BAB IV ANALISIS PEMANTAUAN TINGKAT KOLEKTIBILITAS PEMBIAYAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS PEMANTAUAN TINGKAT KOLEKTIBILITAS PEMBIAYAAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS PEMANTAUAN TINGKAT KOLEKTIBILITAS PEMBIAYAAN A. Prosedur Pemantauan Kolektibilitas Pembiayaan 1. Identifikasi Pembiayaan Pembiayaan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi BMT atau koperasi, karena sebagian besar pendapatan diperoleh dari usaha ini. Fungsi pembiayaan sangat penting bagi kelangsungan hidup organisasi,oleh karena itu pemberian pembiayaan yang ada di BMT SM NU selalu didasarkan pada kaidah-kaidah sebagai berikut : 1. Dana yang disalurkan harus kembali dengan aman, 2. Menghasilkan pendapatan bagi hasil yang dapat mendukung pertumbuhan organisasi secara wajar, 3. Dapat membantu usaha nasabahnya. Maka bentuk pembiayaan yang ada di BMT SM NU, adalah sebagai berikut: 39 a. Pembiayaan murabahah (pembiayaan konsumtif) b. Pembiayaan mudharabah (pembiayaan modal kerja) c. Jual beli surat berharga (cek, bilyet giro, TT jasa) d. Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT), yang merupakan akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau 39 Hasil Wawancara dengan Bapak Much Rizki Munir, S.E, Kepala Bagian Bisnis dan Kepala bagian Pembiayaan, Selasa 21 April 2015 jam

2 50 manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang kepada pihak penyewa yaitu mitra. Pemindahan kepemilikan bisa dilakukan dengan opsi jual beli atau dengan opsi hibah. Keuntungan bank disebutkan di depan dan termasuk harga dari harga barang yang dijual. Pembiayaan ini banyak diminati atau digunakan nasabah BMT SM NU. Adapun unsur unsur yang terdapat dalam pembiayaan, yaitu: a. Unsur kepercayaan yaitu BMT memberikan sejumlah uang untuk dikelola sebagai pinjaman.keputusan pemberian fasilitas pembiayaan harus didasarkan pada kepercayaan dimana pembiayaan yang telah diberikan (baik berupa uang, barang, maupun jasa) benar-benar akan diterima kembali dimasa yang akan datang. Dan dana yang telah diterima nasabah dalam bentuk pembiayaan, digunakan sesuai awal perjanjian. Agar nantinya tidak terjadi wan prestasi karena dana tersebut dicairkan tidak tepat sasaran. Yang dapat mengakibatkan dana yang dicairkan tidak kembali ke BMT, karena nasabah tidak dapat melunasi pembiayaan tepat pada waktu jatuh tempo. Contohnya: dana yang seharusnya digunakan untuk modal usaha, disalahgunakan untuk membeli kendaraan bermotor. b. Unsur kesepakatan, yaitu dimana pihak BMT dan nasabah menandatangani hak dan kewajibannya yang dituangkan dalam

3 51 suatu perjanjian sehingga masing-masing pihak akan terikat didalam hukum. Perjanjian tersebut berisi akad pembiayaan yang disepakati antara kedua pihak, yang diikat dengan notaris.apabila ini telah dijalankan maka diharapkan pemberian pembiayaan untuk usaha nasabah tersebut merupakan keputusan yang tepat. c. Unsur waktu yaitu adanya jangka waktu pengembalian uang.jangka waktu yang diberikan BMT dalam pengembalian pembiayaan yang diterima oleh debitur maksimal 3 tahun. Tetapi untuk pembiayaan modal tempo maksimal 6 bulan. d. Unsur resiko yaitu adanya kemungkinan kegagalan usaha peminjam dalam jangka waktu yang ditetapkan. Unsur resiko merupakan unsur yang tidak terduga yang dialami kedua pihak. Contohnya diakibatkan oleh terjadinya bencana alam yang mengganggu usaha nasabah. e. Unsur balas jasa berupa bagi hasil. Penetapan bagi hasil tergantung dari jenis akad yang disepakati, yaitu setara antara 1,2%, 1,5%, dan 1,75%. 2. Prosedur Analisis Pembiayaan a. Syarat Pengajuan Pembiayaan Dalam mengajukan pembiayaan, nasabah diminta untuk memenuhi syarat-syarat pengajuan pembiayaan sesuai dengan prosedur yang ada di BMT SM NU.

4 52 Persyaratan yang diminta tersebut antara lain: 1. Kelengkapan dokumen, meliputi: a) Foto kopi identitas diri pemohon dan suami/istri (KTP, SIM, atau Paspor), b) Foto kopi akte nikah (bagi yang sudah menikah), c) Foto kopi kartu keluarga, d) Foto kopi rekening koran/rekening giro atau tabungan di bank manapun antara 3 bulan terakhir, e) Foto kopi slip gaji atau surat keterangan penghasilan dari perusahaan tempat bekerja calon debitur, f) Foto kopi jaminan (sertifikat atau BPKB), g) Foto kopi NPWP dan SIUP (jika ada). 2. Untuk perusahaan individu (pengusaha telah beroprasi minimal 2 tahun). 3. Mengisi aplikasi permohonan. 4. Setelah terpenuhi kemudian disurvey dan apabila memenuhi semua persyaratan yang telah ditetapkan oleh BMT maka pembiayaan tersebut bisa dicairkan. 40 Syarat-syarat di atas digunakan pihak BMT sebagai analisa dasar dalam memberikan pembiayaan kepada calon nasabah. Dan sebagai bahan untuk mengolah data identitas calon nasabah, agar 40 Dokumen BMT SM NU Pekalongan

5 53 dapat mengetahui apakah permohonan pembiayaan yang diajukan disetujui atau ditolak. b. Prinsip Analisis Pembiayaan Prinsip adalah sesuatu yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan suatu tindakan. Prinsip analisis pembiayaan adalah pedoman-pedoman yang harus diperhatikan oleh pejabat pembiayaan di BMT SM NU Pekalongan pada saat melakukan analisis pembiayaan Setiap calon mitra yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen umum permohonan pembiayaan harus dilakukan analisis secara tertulis dengan mengedepankan analisis menggambarkan semua informasi yang berkaitan erat dengan usaha dan data pemohon, termasuk (jika diperlukan) hasil penelitian pada pembiayaan bermasalah, analisis menyajikan penilaian yang objektif dan tidak dipengaruhi oleh pihak-pihak lain, uang berkepentingan dengan permohonan pembiayaan, dan analisis pembiayaan dilakukan secara konsisten dan professional dan tidak hanya untuk memenuhi prosedur pembiayaan.

6 54 Secara umum, prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C, yaitu: 41 (1) Character, yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan. Untuk mengetahui karakter calon nasabah dilakukan melalui teknik wawancara dan cross check kepada keluarga, tetangga lingkungan sekitar, sesama pengusaha, informasi ke supplyer, mitra calon nasabahdan atau karena calon nasabah sudah dikenal dengan sangat baik oleh penjabat BMT.Karakter pemohon juga diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi dari referensi nasabah dan bank-bank lain tentang perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatannya memenuhi pembayaran transaksi. Karakter yang baik jika ada keinginan untuk membayar kewajibannya. Nasabah yang sedang atau kurang baik biasanya pada saat interview awal, jawabannya agak ragu-ragu dan terkesan agak menutup-nutupi dengan gaya bahasa yang agak tersendat-sendat dan agak sulit, juga sedikit dalam memberikan informasi yang dibutuhkan surveyor. (2) Capacity, yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk mengembalikan pembiayaan yang diterima.penilaian tersebut dilakukan dengan perhitungan kebutuhan modal kerja. Apakah usaha yang dijalankan oleh 41 Hasil wawancara dengan Bapak Much Rizki Munir SE, Kepala Bagian Bisnis dan Kepala bagian Pembiayaan BMT SM NU, Jum at tanggal 27 Maret 2015 jam

7 55 calon mitra cukup baik, dalam artian hasilnya mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya secara wajar, mampu menutupi biaya operasional usaha dan ada kelebihan pendapatan yang bisa dijadikan sebagai akumulasi modal, sehingga usahanya akan terus berkembang. Dan apabila kebutuhan modal usahanya tersebut mampu membayar kembali kepada koperasi dan mampu berkembang sehingga volume usahanya semakin meningkat. (3) Capital, yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan. Dalam mengelola usahanya calon nasabah harus mampu mengatur keuangannya dengan baik, sehingga mampu menyisihkan sebagian keuntungannya dalam bentuk saving yang akan terakumulasi menjadi modal yang akan meningkatkan skala usahanya. Harus dicermati bagaimana struktur modal usaha calon nasabah apakah sumber modal berasal dari diri sendiri (self finance) atau berasal dari pinjaman (hutang). Satu hal yang harus diwaspadai adalah apabila sumber modal usaha yang sedang dijalankan sebagian besar berasal dari sumber pinjaman. Usaha yang dikelola calon nasabah kurang lebih berjalan selama 2 tahun.modal dari calonnasabah dianalisis dari struktur modal yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon nasabah.

8 56 (4) Collateral, yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Jaminan (agunan) dalam pembiayaan sebagai komplemen dalam perikatan setelah diyakini benar atas kelayakan usaha calon nasabah. Nilai jaminan lebih besar dari nilai permohonan pembiayaan yang diajukan. Karena fungsi jaminan dapat dijadikan sebagai sumber terakhir pengganti pelunasan pembiayaan, apabila nasabah sudah nyata tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar walau sebelumnya pihak BMT telah berupaya memberikan masa tangguh dan upaya lain agar tidak terjadi pengambilan jaminan. Jaminan (agunan) dijadikan sebagai pelunasan pembiayaan apabila mitra melakukan ingkar janji dengan kesengajaan. Jaminan (agunan) berupa benda tak bergerak berupa SHM (Sertifikat Hak Milik), ada penilaiannya dengan pengikatan notaris. Yang mana jaminan (agunan) tersebut dikuasakan kepada BMT yang dituangkan dalamapht (Akte Pemberian Hak Tanggungan) dan SKMHT (Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan). Sedangkan jaminan (agunan) untuk benda bergerak berupa BPKB, diikat dengan akte notaris yang disebut dengan vidusia. Penilaian tersebut meliputi kecenderungan nilai jaminan dimasa depan dan tingkat kemudahan mengkonversikannya menjadi uang tunai.

9 57 (5) Condition, yaituanalisis terhadap aspek ini meliputi analisis terhadap variabel makro yang melingkupi perusahaan baik variabel regional, nasional maupun internasional. Variabel yang diperhatikan terutama adalah variabel ekonomi. Dilihat dari kondisi ekonomi secara makro ataupun mikro. Kondisi ekonomi makro dilihat dari seluruh kondisi perekonomian yang terjadi baik nasional maupun internasional. Contohnya saat ini, tidak stabilnya kurs rupiah terhadap dolar, sedangkan kondisi ekonomi mikro dilihat dari kondisi keluarga calon mitra. 42 Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu Constrain yang artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha. Dasar analisis 5C belumlah cukup, sehingga perlu memperhatikan kondisi sifat amanah, kejujuran, kepercayaan dari masing-masing nasabah. Kelima unsur di atas harus tercover seluruhnya oleh calon nasabah. Jika seandainya ada salah satu dianggap cacat atau tidak memenuhi kriteria yang diminta, maka BMT dapat membatalkan kerjasama pembiayaan yang akan diberikan kepada calon nasabah. Contohnya seperti character dari calon nasabah tersebut dinilai sedang atau kurang baik, maka permohonan pembiayaan yang diajukan tidak disetujui atau ditolak. Karena character merupakan sifat dasar dari seseorang yang dapat terlihat bagaimana orang tersebut dalam diberi kepercayaan oleh BMT. Sedangkan apabila 42 Ibid

10 58 prinsip collateral tidak terpenuhi yang disebabkan nilai jaminan lebih sedikit dari pembiayaan, maka permohonan pembiayaan akan ditolak, kecuali calon nasabah memutuskan dana yang diajukan diperkecil nominalnya, akan diberi keputusan ulang. Faktor-faktor di atas dijadikan sebagai dasar pemantauan sebelum pembiayaan dikeluarkan. Karena analisis tersebut dapat memperkecil resiko pembiayaan yang dapat merugikan kedua pihak yaitu pihak BMT dan nasabah sendiri. Semenjak diberlakukannya prosedur pembiayaan yang sesuai, pembiayaan yang dikelola oleh BMT SM NU bisa terkendali. Meskipun ada pembiayaan yang bermasalah masih dalam kategori wajar, yaitu antara 1%sampai 1,5% pada tahun 2011 dibanding dengan tahun 2010 yang mencapai 2% sampai 2,5%. Karena BMT SM NU memberlakukan aturan, apabila nasabah sudah menunggak dalam membayar kewajibannya selama 4 bulan sudah masuk dalam kategori macet. Ini merupakan antisipasi sejak dini dengan menjaga prinsip kehati-hatian lebih ketat. Berbeda dengan Bank, pembiayaan dikategorikan NPL apabila menunggak selama 12 bulan. 43 c. Survey Pembiayaan Sebelum pembiayaan terealisasi, pihak BMT melakukan survey terhadap nasabah yang mengajukan pembiayaan. Proses 43 Hasil Wawancara dengan Bapak Much Rizki Munir SE, Kepala Bagian Bisnis dan Kepala Bagian Pembiayaan BMT SM NU, Rabu tanggal 04 Maret 2015 jam

11 59 survey dilakukan satu hari setelah pengajuan pembiayaan.tujuannya untuk mengetahui sekaligus mengevaluasi apakah calon nasabah yang akan menerima pembiayaan tersebut layak atau tidak untuk menerima pembiayaan dari BMT. Agar nantinya dana yang telah dikeluarkan bisa dikembalikan tepat waktu dan tidak terjadi pembiayaan macet. Hal-hal yang dilakukan pada waktu survey nasabah adalah: 1) Mengecek tempat tinggal nasabah. Untuk memastikan tempat tinggal calon nasabah sesuai dengan yang ada di kartu identitas calon nasabah. 2) Pekerjaan. Dengan mengecek pekerjaan, dapat mengetahui usaha yang dijalankan mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya dan menutupi biaya operasional. Sehingga usahanya bisa berkembang dan dapat mengembalikan pembiayaan yang diterima. Dan mengecek kebenaran usaha yang dijalankan nasabah. 3) Keluarga. Mengetahui berapa banyak anggota keluarga yang bergantung kepada calon nasabah. Calon nasabah termasuk keluarga yang harmonis atau kurang harmonis. 4) Pendapatan dan pengeluaran. Antara pendapatan dan pengeluaran stabil, sehingga tidak terjadi hutang yang menumpuk.

12 60 5) Cros cek dengan warga lingkungan sekitar untuk mengetahui karakter calon nasabah. 6) Melihat dan mendokumentasikan agunan. Melihat keberadaan barang yang diajdikan agunan serta kecukupan nilainya dengan jumlah pembiayaan yang diberikan. Sehingga agunan yang dijaminkan dapat menutupi pembiayaan yang diterima calon nasabah. Untuk antisipasi jika calon nasabah melakukan ingkar janji dengan kesengajaan. Selain itu dapat juga menggunakan atau memanfaatkan saluran saluran yang ada, yaitu informasi internal pemohon: a) Data tertulis yaitu seluruh data yang berkitan dengan usaha pemohon yang akan digunakan oleh seorang Account Officier untuk melakukan analisis pembiayaan. b) Data Hasil Survei yaitu kegiatan kunjungan atau sosialisasi usaha nasabah dalam hal ini kegiatan ini sangat penting karena akan menentukan kelayakan suatu pembiayaan. 3. Prosedur Pemantauan a. Pemantauan Kolektibilitas Pembiayaan Tingkat kolektibilitas akan sangat bermanfaat bagi BMT untuk kegiatan pemantauan pembiayaan, baik terhadap masing-masing nasabah secara individu ataupun secara keseluruhan. Ditinjau dari segi pemantauan, informasi mengenai tingkat kolektibilitas untuk

13 61 masing-masing nasabah individu akan berguna untuk bahan pengambilan keputusan bagi BMT tentang kebijaksanaan yang akan diputuskan untuk membina nasabah tersebut ke tingkat kolektibiitas secara keseluruhan, juga sangat bermanfaat untuk menilai kemampuan manajemen di dalam mengelola kegiatan pembiayaan yang ada dan bermanfaat dalam penyusunan kebijakan-kebijakan pembiayaan di masa datang. Pemantauan kolektibilitas dilakukan untuk menjaga kelancaran dan kestabilan pembiayaan yang telah diterima nasabah agar nantinya tidak terjadi pembiayaan bermasalah atau macet. Tindakan yang dilakukan dalam pemantauan bertujuan untuk menyelamatkan pembiayaan yang telah dikeluarkan oleh pihak BMT. Tindakan tersebut, dilakukan sesuai dengan pengelompokkan kolektibilitas nasabah pembiayaan. Di BMT SM NU terdapat sistem pembagian kolektibilitas. Kolektibilitas tersebut dibagi dalam 2 kategori, yaitu: Kategori PDP (Pembiayaan dalam Pengawasan) yang masuk dalam kategori lancar dibagi menjadi 3, yaitu: a. Tunggakan selama 1 bulan, b. Tunggakan selama 2 bulan, c. Tunggakan selama 3 bulan, masuk ke dalam kolektibilitas dalam perhatian khusus. 44 Hasil Wawancara dengan Bapak Much Rizki Munir SE, Kepala Bagian Bisnis dan Kepala Bagian Pembiayaan BMT SM NU, Rabu tanggal 04 Maret 2015 jam

14 62 2. Kategori PDP (Pembiayaan dalam Pengawasan) yang belum terselesaikan menjadi kolektibilitas bermasalah, yaitu: a. Kurang lancar mengalami tunggakan selama 4 bulan sampai 6 bulan, b. Diragukan mengalami tunggakan selama 6 bulan sampai 9 bulan, c. Macet mengalami tunggakan selama 9 bulan ke atas. BMT SM NU dalam melakukan pemantauan terhadap tingkat kolektibilitas, menempatkan pegawai sesuai tingkatan kolektibilitas. Sehingga pembiayaan tersebut bisa teratasi dengan baik, dengan tindakan yang berbeda. Tindakan yang dilakukan dalam proses pemantauan kolektibilitas pembiayaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kolektibilitas lancar, dilakukan dengan cara: a. Pemantauan usahanasabah. Pemantauan ini dilakukan melalui mutasi rekening koran nasabah, agar BMT mengetahui kondisi keuangan usaha nasabah. Nasabah diwajibkan menyampaikan laporan secara berskala baik itu laporan stok, piutang, realisasi usaha, laporan keuangan beserta lampirannya. Agar pihak BMT dapat mengetahui potensi usaha nasabah masih berjalan dengan baik atau tidak. Sehingga BMT mengetahui bahwa mitranya dapat mengangsur kewajibannya sesuai waktu jatuh tempo angsuran.pemantauan ini pernah dilakukan pada mitra pembiayaan modal kerja (mudharabah). Hal yang dilakukan

15 63 pada saat pemantauan yaitu bertanya tentang kondisi usaha mitra, tentang pesanan (orderan), apakah nasabah perlu mengembangkan pasar usahanya, perluasan pemasaran. Kalau memang diperlukan, bisa ditambah dana sesuai dengan prosedur. b. Pembinaan anggota dengan bimbingan. Pembinaan ini dilakukan secara on the spot di tempat usaha nasabah. Dengan membantu dalam manajemen bisnis, yang meliputi manajemen keuangan, manajemen operasional, dan manajemen perdagangan atau pemasaran.nasabah perlu dibina agar usahanya maju, berkembang, sehingganasabah akan dapat memenuhi kewajibannya secara baik. Ini berarti memperlicin jalan pencapaian rentabilitas BMT dan amannya fasilitas BMT. Dalam rangka pengamanan pembiayaan, langkah pemantauan dengan cara pembinaan memegang peranan penting karena keberhasilan pembiayaan sepenuhnya tergantung dari kemampuan nasabah dalam menciptakan profit. Keuntungan yang diperoleh akan menghasilkan kekuatan nasabah untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, baik jangka pendek atau jangka panjang. c. Memberikan perhatian kepada nasabah apabila sudah waktunya untuk mengangsur melalui telepon atau sms. Kondisi seperti ini perlu dijaga.

16 64 2. Kolektibilitas dalam perhatian khusus, dilakukan dengan cara: a. Pemberitahuan dengan surat teguran. Surat teguran ini berfungsi untuk membuat efek jera, supaya nasabah memperhatikan clousul pasal-pasal perjanjian yang ada dalam perjanjian pembiayaan. Sehingga nasabah mempunyai itikad baik untuk membayar tunggakan angsurannya. b. Pendekatan personal dengan melakukan kunjungan lapangan ke tempat tinggal atau ke tempat usaha nasabah, untuk mencari penyebab apa yang terjadi dengan nasabahnya dalam memenuhi kewajiban melampaui waktu jatuh tempo. Hal-hal yang perlu disurvey langsung ke lapangan yaitu: 1. Untuk pembiayaan modal kerja, dilihat dari kondisi usaha, menghitung kapasitas usaha, volume usaha, menilai jaminan, menghitung modal awal yang dimilki mitra, dan melihat kondisi keuangan mitra. Hal ini dirasa efektif untuk dijadikan bahan evaluasi terhadap usaha yang dijalankan. 2. Sedangkan untuk pembiayaan konsumtif (murabahah), dilakukan dengan cara: menghitung/menganalisa sumber penghasilan, menghitung biaya rumah tangga nasabah, dan menilai jaminan. Dengan adanya survei langsung ke lokasi, nasabah tidak akan memanipulasi angka laporan dan pihak BMT dengan cepat dapat

17 65 mendeteksi bila terdapat kejanggalan atau memburuknya keadaan usaha dan pembiayaan yang diberikan. 3. Kolektibilitas kurang lancar, dilakukan dengan cara: a. Memberi surat teguran, dan b. Penagihan secara intensif atau dengan memberi surat tagihan kepada nasabah. Penagihan dilakukan apabila nasabah sudah mengalami tunggakan angsuran selama 4 bulan. Dan juga dilakukan setiap sebulan sekali. 4. Kolektibilitas diragukan, dilakukan dengan cara: a. Penagihan secara intensif, b. Memberi surat peringatan kepada nasabah, yaitu surat peringatan yang diberikan oleh pihk BMT kepada nasabah sehubungan dengan pinjaman yang sudah diterima jika dalam waktu yang ditentukan tidak ada i tikad baik untuk melunasinya, maka pihak BMT akan melakukan tindakan hukum yang berlaku di BMT SM NU. Surat peringatan diberikan secara bertahap, yaitu surat peringatan1 (SP1) berlaku selama 6 bulan. Kalau tidak ada i tikad baik dari nasabah, maka pihak BMT memberikan surat peringatan yang kedua (SP 2) juga berlaku selama 6 bulan sampai surat peringatan 3 (SP 3) juga diabaikan, maka jika dibutuhkan/dimungkinkan BMT akan melelang jaminan (agunan).

18 66 c. Penataan ulang, yaitu dengan mengubah jumlah pembiayaan, jadwal angsuran, jangka waktu, dan jumlah angsuran sehingga dapat lebih meringankan beban nasabah. 5. Kolektibilitas macet, dilakukan dengan cara: a. Memberi surat panggilan 1, 2, sampai 3X, b. Dilakukan rescheduling dan reconditioning. Pembiayaan yang dipantau dengan cara ini yaitu pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik (IMBT) dan murabahah. c. Perubahan akad yaitu perubahan dari satu jenis akad pembiayaan yang lain atau dilakukan pengalihan atau pembiayaan ulang dalam bentuk Qordhul Hasan. Pemantauan dengan cara perubahan akad ini melalui prosedur yang ketat, karena akad yang sebelumnya harus diselesaikan atau digugurkan terlebih dahulu. Ini pernah dilakukan pada nasabah pembiayaan modal kerja, dimana nasabah tersebut mengalami kebangkrutan. Sehingga akad yang sebelumnya sudah disepakati, dirubah sesuai prosedur yang ada di BMT. Dan bisa digunakan untuk pembiayaan murabahah (pembiayaan konsumtif), dikarenakan nasabah tersebut terkena PHK dan benar-benar tidak mempunyai penghasilan selain dari pekerjaannya tersebut. d. Mengeksekusi jaminan apabila nasabah sudah tidak bisa mengembalikan pinjaman kepada BMT. Ini dilakukan pada

19 67 nasabah yang memang nakal dan tidak mengembalikan pembiayaan. Seperti yang Pernah terjadi pada tahun 2011, nasabah tersebut kabur tanpa menyelesaikan pembiayaannya. 45 Penyitaan tetap dilakukan dengan cara-cara sebagaimana yang diajarkan menurut ajaran Islam, seperti: 1. Simpati : sopan, menghargai, dan fokus ke tujuan penyitaan. 2. Empati : menyelami keadaan nasabah, bicara seakan untuk kepentingan nasabah, membangkitkan kesadaran nasabah untuk mengembalikan utangnya. 3. Menekan : tindakan ini dilakukan jika dua tindakan sebelumnya tidak diperhatikan. Apabila cara ketiga tidak juga diacuhkan oleh nasabah, maka cara-cara yang ditempuh adalah dengan terpaksa untuk: 1. Menjual barang jaminan Prosedur yang dijalankan dalam hal ini adalah jika sebelumnya telah diadakan perjanjian atau di dalam akad secara tertulis untuk menjual barang jaminan. Jika nilai jaminan tidak sebanding dengan nilai yang dipinjamkan maka dari salah satu dari kedua belah pihak harus menutupinya. Prosedur penjualan barang jaminan adalah dijual kemudian dikonservasikan lalu ditutupi. 45 Hasil Wawancara dengan Bapak Much. Rizki Munir, SE., Kepala Bagian Bisnis dan Kepala Bagian Pembiayaan, Selasa tanggal 21 April 2015 jam

20 68 2. Menyita barang yang senilai dengan nilai pinjaman Prosedur ini hanya dapat dilakukan jika sebelumnya telah ada perjanjian secara tertulis untuk menyita barang yang senilai dengan nilai peminjaman. 46 b. Penyebab Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang telah tertunggak (jumlah rupiah) melampaui masa akad perjanjian sesuai dengan jenis pembiayaan. 47 Risiko yang terjadi dari peminjaman adalah peminjaman yang tertunda atau ketidakmampuan peminjam untuk membayar kewajibannya yang telahdibebankan. Pembiayaan bermasalah yang terjadi di BMT SM NU diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya: Kelemahan dalam analisa pembiayaan. Kelemahan ini disebabkan oleh berbagai hal: a. Lemahnya kebijakan dalam SOP analisa pembiayaan, b. Kurangnya kemampuan pegawai dalam analisa pembiayaan, c. Kurangnya informasi atau tidak akuratnya informasi yang diterima pihak BMT. Atas kelemahan tersebut, maka BMT melakukan perbaikan SOP dengan melihat kekurangan yang ada dikebijakan sebelumnya, 46 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Opcit,hlm Ibid, hlm Hasil Wawancara dengan Bapak Mutamakin S.Pdi, Kepala Cabang BMT SM NU, Senin tanggal 20 Oktober 2014 jam 14.00

21 69 melakukan pelatihan-pelatihan tentang bagaimana cara dalam menganalisis pembiyaan kepada pegawai atau menaruh pegawai yang sudah berpengalaman di dalam analisis pembiayaan, BMT lebih cermat dan teliti dalam mencari informasi, tidak hanya dengan lingkungan tetangga calon nasabah tetapi mencari informasi seakurat mungkin melalui refernsi dari bank-bank lain ataupun supplyer calon nasabah. 2. Terlalu ekspansif Terlalu mengejar target penyaluran pembiayaan sehingga mengabaikan aspek analisa yang baik atau menurunkan tingkat kehati-hatiannya. Sehingga atas dasar itu, pihak BMT lebih fokus kepada analisa pembiayaan, bukan berapa besar nasabah yang menerima penyaluran pembiyaan tetapi berapa besar dana yang telah diterima kembali oleh BMT. 3. Riwayat nasabah Riwayat nasabah menjadi satu-satunya dasar keputusan pembiayaan, sehingga mengabaikan analisa pembiayaan. sebelum melakukan pencairan dana, penyurveian terhadap analisa harus cermat, komprehensif dan objektif. 4. Asal ada agunan Hanya melihat agunan sebagai dasar keputusan pemberian pembiayaan, sehingga faktor-faktor analisa lainnya terabaikan. Atas dasar itu, agar tidak terjadi pembiayaan bermasalah tidak

22 70 hanya dilihat dari agunannya saja, tetapi aspek 5C benar-benar dicermati. 5. Realisasi pembiayaan yang tidak tepat waktu Keputusan dan pencairan pembiayaan yang terlalu lama, menyebabkan nasabah tidak dapat mengalokasikan dananya sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga, BMT memperbaiki kinerjanya dalam melakukan pencairan agar dana yang dicairkan sesuai alokasi waktu yang dibutuhkan nasabah. Cara yang dilakukan yaitu, segera melakukan penyurveian terhadap nasabah yang mengajukan pembiayaan benar-benar pantas diberi pembiayaan dengan melihat usaha yang dijalankan. 6. Plafon pembiayaan yang tidak sesuai kebutuhan nasabah. Atas dasar ini, pihak BMT melakukan kajian ulang tentang plafond yang diberikan sesuai dengan kebutuhan nasabah atau tidak. Cara yang digunakan yaitu melihat kemampuan calon mitra dalam memenuhi kewajiban angsurannya, prospek usaha calon mitra di masa datang, nilai jaminan (agunan) yang dijaminkan. 7. Nasabahnya pailit (bangkrut) 8. Nasabah meninggal dunia.

23 71 c. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Penyelesaian pembiayaan bermasalah dilakukan agar dana yang dikelurkan BMT dapat dikembalikan dan untuk menjaga kestabilan perekonomian agar BMT tidak mengalami kebangkrutan. Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan pembiayaan yang dikategorikan macet, dapat ditempuh dengan beberapa cara sebagai berikut: 49 a. Rescheduling (penjadwalan ulang) Yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang dan perubahan besaran angsuran pembiayaan. Tentu tidak kepada semua debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh BMT, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukan itikad baik dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi pembiayaan (willingness to pay). Disamping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas. Syarat pembiayaan yang diselesaikan dengan cara ini yaitu: 1. mengalami tunggakan angsuran minimal 4 bulan, 2. tidak menambah jumlah pinjaman, 3. nominal angsuran turun, 49 Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), hlm

24 72 4. jangka waktu jatuh tempo angsuran diperpanjang. b. Reconditioning (persyaratan ulang) Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Persyaratan yang diubah antara lain seperti: a. kapitalisasi bagi hasil, yaitu bagi hasil dijadikan hutang pokok, b. penundaan pembayaran bagi hasil sampai waktu tertentu. Disini yang ditunda hanyalah bagi hasilnya saja, sedangkan pokok pinjaman harus tetap dibayar seperti biasa, c. Penurunan persentase bagi hasil untuk meringankan mitra, d. Pembebasan bagi hasil diberikan kepada mitra dengan pertimbangan bahwa mitra tidak mampu lagi membayar pembiayaan tersebut, e. Bisa disuntik dana ataupun tidak. c. Restructuring (penataan ulang) Tindakan yang dilakukan, dengan cara: a. Menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang membutuhkan tambahan dana

25 73 b. Usaha yang dibiayai memang masih layak. Tindakan ini meliputi penambahan jumlah pembiayaan dan penambahan equity (menyetor uang tunai dan tambahan dari pemilik). d. Liquidation (likuidasi) Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan agunan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi dilakukan terhadap kategori pembiayaan yang memang benar-benar menurut koperasi sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha anggota yang sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan menyerahkan penjualan barang tersebut kepada anggota yang bersangkutan. Setelah pembiayaan yang dikeluarkan berjalan dengan lancar, pihak BMT tetap melakukan pemantauan dengan mengawal pembiayaan yang diberikan sampai pembiayaan tersebut lunas. Dalam mengawal pembiayaan sampai lunas dilakukan dengan cara: a. Memberitahukan kepada nasabah apabila sudah waktunya untuk mengangsur kewajibannya b. Mendatangi nasabah yang sudah mempunyai tunggakan angsuran pembiayaan

26 74 c. Memberi surat tagihan kepada nasabah yang sudah menunggak lebih dari 1X. 50 Masalah pembiayaan yang disebabkan oleh bencana alam (fost mayor), penanganannya dilakukan dengan: a. Apabila jaminan dalam bentuk tanah, bisa dinilai ulang jaminannya. b. Bisa ditambah modal atau dengan rescheduling (penjadwalan ulang). c. Jaminan dijual, apabila jaminan berbentuk benda bergerak. Ini tercantum dalam pasal perjanjian kredit yang dinamakan vidusia yaitu pengikatan benda bergerak. B. Efektifitas Pemantauan Kolektibilitas Pembiayaan Pemantauan kolektibilitas pembiayaan yang ada di BMT SM NU, dilakukan oleh pegawai sesuai dengan jenjang karir dimasing-masing tingkat kolektibilitas. Sehingga, hasil yang dicapai dari pemantauan ini sangat efektif. Karena pembiayaan bermasalh yang ada di BMT SM NU, tergolong rendah. Untuk dapat mengetahui efektif atau tidaknya pemantauan yang dilakukan BMT yang sesuai dengan tingkat kolektibilitas, bisa juga dilihat dari: 50 Hasil Wawancara dengan Bapak Mutamakin S.Pdi, Kepala Cabang BMT SM NU, Opcit

27 75 a) pembiayaan yang diberikan kepada nasabah, bisa masuk kembali sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, b) pembiayaan yang berpotensi bermasalah dapat diatasi dengan baik sehingga pembiayaan tersebut lancar c) dalam menganalisis pembiayaan, seorang analis memperhatikan kelengkapan dokumen nasabah dalam permohonan pembiayaan. Yang sesuai dengan SOP yang ada di BMT SM NU. Hasil dari pemantauan yang dilakukan BMT SM NU terkait kolektibilitas pembiayaan, dapat dilihat dari grafik kolektibilitas periode 2010 sampai Grafik ini membuktikan, bahwa kolektibilitas kategori bermasalah di BMT SM NU tergolong rendah sekitar 1% hingga 2,50%. Adapun grafik yang menggambarkan hasil dari pemantauan yang dilakukan BMT SM NU terkait kolektibilitas pembiayaan dari tahun 2010 sampai 2013, adalah dibawah ini Sumber dari Bapak Khoirurusman Setiawan SE, Kepala Bagian KeuanganBMT SM NU, Senin tanggal 08 Desember 2014 jam 08.30

28 76 Grafik 4.1 GRAFIK KOLEKTIBILITAS BMT SM NU PEKALONGAN TAHUN (Dalam Persentase) KL D M Keterangan : - K L : Kurang Lancar - D : Diragukan - M : Macet Grafik diatas membuktikan, bahwa pemantauan yang dilakukan pihak BMT SM NU terhadap pembiayaan yang disalurkan kepada nasabah yang masuk dalam kategori pembiayaan bermasalah hasilnya sangat signifikan. Terlihat dari penurunan persentase kolektibilitas bermasalah dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013.

29 77 Adapun penyebab adanya kenaikan dan penurunan persentase dari tahun ke tahun terjadi karena: Pada tahun 2010 persentase kolektibilitas kategori macet terjadi pada persentase antara 2,00% sampai 2,50%, dan pada tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan sampai pada persentase antara 1,00% sampai 1,50%. Kolektibilitas kategori macet pada tahun 2010 ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut: 1) Pada tahun 2010 merupakan pasca pergolakan pemilihan presiden (pilpres), sehingga kondisi ekonomi secara makro kurang baik 2) Nasabah besar mengalami penipuan, sehingga berdampak pada kondisi keuangan kreditur. Berbeda dengan kolektibilitas kategori kurang lancar pada tahun 2012 yang mengalami penurunan signifikan, justru pada tahun ini kolektibilitas kategori diragukan persentase tertinggi mencapai antara 2,50% sampai 3,00% dikarenakan kapasitas kemampuan nasabah menurun yang diakibatkan kurang peduli dan kurang responnya nasabah dalam memenuhi kewajiban angsuran pembiayaan yang telah diterima. Sedangkan dilihat pada kolektibilitas kurang lancar yang terjadi pada tahun 2011, persentasenya hampir mencapai pada titik 2,50%. Ini disebabkan oleh: 1) Belum pulihnya kondisi ekonomi yang terjadi pada tahun ) Nasabah kabur, tanpa menyelesaikan pembiayaan yang telah diterimanya

30 78 3) Proses eksekusi lelang jaminan belum berhasil yang disebabkan oleh nasabah kabur tersebut. Karena tidak adanya etikat baik dari nasabah. Pada tahun 2012, kolektibilitas kategori kurang lancar mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu kurang dari 0,50%. Pada tahun ini, pembiayaan yang dikeluarkan banyak yang berhasil dikarenakan: 1) Proses pelelangan yang diajukan ke kantor lelang pada tahun 2011 yang belum berhasil, bisa berhasil pada tahun 2012 sehingga banyak dana yang telah dikeluarkan dalam bentuk pembiayaan bisa kembali. 2) Pelunasan pembiayaan oleh nasabah hasilnya cukup signifikan. 52 Keterangan penyebab kenaikan dan penurunan grafik kolektibilitas di atas merupakan masalah terkait pembiayaan yang dihadapi BMT SM NU dari tahun 2010 sampai dengan Dan hasil dari pemantauan yang dilakukan BMT SM NU Pekalongan terkait masalah tersebut hasilnya efektif. Ini terlihat dari penurunan persentase nasabah pembiayaan kategori kolektibilitas macet yang pada tahun 2010 berada pada persentase antara 2% sampai dengan 2,50%, dan pada tahun 2013 persentase tersebut mengalami penurunan hingga 1%. Meskipun pada tahun 2012 sempat mengalami kenaikan dari 1% pada tahun 2011 mencapai 1,5%. BMT SM NU dalam melaksanakan pemantauan terhadap kolektibilitas pembiayaan, menempatkan pegawai dimasing-masing kategori sesuai jenjang keahlian yang dimiliki. Ini dikarenakan agar dalam menghadapi nasabah, disesuaikan dengan tingkatan kolektibilitas, agar 52 Hasil Wawancara dengan Bapak Much Rizki Munir SE, Kepala Bagian Bisnis dan Kepala Bagian Pembiayaan BMT SM NU, Rabu tanggal 04 Maret 2015 jam

31 79 masalah-masalah yang dihadapi terkait pembiayaan bisa teratasi dan pembiayaan yang telah diterima nasabah benar-benar digunakan sesuai yang ada dalam perjanjian pembiayaan. Sehingga dana yang telah dikeluarkan oleh BMT dalam bentuk pembiayaan dapat diterima kembali. Untuk mendapatkan kepercayaan dari nasabah, dan dana yang terkumpul dari nasabah dalam bentuk simpanan bisa dikelola agar dana tersebut tidak hanya mengendap, BMT SM NU memberikan reward kepada nasabah pembiayaan kategori kolektibilitas lancar, apabila nasabah tersebut akan mengajukan pembiayaan kembali. Reward tersebut berupa: 1. Pengajuan permohonan pembiayaan akan dipermudah 2. Cepat mendapat persetujuan 3. Bagi hasil diperingan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang Dalam proses pengajuan pembiayaan murabahah di PT BPRS PNM Binama Semarang, terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Upaya Pencegahan Pembiayaan Bermasalah di BMT Al Hikmah Ungaran BMT Al Hikmah merupakan sebuah lembaga keuangan syariah non bank yang menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Pembiayaan Ijarah Bermasalah di BMT Amanah Mulia Magelang Setelah melakukan realisasi pembiayaan ijarah, BMT Amanah Mulia menghadapi beberapa resiko

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Penyebab Pembiayaan Bermasalah di BMT Marhamah Wonosobo

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Penyebab Pembiayaan Bermasalah di BMT Marhamah Wonosobo BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penyebab Pembiayaan Bermasalah di BMT Marhamah Wonosobo Dalam sebuah lembaga keuangan pembiayaan bermasalah bukanlah hal yang baru atau asing lagi untuk didengarkan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN BERMASALAH DAN PENANGANANNYA DI KOSPIN JASA LAYANAN SYARIAH PEMALANG

BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN BERMASALAH DAN PENANGANANNYA DI KOSPIN JASA LAYANAN SYARIAH PEMALANG BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN BERMASALAH DAN PENANGANANNYA DI KOSPIN JASA LAYANAN SYARIAH PEMALANG A. Analisis Pembiayaan Bermasalah di Kospin Jasa Layanan Syariah Pemalang Keluarnya Keputusan Menteri Negara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Kelayakan Benda Jaminan Dalam Pembiayaan di KSU. KOTA SANTRI Cabang Karanganyar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Kelayakan Benda Jaminan Dalam Pembiayaan di KSU. KOTA SANTRI Cabang Karanganyar BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kelayakan Benda Jaminan Dalam Pembiayaan di KSU KOTA SANTRI Cabang Karanganyar Koperasi Serba Usaha KOTA SANTRI Cabang Karanganyar dalam memberikan kredit

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DALAM PEMBIAYAAN KENDARAAN DI KOPERASI SIMPAN PINJAM (KOSPIN) JASA LAYANAN SYARIAH BULAKAMBA

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DALAM PEMBIAYAAN KENDARAAN DI KOPERASI SIMPAN PINJAM (KOSPIN) JASA LAYANAN SYARIAH BULAKAMBA BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DALAM PEMBIAYAAN KENDARAAN DI KOPERASI SIMPAN PINJAM (KOSPIN) JASA LAYANAN SYARIAH BULAKAMBA A. Mekanisme Akad Murabahah Dalam Pembiayaan Kendaraan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan. mengetahui bagaimanakan sistem pengendalian kredit Gambaran Singkat Koperasi Simpan Pinjam TABITA

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan. mengetahui bagaimanakan sistem pengendalian kredit Gambaran Singkat Koperasi Simpan Pinjam TABITA BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan data yang diperoleh melalui penelitian, maka bab ini akan dijelaskan hasil pengolahan data beserta pembahasannya. Hasil penelitian tersebut untuk menjawab

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH A. Strategi Pencegahan Pembiayaan Mura>bah}ah Multiguna Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Resiko

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya (Firdaus dan Ariyanti, 2009).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang Pembiayaan merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan. Menyadari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian Kredit Pengertian kredit secara umum, kredit adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atas dasar kepercayaan sebagai pengganti

Lebih terperinci

By : Angga Hapsila, SE.MM

By : Angga Hapsila, SE.MM By : Angga Hapsila, SE.MM BAB VI MANAJEMEN KREDIT 1. PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN KREDIT 2. PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT 3. KUALITAS KREDIT 4. TEKNIK PENYELESAIAN KREDIT MACET PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN KREDIT

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang BAB III PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang PT. BPRS Suriyah Semarang dalam memberikan Produk Pembiayaan, termasuk Pembiayaan Murabahah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN III.

KERANGKA PEMIKIRAN III. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengendalian Kredit Bank Pada penyaluran kredit bank, perlu diperhatikan beberapa aspek yang terkait dengan nasabah penerima kredit untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Analisis penyebab dan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah. Analisis pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh setiap

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Analisis penyebab dan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah. Analisis pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh setiap BAB IV HASIL PENELITIAN A. Analisis penyebab dan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di KJKS BTM Kajen, kabupaten Pekalongan Analisis pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh setiap lembaga keuangan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pengelolaan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Di BPRS. 1. Penerapan Pembiayaan Murabahah

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pengelolaan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Di BPRS. 1. Penerapan Pembiayaan Murabahah BAB III PEMBAHASAN A. Prosedur Pengelolaan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Di BPRS Suriyah 1. Penerapan Pembiayaan Murabahah Salah satu akad yang paling populer digunakan oleh perbankan syari ah adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Suatu penelitian kaitan antara landasan teori dan fakta empirik sangat penting. Menghindari kesalahan pengertian dalam pemahaman dan untuk memperoleh kesatuan pandangan terhadap beberapa

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN MODAL USAHA DI BMT SM NU CABANG BOJONG PEKALONGAN

BAB IV STRATEGI PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN MODAL USAHA DI BMT SM NU CABANG BOJONG PEKALONGAN 57 BAB IV STRATEGI PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN MODAL USAHA DI BMT SM NU CABANG BOJONG PEKALONGAN A. Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENANGANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH DI BMT NU SEJAHTERA CABANG KENDAL

BAB IV ANALISIS PENANGANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH DI BMT NU SEJAHTERA CABANG KENDAL BAB IV ANALISIS PENANGANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH DI BMT NU SEJAHTERA CABANG KENDAL A. Analisis Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT NU Sejahtera Cabang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN DEBITUR PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ANKASA KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN DEBITUR PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ANKASA KABUPATEN PEKALONGAN BAB IV ANALISIS KELAYAKAN DEBITUR PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ANKASA KABUPATEN PEKALONGAN A. Kondisi Analisis Kelayakan Debitur Pada Pembiayaan Murabahah Di BMT ANKASA Kabupaten Pekalongan Dalam pemberian

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Peran Account Officer dalam Maganalisis permohonan pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. A. Peran Account Officer dalam Maganalisis permohonan pembiayaan BAB V PEMBAHASAN A. Peran Account Officer dalam Maganalisis permohonan pembiayaan Menurut Muhammad bahwa pembiayaan bermasalah merupakan salah satu resiko yang pasti dihadapi oleh setiap lembaga keuangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Risiko Pembiayaan di KSPPS Marhamah Cabang Wonosobo Dalam setiap pembiayaan yang terjadi di lembaga keuangan baik Bank maupun

Lebih terperinci

kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

kemudian hari bagi bank dalam arti luas; KAJIAN PUSTAKA Pengertian dasar tentang kredit bermasalah Dalam kasus kredit bermasalah, debitur mengingkari janji membayar bunga dan pokok pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, sehingga dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pengertian pembiayaan mikro dan prosedur pembiayaan mikro. menambah modal usaha nasabah dengan harapan agar usahanya lebih

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pengertian pembiayaan mikro dan prosedur pembiayaan mikro. menambah modal usaha nasabah dengan harapan agar usahanya lebih BAB IV PEMBAHASAN A. Pengertian pembiayaan mikro dan prosedur pembiayaan mikro Pembiayaan mikro adalah pembiayaan yang diberikan oleh pihak bank kepada nasabah yang sudah mempunyai usaha lebih dari 2 tahun

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kinerja dan kelangsungan usaha Bank Perkreditan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai kegiatan penanganan atas

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai kegiatan penanganan atas BAB IV PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai kegiatan penanganan atas kredit bermasalah pada PT. Bank Mandiri studi kasus Regional Credit Recovery Jakarta Sudirman. Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian dan Tujuan Kredit Kredit merupakan salah satu bidang usaha utama dalam kegiatan perbankan. Karena itu kelancaran kredit selalu berpengaruh terhadap kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Kebijakan BMT Citra Keuangan Syariah Cabang Pekalongan Dalam. Upaya Menyelesaikan Pembiayaan Bermasalah.

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Kebijakan BMT Citra Keuangan Syariah Cabang Pekalongan Dalam. Upaya Menyelesaikan Pembiayaan Bermasalah. BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kebijakan BMT Citra Keuangan Syariah Cabang Pekalongan Dalam Upaya Menyelesaikan Pembiayaan Bermasalah. Dalam suatu pembiayaan memang mengandung resiko, meskipun BMT Citra Keuangan

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA, BUPATI PENAJAM PASER UTARA 11 PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PINJAMAN MODAL USAHA DENGAN DANA POLA BERGULIR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab terjadinya Pembiayaan Bermasalah di BMT Amanah Usaha Mulia Magelang Menurut informasi yang diperoleh penulis melalui wawancara dengan karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini kredit merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh setiap orang atau badan usaha untuk memperoleh pendanaan guna mendukung peningkatan usahanya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Manajemen Risiko yang diterapkan dalam mengatasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BTM Lampung

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Manajemen Risiko yang diterapkan dalam mengatasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BTM Lampung 96 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Manajemen Risiko yang diterapkan dalam mengatasi Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BTM Lampung Berdasarkan uraian dan penjelasan tentang manajemen risiko dari hasil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam suatu penelitian kaitan antara landasan teori dan fakta empirik sangat penting. Menghindari kesalahan pengertian dalam pemahaman dan untuk memperoleh kesatuan pandangan terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Akad Mudharabah pada Pembiayaan Modal Kerja di KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera Cabang Sayung 1. Persyaratan Permohonan Pembiayaan Mudharabah 1 a. Jujur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mekanisme Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Modal Kerja di KJKS Mitra

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mekanisme Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Modal Kerja di KJKS Mitra 47 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mekanisme Akad Mudharabah dalam Pembiayaan Modal Kerja di KJKS Mitra Sejahtera Subah-Batang Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan

Lebih terperinci

BAB IV MEKANISME DAN ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA SEKTOR PERTANIAN A.

BAB IV MEKANISME DAN ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA SEKTOR PERTANIAN A. BAB IV MEKANISME DAN ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA SEKTOR PERTANIAN A. Mekanisme Pembiayaan Murabahah 1. Prosedur Pembiayaan Murabahah Dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga keuangan mikro syariah,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah di LKS ASRI. Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung

BAB V PEMBAHASAN. A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah di LKS ASRI. Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung BAB V PEMBAHASAN A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah di LKS ASRI Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung Berdasarkan paparan hasil penelitian pada bab sebelumnya, dapat diketahui dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Analisis terhadap Penyelesaian Pembiayaan Mud{a>rabah bermasalah pada

BAB V PENUTUP. Analisis terhadap Penyelesaian Pembiayaan Mud{a>rabah bermasalah pada BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan mengenai Analisis terhadap Penyelesaian Pembiayaan Mud{a>rabah bermasalah pada Unit Usaha Syariah PT. Bank Jatim Pusat Tbk.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Prosedur pemberian pembiayaan murabahah pada Bank Syariah

BAB IV PEMBAHASAN. A. Prosedur pemberian pembiayaan murabahah pada Bank Syariah BAB IV PEMBAHASAN A. Prosedur pemberian pembiayaan murabahah pada Bank Syariah Bukopin Cabang Bukittinggi Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Oundrey Kurnia Pryatma selaku Account Officer di bank

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Perusahaan memerlukan sistem untuk menunjang kegiatan perusahaan dengan kata lain sistem merupakan rangkaian dari prosedur yang saling berkaitan dan secara

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Peran Account Officer dalam manajemen resiko pembiayaan di BMT. Istiqomah Tulungagung

BAB V PEMBAHASAN. A. Peran Account Officer dalam manajemen resiko pembiayaan di BMT. Istiqomah Tulungagung 114 BAB V PEMBAHASAN A. Peran Account Officer dalam manajemen resiko pembiayaan di BMT Istiqomah Tulungagung Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Peran Account Officer dalam manajemen resiko

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal (clerical),

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal (clerical), BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Proses Pemberian Pembiayaan Oleh Account Officer Kepada Nasabah

BAB IV PEMBAHASAN. A. Proses Pemberian Pembiayaan Oleh Account Officer Kepada Nasabah BAB IV PEMBAHASAN A. Proses Pemberian Pembiayaan Oleh Account Officer Kepada Nasabah Saat memberikan pembiayaan, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Pembantu Payakumbuh menggunakan prinsip

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 66 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Penerapan Prinsip Kehati-hatian (Prudential) dalam pemberian pembiayaan di KJKS BINAMA 1. Analisis pembiayaan Sebagai lembaga keuangan yang berusaha

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/24/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/24/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/24/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan usaha

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN APLIKASI PEMBIAYAAN MURABAHAH KONSUMTIF MOTOR PADA BMT AT-TAQWA CABANG BANDAR BUAT PADANG

BAB IV PEMBAHASAN APLIKASI PEMBIAYAAN MURABAHAH KONSUMTIF MOTOR PADA BMT AT-TAQWA CABANG BANDAR BUAT PADANG BAB IV PEMBAHASAN APLIKASI PEMBIAYAAN MURABAHAH KONSUMTIF MOTOR PADA BMT AT-TAQWA CABANG BANDAR BUAT PADANG A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah Pada BMT At- Taqwa Muhammadiyah Cabang Bandar Buat

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV MEKANISME PENILAIAN BARANG JAMINAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA KSPPS BINAMA SEMARANG

BAB IV MEKANISME PENILAIAN BARANG JAMINAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA KSPPS BINAMA SEMARANG BAB IV MEKANISME PENILAIAN BARANG JAMINAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA KSPPS BINAMA SEMARANG A. Analisis mekanisme penilaian barang jaminan pada KSPPS Binama Semarang Barang jaminan atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Kasmir (2008:2) Bank merupakan Lembaga Keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian menyalurkan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pembiayaan Akad Mudharabah di BMT Harapan Ummat. a. Telah masuk sebagai anggota. sebesar Rp ,-.

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pembiayaan Akad Mudharabah di BMT Harapan Ummat. a. Telah masuk sebagai anggota. sebesar Rp ,-. BAB III PEMBAHASAN A. Prosedur Pembiayaan Akad Mudharabah di BMT Harapan Ummat Kudus a. Prosedur Pengajuan Pembiayaan 1 1. Pemohon a. Telah masuk sebagai anggota b. Membuka simpanan sirkah sebesar Rp.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Dana Berputar (PDB) pada Bank Syariah. Dalam menyalurkan dana pembiayaan, Bank Syariah Mandiri memiliki

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Dana Berputar (PDB) pada Bank Syariah. Dalam menyalurkan dana pembiayaan, Bank Syariah Mandiri memiliki BAB IV PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Dana Berputar (PDB) pada Bank Syariah Mandiri KC Lubuk Sikaping Dalam menyalurkan dana pembiayaan, Bank Syariah Mandiri memiliki prosedur pembiayaan yang meliputi

Lebih terperinci

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA A. Pengertian Pengalokasian Dana Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk tabungan, simpanan giro dan deposito adalah menyalurkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Prosedur Pengikatan Jaminan Pada Pembiayaan Murabahah di BPRS

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Prosedur Pengikatan Jaminan Pada Pembiayaan Murabahah di BPRS BAB IV HASIL PENELITIAN A. Prosedur Pengikatan Jaminan Pada Pembiayaan Murabahah di BPRS SURIYAH Kc Kudus Sebagai lembaga keuangan syariah aktivitas yang tidak kalah penting adalah melakkukan penyaluran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ada beberapa tahapan dalam pembiayaan mudharabah yang harus dilalui. sebelum dana itu diserahkan kepada nasabah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ada beberapa tahapan dalam pembiayaan mudharabah yang harus dilalui. sebelum dana itu diserahkan kepada nasabah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Pembiayaan Mudharabah Ada beberapa tahapan dalam pembiayaan mudharabah yang harus dilalui sebelum dana itu diserahkan kepada nasabah : 1. Nasabah Melakukan Pengajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank adalah suatu badan usaha yang memiliki fungsi utama menghimpun dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian Indonesia secara

Lebih terperinci

DAFTAR WAWANCARA Jawab

DAFTAR WAWANCARA Jawab 89 DAFTAR WAWANCARA 1. Bagaimana Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Prekreditan Rakyat Jawab a. Bagi pihak pemberi kredit/kreditur (bank) Pemberian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI SYARIAH KANTOR CABANG PEMBANTU MOJOKERTO A. Analisis Mekanisme Penanganan Pembiayaan Macet

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

DILARANG MENGUTIP SEBAHAGIAN ATAU KESELURUHAN ISI JURNAL INI TANPA SEIZIN REDAKSI

DILARANG MENGUTIP SEBAHAGIAN ATAU KESELURUHAN ISI JURNAL INI TANPA SEIZIN REDAKSI DILARANG MENGUTIP SEBAHAGIAN ATAU KESELURUHAN ISI JURNAL INI TANPA SEIZIN REDAKSI VERSI ONLINE http://www.manbisnis.tripod.com, Vol. 02 No. 01 April 2002 ---DAFTAR ISI--- ANALISIS KEBUTUHAN PASAR DAN PREDIKSI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Risiko Pembiayaan dengan Akad Murabahah di BTM Wiradesa

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Risiko Pembiayaan dengan Akad Murabahah di BTM Wiradesa BAB IV HASIL PENELITIAN A. Risiko Pembiayaan dengan Akad Murabahah di BTM Wiradesa Pekalongan Kegiatan lembaga keuangan bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Pelaksanaan Jaminan Fidusia di Bank Syariah Mandiri KCP Solok. menanyakan langsung kepada pihak warung mikro itu sendiri.

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Pelaksanaan Jaminan Fidusia di Bank Syariah Mandiri KCP Solok. menanyakan langsung kepada pihak warung mikro itu sendiri. BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pelaksanaan Jaminan Fidusia di Bank Syariah Mandiri KCP Solok Langkah-langkah pengajuan pembiayaan kepada bank adalah sebagai berikut : 1. Nasabah datang ke Bank untuk mencari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

MUD}A>RABAH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG JOMBANG

MUD}A>RABAH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG JOMBANG BAB IV ANALISIS PENCEGAHAN DAN STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG JOMBANG A. Pencegahan Pembiayaan Mud}a>rabah Bermasalah BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang Sebagai lembaga

Lebih terperinci

Kesimpulan dan Saran 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan Saran 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan Saran 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dari bab sebelumnya, mengenai Studi Tentang Analisis Keuangan untuk Menilai Kelayakan Pemberian Kredit

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBIAYAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MIKRO ib PADA BRISYARIAH KANTOR CABANG PADANG

BAB IV. PEMBIAYAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MIKRO ib PADA BRISYARIAH KANTOR CABANG PADANG BAB IV PEMBIAYAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MIKRO ib PADA BRISYARIAH KANTOR CABANG PADANG A. Pengertian Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro ib pada Bank BRISyariah Kantor Cabang Padang 1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Mekanisme Pengajuan Pembiayaan Murabahah di KSPPS BMT Walisongo Semarang Mekanisme pengajuan pembiayaan murabahah merupakan tahap-tahap yang harus dilalui ketika

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah untuk Pertanian di KSPPS TAMZIS Cabang Batur

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah untuk Pertanian di KSPPS TAMZIS Cabang Batur BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah untuk Pertanian di KSPPS TAMZIS Cabang Batur Pembiayaan merupakan langkah yang dilakukan KSPPS TAMZIS Bina Utama dalam menyalurkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. nasabahnya. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal tentang pembiayaan

BAB IV HASIL PENELITIAN. nasabahnya. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal tentang pembiayaan 60 BAB IV HASIL PENELITIAN Pembiayaan merupakan salah satu diantara produk yang ditawarkan pada bank syariah. Di Bank Syariah Mandiri Cabang Solok, pembiayaan warung mikro syariah merupakan diantara produk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Angsuran ringan dan tetap hingga jatuh tempo pembiayaan. Bisa untuk membeli rumah baru, bekas dan renovasi rumah

BAB IV PEMBAHASAN. Angsuran ringan dan tetap hingga jatuh tempo pembiayaan. Bisa untuk membeli rumah baru, bekas dan renovasi rumah BAB IV PEMBAHASAN A. Kriteria Pembiayaan Griya BSM 1. Manfaat Angsuran ringan dan tetap hingga jatuh tempo pembiayaan Bisa untuk membeli rumah baru, bekas dan renovasi rumah Jangka waktu pembiayaan hingga

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI NON PERFORMING FINANCING (NPF) PEMBIAYAAN QARDHUL HASAN DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN TAHUN 2008/2010

BAB IV EVALUASI NON PERFORMING FINANCING (NPF) PEMBIAYAAN QARDHUL HASAN DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN TAHUN 2008/2010 75 BAB IV EVALUASI NON PERFORMING FINANCING (NPF) PEMBIAYAAN QARDHUL HASAN DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN TAHUN 2008/2010 A. Evaluasi Pembiayaan Qardhul Hasan di BNI Syariah Cabang Pekalongan Tahun 2008/2010

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada

BAB II LANDASAN TEORI. oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran

Lebih terperinci

BAB II Kajian Pustaka. mampu diserap dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat yang

BAB II Kajian Pustaka. mampu diserap dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat yang BAB II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Dunia keuangan khususnya perbankan dari tahun ketahun telah mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan ini ditunjukkan dari jumlah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. pembiayaan untuk beragam keperluan, baik produktif (investasi dan modal

BAB IV PEMBAHASAN. pembiayaan untuk beragam keperluan, baik produktif (investasi dan modal BAB IV PEMBAHASAN A. Prosedur Pembiayan BSM Oto di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Batusangkar Perbankan syariah menjalankan fungsi yang sama dengan perbankan konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. BMT Walisongo Mijen Semarang dilandasi dengan prinsip kehati-hatian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. BMT Walisongo Mijen Semarang dilandasi dengan prinsip kehati-hatian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Prinsip pemberian pembiayaan murabahah pada khususnya oleh KJKS BMT Walisongo Mijen Semarang dilandasi dengan prinsip kehati-hatian (prudential banking regulation)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Faktor-Faktor Pembiayaan Murabahah Bermasalah. Pembiayaan dalam Pasal 1 butir 12 UU No. 10 Tahun 1998 jo. UU No.

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Faktor-Faktor Pembiayaan Murabahah Bermasalah. Pembiayaan dalam Pasal 1 butir 12 UU No. 10 Tahun 1998 jo. UU No. BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Faktor-Faktor Pembiayaan Murabahah Bermasalah Pembiayaan dalam Pasal 1 butir 12 UU No. 10 Tahun 1998 jo. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, adalah penyedianaan uang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORI 2.1.1 Pengertian Bank Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Semua sektor usaha baik sektor industri, perdagangan, pertanian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Lembaga perbankan memegang peranan yang sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat. Perbankan melayani kebutuhan pembiayaan dan memperlancar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Mekanisme Pembiayaan Akad Murabahah di BMT Harapan Umat Juwana Secara umum pembiayaan murabahah di BMT Harapan Umat dilakukan untuk pembelian secara pesanan dimana pada umumnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. prosedur juga dapat memudahkan para pekerja dalam menyelesaikan suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. prosedur juga dapat memudahkan para pekerja dalam menyelesaikan suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Prosedur Prosedur merupakan rangkaian atau langkah-langkah yang dilaksanakan untuk menyelesaikan kegiatan atau aktivitas, sehingga dapat tercapainya tujuan yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dan menyalurkan dana dari dan kepda masyarakat yang memiliki fungsi memperlancar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat menyimpulkan beberapa hal. Selain itu juga memberikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat menyimpulkan beberapa hal. Selain itu juga memberikan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dijelaskan di dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat menyimpulkan beberapa hal. Selain itu juga memberikan saran untuk Bank BTN Cabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penghimpunan tabungan dari masyarakat dan pemberian kredit kepada nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa bank lainnya untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang menyebabkan Pembiayaan KPR bermasalah pada Bank BTN Syariah Cabang Semarang Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan staff bagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pembiayaan Bermasalah dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di KSPPS Tamzis Bina Utama Wonosobo KSPPS Tamzis Bina Utama Wonosobo

Lebih terperinci

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG Latar belakang diluncurkannya fasilitas kredit BNI Tunas Usaha (BTU) adalah Inpres Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Misi BRI : 1. Melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA. penyajian data. Data yang dihasilkan merupakan hasil dari penelitian

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA. penyajian data. Data yang dihasilkan merupakan hasil dari penelitian BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data Setelah data yang yang diperlukan terkumpul, langkah berikutnya adalah penyajian data. Data yang dihasilkan merupakan hasil dari penelitian dilapangan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA PEMBAYARAN DI BMT FAJAR MULIA UNGARAN. 1. Sejarah Berdiri BMT Fajar Mulia Ungaran

BAB III PELAKSANAAN SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA PEMBAYARAN DI BMT FAJAR MULIA UNGARAN. 1. Sejarah Berdiri BMT Fajar Mulia Ungaran 32 BAB III PELAKSANAAN SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA PEMBAYARAN DI BMT FAJAR MULIA UNGARAN A. Profil BMT Fajar Mulia Ungaran 1. Sejarah Berdiri BMT Fajar Mulia Ungaran Gagasan untuk mendirikan

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN PINJAMAN MODAL KERJA GUNA MEMINIMALISIR PINJAMAN MACET (Studi Pada KUD BATU )

ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN PINJAMAN MODAL KERJA GUNA MEMINIMALISIR PINJAMAN MACET (Studi Pada KUD BATU ) ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN PINJAMAN MODAL KERJA GUNA MEMINIMALISIR PINJAMAN MACET (Studi Pada KUD BATU ) JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Zulfikri Irhamdani 115020407111020 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang Undang RI No 10 tahun 1998 tentang perbankan, jenisjenis

II. LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang Undang RI No 10 tahun 1998 tentang perbankan, jenisjenis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank dan Produk Bank 2.1.1 Pengertian Bank Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan disalurkan dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ismail, Perbankan Syariah, Prenadamedia Group, Jakarta, 2011, hlm 29-30

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ismail, Perbankan Syariah, Prenadamedia Group, Jakarta, 2011, hlm 29-30 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara maju dan berkembang di Indonesia, sangat membutuhkan bank sebagai tempat untuk melakukan transaksi keuangannya. Mereka menganggap bank merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga financial intermediary yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana serta sebagai

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di PD.BPR BKK TAMAN. KAB.PEMALANG penulis ditempatkan pada Bagian Kredit pada aspek

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di PD.BPR BKK TAMAN. KAB.PEMALANG penulis ditempatkan pada Bagian Kredit pada aspek BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di PD.BPR BKK TAMAN KAB.PEMALANG penulis ditempatkan pada Bagian Kredit pada aspek penyaluran kredit,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SYARI AH SURABAYA A. Aplikasi Penyelesaian

Lebih terperinci