KAJIAN YURIDIS SENGKETA JUAL BELI TANAH KARENA WANPRESTASI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO NO. 32/PDT.G/2007/PN.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN YURIDIS SENGKETA JUAL BELI TANAH KARENA WANPRESTASI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO NO. 32/PDT.G/2007/PN."

Transkripsi

1 KAJIAN YURIDIS SENGKETA JUAL BELI TANAH KARENA WANPRESTASI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO NO. 32/PDT.G/2007/PN.SKH) Oleh: Linda Pradipta Devi NPM Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui alasan-alasan yang diajukan pihak Penggugat sehingga melakukan gugatan dalam jual beli tanah dan bangunan tersebut. 2) Mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara gugatan perbuatan melawan hukum atas jual beli tanah dan bangunan dalam perkara perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh. Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap peraturan yang berlaku serta kaedah hukum itu sendiri (peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, hukum adat atau hukum tidak tertulis lainnya) dan asas-asas hukum. Sumber data menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen. Analisis hukum menggunakan logika deduktif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa: Alasan-alasan yang diajukan pihak Penggugat sehingga melakukan gugatan dalam jual beli tanah dan bangunan yaitu Tergugat melakukan wanprestasi di mana tergugat dalam membayar jual beli tanah dan bangunan seharga Rp ,- dibayar dengan uang tunai sebesar Rp ,- dan kekurangannya sebesar Rp ,- dibayar dengan 2 (dua) lembar cek, namun setelah dua lembar cek tersebut dikliringkan/dicairkan oleh Penggugat di Bank NISP Solo ditolak karena Rekening Giro telah ditutup. Atas kejadian tersebut kemudian Penggugat menghubungi Tergugat I dan suaminya (Tergugat II) baik melalui telepon maupun ketemu langsung, namun setiap kali Penggugat menanyakan kekurangan pembayaran terhadap pembelian tanah dan bangunan SHM No (obyek sengketa) kepada Tergugat I dan Tergugat II selalu menghindar yang pada pokok intinya tidak mau membayar. Pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara gugatan perbuatan melawan hukum atas jual beli tanah dan bangunan dalam perkara perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh yaitu didasarkan pada isi surat gugatan Penggugat yang dihubungkan dengan alat bukti dan keterangan saksi, di mana batas-batas obyek sengkta yang tersebut dalam surat gugatan Penggugat dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah ternyata ada perbedaan pada batas sebelah Utara dan sebelah Selatan. Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima. 1

2 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dengan cara bermasyarakat, namun dalam kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekan-gesekan diantara mereka. Hal itu karena setiap manusia memiliki kepentingan masing-masing yang berbeda antara satu dengan lainnya. Tidak jarang kepentingan-kepentingan tersebut dapat menimbulkan sengketa. Benturan-benturan yang terjadi merupakan upaya untuk mempertahankan dan melindungi kepentingannya, haknya, maupun kewajibannya. Guna melindungi kepentingan masyarakat, perlu dicarikan upaya pencegahan dan pengaturan agar warga masyarakat dapat menyalurkan kepentingannya dalam suasana penerapan penegakan hukum, yang mana keadilan dapat diperoleh melalui proes peradilan yang bebas, berwibawa, adil, dan tidak memihak. Namun, hal ini haruslah dilakukan sebagai alternatif terakhir jika sudah tidak ada lagi cara yang dapat diupayakan dalam menyelesaikan sengketa. Dengan adanya hal ini besar kemungkinan menimbulkan sengketa dalam masyarakat, yang salah satu contohnya sengketa jual beli tanah. Tidak jarang dalam praktek jual beli tanah terjadi banyak permasalahan. Seperti status kepemilikan hak atas tanah tersebut, persetujuan antara pihak satu dengan yang lain, adanya kepemilikan sertifikat ganda, maupun karena terjadi kekurangan pembayaran atas harga tanah yang sudah disepakati. Salah satu fungsi utama dari hukum adalah untuk mengurangi besarnya jumlah variasi dan keanekaragaman tingkah laku manusia menjadi suatu tatanan yang jumlah dan bentuknya dapat diterima serta untuk mengumpulkan peraturanperaturan atau standar tingkah laku yang dapat diterapkan pada tipe-tipe tingkah laku tertentu yang telah dirumuskan lebih dahulu. 1 Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur cara menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim. Dengan kata lain, hukum acara perdata adalah peraturan yang menentukan bagaimana cara menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Lebih konkret lagi, dapat dikatakan bahwa hukum hukum acara perdata mengatur mengenai cara mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskannya tata cara pelaksanaanya daripada putusannya. Dalam hal ini, tuntutan hak tidak lain adalah tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah eigenricting atau tindakan main hakim sendiri. Tindakan main hakim sendiri merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang-wenang, tanpa persetujuan dari pihak lain yang berkepentingan, sehingga menimbulkan kerugian. Oleh karena itu tindakan menghakimi sendiri ini tidak dibenarkan dalam hal kita hendak memperjuangkan atau melaksanakan hak kita. Terhadap tindakantindakan tersebut perlu diberikan suatu penyelesaian oleh Negara, bukan penyelesaian oleh perorangan, yang dalam hal ini Negara menyerahkan kekuasaan kepada Badan Peradilan. Begitu pula halnya dalam perkara perdata. Kalau sesuatu persoalan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah antara pihak-pihak yang 1 Ronny Hanitijo Soemitro S.H, 1985, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan Masyarakat, Bandung: Remadja Karya CV, hal. 1.

3 berkepentingan, maka perkara dapat diajukan kepada kepada Pengadilan Negeri, dengan suatu surat gugatan. 2 Salah satu cara yang digunakan untuk mendapatkan hak milik atas tanah saat ini yaitu dengan melakukan transaksi jual beli. Transaksi jual beli adalah salah satu cara untuk memperoleh dan memiliki hak milik atas tanah. Dalam melakukan proses transaksi jual beli hak milik atas tanah, sebelum terpenuhinya syarat terang dan lunasnya suatu pembayaran terhadap pembelian suatu objek hak milik atas tanah, maka para pihak dalam hal ini pihak penjual dan pihak pembeli melakukan suatu perbuatan hukum dengan membuat suatu perjanjian jual beli hak milik atas tanah dihadapan PPAT. Dengan dibuat dihadapan PPAT, maka para pihak dalam membuat perjanjian jual beli akan mendapatkan bantuan dalam merumuskan hal-hal yang akan diperjanjikan. Perbuatan hukum jual beli hak milik atas tanah yang dilakukan dengan perjanjian jual beli di hadapan PPAT yang kemudian jika syarat terang dan tunainya terpenuhi maka dilanjutkan dengan penandatanganan akta jual beli yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) sekaligus juga merupakan penyerahan hak milik atas tanah dari penjual kepada pembeli. Dalam kaitannya dengan ketentuan yang mengatur tentang peralihan hak milik atas tanah, jual beli hak milik atas tanah dan penyerahan hak milik atas tanah dari penjual kepada pembeli harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Nomor 59 Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696), yang menyatakan bahwa: Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumh susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan harta ke perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa, peralihan hak milik atas tanah tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perbuatan hukum jual beli selesai atau tuntas pada saat penjual menerima pembayaran dan bersamaan dengan itu menyerahkan suatu barang yang dijualnya kepada pembeli. Jual beli yang dilakukan dengan nyata atau konkret dikenal dengan istilah terang dan tunai, namun apabila diperhatikan dalam Pasal 1457 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata), jual beli diartikan sebagai berikut: Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. 3 Dalam hukum pertanahan Indonesia dikenal bahwa jual beli tanah dilakukan secara terang dan tunai dalam artian penyerahan dan pembayaran jual beli hak milik 2 Elise T. Sulistini, Drs. Rudy T Erwin S.H, 1987, Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkaraperkara Perdata, Jakarta: Bina Aksara, hal Florianus SP Sangsun, 1998, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Jakarta: Visi Media, hal. 18

4 atas tanah dilakukan pada saat bersamaan (tunai) dihadapan seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (terang). Penambahan terang dan tunai dalam jual beli hak milik atas tanah disebabkan karena hukum tanah Indonesia mengadopsi aturan-aturan hukum adat. Pandangan hukum adat menyatakan bahwa jual beli atas bidang tanah telah terjadi antara penjual dan pembeli bila diketahui oleh kepala kampung yang bersangkutan dan dihadiri oleh dua orang saksi. 4 Dengan membuat suatu perjanjian jual beli, para pihak bermaksud untuk membuat suatu perjanjian pendahuluan dalam rangka proses peralihan hak milik atas tanah. Dalam perjanjian jual beli para pihak mengutarakan keinginannya serta memuat janji-janji untuk melakukan transaksi jual beli hak milik atas tanah. Dalam kasus perdata mengenai sengkata jual beli tanah dan bangunan yaitu Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh bermula ketika penggugat menjual sebidang tanah dan bangunan kepada tergugat dengan harga sebesar Rp ,00 (seratus tujuh puluh juta rupiah), di mana tergugat membayar uang muka sebesar Rp ,00 (tujuh puluh juta rupiah) kepada penggugat yang dilaksanakan dihadapan notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Ignatius Agus Saptono, SH. Sedangkan kekurangannya sebesar Rp ,00 (seratus juta rupiah) dibayar dengan dua lembar cek, yang masingmasing bernilai Rp ,00 dan Rp ,00. Namun ketika penggugat akan mencairkan 2 lembar cek tersebut di Bank NISP Solo, kedua lembar cek tersebut ditolak dengan alasan karena Rekening Giro telah ditutup. Berdasarkan hal tersebut maka penggugat kemudian menghubungi Tergugat baik melalui telepon maupun ketemu langsung, namun setiap kali Penggugat menanyakan kekurangan pembayaran terhadap pembelian tanah dan bangunan SHM No (obyek sengketa) kepada Tergugat, selalu menghindar yang pada pokok intinya tidak mau membayar, oleh karena itu Penggugat melakukan gugatan kepada tergugat di Pengadilan Negeri Sukoharjo, dengan alasan tergugat ingkar janji dan beritikat buruk telah melakukan perbuatan melawan hukum ingkar janji (wanprestasi). Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui alasan-alasan yang diajukan pihak Penggugat sehingga melakukan gugatan dalam jual beli tanah dan bangunan tersebut. 2. Mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara gugatan perbuatan melawan hukum atas jual beli tanah dan bangunan dalam perkara perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif, yang juga bisa disebut sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen. Menurut Bagir Manan, jenis penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap peraturan yang berlaku serta hal Gunawan Widjaya dan Kartini Mulyadi, 2003, Jual Beli, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

5 kaedah hukum itu sendiri (peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, hukum adat atau hukum tidak tertulis lainnya) dan asas-asas hukum. 5 Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Dalam penulisan skripsi ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah, serta dapat dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini dibahas dengan menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan (statute approach) dalam KUHPerdata terkait gugatan perbuatan melawan hukum atas jual beli tanah dan bangunan dalam perkara perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan bahan primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan. Bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan pertamatama dilakukan pemahaman dan mengkaji isinya secara mendalam untuk selanjutnya dibuat catatan sesuai permasalahan yang dikaji baik langsung maupun tidak langsung. 6 Penelitian ini menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan logika deduktif. menurut Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapatnya Philiphus M. Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pegajuan premis major (pernyataan bersifat umum) kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. 7 Jadi yang dimaksud dengan pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum, selanjutnya menarik kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma tersebut dalam mengumpulkan data, kemudian data itu diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan dari data yang telah diolah. Analisis data secara kualitatif yaitu berupa pemaparan hasil penelitian atas putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor: 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh tentang sengketa jual beli tanah. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Alasan-Alasan yang Diajukan Pihak Penggugat dalam Melakukan Gugatan Dalam Jual Beli Tanah dan Bangunan Berdasarkan hasil analisis Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh mengenai gugatan sengketa jual beli tanah karena wanprestasi, maka alasan-alasan atau dasar yang diajukan oleh pihak Penggugat, dalam hal ini adalah Sahliyatul Khoiriyah, yang diwakili oleh kuasanya masing- 5 Bagir Manan, 1999, Penelitian Bidang Hukum, Puslitbangkum Unpad, Perdana, Januari, Bandung, h. 4 6 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h Peter Mahmud Marzuki, Ibid, 47

6 masing bernama ZAINAL ABIDIN, SH. dan BAMBANG TRIHARYANTO, SH. adalah sebagai berikut: Tergugat I dan Tergugat II Melakukan Wanprestasi Dugaan adanya wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II yaitu berawal dari Penggugat memerlukan dana/biaya maka pada tanggal 20 Juli 2006 Penggugat menjual tanah miliknya kepada Tergugat I dengan kesepakatan harga sebesar Rp ,- (seratus tujuh puluh juta rupiah). Dalam transaksi jual beli tersebut disepakati antara Penggugat dengan Tergugat I untuk dibuatkan Akta Jual Beli No. 129/Kts/2006 tanggal 20 Juli 2006 dengan mencantumkan harga Rp ,- (tiga puluh tiga juta rupiah) dihadapan Notaris/PPAT Kabupaten Sukoharjo IGNATIUS AGUS SAPTONO, SH. Pada saat terjadi transaksi jual beli dihadapan IGNATIUS AGUS SAPTONO, SH. Notaris/PPAT Kabupaten Sukoharjo Tergugat I membayar uang muka sebesar Rp ,- (tujuh puluh juta rupiah) secara tunai, sedangkan sisanya dibayar dengan dua lembar cek, yaitu: - Cek No. XP tanggal 24 Desember 2006 BCA (Bank Central Asia) sejumlah Rp ,- (lima belas juta lima ratus ribu rupiah) dan - Cek No. XP tanggal 24 Desember 2006 BCA (Bank Central Asia) sejumlah Rp ,- (delapan puluh lima juta rupiah). Kedua cek tersebut atas nama Tergugat II yaitu Syamidi suami Tergugat I. Bahwa atas pembayaran dengan 2 (dua) lembar cek dari Tergugat I tersebut, kemudian oleh Penggugat mengkliringkan/mencairkannya di Bank NISP Solo, namun oleh pihak Bank dinyatakan ditolak karena Rekening Giro telah ditutup. Atas kejadian tersebut kemudian Penggugat menghubungi Tergugat I dan suaminya (Tergugat II) baik melalui telepon maupun ketemu langsung, namun setiap kali Penggugat menanyakan kekurangan pembayaran terhadap pembelian tanah dan bangunan SHM No (obyek sengketa) kepada Tergugat I dan Tergugat II selalu menghindar yang pada pokok intinya tidak mau membayar. Sehingga Penggugat berkesimpulan bahwa Tergugat I dan Tergugat II beritikat buruk yaitu telah melakukan perbuatan melawan hukum ingkar janji (wanprestasi). 2. Tergugat I dan Tergugat II Bertitikat Buruk dalam Transkasi Jual Beli Tanah dan Bangunan Dasar yang digunakan oleh Penggugat bahwa Tergugat I dan Tergugat II bertitikat buruk dalam transkasi jual beli tanah dan bangunan didasarkan pada perbuatan Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu ingkar janji (wanprestasi) atas kekurangan pembayaran pembelian tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya (obyek sengketa) dengan SHM No luas 280 m2 milik Penggugat, sedangkan jual beli terhadap tanah dan bangunan (obyek sengketa) telah dibalik nama atas nama Tergugat I MULAT SRI LESTARI. Bentuk itikat buruk Tergugat I dan Tergugat II yaitu 2 lembar cek yang digunakan untuk pembayaran kekurangan pembelian tanah dan bangunan adalah cek kosong, hal tersebut diketahui setelah penggugat mengkliringkan/mencairkannya di Bank NISP Solo, namun oleh pihak Bank dinyatakan ditolak karena Rekening Giro telah ditutup. Oleh karena itu Penggugat mempunyai sangkaan yang beralasan terhadap etikat buruk dari Tergugat I, dan untuk menjamin terbayarnya kekurangan pembayaran pembelian tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya dengan Sertifikat Hak Milik No.5210 luas 280 m2 terletak di Kelurahan/Desa Kartasura, Kecamatan

7 Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, maka Penggugat mohon kepada yang terhormat Ketua Pengadilan Negeri Sukoharjo berkenan untuk meletakkan sita jaminan terlebih dahulu (Conservatoir Beslag) terhadap obyek sengketa Sertifikat Hak Milik No luas 280 m2 terletak di Kelurahan/Desa Kartasura Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo atas nama MULAT SRI LESTARI dengan batas-batas sebagai berikut : - Sebelah Utara : Jalan Desa - Sebelah Timur : Jalan Desa - Sebelah Selatan : Hadi Mulyono - Sebelah Barat : H.Muhtar Rifai Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat peneliti kemukakan bahwa dalam HIR dan RBg tidak menetapkan syarat-syarat tentang isi gugatan. Misalnya tidak diharuskan, seperi halnya dengan gugatan (daagvarding) dalam ketentuan hukum acara perdata Eropa yang diatur dalam Rv, bahwa gugatan harus memuat apa yang dituntut terhadap tergugat, dasar-dasarnya penuntutan tersebut dan bahwa tuntutan itu harus terang dan tertentu. Hukum Acara Perdata yang termuat dalam HIR dan RBg tidak menyebut syarat-syarat yang harus dipenuhi surat gugatan. Akan tetapi Mahkamah Agung dalam beberapa putusannya memberikan fatwa bagaimana surat gugatan itu disusun: Orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan, asal cukup memberikan gambaran tentang kejadian materiil yang menjadi dasar tuntutan (MA tanggal Nomor 547 K/Sip/1972); 1. Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (MA tanggal Nomor 492 K/Sip/1970); 2. Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara lengkap (MA tanggal Nomor 151 K/Sip/1975 dan lain-lain); dan 3. Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan jelas letak tanah, batasbatas, dan ukuran tanah (MA tanggal Nomor 81 K/Sip/1971). Jika diperhatikan ketentuan tentang syarat-syarat suatu surat gugatan, pada Pasal 8 ayat (3) Hukum Acara Perdata itu disebutkan bahwa surat gugatan harus memuat identitas para pihak, fundamentum petendi (posita), dan petitum. Yang dimaksud dengan identitas para pihak adalah keterangan yang lengkap dari pihakpihak yang berperkara, yaitu nama, tempat tinggal, dan pekerjaan (eks Pasal 1367 BW). Kalau mungkin jika agama, umur dan status (kawin atau belum kawin, janda atau duda) perlu dicantumkan dalam gugatan. Sedangkan fundamentum petendie (posita) adalah dasar dari gugatan, yang memuat tentang adanya hubungan hukum antara pihak-pihak yang berperkara (penggugat dan tergugat), yang terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu: uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa (eitelijke groden) dan uraian tentang hukumnya (rechtsgronden). Petitum adalah yang dimohon atau dituntut supaya diputuskan oleh pegadilan. Jadi petitum ini akan mendapat jawabannya dalam diktum atau amar putusan pengadilan. Karena itu penggugat harus merumuskan petitum tersebut dengan jelas dan tegas. Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna bisa berakibat dinyatakan tidak dapat diterima.

8 Pertimbangan Majelis Hakim dalam Memutuskan Perkara Gugatan Perbuatan Melawan Hukum atas Jual Beli Tanah dan Bangunan dalam Perkara Perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh Pertimbangan hukum hakim yang menolak gugatan Penggugat atas gugatan wanprestasi atas jual beli tanah dan bangunan dalam Perkara Perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh didasarkan pada pertimbangan dari pada gugatan yang diajukan oleh Penggugat, Majelis Hakim dalam memberikan pertimbangan sebagai alasan untuk mengambil putusan juga melakukan upaya penemuan hukum, penemuan hukum ini dimaksudkan untuk menetapkan peraturan hukum umum kepada peristiwa hukum konkrit suatu peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkrit (das sein). Adapun dasar pertimbangann hakim dalam menolak gugatan Penggugat dalam Perkara Perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh adalah sebagai berikut: 1. Bahwa gugatan Penggugat tersebut disangkal oleh Tergugat I dan Tergugat II, maka diwajibkan kepada Penggugat untuk membuktikan dalil-dalil kebenaran gugatannya. Untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah mengajukan bukti surat-surat P.1 sampai dengan P.7 dan 2 (dua) orang saksi yang nama serta keterangannya telah disebutkan di atas. 2. Bahwa untuk mendukung dalil-dalil sangkalannya Tergugat I dan Tergugat II telah mengajukan bukti surat-surat T.I. II-1 dan T.I. II-2. Oleh karena itu sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan apa yang menjadi pokok perkara, terlebih dahulu akan mempertimbangkan persyaratan formal yang harus dipenuhi. 3. Bahwa untuk tuntasnya suatu perkara perdata hendaknya dipenuhi formalitasformalitas yang antara lain obyeknya riel yang maksudnya adalah obyek yang bisa dihitung, diukur, dilihat dan dirasakan oleh peminta keadilan, yang berada dalam lingkungan hukum dan apabila obyek itu tidak demikian halnya, maka kelak putusan itu tidak ada artinya bagi para peminta keadilan karena akan menimbulkan kesulitan pada saat pelaksanaan putusan. 4. Bahwa Penggugat pada posita nomor 1 telah mendalilkan bahwa obyek sengketa dalam perkara ini adalah sebidang tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya dengan Sertifikat Hak Milik No luas 280 m2 yang terletak di Kelurahan/Desa Kartasura Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo dengan batas-batas : a. Sebelah Utara : Jalan Desa b. Sebelah Timur : Jalan Desa c. Sebelah Selatan : Hadi Mulyono d. Sebelah Barat : H Muhtar Rifai 5. Bahwa terhadap obyek sengketa tersebut oleh Penggugat pada posita nomor 11 dan petitum nomor 7 surat gugatan telah dimintakan untuk di eksekusi pelelangan di depan umum dengan perantaraan Pejabat Lelang Negara, apabila Tergugat I tidak dapat membayar kekurangan pembayaran tanah dan bangunan obyek sengketa. Kendati pokok gugatan mengenai wanprestasi karena adanya jual beli obyek sengketa antara Penggugat dengan Tergugat I yang ternyata disangkal oleh Tergugat I dan Tergugat II, maka berdasarkan Yurisprudensi (Putusan

9 Mahkamah Agung R.I. No K/Sip/1975 tanggal 17 April 1979) syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam surat gugatan adalah: a. Gugatan harus mencantumkan batas-batas dan luas tanah. b. dan juga harus mencantumkan dengan jelas tanah yang digugat tersebut; 6. Bahwa berdasarkan bukti P.5 = T.I. II-1 dan T.I. II-2 dihubungkan dengan keterangan saksi I Penggugat yang bernama MASDUKI yang dahulu adalah pemilik obyek sengketa, ternyata bahwa batas-batas obyek sengketa: - Sebelah Utara : tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00639) - Sebelah Timur : Jalan Desa. - Sebelah Selatan : tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00637) - Sebelah Barat : H. Muchtar Rifai Oleh karena batas-batas obyek sengekta yang tersebut dalam surat gugatan Penggugat dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah ternyata ada perbedaan pada batas sebelah Utara dan sebelah Selatan, maka obyek sengketa menjadi tidak pasti lagi, bahkan mungkin luasnyapun menjadi tidak pasti lagi karena telah melanggar tanah milik orang lain. 7. Bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, ternyata syarat-syarat seperti yang digariskan dalam Yurisprudensi/Putusan Mahkamah Agung R.I. No. Reg K/Sip/1975 tanggal 17 April 1979 telah tidak terpenuhi. Oleh karerna itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima. Berdasarkan pertimbangan hakim di atas, hakim yaitu menolak gugatan penggugat, menurut peneliti sudah tepat, sebab hakim dalam menentukan menyelesaikan suatu sengketa hakim sudah memperhatikan alat-alat bukti yang ada dalam menyelesaikan suatu sengketa yang menyakinkan keyakinannya sudah murni dan kuat sebagaimana yang diatur dalam pasal 1866 KUHPerdata yang terdiri atas : a. Bukti Tulisan b. Saksi-saksi c. Persangkaan d. Pengakuan e. Sumpah Hakim juga diharapkan tidak memihak dalam menentukan siapa yang benar dan siapa yang tidak dalam suatu perkara dan mengakhiri sengketa atau perkaranya. Bagi hakim dalam mengadili suatu perkara terutama yang dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan hukumnya hanyalah alat, sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya. Ada kemungkinannya terjadi suatu peristiwa, yang meskipun sudah ada peraturan hukumnya, justu lain penyelesainnya. Kemudian bila diperhatikan mengenai Kewenangan Hakim dalam memberikan Pertimbangan Hukum dalam memberi Pertimbangan Hukum dalam Putusannya, dengan sangat jelas diatur dalam pasal 189 RBG (reglement bewesken) menentukan : 1. Pada waktu mengadakan permusyawarahan hakim karena jabatannya harus mencukupkan dasar-dasar hukum yang oleh pihak-pihak dan diajukan. 2. Ia wajib mengadili tiap-tiap bagian tuntutan.

10 3. Ia dilarang memberikan keputusan tentang hal-hal yang tidak ada dituntut atau mengabulkan lebih banyak dari apa yang dituntut. Pertimbangan majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tersebut meninjau dari tentang duduk perkara dan pertimbangan hukum yang diambil untuk memberikan putusan pada perkara tersebut. Hakim juga harus terlebih dahulu mengetahui secara obyektif tentang duduknya perkara sebenarnya sebagai dasar putusannya dan bukan secara (a priori) menemukan putusannya sedang pertimbangannya baru kemudian dikostruir. Peristiwa yang sebenarnya akan diketahui hakim dari pembuktian. Setelah hakim menganggap terbukti peristiwa yang menjadi sengketa yang berarti bahwa hakim telah dapat mengkonstatir peristiwa yang menjadi sengketa, maka hakim harus menentukan peraturan hukum yang menguasai sengketa antara kedua belah pihak. Ia harus menemukan hukumanya ia harus mengkwalifisir peristiwa yang telah dianggapnya terbukti. Ketentuan yang mengharuskan adanya pertimbangan pengadilan ditentukan dalam Pasal 195 RBG ayat (1), 184 HIR yang menyatakan : Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan. Pertimbangan yang termuat dalam suatu putusan dibagi dua yaitu pertimbangan mengenai duduk perkaranya atau peristiwanya dan juga mengenai hukumnya. Mengenai peristiwa atau duduk perkaranya merupakan tugas dari pihak yang mengemukakannya dan membuktikannya dalam persidangan dengan menghadirkan atau menyediakan alat bukti sedangkan mengenai hukumnya merupakan tugas dari para hakim. Pengambilan keputusan oleh Majelis Hakim harus berdasarkan musyawarah harus dirahasiakan, tidak boleh keluar sampai diketahui masyarakat luas, apabila dicantumkan secara resmi dalam putusan. Ketentuan yang mengharuskan adanya pertimbangan pengadilan ditentukan dalam Pasal 195 RBg ayat (1), 184 HIR yang menyatakan : Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan. Pasal 189 ayat (1) RBg menentukan bahwa hakim karena jabatannya harus mencukupkan dasar-dasar hukum. Pertimbangan itu mencangkup pertimbangan peristiwanya dan pertimbangan tentang hukum. Pertimbangan itu tidak boleh bertentangan dengan dasar gugatan. Kemudian pengadilan harus cukup membuat pertimbangannya. Kurangnya pertimbangan pengadilan akan berakibat putusan harus dibatalkan. Pada pasal 50 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Menurut Subekti dalam bukunya Hukum Pembuktian suatu putusan hakim didasarkan pada pertimbangan hukum yang diambil dengan menyimpulkan dalildalil yang menjadi dasar gugatan yang diakui atau tidak disangkal baru kemudian

11 disusul dengan dalil-dalil yang disangkal dan yang menjadi persoalan dalam perkara tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas dapat peneliti kemukakan bahwa hakim dalam memutuskan perkara gugatan perbuatan melawan hukum atas jual beli tanah dan bangunan dalam perkara Perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh sudah mempertimbangkan dalil-dalil gugatam serta keterangan saksi-saksi yang diajukan di persidangan serta alat bukti yang diajukan, di mana objek gugatan yang didasarkan pada bukti P.5 = T.I. II-1 dan T.I. II-2 dihubungkan dengan keterangan saksi I Penggugat yang bernama MASDUKI yang dahulu adalah pemilik obyek sengketa, ternyata bahwa batas-batas obyek sengketa: 1. Sebelah Utara : tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00639) 2. Sebelah Timur : Jalan Desa. 3. Sebelah Selatan : tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00637) 4. Sebelah Barat : H. Muchtar Rifai Oleh karena batas-batas obyek sengkta yang tersebut dalam surat gugatan Penggugat dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah ternyata ada perbedaan pada batas sebelah Utara dan sebelah Selatan, maka obyek sengketa menjadi tidak pasti lagi, bahkan mungkin luasnyapun menjadi tidak pasti lagi karena telah melanggar tanah milik orang lain. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, ternyata syarat-syarat seperti yang digariskan dalam Yurisprudensi/Putusan Mahkamah Agung R.I. No. Reg K/Sip/1975 tanggal 17 April 1979 telah tidak terpenuhi. Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima. Dalam penelitian ini, ada beberapa hal yang bisa didapatkan, yaitu : Dari Sisi Kepastian Hukumnya Jelas terlihat dalam Perkara ini telah melanggar pasal 1138 KUH Perdata: Semua Perjanjian yang dibuat secara sejak berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dinyatakan cukup untuk itu. Beberapa poin yang sah tentang perjanjian yang sah diatur dalam pasal ini. Syarat yang lebih rinci disebutkan di pasal 1320 KUHPerdata. Jika hanya melanggar pasal 1620 saja kurang tepat, karena ada poin yang merupakan syarat subyektif dan obyektif, dimana bila syarat subyektif tidak terpenuhi masih dapat dibatalkan, sedangkan bila syarat obyektif yang tidak terpenuhi berakibat batal demi hukum. Obyek sengketa disini tidak jelas batas-batasnya, sehingga mengakibatkan gugatan penggugat kaburobservasi liberal). Dari Sisi Keadilan 1. Batas tanah obyek sengketa sewaktu beli dari maskuki adalah : Sebelah Utara : Jl. Desa Sebelah Timur : Jl. Desa Sebelah Selatan : Hadi Mulyono Sebelah Barat : H. Muhtar Rifai Namun, ketika Mastuki menjadi saksi di persidangan, batas tanah menjadi:

12 Sebelah Utara : tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00639) Sebelah Timur : Jalan Desa. Sebelah Selatan : tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00637) Sebelah Barat : H. Muchtar Rifai Terdapat perdebatan batas pada batas sebelah Utara dan Selatan. Saya rasa hal tersebut kurang adil mengingat hal tersebut berasal dari sumber yang saya yaitu Mastuki. 2. Kesepakatan antara penggugat dan tergugat berupa pembayaran DK Rp ,- alangkah lebih aman bila sisa pembayaran dimasukkan ke dalam utang-piutang sehingga mengurangi resiko bila tergugat cidera janji, setidaknya masih dapat dituntut untuk memenuhi prestasinya. 3. Pada perkara ini, pihak tergugatlah yang memenangkan perkara, hendaknya beritikad baik untuk mengganti sejumlah kekurangan pembayaran sebesar Rp ,- secara tunai. Dari Sisi Kemanfaatan 1) Tidak memakai perikatan bawah tangan karena tidak mempunyai kewenangan yang kuat terhadap tanah yang kita beli. 2) Hendaknya harga tanah yang tertera pada akta jangan dimanipulasi agar tidak merugikan kita dikemudian harinya. 3) Melepaskan hak atas tanah bila debitur sudah melunasi harga yang telah disepakati. 4) Segera mengajukan proses balik nama atas tanah yang dibeli. 5) Sebisa mungkin tidak menerima pembayaran melalui cek guna menghindari halhal yang tidak diingini. 6) Sertifikat tanah letak dan batas-batasnya harus jelas, sehingga tidak menjalani Yurisprudensi 1149/K/Sip/1975 tanggal 17 April 1979 : Karena surat gugatan tidak disebutkan dengan jelas letak / batas-batas tanah sengketa, maka gugatan tersebut tidak dapat diterima. 7) Jika timbul perkara, hendaknya permohonan yang diajukan sesuai Pasal 119 HIR / 143 RBG: Permohonan dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah tentang tata cara membuat permohonan. KESIMPULAN Dari uraian pada bab-bab terdahulu, maka penulis dapat menyimpulkan halhal sebagai berikut : Alasan-alasan yang diajukan pihak Penggugat sehingga melakukan gugatan dalam jual beli tanah dan bangunan yaitu Tergugat melakukan wanprestasi di mana tergugat dalam membayar jual beli tanah dan bangunan seharga Rp ,- dibayar dengan uang tunai sebesar Rp ,- dan kekurangannya sebesar Rp ,- dibayar dengan 2 (dua) lembar cek, namun setelah dua lembar cek tersebut dikliringkan/dicairkan oleh Penggugat di Bank NISP Solo ditolak karena Rekening Giro telah ditutup. Atas kejadian tersebut kemudian Penggugat menghubungi Tergugat I dan suaminya (Tergugat II) baik melalui telepon maupun ketemu langsung, namun setiap kali Penggugat menanyakan kekurangan pembayaran terhadap pembelian tanah dan bangunan SHM No (obyek

13 sengketa) kepada Tergugat I dan Tergugat II selalu menghindar yang pada pokok intinya tidak mau membayar. Pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara gugatan perbuatan melawan hukum atas jual beli tanah dan bangunan dalam perkara perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh yaitu didasarkan pada isi surat gugatan Penggugat yang dihubungkan dengan alat bukti dan keterangan saksi, di mana batas-batas obyek sengkta yang tersebut dalam surat gugatan Penggugat dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah ternyata ada perbedaan pada batas sebelah Utara dan sebelah Selatan. Berdasarkan hal-hal tersebut, ternyata syarat-syarat seperti yang digariskan dalam Yurisprudensi/Putusan Mahkamah Agung R.I. No. Reg K/Sip/1975 tanggal 17 April 1979 telah tidak terpenuhi. Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, 1994, Kedudukan Hukum Adat Dalam Perundang-Undangan Agraria Indonesia, Akademika Presindo, Jakarta. Abdul Kadir Muhammad, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Adrian Sutedi, 2006, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta. Ali Achmad, 2003, Hukum Pertanahan II Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri hukum Pertanahan IV, Prestasi Pustaka, Jakarta. Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Bambang Sugeng. 2011, Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata. Kencana Predana Media Grup, Jakarta. Bagir Manan, 1999, Penelitian Bidang Hukum, Puslitbangkum Unpad, Perdana, Januari, Bandung. Bachtiar Effendi, 1982, Kumpulan tulisan tentang hukum tanah, Alumni, Bandung. Elise T. Sulistini, Drs. Rudy T Erwin S.H, 1987, Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara-perkara Perdata, Jakarta: Bina Aksara. Effendi Perangin, 1994, Hukum Agraria Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

14 Edy Ruchyat, 1999, Politik Pertanahan Nasional Sampai orde Reformasi, Alumni, Bandung. Florianus SP Sangsun, 1998, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Jakarta: Visi Media. Gunawan Widjaya dan Kartini Mulyadi, 2003, Jual Beli, Jakarta: Raja Grafindo Persada. J. Satrio, 2001, Perikatan pada Umumnya, Alumni, Bandung. R Setiawan, 1987, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung. Ronny Hanitijo Soemitro S.H, 1985, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan Masyarakat, Bandung: Remadja Karya. Riduan Syahrani, 1988, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Pustaka Kartini, Jakarta. Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta. Subekti, 2001, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta. Soejono, Abdurrahman, 2005, Prosedur Pendaftaran Tanah (Tentang Hak Milik, Hak Sewa Bangunan, Hak Guna Bangunan), Rineka Cipta, Jakarta. Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,. Yogjakarta. Van Dijk, 1989, Pengantar Hukum Adat Indonesia, diterjemahkan oleh A.Soehadi, Sumur, Bandung. Wiryono Projodikoro, 2000, Hukum antar golongan di Indonesia, Sumur, Bandung.

KAJIAN TENTANG GUGATAN PERALIHAN DAN PENGUASAAN HAK. MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan

KAJIAN TENTANG GUGATAN PERALIHAN DAN PENGUASAAN HAK. MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan KAJIAN TENTANG GUGATAN PERALIHAN DAN PENGUASAAN HAK MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3082 K/Pdt/2011) JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantara mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki. kepentingannya, haknya, maupun kewajibannya.

BAB I PENDAHULUAN. diantara mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki. kepentingannya, haknya, maupun kewajibannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang hidup dengan cara bermasyarakat. Namun dalam kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekangesekan diantara

Lebih terperinci

SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM. (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo. No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh)

SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM. (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo. No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh) SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh) Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Strata I Jurusan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM.

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM. TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM. 12100022 ABSTRAK Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai peran yang sangat penting karena merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan. Selain itu tanah mempunyai hubungan

Lebih terperinci

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO. Judul : KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO. 13/Pdt.G/2009/PN. Skh Disusun oleh : Rani Permata Sari NPM : 13101115 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska) Oleh : Dyah Kristiani (12100038)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

PERANAN HAKIM TERHADAP LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN.

PERANAN HAKIM TERHADAP LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN. PERANAN HAKIM TERHADAP LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN.Mks) Rezki Erawati. S Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi atau

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) nagara.

BAB II LANDASAN TEORI. diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) nagara. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Teori Kepastian Hukum Kepastian hukum menurut Jan Michiel Otto mendefenisikan sebagai kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu : 1) Tersedia aturan -aturan

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat kepentingan terdiri dari kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

Analisis Yuridis Kasus Gugatan Wanprestasi Jual Beli Rumah melalui Peralihan Hak Atas tanah. (Studi Kasus Putusan Nomor 73/Pdt.

Analisis Yuridis Kasus Gugatan Wanprestasi Jual Beli Rumah melalui Peralihan Hak Atas tanah. (Studi Kasus Putusan Nomor 73/Pdt. Analisis Yuridis Kasus Gugatan Wanprestasi Jual Beli Rumah melalui Peralihan Hak Atas tanah (Studi Kasus Putusan Nomor 73/Pdt.G/2013/PN SKH) Eviani Hari.N. 11100030 Mahasiswa Fakultas Hukum UNISRI ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan empat badan Peradilan yang ada di Indonesia. Masing-masing badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang atau istilah yang lebih dikenal sebagai utang-piutang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat yang telah mengenal

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH ( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Magetan ) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mencabut gugatan adalah tindakan ini menarik kembali suatu gugatan yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan perkara perdata

Lebih terperinci

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG 0 KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG (Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor Register 318.K/Pdt/2009 Tanggal 23 Desember 2010) TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah negara hukum, demikianlah makna yang tersirat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini berarti di negara Indonesia ada tata hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan, oleh karena itu diharapkan segala tindakan dan perbuatan harus berdasarkan atas hukum.

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adalah seperangkat aturan yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia yang bertujuan untuk melindungi kepentingankepentingan, maka penggunaan hak dengan tiada

Lebih terperinci

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI) PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 521/Pdt/2013/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. m e l a w a n

P U T U S A N Nomor 521/Pdt/2013/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. m e l a w a n P U T U S A N Nomor 521/Pdt/2013/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada peradilan tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UUD Negara Republik Indonesia 1945 didalam pasal 1 ayat (3) menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena itu Negara tidak boleh melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 488/Pdt/2016/PT.BDG M E L A W A N

P U T U S A N Nomor 488/Pdt/2016/PT.BDG M E L A W A N P U T U S A N Nomor 488/Pdt/2016/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06 P U T U S A N No. 62 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani proses kehidupan senantiasa berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam berusaha dan bekerja tersebut saseorang pasti mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derden verzet merupakan salah satu upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan perlawanan pihak ketiga

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 126/PDT/2014/PT.PBR DEMI KEADIILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 126/PDT/2014/PT.PBR DEMI KEADIILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 126/PDT/2014/PT.PBR DEMI KEADIILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara perkara perdata dalam tingkat banding, telah

Lebih terperinci

A.Latar Belakang Masalah

A.Latar Belakang Masalah A.Latar Belakang Masalah Setiap manusia hidup mempunyai kepentingan. Guna terpenuhinya kepentingan tersebut maka diperlukan adanya interaksi sosial. Atas interaksi sosial tersebut akan muncul hak dan kewajiban

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 31/Pdt.G/2009/PTA.Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor 31/Pdt.G/2009/PTA.Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor 31/Pdt.G/2009/PTA.Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH Disusun oleh : Premanti NPM : 11102114 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah Mengkaji

Lebih terperinci

ANDHIKA SURYA PRATAMA NIM

ANDHIKA SURYA PRATAMA NIM KAJIAN TENTANG GUGATAN TERHADAP PENGUASAAN HAK MILIK ATAS TANAH SECARA TIDAK SAH (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 822 K/Pdt/2015) JURNAL PENELITIAN Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di 79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TIDAK DITERAPKANNYA KEWENANGAN EX OFFICIO HAKIM TENTANG NAFKAH SELAMA IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI PUTUSAN NOMOR:1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg) Putusan di atas merupakan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 274/Pdt/2014/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 274/Pdt/2014/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 274/Pdt/2014/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam peradilan Tingkat Banding,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap interaksi antar individu maupun kelompok memiliki akibat hukum. Oleh karena itu, untuk mengatasi semua akibat hukum

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor /Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG Dalam tingkat banding telah memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA 1 Oleh : Suci Ananda Badu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

ELIZA FITRIA

ELIZA FITRIA EKSEKUSI RIIL TERHADAP PUTUSAN HAKIM YANG TELAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI BATUSANGKAR KLAS II (STUDI KASUS PERKARA PERDATA NO. 02/Pdt.G/2007/PN.BS) SKRIPSI DIAJUKAN GUNA MEMENUHI

Lebih terperinci

PEMBANDING, pekerjaan, agama Islam, bertempat tinggal di. .., Kelurahan Kecamatan Kabupen. , dalam hal ini diwakil oleh kuasa hukumnya

PEMBANDING, pekerjaan, agama Islam, bertempat tinggal di. .., Kelurahan Kecamatan Kabupen. , dalam hal ini diwakil oleh kuasa hukumnya PUTUSAN Nomor : 44 /Pdt.G/2011/PTA Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara - perkara tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perekonomian di suatu Negara merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Setiap manusia dalam hidup bermasyarakat tidak pernah terlepas dari hubungan satu sama lain dalam berbagai hal maupun aspek. Manusia senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

P U T U S A N. No. 126/PDT/2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. No. 126/PDT/2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N No. 126/PDT/2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam tingkat banding, menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DISUSUN OLEH : MOHAMMAD FANDRIAN HADISTIANTO Definisi Hukum Acara Hukum acara adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan atau

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 793 K/Pdt/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52. BAB I PENDAHULUAN Hukum adalah seperangkat aturan yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia yang bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan, maka penggunaan hak dengan tiada suatu kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, karena manusia pasti membutuhkan tanah.tanah yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia, baik untuk tempat

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi kebutuhuan ini, sifat manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

KEKUATAN MENGIKATNYA PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) KEKUATAN MENGIKATNYA PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci