KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR z{ffin/tapblzala TENTANG SYARAT TEKNIS METER KWh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR z{ffin/tapblzala TENTANG SYARAT TEKNIS METER KWh"

Transkripsi

1 DEPARTE]i,IEN PERDAGANGAN REPUBLII( INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DAAM NEGERI Jalan M I Ridwan Rais No. 5 Jakafta Tel fa KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR z{ffin/tapblzala TENTANG SYARAT TEKNIS METER KWh DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat '. a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG/PER/3/2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang, perlu mengatur syarateknis meter kwh; b. bahwa penetapan syarat teknis meter kwh, diperlukan untuk mewujudkan kepastian hukum dalam pemeriksaan, pengujian, dan penggunaan meter kwh sebagai upaya menjamin kebenaran pengukuran energi listrik; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; '. 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 20Q1 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4844)', 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6? Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

2 Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor: zl/pfiyfffipl1/zorc L Undang-Undang Nomot 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta Sebagai lbukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744); Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3283); Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1987 tentang Satuan Turunan, Satuan Tambahan, dan Satuan Lain Yang Berlaku (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1987 Nomor lt,tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3351); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4737); 10..Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik lndonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008; 11 Keputusan Presiden Nomor 84lP Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu ll; 12. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 61/MPP/Kepl2/1998 tentang Penyelenggaraan Kemetrologian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 251 IMPP lkep/6/1 999; 14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 635/MPP/Kepl 1 Q/2QQ4 tentang Tanda Tera; 15. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor O1/M-DAGlPERl3l2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan N om o r 24 M-D AG/P E R/6/2009 ; 16. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50/M-DAG/PER/ tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal; 17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/ tentang Penilaian Terhadap Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Metrologi Legal; 18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor O8/M-DAGlPERl3l2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang;

3 Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : *4/FD$/hp/t /201a MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERTAMA KEDUA KETIGA : Memberlakukan Syarat Teknis Meter kwh yang selanjutnya disebut ST Meter kwh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ini. : ST Meter kwh sebagaimana dimaksudalam Diktum PERTAMA merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan meter kwh. : Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negerini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal I ilaret 2010 DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, SUBAGYO

4 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR z4/ptiyfiffip/rl2a1o TANGGAL: I t{aret 2010 BAB I BAB ll BAB lll BAB lv BAB V BAB Vl Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksudan Tujuan 1.3. Pengertian Persyaratan Administrasi 2.1. Ruang Lingkup 2.2. Penerapan 2.3" ldentitas Daftar lsi 2.4. Persyaratan Meter kwh Sebelum Peneraan Persyaratan Teknis-dan Persyaratan Kemetrologian 3.1. Persyaratan Teknis 3.2. Persyaratan Kemetrologian Pemeriksaan dan Pengujian 4.1. Pemeriksaan 4.2. Pengujian Tera dan Tera Ulang Pembubuhan Tanda Tera 5.1. Penandaan Tanda Tera 5.2. Temoat Tanda Tera Penutup DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI. SUBAGYO

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kebenaran hasil pengukuran dimaksud dan dalam upaya menciptakan kepastian hukum, maka terhadap setiap UTTP wajib dilakukan tera dan tera ulang yang berpedoman pada syarat teknis UTTP. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun syarat teknis UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang yang merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan UTTP Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang Meter kwh. 2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Meter kwh Pengertian Dalam syarat teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Meter kwh yang selanjutnya disebut dengan Meter adalah alat ukur listrik integrasi yang digunakan untuk mengukur besarnya energi aktif dalam satuan kilowatt-jam. 2. Meter induksi adalah Meter yang dialiri arus pada kumparan tetap berinteraksi dengan arus yang diinduksikan pada elemen penghantar yang bergerak, biasanya berupa piringan, yang menyebabkan gerakan tersebut. 5

6 3. Meter kwh statis adalah Meter dengan tegangan dan arus bekerja pada elemen elektronik atau solid-state elements untuk menghasilkan suatu keluaran yang proporsional dengan besarnya energi yang terukur. 4. Meter pasangan dalam (indoor Meter) adalah Meter yang dipasang pada sebuah bangunan yang melindunginya dari cuaca langsung. 5. Meter pasangan luar (outdoor Meter) adalah Meter yang dipasang di luar bangunan yang terkena cuaca langsung. 6. Meter sambungan langsung adalah Meter yang pengoperasiannya dipasangkan langsung pada jala-jala listrik (tanpa melalui transformator instrumen ukur). 7. Meter sambungan tak langsung adalah Meter yang beroperasinya melalui transformator instrumen ukur yang dipasangkan pada jala-jala listrik. 8. Meter terpisah adalah Meter dengan rotor yang terpisah sama sekali dari alat pencatat energi listrik dan keduanya dihubungkan secara elektris. 9. Meter pulsa adalah Meter yang dilengkapi peralatan pembangkit pulsa. 10. Meter tarif-tunggal adalah Meter yang dilengkapi dengan 1 (satu) buah register. 11. Meter tarif-dobel adalah Meter yang dilengkapi dengan 2 (dua) set register masing-masing beroperasi pada sela waktu tertentu sesuai dengan tarif yang berbeda. 12. Meter kelas 0,5 adalah Meter yang mempunyai tingkat ketelitian 0,5 % dari energi yang diukur pada kondisi acuan dan daerah ukur tertentu. 13. Meter kelas 1 adalah Meter yang mempunyai tingkat ketelitian 1 % dari energi yang diukur pada kondisi acuan dan daerah ukur tertentu. 14. Meter kelas 2 adalah Meter yang mempunyai tingkat ketelitian 2 % dari energi yang diukur pada kondisi acuan dan daerah ukur tertentu. 15. Tipe Meter adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu desain Meter tertentu, yang dibuat oleh satu pabrikan, yang mempunyai: a. sifat kemetrologian yang sama; b. konstruksi bagian-bagian yang menentukan sifat kemetrologian pada Meter harus sama; dan c. jumlah amper-lilitan yang sama untuk kumparan arus pada arus dasar dan jumlah lilitan per-volt yang sama untuk kumparan tegangan pada tegangan acuan; d. perbandingan yang sama antara arus maksimum dan arus dasarnya. 16. Register Meter adalah bagian Meter yang menunjukkan nilai energi terukur oleh Meter. 17. Rotor Meter adalah elemen Meter yang bergerak tempat berinteraksinya fluksi magnetik dari belitan tetap dengan fluksi magnetik dari elemen rem dan yang mengoperasikan register termasuk alat pembangkit pulsa. 18. Elemen penggerak Meter adalah bagian Meter yang menghasilkan torsi penggerak akibat adanya interaksi antara fluksi magnetis dengan arus yang diimbas pada piringan Meter. Secara umum elemen ini terdiri dari rangkaian elektromagnetik dengan alat kendalinya. 6

7 19. Elemen rem Meter adalah bagian Meter yang menghasilkan torsi peredam akibat adanya interaksi antara fluksi magnetisnya dengan arus yang diimbas pada piringan Meter. Bagian ini terdiri dari sebuah magnet atau lebih dengan alat pengaturnya. 20. Dasar Meter adalah bagian belakang Meter tempat biasanya Meter dipasang pada dudukannya dan tempat untuk memasang rangka jepitan atau blok jepitan dan tutup Meter ditempatkan. 21. Tutup Meter adalah penutup bagian muka Meter, dibuat dari bahan yang seluruhnya tembus pandang atau bahan yang tidak tembus pandang yang dilengkapi jendela untuk melihat putaran rotor, indikator operasi dan pembacaan register. 22. Kotak Meter adalah bagian Meter yang terdiri dari dasar dan tutup Meter. 23. Rangka Meter adalah bagian Meter untuk menempatkan elemen penggerak Meter, bantalan sumbu piringan Meter, peredam Meter dan kadang-kadang alat pengatur. 24. Bagian penghantar yang dapat disentuh adalah bagian penghantar Meter yang dapat disentuh oleh jari uji standar, bila Meter sudah dipasang dan siap untuk digunakan. 25. Terminal pembumian adalah terminal yang dihubungkan ke bagian penghantar Meter yang dapat disentuh untuk maksud pengamanan. 26. Blok terminal adalah bagian Meter yang dibuat dari bahan isolasi padat, tempat sekumpulan terminal Meter. 27. Tutup terminal adalah bagian Meter yang menutupi terminal dan sebagian dari kabel penghantar yang dihubungkan ke terminal. 28. Batang penghubung adalah batang yang menghubungkan salah satu terminal arus dengan salah satu ujung rangkaian tegangan pada setiap elemen penggerak Meter sambungan langsung. 29. Elemen pengukuran adalah bagian Meter yang menghasilkan suatu keluaran yang proporsional dengan besarnya energi terukur. 30. Rangkaian arus adalah hubungan internal dari Meter dan bagian dari elemen pengukuran yang dialiri arus dari rangkaian di mana Meter dihubungkan. 31. Rangkaian tegangan adalah hubungan internal dari Meter, bagian dari elemen pengukuran dan catu daya untuk Meter, yang dicatu oleh tegangan dari rangkaian di mana Meter dihubungkan. 32. Rangkaian bantu adalah elemen-elemen (kumparan, lampu, kontak dan sebagainya) dan sambungan-sambungan peralatan bantu di dalam kotak Meter dimaksudkan untuk disambung pada peralatan di luar, saklar waktu, relai, dan penghitung pulsa. 33. Perangkat Keluaran a. Keluaran pengujian adalah perangkat yang dapat digunakan untuk menguji Meter. b. Indikator operasi adalah perangkat yang memberikan sinyal tampak dari kinerja Meter. 34. Memori adalah elemen yang menyimpan informasi digital. 7

8 35. Memori non-volatile adalah perangkat penyimpan yang dapat mempertahankan informasi ketika kehilangan daya. 36. Display adalah perangkat yang menampilkan isi dari memori. 37. Arus dasar (I d ) adalah nilai arus yang dijadikan dasar untuk menetapkan unjuk kerja dari Meter yang disambungkan langsung. 38. Arus nominal (I n ) adalah nilai arus yang dijadikan dasar untuk menetapkan unjuk kerja dari Meter yang dioperasikan melalui transformator. 39. Arus maksimum (I m ) adalah nilai arus tertinggi yang diizinkan mengalir secara kontinyu yang masih memenuhi syarat ketelitian. 40. Tegangan acuan (U n ) adalah nilai tegangan yang dijadikan dasar untuk menetapkan unjuk kerja Meter. 41. Frekuensi acuan adalah nilai frekuensi yang dijadikan dasar untuk menetapkan unjuk kerja Meter. 42. Kondisi acuan adalah nilai kondisi tertentu yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan unjuk kerja Meter. 43. Kecepatan putar dasar adalah kecepatan putar nominal yang dinyatakan dalam putaran/menit, bila Meter berada dalam kondisi acuan, arus dasar dan faktor daya Torsi dasar adalah nilai nominal torsi dari rotor dalam keadaaan diam bila Meter ditempatkan dalam kondisi acuan dan dialiri arus dasar pada faktor daya Konstanta adalah nilai yang menyatakan hubungan antara energi aktif yang tercatat oleh Meter dan nilai yang bersesuaian dengan keluaran pengujian, jika nilai tersebut berupa jumlah pulsa, maka konstantanya adalah pulsa perkilowatt-jam (imp/kwh) atau watt-jam per-pulsa (Wh/imp), sedangkan jika nilai tersebut berupa jumlah putaran, maka konstanta adalah putaran perkilowatt-jam atau watt-jam per-putaran. 46. Suhu acuan adalah suhu sekitar yang ditentukan untuk kondisi acuan. 47. Jarak a. Jarak bebas adalah jarak terpendek celah udara antara bagian-bagian penghantar. b. Jarak rambat adalah jarak terpendek permukaan isolasi yang memisahkan bagian-bagian penghantar. 48. Isolasi dasar adalah isolasi yang diberikan kepada bagian bertegangan untuk memperoleh perlindungan dasar terhadap sengatan listrik. 49. Isolasi pelengkap adalah isolasi tambahan pada isolasi dasar, dengan maksud untuk menjamin perlindungan terhadap sengatan listrik bila terjadi kegagalan pada isolasi dasar. 50. Isolasi dobel adalah isolasi yang terdiri dari isolasi dasar dan isolasi pelengkap. 51. Isolasi yang diperkuat adalah sistem isolasi tunggal dari bagian yang bertegangan, untuk memperoleh tingkat perlindungan terhadap sengatan listrik setingkat dengan isolasi dobel. 8

9 52. Meter berkotak isolasi dengan kelas perlindungan II adalah Meter dengan perlindungan terhadap sengatan listrik yang tidak hanya tergantung pada isolasi dasarnya saja, tetapi dilengkapi dengan tambahan tindakan keselamatan, seperti isolasi dobel atau isolasi yang diperkuat dan tidak perlu tindakan pencegahan untuk pengaman bumi atau kepercayaan terhadap kondisi instalasi. 53. Meter berkotak isolasi dengan kelas perlindungan I adalah Meter dengan perlindungan terhadap hentakan (kejut) listrik yang tidak hanya tergantung pada isolasi dasarnya saja, tetapi dilengkapi dengan tambahan tindakan keselamatan pada bagian penghantar di dalamnya, dengan bagian-bagian yang dapat dicapai terhubung pada penghantar pembumian secara permanen, sehingga aman bila terjadi kegagalan pada isolasi dasar. 54. Karakteristik adalah sifat Meter seperti kuat dielektrik, arus mula, ketelitian pada satu titik, yang bersama-sama menentukan mutu Meter dan membedakan antara Meter satu dengan lainnya dalam suatu kelompok Meter. Perbedaan tersebut dapat kuantitatif (variable) atau kualitatif (attribute). 55. Kurva karakteristik Meter adalah kurva yang menggambarkan peluang penerimaan sebuah kelompok Meter sebagai fungsi dari mutu untuk suatu karakteristik pada pola pengambilan sampel tertentu. 56. Meter cacat adalah sebuah Meter yang mempunyai satu cacat atau lebih. 57. Soket adalah dasar (dudukan) dengan pengait untuk meletakkan terminal Meter kwh yang dapat dilepas dan terminal tersebut terhubung ke jala-jala listrik. 58. Rasio a. Rasio tranformasi gabungan adalah hasil kali antara rasio transformasi arus nominal dari transformator arus dan rasio transformasi nominal transformator tegangan pada suatu pengukuran. b. Rasio transformasi pengenal transformasi arus adalah nilai arus primer pengenal dibagi dengan arus sekunder pengenal suatu transformator arus. c. Rasio transformasi pengenal transformasi tegangan adalah nilai tegangan primer pengenal dibagi dengan tegangan sekunder pengenal suatu transformator tegangan. 59. Indek kelas adalah bilangan yang menyatakan batas kesalahan persentase yang diizinkan, untuk semua nilai arus antara 0,1 I b dan I max, atau antara 0,05 I n dan I max, untuk faktor daya 1 (berlaku untuk Meter fase-banyak dengan beban seimbang) ketika Meter diuji pada kondisi acuan (termasuk toleransi yang diizinkan pada nilai acuan). 60. Kesalahan persentase adalah kesalahan Meter yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: 61. Besaran pengaruh atau faktor adalah tiap besaran atau faktor yang berasal dari luar Meter yang mempengaruhi unjuk kerja Meter. 9

10 62. Variasi Kesalahan akibat dari suatu Besaran Pengaruh adalah selisih antara kesalahan persentase dari Meter ketika hanya satu besaran pengaruh diasumsikan untuk dua nilai tertentu, salah satu dari nilai tersebut dijadikan nilai acuannya. 63. Faktor distorsi adalah rasio antara r.m.s kandungan harmonik (diperoleh dengan cara mengurangi besaran bolak-balik non-sinusoidal dengan besaran fundamentalnya) dan nilai r.m.s besaran non-sinusoidal yang biasanya dinyatakan dalam persen. 64. Koefisien suhu rata-rata adalah rasio antara variasi kesalahan dalam persen dan perubahan suhu yang menyebabkan variasi tersebut. 65. Gangguan Elektromagnetik adalah gangguan berupa interferensi elektromagnetik yang dikonduksi atau diradiasi yang dapat mempengaruhi fungsi atau sifat kemetrologian pada operasi Meter. 66. Kedudukan vertikal Meter adalah kedudukan Meter yang sumbu rotornya dalam keadaan vertikal. 67. Kondisi-Kondisi Operasi Kerja adalah kumpulan dari rentang pengukuran tertentu untuk memperoleh karakteristik performa dan rentang operasi tertentu untuk besaran pengaruh, dengan variasi atau kesalahan operasi dari Meter ditentukan dan ditetapkan. 68. Rentang Pengukuran Tertentu adalah kumpulan dari nilai besaran terukur, dengan kesalahan Meter diharapkan berada dalam batas kesalahan yang ditentukan. 69. Rentang Operasi Tertentu adalah rentang dari nilai besaran pengaruh tunggal dengan membentuk sebuah bagian dari kondisi operasi kerja. 70. Rentang Batas Operasi adalah kondisi-kondisi ekstrim di mana Meter dapat bertahan beroperasi tanpa mengalami kerusakan dan penurunan pada karakteristik kemetrologiannya ketika setelah dioperasikan di bawah kondisi kerjanya. 71. Kondisi-Kondisi Penyimpanan dan Pengangkutan adalah kondisi-kondisi ekstrim, dengan Meter tidak beroperasi dapat bertahan tanpa mengalami kerusakan dan pengurangan pada karakteristik kemetrologiannya ketika setelah dioperasikan di bawah kondisi kerjanya. 72. Posisi Kerja Normal adalah posisi dari Meter yang ditentukan oleh pabrikan untuk penggunaan normal. 73. Stabilitas Termal adalah stabilitas yang dipertimbangkan untuk dicapai ketika perubahan dalam kesalahan sebagai konsekwensi dari pengaruh termal selama 20 menit kurang dari 0,1 kali kesalahan maksimum yang diizinkan untuk pertimbangan dalam pengukuran. 74. Energi sebenarnya adalah energi yang ditunjukkan oleh Meter standar. 75. Gerak tanpa beban adalah gerakan rotor Meter yang sama sekali tidak dibebani arus. 76. Gerak mula adalah gerakan rotor Meter yang dibebani arus sangat kecil. 10

11 BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI 2.1. Ruang Lingkup Syarat teknis ini mengatur mengenai persyaratan teknis dan persyaratan kemetrologian Meter kwh 1 fase dan 3 fase untuk Meter kwh Dinamis kelas 0,5, 1, 2 dan Meter kwh Statis kelas 1 dan Penerapan 1. Penerapan Syarat Teknis untuk Meter kwh Dinamis Syarat teknis ini berlaku untuk setiap Meter kwh Dinamis yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Meter kwh Dinamis yang terminal penghubungnya dilalui tegangan tidak melebihi 600 V, frekuensi antara 45 Hz-65 Hz; dan b. menggunakan alat hitung/register tunggal atau ganda. 2. Penerapan Syarat Teknis untuk Meter kwh Statis a. Syarat teknis ini berlaku untuk Meter kwh Statis yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) pengukuran energi listrik aktif arus bolak-balik pada suatu frekuensi dengan rentang 45 Hz-60 Hz; 2) persyaratan teknis Meter kwh Statis pasangan dalam dan pasangan luar beserta elemen ukur dan register yang terpasang bersama pada kotak Meter; 3) diaplikasikan untuk indikator operasi dan keluaran pengujian Meter; dan 4) bagian pengukuran, di mana penampil (display) dan/atau memori eksternal atau elemen lain yang terpasang pada kotak Meter (seperti indikator kebutuhan maksimum, pengukuran jarak jauh, saklar waktu atau pengendali jarak jauh, dll.). b. Syarat teknis ini tidak berlaku untuk Meter kwh Statis: 1) dengan terminal penghubungnya dilalui tegangan yang melebihi 600 V (tegangan fase ke fase untuk Meter sistem fase banyak/fase tiga); 2) sebagai Meter portable; dan 3) pada penghubung (interfaces) data ke register Meter Identitas 1. Meter kwh harus dilengkapi tanda pengenal dengan tulisan dalam huruf latin dan angka arab atau tanda lain yang jelas, mudah dibaca, dan tidak mudah terhapus yang memberikan keterangan sebagai berikut: a. nama pabrikan atau tanda pabrik dan, bila dibutuhkan, tempat pembuatan; b. tipe Meter, sebagaimana dimaksud pada bab I sub bab 1.3 angka 15, dan disediakan tempat pembubuhan untuk tanda persetujuan (approval); c. jumlah fase dan jumlah kawat yang sesuai dengan Meter (misalnya satufase dua-kawat); d. nomor seri dan tahun pembuatan; 11

12 e. tegangan acuan penandaan tegangan acuan sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.1 dapat berupa: 1) jumlah elemen, jika lebih dari satu, dan tegangan pada terminal Meter dari rangkaian tegangan; dan 2) tegangan nominal/kerja sistem atau tegangan sekunder transformator instrumen ukur yang dihubungkan ke Meter. Tabel 2.1. Penandaan Tegangan Meter Tegangan terminal pada rangkaian tegangan ( V ) Tegangan kerja sistem (V) 1 fase 2-kawat, 120 V fase 3-kawat, 120 V (120 V ke mid-wire atau CT) 3 fase 3-kawat 2-elemen (230 V antar fase-fase) 3 fase 4-kawat 3-elemen (230 V fase ke netral) x230 3x230 3x230 (400) 3x230/400 f. untuk Meter sambungan langsung, arus dasar dan arus maksimum dalam ampere, sebagai contoh: A atau 10(40) A untuk Meter yang mempunyai arus dasar 10 A dan arus maksimum 40 A; g. untuk Meter sambungan tak langsung, dituliskan nilai arus sekunder sebagai contoh: /5 A; h. frekuensi acuan dalam Hz; i. konstanta Meter dinyatakan dalam Wh/imp atau imp/kwh dan Wh/put atau put/kwh; j. satuan energi listrik dalam kwh dan MWh ; k. indek kelas Meter; l. suhu acuan jika berbeda dari 23 C; m. tanda segi empat dobel atau, untuk Meter berkotak isolasi dengan kelas perlindungan II; dan n. untuk Meter tarif dobel, disebelah kiri register Meter diberi tanda: 1) WBP (Waktu Beban Puncak); 2) LWBP (Luar Waktu Beban Puncak). 2. informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a), b) dan c), dapat ditandai pada sebuah plat yang dipasang secara permanen di bagian permukaan luar penutup Meter; 3. informasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d) sampai k), harus ditandai pada sebuah plat-nama yang ditempatkan di bagian dalam Meter yang penandaannya tidak mudah luntur, jelas dan dapat dibaca dari luar; 4. jika Meter dari tipe khusus seperti pada Meter tarif dobel yang tegangan pemindah tarif berbeda dari tegangan acuan, maka harus ditetapkan pada plat-nama atau sebuah plat terpisah; 12

13 5. jika transformator ukur yang diperhitungkan pada konstanta Meter, maka perbandingan transformator harus ditandai; 6. setiap Meter harus ditandai dan dilengkapi diagram hubungan yang tidak mudah luntur; dan 7. untuk Meter 3 fase diagram hubungan harus menunjukkan urutan fase sesuai dengan Meter yang dapat ditunjukkan dengan sebuah gambar/simbol penjelasan yang sesuai dengan standar nasional Persyaratan Meter kwh Sebelum Peneraan 1. Meter kwh yang akan ditera harus memiliki Surat Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. 2. Label tipe harus terlekat pada Meter kwh asal impor yang akan ditera. 3. Meter kwh yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik. 4. Meter kwh yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik dan label tipe untuk Meter kwh asal impor sebelum ditera. 5. Meter kwh yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya. 13

14 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN 3.1. Persyaratan Teknis 1. Persyaratan Teknis untuk Meter kwh Dinamis a. Bahan 1) bahan untuk pembuatan Meter kwh Dinamis harus tahan korosi; 2) bagian yang dapat mengalami korosi walaupun dalam kondisi kerja normal, harus dilindungi dengan lapisan pelindung yang baik; 3) semua lapisan pelindung tersebut tidak boleh rusak bila diperlakukan secara wajar atau terkelupas akibat pengaruh udara dalam kondisi kerja normal; 4) Meter kwh Dinamis harus mempunyai kekuatan mekanis yang cukup dan harus tahan terhadap kenaikan suhu yang cepat yang dapat terjadi pada kondisi kerja normal; 5) kemasan antara tutup dan dasar Meter kwh Dinamis harus elastis dan tahan lama; 6) kemasan yang diberi perekat, sesudah kering perekat tersebut tidak boleh retak dan mengelupas; 7) bila jendela ditutup dengan kaca, kaca tersebut harus tembus pandang tidak mudah tergores dan pada kondisi pemakaian normal tidak berubah warna untuk waktu yang lama; dan 8) semua bagian dari setiap terminal harus dapat mencegah resiko korosi akibat kontak dengan logam lain yang sejenis. b. Konstruksi 1) konstruksi Meter kwh Dinamis dalam penggunaan normal dan dalam kondisi normal harus mampu menghindari bahaya yang timbul terutama terhadap: a) keamanan manusia dari kejut listrik; b) keamanan manusia dari pengaruh suhu yang berlebihan; c) keamanan dari bahaya sambaran api; dan d) keamanan dari masuknya debu, air, dan benda lainnya. 2) Meter kwh Dinamis kelas 0,5 harus dapat dipasang vertikal dengan toleransi kemiringan tidak melebihi 0,5 dari posisi vertikalnya; 3) kotak harus dikonstruksi dengan baik, sehingga bila terjadi deformasi yang non-permanen, Meter kwh Dinamis masih dapat beroperasi dengan baik; 4) kotak Meter kwh Dinamis harus dapat disegel dengan suatu cara, sehingga bagian dalam Meter kwh Dinamis hanya dapat dicapai setelah merusak segel tersebut; 5) bila kotak Meter kwh Dinamis yang seluruhnya atau sebagian dibuat dari bahan logam akan disambung ke sumber tegangan 230 V atau lebih, maka bagian logam tersebut harus disediakan terminal untuk pembumian; 6) tutup Meter kwh Dinamis harus tidak dapat dibuka tanpa menggunakan alat, mata uang logam atau alat lain yang sejenis; 14

15 7) komponen Meter kwh Dinamis harus dipasang dengan kuat, sehingga aman dari kemungkinan menjadi kendor; 8) hubungan listrik harus terhindar dari kemungkinan terbuka; 9) konstruksi Meter kwh Dinamis harus dapat menghindarkan kegagalan isolasi antara bagian yang bertegangan dengan bagian penghantar yang dapat disentuh sebagai akibat dari lepasnya atau kendornya pengawatan, baut, dan lain-lain; 10) pada bagian belakang dasar Meter kwh Dinamis kelas 2 harus dilengkapi dengan fasilitas untuk menggantung Meter kwh Dinamis dan konstruksinya harus menjamin Meter kwh Dinamis tidak dapat dilepas dari kedudukannya tanpa melepas penguat bagian bawahnya; 11) tutup Meter kwh Dinamis yang tidak tembus pandang, harus dilengkapi satu atau lebih jendela yang dibuat dari bahan kaca tembus pandang dan tidak dapat dibuka tanpa merusak segel tutup Meter kwh Dinamis; 12) kaca pada jendela harus dipasang dengan kuat, tidak mudah dilepas dan kedap debu, sehingga untuk mencapai bagian dalam kotak Meter kwh Dinamis melalui jendela ini hanya dapat dilakukan setelah memecahkan kaca tersebut; 13) tutup Meter kwh Dinamis dan baut penguatnya harus diberi fasilitas untuk penyegelan; 14) terminal dengan potensial yang berbeda dan saling berdekatan harus dilindungi terhadap kemungkinan hubungan singkat, dengan memberi sekat isolasi; 15) alat hitung/register harus terdiri dari rol angka atau jarum; 16) untuk alat hitung jenis rol angka, hanya rol angka terakhir yang boleh bergerak kontinyu; 17) rol angka yang bergerak atau plat skala yang menunjukkan nilai terkecil harus dibagi dalam sepuluh skala yang masing-masing skalanya dibagi lagi menjadi beberapa bagian untuk mendapatkan keseksamaan pembacaan; 18) rol angka atau jarum pelat skala yang menunjukkan desimalnya, diberi warna atau sekelilingnya diberi cat. 2. Persyaratan Teknis untuk Meter kwh Statis a. Bahan 1) semua bagian yang dapat mengalami korosi dalam kerja normal harus dilindungi secara efektif; 2) setiap lapisan pelindung harus tidak mudah rusak oleh penanganan biasa atau rusak akibat dipengaruhi udara, dalam kondisi kerja normal; 3) Meter pasangan luar harus tahan terhadap radiasi sinar matahari; 4) bahan pada terminal-terminal harus mempunyai sifat isolasi dan kekuatan mekanis yang cukup; 5) bahan dari blok terminal harus tahan terhadap suhu 135 C dan tekanan 1,8 MPa; 6) semua bagian dari setiap terminal harus dapat meminimalkan resiko korosi akibat kontak dengan bagian logam lain; 15

16 7) kotak Meter seluruhnya terbuat dari bahan isolasi, termasuk tutup terminal, yang menutupi semua bagian logam, dengan pengecualian pada bagian-bagian yang kecil, sebagai contoh, platnama, sekrup, penggantung dan paku keling, harus kuat dan tahan lama; 8) sifat-sifat isolasi pada laquer, enamel, kertas biasa, kapas, oksida film pada bagian-bagian logam, lem film dan komposisi segel, atau bahan-bahan unsur serupa, tidak dapat dianggap memenuhi sebagai isolasi pelengkap; 9) isolasi yang diperkuat adalah sesuai untuk blok terminal dan tutup terminal dari Meter; 10) blok terminal, tutup terminal dan kotak Meter harus menjamin keselamatan terhadap penyebaran api. Setiap bagian tidak boleh menyala oleh thermis/panas akibat beban lebih dari bagian yang bertegangan dan yang berhubungan dengannya; 11) Meter pasangan luar harus tahan terhadap radiasi sinar matahari. Fungsi Meter harus tidak berkurang. Penampakan pada peralatan, dan penandaan bagian tertentu yang mudah dibaca, harus tidak berubah; 12) register elektronik yang menggunakan jenis memori non-volatile harus mempunyai waktu retensi minimal empat bulan; b. Konstruksi 1) Meter harus didesain dan dikonstruksi sedemikian, sehingga terhindar dari setiap bahaya yang timbul dalam penggunaan normal dan kondisi normal, terutama terhadap: a) keselamatan manusia terhadap hentakan listrik; b) keselamatan manusia terhadap pengaruh dari suhu yang berlebihan; c) perlindungan terhadap penyebaran/penjalaran api; d) perlindungan terhadap masuknya benda padat, debu dan air. 2) Meter harus mempunyai kotak yang dapat disegel sedemikian rupa, sehingga bagian internal/dalam Meter hanya dapat dicapai setelah merusak segel tersebut; 3) tutup Meter harus tidak dapat dipindahkan tanpa menggunakan suatu peralatan; 4) kotak harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga bila terjadi deformasi non-permanen tidak mengganggu operasi Meter yang semestinya; 5) bila kotak seluruhnya atau sebagian dibuat dari bahan logam dan Meter dihubungkan ke sumber tegangan 230 V atau lebih, maka bagian logam tersebut harus dilengkapi terminal pembumian sebagai pelindung; 6) bila tutup Meter yang tidak tembus pandang, harus dilengkapi satu atau lebih jendela yang dibuat dari bahan tembus pandang yang tidak dapat dipindahkan tanpa merusak segel, untuk membaca display dan pengamatan indikator operasi; 7) terminal-terminal dapat dikelompokkan dalam sebuah blok terminal; 8) lubang dari terminal Meter harus mencukupi ukuran isolasi penghantar; 16

17 9) cara mengencangkan penghantar pada terminal harus dapat menjamin kekuatan hubung, sehingga terhindar dari kemungkinan bahaya penghantar lepas dari terminal yang mengakibatkan panas; 10) sekrup penguat hubungan yang digunakan untuk mengencangkan penghantar pada terminal yang dapat dikendurkan dan dikencangkan beberapa kali harus disekrupkan pada mur logam; 11) hubungan listrik harus didesain sedemikian rupa, sehingga tekanan kontaknya tidak melalui bahan isolasi; 12) terminal dengan potensial berbeda yang dikelompokkan bersama harus terlindung terhadap kemungkinan hubung-singkat. Perlindungan dapat diperoleh dengan sekat isolasi; 13) terminal yang digunakan untuk menempatkan penghantar bagian luar atau bagian dalam harus tidak menimbulkan hubungan dengan tutup terminal yang terbuat dari logam; 14) pemasangan terminal pembumian pelindung harus memenuhi persyaratan berikut: a) secara listrik terikat dengan bagian logam yang dapat dicapai; b) sebaiknya, bila memungkinkan, merupakan bagian dari dasar Meter; c) diutamakan terpasang pada blok terminal; d) dapat dipasang penghantar yang mempunyai penampang sedikitnya setara dengan arus nominal, tetapi dapat menggunakan penghantar dengan ukuran minimum 6 mm 2 dan maksimum 16 mm 2 (dimensi ini hanya digunakan pada penghantar tembaga); dan e) harus diberi lambang pembumian yang jelas. 15) penghantar pembumian yang sudah terpasang, tidak dapat dilepas tanpa menggunakan suatu alat; 16) terminal Meter yang dikelompokkan dalam satu blok terminal dan bila tidak dilindungi, harus mempunyai tutup yang dapat disegel secara terpisah dari tutup Meter; 17) tutup terminal harus dapat menutup semua terminal, sekrup pengencang penghantar dan, kecuali jika ditetapkan, kesesuaian panjang dari penghantar luar dan isolasinya; 18) Meter yang terpasang di panel harus tidak ada akses ke terminal tanpa merusak segel pada tutup terminal; 19) ketentuan jarak bebas dan jarak rambat berlaku untuk: a) semua terminal yang ada pada rangkaian dengan suatu tegangan acuan lebih dari 40 V; Catatan: Jarak bebas dan jarak rambat berdasarkan angka 19), harus tidak kurang dari ketentuan dalam Tabel 3.1. b) pembumian, beserta terminal rangkaian bantu dengan tegangan acuan lebih kecil atau sama dengan 40 V. 20) jarak bebas antara tutup terminal, jika terbuat dari logam, dan permukaan atas dari sekrup ketika disekrupkan sampai maksimum pada kedudukan penghantar harus tidak kurang dari nilai relevan yang ditunjukkan pada Tabel 3.1 dan 3.2.; 17

18 Tegangan fase ke tanah diperoleh dari tegangan kerja sistem (V) Tabel 3.1. Jarak Bebas Dan Jarak Rambat Untuk Meter Berkotak Isolasi Dari Kelas Perlindungan I Tegangan kerja impuls (V) Jarak bebas min. Meter indoor (mm) Meter outdoor (mm) Jarak rambat min. Meter indoor (mm) Meter outdoor (mm) ,2 0,8 1,2 1, ,5 1,0 1,4 2, ,5 1,5 1,6 2, ,0 3,0 3,2 5, ,5 5,5 6,3 10,0 Tabel 3.2. Jarak Bebas Dan Jarak Rambat Untuk Meter Berkotak Isolasi Dari Kelas Perlindungan II Tegangan fase ke tanah diperoleh dari tegangan kerja sistem (V) Tegangan kerja impuls (V) Jarak bebas min. Meter indoor (mm) Meter outdoor (mm) Jarak rambat min. Meter indoor (mm) Meter outdoor (mm) ,5 1,0 1,4 2, ,5 1,5 2,0 3, ,5 3,0 3,2 5, ,5 5,5 6,3 10, ,0 8,0 12,5 20,0 21) register dapat menggunakan register elektromekanik atau elektronik; 22) Meter tarif dobel yang hanya memiliki register tunggal harus dapat menampilkan isi dari semua memori yang relevan. Ketika menampilkan memori, setiap tarif yang digunakan harus dapat ditampilkan; 23) tarif aktif harus ditandai; 24) ketika Meter tidak terhubung ke sumber tegangan, maka register elektronik harus mati; 25) satuan energi yang terukur harus dalam kwh atau MWh; 26) persyaratan register elektromekanik tipe rol angka harus sesuai dengan ketentuan pada angka 1 huruf b angka 16), 17) dan 18); 18

19 27) register elektronik harus dapat menunjukkan semua bilangan dari 0 sampai 9, berdasarkan unsur kuantitatif; 28) register elektronik harus dapat merekam dan menampilkan bilangan mulai dari 0, minimum selama 1500 jam energi maksimum, pada tegangan acuan dan faktor daya 1; 29) Meter harus mempunyai perangkat keluaran pengujian yang dapat diakses dari depan dan di monitor dengan peralatan pengujian yang sesuai; 30) penempatan indikator operasi, harus nampak dari depan; 31) alat reset yang terletak di luar Meter yang dapat mempengaruhi nilai register, harus diberi fasilitas untuk penyegelan; 32) pada bagian belakang Meter harus dilengkapi dengan fasilitas untuk menggantung Meter dan konstruksinya harus menjamin Meter tidak dapat lepas dari dudukannya tanpa melepas pengait bagian bawah Persyaratan Kemetrologian 1. Klasifikasi Meter kwh diklasifikasikan sesuai dengan indeks kelas yaitu: 0,5 atau 1 atau Batas Kesalahan Yang Diizinkan Batas kesalahan yang diizinkan Meter kwh berdasarkan indeks kelas sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.3. Tabel 3.3. Batas Kesalahan Yang Diizinkan Meter kwh Kelas Batas Kesalahan Yang Diizinkan Dalam Persentase (%) 0,5 ±0,5 % 1 ±1 % 2 ±2 % 19

20 BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN 4.1. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan untuk Meter kwh Dinamis meliputi: a. kotak Meter kwh Dinamis harus selalu tertutup, kecuali untuk memeriksa kualitas mekanis tertentu. Peneraan di bengkel, konstruksi dapat dilakukan dengan kotak terbuka, dalam hal telah diketahui bahwa pengaruh tutup terhadap penunjukan Meter dapat diabaikan; b. rangkaian register; c. sambungan patri atau kualitas solderan; d. kekencangan sekrup; e. tidak adanya bekas kikiran, residu, dan debu terutama sela pada magnet peredam; dan f. bagian lain yang dianggap perlu seperti: 1) kondisi rotor berputar meskipun dijalankan pada beban rendah; 2) kondisi kotak dan blok terminal; 3) kedudukan plat jarum; dan 4) perbandingan sistem roda gigi. 2. Pemeriksaan untuk Meter kwh Statis meliputi: a. penandaan bagian tertentu pada Meter kwh harus tidak mudah luntur (tidak mudah terhapus oleh gesekan atau cuaca), jelas dan dapat dibaca dari luar; b. register elektronik harus dapat menunjukkan semua bilangan dari 0 sampai 9, berdasarkan unsur kuantitatif; dan c. register harus dapat merekam dan menampilkan bilangan mulai dari 0, minimum selama 1500 jam energi maksimum, pada tegangan acuan dan faktor daya 1; d. setiap Meter harus ditandai dan dilengkapi diagram hubungan yang tidak mudah luntur/terhapus; e. penandaan untuk Meter 3 fase, harus menunjukkan urutan fase yang sesuai dengan Meter; dan f. penandaan yang menentukan tipenya harus terdefinisi pada papan-nama Meter kwh, sebagaimana tercantum dalam bab II sub bab Pengujian Tera dan Tera Ulang 1. Kondisi Sebelum Tera dan Tera Ulang a. Meter kwh Dinamis 1) Meter kwh Dinamis harus dibebani selama paling sedikit setengah jam dengan tegangan acuan dan arus sebesar 0,1 I d pada faktor daya sama dengan satu; dan 2) pembebanan sebagaimana dimaksud pada huruf a, bertujuan untuk mendapatkan pemanasan dari rangkaian tegangan dan mengetahui apakah rotor dapat berputar secara bebas. 20

21 b. Meter kwh Statis Untuk mendapatkan stabilitas termal pada rangkaian tegangan, maka Meter dikondisikan sesuai dengan ketentuan pada huruf a angka 1). 2. Kondisi Acuan Tera dan Tera Ulang a. Meter kwh Dinamis Kondisi acuan untuk pelaksanaan tera dan tera ulang Meter kwh Dinamis harus berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Kondisi Acuan Tera dan Tera Ulang Meter kwh Dinamis Besaran Yang Berpengaruh Nilai Acuan Batas Penyimpangan Yang Diizinkan Untuk Meter kwh Dinamis Kelas: 0,5 1 2 Suhu Suhu acuan (1) ±1 C ±2 C ±2 C Kedudukan Veritikal (2) ±0,5 ±0,5 ±1 Tegangan Tegangan acuan (3) ±0,5 % ±1,0 % ±1,0 % Frekuensi Frekuensi acuan ±0,2 % ±0,3 % ±0,5 % Batas penyimpangan faktor distorsi yang diperbolehkan Bentuk gelombang tegangan dan arus Sinusoida ±2 % ±2 % ±3 % Batas penyimpangan yang diizinkan untuk harga induksi yang dapat menyebabkan variasi kesalahan penunjukan (4) : Induksi magnetik dari luar pada frekuensi acuan Nol ±0,1 % ±0,2 % ±0,3 % Penjelasan Tabel 4.1.: (1) jika pemeriksaan/pengujian dilakukan pada suhu yang letaknya di luar daerah suhu antara C dari suhu acuan hasilnya harus dikoreksi dengan menggunakan koefisien suhu sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.2.; 21

22 Tabel 4.2. Koefisien Suhu Nilai Arus Faktor Daya Koefisien Suhu Rata-rata (%/ C) Meter kwh Dinamis Kelas 0, ,1 I d s/d I maks 1 0,03 0,05 0,1 0,2 I d s/d I maks 0,5 (ind) 0,05 0,07 0,15 (2) konstruksi dan pemasangan Meter kwh Dinamis harus sedemikian rupa, sehingga kedudukan vertikalnya dapat terjamin dalam dua bidang vertikal muka belakang dan kiri kanan; (3) untuk Meter kwh Dinamis fase banyak, urutan fasenya adalah sesuai dengan yang disebut pada diagram pengawatan dan tegangan maupun arusnya harus diseimbangkan sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.3.; Tabel 4.3. Kesetimbangan Tegangan dan Arus Meter kwh Dinamis 3 Fase Tiap tegangan antara fase dan netral atau antar fase tidak boleh berbeda dari tegangan rata-rata yang ditentukan lebih dari: Tiap arus pada penghantar tidak boleh berbeda dari arus rata-rata yang ditentukan lebih dari: Pergeseran fase dari tiap arus terhadap tegangan fase, untuk faktor daya tertentu, tidak boleh berbeda satu sama lain lebih dari: Kelas Meter kwh Dinamis 0,5 1 2 ±0,5 % ±1 % ±2 % ±1 % ±2 % ±2 % ±2 ±2 ±2 Untuk pergeseran fase yang berkenan dengan tegangan dalam sambungan bintang, nilai tersebut diganti dengan 3 (yang semula 2 ). (4) untuk mengetahui variasi kesalahan penunjukan ini: a) untuk Meter kwh Dinamis 1 Fase Mula-mula Meter kwh Dinamis disambung secara normal ke jaringan kemudian memindahkan sambungan rangkaian arus dan rangkaian tegangan, setengah dari selisih antara dua kesalahan tersebut adalah nilai dari perubahan penunjukkan karena fase dari medan luar tidak diketahui maka pengamatannya dilakukan dengan membebani 0,1 I d dengan faktor daya sama dengan satu dan dengan membebani 0,2 I d dengan faktor daya sama dengan 0,5 (Induktif). 22

23 b) untuk Meter kwh Dinamis 3 Fase Dilakukan dengan cara 3 kali pengukuran yang masing-masing dengan membebani 0,1 I d dengan faktor daya sama dengan satu, sesudah masing-masing pengukuran dilakukan, sambungan rangkaian arus dan rangkaian tegangan dipindahkan 120 tanpa merubah urutan fase. Perbedaan terbesar antara kesalahan-kesalahan yang diperoleh dengan harga rata-ratanya merupakan nilai perubahan penunjukkannya. b. Meter kwh Statis Kondisi acuan untuk pelaksanaan tera dan tera ulang Meter kwh Statis harus berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.4. Tabel 4.4. Kondisi Acuan Tera dan Tera Ulang Meter kwh Statis Besaran Pengaruh Nilai Acuan Toleransi Yang Diizinkan Untuk Meter Kelas 1 2 Suhu lingkungan Suhu acuan atau, di luarnya, 23 C (1) ±2 C ±2 C Tegangan Tegangan acuan (3) ±1,0 % ±1,0 % Frekuensi Frekuensi acuan ±0,3 % ±0,5 % Bentuk gelombang Induksi magnetik berasal dari luar pada frekuensi acuan Tegangan dan arus sinusoidal Induksi magnetik sama dengan 0 Faktor distorsi kurang dari: 2 % 3 % Nilai induksi yang menyebabkan suatu variasi kesalahan tidak lebih besar dari: ±0,2 % ±0,3 % Tetapi sebaiknya pada setiap kasus lebih kecil dari 0,05 mt (2) Penjelasan Tabel 4.4.: (1) jika pengujian-pengujian dibuat pada suatu suhu selain dari suhu acuan, termasuk toleransi yang diizinkan, hasil harus dikoreksi dengan menerapkan koefisien suhu sebagaimana tercantum pada Tabel

24 untuk Meter yang dihubungkan langsung Nilai Arus Tabel 4.5. Koefisien Suhu untuk Meter yang dioperasikan melalui trafo Faktor Daya Koefisien Suhu Rata-Rata (%/ K) Untuk Meter Kelas 1 2 0,1 I b I I max 0,05 I n I I max 1 0,05 0,10 0,2 I b I I max 0,1 I n I I max 0,5 ind 0,07 0,15 Catatan: Penentuan pada koefisien suhu rata-rata untuk suatu nilai suhu harus dibuat >20 K, dengan rentang suhu 10 K di atas dan di bawahnya (±10 K), tetapi suhu harus tidak berada di luar rentang suhu operasi yang telah ditentukan. (2) pengujian terdiri dari: (a) untuk Meter 1 fase, penentuan kesalahan, mula-mula dengan Meter dihubungkan secara normal ke sumber tegangan kemudian membalikan hubungan-hubungan tersebut pada rangkaianrangkaian arus seperti halnya pada rangkaian-rangkaian tegangan. Setengah dari perbedaan antara dua kesalahan adalah nilai dari variasi kesalahan. Karena pada fase medan luar yang tidak diketahui, pengujian sebaiknya dibuat berturut-turut pada 0,1 I b dan 0,05 I n pada faktor daya 1 dan berturut-turut pada 0,2 I b dan 0,1 I n pada faktor daya 0,5; dan (b) untuk Meter 3 fase, melakukan tiga pengukuran berturut-turut pada 0,1 I b dan 0,05 I n pada faktor daya 1, setelah masing-masing pengukuran dilakukan, hubungan rangkaian arus dan rangkaian tegangan dirubah 120º pada saat urutan fase tidak dirubah. Selisih terbesar antara setiap kesalahan sangat menentukan dan nilai rataratanya adalah nilai dari variasi kesalahan. (3) untuk Meter kwh Statis fase banyak, urutan fasenya adalah sesuai dengan yang disebut pada diagram pengawatan dan tegangan maupun arusnya harus diseimbangkan sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.6.; Tabel 4.6. Kesetimbangan Tegangan dan Arus Meter Fase-Banyak Setiap tegangan antara fase-netral dan antara dua fase sembarang harus tidak berbeda dari tegangan rata-rata yang bersangkutan lebih dari: Setiap arus pada penghantar-penghantar harus tidak berbeda dari arus rata-rata lebih dari: Pergeseran fase pada setiap arus ini dari tegangan fase ke netral yang bersangkutan, tanpa tergantung pada sudut fase, harus tidak berbeda dari setiap yang lainnya lebih dari: Kelas Meter 1 2 ± 1 % ± 1 % ± 2 % ± 2 %

25 c. Jenis Pengujian 1) pengujian konstanta; 2) pengujian gerak tanpa beban; 3) pengujian gerak mula; dan 4) pengujian kebenaran. d. Prosedur Pengujian 1) Pengujian Konstanta a) pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai konstanta Meter; b) pengujian konstanta Meter harus diverifikasi bahwa hubungan antara keluaran pengujian dan penunjukkan pada register sesuai dengan nilai yang ditandai pada plat nama; c) perangkat keluaran umumnya tidak boleh menghasilkan serangkaian atau urutan pulsa yang homogen. Oleh karena itu, pabrikan harus menetapkan jumlah pulsa seperlunya untuk memastikan suatu akurasi pengukuran sekurang-kurangnya 1/10 dari kelas Meter pada titik-titik pengujian yang berbeda. d) contoh perhitungan konstanta Meter kwh Statis dengan perbandingan waktu: Diketahui: 1250 imp/kwh (Konstanta Meter), 220 V, 5 A, Cos ϕ = 0,8; diasumsikan imp = 320; sehingga t (waktu) yang dibutuhkan untuk mencapai imp tersebut adalah: dengan semua parameter di atas, dalam waktu 17 menit 27 sekon, harus menghasilkan 320 imp. 2) Pengujian Gerak Tanpa Beban a) Meter kwh Dinamis (1) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah putaran rotor Meter kwh Dinamis yang: (a) dibebani dengan tegangan sebesar 110 % dari tegangan acuan; dan (b) sama sekali tidak dilewati arus. (2) Jumlah putaran sebagaimana dimaksud pada angka (1) huruf (a), harus kurang dari 1 putaran. b) Meter kwh Statis (1) Meter pada pengujian gerak tanpa beban diberikan besaran pengaruh sebagai berikut: (a) kumparan tegangan diberi tegangan sebesar 115 % dari tegangan acuan; dan (b) kumparan arus tidak diberi arus. 25

26 (2) perangkat keluaran pengujian Meter sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus tidak menghasilkan lebih dari 1 pulsa. Catatan: Untuk Meter yang dioperasikan melalui trafo dengan register primer atau setengah primer, konstanta k harus sesuai dengan nilai sekunder (tegangan dan arus). 3) Pengujian Gerak Mula a) Meter kwh Dinamis (1) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui putaran rotor Meter kwh Dinamis yang: (a) dibebani dengan tegangan acuan; dan (b) dilewati arus sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.7. Tabel 4.7. Arus Mula Untuk Gerak Mula Meter kwh Dinamis Meter tariff tunggal tanpa dilengkapi dengan alat pembalik putaran % I d Untuk Meter Kelas: 0, ,3 0,5 0,5 Meter lainnya 0,4 0,5 0,5 (c) Faktor daya sama dengan 1. (2) Jumlah putaran rotor sebagaimana dimaksud pada angka (1), harus lebih dari 1 putaran. b) Meter kwh Statis (1) pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui Meter memulai dan meneruskan register pada nilai arus yang sangat kecil sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.8. (2) Meter pada pengujian gerak mula diberikan besaran pengaruh sebagai berikut: (a) kumparan tegangan diberi tegangan acuan; dan (b) kumparan arus diberi arus sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.8. (3) perangkat keluaran uji Meter sebagaimana dimaksud pada angka (2) harus dapat meneruskan register lebih dari 1 pulsa. Tabel 4.8. Arus Mula Untuk Gerak Mula Meter kwh Statis Untuk Meter Kelas Meter Faktor 1 2 Daya Hubungan langsung 0,004 I b 0,005 I b 1 Hubungan melalui trafo arus 0,002 I n 0,003 I n 1 26

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jaan l\,4.1 Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN DEPARTEInEN PERDAGANGAN FEPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jdtr l\.4.1 Ridwan Ras No.5 Jakarla 10110 Iel. 02.1-3440408, fd. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA ? 4l/fi z vtln DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA > DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rals No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021'3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON '41'//7',7/t.. t lft\n _ -.,tlf - DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 rel. 021-2352A520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA ALAT UKUR

PRINSIP KERJA ALAT UKUR PRINSIP KERJA ALAT UKUR PRINSIP KERJA kwh dan kvarh meter : sistem induksi kw / kva max meter Volt meter Amper meter : sistem elektrodinamis : sistem elektro magnit, kumparan putar, besi putar : sistem

Lebih terperinci

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI -t" // ==F,/r4F. 7Zt \- filt\\s. DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. o21-23528520(langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA II1 Umum Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran

Lebih terperinci

BAB III KWH METER SEBAGAI ALAT UKUR ENERGI LISTRIK. dan ampermeter. Jika V volt yang ditunjukkan oleh voltmeter dan I amper yang

BAB III KWH METER SEBAGAI ALAT UKUR ENERGI LISTRIK. dan ampermeter. Jika V volt yang ditunjukkan oleh voltmeter dan I amper yang BAB III KWH METER SEBAGAI ALAT UKUR ENERGI LISTRIK 3.1. Pengukuran Daya Dan Energi Listrik Daya dalam rangkaian arus searah dapat diukur dengan bantuan voltmeter dan ampermeter. Jika V volt yang ditunjukkan

Lebih terperinci

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o > "'l/2 -_!- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI '101 Jl. M.l, Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10 fel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-385817'l

Lebih terperinci

Bagian 2 Persyaratan dasar

Bagian 2 Persyaratan dasar Bagian 2 Persyaratan dasar 2.1 Proteksi untuk keselamatan 2.1.1 Umum 2.1.1.1 Persyaratan dalam pasal ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan manusia, dan ternak dan keamanan harta benda dari bahaya

Lebih terperinci

ALAT UKUR BESARAN LISTRIK. Jenis dan Prinsip Kerjanya

ALAT UKUR BESARAN LISTRIK. Jenis dan Prinsip Kerjanya ALAT UKUR BESARAN LISTRIK Jenis dan Prinsip Kerjanya Alat ukur besaran listrik : Galvanometer Ampermeter arus searah Voltmeter arus searah ohmmeter Galvanometer Prinsip kerja PMMC (Permanent magnet moving

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip BAB II MOTOR ARUS SEARAH 2.1. Umum Motor arus searah (DC) adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA II.1 UMUM Faraday menemukan hukum induksi elektromagnetik pada tahun 1831 dan Maxwell memformulasikannya ke hukum listrik (persamaan Maxwell) sekitar tahun 1860. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Arus Searah Sebuah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanik dikenal sebagai motor arus searah. Cara kerjanya berdasarkan prinsip, sebuah konduktor

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti 6 BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN 2.1 Sistem Tenaga Listrik Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti PLTA, PLTU, PLTD, PLTP dan PLTGU kemudian disalurkan

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR. elektromagnet. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat

BAB II TRANSFORMATOR. elektromagnet. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat BAB II TRANSFORMATOR 2.1 UMUM Transformator merupakan suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkain listrik ke rangkaian listrik lainnya melalui suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Untuk menjaga agar faktor daya sebisa mungkin mendekati 100 %, umumnya perusahaan menempatkan kapasitor shunt pada tempat yang bervariasi seperti pada rel rel baik tingkat

Lebih terperinci

BAB II MOTOR KAPASITOR START DAN MOTOR KAPASITOR RUN. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya

BAB II MOTOR KAPASITOR START DAN MOTOR KAPASITOR RUN. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya BAB MOTOR KAPASTOR START DAN MOTOR KAPASTOR RUN 2.1. UMUM Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komponen Pengukuran Tidak Langsung pada Tegangan Rendah 2.1.1 kwh Meter kwh meter merupakan alat pengukur energi listrik yang mengukur secara langsung hasil kali tegangan, arus

Lebih terperinci

MESIN LISTRIK. 2. JENIS MOTOR LISTRIK Motor berdasarkan bermacam-macam tinjauan dapat dibedakan atas beberapa jenis.

MESIN LISTRIK. 2. JENIS MOTOR LISTRIK Motor berdasarkan bermacam-macam tinjauan dapat dibedakan atas beberapa jenis. MESIN LISTRIK 1. PENDAHULUAN Motor listrik merupakan sebuah mesin yang berfungsi untuk merubah energi listrik menjadi energi mekanik atau tenaga gerak, di mana tenaga gerak itu berupa putaran dari pada

Lebih terperinci

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005 2. 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci

BAB II. 1. Motor arus searah penguatan terpisah, bila arus penguat medan rotor. dan medan stator diperoleh dari luar motor.

BAB II. 1. Motor arus searah penguatan terpisah, bila arus penguat medan rotor. dan medan stator diperoleh dari luar motor. BAB II MOTOR ARUS SEARAH II.1. Umum (8,9) Motor arus searah adalah suatu mesin yang berfungsi mengubah energi listrik menjadi energi mekanik, dimana energi gerak tersebut berupa putaran dari motor. Ditinjau

Lebih terperinci

BAB III ALAT PENGUKUR DAN PEMBATAS (APP)

BAB III ALAT PENGUKUR DAN PEMBATAS (APP) BAB III ALAT PENGUKUR DAN PEMBATAS (APP) 3.1 Alat Ukur Listrik Besaran listrik seperti arus, tegangan, daya dan lain sebagainya tidak dapat secara langsung kita tanggapi dengan panca indra kita. Untuk

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Induksi Elektromagnet Nama : Kelas/No : / - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS BOLAK-BALIK Induksi

Lebih terperinci

KONSTRUKSI GENERATOR DC

KONSTRUKSI GENERATOR DC KONSTRUKSI GENERATOR DC Disusun oleh : HENDRIL SATRIYAN PURNAMA 1300022054 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2015 I. DEFINISI GENERATOR DC Generator

Lebih terperinci

I. Maksud dan tujuan praktikum pengereman motor induksi

I. Maksud dan tujuan praktikum pengereman motor induksi I. Maksud dan tujuan praktikum pengereman motor induksi Mengetahui macam-macam pengereman pada motor induksi. Menetahui karakteristik pengereman pada motor induksi. II. Alat dan bahan yang digunakan Autotrafo

Lebih terperinci

Pembuatan dan Penggunaan ALAT PERAGA SEDERHANA FISIKA SMP LISTRIK MAGNET

Pembuatan dan Penggunaan ALAT PERAGA SEDERHANA FISIKA SMP LISTRIK MAGNET Pembuatan dan Penggunaan ALAT PERAGA SEDERHANA FISIKA SMP LISTRIK MAGNET Oleh : Drs. Sutrisno, M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Cos φ = V.I. Cos φ. PRINSIP DASAR kwh METER

Cos φ = V.I. Cos φ. PRINSIP DASAR kwh METER PRINSIP DASAR kwh METER kwh meter adalah alat pengukur energi listrik yang mengukur secara langsung hasil kali tegangan, arus factor kerja, kali waktu yang tertentu (UI Cos φ t) yang bekerja padanya selama

Lebih terperinci

05 Pengukuran Besaran Listrik INSTRUMEN PENUNJUK ARUS BOLAK BALIK

05 Pengukuran Besaran Listrik INSTRUMEN PENUNJUK ARUS BOLAK BALIK 05 Pengukuran Besaran Listrik INSTRUMEN PENUNJUK ARUS BOLAK BALIK 5.1 Pendahuluan Gerak d Arsonval akan memberi respons terhadap nilai rata-rata atau searah (dc) melalui kumparan putar. Jika kumparan tersebut

Lebih terperinci

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR DEPAI TEMEN REPUBLII( vl {1t F > IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fil. 02'1-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK Oleh: FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS NEGERI MALANG Oktober 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring jaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGOLAHAN DATA

BAB III METODE PENGOLAHAN DATA BAB III METODE PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengumpulan Data Salah satu kegiatan studi kelayakan penggunaan dan penghematan energi listrik yang paling besar dan paling penting adalah pengumpulan data dan data yang

Lebih terperinci

COS PHI (COS φ) METER

COS PHI (COS φ) METER COS PHI (COS φ) METER Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Alat Ukur Dan Pengukuran Listrik Dosen Pengampu Achmad Hardito, B.Eng., M.Kom. Disusun Oleh kelompok 3 kelas LT 1D : 1. 2. 3.

Lebih terperinci

UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE

UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE I. TUJUAN 1. Praktikan dapat mengetahui jenis-jenis saklar, pemakaian saklar cara kerja saklar. 2. Praktikan dapat memahami ketentuanketentuan instalasi

Lebih terperinci

BAB III DEFINISI DAN PRINSIP KERJA TRAFO ARUS (CT)

BAB III DEFINISI DAN PRINSIP KERJA TRAFO ARUS (CT) BAB III DEFINISI DAN PRINSIP KERJA TRAFO ARUS (CT) 3.1 Definisi Trafo Arus 3.1.1 Definisi dan Fungsi Trafo Arus (Current Transformator) yaitu peralatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran besaran

Lebih terperinci

Pengenalan Sistem Catu Daya (Teknik Tenaga Listrik)

Pengenalan Sistem Catu Daya (Teknik Tenaga Listrik) Prinsip dasar dari sebuah mesin listrik adalah konversi energi elektromekanik, yaitu konversi dari energi listrik ke energi mekanik atau sebaliknya dari energi mekanik ke energi listrik. Alat yang dapat

Lebih terperinci

GENERATOR DC HASBULLAH, MT, Mobile :

GENERATOR DC HASBULLAH, MT, Mobile : GENERATOR DC HASBULLAH, MT, 2009 ELECTRICAL ENGINEERING DEPT. ELECTRICAL POWER SYSTEM Email : hasbullahmsee@yahoo.com has_basri@telkom.net Mobile : 081383893175 Definisi Generator DC Sebuah perangkat mesin

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II MOTOR ARUS SEARAH BAB II MOTOR ARUS SEARAH 2.1 Umum Motor arus searah (motor DC) adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah sangat identik

Lebih terperinci

Imasuk = I keluar atau n Imasuk = ni keluar...(2.1)

Imasuk = I keluar atau n Imasuk = ni keluar...(2.1) BAB II LANDASAN TEORI 2.1. HUKUM KIRCHOF I Adalah: jumlah kuat arus yang masuk dalam titik percabangan sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari titik percabangan. Secara matematis dinyatakan : Imasuk

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA II.1 Umum Motor induksi merupakan motor arus bolak balik ( AC ) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Penamaannya

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1. Umum Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik yang dihasilkan pusat pembangkitan disalurkan melalui jaringan transmisi.

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR

BAB II TRANSFORMATOR 7 BAB II TRANSFORMATOR 2.1 Umum Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang dapat memindahkan dan mengubah tegangan dan arus bolak-balik dari suatu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian

Lebih terperinci

DTG1I1. Bengkel Instalasi Catu Daya dan Perangkat Pendukung KWH METER DAN ACPDB. By Dwi Andi Nurmantris

DTG1I1. Bengkel Instalasi Catu Daya dan Perangkat Pendukung KWH METER DAN ACPDB. By Dwi Andi Nurmantris DTG1I1 Bengkel Instalasi Catu Daya dan Perangkat Pendukung KWH METER DAN ACPDB By Dwi Andi Nurmantris OUTLINE 1. KWH Meter 2. ACPDB TUGAS 1. Jelaskan tentang perangkat dan Instalasi Listrik di rumah-rumah!

Lebih terperinci

ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015 KELAS XII. Medan Magnet

ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015 KELAS XII. Medan Magnet ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015 KELAS XII gaya F. Jika panjang kawat diperpendek setengah kali semula dan kuat arus diperbesar dua kali semula, maka besar gaya yang dialami kawat adalah. Medan Magnet

Lebih terperinci

BAB 12 INSTRUMEN DAN SISTEM PERINGATAN

BAB 12 INSTRUMEN DAN SISTEM PERINGATAN BAB 12 INSTRUMEN DAN SISTEM PERINGATAN 12.1. Pendahuluan Bab ini berisi sistem kelistrikan bodi yang berhubungan dengan suatu pengukur bagi pengemudi yang sebagian atau keseluruhannya berada pada panel

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II MOTOR ARUS SEARAH BAB II MOTOR ARUS SEARAH 2.1. Umum Motor arus searah adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah sangat

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 52/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS 1. Ada empat buah muatan titik yaitu Q 1, Q 2, Q 3 dan Q 4. Jika Q 1 menarik Q 2, Q 1 menolak Q 3 dan Q 3 menarik Q 4 sedangkan Q 4 bermuatan negatif,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1150, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Metrologi Legal. UTTP. Tanda Tera. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG TANDA TERA

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. tersebut berupa putaran rotor. Proses pengkonversian energi listrik menjadi energi

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. tersebut berupa putaran rotor. Proses pengkonversian energi listrik menjadi energi BAB II MOTOR ARUS SEARAH II.1 Umum Motor arus searah ialah suatu mesin listrik yang berfungsi mengubah energi listrik arus searah (listrik DC) menjadi energi gerak atau energi mekanik, dimana energi gerak

Lebih terperinci

JOBSHEET PRAKTIKUM 5 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

JOBSHEET PRAKTIKUM 5 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK JOBSHEET PRAKTIKUM 5 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa dapat melakukan pemasangan KWH meter 2. Mahasiswa dapat melakukan penyambungan kabel twist dari tiang listrik

Lebih terperinci

PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini.

PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini. PREDIKSI 8 1. Tebal keping logam yang diukur dengan mikrometer sekrup diperlihatkan seperti gambar di bawah ini. Dari gambar dapat disimpulkan bahwa tebal keping adalah... A. 4,30 mm B. 4,50 mm C. 4,70

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1565, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapan. Tera dan Tera Ulang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

JOBSHEET PRAKTIKUM 7 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

JOBSHEET PRAKTIKUM 7 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK JOBSHEET PRAKTIKUM 7 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK I. Tujuan 1. Mahasiswa mengetahui tentang apa itu tahanan isolasi. 2. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara dan aturan-aturan pemakaian alat ukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. serta membatasi daya yang digunakan sesuai daya kontraknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. serta membatasi daya yang digunakan sesuai daya kontraknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Pembatas dan Pengukuran (APP) Alat Pembatas dan Pengukuran (APP) adalah suatu peralatan yang dipasang pada pelanggan untuk mengetahui/mengukur pemakaian energi yang digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II MOTOR SINKRON. 2.1 Prinsip Kerja Motor Sinkron

BAB II MOTOR SINKRON. 2.1 Prinsip Kerja Motor Sinkron BAB II MTR SINKRN Motor Sinkron adalah mesin sinkron yang digunakan untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Mesin sinkron mempunyai kumparan jangkar pada stator dan kumparan medan pada rotor.

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan BAB II TEGANGAN TINGGI 2.1 Umum Pengukuran tegangan tinggi berbeda dengan pengukuran tegangan rendah, sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan tinggi yang akan

Lebih terperinci

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang BAB II HARMONISA PADA GENERATOR II.1 Umum Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang digunakan untuk menkonversikan daya mekanis menjadi daya listrik arus bolak balik. Arus

Lebih terperinci

1.KONSEP SEGITIGA DAYA

1.KONSEP SEGITIGA DAYA Daya Aktif, Daya Reaktif dan Dan Pasif 1.KONSEP SEGITIGA DAYA Telah dipahami dan dianalisa tentang teori daya listrik pada arus bolak-balik, bahwa disipasi daya pada beban reaktif (induktor dan kapasitor)

Lebih terperinci

GENERATOR SINKRON Gambar 1

GENERATOR SINKRON Gambar 1 GENERATOR SINKRON Generator sinkron merupakan mesin listrik arus bolak balik yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik arus bolak-balik. Energi mekanik diperoleh dari penggerak mula (prime mover)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

atau pengaman pada pelanggan.

atau pengaman pada pelanggan. 16 b. Jaringan Distribusi Sekunder Jaringan distribusi sekunder terletak pada sisi sekunder trafo distribusi, yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju beban (Lihat Gambar 2.1). Sistem distribusi

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR. magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.

BAB II TRANSFORMATOR. magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. BAB II TRANSFORMATOR II.1 Umum Transformator atau trafo adalah suatu peralatan listrik yang dapat memindahkan energi listrik atau memindahkan dan mengubah energi listrik bolakbalik dari satu level ke level

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.80,2012 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/M-DAG/PER/12/2011 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

D. 80,28 cm² E. 80,80cm²

D. 80,28 cm² E. 80,80cm² 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS 1. Dua buah bola bermuatan sama (2 C) diletakkan terpisah sejauh 2 cm. Gaya yang dialami oleh muatan 1 C yang diletakkan di tengah-tengah kedua muatan adalah...

Lebih terperinci

BAB II MESIN INDUKSI TIGA FASA. 2. Generator Induksi 3 fasa, yang pada umumnya disebut alternator.

BAB II MESIN INDUKSI TIGA FASA. 2. Generator Induksi 3 fasa, yang pada umumnya disebut alternator. BAB II MESIN INDUKSI TIGA FASA II.1. Umum Mesin Induksi 3 fasa atau mesin tak serempak dibagi atas dua jenis yaitu : 1. Motor Induksi 3 fasa 2. Generator Induksi 3 fasa, yang pada umumnya disebut alternator.

Lebih terperinci

a,\s :"'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK

a,\s :'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK :"'2, a,\s t arnn 'rf F DEPAI TEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREI$ORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4 Rdwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Te 021-3440408 Ia 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1. Umum Berdasarkan standard operasi PT. PLN (Persero), setiap pelanggan energi listrik dengan daya kontrak di atas 197 kva dilayani melalui jaringan tegangan menengah

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. biasanya adalah tipe tiga phasa. Motor induksi tiga phasa banyak digunakan di

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA. biasanya adalah tipe tiga phasa. Motor induksi tiga phasa banyak digunakan di BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum Motor listrik yang paling umum dipergunakan dalam perindustrian industri adalah motor induksi. Berdasarkan phasa sumber daya yang digunakan, motor induksi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat lekat dengan manusia. Semua kebutuhan manusia terpenuhi dengan adanya bantuan alat-alat yang cara bekerjanya

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK 3.1 Tahapan Perencanaan Instalasi Sistem Tenaga Listrik Tahapan dalam perencanaan instalasi sistem tenaga listrik pada sebuah bangunan kantor dibagi

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN. 3.1 Langkah-Langkah Dalam Merancang Motor Induksi 3 Phase. memerlukan langkah-langkah sebagai berikut :

BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN. 3.1 Langkah-Langkah Dalam Merancang Motor Induksi 3 Phase. memerlukan langkah-langkah sebagai berikut : BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN 3.1 Langkah-Langkah Dalam Merancang Motor Induksi 3 Phase Untuk melakukan perancangan motor induksi tiga phase mini, memerlukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menggambar

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

BAB II MOTOR ARUS SEARAH BAB II MOTOR ARUS SEARAH II.1. Umum Motor arus searah (motor DC) adalah mesin yang merubah enargi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Hampir pada semua prinsip pengoperasiannya,

Lebih terperinci

Pembuatan dan Penggunaan ALAT PERAGA SEDERHANA FISIKA SMP LISTRIK MAGNET

Pembuatan dan Penggunaan ALAT PERAGA SEDERHANA FISIKA SMP LISTRIK MAGNET Pembuatan dan Penggunaan ALAT PERAGA SEDERHANA FISIKA SMP LISTRIK MAGNET Oleh : Drs. Sutrisno, M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

MOTOR DC. Karakteristik Motor DC

MOTOR DC. Karakteristik Motor DC MOTOR DC Karakteristik Motor DC Karakteristik yang dimiliki suatu motor DC dapat digambarkan melalui kurva daya dan kurva torsi/kecepatannya, dari kurva tersebut dapat dianalisa batasanbatasan kerja dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik adalah kumpulan atau gabungan dari komponenkomponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. [1] Badan Standarisasi Nasional. Desember Peraturan Umum Instalasi

DAFTAR PUSTAKA. [1] Badan Standarisasi Nasional. Desember Peraturan Umum Instalasi DAFTAR PUSTAKA [1] Badan Standarisasi Nasional. Desember 2000. Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000(PUIL 2000). Jakarta. [2] Mohammad Hasan Basri. 2008. Rancang Bangun Diagram Satu Garis Rencana Sistem

Lebih terperinci

MESIN ASINKRON. EFF1 adalah motor listrik yang paling efisien, paling sedikit memboroskan tenaga, sedangkan.

MESIN ASINKRON. EFF1 adalah motor listrik yang paling efisien, paling sedikit memboroskan tenaga, sedangkan. MESIN ASINKRON A. MOTOR LISTRIK Motor listrik yang umum digunakan di dunia Industri adalah motor listrik asinkron, dengan dua standar global yakni IEC dan NEMA. Motor asinkron IEC berbasis metrik (milimeter),

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI SATU FASA. Motor induksi adalah adalah motor listrik bolak-balik (ac) yang putaran

BAB II MOTOR INDUKSI SATU FASA. Motor induksi adalah adalah motor listrik bolak-balik (ac) yang putaran BAB II MOTOR INDUKSI SATU FASA II.1. Umum Motor induksi adalah adalah motor listrik bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran rotor dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Umum. Motor arus searah (motor DC) ialah suatu mesin yang berfungsi mengubah

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Umum. Motor arus searah (motor DC) ialah suatu mesin yang berfungsi mengubah BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Motor arus searah (motor DC) ialah suatu mesin yang berfungsi mengubah tenaga listrik arus searah ( listrik DC ) menjadi tenaga gerak atau tenaga mekanik, dimana tenaga gerak

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK 1. Yang dimaksud dengan instalasi tenaga listrik ialah : Instalasi dari pusat pembangkit sampai rumah-rumah konsumen. 2. Tujuan komisioning suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Lightning Arrester merupakan alat proteksi peralatan listrik terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge). Alat ini bersifat

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP DASAR TRANSFORMATOR

BAB II PRINSIP DASAR TRANSFORMATOR BAB II PRINSIP DASAR TRANSFORMATOR 2.1 UMUM Transformator (trafo ) merupakan piranti yang mengubah energi listrik dari suatu level tegangan AC lain melalui gandengan magnet berdasarkan prinsip induksi

Lebih terperinci

Dasar Teori Generator Sinkron Tiga Fasa

Dasar Teori Generator Sinkron Tiga Fasa Dasar Teori Generator Sinkron Tiga Fasa Hampir semua energi listrik dibangkitkan dengan menggunakan mesin sinkron. Generator sinkron (sering disebut alternator) adalah mesin sinkron yangdigunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III. Transformator

BAB III. Transformator BAB III Transformator Transformator merupakan suatu alat listrik yang mengubah tegangan arus bolak-balik dari satu tingkat ke tingkat yang lain melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsipprinsip

Lebih terperinci

Universitas Medan Area

Universitas Medan Area BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori Generator listrik adalah suatu peralatan yang mengubah enersi mekanis menjadi enersi listrik. Konversi enersi berdasarkan prinsip pembangkitan tegangan induksi

Lebih terperinci

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J 1. Besarnya usaha untuk menggerakkan mobil (massa mobil dan isinya adalah 1000 kg) dari keadaan diam hingga mencapai kecepatan 72 km/jam adalah... (gesekan diabaikan) A. 1,25 x 10 4 J B. 2,50 x 10 4 J

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR KELISTRIKAN

BAB I DASAR-DASAR KELISTRIKAN BAB I DASAR-DASAR KELISTRIKAN 1. Pengertian Listrik adalah salah satu bentuk energi yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata, tetapi dapat dirasakan akibat dan manfaatnya. Listrik berasal dari kata electric

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA

BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA BAB II MOTOR INDUKSI 3 FASA 2.1 Umum Motor listrik merupakan beban listrik yang paling banyak digunakan di dunia, motor induksi tiga fasa adalah suatu mesin listrik yang mengubah energi listrik menjadi

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 180/MPP/Kep/5/2000. TENTANG TANDA TERA TAHUN 2001 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

UN SMA IPA 2013 Fisika

UN SMA IPA 2013 Fisika UN SMA IPA 2013 Fisika Kode Soal Doc. Name: UNSMAIPA2013FIS Doc. Version : 2013-05 halaman 1 01. Seorang siswa mengukur ketebalan buku menggunakan mikrometer sekrup yang ditunjukkan pada gambar. Hasil

Lebih terperinci