PENGKAJIAN HASIL TANGKAPAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU RIBKA PUJI RASPATI SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGKAJIAN HASIL TANGKAPAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU RIBKA PUJI RASPATI SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENGKAJIAN HASIL TANGKAPAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU RIBKA PUJI RASPATI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 30 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: PENGKAJIAN HASIL TANGKAPAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2008 Ribka Puji Raspati C

3 31 ABSTRAK RIBKA PUJI RASPATI. Pengkajian Hasil Tangkapan Muroami di Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO. Alat tangkap yang umum digunakan di Kepulauan Seribu secara turun temurun untuk menangkap ikan ekor kuning adalah muroami. Namun kajian tentang muroami di Kepulauan Seribu masih jarang dilakukan. Kajian mengenai unit penangkapan muroami sampai saat ini belum ada, sehingga ketersediaan informasi mengenai alat tangkap ini sangat diperlukan dalam penentuan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan perikanan muroami di Kepulauan Seribu. Salah satu informasi penting dalam kajian muroami yang belum tergambar dengan baik adalah informasi mengenai hasil tangkapan, baik hasil tangkapan utama maupun sampingan. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif survei. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan atau observasi langsung di daerah yang menjadi objek penelitian, yaitu perairan Kepulauan Seribu. Data primer diperoleh dengan mengikuti kegiatan operasi penangkapan muroami dan wawancara dengan nelayan muroami. Data primer dalam penelitian ini meliputi posisi daerah penangkapan ikan, proses operasi penangkapan ikan, jumlah hasil tangkapan per spesies, komposisi jenis hasil tangkapan, sebaran distribusi panjang per spesies ikan yang tertangkap, dan sebaran distribusi berat per spesies ikan yang tertangkap. Konstruksi unit penangkapan muroami di Kepulauan Seribu terbagi menjadi tiga bagian penting yaitu kantong, jaring dinding dan alat penggiring atau elot. Alat bantu yang digunakan adalah selang sepanjang 100 meter, mesin kompresor, serok, keranjang plastik serta peralatan penyelaman (sepatu karet, masker, dan regulator atau morfis). Produktivitas muroami dihitung menggunakan pendekatan pada produktivitas hauling. Rata-rata produktivitas hauling muroami adalah 54,75 kg/hauling, yang berarti bahwa setiap kali hauling diperoleh hasil tangkapan rata-rata sebesar 54,75 kg. Rata-rata nilai diversitas Shannon-Wiener H hasil tangkapan muroami adalah 0,94, sedangkan indeks dominansi hasil tangkapannya rata-rata 0,57. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman yang tinggi dan tidak ada spesies yang mendominasi, sehingga selektivitas muroami terhadap target penangkapan adalah rendah. Hasil tangkapan muroami selama penelitian sebanyak 40 spesies yang terdiri dari ikan karang dan non karang. Ikan ekor kuning (Caesio cuning) memiliki komposisi terbesar yaitu sebesar 72,278% dari berat total hasil tangkapan. Distribusi panjang ikan ekor kuning yang tertangkap cenderung berada di bawah selang panjang 21,0-22,9 cm. Ukuran ini merupakan ukuran tidak layak tangkap atau belum mencapai fase dewasa bagi ikan ekor kuning yang memiliki fase dewasa pada ukuran cm. Kata kunci : muroami, ikan ekor kuning, hasil tangkapan.

4 32 PENGKAJIAN HASIL TANGKAPAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU Oleh : RIBKA PUJI RASPATI C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 33 SKRIPSI Judul Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Pengkajian Hasil Tangkapan Muroami di Kepulauan Seribu : Ribka Puji Raspati : C : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Disetujui, Pembimbing, Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi, M.Si NIP Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP Tanggal lulus : 30 Juni 2008

6 34 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1) Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing atas segala saran, bimbingan, dan doa yang diberikan; 2) Dr. Am.Azbas Taurusman, S.Pi, M.Si dan Ir. Zulkarnain, M.Si selaku dosen penguji tamu serta Dr.Ir.Tri Wiji Nurani, M.Si selaku komisi pendidikan atas segala masukan yang diberikan demi perbaikan skripsi ini; 3) Ir. M. Dahri Iskandar, M.Si atas segala bantuannya; 4) Ibu Ella dan Bapak Husin sekeluarga atas kesediaannya memberikan tempat tinggal selama penelitian dan para nelayan muroami (Pak Syahrullah, Pak Leo, Pak Sabar dan seluruh ABK kapal) atas seluruh bantuannya selama penelitian; 5) Mas Boy, Mas Hendra, dan Mba Romlah atas segala bantuan dan informasinya; 6) Ibu, Bapak dan adik-adikku tersayang atas kesabaran, dukungan, doa dan kasih sayang yang tanpa henti; 7) Tim Ekspedisi Pulau Seribu (Pipit, Rifki, Singgih, Aldi, Regi, Aris, Angga) atas segala bantuannya saat di Pulau Seribu yang tak kan pernah terlupakan dan Natha atas kesabaran dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini; 6) Keluarga Besar PSP 41 (gomeh, ando, limbong, putra, romie, midi, yol, ebod, jeanny, imam, eko gillnet, widi, rulli, papih awan, renna, via, natha, singgih, deden, habas, azer, bertua, komet, sange, dody, rani, regi, neney, ade resa, meler, deboy, ana, aris, jali, rony, eva, fifi, winda, boy, mance, pipit ucil, joko pras, gun, dina, opik, titin, deco, dimas, suji, novi, andi, ahdiar, galih, riki, babeh, deni) atas persahabatan, persaudaraan, perhatian, dukungan, semangat dan kisah terindah yang akan selalu mewarnai hidup di masa mendatang; 7) Riah, Nicken, Wawa, dan member of Gank Lemot & Cup2Gank serta semua sahabat atas dukungan dan persahabatannya selama ini; 8) Semua pihak yang membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

7 35 PRAKATA Skripsi yang berjudul Pengkajian Hasil Tangkapan Muroami di Kepulauan Seribu ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Maret 2008 di Kepulauan Seribu. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan pihak yang memerlukannya. Bogor, Juni 2008 Ribka Puji Raspati

8 36 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 2 September 1986 di Bogor dari pasangan Y. Sholahuddin Sis dan Umi Kulsum. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal di SMU Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu mahasiswa pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) pada tahun 2004 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi HIMAFARIN (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) sebagai anggota Departemen Penelitian, Pengembangan dan Keprofesian periode Selanjutnya penulis juga menjabat sebagai Bendahara II HIMAFARIN periode dan menjadi Sekretaris I HIMAFARIN periode Penulis juga dipercaya untuk menjadi Asisten Luar Biasa pada mata kuliah Statistika Dasar pada tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor penulis menyusun skripsi dengan judul Pengkajian Hasil Tangkapan Muroami di Kepulauan Seribu yang dibimbing oleh Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si.

9 37 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... i DAFTAR GAMBAR... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Muroami Alat tangkap muroami Nelayan Kapal Metode Pengoperasian Muroami Daerah Penangkapan Ikan Musim Penangkapan dan Hasil Tangkapan Ikan Karang Tingkah laku ikan karang Distribusi ikan karang Klasifikasi Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) Klasifikasi Ikan Pisang-pisang (Pterocaesio pisang) Klasifikasi Ikan Kakaktua (Scarus sp) Diversitas Hasil Tangkapan Produktivitas METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Alat Penelitian Metode Pengumpulan Data Pengambilan data hasil tangkapan Penentuan posisi kapal Analisis Data Analisis unit penangkapan ikan Analisis metode pengoperasian muroami Analisis komposisi hasil tangkapan... 20

10 Analisis diversitas hasil tangkapan Analisis dominansi hasil tangkapan Analisis produktivitas KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kepulauan Seribu Topografi Kepulauan Seribu Geologi Kepulauan Seribu Iklim Oseanografi Kondisi Perikanan Tangkap Kapal Alat tangkap Nelayan HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Unit penangkapan muroami Alat tangkap muroami Kapal Nelayan Alat bantu penangkapan Metode pengoperasian muroami Daerah penangkapan ikan Komposisi hasil tangkapan Diversitas hasil tangkapan Indeks dominansi hasil tangkapan Distribusi ukuran panjang hasil tangkapan muroami Distribusi ukuran panjang dan berat hasil tangkapan ikan ekor kuning pada setiap daerah penangkapan ikan Produktivitas alat tangkap muroami Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 39 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah kapal perikanan menurut kelompok gross tonage (GT) di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun Jumlah alat tangkap di Kepulauan Seribu tahun Jumlah nelayan dan produksi berdasarkan alat tangkap tahun Spesifikasi muroami di Kepulauan Seribu Komposisi hasil tangkapan muroami selama penelitian (8 trip)... 45

12 40 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pengoperasian muroami di Kepulauan Karimunjawa Ikan ekor kuning (Caesio cuning) Ikan pisang-pisang (Pterocaesio pisang) Ikan kakaktua (Scarus sp) Cara pengukuran ikan Konstruksi alat tangkap muroami di Kepulauan Seribu Jaring dinding muroami di Kepulauan Seribu Alat penggiring (elot) yang direntangkan Proses pengoperasian muroami di Kepulauan Seribu Komposisi hasil tangkapan muroami Diversitas hasil tangkapan muroami Dominansi hasil tangkapan muroami Distribusi ukuran panjang hasil tangkapan muroami Distribusi panjang ikan ekor kuning pada fishing ground Distribusi panjang ikan ekor kuning pada fishing ground Distribusi panjang ikan ekor kuning pada fishing ground Produktivitas hauling per trip muroami... 51

13 41 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Kepulauan Seribu Peta lokasi penelitian (fishing ground 1, 2, dan 3) di Kepulauan Seribu Unit penangkapan muroami Jenis-jenis ikan tangkapan muroami Nilai diversitas Shannon-Wiener H dan indeks dominansi Produktivitas hauling alat tangkap muroami Selang panjang hasil tangkapan muroami (6 jenis hasil tangkapan terbanyak) Data total hasil tangkapan per hauling Gambar posisi alat tangkap muroami di atas kapal besar... 78

14 42 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang subur yang ditandai dengan tingginya produktivitas dan keanekaragaman sumber hayati. Komunitas ikan karang memiliki keragaman yang tinggi dan didominasi oleh individu yang berukuran kecil (Ditjen Perikanan 1998). Ditjen Perikanan (1998) lebih lanjut mengungkapkan bahwa perairan karang Indonesia memiliki paling sedikit 10 famili utama penyumbang produksi perikanan, yaitu : Caesiodidae, Holocentridae, Serranidae, Siganidae, Scaridae, Lethrinidae, Priacanthidae, Labridae, Lutjanidae, dan Haemulidae. Diantara sepuluh famili tersebut, Caesionidae, seperti ekor kuning dan pisang-pisang, merupakan kelompok ikan karang yang dapat dieksploitasi secara komersil karena membentuk kelompok (school) yang relatif besar. Sebagai daerah kepulauan yang mempunyai keanekaragaman terumbu karang, Kepulauan Seribu mempunyai potensi ikan ekor kuning yang cukup besar. Data Statistik Perikanan Tangkap 2006 Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta melaporkan bahwa produksi ikan ekor kuning cenderung meningkat dengan rata-rata 14,66%. Kenaikan tertinggi terjadi pada periode sebesar 68,15%. Pada sisi yang lain, peningkatan nilai produksi mencapai 62,66% dari tahun 1997 hingga Hal ini menunjukkan bahwa ikan ekor kuning merupakan salah satu ikan yang benilai ekonomis tinggi. Alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap ikan ekor kuning adalah muroami. Muroami merupakan salah satu alat tangkap yang diintroduksi dan diadaptasi oleh masyarakat dari Jepang pada saat masa penjajahan (Subani dan Barus 1989). Penyebaran alat tangkap muroami di Indonesia cukup luas, terutama pada daerah-daerah yang memiliki kekayaan terumbu karang yang cukup tinggi seperti Kepulauan Seribu dan Kepulauan Karimunjawa. Muroami di Kepulauan Seribu telah digunakan oleh nelayan secara turun temurun, bahkan nelayan muroami di Kepulauan Karimunjawa berasal dari nelayan Kepulauan Seribu. Pada awalnya muroami ditujukan untuk menangkap ikan-ikan karang, namun dalam perkembangannya kini lebih dikhususkan untuk menangkap ikan

15 43 ekor kuning (Caesio cuning). Meskipun demikian, pada kenyataannya banyak tertangkap pula jenis ikan selain ikan ekor kuning. Jumlah unit penangkapan muroami di Kepulauan Seribu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah unit penangkapan muroami di Kepulauan Seribu mencapai 630 unit pada tahun 2006 (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta 2006). Peningkatan jumlah unit muroami menyebabkan peningkatan produksi ikan ekor kuning. Namun, peningkatan unit penangkapan muroami juga menimbulkan kekhawatiran pihak Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu yang mengatur perlindungan terumbu karang di Kepulauan Seribu. Kajian tentang muroami di Kepulauan Seribu masih jarang dilakukan. Hingga kini belum ada kajian mengenai unit penangkapan muroami di Kepulauan Seribu. Kajian tentang muroami baru dilakukan di Kepulauan Karimunjawa oleh Marnane et al (2004). Ketersediaan informasi mengenai alat tangkap ini masih sangat kurang, sehingga sulit untuk menentukan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan perikanan muroami di Kepulauan Seribu. Salah satu informasi penting dalam kajian muroami yang belum tergambar dengan baik adalah informasi mengenai hasil tangkapan. Informasi mengenai hasil tangkapan yang tertangkap oleh muroami masih sangat sedikit, salah satunya adalah informasi mengenai hasil tangkapan muroami di Kepulauan Karimunjawa dari hasil penelitian Marnane et al (2004). Atas dasar itu, maka perlu dilakukan kajian mengenai unit penangkapan muroami dan metode pengoperasiannya serta kajian mengenai hasil tangkapan muroami baik yang menjadi target maupun bukan target penangkapan di Kepulauan Seribu. 1.2 Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji unit penangkapan muroami dan metode pengoperasiannya di Kepulauan Seribu; 2. Mengidentifikasi hasil tangkapan muroami di Kepulauan Seribu; 3. Menentukan produktivitas alat tangkap muroami dan komposisi hasil tangkapan di Kepulauan Seribu.

16 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi mengenai alat tangkap muroami, produktivitas muroami, komposisi dan keanekaragaman hasil tangkapan muroami di Kepulauan Seribu. Informasi ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perikanan tangkap, khususnya penangkapan ikan. Selain itu, informasi ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi instansi terkait dalam penentuan kebijakan menyangkut perikanan ikan karang, khususnya perikanan muroami di Kepulauan Seribu.

17 45 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Muroami Alat tangkap muroami Muroami berasal dari kata muro yang artinya sebangsa ikan Carangidae dan ami yang berarti alat (Subani dan Barus 1989). Pada awalnya muroami digunakan untuk menangkap ikan karang, namun dalam perkembangannya muroami dikhususkan untuk menangkap ikan ekor kuning. Berdasarkan klasifikasi alat tangkap menurut von Brandt (1984) muroami termasuk dalam drive-in-net, dimana ikan ditangkap dengan cara menggiring ikan ke dalam alat tangkap jenis apa saja. Konstruksi muroami terdiri dari beberapa bagian, yaitu : 1) Bagian jaring, yang terdiri dari kaki panjang, kaki pendek dan kantong (dengan ukuran kantong cukup besar dan dapat memuat 3 ton ikan); 2) Pelampung, terdiri dari pelampung-pelampung kecil yang berada pada ris atas dari kaki, yang merupakan pelampung tetap. Juga terdapat pelampung (kumbul) dari bola gelas dan bambu yang biasanya hanya digunakan pada saat operasi penangkapan. Pelampung tetap juga terdapat pada bagian atas mulut kantong; 3) Pemberat, terdapat pada bagian bawah kaki (ris bawah) dan bagian bawah mulut kantong (bibir bawah) yang terbuat dari batu. Pada waktu jaring digunakan, pada bagian depan kaki masih dilengkapi jangkar; 4) Penggiring, atau alat pengusir (scare line) terbuat dari tali yang panjangnya ±25 m yang pada salah satu ujungnya (ujung atas) diikatkan pelampung bambu, sedangkan ujung lainnya diikatkan gelang-gelang besi atau umumnya disebut kecrek. Pada sepanjang tali ini juga dilengkapi dengan daun nyiur atau kain putih. Jumlah alat pengusir disesuaikan dengan jumlah nelayan yang nantinya bertugas sebagai penggiring. Menurut Gunarso (1985) alat penggiring ini termasuk ke dalam acoustik frightening untuk mengejutkan ikan agar lari ke arah jaring ataupun memaksa ikan meninggalkan tempat persembunyiannya.

18 46 Penelitian Marnane et al (2004) menyebutkan jaring terdiri dari tiga bagian, yaitu dua bagian jaring pelari yang berfungsi sebagai pengarah atau penggiring ikan menuju jaring kantong dan satu bagian jaring kantong yang berfungsi sebagai jaring penampung ikan Nelayan Jumlah nelayan yang mengoperasikan muroami antara orang. Seorang diantaranya berperan sebagai fishing master yang disebut tonas dan bertugas untuk memimpin jalannya penangkapan dan seorang sebagai penjaga atau pemegang kedua ujung kantong bila nanti jaring telah dipasang. Satu atau dua orang sebagai penjaga kantong bagian belakang. Empat sampai enam orang sebagai tukang penyelam, dan selebihnya adalah sebagai pengusir ikan yang akan ditangkap (Subani dan Barus 1989). Marnane et al (2004) menyebutkan dalam satu armada muroami biasanya terdiri dari orang yang dipimpin oleh seorang kepala laut (fishing master). Kepala laut bertanggung jawab atas seluruh operasional penangkapan, mulai dari penentuan lokasi, pemasangan jaring (setting), penggiringan, hauling, proses melepas jaring hingga menentukan lokasi penangkapan berikutnya. Seringkali kepala laut berfungsi ganda sebagai penyelam penggiring. Penyelam kompresor terdiri dari 5 hingga 7 orang, dipimpin oleh seorang kepala tengah yang bertugas memimpin penggiringan di bawah air dan biasanya posisinya berada di tengah. Penyelam muroami harus kuat atau tahan berenang dan menyelam sampai dasar laut dimana penangkapan dilakukan Kapal atau perahu Subani dan Barus (1989) menyebutkan untuk operasi penangkapan dengan muroami diperlukan 3-5 buah perahu, dimana sebuah perahu diantaranya berfungsi untuk membawa kantong, dan dua perahu lainnya untuk membawa sayap/kaki jaring masing-masing satu buah. Adapun dua buah perahu lainnya untuk membawa atau mengantar tenaga-tenaga penggiring (penghalau) ikan ke tempat dimana ikan berada.

19 47 Operasi penangkapan ikan dengan muroami di Kepulauan Karimunjawa berdasarkan penelitian Marnane et al (2004) biasanya menggunakan 3 buah kapal motor. Dua kapal merupakan kapal pembawa jaring, dimana salah satunya menjadi penampung ikan utama yang dilengkapi dengan palka yang sudah diisi es. Kapal ketiga berfungsi sebagai pembawa kompresor yang membawa para penyelam. 2.2 Metode Pengoperasian Muroami Proses pengoperasian muroami dilakukan dengan cara sebagai berikut (Subani dan Barus 1989) : 1) Mengetahui dan dapat memperkirakan adanya kawanan ikan yang dilakukan oleh beberapa nelayan dengan cara menyelam dengan menggunakan kacamata air; 2) Mengetahui keadaan arus air (arah arus), antara lain kemungkinan adanya arus atas dan bawah serta mengenai kekuatan arus. Kekuatan arus skala sedang adalah yang paling baik untuk pemasangan atau penanaman jaring; 3) Pemasangan jaring dilakukan demikian rupa sehingga membentuk huruf V dan letak ujung depan kaki yang pendek harus berada di tempat dangkal dimana karang berada, sedangkan ujung kaki panjang diletakkan di tempat dalam; 4) Penggiringan segera dilakukan setelah pemasangan kantong yaitu dengan mengambil tempat antara 1/4-1/3 dari bagian ujung kaki yang belakang. Muroami umumnya dioperasikan dalam satu hari atau one day fishing. Satu unit armada penangkapan muroami rata-rata melakukan 2-3 kali setting dalam satu hari penangkapan (Marnane et al 2004). Marnane et al (2004) lebih lanjut menyatakan bahwa satu unit operasi muroami biasanya berangkat sekitar pukul 6-7 pagi, dan perjalanan ke lokasi sekitar 1 jam. Sekitar pukul 8 pagi seorang kepala laut sudah mulai menyelam untuk mencari lokasi penangkapan dan mengamati ikan yang ada di dalamnya. Jika lokasi yang dilihat tidak memuaskan, pencarian akan diteruskan dengan berpindah ke tempat lain yang biasanya tidak jauh dari lokasi pertama. Proses ini berlangsung terus sampai ditemukan lokasi yang tepat.

20 48 Setelah mendapatkan lokasi yang tepat, kapal yang memuat jaring dan palkah mulai menempatkan jangkar, kemudian para penyelam memasang jaring pelari dan jaring kantong pada kedalaman sekitar 5 hingga 35 m. Proses ini memakan waktu sekitar 40 menit. Faktor yang cukup berperan dalam operasi muroami adalah arus yang membantu jaring kantong dapat terbuka secara sempurna. Penyelam naik ke kapal yang memuat kompresor hookah setelah pemasangan jaring selesai dan bersiap melakukan penyelaman tahap kedua. Tahapan ini termasuk di dalamnya adalah proses penggiringan. Lama waktu penggiringan sangat bervariasi antara menit, pada selang kedalamannya 5-35 m. Interval waktu antara penyelaman cukup pendek, sekitar 10 menit (Gambar 1). Penyelam mengangkat jaring kantong ke permukaan secepat mungkin, setelah ikan digiring ke dalam jaring kantong. Kemudian penyelam kembali masuk ke dalam perairan untuk membongkar jaring pelari. Proses pelepasan jaring pelari ini biasanya memakan waktu sekitar 20 menit (Marnane et al 2004). Gambar 1 Pengoperasian muroami di Kepulauan Karimunjawa (Marnane et al 2004). 2.3 Daerah Penangkapan Ikan Simbolon (2005) dalam Sondita dan Solihin (2006) menyatakan bahwa daerah penangkapan ikan adalah wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana operasi penangkapan dapat dilakukan dengan alat tangkap tertentu secara

21 49 produktif dan menguntungkan. Daerah penangkapan ikan bagi alat tangkap muroami adalah di perairan karang pada kedalaman antara m atau biasa disebut karang dalam yang letak dasar lautnya tidak terlalu miring. Berdasarkan hasil penelitian Marnane et al (2004), jaring muroami dipasang di sekitar terumbu karang dengan kedalaman sekitar 10 hingga 20 m dan penyelam memulai penggiringan pada kisaran kedalaman 5 hingga 35 m. Pengoperasian muroami pada kedalaman tersebut berkaitan dengan habitat ikan ekor kuning yang umumnya tersebar pada kedalaman 0-40 m. 2.4 Musim Penangkapan dan Hasil Tangkapan Musim penangkapan muroami terdapat tiga musim, yaitu musim barat pada bulan Desember-Maret, musim timur pada bulan Juni-September, dan musim peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-November (Anonymous 2000). Musim puncak atau musim banyak ikan pada pengoperasian muroami terjadi pada musim timur (Juni-September). Hasil tangkapan utama dari alat tangkap muroami adalah ikan ekor kuning (Caesio cuning). Selain ekor kuning alat tangkap muroami juga dapat menangkap jenis ikan karang lainnya yang merupakan hasil tangkapan sampingan seperti ikan penjalu (Caesio coerulaureus), pisang-pisang (C.chrysononus), Sunglir (Elagatis bipinnulatus), selar kuning (Caranx leptolepis), dan kuwe macan (Caranx spp.) (Subani dan Barus 1989). 2.5 Ikan Karang Tingkah laku ikan karang Ikan karang adalah ikan yang hidup di daerah terumbu karang sejak juvenil (anakan) sampai dewasa (Sale 1991). Ikan ini hidup berasosiasi dengan terumbu pada habitat yang disukainya, yaitu daerah yang tersedia banyak makanan dan aman. Ikan karang menggunakan bentuk-bentuk terumbu karang untuk pertahanan diri dari pemangsa (Hutomo 1986 diacu dalam Noegroho 2007). Keragaman spesies ikan karang sangat tinggi. Salah satu penyebab tingginya keragaman spesies tersebut adalah karena variasi habitat yang terdapat di terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang saja, tetapi juga daerah berpasir, berbagai

22 50 teluk dan celah, perairan yang dangkal dan dalam serta zona-zona yang berbeda melintasi karang. Jumlah spesies yang besar dan pembagian habitat ini, menunjukkan bahwa kebanyakan ikan karang, meskipun gerakannya jelas, tetapi ternyata terbatas pada daerah tertentu di terumbu dan sangat terlokalisasi. Ikan karang juga tidak berpindah dan didominasi iakn yang berukuran kecil seperti ikan belosoh, ikan tembakul, dan ikan betok yang terkenal dalam mempertahankan wilayahnya Distribusi ikan karang Distribusi harian ikan karang dapat dibagi menjadi tiga kelompok ikan, yaitu ikan diurnal, nokturnal dan crespuscular. Ikan diurnal aktif berinteraksi pada siang hari. Ikan nokturnal kehidupannya aktif pada malam hari. Adapun ikan crespuscular aktif pada waktu diantara waktu siang dan malam. Distribusi ikan karang di ekosistem terumbu karang sebagian besar adalah ikan diurnal. Ikan karang tersebut mencari makan dan tinggal di permukaan karang dan memakan plankton yang lewat diatasnya. Ikan diurnal ini meliputi famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Acanthuridae, Labridae, Lutjanidae, Balistidae, Serranidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Blenniidae, dan Gobiidae (Allen dan Steene 1990 diacu dalam Noegroho 2007). Ikan nokturnal atau ikan yang aktif pada malam hari terdapat dalam jumlah yang kecil. Ikan ini pada siang hari menetap pada gua dan celah-celah karang. Ikan tersebut termasuk ke dalam famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae, Scorpaenidae, Serranidae dam Labridae. Sejumlah kecil ikan lainnya yang sering melintasi ekosistem terumbu karang adalah dari famili Scombridae, baracuda (Sphyraenidae), ekor kuning (Caesionidae) dan Hiu (Sprynidae) (Allen dan Steene 1990 diacu dalam Noegroho 2007). Ikan crespuscular atau ikan yang aktif di pergantian siang dan malam terdapat dalam jumlah yang kecil dan kadang aktif juga pada siang hari (diurnal). Beberapa famili yang termasuk dalam kelompok ikan crespuscular antara lain dari famili Sphyraenidae, Serranidae, Carangidae, Scorpaenidae, Synodontidae, Carcharhinidae, Spyrnidae, dan Muraenidae (Allen dan Steene 1990 diacu dalam Noegroho 2007).

23 51 Nybakken (1992) menyatakan bahwa perbedaan-perbedaan antara ikan diurnal dan nokturnal merupakan salah satu cara yang memungkinkan timbulnya sejumlah besar spesies di terumbu tanpa adanya persaingan langsung. Umumnya ikan yang terlihat pada siang hari tidak ditemui pada malam harinya. Ikan diurnal tersebut berlindung di dalam terumbu dan digantikan oleh sejumlah kecil spesies nokturnal yang tidak terlihat pada siang hari. 2.6 Klasifikasi Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) Ikan ekor kuning merupakan salah satu sumber daya ikan konsumsi di perairan karang dan merupakan target penangkapan muroami. Pengklasifikasian ikan ekor kuning (Caesio cuning) menurut Nelson (2006), adalah sebagai berikut : Kingdom : Animal Phylum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Caesionidae Genus : Caesio Spesies : Caesio cuning Gambar 2 Ikan ekor kuning (Caesio cuning). Ikan ekor kuning (Gambar 2) memiliki ciri morfologi yaitu badan memanjang, melebar, gepeng, mulut kecil dan serong. Ikan ekor kuning pun memiliki gigi kecil, lancip, tersusun beberapa baris pada rahangnya. Dua gigi taring pada rahang bawah dan yang halus pada langit-langit. Jari-jari keras sirip punggung berjumlah 10 dan jari-jari lemah sirip berjumlah 15. Jari-jari keras pada sirip dubur berjumlah 3 dan jari-jari sirip lemah berjumlah 11. Terdapat sisik tipis pada garis rusuknya. Sisik-sisik kasar di bagian atas dan bawah garis

24 52 rusuk tersusun horisontal, sisik pada kepala mulai dari mata. Ikan ekor kuning memiliki warna ungu-kebiruan pada bagian atas sampai punggung, dan birukeputihan pada bagian belakang punggung, batang ekor, sebagian dari sirip punggung yang berjari-jari lemah, serta kuning pada sirip dubur dan sirip ekor. Pada bagian bawah kepala, badan, sirip perut dan dada berwarna merah jambu dan pinggiran sirip punggung sedikit hitam serta ketiak sirip dada hitam (Direktorat Jenderal Perikanan 1979). Ikan ekor kuning termasuk plankton feeder, yaitu pemakan plankton. Hidup di perairan pantai, karang-karang, perairan karang, dan membentuk gerombolan besar. Panjang tubuhnya dapat mencapai panjang 35 cm, umumnya 25 cm (Kuiter dan Tonozuka 2004). Famili Caesionidae memiliki ciri khas yaitu bergerombol (schooling) dalam ukuran yang besar, berenang dengan cepat (fast-swimming), memakan zooplankton, dan banyak terdapat di kolom perairan sepanjang tepi lereng terumbu karang. Ikan ekor kuning dapat hidup di perairan pada kedalaman 0-40 m (Allen 2000). Ikan ekor kuning tersebar di perairan karang seluruh Indonesia, Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, bagian Selatan Ryukyu, sampai perairan panas Australia (Subani dan Barus 1989). 2.7 Klasifikasi Ikan Pisang-pisang (Caesio pisang) Ikan pisang-pisang (Caesio pisang) merupakan salah satu jenis spesies dari famili Caesionidae. Klasifikasi ikan pisang-pisang (Caesio pisang) menurut Carpenter (1988), adalah sebagai berikut : Kingdom : Animal Phylum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Caesionidae Genus : Pterocaesio Spesies : Pterocaesio pisang

25 53 Gambar 3 Ikan pisang-pisang (Pterocaesio pisang). Berdasarkan Ditjen Perikanan (1979) ikan pisang-pisang memiliki badan yang memanjang, langsing, dan gepeng serta memiliki sisik-sisik kecil jenis ctenoid. Mulutnya kecil dan dapat disembulkan. Pada sirip punggung terdapat sirip jari-jari keras berjumlah 10 dan jari-jari lemah berjumlah Sementara pada sirip dubur memiliki 3 buah sirip jari-jari keras dan jari-jari lemah. Sisik pada garis rusuk berjumlah 67-77, sementara sisik di bagian atas dan bawah gurat sisi tersusun horisontal. Pangkal sirip punggung dan dubur hampir setengahnya tertutup sisik. Pada tubuh bagian atas berwarna ungu kebiruan dan pada bagian bawah berwarna ungu keputihan. Terdapat garis panjang warna kuning memanjang badan melalui garis rusuk. Siripnya berwarna ungu kekuningan atau kadang-kadang kemerah-merahan. Ukuran panjang tubuhnya dapat mencapai 20 cm, namun umumnya memiliki ukuran 15 cm. Ikan pisang-pisang hidup bergerombol (school) di daerah pantai dan karang, serta merupakan pemakan plankton. Daerah penyebarannya yaitu di seluruh perairan Indonesia (Ditjen Perikanan 1979). 2.8 Klasifikasi Ikan Kakaktua (Scarus sp) Ikan kakaktua (Scarus sp) memiliki rahang atas dan bawah yang tumbuh seperti paruh burung kakaktua, sehingga lebih dikenal sebagai ikan kakaktua atau parrotfish. Berikut adalah klasifikasi ikan kakaktua (Scarus sp) menurut Nelson (2006) : Kingdom : Animal Phylum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes

26 54 Famili Genus Spesies : Scaridae : Scarus : Scarus sp Gambar 4 Ikan kakaktua (Scarus sp). Ikan kakaktua menurut Ditjen Perikanan (1979) memiliki badan yang memanjang. Jari-jari keras sirip punggung berjumlah 9 dan jari-jari lemah berjumlah Pada sirip dubur memiliki 3 jari-jari keras dan 14 jari-jari lemah. Ikan kakatua memiliki sisik yang besar. Gigi ikan kakaktua berwarna hijau-biru. Pada bagian atas kepala dan bagian depan badan berwarna biru kegelapan atau abu-abu gelap kekuningan. Sementara pada bagian bawah kepala berwarna merah kekuningan. Terdapat garis biru pada dagu dan garis hijau memanjang mulai dari mulut melewati bawah mata sampai perbatasan penutup insang. Sirip punggung berwarna kuning kemerahan dengan pinggiran atas sirip berwarna biru. Diantara jari-jari sirip punggung terdapat titiktitik besar berwarna hijau. Pada sirip dubur berwarna biru keunguan dan warna biru dengan garis merah pada sirip ekor. Sementara pada sirip dada berwarna kekuningan dengan warna merah pada bagian atas (Ditjen Perikanan 1979). Ikan kakaktua biasanya memiliki warna yang berbeda untuk setiap jantan dan betina dalam spesies yang sama. Ikan betina memiliki warna yang lebih gelap sedangkan jantannya memiliki warana yang cerah. Ikan ini bersifat diurnal, tidur di gua-gua yang kecil dan dapat membuat lapisan mukus di sekeliling tubuhnya untuk proteksi diri (Kuiter 1992 diacu dalam Akbar 2008). Ikan kakaktua merupakan omnivora dan akan memakan alga karang, beberapa karang, dan krustasea ( Ikan kakaktua

27 55 hidup pada perairan pantai dan karang, serta tersebar di seluruh perairan Indonesia dan indo-pasifik (Ditjen Perikanan 1979). 2.9 Diversitas Hasil Tangkapan Diversitas atau keanekaragaman hayati adalah istilah untuk derajat kanekaragaman sumberdaya alam yang mencakup jumlah dan frekuensi spesies dan genetik yang terdapat dalam wilayah tertentu (McNeely 1992 diacu dalam Harteman 2003). Komponen utama dari kanekaragaman adalah kesamarataan atau equilibilitas dalam pembagian individu yang merata diantara jenis (Odum 1971). Harteman (2003) menyatakan bahwa keanekaragaman hayati tidak merata di seluruh perairan planet bumi ini. Pada umumnya ekosistem perairan tropik Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati terbesar, karena letak geografisnya yang berada diantara dua benua Asia dan Australia serta ditemukan banyak relung ekologi di berbagai habitat air tawar, payau dan laut. Krebs (1989) menyatakan pengukuran keanekaragaman diperlukan untuk mengestimasi arti penting suatu spesies dalam komunitas tertentu. Diversitas dapat diukur melalui berbagai cara dengan berbagai kisaran nilai indeks. Namun, seluruh pengukuran yang ada mengindikasikan kekayaan jenis (richness) dan menggambarkan jumlah individu suatu spesies diantara individu semua spesies (Jennings, et al. 2001) Terdapat dua cara pendekatan yang digunakan untuk menganalisis keragaman jenis dalam keadaan yang berlainan, yaitu (Odum 1971): 1) Pembandingan-pembandingan yang didasarkan pada bentuk, pola atau persamaan kurva banyaknya jenis; 2) Pembandingan yang didasarkan pada indeks keanekaragaman, yang merupakan nisbah atau pernyataan matematika lainnya dari hubunganhubungan jenis kepentingan. Wiyono et al (2006) menyatakan bahwa indeks diversitas Shannon H telah banyak digunakan untuk menggambarkan dinamika musiman dari tingkat selektifitas suatu alat tangkap terhadap target penangkapan. Nilai indeks diversitas yang tinggi mengindikasikan bahwa alat tangkap tersebut memiliki tingkat selektivitas yang rendah terhadap target penangkapan. Begitu pula sebaliknya,

28 56 nilai indeks yang rendah mengindikasikan bahwa alat tangkap tersebut memiliki tingkat selektivitas yang tinggi terhadap target penangkapan Produktivitas Produktivitas merupakan konsep universal yang berlaku bagi semua sistem ekonomi dan sistem sosial. Produktivitas menurut Ravianto (1986) adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumberdaya yang dipergunakan. Produksi dan produktivitas merupakan dua pengertian yang berbeda. Peningkatan produksi menunjukkan pertambahan jumlah hasil yang dicapai, sedangkan peningkatan produktivitas mengandung pengertian pertambahan hasil dan perbaikan cara pencapaian produksi tersebut. Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh peningkatan produktivitas karena produksi dapat meningkat walaupun produktivitas tetap atapun menurun Terdapat dua metode pengukuran produktivitas yang berbeda satu dengan lainnya. Pertama adalah mengukur produktivitas secara kuantitatif, seperti ukuran (size), panjang (length), banyaknya unit, berat, waktu, dan banyaknya tenaga kerja, metode ini disebut juga produktivitas fisik. Sementara, metode yang kedua adalah mengukur produktivitas dengan menggunakan nilai uang (value) yang dinyatakan dalam yen, dollar, rupiah, dan seterusnya yang juga disebut produktivitas nilai (Ravianto 1986). Ravianto (1986) lebih lanjut mengungkapkan bahwa peningkatan produktivitas dapat dilihat dalam tiga bentuk, yaitu : 1) Jumlah produksi meningkat dengan menggunakan sumberdaya yang sama; 2) Jumlah produksi yang sama atau meningkat dicapai dengan menggunakan sumberdaya yang kurang; 3) Jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumberdaya yang relatif kecil. Analisis produktivitas dilakukan untuk melihat hubungan faktor-faktor produksi yang meliputi (Sparre dan Venema 1999) : 1) Hasil tangkapan setiap hari, bulan atau tahun (kg); 2) Upaya penangkapan setiap hari, bulan atau tahun (unit).

29 57 Produktivitas suatu alat tangkap dapat diduga dengan melihat hubungan antara hasil tangkapan (catch) dengan upaya penangkapan (effort) yang disebut CPUE (Gulland 1983). Rumus yang digunakan untuk mengetahui CPUE adalah sebagai berikut (Sparre dan Venema 1999) : CPUE = C E keterangan : CPUE : Hasil tangkapan per upaya penangkapan C : Hasil tangkapan per tahun (kg) E : Upaya penangkapan per tahun (unit) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.38 tahun 2003 menyatakan bahwa produktivitas kapal perikanan dapat diketahui dengan dua cara, yaitu : 1) Hasil tangkapan per upaya penangkapan merupakan pembagian antara produksi hasil tangkapan dengan upaya penangkapan yang beroperasi di suatu perairan. Hasil tangkapan yang didapatkan berupa jumlah ikan hasil tangkapan dari salah satu kelompok sumberdaya ikan (pelagis, demersal, dan lain sebagainya) dengan satuan berat (ton atau kg). Sedangkan upaya penangkapan berupa jumlah unit atau trip hari operasi penangkapan; 2) Laju tangkap perikanan menggunakan data series, minimal selama lima tahun. Semakin panjang series waktu yang digunakan semakin tajam prediksi yang diperoleh. Cara perhitungannya yaitu dengan membagi total hasil tangkapan (dalam satuan ton atau kg) dengan total effort standard (trip hari operasi).

30 58 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Kepulauan Seribu pada bulan Maret Peta daerah penelitian dapat dilihat pada Lampiran Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan dengan skala 10 gram, penggaris atau meteran dengan ketelitian 1 mm, data sheet, kamera, alat tulis, dan GPS (global positioning system) merk Garmin. 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif survei. Penelitian ini merupakan penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok maupun suatu daerah (Nazir 1988). Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan atau observasi langsung di daerah yang menjadi objek penelitian, yaitu perairan Kepulauan Seribu dan wawancara dengan nelayan muroami. Pengumpulan data dilakukan untuk mengambil data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung selama penelitian. Data primer diperoleh dengan mengikuti kegiatan operasi penangkapan muroami dan wawancara dengan nelayan muroami. Data primer dalam penelitian ini meliputi konstruksi muroami serta pengoperasiannya, posisi daerah penangkapan ikan tempat dimana operasi penangkapan ikan dilakukan, jumlah hasil tangkapan per spesies pada setiap posisi penangkapan, komposisi jenis hasil tangkapan, sebaran distribusi panjang per spesies ikan utama yang tertangkap pada setiap posisi penangkapan, dan sebaran distribusi berat per spesies ikan utama yang tertangkap pada setiap posisi penangkapan. Data sekunder adalah data yang didapatkan dari penelusuran pustaka dan dari instansi terkait. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi : 1) Keadaan umum daerah dan peta Kepulauan Seribu;

31 59 2) Geografi dan topografi Kepulauan Seribu; 3) Volume dan jumlah produksi perikanan laut di Kepulauan Seribu; 4) Produksi dan nilai produksi per jenis ikan di Kepulauan Seribu; 5) Jumlah dan jenis unit penangkapan ikan di Kepulauan Seribu. Data sekunder tersebut diperoleh dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, Buku Data Statistik Perikanan Tangkap Indonesia Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kepulauan Seribu. Penentuan fishing ground yang akan dibandingkan ukuran hasil tangkapannya dipilih berdasarkan fishing ground yang paling sering didatangi oleh nelayan muroami. Pada saat penelitian dilakukan 8 trip operasi muroami dengan 3-6 kali setting dalam 1 kali tripnya. Dari 8 trip tersebut terdapat kecenderungan mengelompoknya fishing ground yang didatangi dalam suatu wilayah perairan tertentu. Setiap posisi setting muroami dicatat dan diproyeksikan pada peta sehingga dapat diketahui fishing ground mana yang paling banyak dilakukan setting. Setelah diproyeksikan pada peta, dapat diketahui bahwa terdapat tiga daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang paling sering didatangi nelayan pada saat penelitian. Tiga daerah penangkapan ikan yang dikaji yaitu pada posisi 5 o o LS 106 o o BT disebut fishing ground 1 (FG 1) dengan jumlah setting adalah empat kali, pada posisi 05 o o LS 106 o o BT disebut fishing ground 2 (FG 2) dengan jumlah setting adalah delapan kali dan pada posisi 05 o o LS 106 o o BT disebut fishing ground 3 (FG 3) dengan jumlah setting adalah tujuh kali Pengambilan data hasil tangkapan Data hasil tangkapan diperoleh dari hasil pencatatan hasil tangkapan setiap kali hauling pada satu posisi penangkapan ikan pada operasi penangkapan ikan. Data hasil tangkapan meliputi jumlah hasil tangkapan per spesies, komposisi jenis hasil tangkapan, sebaran distribusi panjang per spesies ikan yang tertangkap, dan sebaran distribusi berat per spesies ikan yang tertangkap. Data tersebut dicatat pada setiap posisi operasi penangkapan ikan.

32 60 Untuk mendapatkan data panjang dan berat hasil tangkapan tiap spesies, ditarik sampel sebanyak satu ember secara acak dari seluruh hasil tangkapan setiap kali hauling. Hasil dari sampling satu ember tersebut digunakan untuk pendugaan distribusi panjang dan berat ikan secara keseluruhan setiap kali hauling. Terdapat dua asumsi yang digunakan dalam pengambilan sampling, yaitu: 1. Volume ember yang dijadikan sampling adalah sama 2. Ukuran ikan yang dijadikan sampling memiliki keberagaman yang sama dengan populasinya. Panjang tubuh ikan yang diukur adalah panjang cagak dan panjang total. Panjang cagak adalah panjang tubuh ikan mulai dari ujung mulut depan hingga pangkal cagak ekor ikan, untuk ikan yang memiliki sirip ekor yang keras (tuna) atau bentuk siripnya khusus (Nemipteridae) (Sparre dan Venema 1999). Panjang total adalah panjang tubuh ikan mulai dari ujung mulut depan hingga ujung ekor ikan, bagi ikan dengan bentuk ekor selain bentuk cagak (Gambar 3). Pc Gambar 5 Cara pengukuran panjang ikan. Sumber : Keterangan : Pt : Panjang Total (1-8) Pc : Panjang Cagak (1-9) Penentuan posisi kapal Posisi kapal ditentukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Posisi yang dicatat adalah posisi setting atau posisi dimana kantong dipasang dan posisi awal penggiringan dilakukan.

33 Analisis Data Analisis unit penangkapan ikan Hasil pengumpulan data unit penangkapan muroami dianalisis secara deskriptif. Analisis secara deskriptif yaitu dengan menguraikan konstruksi alat tangkap muroami, kapal yang digunakan dalam pengoperasian muroami, dan jumlah nelayan yang mengoperasikan muroami secara rinci Analisis metode pengoperasian muroami Hasil pengamatan terhadap metode pengoperasian muroami yang dilakukan dengan mengikuti operasi muroami selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis ini meliputi proses setting, penggiringan ikan, dan hauling Analisis komposisi hasil tangkapan Hasil tangkapan setiap hauling diidentifikasi terlebih dahulu dan dikelompokkan berdasarkan spesiesnya, lalu diukur panjang dan beratnya berdasarkan ekor per spesies. Komposisi hasil tangkapan dapat diperoleh dengan cara data diolah menggunakan software Microsoft Excel 2003 untuk melihat perbandingan jumlah dan bobot antar spesies dalam satu kali hauling Analisis diversitas hasil tangkapan Keanekaragaman dihitung berdasarkan indeks keanekaragaman untuk menggambarkan komunitas secara matematis dan mempermudah analisis keanekaragaman. Selektivitas alat tangkap terhadap target penangkapan dapat digambarkan dengan menggunakan indeks diversitas Shannon-Wiener H (Margurran 1988 diacu dalam Wiyono et al 2003) : H ' = n i= 1 pi ln pi n ni ni H ' = ln i= 1 N N Keterangan : H : indeks diversitas Shannon-Wiener Pi : proporsi spesies ke-i

34 62 ni : jumlah individu spesies ke-i N : jumlah total individu semua spesies Nilai keanekaragaman (selektivitas alat tangkap) kemudian ditentukan dengan kriteria (Wiyono et al 2003) : H > 0,1 : keanekaragaman tinggi, tingkat selektivitas alat tangkap rendah H 0 : keanekaragaman rendah, tingkat selektivitas alat tangkap tinggi Kisaran nilai indeks diversitas tersebut hanya berlaku pada diversitas hasil tangkapan untuk menentukan tingkat selektivitas alat tangkap Analisis dominansi hasil tangkapan Analisis dominansi didasarkan pada Indeks Simpson dalam Odum (1971), dengan rumus : n D = i= 1 ( ) 2 pi n ni D = i= 1 N 2 Keterangan : D : indeks dominansi Pi : proporsi spesies ke-i ni : jumlah individu pada spesies ke-i N : jumlah individu semua spesies dengan kisaran indeks dominansi adalah : D > 1 : dominansi tinggi, tingkat selektivitas alat tangkap tinggi D 0 : dominansi rendah, tingkat selektivitas alat tangkap rendah Kisaran nilai indeks dominansi tersebut hanya berlaku pada dominansi hasil tangkapan untuk menentukan tingkat selektivitas alat tangkap Analisis produktivitas alat tangkap muroami Produktivitas muroami dihitung berdasarkan data hasil tangkapan per hauling, sehingga didapatkan produktivitas hauling dengan rumus :

35 63 keterangan : P : Produktivitas Σ C : jumlah hasil tangkapan (kg) Σ h : jumlah hauling (hauling) P = C h

36 64 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kepulauan Seribu Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Kota Jakarta yang secara geografis berada pada 5 o o LS dan 106 o o BT. Luas wilayah daratan sekitar 834,65 Ha sedangkan luas perairan laut sekitas 7000 km 2. Pulau Paling utara yaitu Pulau Sebira terletak di jarak sekitar 100 mil dari daratan Teluk Jakarta. Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu secara fisik dibatasi oleh Laut Jawa pada sebelah utara dan timur, Kecamatan Cengkareng, Penjaringan, Pademangan, Tj.Priok, Koja, Cilincing dan Tangerang pada sebelah selatan, dan berbatasan dengan Laut Jawa atau Selat Sunda pada sebelah Barat (Anonymous 2000). Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu menyatakan Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu resmi terbentuk dan efektif melaksanakan tugasnya dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu memiliki dua kecamatan, yaitu kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Jumlah kelurahan pun menjadi 6 buah. Kelurahan tersebut adalah Kelurahan Pulau Kelapa, Kelurahan Pulau Pramuka dan Kelurahan Pulau Panggang yang termasuk ke dalam kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan meliputi 3 kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Pari dan Kelurahan Pulau Untung Jawa. 4.2 Topografi Kepulauan Seribu Wilayah Kepulauan Seribu terdiri dari gugusan kepulauan yang pada umumnya bertopografi landai (0-5%) dengan ketinggian permukaan daratan berkisar antara 0-2 m di atas permukaan laut. Luas daratan masing-masing pulau tersebut dipengaruhi oleh adanya pasang surut yang mencapai ketinggian 1-1,5 m di atas permukaan laut. Spesifikasi topografi pulau di Kepulauan Seribu merupakan daratan rendah pantai dan perairan yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Anonymous 2000) :

37 65 1) Wilayah Sub Litoral Wilayah ini merupakan bagian pantai dari batas air surut terendah sampai dasar perairan yang umumnya mencapai kedalaman m. Pada tempat-tempat tertentu dapat mencapai 75 m seperti perairan Pulau Karang Congkak. Beberapa laguna yang cukup luas dijumpai di sekitar Karang Congkak, Karang Sempit dan Pulau Panggang; 2) Wilayah Litoral Wilayah ini merupakan bagian pantai yang terletak antara batas pasang tertinggi dan surut terendah. Wilayah ini dapat dijumpai beberapa tumbuhan khas pantai seperti bakau, pidada dan api-api; 3) Wilayah Supra Litoral Wialyah ini merupakan bagian pantai yang tidak pernah terndam oleh air laut pada waktu pasang tertinggi. Daerah ini terdiri dari pasir putih dan pecahan karang serta beberapa tempat diantaranya sebagai habitat peneluran penyu sisik. Anonymous (2000) lebih lanjut menyatakan bahwa daratan pulau di wilayah Kepulauan Seribu terdiri dari tanah alluvial yang tidak berbeda dengan tanah pantai kapur yang berasal dari sedimentasi karang. Di samping mempunyai persamaan dalam jenis tanah dan juga vegetasi, beberapa pulau memiliki ciri atau karakteristik khusus, yaitu : 1) Pulau-pulau tersebut mempunyai pantai karang dan pantai pasir putih yang luas serta mempunyai atol meskipun dalam ukuran yang relatif kecil, kecuali di Pulau Pari; 2) Pulau-pulau mempunyai fringing reef sehingga pantai-pantai karangnya melekuk ke bawah membentuk laguna yang indah, diantaranya adalah sekitas gugusan Pulau Pari, Pulau Tikus, dan Pulau Kotok. 4.3 Geologi Kepulauan Seribu Menurut Anonymous (2000) wilayah Kepulauan Seribu terdiri atas lautan, pulau-pulau, pulau karang, gugusan karang (reef flat dan coral reef), dan gosong. Wilayah ini pada umumnya terdiri dari batu-batuan kapur (karang), pasir, dan sedimen yang berasal dari daratan Pulau Jawa dan dari Laut Jawa. Hal ini disebabkan adanya arus laut yang cukup kuat.

38 66 Proses pembentukan pulau-pulau di Kepulauan Seribu telah dimulai sejak jutaan tahun yang lalu. Gaya pembentukan tersebut masih berlangsung sampai saat ini. Penelaahan pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang yang membangun pulau-pulau tersebut dapat ditinjau dari sudut pandang geologi, geomorfologi, dan biologi (Anonymous 2000). Secara geologi Anonymous (2000) juga menyatakan bahwa keberadaan pulau karang di perairan laut terwujud dari gaya eksogen maupun endogen yang bekerja terhadap bumi. Namun yang terpenting adalah peran serta organisme terumbu karang sebagai komponen dasar pembentukan pulau tersebut. Penyebaran jenis batuan di Kepulauan Seribu menurut kedalaman lautnya adalah sebagai berikut : 1) Batuan kapur (karang) pada kedalaman 0-10 m; 2) Batuan pasir dan karang pada kedalaman m; 3) Batuan pasir dan sedimen pada kedalaman > 20 m. 4.4 Iklim Kondisi iklim di Kepulauan Seribu ini termasuk iklim tropik panas dengan suhu maksimum rata-rata 32,3 o C dan suhu minimum rata-rata 21,6 o C, dimana suhu rata-ratanya adalah 27 o C dengan kelembaban udara sekitar 80%. Musim yang dominan adalah musim barat (musim angin barat disertai hujan lebat) dan musim timur (musim angin timur dan kering) (Anonymous 2000). Musim barat berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret. Pada musim ini, angin berhembus kencang dan arus kuat bergerak dari barat daya sampai barat laut disertai hujan yang cukup deras. Kecepatan angin mencapai 0,7-20 knot/jam. Akibat arus yang kuat, kejernihan air laut menjadi berkurang. Kecepatan arus dapat mencapai 4-5 knot/jam dengan tinggi gelombang dapat mencapai 2 m (Anonymous 2000). Anonymous (2000) lebih lanjut menyatakan bahwa musim timur berlangsung dari bulan Juni sampai dengan September. Angin bertiup dari arah timur sampai dengan tenggara berkecepatan 0,7-1,5 knot/jam. Musim peralihan terjadi antara bulan April sampai dengan bulan Mei dan dari bulan Oktober

39 67 sampai dengan bulan November. Keadaan laut pada musim ini berubah-ubah tetapi relatif cukup tenang. Curah hujan bulanan bervariasi sekitar mm pada musim barat dan mm pada musim timur. Bulan-bulan yang tenang dan cocok untuk aktivitas bahari adalah pada bulan April sampai dengan Agustus (Anonymous 2000). 4.5 Oseanografi Keadaan laut di wilayah Kepulauan Seribu secara umum mempunyai konfigurasi dasar perairan yang relatif datar dengan sedikit cekungan ke dalam. Kedalaman rata-rata pada rataan terumbu di sekeliling pulau bervariasi antara 1-5 m. Kedalaman laut di luar rataan terumbu bervariasi antara m. Dasar perairan yang masih terkena penetrasi cahaya, tertutup oleh terumbu karang yang sedang tumbuh maupun yang telah mati (Anonymous 2000). Puslitbang Oseanologi-LIPI dalam Anonymous (2000) membagi kawasan perairan laut di Kepulauan Seribu menjadi 3 kelompok, yaitu : 1) Kelompok selatan, yaitu perairan laut mulai dari Teluk Jakarta sampai sekitar Pulau Bidadari dan Rambut. Kelompok ini ditandai dengan keruhnya perairan laut serta relatif miskinnya biota yang berasosiasi dengan terumbu karang; 2) Kelompok tengah, yaitu perairan laut sekitar Pulau Pari, Lancang, Semak Daun dan Karang Congkak. Perairan laut kelompok tengah ini relatif lebih jernih dan kehidupan biota laut lebih bervariasi. 3) Kelompok utara, yaitu perairan laut sekitar Pulau Genteng Besar, Kayu Angin Bira, Belanda sampai Penjaliran Barat. Kawasan ini memiliki perairan laut paling jernih dan biota yang berasosiasi dengan terumbu karang lebih bervariasi. 4.6 Kondisi Perikanan Tangkap Kapal Kapal perikanan secara keseluruhan di Kepulauan Seribu berjumlah 1069 pada tahun Data rinci mengenai kapal perikanan di Kepulauan Seribu pada tahun 2006 berdasarkan Suku Dinas Kepulauan Seribu (2006) dapat dilihat pada

40 68 Tabel 1. Ukuran kapal ikan di Kepulauan Seribu didominasi oleh kapal yang berukuran dibawah 10 GT. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan perikanan di Kepulauan Seribu masih termasuk dalam skala kecil karena menggunakan kapal dengan ukuran kecil yaitu dibawah 10 GT. Tabel 1 Jumlah kapal perikanan menurut kelompok gross tonage (GT) di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Tahun 2006 Kecamatan KELOMPOK GROSS TONAGE (GT) JML. JML. Kel./Pulau >10 KEL KEC. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara 628 Kel. P. Harapan P. Harapan P. Sebira Kel. Pulau Kelapa P. Kelapa P. Kelapa Kel. P. Panggang P. Panggang P. Pramuka Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan 441 Kel. P. Tidung P. Tidung P. Payung Kel. P. Pari P. Pari P. Lancang Kel. P. Untung Jawa JUMLAH Alat tangkap Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kepulauan Seribu diantaranya adalah pancing, payang, muroami, bubu, jaring dan lainnya. Jumlah setiap alat tangkap tersebut secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Alat tangkap muroami di Kepulauan Seribu hanya terdapat di dua kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Harapan dan Kelurahan Pulau Panggang dengan jumlah 30 unit muroami. Alat tangkap yang paling banyak terdapat di Kepulauan Seribu adalah pancing sebanyak 396 unit.

41 69 Tabel 2 Jumlah alat tangkap di Kepulauan Seribu tahun 2006 Kecamatan KELOMPOK ALAT TANGKAP JML. KEL KEL/PULAU Pancing Payang Muroami Bubu Jaring Lainnya JML. KEC Kecamatan Kepulauan Seribu Utara 628 Kel. P. Harapan Kel P. Kelapa Kel. P. Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan 441 Kel. P. Tidung Kel. P. Pari Kel. P. Untung Jawa JUMLAH Nelayan Nelayan merupakan mata pencaharian utama masyarakat Kepulauan Serubu. Pada tahun 2006, jumlah nelayan tertinggi adalah nelayan payang sebanyak orang, sementara nelayan muroami berjumlah 630 orang (Tabel 3). Jumlah produksi muroami pada tahun 2006 adalah kg, sementara jumlah produksi terbesar adalah payang sebesar kg. Tabel 3 Jumlah nelayan dan produksi berdasarkan alat tangkap tahun 2006 NO. Alat Tangkap Jumlah Nelayan Jumlah Produksi (kg) 1. Pancing Payang Muroami Bubu Jaring Lainnya JUMLAH

42 70 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Unit penangkapan muroami Alat tangkap Muroami di Kepulauan Seribu merupakan muroami dengan skala yang lebih kecil dibanding dengan muroami peninggalan Jepang terdahulu yang saat ini masih terdapat di Kepulauan Karimunjawa. Muroami di Kepulauan Seribu telah mengalami modifikasi. Modifikasi yang dilakukan oleh para nelayan meliputi ukuran jaring yang lebih kecil, konstruksi elot (alat penggiring), maupun dalam jumlah kapal yang digunakan. Secara rinci, konstruksi muroami di Kepulauan Seribu (Tabel 4) adalah sebagai berikut : 1) Kantong (Gambar 6), yang berfungsi sebagai tempat tertangkapnya ikan yang telah digiring masuk. Bahan jaring kantong terdiri dari 2 jenis bahan yaitu bago atau polyethylen (PE) dan nylon. Kantong terdiri dari beberapa bagian, yaitu : a) Poncot, bagian akhir kantong tempat dimana ikan tertangkap. Bahan jaring pada bagian ini adalah PE multifilament dengan mesh size 1 cm. Pada ujung bagian poncot ini diberi pemberat berbentuk silinder yang berfungsi agar posisi kantong tidak berpindah saat dipasang di perairan. b) Ampar, bagian bawah kantong yang bersentuhan langsung dengan dasar perairan. Pada bagian ampar digunakan dua bahan jaring, yaitu PE multifilament pada bagian depan dan nylon pada bagian belakang hingga batas sebelum poncot. Penggunaan nylon pada bagian ampar ini dimaksudkan agar kantong dapat lebih mudah tenggelam di perairan, karena jika seluruh kantong berbahan PE diperlukan pemberat yang lebih banyak, karena bahan PE bersifat mengapung di air. Selain itu, penggunaan nylon juga berfungsi sebagai tempat bermain ikan sebelum masuk ke bagian pocot. Pada kedua ujung sisi ampar terdapat swivel atau kili-kili yang berfungsi agar tali ampar tidak terbelit saat ditarik.

43 Keterangan : 1. Poncot 6. Tali Ampar 11. Pemberat 2. Sebeng 7. Tali bulan-bulan 12. Selvedge (bahan PE) 3. Ampar bahan bago/pe 8. Pelampung 13. Pelampung Jerigen 4. Ampar bahan nylon 9. Dinding Laut 5. Bulan-bulan 10. Dinding darat 11 Gambar 6 Konstruksi alat tangkap muroami di Kepulauan Seribu.

44 c) Bulan-bulan, bagian atas dari kantong. Seluruhnya menggunakan bahan PE multifilament, dimana pada bulan-bulan ini dipasang beberapa pelampung pada kedua sisi jaring dan tengahnya. Hal ini bertujuan agar kantong dapat terbuka sempurna pada saat dipasang di perairan. d) Sebeng, bagian jaring pada kedua sisi kantong. Sebeng juga menggunakan bahan PE multifilament dengan mesh size 2 cm. 2) Jaring dinding atau jaring kaki (Gambar 7), berfungsi sebagai pagar pembatas dan pengarah agar ikan masuk ke kantong. Jaring dinding terdapat dua macam, yaitu dinding darat dan dinding laut. Dinding darat adalah jaring dinding yang berbentuk persegi panjang yang dipasang pada dasar perairan dengan kedalaman yang lebih dangkal atau mengarah ke darat. Sementara itu dinding laut adalah jaring dinding yang berbentuk persegi panjang yang dipasang pada dasar perairan dengan kedalaman yang lebih dalam atau mengarah ke tengah laut. Perbedaan kedalaman pemasangan kedua jaring dinding ini membuat tinggi kedua jaring juga berbeda, dimana tinggi jaring dinding darat lebih pendek dibanding dinding laut. Pada jaring dinding terdapat selvedge pada bagian bawah jaring dengan bahan PE multifilament yang berfungsi agar jaring tidak mudah rusak karena terkena karang saat dioperasikan; 3) Tali ampar, adalah tali yang terdapat pada kedua ujung sisi ampar yang berfungsi untuk menarik kantong pada saat hauling. Pada saat setting, tali ampar ini diikatkan pada sampan; 4) Tali bulan-bulan, adalah tali yang terdapat pada bagian tengah bulan-bulan. Fungsinya untuk menarik kantong pada saat hauling dan pada saat setting. Tali bulan-bulan diikatkan pada sampan; 5) Pemberat, terdapat pada jaring dinding maupun kantong yang berfungsi agar jaring dapat tenggelam ke dasar perairan; 6) Pelampung, terdapat pada jaring dinding maupun kantong yang berfungsi agar jaring dapat terentang atau membuka sempurna saat dipasang di perairan;

45 Tali pelampung 6. Pemberat 2. Tali ris atas 7. Selvedge 3. Tali ris bawah 8. Jaring dinding (bahan PA monofilament) 4. Tali pemberat 5. Pelampung Gambar 7 Jaring dinding muroami. 6 4

46 7) Elot (Gambar 8), merupakan alat penggiring ikan yang berbentuk tali sepanjang 100 m dimana terdapat 7-8 tali cabang yang pada ujung tali cabang tersebut diikatkan gelang-gelang besi sebagai alat untuk menimbulkan bunyi agar ikan tergiring masuk ke kantong. Elot pada bagian horizontalnya diikatkan pita-pita dari bahan serat plastik yang disebut muncu, berfungsi sebagai penggiring tambahan. Pada elot juga terdapat pelampung berbahan plastik fiber yang dipasang pada tali elot. Tabel 4 Spesifikasi muroami di Kepulauan Seribu URAIAN A. Kantong 1) Lebar bukaan mulut : 2) Tinggi bukaan mulut : 3) Jarak dari bukaan mulut ke ujung poncot: 4) Jarak dari ampar depan (bahan PE) ke ampar belakang (bahan nylon) : 5) Jarak dari ampar belakang (bahan nylon) ke poncot : 6) Panjang pocot : 7) Ampar : - Bahan dan mesh size ampar depan : - Bahan dan mesh size ampar belakang: - Bahan tali ampar : - Panjang tali ampar : - Kili kili (swivel) 8) Bulan-bulan - Bahan dan mesh size : 9) Poncot : - Bahan dan mesh size : 10) Bahan dan bentuk pelampung : 11) Jumlah pelampung pada kantong : 12) Bahan dan bobot pemberat : 13) Jumlah pemberat pada kantong : 16,5 m atau 11 depa 13,5 m atau 9 depa 36 m atau 24 depa 4.5 m atau 3 depa 22,5 m atau 15 depa 9 m atau 6 depa KETERANGAN PE multifilament (bago), # 2 cm,d=1,6 mm Nylon (PA multifilament),#2cm,d=0,83mm Tali tambang, diameter 3 cm. ± 18 depa atau 27 meter Bahan : Timah/ besi PE multifilament (bago), # 2 cm,d=1,6 mm PE multifilement (bago), # 1cm,d =1,4 mm Plastik fiber, silinder 120 buah Timah, 20 kg untuk 30 pemberat 30 buah B. Dinding darat 1) Bahan, no.benang dan mesh size : 2) Ukuran dinding : 3) Warna : 4) Jumlah piece : 5) Jumlah mata vertikal : 6) Tali ris atas dan bawah : - Bahan dan diameter : - Pilinan : - Panjang : PA monofilament, no # 2 cm 100 m x 200 mata Putih transparan 2 piece ke bawah 2 x 100 mata = 200 mata PE, d = 4 mm Z 100 m

47 30 Tabel 4 (Lanjutan) 7) Tali pelampung dan tali pemberat : - Bahan dan diameter : - Pilinan : - Panjang : 8) Selvedge : - Bahan : - Mesh size : C. Dinding laut 1) Bahan, no.benang dan mesh size : 2) Ukuran dinding : 3) Warna : 4) Jumlah piece : 5) Jumlah mata vertikal : 6) Tali ris atas dan bawah : - Bahan dan diameter : - Pilinan : - Panjang : 7) Tali pelampung dan tali pemberat : - Bahan dan diameter : - Pilinan : - Panjang : 8) Selvedge : - Bahan : - Mesh size : D. Pelampung 1) Bahan : 2) Bentuk : 3) Ukuran : 4) Berat pelampung : 5) Pelampung pada kantong : - Jumlah pelampung : 6) Pelampung pada dinding darat dan laut: - Jumlah pelampung : - Jarak antar pelampung : E. Pemberat 1) Bahan : 2) Bentuk : 3) Ukuran : 4) Berat pemberat : 5) Pemberat pada kantong : - Jumlah pemberat : 6) Pemberat pada dinding darat dan laut: - Jumlah pemberat : - Jarak antar pemberat : PE, d = 4 mm Z 100 m PE (bago) 2 cm PA monofilament, no.2000, # 2 cm 100 x 300 mata Putih transparan 3 piece kebawah 3 x 100 mata = 300 mata PE, d = 4 mm Z 100 m PE, d = 4 mm Z 100 m PE (bago) 2 cm Plastik Fiber Silinder (p x diameter) = 5 x 3,5 cm 20 gr 120 buah 270 buah cm Timah Elips (p x diameter) = 5 x 3,18 cm 2 ons/ 200 gr untuk ukuran kecil 5 ons/ 500 gr untuk ukuran besar 30 buah 270 buah cm

48 31 Tabel 4 (Lanjutan) F. Elot (alat penggiring) 1) Bahan dan panjang tali : 2) Warna tali : 3) Panjang tali cabang : 4) Jarak antar tali cabang : 5) Bahan dan panjang muncu : 6) Gelang-gelang besi : - Jumlah gelang besi/ tali cabang : - Diameter : - Berat : 7) Pelampung elot : - Bahan : - Jarak antar pelampung : Tambang, p = 100 m Coklat muda 30 cm 12,5-14 m Serat plastik, p = 30 cm 3-4 buah cincin dalam 1 rangkai d (gelang besar) = 10 cm d (gelang kecil) = 7 cm gelang besar = 500 gr gelang kecil = 300 gr Plastik fiber 25 cm

49 Gambar 8 Alat penggiring (elot) yang direntangkan.

50 Kapal Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan muroami ada dua jenis yaitu kapal besar dan kecil. Kapal besar yang berukuran panjang (L) = m, lebar (B) = 2,5-3 m, dalam (depth) = 2,5 m digunakan untuk mengangkut nelayan, jaring dinding darat dan dinding laut, kompresor, selang untuk menyelam, dan menyimpan hasil tangkapan yang disimpan di dalam palkah. Adapun kapal kecil (sampan) berukuran panjang (L) = 4-5 m, lebar (B) 1,5-2 m, dalam (depth) = m digunakan untuk membawa jaring kantong. Kapal besar dan kapal kecil tersebut terbuat dari kayu. Kapal besar menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak, sementara itu sampan menggunakan dayung. Saat menuju fishing ground sampan diikatkan pada kapal besar dengan menggunakan tali tambang, kemudian ditarik oleh kapal besar. Mesin kapal yang digunakan oleh nelayan Kepulauan Seribu ada dua merk, yaitu Yanmar PK dan Dongfeng 26 PK Nelayan Jumlah nelayan yang mengoperasikan muroami berkisar antara orang, dimana masing-masing nelayan mempunyai tugas yang telah ditentukan. Pembagian tugas nelayan adalah sebagai berikut : 1) Pemilik kapal adalah orang yang memiliki usaha muroami. Pemilik kapal dapat ikut dalam operasi penangkapan, namun ada pula pemilik kapal yang tidak mengikuti operasi penangkapan dan mempercayakannya kepada satu orang yang disebut juragan; 2) Juragan adalah seseorang yang ditunjuk atau dipercayakan oleh pemilik kapal sebagai pemimpin (kapten kapal) untuk mengoperasikan muroami. Juragan bertanggung jawab atas operasi penangkapan ikan dan keselamatan para ABK dari awal pemberangkatan di fishing base sampai ke fishing ground hingga kembali lagi ke fishing base. Juragan juga bertugas mengemudikan kapal selama operasi penangkapan dilakukan dan menentukan perairan mana yang akan dijadikan fishing ground serta bertanggungjawab dalam segala hal yang berkaitan dengan keberhasilan operasi penangkapan ikan;

51 30 3) Kepala laut adalah seseorang yang bertanggung jawab terhadap operasi penangkapan pada saat kapal telah sampai di fishing ground. Kepala laut bertugas untuk mendeteksi keadaan arus perairan sebelum dilakukan setting, baik arah maupun kekuatan arusnya. Kepala laut menentukan kapan harus memasang jaring (setting) dan kapan waktu yang tepat untuk memulai penggiringan. Hal ini penting dilakukan demi tercapainya keberhasilan operasi penangkapan; 4) Kepala tengah adalah seseorang yang tugasnya memimpin penggiringan dan umumnya posisinya berada pada kedalaman yang paling dalam (ujung luar). Umumnya jabatan kepala tengah dan kepala laut dipegang oleh satu orang yang sama; 5) Penyelam adalah para nelayan yang bertugas untuk menyelam, baik untuk memasang jaring pada saat setting maupun untuk proses penggiringan ikan. Jumlah penyelam ini antara 7-15 orang dalam satu kapal, namun dalam proses setting maupun penggiringan jumlah penyelam hanya berkisar antara 7-8 orang, disesuaikan dengan jumlah selang kompresor yang ada. Jika jumlah penyelam banyak maka nelayan penyelam yang bertugas untuk memasang alat tangkap berbeda dengan nelayan yang bertugas untuk menggiring ikan. Hal ini dilakukan untuk menghemat tenaga para penyelam yang memang sangat dibutuhkan dalam pengoperasian muroami ini; 6) Juru masak adalah seseorang yang bertugas untuk menyiapkan segala kebutuhan minum dan makan para ABK kapal yang lain selama operasi penangkapan berlangsung. Peran juru masak ini sangat penting mengingat para ABK kapal, terutama para penyelam sangat membutuhkan asupan energi yang cukup agar tetap dalam kondisi terbaik. Namun, bila pada saat operasi penangkapan kekurangan tenaga, maka juru masak pun dapat beralih fungsi sebagai penyelam dan penarik kantong pada saat hauling Alat bantu penangkapan Alat bantu penangkapan merupakan alat-alat yang digunakan dalam proses operasi penangkapan yang berfungsi untuk membantu tercapainya keberhasilan operasi penangkapan. Alat bantu penangkapan yang digunakan pada

52 31 pengoperasian muroami adalah selang sepanjang 100 meter, mesin kompresor sebagai penyuplai udara melalui selang ke penyelam, serok untuk memindahkan hasil tangkapan dari kantong setelah hauling ke dalam palkah, keranjang plastik untuk menyimpan hasil tangkapan, serta peralatan penyelaman yang dipakai oleh penyelam seperti sepatu karet, masker, dan regulator atau morfis. Mesin kompresor menggunakan merk Dongfeng 23 PK dan mesin penggerak seher atau gearbox merk Dongfeng PK Metode pengoperasian muroami Muroami di Kepulauan Seribu dioperasikan pada kedalaman antara m pada daerah yang mempunyai dasar perairan karang hingga perairan yang lebih dalam dengan dasar perairan pasir. Muroami juga dioperasikan di tepi lereng terumbu karang, sesuai dengan habitat ikan target penangkapan yaitu ekor kuning yang hidup di tepi lereng terumbu karang. Metode pengoperasian muroami di Kepulauan Seribu terbagi ke dalam empat tahap yaitu pengecekan arus, setting atau pemasangan kantong dan jaring dinding di perairan, penggiringan ikan, hauling atau pengangkatan kantong yang sudah berisi hasil tangkapan sekaligus pelepasan jaring dinding dan penanganan hasil tangkapan diatas kapal (Gambar 9). Secara rinci proses operasi penangkapan muroami adalah sebagai berikut : 1) Pengecekan Arus Juragan selaku kapten kapal menentukan lokasi perairan yang akan dijadikan fishing ground. Setelah menemukan perairan yang diperkirakan akan dijadikan fishing ground, maka satu orang nelayan menyelam menggunakan selang yang disambungkan dengan kompresor untuk mengecek kondisi arus, baik arah maupun kekuatan arusnya. Pengecekan arus ini tidak menggunakan alat khusus, tetapi dengan cara nelayan yang menyelam merasakan dan memperkirakan berdasarkan insting dan pengalaman. Arus yang dicek pada pengoperasian muroami ini adalah arus dalam, yaitu arus pada kedalaman dimana jaring akan dipasang. Jika kemudian diketahui arus tersebut cocok untuk dilakukan operasi penangkapan, maka ABK lain segera bersiap untuk melakukan setting.

53 Gambar 9 Proses pengoperasian muroami di Kepulauan Seribu.

54 Arus yang dikatakan cocok untuk operasi penangkapan muroami adalah arus yang satu arah (barat atau timur) dengan kekuatan yang sedang (tidak terlalu kencang maupun lambat), sesuai dengan yang dinyatakan oleh Subani dan Barus (1989); 2) Setting a) Setelah diputuskan akan dilakukan setting, maka nelayan penyelam yang berjumlah 7-8 orang menyelam dengan menggunakan selang yang disambungkan dengan kompresor untuk bernapas di dalam air. Setting diawali dengan penurunan kantong dari atas sampan oleh 2 orang nelayan dan penurunan jaring dinding dari atas kapal besar. Posisi penurunan kantong diawali pada bagian poncot. Sementara itu, penyelam yang telah berada di dalam air membawa kantong dan jaring dinding tersebut ke kedalaman yang telah ditentukan untuk dipasangi kantong dan jaring dinding. Satu orang penyelam bertugas untuk memasang jaring dinding darat dan satu orang memasang jaring dinding laut, sementara sisanya memasang kantong; b) Kantong dan jaring dinding dipasang di dasar perairan dengan cara diikatkan pada batu-batuan karang. Kantong dipasang berlawanan arah arus agar kantong dapat terbuka dengan sempurna. Jika pada dasar perairan tidak ditemukan batuan karang atau dasar perairannya pasir, maka digunakan linggis sepanjang 1 m yang ditancapkan pada dasar perairan untuk diikatkan pada bagian ujung depan kantong; c) Jika arus yang ada di perairan tidak optimal membuka mulut kantong, maka pada bagian bulan-bulan diikatkan plastik ukuran 1-2 kg dengan jumlah yang disesuaikan, berfungsi sebagai pelampung tambahan agar kantong dapat terbuka dengan maksimal; d) Jaring dinding darat yang dipasang pada kedalaman yang dangkal dan jaring dinding laut yang dipasang pada kedalaman yang lebih dalam, disambungkan dengan bagian ujung depan kantong dengan cara mengikatkan kedua jaring tersebut menggunakan tali yang mudah putus. Tali tersebut biasanya terbuat dari serat-serat kayu sehingga selain kuat mengikat (menyambungkan) kantong dengan dinding, juga dapat mudah terlepas pada saat kantong ditarik

55 30 sebagai penanda dimulainya hauling. Fungsi kedua jaring dinding tersebut adalah sebagai sayap penggiring ikan menuju kantong; e) Tali ampar dan tali bulan-bulan yang terdapat pada kantong, diikatkan pada sampan jika proses setting telah selesai dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengetahui posisi kantong pada saat proses penggiringan nantinya. Proses setting berlangsung selama menit. Setelah setting selesai, para penyelam kembali naik ke atas kapal besar untuk mempersiapkan proses penggiringan; 3) Penggiringan a) Setelah para penyelam kembali ke atas kapal besar, juragan mengemudikan kapal menuju tempat penggriringan. Jarak antara posisi penggiringan dengan posisi kantong dapat mencapai 1 mil, tergantung dari luasnya terumbu karang di perairan tersebut. b) Penyelam yang bertugas untuk menggiring ikan bersiap-siap kembali memasang selang kompresor dan membawa alat penggiring (elot). Setiap penyelam membawa satu cincin penggiring. Jumlah penyelam pada proses penggiringan berjumlah 7-8 orang. c) Penyelam masuk kembali ke dalam air untuk memulai proses penggiringan. Urutan penyelam yang pertama terjun ke dalam air dimulai dari penyelam yang bertugas menggiring di perairan yang dangkal (ke arah darat) diikuti oleh penyelam yang bertugas menggiring ikan di perairan yang lebih dalam, sampai ke penyelam yang mendapat posisi penggiringan di perairan yang paling dalam atau yang disebut kepala tengah. d) Jarak antar penggiring berkisar antara m tergantung pada jumlah penggiring. e) Penggiringan ikan dilakukan dengan cara berjalan diatas karang sambil membunyikan alat penggiring (elot) tersebut sekeras mungkin. Bahkan terkadang elot tersebut dibenturkan dengan batuan karang agar suara yang dihasilkan lebih keras dan dapat lebih mengagetkan ikan yang bersembunyi di dalam karang. Proses ini berlangsung terus sampai ikan masuk ke dalam kantong. Agar para penyelam dapat menggiring ikan sampai ke posisi

56 31 kantong, maka kapal besar yang membawa kompresor pun berjalan perlahan mengikuti arah penggiringan. f) Jika ikan telah memasuki mulut kantong, para nelayan yang berada diatas kapal berenang menuju sampan untuk kemudian melakukan proses hauling atau penarikan jaring kantong. Lamanya proses penggiringan sekitar menit, tergantung pada jarak antara posisi awal penggiringan dengan posisi kantong. 4) Hauling a) Hauling diawali dengan menarik tali ampar terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar mulut kantong tertutup dan ikan yang telah memasuki kantong memiliki peluang yang kecil untuk keluar dari kantong. b) Selama proses hauling, penyelam yang tadi menggiring ikan kembali membagi tugas, yaitu satu orang melepaskan jaring dinding darat, satu orang melepaskan jaring dinding laut, satu orang membawa elot kembali keatas kapal besar, sisanya ada yang masih menggiring ikan pada mulut kantong dan ada beberapa penyelam yang memeriksa kantong agar tidak tersangkut dengan karang. c) Sementara itu, nelayan yang berada diatas sampan terus menarik tali ampar sampai kemudian ditarik pula tali bulan-bulan hingga ke bagian poncot. Jumlah nelayan yang menarik kantong diatas sampan berjumlah 5-7 orang, namun jika kekurangan tenaga, penarikan jaring pun dilakukan oleh penyelam penggiring yang telah selesai tugasnya di dalam air. Setelah bagian poncot yang berisi hasil tangkapan diangkat keatas sampan, selanjutnya sampan ditarik menggunakan tali ke arah kapal besar untuk menyimpan hasil tangkapan ke dalam palkah. d) Hasil tangkapan dipindahkan kedalam palkah atau box fiber yang telah diisi es balok. Pemindahan hasil tangkapan ini dapat menggunakan serok atau tris (keranjang plastik) sebagai alat bantu. Proses hauling berlangsung selama 5-20 menit. 5) Penanganan hasil tangkapan di atas kapal Hasil tangkapan yang baru saja didapatkan setelah hauling langsung dimasukkan ke dalam palkah tanpa adanya penyortiran terlebih dahulu,

57 32 kecuali untuk ikan-ikan yang beracun seperti buntal. Penyortiran hasil tangkapan dilakukan pada saat perjalanan menuju fishing base dengan memisahkan hasil tangkapan berdasarkan jenis dan ukurannya. Sementara untuk hasil tangkapan sampingan yang tidak bernilai ekonomis seperti ikan kecil atau ikan hias dibuang kembali ke laut dalam keadaan mati Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan bagi alat tangkap muroami adalah di perairan karang, umumnya di sekitar tepi-tepi karang. Hal ini menyebabkan kantong sering dipasang pada dasar perairan yang tidak sama dimana pada sisi satunya pada dasar perairan yang lebih dangkal dan sisi lainnya pada dasar perairan yang lebih dalam. Muroami di Kepulauan Seribu dioperasikan di perairan sekitar Kepulauan Seribu dan di luar perairan Kepulauan Seribu. Daerah penangkapan ikan di perairan Kepulaaun Seribu terbagi ke dalam 4 wilayah besar yaitu selatan (Pulau Untungjawa, Tidung, Payung, Ayer, dll), utara (Pulau Genteng, Kelapa, Bira, Sebira, dll), barat (Pulau Kotok), timur (Pulau Peniki). Penentuan daerah penangkapan ikan ini tergantung pada musim yang sedang terjadi di Kepulauan Seribu. Musim barat umumnya nelayan muroami beroperasi di wilayah perairan bagian utara, barat dan timur. Hal ini disebabkan perairan bagian selatan memiliki kekeruhan air laut yang sangat tinggi karena musim penghujan di daratan Jakarta. Kekeruhan air yang tinggi akan mempengaruhi keberhasilan operasi penangkapan ikan, karena proses penyelaman pada saat setting maupun penggiringan menjadi tidak efektif dilakukan. Selain perairan Kepulauan Seribu nelayan muroami juga mengoperasikan muorami di luar perairan Kepulauan Seribu. Daerah yang umumnya didatangi oleh nelayan muroami Kepulauan Seribu adalah perairan Sumatera, perairan Laut Jawa bagian tengah (seperti perairan Subang dan Tegal), hingga perairan selatan Jawa seperti Teluk Palabuhanratu. Pengoperasian muroami di luar perairan Kepulauan Seribu dilakukan lebih dari satu hari, umumnya berkisar antara 1-3 minggu yang oleh nelayan Kepulauan Seribu disebut babang.

58 Komposisi hasil tangkapan Hasil tangkapan yang dihasilkan selama penelitian terdiri atas 40 spesies dengan komposisi yang beragam antar setting (Tabel 5). Pada saat penelitian hasil tangkapan dengan komposisi terbesar adalah ikan ekor kuning (Caesio cuning) sebesar 1569,962 kg atau 72,278 %. Komposisi terkecil adalah cumi sebesar 0,025 kg atau 0,001 %. Hal ini sesuai dengan target utama penangkapan muroami yaitu ikan ekor kuning. Tabel 5 Komposisi hasil tangkapan muroami selama penelitian (8 trip) Hasil tangkapan Komposisi No. Nama Lokal Nama Latin Bobot (kg) % 1. Ekor Kuning Caesio cuning 1569,962 72, Kakaktua Scarus sp. 86,463 3, Pisang-pisang Pterocaesio pisang 80,608 3, Kupas-kupas Aluterus scriptus 75,505 3, Selar Selaroides leptolepis 51,973 2, Bawal Karang Platax orbicularis 50,660 2, Sersan Mayor Abudefduf sordidus 38,368 1, Pasir Nemipterus peronii 23,875 1, Lencam Lethrinus lencam 17,500 0, Pelo Cirrhilabrus cyanopleura 16,610 0, Sulir Caesio caerulaureus 14,300 0, Baracuda Sphyraena flavicauda 14,245 0, Lori Cheilinus fasciatus 13,315 0, Baronang Siganus canaliculatus 13,300 0, Serak Scolopsis bilineata 11,500 0, Jenggot Parupeneus cyclostomus 10,000 0, Betok Dascyllus trimaculatus 9,455 0, Kembung Rastrelliger sp 8,465 0, Butana Acanthurus triostegus 7,860 0, Kakap Lutjanus sp. 6,800 0, Rawit Neopomacentrus cyanomos 6,110 0, Kuwe Caranx melampygus 6,000 0, Terompet Platybelone platyura 5,430 0, Lemuru Sardinella fimbriata 4,550 0,209

59 34 Tabel 5 (Lanjutan) 25. Belodok Synodus variegatus 4,485 0, Kepe-kepe Chaetodon ostofasciatus 3,435 0, Kambingan Parupeneus barberinus 3,350 0, Bunga waru Monodactylus argentus 3,200 0, Selar Gede Alepes mate 3,055 0,141 (Comok) 30. Cendro Tylosurus melanotus 2,800 0, Semadar Siganus virgatus 2,640 0, Pelo Lilin Stethojulis strigiventer 1,210 0, Tikusan Hemigymnus melapterus 1,100 0, Kenari Hemigymnus fasciatus 1,020 0, Ragan Scolopsis ciliata 0,990 0, Betok Kuning Pomacentrus molluccensis 0,610 0, Tembang Sardinella fimbriata 0,570 0, Marmut Chaetodontoplus mesoleucus 0,390 0, Layang Decapterus russeli 0,390 0, Cumi Loligo sp. 0,025 0,001 JUMLAH (Kg) 2172, Diolah dari data primer (Maret 2008) Selar % Kupas-kupas % Lain-lain % Pisangpisang % Kakatua % Ekor Kuning % Gambar 10 Komposisi hasil tangkapan muroami. Komposisi hasil tangkapan muroami menunjukkan bahwa ikan ekor kuning memiliki komposisi terbesar yaitu sebesar 73%, diikuti oleh kakaktua, pisang-

60 35 pisang, kupas-kupas dan selar (Gambar 10). Ikan-ikan diluar kelima ikan tersebut digabungkan dalam jenis ikan lain-lain karena komposisinya berada dibawah 2% Diversitas hasil tangkapan Diversitas hasil tangkapan dihitung untuk mengetahui selektivitas alat tangkap muroami terhadap hasil tangkapan. Jika diversitas tinggi maka selektivitas muroami rendah, begitupun sebaliknya. Nilai indeks diversitas Shannon-Wiener H per trip yang didapatkan pada saat penelitian berkisar antara 0,5-1,4, dengan rata-rata sebesar 0,9 (Gambar 11). Indeks Keanekaragaman Trip ke - Gambar 11 Diversitas hasil tangkapan muroami. Nilai diversitas tertinggi terjadi pada trip ke-3 sebesar 1,4 dan nilai diversitas terkecil terdapat pada trip ke-7 sebesar 0,5. Rata-rata nilai diversitas sebesar 0,9 berada diatas nilai 0,1 menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman hasil tangkapan tinggi yang berarti selektivitas alat tangkap muroami rendah Indeks dominansi hasil tangkapan Indeks dominansi digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya spesies yang mendominasi hasil tangkapan muroami. Indeks dominansi per trip muroami yang didapatkan pada saat penelitian bulan Maret 2008 berkisar antara 0,4-0,8 dengan rata-rata 0,6 (Gambar 12).

61 36 Indeks Dominansi Trip ke - Gambar 12 Dominansi hasil tangkapan muroami. Indeks dominansi tertinggi terjadi pada trip ke-7 sebesar 0,8 dan indeks dominansi terendah terdapat pada trip ke-3 sebesar 0,4. Indeks dominansi rata-rata yang bernilai 0,6 dan berada di bawah nilai 1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi dan selektivitas alat tangkap muroami rendah Distribusi ukuran panjang hasil tangkapan muroami Penentuan distribusi panjang hasil tangkapan muroami didasarkan pada spesies yang memiliki jumlah individu terbanyak. Pada saat penelitian terdapat 6 spesies ikan yang memiliki jumlah individu terbanyak yaitu ikan ekor kuning, pisang-pisang, selar, pasir, kakaktua, dan sulir. Distribusi panjang ikan ekor kuning yang ditangkap oleh muroami memiliki rata-rata panjang sebesar 14,98 cm, dengan jumlah individu terbanyak terdapat pada selang 15,0-16,9 cm sebanyak 5823 ekor dan jumlah individu paling sedikit terdapat pada selang 5,0-6,9 cm sebanyak 26 ekor (Gambar 13). Ikan kakaktua memiliki rata-rata panjang 18,65 cm, pada selang 15, cm memiliki jumlah individu terbanyak sebesar 151 ekor dan selang 36,4-40,5 cm memiliki jumlah individu paling sedikit sebesar 6 ekor. Rata-rata panjang ikan pasir adalah 14,31 cm dengan jumlah individu terbanyak pada selang 13,7-15,2 cm sebanyak 232 ekor dan selang 21,7-23,2 cm memiliki jumlah individu paling sedikit yaitu 7 ekor. Ikan pisang-pisang memiliki rata-rata panjang 11,91 cm dengan selang 11,0-11,9 cm memiliki jumlah individu terbanyak yaitu 1212 ekor. Ikan selar memiliki rata-rata panjang adalah 11,11 cm dan jumlah individu

62 37 terbanyak terdapat pada selang 9,2-9,8 cm sebanyak 621 ekor dan selang 14,1-14,7 cm memiliki jumlah individu paling sedikit yaitu 14 ekor. Distribusi panjang ikan sulir memiliki jumlah individu terbanyak pada selang 10,0-11,9 cm sebanyak 198 ekor dan rata-rata panjang ikan sulir adalah 11,62 cm. Frekuensi (ekor) Distribusi Panjang Ikan Kakaktua Selang panjang (cm) Distribusi Panjang Ikan Pasir Frekuensi (ekor) Distribusi Panjang Ikan Ekor Kuning Selang Panjang (cm) Distribusi Panjang Ikan Pisang-pisang frekuensi (ekor) Selang panjang (cm) 7 frekuensi (ekor) Selang panjang (cm) Distribusi Panjang Ikan Selar Distribusi Panjang Ikan Sulir frekuensi (ekor) Selang Panjang (cm) Frekuensi (ekor) Selang Panjang (cm) Gambar 13 Distribusi ukuran panjang hasil tangkapan muroami Distribusi ukuran panjang dan berat ikan ekor kuning pada setiap daerah penangkapan ikan Ikan ekor kuning hasil tangkapan utama muroami di Kepulauan Seribu seperti telah diuraikan sebelumnya memiliki distribusi panjang dan berat yang beragam. Setiap daerah penangkapan ikan memungkinkan ukuran panjang dan berat ikan ekor kuning yang tertangkap berbeda-beda. Daerah penangkapan ikan yang dikaji yaitu pada posisi 5 o o LS 106 o o BT disebut fishing ground 1, pada posisi 05 o o LS 106 o

63 o BT disebut fishing ground 2 dan pada posisi 05 o o LS 106 o o BT disebut fishing ground 3. Pada fishing ground 1 selang panjang dengan individu terbanyak adalah pada selang 13,0-14,9 cm sebanyak 922 ekor (Gambar 14) dan tidak ada yang memiliki selang panjang antara 5,0-6,9 cm. Sementara selang berat dengan jumlah individu terbanyak terdapat pada selang 49,4-93,7 gr sebanyak 1270 ekor dan pada selang 493,4-537,7 gr memiliki jumlah individu paling sedikit yaitu 9 ekor. Distribusi panjang ikan ekor kuning Fishing Ground1 Distribusi Berat Ikan Ekor Kuning Fishing Ground 1 Frekuensi (ekor) Selang Panjang (cm) Frekuensi (ekor) Selang Berat (gram) Gambar 14 Distribusi panjang dan berat ikan ekor kuning pada fishing ground 1. Pada fishing ground 2 selang panjang antara 15,0-16,9 cm memiliki jumlah individu terbanyak yaitu 1431 ekor dan tidak ada ikan ekor kuning yang berada pada selang panjang 5,0-6,9 cm dan 29,0-30,9 cm. Selang berat yang memiliki jumlah individu terbanyak adalah 49,4-93,7 gr sebanyak 1917 ekor (Gambar 15). Distribusi panjang ikan ekor kuning Fishing Ground2 Distribusi Berat Ikan Ekor Kuning Fishing Ground 2 Frekuensi (ekor) Selang Panjang (cm) Frekuensi (ekor) Selang Berat (gram) Gambar 15 Distribusi panjang dan berat ikan ekor kuning pada fishing ground 2. Sementara itu, selang panjang pada fishing ground 3 yang memiliki selang individu terbanyak adalah pada selang 15,0-16,9 cm sebanyak 1716 ekor dan selang berat terbanyak yaitu pada selang ,7 gr sebanyak 2213 ekor (Gambar 16).

64 75 Frekuensi (cm) Distribusi Panjang Ikan Ekor Kuning Fishing Ground Selang panjang Frekuensi (ekor) Distribusi Berat Ikan Ekor Kuning Fishing Ground Selang Berat (gram) Gambar 16 Distribusi panjang dan berat ikan ekor kuning pada fishing ground Produktivitas alat tangkap muroami Produktivitas alat tangkap muroami dikaji dengan menentukan hubungan antara hasil tangkapan dengan upaya penangkapan (CPUE). Produktivitas muroami pada penelitian ini dikaji dengan menggunakan data primer hasil tangkapan per hauling. Dengan demikian upaya (effort) yang digunakan adalah jumlah hauling dalam satu kali trip muroami Nilai produktivitas Trip ke - Gambar 17 Produktivitas hauling per trip muroami. Nilai produktivitas tertinggi selama penelitian ini diperoleh pada trip ke-5 sebesar 70,52 kg/hauling dan produktivitas terendah pada trip ke-1 sebesar 24,87 kg/hauling. Rata-rata produktivitas hauling muroami adalah 54,75 kg/hauling. Secara keseluruhan produktivitas hauling muroami semakin meningkat (Gambar 17).

65 Pembahasan Konstruksi unit penangkapan muroami di Kepulauan Seribu terbagi menjadi tiga bagian penting yaitu kantong, jaring dinding dan alat pengiring atau elot, serta adanya alat bantu yang menentukan keberhasilan operasi penangkapan muroami seperti kompresor, selang kompresor, dan peralatan menyelam. Konstruksi muroami di Kepulauan Seribu cukup berbeda dengan muroami pada saat peninggalan Jepang terdahulu seperti yang diuraikan pada Subani dan Barus (1989). Perbedaan terlihat pada ukuran alat tangkap secara keseluruhan, dimana muroami di Kepulauan Seribu mempunyai ukuran yang lebih kecil dan terdapat modifikasi di beberapa bagian konstruksi. Ukuran kantong dan jaring dinding tidak sebesar ukuran jaring muroami pada saat peninggalan Jepang. Modifikasi alat tangkap muroami terdapat pada alat penggiring atau elot. Pada awalnya elot berbentuk tali panjang yang dioperasikan secara vertikal ke arah dasar perairan dengan gelang-gelang besi yang dipasang diujungnya, namun nelayan yang menggiring tidak ikut menyelam tetapi hanya berenang di permukaan air dan gelang-gelang besi yang berada di dasar tali dibunyikan dengan cara digerakkan dari atas. Berbeda dengan pengoperasian muroami di Kepulauan Seribu dimana alat penggiring atau elot juga berbentuk tali panjang namun dioperasikan secara horizontal dan penggiringannya dilakukan dengan cara menyelam sampai dasar perairan dengan kedalaman meter. Walaupun berbeda bentuk dan cara pengoperasiannya, elot tetap digunakan sebagai alat untuk mengejutkan ikan agar ikan masuk ke dalam kantong. Pengoperasian muroami di Kepulauan Seribu menggunakan 2 buah kapal, yaitu kapal besar sebagai kapal utama untuk mengangkut nelayan, jaring dinding laut dan darat, tabung kompresor dan selangnya, peralatan penyelam dan menyimpan hasil tangkapan, serta kapal kecil atau sampan untuk mengangkut kantong. Kapal yang menggunakan mesin penggerak (inboard) hanya kapal besar, sementara kapal kecil atau sampan digerakkan dengan dayung atau dengan cara ditarik oleh kapal besar. Hal ini berbeda dengan pengoperasian muroami di Karimunjawa yang menggunakan 3 buah kapal motor, dimana ketiganya menggunakan mesin pengerak.

66 77 Perubahan muroami peninggalan Jepang diduga disebabkan oleh tingkat penggunaan nelayan yang banyak dan biaya operasional yang besar. Atas dasar itulah para nelayan muroami di Kepulauan Seribu memodifikasi muroami agar dapat dioperasikan oleh semua kalangan dengan biaya operasional yang cukup rendah. Daerah penangkapan muraomi pada 8 kali trip penelitian, hanya 1 trip yang pengoperasiannya berada di wilayah selatan Kepulauan Seribu dan 1 trip di sekitar Pulau Pramuka, serta 6 trip di wilayah utara Kepulauan Seribu. Penentuan daerah penangkapan ikan didasarkan pada musim yang sedang terjadi pada bulan Maret (musim barat). Wilayah selatan merupakan wilayah yang paling jarang didatangi oleh para nelayan pada saat musim barat dikarenakan perairan di wilayah selatan memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi. Rusli (2006) menyatakan bahwa perairan bagian selatan masih dipengaruhi oleh perairan Teluk Jakarta yang telah mengalami pencemaran dalam kategori pencemaran berat akibat kondisi pemukiman penduduk yang sangat padat, buangan limbah industri, limbah rumah tangga, dan sedimentasi. Saat musim hujan (musim barat) estimasi bahanbahan organik yang masuk ke perairan Teluk Jakarta mengalami peningkatan empat kali lipat dibandingkan pada musim kemarau (musim timur) (Rusli 2006). Selain faktor kekeruhan di perairan bagian selatan, perairan bagian utara Kepulauan Seribu yang memiliki terumbu karang cukup banyak dan luas dibanding pada perairan bagian lainnya dianggap menjadi alasan banyaknya operasi dilakukan di bagian utara Kepulauan Seribu. Hal ini menunjukkan habitat yang luas bagi ikan target penangkapan yaitu ikan karang, sehingga dapat dijadikan sebagai daerah penangkapan ikan yang baik. Hasil tangkapan muroami yang teridentifikasi selama penelitian terdapat 40 spesies yang terdiri dari ikan karang dan non karang. Ikan karang yang tertangkap oleh muroami pada saat penelitian adalah ikan ekor kuning, kakaktua, pisangpisang, kupas-kupas, bawal karang, sersan mayor, pasir, lencam, pelo, sulir, barakuda, lori, serak, jenggot, betok, butana, kakap, rawit, terompet, kepe-kepe, kambingan, bunga waru, semadar, belodok, pelo lilin, tikusan, kenari, ragan, betok kuning, beladu, dan marmut. Ikan non karang antara lain selar, comok (selar gede), cumi, tembang, kembung, lemuru, cendro dan layang.

67 78 Hasil tangkapan muroami pada saat penelitian memiliki komposisi terbesar pada ikan ekor kuning yaitu sebesar 72,278%. Komposisi ikan ekor kuning yang tertangkap di Kepulauan Seribu sangat berbeda jauh dengan komposisi ikan ekor kuning yang tertangkap di Kepulauan Karimunjawa yang hanya 27,61% dari total hasil tangkapan (Marnane et al 2004). Hal ini diduga karena kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu masih lebih baik dibandingkan dengan kondisi terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa. Pengelolaan terumbu karang di kedua wilayah ini sebenarnya telah diatur dengan penetapan suatu kawasan Taman Nasional Laut untuk melindungi kelestarian terumbu karang. Namun, penetapan tersebut di Karimunjawa baru dilakukan dan disosialisasikan pada tahun 2005, sedangkan di Kepulauan Seribu penetapan ini telah berlangsung sejak tahun Hal ini menyebabkan sampai tahun 2005, nelayan di Kepulauan Karimunjawa melakukan penangkapan ikan secara bebas tanpa adanya pengontrolan apapun, hingga terjadi eksploitasi dan kerusakan secara besar-besaran. Adapun di Kepulauan Seribu penetapan zona pengelolaannya telah dilakukan dan disosialisasikan sejak lama, sehingga adanya pengontrolan operasi penangkapan yang baik. Pada saat wawancara, para nelayan di Kepulauan Seribu sebagian besar telah mengetahui, mengerti dan mematuhi peraturan mengenai zona pengelolaan tersebut. Berbeda dengan nelayan di Karimunjawa yang menurut Mukminin (2006) tingkat kepatuhan nelayan terhadap zonasi tersebut masih tergolong rendah. Ikan karang yang tertangkap oleh muroami banyak yang termasuk jenis ikan hias, seperti sersan mayor, pelo, pelo lilin, kepe-kepe, rawit, dan marmut. Ikan hias ini langsung dibuang kembali ke laut dalam keadaan mati karena tidak dikonsumsi nelayan. Jumlah ikan hias ini cukup banyak, seperti sersan mayor (Abudefduf sordidus) yang memiliki komposisi sebesar 38,368 kg atau 860 ekor. Walaupun hanya sebanyak kurang dari 2% dari komposisi total namun jika ini berlangsung lama diduga akan menimbulkan ketidakseimbangan ekologis pada masa yang akan datang. Nilai diversitas hasil tangkapan muroami yang didapatkan pada saat penelitian berkisar antara 0,5-1,4 dengan rata-rata 0,9. Berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener (Wiyono et al 2003) menunjukkan bahwa hasil

68 79 tangkapan muroami di Kepulauan Seribu memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi karena memiliki nilai diatas 0,1 dan menunjukkan bahwa alat tangkap muroami memiliki tingkat selektivitas yang rendah terhadap target penangkapan. Tingkat keanekaragaman yang tinggi terkait juga dengan tingginya keanekaragaman hayati di perairan terumbu karang yang merupakan ekosistem yang subur dibandingkan perairan lainnya (Ditjen Perikanan 1998). Indeks dominansi hasil tangkapan pada saat penelitian berada pada kisaran indeks 0,4-0,8 dengan rata-rata 0,6. Indeks dominansi tersebut berada di bawah nilai 1 dimana hal ini menunjukkan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi hasil tangkapan muroami. Indeks dominansi hasil tangkapan muroami yang didapatkan berbanding terbalik dengan nilai diversitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa alat tangkap muroami memiliki selektivitas yang rendah. Selektivitas alat tangkap muroami yang rendah dikarenakan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ukuran mata jaring yang sangat kecil sehingga kemungkinan tertangkapnya ikan berukuran kecil dan ikan bukan target penangkapan sangat besar. Hal ini diduga pengoperasian muroami dengan cara menggiring ikan memberikan peluang yang besar pula untuk ikan selain ikan target penangkapan ikut tertangkap, karena banyak jenis ikan yang akan memberikan reaksi terhadap alat pengiring tersebut untuk menjauhinya sampai akhirnya juga ikut masuk ke dalam kantong. Seperti yang diuraikan Gunarso (1985), bahwa pada penangkapan ikan karang seperti ikan ekor kuning (Caesio sp.) di Indonesia menggunakan penggiring (elot) yang terdiri dari gelanggelang besi untuk mengejutkan agar ikan lari ke arah jaring ataupun memaksa mereka meninggalkan tempat-tempat persembunyiannya. Proses penggiringan ikan juga diperkuat karena dilakukan searah dengan arus, dimana banyak jenis ikan yang memilki tingkah laku berenang mengikuti arus untuk mencari makan, seperti ikan pemakan plankton. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya jenis ikan pemakan plankton yang tertangkap dengan muroami seperti ikan ekor kuning, kembung dan layang. Atas dasar ini pula, muroami menjadi alat tangkap yang tidak selektif dilihat dari tingkat keanekaragaman pada hasil tangkapan. Selang panjang ikan ekor kuning di Kepulauan Seribu secara nilai ekonomisnya terbagi menjadi tiga jenis yaitu jenis super, tanggung, dan kecil.

69 80 Pembagian ukuran ini menyebabkan harga ekonomisnya berbeda-beda. Ikan ekor kuning yang termasuk ke dalam jenis super adalah yang memiliki ukuran di atas selang panjang 21,00-22,9 cm, sementara yang termasuk ke dalam jenis tanggung adalah ikan yang berukuran antara selang 11,00-12,9 cm hingga selang 19,00-20,9 cm. Ikan ekor kuning yang termasuk jenis kecil adalah ikan yang mempunyai selang ukuran di bawah selang 9,0-10,9 cm. Selang panjang ikan ekor kuning yang tertangkap muroami pada saat penelitian dengan jumlah terbanyak adalah pada selang 15,0-16,9 cm sebanyak 5823 ekor dengan rata-rata panjang adalah 14,98 cm. Pada selang 13,0-14,9 cm memiliki jumlah individu terbanyak kedua yaitu sebanyak 3524, dan jumlah individu terbanyak ketiga terdapat pada selang 9,0-10,9 cm sebanyak 3259 ekor. Pada Gambar 13 dapat terlihat panjang ikan ekor kuning yang tertangkap terpusat pada ukuran dibawah 21,0-22,9 cm. Hal ini menunjukkan distribusi panjang ikan ekor kuning yang tertangkap muroami banyak yang termasuk ke dalam jenis tanggung dan kecil. Ikan ekor kuning yang tertangkap muroami di Kepulauan Seribu memiliki distribusi ukuran dengan jumlah individu paling banyak yaitu pada selang panjang kurang dari 21,0-22,9 cm. Menurut Marnane et al (2004) ikan ekor kuning pada umumnya mencapai tahap dewasa pada ukuran cm dan pada selang ukuran cm atau 2 ekor dalam 1 kg merupakan ukuran tangkap yang optimal, dalam arti memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ikan ekor kuning yang tertangkap muroami di Kepulauan Seribu memiliki ukuran panjang yang tidak layak tangkap atau belum mencapai fase dewasa. Walaupun komposisi ikan ekor kuning yang tertangkap mencapai 72,278% namun ukuran panjang ikan ekor kuning tersebut sangat mengkhawatirkan dan membuat kelestarian sumberdaya perikanan ini berada dalam ancaman yang serius. Bahkan menurut Marnane et al (2004) data-data hasil penelitian muroami di Kepulauan Karimunjawa menunjukkan muroami sebagai metode penangkapan yang tidak lestari. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Marnane et al (2004) bahwa muroami merupakan alat tangkap yang tidak lestari atau alat tangkap yang tidak berwawasan lingkungan. Terdapat beberapa faktor yang mendukung muroami menjadi alat tangkap yang tidak berwawasan lingkungan, diantaranya pada

70 81 metode pengoperasian muroami, banyaknya hasil tangkapan yang dibuang kembali ke laut (discard), serta penggunaan kompresor sebagai penyuplai udara saat menyelam. Metode pengoperasian muroami dengan cara menyelam sambil menginjak-injak batu-batu karang dalam proses setting dan penggiringan ikan, secara berkesinambungan akan menyebabkan kerusakan terumbu karang. Selain itu, pemasangan kantong dan jaring dinding di dasar perairan dengan cara mengikatkan jaring pada batu-batu karang juga menjadi salah satu faktor yang dapat merusak karang. Sementara itu, selain hasil tangkapan ikan ekonomis penting, muroami juga menangkap ikan-ikan hias yang tidak dimanfaatkan dan dibuang kembali ke laut dalam keadaan mati. Persentase komposisi ikan-ikan hias tersebut memang kecil, namun frekuensi tertangkapnya ikan-ikan hias oleh muroami yang cukup tinggi diduga akan mengakibatkan kerusakan ekosistem dalam jangka panjang. Pada sisi lain, penggunaan kompresor sebagai penyuplai udara pada saat menyelam sangat membahayakan nelayan muroami yang menggunakannya. Kompresor yang digunakan oleh nelayan muroami adalah kompresor yang digunakan untuk tambal ban, jadi sama sekali bukan untuk penyuplai udara pada saat menyelam seperti seharusnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengoperasian muroami selain mengancam lingkungan, khususnya terumbu karang dan ikanikannya, juga sangat membahayakan keselamatan nelayan yang mengoperasikannya. Penggunaan kompresor ini bahkan telah menyebabkan beberapa nelayan di Kepulauan Seribu menderita kelumpuhan bahkan kematian. Faktor-faktor tersebut di atas sesuai dengan isi dari Code of Conduct for Responsible Fisheries, dimana disebutkan dalam poin 8 tentang aktivitas penangkapan, bahwa alat tangkap yang merusak lingkungan dan menghasilkan hasil tangkapan yang dibuang kembali ke laut (discard) agar dilarang penggunaannya. Selain itu, penangkapan ikan juga harus berorientasi pada keselamatan kehidupan manusia (FAO 1982). Sehingga dapat disimpulkan bahwa muroami memiliki faktor-faktor yang menunjukkan bahwa muroami merupakan alat tangkap yang tidak berwawasan lingkungan. Pada fishing ground 1 yaitu pada posisi 5 o o LS 106 o o BT, selang panjang dengan jumlah individu terbanyak

71 82 terdapat pada selang 13,0-14,9 cm. Jika dibagi berdasarkan ukuran ekonomisnya, pada fishing ground 1 ikan ekor kuning jenis tanggung memiliki jumlah paling banyak, dan jumlah terbanyak kedua yaitu terdapat pada jenis kecil, sementara hanya sedikit ikan ekor kuning yang termasuk jenis super. Pada fishing ground 2 yaitu pada posisi 05 o o LS 106 o o BT, ukuran panjang ikan ekor kuning terbanyak terdapat pada selang 15,0-16,9 cm. Dilihat dari ukuran ekonomisnya, ikan ekor kuning pada fishing ground 2 juga memiliki jumlah terbanyak pada jenis tanggung, namun jumlah terbanyak kedua terdapat pada jenis super diikuti oleh jenis kecil. Walaupun demikian, berdasarkan jumlahnya, ikan ekor kuning jenis super dan kecil tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh. Sementara itu, pada fishing ground 3 yaitu pada posisi 05 o o LS 106 o o BT ukuran panjang ikan dengan jumlah individu terbanyak adalah pada selang 15,0-16,9 cm. Jika dilihat dari pembagian berdasarkan ukuran ekonomisnya, jenis tanggung tetap menjadi jenis ikan ekor kuning dengan jumlah individu terbanyak. Ikan ekor kuning pada jenis super dan kecil memiliki distibusi yang hampir sama. Selang berat ikan ekor kuning pada masing-masing fishing ground samasama memiliki jumlah individu terbanyak pada selang 49,4-93,7 gram. Hal ini terkait dengan distribusi panjang ikan ekor kuning yang telah diuraikan diatas yang didominasi oleh ukuran ikan jenis tanggung. Sehingga distribusi berat ikan ekor kuning terpusat pada selang dibawah 93,8-138,7 gram. Secara keseluruhan tidak ditemukan perbedaan berdasarkan ukuran panjang maupun berat ikan, hal ini diduga terkait oleh letak ketiga fishing ground yang tidak terlalu jauh dan diduga karena ikan ekor kuning memiliki siklus hidup yang sama pada ketiga fishing ground tersebut. Selain itu, Carpenter (1988) menyebutkan bahwa walaupun habitat utama jenis ikan pada famili Caesionidae, termasuk ikan ekor kuning, adalah terumbu karang namun ikan ini sering melakukan migrasi atau pergerakan berpindah dari terumbu karang yang satu ke terumbu karang lainnya. Hal ini juga yang diduga menjadi penyebab tidak adanya perbedaan ukuran panjang dan berat ikan ekor kuning pada ketiga fishing ground. Distribusi panjang pada ikan kakaktua, pasir, pisang-pisang, selar, dan sulir memiliki distribusi yang beragam. Keberagaman ukuran panjang pada ikan-ikan

72 83 tersebut terlihat pada Gambar 13 yang menunjukkan distribusi ukuran ikan yang menyebar dari ukuran terkecil hingga terbesar. Hal ini disebabkan oleh ukuran mata jaring muroami yang memiliki ukuran antara 1-2 cm dari bagian poncot hingga jaring dinding, sehingga ikan-ikan yang berukuran lebih dari 2 cm memiliki kemungkinan tertangkap yang sangat besar. Maka dapat disimpulkan, alat tangkap muroami memiliki selektivitas yang rendah, jika dilihat dari distribusi ukuran panjang hasil tangkapannya. Produktivitas muroami dihitung berdasarkan data primer yang didapatkan pada saat penelitian, yaitu hasil tangkapan per hauling sehingga didapatkan produktivitas hauling. Produktivitas hauling alat tangkap muroami secara keseluruhan semakin naik setiap tripnya. Rata-rata produktivitas hauling muroami sebesar 54,75 kg/hauling menunjukkan bahwa setiap kali hauling muroami menghasilkan 54,75 kg hasil tangkapan. Produktivitas tertinggi terjadi pada trip ke-5 dengan nilai produktivitas sebesar 70,52 kg/hauling. Trip 5 memiliki nilai produktivitas yang tinggi karena waktu pengoperasian yang cepat atau singkat dengan 5 kali hauling yang dilakukan dari pagi hingga siang hari. Produktivitas hauling yang tinggi diduga terkait dengan tingkah laku makan ikan yang terjadi pada siang hari. Ikan karang, khususnya yang termasuk ke dalam ikan diurnal dan yang merupakan ikan pemakan plankton, aktif mencari makan pada siang hari. Hal ini terkait dengan keberadaan plankton yang berlimpah pada siang hari. Khusus pada zooplankton, migrasi vertikal yang dilakukan zooplankton adalah ke arah kolom hingga dasar perairan pada siang hari dan ke arah permukaan saat menjelang matahari terbenam hingga malam hari (Nybakken 1992; Barnes dan Hughes 1988). Sehingga dapat diduga, kelimpahan zooplankton yang banyak pada siang hari dan terdistribusi pada kolom hingga dasar perairan menyebabkan peningkatan kelimpahan ikan-ikan pemakan plankton pada bagian kolom hingga dasar perairan di siang hari pula. Sehingga hal ini berkorelasi positif dengan pengoperasian muroami yang juga dioperasikan di kolom hingga dasar perairan. Selain faktor tingkah laku makan ikan, arus juga diduga menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan operasi penangkapan muroami yang pada akhirnya menentukan tinggi rendahnya nilai produktivitas hauling. Arus yang

73 84 mempengaruhi pengoperasian muroami adalah arus pasang surut atau arus yang terjadi karena pengaruh pasang surut air laut. Di perairan pantai, terutama di teluk atau selat yang sempit, gerakan naik turunnya muka air laut akan menimbulkan terjadinya arus pasang surut (Nontji 1987). Di Kepulauan Seribu, pada siang hari atau pada saat surut, arus yang terjadi di perairan adalah arus barat, sedangkan pada pagi dan sore hari atau pada saat pasang, arus yang terjadi adalah arus timur. Wyrtki (1961) menyatakan bahwa arah dari gerakan arus pasang surut merupakan arah yang bolak-balik dan terjadi secara periodik. Proses peralihan atau pergantian arus dari arus barat ke arus timur atau sebaliknya, terkadang menyebabkan terjadinya dua arus yang berlawanan arah di dalam perairan. Hal ini akan menyulitkan pengoperasian muroami yang sangat bergantung pada arus, karena dengan adanya dua arus yang berlawanan di dalam perairan, ikan menjadi sulit untuk digiring dan mulut kantong tidak dapat membuka dengan sempurna. Jika dibandingkan dengan trip yang juga melakukan hauling sebanyak 5 kali, yaitu pada trip 2, trip 3 dan trip 7 yang memiliki waktu pengoperasian yang lebih lama yaitu hingga sore hari, dimana faktor arus diduga menjadi faktor penentu keberhasilan pengoperasian muroami. Pada sore hari, kemungkinan terjadinya dua arus yang saling berlawanan akibat pasang surut lebih besar, sehingga menyebabkan produktivitas hauling yang lebih rendah. Produktivitas hauling terkecil yaitu pada trip 1 dengan nilai produktivitas sebesar 24,87 kg/hauling. Hal ini dikarenakan daerah penangkapan pada trip 1 berada di perairan bagian selatan, yang kondisinya pada saat penelitian perairan tersebut memiliki kekeruhan yang cukup tinggi sehingga menyulitkan pengoperasian muroami tepatnya proses penggiringan ikan. Proses penggiringan ikan memerlukan kejernihan yang cukup tinggi agar penyelam dapat melihat ikan yang digiring dan melakukan koordinasi yang baik antar penyelam dalam proses penggiringan.

74 85 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Konstruksi unit penangkapan muroami di Kepulauan Seribu terbagi menjadi tiga bagian penting yaitu kantong, jaring dinding dan alat penggiring atau elot. Alat bantu digunakan untuk menentukan keberhasilan operasi penangkapan muroami seperti kompresor, selang kompresor, dan peralatan menyelam. Konstruksi ini berbeda dengan unit penangkapan muroami peninggalan Jepang dahulu. Perbedaannya terlihat pada ukuran alat tangkap secara keseluruhan yang lebih kecil dan alat penggiring (elot) dioperasikan secara horizontal serta penggiringannya dilakukan dengan cara menyelam. 2. Metode pengoperasian muroami terdiri atas beberapa tahap yaitu pengecekan arus, setting (pemasangan kantong dan jaring dinding), penggiringan ikan, hauling (pengangkatan kantong), dan penanganan hasil tangkapan di atas kapal. 3. Hasil tangkapan muroami yang dihasilkan selama penelitian terdiri atas 40 spesies yang terdiri dari ikan dan ikan non karang. Ikan ekor kuning memiliki komposisi terbesar yaitu sebesar 72,278%. Sementara cumi merupakan hasil tangkapan dengan komposisi terkecil yaitu 0,001%. Distribusi panjang ikan ekor kuning secara keseluruhan dengan jumlah terbanyak pada selang 15,0-16,9 cm sebanyak 5823 ekor, dengan kecenderungan ikan ekor kuning yang tertangkap muroami paling banyak berada dibawah ukuran 21,0-22,9 cm. Ukuran ini merupakan ukuran tidak layak tangkap atau belum mencapai fase dewasa bagi ikan ekor kuning yang memiliki fase dewasa pada ukuran cm. 4. Nilai diversitas hasil tangkapan muroami berkisar antara 0,5-1,4 dengan ratarata 0,9 dan indeks dominansi hasil tangkapan muroami berkisar antara 0,4-0,8 dengan rata-rata 0,6. 5. Pada tiga fishing ground yang dibandingkan, secara keseluruhan tidak ditemukan perbedaan berdasarkan ukuran panjang maupun berat ikan. 6. Distribusi panjang ikan kakaktua, pasir, pisang-pisang, selar, dan sulir memiliki distribusi yang beragam, sesuai dengan ukuran mata jaring yang

75 86 digunakan (1-2 cm), maka cenderung memiliki ukuran yang lebih kecil dari ukuran yang layak ditangkap. 7. Produktivitas muroami dihitung berdasarkan data primer hasil tangkapan per hauling, sehingga didapatkan produktivitas hauling. Produktivitas hauling muroami memiliki rata-rata sebesar 54,75 kg/hauling. Produktivitas hauling tertinggi terjadi pada trip 5 sebesar 70,52 kg/hauling. Produktivitas terkecil terjadi pada trip 1 sebesar 24,87 kg/hauling dikarenakan daerah penangkapan ikan yang mengalami kekeruhan sehinga menyulitkan pengoperasian muraomi. 6.2 Saran 1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai alat tangkap muroami serta dampaknya terhadap kelestarian sumberdaya yang ada di dalamnya khususnya ikan dan terumbu karang, karena muroami mempunyai indikasi sebagai alat tangkap yang tidak berwawasan lingkungan. 2. Mengadakan penyuluhan kepada nelayan muroami agar tidak menggunakan mesh size yang terlampau kecil. Hal tersebut untuk meningkatkan selektivitas alat tangkap.

76 87 DAFTAR PUSTAKA Akbar, Rachmat Identifikasi Potensi Ekosistem Ikan Karang untuk Kegiatan Ekowisata Bahari di Pulau Sebesi, Desa Tejang, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Anonymous Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu: Buku I Data dan Analisa. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi DKI Jakarta dan Lembaga Penelitian Institut Teknologi Bandung. Allen, G Marine Fishes of South-East Asia. Periplus Editions (HK) Ltd. Barnes, R. S. K. dan R. N. Hughes An Introduction to Marine Ecology, 2nd edition. Oxford: Blackwell Scientific Publications. 351 p. Brandt, A.V Fish Catching Methods of The World. London: Fishing News Book Ltd. 418 p. Carpenter, E FAO Species Catalogue Vol.8, Fusilier Fishes of The World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Caesionid Species Known to Date. Rome: Food Agriculture Organization of The United Nations p. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta Data Statistik Perikanan Tangkap Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut Bagian I (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Jakarta: Departemen Pertanian. Gunarso, W Tingkah Laku Ikan dan Hubungannya dengan Metode Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. Diktat Mata Kuliah (tidak dipublikasikan). Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Gulland, E Fish Stock Assessment: A Manual of Basic Methods. New York: John Willey & Sons, Chichester New York Brisbane Toronto. Harteman, E Ancaman Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati dan Upaya Perlindungannya di Indonesia. Makalah Falsafah Sains. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. April 2008)

77 88 of Conduct for Responsible Fisheries.mht (8 Juli 2008) (10 Juli 2008) (15 Mei 2008) Jennings, S, M. J. Kaiser, J. D. Reynolds Marine Fisheries Ecology. Berlin, Germany: Blackwell Publishing. Kardiman, I Atlas DKI Jakarta: Area Perwilayahan Kecamatan. Jakarta: Mascot Media Nusantara. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 38/MEN/2003 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan. (Mei 2008) Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, LIPI Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Bogor: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Krebs, C.J Ecological Methodology. New York: HarperCollins Publisher. 654 p. Kuiter, H.R dan T. Tonozuka Pictorial Guide to: Indonesia Reef Fisheries Part I, II, III. Bali, Indonesia: PT Dive & Dive s. Marnane, M., R. L. Ardiwijaya, J. T. Wibowo, S. T. Pardede, A. Mukminin, Y. Herdiana Studi Kegiatan Perikanan Muro-ami di Kepulauan Karimunjawa, September Bogor: Wildlife Conservation Society-Marine, Program Indonesia. Mukminin, A., T. Kartawijaya, Y. Herdiana, I. Yulianto Laporan Monitoring: Kajian Pola Pemanfaatan Perikanan di Karimunjawa ( ). Bogor: Wildlife Conservation Society-Marine, Program Indonesia. 35 p. Nazir, M Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nelson, J. S Fishes of The World, fourth edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Noegroho, M. A Struktur Komunitas Ikan Karang di Kepulauan Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nontji, A Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.

78 89 Nybakken, J. W Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia. 455 p. Odum, E. P Fundamentals of Ecology, third edition. USA: W. B Sanders Company Philadelphia. 574 p Ravianto Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang. Jakarta: UI Press. Rusli Tipologi Makroalga pada Ekosistem Terumbu Karang di Tiga Pulau Kawasan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sale, P. F The Ecology of Fisher on Coral Reefs. USA: Academic Press. Simbolon, D. F Daerah Penangkapan Ikan sebagai Salah Satu Faktor Penentu Keberhasilan Operasi Penangkapan Ikan dalam Sondita, M.F.A. dan Solihin, I., editor. Kumpulan Pemikiran tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab. Bogor: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sparre, P dan S. C. Venema Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku 1: Manual. J. Widodo, I. G. S. Merta, S. Nurhakim, M. Badrudin. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Subani W dan H. R. Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut Indonesia. Nomor 50 tahun 1988/1989 Edisi Khusus. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Wiyono, E. S., S. Yamada, E. Tanaka, T. Arimoto, dan T. Kitakado Dynamics of Fishing Gear Allocation by Fishers in Small-scale Coastal Fisheries of Pelabuhanratu Bay, Indonesia. Fisheries Management and Ecology Journal. Tokyo: Departement of Marine Bioscience, Tokyo University of Marine Science and Technology. Wyrtki, K Physical Oceanography of the Southeast Asean Water. Naga Report Vol II. California: The University of California, Scrips Institution of Oceanography, La Jolla. 195 p.

79 LAMPIRAN 90

80 91 Lampiran 1 Peta Kepulauan Seribu (Kardiman 2000) Skala 1 :

81 Lampiran 2 Peta lokasi penelitian (Fishing Ground 1, 2, dan 3) di Kepulauan Seribu 92

82 93 Lampiran 3 Unit penangkapan muroami Kapal kecil (sampan) Kapal Besar Masker dan Morfis Tabung Kompresor Gelang-gelang besi Tali ampar Bagian dari ampar (nylon dan PE) Jaring kantong di dalam sampan

83 94 Lampiran 3 (Lanjutan) Jaring dinding Elot (alat penggiring) Setting (penurunan kantong) Hauling (Penarikan kantong) Salah satu proses penggiringan Penyortiran hasil tangkapan

84 95 Lampiran 4 Jenis-jenis ikan tangkapan muroami di Kepulauan Seribu Lori (Cheilinus fasciatus) Kakaktua (Scarus sp.) Ekor kuning (Caesio cuning) Pisang-pisang (Caesio pisang) Kupas-kupas (Aluterus scriptus) Selar (Selaroides leptolepis) Bawal Karang (Platax orbicularis) Pasir (Nemipterus peronii)

85 96 Lampiran 4 (Lanjutan) Sersan Mayor (Abudefduf sordidus) Lencam (Lethrinus lencam) Baronang (Siganus canaliculatus) Betok (Dascyllus trimaculatus) Betok Kuning (Pomacentrus molluccensis) Terompet (Platybelone platyura) Kepe-kepe (Chaetodon ostofasciatus) Marmut (Chaetodontoplus mesoleucus

86 97 Lampiran 4 (Lanjutan) Rawit (Noepomacentrus cyanomos) Belodok (Synodus variegatus) Pelo (Cirrhilabrus cyanopleura) Butana (Acanthurus triostegus) Baracuda (Sphyraena flavicauda) Sulir (Caesio caerulaureus)

87 98 Lampiran 5 Nilai diversitas Shannon-Wiener H dan indeks dominansi Trip ke- Setting ke- Indeks Diversitas Indeks Dominansi 1 1 1,0 0,6 2 0,5 0,8 3 0,7 0,6 4 1,5 0,3 Rata-rata 0,9 0, ,0 0,5 2 0,9 0,4 3 1,3 0,3 4 0,5 0,8 5 0,4 0,8 Rata-rata 0,8 0, ,8 0,5 2 1,2 0,4 3 1,8 0,2 4 1,9 0,2 5 1,2 0,5 Rata-rata 1,4 0, ,5 0,4 2 1,4 0,4 3 0,9 0,5 Rata-rata 1,3 0, ,4 0,8 2 1,4 0,4 3 0,6 0,7 4 1,1 0,5 5 0,9 0,5 Rata-rata 0,9 0, ,7 0,7 2 0,2 0,9 3 1,7 0,2 4 0,5 0,8 5 0,3 0,9 6 0,7 0,7 Rata-rata 0,7 0, ,3 0,9 2 0,4 0,8 3 0,4 0,9 4 0,7 0,6 5 0,6 0,7 Rata-rata 0,5 0, ,4 0,3 2 1,3 0,5 3 0,5 0,8 4 1,1 0,6 5 1,2 0,5 6 0,8 0,6 Rata-rata 1,1 0,5 RATA-RATA 0,9 0,6

88 99 Lampiran 6 Produktivitas hauling alat tangkap muroami Produktivitas Trip ke - Hauling (kg/hauling) Rata-rata 54,75 Contoh perhitungan produktivitas hauling pada trip 1: C P = h Keterangan : P : Produktivitas Σ C : jumlah hasil tangkapan (kg) pada trip-1 adalah 99,45 kg Σ h : jumlah hauling (hauling) pada trip ke-1 adalah 4 kali, maka : 99,45( kg) P = = 24,87kg / hauling 4( hauling)

89 100 Lampiran 7 Selang panjang hasil tangkapan muroami (6 jenis hasil tangkapan terbanyak) 1. Ikan ekor kuning (Caesio cuning) Selang bawah Selang Atas Batas Bawah Batas Atas Frekuensi JUMLAH Ikan kakaktua (Scarus sp.) Selang Bawah Selang Atas Batas Bawah Batas Atas Frekuensi JUMLAH Ikan pisang-pisang (Caesio pisang) Selang Bawah Selang Atas Batas Bawah Batas Atas Frekuensi JUMLAH 3043

90 101 Lampiran 7 (Lanjutan) 4. Ikan Pasir (Nemipterus peronii) Selang Bawah Selang Atas Batas Bawah Batas Atas Frekuensi JUMLAH Ikan Sulir (Caesio caerulaurus) Selang Bawah Selang Atas Batas Bawah Batas Atas Frekuensi JUMLAH Ikan Selar (Selaroides leptolepis) Selang Bawah Selang Atas Batas Bawah Batas Atas Frekuensi JUMLAH 2172

91 102 Lampiran 8 Data total hasil tangkapan per hauling Trip ke- Hauling ke- Total hasil tangkapan (kg) , , , , , ,84 3 6, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,51

92 Lampiran 9 Gambar posisi alat tangkap muroami di atas kapal besar 103

PENGKAJIAN HASIL TANGKAPAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU RIBKA PUJI RASPATI SKRIPSI

PENGKAJIAN HASIL TANGKAPAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU RIBKA PUJI RASPATI SKRIPSI PENGKAJIAN HASIL TANGKAPAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU RIBKA PUJI RASPATI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 30 PERNYATAAN

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS INDERA PENGLIHATAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DAN HUBUNGANNYA DALAM MERESPON UMPAN DEBBY SOFIANILA SARI NATSIR SKRIPSI

ANALISIS INDERA PENGLIHATAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DAN HUBUNGANNYA DALAM MERESPON UMPAN DEBBY SOFIANILA SARI NATSIR SKRIPSI ANALISIS INDERA PENGLIHATAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DAN HUBUNGANNYA DALAM MERESPON UMPAN DEBBY SOFIANILA SARI NATSIR SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

MAKALAH ALAT TANGKAP DRIVE IN NETS

MAKALAH ALAT TANGKAP DRIVE IN NETS MAKALAH ALAT TANGKAP DRIVE IN NETS Disusun oleh: Gigih Aji Winata 26010211140081 Yuliana Khasanah 26010215120010 Selvia Marantika 26010215120030 Amalina Kirana Putri 26010215140058 Muhammad Yasin Fadlilah

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ISBN Teknik dan Manajemen Operasi MUROAMI. Eko Sri Wiyono Ribka Puji Raspati

ISBN Teknik dan Manajemen Operasi MUROAMI. Eko Sri Wiyono Ribka Puji Raspati ISBN 978-979-1225-20-5 Teknik dan Manajemen Operasi MUROAMI Eko Sri Wiyono Ribka Puji Raspati Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor 2009

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Ekor Kuning

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Ekor Kuning 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Ekor Kuning Ikan ekor kuning (Caesio cuning) atau redbelly yellowtail fusilier biasanya hanya dapat ditemukan di perairan tropis (31 LU - 22 LS dan 76 BT - 172 BT), perairan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI NELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di bulan Maret hingga bulan April 011. Penelitian ini meliputi pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Gambar 3). 3.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Tahapan-tahapan pelaksanaan

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi 5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi Fyke net yang didisain selama penelitian terdiri atas rangka yang terbuat dari besi, bahan jaring Polyetilene. Bobot yang berat di air dan material yang sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet) Gillnet adalah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah perairan Kepulauan Karimunjawa. Secara geografis lokasi penelitian terletak antara 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapang dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juni 2009. Penelitian dilaksanakan di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu (Lampiran

Lebih terperinci

EKOLOGI IKAN KARANG. Sasanti R. Suharti

EKOLOGI IKAN KARANG. Sasanti R. Suharti EKOLOGI IKAN KARANG Sasanti R. Suharti PENGENALAN LINGKUNGAN LAUT Perairan tropis berada di lintang Utara 23o27 U dan lintang Selatan 23o27 S. Temperatur berkisar antara 25-30oC dengan sedikit variasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 28 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah sebuah kabupaten administrasi di Provinsi DKI Jakarta dimana sebelumnya menjadi salah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta. Waktu pengambilan data dilakukan pada tanggal 11

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di muara Sungai Citepus, Kecamatan Palabuhanratu dan muara Sungai Sukawayana, Kecamatan Cikakak, Teluk Palabuhanratu, Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

PEMETAAN POLA PERGERAKAN ARMADA PAYANG DI PELABUHAN RATU

PEMETAAN POLA PERGERAKAN ARMADA PAYANG DI PELABUHAN RATU PEMETAAN POLA PERGERAKAN ARMADA PAYANG DI PELABUHAN RATU Oleh : EDWIN SUHARYADIE C05499058 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Penelitian

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN

7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 7.1 Pendahuluan Bubu merupakan alat tangkap yang bersifat pasif. Secara umum, menangkap ikan dengan bubu adalah agar ikan berkeinginan masuk ke dalam

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6488.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar ini diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)

Lebih terperinci

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN VARENNA FAUBIANY SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

SELEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE VENT) TERHADAP IKAN KUPAS-KUPAS (Cantherhines fronticinctus)

SELEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE VENT) TERHADAP IKAN KUPAS-KUPAS (Cantherhines fronticinctus) BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No. 2 Edisi April 2012 Hal 167-179 SELEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE VENT) TERHADAP IKAN KUPAS-KUPAS (Cantherhines fronticinctus) Oleh: Dahri Iskandar 1*, Didin

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM. Deka Berkah Sejati SKRIPSI

RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM. Deka Berkah Sejati SKRIPSI RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM Deka Berkah Sejati SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. Metode Penelitian

III. Metode Penelitian III. Metode Penelitian A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga September 2013 di Kampung Kalitoko yang berada di kawasan Teluk Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat. Contoh

Lebih terperinci

Pencacahan Langsung (Visual Census Method) dimana lokasi transek ikan karang

Pencacahan Langsung (Visual Census Method) dimana lokasi transek ikan karang Usep Sopandi. C06495080. Asosiasi Keanekaragaman Spesies Ikan Karang dengan Persentase Penutupan Karang (Life Form) di Perairan Pantai Pesisir Tengah dan Pesisir Utara, Lampung Barat. Dibawah Bimbingan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Mutiara Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peta lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan selama periode pengamatan menunjukkan kekayaan jenis ikan karang sebesar 16 famili dengan 789 spesies. Jumlah tertinggi ditemukan

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian 23 3 METODE NELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di bulan Maret hingga bulan April tahun 2011. Penelitian ini meliputi: pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

UJI COBA BUBU BUTON DI PERAIRAN PULAU BATANTA KABUPATEN SORONG, PROPINSI PAPUA

UJI COBA BUBU BUTON DI PERAIRAN PULAU BATANTA KABUPATEN SORONG, PROPINSI PAPUA UJI COBA BUBU BUTON DI PERAIRAN PULAU BATANTA KABUPATEN SORONG, PROPINSI PAPUA Oleh : * HAMZAN ARISMA NASUTION C05497037 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untukmemperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI i PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C54104067 SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

PENGARUH WARNA UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI KOLAM PEMANCINGAN ILHAM SAHZALI SKRIPSI

PENGARUH WARNA UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI KOLAM PEMANCINGAN ILHAM SAHZALI SKRIPSI PENGARUH WARNA UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI KOLAM PEMANCINGAN ILHAM SAHZALI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci