SKRIPSI ADETIAS KATANAKAN GINTING E10013243 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Keragaan Galur Jagung Genjah pada Lahan Kering Provinsi Riau

Keragaan Galur Jagung Genjah pada Lahan Kering Provinsi Riau Keragaan Galur Jagung Genjah pada Lahan Kering Provinsi Riau Yunizar dan Jakoni Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Fax. (0761) 674206; E-mail bptpriau@yahoo.com Abstrak Peningkatan produksi jagung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Data dari Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian yang diterbitkan melalui pemberitaan media cetak Kompas hari Jumat tanggal 13 Agustus 2010, menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Lewikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HMT FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KUALITAS HMT ADALAH : 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Teknologi produksi biomas jagung melalui peningkatan populasi tanaman.tujuan pengkajian

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Terhadap Produksi Rumput Gajah Taiwan (Pennisetum Purpureum Schumach)

Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Terhadap Produksi Rumput Gajah Taiwan (Pennisetum Purpureum Schumach) Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Terhadap Produksi Rumput Gajah Taiwan (Pennisetum Purpureum Schumach) Muhakka 1), A. Napoleon 2) dan P. Rosa 1) 1) Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005 PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN SORGUM ( (L) Moench DAN (Piper) Stafp) YANG MENDAPATKAN KOMBINASI PEMUPUKAN N, P, K DAN CA (The Use Combined Fertilizers of N, P, K and Ca on Growth and Productivity

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN Zamriyetti 1 dan Sawaluddin Rambe 2 1 Dosen Kopertis Wilayah I dpk

Lebih terperinci

KADAR N, P DAN K TANAH PADA TANAMAN KELAPA SAWIT MENGHASILKAN DENGAN BERBAGAI KOMPOSISI PENANAMAN TANAMAN SELA DI BAWAH TEGAKAN

KADAR N, P DAN K TANAH PADA TANAMAN KELAPA SAWIT MENGHASILKAN DENGAN BERBAGAI KOMPOSISI PENANAMAN TANAMAN SELA DI BAWAH TEGAKAN KADAR N, P DAN K TANAH PADA TANAMAN KELAPA SAWIT MENGHASILKAN DENGAN BERBAGAI KOMPOSISI PENANAMAN TANAMAN SELA DI BAWAH TEGAKAN NPK Soil on Oil Palm Produce Plantations with Increase Diversity of Vegetation

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Respon Beberapa Rumput Unggul pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Kelurahan Kenali Asam Atas Kecamatan Kota Baru Jambi

Respon Beberapa Rumput Unggul pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Kelurahan Kenali Asam Atas Kecamatan Kota Baru Jambi Respon Beberapa Rumput Unggul pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Kelurahan Kenali Asam Atas Kecamatan Farizaldi 1 1Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Jambi Intisari Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Prosedur Larutan Peroksida Pemilihan Jenis Leguminosa Persiapan Media Tanam

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Prosedur Larutan Peroksida Pemilihan Jenis Leguminosa Persiapan Media Tanam MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai bulan Maret 2012, bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium

Lebih terperinci

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG 0999: Amir Purba dkk. PG-57 PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG Amir Purba 1, I Wayan Mathius 2, Simon Petrus Ginting 3, dan Frisda R. Panjaitan 1, 1 Pusat

Lebih terperinci

Produktivitas Hijauan Makanan Ternak Pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit berbagai Kelompok Umur di PTPN 6 Kabupaten Batanghari Propinsi Jambi

Produktivitas Hijauan Makanan Ternak Pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit berbagai Kelompok Umur di PTPN 6 Kabupaten Batanghari Propinsi Jambi Produktivitas Hijauan Makanan Ternak Pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit berbagai Kelompok Umur di PTPN 6 Kabupaten Batanghari Propinsi Jambi Farizaldi 1 1 Fakultas Peternakan Universitas Jambi Jl. Jambi-Muara

Lebih terperinci

IbM Kelompok Tani Kambing Rakyat untuk Introduksi Teknologi dan Strategi Pembentukan Sistem Lumbung Pakan Ternak

IbM Kelompok Tani Kambing Rakyat untuk Introduksi Teknologi dan Strategi Pembentukan Sistem Lumbung Pakan Ternak IbM Kelompok Tani Kambing Rakyat untuk Introduksi Teknologi dan Strategi Pembentukan Sistem Lumbung Pakan Ternak Sri Wigati, Eko Wiyanto dan Maksudi Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Jambi

Lebih terperinci

Volume 11 Nomor 2 September 2014

Volume 11 Nomor 2 September 2014 Volume 11 Nomor 2 September 2014 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 11 2 Hal. 103-200 Tabanan September 2014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 HASIL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian III. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

PENGARUH CURAH HUJAN DAN POLA PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI RUMPUT RAJA (PENNISETUMPURPUREPHOIDES)

PENGARUH CURAH HUJAN DAN POLA PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI RUMPUT RAJA (PENNISETUMPURPUREPHOIDES) Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 PENGARUH CURAH HUJAN DAN POLA PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI RUMPUT RAJA (PENNISETUMPURPUREPHOIDES) BAMBANG KUSHARTONO Balai Penelitian Ternak, PO BOX221, Bogor 16002

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional masih merupakan problema yang perlu diatasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : pertambahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Bawang Merah Varietas Tuk Tuk

Lampiran 1. Deskripsi Bawang Merah Varietas Tuk Tuk Lampiran 1. Deskripsi Bawang Merah Varietas Tuk Tuk Asal : PT. East West Seed Philipina Silsilah : rekombinan 5607 (F) x 5607 (M) Golongan varietas : menyerbuk silang Tipe pertumbuhan : tegak Umur panen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BUDIDAYA DAN PEMANFAATAN Bachiaria ruziziensis (RUMPUT RUZI) SEBAGAI HIJAUAN PAKAN KAMBING

BUDIDAYA DAN PEMANFAATAN Bachiaria ruziziensis (RUMPUT RUZI) SEBAGAI HIJAUAN PAKAN KAMBING ISBN: 978-602-8475-03-7 Petunjuk Teknis BUDIDAYA DAN PEMANFAATAN Bachiaria ruziziensis (RUMPUT RUZI) SEBAGAI HIJAUAN PAKAN KAMBING Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Siti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System)

Siti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System) Siti Nurul Kamaliyah SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System) DEFINISI Suatu cara penanaman & pemotongan rumput, leguminosa, semak & pohon shg HMT tersedia sepanjang rahun : m. hujan : rumput &

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Pengambilan sampel urin kambing Etawah dilakukan pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis 26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. untuk menentukan suatu keberhasilan dari sebuah peternakan ruminansia, baik

PENDAHULUAN. untuk menentukan suatu keberhasilan dari sebuah peternakan ruminansia, baik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pakan khususnya hijauan pakan menjadi salah satu faktor untuk menentukan suatu keberhasilan dari sebuah peternakan ruminansia, baik secara kuantitas maupun

Lebih terperinci

Media Peternakan, April 2007, hlm ISSN Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005

Media Peternakan, April 2007, hlm ISSN Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Media Peternakan, April 2007, hlm. 11-17 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 30 No. 1 Produksi dan Kualitas Rumput Brachiaria humidicola (Rend.) Sch, Digitaria decumbens Stent

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah: tinggi bibit, diameter batang, berat basah pucuk, berat basah akar, berat kering pucuk, berak kering akar, nisbah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan untuk mencukupi kebutuhan setiap penduduk. Di Indonesia, masalah ketahanan pangan

Lebih terperinci

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny TEKNIK PENANAMAN RUMPUT RAJA (KING GRASS) BERDASARKAN PRINSIP PENANAMAN TEBU Bambang Kushartono Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Prospek rumput raja sebagai komoditas

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR Amir dan St. Najmah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsional Non Peneli BAHAN DAN METODE Percobaan ini dilaksanakan di laboratorium nutrisi Balai Penelitian Ternak di Bogor dengan meng

Lokakarya Fungsional Non Peneli BAHAN DAN METODE Percobaan ini dilaksanakan di laboratorium nutrisi Balai Penelitian Ternak di Bogor dengan meng PENGGUNAAN HCL SEBAGAI PENGGANTI HCLO 4 DALAM PEREAKSI MOLIBDOVANADAT PADA ANALISIS FOSFOR Nina Marlina dan Surayah Askar Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Bagi semua

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SLURI GAS BIO DENGAN INPUT FESES KAMBING DAN BIJI DURIAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PASTURA CAMPURAN

PEMANFAATAN SLURI GAS BIO DENGAN INPUT FESES KAMBING DAN BIJI DURIAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PASTURA CAMPURAN PEMANFAATAN SLURI GAS BIO DENGAN INPUT FESES KAMBING DAN BIJI DURIAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PASTURA CAMPURAN SKRIPSI YUSRAHMATIKA 120306014 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing AgroinovasI Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing 7 Ketersediaan sumberdaya alam yang semakin kompetitif dan terbatas telah disadari dan kondisi ini menuntut adanya upaya-upaya inovatif dan bersifat

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Indigofera sp. DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA DOMBA JANTAN

PEMANFAATAN Indigofera sp. DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA DOMBA JANTAN Jurnal Ilmiah Peternakan 5 (2) : 80-84 (2017) ISSN : 2337-9294 PEMANFAATAN Indigofera sp. DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA DOMBA JANTAN the using of Indigofera sp. in

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN MASKAMIAN Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jenderal Sudirman No 7 Banjarbaru ABSTRAK Permintaan pasar

Lebih terperinci

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Sumanto, L. Pramudiani dan M. Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalinatan Selatan ABSTRAK Kegiatan dilaksanakan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena itu,

I. PENDAHULUAN. dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena itu, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pakan merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan usaha peternakan karena berkaitan dengan produktivitas ternak, sehingga perlu dilakukan peningkatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN

RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN Endang Romjali dan Dicky Pamungkas Loka Penelitian Sapi Potong Grati ABSTRAK Guna mengetahui pemanfaatan limbah

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci