BAB II LANDASAN TEORI. oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada
|
|
- Inge Darmadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada penerima dana, bahwa dana dalam bentuk pembiayaan yang diberikan pasti akan terbayar. Penerima pembiayaan mendapat kepercayaan dari pemberi pembiayaan, sehingga penerima pembiayaan berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan. 1 Pembiayaan berdasarkan Pasal 1 butir 25 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa : a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiyah bit Tamlik. c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, Salam dan Isthisna d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh 1 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011) hal
2 13 e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil. 2 Di samping itu, terdapat pada ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, setiap nasabah bank syariah yang mendapat pembiayaan dari bank syariah apa pun jenisnya, setelah jangka waktu tertentu wajib hukumnya untuk mengembalikan pembiayaan tersebut kepada bank syariah berikut imbalan atau bagi hasil atau tanpa imbalan untuk transaksi dalam bentuk qardh setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Berdasarkan hal itu pembiayaan adalah transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam, dan transaksi sewa menyewa jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu yang telah ditentukan. 2 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 64-65
3 14 2. Warung Mikro a. Pengertian Warung Mikro Warung Mikro merupakan istilah yang digunakan di Bank Syariah Mandiri untuk produk pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yang memiliki usaha mikro (pedagang, pedagang kaki lima, tukang dan sebagainya) yang kekurangan dana untuk mengembangkan usahanya. Pembiayaan mikro merupakan pembiayaan bersifat produktif kepada nasabah perorangan/badan usaha dengan limit sampai dengan Rp (seratus juta rupiah). Termasuk dalam segmen mikro adalah pembiayaan dengan tujuan multiguna kepada nasabah perorangan dengan limit sampai dengan Rp (lima puluh juta rupiah) yang disalurkan melalui Warung Mikro. Usaha mikro adalah aktivitas yang menghasilkan pendapatan yang dilakukan individu atau rumah tangga di wilayah pedesaan atau perkotaan. Aktivitas yang biasanya padat karya dan menggunakan teknologi rendah pada umumnya meliputi aktivitas nonfarm, manufaktur, perdagangan dan jasa. Contoh konkrit adalah perdagangan yang dilakukan penjaja jalanan dan pedagang kedai, jasa tukang sepatu, produksi komoditas, manufaktur skala kecil. Usaha mikro diorganisir sebagai kepemilikan sendiri atau dimiliki dan dioperasikan wirausaha dan kebanyakan tidak tercatat di lembaga pemerintah. Jumlah tenaga kerja 10 orang atau kurang yang rata-rata tidak terampil,
4 15 sehingga hanya mampu menghasilkan produk-produk sederhana. 3 Seperti yang sudah banyak diketahui, usaha skala mikro dan kecil (UMK) mempunyai peran yang penting sebagai sumber utama lapangan kerja dan pendapatan di negara-negara yang sedang berkembang. b. Undang-Undang Tentang UMKM Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah kriterianya sebagai berikut : 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut : a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah). 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 3 (http//google. book, diakses pada tanggal 22 Maret 2017)
5 16 Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut : a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut : a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp ,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (lima puluh milyar rupiah). c. Produk Warung Mikro 1. Pembiayaan Usaha Mikro Tunas (PUM-Tunas)
6 17 a) Limit pembiayaan minimal Rp ,00 (dua juta rupiah) sampai dengan Rp ,00 (sepuluh juta rupiah). b) Jangka waktu maksimal 36 bulan c) Biaya administrasi sesuai dengan ketentuan Bank Syariah Mandiri. 2. Pembiayaan Usaha Mikro Madya (PUM-Madya) a) Limit pembiayaan minimal Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). b) Jangka waktu maksimal 36 bulan c) Biaya administrasi sesuai dengan ketentuan Bank Syariah Mandiri. 3. Pembiayaan Usaha Mikro Utama (PUM-Utama) a) Limit pembiayaan minimal Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp ,00 (seratus juta rupiah). b) Jangka waktu maksimal 48 bulan c) Biaya administrasi sesuai dengan ketentuan Bank Syariah Mandiri. d. Peruntukan Pembiayaan Warung Mikro 1) Golongan berpenghasilan Tetap/Golbertap (Multiguna) Pembiayaan yang ditunjukkan kepada seseorang dan badan usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan plafon pembiayaan mulai dari Rp ,00 (dua juta rupiah) sampai dengan Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). 2) Non-Golbertap (Produktif) Pembiayaan yang ditunjukkan kepada seseorang dan badan usaha untuk memenuhi kebutuhan produktif dengan plafon pembiayaan mulai dari Rp.
7 ,00 (dua juta rupiah) sampai dengan Rp ,00 (seratus juta rupiah). e. Persyaratan Pembiayaan Warung Mikro Data yang diperlukan oleh officer bank didasari pada kebutuhan dan tujuan pembiayaan. Untuk pembiayaan konsumtif, data yang diperlukan adalah data yang dapat menggambarkan kemampuan nasabah untuk membayar pembiayaan dari penghasilan tetapnya. 4 Data yang diperlukan antara lain : 1. Untuk pegawai (karyawan swasta/pns/abri) a) Kartu identitas calon nasabah dan istri : Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor. b) Kartu Keluarga dan Surat Nikah c) Slip gaji terakhir d) Surat referensi dan kantor tempat bekerja atau SK pengangkatan untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). e) Salinan rekening bank 3 bulan terakhir f) Salinan tagihan rekening telepon dan listrik g) Data obyek pembiayaan h) Data jaminan 2. Untuk pengusaha perorangan Golbertap (Golongan Berpenghasilan Tetap). a) Kartu identitas calon nasabah dan istri : Katu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor Sunarto Zulkifli, Perbankan Syariah, (Jakarta : PT. Bestari Buana Murni, 2007) hal
8 19 b) Kartu Keluarga dan Surat Nikah c) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) d) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) e) Salinan rekening bank 3 bulan terakhir f) Salinan tagihan rekening telepon dan listrik 3 bulan terakhir g) Data obyek pembiayaan h) Data jaminan 3. Untuk professional seperti dokter, pengacara, dan lain-lain a) Kartu identitas calon nasabah dan istri : Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor. b) Kartu Keluarga dan Surat Nikah c) Surat izin profesi d) Surat izin praktik e) Salinan rekening bank 3 bulan terakhir f) Salinan tagihan rekening telepon dan listrik 3 bulan terakhir g) Data obyek pembiayaan h) Data jaminan : valuabilitas, legalitas, dan marketibilitas Untuk pembiayaan produktif, data yang diperlukan adalah data yang dapat menggambarkan kemampuan usaha nasabah untuk melunasi pembiayaan. 5 Adapun data-data yang diperlukan antara lain : a. Calon nasabah adalah perorangan 1) Legalitas usaha Sunarto Zulkifli, Perbankan Syariah, (Jakarta : PT. Bestari Buana Murni, 2007) hal
9 20 2) Kartu identitas calon nasabah dan istri : Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor. 3) Kartu keluarga dan surat nikah 4) Laporan keuangan 2 tahun terakhir 5) Past performance 1 tahun terakhir 6) Bisnis plan 7) Data obyek pembiayaan 8) Data jaminan b. Calon nasabah adalah badan hokum 1) Akta pendirian usaha berikut perubahannya yang sesuai dengan ketentuan pemerintah. 2) Legalitas usaha 3) Identitas pengurus 4) Laporan keuangan 2 tahun terakhir 5) Past performance 1 tahun terakhir 6) Bisnis plan 7) Data obyek pembiayaan 8) Data jaminan Berdasarkan penjelasan di atas, warung mikro merupakan pembiayaan yang bersifat produktif kepada nasabah perorangan/badan usaha mikro yang dapat menghasilkan pendapatan yang dilakukan individu atau rumah tangga di wilayah pedesaan atau perkotaan.
10 21 3. Penilaian Pemberian Kualitas Pembiayaan Penilaian merupakan suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui hasil pengukuran. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 PBI No. 8/21/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diubah dengan PBI No. 9/9/PBI/2007 dan PBI No. 10/24/PBI/2008, kualitas pemberian pembiayaan dinilai berdasarkan aspekaspek : a) Prospek usaha b) Kinerja (performance) nasabah c) Kemampuan membayar / kemampuan menyerahkan barang pesanan. 6 Di samping itu, atas dasar penilaian aspek-aspek tersebut kualitas pemberian pembiayaan ditetapkan menjadi 5 (lima) golongan yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancer, diragukan dan macet. Dan di dalam praktik perbankan kualitas pemberian pembiayaan untuk golongan lancar disebut golongan I (satu), untuk golongan dalam perhatian khusus disebut golongan II (dua), Untuk golongan kurang lancar disebut golongan III (tiga), untuk golongan diragukan disebut golongan IV (empat) dan untuk golongan macet disebut golongan V (lima). Adapun kriteria komponen-komponen dari aspek penetapan penggolongan kualitas pemberian pembiayaan diatur dalam Lampiran I Surat Edaran Bank 6 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 66-67
11 22 Indonesia No. 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006 tentang Penilaian Aktiva Produktif Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diubah dengan SEBI No. 10/36/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 (SEBI No. 8/22/DPbS). Di dalam Lampiran I SEBI tersebut diadakan pembedaan pengaturan mengenai penggolongan kualitas pemberian pembiayaan berdasarkan pengelompokan produk pembiayaan, yaitu sebagai berikut: a) Penggolongan Kualitas Mudharabah dan Musyarakah ( MM ) b) Penggolongan Kualitas Murabahah, Isthisna, Qardh dan Transaksi Multijasa ( MIQAT ). c) Penggolongan Kualitas Ijarah atau Ijarah Muntahiyah bi Tamlik d) Penggolongan Kualitas Salam. Dalam ketentuan tersebut masing-masing aspek yang dinilai diuraikan dalam komponen-komponen sebagai berikut : a. Aspek prospek usaha meliputi komponen-komponen : 1) Potensi pertumbuhan usaha 2) Kondisi pasar dan posisi nasabah dalam persaingan 3) Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja 4) Dukungan dari group atau afiliasi 5) Upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup (bagi nasabah berskala besar yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup).
12 23 b. Aspek kinerja (performance) nasabah meliputi komponen-komponen sebagai berikut : 1) Perolehan laba 2) Struktur permodalan 3) Arus kas 4) Sensitivitas terhadap risiko pasar c. Aspek kemampuan membayar/kemampuan menyerahkan barang pesanan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : 1) Ketepatan pembayaran pokok dan marjin/bagi hasil/fee 2) Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan nasabah 3) Kelengkapan dokumentasi pembiayaan kepatuhan terhadap perjanjian pembiayaan. 4) Kesesuaian penggunaan dana 5) Kewajaran sumber pembayaran kewajiban. 7 Selanjutnya untuk menetapkan golongan kualitas pemberian pembiayaan, pada masing-masing komponen ditetapkan kriteria-kriteria tertentuuntuk masingmasing kelompok produk pembiayaan. Sebagai contoh untuk produk murabahah, dari aspek kemampuan membayar angsuran nasabah maka pembiayaan digolongkan kepada : a. Pembiayaan Lancar (Pass) Apabila pembayaran angsuran tepat waktu, tidak ada tunggakan, sesuai dengan persyaratan akad, selalu menyampaikan laporan keuangan secara 7 Veithzal Rivai, Islamic Banking, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010) hal
13 24 teratur dan akurat, serta dokumentasi perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat. Pembiayaan yang digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria tersebut di bawah ini : 1) Pembayaran angsuran pokok dan bunga tepat waktu 2) Memiliki mutasi rekening yang aktif 3) Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral). b. Dalam Perhatian Khusus (Special Mention) Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan margin sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari, selalu menyampaikan laporan keuangan secara teratur dan akurat, dokumentasi perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat, serta pelanggaran terhadap persyaratan perjanjian piutang yang tidak prinsipil. Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang belum melampaui 90 hari. 2) Kadang-kadang terjadi cerukan 3) Mutasi rekening relative aktif 4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan. 5) Didukung oleh pinjaman baru
14 25 c. Kurang Lancar (Substandard) Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan margin yang telah melewati 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari, penyampaian laporan keuangan tidak teratur dan meragukan, dokumentasi perjanjian piutang kurang lengkap dan pengikatan agunan kuat, terjadi pelanggaran terhadap persyaratan pokok perjanjian piutang dan berupaya melakukan perpanjangan piutang untuk menyembunyikan kesulitan keuangan. Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan kurang lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Terdapat tunggakan pokok dan bunga yang telah melampaui 90 hari. 2) Sering terjadi cerukan 3) Frekuensi mutasi rekening relative rendah 4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari. 5) Dokumentasi pinjaman yang lemah d. Diragukan (Doubtful) Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan margin yang telah melewati 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan 270 (dua ratus tujuh puluh) hari. Nasabah tidak menyampaikan informasi keuangan atau tidak dapat dipercaya, dokumentasi perjanjian piutang tidak lengkap dan pengikatan agunan lemah serta terjadi pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok perjanjian piutang.
15 26 Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan diragukan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang yang telah melampaui 180 hari. 2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen 3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari 4) Terjadi kapitalisasi bunga 5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian pembiayaan maupun pengikatan jaminan. e. Macet Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan margin yang telah melewati 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, dan dokumentasi perjanjian piutang dan pengikatan agunan tidak ada. 8 Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan macet apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah mencapai 270 hari. 2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru 3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. 8 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 66-71
16 27 4. Pengertian Pembiayaan Bermasalah Dari segi produktivitasnya (performance-nya) pembiayaan bermasalah yaitu kemampuannya menghasilkan pendapatan bagi bank, sudah berkurang/menurun dan bahkan mungkin sudah tidak ada lagi. Bahkan dari segi bank, sudah tentu mengurangi pendapatan, memperbesar biaya pencadangan, yaitu PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif), sedangkan dari segi nasional, mengurangi kontribusinya terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang kualitasnya berada dalam golongan kurang lancar, diragukan dan macet. 9 Di dalam penjelasan Pasal 37 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah antara lain dinyatakan bahwa kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Apabila bank tidak memperhatikan asas-asas pembiayaan yang sehat dalam menyalurkan pembiayaannya, maka akan timbul berbagai risiko yang harus ditanggung oleh bank antara lain berupa : 1) Utang/kewajiban pokok pembiayaan tidak dibayar 2) Margin/Bagi hasil / fee tidak dibayar 3) Membengkaknya biaya yang dikeluarkan 9 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 66
17 28 4) Turunnya kesehatan pembiayaan (finance soundness). 10 Risiko-risiko tersebut dapat mengakibatkan timbulnya pembiayaan bermasalah (non performing financing/npfs) yang disebabkan oleh faktor intern bank. Secara umum pembiayaan bermasalah disebabkan oleh faktor-faktor intern dan faktor-faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri dan faktor utama yang paling dominan adalah faktor manajerial. Timbulnya kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup. Faktor ekstern adalah faktorfaktor yang berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi perekonomian dan perdagangan, perubahan-perubahan teknologi dan lain-lain. 11 Berdasarkan penjelasan diatas, penilaian pemberian kualitas pembiayaan merupakan kegiatan usaha yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah dalam kerjanya kualitas pemberian pembiayaan dinilai dari prospek usaha, kinerja (performance) nasabah, dan kemampuan membayar / kemampuan menyerahkan barang pesanannya. 10 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 73-74
18 29 Untuk menentukan langkah yang perlu diambil dalam menghadapi pembiayaan bermasalah terlebih dahulu perlu diteliti sebab-sebab terjadinya pembiayaan bermasalah. Apabila pembiayaan bermasalah disebabkan oleh faktor eksternal seperti bencana alam, bank tidak perlu lagi melakukan analisis lebih lanjut. Namun suatu hal yang terpenting adalah bagaimana membantu nasabah untuk segera memperoleh penggantian dari perusahaan asuransi. Adapun yang perlu diteliti adalah faktor internal, yaitu yang terjadi karena sebab-sebab manajerial. Apabila bank telah melakukan pengawasan secara seksama dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, lalu timbul pembiayaan bermasalah, sedikit banyak terkait pula dengan kelemahan pengawasan itu sendiri. Kecuali apabila aktivitas pengawasan telah dilaksanakan dengan baik, masih juga terjadi kesulitan keuangan, perlu diteliti sebab-sebab pembiayaan bermasalah secara lebih mendalam. 5. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Restrukturisasi pembiayaan adalah langkah-langkah yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui : a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya. b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan pemberian potongan
19 30 sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank. c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi : 1) Penambahan dana fasilitas pembiayaan bank 2) Konversi akad pembiayaan 3) Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah. 4) Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah. a. Bentuk-Bentuk Restrukturisasi Dalam Rangka Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah Restrukturisasi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah meliputi : 1) Penurunan imbalan atau bagi hasil 2) Pengurangan tunggakan imbalan atau bagi hasil 3) Pengurangan tunggakan pokok pembiayaan 4) Perpanjangan jangka waktu pembiayaan 5) Penambahan fasilitas pembiayaan 6) Pengambialihan aset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku 7) Konversi pembiayaan menjadi penyertaan pada perusahaan debitur Langkah-langkah tersebut dalam pelaksanaannya bisa dilakukan secara bersamaan (kombinasi), misalnya pemberian keringanan jumlah kewajiban
20 31 disertai dengan kelonggaran waktu pelunasan, perubahan syarat perjanjian dan sebagainya. 12 b. Tata Cara Restrukturisasi Pembiayaan Semua jenis pembiayaan dapat dilakukan restrukturisasi dengan memperhatikan karakteristik masing-masing bentuk pembiayaan. Antara lain dijelaskan restrukturisasi untuk masing-masing jenis pembiayaan sebagai berikut : 1. Piutang Murabahah dan Istishna Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah dan piutang istishna dapat dilakukan restrukturisasi dengan cara : a. Penjadwalan kembali (rescheduling) Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning) Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. 12 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 75
21 32 c. Penataan kembali (restructuring) Dengan melakukan konversi piutang murabahah atau piutang istishna sebesar sisa kewajiban nasabah menjadi ijarah muntahiyyah bittamlik atau mudharabah atau musyarakah. d. Penataan kembali (restructuring) Dengan melakukan konversi menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah. e. Penataan kembali (restructuring) Dengan melakukan konversi menjadi Penyertaan Modal Sementara Piutang Salam Pembiayaan dalam bentuk piutang salam dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara berikut : a. Penjadwalan kembali (rescheduling) Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo penyerahan barang salam tanpa mengubah spesifikasi dan kekurangan jumlah barang yang harus diserahkan nasabah kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning) Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan antara lain spesifikasi barang, jumlah, jangka waktu, jadwal penyerahan, pemberian potongan piutang dan lainnya tanpa menambah nilai barang yang harus diserahkan kepada BUS atau UUS. 13 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 76
22 33 c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana Restrukturisasi yang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan dengan baik Piutang Qardh Pembiayaan dalam bentuk piutang qardh dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara : a. Penjadwalan kembali (rescheduling) Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning) Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS Mudharabah dan Musyarakah Pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara : 14 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 78
23 34 a. Penjadwalan kembali (rescheduling) Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning) Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan antara lain nisbah bagi hasil, jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan dan lainnya tanpa menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana Restrukturisasi yang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan dengan baik. d. Penataan kembali (restructuring) Dengan melakukan konversi menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah. e. Penataan kembali (restructuring) Dengan melakukan konversi menjadi Penyertaan Modal Sementara. 16 Berdasarkan penjelasan di atas, metode atau langkah-langkah dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah salah satunya dapat dilihat dari metode rerstrukturisasi. Restrukturisasi pembiayaan adalah metode yang dilakukan bank dalam membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya. 16 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 83-91
24 35 Dalam tata cara restrukturisasi pembiayaan dapat dilihat dari masing-masing jenis pembiayaan yaitu, piutang murabahah dan istishna, piutang salam, piutang qardh, mudharabah dan musyarakah.
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/9/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciNo. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA
No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 40/POJK.05/2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 40/POJK.05/2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA - 2 - I. PEDOMAN PENILAIAN
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN. nasabahnya. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal tentang pembiayaan
60 BAB IV HASIL PENELITIAN Pembiayaan merupakan salah satu diantara produk yang ditawarkan pada bank syariah. Di Bank Syariah Mandiri Cabang Solok, pembiayaan warung mikro syariah merupakan diantara produk
Lebih terperinciGUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 8/ 10 /PBI/2006 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK PASCA BENCANA ALAM DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN DAERAH SEKITARNYA DI PROPINSI JAWA TENGAH GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan
Lebih terperinciNo. 13/ 18 / DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA
No. 13/ 18 / DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kinerja dan kelangsungan usaha Bank Perkreditan
Lebih terperinciBAB IV. ANALISIS PENYELAMATAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK GRIYA ib HASANAH DI PT BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA
BAB IV ANALISIS PENYELAMATAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PRODUK GRIYA ib HASANAH DI PT BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA A. Analisis Kreteria Pembiayaan Bermasalah pada Produk Griya ib Hasanah di
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/24/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/24/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan usaha
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2017 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI DAERAH TERTENTU DI INDONESIA YANG TERKENA BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/ 16 /DPbS tanggal 30 Mei 2011 PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DIREKTORAT PERBANKAN SYARIAH BANK INDONESIA
Lebih terperinci2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.151, 2017 KEUANGAN OJK. Bank. Bencana Alam. Daerah Tertentu. Kredit. Pembiayaan. Perlakuan Khusus. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciNo. 10/ 35 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA
No. 10/ 35 / DPbS Jakarta, 22 Oktober 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sehubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui pembiayaan yang menggunakan prinsip-prinsip syariah. Pada zaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat melalui pembiayaan yang menggunakan
Lebih terperinciLampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.13/ 11 /DPbS tanggal 13 April 2011
I. PENGGOLONGAN KUALITAS PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH 1. Ketepatan/Kemampuan Membayar a. Terdapat Pembayaran Angsuran Pokok Pembiayaan belum jatuh tempo atau tunggakan pembayaran angsuran
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha Bank
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/13 /PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/13 /PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciGUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/5/PBI/2005 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK UMUM PASCABENCANA NASIONAL DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KABUPATEN NIAS, PROPINSI SUMATERA UTARA GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 35.3/Per/M.KUKM/X/2007 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 35.3/Per/M.KUKM/X/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH DAN UNIT JASA KEUANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam. memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang
BAB III PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang PT. BPRS Suriyah Semarang dalam memberikan Produk Pembiayaan, termasuk Pembiayaan Murabahah
Lebih terperinciGUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/17/PBI/2005 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA BENCANA ALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KABUPATEN NIAS, PROVINSI SUMATERA UTARA
Lebih terperinciGUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 8/15/PBI/2006 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK BAGI DAERAH-DAERAH TERTENTU DI INDONESIA YANG TERKENA BENCANA ALAM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa
Lebih terperinciPENETAPAN KUALITAS KREDIT PROSPEK USAHA. Kegiatan usaha menunjukkan potensi pertumbuhan yang sangat terbatas atau tidak mengalami pertumbuhan.
Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/ 3 /DPNP tanggal 31 Januari 2005 PENETAPAN KUALITAS KREDIT PROSPEK USAHA Potensi pertumbuhan usaha Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan Kualitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Kredit Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/21/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/21/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 1 Berdasarkan pengertian
12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan bersepakatan tujuan antara
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kelangsungan usaha bank yang melakukan kegiatan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang
Lebih terperinciBy : Angga Hapsila, SE.MM
By : Angga Hapsila, SE.MM BAB VI MANAJEMEN KREDIT 1. PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN KREDIT 2. PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT 3. KUALITAS KREDIT 4. TEKNIK PENYELESAIAN KREDIT MACET PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN KREDIT
Lebih terperinciGUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/ 45 /PBI/2005 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK UMUM PASCA BENCANA ALAM DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KABUPATEN NIAS SERTA KABUPATEN NIAS SELATAN,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH
BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH A. Strategi Pencegahan Pembiayaan Mura>bah}ah Multiguna Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Resiko
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. golongan-golongan yang telah ditentukan oleh pihak Bank BTN. 1. Pembiayaan lancar, yaitu pembiyaan yang memenuhi kriteria
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Untuk memberikan pengukuran terhadap pembiayaan syukur yang macet, Bank BTN Syariah mengukur dengan menggunakan golongan-golongan yang telah ditentukan oleh pihak Bank BTN Syariah,
Lebih terperinciNo. 9/14/DPbS Jakarta, 21 Juni 2007 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA
No. 9/14/DPbS Jakarta, 21 Juni 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/26/DPbS
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciLampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/28/DPNP tanggal 31 Juli 2013 Perihal Penilaian Kualitas Aset Bank Umum PENETAPAN KUALITAS KREDIT
Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/28/DPNP tanggal 31 Juli 2013 Perihal Penilaian Kualitas Aset Bank Umum PENETAPAN KUALITAS KREDIT PROSPEK USAHA Potensi pertumbuhan usaha memiliki potensi pertumbuhan
Lebih terperinciYth. 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah di tempat.
Yth. 1. Direksi Bank Umum Syariah; dan 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/SEOJK.03/2015 TENTANG KUALITAS ASET
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 19 /PBI/2003 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA TRAGEDI BALI
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 19 /PBI/2003 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA TRAGEDI BALI GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinci2017, No penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di
No.148, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Bank. Perkreditan. Pembiayaan. Kebijakan. Penyusunan dan Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia ditandai dengan perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan lembaga kuangan syariah di Indonesia
Lebih terperinciNo. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA
No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sehubungan
Lebih terperinciNo.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA
No.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Perkreditan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998
10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
Lebih terperincikemudian hari bagi bank dalam arti luas;
KAJIAN PUSTAKA Pengertian dasar tentang kredit bermasalah Dalam kasus kredit bermasalah, debitur mengingkari janji membayar bunga dan pokok pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, sehingga dalam hal ini
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORITIK TENTANG RESCHEDULLIG DALAM UPAYA PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH
BAB II KERANGKA TEORITIK TENTANG RESCHEDULLIG DALAM UPAYA PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH A. Tinjauan Umum Tentang Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan Dalam artian luas kredit diartikan sebagai kepercayaan.
Lebih terperinci2 meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi terutama yang berpihak kepada usaha mikro, kecil, dan menengah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan
No.198, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Kehati-hatian. Perekonomian Nasional. Bank Umum Syariah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5735). PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nasabah Nasabah adalah aset atau kekayaan utama perusahaan karena tanpa pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang mengatakan pelanggan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya (Firdaus dan Ariyanti, 2009).
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Proses Akad Ijarah Multiguna Untuk Biaya Umroh. multiguna untuk biaya umroh yang diserahkan kepada nasabah diharapkan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Akad Ijarah Multiguna Untuk Biaya Umroh Penerapan akad ijarah pada pembiayaan multiguna untuk biaya umroh di Bank Syariah Mandiri KCP Katamso dilakukan dengan menjelaskan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian Kredit Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Kredit adalah penyediaan uang
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kinerja dan kelangsungan usaha bank yang melakukan kegiatan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS. secara dini indeksi-indeksi penyimpangan (deviation) dari kesepakatan
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Sistim Maintain 1. Pengertian Sistim Maintain Sistim maintain atau disebut juga pengawasan pembiayaan merupakan usaha untuk mengetahui dan menyusun strategi perbaikan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan memiliki fungsi yang penting dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan perbankan memiliki fungsi yang penting dalam perekonomian suatu negara. Fungsi tersebut adalah fungsi intermediasi keuangan, artinya bank sebagai
Lebih terperinciRESCHEDULING DAN KOLEKTABILITAS
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH, RESCHEDULING DAN KOLEKTABILITAS A. Pembiayaan Mura>bah}ah 1. Definisi Pembiayaan Definisi pembiaayan dalam undang-undang perbankan Syariah nomor 21
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. II Pengertian Audit Operasional. melainkan untuk menvalidasikan efektivitas prosedur. II Tujuan Audit Operasional
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Kerangka Teori dan Literatur II.1.1 Audit Operasional II.1.1.1 Pengertian Audit Operasional Mengacu pada pendapat McLeod dan Schell (2008), pengertian Audit Operasional adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam menstabilkan perekonomian suatu negara. Bank sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan antara pihak
Lebih terperinciOOTORITAS JASA KEUANGAN ReREPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA OOTORITAS JASA KEUANGAN ReREPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.03/2015 TENTANG KETENTUAN KEHATI-HATIAN DALAM RANGKA STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/9/PBI/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/21/PBI/2006 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN
Lebih terperinciBUKU IV AKUNTANSI SYARI AH BAB I CAKUPAN AKUNTANSI SYARI AH. Pasal 735
205 BUKU IV AKUNTANSI SYARI AH BAB I CAKUPAN AKUNTANSI SYARI AH Pasal 735 (1) Akuntansi syari ah harus dilakukan dengan mencatat, mengelompokkan, dan menyimpulkan transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian
Lebih terperinci- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
- 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 44 /POJK.03/2017 TENTANG PEMBATASAN PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN OLEH BANK UMUM UNTUK PENGADAAN TANAH DAN/ATAU PENGOLAHAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciGUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/6/PBI/2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/2/PBI/2005 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan bank sebagai perusahaan yang bergerak di bidang keuangan memegang peranan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan akan dana. Sehubungan dengan hal tersebut sudah
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian Kredit Pengertian kredit secara umum, kredit adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atas dasar kepercayaan sebagai pengganti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional. Kegiatan utama dari perbankan syariah adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menyerasikan dan mengembangkan perekonomian dan pembangunan nasional.
Lebih terperinciKUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR
LAMPIRAN II PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR Lampiran II Penetapan Kualitas Kredit PROSPEK
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. I. Pengertian, Unsur, Tujuan dan Fungsi Pembiayaan. penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
BAB III PEMBAHASAN I. Pengertian, Unsur, Tujuan dan Fungsi Pembiayaan A. Pengertian Pembiayaan atau Kredit Menurut UU Perbankan Nomor 10 Tahum 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
Lebih terperincimemenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008.
A. Pengertian Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. 19 Usaha
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF
Lebih terperinciWawancara dengan Rudi Rusmanto, Manajer BMT Aulia tanggal 15 Februari. 2 Wawancara dengan Lilik, Marketing tanggal 20 Februari 2016.
BAB IV PEMBIAYAAN IJARAH DI BMT AULIA MAGELANG DAN KEMAMPUAN ANGGOTA DALAM MEMBAYAR ANGSURANNYA A. Praktek Pemberian Pembiayaan Ijarah di BMT Aulia Magelang Pada BMT Aulia Magelang pembiayaan ijarah yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /POJK.03/2017 TENTANG KEWAJIBAN PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinci2017, No pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum untuk pengadaan tanah dan/atau pengolahan tanah; e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2017 KEUANGAN OJK. Bank. Tanah. Pengadaan. Pengolahan. Pemberian Kredit. Pembiayaan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2007 hingga 2010 proporsi jumlah bank gagal dari jumlah bank yang ditetapkan dalam pengawasan khusus cenderung meningkat sesuai dengan Laporan Tahunan Lembaga
Lebih terperinci1. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah; 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai Unit Usaha Syariah; RANCANGAN
Yth. 1. Direksi Perusahaan Pembiayaan Syariah; 2. Direksi Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai Unit Usaha Syariah; di Tempat RANCANGAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2015 TENTANG TINGKAT
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga financial intermediary yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana serta sebagai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Akuntansi Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan
Lebih terperinciBUPATI PENAJAM PASER UTARA,
BUPATI PENAJAM PASER UTARA 11 PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PINJAMAN MODAL USAHA DENGAN DANA POLA BERGULIR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga sektor keuangan sangat dibutuhkan dalam mendukung permodalan dalam sektor riil, hal ini sudah dirasakan fungsinya sejak beberapa puluh tahun yang lalu di Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
Lebih terperinciSURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
No. 7/ 3 /DPNP Jakarta, 31 Januari 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Sehubungan dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bank Syariah Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, definisi bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI
BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI SYARIAH KANTOR CABANG PEMBANTU MOJOKERTO A. Analisis Mekanisme Penanganan Pembiayaan Macet
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 39 /PBI/2008 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PENANGANAN KHUSUS PERMASALAHAN PERBANKAN PASCABENCANA NASIONAL DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS, PROVINSI
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Bank Mandiri Syariah KCP Ngaliyan merupakan salah satu bentuk bank di Indonesia yang bertugas sebagai lembaga intermedasi. Salah satu
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG
9 2 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PEMBIAYAAN MODAL USAHA DENGAN DANA POLA
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. A. Pengertian pembiayaan mikro dan prosedur pembiayaan mikro. menambah modal usaha nasabah dengan harapan agar usahanya lebih
BAB IV PEMBAHASAN A. Pengertian pembiayaan mikro dan prosedur pembiayaan mikro Pembiayaan mikro adalah pembiayaan yang diberikan oleh pihak bank kepada nasabah yang sudah mempunyai usaha lebih dari 2 tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
28 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, KREDIT MACET, DAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL 2.1 Perjanjian Kredit 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit Perjanjian merupakan kesepakatan
Lebih terperinciOTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
ITAS JASA K OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN INDONESIA SA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/POJK.03/2015 TENTANG KETENTUAN KEHATI-HATIAN DALAM RANGKA STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian Pembiayaan dan Pembiayaan Murabahah
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pembiayaan dan Pembiayaan Murabahah 1. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan merupakan sumber dana bagi bank syariah, hal tersebut dikarenakan dari hasil penyaluran pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi syariah secara konsisten telah menunjukan perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di wilayah mesir pada tahun
Lebih terperinciAkuntansi Modal Bank K E L O M P O K 4 : H A F I L I A P O N G G O H O N G S U S A N T I A S S A S A R W I N D A S A R I R I K I K U M A U N A N G
Akuntansi Modal Bank K E L O M P O K 4 : H A F I L I A P O N G G O H O N G S U S A N T I A S S A S A R W I N D A S A R I R I K I K U M A U N A N G Materi: 2 1 2 3 Klasifikasi Modal Bank Rasio Kecukupan
Lebih terperinciDivisi Produk & Prosedur Pembiayaan. Sistem perbankan syariah beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil,
PEMBIAYAAN WIRAUSAHA HASANAH Divisi Produk & Prosedur Pembiayaan 2010 LATAR BELAKANG Sistem perbankan syariah beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil, mengedepankan nilai-nilai kemitraan, dan menghindari
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Bank Syariah 1. Pengertian Pembiayaan Banyak defenisi mengenai pembiayaan yang dikemukakan oleh para ahli. Dari setiap defenisi tersebut tidaklah berbeda antara ahli
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bank 1. Pengertian Bank Terdapat banyak pengertian bank, salah satunya menurut Undang- Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud
Lebih terperinci