BAB I PENDAHULUAN. Lebanon Tolak Draf Resolusi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Lebanon Tolak Draf Resolusi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perang antara Israel dan Lebanon Selatan bermula ketika pasukan Hizbullah melakukan serangan udara (operasi True Promise) ke wilayah kota Shlomi perbatasan Israel Utara dan menembakkan roket ke arah Angkatan Pertahanan Israel IDF (Israeli Defence Force). IDF yang sedang melakukan patroli di perbatasan menjadi korban yang mengakibatkan delapan tentara IDF tewas serta ditangkapnya dua tentara lainnya (Ehud Goldwasser dan Elgad Regev). Tentara Hizbullah juga menembakkan roket dan mortil secara beruntun ke wilayah utara Israel lainnya sebagai suatu pengalihan perhatian pada waktu yang sama. 1 Israel membalas menyerang Lebanon dengan menggunakan alasan penawanan dua tentara Israel oleh Hizbullah dalam suatu serangan lintas perbatasan. Menurut pejabat Israel diduga kedua tentara itu dibawa ke Iran. Hizbullah berencana melakukan penukaran tawanan dalam membebaskan warga Lebanon dan Palestina yang ditahan Israel. Serangan besar Israel ini diluar dugaan Hizbullah yang sebelumnya memperkirakan Israel hanya akan membalasnya dengan Operasi Komando untuk membalas menculik anggota Hizbullah,seperti yang sebelumnya pernah dilakukan. Tampaknya Israel telah lama mempersiapkan serangan ini atas dukungan dari Amerika Serikat, sebagai penjajakan untuk serangan berikutnya ke Iran. Hizbullah membalas kembali dengan meluncurkan roket-roket ke kawasan utara Israel. Perdana Menteri Israel Ehud Olmert mengatakan serangan akan dihentikan jika Hizbullah membebaskan dua tentara Israel yang disandera. Israel menuduh Hizbullah telah meluncurkan 130 roket dalam waktu 48 jam yang menyebabkan 1 Lebanon Tolak Draf Resolusi 1

2 belasan warga tewas dan ratusan lainnya luka-luka. 2 Di saat yang sama, milisi Hizbullah meminta Israel segera menghentikan agresi militernya di wilayah Palestina. Namun, Israel sejak awal menolak berkompromi, dan kemudian melancarkan serangan ke sejumlah kamp milik Fatah dan Hamas. Termasuk beberapa lokasi yang dicurigai potensial untuk melarikan Kopral Gilad Shalit dari tempat penyergapannya di selatan Gaza. 3 Dalam tujuh malam berturut-turut sejak penculikan tentara Israel, Jalur Gaza digempur serangan udara. Israel berusaha meningkatkan aksi militernya untuk membebaskan anggotanya. Selain dari darat, militer Israel menggempur Beirut dari udara. Sebuah kawasan pinggiran kota yang banyak dihuni kelompok Hizbullah hancur. Jembatan diwilayah Akkar, beberapa tempat di lembah Bekaa, serta ruas jalan dekat perbatasan Suriah juga tidak luput dari serangan peluru kendali Israel. 4 Akibatnya distribusi makanan dan obat-obatan bagi warga sipil sulit disalurkan. Menurut Perdana Menteri Lebanon Fouad Siniora, dalam serangan itu sepertiga dari jumlah korban tewas berusia dibawah 12 tahun. Satu juta warga Lebanon atau seperempat populasinya kini kehilangan tempat tinggal. 5 Selain itu, Israel juga menyerang Lebanon pada tanggal 5-6 Agustus Israel antara lain menggempur kota Tirus, Nakburah dan Nabatiyeh di Lebanon Selatan. Israel juga menyerang markas Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP) di Lembah Bekaa. Serangan Israel itu telah menewaskan sedikitnya lima penduduk dan 12 lainnya luka-luka di Desa Al-Ansar dekat Nabatiyeh. Menurut laporan AFP, kelimanya tewas ketika rudal Israel jatuh di sebuah rumah. Selain itu, tiga orang tewas di Nakoura, Lebanon Selatan. Mereka juga tewas akibat tembakan rudal Israel. 6 2 Lebanon War diakses 15 April Ibid. 4 Yulianto, Ari Mayor Lebanon Pra dan Pasca Perang 34 Hari Irael-Hizbullah,Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2010, hal Ibid 6 Ibid. 2

3 Dari paparan diatas tampak bahwa Israel jelas telah melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan dalam berbagai tindakan atau aksi militernya terhadap Lebanon. Dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya, Israel telah menggunakan cara-cara yang tidak berprikemanusiaan, seperti dengan sengaja menghancurkan secara besarbesaran instalasi listrik dan air disamping infrastruktur, transportasi yang vital untuk bantuan makanan dan kemanusiaan. 7 Tindakan ini melanggah HAM dan mengabaikan Hukum Humaniter seperti terdapat dalam pasal 3 ayat 1 Konvensi Jenewa Tahun Ayat tersebut berbunyi Orang-orang yang tidak turut aktif dalam sengketa termasuk anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjatasenjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan, atau sebab lain apapun, dalam keadaan bagimanapun harus diperlakukan dengan kemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lainnya serupa itu. Tindakan Israel juga tidak sesuai dengan doktrin Just War yang bermakna bahwa ada justifikasi atau alasan pembenaran untuk melakukan serangan, bahwa perang dilakukan berdasarkan alasan logis dan dapat dibenarkan, bahwa perang berlangsung secara adil dan seimbang, bahwa perang dilakukan terbatas untuk mencapai tujuan tertantu dan bukan untuk menghancurkan atau memusnahkan pihak lawan (suatu negara, suatu bangsa, etnis dan suku bangsa, kelompok/oposisi, dll ). 8 Pada dasarnya hukum humaniter bertujuan melindungi masyarakat dan membatasi akibat yang tidak perlu atau berlebihan, yang ditimbulkan oleh peristiwaperistiwa konflik dan perang seperti pembatasan penggunaan senjata dalam perang dan adanya perlindungan terhadap orang yang terlibat maupun tidak terlibat dalam peperangan seperti penduduk sipil, kombatan, wanita dan anak-anak. Pada dasarnya 7 Israel Lakukan Kejahatan Perang di Lebanon diakses 15 September Serangan Israel ke Lebanon: Pelanggaran Hukum Humaniter Dan Hak Asasi Manusia (pelanggaran hukum humaniter) diakses 12 Agustus

4 hukum humaniter merupakan sejumlah prinsip dasar dan aturan mengenai pembatasan penggunaan kekerasan dalam situasi konflik bersenjata. 9 Dengan demikian dari sudut pandang ini, bahwa Israel telah melakukan bentuk-bentuk pelanggaran yang terdapat di dalam hukum humaniter sehingga mengakibatkan kehancuran terhadap wilayah dan kesengsaraan terhadap warga sipil. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada paparan latar belakang masalah diatas, maka penulis membuat rumusan masalah yaitu : 1. Apa saja bentuk pelanggaran Hukum Humaniter Internasional yang dilakukan Israel dalam serangannya ke Lebanon Selatan tahun 2006? 2. Apa yang melatarbelakangi Israel tetap melakukan pelanggaran tersebut selama perang? C. KERANGKA PEMIKIRAN Istilah Hukum Humaniter atau lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang (laws of war), yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa bersenjata (laws of armed conflict), yang akhirnya pada saat ini dikenal dengan istilah hukum humaniter. 10 Menurut Jean-Jadques Rouseau, dijelaskan bahwa Prinsip-prinsip perang antar Negara diartikan sebagai suatu hubungan perang antar Negara, dimana secara individual menjadi musuh hanya karena kebetulan, tidak sebagai manusia atau sebagai warga Negara, tetapi sebagai prajurit. Karena tujuan perang adalah menghancurkan negara musuh, dan sah secara hukum apabila membunuh prajurit yang menjadi pertahanan terakhir musuh sejauh mereka membawa senjata, tetapi 9 Pokok-Pokok_HAM-Intl, HAM Intl diakses pada tanggal 10 Agutus Arlina Permanasari,dkk op.citra hal 117 4

5 mereka. 11 Selain itu, Rouseau dan Martens menyusun prinsip-prinsip kemanusiaan segera setelah mereka meletakkannya dan menyerah, mereka bukan lagi musuh, menjadi orang biasa, dan tidak lagi sah secara hukum untuk mengambil kehidupan dengan memformulasikan prinsip-prinsip pembedaan, prinsip pencegahan penderitaan yang tidak perlu dan prinsip kepentingan kemanusiaan dan keperluan militer. Bahwa satu-satunya objek yang paling sah untuk dicapai oleh suatu negara selama masa perang adalah melemahkan angkatan bersenjata dari pihak lawan. 12 Menurut prinsip ini objek tersebut bisa dijadikan sasaran dalam perang tanpa perlu memperburuk penderitaan orang-orang yang tidak berdaya, atau membawa kematian bagi warga sipil. Protokol Tambahan 1977 merinci dan menegaskan kembali prinsip-prinsip ini, khususnya mengenal prinsip pembedaan, yang berisi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik setiap saat harus dapat membedakan antara penduduk sipil dan kombatan dan antara objek sipil dan objek militer dan karena itu pula pihak-pihak yang terlibat dalam konflik harus mengarahkan operasinya semata-mata hanya untuk menyerang objek militer. 13 pokok, yaitu : 14 Haryomataram membagi hukum humaniter menjadi dua aturan-aturan 1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang (Hukum Den Haag/The Hague Laws), cara berperang yang tercantum dalam pasal 23 (b) Hague Regulations 1899 (HR) yang melarang membunuh atau melukai orang dari pihak musuh secara curang atau berkhianat (treacherously). Larangan membunuh atau melukai musuh yang telah berstatus hors de combat atau yang telah menyerah, 11 Delegasi ICRC Jakarta, Hukum Humaniter Internasional, ICRC Jakarta, Indonesia 2004, hal Ambawati,dkk Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubugan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta 2009, hal Ibid. 14 Haryomataram. Sekelumit Tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta 1994, hal.1 5

6 sebagaimana yang tercantum dalam pasal 23 (c) serta ketentuan dalam pasal 25 HR mengenai larangan pemboman terhadap kota, pedesaan, daerah-daerah atau daerah yang tidak dipertahankan Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa/The Geneva Laws). Berkaitan dengan kedudukan dan perlakuan orang-orang yang dilindungi dalam konflik, mereka berhak akan : 16 a. Penghormatan atas diri pribadi, b. Hak kekeluargaan, keyakinan, praktek keagamaan, c. Adat-istiadat dan kebiasaan. Selanjutnya, dalam pasal konvensi Jenewa ditentukan tindakantindakan yang dilarang yaitu : 17 a. Memaksa baik jasmani maupun rohani, untuk memperoleh keterangan, b. Menimbulkan penderitaan jasmani, c. Menjatuhkan hukuman kolektif, d. Mengadakan intimidasi, terorisme, perampokan, e. Tindakan pembalasan terhadap penduduk sipil, f. Menangkap penduduk sipil untuk ditahan sebagai sandera. Sedangkan Pasal 3 Konvensi Jenewa tahun 1949 yang disebut sebagai konvensi Mini, 18 pada ayat 1 memerintahkan para pihak yang bersengketa untuk memperlakukan semua orang yang tidak aktif atau tidak lagi ikut serta dalam tindakan permusuhan, secara manusiawi tanpa perbedaan yang merugikan dalam segala keadaan. 19 Pasal 3 melarang : 1. Kekerasan terhadap jiwa orang, terutama pembunuhan dalam semua jenisnya, 15 Arlina Permanasari dkk, op.cit., hal Ibid. hal Departemen Hukum dan HAM Terjemahan Konvensi Jenewa 1949, Jakarta 2009, hal Frits Kalshoven, Constrain on The Waging of War, ICRC, 1997, hal Arlina Permanasari dkk, op.cit., hal.114 6

7 2. Penyanderaan, 3. Merendahkan martabat pribadi, khususnya perlakuan yang bersifat menghina dan merendahkan martabat, 4. Penghukuman dan pelaksanaan putusan tanpa putusan yang diumumkan terlebih dahulu oleh pengadilan yang dilakukan secara lazim yang memberikan jaminan hukum yang diakui karena sangat dibutuhkan oleh semua bangsa yang beradab. Pasal ini juga mengharuskan pihak-pihak peserta perang memperlakukan korban konflik bersenjata dalam negeri sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam ayat (1), dan pasal 3 ini bagi Mahkamah Internasional merupakan asas umum Hukum Internasional. Pasal ini melarang penjatuhan dan pelaksanaan hukuman tanpa proses hukum. 20 Perlu ditekankan bahwa di dalam Hukum Humaniter Internasional ada suatu prinsip atau asas yang membedakan atau membagi penduduk dari suatu Negara yang terlibat konflik bersenjata ke dalam dua golongan, yakni kombatan (combatan) dan penduduk sipil (civilan). Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan (hostilities), sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak turut serta dalam permusuhan. 21 Sedangkan menurut F.Sugeng Istanto, penduduk sipil ialah mereka yang tidak tergolong kombatan. Penduduk sipil tidak berhak ikut serta dalam permusuhan. Penduduk sipil juga tidak boleh dijadikan sasaran secara langsung perbuatan perang. 22 Dalam Protokol Tambahan II diatur dalam bagian IV tentang penduduk sipil. Bagian ini mengatur tentang perlindungan umum, bantuan terhadap penduduk sipil, serta perlakuan orang-orang yang berada dalam salah satu kekuasaan pihak yang bersengketa, termasuk di dalamnya perlindungan terhadap pengungsi, orang yang 20 Ibid. hal Haryomataram Hukum Humaniter dalam Arlina Permanasari dkk, Pengantar Hukum Humaniter, Rajawali Press, Jakarta 1999, hal F. Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Penerbitan Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 1994, hal.110 7

8 tidak memiliki kewarganegaraan, anak-anak, wanita dan wartawan. Selain itu terdapat perlindungan khusus bagi penduduk sipil yaitu mereka yang umumnya tergabung dalam suatu organisasi sosial yang melaksanakan tugas-tugas yang bersifat sosial, membantu penduduk sipil lainnya pada waktu terjadinya sengketa bersenjata. Mereka terhimpun dalam Perhimpunan Palang Merah Nasional dan anggota Perhimpunan Penolong Sukarela Lainnya, termasuk anggota Pertahanan Sipil. 23 Selain menggunakan teori hukum humaniter, penulis juga menggunakan Doktrin Just War (Perang yang Sah). 24 Doktrin Just War adalah upaya untuk membedakan antara cara-cara yang dapat dibenarkan dengan yang tidak dapat dibenarkan dalam penggunaan angkatan bersenjata yang terorganisasi. Teori doktrin tentang perang yang sah berupaya untuk memahami bagaimana penggunaan senjata dapat dikendalikan, dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi, dan pada akhirnya ditujukan pada upaya untuk menciptakan perdamaian dan keadilan yang abadi. Tradisi perang yang sah membahas moralitas penggunaan kekuatan dalam dua bagian, yaitu : pertama, kapan suatu pihak dapat dibenarkan dalam menggunakan angkatan bersenjatanya (keprihatinan tentang Jus ad bellum) dan kedua, cara-cara apa yang harus dilakukan dalam menggunakan angkatan bersenjata itu (keprihatinan tentang Jus in bello). 25 Serangan Israel ke Lebanon dengan melakukan pengeboman lewat udara ternyata bukan hanya diarahkan kepada basis-basis Hizbullah tetapi juga infrastruktur penting lainnya di Lebanon, seperti Bandara Internasional Beirut (Rafiq Al-Hariri), Rumah Sakit di Zafed, penyerangan terhadap tempat pengungsian di kota Qana, jembatan yang menghubungkan Beirut dan Damaskus, pembangkit tenaga listrik, tangki-tangki minyak hingga pemukiman (termasuk kediaman pemimpin Hizbullah). 26 Israel juga mengebom stasiun televise milik Hizbullah (Al-Manar) di 23 Arlina Permanasari dkk, op.cit., hal Agus, Fadillah Doktrin Tentang Perang Yang Sah, ELSAM, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta 200, 7 hal Ibid. 26 Perang Lebanon 2006 op.cit., 8

9 Distrik Harey Hreik, daerah pinggiran kota Beirut serta kota-kota besar di Lebanon lainnya seperti wilayah utara Lebanon, (Irus,Tripoli, serta perkampungan nelayan Abdeh), wilayah Timur (Baakbek), wilayah barat (Zahleh), serta pemblokadean terhadap wilayah darat dan udara Lebanon. Banyak bangunan, rumah, dan sarana pelayanan publik yang hancur di Lebanon, penduduk meninggal dan luka-luka, ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. 27 Serangan Israel ini tidak membawa keuntungan bagi Israel sendiri tetapi malah mengalami kekalahan, bahkan tujuan yang sebenarnya untuk membebaskan kedua tentaranya tidak bisa tercapai. Serangan Israel banyak yang tidak tepat sasaran, sehingga mengakibatkan banyaknya korban jiwa. Persoalan ini yang kemudian mendapat kecaman masyarakat internasional. Selain menyangkut pelanggaran terhadap aturan di dalam Hukum Humaniter yang berlaku, serangan Israel ke Lebanon memiliki beberapa tujuan politis demi pencapaian kepentingan nasionalnya (National Interest). Dalam beberapa teori, kepentingan nasional sering dijadikan tolok ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy) perlu dilandaskan kepada tujuan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai Kepentingan Nasional. Menurut Morgenthau : Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama atau konflik Human Right Watch Pelanggaran Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia, diakses pada 15 April T.May Rudy, Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Refika Aditama, Bandung, 2002, hal 116 9

10 Serangan Israel ke Lebanon Selatan merupakan langkah kebijakan luar negeri pemerintah Israel yang dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Pertama, faktor internal seperti National Security menjadi alasan utama Israel menyerang Lebanon demi mempertahankan kedaulatan mereka di wilayah perbatasan demi menjaga keamanan dan kesejahteraan warganya. Kedua, misi balas dendam (Revenge) atas kekalahannya pada perang tahun 2000 melawan Lebanon juga menjadi faktor yang memperkuat alasan mengapa Israel membalas menyerang penculikan dua tentaranya dengan kekuatan militer penuh. 29 Ketiga, alasan dominasi Israel di kawasan Timur Tengah sebagai negara yang paling berpengaruh turut didukung Amerika Serikat turut menjadi faktor alasan penyerangan ini. Dengan melakukan serangan ke markasmarkas pasukan Hizbullah berarti mampu melemahkan salah satu kekuatan gerakan anti- Israel di perbatasan utara mereka yaitu Kelompok Hizbullah. Israel yakin dengan dilumpuhkannya Hizbullah, Israel akan tetap menjaga hegemoninya di Timur Tengah atas dukungan Amerika Serikat dengan tujuan melemahkan kekuatan Iran dan Hamas yang juga merupakan Negara dan kelompok yang anti Israel dan Barat di Timur Tengah. Iran, terutama pasca lemahnya kekuatan Irak setelah Sadam Husein terguling telah menjadi kekuatan terdepan dalam menentang hegemoni AS di Timur Tengah. Melalui isu nuklir, AS berusaha memojokkan Iran agar Negara tersebut menjadi lemah. Tetapi dengan berjalannya waktu, setelah terbukti Iran tidak menggunakan nuklir untuk kepentingan militer, kini AS berusaha menggunakan isu perdamaian Palestina-Israel untuk mengucilkan pemerintahan negara itu. Iran dan sekutu-sekutunya (Suriah, Hamas, Hizbullah, Gerakan perlawanan Syi ah Irak) yang dipersepsikan telah mengganggu perluasan dominasi AS di Timur Tengah. D. ARGUMEN POKOK Berdasarkan latar belakang masalah dan kerangka pemikiran yang sudah penulis utarakan diatas, maka bentuk-bentuk pelanggaran serangan Israel ke Lebanon 29 Yulianto, Ari Lebanon Pra dan Pasca Perang 34 Hari Irael-Hizbullah,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2010, hal

11 Selatan terhadap Hukum Humaniter, yaitu meliputi : Pertama, pelanggaran pada metode dan penggunaan alat-alat berperang yang diatur dalam Hague Regulations (HR) tahun 1899 pasal 25 (Hukum Den Haag/Hague Regulations) dengan menggunakan bomb Cluster yang tidak diperbolehkan dalam perang. Kedua, pelanggaran terhadap perlakuan yang tidak manusiawi kepada non kombatan yang tertuang dalam Konvensi Jenewa 1949 pasal 3 dengan menyerang secara membabi buta tanpa membedakan antara kombatan dan penduduk sipil. Ketiga, pelanggaran pada prinsip pembedaan dan proporsionalitas yang dilakukan Israel dengan serangan pada objek publik seperti tempat ibadah, bandar udara, jalan umum, bukan pada objek militer. Selain itu, beberapa alasan politis menjadi salah satu konsideran penyerangan Israel secara membabi buta dan terus melakukan pelanggaran selama perang berlangsung seperti alasan National Security demi pencapaian kepentingan nasionalnya, dukungan Amerika Serikat dan misi balas dendam atas kekalahan mereka pada perang tahun E. METODE PENULISAN 1. Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang secara holistic (utuh) Teknik Pengumpulan Data Mentode pengumpulan data menggunakan teknik penelitian kepustakaan (Library Reserach). Data yang digunakan adalah data-data yang diperoleh dari pemanfaatan buku-buku, diktat kuliah, majalah, jurnal, artikel internet maupun sumber tertulis lainnya. 3. Teknik Analisis Data 30 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya Bandung 1995, hal.3 11

12 Penelitian ini dipaparkan dengan teknik analisis deskriptif kualitatif, menggunakan analisis data secara induktif. Analisa Induktif ini digunakan karena beberapa alasan, pertama, proses induktif lebih bnayak menemukan kenyataankenyataan yang terdapat di dalam data. Kedua, analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan antar variabel. Ketiga, analisis demikan dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik. 31 Dengan demikian dapat ditarik hubunganhubungan antar data dan variabel yang ada, diintrepretasi selanjutnya ditarik kesimpulan. F. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan yang penulis pakai dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai baerikut : BAB I : Membahas tentang konstruksi skripsi secara keseluruhan yang meliputi : alasan dari penulis yang memilih masalah ini sebagai obyek penelitian, latar be;lakang masalah, rumusan masalah, kerangka pemikiran, argumen pokok, dan sistematika penulisan. BAB II : Mendeskripsikan tentang sekilas sengketa antara Israel dan Lebanon serta tentang klausula-klausula subtantif Hukum Humaniter yang terkait dengan perang dan deskripsi serangan Israel ke Lebanon pada Juli sampai Agustus 2006 BAB III : Membahas tentang bentuk-bentuk pelanggaran Israel selama perang terhadap Hukum The Hague 1899 dan 1907, Konvensi Jenewa 1949 BAB IV : Membahas tentang hal-hal yang melatarbelakangi Israel melakukan pelanggaran perang secara terus menerus selama perang berlangsung BAB V : Adalah bab terakhir yang berisikan tentang kesimpulan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya. 31 Ibid. 12

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..? PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tujuan utama pembentukan Konvensi Jenewa 1949 adalah untuk memberikan perlindungan bagi korban perang terutama kepada penduduk sipil. Perlindungan ini berlaku dalam setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu bulan sepanjang bulan Juli 2006 dan awal Agustus Dengan. demikian, penulis membahas masalah ini karena beberapa alasan:

BAB I PENDAHULUAN. satu bulan sepanjang bulan Juli 2006 dan awal Agustus Dengan. demikian, penulis membahas masalah ini karena beberapa alasan: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Serangan Israel terhadap objek-objek sipil di Lebanon berlangsung satu bulan sepanjang bulan Juli 2006 dan awal Agustus 2006. Dengan demikian, penulis membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005 HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik bersenjata baik yang berupa perang atau konflik bersenjata lainnya adalah suatu keadaan yang sangat dibenci oleh bangsa-bangsa beradab diseluruh dunia

Lebih terperinci

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi tentang perlindungan Hukum dan HAM terhadap sengketa bersenjata,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang dan damai. Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama

BAB I PENDAHULUAN. perang dan damai. Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah kehidupan manusia, peristiwa yang banyak dicatat adalah perang dan damai. Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama dalam literatur-literatur

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah terjadi atau mempunyai riwayat yang cukup panjang. Keamanan di wilayah Libanon

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Levina Yustitianingtyas Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya Email : firman.yusticia86@gmail.com ABSTRAK Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah 59 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Menurut ketentuan dalam Hukum Humaniter Internasional tentang prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah atau Free Syrian Army (FSA) berhak

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perang adalah suatu kondisi dimana terjadinya pertikaian antara para pihak yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu untuk

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA Oleh : I Gede Bagus Wicaksana Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dalam hal ini negara yang dimaksud yaitu negara yang berdaulat. 1 Sebagai subjek hukum internasional,

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! 2. Bagaimana Haryomataram membagi hukum humaniter?

BAB I PENDAHULUAN. 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! 2. Bagaimana Haryomataram membagi hukum humaniter? BAB I PENDAHULUAN 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! Istilah Hukum Humaniter atau lengkapnya international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah

Lebih terperinci

Sumber Hk.

Sumber Hk. Sumber Hk 2 Protokol Tambahan 1977 ( PT 1977 ) : merupakan tambahan dan pelengkap atas 4 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 ( KJ 1949 ) PT I/1977 berkaitan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional Hukum Humaniter Internasional yang dahulu dikenal sebagai Hukum Perang atau Hukum Sengketa Bersenjata

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat disimpulkan bahwa: Aksi pembiaran yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya pada masa pendudukan

Lebih terperinci

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (Makalah Hukum Humaniter Internasional) Oleh : PRISCA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA LEGAL PROTECTION FOR CHILDREN IN THE MIDST OF ARMED CONFLICTS Enny Narwati, Lina Hastuti 1 ABSTRACT The purposes of the research are to understand

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928.

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Palestina merupakan daerah yang seolah tidak pernah aman, senantiasa bergejolak dan terjadi pertumpahan darah akibat dari perebutan kekuasaan. 1 Sengketa

Lebih terperinci

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 : Bab I PENDAHULUAN 1.1. Istilah dan Pengertian Hukum Humaniter Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja

Lampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja Lampiran Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Maret 2011 Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja membuat graffiti politik, puluhan orang tewas ketika pasukan keamanan menindak Demonstran Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya semua manusia mendambakan untuk hidup dalam suasana damai, tenteram, dan sejahtera, bahkan tak satupun makhluk hidup ini yang suka akan penderitaan.

Lebih terperinci

Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza

Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza Erwin Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Email :erwin_80@yahoo.co.id Abstract Armed conflict (war) have been there

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak hal mengalami perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan teknologi akan mempengaruhi cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perang merupakan suatu peristiwa yang memiliki umur yang sama tua nya dengan peradaban manusia di muka bumi ini. Dimana perang itu lahir dari hubungan-hubungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palang Merah terbentuk dari situasi sulit di dunia seperti peperangan dan bencana alam. Awal mula terbentuknya Palang Merah yaitu pada abad ke-19, atas prakarsa seorang

Lebih terperinci

bersenjata. Selain direkrut sebagai kombatan, anak-anak seringkali juga menjadi target

bersenjata. Selain direkrut sebagai kombatan, anak-anak seringkali juga menjadi target Perlindungan Anak Palestina dari Kekerasan Oleh: Adzkar Ahsinin Pendahuluan Umm Fadi, seorang Ibu dari 3 orang anak perempuan dan 1 anak laki-laki yang tinggal di Tal al-sultan menyatakan sulit untuk menjelaskan

Lebih terperinci

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA I Gede Adhi Supradnyana I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang adalah suatu istilah yang tidak asing lagi bagi manusia yang ada di dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan sejarah umat

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia Sejarah manusia hampir tidak pernah bebas dari pada peperangan. Mochtar Kusumaatmadja

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi arab. Perang ini diawali oleh unjuk rasa di Benghazi pada 15 Februari 2011,

Lebih terperinci

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pengaturan perlindungan terhadap ICRC (International Committee Of The Red Cross) dalam konflik bersenjata internasional (berdasarkan konvensi jenewa 1949 dan protokol tambahan I 1977) Oleh : Ardiya Megawati

Lebih terperinci

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL A. Pengertian Hukum Humaniter Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter merupakan istilah yang dianggap

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto

PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto rubiyanto.151161@gmail.com Abstract In fact Humanitary law had been arranged for civil defence organization. In reality some countries

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rentang abad ke-20, masyarakat internasional telah menyaksikan berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern yang menjadi produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum Catatan : Naskah ini adalah terjemahan yang dikerjakan oleh Tim TNI AL dan ICRC (Perbanyakan dan penggandaan hanya dapat dilakukan atas ijin team penterjemah) SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kewajiban negara adalah melindungi, memajukan, dan mensejahterakan warga negara. Tanggung jawab negara untuk memenuhi kewajiban negara menciptakan suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa belahan dunia. Salah satu dari konflik tersebut adalah konflik Israel

BAB I PENDAHULUAN. beberapa belahan dunia. Salah satu dari konflik tersebut adalah konflik Israel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdamaian dunia yang selalu dikumandangkan oleh Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB) sepertinya masih membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terwujud. Akibat berbagai hal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan Hukum Humaniter

Lebih terperinci

KETENTUAN PENGATURAN PERLINDUNGAN WARGA SIPIL dan OBYEK SIPIL DALAM PERANG DI SURIAH

KETENTUAN PENGATURAN PERLINDUNGAN WARGA SIPIL dan OBYEK SIPIL DALAM PERANG DI SURIAH BAB III KETENTUAN PENGATURAN PERLINDUNGAN WARGA SIPIL dan OBYEK SIPIL DALAM PERANG DI SURIAH A. Pengertian Warga Sipil dan Obyek Sipil 1. Pengertiaan Warga Sipil Warga Sipil merupakan orang yang bukan

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana militer yang paling banyak dilakukan oleh anggota TNI, padahal anggota TNI sudah mengetahui mengenai

Lebih terperinci

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PENGGUNAAN SENJATA KIMIA DALAM KONFLIK BERSENJATA ANTAR NEGARA DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL 1 Oleh : Queency Gloria Sumeke 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

Krisis Gaza: Bukan Perang, Melainkan Genosida! Written by Administrator Friday, 16 January :51

Krisis Gaza: Bukan Perang, Melainkan Genosida! Written by Administrator Friday, 16 January :51 Resolusi PBB dan Kecaman dunia internasional atas agresi Israel ke Jalur Gaza tidak sanggup menyurutkan nafsu Israel menggempur Gaza. Sejak agresi dimulai, pada 27 Desember 2008 sampai sekarang, korban

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM Drs. Usmar Salam, M. Int. Stu (Jelita Sari Wiedoko Vicky Anugerah Tri Hantari Ignatius Stanley Andi Pradana) A.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR Oleh Yelischa Felysia Sabrina Pane Ida Bagus Sutama Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

Hari Tanah Palestina

Hari Tanah Palestina Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

KAJIAN TERMINOLOGI TERHADAP PEMBERITAAN PERANG GAZA: TINJAUAN SEMANTIK SKRIPSI. Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

KAJIAN TERMINOLOGI TERHADAP PEMBERITAAN PERANG GAZA: TINJAUAN SEMANTIK SKRIPSI. Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah KAJIAN TERMINOLOGI TERHADAP PEMBERITAAN PERANG GAZA: TINJAUAN SEMANTIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana S-I Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya.

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya. BAB V KESIMPULAN Keadaan umum Kebumen pada masa kemerdekaan tidak jauh berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Konflik atau pertempuran yang terjadi selama masa Perang Kemerdekaan, terjadi juga di Kebumen.

Lebih terperinci

ETIKA PERANG. Oleh Dewi Triwahyuni

ETIKA PERANG. Oleh Dewi Triwahyuni ETIKA PERANG Oleh Dewi Triwahyuni 1 DOKTRIN IUS AD BELLUM (War as a Necessary Evil) Merupakan sebuah doktrin yang diciptakan sebagai prinsip-prinsip utama dalam berperang Dalam hal konflik bersenjata internasional,

Lebih terperinci

BUKU KEDUA TINDAK PIDANA BAB I TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara Paragraf 1 Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme Pasal 212 (1) Setiap

Lebih terperinci

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN BERSENJATA INTERNASIONAL (PROTOKOL I) DAN BUKAN INTERNASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2018 KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6180) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KETIKA PERANG DALAM HUKUM HUMINITER INTERNASIONAL. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KETIKA PERANG DALAM HUKUM HUMINITER INTERNASIONAL. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 Gerungan L.K.F.R: Perlindungan Ter. Vol.XXI/No.3/April-Juni /2013 PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KETIKA PERANG DALAM HUKUM HUMINITER INTERNASIONAL 76 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak korban Perang. Konflik bersenjata di Suriah diawali dengan adanya pemberontakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2014 PERTAHANAN. Veteran. Tanda Kehormatan Santunan. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5573) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci