Analisis Data Kesejahteraan Petani

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Data Kesejahteraan Petani"

Transkripsi

1

2 Analisis Data Kesejahteraan Petani Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2014

3 ii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

4 Analisis Data Kesejahteraan Petani Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 85 halaman Penasehat : Ir. M. Tassim Billah, MSc Penyunting : Ir. Dewa N. Cakrabawa, MM. Naskah : Ir. Sabarella, MSi. Ir. Wieta B. Komalasari, M.Si. Ir. Efi Respati,MSi Ir. Noviati, M.Si Sri Wahyuningsih, S.Si Metha Herwulan Ningrum Sehusman, SP Design dan Layout : Heri Dwi Martono Diterbitkan oleh : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2014 Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii

5 iv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga publikasi Analisis Data Kesejahteraan Petani Tahun 2014 telah diselesaikan. Publikasi ini merupakan salah satu output dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian dalam mengemban visi dan misinya dalam mempublikasikan baik data sektor pertanian maupun hasil analisis datanya. Publikasi Analisis Data Kesejahteraan Petani Tahun 2014 memuat informasi tentang tingkat kesejahteraan petani berdasarkan data dan informasi yang tersedia diantaranya data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan NTP yang bersumber dari BPS. Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh gambaran tentang kesejahteraan petani di Indonesia. Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya. Jakarta, Desember 2014 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Ir. M. Tassim Billah, M.Sc. NIP Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v

7 vi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Dan Sasaran Ruang Lingkup Metode Analisis... 3 BAB II. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA Gambaran Umum Rumah Tangga Karakteristik Kepala dan Anggota Rumah Tangga Pertanian Karakteristik Perumahan Perlindungan Sosial Pembelian Raskin Jaminan Kesehatan Jaminan Beasiswa Kredit Usaha BAB III. KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pertanian Pendapatan Perkapita dan Pendapatan Rumah Tangga Pertanian berdasarkan Produk Domestik Bruto Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian menurut sumber pendapatan utama/terbesar Sumber Penghasilan/Pendapatan Terbesar Pengeluaran Rumah Tangga Pertanian Kemiskinan dalam Rumah Tangga Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii

9 3.2. Nilai Tukar Petani Diagram Timbang Nilai Tukar Petani Nasional Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian menurut Sub sektor IT, IB, NTP dan NTUP menurut provinsi KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Persentase Rumah Tangga Pertanian dan rumah tangga non pertanian di Indonesia, Tabel 2.2. Persentase rumah tangga pertanian berdasarkan sub sektor, Tabel 2.3. Persentase rumah tangga pertanian sub sektor tanaman pangan, hortikultura dan peternakan di 3 provinsi terbesar, Tabel 2.4. Persentase rumah tangga pertanian sub sektor perkebunan di 4 provinsi terbesar, Tabel 2.5. Rata-rata Jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) Pertanian, ART Buruh Tani dan ART rumah tangga lainnya di Indonesia, Tabel 2.6. Rata-rata banyaknya anak yang lahir hidup dari anggota RTP perempuan berumur 10 tahun ke atas di Indonesia Tabel 2.7. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian menurut Kelompok Umur dan Dependency Ratio Per Subsektor, Tabel 2.8. Rata- rata umur kepala rumah tangga menurut jenis rumah tangga, Tabel 2.9. Persentase anak berumur 7-15 tahun menurut partisipasi bersekolah, Tabel Persentase anggota RTP berdasarkan cara pengobatan yang digunakan, Tabel Persentase anggota RTP berdasarkan cara pengobatan modern dan tradisional di provinsi terbesar, Tabel Persentase perempuan berumur th berstatus kawin menurut partisipasi Keluarga Berencana pada RTP, Tabel Persentase status penguasaan bangunan tempat tinggal di Jawa dan Luar Jawa pada RTP, Tabel Persentase jenis atap terluas pada rumah tangga pertanian di Jawa dan luar Jawa, Tabel Persentase jenis dinding terluas pada rumah tangga di Jawa dan Luar Jawa, Tabel Persentase jenis lantai terluas pada rumah tangga pertanian di wilayah Jawa dan Luar Jawa, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix

11 Tabel Persentase sumber penerangan di RTP Jawa dan Luar Jawa, Tabel Persentase Bahan bakar/energi utama untuk memasak di RTP Jawa dan Luar Jawa, Tabel Persentase rumah tangga pertanian pembeli raskin, Tabel Persentase rumah tangga pertanian pembeli raskin > 70% menurut provinsi, Tabel Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki Jaminan Kesehatan (Jamkes), Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki jamkes menurut sub sektor pertanian, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki jamkes menurut jenis jaminan kesehatan dan wilayah, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki jamkes menurut jenis jaminan kesehatan dan sub sektor pertanian, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan beasiswa, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan beasiswa menurut sub sektor pertanian dan wilayah, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan beasiswa > 10% menurut provinsi, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima bea siswa menurut jenis bea siswa dan sub sektor pertanian, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan bea siswa miskin SD > 50%, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha menurut jenis kredit usaha, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha jenis PNPM Mandiri, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha PNPM Mandiri menurut provinsi, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha KUR menurut wilayah, Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha KUR menurut wilayah, x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

12 Tabel 3.1. Perkembangan PDB Per kapita secara nominal dan riil pada penduduk dan rumah tangga petani, Tabel 3.2. Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian menurut sumber pendapatan usaha di sektor pertanian, Tabel 3.3. Persentase rumah tangga pertanian menurut sumber penghasilan terbesar di Jawa Luar Jawa, Tabel 3.4. Persentase pengeluaran untuk makanan dan non makanan di RTP Jawa Luar Jawa, Tabel 3.5. Rata-rata pengeluaran RTP per kapita untuk makanan dan non makanan dalam sebulan di Jawa Luar Jawa, Tabel 3.6. Nilai Indeks Gini, tahun Tabel 3.7. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Miskin, Tabel 3.8. Jumlah penduduk miskin di bawah garis kemiskinan menurut sub sector, Tabel 3.9. Rata-rata pendapatan perkapita pada rumah tangga pertanian dibandingkan garis kemiskinan, Tabel Persentase Konsumsi dan Biaya produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM), SPDT 2007 dan Tabel Persentase Komponen Konsumsi Makanan dan Non Makanan per Sub Sektor Pertanian, 2007 dan Tabel Persentase Komponen Biaya produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) per Sub Sektor Pertanian, 2007 dan Tabel Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Nasional (Tahun dasar 2007=100), Tabel Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor Tanaman Pangan (Tahun dasar 2007=100), Tabel Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor Hortikultura (Tahun dasar 2007=100), Tabel Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor Perkebunan Rakyat (Tahun dasar 2007=100), Tabel Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor Peternakan (Tahun dasar 2007=100), Tabel Perkembangan IT Menurut Provinsi (Tahun dasar 2007=100), Tabel Perkembangan IB Menurut Provinsi (Tahun dasar 2007=100), Tabel Perkembangan NTP Menurut Provinsi (Tahun dasar 2007=100), Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi

13 Tabel Perkembangan NTUP Menurut Provinsi (Tahun dasar 2007=100), xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Persentase RTP Indonesia menurut sub sektor, Gambar 2.2. Persentase anggota rumah tangga petani menurut kelompok umur per sub sektor, Gambar 2.3. Persentase kepala rumah tangga pertanian menurut tingkat pendidikan, Gambar 2.4. Persentase anggota RTP berumur 5 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, Gambar 2.5. Persentase kepala rumah tangga pertanian berdasarkan gender, Gambar 2.6. Persentase perempuan berumur th berstatus kawin yang sedang menggunakan alat kontrasepsi di beberapa provinsi, Gambar 2.7. Perkembangan Persentase Rumah Tangga Pertanian Pembeli Raskin di Jawa dan Luar Jawa, Gambar 2.8. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Wilayah, Gambar 2.9. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan, Gambar Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan dan Wilayah, Gambar Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan dan Sub Sektor Pertanian, Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Penerima Jaminan Beasiswa, Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Penerima Jaminan Beasiswa Menurut Sub Sektor Pertanian, Gambar Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Menerima Jaminan Bea Siswa Menurut Jenis Bea Siswa dan Wilayah, Gambar Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Menerima Bea Siswa Menurut Jenis Bea Siswa dan Sub Sektor Pertanian, Gambar Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Menerima Kredit Usaha Menurut Jenis Kredit Usaha, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii

15 Gambar Perkembangan Persentase Penerimaan Kredit Usaha Jenis PNPM Mandiri Oleh Anggota Rumah Tangga Pertanian, Gambar Perkembangan Persentase Penerimaan Kredit Usaha Jenis KUR Oleh Anggota Rumah Tangga Pertanian, Gambar 3.1. Proporsi pendapatan utama rumah tangga pertanian menurut sub sektor, SPP-ST Gambar 3.2. Proporsi pengeluaran RTP untuk makanan dan non makanan, Gambar 3.3. Rata-rata pengeluaran nominal untuk makanan dan non makanan per kapita selama sebulan, Gambar 3.4. Rata-rata pengeluaran untuk makanan dan non makanan per kapita selama setahun, Gambar 3.5. Nilai Indeks Gini/ketimpangan pengeluaran, Gambar 3.6. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Miskin, Gambar 3.7. Jumlah penduduk miskin pada RTP per sub sektor pertanian, Gambar 3.8. Rata-rata pendapatan perkapita pada rumah tangga pertanian dibandingkan garis kemiskinan, Gambar 3.9. Perkembangan NTP dan NTUP bulanan, (Tahun dasar 2007 = 100) Gambar Perkembangan NTP Menurut Sub Sektor, (Tahun dasar 2007 = 100) 74 Gambar 3.11 Perkembangan NTUP Menurut Sub Sektor, (Tahun dasar 2007 = 100) 74 xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 2.1. Lampiran 2.2. Lampiran 2.3. Lampiran 2.4. Lampiran 2.5. Halaman Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal, Persentase Rumah Tangga Pertanian menurut Jenis Atap Terluas, Persentase Rumah Tangga Pertanian menurut Jenis Lantai Terluas, Persentase Rumah Tangga Pertanian menurut Sumber Penerangan, Persentase Rumah Tangga Pertanian Yang Menggunakan Bahan bakar/energi utama untuk memasak, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xv

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan petani merupakan salah satu dari empat sukses pembangunan pertanian, namun selama ini kesejahteraan petani baru diukur dari besaran Nilai Tukar Petani (NTP). Konsep Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan rasio antara indeks yang diterima petani (It) dengan indeks yang dibayar petani (Ib), serta Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang merupakan ukuran kemampuan rumah tangga pertanian dalam memenuhi kebutuhan usaha pertaniannya, karena keterbatasan dari penghiutungan dengan asumsi produksi tetap yang berubah hanya harga, maka dianggap kurang dapat mencerminkan kesejahteraan petani. Selain NTP, banyak indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kesejahteraan petani, diantaranya adalah data konsumsi dan pengeluaran rumah tangga pertanian yang diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), yaitu melalui proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan pada rumah tangga dengan sumber utama pendapatannya dari pertanian. Ernest Engel (1857) dalam Susenas, 2012 bahwa apabila tidak terdapat perbedaan selera, maka persentase pengeluaran untuk makanan menurun dengan meningkatnya pendapatan. Oleh karena itu komposisi pengeluaran rumah tangga pertanian dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat kesejahteraan petani, dimana semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran, maka semakin baik tingkat perekonomian/kesejahteraan petani. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

18 Pada kondisi pendapatan yang terbatas akan lebih mendahulukan untuk kebutuhan konsumsi makanan, sehingga dapat dilihat pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah, sebagian besar pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Namun demikian seiring dengan pergeseran peningkatan pendapatan, proporsi pola pengeluaran untuk makanan akan menurun dan pengeluaran non makanan meningkat. Kondisi tersebut digunakan sebagai salah satu ukuran dalam analisis kesejahteraan petani. Selain indikator diatas, analisis juga dilakukan terhadap pendapatan yang didekati dengan besarnya pengeluaran pada RTP hasil Susenas, PDB pertanian sempit per kapita, pendapatan hasil Sensus Pertanian 2013 yang kesemuanya dibandingkan dengan garis kemiskinan. Untuk itu, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian sebagai instansi penyedia data dan informasi di lingkup Kemeterian Pertanian, pada tahun 2014 telah melakukan kajian analisis kesejahteraan petani menggunakan berbagai indikator tersebut Tujuan dan Sasaran Tujuan dari analisis ini adalah melakukan kompilasi serta analisis kesejahteraan petani berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Nilai Tukar Petani (NTP). Sasaran kegiatan ini adalah tersedianya data dan informasi serta hasil analisis kesejahteraan petani berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Nilai Tukar Petani (NTP) dan data pendukung lainnya Ruang Lingkup Data yang digunakan dalam analisis kesejahteraan petani ini adalah data series tiga tahun yaitu yang bersumber dari: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2

19 a. Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor Pertanian b. Pendapatan RTP-Survei Pendapatan Usaha Pertanian-Sensus Pertanian, 2013 yang bersumber dari BPS c. Survei Sosial Ekomomi Nasional (Susenas) triwulan I yang diselenggarakan pada bulan Maret dengan tingkat penyajian sampai dengan provinsi. d. Nilai Tukar Petani (NTP) yang bersumber dari BPS. NTP merupakan rasio antara indeks yang diterima petani (It) dengan indeks yang dibayar petani (Ib), serta Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang merupakan ukuran kemampuan rumah tangga pertanian dalam memenuhi kebutuhan usaha pertaniannya. e. Cakupan rumah tangga dalam analisis ini adalah rumah tangga pertanian, meliputi sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan Metode analisis Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk beberapa indikator, yaitu: a. Karakteristik Rumah Tangga Pertanian (RTP), meliputi RTP berdasarkan sub sektor, jumlah anggota rumah tangga, kelompok umur, gender, pendidikan, kesehatan, perumahan dan perlindungan sosial. b. Kesejahteraan rumah tangga pertanian, meliputi pendapatan perkapita pada rumah tangga pertanian, pengeluaran RTP, gini ratio, anggota rumah tangga pertanian dibawah garis kemiskinan, serta Nilai Tukar Petani (NTP). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

20 Pendapatan perkapita pada rumah tangga pertanian dihitung berdasarkan data PDB pertanian sempit dibagi dengan jumlah anggota RTP hasil Susenas (PDB yang digunakan PDB atas harga berlaku dan harga konstan 2000). Rata-rata pendapatan rumah tangga pertanian hasil Survei Pendapatan Usaha Pertanian- Sensus Pertanian, Rata-rata pengeluaran perkapita RTP bersumber dari Susenas merupakan proksi pendapatan perkapita RTP serta melihat proporsi pengeluaran makanan dan non makanan pada rumah tangga pertanian, dimana melalui pola pengeluaran rumah tangga pertanian tersebut digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Menurut hukum Engel, bila persentase pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran lebih dari 80%, maka tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut sangat rendah. Gini ratio adalah besaran untuk melihat ketimpangan pengeluaran sebagai proksi pendapatan pada rumah tangga pertanian, dengan formula sebagai berikut : G 1 k i 1 P ( Q Q i i i 1 ) P i : Persentase rumah tangga petani pada kelas ke-i Q i : Persentase kumulatif total pengeluaran sampai kelas ke-i Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1, jika: G < 0,4 ketimpangan rendah 0,4 G 0,5 ketimpangan sedang G > 0,5 ketimpangan tinggi Tingkat kemiskinan di sektor pertanian atau tingkat kesejahteraan petani, dianalisis melalui : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 4

21 Perkembangan persentase rumah tangga pertanian yang berada di bawah garis kemiskinan (Susenas). Membandingkan garis kemiskinan dengan hasil analisis PDB pertanian sempit per kapita, Rata-rata pendapatan petani (Sensus Pertanian 2013) dan rata-rata pengeluaran sebagai proksi pendapatan RTP (Susenas). NTP merupakan salah satu proksi untuk melihat tingkat kesejahteraan petani. Penghitungan Nilai Tukar Petani (NTP) = NTP I t I b NTP = Nilai Tukar Petani I I x100 = Indeks harga yang diterima petani = Indeks harga yang dibayar petani t b - NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya; dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya. - NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan. - NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang produksinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan dibanding tingkat kesejahtaraan petani pada periode sebelumnya. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 6

23 II. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA 2.1. Gambaran Umum Rumah Tangga Rumah tangga secara umum dibedakan dalam dua jenis, yaitu rumah tangga pertanian dan rumah tangga non pertanian. Rumah tangga pertanian adalah rumah tangga dimana satu atau lebih anggota rumah tangga tersebut melakukan kegiatan yang menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar untuk memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko sendiri. Kegiatan dimaksud meliputi usaha tanaman padi dan palawija, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan dan peternakan. Sementara rumah tangga non pertanian adalah rumah tangga buruh tani dan rumah tangga lainnya yang meliputi rumah tangga perikanan, kehutanan dan pertanian lainnya, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, perdagangan, jasa pendidikan, jasa kesehatan dan lain-lain. Tabel 2.1. Persentase rumah tangga pertanian dan rumah tangga non pertanian di Indonesia, (%) Rumah Tangga Pertanian Rumah Tangga Non Pertanian Wilayah Pertmbh.(%) Pertmbh.(%) Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber : Susenas - BPS Hasil survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) BPS tahun 2011 sampai dengan 2013 menunjukkan rumah tangga pertanian mengalami penurunan sebesar 0,82%, sementara rumah tangga non pertanian meningkat sebesar 0,32%. Rata-rata persentase rumah tangga pertanian sebesar 28% dan rumah tangga non pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7

24 sebesar 72% dari total rumah tangga Indonesia. Selanjutnya bila dilihat menurut wilayah, di luar Jawa persentase rumah tangga pertanian lebih besar dibandingkan persentase di Jawa yaitu dengan perbandingan 38% di Luar Jawa dan 21% di Jawa (Tabel 2.1.). Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga pertanian tahun 2013 tiga terbesar terdapat di Provinsi NTT (64,66%), Papua (60,27%) dan Kalbar (50,52%). Sedangkan persentase rumah tangga pertanian terkecil terdapat di Provinsi DKI (0,21%), Kepri (7,03%), Banten (13,40%) dan Jawa Barat (14,16%). Secara rinci disajikan pada Lampiran Karakteristik Kepala dan Anggota Rumah Tangga Pertanian Karakteristik yang akan dianalisis meliputi kepala dan anggota rumah tangga pertanian berdasarkan sub sektor, umur, pendidikan, gender dan kesehatan. Berdasarkan Sub Sektor Apabila dirinci per sub sektor pada tahun , persentase rumah tangga pertanian didominasi oleh rumah tangga pertanian sub sektor tanaman pangan mencapai 60%, disusul rumah tangga sub sektor perkebunan sebesar 25-27%, sub sektor peternakan sebesar 8-10% dan sub sektor hortikultura sekitar 6% (Gambar 2.1). Dari Tabel 2.2. menunjukkan di Pulau Jawa didominasi oleh rumah tangga tanaman pangan dan peternakan, sementara di luar Jawa adalah rumah tangga tanaman pangan dan perkebunan yang relatif seimbang. Persentase RTP di Jawa untuk sub sektor tanaman pangan tahun berkisar antara 73,53 persen sampai 77,52 persen. Sementara di luar Jawa pada tahun 2011 sebesar 47,06 persen dan mengalami penurunan sampai dengan tahun 2013 menjadi sebesar 45,89 persen. Untuk sub sektor perkebunan, persentase RTP di wilayah luar Jawa pada tahun 2011 sebesar 42,71 persen dan meningkat menjadi 45,35 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 8

25 persen di tahun 2012 namun kembali menurun menjadi 43,81 persen di tahun Sementara untuk di wilayah Jawa, persentase RTP sub sektor perkebunan tahun 2011 hanya 3,28 persen dan meningkat menjadi 3,97 persen pada tahun 2013 (Tabel 2.2.). (%) Gambar 2.1. Persentase RTP Indonesia menurut sub sektor, Tabel 2.2. Persentase rumah tangga pertanian berdasarkan sub sektor, Wilayah Pertanian Tanaman Padi & Palawija Hortikultura Perkebunan Peternakan (%) Jawa 74,45 77,52 73,53 6,73 6,33 8,04 3,28 4,19 3,97 15,54 11,96 14,46 Luar Jawa 47,06 45,21 45,89 4,99 5,10 5,96 42,71 45,35 43,81 5,24 4,35 4,34 Indonesia 59,45 59,72 58,32 5,78 5,65 6,90 24,87 26,86 25,90 9,90 7,77 8,89 Sumber : Susenas - BPS Tiga provinsi terbesar persentase rumah tangga pertanian untuk sub sektor tanaman pangan,hortikultura dan peternakan tahun adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat. Pada sub sektor tanaman pangan, terlihat di Jawa Timur memiliki persentase tertinggi dengan rata-rata pada periode tersebut sebesar 22,10%. Sementara untuk sub sektor hortikultura, wilayah dengan persentase Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

26 tertinggi yaitu di Jawa Tengah dengan rata-rata sekitar 24%. Dan untuk sub sektor peternakan terlihat persentase rumah tangga pertanian di Jawa Timur cukup tinggi yaitu sebesar 43,14% pada tahun 2013, jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya (Tabel 2.3). Pada RTP Perkebunan terlhat pada tabel 2.4, empat provinsi dengan persentase terbesar berasal dari luar Jawa yaitu provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung dan Kalimantan Barat dengan masing-masing sebesar 13,02 persen, 13,09 persen, 8,15 persen, dan 8,22 persen pada tahun Terlihat pada tahun 2012 dan 2013 persentase RTP sub sektor perkebunan di keempat provinsi tersebut tidak jauh berbeda. Tabel 2.3. Persentase rumah tangga pertanian sub sektor tanaman pangan, hortikultura dan peternakan di 3 provinsi terbesar, Wilayah Tanaman Pangan Hortikultura Peternakan (%) Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Sumber : Susenas, BPS Tabel 2.4. Persentase rumah tangga pertanian sub sektor perkebunan di 4 provinsi terbesar, Provinsi Sumatera Utara Sumatera Selatan Lampung Kalimantan Barat Sumber : Susenas, BPS Perkebunan (%) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 10

27 Berdasarkan Jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) Rata-rata jumlah anggota rumah tangga menunjukkan bahwa jumlah ART baik di rumah tangga pertanian, rumah tangga buruh tani dan rumah tangga lainnya adalah berjumlah 4 orang (Tabel 2.5). Jumlah ini umumnya merupakan keluarga inti yaitu terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang anak. Namun bila dibandingkan antara Jawa dan Luar Jawa, rata-rata jumlah anggota rumah tangga pertanian di Luar Jawa lebih banyak dibandingkan di Jawa. Tabel 2.5. Rata-rata Jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) Pertanian, ART Buruh Tani dan ART rumah tangga lainnya di Indonesia, (%) Wilayah Jawa 3,77 3,75 3,80 3,71 3,65 3,76 3,68 3,74 3,73 Luar Jawa 4,27 4,31 4,29 3,94 3,92 4,01 4,03 4,02 4,08 Indonesia 4,04 4,06 4,07 3,80 3,75 3,86 3,80 3,84 3,85 Sumber : Susenas - BPS Anggota Rumah Tangga Pertanian Anggota Rumah Tangga Buruh Tani Anggota Rumah Tangga Lainnya Selanjutnya, dilihat dari banyaknya anak yang lahir hidup tahun di pulau Jawa menunjukkan bahwa banyaknya anak yang lahir hidup dari anggota RTP perempuan berumur 10 tahun ke atas adalah rata-rata 3 orang. Sedangkan untuk di Luar Jawa, rata-ratanya lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan jumlah penduduk di Luar Jawa menurun lebih kecil. Umumnya banyaknya anak yang lahir hidup dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 tidak jauh berbeda, secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11

28 Tabel 2.6. Rata-rata banyaknya anak yang lahir hidup dari anggota RTP perempuan berumur 10 tahun ke atas di Indonesia, (orang) Rata-rata banyaknya anak lahir hidup Provinsi Pertumbuhan Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber : Susenas, BPS Berdasarkan Umur Usia produktif (15 64 tahun) mendominasi pada rumah tangga pertanian yaitu berkisar 64% - 68%, dan sisanya merupakan usia non produktif (umur 0 14 tahun dan >=65 tahun). Kondisi tersebut juga terjadi di pulau Jawa dan Luar Jawa maupun menurut sub sektor dengan kecenderungan lebih besar persentase usia produktif di pulau Jawa ( Gambar 2.2.). (%) Produktif Non Produktif Produktif Non Produktif Produktif Non Produktif Produktif Non Produktif Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Jawa Luar Jawa Indonesia Gambar 2.2. Persentase anggota rumah tangga petani menurut kelompok umur per sub sektor, 2013 Rasio ketergantungan (Dependency ratio) adalah angka yang menunjukkan beban ketergantungan penduduk usia produktif pada suatu wilayah. Dari Tabel 2.7 terlihat dependecy ratio pada rumah Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 12

29 tangga pertanian berkisar 48,45% - 54,74% yang berarti bahwa 2 orang penduduk produktif menanggung 1 orang penduduk tidak produktif, hal ini merupakan suatu bonus demografi. Bonus demografi tersebut belum menggambarkan kesejahteraan petani karena belum memperhatikan partisipasi angkatan kerja dan besarnya pendapatan untuk menanggung yang tidak produktif. Tabel 2.7. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian menurut Kelompok Umur dan Dependency Ratio Per Subsektor, (%) Struktur Umur 0-14 th th (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) >=65 th Dependency Ratio (DR) Sumber: Susenas, BPS Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Rata-rata umur kepala rumah tangga pada semua jenis rumah tangga berada pada usia produktif, yaitu usia tahun, di mana di pulau Jawa untuk rumah tangga pertanian sedikit lebih tua dibandingkan di luar Jawa, yakni pada kisaran 52 tahun, sedangkan di luar Jawa kisaran 46 tahun (Tabel 2.8). Tabel 2.8. Rata- rata umur kepala rumah tangga menurut jenis rumah tangga, (tahun) No. Wilayah Rumah Tangga Pertanian Rumah Tangga Buruh Tani Rumah Tangga Lainnya Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber: Susenas, BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

30 Berdasarkan Pendidikan Tingkat pendidikan kepala rumah tangga pertanian masih sangat rendah, selama tahun sekitar 33 42% hanya tamat SD dan 38% tidak sekolah/tidak tamat SD. Persentase kepala rumah tangga yang memiliki pendidikan tinggi (Akademi/perguruan tinggi) sangat kecil hanya sekitar 1,3%. Bila dibandingakan antara pulau Jawa dan Luar Jawa menunjukkan persentase kepala rumah tangga yang mempunyai pendidikan menengah keatas lebih besar di luar Jawa di banding di Jawa (Gambar 2.3). (%) Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Tdk sekolah SD SMP SMA Keatas Gambar 2.3. Persentase kepala rumah tangga pertanian menurut tingkat pendidikan, Persentase anak usia wajib belajar (berumur 7-15 tahun) tahun 2013 pada rumah tangga pertanian umumnya cukup tinggi yakni berkisar 91% - 98% dengan status masih bersekolah, gambaran tersebut terjadi baik di Jawa maupun di Luar Jawa, yang berarti kesadaran terhadap wajib belajar tinggi (Tabel 2.9). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 14

31 Tabel 2.9. Persentase anak berumur 7-15 tahun menurut partisipasi bersekolah, 2013 Uraian Tidak/belum pernah bersekolah Tanaman Pangan Masih bersekolah Tidak bersekolah lagi Tidak/belum pernah bersekolah Hortikultura Perkebunan Peternakan Tidak Tidak/belum Tidak Tidak/belum Masih Masih Masih bersekolah pernah bersekolah pernah bersekolah bersekolah bersekolah lagi bersekolah lagi bersekolah (%) Tidak bersekolah lagi Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber: Susenas BPS Bila dilihat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh anggota rumah tangga pertanian berumur 5 tahun ke atas selama tahun hampir sama dengan pendidikan kepala rumah tangga, yaitu menunjukkan persentase terbesar adalah tidak sekolah/tidak tamat SD, disusul tamatan SD dan selanjutnya tamat SMP dan tamat SMA keatas. Bila dibandingakan antara pulau Jawa dan Luar Jawa menunjukkan persentase anggota rumah tangga yang mempunyai pendidikan menengah keatas lebih besar di luar Jawa di banding di Jawa, seperti tersaji pada Gambar 2.4. (%) 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Tdk sekolah SD SMP SMA Keatas Gambar 2.4. Persentase anggota RTP berumur 5 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15

32 Berdasarkan Gender Sebagian besar kepala rumah tangga pertanian adalah laki-laki, baik di Jawa maupun di Luar Jawa, dengan persentase laki-laki sebesar 90% dan perempuan sebesar 10% (Gambar 2.5.). (%) L P L P L P Jawa Luar Jawa Indonesia Gambar 2.5. Persentase kepala rumah tangga pertanian berdasarkan gender, Berdasarkan Kesehatan Pada umumnya pengobatan yang dilakukan oleh anggota RTP pada tahun melakukan pengobatan secara modern, disamping melakukan pengobatan secara tradisional. Di Jawa, pengobatan yang digunakan secara tradisional berkisar 24 27% dan untuk pengobatan secara modern cukup tinggi berkisar antara 90 92%. Begitu pula di luar Jawa, cara pengobatan dengan tradisional berkisar antara 31 34% dan pengobatan dengan cara modern berkisar antara 86-88% (Tabel 2.10). Bila dilihat di empat provinsi yang menggunakan pengobatan secara modern lebih dari 85% terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jabar dan Sumatera Utara. Untuk provinsi di luar Jawa yaitu Bali dan Papua, pengobatan secara tradisional masih cukup diminati, di Provinsi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 16

33 Bali pengobatan secara tradisional cukup tinggi mencapai 54-56%, demikian pula di Papua, pengobatan secara tradisional lebih dari 60%, bahkan pada tahun 2012 mencapai 74,05% (Tabel 2.11). Tabel Persentase anggota RTP berdasarkan cara pengobatan yang digunakan, (%) Cara pengobatan sendiri yang digunakan (%) Wilayah Tradisional Modern Lainnya Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber: SUSENAS, BPS Tabel Persentase anggota RTP berdasarkan cara pengobatan modern dan tradisional di provinsi terbesar, (%) Tahun Provinsi Pertumbuhan Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Sumatera Utara Bali Papua Sumber: Susenas, BPS Cara Pengobatan Modern Cara Pengobatan Tradisional Hampir 60% perempuan yang berumur tahun berstatus kawin pada RTP tahun sedang menggunakan alat kontrasepsi dalam program Keluarga Berencana (KB). Bila dilihat antara wilayah Jawa dan Luar Jawa menunjukkan bahwa di Jawa cenderung lebih banyak yang sedang menggunakan alat kontrasepsi. Untuk perempuan yang tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17

34 pada RTP tahun berkisar antara 21,29 23,45% (Tabel 2.12). Tujuan diselenggarakannya program KB yaitu meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka terwujudnya kesejahteraan hidup rumah tangga dengan mengendalikan angka kelahiran dan menjamin terkendalinya pertambahan jumlah penduduk. Jika dilihat berdasarkan beberapa provinsi di Indonesia yaitu provinsi Gorontalo, Bengkulu, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, pada tahun menunjukkan bahwa persentase perempuan yang berumur th berstatus kahwin dan sedang menggunakan alat kontrasepsi di atas 70%. Sementara di Provinsi Papua Barat dan Papua hanya berkisar 18 27% (Gambar 2.6). Tabel Persentase perempuan berumur th berstatus kawin menurut partisipasi Keluarga Berencana pada RTP, (%) Penggunaan alat kontrasepsi Wilayah sedang menggunakan tidak menggunakan lagi tidak pernah Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber: Susenas, BPS (%) Gambar 2.6. Persentase perempuan berumur th berstatus kawin yang sedang menggunakan alat kontrasepsi di beberapa provinsi, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 18

35 2.3. Karakteristik Perumahan Tingkat kesejahteraan rumahtangga pertanian dapat dilihat dari berbagai sisi, antara lain dari kondisi perumahan dan pemukiman rumah tangga tersebut. Dalam Analisis Kesejahteraan Petani tahun 2014 diperoleh informasi tentang kondisi perumahan berdasarkan status penguasaan bangunan, jenis atap, dinding, jenis lantai, sumber penerangan dan bahan bakar untuk memasak pada rumah tangga pertanian. Berdasarkan Status Penguasaan Bangunan Penguasaan bangunan tempat tinggal pada RTP dengan status milik sendiri tahun sekitar 93%. Sementara status penguasaan bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri yang terdiri dari kontrak, sewa, bebas sewa milik orang lain, bebas sewa milik orang tua/sanak saudara, dinas dan lainnya sekitar 7%. Status penguasaan bagunan tempat tinggal milik sendiri wilayah Jawa sekitar 96% begitu juga status penguasaan bagunan tempat tinggal milik sendiri wilayah luar Jawa sekitar 90%. Secara rinci status penguasaan bangunan tempat tinggal dapat dilihat Tabel Tabel Persentase status penguasaan bangunan tempat tinggal di Jawa dan Luar Jawa pada RTP, Wilayah Milik Sendiri 2011 Bukan Milik Sendiri Milik Sendiri 2012 Bukan Milik Sendiri Milik Sendiri (%) 2013 Bukan Milik Sendiri Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber : Susenas, BPS Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19

36 Bila dilihat dari rata-rata penguasaan bangunan tempat tinggal dengan status milik sendiri terdapat 7 provinsi yang memiliki persentase terbesar lebih dari 95,00% yaitu provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Sulawesi Tenggara dan Papua. Sementara provinsi yang penguasaan bangunan tempat tinggal milik sendiri kurang dari 85,00% terjadi di provinsi Sumatera Barat pada tahun 2013 mencapai 84,70% dan Sumatera Utara sebesar 80,47% pada tahun 2013, secara rinci dapat di lihat pada Lampiran 2.1. Berdasarkan Jenis Atap Terluas Jenis atap terluas di Indonesia baik di Jawa maupun Luar Jawa didominasi oleh genteng dan seng, namun beberapa ada juga asbes dan ijuk/rumbia. Jenis atap yang digunakan biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat setempat. Pada wilayah Jawa genteng merupakan jenis atap yang biasa digunakan oleh masyarakat Jawa mencapai 93%. Sementara wilayah luar Jawa jenis atap terluas menggunakan seng mencapai 61,77% pada tahun Jenis atap lainnya meliputi atap beton untuk wilayah Jawa mencapai 2,06% pada tahun 2013, untuk jenis atap sirap di dominasi wilayah luar Jawa sebesar 2,68%, untuk jenis atap asbes di dominasi wilayah luar Jawa mencapai 4,02% pada tahun 2013, untuk jenis atap ijuk/rumbia di dominasi wilayah luar Jawa mencapai 7,17% pada tahun 2013 dan jenia atap lainnya masih di dominasi wilayah luar Jawa mencapai 5,40% (Tabel 2.14). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 20

37 Tabel Persentase jenis atap terluas pada rumah tangga pertanian di Jawa dan luar Jawa, Jenis Atap Wilayah Beton Genteng Seng Lainnya *) (%) Jawa Luar Jawa Indonesia Keterangan : *) Jenis Atap Sirap, Asbes, Ijuk/rumbai dan lainnya Sumber : Susenas, BPS Adapun provinsi yang menggunakan jenis atap genteng terbesar terjadi di Provinsi DI. Yogyakarta pada tahun 2013 mencapai 99,86% dan terkecil terjadi di Provinsi Papua sebesar 0,40% pada tahun Sementara jenis atap seng terbesar terjadi di Provinsi Sumatera Barat sebesar 92,35% pada tahun 2013 dan terkecil terjadi di Provinsi Jawa Barat sebesar 0,09%, secara rinci dapat di lihat pada Lampiran Berdasarkan Jenis Dinding Terluas Jenis dinding yang digunakan di wilayah Jawa pada umumnya adalah tembok mencapai 67,61% pada tahun 2013, disusul jenis kayu dan bambu. Sedangkan jenis dinding yang dominan digunakan di wilayah luar Jawa adalah kayu mencapai 48,67%, disusul tembok sebesar 40,82% dan bambu 6,96%, lainnya sebesar 3,55%. Jenis dinding tembok terbesar terdapat di provinsi Bali mencapai 96,31% pada tahun 2013 dan terkecil terdapat di provinsi Kalimantan Tengah sebesar 7,79%. Sementara jenis dinding kayu terbesar terdapat di provinsi Kalimantan Tengah mencapai 94,78% dan terkecil terdapat di provinsi Bali mencapai 0,41%, secara rinci dapat dilihat pada Tabel Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21

38 Tabel Persentase jenis dinding terluas pada rumah tangga di Jawa dan Luar Jawa, Wilayah (%) Jenis Dinding Tembok Kayu Bambu Lainnya Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber : Susenas, BPS Berdasarkan Jenis Lantai Terluas Jenis lantai yang dominan digunakan di RTP di Jawa umumnya marmer/keramik/granit sebesar 36,55%, diikuti oleh jenis lantai semen (26,64%). Sementara di wilayah Luar Jawa penggunaan jenis lantai dominan menggunakan semen sebesar 43,85% diikuti jenis kayu sebesar 29,86% pada tahun 2013 (Tabel 2.16). Provinsi terbesar yang menggunakan jenis lantai marmer/kerami/granit pada tahun 2013 terjadi di provinsi Bali sebesar 56,53%, sedangkan provinsi terkecil yang menggunakan jenis lantai marmer/kerami/granit terjadi di provinsi Papua sebesar 1,24% pada tahun Jenis lantai semen terbesar terjadi di Provinsi Gorontalo pada tahun 2013 mencapai 73,29% pada tahun 2012, sedangkan provinsi terkecil yang menggunakan semen sebagai jenis lantainya terjadi di provinsi Kalimatan Tengah sebesar 4,25% pada tahun Jenis lantai yang menggunakan kayu terbesar terjadi di provinsi Kalimantan Tengah sebesar 91,91% pada tahun 2012, sedangkan jenis lantai terkecil yang menggunakan kayu terjadi di provinsi Bali sebesar 0,28% pada tahun Sementara jenis lantai tanah dominan terdapat di provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 43,47% pada tahun 2012, jenis lantai tanah Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 22

39 terkecil terdapat pada provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0,49% pada tahun 2013, secara rinci jenis lantai dapat dilihat pada Lampiran 2.3. Tabel Persentase jenis lantai terluas pada rumah tangga pertanian di wilayah Jawa dan Luar Jawa, Jenis Lantai Marmer/ keramik /granit Tegel/teraso Semen Kayu Tanah Lainnya Sumber : Susenas, BPS Jawa Luar Jawa Indonesia (%) Berdasarkan Sumber Penerangan Sumber penerangan di wilayah Jawa, Luar Jawa pada umumnya bersumber dari listrik PLN. Untuk wilayah Jawa pada tahun 2011 yang menggunakan sumber PLN mencapai 97,86 meningkat sebesar 98,28% pada tahun 2013, sedangkan di wilayah Luar Jawa yang menggunakan sumber penerangan PLN sebesar 65,58% pada tahun 2011 meningkat menjadi 71,48% pada tahun 2013 (Tabel 2.17). Provinsi terbesar yang menggunakan penerangan listrik PLN terdapat pada provinsi Jawa Tengah 99,70% pada tahun 2013, sementara provinsi terkecil yang menggunakan listrik PLN terdapat di provinsi Papua sebesar 13,11% pada tahun 2013, namun dominan menggunakan listrik lainnya mencapai 86,89%. Secara rinci dapat di lihat pada Lampiran 2.4. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23

40 Tabel Persentase sumber penerangan di RTP Jawa dan Luar Jawa, Sumber Penerangan Wilayah Listrik PLN Lainnya *) Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber : Susenas, BPS Keterangan : *) Listrik non PLN, Petromak/aladin, pelita/sentir/obor, lainnya (%) Berdasarkan Penggunaan Bahan Bakar/Energi Jenis bahan bakar/energi utama untuk memasak yang digunakan pada RTP di Jawa pada umumnya masih menggunakan kayu dengan persentase 69,40% pada tahun 2011 cenderung menurun pada tahun 2013 menjadi 60,96%, demikian pula di luar Jawa juga masih menggunakan kayu sebesar 76,02% tahun 2011 menurun pada tahun 2013 menjadi 67,12% (Tabel 2.18.). Penurunan penggunaan bahan bakar kayu, minyak tanah dan lainnya untuk keperluan memasak pada RTP umumnya beralih ke penggunaan bahan bakar listrik dan gas kota serta gas elpiji. Provinsi terbesar yang menggunakan jenis bahan bakar gas elpiji untuk memasak pada tahun 2013 terdapat pada provinsi Jawa Barat mencapai 52,53%, sementara provinsi terbesar yang masih menggunakan jenis bahan bakar minyak tanah untuk memasak terdapat di provinsi Kepulauan Riau mencapai 43,03% pada tahun 2013, begitu juga untuk jenis bahan bakar kayu masih digunakan untuk memasak terbesar terdapat pada provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 97,28% pada tahun 2013, secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2.5. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 24

41 Tabel Persentase Bahan bakar/energi utama untuk memasak di RTP Jawa dan Luar Jawa, Bahan bakar/energi utama untuk memasak Wilayah Listrik + Gas Kota Gas/Elpiji Minyak tanah Kayu Lainnya *) Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber : Susenas, BPS Keterangan : *) bahan bakar Arang, briket, tidak pernah memasak dan lainnya (%) 2.4. Perlindungan Sosial Salah satu cara dalam mensejahterakan rumah tangga adalah dengan melakukan perlindungan sosial melalui beberapa kebijakan seperti penyediaan raskin, jaminan kesehatan, beasiswa dan kemudahan kredit usaha. Seberapa besar perlindungan sosial dimanfaatkan oleh rumah tangga pertanian akan tampak dalam pembahasan di bawah ini Pembelian Raskin Berdasarkan data Susenas , persentase pembelian raskin oleh rumah tangga pertanian cukup tinggi ratarata selama 3 tahun sebesar 64,29%, artinya rumah tangga pertanian masih banyak yang membeli raskin dibanding yang tidak, sementara beras raskin memiliki kualitas yang rendah tetapi harga sangat terjangkau (Tabel 2.19). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25

42 Tabel Persentase rumah tangga pertanian pembeli raskin, Wilayah Rumah tangga pertanian Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber: Susenas - BPS Lebih jauh berdasarkan wilayah Jawa dan Luar Jawa, persentase rumah tangga pertanian yang membeli raskin di wilayah Jawa menunjukkan lebih tinggi (77%) dibandingkan rumah tangga pertanian yang ada di luar Jawa (53%). Hal ini tampaknya dikarenakan jumlah penduduk yang padat di wilayah Jawa (Gambar 2.7). Gambar 2.7. Perkembangan Persentase Rumah Tangga Pertanian Pembeli Raskin di Jawa dan Luar Jawa, Dari sisi wilayah provinsi, proporsi pembelian raskin oleh rumah tangga pertanian yang lebih besar dari 70%, terdapat di 6 provinsi seperti tabel 3.9. berikut ini : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 26

43 Tabel Persentase rumah tangga pertanian pembeli raskin > 70% menurut provinsi, Provinsi Rumah tangga pertanian Nusa Tenggara Barat Aceh Jawa Tengah Banten Jawa Timur Sulawesi Tenggara Sumber: Sesenas, BPS Dari Tabel 2.20 menunjukkan bahwa Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi dengan persentase terbanyak rumah tangga pertaniannya yang membeli raskin, diikuti kemudian provinsi Aceh di urutan ke-2 dan Jawa Tengah di urutan ke-3. Bila dikaitkan dengan indeks kedalaman kemisikinan memang tiga provinsi tersebut pada tahun 2012 memiliki indeks kedalaman kemiskinan cukup tinggi yaitu sekitar 2,3 3, Jaminan Kesehatan Jaminan kesehatan belum dimanfaatkan optimal oleh rumah tangga pertanian yang diperlihatkan dari persentase tidak memiliki jaminan kesehatan lebih tinggi dibanding yang memiliki jaminan kesehatan pada tahun 2013 (Gambar 2.8). Rumah tangga pertanian yang tidak memilki jaminan kesehatan di Indonesia tahun 2013 lebih dari 50 persen, tepatnya 53,96%. Bila dilihat antara wilayah Jawa dan Luar Jawa menunjukkan bahwa wilayah luar Jawa lebih banyak yang memanfaatkannya yaitu sebesar 47,83% dan di Jawa hanya 43,83%. Besarnya kepemilikan jaminan kesehatan oleh rumah Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27

44 tangga pertanian pada tahun 2013 disajikan pada Tabel 2.21 dan Gambar 2.8. Gambar 2.8. Persentase Anggota RTP Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Wilayah, 2013 Tabel Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Yang Memiliki Jaminan Kesehatan (Jamkes), 2013 (%) Tidak Wilayah Memiliki Memiliki Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber: Susenas, BPS Dilihat kepemilikan jaminan kesehatan oleh rumah tangga pertanian antar sub sektor pertanian dan wilayah menunjukkan persentase yang bervariasi. Pada sub sektor tanaman pangan kepemilikan jaminan kesehatan oleh rumah tangga pertanian lebih besar di Jawa, sementara sub sektor perkebunan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 28

45 berkebalikan yaitu kepemilikan jaminan kesehatan lebih besar di wilayah luar Jawa. Hal ini dapat dimengerti karena dominan usaha tani sub sektor tanaman pangan ada di Jawa dan usaha tani perkebunan di luar Jawa. Sementara pada sub sektor peternakan menunjukkan kepemilikan jaminan kesehatan lebih banyak di Jawa dan pada sub sektor hortikultura relatif seimbang antara di Jawa dan luar Jawa (Tabel 2.22). Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki jamkes menurut sub sektor pertanian, 2013 Wilayah Tanaman Pangan Subsektor (%) Hortikultura Perkebunan Peternakan Jawa L. Jawa Indonesia Sumber: Susenas, BPS Cukup beragam jenis jaminan kesehatan yang tersedia, berdasarkan data susenas tahun 2013 ada 6 jenis jaminan kesehatan yaitu Jamkesmas, Jamkesda, jampersal, JPK PNS/Veteran/Pensiunan, JPK Jamsostek dan Jamkes lainnya. Dari beragam jenis jaminan kesehatan tersebut yang banyak dimiliki rumah tangga pertanian adalah jenis Jamkesmas diikuti Jamkesda dan terendah adalah Jampersal (Gambar 2.9.) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29

46 Gambar 2.9. Persentase Anggota RTP Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan, 2013 Besarnya persentase kepemilikan jaminan kesehatan jenis Jamkesmas yang terbanyak dimiliki oleh rumah tangga pertanian di Indonesia adalah 71,15%, urutan berikutnya adalah Jamkesda sebesar 17,88%. Besarnya persentase jenis lainnya disajikan pada Tabel Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki jamkes menurut jenis jaminan kesehatan dan wilayah, 2013 Jenis Jaminan Kesehatan Wilayah (%) Jawa Luar Jawa Indonesia Jamkesmas Jamkesda Jampersal JPK PNS/Vet./Pens JPK Jamsostek Jamkes lainnya Sumber: Susenas, BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 30

47 Dari kedua jenis jaminan kesehatan yang cukup tinggi dimiliki rumah tangga pertanian (Jamkesmas dan Jamkesda), bila dilihat berdasarkan wilayah maka menunjukkan berkebalikan dimana Jamkesmas lebih diminati di wilayah Jawa sementara Jamkesda di wilayah luar Jawa (Gambar 2.10.). (%) Jawa Luar Jawa Jamkesmas Jamkesda JPK Jamsostek Gambar Persentase Anggota RTP Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan dan Wilayah, 2013 Melihat lebih jauh kepemilikan jaminan kesehatan oleh rumah tangga pertanian menurut jenis jaminan kesehatan dan sub sektor pertanian menunjukkan bahwa jamkesmas terbanyak dimiliki oleh rumah tangga pertanian sub sektor tanaman pangan diikuti rumah tangga pertanian di sub sektor hortikukltura, peternakan dan terendah di sub sektor perkebunan. Sementara pada jenis jaminan kesehatan jamkesda yang merupakan urutan kedua dilimilki rumah tangga pertanian berdasarkan sub sektor pertanian menunjukkan lebih diminati oleh rumah tangga pertanian sub sektor perkebunan dibandingkan sub sektor lainnya yaitu sebesar 30,03%, dan ini tertinggi pada jenis jaminan kesehatan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31

48 Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki jaminan kesehatan menurut jenis jaminan kesehatan dan sub sektor pertanian disajikan pada Tabel dan Gambar Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang memiliki jamkes menurut jenis jaminan kesehatan dan sub sektor pertanian, 2013 (%) Janis Jaminan Kesehatan Tan. Pangan Subsektor Hortikultura Perkebunan Peternakan Jamkesmas Jamkesda Jampersal JPK PNS/Vet./Pens JPK Jamsostek Jamkes lainnya Sumber: Susenas, BPS Gambar Persentase Anggota RTP Yang Memiliki Jaminan Kesehatan Menurut Jenis Jaminan Kesehatan dan Sub Sektor Pertanian, 2013 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 32

49 Jaminan Beasiswa Jaminan beasiswa disini adalah jaminan beasiswa miskin hingga beasiswa dari perorangan dan sekolah yang diterima anggota rumah tangga pertanian. Persentase yang menerima beasiswa ini masih sangat kecil yaitu masih dibawah 10% terhadap seluruh rumah tangga pertanian (Gambar 2.12.). Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Penerima Jaminan Beasiswa, 2013 Anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan beasiswa berdasarkan wilayah Jawa dan luar Jawa menunjukkan bahwa persentase yang menerima beasiswa lebih besar di luar Jawa dibanding Jawa (Tabel 2.25) Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan beasiswa, 2013 Wilayah Menerima Tidak (%) Menerima Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber: Susenas, BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33

50 Anggota rumah tangga pertanian yang menerina beasiswa menurut sub sektor pertanian dan wilayah bervariasi. Pada sub sektor tanaman pangan menunjukkan persentase teringgi dibanding sub sektor pertanian lainnya, diikuti berikutnya sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan dan sub sektor hortikultura (Gambar 2.13.). Gambar Persentase RTP Penerima Jaminan Beasiswa Menurut Sub Sektor Pertanian, 2013 Lebih jauh dilihat menurut wilayah, anggota rumah tangga pertanian yang menerima beasiswa di sub sektor tanaman pangan dan sub sektor perkebunan persentasenya lebih besar di wilayah luar Jawa sementara di sub sektor peternakan dan sub sektor hortikultura kebalikannya lebih banyak di wilayah Jawa (Tabel 2.26). Telah disebutkan di atas bahwa di Indonesia rata-rata persentase rumah tangga pertanian yang menerima jaminan beasiswa kurang dari 5%, namun ada beberapa provinsi yang anggota rumah tangga pertaniannya menerima jaminan beasiswa lebih dari 5% yaitu sebanyak 10 provinsi, yaitu Povinsi Kepulauan Riau sebesar 19,64% diikuti Nusa Tenggara Barat sebesar 17,89%, Nusa Tenggara Timur sebesar 16,55%, Gorontalo Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 34

51 sebesar 15,87% dan Sulawesi Tenggara sebesar 15,38%. Provinsi lainnya secara rinci tersaji pada Tabel Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan beasiswa menurut sub sektor pertanian dan wilayah, 2013 Wilayah Tanaman Pangan Subsektor (%) Hortikultura Perkebunan Peternakan Jawa L. Jawa Indonesia Sumber: Susenas, BPS Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan beasiswa > 10% menurut provinsi, 2013 Provinsi Menerima Tidak (%) Menerima Kepulauan Riau Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Gorontalo Sulawesi Tenggara Papua Barat Maluku Sumatera Barat Aceh Sulawesi Barat Sumber: Susenas, BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35

52 Dua jenis beasiswa yang cukup tinggi diterima anggota rumah tangga pertanian yaitu Bea Siswa Miskin SD dan Bea Siswa Miskin SMP, berdasarkan wilayah menunjukkan pada Bea Siswa SD lebih banyak yang menerima di wilayah luar Jawa dan untuk Bea Siswa Miskin SMP lebih banyak di wilayah Jawa (Gambar 2.14.). (%) Jawa Luar Jawa BSM-SD BSM-SMP BSM-SMA Sekolah Pem selain BSM Gambar Persentase ART Pertanian Yang Menerima Jaminan Bea Siswa Menurut Jenis Bea Siswa dan Wilayah, 2013 Jenis jaminan bea siswa yang banyak diterima oleh anggota rumah tangga pertanian telah disebutkan di atas adalah Bea Siswa Miskin SD. Bila dilihat berdasarkan sub sektor pertanian maka dari jenis Bea Siswa Miskin SD tersebut terbanyak diterima di sub sektor hortikultura, diikuti sub sektor perkebunan, sub sektor tanaman pangan dan sub sektor peternakan. Sementara dari jenis Bea Siswa Miskin SMP yang merupakan urutan kedua terbanyak diterima anggota rumah tangga pertanian, di sub sektor peternakan.yang terbanyak menerima bea siswa jenis ini dan terendah di sub sektor perkebunan. Besarnya persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima bea siswa menurut jenis jaminan bea siswa miskin SD Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 36

53 sampai SMA pada sub sektor pertanian disajikan pada Tabel 2.28 dan Gambar Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima bea siswa menurut jenis bea siswa dan sub sektor pertanian, 2013 Janis Beasiswa Tan. Pangan Sub sektor (%) Hortikultura Perkebunan Peternakan BSM-SD BSM-SMP BSM-SMA BSM-PT Pemerintah Selain BSM Lembaga Non Pemerintah Luar Negeri Perorangan Sekolah Sumber: Susenas, BPS (%) TP HOR BUN NAK BSM-SD BSM-SMP BSM-SMA Gambar Persentase ART Pertanian Yang Menerima Bea Siswa Menurut Jenis Bea Siswa dan Sub Sektor Pertanian, 2013 Bea Siswa Miskin SD yang terbanyak diterima anggota rumah tangga pertanian, beberapa provinsi yang anggota rumah tangga pertaniannya menerima bea siswa miskin SD > 50% adalah provinsi Kalimantan Barat, Riau, Maluku, Papua Barat dan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37

54 Nusa Tenggara Timur. Besarnya persentase tersaji pada Tabel Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima jaminan bea siswa miskin SD > 50%, 2013 (%) Provinsi Menerima Tidak Menerima Kalimantan Barat Riau Maluku Papua Barat Nusa Tenggara Timur Sumber: Susenas, BPS Kredit Usaha Berdasarkan data Susenas , kredit usaha yang diterima oleh anggota rumah tangga pertanian masih sangat kecil yaitu kurang dari 5%, artinya rumah tangga pertanian masih banyak yang tidak menerima atau dapat memanfaatkan kredit usaha yang ada. Jenis kredit usaha yang dimaksud meliputi PNPM Mandiri, Program Pemerintah Lainnya, KUR, Program Bank selain KUR, Program Koperasi, Perorangan dan Lainnya. Dari jenis-jenis usaha kredit yang terbanyak diterima anggota rumah tangga pertanian adalah PNPM Mandiri, rata-rata tahun sebesar 3,36% dan terendah diterima adalah jenis kredit usaha program pemerintah lainnya sebesar 0,73% (Gambar 2.17.). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 38

55 (%) 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 PNPM Mandiri KUR Program Koperasi Lainnya Program Pem.Lainnya Program Bank selain KUR Perorangan Gambar Persentase ARTangga Pertanian Yang Menerima Kredit Usaha Menurut Jenis Kredit Usaha, Dari sisi pertumbuhan jenis kredit usaha yang diterima, jenis kredit usaha lainnya yang memberikan pertumbuhan tertinggi selama tahun yaitu 100,40% per tahun, diikuti kemudian pada urutan kedua adalah jenis KUR yang tumbuh meningkat sebesar 26,92% per tahun, jenis PNPM Mandiri pada urutan ketiga yang tumbuh sebesar 3,34% per tahun. Sementara selain tiga jenis kredit usaha tersebut pertumbuhannya menurun dengan kisaran 12-34% per tahun (Tabel 2.30). Selama tahun , jenis kredit usaha yang diterima anggota rumah tangga pertanian denga rata-rata penerimaan tertinggi adalah jenis PNPM Mandiri yaitu sebesar 3,34%. Perkembangan penerimaan kredit usaha jenis PNPM Mandiri oleh anggota rumah tangga pertanian pada tahun 2011 lebih banyak diterima rumah tangga pertanian di luar Jawa, pada tahun 2012 relatif seimbang dan pada tahun 2013 lebih tinggi diterima oleh anggota rumah tangga pertanian di wilayah Jawa dibanding luar Jawa (Gambar 2.17.). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39

56 Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha menurut jenis kredit usaha, (%) Janis Kredit Usaha Rumah Tangga Pertanian Rerata % Pertb. PNPM Mandiri 3,58 2,86 3,63 3,36 3,34 Program Pemerintah Lainnya 0,91 0,63 0,64 0,73-14,66 KUR 0,82 1,01 1,32 1,05 26,92 Program Bank selain KUR 2,54 1,66 1,81 2,00-12,88 Program Koperasi 2,54 1,66 1,81 2,00-12,88 Perorangan 2,83 2,06 1,24 2,04-33,50 Lainnya 0,47 1,44 1,36 1,09 100,40 Sumber : Susenas, BPS Gambar Perkembangan Persentase Penerimaan Kredit Usaha Jenis PNPM Mandiri Oleh Anggota Rumah Tangga Pertanian, Bila dilihat dari sisi pertumbuhan jenis kredit PNPM Mandiri diterima anggota rumah tangga pertanian menunjukkan pertumbuhan yang meningkat di wilayah Jawa yaitu sebesar 11,37% per tahun dan pertumbuhan menurun di luar Jawa yaitu sebesar 2,64% per tahun (Tabel 2.31). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 40

57 Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha jenis PNPM Mandiri, (%) Wilayah Rumah tangga pertanian Rerata % Pertb. Jawa 3,24 2,77 3,80 3,27 11,37 Luar Jawa 3,87 2,93 3,49 3,43-2,64 Indonesia 3,58 2,86 3,63 3,36 3,34 Sumber : Susenas, BPS Provinsi-provinsi dengan persentase penerimaan kredit usaha jenis PNPM Mandiri oleh anggota rumah tangga pertanian > 6% sebanyak 6 provinsi seperti yang disajikan pada Tabel berikut ini. Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha PNPM Mandiri menurut provinsi, (%) Wilayah Rumah tangga pertanian Rerata % Pertb. Gorontalo 12,07 17,26 9,64 12,99-0,53 Papua 19,03 5,94 2,81 9,26-60,76 Kepulauan Riau 10,94 7,28 5,96 8,06-25,82 Aceh 6,14 8,45 8,55 7,71 19,40 Sumatera Barat 5,45 7,00 6,63 6,36 11,58 Sulawesi Utara 8,15 5,82 4,59 6,19-24,86 Sulawesi Tengah 4,22 7,01 7,05 6,09 33,31 Sumber : Susenas, BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41

58 Sementara jenis kredit usaha yang pertumbuhannya cukup besar adalah KUR. Penerimaan jenis kredit usaha ini lebih banyak diterima anggota rumah tangga pertanian di wilayah Jawa dibanding luar Jawa (Gambar 2.18.). Perkembangan dari tahun ke tahun menunjukkan pertumbuhan yang meningkat baik di wilayah Jawa maupun luar Jawa. (%) Jawa Luar Jawa Gambar Perkembangan Persentase Penerimaan Kredit Usaha Jenis KUR Oleh Anggota Rumah Tangga Pertanian, Besarnya pertumbuhan penerimaan kredit usaha jenis KUR, tumbuh meningkat 29,53% per tahun di wilayah Jawa dan tumbuh meningkat sebesar 27,32% per tahun di wilayah luar Jawa (Tabel 2.33). Provinsi-provinsi dengan persentase penerimaan kredit usaha jenis KUR oleh anggota rumah tangga pertanian > 1% sebanyak 12 provinsi. Sulawesi Barat merupakan provinsi yang anggota rumah tangga pertaniannya menerima kredit usaha KUR tertinggi, rata-rata sebanyak 2,21%. Provinsi lainnya seperti yang disajikan pada Tabel Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 42

59 Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha KUR menurut wilayah, Wilayah Rumah tangga pertanian Rerata % Pertb. Jawa 1,04 1,11 1,69 1,28 29,53 Luar Jawa 0,64 0,93 1,02 0,86 27,32 Indonesia 0,82 1,01 1,32 1,05 26,92 Sumber : Susenas, BPS Tabel Persentase anggota rumah tangga pertanian yang menerima kredit usaha KUR menurut wilayah, (%) Wilayah Rumah tangga pertanian Rerata % Pertb. Sulawesi Barat 1,90 2,59 2,15 2,21 9,73 Jawa Barat 1,44 1,59 2,27 1,77 26,64 Jawa Tengah 1,41 1,48 2,39 1,76 33,16 Sulawesi Selatan 2,17 1,03 1,80 1,67 11,04 Sulawesi Utara 1,89 2,04 0,80 1,58-26,36 Bali 0,44 2,37 1,24 1,35 198,17 Sumatera Barat 1,22 1,50 0,89 1,20-9,22 Sumatera Utara 0,63 1,93 0,96 1,17 79,26 Nusa Tenggara Barat 0,49 0,93 1,94 1,12 100,35 Kepulauan Riau 0,00 3,30 0,00 1,10 - Gorontalo 0,43 1,94 0,73 1,03 143,54 Kalimantan Timur 0,52 1,05 1,50 1,02 71,75 Sumber : Susenas, BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43

60 Lampiran 2.1. Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal, PROVINSI Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal (%) Milik sendiri Bukan Milik sendiri Total Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Sumber : Susenas, BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 44

61 Lampiran 2.2. Persentase Rumah Tangga Pertanian menurut Jenis Atap Terluas, Jenis Atap (%) PROVINSI Beton Genteng Seng Lainnya Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Sumber : Susenas, BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45

62 Lampiran 2.3. Persentase Rumah Tangga Pertanian menurut Jenis Lantai Terluas, Jenis Lantai (%) PROVINSI Marmer/keramik/granit Semen Tanah Lainnya Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Sumber : Susenas, BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 46

63 Lampiran 2.4. Persentase Rumah Tangga Pertanian menurut Sumber Penerangan, Sumber Penerangan (%) PROVINSI Listrik PLN Lainnya*) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Sumber : Susenas, BPS Keterangan : *) Listrik non PLN, Petromak/aladin, pelita/sentir/obor, lainnya Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47

64 Lampiran 2.5. Persentase Rumah Tangga Pertanian Yang Menggunakan Bahan bakar/energi utama untuk memasak, Bahan bakar/energi utama untuk memasak PROVINSI Listrik + Gas Kota Gas/Elpiji Minyak tanah Kayu Lainnya Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Sumber : Susenas, BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 48

65 III. KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PERTANIAN 3.1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pertanian Pendapatan Perkapita dan Pendapatan Rumah Tangga Pertanian berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) Kesejahteraan petani yang diukur melalui data PDB diantaranya dengan pendapatan perkapita diperoleh dengan menghitung nilai Produk Domestik Bruto (PDB) total dibagi jumlah penduduk dan PDB pertanian sempit dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga petani, yang dihitung scara nominal berdasarkan PDB harga berlaku dan riil berdasarkan harga konstan dengan tahun dasar Berdasarkan perhitungan tersebut pada Tabel 3.1. disajikan perkembangan pendapatan perkapita secara nominal dan riil baik pada penduduk secara umum maupun pada anggota rumah tangga pertanian. Dari Tabel 3.1. menunjukkan bahwa secara nominal pendapatan perkapita pada RTP selama tahun 2011 s.d mengalami peningkatan sebesar 8,49% (rata-rata = 12,51 juta/tahun), namun setelah dikonversi dengan faktor inflasi sejatinya secara riil hanya meningkat sebesar 3,21%. Tabel 3.1. Perkembangan PDB Per kapita secara nominal dan riil pada penduduk dan rumah tangga petani, (Rp.000) Tahun PDB Per Kapita PDB Pertanian Sempit per kapita Nominal Riil Nominal Riil ,659 10,185 11,512 3, *) 33,531 10,671 12,459 3, **) 36,508 11,134 13,549 3,672 Rata-rata 33,566 10,663 12,506 3,563 Pertumbuhan Sumber : BPS, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49

66 Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian menurut sumber pendapatan utama/terbesar Berdasarkan hasil Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian sebagai kelanjutan dari Sensus Pertanian 2013, menunjukkan sub sektor perkebunan dan tanaman pangan memberikan sumbangan terbesar terhadap total pendapatan dari rumah tangga di sektor pertanian, yaitu masing-masing sebesar 33,49% dan 32,15%. Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian sub sektor perkebunan sebesar Rp. 4,16 juta per tahun dan sub sektor tanaman pangan sebesar Rp. 3,99 juta per tahun. Untuk sub sektor lainnya (hortikultura, peternakan, kehutanan dan lainnya) memberikan sumbangan yang relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa sub sektor perkebunan dan tanaman pangan merupakan sub sektor andalan, khususnya dilihat dari kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga pertanian (Gambar 3.1 dan Tabel 3.2) Tan. Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan Lainnya Gambar 3.1. Proporsi pendapatan utama rumah tangga pertanian menurut sub sektor, SPP-ST 2013 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 50

67 Tabel 3.2. Rata-rata pendapatan per rumah tangga pertanian menurut sumber pendapatan usaha di sektor pertanian, 2013 Sub Sektor Rata-rata Pendapatan (000 Rp) Share (%) Tanaman Pangan 3, Hortikultura 1, Perkebunan 4, Peternakan 1, Perikanan Kehutanan Lainnya Pertanian 12,414 Sumber : Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian, BPS Sumber Penghasilan/Pendapatan Terbesar Sejalan dengan hasil Survei Pendapatan RTUP - Sensus Pertanian 2013 tersebut diatas, dalam Susenas yang dilaksankan setiap tahun juga dilakukan pendataan mengenai sumber penghasilan rumah tangga pertanian, dimana diantaranya menurut sumber penghasilan terbesar dalam RTP. Persentase rumah tangga pertanian menurut sumber penghasilan terbesar dapat dilihat pada Tabel 3.3 di bawah ini. Tabel 3.3. Persentase rumah tangga pertanian menurut sumber penghasilan terbesar di Jawa Luar Jawa, (%) Sumber Penghasilan Jawa Luar Jawa Indonesia terbesar Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Penerima Pendapatan Lainnya Sumber : Susenas, BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51

68 Sumber penghasilan terbesar pada RTP di Indonesia selama tahun juga didominasi oleh RTP sub sektor tanaman pangan (48%), disusul RTP sub sektor perkebunan (23%), hortikultura (5%) dan peternakan (3%). Di Jawa, sumber penghasilan terbesar RTP berasal dari sub sektor tanaman pangan, terlihat pada tahun 2011 sebesar 59,20 persen, tahun 2012 sebesar 61,17 persen dan tahun 2013 sebesar 58,84 persen. Sementara untuk di luar Jawa sumber penghasilan terbesar pada subsektor perkebunan, walaupun hanya berbeda sedikit terhadap subsektor tanaman pangan. Terlihat pada tahun 2011, untuk subsektor perkebunan di luar Jawa sebesar 38,82 persen, tahun 2012 sebesar 40,73 persen dan tahun 2013 sebesar 39,29 persen. Tiga Provinsi tertinggi dengan sumber penghasilan terbesar dari sub sektor tanaman pangan berada di luar Jawa, yaitu Papua, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat dengan masing-masing persentase sumber penghasilan tahun 2011 sebesar 78,62 persen, 73,55 persen dan 71,09 persen. Untuk tahun 2012 dan 2013 persentase sumber penghasilan ketiga provinsi tersebut juga tidak berbeda jauh Pengeluaran Rumah Tangga Pertanian Pengeluaran rumah tangga pertanian berdasarkan hasil Susenas secara umum dibagi dalam pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Proporsi Pengeluaran Untuk Makanan Dalam ilmu ekonomi, hukum Engel menyatakan bahwa saat pendapatan meningkat, proporsi pendapatan yang dihabiskan untuk membeli makanan berkurang, bahkan jika pengeluaran aktual untuk Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 52

69 makanan meningkat. Dalam kata lain, elastisitas pendapatan makanan selalu di antara 0 dan 1. Menurut Engel, bila persentase pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran lebih dari 80%, maka tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut sangat rendah. Pola pengeluaran rumah tangga pertanian berdasarkan hasil Susenas yang ditunjukkan pada proporsi pengeluaran untuk makanan dan non makanan dapat dilihat pada gambar 3.2. Secara umum persentase pengeluaran untuk makanan masih mendominasi pola pengeluaran rumah tangga pertanian di Indonesia, meskipun masih berada pada proporsi sekitar 60%. Non Makanan 41.22% Makanan 58.78% Gambar 3.2. Proporsi pengeluaran RTP untuk makanan dan non makanan, 2013 Tahun 2013, secara nasional persentase pengeluaran RTP untuk makanan adalah sebesar 58,78 persen. Persentase ini sedikit menurun dari tahun sebelumnya, namun masih di atas persentase pengeluaran makanan di tahun Jika dikaji berdasarkan wilayah Jawa dan Luar Jawa, hasil Susenas menunjukkan persentase pengeluaran untuk makanan oleh RTP di Luar Jawa sedikit berada di atas RTP di Jawa (Tabel 3.4.). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 53

70 Tabel 3.4. Persentase pengeluaran untuk makanan dan non makanan di RTP Jawa Luar Jawa, No Wilayah Makanan Non Makanan Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber : Susenas, BPS Persentase pengeluaran untuk makanan oleh RTP di Luar Jawa tahun 2013 adalah sebesar 60,22 persen. Persentase ini sedikit meningkat jika dibandingkan dari tahun Sementara untuk Jawa adalah 56,70 persen di tahun 2013, sedikit menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 57,61 persen di tahun 2012 Pada Tabel 3.4. terlihat belum ada perubahan terhadap kesejahteraan petani dilihat dari proporsi makanan dan non makanan karena persentase yang relatif stagnan dari 2011 ke (%) Tabel 3.5. Rata-rata pengeluaran RTP per kapita untuk makanan dan non makanan dalam sebulan di Jawa Luar Jawa, Uraian Pertumbuhan (%) Makanan (Rp/kapita/bulan) - Jawa 220, , , Luar Jawa 286, , , Indonesia 256, , , Non Makanan (Rp/kapita/bulan) - Jawa 173, , , Luar Jawa 189, , , Indonesia 182, , , Total (Rp/kapita/bulan) - Jawa 394, , , Luar Jawa 475, , , Indonesia 438, , , Sumber : Susenas, BPS Jika dilihat secara nominal, rata-rata per kapita dalam sebulan pengeluaran RTP untuk makanan di Indonesia tahun 2013 adalah Rp. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 54

71 (Rp/kapita) Analisis Data Kesejahteraan Petani ,- (Tabel 3.5). Secara umum rata-rata pengeluaran ini meningkat setiap tahunnya, walaupun jika dilihat secara persentase sedikit berfluktuasi pada periode tahun Rata-rata pengeluaran untuk makanan di Luar Jawa secara umum lebih tinggi dibandingkan di Jawa. Jika dibandingkan secara nasional, rata-rata pengeluaran di Luar Jawa bahkan berada di atas rata-rata pengeluaran secara nasional (Gambar 3.3). Tahun 2013 ratarata pengeluaran untuk makanan di Luar Jawa adalah sekitar Rp ,- perkapita perbulan, sementara di Jawa Rp ,- per kapita perbulan. Rata-rata pengeluaran untuk makanan ini meningkat setiap tahunnya mengikuti wilayah. Tahun 2011 rata-rata pengeluaran untuk makanan di Luar Jawa sebesar Rp ,- meningkat menjadi Rp ,-. Sementara di Jawa tahun 2011 sebesar Rp ,- dan meningkat di tahun 2012 menjadi sekitar Rp ,-. 350, , , , , ,000 50, Makanan Non Makanan Jawa Luar Jawa Indonesia Gambar 3.3. Rata-rata pengeluaran nominal untuk makanan dan non makanan per kapita selama sebulan, Jika data pengeluaran yang bersumber dari Susenas merupakan proksi untuk pendapatan, total pendapatan nominal dan riil, secara umum terjadi peningkatan pendapatan pada periode 2011 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 55

72 (Rp/tahun) Analisis Data Kesejahteraan Petani Apabila dilihat total pengeluaran untuk makanan dan non makanan secara nominal dan riil, terlihat laju peningkatan nilai secara nominal lebih tinggi dibandingkan secara riil. Hal ini mengindikasikan makin tingginya inflasi pada periode tersebut (Gambar 3.4). 6,500,000 6,000,000 5,500,000 5,000,000 4,500,000 4,000,000 3,500, Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil Gambar 3.4. Rata-rata pengeluaran nominal dan riil untuk makanan dan non makanan per kapita selama setahun, Nilai Indeks Gini Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan atau kemerataan pendapatan adalah dengan Indeks Gini (G). Indeks Gini (juga dikenal sebagai Gini Ratio atau Koefisien Gini) adalah ukuran dispersi statistik untuk mewakili distribusi pendapatan suatu populasi. Ini adalah ukuran ketimpangan yang paling umum digunakan. Indeks Gini mengukur ketimpangan antara nilai-nilai dari suatu distribusi frekuensi (misalnya untuk tingkat pendapatan). Nilai G berkisar antara 0 sampai 1 dimana dapat dikatakan terjadi ketimpangan yang rendah jika nilai G < 0,4; ketimpangan sedang jika 0,4 G 0,5 dan terjadi ketimpangan tinggi jika nilai G > 0,5. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 56

73 Koefisien bervariasi antara 0 sampai 1. Nilai G = 0 mencerminkan kesetaraan lengkap di mana semua nilai sama (di mana setiap orang memiliki pendapatan yang sama); dan G = 1 menunjukkan ketimpangan lengkap, dimana satu orang memiliki semua pendapatan atau konsumsi dan semua orang lain tidak memilikinya. Nilai Indeks Gini (G) yang dihitung berdasarkan hasil Susenas dalam analisis ini adalah menggunakan pendekatan pengeluaran. Secara umum interpretasinya tidak berbeda dengan nilai G yang dihitung menggunakan pendekatan pendapatan. Tahun nilai G di wilayah Jawa, Luar Jawa dan Indonesia baik untuk RTP maupun non RTP dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut. Tabel 3.6. Nilai Indeks Gini, tahun Wilayah Rumah Tangga Pertanian Rumah Tangga Non Pertanian Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber : Data Susenas Secara umum nilai G di Indonesia sedikit berbeda untuk RTP dan rumah tangga non pertanian, dimana ketimpangan yang lebih tinggi terjadi antar rumah tangga non pertanian. Distribusi pendapatan di RTP relatif lebih merata dibandingkan pendapatan di rumah tangga non pertanian. Nilai G untuk rumah tangga non pertanian berkisar antara 0,416 di tahun dan 0,419 di tahun Nilai G ini yang berada pada kisaran 0,4 G 0,5 artinya termasuk dalam kategori ketimpangan sedang. Sementara nilai G untuk RTP sedikit lebih rendah yaitu 0,328 di tahun dan 0,323 di tahun 2013, ini termasuk dalam kategori ketimpangan rendah. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 57

74 Rumah Tangga Pertanian Rumah Tangga Non Pertanian Jawa Luar Jawa Indonesia Gambar 3.5. Nilai Indeks Gini/ketimpangan pengeluaran, Pada Gambar 3.5 dapat dilihat nilai G untuk rumah tangga non pertanian di Jawa cenderung sedikit lebih tinggi dibandingkan Luar Jawa maupun secara nasional. Sebaliknya jika dicermati ada fenomena yang menarik dimana nilai G untuk RTP di Jawa sebaliknya cenderung lebih rendah dari nilai G untuk RTP di Luar Jawa maupun secara nasional Kemiskinan dalam Rumah Tangga Pertanian Tingkat kemiskinan pertanian yang dianalisis ini menggunakan data jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan pada Rumah Tangga Pertanian (RTP) hasil Susenas. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2013 adalah sebesar 28,07 juta jiwa atau 11,28% dari total penduduk. Persentase ini pada periode secara rata-rata menurun sebesar 4,64% setiap tahunnya. Dari total penduduk miskin yang ada pada tahun 2013, sekitar 59,36% atau 16,66 juta jiwa merupakan anggota RTP. Seperti halnya persentase terhadap total penduduk, persentase anggota RTP miskin terhadap jumlah penduduk miskin juga mengalami penurunan 0,5% setiap tahunnya. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 58

75 Jika dilihat dalam sektor pertanian sendiri, jumlah penduduk atau anggota RTP miskin tahun 2013 adalah sebesar 16,66 juta jiwa. Secara persentase, banyaknya anggota RTP miskin terhadap jumlah anggota RTP secara keseluruhan adalah sekitar 23,46%. Pada periode , jumlah anggota RTP miskin mengalami penurunan ratarata 4,06% (Tabel 3.7) Tabel 3.7. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Miskin, (Jiwa) Uraian Pertumb. (%) Penduduk Indonesia 241,991, ,425, ,818, Total Penduduk Miskin 30,020,000 29,130,000 28,066, Total Anggota RTP 70,622,018 70,887,586 71,020, Total anggota RTP Miskin 18,003,468 17,606,414 16,660, % Pddk miskin indonesia % Anggota RTP Miskin thd pddk miskin % Anggota RTP Miskin thd total anggota RTP Sumber : BPS, diolah Pusdatin % 59.97% 12.41% 88.13% 60.44% 11.87% 88.72% 59,36% 11.28% Penduduk tidak miskin Anggota RTP Miskin thd pddk miskin Penduduk tidak miskin Anggota RTP Miskin thd pddk miskin Penduduk tidak miskin Anggota RTP Miskin thd pddk miskin Gambar 3.6. Persentase Anggota Rumah Tangga Pertanian Miskin, Pada Gambar 3.7 menunjukkan bahwa sub sektor tanaman pangan merupakan sub sektor dengan jumlah penduduk miskin yang paling besar. Pada Tahun 2011 terdapat 12 juta jiwa penduduk miskin yang bekerja pada sub sektor tanaman pangan, namun pada tahuntahun berikutnya jumlah penduduk miskin di sub sektor tanaman pangan mengalami penurunan menjadi 11,06 juta jiwa di tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 59

76 Begitupula di sektor peternakan mengalami penurunan dari 1,96 juta jiwa di tahun 2011 menjadi 1,4 juta jiwa tahun Sementara pada sub sektor hortikultura, jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan dari 962 ribu jiwa di tahun 2011 menjadi 1,03 juta jiwa di tahun Untuk sub sektor perkebunan, jumlah penduduk miskin juga mengalami peningkatan. Tabel 3.8. Jumlah penduduk miskin di bawah garis kemiskinan menurut sub sektor, Sub Sektor Tahun (jiwa) Pertumbuhan (%) Tanaman Pangan 12,002,199 11,939,718 11,064, Hortikultura 962,844 1,073,095 1,025, Perkebunan 3,077,338 3,170,577 3,163, Peternakan 1,961,086 1,423,025 1,407, Total Pertanian 18,003,468 17,606,414 16,660, Sumber: Susenas, BPS (Jiwa) 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 - Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Gambar 3.7. Jumlah penduduk miskin pada RTP per sub sektor pertanian, Rata-rata pendapatan perkapita pada RTP berdasarkan PDB pertanian sempit dan pendapatan Susenas selama bila dibandingkan dengan garis kemiskinan perbulan secara umum lebih tinggi sementara hasil survei pendapatan usaha pertanian ST tahun 2013 menunjukkan hasil di bawah garis kemiskinan (Tabel 3.9). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 60

77 (000 Rp/kap/bln) Analisis Data Kesejahteraan Petani 2014 Tabel 3.9. Rata-rata pendapatan perkapita pada rumah tangga pertanian dibandingkan garis kemiskinan, (Rp 000) Tahun PDB Pert Sempit/kapita Perkapita/ tahun Perkapita/ bulan Pendapatan per kapita (Susenas) *) Perkapita/ tahun Perkapita/ bulan Usaha pertanian/rtp/ tahun Pendapatan RTP Sensus Pertanian **) Perkapita/ bulan Total Usaha/RTP/ tahun Perkapita/ bulan Garis Kemiskinan Perkapita/ bulan ,89 233, ,70 248, , , ,08 553,36 271,63 Sumber : BPS diolah Pusdatin Keterangan : *) proksi pengeluaran, Susenas **) asumsi 1 RTP beranggotakan 4 orang 1,200 1, PDB Pert Sempit/kapita Pendapatan per kapita (Susenas) *) Pendapatan RTP Sensus Pertanian **) Garis Kemiskinan Gambar 3.8. Rata-rata pendapatan perkapita pada rumah tangga pertanian dibandingkan garis kemiskinan, Pada gambar 3.8 menunjukkan bahwa orang yg bekerja di sektor pertanian memiliki potensi untuk tidak miskin, hal ini terlihat dari rata-rata pengeluaran rumah tangga pertanian lebih dari 2 kali lipat dari garis kemiskinan, meskipun di tahun 2013 masih terdapat sekitar 16,66 juta petani yang miskin atau pengeluaran di bawah garis kemiskinan. Jika rata-rata total pengeluaran RTP baik untuk makanan dan non makanan per kapita dalam sebulan hasil Susenas diasumsikan setara dengan pendapatan, maka secara nasional jika dibandingkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 61

78 dengan garis kemiskinan adalah seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.8. Kenaikan pendapatan pada periode terlihat seiring juga dengan meningkatnya batas garis kemiskinan. Pada periode waktu tersebut pendapatan dengan pendekatan total pengeluaran berdasarkan hasil Susenas berada di atas batas garis kemiskinan pada tahun yang sama Nilai Tukar Petani Diagram Timbang Dalam penghitungan NTP selama ini digunakan diagram timbang yang merupakan bobot/nilai masing-masing jenis barang/jasa yang termasuk dalam paket komoditas dibandingkan dengan subkelompok/ kelompok/total seluruh barang/jasa. Diagram timbang tersebut disusun pada tahun dasar, yang dalam analisis ini digunakan tahun dasar 2007 dan Berdasarkan Survei Pengembangan Diagram Timbang (SPDT) tahun 2007 dan 2012 menunjukkan keragaan sebagai berikut: Tabel Persentase Konsumsi dan Biaya produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM), SPDT 2007 dan 2012 No Subsektor/kelompok Persentase Pengeluaran SPDT 2007 SPDT 2012 I Tanaman Pangan - Konsumsi Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) II Tanaman Hortikultura - Konsumsi Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) III Tanaman Perkebunan Rakyat - Konsumsi Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) IV Peternakan - Konsumsi Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) Sumber : Survei Penyempurnaan Diagram Timbang (SPDT), BPS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 62

79 Dari tabel 3.10 diatas, menunjukkan komponen pengeluaran rumah tangga tani atau yang disebut indeks yang dibayar oleh petani umumnya pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk biaya usahatani (biaya produksi dan penambahan barang modal). Besarnya persentase pengeluran konsumsi rumah tangga tani antara 42,22% (sub sektor peternakan, SPDT 2012) sampai 81,22% (sub sektor hortikultura, SPDT 2007), sementara persentase untuk biaya produksi dan penambahan barang modal dari 18,78% (sub sektor hortikultura, SPDT 2007) sampai 57,78% (sub sektor peternakan, SPDT 2012). Hal ini menunjukkan apabila terjadi kenaikan harga kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga yang cukup besar akan cepat mempengaruhi indeks yang dibayar petani, terutama pada sub sektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Selanjutnya bila dilihat lebih rinci pada komponen konsumsi yang dikeluarkan rumah tangga tani, pengeluaran terbesar adalah untuk konsumsi makanan sekitar 60-66%, sementara pengeluaran non makanan sekitar 34-40% dengan komponen terbesarnya untuk perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sekitar 12-14% dan transportasi dan komunikasi tahun 2012 terlihat meningkat cukup besar (Tabel 3.11). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 63

80 Tabel Persentase Komponen Konsumsi Makanan dan Non Makanan per Sub Sektor Pertanian, 2007 dan 2012 Kelompok Konsumsi (%) Tanaman Pangan Hortikultura Tanaman Perkebunan Peternakan Rakyat Umum/Total Makanan Bahan Makanan Makanan Jadi Non Makanan Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transportasi dan Komunikasi Sumber : Survei Penyempurnaan Diagram Timbang (SPDT), BPS Sementara bila dilihat komponen biaya usahatani yang terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal terlihat, persentase pengeluaran terbesar pada usahatani sub sektor tanaman pangan dan perkebunan digunakan untuk upah buruh tani sekitar 30,37% sampai 44,85% disusul persentase pengeluaran untuk pupuk dan obat-obatan sebesar 24,65% - 29,03%. Sedangkan pada usahatani sub sektor hortikultura dan peternakan, persentase pengeluaran terbesar untuk pupuk, obat-obatan dan pakan sebesar 29,98% (sub sektor hortikultura) sampai 46,02%(sub sektor peternakan), disusul pengeluaran barang modal dan bibit untuk sub sektor peternakan dan pengeluaran upah buruh tani pada sub sektor hortikukltura. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 64

81 Tabel Persentase Komponen Biaya produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) per Sub Sektor Pertanian, 2007 dan 2012 Kelompok BPPBM (%) Peternakan Total Bibit Pupuk, obat-obatan dan pakan 3. sewa lahan, pajak dan pengeluaran lain Transportasi Barang Modal Upah Buruh Sumber : Survei Penyempurnaan Diagram Timbang (SPDT), BPS Tanaman Pangan Hortikultura Tanaman Perkebunan Rakyat NTP Nasional NTP merupakan perbandingan antara Indeks harga yg diterima petani (IT) dengan Indeks harga yg dibayar petani (IB) untuk konsumsi rumah tangganya dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian. NTP dapat digunakan sebagai salah satu proxy untuk melihat tingkat kesejahteraan petani secara cepat dan near real time, dengan asumsi kesamaan kuantitas produksi antar waktu. Pada tahun 2011, nilai IT pertanian luas secara nasional sebesar 138,90 yang menunjukkan adanya peningkatan rata-rata tingkat harga produk pertanian sebesar 38,90% dibandingkan dengan rata-rata tingkat harga produk yang sama pada tahun dasar Kenaikan rata-rata tingkat harga produk pertanian ini terus terjadi hingga tahun 2013 dengan rata-rata peningkatan sebesar 5,54% per tahun. Pada tahun 2013, nilai IT nasional menjadi sebesar 154,69 atau terjadi kenaikan rata-rata tingkat harga produk pertanian sebesar 54,69% dibandingkan tahun dasar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 65

82 Demikian pula, nilai IB pada periode tahun mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 5,36%. Pada tahun 2011, nilai IB mencapai 132,81 yang artinya rata-rata tingkat harga kebutuhan petani tahun 2011 naik sebesar 32,81% dibanding tingkat harga kebutuhan petani tahun Pada tahun 2013, nilai IB menjadi sebesar 147,40 atau naik 47,40 dibandingkan tingkat harga kebutuhan petani pada tahun Laju peningkatan nilai IT yang lebih besar dari nilai IB menyebabkan NTP nasional pada periode tahun hanya naik dengan rata-rata sebesar 0,19% per tahun. NTP nasional pada tahun 2011 sebesar 104,58 yang menunjukkan bahwa daya beli riil petani pada tahun 2011 lebih tinggi 4,58% dibanding daya beli riil tahun Pada tahun 2013, NTP nasional gabungan naik menjadi sebesar 104,95 yang menunjukkan bahwa daya beli riil petani pada tahun 2013 lebih tinggi 4,95% dibanding daya beli riil tahun Angka NTP nasional gabungan selama periode tahun selalu berada diatas nilai 100, menunjukkan bahwa pendapatan petani naik lebih besar dibandingkan dengan pengeluarannya. Dengan asumsi volume produksi petani sama, maka dapat dikatakan bahwa kesejahteraan petani pada periode tersebut meningkat dibandingkan dengan kondisi tahun Keragaan IT, IB dan NTP nasional tahun tersaji pada Tabel Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 66

83 Tabel Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Nasional (Tahun dasar 2007=100), No. Uraian Tahun Pertumbuhan (%) Nasional 1 IT IB NTP Nasional Pertanian Sempit 1 IT IB NTP Nasional Usaha Pertanian 1 IT IB (BPPBM) NTUP Sumber : BPS Keterangan: Tahun dasar 2007=100 Perhitungan nilai IT, IB dan NTP nasional sektor pertanian sempit hanya mencakup sub sektor tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat dan peternakan, tanpa memperhitungkan sub sektor perikanan. Nilai IT nasional pertanian sempit pada periode tahun mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 5,69%, sementara nilai IB mengalami peningkatan sebesar 5,44%. Laju peningkatan nilai IT yang lebih besar dari nilai IB menyebabkan NTP nasional pertanian sempit hanya mengalami peningkatan sebesar 0,24% pada periode tersebut. NTP nasional pertanian sempit tahun 2013 sebesar 104,92 menunjukkan bahwa daya beli riil petani sektor pertanian sempit lebih tinggi 4,92% dibanding daya beli riil tahun 2007 (Tabel 3.13). Nilai Tukar Usaha Pertanian adalah nilai tukar yang mempertimbangkan pengeluaran hanya dari usaha taninya yakni biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM), tanpa Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 67

84 memperhitungkan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga. Seperti telah disebutkan sebelumnya, nilai IT selama periode naik sebesar 5,54%, sementara nilai IB dari usaha taninya naik sebesar 3,13%. Laju peningkatan nilai IT yang lebih besar dari biaya usaha tani yang dikeluarkan mengakibatkan NTUP mengalami peningkatan sebesar 2,33% pada periode tersebut. NTUP pada tahun 2013 sebesar 116,85 yang menunjukkan bahwa pendapatan petani lebih besar dibandingkan nilai pengeluaran dari usaha taninya (Tabel 3.27) Perkembangan NTP dan NTUP nasional pertanian luas secara bulanan selama periode menunjukkan pola berfluktuatif namun cenderung meningkat dengan rata-rata masing-masing sebesar 0,06% dan 0,21%. Laju peningkatan NTUP yang lebih besar dari laju peningkatan NTP menyebabkan makin besarnya perbedaan nilai NTP dan NTUP dari bulan ke bulan. Hal ini menunjukkan terjadinya laju peningkatan yang lebih besar untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dibandingkan laju peningkatan pengeluaran untuk biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) pada periode tersebut. Dengan asumsi bahwa volume kebutuhan rumah tangga adalah tetap, maka menggambarkan laju peningkatan harga barang konsumsi rumah tangga lebih cepat dibandingkan dengan laju peningkatan harga barang produksi untuk keperluan usaha taninya. Perkembangan NTP dan NTUP bulanan selama periode seperti yang tersaji pada Gambar 3.9 menunjukkan bahwa setelah periode Agustus 2008 terjadi peningkatan kesejahteraan petani yang cukup signifkan dibandingkan kondisi tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 68

85 Gambar 3.9. Perkembangan NTP dan NTUP bulanan, (Tahun dasar 2007 = 100) NTP dan NTUP Menurut Sub Sektor Selama periode tahun , nilai IT pada sub sektor tanaman pangan mengalami peningkatan sebesar 6,67%, yang ditunjukkan oleh kenaikan rata-rata tingkat harga padi dan palawija selama periode tahun masing-masing sebesar 6,48% dan 7,23%. Pada tahun 2013, nilai IT mencapai 157,44, yang menunjukkan rata-rata tingkat harga produk pertanian pada tahun 2013 naik sebesar 57,44% dibandingkan rata-rata tingkat harga produk yang sama pada tahun Pada periode yang sama, nilai IB sub sektor tanaman pangan menunjukkan peningkatan dengan rata-rata sebesar 5,75%, yang ditunjukkan oleh kenaikan tingkat harga barang konsumsi rumah tangga dan harga biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) masing-nasing sebesar 6,12% dan 4,07%. Pada tahun 2013, nilai IB sub sektor tanaman pangan mencapai 150,45 yang berarti tingkat harga kebutuhan petani pada tahun 2013 naik 50,45% dibanding tingkat harga kebutuhan petani tahun Kenaikan IT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 69

86 yang lebih besar dibandingkan kenaikan IB pada periode tahun menyebabkan NTP sub sektor tanaman pangan pada periode tersebut hanya naik dengan rata-rata sebesar 0,88% per tahun. NTP sub sektor tanaman pangan pada tahun 2013 mencapai 104,65. Dengan asumsi volume produksi petani pada sub sektor tanaman pangan adalah sama, maka dapat dikatakan bahwa kesejahteraan petani tanaman pangan pada tahun 2013 meningkat 4,65% dibandingkan dengan kondisi tahun Demikian pula nilai NTUP sub sektor tanaman pangan terus mengalami peningkatan selama periode sebesar 2,49%. NTUP sub sektor tanaman pangan pada tahun 2013 mencapai 113,55 yang menunjukkan bahwa kesejahteraan petani dari usaha pertanian tanaman pangan tanpa memperhitungkan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan sebesar 13,55% dibandingkan kondisi tahun 2007 (Tabel 3.14). Tabel Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor Tanaman Pangan (Tahun dasar 2007=100), No Sub Sektor Tahun Pertumbuhan (%) IT Padi Palawija IB Konsumsi Rumah Tangga Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal NTP Nilai Tukar Usaha Pertanian Sumber : BPS Keterangan: Tahun dasar 2007=100 Pada sub sektor hortikultura, laju peningkatan IT yang lebih kecil dibandingkan peningkatan nilai IB pada periode tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 70

87 menyebabkan nilai NTP pada periode tersebut mengalami penurunan sebesar 0,61%, yang menunjukkan adanya penurunan kesejahteraan petani hortikultura pada periode tersebut. Peningkatan nilai IT merupakan kontribusi dari naiknya indeks harga jual komoditas sayursayuran dan buah-buahan masing-masing sebesar 4,48% dan 5,27%. Apabila dibandingkan dengan kondisi tahun 2007, terjadi peningkatan kesejahteraan petani yang ditunjukkan oleh pencapaian NTP tahun 2013 sebesar 108,29. Pada periode tahun , NTUP hortikultura mengalami peningkatan sebesar 2,32% dan lebih tinggi dibandingkan laju peningkatan NTP. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan tingkat harga biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan tingkat harga barang-barang konsumsi rumah tangga demikian pula bobot hasil SPDT. NTUP hortikultura pada tahun 2013 mencapai 122,93 yang menunjukkan adanya peningkatan tingkat kesejahteraan petani hortikultura pada tahun 2013 sebesar 22,93% dibanding tingkat kesejahtaraan pada tahun 2007 (Tabel 3.15). Tabel 3.15 No Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor Hortikultura (Tahun dasar 2007=100), Sub Sektor Tahun Pertumbuhan (%) IT Sayur-sayuran Buah-buahan IB Konsumsi Rumah Tangga Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal NTP Nilai Tukar Usaha Pertanian Sumber : BPS Keterangan: Tahun dasar 2007=100 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 71

88 Hal sama terjadi pada sub sektor perkebunan rakyat, dimana laju peningkatan nilai IT yang lebih kecil dibandingkan laju peningkatan nilai IB pada periode menyebabkan NTP sub sektor perkebunan rakyat mengalami penurunan sebesar 1,45%. Selama periode tersebut, rata-rata tingkat harga produk perkebunan atau nilai IT hanya naik 3,53%, sementara rata-rata tingkat harga kebutuhan petani kebun atau nilai IB naik 5,07%. Kenaikan nilai IB pada periode ini adalah kontribusi dari naiknya indeks konsumsi rumah tangga pekebun sebesar 5,81% serta naiknya indeks BPPBM sebesar 2,14%. NTP perkebunan rakyat pada tahun 2013 masih berada di atas nilai 100, yakni sebesar 104,21 yang menunjukkan terjadinya peningkatan kesejahteraan petani perkebunan rakyat pada tahun 2013 sebesar 4,21% dibandingkan kondisi tahun Sebaliknya, pada NTUP perkebunan periode mengalami peningkatan sebesar 1,36%, yang menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata tingkat harga BPPBM petani kebun masih lebih rendah dari peningkatan rata-rata tingkat harga produk perkebunan. NTUP perkebunan rakyat pada tahun 2013 mencapai 119,60 yang berarti bahwa tanpa memperhatikan pengeluaran konsumsi rumah tangga, petani perkebunan rakyat mengalami peningkatan kesejahteraan sebesar 19,60% dibandingkan kondisi tahun 2007 (Tabel 3.16). Tabel Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor Perkebunan Rakyat (Tahun dasar 2007=100), No Sub Sektor IT Tanaman Perkebunan Rakyat IB Konsumsi Rumah Tangga Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal NTP Nilai Tukar Usaha Pertanian Sumber : BPS Keterangan: Tahun dasar 2007=100 Tahun Pertumbuhan (%) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 72

89 Selama periode tahun terjadi kenaikan harga jual produk peternakan sebesar 5,22%, yakni karena naiknya harga jual ternak besar, ternak kecil, unggas dan hasil ternak. Sementara kenaikan harga barang konsumsi dan biaya produksi dan penambahan barang modal sub sektor peternakan hanya naik 4,74%. Karena kondisi tersebut, maka tejadi kenaikan NTP sub sektor peternakan atau kenaikan kesejahteraan peternak (dengan asumsi volume produksi pada periode tersebut sama) sebesar 0,45%. NTP sub sektor peternakan pada tahun 2013 mencapai 102,13 yang menunjukkan peningkatan kesejahteraan peternak sebesar 2,13% dibandingkan tahun NTUP sub sektor peternakan tahun 2013 mencapai 115,81 menunjukkan bila tanpa memperhatikan pengeluaran peternak untuk konsumsi rumah tangga maka terjadi kenaikan kesejahteraan peternak sebesar 15,81% dibandingkan tahun 2007 (Tabel 3.17). Tabel Perkembangan IT, IB, NTP dan NTUP Sub Sektor Peternakan (Tahun dasar 2007=100), No Sub Sektor Tahun Pertumbuhan (%) IT Ternak Besar Ternak Kecil Unggas Hasil Ternak IB Konsumsi Rumah Tangga Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal NTP Nilai Tukar Usaha Pertanian Sumber : BPS Keterangan: Tahun dasar 2007=100 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 73

90 Gambar Perkembangan NTP Menurut Sub Sektor, (Tahun dasar 2007 = 100) Selama periode tahun , NTP hortikultura dan perkebunan mengalami penurunan, sementara NTP tanaman pangan dan peternakan mengalami peningkatan. Selama periode tersebut, NTP tertinggi adalah pada sub sektor hortikultura, sementara yang terendah adalah NTP sub sektor peternakan (Gambar 3.10). Gambar Perkembangan NTUP Menurut Sub Sektor, (Tahun dasar 2007 = 100) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 74

91 Selama periode tahun , NTUP semua sub sektor mengalami peningkatan. Selama periode tersebut, NTUP tertinggi adalah pada sub sektor hortikultura, sementara yang terendah adalah NTUP sub sektor tanaman pangan (Gambar 3.11). IT, IB, NTP dan NTUP Menurut Provinsi Perkembangan rata-rata tingkat harga jual produk pertanian atau IT selama periode menunjukkan peningkatan di semua provinsi. Peningkatan tertinggi dari harga jual produk pertanian atau IT pada periode tersebut adalah di Provinsi Jawa Barat yang mencapai 7,84%, sedangkan terrendah adalah di Provinsi Jambi sebesar 1,45%. Apabila dibandingkan dengan tingkat harga jual produk pertanian pada tahun 2007, maka peningkatan tertinggi dari harga jual produk pertanian yang terjadi pada tahun 2013 adalah di Provinsi Lampung yang mencapai 75,03% dan terendah di Provinsi Jambi sebesar 27,78% (Tabel 3.18). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 75

92 Tabel Perkembangan IT Menurut Provinsi (Tahun dasar 2007=100), No Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kep. Riau Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Sumber : BPS Provinsi Keterangan: Tahun dasar 2007=100 Tahun Pertumbuhan (%) Selama periode tahun , terjadi peningkatan rata-rata tingkat harga kebutuhan petani di semua provinsi, dengan peningkatan tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur yang mencapai 6,48%, sedangkan peningkatan terendah di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 2,93%. Apabila dibandingkan dengan rata-rata tingkat harga kebutuhan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 76

93 petani pada tahun 2007, maka peningkatan tertinggi rata-rata tingkat harga kebutuhan petani pada tahun 2013 di Provinsi Jawa Timur yang mencapai 55,27%, sedangkan peningkatan terendah di Provinsi Bangka Belitung sebesar 28,41% (Tabel 3.19). Tabel Perkembangan IB Menurut Provinsi (Tahun dasar 2007=100), Tahun Pertumbuhan No. Provinsi (%) Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kep. Riau Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Sumber : BPS Keterangan: Tahun dasar 2007=100 Selama periode tahun , hampir semua provinsi mengalami penurunan daya beli riil petani terhadap harga produk Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 77

94 pertanian. Penurunan daya beli ril harga produk pertanian tertinggi di Provinsi Jambi sebesar 5,67%, dan penurunan terrendah di Provinsi Bali sebesar 0,03%. Sementara, peningkatan daya beli riil harga produk pertanian tertinggi di Provinsi Jawa Barat sebesar 1,83% dan peningkatan terrendah di provinsi Bangka Belitung sebesar 0,01%. Apabila dibandingkan dengan kondisi tahun 2007, maka pada tahun 2013 terjadi penurunan kesejahteraan petani di Provinsi Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, NTT. NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat. Sementara, peningkatan kesejahteraan petani tertinggi terjadi di Provinsi Lampung yang meningkat sebesar 24,76%, dan terendah di Provinsi Maluku Utara yang hanya naik sebesar 0,43% dibandingkan tahun Pencapaian peningkatan kesejahteraan petani di Provinsi Lampung yang cukup besar dikarenakan laju peningkatan harga jual produk petani yang relatif lebih cepat (Tabel 3.20). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 78

95 Tabel Perkembangan NTP Menurut Provinsi (Tahun dasar 2007=100), No Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kep. Riau Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Sumber : BPS Provinsi Keterangan: Tahun dasar 2007=100 Tahun Pertumbuhan (%) Apabila pengeluaran petani hanya mempertimbangkan rata-rata tingkat harga biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) atau tanpa mempertimbangkan tingkat harga biaya konsumsi rumah tangga, maka selama periode terjadi peningkatan kesejahteraan petani di semua provinsi, kecuali di Provinsi Sumatera Utara dan Jambi. Peningkatan kesejahteraan tertinggi di Provinsi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 79

96 Lampung sebesar 3,77%, dan terrendah di Provinsi Kalimantan Barat sebesar 0,307%. Apabila dibandingkan dengan kondisi tahun 2007, maka pada tahun 2013 terjadi peningkatan kesejahteraan petani di semua provinsi, kecuali Provinsi Jambi yang turun sebesar 4,44%. Peningkatan kesejahteraan petani tertinggi di Provinsi Sulawesi Tenggara yang naik sebesar 27%, dan terendah di Povinsi Sumatera Utara yang naik sebesar 5,65% (Tabel 3.21). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 80

97 Tabel Perkembangan NTUP Menurut Provinsi (Tahun dasar 2007=100), Tahun Pertumbuhan No. Provinsi (%) Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kep. Riau Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Sumber : BPS Keterangan: Tahun dasar 2007=100 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 81

98 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis kesejahteraan petani tersebut di atas, dapat disimpulkan: 1. Jumlah RTP di Indonesia berdasarkan Susenas tahun 2013 sebanyak 17,46 juta RTP dan terjadi penurunan jumlah RTP selama 2011 sampai dengan 2013 sebesar 0,82%/tahun, dengan penurunan di Jawa sebesar 0,74%/tahun dan di luar Jawa menurun 1,15%/tahun. Rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4 orang/rtp. 2. RTP berdasarkan sub sektor didominasi oleh RTP tanaman pangan dan RTP perkebunan. 3. Karakteristik sosial RTP diantaranya pada umumnya umur kepala RTP tahun dengan tingkat pendidikan rendah. 4. Rata-rata pendapatan per kapita pada RTP berdasarkan PDB, Susenas dan total usaha pertanian (ST2013) masih diatas garis kemiskinan, namun berdasarkan dari usaha di sektor pertanian murni dari hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013) di bawah garis kemiskinan. 5. Persentase pengeluaran untuk makanan masih mendominasi pola pengeluaran rumah tangga pertanian di Indonesia, meskipun masih di bawah 60%. 6. Berdasarkan nilai indeks Gini, terjadi ketimpangan yang rendah pada pendapatan di RTP. 7. Secara nasional terjadi peningkatan kesejahteraan petani dibandingkan kondisi tahun Hal ini karena peningkatan It yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan Ib, sehingga NTP pada umumnya lebih dari 100, yang berarti daya beli petani meningkat dibanding tahun 2007 (asumsi volume produksi petani tetap). 8. Laju peningkatan NTUP lebih besar dari laju peningkatan NTP. Hal ini menunjukkan laju peningkatan harga konsumsi rumah tangga Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 82

99 lebih tinggi dibanding laju peningkatan harga biaya produksi dan penambahan barang modal. 9. Terjadi peningkatan kesejahteraan petani semua sub sektor dibandingkan kondisi tahun 2007, namun selama tahun 2011 hingga 2013 terjadi penurunan pada petani hortikultura dan perkebunan rakyat. 10. Selama tahun terjadi peningkatan kesejahteraan petani di 18 provinsi dan penurunan kesejahteraan di 14 provinsi. Apabila dibandingkan kondisi tahun 2007, maka pada tahun 2013 terjadi penurunan kesejahteraan petani di 10 provinsi. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 83

100 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 84

101 DAFTAR PUSTAKA BPS, 2011, Survey Sosial Ekonomi Nasional, Susenas, Badan Pusat Statistik, Jakarta BPS, 2012, Survey Sosial Ekonomi Nasional, Susenas, Badan Pusat Statistik, Jakarta BPS, 2013, Survey Sosial Ekonomi Nasional, Susenas, Badan Pusat Statistik, Jakarta BPS, 2013, Sensus Pertanian, Badan Pusat Statistik, Jakarta Muchjidin, dkk Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Pusdatin, Buku Pedoman Survei Kesejahteraan Petani Tahun Pusdatin, Jakarta. Suhariyanto K., Indikator Kesejahteraan Petani. Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 85

102

STATISTIK PENDUDUK PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

STATISTIK PENDUDUK PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 STATISTIK PENDUDUK 1971-2015 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Statistik Penduduk 1971-2015 Ukuran Buku : 27 Cm x 19 Cm (A4) Jumlah Halaman : 257 halaman Naskah : Pusat

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017 NTP September 2017 sebesar 96,17 atau turun 0,46 persen dibanding

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian, Tahun 2013-2014 Triwulan I...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia, Tahun 2013-2014 Triwulan I...8

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 49/06/64/Th.XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN MEI 2017 NTP Provinsi Kalimantan Timur Mei 2017 sebesar

Lebih terperinci

Layout Susenas Kor 2012 Trw 1_Rumah Tangga Variable Position Label

Layout Susenas Kor 2012 Trw 1_Rumah Tangga Variable Position Label Layout Susenas Kor 2012 Trw 1_Rumah Tangga Variable Position B1R1 1 Provinsi B1R2 2 Kabupaten/kota B1R3 3 Kecamatan B1R4 4 Desa/Kelurahan B1R5 5 Klasifikasi desa/kelurahan B1R7 6 Nomor kode sampel B1R8

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan II Tahun 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Triwulan II Tahun 2014...6

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan III Tahun 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Triwulan III Tahun 2014...6

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan IV Tahun 2012-2013...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Tahun 2012-2013...8 Kontribusi

Lebih terperinci

Sumber : BPS, diolah Pusdatin Keterangan : **) Angka sangat sementara ***) Angka sangat sangat sementara

Sumber : BPS, diolah Pusdatin Keterangan : **) Angka sangat sementara ***) Angka sangat sangat sementara Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian B u l e t i n ISSN : 1412-4343 PDB Sektor Pertanian Volume 12, Nomor 2, Juni 2013 Dari Redaksi Pembaca Yth., Kinerja perekonomian suatu sektor

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 34/05/64/Th.XIX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/10/18/Th. X, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung September 2016 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017 NTP Oktober 2017 sebesar 96,75 atau naik 0,61 persen dibanding

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

Layout Susenas Kor Trw _Individu

Layout Susenas Kor Trw _Individu Layout Susenas Kor Trw.3 2011_Individu Variable Position B1R1 1 Provinsi B1R2 2 Kabupaten/kota B1R3 3 Kecamatan B1R4 4 Desa/Kelurahan B1R5 5 Klasifikasi desa/kelurahan B1R7 6 Nomor kode sampel B1R8 7 Nomor

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/04/18/Th. XI, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung Maret 2017 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 75/09/64/Th.XX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN AGUSTUS 2017 NTP Provinsi Kalimantan Timur Agustus

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian, Triwulan IV Tahun 2013 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia, Triwulan IV Tahun 2013

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JULI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JULI 2017 No.43/08/36/Th.XI, 1 Agustus 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JULI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JULI 2017 SEBESAR 99,60 ATAU TURUN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 55/07/64/Th.XX, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JUNI 2017 NTP Provinsi Kalimantan Timur Juni 2017 sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 12/02/64/Th.XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 13/02/64/Th.XX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR *) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2017 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 74/11/64/Th.XVIII, 2 November 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN OKTOBER 2015 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 37/05/64/Th.XX, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2017 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/09/18/Th. XI, 4 September 2017 NTP Provinsi Lampung Agustus 2017 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 63/09/64/Th.XVIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN AGUSTUS 2015 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN BULUNGAN No. 03/10/65/XIX, 4 Oktober 2016 KONDISI PERUMAHAN KABUPATEN BULUNGAN 2015 88,9 PERSEN PENDUDUK BULUNGAN MENGGUNAKAN LISTRIK PLN Rumah yang ditempati rumah tangga Kabupaten Bulungan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN Nilai Tukar Petani Subsektor Peternakan Merupakan NTP tertinggi, dengan Angka 116,18 NTP Provinsi Lampung Oktober

Lebih terperinci

2. Indeks Harga Dibayar Petani (Ib)

2. Indeks Harga Dibayar Petani (Ib) No. 36 / 07 / 94 / Th. X, 03 Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2017 TURUN -0,51 PERSEN Pada Bulan Juni 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN NOVEMBER 2016 TURUN -0,90 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN NOVEMBER 2016 TURUN -0,90 PERSEN No. 64 / 12 / 94 / Th. IX, 01 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN NOVEMBER 2016 TURUN -0,90 PERSEN Pada Bulan November 2016, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 102/12/64/Th.XIX, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN NOVEMBER 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/05/18/Th. VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung April 2014 untuk masing-masing sub sektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 7102019 BADAN PUSAT STATISTIK Jl. Dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta 10710, Kotak Pos 1003 Jakarta 10010 Telp. : (021) 3841195, 3842508, 3810291-4, Fax. : (021) 3857046 Homepage : http//www.bps.go.id

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016.

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016. BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI No.81/10/21/Th. XI, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016. Pada September 2016 NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 97,02

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/12/18/Th. IX, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung November 2015 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 002/02/63/Th.XIV, 1 Pebruari 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN *) Pada Desember 2009, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Selatan tercatat 104,76

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 No.57/10/36/ Th.X, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEPTEMBER 2016 SEBESAR 100,47

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 17 /04/63/Th.XV, 1 April 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN *) Pada Maret 2011, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Selatan tercatat 107,64 atau

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67 RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/12/18/Th. X, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung Nopember 2016 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

Sumber : BPS, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka sementara **) Angka sangat sementara. encapaian PDB sektor pertanian sempit (tanaman

Sumber : BPS, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka sementara **) Angka sangat sementara. encapaian PDB sektor pertanian sempit (tanaman Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian B u l e t i n ISSN : 1412-4343 PDB Sektor Pertanian Volume 12, Nomor 1, Maret 2013 Dari Redaksi Pembaca Yth., Kinerja perekonomian suatu

Lebih terperinci

39 Apakah menyebabkan terganggu pekerjaan,sekolah, kegiatan seh

39 Apakah menyebabkan terganggu pekerjaan,sekolah, kegiatan seh Layout Susenas Kor 2012 Trw 1_Individu Variable Position B1R1 1 Provinsi B1R2 2 Kabupaten/kota B1R3 3 Kecamatan B1R4 4 Desa/Kelurahan B1R5 5 Klasifikasi desa/kelurahan B1R7 6 Nomor kode sampel B1R8 7 Nomor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) No. 08/02/15/Th.IV, 1 Februari 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) DESEMBER 2009 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI JAMBI SEBESAR 94,82 Pada bulan Desember 2009, NTP Provinsi Jambi untuk masing-masing

Lebih terperinci

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Judul Buku : Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Nomor Publikasi : Ukuran Buku : Kwarto (21 x 28 cm) Jumlah Halaman : v + 44 hal Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang Gambar Kulit

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/08/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 21/04/12/Th. XIX, 01 April 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JANUARI 2016 NAIK 0,61 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JANUARI 2016 NAIK 0,61 PERSEN No.07/02/94/Th.X,01 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JANUARI 2016 NAIK 0,61 PERSEN Pada Bulan Januari 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua mengalami

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 33/06/12/Th. XIX, 01 Juni 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN BERAS

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN BERAS BADAN PUSAT STATISTIK No. 109/12/Th. XVIII, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN BERAS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) NOVEMBER 2015

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2017 NAIK 0,60 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2017 NAIK 0,60 PERSEN PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2017 NAIK 0,60 PERSEN Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani ( NTP) yang diperoleh dari perbandingan indeks harga diterima petani ( )

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN OKTOBER 2016 TURUN -0,27 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN OKTOBER 2016 TURUN -0,27 PERSEN No. 56 / 11 / 94 / Th. IX, 01 November 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN OKTOBER 2016 TURUN -0,27 PERSEN Pada Bulan Oktober 2016, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN MARET 2017 TURUN -0,03 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN MARET 2017 TURUN -0,03 PERSEN PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN MARET 2017 TURUN -0,03 PERSEN atau terjadi kenaikan angka indeks dari 112,84 pada Februari 2017 menjadi 113,24 pada Maret 2017. Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 05/01/12/Th. XVIII, 02 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK No. 35/07/91 Th. XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,390 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

Dr. Ali Rosidi Direktur Statistik Keuangan & Harga Badan Pusat Statistik

Dr. Ali Rosidi Direktur Statistik Keuangan & Harga Badan Pusat Statistik NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI Dr. Ali Rosidi Direktur Statistik Keuangan & Harga Badan Pusat Statistik Disajikan Pada: Pertemuan Dan Diskusi Terbatas Mengenai

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

PENDATAAN KELUARGA TAHUN 2015

PENDATAAN KELUARGA TAHUN 2015 PENDATAAN TAHUN 2015 Disampaikan oleh: Direktur Pelaporan dan Statistik Drs. Sjafrul, MBA PENDATAAN TAHUN 2015 GAMBARAN UMUM HASIL PK2015 NO SUMBER DATA JUMLAH KK % 1. PROYEKSI KK 2015 70.148.171 2. TERDATA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 22/03/21/Th.XI 1 Maret PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI Pada Februari NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 0,27 persen dibanding

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 11/02/12/Th. XVII, 03 Februari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN MEI 2017 TURUN -0,26 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN MEI 2017 TURUN -0,26 PERSEN No. 32/06/94/Th.X, 06 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN MEI 2017 TURUN -0,26 PERSEN Pada Bulan Mei 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua mengalami penurunan

Lebih terperinci

Katalog BPS: Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: Katalog BPS: 2204009 Katalog BPS: 2204009 PROFIL MIGRAN HASIL SURVEI SOSIAL EKONOMI NASIONAL 2011 2012 ISBN : 978-979-064-620-9 Katalog BPS : 2204009 No. Publikasi : 04140.1301 Ukuran Buku : 17,6 cm

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 No., 05/01/81/Th. XV, 2 Januari 2014 Agustus 2007 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada di bawah Garis Kemiskinan) di Maluku

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN DESEMBER 2016 TURUN -0,11 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN DESEMBER 2016 TURUN -0,11 PERSEN PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN DESEMBER 2016 TURUN -0,11 PERSEN Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani ( NTP) yang diperoleh dari perbandingan indeks harga diterima petani (

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU APRIL 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU APRIL 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI No. 37/05/21/Th. X, 4 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU APRIL Pada April NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 98,69 mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 146,90 RIBU JIWA (11,19 PERSEN) Persentase penduduk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2016 No. 33/07/94/Th. IX, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2016 Pada Juni 2016, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua tercatat mengalami kenaikan 0,92 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2015 No. 04/01/Th.X, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2015 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Desember 2015 tercatat 101,01 atau mengalami kenaikan sebesar 0,36

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 45/07/51/Th. XI, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JUNI 2017, NTP BALI TURUN 0,08 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan Juni 2017 tercatat mengalami penurunan sebesar 0,08 persen,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2016 BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA No. 02/01/Th.XI, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2016 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Desember 2016 tercatat 98,37 atau

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 37/07/73/Th. XI, 3 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN JUNI SEBESAR 100,54 NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Juni sebesar 100,54;

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2014 No. 47/10/36/ Th.VIII, 1 Oktober 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2014 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEPTEMBER 2014 SEBESAR 103,74

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA APRIL 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA APRIL 2016 No. 04/05/Th.X, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA APRIL 2016 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada April 2016 tercatat 98,62 atau mengalami penurunan sebesar 0,69 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 39/06/12/Th. XVIII, 01 Juni 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2017 BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA No. 35/07/Th.XI, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA JULI 2017 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Juni 2017 tercatat 94,38 atau mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 No. 18/04/Th.XI, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada Maret 2017 tercatat 96,16 atau mengalami penurunan sebesar 1,13 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 33/06/73/Th. XI, 2 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MEI SEBESAR 100,41 NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Mei sebesar 100,41, terjadi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2015 No. 36/ 07/ 94 / Th. VII, 1 Juli 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2015 Pada Juni 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua tercatat mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 09/02/12/Th. XIX, 01 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,06 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,67 atau turun 0,06 persen dibanding NTP April yang mencapai 96,73. Turunnya NTP ini disebabkan indeks harga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI SEBESAR 96,06 ATAU TURUN 0,64 PERSEN Pada Juni NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,06 atau turun 0,64 persen dibanding NTP Mei yang mencapai 96,67. Turunnya NTP ini disebabkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN AGUSTUS 2017 TURUN -0,28 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN AGUSTUS 2017 TURUN -0,28 PERSEN No.50/09/94/Th.X, 04 September 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN AGUSTUS 2017 TURUN -0,28 PERSEN Pada Bulan Agustus 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2015 No. 04/12/Th.IX, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOVEMBER 2015 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada November 2015 tercatat 100,64 atau mengalami kenaikan sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JUNI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JUNI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI No. 54/07/21/Th.XI. 01 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JUNI Pada Juni NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 98,60 mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL - KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 Staistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun 2013 Ukuran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI No.31/05/21/Th. XII, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU APRIL 2017 Pada April 2017 NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 98,12 mengalami

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIV, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 TUMBUH 6,5 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI No. 12/02/21/Th. XI, 1 Februari PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI Pada Januari NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 0,11 persen dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 25/05/73/Th. XI, 2 Mei 5 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN APRIL SEBESAR 100,11 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan April sebesar

Lebih terperinci