KAJIAN KOMPATIBILITAS SEDIAAN REKONSTITUSI PARENTERAL DAN PENCAMPURAN SEDIAAN INTRAVENA PADA TIGA RUMAH SAKIT PEMERINTAH DI SUMATERA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KOMPATIBILITAS SEDIAAN REKONSTITUSI PARENTERAL DAN PENCAMPURAN SEDIAAN INTRAVENA PADA TIGA RUMAH SAKIT PEMERINTAH DI SUMATERA BARAT"

Transkripsi

1 KAJIAN KOMPATIBILITAS SEDIAAN REKONSTITUSI PARENTERAL DAN PENCAMPURAN SEDIAAN INTRAVENA PADA TIGA RUMAH SAKIT PEMERINTAH DI SUMATERA BARAT (Compatibility Study on Reconstituted Parenteral Dosage Form and Intravenous Admixture at Public Hospitals in West Sumatra) Henny Lucida 1, Khairil Armal 2, Harefa 3, Muslim Suardi 1, Puspa Pameswari 1, Miranda Yuneidi 1, Allan Bara Yufi 1, Lahvem Alginda 1, Lisa Bella Aprianda 1 1 Bagian Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang 2 Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi 3 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Zein Painan hennylucida@gmail.com ABSTRACT This paper reports observational prospective studies on the reconstitution and admixture of the intravenous/parenteral dosage forms by nurses at three public hospitals in West Sumatra namely DR. M. Djamil Hospital Padang, The National Stroke Hospital (RSSN) Bukittinggi and Dr. M Zein Hospital Painan from October 2011 January Procedures observed were the reconstitution of antibiotic dried injections (meropenem, ceftriaxon and cefotaxim) and the admixture of phenytoin sodium parenteral solution, regarding aseptic technique, the type and volume of solvent or intravenous solution used in the admixtures. These were then confirmed by laboratory experiments of the same procedures to assess dosage form compatibility and concentration of drug dissolved. Results showed that aseptic techniques had not been applied during the reconstitution and admixture procedure of parenteral solution at all hospitals observed. Dried injection of antibiotics were reconstituted with sterile aqueous solution on the trolley in The Internal Medicine Ward of Dr. M Djamil and Dr. M. Zein Hospital respectively, while at the RSSN (ICU) it was done in the nurse station. At two hospitals, the dried powdered antibiotics were reconstituted with half recommended volume of solvent. Phenytoin sodium injection solution was mixed with inappropriate solvent (Ringer Lactate). The use of inappropriate solvent type and volume would potentially result in drug s physical incompatibility such as precipitation and concentration reduction. Laboratory data showed that reconstitution of Meropenem with sterile aqueous solution at recommended volume obtained concentrations of %, 98.95% and 91.05% at time=0; 24 and 48 hours respectively at room temperature. If it was reconstituted with half of that volume, the concentrations were 78.56%, 78.50% and 73.32% at time=0; 24 and 48 hours respectively at room temperature. Dried injection of cefotaxim reconstituted with recommended volume of solvent obtained the solute concentrations of %; 96.31% and 93.43% at time=0; 24 and 48 hours, followed by discoloration at room temperature. If it was reconstituted with half of that volume, the concentration of drug in solution was 88.35% at time=0; visually no precipitation but discoloration occurred during storage at room temperature. In conclusion, the reconstitution and admixture of the intravenous/parenteral dosage forms at the hospitals have not fulfilled Good Preparation Practice (GPP) criteria and required pharmacist s supervision. Nurses should be trained about GPP and equipped with the Standard Operation Procedure (SOP). Keywords: antibiotics dried injection, reconstitution of parenteral dosage forms, intravenous admixtures. 172

2 PENDAHULUAN Pencampuran intravena (intravenous admixtures) merupakan suatu proses pencampuran obat steril dengan larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan untuk penggunaan intravena. lingkup dari intravenous admixtures adalah pelarutan atau rekonstitusi serbuk steril, penyiapan suntikan intravena sederhana, dan penyiapan suntikan intravena kompleks (Kastango, 2004). Sesuai Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, apoteker bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pencampuran sediaan steril di rumah sakit sesuai dengan Praktek Penyiapan Obat yang Baik (Good Preparation Practices, GPP) sehingga terjamin sterilitas, kelarutan dan kestabilannya. Bila terjadi ketidaktepatan dalam pencampuran intravena, baik dari segi prosedur aseptis, teknik pencampuran, pelarutan, dan penyimpanannya dapat menyebabkan pengendapan obat yang beresiko menimbulkan penyumbatan pada alat injeksi dan membahayakan. Tempat dan lama penyimpanan juga berpengaruh pada stabilitas obat. Obat yang sudah direkonstitusi memiliki batas waktu kestabilannya sehingga perlu diperhatikan lama penyimpanannya. Faktor ketidakstabilan di dalam air menyebabkan sediaan injeksi antibiotika turunan laktam seperti golongan sefalosporin dan meropenem tersedia dalam bentuk serbuk yang harus direkonstitusi dengan pelarut yang sesuai segera sebelum digunakan. Proses rekonstitusi sediaan antibiotika yang tidak sesuai GPP dapat memicu ketidak efektifan terapi, bila berlangsung terus menerus dan masiv dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotika tertentu. Resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial telah menjadi masalah serius di rumah sakit Indonesia dan perlu dikendalikan (KEMENKES, 2011). Selain rekonstitusi antibiotika, hal lain yang berpotensi menimbulkan masalah adalah pencampuran larutan injeksi obat dengan cairan intravena steril sebelum diberikan kepada. Salah satunya adalah larutan injeksi fenitoin natrium yang mengandung propilen glikol untuk meningkatkan kelarutannya. Proses pencampuran yang tidak tepat berpotensi menyebabkan pengendapan sehingga kadar obat terlarut berkurang dan menyebabkan tidak optimalnya terapi sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup maupun mengancam jiwa. Proses rekonstitusi dan pencampuran sediaan intravena biasanya dilakukan oleh perawat segera sebelum disuntikkan kepada. Proses ini perlu diawasi oleh farmasis untuk menjamin bahwa prosedur yang dilakukan telah sesuai GPP. Oleh karena itu, kami tertarik untuk mengevaluasi cara penyiapan larutan injeksi antibiotika dan fenitoin natrium pada 3 rumah sakit pemerintah yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah prosedur rekonstitusi dan pencampuran intravena telah mengikuti GPP. Proses yang sama dilakukan di laboratorium untuk membuktikan apakah proses tersebut menghasilkan sediaan injeksi yang memenuhi syarat. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan gabungan antara metoda observasi prospektif di rumah sakit dan pembuktian di laboratorium. Alat dan bahan yang digunakan di laboratorium adalah: shaking incubator (Memmert), Spektrofotometer UVVis (SHIMADZU 1700), sediaan steril meropenem generik (Dexa Medica), sefotaksim generik (Dexa Medica), fenitoin generik (PT. Ikapharmindo Putramas), aqua pro injection, Ringer Laktat dan NaCl 0,9% (PT. Widatra Bhakti). Penelitian di rumah sakit dilaksanakan selama masingmasing 3 bulan mulai bulan Oktober 2011 sampai Januari 2013 bertempat di Bangsal Penyakit Dalam dan Bangsal Syaraf Rumah Sakit DR. M. 173

3 Djamil Padang, ICU RSSN Bukittinggi dan Bangsal Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. M. Zein Painan. Pengamatan dilakukan terhadap prosedur rekonstitusi injeksi kering meropenem, seftriakson dan sefotaksim serta pencampuran larutan injeksi fenitoin natrium meliputi: a. Lokasi rekonstitusi dan pencampuran sediaan intravena b. Prosedur aseptis c. Jenis dan volume pelarut yang digunakan masingmasing oleh 3 orang perawat yang berbeda. Hasil pengamatan dicatat dan dibandingkan dengan persyaratan di literature. Prosedur yang dilakukan perawat diulangi di laboratorium untuk menganalisis apakah terjadi pengendapan dan penetapan kadar zat aktif terlarut. Metoda analisis kuantitatif yang dilakukan meliputi: a. Penetapan metoda analisis dan validasi metoda analisis meropenem, fenitoin natrium dan sefotaksim (Patel, 2012; Walash, 2011 dan Kumar, 2011) Sejumlah tertentu zat aktif dilarutkan di dalam sejumlah volume aqua pro injection kemudian dikocok hingga homogen. Larutan induk kemudian diencerkan sehingga konsentrasi menjadi 15 µg/ lalu diukur absorban dengan panjang gelombang nm untuk penetapan panjang gelombang maksimum Untuk validasi metoda analisis, dilakukan pengenceran bertingkat larutan induk zat aktif sehingga menghasilkan suatu seri larutan zat aktif. Absorban masingmasing larutan ditentukan pada panjang gelombang maksimum masingmasing zat aktif. Linearitas respon alat terhadap konsentrasi zat aktif ditentukan melalui persamaan regresi kurva kalibrasi. Nilai limit deteksi dan limit kuantitasi dihitung berdasarkan persamaan: Limit deteksi (LOD) = 3,3 SD/S Limit quantitasi (LOQ) = 10 SD/S Dimana SD adalah simpangan baku residual dan S adalah kemiringan kurva. b. Penetapan Kelarutan MasingMasing Obat dalam Pelarut yang sesuai menurut literature (Trissel, 2009) Masingmasing zat aktif dilarutkan atau dicampurkan dengan pelarut yang sesuai (meropenem dosis 1 g dilarutkan dengan 25 aqua pro injection, fenitoin ampul dosis 100 mg dicampurkan dengan 50 NaCl 0,9%, sefotaksim dosis 1 g dilarutkan dengan 12 aqua pro injection) kemudian diletakkan dalam shaking incubator dengan perputaran 100 rpm pada suhu 25 0 C selama 2 jam untuk mencapai kesetimbangan sistem. Larutan diukur absorbannya dengan spektrofotometer UV. Penetapan kadar juga dilakukan pada selang waktu 24 jam untuk melihat stabilitas larutan. c. Penetapan Kelarutan MasingMasing Obat dengan Jenis dan Volume Pelarut yang Ditemukan di Rumah Sakit. Meropenem dosis 1 g dilarutkan dengan 10 aqua pro injection kemudian dikocok sampai homogen. Larutan disaring dengan kertas saring kemudian filtrat diambil dan diukur absorbannya dengan spektrofotometer UV. Penetapan kadar juga dilakukan pada selang waktu 24 jam untuk melihat stabilitas larutan. Fenitoin ampul dosis 100 mg dicampurkan dengan 50 Ringer Laktat. Larutan dikocok sampai homogen dan diukur absorbannya dengan spektrofotometer UV. Penetapan kadar juga dilakukan pada 174

4 selang waktu 24 jam untuk melihat stabilitas larutan. Sefotaksim dosis 1 g dilarutkan dengan 2,5 aqua pro injection kemudian dikocok sampai homogen. Larutan disaring dengan kertas saring kemudian filtrat diambil dan diukur absorbannya dengan spektrofotometer UV. Penetapan kadar juga dilakukan pada selang waktu 24 jam untuk melihat stabilitas larutan. HASIL DAN DISKUSI Hasil Jumlah yang menggunakan antibiotik meropenem di bangsal penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil Padang dari bulan Mei hingga Juli 2012 adalah 44 orang (lakilaki 21 orang; perempuan 23 orang). Meropenem merupakan antibiotika pilihan terakhir apabila terapi dengan antibiotika lainnya tidak efektif. Ketiga perawat yang diamati melakukan prosedur yang sama dalam proses pencampuran sediaan intravena. Proses pencampuran dilakukan diatas trolli pada ruangan tanpa mempertimbangkan kondisi aseptis. Jenis dan volume pelarut yang digunakan dapat dilihat pada Tabel I. Dari penelitian yang dilakukan selama kurang lebih tiga bulan (November 2012 Januari 2013) di bangsal penyakit dalam RSUD Dr. M. Zein Painan, jumlah yang menggunakan seftriakson adalah 44 orang (lakilaki 25 orang; perempuan 19 orang). Sedangkan jumlah yang menggunakan sefotaksim adalah 13 orang (lakilaki 9 orang; perempuan 4 orang). Antibiotik injeksi yang paling banyak digunakan di bangsal penyakit dalam RSUD Dr. M. Zein Painan adalah seftriakson (77,19%) dan sefotaksim (29,82%) disamping antibiotik injeksi lain seperti levofloksasin (3,5%), ciprofloksasin (1,75%) dan gentamisin (1,75%). Proses pencampuran dilakukan diatas troli pada ruang tanpa mempertimbangkan teknik aseptis. Jenis dan volume pelarut yang digunakan dapat dilihat pada Tabel I. Hasil observasi yang dilakukan di ICU RSSN Bukittinggi dari bulan Juli September 2012, jumlah yang menerima sediaan parenteral berupa injeksi kering seftriakson dan sefitaksim yang direkonstitusi adalah 21 orang. Sediaan direkonstitusi di ruangan perawat tanpa memperhatikan teknik aseptis; jenis dan volume pelarut seperti pada Tabel I. Dari pengamatan pencampuran larutan injeksi fenitoin natrium di Bangsal Syaraf Rumah Sakit DR. M. Djamil Padang terdapat ketidak tepatan jenis cairan intravena pada beberapa kasus yaitu penggunaan Ringer Laktat meskipun sebagian besar telah menggunakan NaCl 0,9% sesuai persyaratan literature (Tabel I). Untuk mengkonfirmasi apakah prosedur pelarutan di rumah sakit telah menghasilkan sediaan obat yang stabil dengan dosis yang sesuai, maka perlu dilakukan analisis kuantitatif zat aktif terlarut. Hasil validasi metoda analisis secara spektrofotometri UVVisibel dapat dilihat pada Tabel II. 175

5 Tabel I. Data ketepatan volume pelarut untuk rekonstitusi meropenem sefotaksim dan seftriakson di 3 rumah sakit yang diamati Sediaan (dosis) meropenem (1 gram) a meropenem (0,5 gram) a seftriakson (1 gram) b sefotaksim (1 gram) b seftriakson (1 gram) c sefotaksim (1 gram) c Larutan injeksi fenitoin natrium (100mg/2) d Jenis & volume pelarut yang ditambahkan Rumah Seharusnya Sakit (Trissel, Aqua pi;10 Aqua pi; 10 Ringer Laktat 2009)) Aqua pi; 20 Aqua pi;10 Aqua pi; 10 Aqua pi; 10 NaCl 0,9%, kadar <5mg/ a : Bangsal Penyakit Dalam Rumah Sakit DR. M Djamil Padang b : Bangsal Penyakit Dalam RSUD Dr M Zein Painan c : ICU RSSN Bukittinggi d : Bangsal Syaraf Rumah Sakit DR. M Djamil Padang Tempat pencampuran perawat perawat Teknik aseptis Tabel II. Hasil Validasi Metoda Analisis No. Zat Aktif max (nm) Persamaan regressi LOD ( g/) LOQ ( g/) 1. Meropenem 298,4 y=0,0253x 0,0089; 0,29 0,97 (r = 0,9998) 2. Sefotaksim 233,6 y=0,0359x 0,0052; 0,36 1,19 (r = 0,9993) 3. Fenitoin natrium 218 y=0,0421x + 0,0313; (r = 0,9997) 0,21 0,72 Hasil penetapan kadar meropenem, sefotaksim dan fenitoin natrium bila dilarutkan sesuai literature dan bila dilarutkan menurut prosedur di rumah sakit dapat dilihat pada Tabel III. 176

6 Tabel III. Kadar zat aktif di dalam sediaan parenteral setelah direkonstitusi atau dicampur No. Nama zat aktif Kadar zat aktif setelah rekonstitusi/pencampuran (%) Keterangan Prosedur sesuai Prosedur di rumah sakit literature 1. Meropenem 100,55% (t=0) 98,95% (t=24 jam) 91,05% (t=48 jam) 78,56% (t=0) 78,50% (t=24 jam) 73,32% (t=48 jam) 2. Sefotaksim 102,07% (t=0) 96,31% (t=24 jam) 93,43% (t=48 jam) 3. Fenitoin natrium 91,76% (t=0) 80,72% (t=24 jam) 76,00% (t=48 jam) 88,35% (t=0) Terjadi perubahan warna setelah disimpan 89,44% (t=0) 82,96% (t=24 jam) 76,72% (t=48 jam) Terjadi pengendapan Reaksi inkompatibilitas yang terjadi diantaranya adalah perubahan warna larutan sefotaksim setelah direkonstitusi dan terjadinya pengendapan fenitoin setelah dicampur baik dengan NaCl 0,9% maupun dengan Ringer laktat (Gambar 1). Gambar 1. Pengendapan fenitoin setelah pencampuran dengan NaCl 0,9% (kiri) dan Ringer laktat (kanan) Diskusi Hasil pengamatan pada semua rumah sakit menunjukkan bahwa proses rekonstitusi dan pencampuran sediaan parenteral belum memperhatikan teknik aseptis untuk mencegah kontaminasi mikroba selama proses pelarutan/pencampuran berlangsung. Terdapat 4 faktor yang menentukan apakah sterilitas sediaan parenteral dapat dijaga selama proses pencampuran yaitu ruangan yang memiliki tingkat kontaminasi mikroba minimal, bahan dan alat steril, perawat terlatih dan penerapan teknik aseptis. Oleh sebab itu melarutkan sediaan injeksi di atas troli pada ruang bukan merupakan pilihan yang tepat, karena di ruangan tersebut lalu lintas manusia tidak terkontrol. Idealnya, proses rekonstitusi dan pencampuran sediaan injeksi antibiotika dilakukan di dalam ruangan bersih dengan kontaminasi mikroba minimal, sebaiknya di dalam ruang khusus yang memiliki penyaring udara. Dalam kondisi ruangan yang terbatas di rumah sakit, bila pencampuran dilakukan di ruang, sebaiknya perawat menggunakan sarung tangan steril dan kapas yang dibasahi etanol 70% untuk mengurangi kontaminasi mikroba pada sediaan injeksi. Jarum dan karet penutup vial diaseptiskan dengan kapas yang dibasahi etanol 70% sebelum karet vial ditusuk, karena kontaminan dari udara tempat merekonstitusi sediaan dapat 177

7 menempel pada penutup vial dan jarum suntik (IV Reconstitution Video, 2010). Jika dilihat dari cara merekonstitusi sediaan ada beberapa perawat yang mengocok vial dengan posisi jarum tetap berada di dalam vial dan ada sebagian dengan jarum dikeluarkan dari dalam vial. Dan pada saat mengocok vial/botol ada yang mengocok dengan kencang dan tidak pada posisi 90 o sehingga ditemukan serbuk pada tutup vial, dan pada beberapa kasus ditemukan serbuk yang tidak larut pada bagian bawah vial. Tetapi sebagian besar kasus serbuk terlarut dengan sempurna. Seharusnya pada saat pengocokan vial, jarum dibiarkan di dalam vial, hal ini bertujuan untuk mencegah menempelnya kontaminan pada jarum suntik. Pengocokan sebaiknya dilakukan pada posisi 90 0 karena pada posisi ini kontak antara zat dengan pelarut lebih besar dan zat dapat terlarut dengan baik. Pengocokan tidak boleh dilakukan terlalu kencang, karena dapat menyebabkan serbuk tertinggal dibagian bawah tutup vial. Proses rekonstitusi meropenem dengan aqua pro injection dengan volume separuh dari yang seharusnya memperlihatkan konsentrasi meropenem yang berbeda serta akan mempengaruhi kesempurnaan kelarutannya di dalam sediaan akhir. Meropenem agak sukar larut dalam air dengan kelarutan 1:30100 sehingga meropenem belum dapat larut dengan sempurna apabila 1 g dilarutkan dalam 10 air steril, begitu juga dengan 500 mg yang dilarutkan dengan 5 air steril seperti yang dilakukan di rumah sakit. Kelarutan yang tidak sempurna akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah sehingga akan mempengaruhi keefektifan obat dalam menyembuhkan infeksi yang diderita oleh. Pada studi lain dinyatakan bahwa, konsentrasi yang optimal meropenem adalah 50 mg/ sehingga meropenem dapat disimpan selama 8 jam pada suhu 25 C dan 48 jam pada suhu 4 C (Sweetman, 2009; Astrazeneca, 2007). Jadi, volume pelarut yang digunakan di rumah sakit tidak sesuai dengan volume minimal yang disarankan oleh literatur untuk menjamin obat dapat terlarut dengan sempurna sebelum diinjeksikan kepada. Sediaan injeksi seftriakson di RSUD Dr. M. Zein Painan disiapkan dengan cara melarutkan 1 g serbuk kering dalam vial dengan 10 ml aqua pro injeksi (sesuai dengan literatur dan instruksi pabrik). Untuk pemberian 2 g tetap di larutkan masingmasing 1 gram dan untuk pemberian 500 mg tetap dilarutkan 1 gram dalam vial 10 ml kemudian diambil 5 ml, dan sisanya hanya dibuang saja. Untuk kasus seperti ini, sebaiknya jika yang mendapat dosis 500 mg lebih dari satu orang maka penyiapannya dapat dilakukan secara bergantian. Maksud secara bergantian adalah 10 ml diambil 5 ml untuk A dan 5 ml lagi untuk B, begitu seterusnya untuk dengan regimen yang sama. Cara rekonstitusi di atas sudah benar, seftriakson 250 mg, 500 mg, 1 g, atau 2 g masingmasing dapat direkonstitusi dengan 2,4; 4,8; 9,6; atau 19,2 ml larutan IV kompatibel untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi sekitar 100 mg/ml (AHFS, 2011; Trissel, 2009). Seftriakson yang direkonstitusi dengan aqua pro injeksi yang menghasilkan konsentrasi 100 mg/ml hanya boleh disimpan maksimum 6 jam pada suhu < 25 0 C atau 24 jam dalam lemari es (instruksi pabrik). Seftriakson yang direkonstitusi dengan dekstrosa 5%, SWFI, atau NaCl 0,9% dengan konsentrasi 100 mg/ml stabil selama 2 hari bila disimpan pada suhu kamar (25 0 C) (Association Pharmacist American, 2010). Sediaan injeksi sefotaksim disiapkan dengan melarutkan 1 g serbuk kering sefotaksim dalam vial dengan 5 ml aqua pro injeksi (sesuai dengan literatur dan instruksi pabrik), dan untuk pemberian 2 g tetap dilarutkan 1 gram dalam 5 ml aqua pro injection sebanyak dua kali. Sefotaksim 500 mg, 1 g, 2 g masingmasing dapat direkonstitusi dengan 10 ml aqua pro injeksi untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi sekitar 50, 95, dan 180 mg/ml (AHFS, 2011; Trissel, 2009). Pemberian injeksi antibiotika hasil rekonstitusi sudah tepat karena pada 178

8 saat penyiapan semua sediaan dilabel terlebih dahulu dengan menuliskan nama, nama obat dan ruangan tempat dirawat. Sediaan disiapkan kurang lebih satu jam sebelum jam pemberian, setelah sediaan direkonstitusi langsung diberikan kepada, dan waktu pemberian nya sudah sama setiap hari nya yaitu setiap jam 12 siang untuk pemberian satu kali sehari, setiap jam 12 siang dan 12 malam untuk pemberian dua kali sehari. Pencampuran larutan injeksi fenitoin (ampul) dengan NaCl 0,9% ataupun Ringer Laktat menghasilkan larutan yang tidak stabil dan tidak kompatibel sehingga menimbulkan endapan berupa kristal fenitoin. Dari pengamatan di rumah sakit tidak dapat diketahui dengan pasti apakah terjadi endapan kristal fenitoin saat pencampuran larutan fenitoin, baik dengan NaCl 0,9% ataupun dengan Ringer Laktat. Namun diketahui dari pengalaman dan pengamatan sebelumnya bahwa setiap sediaan fenitoin yang diproduksi dari pabrik yang berbeda dan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat yang diproduksi dari pabrik yang berbeda akan menghasilkan stabilitas dan kompatibilitas larutan yang berbeda pula. Sediaan fenitoin yang dipakai di RSUP. DR. M. Djamil Padang sendiri merupakan produksi MersiFarma dan Ikapharmindo sedangkan NaCl 0,9% dan Ringer Laktat diproduksi Widatra dan Bibrown. Tobias dan Kellick mengamati secara mikroskopis larutan 10 mg natrium fenitoin dalam 1 50 NaCl 0,9% dan mereka menemukan bentuk kristal fenitoin dalam semua konsentrasi larutan yang mereka buat. Namun mereka tidak menemukan kristal saat pemberian infus intravena. Frank mengulang kembali penelitian yang mereka lakukan dan memperoleh hasil yang sama. Lain halnya dengan hasil penelitian yang diperoleh oleh Chan, yang mencatat bahwa campuran dari 100 mg fenitoin dalam NaCl 0,9% menghasilkan bentuk mikrokristal dengan segera, terjadi dalam rentang waktu menit (Lawrence, 2007). Baumann et al. meneliti pencampuran natrium fenitoin dengan konsentrasi 1 g/l dalam dekstrosa 5%; NaCl 0,9%; campuran dekstrosa 5% dan NaCl 0,9%; dan dalam Ringer Laktat. Pada waktu yang berbeda sampel disaring dengan saringan 0,22 µm. Pada filtrat yang dihasilkan oleh larutan NaCl 0,9% dan Ringer Laktat tidak terjadi pengkristalan dalam waktu 4 jam dan terjadi pengkristalan 0,8% dalam waktu 8 jam. Bentuk kristal tidak terlihat hingga 6 9 jam setelah pencampuran. Sebaliknya, pada larutan dekstrosa 5% dan campuran dekstrosa 5% dan NaCl 0,9%, terlihat pengkristalan 1 8 jam. Bentuk kristal terlihat dalam hitungan menit (Lawrence, 2007). Data analisis kadar zat terlarut dalam sediaan antibiotika hasil rekonstitusi menunjukkan hasil yang memenuhi syarat bila jenis dan volume pelarut sesuai yang tertera di etiket atau literature. Namun bila dilarutkan dengan volume pelarut separuhnya menghasilkan kadar obat yang tidak memenuhi syarat (< 90%), sehingga tidak sesuai dengan dosis yang seharusnya diinjeksikan kepada. Fenomena ini dapat menyebabkan tidak efektifnya terapi atau memperpanjang lama rawatan. Analisa kompatibilitas menunjukkan terjadi pengendapan fenitoin setelah pencampuran dengan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat. Pelarut yang disarankan untuk pencampuran injeksi fenitoin natrium adalah NaCl 0,9% (Trissel, 2009). Pengendapan terjadi diduga disebabkan berkurangnya kelarutan fenitoin natrium di dalam pelarut campur. Pengalaman farmasis di rumah sakit menunjukkan bahwa pencampuran dengan larutan NaCl 0,9% dengan merk tertentu dapat menghasilkan injeksi fenitoin natrium tanpa pengendapan. Disamping itu, inkompatibilitas lainnya adalah berkurangnya kadar obat terlarut selama penyimpanan pada suhu kamar. Oleh sebab itu sangat disarankan larutan injeksi antibiotika segera diberikan kepada setelah direkonstitusi. Bila harus disimpan, disarankan di dalam lemari pendingin. 179

9 KESIMPULAN Dapat disimpulkan bahwa prosedur rekonstitusi dan pencampuran sediaan parenteral di rumah sakit belum memenuhi kriteria Good Preparation Practice (GPP) dan perlu diawasi oleh farmasis. Perawat perlu dibekali dengan pelatihan dan prosedur operasi standar rekonstitusi dan pencampuran sediaan parenteral. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada pimpinan dan perawat terkait di RSUP DR. M. Djamil Padang, Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi dan RSUD Dr. M Zein Painan yang telah memberikan izin dan membantu terlaksananya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Association Pharmacist American Drug Information Handbook 18 th edition. USA: LexiComp. Astrazeneca Product monograph of Merrem. Ontario: Astrazeneca Canada Inc. American Society of HealthSystem Pharmacists Customer Service Department AHFS Drug Information Essentials. American Society of HealthSystem Pharmacists Customer Service Department, inc Wisconsin Avenue Bethesda. Kastango, E.S., Bradshaw, B.D USP chapter 79: Establishing a practice standard for compounding sterile preparations in pharmacy. Am J HealthSyst Pharm, 6, KEMENKES RI Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik.Jakarta: KEMENKES RI. Kumar, C.H.A., Kumar, T.A., Gurupadayya, B.M., Sloka, S.N., M.B Rahul Reddy Novel spectrophotometric determination of Valacyclovir and Cefotaxime using 1, 2 napthaquinone 4sulfonic acid sodium in bulk and pharmaceutical dosage form. Scholars Research Library, 4, Lawrence United states pharmacopoeia thirtieth edition. USA: The United States Pharmacopeial Convention Patel, N Method development and validation for the simultaneous estimation of meropenem and sulbactam sodium. Current Pharma Research, 2, Sweetman, C Sean Martindale The Complete Drug Reference 36 th Edition. London: Chicago Pharmaceutical Press. Trissel, Lawrence A Handbook on Injectable Drugs ed 15 th. American Society of Health System Pharmacists. Sweetman, S.C Martindale. (36 th edition). London: Pharmaceutical Press. Walash, M.I., Rizk, M.S, Sheribah, Z.A, Salim, M.M Derivative spectrophotometric analysis of benzophenone (as an impurity) in phenytoin. Chemical Central journal, 5,

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2013, Volume 5, Nomor 2 UJI KESERAGAMAN VOLUME SUSPENSI AMOKSISILIN YANG DIREKONSTITUSI APOTEK DI KOTA JAMBI.

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2013, Volume 5, Nomor 2 UJI KESERAGAMAN VOLUME SUSPENSI AMOKSISILIN YANG DIREKONSTITUSI APOTEK DI KOTA JAMBI. UJI KESERAGAMAN VOLUME SUSPENSI AMOKSISILIN YANG DIREKONSTITUSI APOTEK DI KOTA JAMBI Helni Bagian Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jambi, Jl. Letjen Soeprapto Telanaipura Jambi

Lebih terperinci

Produksi Sediaan Farmasi di Rumah Sakit

Produksi Sediaan Farmasi di Rumah Sakit Produksi Sediaan Farmasi di Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197/MENKES/SK/X/2004, kegiatan produksi yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan kegiatan membuat,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). Lampiran 1. Gambar Sampel dan Lokasi Pengambilan Sampel Gambar 1. Sampel Brokoli Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). 45 Lampiran

Lebih terperinci

8. Pelayanan pasien harus disertai dengan KIE untuk memastikan bahwa setiap perbekalan farmasi dan alat kesehatan dapat digunakan dengan maksimal

8. Pelayanan pasien harus disertai dengan KIE untuk memastikan bahwa setiap perbekalan farmasi dan alat kesehatan dapat digunakan dengan maksimal BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang telah dilakukan di Apotek Kimia Farma 119 pada tanggal 12 Oktober 07 November 2015 maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Pratikum : 28 Oktober-4 November 2010 LABORATORIUM TEKNOLOGI

Lebih terperinci

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN YANG MENGANDUNG ERDOSTEIN 1 Fetri Lestari, 2 Hilda Aprilia 1,2 Program Studi Farmasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

supaya wawasan dan pengetahuan yang didapatkan lebih banyak.

supaya wawasan dan pengetahuan yang didapatkan lebih banyak. BAB 6 SARAN Berdasarkan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah dilaksanakan di Apotek TIRTA FARMA selama lima minggu, yang berlangsung mulai tanggal 05 Oktober sampai dengan 06 November

Lebih terperinci

MATA KULIAH Total Parenteral Nutrition dan IV Admixture

MATA KULIAH Total Parenteral Nutrition dan IV Admixture RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH Total Parenteral Nutrition IV Admixture Tim pengampu: 1. Dr. Fita, Sp.FRS, Apt (koordinator) 2. Prof. Dr., Apt. 3. M.Pharm., Apt.

Lebih terperinci

VALIDATION OF ULTRAVIOLET SPECTROPHOTOMETRY METHOD FOR DETERMINATION OF MEFENAMIC ACID LEVEL IN SUSPENSION DOSAGE FORMS

VALIDATION OF ULTRAVIOLET SPECTROPHOTOMETRY METHOD FOR DETERMINATION OF MEFENAMIC ACID LEVEL IN SUSPENSION DOSAGE FORMS Jurnal Natural Vol.17, No.1, 2017 pissn 1411-8513 eissn 2541-4062 VALIDATION OF ULTRAVIOLET SPECTROPHOTOMETRY METHOD FOR DETERMINATION OF MEFENAMIC ACID LEVEL IN SUSPENSION DOSAGE FORMS Nerdy* Department

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DALAM TETES MATA PADA SEDIAAN GENERIK DAN MERK DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran. Konsentrasi untuk pengukuran panjang gelombang digunakan 12 µg/ml

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran. Konsentrasi untuk pengukuran panjang gelombang digunakan 12 µg/ml Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran Diketahui: Nilai Absorptivitas spesifik (A 1 1 = 351b) λ= 276 nm Tebal sel (b) = 1 cm A = A 1 1 x b x c c = c = c = 0,001237 g/100ml c = 12,37 µg/ml Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. SIMPULAN Hasil dari mengikuti Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Savira Surabaya sejak tanggal 25 Januari sampai dengan 27 Februari 2016 dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN Pembawa, Syarat dan Evaluasi Obat Suntik Oleh : Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS

Lebih terperinci

Kata kunci: pencampuran, sediaan parenteral, sikap, pengetahuan, Inkompatibilitas.

Kata kunci: pencampuran, sediaan parenteral, sikap, pengetahuan, Inkompatibilitas. PENGARUH EDUKASI APOTEKER TERHADAP SIKAP DAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCAMPURAN SEDIAAN PARENTERAL Laksmi Maharani 1, Anisyah Achmad 2, Esti Dyah Utami 3 1,2,3 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 4 NOVEMBER 2015 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 4 NOVEMBER 2015 ISSN VALIDASI METODE UNTUK PENETAPAN KADAR CIPROFLOXACIN DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET Herlinda I.P Tjaboali 1), Fatimawali 1), Defny S. Wewengkang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudhi No. 229, Bandung. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Medan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas pemberian obat pada pasien ICU diberikan secara parenteral yang berupa sediaan injeksi dalam bentuk iv-admixture. Pemberian obat tersebut umumnya dilakukan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (1), VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI UV PADA ANALISIS PENETAPAN KADAR ASAM MEFENAMAT DALAM SEDIAAN TABLET GENERIK

Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (1), VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI UV PADA ANALISIS PENETAPAN KADAR ASAM MEFENAMAT DALAM SEDIAAN TABLET GENERIK VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI UV PADA ANALISIS PENETAPAN KADAR ASAM MEFENAMAT DALAM SEDIAAN TABLET GENERIK, Riza Alfian Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin E-mail : siska.musiam@gmail.com ABSTRAK Pengawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan parenteral Sediaan parenteral bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan, atau suspensi yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui suntikan hiperdermis,

Lebih terperinci

PENGUJIAN POTENSI SEDIAAN INJEKSI KERING AMOKSISILIN-KLAVULANAT PADA VARIASI WAKTU PENYIMPANAN

PENGUJIAN POTENSI SEDIAAN INJEKSI KERING AMOKSISILIN-KLAVULANAT PADA VARIASI WAKTU PENYIMPANAN PENGUJIAN POTENSI SEDIAAN INJEKSI KERING AMOKSISILIN-KLAVULANAT PADA VARIASI WAKTU PENYIMPANAN Tini Apriliani*, Adang Firmansyah*, Sohadi Warya,** *Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia, Bandung **Universitas

Lebih terperinci

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DAN PREDNISOLON DALAM SEDIAAN KRIM SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF DENGAN METODE ZERO CROSSING SKRIPSI OLEH: DELYUVIN NASUTION NIM 131524106 PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

Lebih terperinci

KETOPROFEN, PENETAPAN KADARNYA DALAM SEDIAAN GEL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL. Fajrin Noviyanto, Tjiptasurasa, Pri Iswati Utami

KETOPROFEN, PENETAPAN KADARNYA DALAM SEDIAAN GEL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL. Fajrin Noviyanto, Tjiptasurasa, Pri Iswati Utami KETOPROFEN, PENETAPAN KADARNYA DALAM SEDIAAN GEL DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBEL Fajrin Noviyanto, Tjiptasurasa, Pri Iswati Utami Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR RIFAMPISIN DAN ISONIAZID DALAM SEDIAAN TABLET SECARA MULTIKOMPONEN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI

PENETAPAN KADAR RIFAMPISIN DAN ISONIAZID DALAM SEDIAAN TABLET SECARA MULTIKOMPONEN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI PENETAPAN KADAR RIFAMPISIN DAN ISONIAZID DALAM SEDIAAN TABLET SECARA MULTIKOMPONEN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI OLEH: FAULA HASTIA NIM 071524024 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA INTISARI HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA Nurul Ainah 1, Aditya Maulana PP, M.Sc., Apt 2, Nadya Sari, S.Farm.,

Lebih terperinci

Kompatibilitas dan Inkompatibilitas Obat di NICU FIVA APRILIA KADI

Kompatibilitas dan Inkompatibilitas Obat di NICU FIVA APRILIA KADI Kompatibilitas dan Inkompatibilitas Obat di NICU FIVA APRILIA KADI PENDAHULUAN Bayi sakit kritis membutuhkan beberapa obat sekaligus dan diberikan secara kontinyu Tantangan: cara pemberian dan inkompatibilitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH UJI SENSITIVITAS PEREAKSI PENDETEKSI KUNING METANIL DI DALAM SIRUP SECARA SPEKTROFOTOMETRI CAHAYA TAMPAK Oleh: Novi Yantih

Lebih terperinci

6. Dalam Praktek Kerja Profesi di apotek pro-tha Farma sebaiknya diwajibkan calon apoteker melakukan Home Care yaitu kunjungan terkait pelayanan

6. Dalam Praktek Kerja Profesi di apotek pro-tha Farma sebaiknya diwajibkan calon apoteker melakukan Home Care yaitu kunjungan terkait pelayanan BAB VI SARAN Setelah melaksanakan Praktek Kerja Profesi di Apotek Pro- Tha Farma, maka disarankan: 1. Sebelum melaksanakan PKP di Apotek, calon apoteker hendaknya benar-benar membekali diri terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS Pb PADA SEDIAAN EYESHADOW DARI PASAR KIARACONDONG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS Pb PADA SEDIAAN EYESHADOW DARI PASAR KIARACONDONG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ANALISIS Pb PADA SEDIAAN EYESHADOW DARI PASAR KIARACONDONG DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM FENTI FATMAWATI 1,, AYUMULIA 2 1 Program Studi Farmasi, Sekolah Tinggi Farmasi Bandung. email: fenti.fatmawati@stfb.ac.id.

Lebih terperinci

VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENETAPAN KADAR TABLET ASAM MEFENAMAT SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENETAPAN KADAR TABLET ASAM MEFENAMAT SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENETAPAN KADAR TABLET ASAM MEFENAMAT SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET Noviny Ramayany Uno 1), Sri Sudewi 1), Widya Astuty Lolo 1) 1) Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT

Lebih terperinci

1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan.

1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan. I. Tujuan Praktikum 1. Untuk mengetahui pembuatan sediaan steril 2. Untuk menghitung isotonis suatu sediaan steril 3. Untuk mengevaluasi sediaan steril II. Dasar Teori Larutan mata steril adalah steril

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode dalam proses elektrokoagulasi larutan yang mengandung pewarna tekstil hitam ini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Bagiana yang di mulai tanggal 10 Oktober 12 November 2016 dapat disimpulkan bahwa: 1.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA , , MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi ed. 3 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/ MENKES/ SK/ X/ 2002

DAFTAR PUSTAKA , , MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi ed. 3 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/ MENKES/ SK/ X/ 2002 BAB V KESIMPULAN Dari hasil yang diperoleh setelah menjalankan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Viva Generik Kebonsari mulai tanggal 16 Januari sampai dengan 17 Februari 2017, disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS BERBAGAI PRODUK TABLET NIFEDIPIN. Elda F. Luawo, Gayatri Citraningtyas, Novel Kojong

PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS BERBAGAI PRODUK TABLET NIFEDIPIN. Elda F. Luawo, Gayatri Citraningtyas, Novel Kojong PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS BERBAGAI PRODUK TABLET NIFEDIPIN Elda F. Luawo, Gayatri Citraningtyas, Novel Kojong Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Abstrak Penyimpanan obat pada kondisi suhu udara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN PADA SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF DENGAN ZERO CROSSING SKRIPSI

PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN PADA SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF DENGAN ZERO CROSSING SKRIPSI PENETAPAN KADAR CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN PADA SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF DENGAN ZERO CROSSING SKRIPSI OLEH: RISTINA HASIBUAN NIM 121524085 PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT

ABSTRAK ABSTRACT 29 Analisis Cd Pada Sediaan EyeShadow Dari Pasar Kiaracondong Bandung Analysis of Cadmiumon on EyeShadow Derived From Kiaracondong Market Bandung Fenti Fatmawati 1,, Ayumulia 2 1 Program Studi Farmasi,

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Sampel 4.1.1. Pengumpulan Sampel Sampel yang digunakan berupa minuman serbuk dalam kemasan sachet yang beredar di pasar Bandung. Sampel yang digunakan diambil dari sebuah toko

Lebih terperinci

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09. LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG

Lebih terperinci

5. PKPA di Apotek memberikan pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan praktis bagi calon apoteker mengenai sistem managerial obat (pengadaan,

5. PKPA di Apotek memberikan pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan praktis bagi calon apoteker mengenai sistem managerial obat (pengadaan, BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilakukan di Apotek Kimia Farma 180 dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Apotek merupakan salah satu fasilitas pelayanan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. USU, Lembaga Penelitian Fakultas MIPA USU, dan PT. AIRA Chemical Laboratories.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. USU, Lembaga Penelitian Fakultas MIPA USU, dan PT. AIRA Chemical Laboratories. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Kimia Bahan Makanan Fakultas Farmasi USU, Lembaga Penelitian Fakultas MIPA USU, dan PT. AIRA Chemical Laboratories. 3.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan melakukan percobaan disolusi tablet floating metformin HCl dan tablet

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS SERTA PENETAPAN KADAR TABLET FUROSEMIDA MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS ABSTRAK

PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS SERTA PENETAPAN KADAR TABLET FUROSEMIDA MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS ABSTRAK PENGARUH SUHU TERHADAP STABILITAS SERTA PENETAPAN KADAR TABLET FUROSEMIDA MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS Rekanita Waney 1), Gayatricitraningtyas 1), Jemmy Abidjulu 2) 1) Program Studi Farmasi FMIPA

Lebih terperinci

Ferry Riyanto Harisman Powerpoint Templates Page 1

Ferry Riyanto Harisman Powerpoint Templates Page 1 Ferry Riyanto Harisman 1410 100 026 Dosen Pembimbing : Drs. R. Djarot Sugiarso K. S., MS Page 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Page 2 Latar Belakang Zat Besi Bahanbaku dalamproses

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium riset dan laboratorium kimia instrumen Jurusan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

SKALA PRIORITAS ICRA TERAPI CAIRAN

SKALA PRIORITAS ICRA TERAPI CAIRAN N O JENIS KELOMPOK RESIKO 1. Percabangan/ pencampuran injeksi 2. Penyiapan injeksi/infus 3. Pemberian Terapi Elektrolit SKOR PRIORITAS TUJUAN KHUSUS STRATEGI EVALUASI PROGRESS/ANALISA 48 Pasien mendapat

Lebih terperinci

Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml

Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml Lampiran 1. Spektrum Serapan Penentuan Panjang Gelombang Analisis Spektrum serapan derivat kedua deksametason 5 mcg/ml Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml 45 Lampiran 1. (lanjutan)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Proses penyemaian, penanaman, dan pemaparan dilakukan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Gambar Sampel. Gambar 1. Cacing Tanah Megascolex sp. Gambar 2. Cacing Tanah Fridericia sp. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Lampiran 1. Gambar Sampel. Gambar 1. Cacing Tanah Megascolex sp. Gambar 2. Cacing Tanah Fridericia sp. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Sampel Gambar 1. Cacing Tanah Megascolex sp. Gambar 2. Cacing Tanah Fridericia sp. Lampiran 2. Hasil Analisis Kualitatif Mineral Fosfor Gambar 3. Hasil Analisis Kualitatif dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk

I. PENDAHULUAN. Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk I. PENDAHULUAN Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi,

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi, BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. B. BAHAN Levofloksasin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian eksperimental yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat danwaktupenelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Januari-April 2015 2.2Bahan-bahan 2.2.1 Sampel Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

Penetapan Simultan Kadar Fenilpropanolamin Hidroklorida dan Klorfeniramin Maleat dalam Tablet secara Spektrofotometri

Penetapan Simultan Kadar Fenilpropanolamin Hidroklorida dan Klorfeniramin Maleat dalam Tablet secara Spektrofotometri JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, April 2008, hal. 29-34 ISSN 1693-1831 Vol. 6, No. 1 Penetapan Simultan Kadar Fenilpropanolamin Hidroklorida dan Klorfeniramin Maleat dalam Tablet secara Spektrofotometri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

samping, waktu kadaluarsa (obat racikan), dan cara penyimpanan obat. f. Penyediaan tempat khusus untuk konseling sangat menberikan keuntungan bagi

samping, waktu kadaluarsa (obat racikan), dan cara penyimpanan obat. f. Penyediaan tempat khusus untuk konseling sangat menberikan keuntungan bagi BAB VI SARAN Saran yang dapat diberikan selama menempuh PKPA di Apotek Kimia Farma 45 adalah sebagai berikut. a. Mahasiswa harus lebih membekali diri dengan ilmu pengetahuan praktis, ilmu komunikasi, serta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H

Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H Gambar 1 Krim merek Klorfeson Gambar 2 Krim merek Chloramfecort-H 48 Lampiran 2. Komposisi krim Klorfeson dan Chloramfecort-H Daftar Spesifikasi krim 1. Klorfeson

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Spektrofotometer UV-visibel (Genesys 10), cawan conway dengan penutupnya, pipet ukur, termometer, neraca analitik elektrik C-200D (Inaba Susakusho),

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN SEDIAAN FARMASI INTRAVENA UNTUK PENYAKIT INFEKSI PADA SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA DI KOTA BANDUNG

EVALUASI PENGGUNAAN SEDIAAN FARMASI INTRAVENA UNTUK PENYAKIT INFEKSI PADA SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA DI KOTA BANDUNG ISSN : 1693-9883 Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 1, April 2008, 21-39 EVALUASI PENGGUNAAN SEDIAAN FARMASI INTRAVENA UNTUK PENYAKIT INFEKSI PADA SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA DI KOTA BANDUNG Emma

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

ABSTRACT

ABSTRACT PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS PROPANOLOL HIDROKLORIDA TABLET DENGAN METODE ABSORBANSI DAN LUAS DAERAH DI BAWAH KURVA SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET Boy Chandra 2), Harrizul Rivai 1), Edwin

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah menjalankan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek Kimia Farma 45 mulai tanggal 16 Januari-17 Februari 2016, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Tirta Farma disimpulkan bahwa : 1. Apotek merupakan sarana untuk melakukan pelayanan

Lebih terperinci

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3 INTISARI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DAN PNEUMONIA SERTA TB PARU STUDI DESKRIPTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013 Lisa Ariani 1 ; Erna

Lebih terperinci

massa = 2,296 gram Volume = gram BE Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi ml Natrium Fosfat 28 mm massa 1 M = massa 0,028 =

massa = 2,296 gram Volume = gram BE Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi ml Natrium Fosfat 28 mm massa 1 M = massa 0,028 = Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi 1. 500 ml Natrium Fosfat 28 mm M massa 1 x Mr V(liter) 0,028 massa 1 x 164 0, 5 massa 2,296 gram 2. 500 ml Amonium Molibdat 4 mm M massa 1 x Mr V(liter) massa

Lebih terperinci

Kompatibilitas Pencampuran Sediaan Parenteral di Bangsal Bedah Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Kompatibilitas Pencampuran Sediaan Parenteral di Bangsal Bedah Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo urnal Farmasi Klinik Indonesia, Maret 4 Vol. No., hlm 9 ISSN: 5 68 Artikel Penelitian Tersedia online pada: http://ijcp.or.id DOI:.546/ijcp.4... Kompatibilitas Pencampuran Sediaan Parenteral di Bangsal

Lebih terperinci

sebagai tenaga kerja farmasi yang profesional yaitu dapat menerapkan nine star pharmacist (care giver, decision maker, communicator, manager, leader,

sebagai tenaga kerja farmasi yang profesional yaitu dapat menerapkan nine star pharmacist (care giver, decision maker, communicator, manager, leader, BAB 5 KESIMPULAN Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apotek (PKP) yang dilaksanakan di Apotek Viva Generik Taruna, maka dapt disimpulkan bahwa : 1. Mahasiswa calon apoteker setelah melaksanakan PKPA di Apotek

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), pragelatinisasi pati singkong suksinat (Laboratorium Farmasetika, Departemen Farmasi FMIPA UI),

Lebih terperinci

ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT ASAM MEFENAMAT DALAM JAMU PEGAL LINU DAN JAMU REMATIK YANG BEREDAR DI KOTA MANADO

ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT ASAM MEFENAMAT DALAM JAMU PEGAL LINU DAN JAMU REMATIK YANG BEREDAR DI KOTA MANADO ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT ASAM MEFENAMAT DALAM JAMU PEGAL LINU DAN JAMU REMATIK YANG BEREDAR DI KOTA MANADO Rifani Hutami Supardi 1), Sri Sudewi 1), Defny S. Wewengkang 1) 1) Program Studi Farmasi FMIPA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat

KATA PENGANTAR. kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahim Alhamdulillahirabbil alamin segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 ANALISIS KANDUNGAN VITAMIN C DAN NATRIUM BENZOAT PADA MINUMAN SARI BUAH SECARA SIMULTAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI OLEH: FELICIA CHRISTINE NIM 101501027 PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: 1. 0 ppm: perbandingan media

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR PIRANTEL PAMOAT DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI OLEH : NIKI AGUSTINA NIM

PENETAPAN KADAR PIRANTEL PAMOAT DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI OLEH : NIKI AGUSTINA NIM PENETAPAN KADAR PIRANTEL PAMOAT DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET SKRIPSI OLEH : NIKI AGUSTINA NIM 060804048 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENETAPAN KADAR

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 03 Desember 2009 ISSN

PHARMACY, Vol.06 No. 03 Desember 2009 ISSN PENETAPAN KADAR TABLET RANITIDIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DENGAN PELARUT METANOL Wiranti Sri Rahayu, Pri Iswati Utami, Sochib Ibnu Fajar Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL GENERIK SECARA SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET DAN UJI DAYA HAMBAT TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi SKRIPSI

PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL GENERIK SECARA SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET DAN UJI DAYA HAMBAT TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi SKRIPSI PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL GENERIK SECARA SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET DAN UJI DAYA HAMBAT TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi SKRIPSI OLEH : INDRA NIM : 050804016 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah asam klorida pekat 37% (Merck KG, aa), sampel krim, metil paraben pa (Brataco), dan propil paraben

Lebih terperinci

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO Sriwidodo, Boesro Soebagio, Ricki Maranata S Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

STABILITAS DAN KADAR LAMIVUDIN DALAM SEDIAAN RACIKAN PUYER PADA BERBAGAI WAKTU PENYIMPANAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

STABILITAS DAN KADAR LAMIVUDIN DALAM SEDIAAN RACIKAN PUYER PADA BERBAGAI WAKTU PENYIMPANAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS STABILITAS DAN KADAR LAMIVUDIN DALAM SEDIAAN RACIKAN PUYER PADA BERBAGAI WAKTU PENYIMPANAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS Dewa Ayu Ika Pramitha, Ni Made Suaniti, dan I Wayan Suarsa Jurusan Kimia FMIPA

Lebih terperinci

MIKROENKAPSULASI METFORMIN HIDROKLORIDA DENGAN PENYALUT ETILSELLULOSA MENGGUNAKAN METODA PENGUAPAN PELARUT ABSTRACT

MIKROENKAPSULASI METFORMIN HIDROKLORIDA DENGAN PENYALUT ETILSELLULOSA MENGGUNAKAN METODA PENGUAPAN PELARUT ABSTRACT Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 18, No.1, 2013, halaman 75-79 ISSN : 1410-0177 MIKROENKAPSULASI METFORMIN HIDROKLORIDA DENGAN PENYALUT ETILSELLULOSA MENGGUNAKAN METODA PENGUAPAN PELARUT Deni Noviza

Lebih terperinci

A FLUOROMETRIC DETERMINATION OF MICROQUANTITIES OF MORPHINE IN URINE, OPIUM AND OTHER PHARMACEUTICALS

A FLUOROMETRIC DETERMINATION OF MICROQUANTITIES OF MORPHINE IN URINE, OPIUM AND OTHER PHARMACEUTICALS A FLUOROMETRIC DETERMINATION OF MICROQUANTITIES OF MORPHINE IN URINE, OPIUM AND OTHER PHARMACEUTICALS A B S T R A K Pada penentuan kadar morfina yang sangat rendah di dalam urina dan sediaan-sediaan yang

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. SIMPULAN Hasil dari mengikuti Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Savira Surabaya sejak tanggal 28 Juli sampai dengan 27 Agustus 2015 dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Mengapa antibiotik perlu ditentukan kadar atau potensinya? Efek penggunaan antimikroba yang meningkat, sehingga

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

Analisis Penggunaan Obat di RSUD Kota Yogyakarta Berdasarkan Indikator WHO

Analisis Penggunaan Obat di RSUD Kota Yogyakarta Berdasarkan Indikator WHO Jurnal Farmasi Indonesia, Maret 2011, hal 43-49 Vol. 8 No. 1 ISSN: 1693-8615 Analisis Penggunaan Obat di RSUD Kota Yogyakarta Berdasarkan Indikator WHO The Analysis of Drug Uses in RSUD Kota Yogyakarta

Lebih terperinci