PROPOSAL OPERASIONAL T.A RESPONS USAHATANI SKALA KECIL TERHADAP LIBERALISASI PERDAGANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROPOSAL OPERASIONAL T.A RESPONS USAHATANI SKALA KECIL TERHADAP LIBERALISASI PERDAGANGAN"

Transkripsi

1 PROPOSAL OPERASIONAL T.A RESPONS USAHATANI SKALA KECIL TERHADAP LIBERALISASI PERDAGANGAN Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN

2 I. PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Pemberlakuan kesepakatan multilateral yang akan mengatur perdagangan internasional telah berjalan hampir 12 tahun, yakni sejak terbentuknya OPD pada tahun Melalui kesepakatan tersebut para anggota OPD setuju (lebih rinci lihat Tabel 1) untuk: (1) membuka pasar domestiknya bagi komoditas pertanian dari luar dan sebaliknya, disebut perluasan pasar (akses pasar/ap) atau market access/ma, (2) mengurangi dukungan dan subsidi terhadap petaninya, disebut sebagai subsidi domestik/sd atau domestic support/ds, dan (3) dan mengurangi dukungan dan subsidi petani untuk mengekspor komoditasnya (atau subsidi ekspor/se atau export competition disebut juga export subsidy/es. Untuk Akses Pasar, seluruh hambatan impor akan dikonversikan ke dalam tarif dan dikurangi hingga 36 persen untuk negara maju/nm, dengan pengurangan minimum pos tarif (tariff line) sebesar 15 persen dalam jangka waktu 6 tahun. Bagi negara berkembang/nb penguranganya sebesar 24 persen dalam jangka waktu 10 tahun, dengan pengurangan minimum 10 persen. Dalam jangka waktu yang bersamaan, persyaratan akses minimum akan mulai berlaku dari 3 persen konsumsi domestik dan naik menjadi 5 persen pada akhir perjanjian. Dalam kondisi-kondisi tertentu, NB dapat dikecualikan dari komitmen tarifikasi tersebut, bila terjadi sesuatu dengan bahan pangan pokok tradisionalnya. Untuk Bantuan Domestik, pengurangan total atas subsidi domestik yang dianggap mendistorsi perdagangan akan berkisar pada 20 persen dari ukuran dukungan agregat atau Aggregate Measure of Support/AMS dari acuan periode Bagi NB pengurangan dilakukan sebesar dua pertiganya atau serkitar 13,3 persen. Aturan ini tidak berlaku bagi negara yang AMS-nya kurang dari 5 persen (negara yang sedikit atau tidak menjalankan AMS-nya) atau NB yang AMS-nya kurang dari 10 persen. Ada pengecualian bagi subsidi yang berdampak kecil pada perdagangan serta dibayar langsung pada produksi yang terbatas. NB juga memperoleh beberapa pengecualian dalam subsidi masukan dan investasi. Untuk Subsidi Ekspor, jumlah subsidi ekspor akan dikurangi 21 persen dari tiap produk sesuai dengan rata-rata tahun Sementara itu pengeluaran anggaran subsidi ekspor juga akan dikurangi sebesar 36 persen selama 6 tahun. Untuk NB, pengurangannya sebesar dua pertiganya, dengan jangka waktu implementasi hingga 10 tahun. Bantuan pangan dan ekspor yang tidak disubsidi tidak masuk dalam aturan ini. 2

3 Table 1. Aturan-aturan penting Perjanjian Pertanian ( ) Aturan Negara Maju/NM Negara Berkembang/NB (tak termasuk Negara Terbelakang) Pemotongan akses pasar dalam tarif 36% 24% (terkecil per pos tarif) (15%) (10%) Masa (tahun dasar ) 6 tahun 10 tahun Peluang akses pasar 5% 4% Batas waktu Pemotongan dukungan domestik dalam AMS 20% 13.3% Masa (tahun dasar ) 6 tahun 10 tahun Aturan de minimis (% nilai produksi) Pengecualian 5% 10% Kotak Biru dan Hijau Kotak Biru dan Hijau dan Perlakuan Khusus+Berbeda/PKB Pemotongan nilai subsidi ekspor (per produk) 36% 24% Pemotongan volume subsidi ekspor 21% 14% Masa (tahun dasar atau ) 6 tahun 10 tahun Pengecualian Bantuan untuk pemasaran dan - angkutan domestik dan internasional Pada saat ini (2007) batas waktu pemotongan hambatan perdagangan (tarif, bantuan domestik dan subsidi ekspor) telah terlewati, hampir 7 tahun bagi NM dan hampir 2 tahun untuk NB, tetapi modalitas penurunan semua hambatan perdagangan tersebut belum ada dan sampai saat ini masih dirundingkan. Ketua perundingan khusus Komisi Pertanian telah berusaha membuat draft modalitas pada bulan Juni 2007 dan saat ini masih dalam pembahasan di negara-negara anggota. Namun, pertemuan G-4 yang beranggotakan Brazil, India, AS dan UE di Potsdam, Jerman telah gagal mencapai kesepakatan. Hal ini telah menimbulkan kekhawatiran pada para anggota apakah Putaran Doha dapat diselesaikan dengan dicapainya kesepakatan. Berbagai hasil simulasi penelitian menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan dapat menguntungkan atau merugikan, tergantung dari sisi mana kita melihat. Dengan melakukan simulasi dari beberapa skenario, Hutabarat dkk. (2004) dan Hutabarat dkk. (2005a) mendapatkan bahwa kebijakan yang mengarah ke perdagangan yang semakin terbuka, yakni dengan penurunan out of quota tariff di negara-negara kawasan Asia dan 3

4 Eropa akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, tetapi penurunan out of quota tariff di kawasan Amerika akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun, skenario kebijakan-kebijakan ini semuanya memberikan peningkatan surplus produsen padi, jagung, oilseeds, roots and tuber di Indonesia. Demikian pula penurunan subsidi ekspor di negara-negara kawasan Asia akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia, tetapi tingkat kesejahteraan produsen padi, jagung, oilseeds, roots and tuber di Indonesia meningkat. Penurunan subsidi ekspor di negara-negara kawasan Amerika dan Eropa akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia, termasuk kesejahteraan produsen padi, jagung, oilseeds, roots and tuber. [Hutabarat dkk. (2004) dan Hutabarat dkk. (2005a)]. Selanjutnya, penurunan dukungan domestik di negara-negara kawasan Asia akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia termasuk tingkat kesejahteraan produsen padi, jagung, oilseeds, roots and tuber juga. Tetapi penurunan dukungan domestik di negara-negara kawasan Amerika dan Eropa akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia, tetapi tingkat kesejahteraan produsen padi, jagung, oilseeds, roots and tuber meningkat. Kemudian Hutabarat dkk. (2005b) pada penelitian mereka melakukan simulasi beberapa skenario penurunan bantuan domestik, akses pasar dan subsidi ekspor yang diterapkan oleh negara pengekspor utama dan melihat dampaknya terhadap Indonesia, memberikan hasil-hasil antara lain: (i) apabila negara maju/nm melakukan liberalisasi dengan penurunan bantuan domestik/bd sebesar 75 persen atas produk ekspor pertaniannya, sedangkan negara berkembang/nb tetap (proposal Harbinson dan subsidi ekspor/se tidak diturunkan), maka konsumen di NM dan di NB dan produsen pertanian Indonesia mendapatkan manfaat dari kebijakan ini, tetapi sebaliknya produsen di NM dan di NB dan konsumen di Indonesia mengalami kerugian. Kesimpulan yang sama akan diperoleh dengan penerapan tingkat persentase yang berbeda, kecuali dalam angka-angka mutlaknya. Hasil yang sama akan diperoleh jika seandainya kebijakan ini dilakukan bersama-sama oleh NM dan NB, seperti diusulkan K 20, AS dan UE. Semua skenario alternaf kebijakan liberalisasi menyebabkan peningkatan harga komoditas pertanian dunia, seiring dengan hasil penelitian Diao et al. (2001). Dengan peningkatan harga tentu saja konsumen di negara pengimpor akan dirugikan tetapi produsen akan diuntungkan karena adanya peluang mendapatkan keuntungan. Dalam perdagangan bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan diamati kecenderungan peningkatan dalam jumlah pos tarif komoditas yang diekspor murni oleh Indonesia ke Korea Selatan. Demikian pula dengan pos tarif yang diekspor dan diimpor 4

5 Indonesia secara bersamaan (Hutabarat dan Setyanto 2006). Meskipun demikian, nilai devisa yang dihimpun dari pengeksporan komoditas tersebut cenderung menurun secara nyata. Bagi pos tarif yang diekspor dan diimpor bersamaan, nilai ekspornya juga mempunyai kecenderungan menurun, sedangkan koefisien trend nilai impornya tidak nyata meskipun cenderung meningkat. Di fihak lain nilai impor murni Indonesia terlihat kecenderungan yang juga menurun. Jadi, memang komoditas pertanian Indonesia menunjukkan perkembangan ekspor yang baik ke Korea Selatan, tetapi perkembangan ini tidak cukup meyakinkan untuk berharap bahwa di masa depan yang dekat ini keadaan seperti ini akan berlanjut, apalagi kalau kita harus berhadapan dengan negara-negara sahabat Indonesia di kawasan ASEAN. Selain itu, telah ditunjukkan juga bahwa peningkatan pendapatan di Korea Selatan tidak mampu mengangkat nilai ekspor pertanian Indonesia ke negara tersebut dan terlihat pula bahwa Korea Selatan sangat kuat sekali melindungi sektor pertaniannya. Pemberlakuan skema penurunan tarif di ASEAN yang mensyaratkan tarif menjadi nol persen tahun 2005 melalui Kawasan Perdagangan Bebas/KPB atau Free Trade Area/FTA, memberikan dampak yang berbeda terhadap produsen dan konsumen komoditas di dalam negeri. Terhadap produsen/petani Indonesia, kebijakan ini menyebabkan mereka mengalami kehilangan surplusnya yang dicerminkan oleh penurunan produksi dan anjloknya harga ekspor komoditas pertanian, khususnya atas komoditas kelapa dan minyak kelapa, cerutu, biji kakao dan jagung. Lebih lanjut diperlihatkan bahwa liberalisasi perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN hanya memberikan keuntungan kepada konsumen di dalam negeri. Jadi, karena pemerintah telah bertekad ingin meningkatkan kesejahteraan produsen/petani, maka dalam melaksanakan Kawasan Perdagangan Bebas/KPB ASEAN, terutama pemotongan hambatan tarif, Indonesia sebaiknya berhati-hati. Selanjutnya, KPB antara ASEAN termasuk Indonesia dengan Jepang secara bersama-sama berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat baik di negara pengekspor (Indonesia) maupun pengimpor (Jepang). Demikian juga penerapan Kesepakatan Perdagangan Bebas/KPB ASEAN (termasuk Indonesia) dengan China dan dengan Korea Selatan (Hutabarat dkk 2005b) Justifikasi Penelitian Anjuran penerapan liberalisasi perdagangan di berbagai forum merupakan deduksi suatu teori yang disebut teori keunggulan komparatif. Teori ini mengimplikasikan di tahap manapun ekonomi satu negara berada, negara ini pasti memiliki keunggulan relatif terhadap negara yang lain. Sehingga seandainya ada dua negara masing-masing memproduksi dua 5

6 komoditas yang sama, maka sebaiknya dua negara ini menilai di bidang produksi apa mereka masing-masing memiliki keunggulan dan sebaiknya komoditas tersebutlah yang diproduksi, sementara komoditas yang kurang diunggulkan diimpor dari negara mitranya. Dengan adanya pertukaran komoditas ini kesejahteraan masing-masing negara dan kesejahteraan bersama/agregat kedua negara akan lebih meningkat. Teori ini, meskipun sangat sederhana dengan andaian-andaian yang sangat terbatas dan tidak sesuai dengan kenyataan oleh banyak ahli diyakini kebenarannya. Sehingga tidak heran mendapatkan banyaknya hasil-hasil kajian dan anjuran kebijakan agar setiap negara menerapkan kebijakan perdagangan yang liberal atau tanpa hambatan, karena keberadaan hambatan perdagangan sumberdaya di negara tersebut tidak dialokasikan secara efisien. Oleh karena itu, kalau negara itu mempunyai kebijakan perlindungan pasar domestiknya, negara yang bersangkutan dianjurkan membuka pasarnya melalui penerapan kebijakan penurunan dan pada akhirnya penghapusan hambatan perdagangan. Kesimpulan teori di atas tidaklah salah dan tidak bermanfaat untuk diperdebatkan karena memang andaian-andaiannya begitu ketat. Yang patut disimak adalah apakah kesimpulan induktif yang diperoleh dari teori benar dalam kenyataan empiris yang berlaku di dalam perekonomian dan apakah implikasi kebijakan tersebut memberikan hasil yang sesuai dengan yang diprakirakan. Yang terjadi selama ini adalah bahwa para pengikutnya meyakini teori dan implikasinya benar dan selanjutnya menganjurkan agar perilaku ekonomi dan landasan budaya yang menopang teori ini diadopsi supaya teori menghasilkan implikasinya yang telah diketahui itu. Di sini terjadi persoalan pemahaman bagaimana suatu teori menerangkan fenomena dalam masyarakat yang dinamis. Masalahnya adalah bahwa andaian-andaiannya yang diminta oleh teori di atas tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di dalam perilaku ekonomi dan ternyata hasil-hasil penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan dapat menguntungkan atau merugikan, tergantung dari sisi mana kita melihat. Secara deduktif belum dapat dikatakan bahwa di mana saja, pada komoditas atau usahatani apa saja, dan oleh negara mana saja kebijakan liberalisasi perdagangan yang dilakukannya senantiasa meningkatkan kemakmurannya. Usahatani di Indonesia yang sebahagian besar terdiri dari usahatani kecil dan rumahtangga dan mempunyai strategi usaha masing-masing yang khas pasti ada yang mendapatkan manfaat dan ada yang menderita kerugian, karena manfaat dan biaya yang diperoleh sesuatu usaha tidak semata-mata ditentukan kebijakan perdagangan makro. Kebijakan internal sangat mempengaruhi. Inilah salah satu kritik Porter (dalam Tarmidi dan Basri 1997) yang menyatakan perusahaan-perusahaan domestik dapat memperoleh 6

7 keunggulan kompetitif, karena keunggulan tidaklah terletak pada tingkat nasional tetapi pada tingkat industri atau bagian industri tertentu. Yang menjadi perhatian lebih lanjut adalah bagaimana usahatani pertanian skala kecil menghadapi upaya liberalisasi perdagangan pertanian yang berjalan sekarang ini. Apakah mereka merespons dengan positif, artinya mampu bertahan dan melakukan penyesuaian terhadap tantangan yang ada atau sebaliknya semakin tersisih dan tak berdaya dan bangkrut? Hal ini tentu saja perlu dikaji dengan saksama Perumusan Masalah Dengan berbagai mekanisme perundingannya, OPD bertujuan mewujudkan perdagangan internasional yang hambatannya semakin berkurang dan pada akhirnya hilang sama sekali. Secara pasti dampak ikutannya adalah globalisasi perdagangan, di mana komoditas suatu negara akan memasuki teritorial negara lain yang tanpa hambatan itu. Namun, permasalahannya adalah jenis komoditas apa yang mampu mengglobal ini dan unit usaha seperti apa yang memproduksi komoditas ini. Apakah ini semata-mata persaingan efisiensi atau ekonomi atau persaingan teknologi, atau bahkan persaingan citra atau hambatan bukan tarif? Hal ini berkaitan dengan kelangsungan struktur usahatani Indonesia, yang umumnya berskala kecil. Meskipun dalam teori ekonomi, pengertian skala usaha sebenarnya tidak mempunyai implikasi apa-apa terhadap keefisienan usaha, melainkan pada cara bagaimana usaha itu dikelola dan lingkungan pasar serta kebijakan pendukung. Skala usaha yang kecil sama efisiennya dengan skala usaha besar kalau dikelola secara baik. Dapatkah usaha kecil pertanian Indonesia merespons gerakan ini baik untuk tujuan pasar internasional dan bahkan di dalam negeri sendiri? Untuk itu diperlukan suatu pengkajian tentang Respons Usahatani Skala Kecil Terhadap Liberalisasi Perdagangan Tujuan dan Keluaran Penelitian Tujuan Penelitian Penelitian terdiri atas hanya satu kegiatan dengan judul Respons Usahatani Skala Kecil terhadap Liberalisasi Perdagangan dengan tujuan sebagai berikut: (1) Melakukan analisis struktur usahatani di Indonesia berdasarkan berbagai kriteria, antara lain ukuran modal, tenaga kerja, nilal aset, produksi dan lain-lain, (2) Mengidentifikasi komoditas-komoditas yang dominan dalam struktur usahatani skala kecil, (3) Menganalisis unsur-unsur kekuatan liberalisasi dan pengaruhnya terhadap usahatani skala kecil, dan (4) Merumuskan usulan dan rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan revitalisasi usahatani skala kecil dalam menghadapi liberalisasi perdagangan pertanian. 7

8 Keluaran Penelitian (1) Tersedia dan dimanfaatkannya informasi tentang struktur usahatani di Indonesia, (2) Tersedia dan dimanfaatkannya informasi dan data tentang komoditas-komoditas yang dominan dalam struktur usahatani skala kecil, (3) Tersedianya dan diketahuinya unsur-unsur kekuatan liberalisasi dan ukuran pengaruhnya terhadap usahatani skala kecil, (4) Usulan dan rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan revitalisasi usahatani skala kecil dalam menghadapi liberalisasi perdagangan pertanian. II. METODOLOGI 2.1. Kerangka Pemikiran Tantangan pembangunan pertanian Indonesia sampai kini salah satunya berasal dari aspek perdagangan internasional. Tantangan ini berasal dari perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian melalui mekanisme pasar. Mekanisme ini dapat terjadi secara murni melalui mekanisme permintaan dan penawaran, melalui aturan kesepakatan atau melalui kombinasi keduanya. Mekanisme pasar melalui perkembangan saling hubungan permintaan dan penawaran komoditas telah berjalan dan akan tetap berjalan selamanya dalam perekonomian untuk menentukan jumlah dan harga komoditas yang akan diproduksi dan yang akan diperdagangkan. Kesepakatan dalam aturan perdagangan multilateral, regional dan bilateral juga akan berpengaruh terhadap kinerja pasar yang pada akhirnya menentukan jumlah dan harga komoditas di dalam perekonomian. Persetujuan tentang aturan-aturan perdagangan multilateral, regional dan bilateral dihasilkan melalui perundingan yang menurut beberapa pengamat dilakukan secara demokratis, meskipun beberapa pengamat lain mengatakan tidak demokratis karena keputusan sudah diambil jauh-jauh hari sebelumnya. Hanya saja pada waktu suatu keputusan diambil, para peserta perundingan di fasilitasi dalam forum yang seolah-olah demokratis. Sebagaimana disebutkan dalam Bab Pendahuluan, aturan perdagangan internasional telah menggariskan bahwa hambatan perdagangan harus dikurangi secara bertahap dan pada akhirnya nanti akan hapus sama sekali. Demikian pula, pada sisi lain kesepakatan regional dan bilateral juga berusaha mengurangi dan bahkan menghapus hambatan perdagangan, dan tidak hanya itu hambatan aliran modal dan investasi antar berbagai negara dalam kelompoknya agar komoditas dan modal dapat dengan mudah mengalir dari satu negara ke negara lain, sesuai dengan azaz keunggulan komparatif. Dengan mekanisme pasar dan mekanisme aturan yang disepakati secara demokratis, seperti melalui wadah Organisasi OPD dan KPB, Indonesia yang masih didominasi 8

9 pertanian harus rela menerima pembukaan pasar domestiknya terhadap produk-produk pertanian yang berasal dari luar negeri. Sebaliknya, Indonesia juga berhak memasukkan produk pertaniannya ke negara lain. Dengan demikian produk pertanian Indonesia ditantang untuk bersaing di dalam pasar domestik dan di pasar internasional. Bagi perusahaan-perusahaan pertanian domestik bermodal besar dan maju mungkin dapat memanfaatkan ekonomi skala dan jaringan mereka menghadapi persaingan ini agar tetap mendapatkan keuntungan atau paling tidak dapat bertahan di dalam usahanya, tetapi bagi usaha pertanian skala kecil dapat diduga mereka akan mengalami kesulitan. Padahal data menunjukkan bahwa sebahagian besar usaha pertanian Indonesia merupakan usaha skala kecil. Data Sensus Pertanian 2003 (BPS 2005) mendapatkan bahwa dengan kriteria pemilikan lahan 0.5 ha sebagai petani gurem, separuh dari rumahtangga/rt pertanian palawija menguasai lahan rerata di bawah 0.5 ha dan hampir 74 persen mengusahakan tanaman palawija dengan luas rerata di bawah 0.5 ha. Bagi RT pertanian hortikultura, dari rerata lahan yang dikuasai sebesar 0.90 ha, hanya rerata 0.25 ha yang diusahakan untuk ditanami komoditas hortikultura. Hampir 47 persen RT pertanian hortikultura menguasai hanya di bawah rerata 0.5 ha dan 84 persen RT mengusahakan komoditas hortikultura di bawah 0.5 ha. Pada komoditas perkebunan, rerata pemilikan lahan adalah 1.53 ha tetapi sebahagian besar RT (29.29 persen) menguasai lahan antara ha, sementara yang menguasai lahan di atas 3.0 ha hanya sebesar 13.5 persen dan yang menguasai lahan di bawah 0.5 ha persentasenya masih tinggi 19.6 persen. Untuk perkebunan luasan lahan antara ha sebenarnya masih terlalu kecil, apalagi luasan yang hanya 0.5 ha. Untuk beberapa komoditas perkebunan bernilai tinggi seperti kelapa sawit, kakao atau karet luasan sebesar ini hanya mampu menampung beberapa batang pohon. Namun, dalam keadaan seperti itulah petani perkebunan kita menopang hidupnya. Selanjutnya di produk peternakan rerata jumlah ternak yang dipelihara RT peternakan utama seperti sapi, kambing dan ayam buras adalah 3 ekor sapi, 7 ekor kambing dan 42 ekor ayam buras, tidak begitu jauh dari batas minimal usaha yang ditetapkan untuk menggolongkan suatu RT adalah RT peternakan, yakni pemeliharaan sapi 2 ekor, kambing 6 ekor dan ayam buras 30 ekor (BPS 2005). Konteks globalisasi dan liberalisasi pasar membuka peluang baru, tetapi juga tantangan baru kepada petani, melalui keunggulan dan efisiensi. Dalam hal ini penghasil skala kecil harus mampu menjamin mutu, konsistensi dan baku keamanan produk jika 9

10 mereka hendak mendapat manfaat dari pasar yang baru. Keunggulan komparatif yang didapatkan dari sumberdaya alam yang melimpah tidaklah cukup, tetapi perlu diikuti oleh keunggulan yang berasal dari peran kewirausahaan yang lebih kuat dan mengaitkannya dengan tahap-tahap pengolahan. Pendekatan baru dalam usahatani perlu digalakkan termasuk segala jenis kaitan dalam rantai dari produksi sampai konsumsi. Kebijakan sektoral dan ekonomi makro, menawarkan rangsangan atau hambatan terbuka untuk pengembangan usahatani. Penggalakan yang tegas dapat timbul dari tingkat sektoral, mulai dari mekanisme penggalakan sampai pemunculan dan pengembangan usahatani melalui bantuan finansial, teknologi,kewirausahaan, perniagaan dan normatif. Hal ini semua dapat dicakup dalam pengembangan rantai produksi. Proses desentralisasi dan pembangunan di wilayah dapat juga berdampak taklangsung pada pengembangan rantai produksi lokal. Beberapa aspek ekonomi makro penting yang berpengaruh terhadap iklim usahatani adalah kebijakan nilai tukar, suku bunga, aliran modal dan kebijakan investasi. Dalam hal ini perlu dikaji apakah lingkungan ekonomi makro dan sektoral mendukung pengembangan usahatani dan bagaimana membangkitkan dan menggalakkan lingkungan seperti ini. Sebagai sesuatu kekuatan, liberalisasi akan mempengaruhi kinerja berbagai bidang sosial dan ekonomi serta pelaku-pelakunya. Selanjutnya pelaku-pelaku ini akan berespons terhadap pengaruh tersebut dan dalam konteks penelitian ini usahatani skala kecil akan meresponsnya dalam tatakelola usahatani dengan indikator-indikator pemilihan komoditas, alokasi sarana produksi, besaran produksi dan pada akhirnya keuntungan serta tatakelola pemasaran hasil dan pengadaan sarana melalui indicator-indikator system jual-beli dan kinerja rantai pasok. Pengembangan agribisnis jelas sangat menentukan keterlibatan usahatani kecil. Untuk itu ada beberapa pertanyaan yang akan dikaji berkaitan dengan hal ini: Apakah penghasil produk ikut-serta dalam pengembangan agribisnis pedesaan? Bagaimana keikutsertaan mereka? Apa aspek-aspek endogen yang mendukung penggalakan dan pengembangan agribisnis seperti ini? Lingkungan yang mana yang menguntungkan dan merugikan keterkaitan agribisnis yang mengikutsertakan petani kecil dalam pertimbangan kebijakan publik dan swasta dan lingkungan ekonomi makro? Bagaimana keterkaitan agribisnis dikembangkan untuk penghasil kecil di pedesaan dalam konteks globalisasi? Apa dampak kaitan tersebut dengan kesejahteraan petani kecil? 10

11 2.2. Jenis Data dan Analisis Data Jenis dan Sumber Data Penelitian ini memusatkan perhatian pada dua tahap analisis berdasarkan jenis data yang diperoleh: Pertama, di tingkat primer, yakni data yang didapatkan dari hasil wawancara terhadap petani-petani skala kecil pada komoditas-komoditas yang rentan terhadap pasokan, permintaan dan harga dunia. Untuk penelitian kali ini dipilih jagung dan daging sapi, dan Kedua di tingkat sekunder, yakni data yang dihimpun dari berbagai sumber domestik dan internasional yang melaporkan pasokan, permintaan dan harga jagung dan daging sapi untuk melihat saling hubungan antara harga internasional, harga domestik, harga di tingkat petani. Data primer didapatkan dari kunjungan lapangan dengan melakukan wawancara kepada petani, nara sumber, penentu kebijakan di berbagai tingkat administrasi pemerintahan. Pokok-pokok pertanyaan bagi responden adalah antara lain: sumber dan jenis bibit/benih, racun hama dan penyakit, pupuk, teknologi yang mereka gunakan dan ketergantungan dan alasan ketergantungan mereka terhadap masukan-masukan tertentu; fihak yang membeli hasil produksi petani dan ketergantungannya pada fihak tersebut. Selain itu, penelitian juga akan menghimpun data dari responden berkaitan dengan pemilihan komoditas, alokasi sarana produksi, besaran produksi serta sistem jual-beli dan kinerja rantai pasok. Yang menjadi perhatian adalah respons penawaran dan permintaan domestik yang sebagian terbesar berasal dari petani kecil terhadap harga-harga di berbagai tingkatan Analisis Data Penelitian ini menggunakan berbagai macam teknik analisa, kombinasi metoda dan alat-alat deskriptif dan ekonometrika untuk menjelaskan masalah-masalah penelitian. Bagi tujuan (1) dan (2) metoda analisis yang digunakan adalah bersifat deskriptif melalui tabulasi silang dan perhitungan finansial dan analisis usahatani. Untuk tujuan (3) dilakukan beberapa pendekatan, antara lain: (1) Analisis penawaran dan permintaan domestik, dan (2) Analisis Model Koreksi Galat (MKG) atau Error Correction Model (ECM), serta (3) Analisis dampak melalui gabungan model GTAP dan SAM Indonesia (kalau memungkinkan). Model-model ini adalah sebagai berikut: (1) Analisis penawaran dan permintaan akan diduga melalui persamaan regresi berganda sebagai berikut: 11

12 Penawaran: Q s = a 0 + a 1 HDunia + a 2 QDunia + a 3 T + e s (1) Permintaan: Q d = b 0 + b 1 HDunia + b 2 HDom + b 3 Y + e d (2) di mana Q s (Q d ) adalah jumlah penawaran (permintaan) dalam ton, a 0 dan b 0 adalah intersep, a i dan b i adalah dugaan koefisien, HDunia (HDom) adalah harga dunia (domestik) masing-masing dalam dolar AS dan rupiah, T adalah indeks teknologi, Y adalah pendapatan dan e s dan e d adalah galat. (2) Hubungan Timbal-balik Harga-harga Selanjutnya, hubungan timbal-balik harga-harga dunia dan domestik (FOB, CIF dan tingkat petani) dilakukan dengan menggunakan teknik analisis MKG dalam bentuk Vector Autoregression (VAR) sebagai berikut:? Y t = d + G 1? Y t-1 + G 2? Y t-2 + G 3? Y t-3...+g p-1? Y t-p-1 + aß Y t-1 + e t (3) di mana Y t adalah suatu vektor dari sebanyak n peubah [harga dunia, harga domestik (fob, cif, yang diterima petani)] dan (p-1) dipilih sedemikian rupa untuk membuat nilai galat bersifat white noise. Model ini digunakan untuk menguji apakah ada hubungan sahih antara harga-harga yang. Jika harga-harga berkointegrasi maka perubahan dari jejak keseimbangan jangkapanjangnya akan terbatas. Untuk itu digunakan teknik pendugaan nisbah kemungkinan maksimum Johansen (1988) dan Johansen dan Juselius (1990). (3) Analisis GTAP dan SAM Analisis GTAP merupakan salah satu paket model CGE yang memiliki database hingga 89 negara dengan 57 sektor. Paket program ini memuat: [1] Peubah kuantitatif (Quantity variables); [2] Peubah harga (Price Variables); [3] Peubah kebijakan (Policy Variables); [4] Peubah perubahan teknologi (Technical Change Variables); [5] Peubah boneka (Dummy Variables); [6] Peubah cadangan (Slack Variables); [7] Peubah nilai dan perdapatan (Value and Income Variables); [8] Peubah kepuasan/utilitas (Utility Variables); [9] Peubah Kesejahteraan (Welfare Variables) dan [10] Peubah neraca perdagangan (Trade Balance Variables). Analisis GTAP dapat dipergunakan untuk melihat dampak perdagangan (tariff, subsidi ekspor, dll) dalam kerangka: (1) satu negara (single country) dan (2) banyak pasar, banyak negara (multi market, multi country). Hasil-hasil skenario modalitas liberalisasi di forum multilateral atau regional/bilateral yang diperoleh dari analisis GTAP selanjutnya dipadukan dengan SAM Indonesia yang telah dimodifikasi dengan membagi Rumahtangga dalam SAM ini ke dalam beberapa kelas pendapatan dan kelompok wilayah Perkotaan dan Pedesaan. Skema SAM diperlihatkan pada Lampiran Tabel L1. 12

13 Perencanaan Contoh Dalam penelitian ini lokasi contoh sentra produksi jagung dan peternakan/penggemukan sapi, yakni Gorontalo dan Jawa Timur. III. PERENCANAAN OPERASIONAL 3.1. Personalia Tim Pelaksana No N a m a Gol. Jabatan Fungsional/Bidang Keahlian 1. Dr. Budiman Hutabarat IV/e Ahli Peneliti Utama/Ekonomi Pertanian Kedudukan Dalam Tim Penanggung Jawab/ Anggota 2. Dr. M. Husein Sawit IV/e Ahli Peneliti Utama Anggota 3. Dr. Erna Maria Lokollo III/d Peneliti Muda Anggota 4. Dr. Sahat Pasaribu, M.Eng IV/b Peneliti Madya Anggota 5. Ir. Saktyanu K.D. MSi III/d Peneliti Muda Anggota 6. Wahida SP, MSi III/d Peneliti Non-Klas Anggota 7. Sri Nuryanti, STP, MSi III/b Peneliti Pertama Anggota 8. Helena J. Purba, SP, MSi III/c Peneliti Pertama Anggota 9. Ir. Frans Betsi M.D., MSi III/c Peneliti Non-Klas Anggota 10. Ir. Andi Askin III/d Peneliti Pertama Anggota Jadwal Palang Kegiatan 1. Persiapan : Studi Pustaka Pembuatan/Penyempurnaan proposal Penyusunan kuesioner Seminar Proposal 2. Pengumpulan data 3. Pengolahan dan Analisa data 4. Penulisan Laporan Tengah Tahun 5. Penulisan Laporan Akhir 6. Seminar Laporan Akhir 7. Perbaikan Laporan Akhir 8. Penggandaan Laporan B u l a n

14 14

15 Lampiran Tabel L1. Social Accounting Matrix (SAM) Industri Komoditas Faktor RT Lainnya Kategori Total Industri Komoditas Faktor Rumatangga Lainnya Pangan Manufaktur Jasa-jasa Ekspor Pangan Manufaktur Jasa-jasa Ekspor Tenaga kerja Modal Lahan Pajak/tarif Dunia Lainnya Total VX(i) VQ(c) 8 VE(c) VL(i) 12 VY0 VR VJ VRM(c) and 13 VRE(c) 14 VM(c) 13

16 DAFTAR PUSTAKA Diao, X., A. Somwaru, and T. Roe A global analysis of agricultural reform in WTO member, In M. E. Burfisher (Ed.). Agricultural Policy Reform in WTO--The Road Ahead. Agricultural Economic Report No ERS-USDA: pp Hutabarat, B., M. Husein Sawit, B. Rahmanto, Supriyati, H. J. Purba, A. Setyanto Penyusunan Bahan Advokasi Delegasi Indonesia dalam Perundingan Multilateral. Laporan Akhir Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Hutabarat, B., M. Husein Sawit, B. Rahmanto, Supriyati, H. J. Purba, A. Setyanto. 2005a. Penyusunan Bahan Advokasi Delegasi Indonesia dalam Perundingan Multilateral. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Hutabarat, B., M. Husein Sawit, H. J. Purba, S. Nuryanti, A. Setiyanto, Juni Hestina. 2005b. Analisis Perubahan dan Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Regional dan Penetapan Modalitas Perjanjian Multilateral. Laporan Akhir Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Hutabarat, B. dan A. Setiyanto Kajian Kinerja Perdagangan Bilateral Pertanian Indonesia dan Korea Selatan. Laporan Akhir. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor, Mai Johansen, S Statistical analysis of cointegrating vectors, Journal of Economics Dynamics and Controls 12: Johansen, S. And K. Juselius Maximum likelihood estimation and inference on cointegration - with applications to the demand for money, Oxford Bulletin of Economics and Statistics 52:

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO Oleh : Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans B.M. Dabukke Erna M. Lokollo Wahida PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia Oleh : Budiman Hutabarat M.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU Oleh : Budiman Hutabarat Delima Hasri Azahari Mohamad Husein Sawit Saktyanu Kristyantoadi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS PERUBAHAN DAN DAMPAK KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN PENETAPAN MODALITAS PERJANJIAN MULTILATERAL DI SEKTOR PERTANIAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS PERUBAHAN DAN DAMPAK KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN PENETAPAN MODALITAS PERJANJIAN MULTILATERAL DI SEKTOR PERTANIAN LAPORAN AKHIR ANALISIS PERUBAHAN DAN DAMPAK KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN PENETAPAN MODALITAS PERJANJIAN MULTILATERAL DI SEKTOR PERTANIAN Oleh : Budiman Hutabarat M. Husein Sawit Helena Juliani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Oleh: Dabukke Muhammad. Frans Betsi M. Iqbal Eddy S. Yusuf

Oleh: Dabukke Muhammad. Frans Betsi M. Iqbal Eddy S. Yusuf LAPORAN AKHIR TA. 2013 PENGARUH KEBIJAKAN PERDAGANGAN NEGARA- NEGARAA MITRA TERHADAP KINERJA DAN DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA Oleh: Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans Betsi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 RESPON USAHATANI SKALA KECIL TERHADAP LIBERALISASI PERDAGANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 RESPON USAHATANI SKALA KECIL TERHADAP LIBERALISASI PERDAGANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 RESPON USAHATANI SKALA KECIL TERHADAP LIBERALISASI PERDAGANGAN Oleh : Budiman Hutabarat M. Husein Sawit Delima H. Azahari Erna M. Lokollo Saktyanu K. Dermoredjo Wahida

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

POSISI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI BIDANG PERTANIAN Analisis Skenario Modalitas

POSISI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI BIDANG PERTANIAN Analisis Skenario Modalitas ISBN : 979-3566-55-8 POSISI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI BIDANG PERTANIAN Analisis Skenario Modalitas Budiman Hutabarat M. Husein Sawit Helena J. Purba Sri Nuryanti Adi Setyanto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS PADI, JAGUNG, KEDELAI DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS PADI, JAGUNG, KEDELAI DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS PADI, JAGUNG, KEDELAI DI INDONESIA Prof. Dr. Ir. Dwidjono Hadi Darwanto, MS 1), Prof. Dr. Ir. Masyhuri 1), Dr. Ir. Sumaryanto 2), dan Ir.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN BAHAN ADVOKASI DELEGASI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN MULTILATERAL

LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN BAHAN ADVOKASI DELEGASI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN MULTILATERAL LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN BAHAN ADVOKASI DELEGASI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN MULTILATERAL Oleh: Budiman Hutabarat M. Husein Sawit Supriyati Bambang Rahmanto Adi Setiyanto Helena J. Purba PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

ISBN : PENYUSUNAN BAHAN ADVOKASI DELEGASI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN MULTILATERAL

ISBN : PENYUSUNAN BAHAN ADVOKASI DELEGASI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN MULTILATERAL ISBN : 979-3556-43-9 PENYUSUNAN BAHAN ADVOKASI DELEGASI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN MULTILATERAL Budiman Hutabarat M. Husein Sawit Bambang Rahmanto Supriyati Helena J. Purba Adi Setyanto PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 FLEKSIBILITAS PENERAPAN SPECIAL SAFEGUARD MECHANISM DAN KAJI ULANG KEBIJAKAN DOMESTIC SUPPORT UNTUK SPECIAL PRODUCT INDONESIA Oleh : M. Husein Sawit Sjaiful Bahri Sri Nuryanti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PADA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA DAN TIGA NEGARA (CHINA, INDIA, DAN AUSTRALIA) TERHADAP KINERJA EKSPOR-IMPOR, OUTPUT NASIONAL DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA: ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pembahasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi 329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan

Lebih terperinci

PROSPEK AGRIBISNIS 2001 DAN EVALUASI PEMBANGUNAN PERTANIAN 2000

PROSPEK AGRIBISNIS 2001 DAN EVALUASI PEMBANGUNAN PERTANIAN 2000 PROSPEK AGRIBISNIS 2001 DAN EVALUASI PEMBANGUNAN PERTANIAN 2000 BUNGARAN SARAGIH *) Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Perbaikan ekonomi tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

SKENARIO USULAN PEMOTONGAN TARIF G-20 DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA 2

SKENARIO USULAN PEMOTONGAN TARIF G-20 DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA 2 SKENARIO USULAN PEMOTONGAN TARIF G-20 DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA 2 1. Penjenjangan Tarif Bound Sampai saat ini telah banyak usulan tentang banyaknya jenjang dan batas nilai tarif

Lebih terperinci

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK SAWIT INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (SUATU MODEL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM) Oleh :

DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK SAWIT INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (SUATU MODEL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM) Oleh : DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK SAWIT INTERNASIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA (SUATU MODEL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM) Oleh : Cornelius Tjahjaprijadi 1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih merata serta dalam jangka panjang

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 SILABUS Matakuliah : Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 Semester : 6 (enam) Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas konsep, teori, kebijakan dan kajian empiris perdagangan pertanian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara dianggap sebagai proses alokasi sumber daya ekonomi antar negara dalam rangka meningkatkan derajat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor

Lebih terperinci

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. KORELASI HARGA DAN DERAJAT INTEGRASI SPASIAL ANTARA PASAR DUNIA DAN PASAR DOMESTIK UNTUK KOMODITAS PANGAN DALAM ERA LIBERALISASI PERDAGANGAN (Kasus Provinsi Sulawesi Selatan) Adreng Purwoto, Handewi P.S.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

PENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN

PENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN LAPORAN AKHIR TAHUN 2015 PENGARUH URBANISASI TERHADAP SUKSESI SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERLANJUTAN SWASEMBADA PANGAN Oleh: Sumaryanto Hermanto Mewa Ariani Sri Hastuti Suhartini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci