BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai KSSKL, yang meliputi epidemiologi, screening, diagnosis, penentuan stadium,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai KSSKL, yang meliputi epidemiologi, screening, diagnosis, penentuan stadium,"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA Penatalaksanaan KSSKL masih menjadi topik penelitian sampai saat ini. Dalam dua dekade terakhir banyak terjadi perkembangan di dalam pengetahuan dan pemahaman kita mengenai KSSKL, yang meliputi epidemiologi, screening, diagnosis, penentuan stadium, serta jenis modalitas terapi yang ada. Dengan ditemukannya peran HPV, EBV serta beberapa petanda biomolekuler seperti p53, EGFR, p16, dan lainnya, menyebabkan individual tailored therapy pada KSSKL terus menjadi topik penelitian. Berdasarkan etiologi dari KSSKL maka dibagi 2 bagian yaitu KSSKL anterior (oral cancer), etiologi yang berpengaruh adalah merokok, alkohol, oral hygiene yang buruk, unfix dentures, nyirih pinang, dan KSSKL posterior (orofaring, nasofaring, laring), etiologi yang berpengaruh adalah infeksi virus HPV dan EBV. 2.1 Epidemiologi Karsinoma Sel Skuamosa Kepala Leher bagian Anterior dan Posterior Epidemiologi Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut Di seluruh dunia diperkirakan kanker rongga mulut merupakan 6 % dari seluruh keganasan yang terjadi. Meskipun angka kejadian kanker rongga mulut dinegara berkembang diperkirakan kurang dari 5 %, tetapi di beberapa daerah di India dan Asia tenggara, kejadian kanker rongga mulut merupakan keganasan yang paling sering dijumpai

2 (lebih dari 50% dari seluruh keganasan yang dijumpai. Kejadian kanker rongga mulut merupakan 2 % dari seluruh kanker yang terjadi di Negara- Negara barat. Di Amerika diperkirakan ditemukan kasus baru kanker rongga mulut setiap tahunnya dan diperkirakan kanker rongga mulut menyebabkan kematian sebanyak 8100 orang setiap tahunnya. Kanker rongga mulut merupakan 3% dari seluruh kanker yang ditemukan pada pria di Amerika. Sedangkan kejadian kanker rongga mulut pada wanita sebanyak 2 % dari seluruh kanker yang terjadi pada wanita. Lebih dari 90% kanker rongga mulut terjadi pada usia diatas 45 tahun dan terus meningkat sampai dengan usia 65 tahun. Selama 20 tahun terakhir terdapat sedikit penurunan dari angka kejadian kanker rongga mulut di Amerika. (Jemal, et al., 2011) Sedangkan angka kejadian kanker rongga mulut di Australia meliputi 1% dari seluruh kanker yang terjadi dinegara tersebut dan bertanggung jawab terhadap 1% kematian yang disebabkan oleh kanker baik kanker yang terjadi pada pria maupun yang terjadi pada wanita (Sugerman, et al., 1999). Diperkirakan ditemukan 760 kasus baru kanker rongga mulut yang ditemukan di Australia setiap tahunnya dimana laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan 3:2. Sebanyak 95% dari kanker rongga mulut menunjukkan gambaran histopatologi sebagai skuamus sel carcinoma (oral squamous cell carcinoma atau OSSC). Berdasarkan lokasi yang terkena kanker rongga mulut di Australia adalah lidah, bibir, pipi, dan hipofaring.

3 Di Indonesia, pada tahun 1991, KSSKL menempati urutan ke 9 (3, 03%) dari 10 karsinoma terbanyak pada perempuan dan urutan ke 2 (11, 27%) dari 10 karsinoma terbanyak pada laki-laki. Data dari Register Kanker Jakarta pada tahu menunjukkan bahwa kanker rongga mulut dan karsinoma nasofaring menempati posisi ke 8 (1, 72 per ) dari 10 karsinoma pada perempuan dan posisi ke 4 (3,65 per ) dari 10 karsinoma pada laki-laki (Wahidin, et al., 2012). Tahun 1998 menempati urutan ke 2 karsinoma yang paling sering ditemukan di Bali setelah kanker serviks. Berdasarkan studi epidemiologi didapatkan hubungan yang sangat erat antara kejadian kanker rongga mulut dengan paparan terhadap karsinogen yang terdapat pada tembakau, alkohol, dan buah pinang. Konsumsi alkohol dan merokok merupakan faktor risiko kuat terjadinya kanker rongga mulut. Selain itu kebiasaan mengunyah tembakau, kapur sirih, dan pinang di beberapa daerah seperti Asia Tenggara (termasuk Indonesia) sudah terbukti merupakan faktor risiko kuat terjadinya kanker rongga mulut. Faktor lainnya: kesehatan gigi dan mulut, usia, status sosial ekonomi, indeks massa tubuh, pola makan. Kebiasaan mengkonsumsi sayur, buah, menghentikan kebiasaan merokok dan alkohol berperan penting sebagai protektif terhadap kanker sel skuamosa rongga mulut (Ragin, et al., 2007).

4 Gambar 2.1 Insiden Oral Cancer berdasarkan usia dan daerah di dunia (Jemal, et al., 2011) Epidemiologi Karsinoma Nasofaring Diseluruh dunia diperkirakan karsinoma nasofaring merupakan 0,7% dari seluruh keganasan yag terjadi. Secara histopatologis paling banyak ditemukan tipe undifferentiated carcinoma. Jumlah kasus karsinoma nasofaring pada tahun 2008 sekitar , dan jumlah kematian sekitar kasus (Jemal, et al., 2011), karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria dibanding wanita dengan perbandingan 3:1. Sekitar 92% kasus baru

5 dinyatakan muncul pada negara-negara berkembang, tertinggi didaerah Southern Chinesse dan South-Eastern Asia, angka paling tinggi di negara Malaysia, Indonesia, Singapura (Ferlay, et al., 2008). Gambar 2.2 Insiden Nasopharyngeal carcinoma berdasarkan usia dan daerah di dunia (Jemal, et al., 2011)

6 2.1.3 Epidemiologi Karsinoma Orofaring Sekitar 7000 kasus baru oropharyngeal scc terdiagnosa setiap tahunnya di Amerika Serikat, meskipun kasus KSSKL menurun tetapi kasus kanker oropharing semakin meningkat, kemudian insiden HPV related oropharyngeal scc meningkat secara drastis ditunjukan oleh beberapa analisis epidemiologi sejak 1973, beberapa studi epidemiologi selama 50 tahun terakhir menyatakan terjadi peningkatan HPV related OSCC pada laki-laki (Chenevert dan Chiosea., 2011). Perubahan pola perilaku seksual merupakan penjelasan yang diakui sebagai penyebab meningkatnya HPV related oropharyngeal scc (Mirghani, et al., 2014). 2.2 Anatomi Kepala Leher Organ rongga mulut terdiri dari bibir, dasar mulut, lidah 2/3 anterior, mukosa bukal, ginggiva atas dan bawah, palatum durum dan trigonum retromolar. Sedangkan faring memiliki 3 bagian yaitu: nasofaring, orofaring dan hipofaring. Nasofaring sendiri memiliki batas-batas yaitu: batas atas dasar tengkorak, batas bawah palatum molle, batas depan rongga hidung, batas belakang vertebra servikal. Orofaring memiliki batas-batas: atas palatum molle, bawah tepi atas epiglotis, depan rongga mulut, belakang vertebra servikal, organ-organ yang termasuk pada orofaring adalah lidah 1/3 posterior, tonsila palatina, fossa supratonsilaris, tonsila lingualis (Netter, 2010) (gambar 2.4). Pembagian anatomi kepala leher bagian anterior dan posterior dibagi berdasarkan garis ohngren, yaitu garis imajiner

7 yang melalui chantus medial menuju ke angulus mandibula (gambar 2.3), KSSKL anterior dan KSSKL posterior dibatasi oleh papila sirkumvalata. Gambar 2.3 Ohngren s line (Norton, et al., 2010)

8 Gambar 2.4 Anatomi kepala leher potongan sagital dan lidah. (Netter, 2010) 2.3. Pathogenesis dan Biologi Molekuler Karsinoma Sel Skuamosa Kepala Leher Karsinoma sel skuamosa berasal dari perubahan abnormal dari mukosa seperti leukoplakia, eritroplakia atau speckled leukoplakia. Leukoplakia merupakan manifestasi histologi yang ditunjukkan dengan penebalan dari mukosa. Jika penebalan mukosa dengan disertai inti sel disebut hiperorthokeratosis. Sedangkan penebalan pada stratum spinosum disebut akantosis dan penebalan pada stratum basale disebut basiler hyperplasia. Lesi yang terjadi biasanya merupakan kombinasi dari beberapa kelainan seperti hiperorthokeratosis dengan akantosis. Tahap berikutnya setelah perubahan hyperplasia dalam pathogenesis kanker kepala leher adalah terjadi perubahan dalam bentuk dysplasia. Perubahan dysplasia secara

9 histologi ditunjukkan oleh perubahan atipikal pada sel yang berhubungan dengan hambatan terhadap maturasi dan diferensiasi dari sel epitel. Perubahan ini tidak dapat kembali kebentuk yang normal meskipun faktor yang menyebabkan telah dihilangkan. Perubahan dysplasia ini berhubungan dengan lesi prekanker (irreversible precancerous lession). Studi biomolekuler selanjutnya menemukan fakta bahwa tidak terdapat perbedaan antara lesi dysplasia dengan kanker kepala leher dalam hal perubahan genetik. Hipotesa yang dianut adalah adanya perubahan pada sel keratinosit dimana diperlukan akumulasi perubahan genetik untuk terjadinya perubahan kearah maligna. Pada tahap lanjut adalah terbentuknya suatu karsinoma in situ, dimana terdapat perubahan maligna/anaplasia pada permukaan dari sel epitel. Pada lesi karsinoma in situ, kelainan terbatas pada lapisan epitel, tidak terdapat penyebaran sel ganas keluar lapisan permukaan epitel. Kelainan ini bisa tetap tanpa mengalami perubahan untuk beberapa waktu sampai beberapa tahun sebelum mengalami perkembangan bentuk invasive carcinoma (gambar 2.5). Bentuk selanjutnya adalah epidermoid karsinoma yang dapat mengalami metastase ke kelenjar getah bening servikal maupun mestatase jauh. Disamping hal tersebut diatas, terdapat sejumlah perubahan genetik dan mekanisme yang berhubungan dengan kanker kepala leher. Terjadinya perubahan lokus atau gen bisa saja terjadi secara acak tetapi secara umum hal tersebut terjadi karena pemaparan terhadap tembakau, alkohol, dan infeksi HPV, EBV. Perubahan genetika seperti copy number variation (CNV), gains atau losses of heterozygosity (LOH) dapat menyebabkan in aktivasi gen supresi tumor dan

10 aktivasi onkogen yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan sel tidak terkendali serta metastasis (Califano, et al., 1996 ; Perez-Ordonez, et al., 2006). Gambar 2.5 Model progresi genetik (Califano, et al., 1996) LOH 17p dan point mutations p53 ditemukan pada kurang lebih 50 % kasus kanker sel skuamosa kepala leher. Sebagian besar dari mutasi ini terjadi pada fase akhir progresi dysplasia epitel menjadi karsinoma yang invasive (Argiris, et al., 2008). Amplifikasi 11q13 dan overekspresi cyclin D1 ditemukan pada 30-60% kanker kepala leher dan dihubungkan dengan metastase kelenjar getah bening dan prognosis yang buruk. Cyclin D1 akan menginduksi fosforilasi Rb yang menyebabkan progresi dari fase G1 ke S siklus sel. Amplifikasi Cyclin D1 dan inaktifasi p16 akan menyebabkan peningkatan fosforilasi Rb dan progresi siklus sel dari fase G1 ke S. Amplifikasi dan overekspresi cyclin D1 ditemukan pada kurang lebih 40% kasus dysplasia skuamosa (Perez-Ordonez et al., 2006). Perubahan genetik molekular yang mendasari sifat dan progesi kanker kepala leher masih belum sepenuhnya dimengerti. Perubahan biomolekuler pada kanker kepala leher terutama akibat aktivasi onkogenik dan inaktivasi gen supresi tumor, yang menyebabkan

11 perubahan pola proliferasi sel. Dalam dua dekade terakhir suatu model karsinogenis dengan perubahan molekuler yang mendasari telah berhasil disusun meliputi amplikasi gen dan overekspresi onkogen (ras, myc, EGFR, cyclin D1) serta mutasi dan delesi yang menyebabkan inaktivasi gen suppresi tumor p16 dan p53 (gambar 2.6). Petanda molekular tersebut pada akhirnya memberikan sejumlah manfaat, deteksi dini lesi premalignant, indikator prognostik, dan sebagai sasaran therapi pada kanker kepala leher (Argiris et al., 2008).

12 Gambar 2.6 Gambaran perubahan fenotip dan perubahan molekuler pada karsinoma sel skuamosa kepala leher. (Argiris, et al., 2008) 2.4. Karsinoma Sel Skuamosa Kepala Leher bagian Anterior Yang termasuk KSSKL bagian anterior adalah oral squamous cell carcinoma. Kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari epitel dari mukosa atau epitel duktus kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut. Kanker rongga mulut dapat mengenai organ intra oral seperti: bibir, dasar mulut, lidah 2/3 anterior, mukosa bukal, ginggiva atas dan bawah, palatum durum dan trigonum retromolar Etiologi Kanker Rongga Mulut Beberapa kondisi yang terjadi pada kanker mulut berhubungan dengan iritasi kronis terhadap beberapa karsinogen namun penyebab pasti belum diketahui secara jelas. Beberapa hal yang berhubungan dengan kejadian kanker rongga mulut seperti radiasi ionisasi pada dosis therapi pada rongga mulut, pemaparan kronis terhadap radiasi aktinik, diantaranya pemaparan kronis terhadap sinar matahari. Pemaparan yang lama terhadap sinar ultraviolet dan sinar matahari selama tahun akan menyebabkan perubahan athopik yang berhubungan dengan kanker, penggunaan tembakau baik dengan cara dihisap maupun dihirup yang lama akan mendasari perubahan yang terjadi pada mukosa rongga mulut, baik perubahan yang bersifat benigna, lesi prakanker maupun kanker yang terjadi pada pangkal lidah maupun mukosa bukal, konsumsi alkohol yang lama, infeksi oleh agent spesifik seperti sifilis, infeksi oleh candida Albican (Rothenberg dan Ellisen., 2012) Karsinoma Sel Skuamosa Kepala Leher bagian Posterior

13 Yang termasuk KSSKL bagian posterior adalah kanker orofaring, nasofaring maupun laring, disini akan dibahas mengenai kanker orofaring dan nasofaring Kanker Orofaring Organ yang termasuk dalam orofaring adalah lidah 1/3 posterior, tonsila palatina, fossa supratonsilaris, tonsila lingualis Infeksi Human Papilloma Virus Sejak ditemukannya HPV-16 pada tahun 1970an, peran penting infeksi HPV pada malignansi manusia semakin diakui. HPV merupakan virus DNA double-stranded, bersifat epiteliotropik dan merupakan penyebab utama terjadinya karsinoma serviks. HPV memiliki dua buah onkogen, yaitu E6 dan E7, dimana ekspresi onkogen-onkogen tersebut akan menyebabkan inaktivasi p53 dan retinoblastoma (Rb) dan p16 upregulation (Marur, et al., 2010), yang pada akhirnya menyebabkan gangguan siklus sel yang terinfeksi (gambar 2.7). Gambar 2.7 Perubahan Siklus Sel Akibat Infeksi HPV (Leemans et al 2011)

14 Peran infeksi HPV pada KSSKL telah diteliti sejak tahun 1980an. Ditemukan onkogen HPV tipe 16, 18, 31, 33, dan 35 yang berkaitan dengan KSSKL, tetapi HPV16 paling banyak berkaitan dengan terjadinya KSSKL (90%) (Benson, et al., 2014) dimana virus ini umumnya didapatkan pada karsinoma orofaring dan dikaitkan dengan prognosis yang baik. Tabel 2.1 Karakteristik Klinis dan Biologis Karsinoma Sel Skuamosa Kepala Leher HPV (+) dan HPV (-) (Leemans, et al., 2011; Benson, et al., 2014 ) Parameter KSSKL HPV (-) KSSKL HPV (+) Insiden Menurun Meningkat Etiologi Merokok, alkoholisme Seks oral Usia >60 tahun <60 tahun EGFR Tinggi Rendah Letak Predileksi Tidak ada Orofaring Prognosis Buruk Baik Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring adalah squamous cell carcinoma yang berkembang di sekitar ostium tuba eustachii di dinding lateral nasofaring, keluhan yang tidak spesifik dan letak tumor yang tersembunyi menyebabkan banyak pasien-pasien dengan karsinoma nasofaring datang berobat dengan stadium lanjut (Lee, et al., 2012)

15 Etiologi Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring adalah penyakit yang kompleks karena disebabkan oleh interaksi dari berbagai macam faktor seperti infeksi EBV, lingkungan, dan faktor genetik. Insiden yang tinggi terdapat di daerah Cina Utara memberikan indikasi yang kuat bahwa faktor genetik dan lingkungan memberikan peranan yang besar pada tumorigenesis pada karsinoma nasofaring. (Zeng, et al., 2006). Risiko tinggi pada populasi Cantonese dan orang dengan riwayat familial NPC memberi kesan bahwa kelemahan genetik mempunyai peran dalam etiologi karsinoma nasofaring, karakteristik yang penting pada familial cancer adalah early onset pada karsinoma nasofaring, di Taiwan dari tahun dari 1931 kasus NPC didapatkan 34(1,8%) pasien dengan usia dibawah 20 tahun, dan diduga kuat berhubungan dengan kelemahan genetik (Fang, et al., 2007). Beberapa studi menyatakan bahwa genetic polymophisms pada gen yang memetabolisme karsinogen berhubungan dengan terjadinya nasofaring karsinoma, mutasi gen cytochrome P450 2E1 (CYP2E1) mengaktifkan nitrosamines dan karsinogen lain yang terkait (Spano, et al., 2003) Beberapa penelitian tentang makanan yang diasinkan, penyedap makanan yang banyak mengandung nitrosodimethyamine dan N-nitrospiperidine, merokok, dan pekerjaan yang terekspose formaldehide dan asap sangat berisiko terkena karsinoma nasofaring (Spano, et al., 2003)

16 Infeksi EBV pada Karsinoma Nasofaring EBV mempunyai DNA yang kompleks dan terdiri dari 85 gen, gen itu sendiri terdiri dari beberapa nuclears protein, seperti epstein barr nuclear antigen (EBNA), latent mebran protein (LMP), dan beberapa ribonucleic acids (RNA). Gen-gen yang esensial untuk perubahan bentuk maupun sifat sel adalah EBNA-1, EBNA-2, EBNA 3A, EBNA 3B, dan LMP-1, diantara gen- gen tersebut LMP-1 mempunyai peranan yang paling penting dalam inisasi dan progresi pada NPC, fungsi utama dari LMP-1 sendiri adalah growth promotion dari sel yang terinfeksi, apoptosis resistance, invasion & metastasis promotion, immune evasion (gambar 2.9). Hampir semua sel tumor pada undifferentiated carcinoma pada NPC terinfeksi oleh EBV (gambar 2.8),. Peran EBV terhadap NPC pertama kali ditemukan pada studi seroepidemiologi yang menunjukan hampir semua pasien-pasien dengan NPC terdapat IgA antibodi dari EBV (Yoshizaki, et al., 2013).

17 Gambar 2.8 Peran EBV terhadap perkembangan NPC. (Yoshizaki, et al., 2013) Gambar 2.9 Efek pathogenic dari LMP-1 terhadap siklus sel. (Yoshizaki, et al., 2013)

18 2.6. Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) Epidermal growth factor receptor (EGFR) merupakan suatu reseptor glikoprotein transmembrane atau terletak pada permukaan sel dengan berat molekul 170 kda. EGFR tersusun atas extraseluler ligand binding domain yang berupa transmembrane lipophilic dan segmen dari suatu tyrosine kinase intraseluler (Grant, et al., 2002). Kanker kepala leher ditandai dengan adanya kelainan pertumbuhan sel keratinosit yang terdapat pada mukosa rongga mulut, laring, faring. Dalam keadaan normal pembelahan keratinosit distimulasi oleh epidermal growth factor (EGF) yang akan berikatan dengan epidermal growth factor receptor (EGFR) pada permukaan basal dari keratinosit (submembrane). Ikatan ini akan mengaktifkan Ras protein pada sitoplasma dari keratinosit melalui ligand yang terdapat pada EGFR. Ras protein yang telah mengalami aktifasi ini akan mengaktifkan raf protein dan sitoplasmik kinase yang lain ( MEK, MAPK ) yang berada pada jalur kaskadenya. MAPK (mitogen activated protein kinase) adalah MAP kinase. Kaskade dari kinase ini akan melanjutkan transmisi sinyal pertumbuhan dari membrane sel ke inti sel dimana terjadi pertumbuhan dari cmyc protein. Ikatan antara DNA dengan cmyc protein akan menstimuli transkripsi dari cyclin D dan berikatan dengannya. Ikatan ini akan mengaktifkan cyclin dependent kinase (CDK). CDK yang telah aktif akan mengkatalisir posfolirasi dari retinoblastoma tumour suppressor protein (prb). Dalam keadaan fisiologis phosphorylated prb akan melepaskan factor transkripsi E2F yang diperlukan

19 untuk terjadinya transkripsi protein pada replikasi DNA, dimana replikasi DNA ini akan diikuti dengan pembelahan sel/pertumbuhan sel. cyclin D dan protein DNA yang lainnya akan mengalami degradasi dan diperlukan adanya transkripsi yang baru lagi untuk terjadinya pertumbuhan sel (Sugerman, et al., 1999; Williams, 2000) Ras onkoprotein merupakan aspek internal pada ikatan membrane dengan EGFR dan ini akan berperanan pada transmisi sinyal pertumbuhan ke inti sel (nucleus). Dalam keadaan inaktif ras akan berikatan dengan Guanosine diphosphate (GDF). Ketika sel distimuli oleh EGF, ras yang dalam keadaan tidak aktif akan menjadi aktif dengan perubahan dari GDP menjadi Guanosine triphosphate (GTP). Ras yang telah aktif akan mengaktifasi raf protein dan sitoplasmik kinase yang lain seperti MEK dan MAPK yang berada pada jalur kaskadenya. Setelah mengaktifkan raf, ras protein yang aktif menjadi tidak aktif oleh aktifitas dari enzyme intrisik guanosine triphosphatase (GTPase). GTP ase akan menghidrolisa GTP menjadi GDP dengan melepaskan gugus phospat dan mengembalikan ikatan ras protein dengan GDP dan menjadi tidak aktif. Aktifitas dari GTPase menginaktifkan ras protein yang diperkuat oleh ikatan GTPase activating protein (GAPs).

20 Gambar 2.10 Interaksi EGFR-Ligand (Mirghani, et al., 2014) Dalam keadaan normal, aktifitas ras berlangsung dalam waktu yang terbatas yang hanya mengikuti stimulasi EGF sehingga proliferasi sel hanya terjadi karena regulasi dari EGF. Perubahan yang dramatis terjadi dalam hal pengendalian aktifitas ras protein, manakala terjadi mutasi pada ras onkogen. Mutan ras protein akan dapat berikatan dengan GAPs, dimana aktifitas dari GTPase tidak akan mengalami penguatan/amplifikasi. Sebagai akibatnya maka ras yang mengalami mutasi tetap berikatan dengan GTP yang

21 akan terus menerus mengaktifkan raf protein yang akan mengirimkan sinyal proliferasi ke inti sel meskipun tanpa adanya ikatan antara EGF dengan EGFR pada permukaan sel. (Stadler, et al., 2008) Growth factor merupakan molekul yang berperan pada ploriferasi sel, dan juga pada differetiasi, adhesi daya tahan hidup dan migrasi sel. Receptor growth factor ternyata mempunyai peranan penting dalam melanjutkan transmisi sinyal dari ektraseluler kedalam intraselular. Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR). Merupakan salah satu dari receptor growth factor yang dapat diidentifikasi. EGFR merupakan suatu glikoprotein yang merupakan keluarga receptor transmembrane yang disebut sebagai erb B atau Human Epidermal Growth Factor (HER). Struktur receptor ini ditandai dengan adanya bentuk ikatan yang kaya cysteine ekstraselular, bentuk transmembrane yang hidrofobik, dan bentuk tyrosin kinase sitoplasma. Anggota keluarga kelompok ini mempunyai bentuk yang homolog pada tyrosin kinase, tetapi berbeda pada domain ekstraseluler dan domain C terminal. Seperti bentuk lainnya dari kelompok erb B, EGFR juga dikenal sebagai erb B1 atau HER1, sedangkan anggota kelompok lainnya adalah erb B 2(HER-2/neu), erb B3 (HER-3) dan erb B4 (HER-4). Receptor ini berisi extraceluler ligand binding domain, single transmembrane domain, cytoplasmic protein tyrosin kinase domain (hubungan EGFR dengan ligandnya dapat dilihat pada gambar 2.10). Anggota kelompok erb diekspresikan pada jaringan secara temporer. Lebih dari 10 ligand diketahui berikatan dengan EGFR, termasuk epidermal growth factor, transforming growth factor alpha (TGF-

22 α), heparin binding EGF, amphiregulin, betacellulin, epiregulin dan neuregulin (De Vita, et al., 2008). Sinyal yang dihantarkan melalui EGFR dimulai saat ligand berikatan dengan erb-b monomer, akan memicu receptor homo atau heterodimerisasi dan auto fosfolirasi didalam sitoplasma (sinyal growth factor extraseluler dikirim masuk kedalam sel) sehingga akan terjadi pengaturan serin /threonine kinase expresi gen dan memicu terjadinya proliferasi sel melalui beberapa tahap yaitu ikatan growth factor dengan receptor, dimerisasi receptor, autofosforilasi, aktivasi tranducer intraseluler termasuk didalamnya RAS dan kaskade serta terjadinya pengaturan factor transkripsi untuk ekspresi gen (Pecorino., 2005). Langkah pertama adalah ikatan receptor EGFR dengan growth factor extraseluler domain (I dan III) dari EGFR yang membentuk ikatan tersebut. Proses selanjutnya adalah proses dimerisasi. Dimerisasi adalah proses interaksi antara 2 EGFR monomer menjadi dimer. Ikatan antara satu molekul EGF dengan satu receptor akan menyebabkan perubahan yang mengarah dimerisasi domain receptor extraselular. Hal ini memberikan ikatan tersebut menjadi domain yang sama pada ikatan EGF dengan receptor monomer yang lain yang mengakibatkan terjadinya receptor dimmer. Hal penting untuk dicatat adalah bahwa EGFR dapat berbentuk heterodimer dengan anggota lain dari erb-b. Secara umum diasumsikan bahwa receptor tanpa ligand tak akan mampu untuk melakukan dimerisasi, meski erb B2 merupakan perkecualian dan mungkin tidak punya ligand.

23 Setelah terjadi dimerisasi maka proses selanjutnya berupa fosforilasi. Proses fosforilasi terjadi pada residu tyrosin yang spesifik dan membentuk ikatan untuk srchomolog 2 dan phosphotyrisine binding domain containing protein, yang akan menjadi adaptor downstream protein pada proses terjadinya transduksi sinyal. Jaringan kerja secara horizontal ataupun vertical akan memperkuat dan mengintegrasikan ikatan diekstraseluler dan menghantarkan sinyal ke nucleus yang akan bekerja untuk proliferasi seluler dan mengatur diferensiasi sel. Endositosis dari kompleks fosforilasi receptor-ligand akan mengakhiri ikatan tersebut. Jaringan sinyal melalui erb-b secara konsep merupakan jaringan multi layer meliputi input layer, signal processing layer, dan output layer. Ikatan antara ligand dan receptor terjadi pada input layer. Penyebaran sinyal pada lapisan ini dimulai dari kombinasi yang berbeda dari interaksi ligand-receptor seperti dimerisasi (homo atau heterodimer) dari receptor tersebut. Hetero dimerisasi akan menyebabkan mitogenik yang lebih kuat dan hal ini dipercaya akan menghasilkan residu fosfotyrosin yang dapat digunakan untuk stabilisasi receptor. Bentuk dari homo-heterodimer dipengaruhi oleh adanya bivalensi dari erb-b ligand, yang menyebabkan perbedaan afinitas ikatan dari ligand tersebut, dan stabilitas ph dari kompleks ligand receptor. Lapisan yang memproses sinyal akan meneruskan sinyal ke masing masing molekul downstream dari receptor. Setelah terjadi fosfolirasi, maka proses selanjutnya akan diikuti oleh autofosforilasi. Dua receptor yang saling mendekat disebabkan adanya proses dimerisasi, dapat

24 mengakibatkan domain kinase dari satu receptor yang merupakan bagian dari dimer, melakukan fosforilasi receptor lain dari dimer. Auto fosforilasi intermolekul didalam sitoplasma, merupakan domain dari receptor. EGFR mengkatalisa transfer dari molekul fosfat dari ATP ke sisi aktif dari tyrosin kinase menuju sinyal penghantar, dan akan memicu kaskade dari molekul yang memberikan efek proteksi sel dari opoptosis serta memfasilitasi invasi dan menyebabkan reaksi angiogenesis. Sesudah berikatan disebut sebagai ligands, EGFR mengalami homodimerisasi kemudian menyebabkan transfosforilasi beberapa tyrosin kinase domain yang akan merangsang sinyal jalur EGFR intraseluler. Hal tersebut meliputi aktivasi protein STAT, kelompok SRC kinase, protein AKT, MAP kinase dan menginduksi transkrip gen didalam sel seperti pemisahan sel dan kemampuan hidup sel (Sarkis, et al., 2010). EGFR juga menjadi perantara aktivasi kelompok anggota lain dari erb-b. ini menjelaskan bahwa EGFR berperan dalam pertumbuhan sel. AKT dikenal sebagai anti apoptosis kinase, mengakibatkan sel bertahan hidup melalui aktifasi dari erb-b kinase, yang berperan dalam regulasi positif pengaturan NF-B, melalui transkripsi dari gen anti apoptosis atau antagonis P21 sehingga siklus sel akan berhenti, AKT menyebabkan banyak efek pada sel, juga dapat mengakibatkan endothelial NO synthase yang berperan penting dalam angiogenesis. AKT juga mengaktivasi aktivitas telomerase melalui fosforilasi dari telomerase manusia berlawanan dengan transcriptase. AKT juga juga menyebabkan invasi

25 tumor dan proses metastase melalui stimuli Matrix Metalloproteinase (Lothaire, et al., 2005) EGFR pada KSSKL Anterior dan KSSKL Posterior Over ekspresi EGFR berhubungan dengan progresifitas tumor dan rendahnya kemampuan bertahan pada berbagai keganasan seperti pada kanker di kepala dan leher, paru-paru, payudara, saluran cerna dan kandung kemih (Ragin, et al., 2007). Overekspresi EGFR pada kanker rongga mulut diperkirakan sekitar 60-80%. Over ekspresi EGFR mempunyai hubungan signifikan terhadap grade histopatologis pasien KSSKL (Issa., 2013). Over ekspresi EGFR terdapat pada 83% pasien (123) KSSKL (Abusail, et al., 2013). Over ekspresi EGFR berhubungan dengan mitotic index dari sel kanker, EGFR (-) menjadi prognosis yang baik pada pasien KSSKL. Over ekspresi EGFR berhubungan secara signifikan dengan differensiasi tumor yang buruk dan pola pertumbuhan yang invasive pada oral SCC (Shiraki, et al., 2005). Over ekspresi EGFR menunjukan overal survival yang lebih pendek serta respon kemoterapi yang buruk pada oral cancer (Hitt, et al., 2004), di Bali telah diteliti hubungan antara ekspresi EGFR dengan klinikopatologi pada oral SCC, dan didapatkan ekspresi EGFR didapatkan pada 80% oral scc (dari total pasien 30), dan mempunyai hubungan dengan ukuran tumor dan keterlibatan node, pada penelitian ini derajat ekspresi EGFR yang didapatkan paling banyak +1 (58%), kemudian +2 (25%), +3(16,6%) (Sutama, dan Sudarsa, 2008). Kemudian didapatkan ekspresi EGFR pada 83% pasien kanker nasofaring ( Fujii, et al., 2002). Didapatkan hubungan yang signifikan antara

26 ekspresi EGFR dan staging tumor pada kanker nasofaring, tetapi tidak berhubungan dengan faktor prognostik (Putti, et al., 2002). Pada kanker orofaring didapatkan ekspresi EGFR lebih banyak didapatkan pada pasien dengan HPV (-) dibandingkan dengan HPV (+), ekspresi EGFR berkaitan dengan keterlibatan Node metastasis (Won, et al., 2012; Hong, et al., 2010). Ekspresi EGFR didapatkan pada 65% pasien kanker orofaring tetapi tidak berhubungan dengan faktor prognosis maupun survival rate (Perisanidis, et al., 2013). Adanya ekspresi EGFR yang sangat kuat pada kasus KSSKL berhubungan dengan ukuran tumor, node, adanya metastase dan berhubungan dengan prognosis yang buruk (Carvalho, et al., 2004; Suh et al., 2014; Kusukawa, et al., 1996). Penelitian lain mendapatkan hasil yang berbeda dimana tidak ditemukan hubungan antara ekspresi EGFR dengan stadium tumor, penyebaran kekelenjar limfe maupun metastase, tetapi adanya overekspresi EGFR pada kasus kanker rongga mulut merupakan suatu celah untuk penggunaan obat-obat anti kanker yang bekerja dengan menghambat EGFR maupun jalur signalnya sehingga pengobatan kanker rongga mulut akan menjadi lebih komprehensif (Sugerman, et al., 1999; Ryott, et al., 2008; Ch ng, et al., 2007; Leemans, et al., 2010). Mahendra, et al., 2013 melakukan penelitian tentang hubungan ekspresi EGFR dengan oral leukoplakia, didapatkan 100% over ekspresi EGFR pada semua sampel (40 OSCC dan 25 OL) dan secara statistik didapatkan hubungan yang signifikan antara HNSCC dan OL, disimpulkan EGFR dapat menjadi marker prediktor

27 untuk lesi premalignansi yang potensial menjadi malignan, dan diharapkan anti EGFR terapi dapat dipakai sebagai terapi profilaksis Manajemen Terapi pada KSSKL Pada stadium awal (Stadium I dan II) pilihan terapi tergantung dari lokasi, pada tumor yang operable dapat dilakukan tindakan operasi tanpa atau dengan dilanjutkan radiotherapi, sedangkan pada nasofaring, orofaring, hipofaring, radiotherapi menjadi pilihan utama disebabkan karena angka kesembuhan yang relatif sama dengan tindakan pembedahan ditambah angka morbiditas yang lebih kecil (Argiris, et al., 2008) Pada stadium lanjut (stadium III dan IV) pembedahan, radiotherapi dan kemoterapi, mempunyai peran yang sangat penting. Pada tumor yang operable, sering dilanjutkan dengan kemoradiasi. Kemoterapi dan radioterapi yang dilakukan sendiri-sendiri tidak se efektif jika dilakukan secara simultan (Marur, et al., 2010). Pada tumor yang tidak operable standar terapinya adalah dengan kombinasi kemoradiasi. Berkembangnya penelitian tentang biologi molekular memberikan celah untuk pengobatan pada KSSKL. Anti EGFR monoklonal antibodi dan small molecule tyrosine kinase inhibitors telah banyak diteliti, EGFR monoklonal antibodi bekerja dengan cara mencegah ligand EGFR untuk berikatan dengan EGFR extracellular domain, mencegah receptor dimerization, menginduksi degradasi reseptor. Cetuximab adalah human-murine chimeric IgG monoclonal antibody yang secara kompetisi melekat ke domain ektraselular EGFR (Choong dan Cohen., 2005), efektifitas cetuximab masih kontroversi, penggunaan

28 cetuximab sebagai single agent therapi tidak memuaskan, sehingga perlu dikombinasi dengan modalitas yang lain seperti radiotherapy dan kemoterapi (Schmitz, et al., 2013). Kombinasi antara cetuximab dan radioterapi dinilai lebih aman dengan efek samping yang minimal (rash, hipomagnesemia), 87% pasien mengalami complete respon dan 13% partial respon (Bernier dan Schneider., 2006), sedangkan kombinasi cetuximab dengan cisplatin mempunyai efek samping yang cukup fatal (myocardial infark, bacteremia, arrhythmia) (Choong dan Cohen., 2006). Cetuximab sendiri maupun dikombinasi dengan radioterapi dapat menjadi pilihan ketika pasien tersebut tidak dapat mentoleransi efek samping kemoterapi. Banyak penelitian-penelitian lainnya yang meneliti efektifitas pengobatan KSSKL dengan mempergunakan cetuximab dan kombinasi obat kemoterapi dan radioterapi, dengan agent kemoterapi yang berbeda bahkan dengan dosis yang disesuaikan, begitu juga penelitian megenai obat anti EGFR lainnya. (Jenis-jenis targeting therapy dan targetnya dapat dilihat pada gambar 2.11)

29 Gambar 2.11 Molecular signaling pathway dan target agent untuk terapi KSSKL (Argiris, et al., 2008)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan menurunnya atau penghambatan pertumbuhan karsinoma epidermoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang relatif jarang ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan

Lebih terperinci

TESIS HUBUNGAN EKSPRESI EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR (EGFR)

TESIS HUBUNGAN EKSPRESI EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR (EGFR) TESIS HUBUNGAN EKSPRESI EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR (EGFR) DENGAN KARSINOMA SEL SKUAMOSA KEPALA LEHER BAGIAN ANTERIOR DAN POSTERIOR, STADIUM KLINIS DAN GRADE HISTOPATOLOGIS I NYOMAN DIWIYA ABDI NURATNA

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring (KNF) merupakan tumor daerah leher dan kepala dengan penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat diperkirakan

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

ROLE OF EGFR TESTING IN LUNG CANCER

ROLE OF EGFR TESTING IN LUNG CANCER ROLE OF EGFR TESTING IN LUNG CANCER (Epidermal Growth Factor Receptor) ACHMAD MULAWARMAN JAYUSMAN Bandung, 06 Februari 2016 METRO POCKET MAP SIGNALING PATHWAY IN CANCER PENDAHULUAN Pada kasus kanker paru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh dunia. Berbeda dengan negara maju dengan insiden kanker payudara yang stagnan atau malah semakin menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker Kolorektal (KKR) merupakan salah satu penyebab kematian di dunia akibat kanker. KKR merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia karena semakin banyaknya penderita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Sekitar 90-95% dari total kanker pada rongga mulut merupakan kanker sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran respirodigesti atas, setelah kavum oris. Lebih dari 95% keganasan di

Lebih terperinci

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. ABSTRAK Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, 2005. Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Prevalensi kanker kepala dan leher (KKL) di Indonesia cukup tinggi. Kanker kepala dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang jarang terjadi di sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan kasus kanker disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab kematian wanita nomor satu (14,7%) di seluruh dunia (Globocan-IARC, 2012). International Agency for Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang diikuti dengan timbulnya gejala ataupun tidak. WHO-IARC menggolongkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM????

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? Abstrak Jangan salah tafsir!!! Bukan berarti orang yang kutilan itu punya kanker rahim, terutama pada wanita. Karena memang bukan itu yang dimaksud. Disini dimaksudkan bahwa

Lebih terperinci

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi proleferasi sel yang tidak terkontrol (Devita). Kanker terjadi karena adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). Mortalitas kanker ini tercatat sebesar 1.590.000 jiwa pada tahun 2012

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di Indonesia. Penyakit ini merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas tertinggi di dunia, yaitu sebesar 1.590.000 kematian di tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan masalah utama bagi masyarakat karena menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Salah satu jenis kanker yang memiliki potensi kematian terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningioma merupakan tumor otak jinak pada jaringan pembungkus otak atau meningens. Meningioma tumbuh dari sel arachnoid cap yang berasal dari arachnoid villi atau lapisan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak. BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki kedudukan istimewa baik secara lahir dan batin. Selain memiliki nilai estetika, bagian tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara menduduki ranking kedua setelah kanker

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

Leonardo Pembimbing I: Freddy Tumewu Andries, dr., M S Pembimbing II: Ellya Rosa Delima, dr.

Leonardo Pembimbing I: Freddy Tumewu Andries, dr., M S Pembimbing II: Ellya Rosa Delima, dr. ABSTRAK DASAR MOLEKULER DARI KARSINOGENESIS Leonardo Pembimbing I: Freddy Tumewu Andries, dr., M S Pembimbing II: Ellya Rosa Delima, dr. Kanker adalah bentuk umum dari semua tumor ganas. Neoplasma merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara. keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara. keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada wanita setelah kanker payudara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan adanya sel-sel basaloid (sel germinatif) yang tersusun dalam bentuk lobulus,

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA

ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA Kanker serviks merupakan keganasan yang paling banyak ditemukan dan merupakan penyebab kematian utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat menyerang dan menyebar ke bagian tubuh yang jauh. Kanker dapat memiliki konsekuensi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus atau lobulus. 1 Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua sebagai

Lebih terperinci

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... viii KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara.

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. Karsinoma merupakan penyakit yang kompleks yang dari segi klinis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker mulut, istilah untuk tumor ganas yang terjadi dalam rongga mulut, termasuk kanker bibir, gingiva, lidah, langit langit rongga mulut, rahang, dasar mulut, orofaringeal,

Lebih terperinci

Basic Science of Oncology Carsinogenesis

Basic Science of Oncology Carsinogenesis Basic Science of Oncology Carsinogenesis DR. Dr. Wiratno, Sp.THT- KL (K) Kanker Kanker merupakan penyakit karena terjadi gangguan pengendalian (mutasi): Mutasi Proto-onkogen yang mengatur proloferasi sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Paru, prostat, kolorektal, lambung, dan hati merupakan 5 organ

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Paru, prostat, kolorektal, lambung, dan hati merupakan 5 organ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau sering disebut juga sebagai tumor ganas (maligna) atau neoplasma adalah istilah umum yang mewakili sekumpulan besar penyakit yang bisa mengenai bagian manapun

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Hasil analisis normalitas sebaran data persentase kematian sel Raji... 49

DAFTAR TABEL. Hasil analisis normalitas sebaran data persentase kematian sel Raji... 49 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR SINGKATAN...

Lebih terperinci

MOLEKULER ONKOGENESIS

MOLEKULER ONKOGENESIS MOLEKULER ONKOGENESIS Perpustakaan Nasional Katalog dalam Terbitan (KDT) Molekuler Onkogenesis (Konsep Genetik, Virus, Radiasi - Kimia, Mutasi Gen, Epigenetik dan Signalling) dr. H. Agung Putra, M.Si.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

IMUNOLOGI TUMOR ELLYZA NASRUL

IMUNOLOGI TUMOR ELLYZA NASRUL IMUNOLOGI TUMOR ELLYZA NASRUL - Populasi sel dg sifat pertumbuhan yg tdk terkendali ciri dari sel kanker disebabkan oleh: 1. Amplifikasi onkogen 2. Inaktivasi gen supresor - Sel kanker Disregulasi genetik

Lebih terperinci

2. Untuk melihat hasil tampilan imunohistokimia Lmp-1 pada KSS rongga

2. Untuk melihat hasil tampilan imunohistokimia Lmp-1 pada KSS rongga 18 mulut. 2. Untuk melihat hasil tampilan imunohistokimia Lmp-1 pada KSS rongga 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: peritoneum panggul, ovarium

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Kanker kepala dan leher adalah kanker tersering ke lima di dunia. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100%

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% 63 BAB VI PEMBAHASAN Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% dari masing-masing kelompok dan bersifat multipel dengan rerata multiplikasi dari kelompok K, P1, P2, dan P3 berturut-turut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis

BAB I PENDAHULUAN. baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker kolon dan rektum merupakan salah satu kanker yang sering dijumpai baik di belahan dunia Barat maupun di Indonesia. Kanker kolorektal (KKR) jenis sporadik

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Terapi kanker payudara yang berlaku selama ini adalah dengan pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi bersifat terapi definitif lokal, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama di seluruh dunia dan menempati keganasan terbanyak pada wanita baik di negara maju

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita diseluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tertinggi kedua setelah kanker paru-paru. Kanker payudara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.A Latar Belakang. Kanker paru merupakan penyebab tertinggi kematian. akibat kanker di dunia, baik negara-negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. I.A Latar Belakang. Kanker paru merupakan penyebab tertinggi kematian. akibat kanker di dunia, baik negara-negara maju maupun BAB I PENDAHULUAN I.A Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab tertinggi kematian akibat kanker di dunia, baik negara-negara maju maupun berkembang (Jemal et al., 2010). Di Amerika Serikat, kanker

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci