TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT Oleh : DEWI AYUNINGSARI C SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya me nyatakan bahwa skripsi yang berjudul : TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan sebelumnya maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2007 Dewi Ayuningsari C

3 ABSTRAK DEWI AYUNINGSARI (C ). Tekno-Ekonomi Pembangunan Kapal Kayu Galangan Kapal Rakyat di Desa Gebang, Cirebon, Jawa Barat. Dibawah bimbingan YOPI NOVITA. Kapal penangkapan ikan di Indonesia dominan terbuat dari kayu karena sumber daya kayu banyak tersedia, pembangunannya lebih ekonomis dibandingkan kapal dari bahan lain, banyak menyerap tenaga kerja serta sudah terbukti kemampuannya dalam melakukan pelayaran meskipun dibuat dengan teknologi sederhana. Penelitian tekno-ekonomi dilakukan untuk mengetahui efisiensi pembangunan kapal serta mengetahui desain dan konstruksi yang menguntungkan secara teknis maupun ekonomis. Pemilihan Gebang sebagai lokasi penelitian karena Gebang merupakan daerah sentra perikanan di Kabupaten Cirebon dimana terdapat banyak galangan kapal kayu yang membangun kapal-kapal di Gebang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif survei terhadap lima kapal dari tiga galangan kapal berbeda. Jenis data dikelompokkan berdasarkan tujuan penelitian. Data untuk tujuan 1 (dimensi utama, bentuk, konstruksi utama kapal) ; data untuk tujuan 2 (tahapan pembangunan, proses penyambungan antar konstruksi kapal) ; data untuk tujuan 3 (faktor-faktor yang terkait dalam penentuan harga kapal) ; data untuk tujuan 4 (biaya produksi kapal). Analisis data dibagi menjadi dua, yaitu analisis teknologi dan analisis ekonomi. Bentuk konstruksi-konstruksi utama kapal di Gebang secara umum serupa dengan konstruksi-konstruksi utama pada kapal di daerah lain, kecuali lunas dan gading-gading. Proses pembangunan kelima kapal sama yaitu diawali dengan pemasangan lunas, linggi haluan dan linggi buritan, kulit kapal, gading-gading, geladak (galaran), palka ikan dan terakhir pondasi mesin. Faktorfaktor yang menentukan besar biaya pembangunan kapal antara lain biaya sewa lahan, biaya material dan biaya tenaga kerja. Biaya produksi kelima kapal contoh berkisar antara Rp ,00 Rp ,00 dengan harga jual berkisar antara Rp ,00 Rp ,00 dan keuntungan yang didapatkan sebesar Rp ,00 Rp ,00. Berdasarkan CUNO, biaya produksi kapal di galangan-galangan di Desa Gebang adalah berkisar antara Rp ,33/m 3 - Rp ,2/m 3 dengan rata-rata sebesar Rp ,87/m 3.

4 TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT Oleh : DEWI AYUNINGSARI C Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

5 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP : Tekno-Ekonomi Pembangunan Kapal Kayu Galangan Kapal Rakyat di Desa Gebang, Cirebon, Jawa Barat : Dewi Ayuningsari : C Disetujui : Komisi Pembimbing Yopi Novita, S.Pi., M.Si. NIP: Mengetahui : Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Kadarwan Soewardi, M.Sc. NIP: Tanggal Lulus : 20 Agustus 1985

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 10 Maret Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Yanto Kusdihanto, BAE dan Chatrine Fadli. Pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di Sekolah Dasar Negeri Kebon Baru 6 Kotamadya Cirebon pada tahun Tahun penulis melaksanakan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Cirebon. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Cirebon dan lulus pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003 dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, antara lain menjadi anggota Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) periode , anggota dan Seksi Humas Paduan Suara Endeavour Fisheries and Marine Choir periode dan periode , Sekretaris Departemen Pengembangan Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan periode , Bendahara 1 Himpunan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan periode , Asisten Praktikum Mata Ajaran Biologi Laut dan Mata Ajaran Navigasi periode Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Tekno- Ekonomi Pembangunan Kapal Kayu Galangan Kapal Rakyat di Desa Gebang, Cirebon, Jawa Barat. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian skripsi yang diselenggarakan oleh Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 20 Agustus 2007.

7 KATA PENGANTAR Skripsi ini berjudul Tekno-Ekonomi Pembangunan Kapal Kayu Galangan Kapal Rakyat di Desa Gebang, Cirebon, Jawa Barat. Dalam skripsi ini akan diterangkan tentang teknologi pembangunan dan perhitungan biaya produksi kapal kayu di beberapa galangan kapal rakyat di Gebang. Secara rinci skripsi akan menjelaskan tentang bentuk-bentuk konstruksi utama kapal kayu (lunas, linggi haluan, linggi buritan, kulit kapal, gading-gading, lantai dek/geladak, palka dan pondasi mesin) ; proses pembuatan kapal kayu ; faktor-faktor yang menentukan biaya pembangunan kapal dan besar biaya yang diperlukan dalam suatu pembangunan kapal kayu di galangan-galangan kapal tradisional di Desa Gebang, Cirebon, Jawa Barat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat baik bagi penulis juga bagi pihak-pihak yang membutuhkan dengan keterbatasan yang ada. Bogor, Agustus 2007 Penulis

8 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Yopi Novita, S.Pi, M.Si, selaku pembimbing atas arahan, bimbingan, perhatian, doa serta semangat selama penelitian berlangsung hingga penyelesaian skripsi ; 2. Kedua orang tua dan seluruh keluarga penulis yang tidak pernah lelah untuk memberikan doa dan dukungan, baik materi maupun moral ; 3. Dedi Anandi, Yu Neneng, Oom Diki atas kesabaran dan bantuan selama melakukan penelitian ; 4. Hj. Tewi (Almarhumah), Pak Tarja, Pak Kamal dan teman-teman atas informasi, penjelasan dan bantuan yang sangat berguna bagi penelitian ini ; 5. Roif Capt. Popop dan teman-teman PSP (khususnya Angkatan 40), para dosen dan staf PSP yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.. v vii viii 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kayu Galangan Kapal Tekno-Ekonomi METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Alat Penelitian Metode Penelitian Jenis data Pengumpulan data Pengolahan data Analisis data HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Galangan Kapal di Desa Gebang Teknologi Pembangunan Kapal Kayu di Desa Gebang Material Konstruksi Prosedur pembangunan kapal Ekonomi Pembangunan Kapal Biaya sewa lahan Biaya material Biaya upah tenaga kerja Biaya total produksi... 91

10 Halaman 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran. 97 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Persyaratan teknis kayu pada masing-masing bagian kapal Kriteria kelas kuat kayu Kriteria kelas awet kayu Jenis kayu yang dapat dipergunakan untuk bagian-bagian konstruksi kapal kayu Jenis kayu yang digunakan pada konstruksi-konstruksi utama kelima kapal yang diteliti Jenis material non-kayu dan bahan pembuatnya pada kelima kapal yang diteliti Ukuran-ukuran dimensi utama kelima kapal contoh Ukuran konstruksi-konstruksi utama kapal dibandingkan dengan BKI Biaya sewa lahan Jumlah volume dan harga kayu dalam pembangunan kapal Jumlah dan harga material pendukung dalam pembangunan kapal Persentase total biaya material utama dan pendukung terhadap total biaya material Biaya upah tenaga kerja pada kelima kapal Persentase biaya-biaya pembangunan dan keuntungan kapal terhadap biaya total produksi dan harga jual kapal... 92

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Konstruksi lunas kapal kayu Pola sambungan lunas Lunas dalam dan bentuk sambungannya 5 4. Bentuk konstruksi lunas Konstruksi lunas Konstruksi lunas Konstruksi linggi haluan kapal kayu Konstruksi linggi haluan Konstruksi linggi haluan Konstruksi linggi buritan kapal kayu Pemasangan lunas, linggi haluan dan linggi buritan Sambungan talar linggi dengan lunas kapal Konstruksi gading-gading dan wrang kapal kayu Bentuk konstruksi gading-gading Konstruksi gading-gading Konstruksi gading-gading Konstruksi kulit luar kapal kayu Cara pemasangan papan Cara merangkai papan lambung dan bentuk sambungan papan lambung Pemasangan papan kulit Sambungan papan dan pelengkungan papan Konstruksi geladak kapal kayu Konstruksi papan geladak Konstruksi palkah kapal kayu Konstruksi palka Konstruksi palka ikan Palka berbentuk prisma trapesium lengkung... 16

13 28.Bagian-bagian konstruksi palka tampak depan Konstruksi pondasi mesin kapal kayu Dudukan mesin Pondasi mesin Pondasi mesin Lapisan insulasi suara pada kotak mesin kapal Peta Kecamatan Gebang, Cirebon, Jawa Barat Bentuk paku besi, paku ulir, paku tak dan paku pung Konstruksi lunas kapal Petel Konstruksi linggi haluan Konstruksi linggi buritan Konstruksi kulit kapal Konstruksi gading-gading kapal Konstruksi galaran kapal Konstruksi palka Konstruksi pondasi mesin Pemasangan lunas dengan linggi haluan Pemasangan siku linggi untuk memperkuat lunas dan linggi haluan Pemasangan lunas dengan linggi buritan Pemasangan papan dasar kulit kapal pada lunas Penjangkaan papan Pola sambungan papan kulit kapal Cara perangkaian bagian-bagian konstruksi gading-gading Perangkaian pondasi mesin motor tempel Perangkaian pondasi mesin tanam... 82

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kapal sopek Proses pembentukan/pelengkungan papan kulit kapal Proses perangkaian papan Ukuran-ukuran konstruksi utama kapal Rincian biaya produksi kelima kapal yang diteliti Kegunaan alat-alat untuk pembangunan kapal

15 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kapal penangkap ikan yang terdapat di Indonesia umumnya terbuat dari bahan kayu. Pemilihan kayu sebagai material kapal adalah pertimbangan ekonomis dan dengan beroperasinya galangan kapal kayu akan menyerap banyak tenaga kerja. Kapal kayu adalah jenis kapal penangkap ikan yang paling banyak dibuat oleh galangan kapal tradisional maupun galangan kapal modern dibandingkan kapal berbahan jenis lain, contohnya : fiber dan baja. Khusus kapal-kapal kayu yang dibuat di galangan kapal tradisional, pembangunan kapal dilaksanakan tanpa perencanaan dan menggunakan peralatan yang masih sederhana. Meskipun demikian, kapal-kapal ini mampu berlayar dan membantu operasi penangkapan dengan baik hingga sekarang. Kapal-kapal ini relatif kuat dengan umur teknis 5-10 tahun. Pembangunan kapal kayu terkait dengan teknik pembuatan dan teknologi seperti apa yang menunjangnya serta biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengakomodasi kebutuhan pembangunan kapal tersebut. Galangan-galangan kapal rakyat/tradisional membuat kapal tidak berdasarkan kaidah Naval Architect. Perencanaan dan perhitungan teknis maupun ekonomis tidak dilakukan secara tertulis melainkan berdasarkan pengalaman membangun kapal. Sehingga optimasi pembelanjaan bahan-bahan pembangun kapal tidak tercapai. Tidak hanya itu, penggunaan tenaga kerja dalam rangka melakukan efisiensi waktu terkadang diabaikan. Pemilihan Gebang sebagai lokasi penelitian adalah karena Gebang merupakan salah satu daerah sentra perikanan yang produktif di Kabupaten Cirebon. Tercatat pada tahun 2006 terdapat unit kapal ikan yang beroperasi di Desa Gebang dengan 17 jenis alat tangkap. Jumlah galangan di Desa Gebang ada sebanyak 43 galangan. Galangan-galangan tersebut banyak yang mengalami kebangkrutan dan disana terdapat banyak kapal-kapal yang tidak diselesaikan pembangunannya. Penelitian ini penting dilakukan dalam usaha meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembangunan kapal. Baik dari segi penggunaan faktor-faktor produksi dan

16 pembiayaan dengan demikian galangan dapat memperhitungkan biaya produksi yang dikeluarkan dan keuntungan yang akan diperolehnya dari hasil membangun kapal. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang membahas teknoekonomi kapal. Selanjutnya diharapkan terdapat penelitian-penelitian yang mengkaji efektifitas dan efisiensi galangan kapal di Gebang dari segi teknologi maupun ekno minya. 1.2 Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan antara lain sebagai berikut : 1) Mendapatkan bentuk-bentuk konstruksi utama kapal kayu (lunas, linggi haluan, linggi buritan, kulit kapal, gading-gading, lantai dek/geladak, palka dan pondasi mesin) di galangan-galangan kapal tradisional di Desa Gebang, Cirebon, Jawa Barat; 2) Mengidentifikasikan proses pembuatan kapal kayu di galangan-galangan rakyat di Desa Gebang, Cirebon, Jawa Barat; 3) Menentukan faktor-faktor yang mene ntukan biaya pembangunan kapal; 4) Menentukan besar biaya yang diperlukan dalam suatu pembangunan kapal kayu di Desa Gebang, Cirebon, Jawa Barat. 1.3 Manfaat Penelitian ini memiliki manfaat antara lain sebagai berikut : 1) Sebagai informasi tentang kondisi galangan-galangan kapal yang ada di Gebang, Cirebon, Jawa Barat; 2) Sebagai pertimbangan dan acuan pembuatan maupun pengembangan usaha galangan kapal. 2

17 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), kapal adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut (sungai, dan sebagainya). Adapun kapal motor adalah kapal yang dijalankan oleh motor (biasanya kapal kecil bermotor). Kapal penangkap ikan adalah perahu/kapal yang langsung dipergunakan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007). Kapal yang digunakan dalam kegiatan mengolah sumberdaya hayati perairan dikenal dengan nama kapal ikan. Kapal merupakan unit penangkapan ikan yang sangat penting dalam tujuan pemanfaatan potensi perairan (Pasaribu, 1985) Kapal-kapal yang ada di Indonesia umumnya dibuat secara tradisional. Tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat. Tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999) Nomura dan Yamazaki (1981) mengemukakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal ikan yang sedang dibangun, yakni: 1) Memiliki suatu kekuatan struktur badan kapal; 2) Keberhasilan operasi penangkapan; 3) Memiliki stabilitas yang tinggi; dan 4) Memiliki fasilitas penyimpanan yang lengkap. Menurut Fyson (1985), hal-hal yang mempengaruhi desain suatu kapal ikan adalah: 1) Tersedianya sumber daya ikan; 2) Alat dan metode penangkapan; 3)Daerah penangkapan (fishing ground); 4) Kelaik-lautan dari kapal dan keselamatan awak kapal; 5) Hukum dan peraturan yang diperlukan dalam desain kapal ikan; 6)Pemilihan material/bahan yang tepat untuk konstruksi; 7)Penanganan, penyimpanan dan pengolahan hasil tangkapan; dan 8) Kegiatan ekonomi.

18 Bagian-bagian utama konstruksi kapal kayu terdiri dari lunas kapal, linggi haluan, linggi buritan, gading-gading, kulit luar, geladak, ruang ikan (palkah ikan), pondasi mesin Soekarsono (1994) dalam Purba (2004) : 1. Lunas Kapal Soegiono (2006) menyatakan bahwa lunas adalah bagian kontruksi utama pada alas kapal yang membentang sepanjang garis tengah kapal dari depan belakang. Lunas adalah balok memanjang di dasar perahu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999). Soekarsono (1994) menjelaskan bahwa lunas merupakan tulang punggung untuk kekuatan memanjang kapal bersama wrang menghubungkan gading kiri dan gading kanan. Lunas dibuat dari linggi buritan sampai linggi haluan. Konstruksi lunas kapal kayu seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1 Konstruksi lunas kapal kayu Sumber : Soekarsono (1994) Lunas dapat terbuat dari kayu giam dan kempas ( 2006). Menurut Darmawangsa (2005), lunas dipasang secara horizontal searah panjang kapal. Oleh karena itu, selain kuat, lunas juga harus terbuat dari kayu yang panjang. Saat ini terdapat kesulitan untuk mencari kayu yang panjang karena semakin berkurangnya pohon-pohon tinggi di hutan. Sulitnya mencari kayu yang berukuran panjang menyebabkan lunas harus dipasang dengan menyambungkan dua balok kayu. Pola sambungan lunas kapal tersebut ada tiga macam, yaitu : 4

19 a) b) c) Gambar 2 Pola sambungan lunas: a) key scarf; b) plain scarf; dan c) hook scarf Sumber : Darmawangsa (2005) Menurut Darmawangsa (2005), bentuk pola sambungan lunas yang terbaik berdasarkan hasil uji kekuatan adalah pola sambungan hook scarf. Bentuk konstruksi dan sambungan lunas lain dapat dilihat pada Gambar 3, 4, 5 dan 6. Gambar 3 Lunas dalam dan bentuk sambungannya Sumber : Iskandar (1990) Gambar 4 Bentuk konstruksi lunas Sumber : Yatnaningsih (1998) 5

20 Gambar 5 Konstruksi lunas Sumber : Arofik (2007) Gambar 6 Konstruksi lunas Sumber : Yatnaningsih (1998) 2. Linggi haluan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), linggi adalah kayu melengkung pada haluan dan buritan perahu. Haluan adalah bagian perahu (kapal) yang sebelah muka. Linggi haluan merupakan lanjutan dari lunas dan bertugas menghubungkan papan kulit bagian kiri dan bagian kanan. Selain itu juga menghubungkan galar-galar pada kedua sisi kapal. Seperti halnya lunas, linggi haluan dapat dibuat terdiri dari satu bagian saja, atau terdiri dari dua bagian, linggi haluan dan linggi haluan bawah. Konstruksi linggi haluan kapal kayu seperti ditunjukkan pada Gambar 7, 8 dan 9.. Gambar 7 Konstruksi linggi haluan kapal kayu Sumber : Soekarsono (1994) 6

21 Gambar 8 Konstruksi linggi haluan Sumber : Wati (2001) Gambar 9 Konstruksi linggi haluan Sumber : Arofik (2007) 3. Linggi buritan Linggi buritan juga merupakan lanjutan lunas, dimana ujung belakang lunas ini disebut sepatu linggi jika ia bertugas menjadi bantalan bawah untuk poros kemudi. Buritan adalah bagian belakang kapal atau perahu. Linggi buritan berfungsi memegang atau sebagai rumah untuk tabung poros buritan jika kapal memakai baling-baling. Menurut Soegiono (2006), linggi buritan (stern frame, stern post) adalah suatu kerangka konstruksi yang membentuk ujung buritan kapal dan yang menyangga kemudi serta poros baling-baling. Konstruksi linggi buritan kapal kayu dapat dilihat pada Gambar 10, 11 dan 12. 7

22 Gambar 10 Konstruksi linggi buritan kapal kayu Sumber : Soekarsono (1994) Gambar 11 Pemasangan lunas, linggi haluan dan linggi buritan Sumber : Yatnaningsih (1998) 4. Gading-gading Gambar 12 Sambungan talar linggi dengan lunas kapal Sumber : Arofik (2007) 8

23 4. Gading-gading Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), gading-gading adalah rangka atau penguat kontruksi kapal secara melintang sekaligus tempat melekatnya kulit atau lambung kapal agar bentuk kapal tidak berubah. Gading-gading berfungsi untuk menghubungkan papan kulit luar satu dengan lainnya dan juga memperkuat kulit luar pada arah melintang yaitu bersama papan kulit menahan tekanan air dan muatan di palkah. Gadinggading dapat terdiri dari satu bagian yang disebut gading tunggal dan dapat juga terdiri dari dua bagian yang menempel, disebut gading-gading ganda. Antar gading kiri dan kanan disatukan di bagian bawah dengan menggunakan wrang. Wrang disambung dengan gading-gading tunggal memakai paling sedikit tiga baut. Selain itu wrang juga dihubungkan dengan lunas menggunakan baut-baut. Wrang di bawah pondasi mesin harus diperkuat yaitu tinggi atau tebalnya ditambah. Pada wrang dan gading-gading, di kedua sisi lunas luar harus dibuat lubang air supaya dapat mengalir dengan baik ke pompa bilga. Wrang/floor adalah pelat tegak yang melintang dari bilga ke bilga kapal, baik yang berlubang maupun tidak, yang dipasang di atas pelat alas pada setiap jarak gading. Konstruksi gading-gading dan wrang kapal kayu seperti ditunjukkan pada Gambar 13, 14, 15 dan 16. Gambar 13 Konstruksi Gading-gading dan wrang kapal kayu Sumber : Soekarsono (1994) 9

24 Gambar 14 Bentuk konstruksi gading-gading Sumber : Khasnawati (2003) Gambar 15 Konstruksi gading-gading : a) haluan; b) midship; c) buritan Sumber : Yatnaningsih (1998) 10

25 Gambar 16 Konstruksi gading-gading : a) haluan; b) midship; c) buritan Sumber : Arofik (2007) 5. Kulit luar Kulit luar berfungsi untuk mencegah air masuk ke dalam badan kapal sehingga kapal mempunyai daya apung dan menambah kekuatan memanjang kapal. Papan lapis yang terdiri dari dua lapisan papan memberikan kekuatan yang lebih baik daripada kulit luar, sehingga jarak gading dapat diperbesar dan secara keseluruhan berat konstruksi lebih ringan. Konstruksi kulit luar kapal kayu, papan dasar dan papan lambung dapat dilihat pada Gambar 17, 18, 19, 20 dan 21. Gambar 17 Konstruksi kulit luar kapal kayu Sumber : Soekarsono (1994) 11

26 1) 2) 3) Gambar 18 Cara pemasangan papan : 1) Tahap pemasangan papan dasar; 2) Cara pemasangan papan lambung: a) Pemasangan papan lambung; b) Posisi sambungan Sumber : Iskandar (1990) Gambar 19 Cara merangkai papan lambung dan bentuk sambungan papan lambung Sumber : Rahman (2005) 12

27 Gambar 20 Pemasangan papan kulit : a) Pemasangan papan dasar; b) Penentuan tempat pengeboran; c) Penyesuaian papan dan lunas; d) Papan dengan pemukulan sisi papan Sumber : Sinaga (1998) Gambar 21 Sambungan papan dan pelengkungan papan Sumber : Sinaga (1998) 13

28 6. Geladak Geladak adalah permukaan datar/hampir mendatar yang menutupi sisi atas dari ruangan-ruangan di kapal (Soegiono, 2006). Geladak berfungsi untuk menutup badan kapal bagian atas sehingga menjadi kedap air dan merupakan bagian utama kekuatan memanjang kapal. Selain itu geladak juga menjadi tempat kerja awak kapal, sehingga harus dibuat tidak licin. Papan geladak umumnya dipasang memanjang. Bentuk konstruksi geladak ditunjukkan pada Gambar 22 dan 23. Gambar 22 Konstruksi geladak kapal kayu Sumber : Soekarsono (1994) Gambar 23 Konstruksi papan geladak Sumber : Khasnawati (2003) 7. Ruang ikan (palkah ikan) Geladak ruang ikan ini berguna untuk mempermudah orang menyusun keranjang ikan. Geladak ini mendapat beban yang cukup berat. Konstruksi palkah kapal kayu dapat dilihat pada Gambar 24, 25, 26, 27 dan

29 Gambar 24 Konstruksi palkah kapal kayu Sumber : Soekarsono (1994) Gambar 25 Konstruksi palka Sumber : Iskandar (1990) Gambar 26 Konstruksi palka ikan Sumber : Khasnawati (2003) 15

30 Gambar 27 Palka berbentuk prisma trapesium lengkung Sumber : Lafi (2004) Gambar 28 Bagian-bagian konstruksi palka tampak depan (non skala) Sumber : Kurniawati (2004) 8. Pondasi mesin Mesin adalah perkakas untuk menggerakkan, atau membuat sesuatu yang dijalankan dengan roda-roda dan digerakkan oleh tenaga manusia atau motor penggerak yang menggunakan bahan bakar minyak/tenaga alam (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999). Pondasi mesin berfungsi menyangga berat mesin utama dan menahan mesin utama pada waktu kapal oleng dan mengangguk, juga pada waktu mesin bekerja. Konstruksi pondasi mesin kapal kayu ditunjukkan pada Gambar 29, 30, 31 dan

31 Gambar 29 Konstruksi pondasi mesin kapal kayu Sumber : Soekarsono (1994) Gambar 30 Dudukan mesin : a) Letak dudukan mesin di atas gading-gading; b) Tampak atas dudukan mesin; c) Tampak depan dudukan mesin Sumber : Iskandar (1990) 17

32 Gambar 31 Pondasi mesin Sumber : Khasnawati (2003) Gambar 32 Pondasi mesin Sumber : Sinaga (1998) 18

33 Askabul (1984) menyebutkan 18 tahapan konstruksi kapal ikan serba guna, yaitu: 1) Pemasangan lunas; 2) Pemasangan linggi haluan; 3) Pemasangan linggi belakang; 4) Pemasangan hog; 5) Pemasangan apron; 6) Pemasangan stem knee; 7)Pemasangan linggi buritan; 8) Pemasangan transom; 9) Pemasangan balok-balok mati; 10) Pemasangan gading-gading; 11) Pemasangan papan lambung; 12)Pemasangan balok-balok dek; 13) Pemasangan galar dek; 14) Pemasangan pisangpisang; 15) Pemasangan galar bilga; 16) Pemasangan papan dek; 17) Pemasangan carling; dan 18) Pemasangan dudukan mesin. Menurut Dixon (Shipbuilding Technology, MIR Publisher), kapal dilengkapi dengan insulasi (penyekatan). Kegiatan insulasi pada papan kapal dibagi menjadi 2, yaitu insulasi panas dan suara. Permukaan logam seperti dinding petak kapal/sekat, sisi dan langit-langit, harus ada penyekatan panas untuk menjaga ruangan dalam tetap pada suhu yang dibutuhkan, sedangkan insulasi suara penting untuk mengurangi kegaduhan dalam ruangan dan untuk menyekat ruangan-ruangan seperti ruang radio dari keramaian luar. Di bawah ini adalah bahan-bahan utama yang digunakan untuk insulasi lambung kapal pada galangan kapal Soviet : 1. Mineral felting 2. Papan plastik berrongga, plastik busa dan serat kaca. 3. Aluminium foil (kertas aluminium) terbuat dari aluminium kelas A Papan vinydure yang berombak (beberapa lapisan dari plastic film berombak, pola ombak tegak lurus satu sama lain). 5. Gabus (dalam bentuk papan atau potongan-potongan kecil) dan Expansite. Mutton (1979) mengatakan bahwa secara umum persyaratan insulasi suara, sebaiknya kotak suara terbuat dari bahan-bahan berat, bahan yang lebih berat (contoh : kayu lapis/kayu triplek yang tebal) menyerap suara dan mengurangi getaran lebih baik dibandingkan bahan yang tipis (contoh : kayu lapis/kayu triplek yang tipis). Lebih lanjut Mutton mengatakan, kotak mesin dapat dilapisi dengan bahan peredam suara, sebagai contoh, busa polystyrene, porolan (pengesat busa), vermiculate (bahan penyekat panas) dan bahan lainnya yang dirancang khusus 19

34 untuk menyekat suara. Lapisan-lapisan insulasi suara pada kotak mesin dapat dilihat pada Gambar 33. Bahan penyerap suara Kayu lapis Tepi penutup Gambar 33 Lapisan insulasi suara pada kotak mesin kapal Sumber : Dixon (Shipbuilding Technology) 2.2 Kayu Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), kayu adalah pohon yang batangnya keras; bagian batang (cabang, dahan, dsb) pokok yang keras (yang biasa dipakai untuk bahan bangunan, dsb). Maruhum (1985) mengemukakan bahwa untuk keperluan bahan bangunan struktural sifat utama yang menjadi ukuran kegunaan kayu adalah kekuatan dan kekakuannya. Selanjutnya dijelaskan sifat-sifat ini sangat dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti cacat yang ada pada kayu dan juga sifat serta kondisi fisik kayu seperti berat jenis, kadar air dan bentuk penampangnya. Menurut Anonymous (1988), sifat-sifat mekanis kayu mempunyai tiga arah utama, yaitu: - arah memanjang, yang searah dengan hati kayu; - arah radial atau arah jari-jari lingkaran tahun; - arah tangensial atau arah harus singgung lingkaran tahun. Perbedaan sifat pada arah radial dan arah tangensial biasanya dapat diabaikan dan dari segi kekuatan biasanya cukup dibedakan arah sejajar serat (memanjang) dan arah 20

35 tegak lurus serat. Salah satu karakteristik dasar dari kayu adalah perbedaan kekuatan (strength) serat memanjang (sejajar) dan serat melintang (tegak lurus). Kelemahan kayu sebagai material kapal ikan antara lain kurangnya kekuatan kapal dan konstruksinya berat. Kurangnya kekuatan kapal disebabkan oleh banyaknya sambungan, sedangkan keunggulan-keunggulan kayu sebagai material kapal ikan adalah harga kayu yang lebih murah dan mudah diperoleh serta mudah dalam pengerjaannya. Penggunaan lebih dari satu jenis dan tepat penempatannya pada konstruksi sebuah kayu kapal akan saling melengkapi antara kekurangan maupun kelebihan satu jenis kayu dengan jenis lainnya. Pedersen, 1967 dalam Ludfiah, 1990 menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kekuatan kayu diharapkan kapal ikan tersebut dapat beroperasi dalam jangka waktu lama atau dengan kata lain umur pakai kapal lebih lama. Faktor yang sangat mempengaruhi umur pakai kapal ikan dari kayu diantaranya tingkat kelas kuat (KK) kayu yang digunakan dan tingkat kelas awet (KA). KK adalah pengklasifikasian kayu berdasarkan besarnya nilai berat jenis (BJ) kayu tersebut, dan KA adalah pengklasifikasian kayu berdasarkan daya tahannya terhadap serangan jamur, rayap, dan organisme perusak lainnya (Fyson, 1985 dalam Iskandar, 1990). Persyaratan teknis kayu pada bagian-bagian kapal kayu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persyaratan teknis kayu pada masing-masing bagian kapal No Penggunaan Persyaratan teknis 1 Lunas Tidak mudah pecah, tahan binatang laut 2 Gading-gading Kuat, liat, tidak mudah pecah, tahan binatang laut 3 Kulit atau lambung Tidak mudah pecah, kuat, liat, tahan binatang laut 4 Bangunan atas dudukan mesin Ringan, kuat dan awet, keras, tidak mudah pecah karena getaran mesin 5 Pembungkus As dan baling-baling Liat dan lunak sehingga tidak merusak logam Sumber : Kanisius (1981) dalam Samputra (2004) 21

36 Tabel 1 di atas menjelaskan tentang persyaratan teknis kayu pada beberapa bagian konstruksi kapal, yaitu lunas, gading-gading, kulit atau lambung, bangunan atas dudukan mesin serta pemungkus As dan baling-baling. Persyaratan ini disesuaikan dengan fungsi konstruksi-konstruksi tersebut, contohnya pada lunas yang merupakan pondasi kapal dan tempat melekatnya bagian-bagian konstruksi kapal dan membentuk satu kapal utuh, maka diperlukan kayu yang bersifat tidak mudah pecah dan tahan terhadap serangan binatang laut. Setiap jenis kayu memiliki nilai kelas kuat tersendiri. Kriteria kelas kuat kayu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria kelas kuat kayu Kelas kuat Berat jenis Keteguhan lentur mutlak I >0.9 >1100 >650 II III IV V <0.3 <360 <215 Sumber: Konstruksi kayu oleh Yap dalam BKI (1989) Keteguhan tekan mutlak Kriteria kelas kuat kayu seperti yang disajikan pada Tabel 2 diperlukan untuk mengetahui nilai keteguhan lentur mutlak dan keteguhan tekan mutlak kayu tersebut. Kelenturan suatu kayu akan memudahkan dalam pengerjaan bagian-bagian kayu tersebut menjadi bagian-bagian konstruksi kapal, sedangkan keteguhan tekan kayu diperlukan untuk mengetahui seberapa besar kekuatan kayu agar konstruksi yang dihasilkan tidak mudah pecah atau cacat. Selain memiliki nilai kelas kuat, kayu juga memiliki kelas awet tersendiri. Kriteria kelas awet kayu dapat dilihat pada Tabel 3. 22

37 Tabel 3. Kriteria kelas awet kayu Kelas Awet No Keadaan I II III IV V 1 Selalu berhubungan dengan lembab 5 tahun 5 tahun 3 tahun sangat pendek sangat pendek 2 Hanya dipengaruhi cuaca tetapi dijaga supaya tidak terendam air dan tidak kekurangan udara. 20 tahun 15 tahun 10 tahun beberapa tahun beberapa tahun 3 Di bawah atap tidak dengan tanah lembab dan tidak kekurangan udara 4 Seperti di atas tetapi dipelihara dengan baikdan dicat dengan teratur Tak terbatas Tak terbatas Tak terbatas Tak terbatas sangat lama beberapa tahun pendek Tak terbatas 20 tahun 20 tahun 5 Serangan rayap tanah tidak jarang cepat sangat cepat sangat cepat hampir 6 Serangan bubuk kayu kering tidak tidak tidak tidak berarti sangat cepat Sumber: Oey Djoen Seng (1951) dalam Martawijaya (1997) Kayu yang dapat digunakan untuk bagian-bagian konstruksi kapal kayu banyak jenisnya. Nama kayu (nama dagang, nama lokal maupun nama Latin-nya), kelas awet, kelas kuat, berat jenis kering udara, tempat tumbuh serta penggunaannya pada bagian-bagian konstruksi dapat dilihat pada Tabel 4. 23

38 24

39 25

40 26

41 27

42 28

43 29

44 30

45 Berdasarkan ketentuan Biro Klasifikasi Indonesia (1989), kayu untuk lunas, linggi haluan dan buritan, wrang, gading-gading, balok buritan serta tutup dek harus mempunyai berat jenis minimal 0,7. Jenis kayu kulit luar, balok dek, galar balok, lutut balok, penumpu dek, dudukan mesin, dan kayu mati disarankan memiliki berat jenis 0,56. Untuk bagian konstruksi yang penting harus dipergunakan kayu dengan mutu minimum KK III dan KA III. Biro Klasifikasi Indonesia (1996) menjelaskan bahwa pemilihan jenis kayu untuk keperluan bahan bangunan struktural didasarkan pada sifat-sifatnya. Umumnya sifat-sifat yang diperhatikan adalah keawetan, kekuatan, massa jenis, dan kelembapan kayu sehingga dapat dipilih jenis kayu yang baik dan kuat. Juga menjadi pertimbangan adalah cacat-cacat yang ada serta mudah atau tidaknya jenis kayu tersebut dikerjakan dan dibentuk. Mandang dan Pandit (1997) dalam Betrix (2004) meneliti dan mendeskripsikan beberapa jenis kayu yang digunakan sebagai bahan konstruksi kapal terutama untuk linggi dan lunas kapal seperti di bawah ini : 1) Kayu balau (Shorea roxb) Ciri utama jenis kayu ini warna kayu kuning kecoklatan, memiliki corak polos atau berjalur-jalur, warna agak gelap dan terang bergantian pada bidang radialnya. Jenis kayu ini memiliki tekstur dari halus sampai kasar dan umumnya agak halus. Kekerasan dari keras sampai sangat keras. Kayu ini memiliki berat jenis antara 0,88-1,13. Dalam konstruksi kapal kayu ini digunakan untuk lunas dan gading-gading kapal. 2) Kayu giam (Colylelobium pierre) Teras memiliki warna kuning kecoklatan, lambat laun akan berubah menjadi coklat gelap sampai coklat kemerah-merahan. Tekstur halus dan merata. Jenis kayu ini memiliki kekerasan sangat keras. Berat jenis rata-rata antara 0,83-1,15. Dalam konstruksi kapal, kayu ini digunakan sebagai rangka-rangka konstruksi lunas. 31

46 3) Kayu gofasa (Vitex cofassus) Teras kayu berwarna putih agak kelabu, kuning kelabu, kelabu ungu sampai kemerah-merahan. Bertekstur halus sampai agak kasar. Berat jenis rata-rata 0,74 dalam kisaran 0,57-0,93. Kayu ini dinilai sebagai bahan bangunan yang bermutu tinggi dan digunakan sebagai konstruksi lunas, dinding, balok-balok rangka dan sebagainya. 4) Kayu jati (Tectona grandis) Jenis kayu ini berwarna kuning emas kecoklatan sampai coklat kemerahan, memiliki corak dekoratif yang indah, bertekstur agak kasar sampai kasar dan tidak rata. Memiliki kekerasan agak keras. Berat jenis rata-rata 0,67 dalam kisaran 0,62-0,75. Kayu ini digunakan untuk semua bagian dari kapal, termasuk konstruksi lunas dan linggi kapal. 5) Kayu kereta (Swintonia griffith) Teras kayu berwarna coklat-kuning atau coklat merah pucat. Bercorak keras dan bertekstur agak keras. Permukaan mengkilap, berkesan raba licin. Kekerasan agak keras sampai keras, berat jenis antara 0,67-0,79. Digunakan sebagai bangunan kapal terutama untuk lunas dan badan kapal. 6) Kayu kempas (Koompassia malaccensis) Berciri umum, teras berwarna merah seperti bata, bercorak garis-garis kekuningan, bertekstur kasar sampai sangat kasar. Berat jenis rata-rata 0,95 dalam kisaran 0,68-1,29. Berguna sebagai bahan konstruksi berat, dalam bidang perkapalan digunakan sebagai konstruksi lunas. 7) Kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) Ciri umum, teras berwarna kuning kecoklatan bila segar dan lambat laun berubah menjadi coklat tua kehitaman. Bercorak polos dan bertekstur agak kasar. Kayunya sangat keras dan termasuk kayu berat dengan rata-rata berat jenis 1,04 dengan kisaran 0,88-1,19. Digunakan sebagai bahan konstruksi berat dan bahan konstruksi di bawah laut. 32

47 Konstruksi kapal ikan tradisional dinilai masih terlalu boros dalam pemakaian bahan baku. Perlu dipikirkan efisiensi penggunaan bahan baku dengan membuat suatu pedoman (Pasaribu 1984). Pada beberapa penelitian terdapat jenis kayu lain yang digunakan untuk membuat konstruksi kapal. Penelitian yang berjudul Kekuatan Tiga Tipe Sambungan Kayu Merbau pada Lunas Luar Kapal Ikan oleh Fajar Dharmawangsa (2004) menggunakan kayu merbau sebagai bahan penelitian dan didapatkan kesimpulan bahwa pola sambungan hook scarf merupakan sambungan terbaik di antara kedua jenis sambungan lainnya, yaitu key scarf dan plain scarf. Selain itu, penelitian yang berjudul Sifat Mekanis Kayu Rasamala pada Beberapa Bagian Lambung Kapal Gillnet oleh Palupi Lindiasari Samputra (2004) menggunakan kayu rasamala dan diambil kesimpulan bahwa kayu yang mengalami penurunan kekuatan paling besar adalah kayu basah, sedangkan kayu yang tidak mengalami perubahan kelas kuat berdasarkan uji sifat-sifat mekanik yang dilakukan adalah kayu kering, dan kayu yang tergolong dalam kelas kuat yang sama dengan kayu sebelum pemakaian berdasarkan uji yang dilakukan adalah kayu transisi (kondisi kayu kadang terendam air kadang kering). 2.3 Galangan Kapal Galangan adalah balok-balok penyangga dan penopang kapal yang sedang diperbaiki; tempat membuat kapal (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999). Sementara itu, Soegiono (2006) mengartikan bahwa galangan adalah landasan di tepi laut/perairan yang dipergunakan untuk membangun/merakit kapal. Umumnya landasan tersebut miring ke arah permukaan air dan memanjang sampai ke bawah permukaan air yang dimaksudkan untuk meluncurkan kapal ke air setelah selesai dibangun. Galangan kapal ikan merupakan tempat yang khusus digunakan untuk membangun kapal perikanan yang baru. Pekerjaan yang dilakukan di dalam pembangunan kapal tersebut adalah (1) mengkonstruksi lambung kapal dan bagianbagiannya; (2) memasang instalasi mesin utama dan mesin bantu; (3) memasang 33

48 instalasi pipa; (4) memasang peralatan khusus sesuai dengan metode penangkapan yang dilakukan; dan (5) mengkonstruksi palkah ikan dengan berbagai sistem pendingin (Lubis, 1983 dalam Parulian, 1986) Fungsi galangan kapal adalah untuk membangun, memperbaiki dan merawat kapal. Dalam pembangunan sebuah kapal, kemampuan dan kualitas sebuah galangan kapal memegang peranan penting dalam menghasilkan sebuah kapal yang dapat dioperasikan dengan sempurna (Pasaribu, 1984). Mazurkiewicz (1981) menjelaskan bahwa unit organisasi dan lokasi galangan kapal untuk pembangunan baru dan perbaikan berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan proses teknologi. Untuk shiprepair yards, fasilitas yang umumnya dimiliki adalah : bengkel untuk memperbaiki badan kapal, perawatan, bengkel untuk pengecatan, dan bengkel untuk memperbaiki mesin kapal, sehingga fasilitas ini seharusnya jika mungkin dekat dengan dermaga dan dok. Galangan-galangan kapal kayu di Indonesia umumnya melaksanakan pembangunan kapal menggunakan teknologi sederhana. Poerwadarminta (1976) mendefinisikan bahwa teknik adalah pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yang berkenaan dengan hasil industri (bangun-bangunan, mesin, dsb). Adapun yang dimaksud dengan teknologi adalah ilmu teknik. Assauri (1993) memaparkan bahwa proses adalah cara, metode, dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan, dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan, produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan, dan dana) yang ada. Secara ekstrim proses produksi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses produksi yang terus-menerus (continuous processes) dan proses produksi yang terputus-putus (intermittent processes). Proses yang terputus-putus disebut intermittent processes atau manufacturing. Dalam proses ini terdapat waktu yang pendek (short run) dalam persiapan (set- up) peralatan untuk perubahan yang cepat guna dapat menghadapi variasi produk yang berganti-ganti, misalnya terlihat dalam 34

49 pabrik yang menghasilkan produknya untuk atau berdasarkan pesanan seperti pabrik kapal atau bengkel besi atau las. 2.4 Tekno-Ekonomi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), ekonomi adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang serta kekayaan (seperti hal keuangan, perindustrian, dan perdagangan); pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dsb yang berharga; tata kehidupan perekonomian (suatu negara); cakupan urusan keuangan rumah tangga (organisasi, negara). Selain itu, Lipsey (1995) mengartikan bahwa ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang pemanfaatan sumber daya yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas. Konsep efisiensi ekonomi adalah suatu ukuran jumlah relatif dari beberapa input yang digunakan untuk output tertentu. Konsep ekonomi mencakup tiga pengertian, yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi (Kadariah et al., 1976) Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap dijual. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contoh : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung (Mulyadi, 1999). Sementara itu, menurut Sukirno (2005), biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut. Berdasarkan penjelasan Fyson (1985) dalam Bab Ekonomi pada Desain Kapal Perikanan, biaya awal kapal biasanya jauh melebihi biaya bagian terbesar yang terdapat pada perhitungan cash flow karena banyak komponen-komponen biaya pelaksanaan/operasi maupun pendapatan dari operasi yang cenderung menjadi sangat terkait pada biaya penanaman modal awal. Perancang kapal, yang biasanya adalah seseorang yang memiliki pengetahuan sempurna mengenai seluruh macam komponen 35

50 kapal, tentu saja merupakan juru kunci untuk pembuatan perkiraan yang baik dari biaya-biaya ini. Menurut Fyson, perhitungan biaya kapal biasanya dibuat berdasarkan ukuran kapal parameter desain kapal terpenting. Untuk tujuan biaya, ukuran adalah hitungan terbaik pada pengukuran volume. isi dan metode yang terbaik untuk digunakan adalah CUBIC NUMBER (CUNO). Lebih lanjut Fyson menjelaskan bahwa untuk setiap ukuran dan sub-bab bagian yang berhubungan, si perancang menghitung biaya bahan/material, tenaga kerja langsung, biaya-biaya lain. Biaya-biaya tersebut termasuk dalam biaya penanaman modal dalam pembangunan kapal. Hal ini merupakan salah satu kajian yang sangat penting untuk membuat sebuah keputusan dari biaya-biaya dan pendapatan yang diharapkan untuk pertimbangan operasi penangkapan ikan dan juga memfasilitasi sebuah analisis perbandingan ekonomi dari kapal-kapal perikanan dengan perbedaan tipe, ukuran, kekuatan mesin, dan lain-lain. Menurut Assauri (1998), proses pembuatan kapal termasuk proses produksi yang terputus-putus (intermittent processes). Kekurangan/kerugian dari proses yang terputus-putus ini adalah sebagai berikut : 1) Scheduling/routing untuk pengerjaan produk yang akan dihasilkan sangat sukar dilakukan karena kombinasi urut-urutan pekerjaan yang banyak sekali di dalam memprodusir satu macam produk, dan disamping itu dibutuhkan scheduling dan routing yang banyak sekali karena produknya yang berbeda tergantung dari pemesannya. 2) Oleh karena pekerjaan routing dan scheduling banyak sekali dan sukar dilakukan, maka pengawasan produk (production control) dalam proses produksi seperti ini sangat sukar dilakukan. 3) Dibutuhkannya investasi yang cukup besar dalam persediaan bahan mentah dan bahan-bahan dalam proses, karena prosesnya terputus-putus dan produk yang dihasilkan tergantung dari pesanan. 36

51 4) Biaya tenaga kerja dan biaya pemindahan bahan sangat tinggi, karena banyak dipergunakannya tenaga manusia dan tenaga yang dibutuhkan adalah tenaga ahli dalam pengerjaan produk tersebut. Sukirno (2005) menyatakan bahwa tenaga kerja bukan saja berarti jumlah buruh yang terdapat dalam perekonomian. Pengertian tenaga kerja meliputi juga keahlian dan keterampilan yang mereka miliki. Dari segi keahlian dan pendidikannya, tenaga kerja dibedakan kepada tiga golongan berikut: a. Tenaga kerja kasar adalah tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau rendah pendidikannya dan tidak memiliki keahlian dalam suatu bidang pekerjaan. b. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dari pelatihan atau pengalaman kerja seperti montir mobil, tukang kayu dan ahli mereparasi TV dan radio. c. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan cukup tinggi dan ahli dalam bidang tertentu seperti dokter, akuntan, ahli ekonomi dan insinyur. 37

52 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2006 Februari 2007, di tiga galangan kapal rakyat Desa Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Selanjutnya ketiga galangan tersebut disebut Galangan 1, Galangan 2 dan Galangan Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat tulis, meteran dan kamera. Adapun alat yang digunakan dalam pengolahan data dan penyusunan skripsi adalah seperangkat Personal Computer (PC). 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif survei. Menurut Consuelo (1988) dalam Umar (2005), survei digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki kenapa gejala-gejala tersebut ada, sehingga tidak perlu memperhitungkan hubungan antara variabel-variabel, karena hanya menggunakan data yang ada untuk pemecahan masalah daripada menguji hipotesis. Survei dapat memberikan manfaat untuk tujuan-tujuan deskriptif, membantu dalam hal membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, dan juga untuk pelaksanaan evaluasi. Survei dapat dilakukan dengan cara sensus maupun sampling terhadap hal-hal yang nyata dan tidak nyata. Berdasarkan penjelasan tersebut, metode survei yang digunakan dalam penelitian ini untuk menggambarkan kondisi objek/materi penelitian dan membandingkannya satu sama lain. Selain itu, objek/materi yang diteliti tersebut dianalisis dengan kriteria atau ketentuan yang telah ditetapkan sebagai standar.

53 3.3.1 Jenis data Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini berdasarkan pencapaian tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1) Data-data untuk tujuan 1: Data dimensi utama kapal; Data bentuk konstruksi kapal; Data ukuran konstruksi kapal. 2) Data-data untuk tujuan 2: Data tahapan pembangunan kapal; Data proses penyambungan antar konstruksi. 3) Data-data untuk tujuan 3: Faktor-faktor yang terkait dengan penentuan biaya produksi suatu kapal. 4) Data-data untuk tujuan 4: Biaya produksi kapal Pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan, pengukuran dan wawancara dengan narasumber. Narasumber pada penelitian ini adalah pembuat kapal dan atau pemilik galangan, juragan kapal (nelayan), pegawai dinas Kecamatan Gebang, pegawai dinas Desa Gebang Kulon, pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Pengumpulan data dilakukan di tiga galangan kapal, dimana dari ketiga galangan kapal diperoleh 5 unit kapal Pengolahan data Pengolahan data untuk tujuan satu dan tujuan dua dilakukan dengan menggambarkan bentuk-bentuk konstruksi utama kapal dan menabulasikan data-data hasil pengukuran. Selain itu, pengolahan data untuk tujuan tiga dan tujuan empat dilakukan dengan menabulasikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan 38

54 biaya pembangunan kapal dan melakukan beberapa penghitungan terhadap biayabiaya yang dikeluarkan untuk pembangunan kapal tersebut Analisis data Analisis data dibagi menjadi dua bagian, yaitu analisis teknologi dan analisis ekonomi. Berikut ini adalah penjelasan mengenai kedua analisis tersebut : a) Analisis teknologi Analisis teknologi dilakukan terhadap bentuk dan ukuran konstruksi, cara penyambungan antar konstruksi dan proses pembangunan kapalnya. Analisis ini dilakukan untuk melihat apakah bentuk kontruksi dan proses pembangunan kapal di beberapa galangan rakyat di Gebang telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada naval architect yang meliputi tahapan propulsive performance, loading performance dan navigation performance serta apakah bentuk konstruksi dan proses pembangunan kapal-kapal tersebut juga memiliki kesamaan dengan kapal-kapal lain yang dibangun di beberapa daerah yang berbeda. Selain itu analisis juga dilakukan untuk melihat apakah ukuran konstruksi telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BKI (Biro Klasifikasi Indonesia). Analisis ini dilakukan berdasarkan ukuran GT tiap kapal. Berikut ini merupakan rumus perhitungan GT : GT = 0,25 x V... (1) V = a + b. (2) dimana : V = Volume kapal total ; a = Volume ruang di atas dek ; b = Volume ruang di bawah dek. a = p x l x t... (3) dimana : p = panjang ruang ; l = lebar ruang ; t = tinggi ruang. b = L dek x B max x D x f... (4) dimana : L dek = panjang dek kapal ; B max = lebar badan kapal terlebar di midship ; D = dalam kapal diukur dari atas dek sampai garis atas lunas. f = 0,55 (Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut No. PY. 67/1/16-02). 39

55 b) Analisis ekonomi Analisis ekonomi dilakukan untuk menentukan faktor-faktor yang menentukan harga sebuah kapal. Selain itu akan dianalisis pula persentase tiap faktor tersebut terhadap biaya produksi total, harga jual dan keuntungan per unit kapal. Perbandingan antara kapal-kapal yang diteliti dilakukan berdasarkan ukuran CUNO (Cubic Number). CUNO merupakan metode perhitungan terbaik untuk pembiayaan suatu kapal. Rumus CUNO adalah sebagai berikut : CUNO = Lpp x B max x D... (5) Keterangan : Lpp = panjang kapal diukur dari titik FP (Fore Perpendicular) sampai titik AP (After Perpendicular) ; B max = lebar badan kapal terlebar di midship ; D = dalam kapal diukur dari atas dek sampai garis atas lunas. 40

56 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Galangan Kapal di Desa Gebang Berdasarkan keterangan dari petugas lapang Kantor Desa Gebang Kulon dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon tercatat bahwa terdapat 43 galangan kapal dari enam kelompok pengrajin kapal di Kecamatan Gebang dan 35 galangan kapal di antaranya terdapat di Desa Gebang Kulon. Pada penelitian ini diambil tiga galangan kapal rakyat sebagai sampel. Salah satunya terdapat di Desa Gebang Udik dan yang lainnya terdapat pada satu desa yang sama, yaitu Desa Gebang Kulon. Galangan-galangan kapal tersebut masing-masing dimiliki oleh Ibu Hj. Tewi (Galangan kapal 1), Pak Tarja (Galangan kapal 2) dan Galangan kapal 3 yang dimiliki oleh Pak Kamal. Dasar pemilihan ketiga galangan kapal tersebut sebagai sampel adalah karena produktivitas ketiga galangan tersebut termasuk baik, umumnya mereka mampu membangun 3-4 kapal baru per tahun. Bahkan, galangan kapal 1 mampu membangun 5-7 kapal per tahun, dimana kapal-kapal tersebut ada yang merupakan pesanan juragan kapal (nelayan) dan ada juga yang merupakan barang dagangan (dibuat tanpa pesanan). Umumnya, galangan-galangan kapal di Gebang membangun kapal-kapal baru dan me nyediakan jasa perbaikan kapal. Ada juga galangan-galangan kapal yang hanya membangun kapal-kapal baru atau hanya membangun kembali kapal lama/tua yang telah rusak pada beberapa bagian konstruksi karena kayunya telah lapuk, bocor, dan lain-lain. Ketiga galangan yang diteliti hanya membangun kapal baru dan perbaikan kapal seperti mendempul kembali celah-celah pada kapal yang menyebabkan kapal menjadi bocor, tetapi Galangan kapal 3 juga menerima pesanan untuk membangun kembali kapal lama. Menurut hasil wawancara dengan pemilik galangan didapatkan informasi bahwa penurunan jumlah galangan kapal beberapa tahun terakhir ini di Gebang disebabkan oleh ketidakmampuan pemilik galangan dalam menyediakan kayu karena harga kayu yang semakin meningkat, tidak adanya usaha tambahan atau pekerjaan sampingan selain menjadi pembuat kapal, dan piutang-piutang dari juragan-juragan kapal

57 (nelayan) yang tidak kunjung dilunasi. Akibatnya banyak usaha galangan kapal yang gulung tikar. Saat penelitian pun penulis melihat banyak kapal-kapal yang tidak diselesaikan pembangunannya dan menjadi lapuk. Lokasi galangan kapal mayoritas berada di lahan-lahan kosong yang letaknya jauh dari sungai. Walaupun ada yang letaknya dekat dengan sungai tetapi tidak persis di tepi sungai (kapal tidak dibuat pada kerangka di atas air). Posisi galangan-galangan yang diteliti ditunjukkan oleh peta pada Gambar 34. Gambar 34 Peta Kecamatan Gebang, Cirebon, Jawa Barat 43

58 Secara umum kondisi ketiga galangan kapal yang diteliti sama hanya saja pada Galangan 1 lahan yang digunakan sebagai tempat pembangunan kapal lebih luas dengan kapasitas lahan enam kapal dan atapnya dari genteng. Hal ini memudahkan mereka untuk tetap bekerja karena peralatan yang menggunakan tenaga listrik tetap bisa digunakan. Sedangkan pada kedua galangan kapal lainnya, lahan yang digunakan sebagai tempat pembangunan kapal hanya mampu memuat dua kapal saja serta beratap daun-daun kelapa kering dan ijuk yang tidak tersusun rapat. Hal ini menyebabkan atap menjadi bocor saat hujan dan tidak memungkinkan mereka tetap bekerja dan menggunakan peralatan listrik yang akan membahayakan diri mereka. Sehingga pekerjaan terpaksa ditunda atau diliburkan apabila turun hujan. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi lama pembangunan kapal. Status kepemilikan lahan ketiga galangan tersebut adalah milik pribadi ataupun sewa lahan orang lain. Sistem sewa lahannya tidak tergantung pada lama waktu pembangunan kapal, melainkan hanya dari jumlah kapal yang sedang dibangun pada lahan tersebut. Harga sewa lahan dikenai per kapal. Seperti pada Galangan 2, sewa lahan adalah sebesar Rp ,-/kapal. Berdasarkan tingkat pendidikan, pendidikan terakhir baik pemilik galangan maupun para pembuat kapal-kapal ini adalah Sekolah Dasar (SD). Pada ketiga galangan yang diteliti, semua pekerja merupakan lulusan SD. Adapun kemampuan pemilik galangan dalam mengelola galangan diperoleh dari pengetahuan turuntemurun. Umumnya galangan tersebut merupakan usaha keluarga yang diteruskan secara turun-temurun. Demikian pula dengan para pengrajin kapal, mereka memperoleh kemampuan membangun kapal berdasarkan pengetahuan yang diperoleh secara turun-temurun. 44

59 4.2 Teknologi Pembangunan Kapal Kayu di Desa Gebang Kapal kayu yang dibuat di Gebang termasuk jenis kapal sopek dan digunakan sebagai armada alat tangkap multi purpose (multi gear). Teknologi pembangunan kapal kayu yang akan dibahas berikut ini meliputi jenis material yang digunakan dalam pembangunan kapal dan pengadaannya, bentuk konstruksi utama kapal kayu di Gebang serta perbandingannya dengan bentuk konstruksi utama kapal kayu di daerah lain dan kesesuaiannya dengan ketetapan BKI, tahapan proses pembangunan kapal kayu termasuk penyambungan bagian-bagian konstruksi dan pembentukan konstruksi Material Material yang digunakan dalam pembangunan suatu kapal kayu terdiri dari kayu sebagai material utama dan material non-kayu yang merupakan material pendukung. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut dari masing-masing material pembangun kapal kayu tersebut : a) Kayu Jenis kayu yang digunakan untuk bagian-bagian konstruksi utama kapal yang terdiri dari lunas, linggi haluan, linggi buritan, kulit kapal, gading-gading, lantai dek/geladak, palka dan pondasi mesin pada ketiga galangan kapal yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis kayu yang digunakan pada konstruksi-konstruksi utama kelima kapal yang diteliti Jenis Kayu Galangan 1 Galangan 2 Galangan 3 No Bagian Konstruksi Kapal 1 Kapal 2 Kapal 3 Kapal 4 Kapal 5 1 Lunas Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati 2 Linggi haluan Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati 3 Linggi buritan Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati 4 Gading-gading Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati 5 Lantai dek/geladak Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati 6 Palka Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati 7 Pondasi mesin Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati Kayu jati 45

60 Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa jenis kayu yang digunakan oleh ketiga galangan untuk konstruksi-konstruksi utama kapal kayunya sama yaitu kayu jati (Tectona grandis Lf). Hal ini menjadi sesuatu yang khas karena di daerah Gebang kayu jati dipakai untuk membangun seluruh bagian kapal, kecuali tiang penyangga kemudi yang terbuat dari kayu johar. Kayu jati yang digunakan adalah yang berumur muda. Kayu jati tersebut dipilih sebagai material utama pembangunan kapal kayu karena banyak tersedia dan mudah didapatkan di sekitar lokasi galangan. Penggunaan kayu jati sebagai material utama pembuatan kapal kayu di Desa Gebang telah dilakukan sejak dulu. Kayu jati muda tersebut dalam pengerjaannya mudah dan juga kuat. Hal ini diperkuat juga oleh penelitian dan deskripsi dari Mandang dan Pandit (1997) dalam Purba (2004) bahwa kayu jati termasuk salah satu jenis kayu yang digunakan sebagai bahan konstruksi kapal terutama untuk linggi dan lunas kapal. Berdasarkan BKI (1989), kayu jati merupakan jenis kayu yang dapat digunakan pada semua bagian kapal. Penggunaan kayu jati ini sebagai material konstruksi kapal juga telah memenuhi syarat, dimana BKI menetapkan bahwa untuk bagian konstruksi yang penting harus mempergunakan kayu dengan mutu minimum KK III dan KA III. Adapun KK dan KA untuk kayu jati masing-masing adalah II dan I- (II). Kayu jati tersebut biasanya dibeli oleh pihak galangan langsung pada petani jati (sebutan untuk petani yang memiliki kebun pohon jati) agar mereka dapat melihat dan memilih pohon-pohon jati yang bagus), tetapi ada juga yang membelinya di toko kayu yang letaknya tak jauh dari Gebang agar tidak terlalu repot meskipun kayu jati yang didapatkan kurang bagus. Selain kayu jati, ada jenis kayu lain yang digunakan oleh galangan-galangan kapal di Gebang yaitu kayu johar. Kayu johar tidak digunakan pada bagian-bagian konstruksi utama kapal kayu melainkan hanya digunakan pada konstruksi tambahan yaitu tiang penyangga kemudi yang biasa disebut kesumbi. Kesumbi ini berupa balok kayu yang besar dan tebal, saat dibeli biasanya sudah diukir membentuk kepala burung atau kembang. Kesumbi dapat dibeli di toko bangunan yang ada di Gebang dengan harga sebesar Rp ,-. 46

61 b) Non-kayu Material non-kayu pada pembangunan kapal kayu digunakan untuk menyambung, menguatkan, melapisi bagian-bagian konstruksi kapal kayu dan penggunaan material-material ini dilakukan oleh pihak galangan dengan bantuan peralatan seperti palu, petel, gergaji dan sebagainya. Kegunaan alat-alat untuk pembangunan kapal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7. Jenis material dan bahan pembuatnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jenis material non-kayu dan bahan pembuatnya pada kelima kapal yang diteliti No Jenis Material Bahan pembuat material Galangan 1 Galangan 2 Galangan 3 Kapal 1 Kapal 2 Kapal 3 Kapal 4 Kapal 5 1 Paku pung kayu pung kayu pung kayu pung kayu pung kayu pung 2 Paku besi besi besi besi besi besi 3 Paku tak aluminium aluminium aluminium aluminium aluminium 4 Paku ulir logam kuningan logam kuningan logam kuningan logam kuningan logam kuningan 5 Baut dan mur aluminium aluminium aluminium aluminium aluminium 6 Gelam kulit kayu putih kulit kayu putih kulit kayu putih kulit kayu putih kulit kayu putih 7 Lem FOX bahan lem bahan lem bahan lem bahan lem bahan lem 8 Semen putih bahan semen bahan semen bahan semen bahan semen bahan semen Berdasarkan keterangan pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa jenis material nonkayu yang digunakan pada kelima kapal umumnya sama kecuali untuk Kapal 5 pada Galangan 3 tidak menggunakan paku ulir. Fungsi paku ulir digantikan oleh paku pung. Beberapa jenis paku digunakan dalam pembangunan suatu kapal kayu, diantaranya adalah paku besi (terbuat dari besi), paku tak (terbuat dari aluminium), paku pung (terbuat dari kayu jati) dan paku ulir (terbuat dari logam kuningan). Bentuk paku-paku tersebut dapat dilihat pada Gambar

62 a) b) c) d) Gambar 35 Bentuk material paku : a) paku besi ; b) paku ulir ; c) paku tak ; d) paku pung Paku besi digunakan untuk penyambungan lunas dengan papan dasar, antar papan kulit kapal, perangkaian papan pada gading-gading dan sebagainya. Paku tak digunakan untuk pemasangan balok penyangga lantai dek (galaran) ke kulit kapal, pemasangan dek permanen di bagian haluan dan buritan kapal, pemasangan kulit kapal pada linggi haluan dan linggi buritan. Paku ulir memiliki fungsi yang sama seperti paku tak atau paku pung. Kelebihannya adalah paku ini berbentuk seperti paku tetapi cara pemasangannya seperti pemasangan baut. Paku ini biasanya digunakan pada pemasangan kulit kapal ke linggi haluan dan linggi buritan kapal. Sedangkan paku pung merupakan paku hasil bentukan atau buatan pembuat kapal dari kayu pung yang dibeli masih dalam keadaan log-log kayu. Paku ini sudah digunakan sejak dahulu sampai sekarang karena kuat dan biasanya dipasang pada kulit kapal menembus gading-gading, pemasangan kulit kapal pada linggi haluan dan linggi buritan dan pada bagian-bagian konstruksi kapal lain yang tebal. Pemilihan paku apa yang digunakan pada pemasangan bagian-bagian konstruksi kapal tergantung dari permintaan pemesan (juragan kapal). Baut dan mur digunakan untuk menguatkan sambungan gading-gading, kulit kapal dengan linggi haluan dan linggi buritan. Adapun gelam merupakan lembaranlembaran kulit kayu putih yang digunakan untuk merapatkan celah antar papan pada kulit kapal, antar papan dengan linggi haluan maupun linggi buritan, dan sebagainya. Agar dinding kapal lebih kedap, maka selain penggunaan gelam, juga digunakan lem 48

63 kayu (biasanya lem kayu yang digunakan adalah lem merek FOX ) yang dicampur dengan bubuk semen putih untuk mendempul celah/rongga yang masih ada pada kapal. Semua jenis material non-kayu ini banyak dijual di toko-toko bahan bangunan yang ada di sekitar galangan di Desa Gebang dengan harga terjangkau Konstruksi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh lima unit kapal kayu yang dibuat di tiga galangan kapal, dimana masing-masing dua unit kapal kayu di Galangan 1 dan 2, serta satu unit kapal kayu di Galangan 3. Adapun dimensi utama kelima kapal yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Ukuran-ukuran dimensi utama kelima kapal contoh Galangan 1 Galangan 2 Galangan 3 No Keterangan Kapal 1 Kapal 2 Kapal 3 Kapal 4 Kapal 5 1 LOA (m) 11 11, ,5 2 LPP (m) 7,5 8,5 7,5 10,5 9,3 3 B (m) 2,9 3 2,8 3 2,7 4 D (m) 0,75 0,8 0,8 0,7 0,5 5 d (m) 0,5 0,5 0,4 0,5 0,5 6 CUNO/Cubic Number (m³) 16,31 20,40 16,80 22,05 12,56 7 GT 2,24 2,81 2,31 3,03 1,73 Pada Tabel 7 terlihat bahwa kelima kapal yang diteliti merupakan kapal jenis sopek. Kapal ini memiliki bentuk ujung haluan dan buritan yang sama yaitu meruncing (double pointed). Gambar kapal ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Terlihat pula pada Tabel 7 bahwa kelima kapal tersebut memiliki dimensi utama yang hampir sama dimana LOA kapal berkisar antara 10-11,5 m, B berkisar antara 2,7-3 m, D berkisar antara 1,2-1,4 m dengan ukuran Gross Tonage kapal berkisar antara 3-5 GT. Pada penelitian ini bagian kapal yang diteliti adalah konstruksikonstruksi utama kapal kayu saja yang meliputi lunas, linggi haluan, linggi buritan, kulit kapal, gading-gading, lantai dek/geladak, palka dan pondasi mesin. Ukuran konstruksi-konstruksi utama dibandingkan dengan BKI disajikan pada Tabel 8. 49

64 50

65 51

66 Berikut ini adalah penjelasan rinci mengenai bagian-bagian konstruksi utama kelima kapal kayu yang ada di Gebang : 1. Lunas Lunas merupakan dasar pembangunan kapal kayu. Pada bagian ini konstruksi-konstruksi utama lainnya diletakkan, dikaitkan dan dirangkai. Oleh karena fungsinya yang vital, lunas harus memiliki kekuatan yang besar. Lunas berupa satu balok kayu panjang tanpa sambungan. Hal ini sangat baik karena dengan tidak adanya sambungan, kekuatan memanjang kapal akan menjadi lebih besar. Pemotongan balok kayu lunas dilakukan searah serat kayu juga karena mempertimbangkan kekuatan lunas. Ukuran konstruksi-konstruksi utama kapal dapat dilihat pada Lampiran 4. Bentuk konstruksi lunas kelima kapal yang diteliti serupa yaitu berupa balok kayu panjang melintang dengan purus di kedua ujungnya. Purus adalah bentukan balok kecil di ujung lunas dengan ukuran panjang sesuai dengan seberapa dalam purus tersebut akan dimasukkan ke linggi haluan dan linggi buritan. Biasanya panjang/dalam purus adalah 15 cm. Sedangkan ukuran lebar dan tebal purus adalah 7 x 5 cm. Pembuatan purus dilakukan menggunakan petel. Ilustrasi bentuk konstruksi lunas kapal dan bentuk petel ditunjukkan oleh Gambar 36 dan 37. Purus Purus Gambar 36 Konstruksi lunas kapal 52

67 Gambar 37 Bentuk alat pemahat (Petel) Pada Tabel 8 terlihat bahwa kelima kapal dengan LOA berkisar antara 10-11,5 m, memiliki panjang lunas berkisar antara 8,75-10,75 m. Terlihat disini bahwa panjang lunas yang digunakan untuk kapal dengan LOA yang hampir seragam, tidak berbeda secara signifikan. Hanya saja pada Kapal 5 yang dibuat di Galangan 3 memiliki panjang lunas yang lebih kecil untuk LOA yang cukup besar. Dimana dengan LOA sebesar 10,5 m, kapal tersebut hanya menggunakan lunas sepanjang 7 m. Berbeda dengan kapal-kapal lainnya dimana dengan LOA sebesar 10-11,5 m menggunakan lunas dengan panjang 7,5-8 m. Sementara itu, ukuran penampang lunas yang digunakan untuk lunas dengan panjang berkisar antara 7-8 m adalah berkisar antara cm². Pada Kapal 1, 2, 3 dan 4 memiliki ukuran lunas yang hampir seragam, yaitu panjang lunas antara 7-8 m memiliki luas penampang cm². Akan tetapi, pada Kapal 5 dengan panjang lunas 7 m memiliki luas penampang 225 cm². Dibandingkan dengan keempat kapal lainnya, Kapal 5 memiliki lunas yang lebih pendek dengan luas penampang yang lebih besar. Berdasarkan BKI (1989) apabila L(B/3+H) < 140 m² maka tidak perlu dipasang lunas dalam. Kelima kapal memiliki nilai L(B/3+H) yang berbeda tetapi sama -sama bernilai kurang dari 140 m². Kapal-kapal tersebut juga hanya menggunakan satu lunas yaitu lunas luar, sehingga dalam hal 53

68 penggunaan lunas kelima kapal tersebut telah sesuai dengan ketetapan BKI (1989). Perbandingan ukuran lunas kapal-kapal yang diteliti dengan ukuran standar BKI adalah pada ukuran penampang, lebar dan tinggi lunas. Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa kapal 1, 2 dan 3 memiliki nilai L : H masing-masing sebesar 7,4 ; 7,692 dan 6,25, semuanya bernilai kurang dari 8. Menurut ukuran standar BKI bahwa untuk L : H = 8 maka penampang lunas = 320 m² dengan lebar dan tinggi lunas yaitu 150 x 215 mm. Ukuran penampang lunas kapal 1, 2 dan 3 tidak sesuai dengan BKI, semuanya bernilai kurang dari 320 m². Begitu pula dengan ukuran lebar dan tinggi lunas, ketiganya memiliki ukuran lebar dan tinggi lunas di bawah 150 x 215 mm. Sedangkan untuk kapal 4 dan 5 masing-masing memiliki nilai L : H sebesar 8,958 dan 9,429. Oleh karena itu kapal 4 termasuk dalam kategori L : H = 8,8 dan kapal 5 termasuk dalam kategori L : H = 9,0. Menurut BKI (1989), apabila nilai L : H > 8 maka ukuran penampang atau tebal pada bagian-bagian konstruksi harus diperbesar sesuai daftar nilai L : H. Bagi kapal dengan nilai L : H = 8,8 akan mengalami penambahan luas penampang atau tebal sebesar 11 % dan bagi kapal bernilai L : H = 9,0 maka luas penampang atau tebal bagian konstruksi ditambah 16 % dari ukuran semula. Mengacu pada BKI, ukuran penampang, lebar dan tinggi lunas kapal 4 dan 5 tidak sesuai. Ukuranukuran tersebut masih di bawah ukuran standar BKI. Bentuk konstruksi lunas kapal sopek ini mirip dengan konstruksi lunas kapal dogol di daerah Bancar pada skripsi Yatnaningsih (1998). Tetapi, pada lunas kapal dogol tersebut, bentuk ujung lunas buritannya berbeda dengan ujung lunas haluan. Sedangkan pada kelima kapal yang diteliti, ujung lunas bagian haluan maupun buritan memiliki bentuk yang sama. 2. Linggi haluan Linggi haluan merupakan balok besar di bagian depan kapal yang harus memiliki kekuatan yang besar untuk memecah air dan menerjang ombak. 54

69 Linggi haluan berupa balok besar, panjang dan tebal dengan bagian ujung atasnya meruncing. Bagian bawah linggi haluan bersambungan dengan lunas dan diperkuat dengan siku linggi. Pada linggi haluan bagian bawah dibuat lubang purus yang memiliki ukuran yang sama dengan purus pada lunas untuk disambungkan. Bentuk linggi haluan kelima kapal contoh sama. Konstruksi linggi haluan dapat dilihat pada Gambar 38. Lubang untuk purus Gambar 38 Konstruksi linggi haluan Bentuk kelima linggi haluan kapal serupa dengan bagian ujung atas linggi haluan meruncing dan bagian ujung bawah datar seperti terlihat pada Gambar 37. Bentuk konstruksi linggi haluan ini mirip dengan konstruksi linggi haluan di Bungus, Sumatra Barat pada skripsi Wati (2001), hanya terdapat perbedaan pada cara penyambungan linggi haluan dengan lunas kapal. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa ukuran linggi haluan kelima kapal yang diteliti hampir sama, terutama ukuran tinggi atau tebal balok linggi kelima kapal tersebut yaitu 300 mm. Tetapi ukuran lebar linggi haluannya sedikit berbeda berkisar antara mm. Kapal 1 dan 2 memiliki ukuran linggi haluan yang sama, yaitu 90 x 300 mm. Hal ini wajar terjadi karena kedua kapal tersebut dibuat pada galangan yang sama. Hal yang sama terjadi 55

70 pada kapal 4 dan 5 meskipun kapal-kapal tersebut dibuat pada galangan yang berbeda. Ukuran konstruksi linggi haluan ini bisa jadi berbeda karena tergantung pada permintaan pemesan kapal (juragan kapal). Perbandingan ukuran linggi haluan kapal-kapal yang diteliti dengan ukuran standar BKI adalah ukuran lebar dan tinggi linggi haluan sesuai dengan nilai L : H kapal-kapal tersebut. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa Kapal 1, 2 dan 3 memiliki nilai L : H < 8. Ketiga kapal tersebut memiliki ukuran lebar dan tinggi yang tidak sesuai dengan ukuran yang disarankan bagi kapal dengan nilai L : H < 8 yaitu 125 x 180 mm. Ukuran lebar Kapal 3 tidak berbeda jauh dari ukuran lebar yang disarankan oleh BKI yaitu sebesar 120 mm. Akan tetapi, Kapal 1 dan 2 memiliki ukuran lebar yang jauh lebih kecil dari ukuran yang disarankan yaitu hanya sebesar 90 mm. Sementara itu, Kapal 4 dan 5 dibandingkan dengan ukuran linggi haluan standar BKI untuk nilai L : H > 8. Kapal 4 dengan nilai L : H = 8,958 dimasukkan dalam kategori L : H = 8,8. Ukuran lebar dan tinggi linggi haluan yang disarankan adalah 138,75 x 199,8 mm. Kapal 4 yang memiliki nilai L : H yang besar tetapi ukuran lebar linggi haluannya termasuk kecil yaitu hanya sebesar 100 mm. Begitu pula pada Kapal 5 yang memiliki nilai L : H terbesar diantara keempat kapal lainnya tetapi ukuran lebar linggi haluannya hanya sebesar 100 mm. Sedangkan untuk ukuran tinggi linggi haluan kelima kapal tersebut adalah sama yaitu sebesar 300 mm. Ukuran tinggi ini justru jauh lebih besar dari ukuran yang disarankan yaitu sebesar 180 mm (bagi kapal dengan nilai L : H < 8 atau Kapal 1, 2 dan 3) ; 199,8 mm (bagi kapal dengan nilai L : H yang termasuk dalam L : H = 8,8 atau Kapal 4) dan 208,8 mm (bagi kapal dengan nilai L : H yang termasuk dalam L : H = 9,0 atau Kapal 5). 3. Linggi buritan Linggi buritan merupakan balok besar yang terdapat di buritan kapal berfungsi untuk menyangga kemudi serta poros baling-baling. Bentuk konstruksi linggi buritan ini hampir sama dengan linggi haluan, tetapi lebih 56

71 pendek dari linggi haluan. Ujung bawah linggi buritan yang menghadap ke haluan juga dibuat lubang purus untuk disambungkan dengan purus pada lunas bagian buritan. Sedangkan pada bagian linggi buritan yang menghadap ke buritan dibuat lubang untuk poros baling-baling. Konstruksi linggi buritan pada kelima kapal sama. Bentuk konstruksi linggi buritan sama dengan linggi haluan karena jenis kelima kapal yang diteliti adalah kapal sopek dengan bentuk kapal double pointed. Konstruksi linggi buritan ini dapat dilihat pada Gambar 39. Lubang untuk purus Gambar 39 Konstruksi linggi buritan Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa ukuran linggi buritan kelima kapal hampir sama dengan ukuran linggi haluannya. Ukuran tinggi linggi buritan Kapal 3 dan 4 sama dengan ukuran tinggi linggi haluannya yaitu sebesar 300 mm. Sedangkan untuk ketiga kapal lainnya memiliki ukuran tinggi linggi buritan yang berbeda dengan linggi haluannya. Kapal 1 dan 2 memiliki ukuran tinggi linggi buritan yang lebih kecil daripada tinggi linggi haluannya yaitu 250 mm. Sedangkan Kapal 5 justru memiliki tinggi linggi buritan yang lebih besar daripada tinggi linggi haluannya yaitu sebesar 400 mm. Secara umum kapal-kapal yang diteliti memiliki ukuran lebar linggi 57

72 buritan yang sama dengan lebar linggi haluannya, tetapi Kapal 3 dan 4 memiliki ukuran lebar linggi buritan yang berbeda dengan lebar linggi haluannya. Sebaiknya ukuran tinggi linggi buritan lebih besar dibandingkan tinggi linggi haluan karena pada linggi buritan akan dibuat lubang poros baling-baling. Tetapi, hal ini juga tergantung dari jenis mesin penggerak kapal yang digunakan, apakah menggunakan motor tempel (outboard engine) atau mesin dalam (inboard engine) karena lubang poros baling-baling yang dibuat pada linggi buritan hanya digunakan pada kapal inboard engine. Perbandingan ukuran linggi buritan kelima kapal yang diteliti dengan ukuran standar BKI adalah ukuran tinggi linggi buritan yang disarankan 5% lebih besar dari tinggi linggi haluan dan lebarnya boleh sama. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan terhadap ukuran tinggi linggi buritan kelima kapal dengan mengacu pada persyaratan yang disarankan BKI didapatkan hasil bahwa Kapal 1 dan 2 memiliki ukuran tinggi linggi buritan 0,83 % ukuran tinggi linggi haluannya. Sementara itu, Kapal 3 dan 4 memiliki ukuran tinggi linggi buritan yang sama dengan tinggi linggi haluannya. Sedangkan Kapal 5 memiliki ukuran tinggi linggi buritan 1,13 % lebih besar daripada tinggi linggi haluannya. Hal tersebut berarti bahwa ukuran konstruksi linggi buritan kelima kapal tidak sesuai dengan standar BKI. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan sebelumnya, standar yang disarankan untuk ukuran lebar linggi buritan sama dengan standar bagi ukuran linggi haluan. Tetapi, mengenai ukuran tinggi linggi buritan standar yang disarankan lebih besar dibandingkan dengan ukuran tinggi linggi haluan. Hal ini disebabkan terdapat perhitungan tambahan tentang besar tinggi linggi buritan minimal 5 % tinggi linggi haluan dan penambahan tebal konstruksi sesuai nilai L : H kapal. Jika dibandingkan berdasarkan nilai L : H, ukuran lebar kelima kapal tidak sesuai dengan ukuran yang disarankan. Seluruhnya masih di bawah nilai standar. Hanya Kapal 4 yang memiliki lebar linggi buritan yang tidak jauh berbeda dari ukuran standar BKI yaitu sebesar 120 mm dari standar 125 mm. Sedangkan untuk ukuran tinggi linggi buritan, 58

73 meskipun kelima kapal tidak sesuai dengan standar BKI tetapi ukuran tinggi linggi buritan kapal-kapal tersebut jauh lebih besar dari standar BKI yaitu antara mm dari standar yang disarankan antara ,24 mm. 4. Kulit kapal Kulit kapal berfungsi sebagai lapisan pembungkus kapal yang melindungi kapal agar air tidak masuk ke dalam kapal. Kulit kapal ini dibangun dari dasar kapal, lambung kapal hingga membentuk tepian kapal (sheer). Konstruksi ini tersusun oleh papan-papan dengan ukuran seragam yang dirangkai seri. Rangkaian 3-4 papan yang dirangkai seri ini memiliki nama tersendiri yang diberikan oleh para pembuat kapal di Gebang sejak dulu. Konstruksi kulit kapal di semua daerah sama. Konstruksi kulit kapal ini dapat dilihat pada Gambar 40. Gambar 40 Konstruksi kulit kapal Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa kelima kapal memiliki ukuran lebar yang tidak jauh berbeda dan ukuran tebal yang seragam kecuali pada Kapal 4 dengan ukuran tebal 22,5 mm. Pada Tabel 8 pun dapat diketahui bahwa meskipun kelima kapal memiliki nilai L : H yang berbeda tetapi ukuran konstruksi kulit kapalnya serupa. Perbandingan ukuran kulit kapal dari kelima kapal contoh dengan ukuran yang disyaratkan BKI adalah ukuran tebal kulit kapal sesuai dengan 59

74 nilai L(B/3+H) dan L : H tiap kapal. Sementara itu, untuk tebal kulit kapal keseluruhan dari tiap kapal boleh sama karena kelima kapal contoh termasuk kapal kecil. Jika dibandingkan dengan standar BKI, tebal kulit kelima kapal di bawah ukuran tebal yang disarankan. Padahal dengan nilai L : H yang semakin besar maka tebal kulit kapal pun harus diperbesar. Berdasarkan perhitungan, tebal kulit kapal untuk kapal dengan nilai L : H < 8 (Kapal 1, 2 dan 3) adalah 30 mm ; L : H = 8,8 (Kapal 4) adalah 33,3 mm dan L : H = 9,0 (Kapal 5) adalah 34,8 mm. 5. Gading-gading Gading-gading pada kapal sama halnya dengan tulang rusuk pada tubuh manusia. Gading-gading berfungsi menguatkan badan kapal secara melintang. Konstruksi gading-gading pada kapal sopek di Gebang tidak seperti gadinggading pada kapal di daerah lain. Bentuknya berupa susunan papan-papan dengan ukuran yang sama sepanjang lebar badan kapal dan berfungsi juga sebagai penyekat ruangan di bawah geladak. Pada bagian atasnya terdapat papan yang dibentuk tumpul agar tidak membahayakan ABK, bagian konstruksi ini disebut gading sengkol. Konstruksi gading-gading kapal dapat dilihat pada Gambar

75 1. 2. a) b) Gambar 41 Konstruksi gading-gading kapal : 1. haluan dan buritan 2. midship : a. Gading-gading menyatu ; b. Gading-gading berdampingan 61

76 Bentuk gading-gading pada midship ada dua jenis seperti terlihat pada Gambar 41. Bentuk pertama menunjukkan bahwa antara gading papan dengan gading sengkol disatukan, sedangkan bentuk kedua menunjukkan bahwa antara gading papan dengan gading sengkol terpisah tetapi dipasang berdampingan. Perbedaan cara pemasangan ini tergantung dari permintaan pemesan kapal. Namun, menurut penjelasan dari pembuat kapal, diantara kedua cara tersebut, bentuk kedua lebih baik daripada bentuk pertama karena penahan lambung kapal akan lebih banyak sehingga kekuatan melintangnya lebih besar. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa gading-gading kelima kapal memiliki ketebalan yang seragam, hanya gading-gading Kapal 4 saja yang lebih tebal daripada lainnya yaitu sebesar 22,5 mm. Tebal papan-papan penyusun gading-gading pada kapal-kapal yang dibuat di Gebang memang seukuran dengan tebal papan kulit kapal. Sementara itu, untuk jarak antar gading-gading disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya para pembuat kapal membuat gading-gading pada kapal. Selain itu, umumnya jarak tersebut berbeda antara gading-gading yang berada di haluan kapal, midship, maupun di buritan kapal. Jarak antar gading-gading di bagian haluan dan buritan kapal lebih dekat dibandingkan di bagian midship kapal. Terlihat bahwa jarak antar gading-gading kelima kapal bervariasi. Kapal 1 dan 2 menggunakan jarak antar gading-gading antara mm ; Kapal 3 dan 4 menggunakan jarak antar gading-gading yang sama baik di haluan, midship maupun buritan. Sedangkan Kapal 5 menggunakan rentang jarak antar gading-gading yang lebih besar yaitu antara mm. Jika dibandingkan dengan jarak antar gading-gading yang disarankan BKI, kelima kapal menggunakan jarak yang jauh lebih besar dari standar jarak BKI yaitu 280 mm. Padahal, dengan jarak antar gading-gading yang semakin dekat, maka jumlah gading-gading pun akan bertambah, dengan demikian penahan lambung kapal akan semakin banyak dan kekuatan melintangnya menjadi lebih besar. 62

77 6. Geladak Geladak merupakan lantai kapal yang tersusun dari papan-papan kecil. Geladak pada kapal-kapal yang ada di Gebang digunakan sebagai tempat nelayan beraktifitas, meletakkan alat tangkap (terutama yang berbentuk jaring), pelampung, dan untuk meletakkan blong-blong atau keranjang (basket) berisi ikan hasil tangkapan. Geladak di daerah ini disebut galaran. Galaran tidak dipatenkan dengan paku sehingga dapat dibuka papan-papan galaran-nya. Konstruksi ini dipasang demikian agar nelayan dapat menaruh alat tangkap di ruangan di bawah galaran. Konstruksi galaran dapat dilihat pada Gambar 42. Gambar 42 Konstruksi galaran kapal Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa ukuran-ukuran geladak kelima kapal seragam. Perbedaan hanya terdapat sedikit pada sepanjang apa geladak dibuat pada kapal. Terlihat pula pada Tabel 8 bahwa pada kelima kapal, geladak dibuat sepanjang antara 7-8 m. Perbandingan antara ukuran-ukuran geladak kelima kapal dengan ukuran geladak yang disarankan BKI adalah mengenai tebal geladak, perbandingan lebar dengan tebal tutup sisi geladak, jarak balok dan jumlah lutut horizontal balok. Tebal geladak kelima kapal lebih kecil daripada tebal geladak yang disarankan yaitu 20 mm dari standar sebesar 36 mm. Lebar papan geladak kelima kapal antara mm atau rata-rata lebar sebesar 175 mm, sedangkan lebar yang disarankan BKI lebih besar yaitu 190 mm. Tetapi, berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan perbandingan antara 63

78 lebar papan geladak dengan tebal papan geladak didapatkan hasil yaitu : (a). Rasio ukuran geladak kelima kapal adalah 8,75 ; (b). Rasio ukuran geladak BKI adalah 5,28. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa rasio ukuran geladak kelima kapal lebih besar dari ukuran geladak BKI. Memang sebaiknya rasio ukuran lebar dengan tebal geladak kapal kecil karena dengan begitu geladak mampu menahan beban yang berada di atasnya dengan baik mengingat aktifitas yang dilakukan nelayan di atas geladak juga banyak. 7. Palka Palka merupakan ruangan di bawah geladak yang biasanya digunakan oleh nelayan-nelayan Gebang untuk menyimpan alat tangkap dan peti ikan tetapi hal ini jarang dilakukan karena umumnya mereka hanya meletakkan ikan-ikan hasil tangkapannya dalam blong-blong atau keranjang (basket) di geladak kapal. Konstruksi palka kapal dapat dilihat pada Gambar 43. Papan 7 8 cm Gambar 43 Konstruksi palka Palka pada kapal-kapal yang dibuat di ketiga galangan yang diteliti disekat oleh penyekat ruangan kapal (gading papan). Bagian alas palka lebih tinggi dari dasar kapal. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa dari kelima kapal yang diteliti hanya satu kapal yang tidak memiliki palka yaitu Kapal 3 karena kapal tersebut digunakan untuk penangkapan dengan payang wewe sehingga geladaknya dibuat permanen (tidak dapat dibuka). Terlihat pula pada Tabel 8 64

79 bahwa ukuran-ukuran konstruksi palka dari keempat kapal seragam. Panjang palka keempat kapal antara 1-1,5 m, lebar palka terkecil pada Kapal 5 yaitu sebesar 50 cm, sedangkan lebar palka ketiga kapal lainnya yaitu 70 cm. Kedalaman palka keempat kapal sama yaitu 90 cm, kecuali Kapal 5 dengan dalam palka 80 cm. Menurut BKI (1989), pada tiap kapal, kamar mesin, ruang akomodasi dan ruang muatan atau ruang ikan harus terpisah satu dengan yang lain oleh sekat-sekat kedap air. Sekat kedap air tersebut harus dibuat dari papan yang dipotong secara radial, kayu lapis khusus untuk bangunan kapal yang tahan air atau dari pelat baja bangunan kapal. Sekat kayu dapat juga dibuat dari papan/kayu lapis berganda. Diantara kedua lapisan itu harus disisipkan sebuah sisipan isolasi. Berdasarkan keadaan palka pada keempat kapal yang diteliti, ruanganruangan di bawah geladak (galaran) dipisahkan oleh sekat yang juga merupakan bagian dari konstruksi gading-gading yang tersusun dari papanpapan atau disebut juga gading papan. Sekat-sekat kedap air tersebut berguna untuk mencegah air masuk ke dalam ruang ikan sehingga kebersihan dan mutu ikan tetap terjaga. Papan-papan pada sekat juga terbuat dari kayu-kayu yang dipotong secara radial. Hal ini dimaksudkan agar potongan-potongan kayu tersebut tidak mengandung banyak pori-pori dengan demikian kekedapan kayu terhadap air lebih terjamin. Sekat kayu pada kapal di Gebang yang menggunakan palka sebagai ruangan penyimpan ikan hasil tangkapan terbuat dari papan dan di antara dua papan disisipkan bahan isolasi yaitu fiber. Palka pada keempat kapal tersebut tidak khusus dibuat untuk menyimpan ikan, sehingga kondisinya hanya berupa ruangan antar sekat badan kapal dengan alas sedikit lebih tinggi dari dasar kapal. Kebanyakan mereka menggunakan ruangan tersebut sebagai tempat menaruh alat tangkap dan bagian-bagian alat tangkap tersebut seperti pelampung, jaring dan tali selambar. Mereka terkadang menaruh peti ikan yang di dalamnya diisi es pada palka tersebut jadi ikan tidak langsung ditempatkan pada palka. Hal ini 65

80 sebanding dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Slamet (1991) dalam Kurniawati (2004) bahwa palka tidak berinsulasi adalah palka yang seluruh sisi dinding, loteng dan lantai palka tidak dipasang selubung penahan panas. Palka jenis ini tidak dapat menahan kebocoran panas dari luar palka. Kapal ikan yang palkanya tidak diinsulasi umumnya adalah kapal-kapal kecil yang operasi penangkapannya hanya satu hari (one day fishing). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, palka keempat kapal contoh termasuk ke dalam bentuk prisma trapesium lengkung seperti yang telah diidentifikasi oleh Lafi (2004) pada Gambar 27. Palka bentuk ini memiliki kelengkungan agak landai. Luas penampang yang membatasi palka secara vertikal sama besar. Palka tipe ini terletak di antara haluan dan midship. Hal ini menyebabkan lantai palka memiliki kelengkungan tetapi tidak tajam dan luasan sisi bagian depan dan belakang sama besar. 8. Pondasi mesin Pondasi mesin merupakan kerangka untuk menempatkan mesin kapal dimana diperlukan kekuatan yang besar untuk menahan mesin dari guncangan karena olah gerak kapal maupun getaran yang dihasilkan oleh mesin itu sendiri. Pondasi mesin bagi motor tempel (outboard engine) dengan mesin tanam (inboard engine) sedikit berbeda dari segi penempatan maupun bentuk pondasinya. Konstruksi pondasi kedua jenis penempatan mesin tersebut dapat dilihat pada Gambar

81 a) Keterangan : a. balok kaki pondasi mesin (dua buah) b. balok lengan pondasi mesin (dua buah) c. papan kedudukan mesin (satu buah) d. gading-gading (dua buah) e. kulit kapal f. pisang-pisang g. geladak (galaran) a) Pondasi untuk motor tempel (outboard engine) 67

82 b) f g a a f e b d c b Keterangan : a. geladak (galaran) b. gading papan (sekat ruangan) c. alas kapal d. balok besar (satu buah) e. papan penyangga mesin (satu buah) f. papan kedudukan mesin (dua buah) g. kulit lambung kapal b) Pondasi untuk mesin tanam (inboard engine) Gambar 44 Konstruksi pondasi mesin Pondasi mesin motor tempel dan posisi penempatannya pada kelima kapal yang diteliti sama yaitu di sebelah kiri kapal (jika dilihat dari arah buritan) di dekat buritan kapal. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa pondasi mesin motor tempel ini terdiri dari kaki pondasi, lengan pondasi dan 68

83 balok dudukan. Ukuran-ukuran pondasi mesin motor tempel kelima kapal yang diteliti bervariasi. Tetapi, secara keseluruhan ukuran pondasi mesin motor tempel (Gambar 44 a), Kapal 3 dan 4 yang terbesar yaitu untuk kaki pondasi memiliki panjang, lebar dan tinggi masing-masing sebesar 250, 92 dan 45 mm. Lengan pondasinya memiliki ukuran panjang x lebar x tinggi yaitu 600 x 85 x 70 mm. Adapun ukuran balok dudukannya yaitu 950 x 130 x 45 mm. Sedangkan ukuran pondasi mesin motor tempel terkecil pada Kapal 5 dengan ukuran kaki pondasi 250 x 80 x 50 mm ; lengan pondasi 580 x 75 x 60 mm dan balok dudukan 870 x 130 x 40 mm. Pondasi mesin tanam (inboard engine) dibuat di buritan bagian tengah. Mesin tanam pada kapal-kapal di Gebang umumnya digunakan bagi kapalkapal yang berukuran lebih besar dari ukuran kapal Gebang rata-rata. Biasanya digunakan untuk penangkapan dengan bubu. Hal ini terjadi pada Kapal 4 Galangan 2 yang menggunakan 3 mesin yaitu motor tempel, mesin tanam dan mesin penarik tali selambar. Pada Tabel 8, ukuran bagian-bagian konstruksi pondasi mesin tanam tidak dicantumkan dan tidak dibandingkan dengan BKI karena keempat kapal yang diteliti selain Kapal 4 tidak menggunakan mesin tanam. Pada Gambar 44 b) ditampilkan bentuk konstruksi pondasi mesin tanam sebagai informasi. Menurut BKI (1989), untuk ukuran pondasi mesin penggerak hanya diberikan secara garis besar, karena ukuran tersebut tidak hanya tergantung pada tenaga motor, tetapi juga pada berat dan ukuran mesin termasuk juga roda gigi dan bantalan tekan, angka perputaran, jumlah silinder, getaran motor dan sebagainya. Disamping itu tergantung juga pada bentuk konstruksi dari umpamanya sambungan antara pembujur pondasi dengan wrang. Oleh karena tidak diaturnya kondisi dan profil pondasi mesin kapal ini maka tidak dilakukan perbandingan antara profil pondasi mesin kelima kapal yang diteliti dengan hal-hal yang terdapat pada bab ruang mesin dan sub-bab pondasi mesin pada BKI (1989). 69

84 4.2.3 Prosedur pembangunan kapal. Prosedur pembangunan kapal mencakup cara-cara dalam membuat konstruksikonstruksi kapal dan perangkaian satu persatu konstruksi-konstruksi kapal dari awal hingga kapal selesai dibangun. Pembangunan kapal kayu di Gebang dilakukan dengan tahapan dan teknologi yang sama. Tahap-tahap pembangunan kapal di ketiga galangan yang diteliti adalah sebagai berikut : a) Pemasangan Lunas; b) Pemasangan Linggi Haluan dan Buritan; c) Pemasangan Kulit Kapal; d) Pemasangan Gading-gading; e) Pemasangan Galaran (geladak); f) Pemasangan Srang Manis Belakang; g) Pemasangan Golak (pisang-pisang); h) Pemasangan Srang Manis Depan; i) Pemasangan Akil (dek depan); j) Pemasangan Dapur; k) Pembuatan Palka (ruang ikan) l) Pembuatan Pondasi Mesin; m) Pembuatan Lubang Poros Baling-baling; n) Pemasangan Kesumbi dan Pesangga; o) Pemasangan Bayangkara Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai pemasangan konstruksikonstruksi utama kapal kayu yang menjadi bahan kajian penelitian ini : a) Pemasangan lunas Lunas merupakan pondasi pembangunan kapal. Lunas diletakkan di tanah dengan disangga oleh beberapa balok-balok kayu penyangga sepanjang badan lunas. Balok-balok penyangga tersebut berukuran lebar cm dengan tebal ± 4 cm dan panjang yang hampir sama. Lunas yang digunakan 70

85 oleh para pembuat kapal di Gebang adalah sebuah balok kayu panjang tanpa sambungan. Pada kedua ujung lunas dibuat/dibentuk tonjolan balok kecil yang disebut purus. Pembentukan purus dilakukan dengan memahat bagian ujung lunas dengan alat yang disebut petel. Purus tersebut, dalam pemasangannya, disesuaikan dengan lubang purus yang terdapat di linggi haluan dan linggi buritan. b) Pemasangan linggi haluan dan linggi buritan Linggi merupakan balok kayu panjang yang bersambungan dengan lunas. Linggi ini terdiri dari dua macam, yaitu linggi haluan yang dipasang di bagian depan kapal (haluan) dan linggi buritan yang dipasang di bagian belakang kapal (buritan). Linggi haluan berfungsi untuk menghubungkan papan-papan pada lambung kiri dan kanan kapal. Linggi haluan berukuran lebih panjang daripada linggi buritan dan saat dipasang, postur linggi haluan lebih tinggi daripada linggi buritan. Linggi haluan juga merupakan bagian kapal yang menghadapi ombak dan berfungsi membelah air. Pemasangan linggi dilakukan dengan cara melubangi balok linggi bawah pada bagian tebalnya dengan ukuran 5 cm x 7 cm dan dalam ± 15 cm. Tebal lunas bagian haluan pun dibentuk dengan menggunakan petel (sejenis alat pemahat) seukuran dengan ukuran penampang dan dalam lubang pada linggi bawah tersebut. Bentukan ini disebut purus dan lubang pada linggi bawah disebut lubang purus. Kemudian purus dimasukkan ke dalam lubang purus sambil terus dipetel agar sesuai dengan lubang purus. Setelah itu linggi dan lunas dieratkan dengan cara dipukul dengan palu besar seberat 5 kg. Pemasangan linggi haluan dengan lunas kapal ditampilkan oleh Gambar

86 Gambar 45 Pemasangan lunas dengan linggi haluan Konstruksi linggi terhadap lunas diperkuat dengan siku linggi. Siku linggi ini dipasang di atas lunas dan menempel pada linggi. Pemasangan siku linggi dilakukan dengan memasang miring baut berukuran 35 cm pada linggi dan memasang tegak baut berukuran 25 cm pada lunas. Baik linggi haluan maupun linggi buritan dipasangkan ke lunas dengan cara yang sama. Pemasangan siku linggi di bagian haluan dapat dilihat pada Gambar 46. Siku linggi Gambar 46 Pemasangan siku linggi untuk memperkuat lunas dan linggi haluan Adapun linggi buritan adalah bagian kapal yang membentuk ujung buritan kapal dan berfungsi menyangga kemudi dan poros baling-baling. Meskipun ukurannya lebih pendek dibandingkan linggi haluan, linggi buritan biasanya memiliki ukuran tebal yang lebih besar daripada tebal linggi haluan. Hal ini disebabkan pada bagian tebal dari linggi buritan dibuat lubang poros baling-baling. 72

87 Gambar 47 Pemasangan lunas dengan linggi buritan c) Pemasangan kulit kapal Kulit kapal memiliki fungsi yang serupa dengan kulit pada tubuh manusia yaitu melindungi kerangka dan konstruksi-konstruksi bagian dalam kapal. Kulit kapal tersusun dari papan-papan berukuran seragam. Papan yang akan digunakan sebagai kulit kapal, sebelumnya dibentuk pada pengoboran (tempat pembakaran papan). Tempat pembakaran (pengoboran) terdiri dari kayu-kayu yang menyangga leher papan, kayu bakar, pemberat (biasanya berupa batu-batu), tali dan batol (alat yang terbuat dari besi untuk mengepress papan). Biasanya pelengkungan papan untuk kulit kapal membutuhkan waktu ± 1,5 jam / 2 papan sekaligus agar kelengkungan di kanan dan kiri kapal sama. Sesekali tali yang diikatkan pada kayu penarik papan dikencangkan/ditegangkan untuk membentuk papan. Proses pembentukan papan-papan untuk kulit kapal dapat dilihat pada Lampiran 2. Papan-papan yang menyusun kulit kapal memiliki nama-nama yang berbeda. Susunan papan-papan tersebut dari alas hingga lambung kapal adalah sebagai berikut: papan dasar/papan pertama (papan pengapit); papan kedua (karon); papan ketiga (telon); papan keempat sampai keenam (cantel); papan ketujuh sampai kesembilan (gedok); dan papan kesepuluh (golak). Pemasangan kulit kapal diawali oleh pemasangan papan dasar. Papan dasar berbentuk datar (tidak mengalami pembakaran/pelengkungan) dipasang mengapit lunas di kanan dan kiri lunas. Pemasangan dilakukan dengan cara mengebor sisi kanan dan kiri lunas dan menanamkan paku besi ukuran 8 cm 73

88 hanya sedalam 4 cm (setengah panjang paku besi). Lalu pada lunas yang ditanam paku tersebut dipasangkan lembaran gelam. Papan-papan pengapit pun dibor sedalam 4 cm. Papan-papan pengapit ini pun dijangka menggunakan jangka besi sehingga didapatkan garis rata lalu dengan berpatokan pada garis tersebut, papan dipetel atau digergaji dengan circle. Kemudian lubang-lubang bor pada papan-papan pengapit disesuaikan dengan paku-paku pada lunas dan dirapatkan pada lunas dengan bantuan palu seberat 5 kg. Selanjutnya untuk pemasangan karon sampai golak dilakukan dengan cara yang sama seperti pemasangan papan dasar pada lunas, tetapi mengalami pembakaran/ pelengkungan terlebih dahulu. Setiap papan memiliki lebar yang berbeda. Agar papan-papan tersebut bisa dirapatkan dan meminimalkan celah antar papan maka dilakukan penjangkaan pada papan yang akan dipasang terhadap papan sebelumnya yang telah terpasang. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kebocoran pada kulit kapal. Cara pemasangan papan dasar kulit kapal pada lunas dan penjangkaan papan ditunjukkan oleh Gambar 48 dan Gambar 49. Gambar 48 Pemasangan papan dasar kulit kapal pada lunas 74

89 Gambar 49 Penjangkaan papan Kulit kapal tersusun dari beberapa papan sejajar yang disambung. Setiap jajaran terdiri dari 3-4 papan dengan panjang yang disesuaikan dengan kebutuhan. Sambungan antar papan pada tiap jajaran memiliki pola sambungan seperti gambar di bawah ini: Gambar 50 Pola sambungan papan kulit kapal Agar papan dapat disambung, bagian tebal pada papan dibor dengan mata bor yang sesuai dengan paku yang akan ditanam pada papan. Pengeboran dilakukan sedalam ± 4 cm (karena paku besi yang digunakan berukuran panjang 8 cm) dengan jarak antar paku 7 cm. Setelah semua paku ditanam pada papan, dilakukan pemasangan lembaran gelam (kulit minyak kayu putih). Fungsi gelam adalah sebagai bahan pendempul yang mengisi celah antar papan. Perangkaian papan-papan ini disajikan pada Lampiran 3. 75

90 d) Pemasangan gading-gading Gading-gading merupakan konstruksi yang menguatkan bagian lambung kapal dan membentuk badan kapal. Oleh karena gading-gading merupakan rangka kapal maka gading-gading tersebut harus kuat dan sambungannya harus minim atau lebih baik lagi jika tanpa sambungan agar diperoleh kekuatan yang besar. Pemasangan gading-gading dilakukan setelah papan-papan kulit kapal dipasang. Cara ini sebenarnya kurang baik karena bentuk gading-gading disesuaikan dengan bentuk lambung kapal. Pemasangan gading-gading dimulai dari tengah kapal (bagian midship), karena bagian kapal terlebar adalah di midship. Untuk selanjutnya pemasangan gading-gading berikutnya tinggal menyesuaikan dengan gading-gading di midship. Gading-gading yang terdapat pada kapal-kapal di Gebang terdiri dari dua bagian, yaitu gading papan dan gading sengkol/gading senggol. Gadinggading yang pertama dipasang adalah gading papan kemudian gading sengkol. Gading papan tersusun oleh papan-papan berukuran panjang 2,3-2,6 cm, lebar cm, tebal 3 cm. Perangkaian papan-papan ini serupa dengan perangkaian papan kulit. Setelah dirangkai papan-papan ini disesuaikan dengan kulit kapal dengan menggunakan bandul dan tali kasur yang diukur terhadap kulit kapal. Data ukuran-ukuran tersebut digariskan pada rangkaian papan-papan tersebut. Kemudian bagian yang ditandai tersebut dipetel/dibentuk sehingga sesuai dengan bentuk badan kapal. Selanjutnya dilakukan pemasangan gading sengkol. Gading sengkol berupa papan berukuran lebar 25 cm, panjang cm dan tebal tergantung permintaan pemesan kapal. Tebal gading sengkol atas ada yang sama ukurannya dengan tebal bagian bawahnya dan ada pula yang berbeda. Biasanya tebal gading sengkol adalah 3-4 cm. Pemasangan gading sengkol biasanya berdampingan/bersebelahan dengan gading papan. Ada pula gading sengkol yang bersambung/menyatu dengan gading papan (tepat di atas gading papan). Hal ini tergantung permintaan pemesan, tetapi dari segi kekuatan, posisi 76

91 gading- gading ganda (bersebelahan/berdampingan) akan lebih kuat karena lambung kapal ditahan dengan dua bagian gading-gading daripada posisi menyatu yang hanya ditahan oleh satu bagian gading-gading. Penyambungan setiap gading senggol dengan gading papan menggunakan baut berukuran 10 cm berjumlah dua buah. Jika kapal terdiri dari 15 gading-gading di satu sisi, maka jumlah baut yang dibutuhkan untuk sisi kiri dan kanan kapal adalah sebanyak 60 baut. Gading senggol bagian atas dibentuk/dipahat menggunakan pendel. Pada kapal-kapal di Gebang yang berukuran 3-5 GT tidak terdapat lubang air di gading-gading (sisi lambung kapal) karena kapal berukuran rendah sehingga dikhawatirkan air akan lebih banyak masuk jika dibuatkan lubang air pada kapal. Maka untuk mengeluarkan air yang masuk ke dalam kapal, nelayan menguras bagian dalam kapal dengan membuka galaran (geladak). Bentuk dan cara pemasangan gading-gading dapat dilihat pada Gambar 51. 1) 77

92 2) Gading Sengkol Gading papan Gading papan Gading papan Gading papan Gading papan 78

93 3) Gading papan Gading sengkol Gambar 51 Cara perangkaian bagian-bagian konstruksi gading-gading : 1) Gading-gading haluan dan buritan ; 2) Gading-gading midship menyatu 3) Gading-gading midship berdampingan e) Pemasangan galaran (geladak) Galaran terletak hampir di sepanjang kapal dan berguna sebagai lantai kapal. Menurut penjelasan pembuat kapal, galaran berbeda dengan dek. Galaran terletak hampir di sepanjang kapal dan berguna sebagai lantai kapal. Pemasangannya tidak dipatenkan/dirapatkan dengan paku sehingga dapat dibongkar-pasang. Galaran terdiri atas papan-papan dengan panjang (40-60) cm, lebar (15-20) cm tebal 2 cm. Adapun dek yang terletak di bagian haluan dan buritan, pemasangannya dipatenkan dengan paku. Ukuran papan-papan penyusun dek serupa dengan galaran hanya saja setelah dipasang, ujung papan-papan dek dihaluskan dan dibentuk. 79

94 f) Pembuatan palka Pada kapal-kapal yang dibuat oleh galangan-galangan di Gebang, palka tidak dibuat secara khusus dan biasanya hanya menggunakan ruangan yang terdapat di bawah galaran (geladak). Pada kapal bubu, ruangan di bawah galaran tersebut digunakan untuk menyimpan bubu lipat dan peti ikan. Pada kapal payang wewe tidak terdapat palka karena lantai geladak pada kapal tersebut dipaten dengan paku, ikan hanya ditaruh di atas galaran dengan menggunakan keranjang (basket), blong atau peti ikan. Pembuatan palka dilakukan setelah pemasangan kulit kapal selesai dilakukan dan bersamaan dengan pembuatan gading-gading. Seperti yang telah dijelaskan dan digambarkan sebelumnya, gading-gading pada kelima kapal yang diteliti juga merupakan sekat ruangan di bawah geladak (galaran). Pembuatan palka hanya menambahkan alas palka dengan cara membuat dasar ruangan palka yang lebih tinggi 7-8 cm dari alas kulit kapal (Gambar 43). Biasanya ruangan palka tersebut, kalaupun akan dipakai sebagai tempat menyimpan ikan, maka ikan akan disimpan di dalam peti ikan yang diisi es atau dengan kata lain ikan tidak langsung ditempatkan di palka itu. Terkadang ada juga pemesan kapal yang meminta dibuatkan palka untuk khusus menyimpan ikan, maka dinding palka dilapisi fiber yang kemudian kembali dilapisi papan kayu lagi. Fiber tersebut berfungsi sebagai penahan suhu panas dari luar ke palka dan suhu dingin dari dalam palka keluar. g) Pemasangan pondasi mesin Penempatan mesin umumnya terbagi dua, yaitu mesin motor tempel (outboard engine) dan mesin tanam (inboard engine). Pondasi mesin tempel biasanya ditempatkan pada sisi kiri kapal dekat buritan (dilihat dari buritan kapal). Sedangkan pondasi mesin tanam dibangun di bawah galaran (geladak kapal). Kapal-kapal di Gebang umumnya menggunakan motor tempel. Sebagian lagi menggunakan dua mesin (motor tempel dan mesin tanam) atau 80

95 tiga mesin (motor tempel, mesin tanam dan mesin tambahan sebagai pembantu operasi penangkapan ikan misalnya mesin penarik tali selambar bubu). Pemasangan pondasi motor tempel diawali dengan membuat dua balok dengan ukuran yang sama sebagai kaki pondasi dan memasangnya di samping gading papan (sekat ruangan) dan dibaut dengan baut ukuran 15 cm sebanyak dua buah untuk masing-masing balok kaki sehingga diperlukan empat buah baut 15 cm untuk balok-balok kaki pondasi motor tempel. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan sebuah balok sebagai lengan pondasi dan balok tersebut dipasang di atas kedua balok kaki pondasi dengan memakunya dari atas balok tersebut menembus balok kaki pondasi. Pada pondasi mesin ini juga dibuat sebuah balok lengan tetapi pemasangannya bukan pada balok kaki pondasi melainkan di atas gading-gading sengkol yang berfungsi sama dengan balok kaki pondasi. Selanjutnya dibuat sebuah papan dengan lubang berbentuk persegi panjang di tengahnya. Papan ini dipasang memanjang di atas kedua balok lengan pondasi. Lubang persegi itu merupakan tempat lengan mesin yang akan menghidupkan dan mematikan mesin kapal. Perangkaian pondasi mesin motor tempel dapat dijelaskan oleh Gambar 52. Gambar 52 Perangkaian pondasi mesin motor tempel 81

96 Sementara itu, untuk pembuatan pondasi mesin tanam dilakukan di bawah galaran. Setelah pemasangan sekat terakhir di buritan selesai dilakukan dan galaran telah terpasang sepanjang kapal, maka dibuat sebuah balok besar yang dipasang agak ke bawah dari lantai galaran dan dipaku ke sekat terakhir di buritan. Selanjutnya dibuat dua papan dimana pada ujung papan dibentuk siku yang khas agar ujung papan tersebut dapat mengait pada galaran sedangkan bagian ujung papan yang lain masih berbentuk asli (tidak dibentuk). Bagian papan yang tidak dibentuk ini dipasang di atas balok besar. Kedua papan tersebut dipasang dengan jarak cm. Lalu dibuat sebuah papan tebal yang dipasang memanjang di atas kedua papan sebelumnya. Papan tebal ini berfungsi sebagai penyangga kedudukan mesin agar tetap pada posisinya meskipun ada pengaruh dari gerakan-gerakan kapal dan getaran mesin itu sendiri. Posisi pondasi mesin ini memiliki kemiringan 30º- 35º karena mempertimbangkan panjang poros baling-baling yang menembus linggi buritan. Perangkaian pondasi mesin tanam (inboard engine) dapat dilihat pada Gambar 53. Gambar 53 Perangkaian pondasi mesin tanam 82

97 4.3 Ekonomi Pembangunan Kapal Menurut Fyson (1985) biaya pembangunan kapal termasuk dalam biaya penanaman modal (investment cost). Berdasarkan hasil penelitian tekno-ekonomi kapal sebelumnya oleh Purba (2004) dihasilkan bahwa sewa lahan, material utama, material-material pendukung dan tenaga kerja merupakan komponen-komponen pokok yang menentukan besarnya biaya pembangunan kapal. Demi kian pula halnya dengan yang terjadi di Desa Gebang, biaya pembangunan kapal ditentukan oleh ketiga faktor tersebut, yaitu : sewa lahan, material dan upah tenaga kerja Biaya sewa lahan Galangan-galangan kapal di Gebang umumnya berada pada lahan pribadi pemilik galangan, tetapi ada juga yang menyewa lahan milik orang lain. Umumnya lahan ini berupa tanah kosong dekat pemukiman penduduk dan terletak jauh dari sungai. Pada Tabel 9 disajikan biaya sewa lahan untuk pembangunan kapal dan perbandingan biaya sewa lahan tersebut terhadap ukuran CUNO kapal. Tabel 9. Biaya sewa lahan tiap kapal No 1 Dimensi kapal: Parameter Galangan 1 Galangan 2 Galangan 3 Kapal 1 Kapal 2 Kapal 3 Kapal 4 Kapal 5 CUNO (Cubic Number) = m³ GT Biaya sewa lahan (Rp/kapal) , ,00-3 Biaya sewa lahan/cuno (Rp/m³) , ,57 - Pada penelitian ini, dari ketiga galangan yang dijadikan lokasi pengumpulan data, hanya satu galangan yang lahannya berstatus sewa, yaitu Galangan 2 milik Pak Tarja. Besar biaya sewa lahan tergantung jumlah kapal yang dibuat bukan dari luas lahan yang dipakai untuk membuat kapal atau pun lama pembuatan kapal. Harga sewa lahannya sebesar kurang lebih Rp ,00/kapal. Biaya sewa lahan ini sepenuhnya tanggung jawab pemilik galangan dan atau pembuat kapal. Jika 83

98 dibandingkan dengan ukuran CUNO kapal, Kapal 3 memiliki nilai biaya sewa lahan per ukuran CUNO yang lebih besar yaitu sebesar Rp.2.976,19/m 3 daripada Kapal 4 yang nilainya lebih kecil yaitu Rp.2.267,57/m 3. Hal ini wajar terjadi karena nilai CUNO Kapal 3 lebih kecil daripada Kapal Biaya material (a) Material utama Kayu merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan suatu kapal kayu, sehingga keberadaan dan harga kayu sangat mempengaruhi usaha galangan kapal kayu tradisional di Gebang. Pada Tabel 10 disajikan jumlah volume dan harga kayu yang digunakan dalam pembangunan kapal. Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa semakin banyak kayu yang digunakan dalam pembangunan kapal (khususnya kayu jati sebagai material utama) maka harga/kubik kayu tersebut semakin murah. Hal ini terlihat pada Kapal 1, 2, 3 dan 4 dengan perbandingan harga/kubik kayu terkecil adalah Kapal 1 yaitu sebesar ,67 dan semakin menurun seiring besarnya jumlah kubik kayu yang digunakan oleh Kapal 2, 3 dan 4. Tetapi hal ini tidak berlaku pada Galangan 3 yang membuat Kapal 5 dengan menggunakan 3 kubik kayu dengan harga yang cukup mahal yaitu Rp ,00 dibandingkan dengan Kapal 1 dengan jumlah kayu yang digunakan sama namun dengan harga hanya sebesar Rp ,00. Sehingga nilai harga/kubik kayu Kapal 5 menjadi paling besar di antara kapal-kapal lainnya. Hal ini diduga terjadi karena Galangan 3 tidak membeli kayu jati tersebut langsung dari petani jati tetapi membelinya di toko kayu di sekitar daerah Gebang. Padahal dengan membeli kayu langsung dari petani jati, harganya jauh lebih murah. Ongkos transport/angkut kayu kelima kapal sudah termasuk dalam harga pembelian kayu. 84

99 85

100 Sementara itu, mengenai penggunaan kayu pada Galangan 1, antara Kapal 1 yang berukuran 16,31 m 3 (CUNO) menggunakan 3 kubik kayu, sedangkan Kapal 2 yang berukuran jauh lebih besar yaitu 20,40 m 3 hanya berbeda sedikit saja penggunaan kayunya yaitu 3,25 kubik.. Adapun pada Galangan 2, Kapal 3 yang berukuran hanya 16,80 m 3 menggunakan kayu dalam jumlah yang cukup besar yaitu 4,25 kubik. Kapal 4 yang memang berukuran paling besar di antara keempat kapal contoh lainnya, menggunakan 5 kubik kayu. Sedangkan Kapal 5 pada Galangan 3 yang berukuran terkecil yaitu 12,56 m 3 menggunakan kayu dalam jumlah yang sama dengan Kapal 1 pada Galangan 1 yang berukuran lebih besar dari Kapal 5. Besar biaya material utama (kayu) per ukuran CUNO kapal menunjukkan besar biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku kayu yang dibutuhkan dalam pembangunan kapal dengan ukuran CUNO seperti tersaji pada Tabel 10. Perbandingan terbesar biaya kayu berdasarkan ukuran CUNO kapal adalah pada Kapal 5 yaitu sebesar Rp ,16/m 3. Sedangkan perbandingan biaya kayu berdasarkan ukuran CUNO kapal terendah adalah pada Kapal 2 yaitu sebesar Rp ,33/m 3. Adapun mengenai kayu johar dilakukan perbandingan harga/kubik kayu karena pembeliannya tidak dalam kubik tetapi per balok dan dalam bentuk sudah siap pasang. Selain itu, biaya yang dikeluarkan kelima kapal untuk membeli kayu johar tersebut sama yaitu sebesar Rp ,00 dan dapat dibeli di toko-toko kayu di sekitar Gebang. (b) Material pendukung Material pendukung yang juga memiliki peranan yang sangat penting dalam pembuatan suatu kapal di galangan-galangan kapal di Gebang terdiri dari paku pung, paku besi, paku tak, paku ulir, baut bermacam ukuran, lem FOX, semen putih dan gelam. Bahan-bahan ini dapat dibeli di toko-toko material terdekat di Gebang, kecuali paku pung (pasak) yang dibuat sendiri 86

101 oleh pembuat kapal dari kayu jati dengan ukuran sesuai dengan yang dibutuhkan. Penggunaan material-material pembantu yang optimal (tidak berlebihan atau pun terlalu irit) akan berpengaruh sangat baik bagi kualitas kapal (kekuatan dan ketahanan kapal menjadi tinggi) dan pengeluaran biaya tidak terlalu besar. Dampaknya bagi pihak galangan adalah kepercayaan konsumen dalam hal ini juragan kapal/nelayan terjaga dengan baik. Jumlah dan harga material-material pendukung dalam pembangunan kapal-kapal contoh dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa penggunaan materialmaterial pendukung pada kelima kapal contoh hampir sama. Tetapi, terdapat hal menarik pada kapal-kapal yang dibangun di Galangan 1. Meskipun Kapal 1 dan 2 memiliki ukuran CUNO yang berbeda, penggunaan material pendukungnya sama banyak. Hal ini diduga terjadi karena pembuat kapal tidak memisahkan pembelian kebutuhan material pendukung untuk kedua kapal tersebut. Pemisahan jumlah material pendukung yang akan dipakai oleh kapal-kapal yang dibuat di galangan yang sama sulit dilakukan karena material-material pendukung tersebut berjumlah banyak maka dalam penggunaannya dapat bersisa dan digunakan untuk pembangunan kapal lain. Hal ini berbeda dengan Kapal 3 dan 4 pada Galangan 2, kedua kapal tersebut berbeda ukuran dan banyaknya penggunaan material pendukung pun sesuai dengan ukuran kapal. Kapal 4 lebih besar daripada Kapal 3, banyaknya material pendukung juga lebih besar daripada Kapal 3. Galangan 2 tidak menggunakan lem FOX dan semen putih. Pihak Galangan 2 mengatakan bahwa mereka akan menggunakan lem FOX dan semen putih tersebut jika setelah diuji, kapal tersebut bocor dan biayanya dikeluarkan oleh juragan pemesan kapal karena menurutnya bahan tersebut hanya digunakan sedikit saja. Adapun Galangan 3 yang memproduksi Kapal 5 menggunakan material pendukung paling sedikit di antara kapal-kapal contoh lainnya. Hal ini sesuai dengan ukurannya yang juga paling kecil di antara kapal lainnya. Galangan 3 87

102 tidak menggunakan baut dan mur tetapi fungsi baut dan mur ini digantikan oleh paku pung dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan karena menurutnya paku pung lebih kuat. Hal ini dilakukan juga agar biaya pembelian material pendukung lebih irit. Biaya material pendukung terendah adalah Kapal 5 yaitu sebesar Rp ,00. Hal ini diduga terjadi karena Galangan 3 tidak menggunakan baut dan mur dalam pembuatan kapalnya, sehingga dapat memperkecil pengeluaran material pendukung. Sedangkan biaya material pendukung tertinggi adalah Kapal 1 dan 2 pada Galangan 1. Hal ini disebabkan jumlah material pendukung yang digunakan kedua kapal tersebut memang lebih banyak dibandingkan ketiga kapal contoh lainnya. Kapal 1 dan 2 memiliki ukuran yang jauh berbeda, tetapi kedua kapal tersebut menghabiskan biaya material pendukung yang sama yaitu sebesar Rp ,00. Hal ini diduga pembuat kapal sedikit kesulitan memilah berapa bagian yang digunakan oleh kapal yang satu dengan lainnya dalam galangan tersebut karena materialmaterial tersebut tidak mungkin terpakai semua untuk pembangunan satu kapal, maka sisanya dapat digunakan lagi untuk pembangunan kapal lainnya. Sementara itu untuk Kapal 3 dan 4 yang memiliki ukuran kapal lebih besar dibandingkan ketiga kapal lainnya menghabiskan biaya material pendukung masing-masing sebesar Rp ,00 dan Rp ,00. Besar biaya material pendukung berdasarkan ukuran CUNO kapal terbesar adalah Kapal 1 yaitu sebesar Rp ,94/m 3. Sedangkan besar biaya material pendukung berdasarkan ukuran CUNO kapal terendah adalah Kapal 5 yaitu sebesar Rp ,17/m3. Persentase total biaya material utama (kayu) dan total biaya material pendukung terhadap total biaya material pembangunan kapal dapat dilihat pada Tabel

103 Tabel 12. Persentase total biaya material utama dan pendukung terhadap total biaya material No Keterangan Galangan 1 Galangan 2 Galangan 3 Kapal 1 Kapal 2 Kapal 3 Kapal 4 Kapal 5 1 Dimensi kapal : CUNO (Cubic Number) 16,31 m³ 20,40 m³ 16,80 m³ 22,05 m³ 12,56 m³ GT (Gross Tonnage) 2,24 GT 2,81 GT 2,31 GT 3,03 GT 1,73 GT 2 Total biaya material utama , , , , ,00 (TBMU) 3 Total biaya material pendukung , , , , ,00 (TBMP) 4 Total biaya material , , , , ,00 (TBM) 5 % TBMU terhadap TBM 85,58 86,47 90,25 90,83 93,85 6 % TBMP terhadap TBM 14,42 13,53 9,75 9,17 6,15 7 % Rata-rata TBMU terhadap TBM 89,40 8 % Rata-rata TBMP terhadap TBM 10,60 Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa kapal yang menghabiskan biaya material paling murah adalah Kapal 1 yaitu sebesar Rp ,00. Pada Tabel 12 juga dapat dilihat bahwa ukuran kapal yang semakin besar tidak selalu berarti biaya material yang dikeluarkan pun akan semakin besar. Ukuran CUNO kapal terkecil adalah Kapal 5 yaitu 12,56 m³ tetapi biaya material yang dikeluarkan cukup besar yaitu Rp ,00. Bahkan biaya yang dikeluarkan untuk membayar Kapal 5 di Galangan 3 lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk membangun Kapal 1 dan 2 di Galangan 1 yang memiliki ukuran CUNO masing-masing 16,31 m³ dan 20,40 m³. Besar rata-rata persentase TBMU (Total Biaya Material Utama) terhadap TBM (Total Biaya Material) kelima kapal adalah sebesar 89,40 %. Sedangkan rata-rata persentase TBMP (Total Biaya Material Pendukung) terhadap TBM (Total Biaya Material) kelima kapal adalah sebesar 10,60 %. 89

104 4.3.4 Biaya upah tenaga kerja Sistem upah tenaga kerja di Gebang ada dua jenis, yaitu borongan dan harian. Upah sistem borongan pembangunan kapal sama halnya dengan upah borongan pembangunan suatu rumah atau bangunan. Upah borongan ini berlaku setiap satu proyek pembangunan kapal. Biasanya upah borongan pembangunan satu kapal adalah sebesar Rp ,00/kapal. Upah ini tidak dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan tenaga kerja, karena mereka yang bekerja di galangan-galangan kapal kayu di Gebang rata-rata adalah lulusan Sekolah Dasar (SD). Keterampilan membangun kapal kayu mereka dapatkan bukan dari sekolah perkapalan atau pendidikan sederajat itu, tetapi mereka mempelajarinya sendiri secara turun-temurun dari keluarga ataupun tetangga mereka yang memiliki usaha galangan kapal kayu. Umumnya satu kapal mampu dibuat oleh dua atau tiga orang dengan lama pembangunan sekitar 50 hari. Biaya upah tenaga kerja pada pembangunan kelima kapal contoh disajikan oleh Tabel 13. Tabel 13. Biaya upah tenaga kerja pada kelima kapal Galangan 1 Galangan 2 Galangan 3 No Parameter Kapal 1 Kapal 2 Kapal 3 Kapal 4 Kapal 5 1 Dimensi kapal: CUNO (Cubic Number) GT (Gross Tonnage) Jumlah tenaga kerja per kapal 3 org/kapal 3 org/kapal 3 org/kapal 3 org/kapal 3 org/kapal 3 Pendidikan tenaga kerja: a. formal SD SD SD SD SD b. informal Biaya tenaga kerja per kapal (Rp/kapal) , , , , ,00 5 Lama pembangunan kapal ± 50 hari ± 50 hari ± 50 hari ± 50 hari ± 50 hari 6 Sistem pembayaran upah pekerja borongan borongan borongan borongan harian 7 Biaya tenaga kerja per CUNO (Rp/m³) , , , , ,78 90

105 Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja untuk membangun suatu kapal di Gebang adalah sebanyak dua atau tiga orang. Lama waktu pembangunan suatu kapal bervariasi, tetapi umumnya dilakukan selama ± 50 hari. Biaya tenaga kerja untuk satu kapal pada kedua galangan seragam yaitu sebesar Rp ,00, kecuali Galangan 3 menghabiskan biaya yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00. Hal ini disebabkan Galangan 3 memberi upah tenaga kerjanya Rp ,00/orang/hari untuk pembangunan kapal selama ± 50 hari. Rata-rata tiap pekerja akan memperoleh Rp ,00 setiap mengerjakan satu kapal untuk sistem borongan. Sedangkan untuk sistem upah harian, setiap pekerja akan mendapatkan Rp ,00 untuk pengerjaan satu kapal. Berdasarkan perbandingan biaya tenaga kerja dengan ukuran CUNO kapal terbesar adalah pada Kapal 5 sebesar Rp ,78/m 3, sedangkan yang terendah adalah Kapal 4 yaitu sebesar Rp ,42/m 3. Jika dilihat dari segi keuntungan pihak galangan, maka sistem borongan lebih menguntungkan karena biaya upah tenaga kerja lebih murah dibandingkan dengan sistem upah harian. Tetapi, keputusan untuk menggunakan sistem borongan atau upah harian merupakan suatu pertimbangan tersendiri oleh pihak galangan. Hal ini diduga terkait dengan loyalitas, komitmen dan kepercayaan antara pihak galangan dengan pekerjanya Biaya total produksi Biaya total produksi merupakan hasil penjumlahan total dari biaya-biaya yang digunakan dalam pembangunan kapal yaitu biaya sewa lahan, biaya material dan biaya upah tenaga kerja. Biaya total produksi juga merupakan biaya total yang dikeluarkan oleh pihak galangan pembuat kapal. Besar biaya total produksi dijadikan pertimbangan bagi pihak galangan untuk menentukan berapa besar keuntungan yang ingin diperoleh dari penjualan suatu kapal. Persentase biaya-biaya pembangunan kapal dan keuntungan setiap kapal contoh terhadap biaya total produksi masingmasing kapal contoh dapat dilihat pada Tabel 14. Adapun rincian biaya produksi kelima kapal yang diteliti dapat dilihat pada Lampiran 6. 91

106 92

107 Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa biaya total produksi kapal-kapal dengan ukuran CUNO antara 12,56 m³ 22,05 m³ di Desa Gebang berkisar antara Rp ,00 Rp ,00. Biaya total produksi terkecil adalah pada Kapal 1, sedangkan biaya total produksi terbesar adalah pada Kapal 4. Hal ini diduga terjadi karena komponen terbesar pada biaya total produksi yaitu biaya material utama (kayu) pada Kapal 1 paling rendah di antara keempat kapal lainnya. Sedangkan pada Kapal 4, biaya total produksinya paling besar karena ukuran kapal tersebut besar sehingga biaya pembangunannya pun besar. Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan ketiga galangan untuk menghasilkan suatu kapal adalah sebesar Rp ,00. Besar biaya total produksi per ukuran CUNO kapal terbesar adalah Kapal 5 yaitu sebesar Rp ,2/m 3. Sedangkan biaya total produksi per ukuran CUNO kapal terkecil adalah Kapal 2 yaitu sebesar Rp ,33/m 3. Adapun harga jual kapal di Desa Gebang hampir seragam, yaitu berkisar antara Rp ,00 Rp ,00 dengan harga rata-rata sebesar Rp ,00. Harga jual tertinggi adalah pada Kapal 4, sedangkan harga jual terendah adalah pada Kapal 1, 3 dan 5. Hal ini wajar terjadi karena Kapal 4 menghabiskan biaya produksi paling mahal sesuai dengan ukurannya yang juga terbesar dibandingkan keempat kapal lainnya. Keuntungan yang diambil pihak galangan tidak terlalu besar yaitu antara Rp ,00 - Rp ,00. Keuntungan terbesar diambil oleh Galangan 1, sedangkan keuntungan terendah diambil oleh Galangan 3. Hal ini diduga terjadi karena Galangan 1 mempertimbangkan para pekerjanya yang berjumlah paling banyak dibandingkan Galangan 2 dan 3. Selain itu, Galangan 1 merupakan galangan yang besar dan memiliki kredibilitas yang cukup baik di Gebang. Keuntungan ini merupakan hasil perhitungan antara biaya produksi dengan harga jual. Keuntungan ini bukan keuntungan bersih karena diperkirakan dari keuntungan tersebut piha k galangan harus mengeluarkan biaya : (1) keuntungan untuk pemilik galangan ; (2)investasi (galangan dan peralatan) ; (3) listrik ; dan sebagainya. Apabila keuntungan rata-rata kelima kapal tersebut adalah sebesar Rp ,00/kapal, 93

108 dengan jumlah kapal yang dapat dibuat oleh galangan adalah sebanyak 5 unit/tahun, maka diperkirakan galangan akan memperoleh untung rata-rata sebesar Rp ,00/tahun atau Rp ,30/bulan. Dengan keuntungan (keuntungan kotor) sekitar Rp ,03/bulan tersebut, pemilik galangan harus membiayai operasional galangan tiap bulannya selain keuntungan yang harus diperoleh secara pribadi. Selanjutnya biaya-biaya pembangunan kapal tersebut dihitung persentasenya terhadap biaya total produksi dan harga jual. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat mengetahui seberapa besar biaya-biaya tersebut memberikan pengaruh terhadap biaya total produksi dan harga jual suatu kapal. Persentase biaya sewa lahan terhadap biaya total produksi hanya terdapat pada Kapal 3 dan 4 karena ketiga kapal contoh lainnya tidak mengeluarkan biaya untuk menyewa lahan. Pada kedua kapal tersebut, meskipun Kapal 4 berukuran lebih besar dari Kapal 3 tetapi persentase biaya sewa lahan terhadap biaya total produksi terbesar adalah Kapal 3 yaitu sebesar 0,39 %, adapun persentase Kapal 4 yaitu sebesar 0,35%. Dengan demikian % rata-rata sewa lahan terhadap total biaya produksi di Galangan 2 adalah sebesar 0,375 %. Jika dibandingkan dengan harga jual masing-masing kapal, persentase rata-rata biaya sewa lahan di Gebang adalah 0,335 %. Persentase biaya material terhadap biaya produksi kapal terbesar adalah pada Kapal 4, yaitu sebesar 78,48 %, sedangkan persentase biaya material terhadap biaya produksi kapal terkecil adalah pada Kapal 5, yaitu sebesar 71,20 %. Persentase ratarata biaya material terhadap biaya produksi kapal adalah sebesar 75,23 %. Hal ini wajar terjadi karena Kapal 4 menggunakan material dalam jumlah yang besar dalam pembangunannya. Adapun persentase biaya material terhadap harga jual berkisar antara 62,60 % 70,05 % dengan nilai rata-rata sebesar 66,12 %. Persentase biaya upah tenaga kerja terhadap biaya total produksi terbesar adalah Kapal 5 yaitu sebesar 28,80 %. Sedangkan persentase biaya upah tenaga kerja terhadap biaya total produksi terkecil adalah Kapal 4 yaitu sebesar 21,17 %. Persentase rata-rata upah tenaga kerja terhadap total biaya produksi di Desa Gebang adalah sebesar 24,62 %. Adapun persentase biaya upah tenaga kerja terhadap harga 94

109 jual kapal terbesar tetap ditempati oleh Kapal 5 yaitu sebesar 26,79 %. Persentase biaya upah tenaga kerja terhadap harga jual kapal terkecil pun tetap ditempati oleh Kapal 4 yaitu sebesar 18,75 %. Persentase rata-rata biaya upah tenaga kerja terhadap harga jual kapal adalah sebesar 21,68 % Persentase keuntungan yang diambil oleh galangan terhadap biaya total produksi kapal terbesar adalah oleh Kapal 2 yaitu sebesar 21,57 %. Sedangkan persentase keuntungan terhadap biaya total produksi kapal terkecil adalah oleh Kapal 5 yaitu sebesar 7,53 %. Adapun persentase keuntungan terhadap harga jual kapal terbesar adalah Kapal 2 yaitu sebesar 17,74 %, sedangkan persentase terkecil dari perbandingan keuntungan terhadap harga jual juga ditempati oleh Kapal 5 yaitu hanya sebesar 7 %. Berdasarkan persentase keuntungan terhadap total biaya produksi dan harga jual kapal, diketahui bahwa Galangan 1 memiliki persentase terbesar yang kemudian diikuti oleh Galangan 2 dan 3. Nilai persentase rata-rata keuntungan terhadap total biaya produksi dan harga jual kapal di Desa Gebang masing-masing sebesar 13,98 % dan 12,06 %. 95

110 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang tekno-ekonomi kapal di Desa Gebang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Bentuk konstruksi lunas, linggi haluan, linggi buritan, kulit kapal, gadinggading, geladak (galaran), palka ikan dan pondasi mesin. Namun beberapa bentuk konstruksi utama tersebut tidak sama dengan bentuk-bentuk konstruksi di daerah lain, contohnya bentuk lunas dan gading-gading. Hal ini disebabkan perbedaan kebiasaan membangun kapal yang sesuai tradisi turun-temurun tiap daerah ; 2) Proses pembangunan kapal kayu (khususnya untuk konstruksi utama di Desa Gebang diawali dengan pemasangan lunas, pemasangan linggi haluan dan linggi buritan, pemasangan kulit kapal, pemasangan gading-gading, pemasangan galaran (geladak), pembuatan palka dan pembuatan pondasi mesin ; 3) Faktor-faktor yang menentukan besar biaya pembangunan kapal antara lain biaya sewa lahan (tidak semua galangan), biaya material (utama dan pendukung) serta biaya tenaga kerja; 4) Biaya produksi untuk kapal ukuran 12,56 m³ 22,05 m³ (CUNO) di Desa Gebang berkisar antara Rp ,00 Rp ,00 dengan harga jual berkisar antara Rp ,00 Rp ,00 dan keuntungan yang diperoleh adalah antara Rp Rp ,00. 5) Berdasarkan CUNO, biaya produksi kapal di galangan-galangan di Desa Gebang adalah berkisar antara Rp ,33/m 3 - Rp ,2/m 3 dengan rata-rata sebesar Rp ,87/m 3.

111 5.2 Saran Saran yang dapat penulis berikan mengenai skripsi ini adalah sebagai berikut : 1) Perlu dilakukan beberapa penelitian lanjutan mengenai optimasi penggunaan material, kekuatan konstruksi dan kelayakan usaha pembangunan kapal di Desa Gebang ; 2) Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai sistem penggajian tenaga kerja yang saling menguntungkan bagi pihak galangan maupun tenaga kerjanya ; 3) Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai sistem pemesanan, pembayaran pembangunan kapal dan komitmen pemesan kapal terkait dengan modal pihak galangan dan masa depan galangan selanjutnya. 97

112 LAMPIRAN

113 Lampiran 1. Kapal sopek Lampiran 2. Proses pembentukan/pelengkungan papan kulit kapal Lampiran 3. Proses perangkaian papan 1) Pengeboran papan 102

114 2) Pemakuan papan 3) Penjangkaan papan (Lampiran 3) 4) Pemotongan garis rata papan hasil penjangkaan 5) Pemasangan gelam 6) Pemaluan papan dengan palu 5 kg 103

TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT

TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT Oleh : DEWI AYUNINGSARI C54103050 SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang meliputi aktivitas penangkapan atau pengumpulan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Terdapat beberapa definisi mengenai kapal perikanan, menurut Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat

Lebih terperinci

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 2.2 Komponen Biaya Produksi Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 2.2 Komponen Biaya Produksi Kapal Perikanan 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal adalah suatu bentuk konstruksi yang dapat terapung (floating) di air dan mempunyai sifat muat berupa penumpang atau barang, yang sifat geraknya dapat menggunakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan untuk aktivitas penangkapan ikan di laut (Iskandar dan Pujiati, 1995). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan

Lebih terperinci

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA ARIEF MULLAH MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Perhitungan Teknis Dan Ekonomis Kapal Kayu Pelayaran Rakyat Menggunakan Regulasi BKI Dan Tradisional

Analisis Perbandingan Perhitungan Teknis Dan Ekonomis Kapal Kayu Pelayaran Rakyat Menggunakan Regulasi BKI Dan Tradisional JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337 3539 (2301 9271 Print) 1 Analisis Perbandingan Perhitungan Teknis Dan Ekonomis Kapal Kayu Pelayaran Rakyat Menggunakan Regulasi BKI Dan Tradisional

Lebih terperinci

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 3 Edisi Desember 2011 Hal

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 3 Edisi Desember 2011 Hal BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 3 Edisi Desember 2011 Hal 219-228 TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU PADA PEMBUATAN GADING-GADING DI GALANGAN KAPAL RAKYAT UD. SEMANGAT UNTUNG, DESA TANAH BERU,

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN yang dijadikan sampel dan diukur pada penelitian ini berjumlah 22 unit yang mempunyai wilayah pengoperasian lokal, yaitu di daerah yang tidak jauh dari teluk Palabuhanratu. Konstruksi

Lebih terperinci

ALTERNATIF PENGGUNAAN GADING BAJA PADA PEMBANGUNAN KAPAL KAYU 30 GT

ALTERNATIF PENGGUNAAN GADING BAJA PADA PEMBANGUNAN KAPAL KAYU 30 GT Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 10, Nomor 2, Juli - Desember 2012 ALTERNATIF PENGGUNAAN GADING BAJA PADA PEMBANGUNAN KAPAL KAYU 30 GT Lukman Bochary & Farid Larengi Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

KAJIAN DIMENSI DAN MODEL SAMBUNGAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU PRODUKSI GALANGAN RAKYAT DI KABUPATEN BULUKUMBA

KAJIAN DIMENSI DAN MODEL SAMBUNGAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU PRODUKSI GALANGAN RAKYAT DI KABUPATEN BULUKUMBA PROSID ING 2011 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK KAJIAN DIMENSI DAN MODEL SAMBUNGAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU PRODUKSI GALANGAN RAKYAT DI KABUPATEN BULUKUMBA Azis Abdul Karim, Mansyur Hasbullah & Andi Haris

Lebih terperinci

TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN ANISA FATHIR RAHMAN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI Sarjito Jokosisworo*, Ari Wibawa Budi Santosa* * Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik UNDIP ABSTRAK Mayoritas

Lebih terperinci

STUDIES ON THE USE OF WOOD ON FRAME IN TANJUNG BAKAU S VILLAGE RANGSANG S SUB-DISTRICT REGENCY OF KEPULAUAN MERANTI PROVINCE OF RIAU

STUDIES ON THE USE OF WOOD ON FRAME IN TANJUNG BAKAU S VILLAGE RANGSANG S SUB-DISTRICT REGENCY OF KEPULAUAN MERANTI PROVINCE OF RIAU STUDIES ON THE USE OF WOOD ON FRAME IN TANJUNG BAKAU S VILLAGE RANGSANG S SUB-DISTRICT REGENCY OF KEPULAUAN MERANTI PROVINCE OF RIAU By Tos arianto 1) Syaifuddin 2) and Ronald M hutauruk 3) 1) Student

Lebih terperinci

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ G FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN B060R 1 9 9 1 STUD1 TENTANG DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU LAMINAS1

Lebih terperinci

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ G FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN B060R 1 9 9 1 STUD1 TENTANG DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU LAMINAS1

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN UKURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU NELAYAN DI PELABUHAN NELAYAN (PN) GRESIK MENGGUNAKAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA (BKI)

STUDI KELAYAKAN UKURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU NELAYAN DI PELABUHAN NELAYAN (PN) GRESIK MENGGUNAKAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA (BKI) STUDI KELAYAKAN UKURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU NELAYAN DI PELABUHAN NELAYAN (PN) GRESIK MENGGUNAKAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA (BKI) Oleh : Abdur Rachman 4108.100.111 Dosen Pembimbing : M. Nurul Misbah,

Lebih terperinci

BAB V SHELL EXPANSION

BAB V SHELL EXPANSION BAB V SHELL EXPANSION A. PERHITUNGAN BEBAN A.1. Beban Geladak Cuaca (Load and Weather Deck) Yang dianggap sebagai geladak cuaca adalah semua geladak yang bebas kecuali geladak yang tidak efektif yang terletak

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kapal Kayu 5.1.1 Gambaran Umum Kapal perikanan merupakan unit penangkapan ikan yang sangat penting dalam mendukung kegiatan operasi penangkapan ikan yang terdapat di perairan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal penangkap cumi-cumi adalah kapal yang sasaran utama penangkapannya adalah cumi-cumi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan suatu bahan mentah yang didapatkan dari pengolahan pohon pohon yang terdapat di hutan. Kayu dapat menjadi bahan utama pembuatan mebel, bahkan dapat menjadi

Lebih terperinci

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement)

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) OLEH : LUKMAN HIDAYAT NRP. 49121110172 PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Studi Teknis Ekonomis Pengaruh Variasi Sambungan Terhadap Kekuatan Konstruksi Lunas, Gading dan Balok Geladak Berbahan Bambu Laminasi

Studi Teknis Ekonomis Pengaruh Variasi Sambungan Terhadap Kekuatan Konstruksi Lunas, Gading dan Balok Geladak Berbahan Bambu Laminasi Studi Teknis Ekonomis Pengaruh Variasi Sambungan Terhadap Kekuatan Konstruksi Lunas, Gading dan Balok Geladak Berbahan Bambu Laminasi Febry Firghani Oemry - 4108100079 Dosen Pembimbing: Ir. Heri Supomo,

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal. Kecelakaan kapal di laut atau dermaga. bahaya dalam pelayaran

Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal. Kecelakaan kapal di laut atau dermaga. bahaya dalam pelayaran Bagian-bagian Kapal Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal Kecelakaan kapal di laut atau dermaga bahaya dalam pelayaran merugikan harta benda, kapal, nyawa manusia bahkan dirinya sendiri.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 di galangan kapal PT Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. Selanjutnya pembuatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 21 1.1. Latar Belakang Perairan Aceh berhubungan langsung dengan Samudra Hindia berada di sebelah barat Sumatra dan mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Luas perairan

Lebih terperinci

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN KEJAWANAN CIREBON JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA ANTON

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN KEJAWANAN CIREBON JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA ANTON KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN KEJAWANAN CIREBON JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA ANTON PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA)

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA) 5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran 5.1.1 General arrangement (GA) Pembuatan desain perahu katamaran disesuaikan berdasarkan fungsi yang diinginkan yaitu digunakan sebagai perahu pancing untuk wisata

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL

Lebih terperinci

TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU PADA PEMBUATAN GADING-GADING DI GALANGAN KAPAL RAKYAT UD

TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU PADA PEMBUATAN GADING-GADING DI GALANGAN KAPAL RAKYAT UD TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU PADA PEMBUATAN GADING-GADING DI GALANGAN KAPAL RAKYAT UD. SEMANGAT UNTUNG, DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN IMA KUSUMANTI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN

Lebih terperinci

Studi Modernisasi Industri Kapal Rakyat di Jawa Timur

Studi Modernisasi Industri Kapal Rakyat di Jawa Timur JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Studi Modernisasi Industri Kapal Rakyat di Jawa Timur Sa adatul Munawaroh, Sri Rejeki Wahyu Pribadi, Soejitno Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I A. UMUM Untuk merencanakan sebuah kapal bangunan baru, ada beberapa masalah yang penting dan pokok untuk dijadikan dasar perencanaan, baik dari segi teknis, ekonomis maupun segi artistiknya.beberapa

Lebih terperinci

Diterima: 7 Januari 2009; Disetujui: 20 November 2009

Diterima: 7 Januari 2009; Disetujui: 20 November 2009 KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL IKAN DI PPI MUARA ANGKE JAKARTA UTARA DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA Dimension Appropriatness of Some Construction Parts of Woodden Fishing

Lebih terperinci

KERAGAAN KONSTRUKSI KM PSP 01 DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT VIONA MAULIDIA

KERAGAAN KONSTRUKSI KM PSP 01 DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT VIONA MAULIDIA KERAGAAN KONSTRUKSI KM PSP 01 DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT VIONA MAULIDIA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Ikan Tradisional Menurut Nomura dan Yamazaki (1975) dalam Prasetyo (2008), kapal ikan merupakan kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan, mencakup aktivitas penangkapan

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIHAN MATERIAL DAN INSTALASI

BAB IV PEMILIHAN MATERIAL DAN INSTALASI BAB IV PEMILIHAN MATERIAL DAN INSTALASI 4.1 SANDWICH PANEL Tugas pertama dari perancangan sandwich panel adalah memilih material insulasi yang tepat. Hal ini sangat penting karena fungsi utama pemilihan

Lebih terperinci

PENILAIAN TINGKAT TEKNOLOGI DOK PEMBINAAN UPT BTPI MUARA ANGKE JAKARTA ACHMAD FAUZAN

PENILAIAN TINGKAT TEKNOLOGI DOK PEMBINAAN UPT BTPI MUARA ANGKE JAKARTA ACHMAD FAUZAN PENILAIAN TINGKAT TEKNOLOGI DOK PEMBINAAN UPT BTPI MUARA ANGKE JAKARTA ACHMAD FAUZAN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN :

PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN : PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN : Kompetensi Keahlian : Hari / Tanggal : Teknik Gambar Bangunan Kelas / Jurusan : III / Teknik Gambar Bangunan Waktu

Lebih terperinci

BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM )

BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM ) BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM ) PENGERTIAN DASAR BERGANDA Dasar Berganda ialah bagian dari konstruksi kapal yang dibatas, Bagian bawah - Oleh kulit kapal bagian bawah ( bottom shell planting ) Bagian

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KAPAL GILLNET (KM. KARUNIA NUSANTARA) DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN PIDIE ACEH DAVID DAMAYANA

KONSTRUKSI KAPAL GILLNET (KM. KARUNIA NUSANTARA) DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN PIDIE ACEH DAVID DAMAYANA KONSTRUKSI KAPAL GILLNET (KM. KARUNIA NUSANTARA) DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN PIDIE ACEH DAVID DAMAYANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKSI KAPAL PERIKANAN BERBAHAN DASAR KAYU DAN FIBERGLASS KHAERUL ANWAR

ANALISIS PRODUKSI KAPAL PERIKANAN BERBAHAN DASAR KAYU DAN FIBERGLASS KHAERUL ANWAR ANALISIS PRODUKSI KAPAL PERIKANAN BERBAHAN DASAR KAYU DAN FIBERGLASS KHAERUL ANWAR PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN TINGKAT KEAKURATAN KONSTRUKSI GADING-GADING KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG DI DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN ANISA FATHIR RAHMAN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini dibahas mengenai pemaparan analisis dan interpretasi hasil dari output yang didapatkan penelitian. Analisis penelitian ini dijabarkan dan diuraikan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Pembuatan Kapal Baru Pada umumnya metode atau cara dalam proses pembuatan kapal terdiri dari dua cara yaitu cara pertama berdasarkan sistem, cara kedua berdasarkan tempat.

Lebih terperinci

Dl DAERAH KABUPATEN CIREBON

Dl DAERAH KABUPATEN CIREBON I-, &/P'~P/ 4 9$9/~2~,,q Sr STUD1 TEMTANG DESAlM DAN KO Dl DAERAH KABUPATEN CIREBON WINDA LUDFIAH C 23.0519 FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 9 9 1 SI'UIII TGN.I'ANC I>L;SAIN DAN KONS'I'RUKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia konstruksi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini, di berbagai tempat dibangun gedung-gedung betingkat, jembatan layang, jalan, dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PENDAHULUAN MT SAFINA SYUMADHANI Tanker 3600 BRT I - 1 PROGRAM STUDI D III TEKNIK PERKAPALAN PROGRAM DIPLOMA FAKULTAS TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN. PENDAHULUAN MT SAFINA SYUMADHANI Tanker 3600 BRT I - 1 PROGRAM STUDI D III TEKNIK PERKAPALAN PROGRAM DIPLOMA FAKULTAS TEKNIK BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Untuk merencanakan sebuah kapal bangunan baru, ada beberapa masalah yang penting dan pokok untuk dijadikan dasar perencanaan, baik dari segi teknis, ekonomis maupun segi artistiknya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi herbarium yang dilakukan mempertegas bahwa ketiga jenis kayu yang diteliti adalah benar burmanii Blume, C. parthenoxylon Meissn., dan C. subavenium Miq. 4.1

Lebih terperinci

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi di proyek- Pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Kayu adalah material

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 5 : Bantalan OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi bantalan dalam konstruksi jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan tipe bantalan serta penggunaan yang tepat sesuai

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

BAB V MIDSHIP AND SHELL EXPANSION

BAB V MIDSHIP AND SHELL EXPANSION BAB V MIDSHIP AND SHELL EXPANSION Perhitungan Midship & Shell Expansion berdasarkan ketentuan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) Th. 2006 Volume II. A. PERHITUNGAN PLAT KULIT DAN PLAT GELADAK KEKUATAN B.1.

Lebih terperinci

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 1 Mengikat rel, sehingga lebar sepur terjaga Meneruskan beban dari rel ke lapisan balas Menumpu batang rel agar tidak melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian KA 2 Kayu Beton

Lebih terperinci

5. KAJIAN DAN PEMBAHASAN

5. KAJIAN DAN PEMBAHASAN 109 5. KAJIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Kajian Desain Kayu dan Struktur Beton pada Rangka Kapal Pukat Cincin 5.1.1. Perbedaan Desain Kapal Kayu dan Kapal Gabungan Beton, Kayu. Perbedaan desain kapal kayu dan

Lebih terperinci

Ditinjau dari macam pekerjan yang dilakukan, dapat disebut antara lain: 1. Memotong

Ditinjau dari macam pekerjan yang dilakukan, dapat disebut antara lain: 1. Memotong Pengertian bengkel Ialah tempat (bangunan atau ruangan) untuk perawatan / pemeliharaan, perbaikan, modifikasi alt dan mesin, tempat pembuatan bagian mesin dan perakitan alsin. Pentingnya bengkel pada suatu

Lebih terperinci

6. PEMBAHASAN 6.1 Metode pembuatan perahu FRP

6. PEMBAHASAN 6.1 Metode pembuatan perahu FRP 6. PEMBAHASAN 6.1 Metode pembuatan perahu FRP Fiberglass Reinforcement Plastic (FRP) merupakan bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan perahu cadik yang dilakukan di Cisolok Sukabumi. FRP digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

A. GAMBAR ARSITEKTUR.

A. GAMBAR ARSITEKTUR. A. GAMBAR ARSITEKTUR. Gambar Arsitektur, yaitu gambar deskriptif dari imajinasi pemilik proyek dan visualisasi desain imajinasi tersebut oleh arsitek. Gambar ini menjadi acuan bagi tenaga teknik sipil

Lebih terperinci

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran. III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI A. Sub Kompetensi Pembuatan pola dan inti dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 BAGIIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIIKULUM DIIREKTORAT PENDIIDIIKAN MENENGAH KEJURUAN DIIREKTORAT JENDERAL PENDIIDIIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIIDIIKAN

Lebih terperinci

STUDI MODERNISASI INDUSTRI KAPAL RAKYAT DI JAWA TIMUR

STUDI MODERNISASI INDUSTRI KAPAL RAKYAT DI JAWA TIMUR STUDI MODERNISASI INDUSTRI KAPAL RAKYAT DI JAWA TIMUR Disusun Oleh: Sa adatul Munawaroh NRP: 4109100701 Dosen pembimbing: Sri Rejeki Wahyu Pribadi,ST.MT Ir. Soejitno Jurusan teknik perkapalan Fakultas

Lebih terperinci

ANALISA KEKUATAN BENTUK SAMBUNGAN KAYU BALAU KUNING DAN DIAMETER BAUT PADA KONSTRUKSI LINGGI HALUAN KAPAL TRADISIONAL

ANALISA KEKUATAN BENTUK SAMBUNGAN KAYU BALAU KUNING DAN DIAMETER BAUT PADA KONSTRUKSI LINGGI HALUAN KAPAL TRADISIONAL ANALISA KEKUATAN BENTUK SAMBUNGAN KAYU BALAU KUNING DAN DIAMETER BAUT PADA KONSTRUKSI LINGGI HALUAN KAPAL TRADISIONAL Gozal Apri Prayuda 1, Ari Wibawa Budi Santosa 1, Untung Budiarto 1 1) S1 Teknik Perkapalan,

Lebih terperinci

LAMINASI FIBERGLASS SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MELINDUNGI KONSTRUKSI LAMBUNG KAPAL KAYU

LAMINASI FIBERGLASS SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MELINDUNGI KONSTRUKSI LAMBUNG KAPAL KAYU LAMINASI FIBERGLASS SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MELINDUNGI KONSTRUKSI LAMBUNG KAPAL KAYU Oleh : Jozua CH. Huwae dan Heru Santoso Politeknik Kelautan dan Perikanan Bitung Jl. Tandurusa Kotak Pos. 12 BTG/Bitung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2010, hlm ISSN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2010, hlm ISSN Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2010, hlm 82-94 ISSN 0126-6265 Vol 38 No.1 82 Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2010, hlm 82-94 ISSN 0126-6265 Vol 38 No.1 STUDI BAHAN DAN KONSTRUKSI KAPAL PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan kayu yang diteliti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan kayu yang diteliti 4.1 Sifat Makroskopis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan makroskopis meliputi warna, corak, tekstur dan arah serat kayu disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan

Lebih terperinci

CASIS GEOMETRI RODA. Sistem starter, pengapian, sistem penerangan, sistem tanda dan sistem kelengkapan tambahan

CASIS GEOMETRI RODA. Sistem starter, pengapian, sistem penerangan, sistem tanda dan sistem kelengkapan tambahan Rangka CASIS GEOMETRI RODA 1. Komponen kendaraan Motor : Blok motor dan kepala silinder serta perlengkapannya sistem bahan bakar bensin atau diesel Casis : 1. Sistem kemudi 2. Pegas dan peredam getaran

Lebih terperinci

4 Penyetelan gading {gading utuh). KESIMPULAJi

4 Penyetelan gading {gading utuh). KESIMPULAJi 89 BAB V KESIMPULAJi Seperti diketahui bahwa dalam mengadakan perhitungan pemakaian jam orang ini suli t diharapkan untuk menda patkan hasil yang tepat sekali,seperti yang dijelaskan pada bab-bab yang

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Pengaruh Variasi Penyusunan

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Analisis Teknis dan Ekonomis Pembangunan Kapal Ikan Menggunakan Laminasi Hybrid Antara Bambu Ori dengan Kayu Sonokembang dengan Variasi Arah Serat

Analisis Teknis dan Ekonomis Pembangunan Kapal Ikan Menggunakan Laminasi Hybrid Antara Bambu Ori dengan Kayu Sonokembang dengan Variasi Arah Serat JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (218), 2337-352 (231-928X Print) G 94 Analisis Teknis dan Ekonomis Pembangunan Kapal Ikan Menggunakan Hybrid Antara Bambu Ori dengan Kayu Sonokembang dengan Variasi Arah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN

ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN Disusun oleh : Yohanes Edo Wicaksono (4108.100.048) Dosen Pembimbing : Ir. Heri Supomo, M.Sc Sri Rejeki

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku BABII TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku laporan tugas akhir dan makalah seminar yang digunakan sebagai inspirasi untuk menyusun konsep penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika TINJAUAN PUSTAKA Oriented Strand Board (OSB) Awalnya produk OSB merupakan pengembangan dari papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan oleh ilmuwan Amerika pada tahun 1954. Limbah-limbah

Lebih terperinci

PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK KONSTRUKSI KAPAL PERIKANAN BERDASAR PERATURAN KLASIFIKASI DAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI 1996

PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK KONSTRUKSI KAPAL PERIKANAN BERDASAR PERATURAN KLASIFIKASI DAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI 1996 PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK KONSTRUKSI KAPAL PERIKANAN BERDASAR PERATURAN KLASIFIKASI DAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI 1996 Untung Budiarto, Sarjito Jokosisworo Program Studi S1 Teknik Perkapalan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jembatan yang memiliki peran sebagai sarana transportasi yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana jembatan berfungsi untuk menghubungkan rute/lintasan

Lebih terperinci

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal 1. Titik Berat (Centre of Gravity) Setiap benda memiliki tittik berat. Titik berat inilah titik tangkap dari sebuah gaya berat. Dari sebuah segitiga, titik beratnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

Bab XII. Spesifikasi Teknis dan Gambar

Bab XII. Spesifikasi Teknis dan Gambar Bab XII. Spesifikasi Teknis dan Gambar Pekerjaan : Pengadaan Kapal Pengawas (Long Boat) 1. KONDISI UMUM Spesifikasi teknis ini bersama dengan gambar-gambar yang diampirkan dimaksudkan untuk menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

SEKAT KEDAP AIR HALUAN MIRING KAPAL PENUMPANG : 5 % L M KAPAL BARANG : b = Jarak terkecil dari. ketentuan. b = 5 % L atau.

SEKAT KEDAP AIR HALUAN MIRING KAPAL PENUMPANG : 5 % L M KAPAL BARANG : b = Jarak terkecil dari. ketentuan. b = 5 % L atau. BAB III SEKAT KEDAP AIR HALUAN MIRING KAPAL PENUMPANG : 5 % L + 3.05 M KAPAL BARANG : b = Jarak terkecil dari ketentuan b = 5 % L atau b = 10 meter b = 8 % L ( Seijin Pemerintah ) SEKAT KEDAP AIR BULLBOUS

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman DASAR-DASAR STRUKTUR KAYU A. MENGENAL KAYU 1. Pengertian kayu Kayu adalah bahan yang kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan (dalam) alam dan termasuk vegetasi hutan. Tumbuh-tumbuhan yang dimaksud disini adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan kayu untuk hampir semua bangunan struktural masih sangat umum bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kayu yang digunakan untuk bangunan struktural umumnya terdiri

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen terpenting dari suatu proyek pembangunan, karena kumpulan berbagai macam material itulah yang

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama 5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh pengrajin kapal tradisional menyebabkan proses pembuatan kapal dilakukan tanpa mengindahkan kaidahkaidah arsitek perkapalan. Dasar

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BUKAAN KULIT SHELL EXPANTION

PERHITUNGAN BUKAAN KULIT SHELL EXPANTION BAB V PERHITUNGAN BUKAAN KULIT Perhitungan Shell Expansion ( bukaan kulit ) kapal MT. SADEWA diambil dari perhitungan Rencana Profil berdasarkan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Volume II, Rules for

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://jurnalmaspari.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka

Lebih terperinci