BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN IV.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. QCC merupakan perusahaan keluarga. Visi awalnya adalah membangun perusahaan keluarga yg memiliki berbagai unit usaha. Unit usaha yang pertama kali akan dijalankan adalah Bengkel. Rencananya bengkel ini akan dibangun di daerah Bekasi, tetapi karena Pemda setempat tidak mengijinkan pendirian ini maka Bengkel tersebut tidak jadi dijalankan. Kemudian pemilik perusahaan melihat ada peluang baru di tanah yang dimilikinya di Bogor, desa Cinangneng, dan akhirnya pemilik perusahaan memutuskan untuk mengelola tanah tersebut dengan mendirikan perusahaan agrobisnis, walaupun pemilik perusahaan dalam mendirikan perusahaan ini tidak memiliki kompetensi yang cukup. PT. QCC didirikan pada bulan Maret Visi PT. QCC adalah Menjadikan Perusahaan Agrobisnis terpadu dengan melibatkan masyarakat sekitar. Pada awalnya PT. QCC memulai unit usahanya di pembesaran ikan dan sapi, dan akhirnya sampai saat ini bekembang sampai ke pengelolaan sapi dengan membangun Rumah Potong Hewan (RPH) dan membuka kios bakso. 50

2 51 Berdasarkan teori Organizational Lifecycles Adizes, PT. QCC masih berada pada growing stage dan termasuk ke dalam Go-Go Stage, karena: - PT. QCC memiliki arus kas yang bagus - PT. QCC dalam menjalankan bisnisnya melihat pada peluang, sehingga pemilik perusahaan terlihat banyak mencoba peluangpeluang bisnis yang baru. - Perkembangan PT. QCC sangat cepat, dalam waktu 1 tahun, PT. QCC sudah mengembangkan unit usahanya. Tetapi hal ini juga membuat PT. QCC menjadi kurang konsisten dan fokus. - Orang-orang di dalam PT. QCC sudah berbagi tanggung jawab tetapi masih terjadi tumpang tindih dalam pekerjaannya. IV.1.1 Unit Usaha Unit-unit usaha yang saat ini dijalankan PT. QCC divisi agrobisnis adalah sebagai berikut : 1. Core Business (Bisnis Inti) a. Unit Usaha Pembesaran Ikan Air Tawar - Pembesaran Ikan Patin - Pembesaran Ikan Nila - Pembesaran Ikan Gurame - Pembesaran Ikan Lele

3 52 b. Unit Usaha Sapi - Penggemukan sapi - Pembuatan Kompos - Rumah Potong Hewan c. Unit Usaha Kambing & Domba - Penggemukan kambing - Penggemukan Domba d. Unit Usaha Pengolahan Daging 2. Business Development a. Unit Usaha Penghasil Telur Itik b. Unit Usaha Perkebunan - Perkebunan Durian c. Unit Usaha Pertanian IV.2 Formulasi Pernyataan Misi Dalam memformulasikan misi PT. QCC kami akan mengevaluasi 9 komponen pernyataan misi yang dimiliki perusahaan saat ini. Sembilan komponen tersebut adalah sebagai berikut:

4 53 Tabel 4.1 Komponen Penyusunan Misi PT. QCC Komponen Misi Pelanggan Produk Pasar Teknologi Perhatian untuk bertahan hidup, bertumbuh dan mendatangkan laba Falsafah Konsep diri Perhatian untuk citra publik Perhatian untuk karyawan Keadaan PT. QCC Saat Ini Hypermarket, Penjagal, Individual Produk Agrobisnis Bogor dan DKI Jakarta Pengolahan limbah ternak Modal pinjaman yang kuat dan lunak untuk pertumbuhan perusahaan dan mendapatkan laba Melibatkan masyarakat sekitar dan tidak mencemari lingkungan sekitar Agrobisnis Perusahaan yang peduli masyarakat dan lingkungan sekitar PT. QCC memperhatikan kesejahteraan karyawan Berdasarkan sembilan komponen tersebut dan visi perusahaan yang dimiliki saat ini misi yang kami formulasikan untuk PT. QCC adalah: Menuju perusahaan agroindustri yang menyediakan produk berkualitas tinggi dan menjangkau semua segmen pasar di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta Melibatkan peran serta masyarakat sekitar pada tingkat operasional dan juga bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan sekitar. Menjadi perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi dengan memperhatikan pelanggan, karyawan dan shareholder.

5 54 IV.3 Analisis Lingkungan Internal IV.3.1 Proses Bisnis Inti (Core Business) PT. QCC IV Unit Usaha Pembesaran Ikan Air Tawar PT. QCC membeli bibit ikan dari sentra-sentra ikan tawar yang berlokasi disekitar peternakan. Pembelian ini bisa saja tidak berupa bibit ikan tetapi ikan air tawar yang telah siap jual. Pembelian ikan tawar yang siap jual bisa terjadi karena terkadang PT. QCC harus memenuhi order dalam jumlah besar. Sedangkan untuk pembelian bibit, akan dilakukan penggemukkan sehingga ikan mencapai berat tertentu. Setelah mencapai berat yang cukup, kemudian ikan tersebut dijual. Saat ini PT. QCC menjual ikan-ikan tersebut di Giant. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut : Giant order ikan kepada PT. QCC dalam quantity tertentu, kemudian PT. QCC akan menyediakan ikan sesuai dengan permintaan tersebut, kemudian PT. QCC akan mengantar pesanan tersebut ke Giant. IV Unit Usaha Sapi Unit usaha Sapi dibagi dalam 3 sub unit usaha, yaitu :

6 55 a. Penggemukan sapi Sapi yang digemukkaan oleh PT. QCC adalah sapi yang berasal dari daerah Jawa Timur seperti Banyuwangi, Kebumen, Pemalang dan Wonogiri). PT. QCC memesan sapi dari agen di sana dengan syarat sapi yang akan dibeli adalah sapi yang tinggi, putih, dan sehat. Kemudian agen tersebut akan mencari sapi sesuai dengan syarat tersebut dan setelah sapi siap, maka sapi-sapi tersebut akan dikirimkan ke PT. QCC. Pada saat sapi sampai, PT. QCC akan melakukan penimbangan awal. Proses berikutnya adalah PT. QCC akan menggemukan sapi-sapi tersebut dengan memberikan pakan. Setelah sapi mencapai berat tertentu (biasanya pada jangka waktu 30 hari), maka sapi tersebut siap dijual. Sapi-sapi yang digemukkan umumnya dijual langsung kepada penjagalpenjagal. Apabila penjagal-penjagal tersebut ingin sapi tersebut langsung dipotong, maka dapat langsung dibawa ke Rumah Potong Hewan (RPH) dan PT. QCC akan mengenakan biaya tambahan.

7 56 b. Rumah Potong Hewan (RPH) Proses bisnis dari RPH ini adalah PT. QCC membeli sapi siap potong dari supplier Kemudian, sapi yang sudah dipotong akan dijual di pasar-pasar tradisional. Sedangkan untuk sisa dari daging sapi yang tidak terjual akan diproses untuk dijadikan bakso. Tetapi untuk saat ini, PT. QCC hanya melakukan pemotongan sapi sesuai pesanan. d. Pembuatan kompos Kotoran-kotoran dari hewan seperti sapi, kambing, dan domba diproses untuk dijadikan kompos. Kompos tersebut selain dijual ke petani setempat, PT. QCC juga menggunakannya sebagai pupuk. IV Unit Usaha Pengolahan Daging Unit usaha pengolahan daging merupakan unit usaha baru dari PT. QCC dan baru beroperasi pada akhir bulan Desember. Untuk saat ini, unit usaha ini mengolah daging sapi menjadi bakso. Untuk membuat bakso, PT. QCC masih membeli daging segar dari

8 57 pemasok daging. Walaupun sebelumnya unit usaha pengolahan daging ini dimaksudkan untuk mengolah daging sisa usaha RPH. Saat ini untuk pemasaran bakso, PT. QCC membuka warung bakso yang beroperasi dan berlokasi di dekat Kantor pos Kebun Raya Bogor dan IPB Darmaga. Kios Bakso ini merupakan unit usaha yang mempunyai manajemen dan keuangan sendiri tetapi masih di bawah pengawasan PT. QCC. Tiap minggu, unit usaha ini akan melaporkan biaya operasional dan pendapatannya. Setelah 1 bulan, akan dilakukan cross check antara laporan di PT. QCC dengan unit usaha ini. Kemudian pendapatan/laba dari divisi ini dibagi dengan perbandingan 60 % untuk PT. QCC dan 40 % untuk divisi bakso ini. Selain membuka kios bakso, PT. QCC sejak bulan Maret akan men-supply bakso ke Giant dengan pengiriman berdasarkan pesanan. Pemasokan bakso ke Giant juga menerapkan sistem retur yaitu jika bakso tidak laku dan sudah mendekati masa kadaluarsa akan dikembalikan dan diganti dengan yang baru. Saat ini, tenaga kerja yang ada di divisi ini adalah 6 orang.

9 58 IV Unit Usaha Penggemukan Kambing dan Domba Proses pembesaran pada kambing dan domba pada umumnya sama dengan proses yang dilakukan pada penggemukan sapi. Tetapi yang berbeda adalah pada proses penjualannya. Jika sapi terdapat permintaan yang rutin diluar hari raya Idul Adha, kambing dan domba biasanya hanya terjadi pada musim tertentu seperti hari raya Idul Adha ataupun acara tertentu. Awal tahun ini, manajemen PT. QCC memutuskan untuk menutup unit usaha penggemukan kambing, sehingga yang beroperasi saat ini adalah hanya unit usaha pembesaran domba. Alasan penutupan unit usaha ini adalah usaha penggemukan kambing ini tidak cocok di kawasan PT. QCC berada, sehingga banyak kambing yang sakit dan mengakibatkan kerugian bagi PT. QCC. Berdasarkan fakta tersebut tim penulis menyimpulkan bahwa PT. QCC tidak melakukan studi kelayakan yang baik sebelum membuka usaha ini.

10 59 Secara umum, tim penulis menyimpulkan bahwa PT. QCC kurang memiliki kontrol terhadap persediaannya, karena : PT. QCC tidak mencatat jumlah hewan (ternak, unggas dan ikan) yang mereka miliki, sehingga mereka tidak tahu pasti berapa jumlah hewan yang mereka miliki. Sebagai contoh, PT.QCC tidak mengetahui jumlah pasti hewan yang mati karena sakit. PT. QCC mengalami kesulitan dalam memenuhi permintaan dalam jumlah yang besar dari Giant. IV.3.2 Proses Business Development PT. QCC IV Unit Usaha Penghasil Telur Itik Unit usaha penghasil telur itik merupakan unit usaha lain dari PT. QCC yang mengalami kerugian dan akhirnya tim manajemen memutuskan untuk menutup unit usaha ini dengan cara menjual seluruh itik yang ada dengan harga murah (cut-off price). Alasan penutupan ini karena tim manajemen menilai unit usaha ini tidak menguntungkan dan hanya menambah beban perusahaan. Dari masalah penutupan unit usaha ini, tim penulis menilai bahwa tim manajemen tidak melakukan studi kelayakan yang baik sebelum membuka usaha ini.

11 60 Hal ini didasarkan pada fakta-fakta sebagai berikut yang mereka ketahui setelah membeli itik : Itik tidak cocok di budidayakan di lokasi PT. QCC saat ini. Adanya perbedaan cara budidaya itik, di mana di tempat asalnya itik di budidayakan dengan cara melepas itik tersebut di sawah-sawah atau alam terbuka sedangkan PT. QCC membudidayakan itik tersebut didalam kandang. Tenaga kerja yang kurang berpengalaman dalam merawat itik. IV Unit Usaha Pertanian Unit usaha pertanian merupakan unit usaha pegembangan dari PT. QCC. Saat ini, PT. QCC hanya menanam dalam skala kecil dan fungsinya hanya mengisi lahan yang tidak terpakai dengan tujuan PT. QCC dapat memanfaatkan lahan kosong yang ada. IV Unit Usaha Perkebunan Unit usaha perkebunan merupakan unit usaha pegembangan dari PT. QCC. Saat ini, PT. QCC hanya

12 61 menanam pohon durian monthong sebanyak 82 pohon dan dalam jangka waktu 3 tahun unit usaha ini baru akan menghasilkan. IV.3.3 Sumber Daya Manusia Saat ini total pegawai yang dimiliki perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Untuk level manejemen terdapat empat orang 2. Untuk level pegawai operasional terdapat tujuh orang pegawai. Tetapi, walaupun saat ini pada perusahaan telah terdapat pembagian tugas dan wewenang berdasarkan struktur organisasi perusahaan tetapi pada pelaksanaan sering terjadi tumpang tindih pelimpahan tugas dan wewenang yang mengakibatkan kurangnya control pada proses bisnis maupun keuangan. Sebagai contoh seorang kepala bagian keuangan dapat saja mengantarkan pesanan ke konsumen dikarenakan kurangnya pegawai yang menangani pengantaran pesanan. Adapun struktur lengkap organisasi dari PT. QCC dapat dilihat pada lampiran 3.

13 62 IV.3.4 Keuangan PT. QCC Saat ini PT.QCC dari awal pendirian sampai dengan akhir tahun 2004, modalnya berasal dari pinjaman ke pihak kedua (pemilik saham) dan setoran modal dari pihak kedua. Berdasarkan laporan keuangan yang ada saat ini, tim penulis menilai pencatatan yang dilakukan masih kurang terkoordinasi, sebagai contoh terdapat transaksi yang tidak tercatat dalam laporan keuangan dan persediaan ternak tidak tercatat rapi. Keadaan keuangan PT. QCC saat ini digambarkan sebagai berikut : Laporan Aliran Kas Berdasarkan Laporan Arus Kas bulan Maret 2004 Desember 2004 (lihat lampiran 4), PT QCC mempunyai persediaan kas yang cukup. Kas PT. QCC sebagian besar berasal dari modal yang dipinjamkan oleh pemilik saham. Laporan Laba Rugi Berdasarkan laporan laba rugi dari bulan Maret Desember 2004 (lihat lampiran 5), PT QCC masih mengalami kerugian. Hal ini dikarenakan karena PT QCC merupakan perusahaan baru sehingga modalnya banyak digunakan untuk investasi, biaya operasional dan pembangunan infrastruktur. Sedangkan, jika dilihat dari kontribusi penjualannya, unit usaha penggemukan sapi (60.63%) dan pembesaran ikan (39.01%)

14 63 memberikan kontribusi yang cukup besar. Sedangkan divisi yang dinilai kurang menguntungkan adalah divisi itik (0.07%) dan kambing/domba (0 %). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik presentase penjualan PT. QCC selama bulan Maret Desember % 39.01% 0.00% 0.07% 60.63% Ternak Sapi Kambing Ikan Telur Itik Hasil Panen Gambar 4.1 Presentase Penjualan PT. QCC Periode Maret Desember 2004 Neraca Neraca PT. QCC per 31 Desember 2004 dapat dlihat pada lampiran 6. Berdasarkan laporan keuangan diatas tim penulis melakukan analisa keuangan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yang

15 64 telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Rasio-rasio tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Analisa Laporan Keuangan PT. QCC Ratio 2004 Current Ratio 0.21 Quick Ratio 0.12 Debt Ratio 1.04 Inventory Turnover 1.14 Account Receivable Turnover 1.60 Gross Profit Margin (0.79) Net Profit Margin (1.10) ROA (0.12) ROE (1.49) Dari tabel rasio diatas dapat dilihat bahwa pro forma PT. QCC adalah sebagai berikut: Berdasarkan rasio likuiditas (current ratio dan quick ratio), total aset PT. QCC yang tersedia saat ini belum dapat memenuhi kewajiban lancarnya. Berdasarkan rasio solvabilitas (debt ratio), total aset PT. QCC yang tersedia saat ini merupakan hutang kepada pihak kedua. Berdasarkan rasio aktivitas (inventory dan account receivable turnover), terlihat bahwa keefektifan PT. QCC dalam mengelola persediaan maupun piutangnya masih kurang baik. Berdasarkan rasio profibilitas (Gross Profit Margin, Net Profit Margin, ROA dan ROE), secara keseluruhan PT. QCC belum

16 65 dapat menghasilkan kuntungan dari unit-unit usahanya. Hal ini terlihat dari rasio-rasio profibilitasnya yang masih bernilai negatif. IV.3.5 Kekuatan dan Kelemahan PT. QCC Berdasarkan analisis tim penulis terhadap lingkungan internal PT. QCC, maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan yang dimiliki oleh PT. QCC adalah : 1. Pemilik mempunyai pinjaman modal yang cukup besar dan lunak. 2. Pemenuhan sendiri atau melibatkan masyarakat sekitar (sistem plasma) untuk pakan ternak. 3. Jaringan pemasaran yang luas dan sudah memasuki pasar modern yaitu hypermarket. 4. Memiliki badan hukum perusahaan. Sedangkan kelemahan yang dimiliki oleh PT. QCC adalah : 1. Kurang adanya kontrol, baik dalam proses bisnisnya dalam hal pencatatan persediaan maupun pencatatan keuangan. 2. SDM yang kurang mencukupi. 3. SDM yang kurang memiliki keahlian dalam bidang agrobisnis 4. Diversifikasi unit usaha yang terlalu cepat sehingga keuntungan masih belum dapat diperoleh dan menjadi tidak fokus bahkan tidak disertai studi kelayakan bisnis yang baik.

17 66 5. Revenue perusahaan masih berfokus pada dua unit usaha saja yaitu penggemukan sapi dan ikan. 6. Pemasok untuk beberapa unit usaha belum tetap. IV.4 Analisis Lingkungan Eksternal Analis lingkungan eksternal dilakukan untuk mendapatkan peluang dan ancaman PT. QCC yang akan menjadi landasan bagi tim penulis untuk menentukan strategi yang akan dilakukan oleh PT. QCC IV.4.1 Tingkat Inflasi Indonesia Tingkat inflasi yang terjadi pada tentunya sangat mempengaruhi kegiatan setiap usaha tidak terkecuali industri agrobisnis. Adapun dampak inflasi ini terhadap kegiatan utama operasional dari industri ini adalah memberikan dua sisi pengaruh yang berbeda, pengaruh tersebut dapat berdampak positif dan juga dapat berdampak negatif. Jika dilihat dari sisi positifnya adanya kenaikan tingkat inflasi terutama yang terjadi musiman pada hari-hari raya akan berakibat pada naiknya harga jual dari produk-produk peternakan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat revenuenya. Tetapi pada sisi yang lainnya dengan meningkatnya tingkat inflasi dapat berakibat negatif pada kegiatan operasional sehari-hari seperti

18 67 untuk biaya transportasi maupun operasional lainya meningkat yang pada akhirnya kenaikan tingkat revenue yang terjadi diiringi dengan meningkatnya tingkat biaya operasional. Perkembangan tingkat inflasi itu sendiri untuk jangka waktu terdapat ketidakstabilan, yang secara lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3 Tingkat Inflasi Tahunan Indonesia ( ) Tahun Tingkat Inflasi Sumber : Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 1999 tingkat inflasi tahunan di Indonesia sangatlah rendah dengan angka 2,01 tetapi pada tahun 2000 meningkat tinggi menjadi 9,35 dan kemudian terus meningkat pada tahun 2001 menjadi 12,55. Kemudian tahun 2002 dan 2003 tingkat inflasi cenderung menurun kembali menjadi dan Dan data terakhir untuk tahun 2004 tingkat inflasi cenderung meningkat kembali menjadi Sedangkan untuk inflasi bulanan sepanjang tahun 2004 dapat dilihat pada tabel berikut:

19 68 Tabel 4.4 Tingkat Inflasi Bulanan Tahun 2004 (%) B ulan Inflasi Januari 0.57 Februari 0.02 Maret 0.36 April 0.97 Mei 0.88 Juni 0.48 Juli 0.39 A gustus 0.09 September 0.02 Oktober 0.56 November 0.09 Desember 1.04 Sumber : Proyeksi dari tingkat inflasi untuk tahun yang dikeluarkan pemerintah Indonesia, sebagai berikut : Tabel 4.5 Proyeksi Tingkat Inflasi (%) Tahun Proyeksi Inflasi Sumber: www. suarakarya- online.com (22 Januari 2005) Dari gambaran proyeksi diatas terlihat bahwa pemerintah berusaha tiap tahunnya menurunkan tingkat inflasi secara bertahap untuk 5 tahun kedepan. Proyeksi diatas tentu saja dapat berubah pada pada waktu tahap implementasi karena beberapa faktor tertentu seperti harga bahan bakar, tingkat suku bunga dan lainnya seperti terjadinya

20 69 bencana alam yang tak terduga seperti yang terjadi di Aceh dan Sumut yang dapat menambah tingkat inflasi yang telah diproyeksikan. Dampak kenaikan bahan bakar itu sendiri terhadap tingkat inflasi menurut Bank Indonesia (Kompas, 3 Febuari 2005), kenaikan satu persen pada harga bahan bakar akan menambah tingkat inflasi sebesar 0,02 persen pada putaran pertama dan persen pada putaran kedua. Sedangkan menurut BPS (Kompas, 3 Febuari 2005), kenaikan harga bahan bakar sebesar 65 persen akan menambah tingkat inflasi sebesar antara 0.37 persen dan 0.5 persen. IV.4.2 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi tentunya sangat mempengaruhi keadaan ekonomi sehingga dapat menciptakan suatu iklim usaha yang kondusif bagi dunia usaha. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri pada tahun 2004 mencapai 5 persen. Pada awal tahun ini Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan proyeksi dari pertumbuhan ekonomi untuk 5 tahun kedepan. Proyeksi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

21 70 Tabel 4.6 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi (%) Pertumbuhan Tahun Ekonomi Sumber: www. suarakarya- online.com (22 Januari 2005) Dari proyeksi tabel diatas terlihat bahwa pemerintah Indonesia mentargetkan untuk 5 tahun kedepan tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai diatas 7 persen. Dengann asumsi ini tentunya para pelaku usaha akan semakin mendapatkan lingkungan ekonomi yang semakin positif dan semakin menumbuhkan dunia usaha yang semakin kompetitif. IV.4.3 Pendapatan per Kapita (GDP per Kapita) Tingkat pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2004 mencapai Rp. 7,626 juta. Sedangkan untuk 5 tahun kedepan pemerintah Indonesia telah mentargetkan pada masa akhir tahun ini paling tidak akan tercapai tingkat pendapatan per kapita untuk penduduk Indonesia Rp. 9,914 per kapita. Dengan proyeksi ini diharapkan tentunya dapat menjadi pemicu bagi para pelaku usaha karena semakin terbuka lebarnya kemapuan membeli dari pasar

22 71 konsumennya. Data lengkap dari proyeksi pendapatan per kapita ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.7 Proyeksi GDP per Kapita (%) Proyeksi GDP Tahun Per Kapita Sumber: www. suarakarya- online.com (22 Januari 2005) IV.4.4 Produk Domestik Bruto (PDB) Peternakan Indonesia Sumbangan PDB peternakan terhadap PDB Nasional pada kurun waktu cenderung stabil. Sumbangan nilai PDB peternakan terhadap PDB nasional tidak terdapat perubahan yang signifikan. Perkembangan PDB peternakan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.8 PDB Peternakan Terhadap PDB Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (dalam %) Tahun PDB Peternakan Terhadap PDB Nasional Sumber : Buku Statistik Pertanian Tahun 2003

23 72 Sedangkan nilai PDB peternakan itu sendiri untuk kurun waktu dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.9 PDB Peternakan Atas Dasar Harga Berlaku (dalam Miliar Rupiah) Tahun PDB Peternakan , , , , , , Sumber : Buku Statistik Pertanian Tahun 2003 Untuk tabel-tabel diatas pada tahun 2003 dan 2004 perhitungan yang dilakukan BPS masihlah bersifat sementara tetapi paling tidak dari nilai PDB tersebut dapat dilihat tendensi dari perkembangan industri peternakan dan hasil-hasilnya di Indonesia yaitu jika dilihat dari nilai PDB itu sendiri peternakan dan hasil-hasilnya mengalami kenaikan secara konstan tiap tahunnya walaupun untuk kontribusinya terhadap PDB nasional cenderung stabil setiap tahunnya.. IV.4.5 Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan Indonesia Produk domestik bruto perikanan pada kurun waktu terdapat kecenderungan meningkat, walaupun terjadi penurunan

24 73 pada tahun 2004 Data lengkap nilai PDB perikanan untuk kurun waktu dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.10 PDB Perikanan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun PDB Perikanan , , , , , Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan IV.4.6 Peraturan Peraturan Pemerintah Mengenai Agrobisnis Adanya globalisasi perdagangan seperti WTO, AFTA dan APEC menjadi peluang pasar yang luar biasa besar bagi industri agrobisnis di Indonesia, tetapi hal ini tentunya juga dapat menjadi ancaman terhadap industri ini jika para pengusaha lokal tidak dapat mengantisipasi dan memanfaatkan peluang ini. Untuk meningkatkan daya saing industri lokal yang bergerak di bidang agrobisnis, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan-peraturan seperti dibawah ini: 1. Keputusan Presiden RI Nomor 118 tahun 2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu bagi Penanaman Modal perubahan atas Keputusan 96 tahun 1998 Keputusan ini menetapkan antara lain;

25 74 bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanaman modal yang terdiri dari : a. Daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal yang dalam modal perusahaan ada pemilikan warga negara asing dan atau Badan Hukum Asing. Terdiri dari 8 jenis bidang usaha b. Daftar Bidang Usaha yang terbuka dengan persyaratan patungan antara modal asing dan modal dalam negeri terdiri dari 9 jenis bidang usaha. 2. Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Ketentuan ini merupakan petunjuk pelaksanaan dari UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pada prinsipnya kewenangan penanaman modal sesuai aturan ini akan berada pada daerah Kabupaten/Kota. 3. Keputusan Presiden No 99 tahun 1998 tentang Bidang/Jenis Usaha yang dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan Syarat Kemitraan. Keputusan ini antara lain menetapkan; Bidang/Jenis Usaha Yang dicadangkan Untuk Usaha Kecil yang terdiri dari 33 bidang/jenis usaha serta bidang/jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan Syarat Kemitraan yang terdiri dari 26 bidang/jenis usaha. Kebijakan ini

26 75 bertujuan untuk; meningkatkan peran serta Usaha Kecil dibidang penanaman modal dalam rangka pemerataan usaha dan kepemilikan asset produktif serta mewujudkan Usaha Kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri a. Sesuai Keputusan Presiden ini bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dibidang peternakan adalah peternakan ayam buras. b. Bidang/jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan dalam peternakan ayam ras pedaging dan petelur, peternakan sapi potong, peternakan domba, peternakan kambing, babi dan sapi perah. 4. Undang-Undang No 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, mengatur antara lain a) Memperluas sumber pendanaan untuk sektor usaha kecil, b) Meningkatkan akses permodalan, c) Memberikan kemudahan dan memperkuat struktur permodalannya. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil meliputi bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi.

27 76 6. Peraturan Pemerintah Nomor 148 tahun 2000, tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah-Daerah Tertentu. 7. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam rangka penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Untuk jenis-jenis usaha yang dilindungi tersebut diatas dapat dilihat pada lampiran 7. IV.4.7 Industri Agrobisnis Saat Ini Pada dasarnya pemain pada industri ini sangatlah banyak dengan skala yang kecil dan pada skala industri. Menurut data BPS perusahaan peternakan mencakup perusahaan ternak besar dan kecil dan meliputi kegiatan utamanya budidaya ternak dan pembibitan ternak. Tabel berikut menunjukkan data statistik dari perusahaan peternakan yang ada di Indonesia:

28 77 Tahun Tabel 4.11 Pertumbuhan Perusahaan Ternak di Indonesia Perusahaan Ternak Budidaya Perusahaan Ternak Pembibitan Total Sumber : BPS Sedangkan untuk perusahaan peternakan yang ada di Indonesia itu sendiri berdasarkan bentuk badan hukumnya adalah sebagai berikut : Tabel 4.12 Data Statistik Bentuk Badan Usaha Peternakan di Indonesia Tahun Perusahaan Perorangan Perusahaan Perseroan Terbatas Sumber : BPS Dari data diatas terlihat bahwa di Indonesia hampir sebagian besar peternakan yang ada adalah berbentuk perusahaan perseorangan dalam artian merupakan peternakan tradisional. Sedangkan untuk perusahaan yang bergerak pada bidang pembenihan ikan menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, Total kebutuhan benih ikan air tawar di Jabar yang mencapai 17 miliar ekor setiap bulannya, sementara persediaan benih hanya mencapai 13

29 78 miliar ekor, sehingga sisanya harus didatangkan dari daerah lain (Bisnis Indonesia, 4 Juni 2002). Sehingga usaha pembenihan dan pembesaran ikan air tawar unggulan yaitu ikan mas, gurame dan nila sejauh ini masih sangat terbatas dalam menopang pertumbuhan bisnis budi daya pada sejumlah sentra perikanan. IV.4.8 Kompetitor Pada Industri Agrobisnis Untuk wilayah Bogor sendiri terutama daerah Ciampea dan Leuwiliyang pesaing utama saat ini adalah beberapa peternakanpeternakan tradisional maupun kolam pemeliharaan ikan air tawar yang berlokasi didaerah Ciampea dan sekitarnya. Sedangkan untuk produk daging sendiri terdapat satu perusahan besar yaitu PT. Karawaci 99 farm yang yang berlokasi di Cibodas, Bogor dan memiliki pusat operasi di Karawaci. Perusahaan peternakan ini berfokus pada sapi ternak siap potong untuk peternakan yang berada di Cibodas dan tentunya dengan pengalaman yang lebih dimiliki oleh pihak perusahaan dapat menjadi ancaman tersendiri bagi perusahaan yang bergerak pada bidang yang sama. Untuk pemasaran produk tentunya para supplier ikan maupun daging segar yang selama ini telah bekerjasama dengan banyak pasar modern seperti hypermarket menjadi ancaman tersendiri bagi para pengusaha dibidang agrobisnis. Selain itu juga daging impor walaupun

30 79 tidak terlalu signifikan angkanya pada pola konsumsi masyarakat Indonesia tetap perlu diperhitungkan sebagai ancaman pada industri peternakan saat ini. IV.4.9 Kerentanan Terhadap Penyakit Daerah Jabar menurut data Departemen Pertanian (Statistik Peternakan 2003, p. 58, 2003), tercatat pada tahun 2002 terdapat kasus pada hewan ternak 211 kasus penyakit brucelllosis, kasus penyakit infectious bursal disease dan kasus penyakit newcastle disease. Sedangkan untuk kasus penyakit Anthrax pada hewan ternak sapi maupun kambing untuk kasus di daerah kabupaten Bogor menurut data di Dinas Peternakan Kabupaten Bogor tercatat hanya Kec. Babakan Madang, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Cariu, dan Gunungsindur yang terdapat epidemi dari penyakit ini. Untuk ternak itik penyakit yang biasanya menjangkiti adalah jenis penyakit flu unggas. Jenis penyakit ini bahkan menurut beberapa literatur itik merupakan sumber dari penyakit ini dan dapat menulari hewan unggas lainnya seperti ayam dan bahkan dapat menular pada manusia. Sedangkan untuk ikan tawar sendiri yang banyak dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan agrobisnis adalah adanya beberapa masalah penyakit pada ikan air tawar. Bahkan pada tahun

31 terdapat virus misterius pada ikan yang sempat menjangkiti ikan air tawar. Virus ini tidak hanya menyerang kolam pemeliharaan yang berlokasi didaerah Jawa Barat tetapi sampai dengan daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sampai saat ini jenis virus tersebut belum diketemukan penyebabnya maupun pengobatannya. IV.4.10 Konsumen Saat Ini Pasar bagi produk-produk perternakan saat ini dapat terjadi melalui banyak saluran. Konsumen bagi produk-produk peternakan dapat merupakan konsumen individual, pedagang (penjagal) maupun konsumen yang berada di pasar tradisional maupun modern Adapun mengenai pasar tradisional dan modern pada perkembangannya di Indonesia pasar tradsional semakin tergeser dengan keberadaan pasarpasar modern ini. Menurut data AC Nielsen pertumbuhan pasar tradisional hanya -8,01 persen sedangakan pasar modern mencapai 31,4%. Untuk produk segar sendiri seperti daging dan ikan pasar modern memiliki peluang yang besar untuk menjadi tempat pemasaran produk-produk ini walaupun masih menurut AC Nielsen saat ini konsumen di Indonesia maupun Asia Pasifik mesih menyukai pasar tradisional sebagai tempat membeli bahan makanan segar tetapi kedepannya tidak tertutup kemungkinan akan semakin besarnya proporsi konsumen yang membeli bahan makanan segar dipasar-pasar

32 81 modern. Dari penjelasan diatas adapun pasar ataupun konsumen bagi produk-produk peternakan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Pasar Modern (Hypermarket) Industri ritel terutama hypermarket tentunya telah menjadi pasar potensial tersendiri bagi pekembangan industri agrobisnis. Hal ini dapat terjadi karena hypermarket dengan perputaran produk segarnya yang cepat dan menjangkau konsumen yang lebih besar mampu menyerap produk-produk peternakan dalam skala besar terutama untuk produk daging dan ikan segar. Kelemahan dari hypermarket sebagai tempat pemasaran produk-produk agrobisnis adalah pada produk daging sapi pihak hypermarket hanya menyerap beberapa bagian tertentu saja dari daging sapi (karkas) sehingga beberapa bagian dari sapi haruslah dicari tempat penjualan lainnya dan untuk produk ikan segar kecacatan ikan (ikan tawar hidup) baik itu berupa luka dibadan ikan maupun lainnya menjadi masalah yang sangat penting dalam proses pembeliannya ikan oleh pihak hypermarket. Selain itu juga perusahaan peternakan yang mau memasarkan poduknya ke hypermaket haruslah menjaga kualitas dari produk yang mereka tawarkan karena dapat berakhir dengan ditolaknya produk oleh pihak hypermarket.

33 82 Sehingga disini pengepakan menjadi faktor penting jika ingin menawarkan poduk peternakan ke pasar ini. 2. Pasar Tradisional Pasar tradisional merupakan pasar yang selama ini sebagai tempat pemasaran produk-produk agrobisnis baik daging, ikan maupun telur dan hal ini pada umumnya dilakukan melalui: Membuka kios sendiri didalam area pasar Menjual daging ke penjual daging 3. Penjagal (pedagang) Penjualan kepada penjagal biasanya berbentuk sapi atau kambing utuh. Penjagal inilah yang memasarkan daging dari pembelian sapi atau kambing utuh tersebut kepasar tradisional karena mereka juga pada umumnya memiliki kios sendiri untuk menjual hasil dagingnya kepasar tradisional. 4. Individual Penjualan terhadap konsumen individual pada umumnya terjadi pada musim tertentu yaitu pada hari raya Idul Adha. Selain itu pembelian oleh konsumen individual ini biasanya hanya dalam skala kecil karena untuk keperluan berkurban atau keperluan lainnya.

34 83 IV.4.11 Pertumbuhan Konsumsi Produk-Produk Agrobisnis IV Tingkat Konsumsi Daging Tahun Konsumsi daging sapi pada total konsumsi daging di Indonesia mencapai 84,83% ( Tri Satya Putri, 2002). Tingkat konsumsi daging untuk Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta itu sendiri pada kurun waktu lima tahun terakhir cenderung meningkat. Untuk lima tahun kedepan dengan mengikuti asumsi semakin meningkatnya pendapatan perkapita penduduk Indonesia tentunya diharapkan akan semakin meningkatkan juga tingkat konsumsi daging untuk Propinsi Jawa Barat maupun DKI Jakarta. Adapun data lengkap dari tingkat konsumsi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.13 Tingkat Konsumsi Daging Jawa Barat Jawa barat Jumlah (Ton) Per Kapita (Kg) , , , , , Sumber : Buku Statistik Pertanian Tahun 2003

35 84 Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa konsumsi daging penduduk Propinsi Jawa Barat cenderung meningkat dilihat dari jumlah per ton maupun per kapita per kg. Dan hal ini juga terlihat pada tingkat konsumsi penduduk DKI Jakarta. Selain itu jika dilihat dari tingkat konsumsi perkapitanya penduduk DKI Jakarta memiliki tingkat konsumsi yang lebih tinggi dibanding penduduk Propinsi Jawa Barat sehingga DKI Jakarta dapat menjadi pasar potensial tersendiri bagi industri agrobisnis. Tabel 4.14 Tingkat Konsumsi Daging DKI Jakarta Tahun DKI Jakarta Jumlah (Ton) Per Kapita (Kg) , , , , , Sumber : Buku Statistik Pertanian Tahun 2003 IV Tingkat Konsumsi Ikan Sedangkan untuk tingkat konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia juga terdapat kecenderungan meningkat per tahunnya. Tentunya dengan kecenderungan ini pasar konsumen ikan dapat

36 85 juga menjadi pasar potensial bagi perusahaan yang bergerak di bidang agrobisnis. Tabel 4.15 Tingkat Konsumsi Ikan di Indonesia Tahun Konsumsi (Kg) Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan IV Tingkat Konsumsi Telur Untuk konsumsi telur pada umumnya telur ayam masih merupakan yang utama dalam pasar ini. Telur itik ini biasanya diolah kembali mejadi telur asin. Adapun adanya keterbatasan dalam konsumsi telur itik bagi sebagian masyarakat Indonesia dikarenakan: Jumlah masih terbatas Harga lebih mahal Untuk nilai statistik tingkat konsumsi telur (telur ayam dan itik) dapat dilihat pada tabel berikut ini:

37 86 Tabel 4.16 Tingkat Konsumsi Telur Per Kapita Tahun Telur Sumber : Buku Statistik Pertanian Tahun 2003 IV.4.12 Potensi Perkembangan Usaha di Industri Agrobisnis IV Agroindustri Pada dasarnya industri agrobisnis dapat dikembangkan menjadi agroindustri. Dimana usaha perusahaan menjadi bersifat hulu ke hilir. Hal ini dapat terjadi karena pada agroindustri kegiatan on farm dan off farm tergabung dalam suatu kesatuan usaha. Pada industri ini tentunya pengolahan jadi dari hasil-hasil agroindustri seperti daging sapi segar, daging unggas maupun perikanan dapat lebih menambah nilai bagi produk-produk agroindustri tersebut. Apalagi untuk pengolahan hasil produk-produk segar seperti daging sapi, unggas maupun ikan mempunyai kesempatan usaha yang sangat menjanjikan saat ini, dimana semakin bergesernya pola kehidupan masyarakat ke pola kehidupan yang serba praktis. Sehingga disini pengolahan makanan siap jadi

38 87 merupakn pasar potensial bagi perkembangan agrosbinis menjadi agroindustri. Beberapa pengolahan dari hasil-hasil agrobisnis ini dapat berupa usaha-usaha berikut ini: 1. Daging sapi Pengolahan dari hasil pemotongan sapi yang berupa daging segar dapat diolah menjadi produk jadi seperti bakso sapi, sosis sapi, daging-daging olahan seperti daging asap, daging beef burger. 2. Daging unggas Pengolahan dari daging unggas terutama ayam dapat berupa nugget daging ayam,bakso ayam dan sosis ayam. 3. Daging Ikan Pengolahan dari daging ikan terutama ikan laut dapat berupa bakso ikan dan nugget ikan. 4. Buah-buahan Pengolahan dari hasil perkebunan buah dapat berupa keripik buah maupun buah kalengan. IV Agrowisata Perkembangan ekonomi dan persaingan secara global tentunya mendorong para pelaku usaha di industri agrobisnis untuk

39 88 menambah jasa ataupun produk yang dapat ditawarkan ke pasar. Dari sekian banyak perkembangan dari industri agrobisnis ini adalah agrowisata. Agrowisata merupakan pasar baru yang dapat dikembangkan sebagai jalur tambahan pendapatan selain itu juga sebagai area pemasaran baru bagi produk-produk agrobisnis. Di Jawa Barat sendiri beberapa lokasi agrowisata yang menarik adalah Taman Bunga Nusantara dan peternakan Ayam Pelung di Cianjur serta Kebun Wisata Pasir Mukti di Citeurup. Adapun untuk menambah bisnis ini tidak membutuhkan investasi tambahan yang besar dalam perkembangannya. Para pelaku usaha di industri agrobisnis cukup menambah beberapa fasilitas pendukung baik secara fisik maupun sumber daya manusia untuk mendukung perkembangan usahanya dengan agrowisata. IV Pertanian Organik Seiring tumbuhnya kesadaran dikalangan konsumen akan bahaya bahan kimiawi pada sayuran dan buah-buahan maka semakin besar juga peluang untuk perkembangan pertanian organik. Di Indonesia sendiri produksi pertanian organik diperkirakan akan tumbuh 10% per tahunnya dan bahkan harga jual dari produk ini mencapai 3-4 kali lipat dari harga sayuran dan buah-buahan hasil pertanian konvensional biasa. Selain itu perkembangan hasil

40 89 pertanian organik juga didukung semakin banyaknya supermarket ataupun outlet yang menjadi tempat penjualan bagi hasil pertanian ini. Sehingga dengan keadaan seperti ini tentunya merupakan suatu peluang besar bagi para pengusaha hasil tani untuk melakukan pertanian organik. IV.4.13 Peluang dan Ancaman PT. QCC Berdasarkan analisis lingkungan eksternal yang dilakukan oleh tim penulis, maka dapat disimpulkan bahwa peluang dari PT. QCC dalam industri ini adalah : 1. Pasar yang semakin luas untuk produk-produk agrobisnis 2. Semakin terbukanya peluang usaha yang dapat dikembangkan pada industri agrobisnis. 3. Adanya perundang-undangan yang melindungi peternakan lokal 4. Tingkat GDP masyarakat yang diproyeksikan akan meningkat secara konstan untuk 5 tahun kedepan 5. Tingkat konsumsi daging maupun ikan yang memiliki kecenderungan meningkat tiap tahunnya 6. Pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan akan terus meningkat untuk 5 tahun kedepan

41 90 Sedangkan ancaman yang dihadapi oleh PT. QCC adalah sebagai berikut : 1. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor peternakan maupun perikanan hal ini terlihat dari pertumbuhann PDB kedua sektor ini yang relatif tidak terdapat perubahan yang signifikan tiap tahunnya. 2. Walaupun telah diproyeksikan tingkat inflasi akan terus menurun untuk 5 tahun kedepan tetapi masih ada kecenderungan ketidakstbilan tiap tahunnya. 3. Masih kurangnya perusahaan penyokong industri agrobisnis. 4. Adanya ancaman pada penyakit hewan. IV.5 Analisis Perancangan Strategi IV.5.1 Tahap Input IV Matriks IFE Pada matriks ini kami menganalisis keadaan lingkungan perusahaan saat ini. Adapun matriks tersebut sebagai berikut:

42 91 KEKUATAN FAKTOR-FAKTOR INTERNAL KUNCI BOBOT PERINGKAT NILAI YANG DIBOBOT 1. Pemilik memiliki pinjaman modal yan besar dan lunak Penerapan sistem plasma untuk pakan ternak Jaringan pemasaran luas sudah memasuki pasar modern yaitu hypermarket Memiliki badan hukum perusahaan Lokasi yang strategis untuk pemasaran produk kepasar-pasar tradisional KELEMAHAN 0 1. Kurang adanya kontrol, baik dalam proses bisnisnya maupun keuangan SDM yang kurang mencukupi SDM yang kurang memiliki keahlian dalam bidang agrobisnis Diversifikasi unit usaha yang terlalu cepat,tidak fokus Revenue perusahaan masih berfokus pada dua unit usaha Pemasok untuk beberapa unit usaha belum tetap Gambar 4.2 Matriks IFE PT. QCC Dari hasil matriks IFE didapat total nilai yang dibobot adalah sebesar Hal ini berarti kekuatan dan kelemahan PT. QCC masih dibawah rata-rata. IV Matriks EFE Pada matriks ini kami menganalisis keadaan lingkungan perusahaan saat ini. Adapun matriks tersebut sebagai berikut:

43 92 FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL KUNCI BOBOT PERINGKAT NILAI YANG DIBOBOT PELUANG 1. Semakin terbukanya peluang usaha yang dapat dikembangkan di Industri Agrobisnis Adanya perundang-undangan yang melindungi peternakan lokal Tingkat GDP diproyeksikan meningkat untuk 5 tahun kedepan Tingkat konsumsi berkecenderungan meningkat tiap tahunnya Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan meningkat untuk 5 tahun kedepan ANCAMAN 1. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor peternakan&perikanan Masih adanya kecenderungan ketidakstabilan tingkat inflasi tiap tahunnya Masih kurangnya perusahaan penyokong industri agrobisnis Adanya ancaman pada penyakit hewan Kompetitor yang semakin meningkat setiap tahunnya Gambar 4.3 Matriks EFE PT. QCC Dari hasil matriks EFE didapat total nilai yang dibobot adalah sebesar 2.6, hal ini berarti PT. QCC dalam memanfaatkan kesempatan dan menghindari ancaman yang ada pada lingkungan eksternal perusahaan saat ini diatas rata-rata. IV.5.2 Tahap Pencocokan IV Matriks IE Matriks ini disusun berdasarkan hasil nilai pembobotan pada matiks IFE dan EFE. Matriks IE dari PT. QCC beserta strategi-strategi alternatif yang didapat pada matriks ini adalah sebagai berikut:

44 93 TOTAL NILAI IFE YANG DIBOBOT Kuat Rata-Rata Lemah T O T A L E F E Y A N G D I B O B O T Tinggi I II III Sedang IV V VI Rendah VII VII IX : Posisi QC saat ini pada kuadran V (IFE : 2,35 EFE : 2,6) Gambar 4.4 Matriks IE PT. QCC Dari hasil matriks diatas terlihat bahwa posisi QC saat ini terletak pada kuadran V dan beberapa strategi alternatif untuk memelihara dan mempertahankan apa yang dimiliki perusahaan saat ini dan yang dapat dijalankan PT. QCC berdasarkan posisinya pada kuadran matriks IE adalah: 1. Penetrasi Pasar Penetrasi pasar pada umumnya dilakukan dengan usaha pemasaran yang lebih gencar seperti

45 94 meningkatkan iklan, promosi penjualan maupun tenaga penjual. Tetapi pada industri agrobisnis hal yang dapat dilakukan dengan hanya dengan cara menambah kapasitas usaha dan sumber daya untuk meningkatkan penjualan produk. Hal ini dilakukan karena pada industri agrobisnis iklan masih merupakan hal yang sulit untuk dilakukan selain terlalu memakan biaya, produk yang ditawarkan bersifat generik. 2. Pengembangan Produk Pengembangan produk dapat dilakukan dengan memodifikasi ataupun memperbaiki produk yang sudah ada. Dalam konteks industri agrobisnis hal yang mungkin dilakukan adalah mengolah lebih lanjut hasil industri menjadi produk yang siap untuk langsung dikonsumsi. IV Matriks TOWS Matriks TOWS ini dibuat berdasarkan kekuatan-kelemahan, kesempatan dan ancaman dari lingkungan ekternal dan internal PT. QCC. Adapun

46 95 bentuk matriksnya beserta strategi-strategi alternatif yang dapat dilakukan PT. QCC adalah sebagai berikut: KEKUATAN (STRENGHTS) 1. Pemilik mempunyai pinjaman modal yang besar dan lunak 2. Penerapan sistem plasma untuk pakan ternak 3. Jaringan pemasaran sudah memasuki pasar modern yaitu hypermarket 4. Memiliki badan hukum perusahaan 5. Lokasi yang strategis untuk pemasaran produk kepasar-pasar tradisional KELEMAHAN (WEAKNESSES) 1. Kurang adanya kontrol dalam proses bisnis maupun keuangan 2. SDM yang kurang mencukupi 3. SDM yang kurang memiliki keahlian dalam bidang agrobisnis 4. Diversifikasi unit usaha yang terlalu cepat,tidak fokus 5. Revenue perusahaan masih berfokus pada dua unit usaha 6. Pemasok untuk beberapa unit usaha belum tetap PELUANG (OPPORTUNITIES) STRATEGI SO STRATEGI WO 1. Semakin terbukanya peluang usaha yang dapat dikembangkan di Industri Agrobisnis Menambah kapasitas perusahaan Fokus pada core bussiness, 2. Adanya perundang-undangan yang tutup bussiness development melindungi peternakan lokal Memperluas pasar bagi perusahaan 3. Tingkat GDP diproyeksikan meningkat (S1,S3,O1,O3,O4, O5) (W5,W6,O1,O3,O4,O5) untuk 5 tahun kedepan 4. Tingkat konsumsi berkecenderungan meningkat tiap tahunnya 5. Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan meningkat untuk 5 tahun kedepan ANCAMAN (THREATS) STRATEGI ST STRATEGI WT 1. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor peternakan&perikanan Melakukan integrasi kebelakang Bekerja sama dengan peternak lain 2. Masih adanya kecenderungan ketidakstabilan tingkat inflasi tiap tahunnya. (S1,T3, T5) untuk pengadaan produk (bibit) 3. Masih kurangnya perusahaan penyokong industri agrobisnis. (W6, T3,T5) 4. Adanya ancaman pada penyakit hewan. 5. Kompetitor yang semakin meningkat setiap tahunnya Gambar 4.5 Matriks TOWS PT. QCC Dari hasil matriks diatas terlihat bahwa beberapa strategi alternatif yang dapat dilakukan PT. QCC berdasarkan kekuatan-kelemahan yang dimiliki

47 96 perusahaan dan kesempatan-ancaman yang dihadapi adalah sebagai berikut: 1. Strategi SO (Kekuatan Kesempatan) Pada strategi ini beberapa strategi alternatif yang dapat dijalankan PT. QCC adalah menambah kapasitas perusahaan dan memperluas pasar perusahaan. Strategi alternatif ini berdasarkan dua kekuatan perusahaan yang dimiliki saat ini yaitu memiliki pinjaman modal yang besar dan lunak dalam menjalankan usahanya dan memiliki jaringan pemasaran yang luas ke hypermarket untuk memanfaatkan kesempatan yang ada pada industri yaitu semakin terbukanya peluang usaha yang dapat dikembangkan pada industri dan kesempatan ekonomi yang berupa adanya proyeksi pada tingkat GDP dan pertumbuhan ekonomi yang akan terus meningkat untuk 5 tahun kedepan serta tingkat konsumsi masyarakat Indonesia pada beberapa produk-produk agrobisnis yang cenderung meningkat pada kurun waktu lima tahun terakhir. 2. Strategi WO (Kelemahan Kesempatan)

48 97 Pada strategi ini, strategi alternatif yang dapat dijalankan PT. QCC adalah fokus pada core business saat ini, tutup beberapa business development yang pada masa satu tahun operasionalnya belum menunjukkan hasil bagi perusahaan. Strategi ini berdasarkan kelemahan perusahaan yang terlalu cepat melakukan diversifikasi sehingga menjadi tidak fokus serta adanya lini usahanya terutama business development yang terbengkalai sehingga hanya menambah beban operasional perusahaan. Sehingga diharapkan dengan strategi fokus pada core business ini PT. QCC dapat mengurangi kelemahan saat ini dan dapat memanfaatkan kesempatan yang ada pada industri seperti pada strategi SO yaitu semakin terbukanya pasar agrobisnis menjadi agroindustri dan kesempatan ekonomi yang berupa adanya proyeksi pada tingkat GDP dan pertumbuhan ekonomi yang akan terus meningkat untuk 5 tahun kedepan serta tingkat konsumsi masyarakat Indonesia pada beberapa produk-produk agrobisnis yang

49 98 cenderung meningkat pada kurun waktu lima tahun terakhir. 3. Strategi ST (Kekuatan Ancaman) Pada strategi ini strategi alternatif yang dapat dijalankan adalah melakukan integrasi kebelakang. Hal ini dimaksudkan untuk menanggulangi ancaman yang dapat memberikan imbas pada operasional perusahaan yaitu masih kurangnya industri penyokong terutama untuk produk ikan tawar yang saat ini merupakan pendapatan utama kedua setelah sapi pada PT. QCC dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki saat ini yaitu memiliki pinjaman modal yang besar dan lunak. 4. Strategi WT (Kelemahan Ancaman) Strategi alternatif pada strategi WT adalah bekerjasama dengan perusahaan lain untuk pengadan produk (bibit). Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi kelemahan saat ini dalam hal belum memiliki supplier tetap untuk penyokong produk utamanya dalam usahanya untuk menghadapi ancaman masih kurangnya industri penyokong agrobisnis dan semakin meningkatnya

50 99 jumlah kompetitor tiap tahunnya. Dengan kerjasama ini paling tidak PT. QCC dapat mengandalkan mitra usaha untuk bekerjasama dalam penyediaan produk (bibit) sehingga dapat memenuhi permintaan dan juga memperkokoh posisinya diantara para kompetitor. IV Matriks Grand Strategy Matriks grand strategy ini dibuat berdasarkan keadaan pertumbuhan pasar yang terjadi pada industri agrobisnis dan posisi bersaing PT. QCC saat ini. Berdasarkan matriks grand strtaegy posisi PT. QCC adalah terletak pada kuadran IV. Hal ini berdasarkan posisi bersaing yang dilihat dari nilai EFE yang diatas rata-rata yaitu sebesar 2.6 dan pertumbuhan industri yang cenderung lambat berdasarkan pertumbuhan nilai PDB pada kurun waktu 5 tahun. Adapun strategi-strategi alternatif yang dapat dijalankan adalah: a. Diversifikasi Konsentrik b. Diversifikasi Horizontal c. Diversifikasi Konglomerat d. Usaha patungan

51 100 Tetapi dalam konteks posisi PT. QCC saat ini diversifikasi horizontal dan diversifikasi konglomerat merupakan strategi yang tidak cocok untuk perusahaan karena kedua strategi ini menambah produk baru yang sama sekali tidak berkaitan dengan industri produk yang sebelumnya telah dimiliki, sehingga strategi alternatif yang paling sesuai adalah melakukan diversifikasi kosentrik dan usaha patungan dengan perusahaan lain. Hal ini mungkin dapat dilakukan dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan akan produk (bibit) untuk memenuhi permintaan yang semakin besar pada produkproduk utamanya dan juga untuk menambah produk baru tetapi berkaitan pada industri yang pertumbuhnanya cenderung lambat. Adapun matriks dari grand strategy PT.QCC adalah sebagai berikut:

52 101 Pertumbuhan Pasar II I Posisi Bersaing Lemah Posisi Bersaing Kuat III IV Posisi dan strategi PT. QCC pada kuadran IV Pertumbuhan Pasar Gambar 4.6 Matriks Grand Strategy PT. QCC IV Matriks SPACE Matriks SPACE ini dibuat berdasarkan komponen kekuatan keuangan perusahaan, kekuatan industri, stabilitas lingkungan dan keunggulan bersaing perusahaan. Adapun matriks SPACE dari PT. QCC adalah sebagai berikut:

53 102 KEKUATAN KEUANGAN (FS) PENILAIAN Memiliki pinjaman modal besar dan lunak 6 Revenue perusahaan masih berfokus pada dua unit usaha 3 9 KEKUATAN INDUSTRI (IS) Semakin terbukanya peluang usaha yang dapat dikembangkan di Industri Agrobisnis 6 Tingkat konsumsi berkecenderungan meningkat tiap tahunnya 5 Kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor peternakan&perikanan 2 Adanya ancaman pada penyakit hewan. 4 Kompetitor yang semakin meningkat setiap tahunnya 3 20 STABILITAS LINGKUNGAN (ES) Proyeksi ekonomi 5 tahun kedepan yang meningkat -1 Tingkat GDP diproyeksikan meningkat untuk 5 tahun kedepan -1 Masih adanya kecenderungan ketidakstabilan tingkat inflasi tiap tahunnya. -3 Masih kurangnya perusahaan penyokong industri agrobisnis KEUNGGULAN BERSAING (CA) Memiliki pasar yang luas -1 Diversifikasi bisnis yang terlalu cepat,tidak fokus -5-6 RATA-RATA ES RATA-RATA IS 4 RATA-RATA CA -3 RATA-RATA FS 3 Koordinat vektor : x = 1 y = 0.75 Gambar 4.7 Matriks SPACE PT. QCC

54 103 CA FS KONSERVATIF 3 AGRESIF 2 1 (1, 0.75) : Posisi QC saat ini 0 IS DEFENSIF -4 BERSAING -5-6 ES -1 Gambar 4.8 SPACE Kuadran PT. QCC Dari hasil perhitungan matriks SPACE diketahui bahwa posisi QC saat ini adalah pada kuadran agresif. Pada posisi ini hampir semua strategi alternatif dapat dilakukan, tetapi dengan melihat kesesuaian dengan strategi alternatif yang diperoleh sebelumnya dari matriks IE, matriks TOWS dan matriks Grand Strategy maka beberapa strategi alternatif yang dapat dilakukan adalah: a. Penetrasi pasar b. Pengembangan pasar c. Pengembangan produk d. Integrasi kebelakang

55 104 e. Diversifikasi kosentrik IV.5.3 Tahap Keputusan dan Formulasi Strategi Dari hasil matriks QSPM yang kami lakukan, penetrasi pasar merupakan strategi alternatif terbaik yang dapat dillakukan perusahaan padaa saat ini. Matrisk QSPM dapat dilihat pada matriks berikut ini: FAKTOR-FAKTOR KUNCI BOBOT 1. INTEGRASI KEBELAKANG 2. PENGEMBANGAN PASAR 3. PENGEMBANGAN PRODUK 4. PENETRASI PASAR 5. DIVERSIFIKASI KOSENTRIK AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS KEKUATAN 1. Pemilik memiliki pinjaman modal yan besar dan lunak Penerapan sistem plasma untuk pakan ternak Jaringan pemasaran luas sudah memasuki pasar modern yaitu hypermarket Memiliki badan hukum perusahaan Lokasi yang strategis untuk pemasaran produk kepasar-pasar tradisional KELEMAHAN 1. Kurang adanya kontrol, baik dalam proses bisnisnya maupun keuangan SDM yang kurang mencukupi SDM yang kurang memiliki keahlian dalam bidang agrobisnis Diversifikasi bisnis yang terlalu cepat,tidak fokus Revenue perusahaan masih berfokus pada dua unit usaha Supplier untuk beberapa unit usaha belum tetap PELUANG 1. Semakin terbukanya peluang usaha yang dapat dikembangkan di Industri Agrobisnis Adanya perundang-undangan yang melindungi peternakan lokal Tingkat GDP diproyeksikan meningkat untuk 5 tahun kedepan Tingkat konsumsi berkecenderungan meningkat tiap tahunnya Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan meningkat untuk 5 tahun kedepan ANCAMAN Kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor peternakan&perikanan Masih adanya kecenderungan ketidakstabilan tingkat inflasi tiap tahunnya Masih kurangnya perusahaan penyokong industri agrobisnis Adanya ancaman pada penyakit hewan Kompetitor yang semakin meningkat setiap tahunnya JUMLAH TOTAL NILAI DAYA TARIK Gambar 4.9 Matriks QSPM PT. QCC

56 105 Matriks QSPM di atas menunjukkan bahwa penetrasi pasar merupakan strategi alternatif terbaik (6.2) karena memiliki nilai tertinggi. Sedangkan strategi alternatif lainnya adalah : Integrasi ke belakang (5.85), Pengembangan Produk (5.85), Pengembangan Pasar (5.85), dan Diversifikasi Konsentrik (5.8) Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, tim penulis menyarankan beberapa strategi kepada PT. QCC yang dapat diterapkan dalam lima tahun mendatang yang dapat dilihat pada time line strategy berikut ini :

57 Gambar 4.10 Time Line Strategy Tahap I III Tahun

58 107 Gambar 4.11 Time Line Strategy Tahap IV V Tahun Berikut ini penjelasan dari time line pelaksanaan strategi pada PT. QCC: a. Tahap I Konsolidasi (periode tahun 2005 s/d tahun 2006) Berdasarkan kerangka waktu diatas, pada tahap ini strategi penetrasi pasar dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan

ABSTRAK DAFTAR ISI. Kata kunci : analisis, perancangan strategi

ABSTRAK DAFTAR ISI. Kata kunci : analisis, perancangan strategi ABSTRAK Selama krisis ekonomi yang bermula pada tahun 1997, bisnis yang berbasis bahan baku lokal adalah bisnis yang paling bertahan di tengah krisis. Salah satunya adalah sektor agrobisnis yang termasuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 1. Data keuangan perusahaan. 2. Data kegiatan operasional Perusahaan. ini dapat berupa:

BAB III METODOLOGI. 1. Data keuangan perusahaan. 2. Data kegiatan operasional Perusahaan. ini dapat berupa: BAB III METODOLOGI III.1 Tehnik Pengumpulan Data III.1.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penyusunan GFP ini dibagi 2, yaitu :! Data Primer Merupakan data internal yang didapat dari PT. QCC.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I. PENDAHULUAN. Sumber : I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan penduduk terbesar keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia sejak tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas peternakan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Kondisi ini

Lebih terperinci

Neraca Konsolidasi PT. GUDANG GARAM, Tbk.

Neraca Konsolidasi PT. GUDANG GARAM, Tbk. L1 Neraca Konsolidasi PT. GUDANG GARAM, Tbk. Periode Analisis Horisontal Analisis Vertikal 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 ASET ASET LANCAR Kas dan Setara Kas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

BAB VII FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA. 7.1 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Produk Sayuran Organik

BAB VII FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA. 7.1 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Produk Sayuran Organik 96 BAB VII FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA 7.1 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Produk Sayuran Organik Analisis lingkungan membantu perusahaan dalam menentukan langkah strategi yang tepat dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

VII. FORMULASI STRATEGI

VII. FORMULASI STRATEGI VII. FORMULASI STRATEGI 7.1 Tahapan Masukan (Input Stage) Tahapan masukan (input stage) merupakan langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melalui langkah kedua dan langkah ketiga didalam tahap formulasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

PENILAIAN BISNIS PADA PT MATAHARI DEPARTMENT STORE TBK, PT RAMAYANA LESTARI SENTOSA TBK, DAN PT RIMO CATUR LESTARI TBK TAHUN

PENILAIAN BISNIS PADA PT MATAHARI DEPARTMENT STORE TBK, PT RAMAYANA LESTARI SENTOSA TBK, DAN PT RIMO CATUR LESTARI TBK TAHUN PENILAIAN BISNIS PADA PT MATAHARI DEPARTMENT STORE TBK, PT RAMAYANA LESTARI SENTOSA TBK, DAN PT RIMO CATUR LESTARI TBK TAHUN 2009-2011 Oleh: Soraya Imaniar N. H. (26210661) Pembimbing: Agustin Rusiana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT... RINGKASAN EKSEKUTIF... RIWAYAT HIDUP PENULIS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFRTAR LAMPIRAN... i ii v vii ix xii xiii xiv I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data akan dilakukan disebuah industri pengolahan dengan sub sektor industri pakaian jadi yang berlokasi di Jl. Wader Blok G.II No. 25 RT/RW 010/012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SATE SOP KAMBING

VI. ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SATE SOP KAMBING VI. ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SATE SOP KAMBING 6.1 Analisis Lingkungan Usaha Kecil Menengah Sate Sop Kambing Usaha kecil menengah mempunyai peran yang strategis dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kinerja perusahaan dalam suatu periode produksi perlu dilakukan evaluasi untuk melihat dan mengetahui pencapaian yang telah dilakukan perusahaan baik dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. suatu perusahaan dalam periode tertentu. Salah satu cara dalam penilaian

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. suatu perusahaan dalam periode tertentu. Salah satu cara dalam penilaian 58 BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Rasio Keuangan PT. XYZ Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting dan dapat dipercaya untuk menilai kondisi keuangan dan hasil

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan bab sebelumnya dengan menggunakan teknik analisis laporan keuangan, yaitu analisis horizontal, analisis vertikal, dan analisis rasio, dapat

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

ANALISIS SWOT: KONSEP & APLIKASI BAGI KOPERASI TERNAK. Bimbingan Teknis Koperasi Ternak Jombang November 2014

ANALISIS SWOT: KONSEP & APLIKASI BAGI KOPERASI TERNAK. Bimbingan Teknis Koperasi Ternak Jombang November 2014 ANALISIS SWOT: KONSEP & APLIKASI BAGI KOPERASI TERNAK Bimbingan Teknis Koperasi Ternak Jombang 10-11 November 2014 Tujuan Pembelajaran Peserta memahami dan mampu menjelaskan ragam masalah bisnis Peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini telah menjadi negara yang mengarah ke basis industri.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini telah menjadi negara yang mengarah ke basis industri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia saat ini telah menjadi negara yang mengarah ke basis industri. Sumbangan sektor industri pengolahan (migas dan non-migas) memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN P erencanaan Strategis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan merupakan bagian dari implementasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau tingkah laku bisnis pada usaha pengelolaan sarana produksi peternakan, pengelolaan budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang biasa disingkat UMKM, selama

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang biasa disingkat UMKM, selama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang biasa disingkat UMKM, selama ini merupakan salah satu sektor yang menjaga pertumbuhan ekonomi nasional khususnya ketika terjadi

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Dalam menjalankan usaha sebaiknya terlebih dahulu mengetahui aspek pasar yang akan dimasuki oleh produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang akan

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB III PERHITUNGAN DAN ANALISIS Bab ini memuat input data dan hasil perhitungan rasio, pembandingan dengan rasio rata-rata industri tambang serta analisisnya. 3.1. Perhitungan Sebelum melakukan perhitungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan menciptakan data akurat yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Dalam dunia bisnis, tingginya tingkat persaingan membuat setiap perusahaan akan senantiasa meningkatkan kinerjanya agar dapat bertahan. Oleh karena itu, setiap perusahaan akan selalu berusaha memperoleh

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT Oleh: NIA YAMESA A14105579 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 10 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS. kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS. kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS Faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan eksternal yang telah

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi yang strategis serta tanggung jawab terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Lebih terperinci

Analisis lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan makro dan lingkungan industri. Lingkungan makro terdiri dari ekonomi, alam, teknologi, politik

Analisis lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan makro dan lingkungan industri. Lingkungan makro terdiri dari ekonomi, alam, teknologi, politik Analisis lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan makro dan lingkungan industri. Lingkungan makro terdiri dari ekonomi, alam, teknologi, politik dan hukum serta sosial budaya. Sedangkan lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Manajemen merupakan proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada tahun 213 mengalami pertumbuhan sebesar 5.78%. Total produk domestik bruto Indonesia atas dasar harga konstan 2 pada tahun 213 mencapai Rp. 277.3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Disain Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Arikunto (2005: 234) adalah penelitian yang dimaksud untuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. PT TAJUR merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa angkutan/ekspedisi, yaitu

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. PT TAJUR merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa angkutan/ekspedisi, yaitu BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Perusahaan PT TAJUR merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa angkutan/ekspedisi, yaitu mengirinkan barang dalam skala besar. Sejarah serta perkembangannya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Strategi Menurut Robbins dan Coulter (2014:266) Strategi adalah rencana untuk bagaimana sebuah organisasi akan akan melakukan apa yang harus dilakukan dalam bisnisnya,

Lebih terperinci

4. IDENTIFIKASI STRATEGI

4. IDENTIFIKASI STRATEGI 33 4. IDENTIFIKASI STRATEGI Analisis SWOT digunakan dalam mengidentifikasi berbagai faktor-faktor internal dan eksternal dalam rangka merumuskan strategi pengembangan. Analisis ini didasarkan pada logika

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana Strategis (RENSTRA) 20142019 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana program indikatif dimaksudkan sebagai pedoman bagi aktifitas pembangunan yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menilai perkembangan kinerja keuangan Haneda Decorations adalah dengan melakukan analisis terhadap

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada usaha Durian Jatohan Haji Arif (DJHA), yang terletak di Jalan Raya Serang-Pandeglang KM. 14 Kecamatan Baros, Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Http ://www.id-wikipedia.com/2009. (27 Juli 2009)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Http ://www.id-wikipedia.com/2009. (27 Juli 2009) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Sate Sop Kambing Sate adalah sejenis makanan yang dibuat dari potongan-potongan daging berupa daging ayam atau daging kambing yang ditusuk dengan lidi atau tusuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian 1. Pengertian Property dan Real Estate Menurut buku Realestate Sebuah Konsep Ilmu dan Problem Pengembang di Indonesia ( Budi Santoso,2000) definisi real estate adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh positif sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari peningkatan nilai

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGNAN DAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Febriyanto, S.E., M.M.

LAPORAN KEUANGNAN DAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Febriyanto, S.E., M.M. LAPORAN KEUANGNAN DAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN Febriyanto, S.E., M.M. LAPORAN KEUANGAN Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi Pada tahun 2012 jumlah penduduk Indonesia mencapai 240 juta jiwa dan diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN)

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF Tipri Rose Kartika. ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT SEPATU SATA DALAM RANGKA PENGEMSANGAN USAHA. Dibawah bimbingan DJONI TANOPRUWITO dan HARIANTO PT Sepatu Bata adalah perusahaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencerminkan wujud nyata sebagian besar kehidupan sosial dan ekonomi dari rakyat Indonesia. Peran usaha

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DI KABUPATEN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Enterprice (DICE) dan telah memiliki kapasitas produksi terpasang tahunan

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Enterprice (DICE) dan telah memiliki kapasitas produksi terpasang tahunan BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Perusahaan Sejarah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk diawali pada tahun 197 dengan rampungnya pendirian pabrik Indocement yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENDAHULUAN Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia yang kemudian melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997, ternyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia sangat penting untuk mengonsumsi protein yang berasal dari hewani maupun nabati. Protein dapat diperoleh dari susu, kedelai, ikan, kacang polong

Lebih terperinci

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan peternakan merupakan tanggung jawab bersama antaran pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rasio Market PT. Indoritel Makmur Internasional Tbk dan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk Tahun 2013 dan 2014.

Lampiran 1. Rasio Market PT. Indoritel Makmur Internasional Tbk dan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk Tahun 2013 dan 2014. L A M P I R A N 41 Lampiran 1. Rasio Market PT. Indoritel Makmur Internasional Tbk dan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk Tahun 2013 dan 2014. 2013 MARKET RATIO PER 31,09 31,56 DY 2% 3% PBV 1,58 6,52 2014

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS AYAM RAS PEDAGING PERUSAHAAN KAWALI POULTRY SHOP KABUPATEN CIAMIS

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS AYAM RAS PEDAGING PERUSAHAAN KAWALI POULTRY SHOP KABUPATEN CIAMIS STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS AYAM RAS PEDAGING PERUSAHAAN KAWALI POULTRY SHOP KABUPATEN CIAMIS Ajat 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi iis.iisrina@gmail.com Dedi Sufyadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal atau investor. Dana

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal atau investor. Dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama menjadi sarana bagi perusahaan

Lebih terperinci